Download - Kelompok 1 IO Revisi
Kelompok 1 (Kelas BPS)
Bambang Suryanggono; Deni Irawan; Lina Agustina Pujiwati; Nurul Fajri, dan Sumaryati
Current Issue:
ANALISIS KUANTITATIF
TABEL INPUT OUTPUT
PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN 1990
© 2012 Magister Ekonomika Pembangunan - Universitas Gadjah Mada
METODE ANALISIS PEMBANGUNAN PUSAT DAN DAERAH
Dosen Pengampu:
Prof. Mudrajad Kuncoro, Ph.D.
Profil Penulis
Dosen Pengampu:
Prof. Mudrajad Kuncoro, Ph.D.
Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Gadjah Mada
Bambang Suryanggono
Deni Irawan
Lina Agustina Pujiwati
Nurul Fajri
Sumaryati
Mohon Untuk Tidak Bosan
Model Input-output
Salah satu metode yang dapat dipergunakan
untuk melihat perkembangan struktur
perekonomian wilayah dalam suatu sistem
ekonomi yang utuh dan menyeluruh (multi-
sektor) adalah Metode Input-Output
Tokoh Input-output
Ide perhitungan keterkaitan
antar sektor dipelopori oleh
Francois Quesnay (1758).
Dikembangkan Tableu
Economique oleh Wassily
Leontief (1966)
Chenery & Watanabe (1958),
dan Hirschman (1958).
Sumber: Kuncoro, Mudrajad. 2012. Lecture Note: Metode Analisis
Pembangunan Pusat Dan Daerah. Kelas BPS: MEP-UGM.
Manfaat Analisis Input-output
Menyajikan gambaran rinci mengenai struktur
ekonomi pada suatu kurun waktu tertentu,
Sebagai alat peramal mengenai pengaruh
suatu perubahan situasi/kebijakan ekonomi.
Memberikan gambaran lengkap mengenai
aliran barang, jasa, dan input antar sektor
Dasar Input-Output
3 2 1
Menelaah hubungan
antar lapangan
usaha (sektor)
Melihat saling
ketergantungan dan
kompleksitas
perekonomian dalam
upaya mencapai
keseimbangan antara
penawaran dan
permintaan.
Hubungan input-output
mempunyai makna
bahwa output suatu
sektor akan menjadi
input sektor lainnya,
serta sebaliknya.
Kerangka Dasar
Model I-O
Kuadran III
Input primer sektor-sektor produksi, balas jasa faktor produksi (upah dan gaji,
surplus usaha, penyusutan dan pajak tidak langsung)
Kuadran I Arus barang dan jasa yang
dihasilkan dan digunakan oleh sektor-sektor dalam suatu
perekonomian (transaksi antara /intermediate transaction).
Kuadran IV Input primer yang langsung
didistribusikan ke sektor-sektor permintaan akhir
SNSE atau Social Accounting Matrix (SAM)
Kuadran II Permintaan akhir (final
demand), terdiri atas konsumsi rumah tangga, pengeluaran
pemerintah, persediaan (stock), investasi dan ekspor
Contents
Analisis Keterkaitan Antar Sektor Perekonomian
Analisis Sektor-sektor Unggulan Daerah
Analisis Angka Pengganda (Multiplier Effect)
Analisis Gabungan Antara Keterkaitan Antar Sektor
Perekonomian dan Multiplier Effect 4
1
2
3
Analisis Tabel I-O Provinsi Sumatera Utara Tahun 1990
I-O Backward Linkage Melihat keterkaitan antara suatu
sektor dengan sektor input yang
telah digunakan dalam proses
produksi
I-O Forward Linkage
Melihat keterkaitan antara suatu
sektor dengan sektor lainnya
yang akan memakainya sebagai
input dalam proses produksi
Jenis analisis keterkaitan
Rank Kode
I-o Nama Sektor
Kaitan Ke Belakang
Direct Indirect Total
1 12 Bangunan 0.65 1.35 2.00
2 14 Restoran dan hotel 0.58 1.31 1.88
3 9 Industri lainnya 0.58 1.29 1.87
4 8 Industri makanan,minuman & tembakau 0.65 1.17 1.82
5 18 Jasa-jasa 0.37 1.25 1.62
6 10 Pengilangan minyak bumi 0.53 1.09 1.61
7 15 Pengangkutan dan komunikasi 0.37 1.22 1.59
8 4 Peternakan dan hasil-hasilnya 0.34 1.18 1.52
9 11 Listrik, gas dan air bersih 0.30 1.17 1.47
10 6 Perikanan 0.22 1.12 1.34
11 2 Tanaman bahan makanan lainnya 0.16 1.10 1.26
12 16 Lemb.keu; sewa & jasa perusahaan 0.17 1.09 1.26
13 5 Kehutanan 0.14 1.08 1.22
14 3 Tanaman pertanian lainnya 0.13 1.07 1.20
15 13 Perdagangan 0.11 1.04 1.15
16 1 Padi 0.09 1.05 1.14
17 7 Pertambangan dan penggalian 0.03 1.02 1.05
18 17 Pemerintahan umum dan pertahanan - 1.00 1.00
19 19 Kegiatan yang tak jelas batasannya - 1.00 1.00
Rata-rata 0.28 1.14 1.42
Tabel 1. Kaitan Ke Belakang (Backward Linkages):
Provinsi Sumatera Utara, Tahun 1990
Catatan: Peringkat diurutkan berdasarkan total kaitan ke belakang
Sumber: diolah dari Tabel I-O Sumut, 1990
Rata-rata koefisien
backward linkages Sumatra
Utara sebesar 1,42.
Sembilan sektor memiliki
koefisien backward
linkages di atas rata-rata.
Sedangkan sepuluh sektor
memiliki koefisien
backward linkages yang
lebih rendah dari rata-rata.
Koefisien backward
linkages tertinggi berada
pada sektor bangunan.
Angka ini menunjukkan,
apabila permintaan akhir
atas produk sektor
bangunan meningkat
sebesar 1 (satu) juta
rupiah, maka output semua
sektor akan meningkat
sebesar 2 juta rupiah.
Analisis Direct dan Indirect Backward Linkage (1)
• Keterkaitan kebelakang langsung (direct backward linkage) berarti
peningkatan permintaan akhir atas produk suatu sektor akan
berpengaruh secara langsung terhadap peningkatan output sektor
tersebut
• Keterkaitan kebelakang tidak langsung (indirect backward linkage)
berarti peningkatan permintaan akhir atas produk suatu sektor akan
berpengaruh secara tidak langsung terhadap peningkatan output
sektor lainnya.
• Secara rata-rata indirect backward linkage (1,14) lebih besar dari
direct backward linkage (0,28). Hal ini berarti dengan adanya
peningkatan permintaan akhir suatu sektor, pengaruh keterkaitan
kebelakang tidak langsung (indirect backward linkage) lebih besar
dari pada pengaruh keterkaitan kebelakang langsung (direct
backward linkage)
Analisis Direct dan Indirect Backward Linkage (2)
Sektor yang mempunyai Indirect Backward Linkage besar (di atas rata-rata) adalah:
• Bangunan
• Restoran dan hotel
• Industri lainnya
• Industri makanan,minuman & tembakau
• Jasa-jasa
• Pengangkutan dan komunikasi
• Peternakan dan hasil-hasilnya
• Listrik, gas dan air bersih
Sektor yang mempunyai Direct Backward Linkage besar (di atas rata-rata) adalah:
• Bangunan
• Restoran dan hotel
• Industri lainnya
• Industri makanan,minuman & tembakau
• Jasa-jasa
• Pengilangan minyak bumi
• Pengangkutan dan komunikasi
• Peternakan dan hasil-hasilnya
• Listrik, gas dan air bersih
Analisis Direct dan Indirect Backward Linkage (3)
Koefisien Indirect forward linkages sebesar 1,35 pada
sektor Bangunan menunjukkan bahwa apabila permintaan
akhir atas produk sektor tersebut meningkat sebesar 1
(satu) juta rupiah, maka akan berpengaruh secara tidak
langsung pada output sektor sektor tersebut sebesar 1,35
juta rupiah.
Koefisien Direct forward linkages sebesar 0,65 pada sektor
Bangunan menunjukkan bahwa apabila permintaan akhir
atas produk sektor tersebut meningkat sebesar 1 (satu)
juta rupiah, maka akan berpengaruh secara langsung pada
output sektor lainnya sebesar 0,65 juta rupiah.
Analisis Direct dan Indirect Backward Linkage (4)
Sektor bangunan mempunyai Direct Backward Linkage dan
Indirect Backward Linkage paling besar karena kegiatan
dalam sektor tersebut mempengaruhi output yang sangat
banyak dari semua sektor seperti sektor industri, jasa-jasa,
pengangkutan dan komunikasi, restoran dan hotel, dll.
Adanya skala prioritas pembangunan Infrastruktur
Sumatera Utara memperbesar peran sektor bangunan
dalam mempengaruhi output baik dari sektor bangunan itu
sendiri maupun dari sektor lain.
Alokasi Anggaran Pembangunan
Tahun
Pengeluaran
Total Pengeluaran Rutin
Pengeluaran
Pembangunan
Nominal Nominal Persentase Nominal Persentase
(Ribu Rp) (Ribu Rp) (%) (Ribu Rp) (%)
1990/1991 313,923,761 240,406,858 76.58 73,516,903 23.42
1991/1992 336,880,196 255,560,646 75.86 81,319,550 24.14
1992/1993 383,137,767 298,954,190 78.03 84,183,577 21.97
1993/1994 458,581,800 365,068,865 79.61 93,512,935 20.39
1994/1995 515,626,870 422,108,688 81.86 93,518,182 18.14
1995/1996 584,008,535 456,900,335 78.24 127,108,200 21.76
Hal ini lebih lanjut dijelaskan dengan adanya porsi anggaran
dibanding tahun yang lain
Pengeluaran Rutin, 76.58
Pengeluaran Pembanguna
n, 23.42
Tabel 2. Perkembangan Pengeluaran Total, Rutin dan Pembangunan Pemda SUMUT Tahun 1990/91-1995/96
Sumber: diolah dari Pemda Sumut
Sumber: diolah dari Pemda Sumut
Grafik 1. Proporsi Pengeluaran Rutin dan Pembangunan Pemda SUMUT Tahun 1990
Perkembangan Infrastruktur Rumah Sakit
Keadaan tahun 1972 jumlah infrastruktur kesehatan yakni puskesmas mencapai 69 unit.
Pada tahun 1990 telah ada 93 unit rumah sakit dan pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) serta puskesmas pembantu sebanyak 1.590 unit.
Perkembangan Infrastruktur Air dan Listrik
Di bidang pengairan telah ada peningkatan prasarana pengairan, seperti bendung dan jaringan irigasi. Pada tahun 1993 jaringan irigasi yang ada telah mengairi sawah seluas kurang lebih 285.000 hektare sehingga membantu peningkatan dan menunjang produksi pertanian untuk mencapai dan mempertahankan swasembada beras.
Ada Apa Dengan Konstruksi?
Munculnya pembangunan infrastruktur sebagai
sektor yang memiliki daya dorong terbesar di
tahun 1990 sangatlah wajar, karena infrastruktur
tadi dapat menjadi prasyarat bagi berkembangnya
perekonomian Sumatra Utara yang saat itu
sedang dalam masa geliat membangun ekonomi.
Rank Kode
I-o Nama Sektor
Kaitan Ke Belakang
Depan
Direct Indirect Total
1 19 Kegiatan yang tak jelas batasannya 1.02 1.08 2.11
2 1 Padi 0.46 1.02 1.49
3 5 Kehutanan 0.39 1.03 1.42
4 10 Pengilangan minyak bumi 0.38 1.04 1.42
5 11 Listrik, gas dan air bersih 0.26 1.03 1.30
6 7 Pertambangan dan penggalian 0.23 1.02 1.25
7 16 Lemb.keu; sewa & jasa perusahaan 0.17 1.02 1.19
8 15 Pengangkutan dan komunikasi 0.13 1.01 1.14
9 4 Peternakan dan hasil-hasilnya 0.13 1.01 1.14
10 3 Tanaman pertanian lainnya 0.11 1.01 1.11
11 13 Perdagangan 0.10 1.01 1.11
12 18 Jasa-jasa 0.09 1.01 1.10
13 9 Industri lainnya 0.07 1.01 1.08
14 14 Restoran dan hotel 0.06 1.01 1.07
15 8 Industri makanan,minuman & tembakau 0.04 1.00 1.04
16 2 Tanaman bahan makanan lainnya 0.04 1.00 1.04
17 6 Perikanan 0.03 1.00 1.03
18 12 Bangunan 0.01 1.00 1.01
19 17 Pemerintahan umum dan pertahanan - 1.00 1.00
Rata-rata 0.20 1.02 1.21
Catatan: Peringkat diurutkan berdasarkan total kaitan ke depan
Sumber: diolah dari Tabel I-O Sumut, 1990
Rata-rata koefisien forward
linkages Sumatra Utara
sebesar 1,21.
Enam sektor memiliki koefisien
forward linkages di atas rata-
rata.
Tiga belas sektor memiliki
koefisien forward linkages yang
lebih rendah.
Koefisien forward linkages
tertinggi berada pada sektor
Kegiatan yang tak jelas
batasannya, sebesar 2,11.
Angka ini menunjukkan apabila
permintaan akhir semua sektor
produksi meningkat sebesar 1
(satu) juta rupiah, maka output
sektor kegiatan yang tak jelas
batasannya akan meningkat
sebesar 2,11 juta rupiah.
Tabel 3. Kaitan Ke Depan (Forward Linkages):
Provinsi Sumatera Utara, Tahun 1990
Analisis Direct dan Indirect Forward Linkage (1)
• Keterkaitan kedepan langsung (direct forward linkage) berarti
peningkatan permintaan akhir seluruh sektor akan
berpengaruh secara langsung terhadap output sektor tertentu
• Keterkaitan kedepan tidak langsung (indirect forward linkage)
berarti peningkatan permintaan akhir seluruh sektor akan
berpengaruh secara tidak langsung terhadap output sektor-
sektor lainnya.
• Secara rata-rata indirect forward linkage (1,02) lebih besar
dari direct forward linkage (0,2). Hal ini berarti dengan adanya
peningkatan permintaan akhir seluruh sektor, pengaruh
keterkaitan kedepan tidak langsung (indirect forward linkage)
lebih besar dari pada pengaruh keterkaitan kedepan langsung
(direct forward linkage)
Analisis Direct dan Indirect Forward Linkage (2)
Sektor yang mempunyai Indirect Forward Linkage besar (di atas rata-rata)
adalah:
• Kegiatan yang tak jelas batasannya
• Kehutanan
• Pengilangan minyak bumi
• Listrik, gas dan air bersih
Sektor yang mempunyai Direct Forward Linkage besar (di atas rata-rata)
adalah:
• Kegiatan yang tak jelas batasannya
• Padi
• Kehutanan
• Pengilangan minyak bumi
• Listrik, gas dan air bersih
• Pertambangan dan penggalian
Analisis Direct dan Indirect Forward Linkage (3)
Koefisien Indirect forward linkages sebesar 1,08 pada
sektor Kegiatan yang tak jelas batasannya menunjukkan
bahwa apabila permintaan akhir semua sektor produksi
meningkat sebesar 1 (satu) juta rupiah, maka akan
berpengaruh secara tidak langsung pada kenaikan output
sektor tersebut sebesar 1,08 juta rupiah.
Koefisien Direct forward linkages sebesar 1,02 pada sektor
Kegiatan yang tak jelas batasannaya menunjukkan bahwa
apabila permintaan akhir semua sektor produksi meningkat
sebesar 1 (satu) juta rupiah, maka akan berpengaruh
secara langsung pada kenaikan output sektor tersebut
sebesar 1,02 juta rupiah.
Analisis Direct dan Indirect Forward Linkage (4)
Sektor Kegiatan yang tak jelas batasannya mempunyai Direct Forward Linkage
dan Indirect Forward Linkage paling besar karena kenaikan permintaan akhir
seluruh sektor akan sangat berpengaruh terhadap output sektor tersebut baik
secara langsung maupun tidak langsung
Kegiatan yang belum jelas batasannya Kelompok ini mencakup segala macam
kegiatan perorangan, badan/lembaga/ instansi yang tidak tercakup dalam salah
satu golongan pokok 01 s.d. 99, ataupun yang tidak atau belum jelas batasannya.
Seperti tukang beling, pemulung, renternir dan lain-lain.
Hasil Sensus Penduduk Tahun 1990
Provinsi Angkatan
kerja
Bekerja Mencari
Pekerjaan
Bukan
Angkatan
Kerja
Total Tenaga
Kerja
Sumatera
Utara
1.196.899 1.110.141 86.758 1.508.267 2.705.166
Sumatera
Barat
1.507.583 1.461.821 45.762 1.447.865 2.955.448
Tabel 4. Kondisi Tenaga Kerja Provinsi Sumatera Utara Dan Sumatera Barat Tahun 1990
Kedua provinsi ini merupakan provinsi yang memiliki karakteristik kondisi alam yang hampir tidak jauh berbeda. Selain itu, kedua provinsi letaknya strategis dalam suatu kepulauan Sumatera.
Sumber: diolah dari BPS, 1990
Kondisi Pekerja di Sektor Informal
Secara umum pekerja di Sektor Informal di Sumatera Utara
adalah > 50 % dari total penduduk bekerja.
Pekerja Sektor Informal,
63.90 Pekerja Sektor Formal, 36.10
Pekerja Sektor Informal,
64.00 Pekerja Sektor Formal, 36.00
Grafik 2. Proporsi Penduduk Bekerja pada
Sektor Formal dan Informal
di Sumatera UtaraTahun 2004
Grafik 3. Proporsi Penduduk Bekerja pada
Sektor Formal dan Informal
di Sumatera UtaraTahun 2005
Sumber: diolah dari BPS
Interpretasi
Koefisien backward linkages tertinggi berada pada sektor bangunan. Angka
ini menunjukkan, apabila permintaan akhir atas produk sektor bangunan
meningkat sebesar 1 (satu) juta rupiah, maka output semua sektor akan
meningkat sebesar 2 juta rupiah.
Secara rata-rata indirect backward linkage (1,14) lebih besar dari direct
backward linkage (0,28). Hal ini berarti dengan adanya peningkatan
permintaan akhir suatu sektor, pengaruh keterkaitan kebelakang tidak
langsung (indirect backward linkage) lebih besar dari pada pengaruh
keterkaitan kebelakang langsung (direct backward linkage).
Koefisien Indirect forward linkages sebesar 1,35 pada sektor Bangunan
menunjukkan bahwa apabila permintaan akhir atas produk sektor tersebut
meningkat sebesar 1 (satu) juta rupiah, maka akan berpengaruh secara
tidak langsung pada output sektor sektor tersebut sebesar 1,35 juta rupiah.
Koefisien Direct forward linkages sebesar 0,65 pada sektor Bangunan
menunjukkan bahwa apabila permintaan akhir atas produk sektor tersebut
meningkat sebesar 1 (satu) juta rupiah, maka akan berpengaruh secara
langsung pada output sektor lainnya sebesar 0,65 juta rupiah.
Interpretasi (2)
Sektor bangunan mempunyai Direct Backward Linkage dan Indirect
Backward Linkage paling besar karena kegiatan dalam sektor tersebut
mempengaruhi output yang sangat banyak dari semua sektor seperti sektor
industri, jasa-jasa, pengangkutan dan komunikasi, restoran dan hotel, dll.
Adanya proyek pembangunan Lintas Barat Provinsi Sumatera Utara dan
Ruas jalan tol Belmera semakin memperbesar peran sektor bangunan
dalam mempengaruhi output baik dari sektor bangunan itu sendiri maupun
dari sektor lain.
Koefisien forward linkages tertinggi berada pada sektor Kegiatan yang tak
jelas batasannya, sebesar 2,11. Angka ini menunjukkan apabila
permintaan akhir semua sektor produksi meningkat sebesar 1 (satu) juta
rupiah, maka output sektor kegiatan yang tak jelas batasannya akan
meningkat sebesar 2,11 juta rupiah.
Secara rata-rata indirect forward linkage (1,02) lebih besar dari direct
forward linkage (0,2). Hal ini berarti dengan adanya peningkatan
permintaan akhir seluruh sektor, pengaruh keterkaitan kedepan tidak
langsung (indirect forward linkage) lebih besar dari pada pengaruh
keterkaitan kedepan langsung (direct forward linkage)
Interpretasi (3)
Koefisien Indirect forward linkages sebesar 1,08 pada sektor Kegiatan
yang tak jelas batasannya menunjukkan bahwa apabila permintaan
akhir semua sektor produksi meningkat sebesar 1 (satu) juta rupiah,
maka akan berpengaruh secara tidak langsung pada kenaikan output
sektor tersebut sebesar 1,08 juta rupiah.
Koefisien Direct forward linkages sebesar 1,02 pada sektor Kegiatan
yang tak jelas batasannaya menunjukkan bahwa apabila permintaan
akhir semua sektor produksi meningkat sebesar 1 (satu) juta rupiah,
maka akan berpengaruh secara langsung pada kenaikan output sektor
tersebut sebesar 1,02 juta rupiah.
Sektor Kegiatan yang tak jelas batasannya mempunyai Direct Forward
Linkage dan Indirect Forward Linkage paling besar karena kenaikan
permintaan akhir seluruh sektor akan sangat berpengaruh terhadap
output sektor tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung
Catatan: Peringkat diurutkan berdasarkan total kaitan ke belakang
Sumber: diolah dari Tabel I-O Sumut, 1990
Sembilan sektor memiliki
koefisien daya penyebaran
lebih dari satu (di atas rata-rata
backward linkage)
Sektor bangunan mempunyai
indeks daya penyebaran
tertinggi.
Ada 9 sektor yang mempunyai
kepekaan paling sensitif
terhadap pengaruh prtumbuhan
ekonomi di Sumatera Utara
tahun 1990 (karena koefisien
penyebarannya lebih dari satu
dan secara rata-rata memiliki
kaitan ke belakang yang kuat
terhadap semua sektor
dibandingkan sektor lainnya.
9 sektor tersebut mampu
menarik pertumbuhan output
sektor hulunya
Tabel 5. Indeks Daya Penyebaran Tabel Input Output
Provinsi Sumatera Utara, Tahun 1990
Rank Kode I-
o Nama Sektor
Backward
Linkages Indeks Daya
Penyebaran
1 12 Bangunan 2.00 1.41
2 14 Restoran dan hotel 1.88 1.32
3 9 Industri lainnya 1.87 1.32
4 8 Industri makanan,minuman & tembakau 1.82 1.28
5 18 Jasa-jasa 1.62 1.14
6 10 Pengilangan minyak bumi 1.61 1.13
7 15 Pengangkutan dan komunikasi 1.59 1.12
8 4 Peternakan dan hasil-hasilnya 1.52 1.07
9 11 Listrik, gas dan air bersih 1.47 1.04
10 6 Perikanan 1.34 0.94
11 2 Tanaman bahan makanan lainnya 1.26 0.89
12 16 Lemb.keu; sewa & jasa perusahaan 1.26 0.89
13 5 Kehutanan 1.22 0.86
14 3 Tanaman pertanian lainnya 1.20 0.85
15 13 Perdagangan 1.15 0.81
16 1 Padi 1.14 0.80
17 7 Pertambangan dan penggalian 1.05 0.74
18 17 Pemerintahan umum dan pertahanan 1.00 0.70
19 19 Kegiatan yang tak jelas batasannya 1.00 0.70
Rata-rata 1.42 1.00
Catatan: Peringkat diurutkan berdasarkan total kaitan ke depan
Sumber: diolah dari Tabel I-O Sumut, 1990
Tabel 6. Indeks Derajat Kepekaan Tabel Input Output
Provinsi Sumatera Utara, Tahun 1990
Rank Kode I-
o Nama Sektor Forward Linkages
Indeks Derajat
Kepekaan
1 19 Kegiatan yang tak jelas batasannya 2.11 1.74
2 1 Padi 1.49 1.23
3 5 Kehutanan 1.42 1.17
4 10 Pengilangan minyak bumi 1.42 1.17
5 11 Listrik, gas dan air bersih 1.3 1.07
6 7 Pertambangan dan penggalian 1.25 1.03
7 16 Lemb.keu; sewa & jasa perusahaan 1.19 0.98
8 15 Pengangkutan dan komunikasi 1.14 0.94
9 4 Peternakan dan hasil-hasilnya 1.14 0.94
10 3 Tanaman pertanian lainnya 1.11 0.92
11 13 Perdagangan 1.11 0.92
12 18 Jasa-jasa 1.10 0.91
13 9 Industri lainnya 1.08 0.89
14 14 Restoran dan hotel 1.07 0.88
15 8 Industri makanan,minuman & tembakau 1.04 0.86
16 2 Tanaman bahan makanan lainnya 1.04 0.86
17 6 Perikanan 1.03 0.85
18 12 Bangunan 1.01 0.83
19 17 Pemerintahan umum dan pertahanan 1.01 0.83
Rata-rata 1.21 1.00
Enam sektor memiliki koefisien
derajat kepekaan lebih dari
satu (di atas rata-rata forward
linkage)
Sektor kegiatan yang tak jelas
batasannya mempunyai indeks
derajat kepekaan tertinggi.
Ada 6 sektor yang mempunyai
kepekaan paling sensitif
terhadap pengaruh prtumbuhan
ekonomi di Sumatera Utara
tahun 1990 (karena koefisien
penyebarannya lebih dari satu
dan secara rata-rata memiliki
kaitan ke depan yang kuat
terhadap semua sektor
dibandingkan sektor lainnya.
9 sektor tersebut sangat
tergantung dengan
pertumbuhan sektor lainnya
dalam perekonomian Sumatera
Utara tahun 1990
Grafik 4. Indeks Daya Penyebaran dan Indeks Derajat Kepekaan
Provinsi Sumatera Utara, Tahun 1990
Sektor kunci dapat
ditentukan dengan indikator
IDP dan IDK
Sektor ekonomi yang
mempunyai prioritas I dan
II dapat digolongkan
sebagai sektor kunci
Prioritas I IDP tinggi dan
IDK tinggi (Pengilangan
minyak bumi dan listrik,
gas, air bersih)
Prioritas II IDP tinggi dan
IDK rendah (bangunan,
restoran hotel, industri
lainnya, industri
makananminuman, jasa-
jasa, pengangkutan dan
komunikasi, peternakan
dan hasil-hasilnya)
Sumber: diolah dari Tabel I-O Sumut, 1990
Sektor ICOR
Target
Pertumb
uhan (%)
Rasio
Tabungan
(%) (g = S/K)
Output
(Juta
Rupiah)
Kebutuhan
Investasi
(Juta rupiah)
1 Padi 3,3 6,5 21,45 806.169 37.584
2 Tanaman bahan makanan lainnya 3 6,5 19,5 576.337 29.556
3 Tanamana pertanian lainnya 3,2 6,5 20,8 1.723.856 82.878
4 Peternakan dan hasil-hasilnya 4 6,5 26 675.784 25.992
5 Kehutanan 4,1 6,5 26,65 141.564 5.312
6 Perikanan 3,6 6,5 23,4 559.574 23.913
7 Pertambangan dan penggalian 4,1 6,5 26,65 661.929 24.838
8 Ind makanan, minuman & tembakau 3,4 6,5 22,1 2.295.138 103.852
9 Industri lainnya 3,5 6,5 22,75 6.500.554 285.739
10 Pengilangan minyak bumi 4 6,5 26 568.815 21.878
11 Listrik, gas dan air bersih 4,2 6,5 27,3 205.175 7.516
12 Bangunan 3,4 6,5 22,1 1.138.991 51.538
13 Perdagangan 3 6,5 19,5 1.785.507 91.564
14 Restoran dan hotel 4,1 6,5 26,65 467.896 17.557
15 Pengangkutan dan komunikasi 3,9 6,5 25,35 1.438.207 56.734
16 Lemb.keu; sewa & jasa perusahaan 3,5 6,5 22,75 849.544 37.343
17 Pemerintahan umum dan pertahanan 3 6,5 19,5 729.823 37.427
18 Jasa-jasa 3,5 6,5 22,75 309.443 13.602
19 Kegiatan yang tak jelas batasannya 3,2 6,5 20,8 13.129 631
Tabel 7. ICOR dan Kebutuhan Investasi
Provinsi Sumatera Utara, Tahun 1990
Sumber: diolah dari Tabel I-O Sumut, 1990
Incremental Capital-Output Ratio (ICOR) merupakan
produktifitas investasi terhadap output . Nilai ICOR
menunjukkan seberapa jauh output akan berubah akibat
adanya modal. Semakin besar nilai ICOR pada suatu sektor
berarti produktifitas investasi sektor tersebut semakin besar.
Jika pemerintah daerah ingin menargetkan pertumbuhan
ekonomi 6,5%, maka:
a) Sektor Listrik, Gas & Air Bersih merupakan sektor yang
empunyai produktivitas investasi yang paling tinggi.
b) Sektor industri lainnya adalah sektor yang membutuhkan
investasi paling banyak, yakni sebesar sekitar 286 Milyar
Rupiah
ICOR dan Kebutuhan Investasi
Analisis Sektor-sektor Unggulan Daerah
Model I-O dengan analisis keterkaitan antar sektor juga dapat
digunakan untuk mengidentifikasi sektor-sektor apa saja yang
potensial untuk dikembangkan lebih lanjut dalam pembangunan
selanjutnya, dan sektor-sektor apa saja yang digolongkan sebagai
sektor tertinggal
Model I-O Provinsi Sumatera Utara Tahun 1990 dapat digunakan untuk
mengidentifikasi sektor-sektor yang mampu mendorong pertumbuhan
sektor-sektor lain dengan cepat atau dikenal dengan istilah ”sektor
unggulan”. Proses identifikasi ini menggunakan analisis keterkaitan antar
sektor, baik berupa keterkaitan ke depan (forward linkages) maupun
keterkaitan ke belakang (backward linkages).
Grafik 5. Pola Keterkaitan Antarsektor
Provinsi Sumatera Utara, Tahun 1990
Sumber: diolah dari Tabel I-O Sumut, 1990
Kuadran I merupakan sektor
unggulan, terdiri dari sektor
pengilangan minyak bumi dan
sektor listrik, gas dan air.
Peningkatan permintaan akhir
pada kedua sektor ini mampu
mendorong pertumbuhan
maupun perkembangan sektor
lain, baik sektor yang
menyuplai input-nya ke kedua
sektor unggulan ini maupun
sektor yang memanfaatkan
output sektor unggulan
tersebut sebagai input dalam
proses produksinya.
Grafik 6. Pola Keterkaitan Antarsektor
Provinsi Sumatera Utara, Tahun 1990
Sumber: diolah dari Tabel I-O Sumut, 1990
Kuadran II merupakan sektor
potensial, yang memiliki
keterkaitan ke belakang yang
tinggi namun memiliki
keterkaitan ke depan rendah
Terdiri dari:
1. sektor peternakan dan hasil-
hasilnya
2. sektor industri makanan,
minuman dan tembakau
3. sektor industri lainnya
4. sektor bangunan
5. sektor restoran dan hotel
6. sektor pengangkutan dan
komunikasi
7. sektor jasa-jasa
Grafik 7. Pola Keterkaitan Antarsektor
Provinsi Sumatera Utara, Tahun 1990
Sumber: diolah dari Tabel I-O Sumut, 1990
Kuadran III merupakan sektor
tertinggal yang memiliki
keterkaitan kedepan dan
kebelakang yang rendah
dengan sektor lainnya.
Terdiri dari:
1.sektor tanaman bahan
makanan lainnya
2.sektor tanaman pertanian
lainnya
3.sektor perikanan
4.sektor perdagangan
5.sektor lembaga keuangan,
sewa dan jasa perusahaan
6.sektor pemerintahan umum
dan pertahanan
Grafik 8. Pola Keterkaitan Antarsektor
Provinsi Sumatera Utara, Tahun 1990
Sumber: diolah dari Tabel I-O Sumut, 1990
Kuadran IV merupakan sektor
potensial, yang memiliki
keterkaitan ke depan yang
tinggi namun memiliki
keterkaitan kebelakang
rendah
Terdiri dari:
1.sektor tanaman padi
2.sektor kehutanan
3.sektor pertambangan dan
penggalian
4.sektor kegiatan yang belum
jelas batasannya
Gambar 1. Porsi Cadangan Minyak Bumi Nasional
Sumber: DESDM
113,34
852,48
596,81
414,03
765,75
60,83
913,09
PAPUA
CADANGAN MINYAK BUMI
NATUNA
MALUKU
136,71
58,02
144,42
NAD
SUMATERA UTARA
SUMATERA TENGAH
SUMATERA SELATAN
JAWA TIMUR
JAWA BARAT SULAWESI
KALIMANTAN
4.163,75
Potensi pertambangan di Provinsi Sumatera Utara:
Minyak dan gas bumi di Pangkalan Brandan, di daerah lepas pantai Selat Malaka, Pulau Nias, dan daerah perbatasan Sumatera Utara dengan Riau;
Perkembangan Sektor Listrik
Perkembangan kelistikkan di Propinsi Sumatera Utara: 1. Adanya Proyek Pembangunan PLTA pada tahun 1990-1993, yakni: Renun dan
Instalasi Kabel Listrik Terkait (Tahap 1); Proyek PLTA Sipansihaporas (E/S); dan Proyek Pembangunan PLTA Renun dan Instalasi Kabel Listrik Terkait
2. Penyediaan prasarana ketenaga listrikan di propinsi ini dilayani oleh Perusahaan Umum Listrik Negara (PLN) Wilayah II, dan sampai dengan tahun 1991 telah menghasilkan daya terpasang sebesar 930 megawatt.
3. Energi listrik yang dihasilkan mengaliri daerah yang ada di Provinsi Sumatera Utara serta beberapa wilayah Aceh.
Angka pengganda
• Analisis angka pengganda mencoba melihat apa yang
terjadi terhadap variabel-variabel endogen, yaitu output
sektoral, apabila terjadi perubahan variabel-variabel
eksogen, seperti permintaan akhir, di perekonomian
Perubahan
variabel eksogen
--- konsumsi, investasi,
pengeluaran pemerintah ---
Perubahan
variabel endogen
--- output/produksi ---
Angka pengganda
(multiplier)
Grafik 6. Alur pikir dampak permintaan akhir terhadap
output, tenaga kerja, dan pendapatan rumah tangga
Tiga macam angka pengganda
Multiplier
Effect
Output
Tenaga kerja
Pendapatan
Angka pengganda output
• Jika ada tambahan final demand sebesar Rp 1 di satu
sektor tertentu (katakan sektor i), berapa besar tambahan
output sektor tersebut?
Rp 1 tambahan final demand di sektor i
--- konsumsi, investasi,
pengeluaran pemerintah ---
Tambahan output
di sektor i
Angka pengganda output
(output multiplier)
Angka pengganda pendapatan
• Jika ada tambahan final demand sebesar Rp 1 di satu sektor tertentu (katakan
sektor i), berapa besar tambahan pendapatan rumah tangga di sektor tersebut?
Rp 1 tambahan final demand di sektor i
--- konsumsi, investasi,
pengeluaran pemerintah ---
Tambahan output
di sektor i
Angka pengganda output
(output multiplier)
Tambahan
pendapatan
rumah tangga
di sektor i
Angka pengganda
pendapatan rumah tangga
(household income multiplier)
• Pendapatan rumah tangga berasal dari penerimaan gaji/upah tenaga kerja – yang
pada gilirannya merupakan proporsi tertentu dari output yang diproduksi
Angka pengganda tenaga kerja
• Jika ada tambahan final demand sebesar Rp 1 di satu sektor tertentu (katakan sektor i), berapa besar tambahan penyerapan tenaga kerja di sektor tersebut?
Rp 1 tambahan final demand di sektor i
--- konsumsi, investasi,
pengeluaran pemerintah ---
Tambahan output
di sektor i
Angka pengganda output
(output multiplier)
Tambahan
serapan
tenaga kerja
di sektor i
Angka pengganda
tenaga kerja
(employment multiplier)
• Terdapat hubungan yang proporsional antara output yang diproduksi dengan jumlah tenaga kerja yang digunakan. Jika kita ketahui besar tambahan output yang akan diproduksi, maka dapat dihitung pula jumlah tenaga kerja yang diperlukan
Tabel 8. Angka Multiplier Output, Pendapatan, & Tenaga Kerja berdasarkan Sektor Provinsi Sumatera Utara, 1990
Rank Kode I-o Nama Sektor Output Pendapatan Tenaga Kerja
1 12 Bangunan 2.00 0.27 0.000 000 362
2 14 Restoran Dan Hotel 1.88 0.19 0.000 000 068
3 9 Industri Lainnya 1.87 0.18 0.000 000 660
4 8 Industri Makanan;Minuman dan Tembakau 1.82 0.14 0.000 000 329
5 18 Jasa-jasa 1.62 0.55 0.000 000 672
6 10 Pengilangan Minyak Bumi 1.61 0.05 0.000 000 002
7 15 Pengangkutan Dan Komunikasi 1.59 0.31 0.000 000 288
8 4 Peternakan Dan Hasil-hasilnya 1.52 0.22 0.000 000 241
9 11 Listrik, Gas Dan Air Bersih 1.47 0.16 0.000 000 013
10 6 Perikanan 1.34 0.14 0.000 000 083
11 2 Tanaman Bahan Makanan Lainnya 1.26 0.17 0.000 013 171
12 16 Lemb.Keu; Sewa & Jasa Perusahaan 1.26 0.20 0.000 000 048
13 5 Kehutanan 1.22 0.18 0.000 000 042
14 3 Tanaman Pertanian Lainnya 1.20 0.30 0.000 000 264
15 13 Perdagangan 1.15 0.17 0.000 000 725
16 1 Padi 1.14 0.22 0.000 000 617
17 7 Pertambangan Dan Penggalian 1.05 0.04 0.000 000 042
18 17 Pemerintahan Umum Dan Pertahanan 1.00 0.95 0.000 000 142
19 19 Kegiatan Yang Tak Jelas Batasannya 1.00
Rata-rata 1.42 0.25 0.000 000 987
Catatan: Peringkat diurutkan berdasarkan output
Sumber: diolah dari Tabel I-O Sumut, 1990
Grafik 9. Multiplier Output Menurut Sektor:
Provinsi Sumatera Utara 1990
1.42
0.000.200.400.600.801.001.201.401.601.802.00
0.000.200.400.600.801.001.201.401.601.802.00
Mu
ltip
lie
r O
utp
ut
Sektor Sumber: diolah dari Tabel I-O Sumut, 1990
Rata-rata multiplier output Sumatra Utara sebesar 1,42.
Artinya, jika terjadi kenaikan permintaan akhir rata-rata suatu sektor
sebesar 1 unit maka akan menyebabkan peningkatan output
perekonomian secara keseluruhan sebesar 1,42 unit
Multiplier Output.......
Multiplier output tinggi atau diatas rata-rata, sebagai pemicu pertumbuhan output
perekonomian:
Terdiri dari: sektor bangunan (2,00), sektor restoran dan hotel (1,88), sektor
industri lainnya (1,87), sektor industri makanan, minuman dan tembakau (1,82),
sektor jasa-jasa (1,62), sektor pengilangan minyak bumi (1,61), sektor pengakutan
dan komunikasi (1,59), sektor peternakan dan hasil-hasilnya (1,52) serta sektor
listrik, gas dan air (1,47).
Multiplier output rendah atau dibawah rata-rata
Terdiri dari: sektor perikanan (1,34), sektor tanaman bahan makanan lainnya (1,26),
sektor lembaga keuangan, sewa dan jasa perusahaan (1,26), sektor kehutanan (1,22),
sektor tanaman pertanian lainnya (1,20), sektor perdagangan (1,15), sektor tanaman
padi (1,14), sektor pertambangan dan penggalian (1,05), sektor pemerintahan umum
dan pertahanan (1,00) dan sektor kegiatan yang tak jelas batasannya (1,00)
Multiplier Output.......
Sektor bangunan merupakan sektor yang memiliki
multiplier output paling tinggi (2,00) dan memiliki potensi
paling besar dalam menunjang pertumbuhan output
perekonomian daerah.
Multiplier sektor bangunan sebesar 2,00 artinya bahwa jika
terjadi kenaikan permintaan akhir sebesar 1 unit pada
sektor bangunan maka akan menyebabkan peningkatan
output perekonomian secara keseluruhan sebesar 2 unit.
Grafik 10. Struktur Perekonomian Sumatera Utara
PDRB 1990 atas dasar harga konstan 1993
3 besar sektor penyumbang
terbesar struktur
perekonomian di Sumatera
Utara tahun 1990:
1. sektor pertanian (25,82%)
2. sektor industri (25,54%)
3. sektor perdagangan, hotel
dan restoran 18,34%
Pertanian 25.82%
Tambang dan Galian
2.56%
Industri 25.54%
Lisrik, Air dan Gas 0.93%
Bangunan 4.37%
Perdagangan, hotel dan restoran 18.34%
Angkutan dan
komunikasi 8.83%
Bank dan lembaga keuangan
bukan bank 7.10% Jasa-jasa
6.51%
Sumber: BPS Prov. Sumatera Utara, 1990
Multiplier output...
Meski sektor pengilangan minyak bumi dan sektor listrik, gas dan air
merupakan sektor unggulan namun tidak banyak memberi sumbangan
terhadap struktur perekonomian PDRB Sumut 1990.
Sumbangan sektor pengilangan minyak bumi termasuk dalam bagian
tambang dan penggalian yang besar sumbangannya terhadap total PDRB
Sumut hanya sebesar 2,56% dan sumbangan sektor listrik, air dan gas
hanya sebesar 0,93%.
Sektor bangunan merupakan sektor yang memiliki multiplier output
paling tinggi (2,00) dan memiliki potensi paling besar dalam menunjang
pertumbuhan output perekonomian daerah, namun ternyata hanya
berkontribusi membangun struktur perekonomian PDRB Sumut 1990
sebesar 4,37%.
Grafik 11. Multiplier Pendapatan Menurut Sektor:
Provinsi Sumatera Utara 1990
0.25
0.000.100.200.300.400.500.600.700.800.901.00
0.000.100.200.300.400.500.600.700.800.901.00
Mu
ltip
lie
r P
en
da
pa
tan
Sektor
Sumber: diolah dari Tabel I-O Sumut, 1990
Rata-rata multiplier pendapatan Sumatra Utara sebesar 0,25.
Artinya, jika terjadi kenaikan permintaan akhir suatu sektor sebesar
Rp 1 juta maka peningkatan pendapatan dalam perekonomian akan
meningkat sebesar Rp 250 ribu.
Multiplier Pendapatan.....
Multiplier pendapatan tinggi atau diatas rata-rata
Sektor penyumbang peningkatan pendapatan dalam perekonomian
didominasi oleh sektor tersier yaitu sektor pemerintahan umum dan
pertahanan (0,95), sektor jasa-jasa (0,55), sektor pengangkutan dan
komunikasi (0,31), disusul oleh sektor primer yakni sektor tanaman
pertanian lainnya (0,31), dan sektor sekunder dari sektor bangunan
(0,27).
Sektor pemerintahan umum dan pertahanan memiliki multiplier
pendapatan yang paling besar yaitu 0,95. Artinya jika terdapat
peningkatan permintaan akhir pada sektor ini sebesar Rp 1 juta
maka peningkatan pendapatan dalam perekonomian akan meningkat
sebesar Rp 950 ribu.
Grafik 12. Multiplier Tenaga Kerja Menurut Sektor:
Sumatera Utara 1990
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00E+00
2.00E-06
4.00E-06
6.00E-06
8.00E-06
1.00E-05
1.20E-05
1.40E-05
Ta
nam
an
bah
an m
aka
na
nla
inn
ya
Pe
rda
ga
nga
n
Jasa
-ja
sa
Ind
ustr
i la
inn
ya
Pa
di
Ba
ngu
nan
Ind
ustr
i m
ak;m
in;u
man
da
nte
mb
aka
u
Pe
nga
ngku
tan d
an
kom
un
ika
si
Ta
nam
an
a p
ert
an
ian
la
inn
ya
Pe
tern
aka
n d
an
hasil-
ha
siln
ya
Pe
me
rin
taha
n u
mum
da
np
ert
ah
ana
n
Pe
rika
nan
Re
sto
ran
da
n h
ote
l
Lem
b.k
eu;
sew
a &
jasa
peru
sa
ha
an
Kehuta
nan
Pe
rta
mb
an
gan
da
np
en
gga
lian
Lis
trik
, g
as d
an a
ir b
ers
ih
Pe
ngila
nga
n m
inyak b
um
i
Ke
gia
tan y
an
g ta
k je
las
bata
sa
nn
ya
Mu
ltip
lie
r Te
nag
a K
erj
a
Sektor Sumber: diolah dari Tabel I-O Sumut, 1990
Rata-rata multiplier tenaga kerja Sumatra Utara sebesar 9,87 x 107
Artinya, jika terjadi kenaikan permintaan akhir di sektor ini sebesar 10 juta
unit maka secara rata-rata akan mampu menciptakan 9-10 unit lapangan
pekerjaan baru.
Multiplier Tenaga Kerja......
Sumber: diolah dari Tabel I-O Sumut, 1990
Sektor tanaman bahan makanan lainnya, satu-satunya
sektor yang multiplier tenaga kerjanya tinggi di atas
rata-rata sebesar 1,3171 x 105
Artinya, jika terjadi kenaikan 1 juta unit permintaan
akhir terhadap sektor ini maka akan mampu
menciptakan 13 unit lapangan pekerjaan baru.
Tabel 9. Multiplier Tenaga Kerja Menurut Sektor:
Sumatera Utara 1990
Sumber: diolah dari Tabel I-O Sumut, 1990
Sektor primer dari
subsektor tanaman bahan
makanan lainnya masih
mendominasi penciptaan
peluang kerja baru di
Provinsi Sumatera Utara.
Disusul oleh sektor tersier
yaitu pedagangan dan
jasa-jasa.
Sektor sekunder seperti
sektor industri yang
diharapkan mampu
menyerap lebih banyak
tenaga kerja ternyata
hanya menempati urutan
ke 4 dan 7.
Rank Kode I-o Nama Sektor Multiplier Tenaga
Kerja
1 2 Tanaman bahan makanan lainnya 0.000013171
2 13 Perdagangan 0.000000725
3 18 Jasa-jasa 0.000000672
4 9 Industri lainnya 0.000000660
5 1 Padi 0.000000617
6 12 Bangunan 0.000000362
7 8 Industri makanan;minuman & tembakau 0.000000329
8 15 Pengangkutan dan komunikasi 0.000000288
9 3 Tanaman pertanian lainnya 0.000000264
10 4 Peternakan dan hasil-hasilnya 0.000000241
11 17 Pemerintahan umum dan pertahanan 0.000000142
12 6 Perikanan 0.000000083
13 14 Restoran dan hotel 0.000000068
14 16 Lemb.keu; sewa & jasa perusahaan 0.000000048
15 5 Kehutanan 0.000000042
16 7 Pertambangan dan penggalian 0.000000042
17 11 Listrik, gas dan air bersih 0.000000013
18 10 Pengilangan minyak bumi 0.000000002
19 19 Kegiatan yang tak jelas batasannya
RATA-RATA 0.000000987
Tabel 10. Multiplier Tenaga Kerja Menurut Sektor:
Sumatera Utara 1990
Sumber: diolah dari Tabel I-O Sumut, 1990
Rata-rata multiplier
tenaga kerja Sumatra
Utara sebesar 9,87 x 107
Sektor tanaman bahan
makanan lainnya, satu-
satunya sektor yang
multiplier tenaga kerjanya
tinggi di atas rata-rata
sebesar 1,3171 x 105
Artinya, jika terjadi
perubahan permintaan
akhir di sektor ini sebesar
Rp 1.000.000,00 maka
akan menyebabkan
perubahan jumlah tenaga
kerja yang dibutuhkan
sebanyak 13 orang.
Rank Kode I-o Nama Sektor Multiplier Tenaga
Kerja
1 2 Tanaman bahan makanan lainnya 0.000013171
2 13 Perdagangan 0.000000725
3 18 Jasa-jasa 0.000000672
4 9 Industri lainnya 0.00000066
5 1 Padi 0.000000617
6 12 Bangunan 0.000000362
7 8 Industri makanan;minuman & tembakau 0.000000329
8 15 Pengangkutan dan komunikasi 0.000000288
9 3 Tanaman pertanian lainnya 0.000000264
10 4 Peternakan dan hasil-hasilnya 0.000000241
11 17 Pemerintahan umum dan pertahanan 0.000000142
12 6 Perikanan 0.000000083
13 14 Restoran dan hotel 0.000000068
14 16 Lemb.keu; sewa & jasa perusahaan 0.000000048
15 5 Kehutanan 0.000000042
16 7 Pertambangan dan penggalian 0.000000042
17 11 Listrik, gas dan air bersih 0.000000013
18 10 Pengilangan minyak bumi 0.000000002
19 19 Kegiatan yang tak jelas batasannya
RATA-RATA 0.000000987
Ada Apa Dengan Tabama Lainnya?
- Sektor tabama lainnya merupakan sektor dengan multiplier
tenaga kerja yang tinggi. Hal ini karena sektor ini berbasis
pada ekonomi rakyat dan merupakan penggerak roda
perekenomian tertinggi di sumatera utara, yang didukung
dengan data bahwa kontribusi sektor pertanian terhadap
PDRB sangat tinggi, mencapai 25,82 persen.
- Sektor tabama lainnya merupakan sektor yang dapat
mendorong peningkatan tenaga kerja di sektor lainnya.
Dalam distribusi output sektor tabama sangat
membutuhkan sektor perdagangan dan sektor angkutan,
sehingga menyebabkan penyerapan tenaga kerja di kedua
sektor tsb besar, seperti gambar berikut:
Kondisi Ketenagakerjaan
Tanaman bahan makanan lainnya seperti jagung, ubi jalar, kacang
kedelai, kacang hijau, kacang tanah dll
Tabel 11. Penduduk Bekerja Menurut Lapangan Usaha Propinsi Sumatera Utara Tahun 1990
Sumber: diolah dari BPS, 1990
Lapangan Usaha Sumatera
Utara
Pertanian, dll 166.735
Pertambangan, dll 8.456
Industri 176.607
Listrik, air, gas 379.430
Bangunan 182.862
Perdagangan 2.263.998
Angkutan, dll 611.428
Keuangan, dll 1.454
Jasa
kemasyarakatan 29.359 Pertanian, dll 4.36%
Pertambangan, dll
0.22%
Industri 4.62%
Listrik, air, gas 9.93%
Bangunan 4.79%
Perdagangan 59.26%
Angkutan, dll 16.00%
Keuangan, dll 0.04%
Jasa kemasyarakatan
0.77%
Grafik 13. Persentase Penduduk Bekerja Menurut Lapangan Usaha Propinsi Sumatera Utara
Tahun 1990
Hubungan
Keterkaitan antar
sektor dan multiplier
Sektor yang memiliki keterkaitan
tinggi tidak selalu memiliki multiplier
yang tinggi
Tabel 12. Korelasi Pearson Linkage dan
Multiplier Sumatera Utara 1990
Secara statistik
dapat dilihat
bahwa tidak ada
korelasi yang
signifikan antara
forward lingkage
dengan multiplier
output, income
dan multiplier
tenaga kerja
Adanya
keterkaitan ke
belakang akan
menyebabkan
peningkatan
output pada
sektor-sektor
hilirnya. Sumber: diolah dari Tabel I-O Sumut, 1990
Tabel 13. Korelasi Rank Spearman Linkage
dan Multiplier Sumatera Utara 1990
Dari sisi peringkat juga dapat dilihat bahwa peringkat nilai forward
lingkage dan backward lingkage yang tinggi tidak selalu disertai
dengan peringkat multiplier yang tinggi pula dan sebaliknya
Sumber: diolah dari Tabel I-O Sumut, 1990
Sektor Unggulan
Multiplier
output
tinggi
Multiplier
pendapatan
rendah
Multiplier
tenaga kerja
rendah
Sektor pengilangan minyak bumi dan
Sektor listrik, gas dan air bersih
Memiliki keterkaitan ke depan dan ke belakang
tinggi
Sektor
unggulan
Tabel 14. Sektor Unggulan Sumatera Utara 1990
Kode Sektor BL FL Kategori MO MI MT
10 Pengilangan minyak bumi tinggi tinggi unggulan tinggi rendah rendah
11 Listrik, gas dan air bersih tinggi tinggi unggulan tinggi rendah rendah
Kedua sektor tsb meskipun memiliki keterkaitan yang erat dengan sektor
lain, namun multiplier income dan multiplier tenaga kerja yang rendah. Hal
ini setidaknya menunjukkan 3 hal yaitu : enclave economy, kebocoran
income dan sektor padat modal
Sumber: diolah dari Tabel I-O Sumut, 1990
1. Sektor pengilangan minyak bumi bersifat “enclave
economi”, dimana manfaatnya hanya dirasakan
orang tertentu saja (dalam hal ini wilayah terdekat
disekitar sektor tersebut).
2. Terjadi “kebocoran” income yang dihasilkan sektor
tsb, terutama sektor pengilangan minyak bumi.
Kebocoran seperti itu sering terjadi pada sektor yang
berbasis natural resources dimana produksinya
memerlukan kualifikasi tertentu baik dari sisi SDM,
teknologi maupun pasar sehingga tenaga kerja
berasal dari daerah lain diikuti dengan larinya income
ke luar.
3. Kedua sektor tersebut tidak bersifat padat karya
karena multiplier tenaga kerjanya rendah tapi
memiliki multiplier output yang tinggi. Berdasarkan
data PDRB tahun 1990 Sumatera Utara, sektor
pertambangan tumbuh 8,89 persen dan sektor
listrik, gas dan air tumbuh 8,95 persen. Namun
penyerapan tenaga kerja di sektor pertambangan
hanya mencapai 0,22 persen sedangkan sektor
listrik gas air hanya 10 persen. Bahkan jika
dijumlahkan pun hasilnya tidak lebih besar
dibandingkan sektor angkutan dan sektor
perdagangan.
Sektor potensial
Keterkaitan ke belakang tinggi
Keterkaitan ke depan rendah
Sektor peternakan dan hasil-hasilnya; sektor
industri makanan, minuman dan tembakau; sektor
industri lainnya; serta sektor restoran dan hotel
Tabel 15. Sektor Potensial Sumatera Utara 1990 (1)
Kode Sektor BL FL Kategori MO MI MT
4 Peternakan dan hasil-hasilnya tinggi rendah potensial tinggi rendah rendah
8 Industri mak, min dan tembakau tinggi rendah potensial tinggi rendah rendah
9 Industri lainnya tinggi rendah potensial tinggi rendah rendah
12 Bangunan tinggi rendah potensial tinggi tinggi rendah
14 Restoran dan hotel tinggi rendah potensial tinggi rendah rendah
15 Pengangkutan dan komunikasi tinggi rendah potensial tinggi tinggi rendah
18 Jasa-jasa tinggi rendah potensial tinggi tinggi rendah
Sumber: diolah dari Tabel I-O Sumut, 1990
1. Sektor-sektor yang memiliki BL tinggi ternyata memiliki multiplier output tinggi pula karena secara otomatis keterkaitan ke belakang akan menciptakan output pada sektor hulunya.
2. Multiplier tenaga kerja yang diciptakan sektor-sektor potensial ini rendah. Artinya peningkatan permintaan akhir pada sektor-sektor ini tidak menyerap tenaga kerja cukup banyak
3. Sektor bangunan, pengangkutan dan komunikasi serta sektor jasa-jasa memiliki multiplier income yang tinggi. Ketiga sektor ini merupakan sektor kunci dalam perekonomian. Seluruh sektor perekonomian pasti membutuhkan sektor bangunan serta sektor pengangkutan dan komunikasi.
Sektor Potensial
Multiplier
pendapatan
rendah
Multiplier
tenaga kerja
rendah
Multiplier
output
rendah
Keterkaitan ke
depan tinggi dan
ke belakang
rendah
Sektor tanaman padi, sektor kehutanan, sektor pertambangan dan
penggalian serta sektor kegiatan yang tidak jelas
batasannya.
Tabel 16. Sektor Potensial Sumatera Utara 1990 (2)
Kode Sektor BL FL Kategori MO MI MT
1 Padi rendah tinggi potensial rendah rendah rendah
5 Kehutanan rendah tinggi potensial rendah rendah rendah
7 Pertambangan dan
penggalian rendah tinggi potensial rendah rendah rendah
19 Kegiatan yang tak jelas
batasannya rendah tinggi potensial rendah rendah rendah
Sumber: diolah dari Tabel I-O Sumut, 1990
1. Sektor – sektor potensial ini memiliki karakteristik yang sama yaitu sektor primer Meskipun memiliki keterkaitan ke depan yang tinggi, namun dampak yang ditimbulkan terhadap output, income dan penyerapan tenaga kerja tidak terlalu besar.
2. Ini menunjukkan bahwa hasil sektor primer tersebut dipasarkan/dikonsumsi langsung dalam bentuk mentah (tidak diolah lebih lanjut) sehingga tidak memberikan peningkatan nilai tambah yang tinggi (multiplier income, output dan tenaga kerja), sebagaimana terlihat dari direct FL yang rendah.
3. Sektor kehutanan memiliki FL yang tinggi karena output sektor ini dibutuhkan sebagai input bagi sektor lainnya. Sedangkan multiplier outputnya rendah karena adanya regulasi pembatasan ekploitasi sektor kehutanan sehingga ouputnya rendah diikuti income yang rendah dan penyerapan tenaga kerja yang rendah.
Keterkaitan ke
depan dan ke
belakang
rendah
Multiplier
Output
Rendah
Sebagian
Memiliki
Multiplier
Pendapatan
Tinggi
Sebagian
Memiliki
Multiplier
Tenaga Kerja
Tinggi
Sektor Tertinggal
Kelompok sektor tertinggal yang memiliki
keterkaitan kedepan dan kebelakang rendah di
bawah rata-rata secara umum tidak ada yang
memiliki multiplier output tinggi. Hanya ada
beberapa sektor yang memiliki multiplier
pendapatan tinggi atau multiplier tenaga kerja
yang tinggi atau bahkan tidak memiliki multiplier
tinggi sama sekali.
Sektor tertinggal seperti sektor tanaman
pertanian lainnya dan sektor pemerintahan
umum dan pertahanan merupakan sektor
dengan multiplier pendapatan tinggi.
Sektor tertinggal tanaman bahan makanan
lainnya memiliki multiplier tenaga kerja tinggi.
sektor tertinggal lainnya yaitu sektor perikanan;
sektor perdagangan; serta sektor lembaga
keuangan, sewa dan jasa perusahaan
merupakan sektor tertinggal yang memiliki ketiga
multiplier yang semuanya rendah.
Tabel 17. Sektor Tertinggal Sumatera Utara 1990
Kode Sektor BL FL kategori MO MI MT
2 Tanaman bahan makanan
lainnya rendah rendah tertinggal rendah rendah tinggi
3 Tanamana pertanian lainnya rendah rendah tertinggal rendah tinggi rendah
6 Perikanan rendah rendah tertinggal rendah rendah rendah
13 Perdagangan rendah rendah tertinggal rendah rendah rendah
16 Lemb.keu; sewa & jasa
perusahaan rendah rendah tertinggal rendah rendah rendah
17 Pemerintahan umum dan
pertahanan rendah rendah tertinggal rendah tinggi rendah
Sumber: diolah dari Tabel I-O Sumut, 1990
1. Sektor tanaman bahan makanan lainnya memiliki keterkaitan dengan sektor lainnya yang lemah karena input yang dibutuhkan hanya menyangkut pembibitan dan pemupukan. Output dari sektor ini umumnya juga dipasarkan secara langsung tanpa pengolahan lebih lanjut sehingga keterkaitan ke depannya rendah. Demikian juga dengan multiplier output dan income-nya rendah.
2. Disisi lain peningkatan permintaan akhir pada sektor ini memberikan multiplier tenaga kerja yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa sektor ini merupakan penyokong ekonomi kerakyatan dan bersifat padat karya. Termasuk dalam kelompok sektor ini adalah jagung, ketela pohon, ketela rambat, umbi-umbian, kacang tanah, kacang kedele, kacang-kacangan lainnya, sayur-sayuran, dan buah-buahan.
3. Sektor pertanian lainnya yaitu antara lain perkebunan dan peternakan juga memiliki keterkaitan yang rendah namun memiliki multiplier income yang tinggi. Ini didukung dengan keberadaan perkebunan swasta dan BUMN yang utamanya memproduksi karet, sawit dan coklat dan merupakan komoditas ekspor ke luar negeri.
4. Sektor pemerintahan umum dan pertahanan juga memiliki keterkaitan yang rendah namun multiplier income tinggi. Salah satu subsektor jasa yang berperan adalah sub sektor jasa pemerintahan umum. Tentu ketika terjadi peningkatan output di sektor ini akan menyebabkan peningkatan income secara keseluruhan
5. Sektor perikanan, sektor perdagangan dan sektor lembaga keuangan, penyewaan dan jasa perusahaan merupakan sektor yang terbelakang dan memiliki multiplier yang rendah. Sektor perdagangan dan perikanan merupakan sektor yang sangat dekat dengan konsumsi akhir sehingga memiliki nilai keterkaitan ke depan dan multipliernya rendah.
6. Sektor lembaga keuangan di Sumatera Utara ternyata belum bisa menjadi pendorong bagi perekonomian karena karena memiliki keterkaitan dan multiplier yang rendah.
7. Bagi Sumatera Utara, ketiga sektor ini tidak dapat diandalkan untuk meningkatkan perekonomian.
Grafik 14. Multidimensional Scalling Sektor Sumatera Utara 1990
Sumber: diolah dari Tabel I-O Sumut, 1990
1. Gambar tersebut menunjukkan berbagai nilai yang berbeda yang terhubung dengan sumbu pusat. Posisi paling dekat dengan pusat mengindikasikan sektor rendah sedangkan titik luar menunjukkan sektor yang paling tinggi.
2. Sektor kegiatan yang belum jelas batasannya berada paling luar karena memiliki forward effect yang sangat besar. Ini menunjukkan bahwa sektor informal di Sumatera Utara memegang peranan yang cukup penting dalam perekonomian karena sektor ini cukup berperan dalam menyediakan input bagi sektor lainnya.
3. Sektor bangunan juga merupakan sektor yang penting bagi Sumatera Utara. Selain potensial sekotor ini juga memiliki keterkaitan kebelakang tinggi. Disisi lain sektor ini juga memiliki dampak untuk meningkatkan output dan income yang tinggi pada sektor lain.
4. Sektor lainnya yang juga penting adalah sektor hotel dan restoran karena multiplier output yang diciptakan cukup tinggi.
Kesimpulan 1. Sektor yang memiliki keterkaitan tinggi adalah sektor yang terkait dengan
energi dan merupakan input bagi sektor lainnya. Sektor ini juga menggunakan teknologi yang tinggi sehingga penyerapan tenaga rendah dan sehingga secara umum menghasilkan income total yang rendah. Kedua sektor ini juga membutuhkan kualifikasi tenaga kerja tertetu sehingga tenaga kerja banyak di ambil dari luar daerah.
2. Sektor-sektor yang terkait dengan konsumsi akhir akan menciptakan multiplier output yang rendah.
3. Sumatera Utara tidak memiliki sektor yang memiliki dampak mutiplier tinggi secara simultan baik income, output ataupun tenaga kerja.
4. Sektor yang sangat potensial untuk dikembangkan di Sumatera Utara adalah sektor bangunan, sektor pengangkutan dan komunikasi serta sektor jasa-jasa karena selain memiliki keterkaitan ke depan tinggi juga memiliki multiplier output dan income tinggi
5. Sektor perikanan, sektor perdagangan dan sektor lembaga keuangan, persewaan dan jasa perusahaan merupakan sektor yang kronis karena memiliki keterkaitan dan dampak multiplier yang rendah.
Implikasi Kebijakan
1. Pemerintah daerah harus tetap menjaga iklim investasi sehingga sektor-sektor unggulan dapat berkembang dengan baik, terkait dengan sektor minyak bumi dan sektor lembaga keuangan,
2. Pemerintah harus menjaga distribusi produksi sektor tanaman bahan makanan karena sektor ini merupakan sektor ekonomi rakyat dan terkait erat dengan sektor lainnya.
3. Meskipun sektor kehutanan merupakan sektor potensial, pemerintah tetap harus menjaga regulasi eksploitasi hutan agar pembangunan tetap pro-environment.
الحمد لله رب العالمين