bindo fiks

Upload: fitri-nurdian

Post on 09-Mar-2016

276 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

222

TRANSCRIPT

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Selulase merupakan salah satu enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme, baik dari jenis bakteri maupun kapang. Enzim selulase memegang peranan penting dalam proses biokonversi limbah-limbah organik berselulosa menjadi glukosa. Kebutuhan selulase pada semua bidang industri sangat tinggi, namun produksi selulase membutuhkan biaya yang tinggi. Penilitian kami mencari alternatif lain dalam produksi selulase dengan degradasi jerami padi oleh Bacillus circulans dan Bacillus subtilis. Kami memilih jerami padi sebagai bahan baku karena jerami padi merupakan salah satu limbah pertanian di Indonesia yang kurang dimanfaatkan karena adanya faktor teknis dan ekonomis. Di lain pihak jerami padi sebagai limbah pertanian, sering menjadi permasalahan bagi petani sehingga sering di bakar untuk mengatasi masalah tersebut. Asap yang dihasilkan dari pembakaran jerami padi membawa dampak negatif bagi lingkungan yang dapat menyebabkan efek global warming. Limbah pertanian mengandung banyak bahan lignoselulosa yang bisa didegradasi oleh selulase. Bahan lignoselulosa merupakan komponen organik berlimpah di alam, yang terdiri dari tiga polimer yaitu selulosa, hemiselulosa dan lignin. Komponen terbesar adalah selulosa (35-50%) hemiselulosa (20-35%) dan lignin (10-25%) (Anindyawati, 2010). Suatu sistem selulase terdiri atas tiga tipe enzim utama yaitu endo -1,4-glukanase, ekso--1,4-glukanase dan -1,4-glukosidase. Tiga kelompok enzim selulase tersebut bekerja secara sinergis dalam proses perombakan selulosa menjadi glukosa. Endo-1,4 - glukanase berperan memotong rantai selulosa secara random sehingga sisi yang terbuka dapat diserang oleh ekso--1,4-glukanase menghasilkan selooligosakarida dengan ujung rantai bebas. Ekso-1,4 --glukanase berperan memecah ujung pereduksi dan non pereduksi pada rantai selooligosakarida untuk menghasilkan selobiosa. Selobiosa kemudian dihidrolisis menjadi glukosa oleh -glukosidase (Azizah, 2013). Untuk memecah lignoselulosa menjadi gula sederhana yang siap difermentasi diperlukan proses perlakuan awal yang disertai dengan proses hidrolisa. Metode perlakuan awal dan sekaligus metode hidrolisa yang paling banyak digunakan dalam industri dibanding metode lainnya adalah : hidrolisa asam dan hidrolisa secara enzimatik. Hidrolisa enzim selulase dari lignoselulosa limbah pertanian menjadi bahan yang mudah mengalami degradasi lignoselulosa yang memerlukan sinergi dari beberapa mikroorganisme yaitu mikroorganisme selulolitik untuk menghidrolisis selulosa, hemiselulolitik untuk menghidrolisis hemiselulosa dan lignolitik untuk menghidrolisis lignin (Ratnakomala, 2010). Dalam penelitian Rachmaniah terdapat kekurangan saat menggunakan metode hidrolisa asam, antara lain: mendapatkan produk inhibitor pada hidrolisat hasil hidrolisis bagas dengan asam encer sebesar 17,9% berat. Selain itu, proses hidrolisa asam juga memerlukan proses detokifikasi/netralisasi sebelum dilanjutkan pada proses selanjutnya, fermentasi. Yang mana tahap tahap detoksifikasi ini turut menghilangkan kandungan glukosa sebesar 15-25% sehingga kadar glukosa yang siap untuk difermentasikan akan semakin kecil. Dari segi keefektifan dalam degradasi selulosa menjadi sakarida, penggunaan enzim lebih unggul dibandingkan dengan penggunaan kimiawi tetapi penggunaan dengan enzim membutuhkan biaya yang tidak sedikit (Anggarawati, 2012). Dalam penelitian kali ini kami menggunakan metode degradasi lignoselulosa dari jerami padi untuk memproduksi enzim selulasedari bakteri selulolitik. Bakteri selulolitik yang digunakan dalam produksi enzim selulosa yaitu bakteri Bacillus circulansdan bakteri Bacillus subtilis.Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Anna (2014) mengenai enzim selulase umumnya dilakukan pada fungi tetapi saat ini terjadi perkembangan penelitian pada bakteri. Produksi enzim selulase oleh bakteri memiliki keunggulan dibandingkan fungi yaitu kecepatan pertumbuhan bakteri lebih cepat sehingga memungkinkan produksi enzim rekombinan lebih tinggi, cenderung stabil pada keadaan suhu tinggi dan lebih tahan kondisi basa. Selain itu enzim selulase yang dihasilkan bakteri lebih komplek dan multi enzim sehingga meningkatkan fungsi serta sinerginya. Habitat bakteri pada lingkungan yang lebih bervariasi seperti termofilik, psikrofilik, alkalifilik, asidofilik, halofilik mampu resisten pada tekanan lingkungan. Pada penelitian ini untuk menghasilkan enzim selulosa dari bakteri selulolitik kita menggunakan proses delignifikasi jerami padi pada bejana bertekanan 1 bar pada kondisi pH 7 dan kecepatan agitasi 150 rpm serta pengaruh aerasi (non aerasi, low, high). Enzim selulase yang dihasilkan dari degrdasi lignoselulosa jerami padi oleh Bacillus circulans dan Bacillus subtilis ini dapat dimanfaatkan untuk dikonversi ke produk lain misalnya untuk biodegredable plastik, bioetanol dan sebagainya.1.2 Rumusan Masalah1) Bagaimana pengaruh pretreatment bahan lignoselulosa dengan proses delignifikasi bertekanan 1 bar terhadap produksi selulase?2) Bagaimana pengaruh penggunaan jenis bakteri selulolitik pada saat produksi enzim selulase dari hasil yang terbaik pada proses degradasi lignoselulosa?3) Bagaimana kondisi operasi yang optimal untuk proses degradasi lignoselulosa pada penelitian ini?

1.3 Tujuan Penelitian

1) Mengetahui pengaruh pretreatment bahan lignoselulosa dengan proses delignifikasi bertekanan 1 bar terhadap produksi selulase.2) Mengetahui pengaruh penggunaan jenis bakteri selulolitik pada saat produksi enzim selulase dari hasil yang terbaik pada proses degradasi lignoselulosa.3) Mengetahui kondisi yang optimal untuk proses degradasi lignoselulosa pada penelitian ini.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jerami Padi

Jerami padi merupakan biomassa yang secara kimia merupakan senyawa berlignoselulosa. Secara umum jerami dan bahan lignoselulosa lainnya tersusun dari selulosa, hemiselulosa dan lignin. Jerami padi adalah bahan sisa panen padi yang terdiri atas batang, pucuk, kelopak daun dan daun yang biji serta butiran padinya telah dituai dengan kadar selulosa 59% - 67% (Panduwinata, 2014).

Gambar 2.1 Jerami Padi

Sebatang jerami yang telah dirontokkan gabahnya terdiri dari :

a. Batang (lidi jerami)

Bagian batang jerami kurang lebih sebesar lidi kelapa dengan rongga udara memanjang di dalamnya.

b. Ranting jerami

Ranting jerami merupakan tempat dimana butiran butiran menempel. Ranting jerami ini lebih kecil, seperti rambut yang bercabang-cabang meskipun ranting jerami mempunyai tekstur yang kasar dan kuat.

c. Selongsong jerami

Selongsong jerami adalah pangkal daun pada jerami yang membungkus batang atau lidi jerami. Jerami merupakan golongan kayu lunak yang mempunyai komponen utama selulosa. Selulosa adalah serat polisakarida yang berwarna putih yang merupakan hasil dari fotosintsis tumbu-tumbuhan (Panduwinata, 2014)

Jerami padi memiliki beberapa komponen penyusun, komponenkomponen tersebut sebagai berikut :Tabel 2.1 Komponen jerami padi

KomponenKandungan (%)

Selulosa34.2

Hemiselulosa24.5

Lignin23.4

Abu17.9

Sumber : Yulianto, 2009

2.2 Lignoselulosa

Lignoselulosa merupakan komponen organik utama dari biomassa yang terdiri dari tiga polimer yaitu lignin, hemiselulosa, dan selulosa dimana yang terbesarnya yaitu selulosa sekitar 35-50%, hemiselulosa 20-35%, dan lignin 10-25%. (Anindyawati, 2010). Ilustrasi dari ketiga komponen tersebut dapat dilihat pada gambar 2.2.

Gambar 2.2 Struktur Biomassa Lignoselulosa (Boudet et al, 2003)

Komposisi lignoselulosa tergantung dari mana sumbernya. Terdapat variasi yang signifikan dari komposisi lignin dan hemiselulosa tergantung berasal dari kayu keras, lunak atau rerumputan. Contoh komposisi lignoselulosa pada beberapa sumber dapat dilihat pada tabel 2.2 dibawah ini :Tabel 2. 2 Komposisi lignoselulosa dalam beberapa sumber

Material lignoselulosaSelulosa

(%)Hemiselulosa

(%)Lignin

(%)

Batang kayu keras40-5524-4018-25

Batang kayu lunak45-5025-3525-35

Sumber : Harmsen et al, 2010Lignoselulosa merupakan komponen yang paling banyak terdapat pada buangan beberapa industri seperti hutan, pertanian, dan limbah rumah tangga. Untuk menghidrolisis enzimatis dari lignoselulosa dengan tanpa pretreatment biasanya tidak efektif karena tingginya stabilitas material terhadap serangan enzim atau bakteri (Taherzadeh and Karimi, 2008). Oleh karena itu, sebagian besar proses dalam pemanfaatan bahan lignoselulosa ini selalu melibatkan pretreatment terlebih dahulu.

Gambar 2.3 Konfigurasi dinding sel tanaman (Supardjo, 2008)

2.3 Selulosa

Selulosa (C6H10O5)n merupakan komponen utama lignoselulosa berupa mikrofibil- mikrofibil homopolisakarida yang terdiri atas unit-unit -D-glukopiranosa yang terhubung melalui ikatan glikosidik (Soerawidjaja, 2011). Selulosa merupakan substansi yang tidak larut dalam dalam air yang terdapat di dalam dinding sel tanaman terutama dari bagian batang, tangkai dan semua bagian yang mengandung kayu. Selulosa merupakan homopolisakarida yang mempunyai molekul berbentuk linear, tidak bercabang dan tersusun atas 10.000 sampai 15.000 unit glukosa yang dihubungkan dengan ikatan -1,4 glikosidik (Nelson dan Micheal, 2000 dalam Panduwinata, 2014)

Pada tanaman, selulosa dilapisi oleh polimer yang sebagian besar terdiri dari xilan dan lignin. Xilan dapat di degradasi oleh xilanase, akan tetapi lignin akan sulit terdegradasi. Jika xilan dan lignin dihilangkan, maka selulosa dapat didegradasi oleh selulase dari bakteri atau kapang selulolitik untuk menghasilkan selobiosa dan glukosa. Selobiosa berfungsi menghambat sistem kerja dari sellulase dan proses selulolitik akan cepat berhenti bila tidak ada mikroba sakarolitik lainnya dalam ekosistem tersebut. Kelebihan selobiose yang dihasilkan akan dimanfaatkan oleh mikroba sakarolitik tersebut sehingga mikroba sellulolitik dapat melanjutkan degradasi selulosa (Anindyawati, 2010).Proses degradasi selulosa (hidrolisis selulosa) dapat dilakukan secara kimiawi (menggunakan asam atau basa) atau secara biologis menggunakan mikroorganisme selulotik yang berasal dari bakteri ataupun jamur. Degradasi sempurna selulosa yang terjadi dengan bantuan miroorganisme akan melepaskan karbon dioksida (CO2) dan air pada kondisi aerobik. Pada kondisi anaerobik, proses hidrolisis akan melepaskan karbon dioksida, metana, dan air. Mikroorganisme tersebut dapat mendegradasi selulosa karena menghasilkan enzim dengan spesifikasi berbeda yang saling bekerja sama. Enzim tersebut akan menghidrolisis ikatan -1,4-glycosidic pada selulosa. Hidrolisis sempurna selulosa akan menghasilkan monomer selulosa yaitu glukosa, dan hidrolisis tak sempurna akan menghasilkan disakarida dari selulosa yang disebut selobiosa (Anggrawati, 2012).

2.4 Hemiselulosa

Hemiselulosa merupakan salah satu penyusun dinding sel tumbuhan yang terdiri dari kumpulan beberapa unit gula/ heteropolisakarida dan dikelompokkan berdasarkan residu gula utama sebagai penyusunnya seperti xilan, mannan, galactan dan glucan (Anindyawati, 2010). Menurut Perez dkk, 2002, hemiselulosa mempunyai berat molekul rendah dibandingkan dengan selulosa dan terdiri dari D-xilosa, D-mannosa, D-galaktosa, D-glukosa, L-arabinosa, 4-0-metil glukoronat, D-galakturonat dan asam D-glukoronat. Morrison (1986) mendapatkan bahwa hemiselulosa lebih erat terikat dengan lignin dibandingkan dengan selulosa, sehingga selulosa lebih mudah dicerna dibandingkan dengan hemiselulosa. Jung (1986) melaporkan bahwa perubahan kecernaan selulosa dan hemiselulosa diakibatkan oleh keberadaan lignin yang berubah ubah. Dikatakan pula bahwa kandungan lignin pada rumput lebih tinggi dibandingkan dengan legum. (Anggrawati, 2012)2.5 Lignin

Lignin adalah heteropolimer amorf yang terdiri dari tiga unit fenilpropan yaitu coniferyl, sinapyl dan p-coumaryl yang terikat dengan ikatan yang berbeda. Fungsi utama lignin adalah memperkuat struktur tanaman dalam menahan terhadap serangan mikroba dan tekanan oksidasi (Anindyawati, 2010).

Gambar 2.4 Komponen pembentuk lignin (Steffen,2003)

Lignin adalah yang paling susah didegradasi dari komponen sel tanaman, semakin tinggi proporsi lignin semakin tinggi pula resistan terhadap degradasi kimia dan enzimatis. Pemakaian material lignoselulotik memiliki kelemahan yaitu dengan adanya lignin yang sulit didegradasi sehingga berpengaruh dalam resistensi terhadap degradasi kimia dan biologis (Taherzadeh and Karimi, 2008).Lignin terlarut akibat proses pretreatment merupakan penghambat (inhibitor) untuk selulase, xylanase, dan glukosidase. Beberapa selulase memiliki pengaruh inhibitor yang berbeda terhadap keberadaan lignin, dimana xylanase dan glukosidase memiliki sedikit efek terhadap lignin (Taherzadeh and Karimi, 2008).2.6 Pretreatment Lignoselulosa

Pretreatment ini dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan area permukaan (porositas) selulosa sehingga dapat meningkatkan konversi selulosa menjadi glukosa (gula fermentasi). Metoda yang banyak digunakan untuk memecah rantai selulosa menjadi glukosa adalah hidrolisis dengan asam dan enzim. Masing-masing metoda mempunyai keuntungan dan kelemahan, tetapi faktor utama yang harus diperhatikan adalah pemakaian energi yang rendah dan rendahnya polusi yang dihasilkan dari proses tersebut. Hidrolisis enzim dipercaya mampu memenuhi persyaratan tersebut, karena proses ini bekerja pada kondisi yang menengah (mild condition) sehingga tidak memerlukan energi yang besar, menghindari penggunaan bahan kimia yang beracun dan korosif (Sharma , 2002).Proses pretreatment pada bahan lignoselulosa perlu dilakukan untuk mempermudah proses hidrolisis yaitu untuk membuka struktur lignoselulosa agar selulosa menjadi lebih mudah diakses oleh enzim yang memecah polimer polisakarida menjadi bentuk monomer, sehingga dapat mengurangi penggunaan enzim dan dapat menekan biaya (Dashtban, 2009).

Proses perlakuan awal dilakukan karena beberapa faktor seperti kandungan lignin, ukuran partikel serta kemampuan hidrolisis dari selulosa dan hemiselulosa (Hendriks dan Zeeman, 2009). Proses ini merupakan cara penting untuk proses konversi selulosa yang dapat dilakukan dengan berbagai metoda yaitu secara kimia, fisika maupun biologi. Selain itu juga untuk memisahkan selulosa dari ikatan lignin-hemiselulosa dan mengurangi kristal selulosa (Balan, 2009). Menurut Saha 2003, metoda perlakuan awal dibedakan berdasarkan proses dengan mekanik panas, perlakuan asam, perlakuan alkali dan perlakuan dengan menggunakan larutan organik (Tabel 2.3).Tabel 2.3 Metode Perlakuan Awal

Metoda

Contoh

Mekanik panas digerus, digiling, digunting, extruder

Autohydrolysis tekanan uap, letusan uap, super critical , carbon dioxide explotion

Perlakuan asam asam sulfat dan asam khlorida encer, asam sulfat dan asam khlorida pekat

Perlakuan alkali sodium hidroksida, amonia, alkali hidrogen peroksida

Perlakuan larutan organik metanol, etanol, butanol, phenol

Sumber : Anindyawati, 2012Menurut Mtui 2009 dalam Anindyawati 2010, perlakuan awal terhadap limbah lignoselulosa dibedakan secara mekanik (dipotong, digerus, digiling), secara fisik (iradiasi dengan microwave, pirolisis, iradiasi gama), secara fisiko kimia (letupan uap, ammonia fiber explotion (AFEX), cairan air panas), secara kimia (agen oksidasi (O3, H2O2), alkali (NaOH, Ca(OH)2), penambahan asam (HCl, H2SO4, H3NO3), asam organic (asam malat, asam glutarat, dan sebagainya) serta proses organosolv. Proses perlakuan awal secara biologi meliputi penggunaan mikroorganisma atau enzim yang dapat memecah selulosa dan lignin seperti kapang, bakteri aerob dan anerob serta enzim hidrolitik dan oksidatif. Lignoselulosa yang merupakan komponen kompleks dari bermacam limbah bahan industri, kehutanan, pertanian dan sampah kota tidak akan efektif jika tanpa perlakuan sebelum proses hidrolisis untuk produksi etanol maupun biogas. Hal ini disebabkan karena kestabilan material sulit dipecah/ dirombak oleh proses enzimatik. Bahan lignoselulosa sangat potensial untuk digunakan sebagai pupuk organik/ kompos disamping untuk penggunaan lain seperti bahan bakar, makanan ternak dan bahan dasar kertas. (Panduwinata, 2014).

2.7 Delignifikasi pada Bejana Bertekanan 1 bar

Proses degradasi selulosa (hidrolisis selulosa) dapat dilakukan secara kimiawi (menggunakan asam atau basa) atau secara biologis menggunakan mikroorganisme selulotik yang berasal dari bakteri ataupun jamur. Degradasi sempurna selulosa yang terjadi dengan bantuan kondisi aerobik. Pada proses hidrolisis akan melepaskan karbon dioksida, metana, dan air. Mikroorganisme tersebut dapat mendegradasi selulosa karena menghasilkan enzim dengan spesifikasi berbeda yang saling bekerja sama. Enzim tersebut akan menghidrolisis ikatan -1,4-glycosidic pada selulosa. Hidrolisis sempurna selulosa akan menghasilkan monomer selulosa yaitu glukosa, dan hidrolisis tak sempurna akan menghasilkan disakarida dari selulosa yang disebut selobiosa (Galbe & Zacchi, 2007). Degradasi pada selulosa kristal oleh bakteri Bacillus circulans dan Bacillus subtilis, mirip pada selulase-selulase bakteri lainnya yaitu dilakukan oleh sebuah kompleks enzim multikomponen dimana tiap tiap komponen berinteraksi secara sinergi untuk mendegradasi selulosa menjadi glukosa. Endoglukanase (Egs) bekerja secara acak pada permukaan luar mikrofibril selulosa, yaitu dengan membuka ujung non-reduksi yang kemudian oleh cellohidrolase (CBHs) dihidrolisis dan menghasilkan selibiose. Selobose dipotong oleh -glukosidase, menghasilkan glukosa. Selobiose, suatu produk dari kerja selulase dapat menginduksi dan juga menginhibisi selulase pada Bacillus subtilis dan Bacillus circulans (Panduwinata,2014).

Gambar 2.5 Efek Pretreatment (Isroi, 2011)Faktor-faktor yang mempengaruhi proses delignifikasi adalah (Sumada, 2011) :1. Waktu pemasakan, dipengaruhi oleh lignin semakin besar konsentrasi lignin semakin lama waktu pemasakan dan kisaran waktu pemasakan antara 1- 4 jam.

2. Konsentrasi larutan pemasak, jika kadar lignin besar maka konsentrasi larutan pemasak juga harus besar.

3. Pencampuran bahan, dipengaruhi oleh pengadukan. Dengan pengadukan, akan dapat meratakan larutan dengan bahan baku yang akan dipisahkan ligninnya.

4. Perbandingan larutan pemasak dengan bahan baku, didasarkan pada perbandingan larutan pemasak dengan bahan baku. Semakin kecil perbandingan larutan pemasak dengan bahan baku maka lignin yang didegradasi akan kecil juga.

5. Ukuran bahan, semakin besar ukuran bahan maka semakin lama waktu prosesnya.

6. Suhu dan Tekanan, semakin besar suhu dan tekanan maka semakin cepat waktu prosesnya, kisaran suhunya antara 100 oC - 110 oC dan untuk tekanannya 1 atm.

2.8 Bacillus subtilis

Bakteri ini adalah jenis bakteri yang umum ditemukan di tanah, air, udara dan materi tumbuhan yang terdekomposisi. Termasuk kelompok bakteri gram positif, aerobik, dan mampu membentuk endospora (Madigan dan Martinko 2005). Penggunaan Bacillus subtilis umumnya untuk akuakultur, pakan hewan darat, dan konsumsi manusia dalam bakterioterapi gangguan pencernaan dengan cara berasosiasi dengan makanan inang untuk masuk ke dalam saluran pencernaan (Nguyen et al 2006). Bacillus subtilis memiliki kemampuan memproduksi antibiotik dalam bentuk lipopeptida, salah satunya adalah iturin. Iturin membantu Bacillus subtilis berkompetisi dengan mikroorganisme lain sebagai antibiotik bagi mikroorganisme lain atau menurunkan tingkat pertumbuhannya. Iturin juga memiliki aktivitas antibiotik terhadap bakteri dan virus patogen (Moriarty, 1999).Berikut adalah klasifikasi Bacillus subtilis menurut Madigan (2005) :

Gambar 2.6 Bacillus subtillis2.9 Bacillus circulansSebuah bakteri aerobik, gram positif atau gram-variabel bacillus besar yang menghasilkan endospora. Ini adalah bakteri tahan panas, mampu tumbuh pada suhu 50C(122F). Pertumbuhan optimum pada suhu 30C . Bacillus circulans initer isolasi terutama dari tanah. Biasanya dianggap patogenik untuk manusia tetapi dapat menyebabkan infeksi luka, septicemia, dan meningitis. Biasanya pada bagian batang berbentuk melengkung, memiliki ukuran 2.0 4.2 x 0.5 0.8 m, bergerak dengan adanya flagella. Bacillus circulans digunakan untukmemproduksi asam L-glutamat.

Gambar 2.7 Karakteristik Bacillus circulans2.10 Enzim SelulasePada kenyataannya, selulase bukanlah enzim tunggal tapi merupakan sistem enzim yang terdiri dari beberapa komponen enzim yang bekerja secara bertahap untuk menguraikan selulosa menjadi glukosa dengan komposisi yang beragam tergantung dari sumbernya (Philippidis, 1991; Yunasfi, 2008 dalam Anggrawati, 2012). Enzim selulase merupakan salah satu kelompok enzim yang termasuk dalam suatu sistem yang diproduksi mikroorganisme dalam degradasi material sel tumbuhan. Enzim ini termasuk dalam famili glikosil hidrolase. Terdapat empat kelompok enzim utama sebagai komponen penyusun selulase berdasarkan spesifikasi substrat masing-masing enzim (Yunasfi, 2008 dalam Anggrawati 2012), yaitu : a. Endo- -1,4-glukanase menghidrolisis ikatan -1,4-glikosida secara acak.

Enzim ini tidak menyerang selobiosa tetapi menghidrolisis selodekstrin, selulosa yang telah dilonggarkan oleh asam fosfat dan selulosa yang telah disubstitusi seperti CMC dan HES (Hidroksi Etil Selulosa).

b. -1,4-D-glukan selobiohidrolase (EC.3.2.1.91), menyerang ujung rantai selulosa non pereduksi dan menghasilkan selobiosa. Enzim ini dapat menyerang selodekstrin tetapi tidak menyerang selulosa yang telah disubstitusi serta tidak dapat menghidrolisis selobiosa. c. -1,4-D-glukan glukohidrolase (EC.3.2.1.74), menyerang ujung rantai selulosa non pereduksi dan menghasilkan glukosa. Enzim ini menyerang selulosa yang telah dilonggarkan dengan asam fosfat, selo-oligosakarida dan CMC. d. -1,4-D-glukosidase (EC.3.2.1.21), menghidrolisis selobiosa dan selo-oligosakarida rantai pendek serta menghasilkan glukosa. Enzim ini tidak menyerang selulosa atau selodekstrin.

Aktivitas total selulase ditentukan dengan mengukur aktivitas campuran enzim yang menghidrolisis bahan yang mengandung selulosa dan menghasilkan glukosa sebagai produk akhir. Aktivitas total selulase menggambarkan pengaruh sinergisme antara enzim yang berbeda dan pengaruh hambatan dari produk akhir. Substrat yang digunakan adalah selulosa tak larut, sehingga diperlukan waktu reaksi yang cukup lama agar enzim dapat berdifusi ke dalam serat selulosa (Enari, 1983 dalam Nugraha, 2006). Substrat yang biasa digunakan adalah kertas saring Whatman No 41 atau avisel. Enzim yang menghidrolisis substrat ini dikenal sebagai FPase.2.11 GlukosaGlukosa atau dikenal dengan dekstrosa (karena mempunyai sifat dapat memutar cahaya terpolarisasi kearah kanan), merupakan molekul pentahi-droksihexana dan termasuk golongan yaitu tak berbau, rasanya manis, berbentuk kristal atau serbuk putih halus ( handbook of pharmaceutical exipients ed 5th ).

Gambar 2.8 Struktur Glukosa (Amelia, 2012)

Glukosa memiliki banyak manfaat dalam bidang farmasi, pangan, industri permen dan bahan kimia. Dalam bidang farmasi, glukosa digunakan sebagai pemanis, pengisi tablet dan kapsul, agen tonisitas, dan nutrisi dalam sediaan penetral (Handbook of Pharmaceutical Exipients ed 5th ).Analisis glukosa dari enzim selulase dapat dilakukan dengan menghitung kadar gula reduksi menggunakan DNS dan Nelson Somogyi dikarenakan kemampuan metoda diatas yang tinggi dalam mendeteksi kadar gula yang tidak memerlukan pengenceran sampel dan interfensi yang rendah dari selulase karena tidak memerlukan adanya pemindahan protein (Amelia, 2012). Metode DNS sepuluh kali lebih sensitif dibanding metode Nelson Somogyi (Gusakov, 2011)Metode DNS digunakan untuk mengukur gula pereduksi dengan tehnik kolorimetri. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan asam 3,5-dinitrosalisilat atau 3.5-Dinitrosalicylic acid (DNS) yang merupakan senyawa aromatik yang bereaksi dengan cara mengurangi kadar glukosa membentuk senyawa asam 3-amino-5nitrosalisilat, yang menyerap gelombang cahay 540 nm (Amelia, 2012).2.12 AvicelAvicel merupakan nama dagang dari selulosa mikrokristal. Avicel dibuat dari hidrolisis terkontrol -selulosa dengan larutan asam mineral encer. SAvicel diketahui mempunyai sifat alir dan kompresibilitas yang sangat baik. Avicel sering dilakukan co-processing dengan karagenan, sodium karboksimetilselulosa dan guar gum (Rowe, dkk., 2003).

Gambar 2.9 Struktur Avicel

Selulosa mikrokristal dapat diperoleh secara komersial dari berbagai kualitas dan merek dagang. Salah satu produk selulosa mikrokristal di perdagangan dikenal dengan merek dagang Avicel. Ada beberapa macam jenis avicel, salah satunya avicel PH 102. Avicel PH 102 merupakan selulosa yang terdepolimerasi parsial berwarna putih, tidak berasa, tidak berbau, serbuk kristal yang terdiri atas partikel porous, tidak larut dalam asam encer dan sebagian pelarut organik (Maryatun, 2010).

Avicel PH 102 merupakan produk aglomerasi dengan distribusi ukuran partikel yang besar dan menunjukkan sifat alir serta kompaktibilitas yang baik. Ikatan yang terjadi antar partikelnya adalah ikatan hidrogen, ikatan ini sangat berperan terhadap kekerasan dan kohesifitasnya. Pada tekanan kompresi partikelnya mengalami deformasi plastis, sehingga dapat menaikkan kompaktibilitas (Sheth and Shangraw, 1980).

2.13 SelobiosaSelobiosa memiliki nama lain (2R,3S,4S,5R,6S)-2-(hydroxymethyl)- 6-[(2R,3S,4R,5R,6R)-4,5,6-trihydroxy-2-(hydroxymethyl)oxan-3-yl]oxyoxane-3,4,5-triol. Selobiosa merupakan disakarida yang diperoleh dari hidrolisis parsial selulosa. Struktur kimia selobiosa tersusun atas residu unit -D-glukopiranosa yang mengikat residu unit -D-glukopiranosa.

Gambar 2.10 Struktur Selobiosa

Ikatan glikosida pada selobiosa terjadi antara atom C1 dari resudy unit -D-glukopiranosa pertama dan atom C4 dari residu unti -D-glukopiranosa yang kedua. Bentuk reduksi selobiosa juga mempunyai radikal formil atau radikal aldehida bebas. (Sumardjo, 2006)

BAB III

METODE PENELITIAN3.1 Metode Penelitian Pecobaan diawali dengan sterilisasi semua alat yang akan digunakan dalam proses degradasi lignoselulosa. Kemudian dilanjutkan dengan penentuan kadar air pada serbuk jerami padi. Setelah itu dilakukan pretreatment dengan delignifikasi serbuk jerami padi pada bejana bertekanan. Lalu diteruskan dengan analisis selulosa, hemiselulosa, dan lignin dengan metode Chesson dan Vant Soest. Kemudian dilakukan perhitungaan kandungan selulosa, nilai hemiselulosa dan nilai lignin pada bubuk jerami padi. Setelah itu dilakukan peremajaan strain Bacillus subtilis dan Bacillus circulans, pembuatan inokulum cair pada jerami padi dan kurva pertumbuhan. Dan tahap terakhir adalah uji aktivitas enzim selulase. 3.2 Alat dan Bahan a) Alat yang digunakan : Erlenmeyer, Gelas Ukur, Labu Ukur, Tabung Reaksi, Corong, Beaker Gelas, Spatula, Kaca Arloji, Termometer Asa, Oven, Kawat Oase, Autoclave, Bunsen, Pipet Ukur, Neraca Digital,Ball Pipet, Desikator, Seperangkat Alat Reflux, Neraca Analitik, Hot Plate, Incubator Shaker, Blender, Pompa vakum, Filter Flash, Corong Buchner, Tanur, Filter Glass, Botol Sampel, Penjepit. b) Bahan yang digunakan :

Aceton, Alkohol, Alumunium foil, Asam 3,5-dinitrosalisilat, Avicell, Aquades, Bacillus circulans, Bacillus subtillis, Buffer phospat pH 7, Cellobiose, CMC, DNS, EDTA, Fenol, H2SO4 75%, Jerami padi, K2HPO4, Kain Saring, Kapas steril, Kertas pH universal, Kertas saring Whatsman no 41, KMnO4, Na2SO3, Na-K-tatrat, NaOH, Nutrient Agar, Spirtus.

3.3 Skema Kerja Penelitian

BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN4.1 Pretreatment MediaSebelum media digunakan untuk produksi enzim selulase harus dilakukan pretreatment terlebih dahulu. Biomassa lignoselulosa memiliki 3 penyusun utama, yaitu selulosa, hemiselulosa dan lignin yang saling terikat erat membentuk satu kesatuan. Bahan- bahan lignoselulosa secara alami dilindungi oleh lignin. Oleh karena jerami merupakan limbah tanaman tua maka telah terjadi lignifikasi bertaraf lanjut yang menyebabkan terjadinya ikatan yang erat dan kompleks antara lignin dan selulosa maupun hemiselulosa. Selain itu molekul selulosa sebagian besar telah berubah dari bentuk amorf menjadi bentuk kristalin. Kompleksitas kimia dan struktural bahan ini akan mempersulit mikroorganisme untuk dekomposisi bahan tersebut(Ekawati, 2015). Adanya senyawa pengikat lignin inilah yang menyebabkan biomassa lignoselulosa sulit untuk dihidrolisis. Untuk memudahkan proses hidrolisis maka lignin harus dipisahkan terlebih dahulu melalui suatu pengolahan awal. Secara fisik, penggilingan merupakan teknik yang paling banyak digunakan (Mulyadi dkk, 2015)Berbagai sumber bahan lignoselulosa perlu dilakukan proses perlakuan awal lebih dahulu untuk mempermudah proses hidrolisis. Proses perlakuan awal akan membuat selulosa mudah ditembus oleh enzim selulolitik sehingga dapat mengurangi penggunaan enzim serta menekan biaya (Anindyawati, 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Arifin et al (2008) yaitu pretreatment (dengan metode H2SO4) dapat menghilangkan lignin sehingga membuat enzim selulase dapat mudah berikatan dengan substrat (selulosa). Hal ini yang menjadikan pertimbangan untuk membandingkan proses hidrolisis menggunakan limbah yang sudah dipretreatment dan yang belum ( Anggarawati, 2012)Proses perlakuan awal yang kami lakukan ada beberapa tahapan. Pertama, jerami padi dikeringkan dalam oven pada suhu 100C untuk menghilangkan kadar air dalam jerami padi. Kedua, media dihaluskan menggunakan blender, hal ini bertujuan agar mendapatkan media dengan ukuran yang lebih kecil sehingga kandungan selulosa lebih mudah terhidrolisis dan kandungan lignin lebih mudah untuk didegradasi. Ketiga, untuk mendapatkan media dengan ukuran yang seragaam maka kami melakukan size reduction, dan mendapatkan berbagai ukuran antara lain 0,112 mm; 0,200 mm; 0,355 mm. Keempat, yaitu delignifikasi media kami menggunakan metode delignifikasi pada bejana bertekanan 1 bar.

4.1.1 Delignifikasi pada bejana bertekanan 1 bar

Delignifikasi adalah suatu proses mengubah struktur kimia biomassa berlignoselulosa dengan tujuan mendegradasi lignin secara selektif sehingga menguraikan ikatan kimianya baik secara ikatan kovalen, ikatan hidrogen maupun ikatan van der waals, dengan komponen kimia lain pada bahan berlignoselulosa (selulosa dan hemiselulosa), dan diusahakan komponen lain tersebut tetap utuh (Agustini dkk, 2015)

Pada penelitian ini jerami padi setelah di blender dan disize reduction disiapkan untuk didelignifikasi. Jerami padi yang sebelumnya sudah di oven pada suhu 50C selama 2-3 hari dengan ukuran 0,112 mm; 0,200 mm; dan 0,355 mm dengan perbandingan 1:5 ( jerami padi : Aquadest) disterilkan 121C, 1 Atm, 30 menit dalam autoclave.

4.2 Uji Lignin dengan Metode Chesson dan Van SoestUntuk mengetahui seberapa efektif proses pretreatment jerami padi dalam memecah komponen lignoselulosa, maka dilakukan pengujian lignin dengan metode Chesson. Hasil dari uji lignin, selulosa dan hemiselulosa dengan metode Chesson :Tabel 4.1 Uji Kandungan Hot Water Solube, Selulosa, Hemiselulosa dan lignin pada masing masing ukuran Jerami Padi sebelum Proses PretreatmentSebelum Pretreatment

Ukuran Jerami Padi% HWS%Selulosa%Hemiselulosa%Lignin

0.112 mm37,2229,9723,668,75

0.2 mm40,4626,5523,728,92

0.355 mm42,3422,9425,369,20

Tabel 4.2 Uji Kandungan Hot Water Solube, Selulosa, Hemiselulosa dan lignin pada masing masing ukuran Jerami Padi setelah Proses PretreatmentSetelah Pretreatment

Ukuran Jerami Padi% HWS%Selulosa%Hemiselulosa%Lignin

0.112 mm33,1631,3321,287,03

0.2 mm31,0929,2923,608,21

0.355 mm30,4527,7025,338,47

Dari data uji jerami padi diatas dapat dilihat perbedaan nilai kandungan HWS, lignin, selulosa dan hemiselulosa yang tanpa pretreatment dengan yang sudah dipretreatment. Proses perusakan struktur pada ikatan lignin dan hemiselulosa mampu mengakibatkan peningkatan jumlah selulosa bebas yang ada pada bahan. Nilai kandungan Hot Water Solube(%) menunjukan adanya komponen komponen lain pada setiap ukuran jerami padi yang terlarut dalam air panas.Hot Water Solube dapat mengurangi kemungkinan adanya komponen lain yang terikut dalam proses selanjutnya sehingga dapat mengganggu hasil perhitungan. Hasil dari analisis selulosa menunjukkan adanya kenaikan kandungan selulosa pada sampel serbuk jerami padi dari sebelum pretreament dan setelah pretreatment. Presentase selulosa tertinggi terdapat pada ukuran jerami padi 0,112mm yaitu dari 29,97% menjadi 31,33% dengan total peningkatan selulosa sebesar 1,36%.Sedangkan penurunan nilai terjadi pada hemiselulosa dan lignin saat uji lignin. Penurunan tersebut menunjukkan bahwa pretreatment yang dilakukan berhasil memecah ikatan hemiselulosa dan lignin sehingga hasil selulosa yang didapatkan meningkat. Kandungan selulosa yang baik terdapat pada serbuk jerami padi ukuran 0,112 mm yaitu dari 29,97% menjadi 31,33%. Sedangkan pada hasil kandungan lignin yang paling baik juga terdapat serbuk pada jerami padi ukuran 0,112 mm yaitu dari 8,75 % menjadi 7,03 %.

Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan Widyawati et al 2014, dimana hasil dari analisis kandungan selulosa menunjukkan adanya kenaikan kandungan selulosa pada ampas tebu setelah pretreatment. Kandungan hemiselulosa ampas tebu mengalami penurunan. Kandungan lignin ampas tebu juga mengalami penurunan dengan kandungan sebelum perlakuan. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan penelitian Racmaniah et al (2009), menunjukkan bahwa intesitas amorp (hemiselulosa dan lignin) menurun akibat adanya tekanan dan peningkatan waktu operasi memperbesar penghilangan komponen komponen amorph (hemiselulosa dan lignin).

Dalam penelitian ini kami memilih serbuk jerami padi terbaik diantara ketiga ukuran tersebut yang sudah melalui proses penggilingan dan proses pretreatment yaitu pada ukuran 0,112 mmkarena memiliki nilai selulosa yang lebih tinggi dari lainya. Sehingga dengan ukuran tersebut kita dapat mengatahui seberapa efektif dalam produksi glukosa dengan aktifitas enzim selulase.

4.2.1 Metode Van Soest

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui nilai ADF jerami padi melalui analisis Van Soest. Penelitian ini dilakukan untuk menentukan kadar selulosa, hemiselulosa dan lignin suatu biomassa yang terlebih dahulu harus ditentukan kadar ADFnya (Van Soest, 1976). Selain itu penelitian ini dilakukan untuk membandingkan hasil sampel dengan metode Chesson.

Sistem Analisis Van Soest menggolongkan biomassa menjadi isi sel (cell content) dan dinding sel (cell wall). Acid Detergent Fiber mewakili selulosa dan lignin dalam sel tanaman.Van Soest (1982), melakukan pemisahan bagian-bagian hijauan segar (forage) dengan cara penggunaan bahan-bahan pelarut/pencuci (detergnt).Acid Detergent Fiber ( ADF) atau serat detergen asam digunakan sebagai suatu langkah persiapan untuk mendeterminasikan lignin sehingga hemiselulosa dapat diestimasi dari perbedaan struktur dinding sel ADF ( Haris, 1970).Tabel 4.3 Hasil Analisis ADF Serbuk Jerami Padi 0,112 mm sesudah pretreatmentUkuran Jerami padi% ADF% Lignin% Selulosa

0.112 mm52,8917,2235,63

53,2117,8635,35

Rata Rata53,0317,5435,49

Hasil dari penelitian kadar lignin dan selulosa dengan menggunakan analisis ADF pada ukuran serbuk jerami padi 0,112 mm adalah nilai % ADF berkisar 53,03%. Jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sarwono dan Arianto (2003) yang menyatakan bahwa nilai Acid Detergent Fiber (%) adalah 51,53% terdapat kecenderungan persamaan dimana dapat disimpulkan bahwa jerami padi memiliki nilai % ADF yang tinggi. Nilai ADF(%) yang tinggi menunjukkan bahwa serat kasarnya sangat tinggi, sehingga dalam pemanfaatan jerami padi memerlukan pretreatment khusus untuk memecah lignin, selulosa dan hemiselulosa.

Acid Detergent Fiber dapat ditentukan dengan menggunakan larutan DetergentAcid, dimana residunya terdiri atas selulosa dan lignin (Ensiger dan Olentine, 1980). Dalam penelitian ini kami mendapatkan kandungan lignin dari analisis ADF sekitar 17,53%, dan selulosa sekitar 35,49%. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Yulianto (2009) bahwa nilai lignin jerami padi adalah 23,4 % sedangkan nilai selulosa jerami padi adalah 34,2 %.

Dalam percobaan ini dapat dilihat pengaruh pretreatment jerami padi yaitu dapat menurunkan kandungan lignin sehingga kandungan selulosa yang terdapat dalam jerami padi dapat meningkat. Lignin dalam jerami padi mengalami penurunan sebesar 5,87% sedangkan pada selulosa mengalami peningkatan sebesar 1,29%. Dari kedua metode uji kadar lignin yaitu metode Chesson dan metode Van Soest, uji kadar lignindengan metode Van Sooest lebih efektif karena memerlukan waktu yang lebih singkat dalam pelaksanaannya jika dibanding dengan metode Chesson. Selain itu, dalam metode Van Soest tidak dikawatirkan menyisakan selulosa yang dimungkinkan tersisa dalam kertas saring serta hasil yang didapat lebih mendekati dengan teori yang ada. Sedangkan metode Chesson dikhawatirkan dalam proses penyaringan membawa residu selulosa yang terdapat dalam kertas saring sehingga dapat mempengaruhi hasil perhitungan dan nilai dari setiap uji kandungan lignoselulosa yang dilakukan.4.3 Analisis Aktivitas Enzim

Analisis aktifitas enzim selulase dengan metode DNS menggunakan reagen dinitro-salisilat (DNS). Bahan-bahan kimia yang diperlukan untuk membuaat reagen DNS adalah asam3,5-dinitrosalisilat, NaOH, Na2SO3, Na-K-tatrat, fenol, dan aquades. DNS merupakan senyawa aromatis yang dapat bereaksi dengan gula reduksi membentuk asam 3-amino-5-nitrosalisilat, suatu senyawa yang mampu menyerap radiasi gelombang elektromagnetik pada panjang gelombang maksimum 540 nm (Adney and Baker, 2008). Semakin tinggi kadar gula reduksi yang terdapat dalam sampel, maka akan semakin banyak pula molekul asam-3-amino-5-nitrosalisilat yang terbentuk, sehingga absorbansi sampel akan semakin tinggi. Bila terdapat gula reduksi pada sampel, maka larutan DNS yang awalnya berwarna kuning akan bereaksi dengan gula reduksi sehingga menimbulkan warna jingga kemerahan (Kusmiati dan Agustini, 2010). Sampel yang telah direaksikan dengan DNS selanjutnya ditentukan kadar gula reduksinya dengan menggunakan spektrofotometer UV-vis. Spektrofoto-meter UV-vis adalah alat untuk mengukur transmitan atau absorbansi suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Agar dapat menentukan kadar gula reduksi pada sampel, terlebih dahulu dibuat kurva standar menggunakan larutan glukosa. Kurva standar dibuat dengan mengalurkan absorbansi pada panjang gelombang 540 nm dengan konsentrasi larutan standar. Dari kurva standar tersebut akan didapatkan persamaan garis, yang menunjukan hubungan antara konsentrasi dan absorbansi dengan persamaan umum :

Y=ax+b, dimana y merupakan absorbansi, a merupakan slope, x merupakan konsentrasi sampel, dan b merupakan intersep. Dengan mensubtitusi nilai absorbansi sampel ke persamaan tersebut dan kemudian diplotkan terhdap kurva standar, maka dapat diketahui konsentrasi atau kadar gula reduksi pada sampel. Diperoleh persamaan y = 0,0659x + 0,0013 dari kurva standar yang telah dibuat. Persamaan matematis glukosa yaitu y = 0,0659x + 0,0013 dimana x adalah konsentrasi glukosa dan y merupakan nilai absorbansi dari glukosa pada panjang gelombang 540 nm. Dari persamaan ini, maka dapat dihitung kadar glukosa sebagai produk dari reaksi- reaksi enzim selulase terhadap substrat jerami padi pada beberapa konsentrasi substrat dengan menggunakan data hasil pengamatan nilai absorbansi dari tiap sampel (Adney and Baker, 2009 )

Analisis aktivitas selulase menggunakan metode DNS dan kurva baku glukosa dengan spektrofotometri. Inkubasi yang dilakukan selama 72 jam tersebut bertujuan untuk mengecek aktivitas enzim selulase dan karakter dari enzim selulase yang dihasilkan. Aktivitas diukur dari jumlah glukosa yang dihasilkan oleh enzim ekstrak kasar karena enzim selulase bekerja untuk memutus ikatan glikosidik pada selulosa menjadi glukosa (dimana selulosa adalah polimer dengan monomernya yaitu selobiose yang merupakan gabungan dari dua unit glukosa).

Secara teoritik reaksi hidrolisis selulase menjadi glukosa adalah sebagai berikut :

(C6H10O5)n + n H2O n C6H12O6............................ 1)

Sedangkan reaksi parsial selulosa menjadi selobiosa sebagai berikut :

(C6H10O5)n + n/2 H2O n/2 (C12H22O11)............... 2)

Sedangkan reaksi hidrolisis selobiosa menjadi glukosa sebagai berikut :

n/2 C6H10O11 + n/2 H2O n C6H12O6......................3)

Pada jam ke 72 dilakukan pengambilan sampel sebanyak 12 ml dari masing-masing suspensi media dengan variasi pengaruh aerasi yang berbeda. Kemudian disentrifuse pada 10.000 rpm selama 10 menit dengan suhu 4C. Sentrifuse dilakukan untuk memisahkan bakteri dari supernatannya. Enzim selulase merupakan enzim ekstraseluler sehingga yang diambil adalah supernatan dari proses sentrifuse tadi. Komponen enzim terbanyak merupakan protein yang rentan terhadap suhu sehingga saat sentrifuse suhu dipertahankan dalam keadaan rendah yaitu 4C sekaligus agar menginaktifkan enzim protease yang juga terdapat dalam supernatan agar enzim selulase yang ada tidak rusak.

Uji aktivitas enzim selulase menggunakan enzim aktif untuk sampel. Sebanyak 1,8 ml substrat untuk uji (1% Avicel dan Selobiose, masing-masing dalam 1,8 ml buffer fosfat pH 7) di campur dengan 0,2 ml masing-masing dengan enzim aktif. Lalu dipanaskan pada suhu 50 selama 30 menit untuk mempercepat proses enzimatik selulase dalam memproduksi glukosa. Sedangkan pemanasan 100 berfungsi dalam mereaksikan sampel dengan larutan DNS dan menghentikan proses enzimatik. Untuk mengetahui aktivitas selulase dari Bacillus circulans dan Bacillus subtilis maka dilakukan pengujian awal dengan menyiapkan sampel daari masing-masing bakteri.Bacillus circulans dan Bacillus subtilis dalam pertumbuhannya diambil tiap 12 jam dengan analisis DNS untuk mengetahui aktifitas terbaik untuk produksi enzim selulase.

Glukosa akan terbentuk dari hasil gula reduksi pada proses hidrolisis enzimatis jerami padi dengan katalis enzim selulase. Pertimbangan penggunaan metode ini karena mudah dilakukan dan hasil yang didapatkan lebih memuaskan untuk mengukur gula reduksi. Selain itu, pereaksi DNS umum digunakan untuk mengukur gula reduksi yang diproduksi oleh mikroba karena tingkat ketelitiannya yang tinggi sehingga dapat diaplikasikan pada gula dengan kadar kecil sekalipun. Akan tetapi metode ini menpunyai kekurangan yaitu regen DNS akan mengalami ketidakstabilan apabila terjadi kontak langsung dengan cahaya sehingga penyimpanan reagen DNS harus terhindar dari kontak langsung dengan cahaya. Hasil pengukuran kadar glukosa pada masing masing sampel yang dilakukan dengan menggunakan metode DNS (Dinitrosalicylic Acid) menunjukkan hasil yang pada awalnya naik kemudian pada jam tertentu mengalami penurunan.

Grafik 4.1 Aktifitas Selulase Bacillus circulans dan Bacillus subtilis Substrat Avicel

Pada grafik diatas merupakan aktivitas Bacillus Subtilis dan Bacillus Circulans substrat Avicel. Enzim selulase adalah suatu sistem enzim yang terdiri atas tiga tipe enzim utama, kompleks ekso--1,4-glukanase (aviselase, selobiohidrolase, C1 selulase) adalah kompleks kedua setelah kompleks endo--1,4-glukanase (CMCase, Cx selulase endoselulase, atau carboxymethylcellulase) (Rahma dkk., 2014). Eksoglukanase menghidrolisis selulosa dengan memotong rantai selulosa pada ujung untuk menghasilkan selobiosa atau glukosa sebagai produk utama, sehingga fungsi dari susbtrat Avicel yang utama adalah memotong ikatan enzim selulase pada kompleks ekso--1,4-glukanase. Pada ekso--1,4-glukanase nilai aktifitas enzim selulase cenderung tinggi. Produksi selulase oleh Bacillus subtillisselama hidrolisis mengalami peningkatan pada jam ke 12 sampai jam ke 72 kemudian mengalami penurunan pada jam ke 72 sampai jam ke 120. Untuk produksi selulase oleh Bacillus circulans pada substrat Avicel selama hidrolisis mengalami peningkatan pada jam ke 12 sampai jam ke 72 kemudian mengalami penurunan pada jam ke 72 sampai jam ke 120. Hal ini sesuai dengan jumlah bakteri yang dihasilkan di setiap waktunya pada saat hidrolisis. Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa terjadi penurunan aktivitas enzim setelah jam ke 72 dikarenakan perbedaan waktu pengukuran dimana semakin lama enzim selulosa tersebut digunakan maka aktivitasnya akan mengalami penurunan. Aktifitas optimum Bacillus subtilis pada jam ke 72sebesar 0,18 U/ml dan aktifitas optimum Bacillus circulans pada jam ke 2,5613 sebesar 0,14 U/ml.

Grafik 4.2 Aktifitas Selulase Bacillus circulans dan Bacillus subtillis Substrat Selobiose Pada grafik di atas merupakan aktivitas Bacillus circulans dan Bacillus subtilis substrat Selobiose. Kompleks enzim -1,4-glukosidase atau selobiase adalah kompleks enzim ketiga dari enzim selulase (Rahma dkk., 2014). Sehingga fungsi dari susbtrat Selobiose yang utama adalah memotong ikatan enzim selulase pada kompleks -1,4-glukosidase adalah menghidrolisis selobiosa menjadi glukosa. Substrat selobiose cenderung pekat, sehingga menghasilkan warna coklat pekat. Untuk mengukur absorbansi dari substrat selobiose ini memerlukan pengenceran terlebih dahulu. Pengenceran dilakukan 60x sampai nilai absorbansinya terbaca pada spektrofotometri. Produksi selulase oleh Bacillus subtillis selama hidrolisis mengalami peningkatan pada jam ke 12 sampai jam ke 72 kemudian mengalami penurunan pada jam ke 72 sampai jam ke 120. Untuk produksi selulase oleh Bacillus circulans pada media selobiose (Gambar 4.5) selama hidrolisis mengalami peningkatan pada jam ke 12 sampai jam ke 72 kemudian mengalami penurunan pada jam ke 72 sampai jam ke 120. Hal ini sesuai dengan jumlah bakteri yang dihasilkan di setiap waktunya pada saat hidrolisis. Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa terjadi penurunan aktivitas enzim setelah jam ke 72 dikarenakan perbedaan waktu pengukuran dimana semakin lama enzim selulosa tersebut digunakan maka aktivitasnya akan mengalami penurunan. Aktifitas optimum Bacillus subtilis pada jam ke 72 sebesar 2,10 U/ml dan Aktifitas optimum Bacillus circulans pada jam ke 72 sebesar 2,58 U/ml.Waktu yang tepat untuk produksi enzim selulase ditentukan dari aktifitas enzim yang telah dilakukan sebelumnya, yaitu dari jam ke 12 hingga jam ke 120. Dilihat dari aktifitas enzim masing- masing bakteri dan substrat diperoleh waktu optimum yang sama yaitu pada jam ke 72. Produksi enzim selulase dilakukan dengan penambahan aerasi karena bakteri Bacillus subtillis dan Bacillus circulans merupakan bakteri yang bersifat aerobic dan anaerob fakultatif, oleh karena itu aerasi merupakan hal yang perlu diperhatikan. Proses enzimatik merupakan proses ramah lingkungan berbahan baku terbarukan (renewable raw material). Kelemahan dari metode ini adalah bahan penyusun reagennya yang cenderung sulit didapat serta sampel yang diukur harus benar benar dalam keadaan jernih. Oleh karena itu, jika sampel dalam kondisi keruh maka perlu dilakukan pengenceran.

Grafik 4.3 Aktifitas enzim selulase Bacillus circulans dan Bacillus subtillis dengan substrat Avicel dengan aerasi (High, Low dan Non aerasi)Grafik diatas merupakan grafik aktifitas enzim selulase Bacillus circulans dan Bacillus subtilis dengan substrat avicel dengan perlakuan aerasi (high dan low) dan non aerasi. Eksoglukanase menghidrolisis selulosa dengan memotong rantai selulosa pada ujung untuk menghasilkan selobiosa atau glukosa sebagai produk utama, sehingga fungsi dari susbtrat Avicel yang utama adalah memotong ikatan enzim selulase pada kompleks ekso--1,4-glukanase. Pada grafik tersebut dapat dilihat aktifitasBacillus subtilis tertinggi dengan kompleks enzim ekso--1,4-glukanase yaitupada keadaan high sebesar 0,180 U/ml. Sedangkan kondisi low dan non aeration memiliki aktifitas hampir sama yaitu 0,092 U/ml dan 0,0853 U/ml. Sifat aerob dari Bacillus subtilis yang mengakibatkan nilai aktifitas pada kondisi high lebih tinggi daripada kondisi lain. Pada grafik tersebut dapat dilihat pula aktifitas Bacillus circulans tertinggi dengan kompleks enzim ekso--1,4-glukanase yaitu pada keadaanlow dengan aktifitas enzim selulase sebesar 0,207U/ml. Sedangkan kondisi non aeration dan high memiliki aktifitas hampir sama yaitu 0,124 U/ml dan 0,088 U/ml. Pada kondisi low aerasi aktifitas enzim selulase sangat tinggi dikarenakan karakteristik Bacillus circulans cenderung lebih sesuai dengan kondisi oksigen yang sedikit karena sifatnya yang aerob fakultatif sehingga keaktifatan memecah kompleks ekso--1,4-glukanase tinggi pula.

Grafik 4.4 Aktifitas enzim selulase Bacillus Subtillis dengan substrat Selobiose dengan aerasi (High, Low dan Non aeration)

Grafik diatas merupakan grafik aktifitas enzim selulase Bacillus circulans dan Bacillus subtillis substrat selobiose dengan perlakuan aerasi (High dan Low) dan non aerasi. Pada grafik tersebut dapat dilihat aktifitas tertinggi -1,4-glukosidase atau selobiase Bacillus subtilis (Crueger & Crueger 1984). Fungsi dari susbtrat Selobiose yang utama adalah memotong ikatan enzim selulase pada kompleks -1,4-glukosidase untuk menghidrolisis selobiosa menjadi glukosa. Selobiose cenderung pekat, sehingga menghasilkan warna coklat pekat. Untuk mengukur absorbansi dari substrat selobiose ini memerlukan pengenceran terlebih dahulu. Pengenceran dilakukan sebanyak 15 kali hingga nilai absorbansinya terbaca pada spektrofotometer. Produksi Selulase terbaik oleh Bacillus subtillis yaitu pada kondisi high dengan aktifitas enzim selulase sebesar 2,98 U/ml. Kemudian aktifitas selulase dibawahnya adalah kondisi lowdan nonaeration yaitu sebesar 1,39 U/ml dan 1,30 U/ml. Perbedaan nilai aktifitas enzim selulase ini dikarenakan sifat aerob pada Bacillus subtillis yang dapat tumbuh baik dengan adanya oksigen sehingga memiliki nilai tertinggi pada kondisi high aerasi.

Pada grafik tersebut juga menunjukkan aktifitas Selulase oleh Bacillus circulans dengan substrat selobiose dan perlakuan aerasi (High, low dan non aeration). Produksi Selulase terbaik oleh Bacillus circulans yaitu pada kondisi non aerasi dengan aktifitas enzim selulase sebesar 3,82 U/ml. Kemudian aktifitas selulase dibawahnya adalah kondisi low dan high aerasi yaitu sebesar 3,13 U/ml dan 2,41 U/ml. Perbedaan hasil tersebut dikarenakan sifat dari Bacillus circulans yang anaerob fakultatif sehingga dapat tumbuh baik tanpa oksigen, sehingga aktifitas tertinggi ketika tanpa aerasi.Dari kedua hasil aktifitas Selulase berdasarkan kompleks enzim di atas, didapatkan bahwa substrat Selobiose pada kompleks enzim -1,4-glukosidase dengan kondisi aerasi high memiliki aktifitas tertinggi jika dibandingkan dengan substrat avicel pada kompleks enzim ekso--1,4-glukanase. Hal ini dikarenakan kompleks enzim -1,4-glukosidase merupakan kompleks terakhir yang terdapat dalam enzim selulase yang kemudian dipecah lagi menjadi glukosa.

\BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan

1. Hasil Uji dengan metode Chesson pengaruh pretreatment terbaik yaitu pada ukuran jerami padi 0,112 mm dengan penurunan kadar lignin dari 8, 75% menjadi 7,03 % dan kenaikan kadar selulosa dari 29,97% menjadi 31,33%.2. Nilai aktifitas selulase tertinggi dengan substrat selobiose terdapat pada Bacillus circulans sebesar 3,815 U/mL dalam keadaan non aerasi. Sedangkan pada Bacillus subtillis substrat selobiose terdapat dalam keadaan highaerasi sebesar 2,983 U/mL3. Kondisi terbaik produksi selulase dengan substrat avicel terdapat pada Bacillus circulans kondisi low-aeration sebesar 0.206U/mL dan pada Bacillus subtilis kondisi high sebesar 0.1802 U/mL. 5.2 Saran1. Sebaiknya penelitian produkasi selulase pada degradasi lignoselulosa jerami padi ini dikembangkan lebih lanjut dengan berbagai variabel.

DAFTAR PUSTAKA

Anggarawati, Desi. 2012. Aktivitas Enzim Selulase Isolat SGS 2609 BBP4B-KP Menggunakan Substrat Limbah Pengolahan Rumpat Laut yang di Pretreatment dengan Asam . FT Universitas IndonesiaAnindyawati, Trisanti. 2010. Cellulase Potency in Degradation of Agricultural Waste For Organic Fertilizer. Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI

Azizah, Siti Nur. 2013. Skrining Bakteri Selulolitik Asal Vermicomposting Tandan Kosong Kelapa Sawit. FMIPA Universitas JemberBalan, V., B. Bals, S.P.S. Chundawat, D. Marshall, B.E. Dale. 2009. Lignocellulose Biomass treatment Using AFEX. Method in Molecular Biology Vol. 581, 61-77.

Browning BL. 1967. Methods of Wood Chemistry Volume II. Interscience Publisher. Wisconsin

Dashtban, M., Schraft, H., Qin, W. 2009. Fungal Bioconversion of Lignocellulosic Residue : Opportunities & Perspectives. Int. J. Biol. Sci. 578-595

Gunam, Ida Bagus Wayan, Ketut Buda, I Made Yoga Semara Guna. 2010. Pengaruh Perlakuan Delignifikasi dengan Larutan NaOH dan Konsentrasi Substrat Jerami Padi Terhadap Produksi Enzim Selulase dari Aspergillus niger NRRL A-II, 264.

Gunam, Ida Bagus Wayan., Ketut Buda., I Made Yoga Semara Guna. 2010. Pengaruh perilaku delignifikasi dengan larutan NaOH dan konsentrasi substrat jerami padi terhadap produksi enzim selulase dari Aspergillus niger NRRL A-11, 264. Universitas Udayana, DenpasarHaygreen JG, JL Bowyer. 1996. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu Suatu Pengantar. Terjemahan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Hendriks, A.T.W.M., G. Zeeman. 2009. Pretreatments to Enhance the Digestibility of Lignocellulose Biomass. Biores. Technol. 100, 10-18.

Hidayat, Iman. 2005. Pengaruh pH terhadap Aktivitas Endo-1,4--Glucanase Bacillus sp. AR 009. Lembaga Ilmu Pengetahuan Biologi - LIPI

Howard, R.L., Abotsi, E., J. van Rensburg E.L., and Howard, S. 2003. Lignocellulose Biotechnology: Issue of Bioconversion and Enzyme Production. African J. of Biotech. Vol 2(12), 602-619.

Jrgensen, H., Kristensen, J.B., dan Felby, C., 2007, Enzymatic Conversion of Lignocellulose into Fermentable Sugars: Challenges and Opportunities, Biofuels, Bioproducts & Biorefining, 1, 119-134

Juliano, B.O. 1985. Rise Chemistry and Technology. The Ameri- can Association of Cereal Chemist, Inc, Minessota.

Kurnia, Dianty Rosirda Dewi. 2010. Studi Aktivitas Enzim Lipase dari Aspergillus niger sebagai Biokatalis pada Proses Gliserolisis untuk Menghasilkan Monoasilgliserol. Semarang: Universitas Diponegoro

Kurniasari, L, L Hartati, M. E. Yulisanto. 2008. Kajian Hidrolisa Enzymatis Jerami Padi Untuk Produksi Bioetanol. Momentum, Vol 4

Logan, N A, D C Old, and H M Dick.Isolation of Bacillus circulans from a wound infection Journal of clinical pathologi. J Clin Pathol. 1985 Jul; 38(7): 838839Mtui, Y.S. 2009. Recent Advances in Pretreatment of Lignocellulosic Wastes and Production of Value Added Products. African J. of Biotechnology Vol. 8(8), 1398-1415.

Nugraha, Roni. 2006. Produksi Enzim Selulosa oleh Penicillium nalgiovense SS240 pada Substrat Tandan Sawit. Bogor: Institut Pertanian Bogor

Philippidis, G. P. 1994. Cellulase Production Technology; Evaluation of Current Status. In Enzymatic Conversion of Biomass for Fuels Production (pp. 188-217). American Chemical Society.

Pikukuh, P., 2011, Selulosa, Komponen yang Paling Banyak Ditemukan di Alam, http://blog.ub.ac.id/supat/2011/03/14/hello-world/ (16 Februari 2012).

Rachmania, F. dan Lazuardi.2009. Pengaruh Liquid Hot Water terhadap Perubahan Struktur Sel Bagas. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknolohi Industri, Institut Teknologi Sepuluh November.

Rakhmawati, Anna, Evy Yulianti, Eli Rohaeti. 2014. Seleksi Bakteri Termofilik Selulolitik Pasca Erupsi Merapi.FMIPA UNY J. Kaunia Vol. X No. 2. pp 92-102

Ratnakomala, Shanti. 2010. Produksi enzim Selulase dari Trichoderma dan Streptomyces Indonesia menggunakan Biomasa Lignosellulosa untuk produksi Bioetanol. Laporan Akhir Kegiatan Progam Intensif Riset Peneliti dan Perekayasa LlPI

Reed, G. 1975. Enzyme in Food Processing. Academic Press., New York.

Sabrina, Nimas Mayang. 2012. Bioindustri : Kinetika Pertumbuhan Mikroba. Malang: Universitas Brawijaya

Saha, B.C., Cotta, M.A. 2006. Ethanol production from alkaline peroxide pretreated enzymatically saccharified wheat straw. Biotechnol. Progr. 22, 449453.Sharma, S.K., Kalra, K.L., dan Grewal, H.S., 2002, Enzymatic Saccharification of Pretreated Sunflower Stalks, Biomass and Bioenergy, 23, 237-243.

Sjstrm, E., 1998. Kimia Kayu: Dasar-dasar dan Penggunaannya. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Suhara. 2010. Dasar-Dasar Biokimia: Pengantar tentang Enzim. Fakultas Pendidikan MIPA Jurusan Pendidikan Biologi Universitas Pendidikan IndonesiaSumada Ketut, Tamara Puspita Erka dan Alqani Fiqih. 2011. Isolation Studyof Efficient Cellulosa from Waste Plant Stem Manhot Esculenta Crantz. UPN Veteran Jawa Timur, Surabaya

Sumardjo, Damin. 2006. Pengantar Kimia: Buku Paduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran dan Program Strata 1 Fakultas Bioeksakta. Jakarta

Sumarlin, La Ode. 2013. Aktivitas Protease Dari Bacillus circulans Pada Media Pertumbuhan Dengan pH Tidak Terkontrol. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Taherzadeh, M., and Karimi, K. 2008. Pretreatment of lignocellulosec wastes to improve ethanol and biogas production: a review. International Journal of Molecular Sciences, 9, 1621-1651.Tumoela, Marja. 2002. Degradation of Lignin and other C-labelled Compounds in Compost and Soil with an Emphasis on White-rot Fungi. University of Helsinki

Yulianto, M. Endy, Diyono, Indah Hartati, Rustam Santiko N. 2009. Pengembangan Hidrolisis Enzimatis Biomassa Jerami Padi Uuntuk Produksi Bioetanol. Semarang.Kingdom: Bacteria

Filum : Firmicutes

Kelas: Bacilli

Ordo : Bacillales

Famili : Bacillaceae

Genus : Bacillus

Spesies: Bacillus subtilis

Kingdom : Bacteria

Filum : Firmicutes

Kelas: Bacilli

Ordo: Bacillales

Famili : Bacillaceae

Genus : Bacillus

Spesies: Bacillus circulans

Uji aktivitas Selulase

Pembuatan kurva baku glukosa

Pembuatan kurva pertumbuhan

Peremajaan

Uji kandungan Selulosa dan Lignin metode Chesson dan Van Soest

Sterilisasi

Pemanasan

Pembuatan inokulum

35