Download - Kelompok 6 Fiks Kls b
I. PENDAHULUAN
A. Pengertian dan Prinsip Produksi
Prinsip CPOB adalah untuk menjamin obat yang dibuat secara konsisten
dapat memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan dan
penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu.
Produksi adalah semua operasi kegiatan yang terlibat dalam penyusunan produk
farmasi, mulai dari penerimaan bahan, pengolahan, pengemasan, pelabelan dan
penandaan ulang hingga menjadi produk jadi (WHO, 2011). Prinsip dari proses
produksi adalah produksi dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah
ditetapkan dan memenuhi ketentuan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)
yang menjamin menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu serta
memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar (BPOM, 2012).
B. Area Produksi
Luas area kerja dan area penyimpanan bahan atau produk hendaklah
memadai untuk penempatan peralatan dan bahan secara teratur sehingga dapat
memperkecil risiko terjadinya kekeliruan antara produk obat atau komponen obat
yang berbeda, mencegah pencemaran silang atau kesalahan dalam melaksanakan
tahapan proses produksi atau pengawasan. Tata letak ruang produksi sebaiknya
dirancang sedemikian rupa untuk memungkinkan kegiatan produksi dilakukan di
area yang saling berhubungan antara satu ruangan dengan ruangan lain mengikuti
urutan tahap produksi dan menurut kelas kebersihan yang dipersyaratkan,
mencegah kesesakan dan ketidakteraturan, serta memungkinkan komunikasi dan
pengawasan yang efektif terlaksana (BPOM, 2012).
C. Proses Produksi
Tahap proses produksi meliputi pengadaan bahan awal, validasi proses,
pencegahan pencemaran silang, sistem penomoran batch/lot, penimbangan dan
penyerahan, pengembalian, proses pengolahan, pengemasan dan karantina produk
jadi. Pada pengadaan bahan awal semua penerimaan, pengeluaran dan jumlah
bahan tersisa dicatat yang berisi keterangan mengenai pasokan, nomor batch/lot,
tanggal penerimaan, pelulusan, dan kadaluarsa. Validasi proses bertujuan untuk
memperkuat pelaksanaan CPOB dan dilakukan sesuai prosedur. Sistem
1
penomoran batch/lot bertujuan untuk memastikan tiap bets/lot produk antara,
produk ruahan atau produk jadi dapat diidentifikasi. Setiap penimbangan terdapat
pembuktian kebenaran identitas, jumlah bahan yang ditimbang dan pembuktian
tersebut didokumentasikan dengan benar. Semua bahan dan peralatan yang
dipakai dalam pengolahan diperiksa kebersihannya sebelum digunakan.
Penyimpangan dalam setiap tahap proses produksi hendaklah dilaporkan (BPOM,
2012).
D. Kegiatan Pengemasan
Kegiatan pengemasan memiliki fungsi yaitu membagi dan mengemas
produk ruahan menjadi produk jadi. Proses pengemasan dilaksanakan dengan
pengendalian yang ketat untuk menjaga identitas, keutuhan dan mutu produk
akhir yang telah dikemas (BPOM, 2012). Pada kegiatan pengemasan harus
tersedia prosedur yang terdokumentasi untuk memastikan bahwa bahan kemasan,
label dan wadah yang digunakan benar. Kegiatan pelabelan harus dirancang
sedemikian rupa untuk mencegah ketercampuran (ICH, 2000). Produk yang
memiliki penampilan sama sebaiknya tidak dikemas pada jalur yang bersamaan
kecuali terdapat pemisahan yang jelas secara fisik (WHO, 2011).
Personil penanggung jawab bagian produksi harus senantiasa melakukan
pemeriksaan kesiapan jalur pengemasan. Hal yang harus diperhatikan sebelum
proses pengemasan dimulai yaitu memastikan bahwa area kerja, garis kemasan,
mesin cetak dan peralatan telah bersih dan bebas dari produk, bahan maupun
dokumen yang digunakan sebelumnya dan yang tidak diperlukan pada proses
pengemasan saat itu. Nama dan nomor batch produk harus dicantumkan pada
kemasan. Dilakukan pemeriksaan secara berkala pada pencetakan nomor kode
atau tanggal kadaluarsa pada kemasan untuk memastikan nomor dan tanggal tidak
mudah hilang atau pudar (WHO, 2011). Dilakukan pengawasan pada jalur
pengemasan yang meliputi tampilan kemasan secara umum, kelengkapan
kemasan, produk dan bahan pengemas sudah benar, prakodifikasi benar dan
monitor pada jaulur telah berfungsi dengan benar. Setelah proses pengemasan
selesai, kemasan terakhir diperiksa dengan cermat untuk memastikan kemasan
produk sesuai dengan prosedur pengemasan induk dan dicatat (BPOM, 2012).
2
II. PEMBAHASAN
A. Tugas dan Wewenang
Kepala bagian produksi memiliki kewenangan dan tanggung jawab penuh
dalam produksi obat antara lain sebagai berikut ini :
1. Memastikan bahwa obat yang diproduksi dan disimpan sesuai dengan
prosedur agar memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan
2. Memberikan persetujuan terhadap petunjuk kerja yang berkaitan dengan
produksi dan memastikan bahwa petunjuk kerja diterapkan dengan tepat
3. Memastikan bahwa catatan produksi telah dievaluasi dan ditandatangani oleh
kepala bagian produksi sebelum diserahkan kepada kepala bagian manajemen
mutu (pemastian mutu)
4. Memeriksa pemeliharaan fasilitas, bangunan serta peralatan produksi
5. Memastikan bahwa telah dilaksanakan validasi proses yang sesuai
6. Memastikan bahwa terdapat pelatihan awal yang berkesinambungan bagi
personil, yang dilaksanakan dan diterapkan sesuai kebutuhan (PIC/S, 2014).
Mutu obat tergantung pada bahan awal, bahan pengemas, proses produksi
dan pengendalian mutu, bangunan, peralatan yang dipakai dan personil yang
terlibat. Kepala bagian produksi, pengawasan mutu dan manajemen mutu
(pemastian mutu) memiliki tanggung jawab bersama dalam menerapkan semua
aspek yang berkaitan dengan mutu, yaitu antara lain :
1. Otorisasi prosedur tertulis dan dokumen lain termasuk amandemen
2. Pemantauan dan pengendalian lingkungan pembuatan obat
3. Sanitasi dan hygiene pabrik, validasi proses dan pelatihan personil
4. Persetujuan dan pemantauan terhadap pemasok bahan dan terhadap pembuat
obat berdasarkan kontrak serta penyimpanan catatan atau dokumentasi
5. Penetapan dan pemantauan kondisi penyimpanan bahan dan produk
6. Pemantauan pemenuhan terhadap persyaratan CPOB, Inspeksi, penyelidikan
dan pengambilan sampel untuk pemantauan faktor yang mungkin berdampak
terhadap mutu produk (BPOM, 2012).
3
B. Fish Bone Diagram
1. Kasus I
Perusahaan Sadhar akan melakukan proses pengemasan sekunder produk
obat A dan obat B pada hari Senin tanggal 1 Februari 2015 dimulai dari jam 8
pagi hingga 3 sore. Kegiatan pengemasan sekunder dilakukan di ruang
pengemasan pabrik yang dilakukan oleh 8 orang pekerja. Pada hari yang sama
yaitu jam 10 pagi saat melakukan proses pengemasan sekunder, perusahaan
Sadhar diinspeksi secara tiba-tiba oleh badan POM di daerah setempat. Saat
melakukan inspeksi ditemukan bahwa jalur proses pengemasan sekunder obat A
dan B tidak sesuai dengan SOP seperti ditunjukan pada gambar dibawah ini.
4
KASUS 1
KASUS 2
Gambar 1. Kondisi proses pengemasan sekunder obat A dan B
2. Kasus II
Pada tanggal 12 Maret 2015 pada pukul 9 pagi, Apoteker Leo di Apotek
Indah di Yogyakarta memesan obat A di PBF C di Yogyakarta sebanyak 3 box
dimana 1 box berisi 12 strip obat A. Pada pukul 4 siang tanggal 12 Maret 2015
ketika barang datang AA mengecek faktur, surat pesanan obatserta kondisi fisik
obat. Saat melakukan pengecekan terhadap satu box obat A ditemukan 1 strip obat
B oleh AA. Kemudian AA melaporkan kejadian tersebut kepada apoteker
penanggung jawab di Apotek Indah.Apoteker penanggung jawab melaporkan hal
tersebut kepada PBF C.
Note : Proses produksi produk A dan B dilakukan secara bersamaan karena
tingginya permintaan konsumen terhadap Obat A dan Obat B. Obat A sudah
5
Gambar 2. Fishbone kasus I
didistribusikan oleh pabrik tersebut pada tanggal 5 Maret 2015. Sedangkan obat B
baru akan didistribusikan pada tanggal 15 Maret 2015.
6
Gambar 3.Fishbone diagram kasus II
C. Matrix Corrective Action and Preventive Action(CAPA) Kasus I
No
TemuanKriteri
aPersyaratan
Root Cause Analysis
Dampak CAPATime line
PIC
1. Alur pengemasan yang tidak sistematis
Kritikal a. Kesiapan Jalur mencakup :
Segera sebelum menempatkan bahan pengemas dan bahan cetak lain pada jalur pengemasan, personil penanggung jawab yang ditunjuk dari bagian pengemasan hendaklah melakukan pemeriksaan kesiapan jalur sesuai dengan prosedur tertulis yang disetujui oleh kepala bagian Manajemen Mutu untuk :
Memastikan bahwa semua bahan dan produk yang sudah dikemas dari kegiatan pengemasan sebelumnya telah benar disingkirkan dari jalur pengemasan dan area sekitarnya
Memeriksa kebersihan
Human eror a. Kurang
pelatihan pada kesiapan jalur pengemasan
b. Kurang pengawasan dari kepala produksi
Environmenta. Tata letak
produk jadi yang telah dikemas dengan pengemas primer (blitzer) dan bahan pengemas sekunder tidak beraturan
Material a. Kurangnya
wadah untuk
a.Kerugian dalam hal waktu pengemasan yang tidak efisien dan optimal
b.Mix upantara produk satu dengan lainnya
Human eror CA : a. Melakukan peneguran pada
karyawan produksi dan kepala produksi oleh badan POM
b. Memberikan gambaran umum jalur produksi yang baik oleh kepala produksi
PA : a. Membuat rencana kegiatan
pelatihan dan menyiapkan segala sesuatu yang diperlukan pada pelaksanaan kegiatan pelatihan seperti orang yang kompeten dalam pemberian pelatihan dan kondisi pelatihan yang kondusif
b. Melakukan pelatihan personil terkait persyaratan SOP selama 3 hari
c. Melakukan penilaian kualifikasi personil dengan cara memberi test
d. Untuk kepala produksi : melakukan pengawasan dan
Human eror CA : 1 Februari 2015PA : 5-8 Februari 2015
Process CA : 1 Februari 2015PA : 2-3 Februari 2015
Material CA : 1 Februa
Kepala produksi
7
jalur, area sekitarnya dan peralatan yang akan dipakai
b.Tata letak ruang produksi sebaiknya dirancang sedemikian rupa untuk memungkinkan kegiatan produksi dilakukan di area yang saling berhubungan antara satu ruangan dengan ruangan lain mengikuti urutan tahap produksi dan menurut kelas kebersihan yang dipersyaratkan, mencegah kesesakan dan ketidakteraturan, serta memungkinkan komunikasi dan pengawasan yang efektif terlaksana
tempat produk jadi yang telah dikemas dengan pengemas primer (blitzer) dan bahan pengemas sekunder
inspeksi secara berkala pada proses pengemasan
Proses CA : a. Melakukan peneguran pada
karyawan bagian produksi b. Menghentikan proses
pengemasan selama 30 menit, kemudian menyusun dengan rapi tata letak bahan pengemas sekunder dan produk jadi yang telah dikemas dengan pengemas primer
PA : a. Membuat denah jalur
pengemasanb. Memberikan penanda atau
label yang jelas pada jalur pengemasan
c. Menempel SOP pada tempat yang strategis
Material CA : a. Menyiapkan wadah
sementara yang memenuhi persyaratan kualifikasi
PA :
ri 2015PA : 2-4 Februari 2015
8
a. Mendata keperluan wadah yang diperlukan
b. Membeli wadah sesuai kebutuhan
c. Melakukan perawatan pada wadah
d. Matrix Corrective Action and Preventive Action(CAPA) Kasus IINo
TemuanKriter
iaPersyaratan
Root Cause Analysis
Dampak CA PATime line
PIC
1. Ditemukan obat B pada box obat A
Kritikal
a. Untuk menghindarkan kecampurbauran, hanya satu jenis bahan pengemas cetak atau bahan cetak tertentu saja yang diperbolehkan diletakkan di tempat kodifikasi pada saat yang sama. Hendaklah ada sekat pemisah antar tempat kodifikasi
Human errora. Kurang
pengawasan dari kepala produksi ketika proses pengemasan berlangsung.
b.Karyawan kurang pelatihan mengenai SOP jalur pengemasan.
c. Karyawan yang terlibat langsung kurang teliti
a.Hilangnya kepercayaan konsumen
terhadap PBF C dan perusahaan
b.Memerlukan waktu dan biaya tambahan terkait penarikan produk obat.
c. Tidak ada pemasukan dari penjualan produk dengan nomor batch tersebut.
Human Error CA : a. Peneguran kepada kepala
produksi oleh Direktur Perusahaan
b. Peneguran kepada karyawan produksi yang dilakukan oleh kepala produksi
c. Melakukan pengecekan pada semua produk A dan B dengan nomor batch yang sama. Dimana dilakukan penarikan untuk produk A dan pengecekan produk B yang masih disimpan di gudang
d. Produk A yang ditarik kembali dicatat dengan diberi label dan disimpan terpisah
Human ErrorCA :12 Maret 2015PA : 17 Maret 2015
Material CA :12 Maret 2015PA:14 Maret 2015dan tiap
Kepala Produksi
9
tersebut.b. Fasilitas
pengemasan produk obat hendaklah ditata sedemikian rupa untuk mencegah kecampurbauran/pencemaran silang.
c. Untuk pengawasan mutu, personalia wajib memastikan pelabelan yang benar pada wadah bahan dan produk.
d. Pada penyelesaian kegiatan pengemasan, hendaklah kemasan terakhir diperiksa dengan cermat
saat akan memasukkan obat A dan B kedalam kemasan sekunder.
d.Kurangnya personil.
Material :a. Obat A dan
obat B memiliki kemiripan fisik baik dari kemasan maupun fisik obat, sehingga membuat para pekerja yang kurang teliti tidak menyadari bila terjadi ketertukaran produk
b.Pengemas sekunder tidak ditutup setelah diisi dengan produk obat
sambil menunggu keputusanPA :a. Membuat rencana kegiatan
pelatihan dan menyiapkan segala sesuatu yang diperlukan pada pelaksaanaan kegiatan pelatihan seperti orang yang kompeten dalam pemberian pelatihan dan kondisi pelatihan yang kondusif.
b. Melakukan pelatihan personil terkait persyaratan SOP
c. Melakukan penilaian kualifikasi personil dengan pemberian test
d. Menambah personil yang sesuai dengan kebutuhan.
e. Untuk kepala produksi : melakukan pengawasan dan inspeksi secara berkala pada proses pengemasan
Material :CA :a. Diberikan jarak atau pelabelan
yang jelas. PA :a. Memberi penyekat dan
penandaan yang jelas pada setiap area pengemasan,
1 bulan sekali.
Environ-ment CA:12 Maret 2015PA:tiap 1 bulan sekali.
10
untuk memastikan bahwa kemasan produk tersebut sepenuhnya sesuai dengan prosedur pengemasan induk.
c. Ruang pengemasan sekunder yang tidak memiliki penyekat antara pengemasan produk A dan B
Environment :
a. Kurang penerangan pada tempat pengemasan.
misalnya dengan menggunakan cat.
b. Melakukan pengecekan secara berkala terhadap tanda pemisah tiap ruang pengemasan (pengecekan kepudaran cat)
Environment :CA :a. Mengganti lampu dengan
lampu yang lebih terang.PA :a. Melakukan pengecekan pada
penerangan ruang pengemasan secara berkala.
11
III. EVALUASI CAPA
A. Short acting
1. Pengadaan fasilitas sementara sesuai dengan persyaratan CPOB untuk
meminimalisir atau mencegah kontaminasi, cross kontaminasi maupun
mix up sehingga tidak mempengaruhi mutu produk.
2. Melakukan peneguran pada karyawan yang tidak mematuhi SOP.
3. Melakukan penarikan pada produk obat yang kemudian dicatat, diberi
label dan disimpan terpisah sambil menunggu keputusan.
B. Long acting
1. Perbaikan dan pengadaan fasilitas di area produksi dan pengemasan yang
sesuai dengan persyaratan CPOB.
2. Melakukan pelatihan dan pengawasan terhadap karyawan maupun kepala
produksi terkait SOP yang berlaku secara rutin.
3. Melakukan pengecekan pada proses pengemasan secara berkala.
4. Melakukan penambahan karyawan sesuai dengan kebutuhan.
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan dari hasil analisis kasus pada bagian produksi di perusahaan
farmasi diperoleh beberapa kesimpulan yaitu :
1. Perlunya pelatihan personil secara berkala pada bagian produksi khususnya
pada bagian pengemasan produk.
2. Mempersiapkan jalur pengemasan produk sesuai dengan SOP yang berlaku.
12
DAFTAR PUSTAKA
WHO, 2011, Good Manufacturing Practices For Pharmaceutical Products: Main
Principles,World Health Organization, Anex 7, Ganeva, pp 101, 141,142.
BPOM, 2012, Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik
Indonesia Nomor Hk.03.1.33.12.12.8195 Tentang Penerapan Pedoman
Cara Pembuatan Obat Yang Baik, Depkes RI, Indonesia, hal. 10,14,15,
28-44.
ICH, 2000, Good Manifacturing Practice Guide for Active Pharmaceutical
Ingredients, hal. 21, www.ich.org, diakses pada tanggal 8 Maret 2015.
PIC/S, 2014, PIC/S Guide to Good Distribution Practice for Medicinal Products,
www.picsheme.org, diakses pada tanggal 7 Maret 2015.
13