Transcript

KOMUNIKASI VERBAL

Simbol atau pesan verbal adalah semua jenis simbol yang menggunakan satu kata

atau lebih. Bahasa dapat juga dianggap sebagai sistem kode verbal (Deddy Mulyana,

2005). Bahasa dapat didefinisikan sebagai seperangkat simbol, dengan aturan untuk

mengkombinasikan simbol-simbol tersebut, yang digunakan dan dipahami suatu

komunitas.

Jalaluddin Rakhmat (1994), mendefinisikan bahasa secara fungsional dan formal. Secara

fungsional, bahasa diartikan sebagai alat yang dimiliki bersama untuk mengungkapkan

gagasan. Ia menekankan dimiliki bersama, karena bahasa hanya dapat dipahami bila ada

kesepakatan di antara anggota-anggota kelompok sosial untuk menggunakannya. Secara

formal, bahasa diartikan sebagai semua kalimat yang terbayangkan, yang dapat dibuat

menurut peraturan tatabahasa. Setiap bahasa mempunyai peraturan bagaimana kata-kata

harus disusun dan dirangkaikan supaya memberi arti. Kalimat dalam bahasa Indonesia

Yang berbunyi ”Di mana saya dapat menukar uang?” akan disusun dengan tatabahasa

bahasa-bahasa yang lain sebagai berikut:

Inggris: Dimana dapat saya menukar beberapa uang? (Where can I change some

money?).

Perancis: Di mana dapat saya menukar dari itu uang? (Ou puis-je change de

l’argent?).

Jerman: Di mana dapat saya sesuatu uang menukar? (Wo kann ich etwasGeld

wechseln?).

Spanyol: Di mana dapat menukar uang? (Donde puedo cambiar dinero?).

Tatabahasa meliputi tiga unsur: fonologi, sintaksis, dan semantik. Fonologi merupakan

pengetahuan tentang bunyi-bunyi dalam bahasa. Sintaksis merupakan pengetahuan

tentang cara pembentukan kalimat. Semantik merupakan pengetahuan tentang arti kata

atau gabungan kata-kata.

Menurut Larry L. Barker (dalam Deddy Mulyana,2005), bahasa mempunyai tiga fungsi:

penamaan (naming atau labeling), interaksi, dan transmisi informasi.

1. Penamaan atau penjulukan merujuk pada usaha mengidentifikasikan objek,

tindakan, atau orang dengan menyebut namanya sehingga dapat dirujuk dalam

komunikasi.

2. Fungsi interaksi menekankan berbagi gagasan dan emosi, yang dapat

mengundang simpati dan pengertian atau kemarahan dan kebingungan.

3. Melalui bahasa, informasi dapat disampaikan kepada orang lain, inilah yang

disebut fungsi transmisi dari bahasa. Keistimewaan bahasa sebagai fungsi

transmisi informasi yang lintas-waktu, dengan menghubungkan masa lalu, masa

kini, dan masa depan, memungkinkan kesinambungan budaya dan tradisi kita.

Cansandra L. Book (1980), dalam Human Communication: Principles, Contexts,

and Skills, mengemukakan agar komunikasi kita berhasil, setidaknya bahasa harus

memenuhi tiga fungsi, yaitu:

Mengenal dunia di sekitar kita. Melalui bahasa kita mempelajari apa saja yang menarik

minat kita, mulai dari sejarah suatu bangsa yang hidup pada masa lalu sampai pada

kemajuan teknologi saat ini.

Berhubungan dengan orang lain. Bahasa memungkinkan kita bergaul dengan orang lain

untuk kesenangan kita, dan atau mempengaruhi mereka untuk mencapai tujuan kita.

Melalui bahasa kita dapat mengendalikan lingkungan kita, termasuk orang-orang di

sekitar kita.

Untuk menciptakan koherensi dalam kehidupan kita. Bahasa memungkinkan kita untuk

lebih teratur, saling memahami mengenal diri kita, kepercayaan-kepercayaan kita,

dan tujuan-tujuan kita.

Keterbatasan Bahasa:

Keterbatasan jumlah kata yang tersedia untuk mewakili objek.

Kata-kata adalah kategori-kategori untuk merujuk pada objek tertentu: orang,

benda, peristiwa, sifat, perasaan, dan sebagainya. Tidak semua kata tersedia untuk

merujuk pada objek. Suatu kata hanya mewakili realitas, tetapi buka realitas itu

sendiri. Dengan demikian, kata-kata pada dasarnya bersifat parsial, tidak

melukiskan sesuatu secara eksak.

Kata-kata sifat dalam bahasa cenderung bersifat dikotomis, misalnya baik-buruk,

kaya-miskin, pintar-bodoh, dsb.

Kata-kata bersifat ambigu dan kontekstual.

Kata-kata bersifat ambigu, karena kata-kata merepresentasikan persepsi dan

interpretasi orang-orang yang berbeda, yang menganut latar belakang sosial

budaya yang berbeda pula. Kata berat, yang mempunyai makna yang nuansanya

beraneka ragam*. Misalnya: tubuh orang itu berat; kepala saya berat; ujian itu

berat; dosen itu memberikan sanksi yang berat kepada mahasiswanya yang

nyontek.

Kata-kata mengandung bias budaya.

Bahasa terikat konteks budaya. Oleh karena di dunia ini terdapat berbagai

kelompok manusia dengan budaya dan subbudaya yang berbeda, tidak

mengherankan bila terdapat kata-kata yang (kebetulan) sama atau hampir sama

tetapi dimaknai secara berbeda, atau kata-kata yang berbeda namun dimaknai

secara sama. Konsekuensinya, dua orang yang berasal dari budaya yang berbeda

boleh jadi mengalami kesalahpahaman ketiaka mereka menggunakan kata yang

sama. Misalnya kata awak untuk orang Minang adalah saya atau kita, sedangkan

dalam bahasa Melayu (di Palembang dan Malaysia) berarti kamu.

Komunikasi sering dihubungkan dengan kata Latin communis yang artinya sama.

Komunikasi hanya terjadi bila kita memiliki makna yang sama. Pada gilirannya,

makna yang sama hanya terbentuk bila kita memiliki pengalaman yang sama.

Kesamaan makna karena kesamaan pengalaman masa lalu atau kesamaan struktur

kognitif disebut isomorfisme. Isomorfisme terjadi bila komunikan-komunikan

berasal dari budaya yang sama, status sosial yang sama, pendidikan yang sama,

ideologi yang sama; pendeknya mempunyai sejumlah maksimal pengalaman yang

sama. Pada kenyataannya tidak ada isomorfisme total.

Percampuranadukkan fakta, penafsiran, dan penilaian.

Dalam berbahasa kita sering mencampuradukkan fakta (uraian), penafsiran

(dugaan), dan penilaian. Masalah ini berkaitan dengan dengan kekeliruan

persepsi. Contoh: apa yang ada dalam pikiran kita ketika melihat seorang pria

dewasa sedang membelah kayu pada hari kerja pukul 10.00 pagi? Kebanyakan

dari kita akan menyebut orang itu sedang bekerja. Akan tetapi, jawaban

sesungguhnya bergantung pada: Pertama, apa yang dimaksud bekerja? Kedua,

apa pekerjaan tetap orang itu untuk mencari nafkah? .... Bila yang dimaksud

bekerja adalah melakukan pekerjaan tetap untuk mencari nafkah, maka orang itu

memang sedang bekerja. Akan tetapi, bila pekerjaan tetap orang itu adalah

sebagai dosen, yang pekerjaannya adalah membaca, berbicara, menulis, maka

membelah kayu bakar dapat kita anggap bersantai baginya, sebagai selingan di

antara jam-jam kerjanya.

Ketika kita berkomunikasi, kita menterjemahkan gagasan kita ke dalam bentuk lambang

(verbal atau nonverbal). Proses ini lazim disebut penyandian (encoding). Bahasa adalah

alat penyandian, tetapi alat yang tidak begitu baik (lihat keterbatasan bahasa di atas),

untuk itu diperlukan kecermatan dalam berbicara, bagaimana mencocokkan kata dengan

keadaan sebenarnya, bagaimana menghilangkan kebiasaan berbahasa yang menyebabkan

kerancuan dan kesalahpahaman.

___________________

* Makna dapat pula digolongkan ke dalam makna denotatif dan konotatif. Makna denotatif adalah makna yang sebenarnya (faktual), seperti yang kita temukan dalam kamus dan diterima secara umum oleh kebanyakan orang dengan bahasa dan kebudayaan yang sama. Makna konotatif adalah makna yang subyektif, mengandung penilaian tertentu atau emosional (lihat Onong Effendy, 1994, h. 12)

Daftar Pustaka:

Deddy Mulyana, 2005, Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Bandung, Remaja Rosdakarya.

Jalaludin Rakhamat, 1994, Psikologi Komunikasi, Bandung, Remaja Rosdakarya.

Onong Effendy, 1994, Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek, Bandung, Remaja Rosdakarya.

KOMUNIKASI NONVERBAL

Komunikasi nonverbal adalah komunikasi yang menggunakan pesan-pesan nonverbal.

Istilah nonverbal biasanya digunakan untuk melukiskan semua peristiwa komunikasi di

luar kata-kata terucap dan tertulis. Secara teoritis komunikasi nonverbal dan komunikasi

verbal dapat dipisahkan. Namun dalam kenyataannya, kedua jenis komunikasi ini saling

jalin menjalin, saling melengkapi dalam komunikasi yang kita lakukan sehari-hari.

Klasifikasi pesan nonverbal.

Jalaludin Rakhmat (1994) mengelompokkan pesan-pesan nonverbal sebagai berikut:

Pesan kinesik. Pesan nonverbal yang menggunakan gerakan tubuh yang berarti,

terdiri dari tiga komponen utama: pesan fasial, pesan gestural, dan pesan postural.

Pesan fasial menggunakan air muka untuk menyampaikan makna tertentu.

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa wajah dapat menyampaikan paling

sedikit sepuluh kelompok makna: kebagiaan, rasa terkejut, ketakutan, kemarahan,

kesedihan, kemuakan, pengecaman, minat, ketakjuban, dan tekad. Leathers (1976)

menyimpulkan penelitian-penelitian tentang wajah sebagai berikut: a. Wajah

mengkomunikasikan penilaian dengan ekspresi senang dan taksenang, yang

menunjukkan apakah komunikator memandang objek penelitiannya baik atau

buruk; b. Wajah mengkomunikasikan berminat atau tak berminat pada orang lain

atau lingkungan; c. Wajah mengkomunikasikan intensitas keterlibatan dalam

situasi situasi; d. Wajah mengkomunikasikan tingkat pengendalian individu

terhadap pernyataan sendiri; dan wajah barangkali mengkomunikasikan adanya

atau kurang pengertian.

Pesan gestural menunjukkan gerakan sebagian anggota badan seperti mata dan

tangan untuk mengkomunikasi berbagai makna.

Pesan postural berkenaan dengan keseluruhan anggota badan, makna yang dapat

disampaikan adalah: a. Immediacy yaitu ungkapan kesukaan dan ketidak sukaan

terhadap individu yang lain. Postur yang condong ke arah yang diajak bicara

menunjukkan kesukaan dan penilaian positif; b. Power mengungkapkan status

yang tinggi pada diri komunikator. Anda dapat membayangkan postur orang yang

tinggi hati di depan anda, dan postur orang yang merendah; c. Responsiveness,

individu dapat bereaksi secara emosional pada lingkungan secara positif dan

negatif. Bila postur anda tidak berubah, anda mengungkapkan sikap yang tidak

responsif.

Pesan proksemik disampaikan melalui pengaturan jarak dan ruang. Umumnya

dengan mengatur jarak kita mengungkapkan keakraban kita dengan orang lain.

Pesan artifaktual diungkapkan melalui penampilan tubuh, pakaian, dan kosmetik.

Walaupun bentuk tubuh relatif menetap, orang sering berperilaku dalam

hubungan dengan orang lain sesuai dengan persepsinya tentang tubuhnya (body

image). Erat kaitannya dengan tubuh ialah upaya kita membentuk citra tubuh

dengan pakaian, dan kosmetik.

Pesan paralinguistik adalah pesan nonverbal yang berhubungan dengan dengan

cara mengucapkan pesan verbal. Satu pesan verbal yang sama dapat

menyampaikan arti yang berbeda bila diucapkan secara berbeda. Pesan ini oleh

Dedy Mulyana (2005) disebutnya sebagai parabahasa.

Pesan sentuhan dan bau-bauan.

Alat penerima sentuhan adalah kulit, yang mampu menerima dan membedakan

emosi yang disampaikan orang melalui sentuhan. Sentuhan dengan emosi tertentu

dapat mengkomunikasikan: kasih sayang, takut, marah, bercanda, dan tanpa

perhatian.

Bau-bauan, terutama yang menyenangkan (wewangian) telah berabad-abad

digunakan orang, juga untuk menyampaikan pesan –menandai wilayah mereka,

mengidentifikasikan keadaan emosional, pencitraan, dan menarik lawan jenis.

Fungsi pesan nonverbal.

Paul Ekman (Dedddy Mulyana, 2004: 314) menyebut lima fungsi pesan nonverbal, yaitu

1. Emblem. Gerakan mata tertentu merupakan simbol yang memiliki kesetaraan dengan

simbol verbal. Kedipan mata dapat mengatakan, ”saya tidak sungguh-sungguh”.

2. Illustrator. Pandangan ke bawah dapat menunjukkan kesedihan atau depresi.

3. Regulator. Kontak mata berarti saluran percakapan terbuka. Memalingkan muka

menandakan ketidaksediaan berkomunikasi.

4. Penyesuai. Kedipan mata yang meningkat ketika orang berada dalam tekanan. Itu

merupakan respon yang tidak disadari yang merupakan upaya tubuh mengurangi

kecemasan.

5. Affect Display. Pembesaran manik-mata menunjukkan peningkatan emosi. Isyarat wajah

lainnya menunjukkan perasaan takut, terkejut, atau senang.

Sedangkan Mark L. Knapp (dalam Jalaludin, 1994), menyebut lima fungsi pesan

nonverbal yang dihubungkan dengan pesan verbal:

1. Repetisi, yaitu mengulang kembali gagasan yang sudah disajikan secara verbal.

Misalnya setelah mengatakan penolakan saya, saya menggelengkan kepala.

2. Substitusi, yaitu menggantikan lambang-lambang verbal. Misalnya tanpa sepatah

katapun kita berkata, kita menunjukkan persetujuan dengan mengangguk-

anggukkan kepala.

3. Kontradiksi, menolak pesan verbal atau memberi makna yang lain terhadap pesan

verbal. Misalnya anda ’memuji’ prestasi teman dengan mencibirkan bibir, seraya

berkata ”Hebat, kau memang hebat.”

4. Komplemen, yaitu melengkapi dan memperkaya makna pesan nonverbal.

Misalnya, air muka anda menunjukkan tingkat penderitaan yang tidak terungkap

dengan kata-kata.

5. Aksentuasi, yaitu menegaskan pesan verbal atau menggarisbawahinya. Misalnya,

anda mengungkapkan betapa jengkelnya anda dengan memukul meja.

Sementara itu, Dale G. Leathers (1976) dalam Nonverbal Communication

Systems, menyebutkan enam alasan mengapa pesan verbal sangat signifikan. Yaitu:

a. Factor-faktor nonverbal sangat menentukan makna dalam komunikasi interpersonal.

Ketika kita mengobrol atau berkomunikasi tatamuka, kita banyak menyampaikan

gagasan dan pikiran kita lewat pesan-pesan nonverbal. Pada gilirannya orang

lainpun lebih banya ’membaca’ pikiran kita lewat petunjuk-petunjuk nonverbal.

b. Perasaan dan emosi lebih cermat disampaikan lewat pesan noverbal ketimbang

pesan verbal.

c. Pesan nonverbal menyampaikan makna dan maksud yang relatif bebas dari

penipuan, distorsi, dan kerancuan. Pesan nonverbal jarang dapat diatur oleh

komunikator secara sadar.

d. Pesan nonverbal mempunyai fungsi metakomunikatif yang sangat diperlukan untuk

mencapai komunikasi yang berkualitas tinggi. Fungsi metakomunikatif artinya

memberikan informasi tambahan yang memeperjelas maksud dan makna pesan.

Diatas telah kita paparkan pesan verbal mempunyai fungsi repetisi, substitusi,

kontradiksi, komplemen, dan aksentuasi.

e. Pesan nonverbal merupakan cara komunikasi yang lebih efisien dibandingkan

dengan pesan verbal. Dari segi waktu, pesan verbal sangat tidak efisien. Dalam

paparan verbal selalu terdapat redundansi, repetisi, ambiguity, dan abtraksi.

Diperlukan lebih banyak waktu untuk mengungkapkan pikiran kita secara verbal.

f. Pesan nonverbal merupakan sarana sugesti yang paling tepat. Ada situasi

komunikasi yang menuntut kita untuk mengungkapkan gagasan dan emosi secara

tidak langsung. Sugesti ini dimaksudkan menyarankan sesuatu kepada orang lain

secara implisit (tersirat).

Daftar pustaka:

Deddy Mulyana, 2005, Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Bandung, Remaja Rosdakarya.

Jalaludin Rakhamat, 1994, Psikologi Komunikasi, Bandung, Remaja Rosdakarya.

KOMUNIKASI ANTARPRIBADI

A. Pengertian

Komunikasi antar pribadi (interpersonal communication) adalah komunikasi antara

individu-individu (Littlejohn, 1999).

Bentuk khusus dari komunikasi antarpribadi ini adalah komunikasi diadik yang

melibatkan hanya dua orang secara tatap-muka, yang memungkinkan setiap pesertanya

menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal ataupun nonverbal,

seperti suami-isteri, dua sejawat, dua sahabat dekat, seorang guru dengan seorang

muridnya, dan sebagainya.

Steward L. Tubbs dan Sylvia Moss (dalam Deddy Mulyana, 2005) mengatakan

ciri-ciri komunikasi diadik adalah:

1. Peserta komunikasi berada dalam jarak yang dekat;

2. Peserta komunikasi mengirim dan menerima pesan secara simultan dan spontan,

baik secara verbal maupun nonverbal.

Komunikasi antarpribadi sangat potensial untuk menjalankan fungsi instrumental sebagai

alat untuk mempengaruhi atau membujuk orang lain, karena kita dapat menggunakan

kelima lat indera kita untuk mempertinggi daya bujuk pesan yang kita komunikasikan

kepada komunikan kita. Sebagai komunikasi yang paling lengkap dan paling sempurna,

komunikasi antarpribadi berperan penting hingga kapanpun, selama manusia masih

mempunyai emosi. Kenyataannya komunikasi tatap-muka ini membuat manusia merasa

lebih akrab dengan sesamanya, berbeda dengan komunikasi lewat media massa seperti

surat kabar, televisi, ataupun lewat teknologi tercanggihpun.

B. Faktor-faktor pengaruh

Jalaludin Rakhmat (1994) meyakini bahwa komunikasi antarpribadi dipengaruhi oleh

persepsi interpersonal; konsep diri; atraksi interpersonal; dan hubungan interpersonal.

1. Persepsi interpersonal

Persepsi adalah memberikan makna pada stimuli inderawi, atau menafsirkan

informasi inderawi. Persepi interpersonal adalah memberikan makna terhadap

stimuli inderawi yang berasal dari seseorang(komunikan), yang berupa pesan

verbal dan nonverbal. Kecermatan dalam persepsi interpersonal akan berpengaruh

terhadap keberhasilan komunikasi, seorang peserta komunikasi yang salah

memberi makna terhadap pesan akan mengakibat kegagalan komunikasi.

2. Konsep diri

Konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita. Konsep diri

yang positif, ditandai dengan lima hal, yaitu: a. Yakin akan kemampuan

mengatasi masalah; b. Merasa stara dengan orang lain; c. Menerima pujian tanpa

rasa malu; d. Menyadari, bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan,

keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui oleh masyarakat; e.

Mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup mengungkapkan aspek-aspek

kepribadian yang tidak disenanginya dan berusaha mengubah. Konsep diri

merupakan faktor yang sangat menentukan dalam komunikasi antarpribadi, yaitu:

a. Nubuat yang dipenuhi sendiri. Karena setiap orang bertingkah laku sedapat

mungkin sesuai dengan konsep dirinya. Bila seseorang mahasiswa

menganggap dirinya sebagai orang yang rajin, ia akan berusaha menghadiri

kuliah secara teratur, membuat catatan yang baik, mempelajari materi kuliah

dengan sungguh-sungguh, sehingga memperoleh nilai akademis yang baik.

b. Membuka diri. Pengetahuan tentang diri kita akan meningkatkan komunikasi,

dan pada saat yang sama, berkomunikasi dengan orang lain meningkatkan

pengetahuan tentang diri kita. Dengan membuka diri, konsep diri menjadi

dekat pada kenyataan. Bila konsep diri sesuai dengan pengalaman kita, kita

akan lebih terbuka untuk menerima pengalaman-pengalaman dan gagasan

baru.

c. Percaya diri. Ketakutan untuk melakukan komunikasi dikenal sebagai

communication apprehension. Orang yang aprehensif dalam komunikasi

disebabkan oleh kurangnya rasa percaya diri. Untuk menumbuhkan percaya

diri, menumbuhkan konsep diri yang sehat menjadi perlu.

d. Selektivitas. Konsep diri mempengaruhi perilaku komunikasi kita karena

konsep diri mempengaruhi kepada pesan apa kita bersedia membuka diri

(terpaan selektif), bagaimana kita mempersepsi pesan (persepsi selektif), dan

apa yang kita ingat (ingatan selektif). Selain itu konsep diri juga berpengaruh

dalam penyandian pesan (penyandian selektif).

3. Atraksi interpersonal

Atraksi interpersonal adalah kesukaan pada orang lain, sikap positif dan daya tarik

seseorang. Komunkasi antarpribadi dipengaruhi atraksi interpersonal dalam hal:

a. Penafsiran pesan dan penilaian. Pendapat dan penilaian kita terhadap orang lain

tidak semata-mata berdasarkan pertimbangan rasional, kita juga makhluk

emosional. Karena itu, ketika kita menyenangi seseorang, kita juga cenderung

melihat segala hal yang berkaitan dengan dia secara positif. Sebaliknya, jika

membencinya, kita cenderung melihat karakteristiknya secara negatif.

b. Efektivitas komunikasi. Komunikasi antarpribadi dinyatakan efektif bila

pertemuan komunikasi merupakan hal yang menyenangkan bagi komunikan.

Bila kita berkumpul dalam satu kelompok yang memiliki kesamaan dengan

kita, kita akan gembira dan terbuka. Bila berkumpul dengan denganorang-

orang yang kita benci akan membuat kita tegang, resah, dan tidak enak. Kita

akan menutup diri dan menghindari komunikasi.

4. Hubungan interpersonal

Hubungan interpersonal dapat diartikan sebagai hubungan antara seseorang

dengan orang lain. Hubungan interpersonal yang baik akan menumbuhkan derajad

keterbukaan orang untuk mengungkapkan dirinya, makin cermat persepsinya

tentang orang lain dan persepsi dirinya, sehingga makin efektif komunikasi yang

berlangsung di antara peserta komunikasi. Miller (1976) dalam Explorations in

Interpersonal Communication, menyatakan bahwa ”Memahami proses

komunikasi interpersonal menuntut hubungan simbiosis antara komunikasi dan

perkembangan relasional, dan pada gilirannya (secara serentak), perkembangan

relasional mempengaruhi sifat komunikasi antara pihak-pihak yang terlibat

dalam hubungan tersebut.”

Lebih jauh, Jalaludin Rakhmat (1994) memberi catatan bahwa terdapat tiga faktor

dalam komunikasi antarpribadi yang menumbuhkan hubungan interpersonal yang

baik, yaitu: a. Percaya; b. sikap suportif; dan c. sikap terbuka.

Daftar pustaka

Deddy Mulyana, 2005, Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Bandung: Remaja Rosdakarya.

Jalaludin Rakhmat, 1994, Psikologi Komunikasi, Bandung: Remaja Rosdakarya.

Littlejohn, 1999, Theories of Human Communication, Belmont, California: Wadsworth Publishing Company.

KOMUNIKASI KELOMPOK

A. Pengertian Komunikasi Kelompok.

Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang

berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama lainnya,

dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut (Deddy Mulyana, 2005).

Kelompok ini misalnya adalah keluarga, kelompok diskusi, kelompok pemecahan

masalah, atau suatu komite yang tengah berapat untuk mengambil suatu keputusan.

Dalam komunikasi kelompok, juga melibatkan komunikasi antarpribadi. Karena itu

kebanyakan teori komunikasi antarpribadi berlaku juga bagi komunikasi kelompok.

Komunikasi kelompok adalah komunikasi yang berlangsung antara beberapa

orang dalam suatu kelompok “kecil” seperti dalam rapat, pertemuan, konperensi dan

sebagainya (Anwar Arifin, 1984). Michael Burgoon (dalam Wiryanto, 2005)

mendefinisikan komunikasi kelompok sebagai interaksi secara tatap muka antara tiga

orang atau lebih, dengan tujuan yang telah diketahui, seperti berbagi informasi, menjaga

diri, pemecahan masalah, yang mana anggota-anggotanya dapat mengingat karakteristik

pribadi anggota-anggota yang lain secara tepat. Kedua definisi komunikasi kelompok di

atas mempunyai kesamaan, yakni adanya komunikasi tatap muka, peserta komunikasi

lebih dari dua orang, dan memiliki susunan rencana kerja tertentu untuk mencapai tujuan

kelompok.

Dan B. Curtis, James J.Floyd, dan Jerril L. Winsor (2005, h. 149) menyatakan

komunikasi kelompok terjani ketika tiga orang atau lebih bertatap muka, biasanya di

bawah pengarahan seorang pemimpin untuk mencapai tujuan atau sasaran bersama dan

mempengaruhi satu sama lain. Lebih mendalam ketiga ilmuwan tersebut menjabarkan

sifat-sifat komunikasi kelompok sebagai berikut:

1. Kelompok berkomunikasi melalui tatap muka;

2. Kelompok memiliki sedikit partisipan;

3. Kelompok bekerja di bawah arahan seseorang pemimpin;

4. Kelompok membagi tujuan atau sasaran bersama;

5. Anggota kelompok memiliki pengaruh atas satu sama lain.

B. Klasifikasi Kelompok dan Karakteristik Komunikasinya.

Telah banyak klasifikasi kelompok yang dilahirkan oleh para ilmuwan sosiologi, namun

dalam kesempatan ini kita sampaikan hanya tiga klasifikasi kelompok.

1. Kelompok primer dan sekunder.

Charles Horton Cooley pada tahun 1909 (dalam Jalaluddin Rakhmat, 1994)

mengatakan bahwa kelompok primer adalah suatu kelompok yang anggota-

anggotanya berhubungan akrab, personal, dan menyentuh hati dalam asosiasi dan

kerja sama. Sedangkan kelompok sekunder adalah kelompok yang anggota-

anggotanya berhubungan tidak akrab, tidak personal, dan tidak menyentuh hati

kita.

Jalaludin Rakhmat membedakan kelompok ini berdasarkan karakteristik

komunikasinya, sebagai berikut:

a. Kualitas komunikasi pada kelompok primer bersifat dalam dan meluas.

Dalam, artinya menembus kepribadian kita yang paling tersembunyi,

menyingkap unsur-unsur backstage (perilaku yang kita tampakkan dalam

suasana privat saja). Meluas, artinya sedikit sekali kendala yang

menentukan rentangan dan cara berkomunikasi. Pada kelompok sekunder

komunikasi bersifat dangkal dan terbatas.

b. Komunikasi pada kelompok primer bersifat personal, sedangkan

kelompok sekunder nonpersonal.

c. Komunikasi kelompok primer lebih menekankan aspek hubungan

daripada aspek isi, sedangkan kelompok sekunder adalah sebaliknya.

d. Komunikasi kelompok primer cenderung ekspresif, sedangkan kelompok

sekunder instrumental.

e. Komunikasi kelompok primer cenderung informal, sedangkan kelompok

sekunder formal.

2. Kelompok keanggotaan dan kelompok rujukan.

Theodore Newcomb (1930) melahirkan istilah kelompok keanggotaan

(membership group) dan kelompok rujukan (reference group). Kelompok

keanggotaan adalah kelompok yang anggota-anggotanya secara administratif dan

fisik menjadi anggota kelompok itu. Sedangkan kelompok rujukan adalah

kelompok yang digunakan sebagai alat ukur (standard) untuk menilai diri sendiri

atau untuk membentuk sikap.

Menurut teori, kelompok rujukan mempunyai tiga fungsi: fungsi komparatif,

fungsi normatif, dan fungsi perspektif. Saya menjadikan Islam sebagai kelompok

rujukan saya, untuk mengukur dan menilai keadaan dan status saya sekarang

(fungsi komparatif. Islam juga memberikan kepada saya norma-norma dan

sejumlah sikap yang harus saya miliki-kerangka rujukan untuk membimbing

perilaku saya, sekaligus menunjukkan apa yang harus saya capai (fungsi

normatif). Selain itu, Islam juga memberikan kepada saya cara memandang dunia

ini-cara mendefinisikan situasi, mengorganisasikan pengalaman, dan memberikan

makna pada berbagai objek, peristiwa, dan orang yang saya temui (fungsi

perspektif). Namun Islam bukan satu-satunya kelompok rujukan saya. Dalam

bidang ilmu, Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI) adalah kelompok

rujukan saya, di samping menjadi kelompok keanggotaan saya. Apapun kelompok

rujukan itu, perilaku saya sangat dipengaruhi, termasuk perilaku saya dalam

berkomunikasi.

3. Kelompok deskriptif dan kelompok preskriptif

John F. Cragan dan David W. Wright (1980) membagi kelompok menjadi dua:

deskriptif dan peskriptif. Kategori deskriptif menunjukkan klasifikasi kelompok

dengan melihat proses pembentukannya secara alamiah. Berdasarkan tujuan,

ukuran, dan pola komunikasi, kelompok deskriptif dibedakan menjadi tiga: a.

kelompok tugas; b. kelompok pertemuan; dan c. kelompok penyadar. Kelompok

tugas bertujuan memecahkan masalah, misalnya transplantasi jantung, atau

merancang kampanye politik. Kelompok pertemuan adalah kelompok orang yang

menjadikan diri mereka sebagai acara pokok. Melalui diskusi, setiap anggota

berusaha belajar lebih banyak tentang dirinya. Kelompok terapi di rumah sakit

jiwa adalah contoh kelompok pertemuan. Kelompok penyadar mempunyai tugas

utama menciptakan identitas sosial politik yang baru. Kelompok revolusioner

radikal; (di AS) pada tahun 1960-an menggunakan proses ini dengan cukup

banyak.

Kelompok preskriptif, mengacu pada langkah-langkah yang harus ditempuh

anggota kelompok dalam mencapai tujuan kelompok. Cragan dan Wright

mengkategorikan enam format kelompok preskriptif, yaitu: diskusi meja bundar,

simposium, diskusi panel, forum, kolokium, dan prosedur parlementer.

C. Pengaruh Kelompok pada Perilaku Komunikasi

1. Konformitas.

Konformitas adalah perubahan perilaku atau kepercayaan menuju (norma)

kelompok sebagai akibat tekanan kelompok-yang real atau dibayangkan. Bila

sejumlah orang dalam kelompok mengatakan atau melakukan sesuatu, ada

kecenderungan para anggota untuk mengatakan dan melakukan hal yang sama.

Jadi, kalau anda merencanakan untuk menjadi ketua kelompok,aturlah rekan-

rekan anda untuk menyebar dalam kelompok. Ketika anda meminta persetujuan

anggota, usahakan rekan-rekan anda secara persetujuan mereka. Tumbuhkan

seakan-akan seluruh anggota kelompok sudah setuju. Besar kemungkinan

anggota-anggota berikutnya untuk setuju juga.

2. Fasilitasi sosial.

Fasilitasi (dari kata Prancis facile, artinya mudah) menunjukkan kelancaran atau

peningkatan kualitas kerja karena ditonton kelompok. Kelompok mempengaruhi

pekerjaan sehingga menjadi lebih mudah. Robert Zajonz (1965) menjelaskan

bahwa kehadiran orang lain-dianggap-menimbulkan efek pembangkit energi pada

perilaku individu. Efek ini terjadi pada berbagai situasi sosial, bukan hanya

didepan orang yang menggairahkan kita. Energi yang meningkat akan

mempertingi kemungkinan dikeluarkannya respon yang dominan. Respon

dominan adalah perilaku yang kita kuasai. Bila respon yang dominan itu adalah

yang benar, terjadi peningkatan prestasi. Bila respon dominan itu adalah yang

salah, terjadi penurunan prestasi. Untuk pekerjaan yang mudah, respon yang

dominan adalah respon yang banar; karena itu, peneliti-peneliti melihat melihat

kelompok mempertinggi kualitas kerja individu.

3. Polarisasi.

Polarisasi adalah kecenderungan ke arah posisi yang ekstrem. Bila sebelum

diskusi kelompok para anggota mempunyai sikap agak mendukung tindakan

tertentu, setelah diskusi mereka akan lebih kuat lagi mendukung tindakan itu.

Sebaliknya, bila sebelum diskusi para anggota kelompok agak menentang

tindakan tertentu, setelah diskusi mereka akan menentang lebih keras.

D. Faktor-faktor yang mempengaruhi keefektifan kelompok

Anggota-anggota kelompok bekerja sama untuk mencapai dua tujuan: a. melaksanakan

tugas kelompok, dan b. memelihara moral anggota-anggotanya. Tujuan pertama diukur

dari hasil kerja kelompok-disebut prestasi (performance) tujuan kedua diketahui dari

tingkat kepuasan (satisfacation). Jadi, bila kelompok dimaksudkan untuk saling berbagi

informasi (misalnya kelompok belajar), maka keefektifannya dapat dilihat dari beberapa

banyak informasi yang diperoleh anggota kelompok dan sejauh mana anggota dapat

memuaskan kebutuhannya dalam kegiatan kelompok.

Jalaluddin Rakhmat (2004) meyakini bahwa faktor-faktor keefektifan kelompok dapat

dilacak pada karakteristik kelompok, yaitu:

1. Faktor situasional karakteristik kelompok:

a. Ukuran kelompok.

Hubungan antara ukuran kelompok dengan prestasi krja kelompok bergantung

pada jenis tugas yang harus diselesaikan oleh kelompok. Tugas kelompok dapat

dibedakan dua macam, yaitu tugas koaktif dan interaktif. Pada tugas koaktif,

masing-masing anggota bekerja sejajar dengan yang lain, tetapi tidak berinteraksi.

Pada tugas interaktif, anggota-anggota kelompok berinteraksi secara teroganisasi

untuk menghasilkan suatu produk, keputusan, atau penilaian tunggal. Pada

kelompok tugas koatif, jumlah anggota berkorelasi positif dengan pelaksanaan

tugas. Yakni, makin banyak anggota makin besar jumlah pekerjaan yang

diselesaikan. Misal satu orang dapat memindahkan tong minyak ke satu bak truk

dalam 10 jam, maka sepuluh orang dapat memindahkan pekerjaan tersebut dalam

satu jam. Tetapi, bila mereka sudah mulai berinteraksi, keluaran secara

keseluruhan akan berkurang.

Faktor lain yang mempengaruhi hubungan antara prestasi dan ukuran kelompok

adalah tujuan kelompok. Bila tujuan kelompok memelukan kegiatan konvergen

(mencapai suatu pemecahan yang benar), hanya diperlukan kelompok kecil

supaya produktif, terutama bila tugas yang dilakukan hanya membutuhkan

sumber, keterampilan, dan kemampuan yang terbatas. Bila tugas memerlukan

kegiatan yang divergen (seperti memhasilkan gagasan berbagai gagasan kreatif),

diperlukan jumlah anggota kelompok yang lebih besar.

Dalam hubungan dengan kepuasan, Hare dan Slater (dalam Rakmat, 2004)

menunjukkan bahwa makin besar ukuran kelompok makin berkurang kepuasan

anggota-anggotanya. Slater menyarankan lima orang sebagai batas optimal untuk

mengatasi masalah hubungan manusia. Kelompok yang lebih dari lima orang

cenderung dianggap kacau, dan kegiatannya dianggap menghambur-hamburkan

waktu oleh anggota-anggota kelompok.

b. Jaringan komunikasi.

Terdapat beberapa tipe jaringan komunikasi, diantaranya adalah sebagai berikut:

roda, rantai, Y, lingkaran, dan bintang. Dalam hubungan dengan prestasi

kelompok, tipe roda menghasilkan produk kelompok tercepat dan terorganisir.

c. Kohesi kelompok.

Kohesi kelompok didefinisikan sebagai kekuatan yang mendorong anggota

kelompok untuk tetap tinggal dalam kelompok, dan mencegahnya meninggalkan

kelompok. McDavid dan Harari (dalam Jalaluddin Rakmat, 2004) menyarankam

bahwa kohesi diukur dari beberapa faktor sebagai berikut: ketertarikan anggota

secara interpersonal pada satu sama lain; ketertarikan anggota pada kegiatan dan

fungsi kelompok; sejauh mana anggota tertarik pada kelompok sebagai alat untuk

memuaskan kebutuhan personal.

Kohesi kelompok erat hubungannya dengan kepuasan anggota kelompok, makin

kohesif kelompok makin besar tingkat kepuasan anggota kelompok. Dalam

kelompok yang kohesif, anggota merasa aman dan terlindungi, sehingga

komunikasi menjadi bebas, lebih terbuka, dan lebih sering. Pada kelompok yang

kohesifitasnya tinggi, para anggota terikat kuat dengan kelompoknya, maka

mereka makin mudah melakukan konformitas. Makin kohesif kelompok, makin

mudah anggota-anggotanya tunduk pada norma kelompok, dan makin tidak

toleran pada anggota yang devian.

d. Kepemimpinan

Kepemimpinan adalah komunikasi yang secara positif mempengaruhi kelompok

untuk bergerak ke arah tujuan kelompok. Kepemimpinan adalah faktor yang

paling menentukan kefektifan komunikasi kelompok. Klasifikasi gaya

kepemimpinan yang klasik dilakukan oleh White danLippit (1960). Mereka

mengklasifikasikan tiga gaya kepemimpinan: otoriter; demokratis; dan laissez

faire. Kepemimpinan otoriter ditandai dengan keputusan dan kebijakan yang

seluruhnya ditentukan oleh pemimpin. Kepemimpinan demokratis menampilkan

pemimpin yang mendorong dan membantu anggota kelompok untuk

membicarakan dan memutuskan semua kebijakan. Kepemimpinan laissez faire

memberikan kebebasan penuh bagi kelompok untuk mengambil keputusan

individual dengan partisipasi dengan partisipasi pemimpin yang minimal.

2. Faktor personal karakteristik kelompok:

a. Kebutuhan interpersonal

William C. Schultz (1966) merumuskan Teori FIRO (Fundamental Interpersonal

Relations Orientatation), menurutnya orang menjadi anggota kelompok karena

didorong oleh tiga kebutuhan intepersonal sebagai berikut:

1) Ingin masuk menjadi bagian kelompok (inclusion).

2) Ingin mengendalikan orang lain dalam tatanan hierakis (control).

3) Ingin memperoleh keakraban emosional dari anggota kelompok yang lain.

b. Tindak komunikasi

Mana kala anggota-anggota kelompok bertemu, terjadilah pertukaran informasi.

Setiap anggota berusaha menyampaikan atau menerima informasi (secara verbal

maupun nonverbal). Robert Bales (1950) mengembangkan sistem kategori untuk

menganalisis tindak komunikasi, yang kemudian dikenal sebagai Interaction

Process Analysis (IPA). Terdapat 12 tindak komunikasi dalam kelompok:

1. Menampakkan persahabatan

2. Mendramatasi

3. Menyetujui

4. Membantah

5. Menunjukkan ketegangan

6. Menampakkan permusuhan

7. Memberikan saran

8. Memberikan pendapat

9. Memberikan informasi

10. Meminta informasi

11. Meminta pendapat

12. Meminta saran

c. Peranan

Seperti tindak komunikasi, peranan yang dimainkan oleh anggota kelompok dapat

membantu penyelesaian tugas kelompok, memelihara suasana emosional yang

lebih baik, atau hanya menampilkan kepentingan individu saja (yang tidak jarang

menghambat kemajuan kelompok). Beal, Bohlen, dan audabaugh (dalam

Rakhmat, 2004: 171) meyakini peranan-peranan anggota-anggota kelompok

terkategorikan sebagai berikut:

1) Peranan Tugas Kelompok. Tugas kelompok adalah memecahkan masalah

atau melahirkan gagasan-gagasan baru. Peranan tugas berhubungan

dengan upaya memudahkan dan mengkoordinasi kegiatan yang

menunjang tercapainya tujuan kelompok.

2) Peranan Pemiliharaan Kelompok. Pemeliharaan kelompok berkenaan

dengan usaha-usaha untuk memelihara emosional anggota-anggota

kelompok.

3) Peranan individual, berkenaan dengan usahan anggota kelompokuntuk

memuaskan kebutuhan individual yang tidak relevan dengantugas

kelompok.

Daftar pustaka

Arifin, Anwar, 1984, Strategi Komunikasi: Suatu Pengantar Ringkas, Bandung: Armico.

Bales, Robert F., 1950, Interaction Process Analysis: A Method for the Study of Small Groups, Cambridge: Addison-Wesley

Curtis, Dan B., Floyd, James J., Winsor, Jerry L., 2005, Komunikasi Bisnis dan Profesional, Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Mulyana, Deddy, 2005, Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Rakhmat, Jalaluddin, 1994, Psikologi Komunikasi, Bandung: Remaja Rosdakarya.

Littlejohn, 1999, Theories of Human Communication, Belmont, California: Wadsworth Publishing Company.

Schutz, W. D., 1966, The Interpersonal Underworld, Palo Alto: Science and Behavior Books.

Wiryanto, 2005, Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.

KOMUNIKASI ORGANISASI

A. Pengertian Komunikasi Organisasi.

Istilah organisasi berasal dari bahasa Latin organizare, yang secara harafiah

berarti paduan dari bagian-bagian yang satu sama lainnya saling bergantung. Di antara

para ahli ada yang menyebut paduan itu sistem, ada juga yang menamakannya sarana.

Everet M. Rogers dalam bukunya Communication in Organization, mendefinisikan

organisasi sebagai suatu sistem yang mapan dari mereka yang bekerja sama untuk

mencapai tujuan bersama, melalui jenjang kepangkatan, dan pembagian tugas. Robert

Bonnington dalam buku Modern Business: A Systems Approach, mendefinisikan

organisasi sebagai sarana dimana manajemen mengoordinasikan sumber bahan dan

sumber daya manusia melalui pola struktur formal dari tugas-tugas dan wewenang.

Korelasi antara ilmu komunikasi dengan organisasi terletak pada peninjauannya

yang terfokus kepada manusia-manusia yang terlibat dalam mencapai tujuan organisasi

itu. Ilmu komunikasi mempertanyakan bentuk komunikasi apa yang berlangsung dalam

organisasi, metode dan teknik apa yang dipergunakan, media apa yang dipakai,

bagaimana prosesnya, faktor-faktor apa yang menjadi penghambat, dan sebagainya.

Jawaban-jawaban bagi pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah untuk bahan telaah untuk

selanjutnya menyajikan suatu konsepsi komunikasi bagi suatu organisasi tertentu

berdasarkan jenis organisasi, sifat organisasi, dan lingkup organisasi dengan

memperhitungkan situasi tertentu pada saat komunikasi dilancarkan.

Komunikasi organisasi adalah pengiriman dan penerimaan berbagai pesan

organisasi di dalam kelompok formal maupun informal dari suatu organisasi (Wiryanto,

2005). Komunikasi formal adalah komunikasi yang disetujui oleh organisasi itu sendiri

dan sifatnya berorientasi kepentingan organisasi. Isinya berupa cara kerja di dalam

organisasi, produktivitas, dan berbagai pekerjaan yang harus dilakukan dalam organisasi.

Misalnya: memo, kebijakan, pernyataan, jumpa pers, dan surat-surat resmi. Adapun

komunikasi informal adalah komunikasi yang disetujui secara sosial. Orientasinya bukan

pada organisasi, tetapi lebih kepada anggotanya secara individual.

Conrad (dalam Tubbs dan Moss, 2005) mengidentifikasikan tiga komunikasi

organisasi sebagai berikut: fungsi perintah; fungsi relasional; fungsi manajemen ambigu.

1. Fungsi perintah berkenaan dengan angota-anggota organisasi mempunyai hak dan

kewajiban membicarakan, menerima, menafsirkan dan bertindak atas suatu

perintah. Tujuan dari fungsi perintah adalah koordinasi diantara sejumlah anggota

yang bergantung dalam organisasi tersebut.

2. Fungsi relasional berkenaan dengan komunikasi memperbolehkan anggota-anggota

menciptakan dan mempertahankan bisnis produktif hubungan personal dengan

anggota organisasi lain. Hubungan dalam pekerjaan mempengaruhi kenirja

pekerjaan (job performance) dalam berbagai cara. Misal: kepuasan kerja; aliran

komunikasi ke bawah maupun ke atas dalam hirarkhi organisasional, dan tingkat

pelaksanaan perintah. Pentingnya dalam hubungan antarpersona yang baik lebih

terasa dalam pekerjaan ketika anda merasa bahwa banyak hubungan yang perlu

dlakukan tidak anda pilih, tetapi diharuskan oleh lingkungan organisasi, sehingga

hubungan menjadi kurang stabil, lebih memacu konflik, kurang ditaati, dsb.

3. Fungsi manajemen ambigu berkenaan dengan pilihan dalam situasi organisasi sering

dibuat dalam keadaan yang sangat ambigu. Misal: motivasi berganda muncul

karena pilihan yang diambil akan mempengaruhi rekan kerja dan organisasi,

demikian juga diri sendiri; tujuan organisasi tidak jelas dan konteks yang

mengharuskan adanya pilihan tersebut adanya pilihan tersebut mungkin tidak jelas.

Komunikasi adalah alat untuk mengatasi dan mengurangi ketidakjelasan

(ambiguity) yang melekat dalam organisasi. Anggota berbicara satu dengan lainnya

untuk membangun lingkungan dan memahami situasi baru, yang membutuhkan

perolehan informasi bersama.

B. Pengaruh Komunikasi terhadap Perilaku Organisasi.

Sebagai komunikator, seorang pemimpin organisasi, manajer, atau administrator harus

memilih salah satu berbagai metode dan teknik komunikasi yang disesuaikan dengan

situasi pada waktu komunikasi dilancarkan. Sebagai komunikator, seorang manajer harus

menyesuaikan penyampaian pesannya kepada peranannya yang sedang dilakukannya.

Dalam hubungan ini, Henry Mintzberg seorang profesor manajemen pada McGill

University di Montreal-Kanada, menyatakan wewenang formal seorang manajer

menyebabkan timbulnya tiga peranan: peranan antarpersona; peranan informasi; dan

peranan memutuskan.

1. Peranan antarpersona seorang manajer meliputi tiga hal:

a. Peranan tokoh. Kedudukan sebagai kepala suatu unit organisasi, membuat

seorang manajer melakuan tugas yang bersifat keupacaraan. Karena ia

merupakan seorang tokoh, maka selain memimpim berbagai upacara di

kantornya, ia juga diundang oleh pihak luar untuk menghadiri berbagai

upacara. Dalam peranan ini seorang manajer berkesempatan untuk

memberikan penerangan, penjelasan, imbauan, ajakan, dll.

b. Peranan pemimpin. Sebagai pemimpin, seorang manajer bertanggung

jawab atas lancar-tidaknya pekerjaan yang dilakukan bawahannya.

Beberapa kegiatan bersangkutan langsung dengan kepemimpinannya pada

semua tahap manajemen: penentuan kebijaksanaan, perencanaan,

pengorganisasian, penggerakan, pengawasan, dan penilaian. Ada juga

kegiatan-kegiatan yang tidak langsung berkaitan dengan

kepemimpinannya, antara lain memotivasi para karyawan agar giat

bekerja. Untuk melaksanakan kepemimpinannya secara efektif, maka ia

harus mampu melaksanakan komunikasi secara efektif. Dalam konteks

kepemimpinan, seorang manajer berkomunikasi efektif bila ia mampu

membuat para karyawan melakukan kegiatan tertentu dengan kesadaran,

kegairahan, dan kegembiraan. Dengan suasana kerja seperti itu akan dapat

diharapkan hasil yang memuaskan.

c. Peranan penghubung. Dalam peranan sebaga penghubung, seorang

manajer melakukan komunikasi dengan orang-orang di luar jalur komando

vertikal, baik secara formal maupun secara tidak formal.

2. Peranan informasi. Dalam organisasinya, seorang manajer berfungsi sebagai pusat

informasi. Ia mengembangkan pusat informasi bagi kepentingan organisasinya.

Peranan informasional meliputi peranan-peranan sebagai berikut:

a. Peranan monitor. Dalam melakukan peranannya sebagai monitor, manajer

memandang lingkungan sebagai sumber informasi. Ia mengajukan

berbagai ertanyaan kepada rekan-rekannya atau kepada bawahannya, dan

ia menerima informasi pula dari mereka tanpa diminta berkat kontak

pribadinya yang selalu dibinanya.

b. Peranan penyebar. Dalam peranannya sebagai penyebar ia menerima dan

menghimpun informasi dari luar yang penting artinya dan bermanfaat bagi

organisasi, untuk kemuian disebarkan kepada bawahannya

c. Peranan juru bicara. Peranan ini memiliki kesamaan dengan peranan

penghubung, yakni dalam hal mengkomunikasikan informasi kepada

khalayak luar. Perbedaannya ialah dalam hal caranya: jika dalam

peranannya sebagai penghubung ia menyampaikan informasi secara

antarpribadi dan tidak selalu resmi, namun dalam perananya sebagai juru

bicara tidak selamanya secara kontak pribadi, tetapi selalu resmi. Dalam

peranannya sebagai juru bicara itu ia juga harus mengkomunikasikan

informasi kepada orang-orang yang berpengaruh yang melakukan

pengawasan terhadap organisasinya. Kepada khalayak di luar

organisasinya ia memberikan informasi dalam rangka pengembangan

organisasinya. Ia meyakinkan khalayak bahwa organisasi yang

dipimpinnya telah melakukan tanggung jawab sosial sebagaimana

mestinya. Ia meyakinkan pula para pejabat pemerintah bahwa

organisasinya berjalan sesuai dengan peratruran sebagaimana harusnya.

3. Peranan memutuskan. Seorang manajer memegang peranan yang sangat penting

dalam sistem pengambilan keputusan dalam organisasinya. Ada empat peranan

yang dicakup pada peranan ini:

a. Peranan wiraswasta. Seorang manajer berusaha memajukan organisasinya

dan mengadakan penyesuaian terhadap perubahan kondisi lingkungannya.

Ia senantiasa memandang ke depan untuk mendapatkan gagasan baru. Jika

sebuah gagasan muncul, maka ia mengambil prakarsa untuk

mengembangkan sebuah proyek yang iawasinya sendiri atau

didelegasikannya kepad bawahannya.

b. Peranan pengendali gangguan. Seorang manajer berusaha sebaik mungkin

menanggapi setiap tekanan yang menimpa organisasi, seperti buruh

mogok, para pelanggan menghilang, dsb.

c. Peranan penentu sumber. Seorang manajer bertanggung jawab untuk

memutuskan pekerjaan apa yang harus dilakukan, siapa yang akan

melaksanakan, dan bagaimana pembagian pekerjaan dilangsungkan.

Manajer juga mempunyai kewenangan mengenai pengambilan keputusan

penting sebelum implementasi dijalankan. Dengan kewenangan itu,

manajer dapat memastikan bahwa keputusan-keputusan yang berkaitan

semuanya berjalan melalui pemikran tunggal.

d. Peranan perunding. Manajer melakukan peranan perunding bukan saja

mengenai hal-hal yang resmi dan langsung berhubungan dengan

organisasi, melainkan juga tentang hal-hal yang tidak resmi dan tidak

langsung berkaitan dengan kekaryaan. Bagi manajer, perundingan

merupakan gaya hidup karena hanya ialah yang mempunyai wewenang

untuk menanggapi sumber-sumber organisasional pada waktu yang tepat,

dan hanya ialah yang merupakan pusat jaringan informasi yang sangat

diperlukan bagi perundingan yang penting.

C. Dimensi-Dimensi Komunikasi dalam Kehidupan Organisasi

1. Komunikasi internal.

Komunikasi internal organisasi adalah proses penyampaian pesan antara anggota-

anggota organisasi yang terjadi untuk kepentingan organisasi, seperti komunikasi

antara pimpinan dengan bawahan, antara sesama bawahan, dsb. Proses

komunikasi internal ini bisa berujud komunikasi antarpribadi ataupun komunikasi

kelompok. Juga komunikasi bisa merupakan proses komunikasi primer maupun

sekunder (menggunakan media nirmassa). Komunikasi internal ini lazim

dibedakan menjadi dua, yaitu:

a. Komunikasi vertikal, yaitu komunikasi dari atas ke bawah dan dari bawah

ke atas. Komunikasi dari pimpinan kepada bawahan dan dari bawahan

kepada pimpinan. Dalam komunikasi vertikal, pimpinan memberikan

instruksi-instruksi, petunjuk-petunjuk, informasi-informasi, dll kepada

bawahannya. Sedangkan bawahan memberikan laporan-laporan, saran-

saran, pengaduan-pengaduan, dsb. kepada pimpinan.

b. Komunikasi horizontal atau lateral, yaitu komunikasi antara sesama

seperti dari karyawan kepada karyawan, manajer kepada manajer. Pesan

dalam komunikasi ini bisa mengalir di bagian yang sama di dalam

organisasi atau mengalir antarbagian. Komunikasi lateral ini

memperlancar pertukaran pengetahuan, pengalaman, metode, dan

masalah. Hal ini membantu organisasi untuk menghindari beberapa

masalah dan memecahkan yang lainnya, serta membangun semangat kerja

dan kepuasan kerja.

2. Komunikasi eksternal.

Komunikasi eksternal organisasi adalah komunikasi antara pimpinan organisasi

dengan khalayak di luar organisasi. Pada organisasi besar, komunikasi ini lebih

banyak dilakukan oleh kepala hubungan masyarakat dari pada pimpinan sendiri.

Yang dilakukan sendiri oleh pimpinan hanyalah terbatas pada hal-hal yang

ianggap sangat penting saja. Komunikasi eksternal terdiri dari jalur secara timbal

balik:

a. Komunikasi dari organisasi kepada khalayak. Komunikasi ini dilaksanakan

umumnya bersifat informatif, yang dilakukan sedemikian rupa sehingga

khalayak merasa memiliki keterlibatan, setidaknya ada hubungan batin.

Komunikasi ini dapat melalui berbagai bentuk, seperti: majalah organisasi;

press release; artikel surat kabar atau majalah; pidato radio; film

dokumenter; brosur; leaflet; poster; konferensi pers.

b. Komunikasi dari khalayak kepada organisasi. Komunikasi dari khalayak

kepada organisasi merupakan umpan balik sebagai efek dari kegiatan dan

komunikasi yang dilakukan oleh organisasi.

Daftar pustaka

Onong Effendy, 1994, Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek, Bandung: Remaja Rosdakarya.

Wiryanto, 2005, Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta: Grameia Wiiasarana Indonesia.

Tubbs, Stewart L. – Moss, Sylvia, Human Communication: Konteks-Konteks Komunikasi, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005, h. 170.

KOMUNIKASI MASSA

Komunikasi massa diadopsi dari istilah bahasa Inggris, mass communication, sebagai

kependekan dari mass media communication. Artinya, komunikasi yang menggunakan

media massa atau komunikasi yang mass mediated. Istilah mass communication atau

communications diartikan sebagai salurannya, yaitu media massa (mass media) sebagai

kependekan dari media of mass communication. Massa mengandung pengertian orang

banyak, mereka tidak harus berada di lokasi tertentu yang sama, mereka dapat tersebar

atau terpencar di berbagai lokasi, yang dalam waktu yang sama atau hampir bersamaan

dapat memperoleh pesan-pesan komunikasi yang sama. Berlo (dalam Wiryanto, 2005)

mengartikan massa sebagai meliputi semua orang yang menjadi sasaran alat-alat

komunikasi massa atau orang-orang pada ujung lain dari saluran.

Unsur-Unsur Komunikasi Massa

Harold D. Lasswell (dalam Wiryanto, 2005) memformulasikan unsur-unsur komunikasi

dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut ”Who Says What in Which Channelto Whom

With What Effect?”

Unsur who (sumber atau komunikator). Sumber utama dalam komunikasi massa

adalah lembaga atau organisasi atau orang yang bekerja dengan fasilitas lembaga

atau organisasi (institutionalized person). Yang dimaksud dimaksud dengan

lembaga dalam hal ini adalah perusahaan surat kabar, stasiun radio, televisi,

majalah, dan sebagainya. Sedangkan yang dimaksud institutionalized person

adalah redaktur surat kabar (sebagai contoh). Melalui tajuk rencana menyatakan

pendapatnya dengan fasilitas lembaga. Oleh karena itu, ia memiliki kelebihan

dalam suara atau wibawa dibandingkan berbicara tanpa fasilitas lembaga.

Pers atau media massa sering disebut lembaga sosial. Dalam UU RI no 40 tahun

1999 tentang pers, pasal 1 ayat (1) menyatakan: ”Pers adalah lembaga sosial dan

wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi

mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, megolah, dan menyampaikan

informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data

dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak,

media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.” bentuk institusi media

massa dipertegas lagi pada pasal 1 ayat (2) yang menyatakan: ” Perusahaan pers

adalah badan hukum Indonesia yang menyelenggarakan usaha pers meliputi

perusahaan media cetak, media elektronik, dan kantor berita, serta perusahaan

media lainnya yang secara khusus menyelenggarakan, menyiarkan atau

menyalurkan informasi.”

McQuail (1987) menyebutkan ciri-ciri khusus institusi (lembaga) media sebagai

berikut:

Memproduksi dan mendistribusikan pengetahuan dalam wujud informasi,

pandangan, dan budaya. Upaya tersebut merupakan respon terhadap

kebutuhan sosial kolektif dan permintaan individu.

Menyediakan saluran untuk menghubungkan orang tertentu dengan orang

lain: dari pengirim ke penerima, dari anggota audience ke anggota

audience lainnya, dari seseorang ke masyarakat dan institusi masyarakat

terkait. Semua itu bukan sekedar saluran fisik jaringan komunikasi,

melainkan juga merupakan saluran tatacara dan pengetahuan yang

menentukan siapakah sebenarnya yang patut atau berkemungkinan untuk

mendengar sesuatu dan kepada siapa ia harus mendengarnya.

Media menyelenggarakan sebagian besar kegiatannya dalam lingkungan

publik, dan merupakan institusi yang terbuka bagi semua orang untuk

peran serta sebagai penerima (atau dalam kondisi tertentu sebagai

pengirim). Institusi media juga mewakili kondisi publik, seperti yang

tampak bilamana media massa menghadapi maslah yang berkaitan dengan

pendapat publik (opini publik) dan ikut berperan membentuknya (bukan

masalah pribadi, pandangan ahli, atau penilaian ilmiah).

Partisipasi anggota audience dalam institusi pada hakikatnya bersifat

sukarela, tanpa adanya keharusan atau kewajiban sosial. Bahkan lebih

bersifat suka rela daripada beberapa institusi lainnya, misalnya pendidikan,

agama atau politik. Pemakaian diasosiasikan orang dengan waktu

senggang dan santai, bukannya dengan pekerjaan dantugas. Hal tersebut

dikaitkan juga dengan ketidakberdayaan formal institusi media: media

tidak dapat mengandalkan otoritasnya sendiri dalam masyarakat, serta

tidak mempunyai organisasi yang menghubungkan pameran-serta ”lapisan

atas” (produsen pesan) dan pemeran-serta ”lapisan bawah” (audience).

Industri media dikaitkan dengan industri dan pasar karena

ketergantungannya pada imbalan kerja, teknologi, dan kebutuhan

pembiayaan.

Meskipun institusi media itu sendiri tidak memiliki kekuasaan, namun

institusi ini selalu berkaitan dengan kekuasaan negara karena adanya

sinambungan pemakaian media, mekanisme hukum, dan pandangan-

pandangan menentukan yang berbeda antara negara yang satu dengan

lainnya.

Komunikator dalam proses komunikasi massa selain merupakan sumber pesan,

mereka juga berperan sebagai gate keeper (lihat McQuail, 1987; Nurudin, 2003).

Yaitu berperan untuk menambah, mengurangi, menyederhanakan, mengemas agar

semua informasi yang disebarkan lebih mudah dipahami oleh audience-nya.

Bitner (dalam Tubbs, 1996) menyatakan bahwa pelaksanaan peran gate keeper

dipengaruhi oleh: ekonomi; pembatasan legal; batas waktu; etika pribadi dan

profesionalitas; kompetisi diantara media; dan nilai berita.

Unsur says what (pesan). Pesan-pesan komunikasi massa dapat diproduksi dalam

jumlah yang sangat besar dan dapat menjangkau audience yang sangat banyak.

Pesan-pesan itu berupa berita, pendapat, lagu, iklan, dan sebagainya. Charles

Wright (1977) memberikan karakteristik pesan-pesan komunikasi massa sebagai

berikut:

1. publicly. Pesan-pesan komunikasi massa pada umumnya tidak ditujukan

kepada orang perorang secara eksklusif, melainkan bersifat terbuka, untuk

umum atau publik.

2. rapid. Pesan-pesan komunikasi massa dirancang untuk mencapai audience

yang luas dalam waktu yang singkat serta simultan.

3. transient. Pesan-pesan komunikasi massa untuk memenuhi kebutuhan

segera, dikonsumsi sekali pakai dan bukan untuk tujuan yang bersifat

permanen. Pada umumnya, pesan-pesan komunikasi massa cenderung

dirancang secara timely, supervisial, dan kadang-kadang bersifat

sensasional.

Unsur in which channel (saluran atau media). Unsur ini menyangkut semua

peralatan yang digunakan untuk menyebarluaskan pesan-pesan komunikasi

massa. Media yang mempunyai kemampuan tersebut adalah surat kabar, majalah,

radio, televisi, internet, dan sebagainya.

Unsur to whom (penerima atau mass audience). Penerima pesan-pesan

komunikasi massa biasa disebut audience atau khalayak. Orang yang membaca

surat kabar, mendengarkan radio, menonton televisi, browsing internet merupakan

beberapa contoh dari audience.

Menurut Charles Wright (dalam Wiryanto, 2005), mass audience memiliki

karakteristik-karakteristik sebagai berikut:

1. Large yaitu penerima-penerima pesan komunikasi massa berjumlah

banyak, merupakan individu-individu yang tersebar dalam berbagai lokasi;

2. Heterogen yaitu penerima-penerima pesan komunikasi massa terdiri dari

berbagai lapisan masyarakat, beragam dalam hal pekerjaan, umur, jenis

kelamin, agama, etnis, dan sebagainya;

3. Anonim yaitu anggota-anggota dari mass audience umumnya tidak saling

mengenal secara pribadi dengan komunikatornya.

Unsur with what effect (dampak). Dampak dalam hal ini adalah perubahan-

perubahan yang terjadi di dalam diri audience sebagai akibat dari keterpaan

pesan-pesan media. David Berlo (dalam Wiryanto, 2005) mengklasifikasikan

dampak atau perubahan ini ke dalam tiga kategori, yaitu: perubahan dalam ranah

pengetahuan; sikap; dan perilaku nyata. Perubahan ini biasanya berlangsung

secara berurutan.

Ciri-ciri komunikasi massa

Sedangkan ciri-ciri komunikasi massa, menurut Elizabeth Noelle Neumann

(Jalaluddin Rakhmat, 1994) adalah sebagai berikut:

Bersifat tidak langsung, artinya harus melalui media teknis;

Bersifat satu arah, artinya tidak ada interaksi antara peserta-peserta komunikasi;

Bersifat terbuka, artinya ditujukan pada publik yang tidak terbatas dan anonim;

Mempunyai publik yang secara tersebar.

Pesan-pesan media tidak dapat dilakukan secara langsung artinya jika kita berkomunikasi

melalui surat kabar, maka komunike kita tadi harus diformat sebagai berita atau artikel,

kemudian dicetak, didistribusikan, baru kemudian sampai ke audience. Antara kita dan

audience tidak bisa berkomunikasi secara langsung, sebagaimana dalam komunikasi tatap

muka. Istilah yang sering digunakan adalah interposed. Konsekuensinya adalah,

karakteristik yang kedua, tidak terjadi interaksi antara komunikator dengan audience.

Komunikasi berlangsung satu arah, dari komunikator ke audience, dan hubungan antara

keduanya impersonal.

Karakteristik pokok ketiga adalah pesan-pesan komunikasi massa bersifat terbuka,

artinya pesan-pesan dalam komunikasi massa bisa dan boleh dibaca, didengar, dan

ditonton oleh semua orang. Karakteristik keempat adalah adanya intervensi pengaturan

secara institusional antara si pengirim dengan si penerima. Dalam berkomunikasi melalui

media massa, ada aturan, norma, dan nilai-nilai yang harus dipatuhi. Beberapa aturan

perilaku normatif ada dalam kode etik, yang dibuat oleh organisasi-organisasi jurnalis

atau media.

Dengan demikian, komunikasi massa dapat didefinisikan sebagai jenis

komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah audience yang tersebar, heterogen, dan

anonim melalui media cetak atau elektrolit sehingga pesan yang sama dapat diterima

secara serentak dan sesaat.

Fungsi Media Massa:

1. Sebagai saluran informasi.

2. Sebagai saluran persuasi

3. Sebagai saluran pembentuk/mengembangkan pendapat umum.

4. Sebagai saluran control sosial.

5. Sebagai lembaga ekonomi.

Daftar Pustaka:

McQuail, 1987, Teori Komunikasi Massa ed. 2, Jakarta: Erlangga

Nurudin, 2003, Komunikasi Massa, Malang: CESPUR.

Warsito, 2005, Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.

Jalaluddin Rakhmat, 1994, Psikologi Komunikasi, Bandung: Remaja Rosdakarya


Top Related