revisi makalah metpen kelompok 7
TRANSCRIPT
MAKALAH METODOLODI PENELITIAN
UJI INSTRUMEN dan UJI ASUMSI KLASIK
Disusun oleh :
Choirunnisa (105020201111004)
Yoseva Maria P.R (105020201111041)
Agata Rahmi P. (105020203111003)
Fransisca Alfarah G. (105020200111093)
Jurusan Manajemen
Fakultas Ekonomi
Universitas Brawijaya
2011 -2012
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Swt., Tuhan Semesta Alam.Shalawat dan salam semoga
senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad Saw., keluarga , sahabat, serta para
pengikutnya hingga akhir zaman nanti.
Makalah ini dibuat dengan tujuan sebagi bahan pembelajaran atau latihan penulis
dalam memahami Uji Instrumen dan Uji Asumsi Klasik dalam pembuatan skripsi dsb.
Penulis mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah diberi
kemudahan dalam menyelesaikan makalah ini, dari proses awal sampai akhir.Dan juga
kepada Bapak Ahmad Sudiro , atas bimbingannya serta arahan dalam pembuatan makalah
ini, sehingga makalah ini bisa selesai tepat pada waktunya. Yang terakhir kepada Teman-
teman semua yang telah membantu dalam menyelesaiakan makalah ini.
Penulis juga memohon kritik serta saran yang membangun untuk makalah ini,
karena penulis yakin masih ada banyak kekurangan dalam proses pembuatan makalah ini.
Malang, 24 April 2012
Penulis
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ………………………………………………………………………….……...2
Daftar Isi ………………………………………………………………………………………...3
Bab I Pendahuluan ……………………………………………………………………………..4
1.1 Latar Belakang……………………………………………………………………….4
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………………...4
1.3 Tujuan………………………………………………………………………………....5
Bab II Pembahasan …………………………………………………………..…………….…..6
2.1 Uji Asumsi Klasik ……………………………………………………………….….6
2.2 10 Asumsi yang ada dalam Asumsi Klasi……………………….……………….6
2.3 Uji Normalitas ……………………………………………………………………...9
2.4 Uji Autokorelasi………….………………………………………………………...11
2.5 Uji Multikolinearitas…………………………………………………………….…12
2.6 Uji Heterokdisitas…………………………………………………………………14
2.7 Uji Linearitas ………………………………………………………………….…..15
2.8 Uji Instrumen ( Reabilitas )………………………………………………………15
2.9 Uji Instrumen ( Validitas )………………………………………………………...18
Bab III Penutup ………………………………………………………………………………..23
Kesimpulan……………………………………………………………………………………..23
3
Bab. 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengujian asumsi klasik diperlukan untuk mengetahui apakah hasil estimasi regresi
yang dilakukan benar-benar bebas dari adanya gejala heteroskedastisitas, gejala
multikolinearitas, dan gejala autokorelasi. Model regresi akan dapat dijadikan alat estimasi
yang tidak bias jika telah memenuhi persyaratan BLUE (best linear unbiased estimator)
yakni tidak terdapat heteroskedastistas, tidak terdapat multikolinearitas, dan tidak terdapat
autokorelasi ( Sudrajat 1988 : 164). Jika terdapat heteroskedastisitas, maka varian tidak
konstan sehingga dapat menyebabkan biasnya standar error. Jika terdapat multikolinearitas,
maka akan sulit untuk mengisolasi pengaruh-pengaruh individual dari variabel, sehingga
tingkat signifikansi koefisien regresi menjadi rendah. Dengan adanya autokorelasi
mengakibatkan penaksir masih tetap bias dan masih tetap konsisten hanya saja menjadi
tidak efisien.
Dalam makalah ini, penulis membahas terkait asumsi klasik, autokorelasi, dan
multikolinearitas.Sebagaimana halnya setiap pengujian hipotesis dalam statistic , kita akan
mencoba mengetahui apakah nilai parameter-parameter yang ditaksir dalam model regresi
cocok dengan nilai yang dihipotesiskan dari parameter-parameter tersebut.Kita akan
membahas mengapa kita menggunakan Model Regeresi Linear Klasik.
Tentang Multikolinearitas mencoba menentuka apa yang terjadi jika dua variable
penjelas atau lebih berkorelasi.Ingat kembali salah satu asumsi CRLM mengenai variable –
variable penjelas yang tidak memiliki hubungan – hubungan linear sempurna diantara
mereka.Ini menunjukkan bahwa sepanjang variable-variable penjelas tidak berhubungan
linear sempurna , menaksir kuadrat terkecil biasa ( OLS ) masih menjadi penafsir tak bias
linear terbaik (BLUE-best linear unbiased estimator ).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud dengan asumsi klasik ?
2. Apa saja yang menjadi bagian dari Asumsi Klasik ?
3. Apa yang di maksud dengan Uji Normalitas ?
4. Apa yang di maksud Uji Autokorelasi ?
5. Apa yang di maksud Uji Multikolinearitas ?
4
6. Apa yang di maksud Uji Heteroksiditas ?
7. Apa yang dimaksud Uji Linearitas ?
8. Apa yang di maksud dengan reabilitas dan Validitas ?
9. Bagaimana Pengujian secara Eksternal dilakukan ?
10. Bagaimana Pengujian secara Internal dilakukan ?
1.3 Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui maksud dari Asumsi Klasik.
2. Untuk mengetahui apa saja yang menjadi bagian dari asumsi klasik.
3. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan uji Normalitas.
4. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan uji Autokorelasi.
5. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan uji Multikolinearitas.
6. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan uji Heterokdisitas.
7. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan uji Linearitas.
8. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan reabilitas dan validitas.
9. Untuk mengetahui bagaimana pengujian secara eksternal dan internal itu dapat
dilakukan .
5
Bab. II PEMBAHASAN
2.1 Uji Asumsi Klasik
A. Pengertian Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik adalah persyaratan statistik yang harus dipenuhi pada analisis regresi
linear berganda yang berbasis ordinary least square (OLS). Jadi analisis regresi yang tidak
berdasarkan OLS tidak memerlukan persyaratan asumsi klasik, misalnya regresi logistik
atau regresi ordinal. Demikian juga tidak semua uji asumsi klasik harus dilakukan pada
analisis regresi linear, misalnya uji multikolinearitas tidak dilakukan pada analisis regresi
linear sederhana dan uji autokorelasi tidak perlu diterapkan pada data cross sectional.
Uji asumsi klasik juga tidak perlu dilakukan untuk analisis regresi linear yang bertujuan
untuk menghitung nilai pada variabel tertentu. Misalnya nilai return saham yang dihitung
dengan market model, atau market adjusted model. Perhitungan nilai return yang
diharapkan dapat dilakukan dengan persamaan regresi, tetapi tidak perlu diuji asumsi klasik.
Uji asumsi klasik yang sering digunakan yaitu uji multikolinearitas, uji
heteroskedastisitas, uji normalitas, uji autokorelasi dan uji linearitas. Tidak ada ketentuan
yang pasti tentang urutan uji mana dulu yang harus dipenuhi. Analisis dapat dilakukan
tergantung pada data yang ada. Sebagai contoh, dilakukan analisis terhadap semua uji
asumsi klasik, lalu dilihat mana yang tidak memenuhi persyaratan. Kemudian dilakukan
perbaikan pada uji tersebut, dan setelah memenuhi persyaratan, dilakukan pengujian pada
uji yang lain.
Uji asumsi klasik merupakan terjemahan dari clasical linear regression model (CLRM)
yang merupakan asumsi yang diperlukan dalam analisis regresi linear dengan ordinary least
square (OLS). Sebagai informasi, semua ini berkat kejeniusan seorang matematikawan
Jerman bernama Carl Friedrich Gauss.
CLRM juga sering disebut dengan The Gaussian Standard, yang sebenarnya terdiri dari
10 item. Akan tetapi, yang sering kita jumpai dalam berbagai penelitian, atau berbagai buku
statistik terapan mungkin hanya 4 atau 5 saja. Mengapa? Berikut sedikit uraian tentang 10
item tersebut.
1. Asumsi 1: Linear Regression Model.
Model regresi haruslah linear, meskipun bisa saja sebenarnya variabel terikat Y
dengan variabel bebas X tidak linear. Istilah linear sebenarnya ada dua macam, yaitu
linearitas pada variabel dan linearitas pada parameter.
Yang disebut dengan linearitas pada variabel adalah jika digambarkan dalam grafik
maka akan berbentuk garis lurus. Misalnya persamaan Y = a + bX. Seandainya
6
persamaannya adalah Y = a + b X^2 maka disebut tidak linear, karena jika digambarkan
dalam grafik tidak membentuk garis lurus.
Atau secara umum dapat dikatakan jika X mempunyai pangkat 1. Sedangkan
linearitas pada parameter adalah merujuk kepada koefisiennya yaitu b. Jadi persamaan Y =
a + b X^2 dapat disebut linear jika koefisien b mempunyai pangkat 1. Asumsi yang
diperlukan dalam regresi linear adalah linearitas pada parameter, bukan linearitas pada
variabel.
2. Asumsi 2: X values are fixed in repeated sampling.
Nilai variabel X diasumsikan stokastik atau dianggap tetap dalam sampel yang
berulang. Misalnya ada 7 data yang akan dianalisis dengan regresi (ini hanya contoh saja,
karena regresi dengan 7 data tampaknya terlalu sedikit).
Gaji (juta) Pengeluaran (juta)
3 2,5
3 2
3 3
4 3
4 2,5
5 4,5
5 4
Jadi misalnya ambil nilai tetap untuk X, yaitu gaji 3 juta maka sampel pertama
mempunyai pengeluaran 2,5 juta. Lalu ambil lagi sampel kedua dengan gaji 3 juta maka
pengeluarannya adalah 2 juta. Demikian seterusnya untuk sampel dengan gaji 4 juta dan 5
juta. Jadi nilai X dianggap tetap pada sampel yang berulang. (dalam regresi lanjut, dapat
diasumsikan bahwa X tidak stokastik).
3. Asumsi 3: Zero mean value of disturbance ui
Nilai Y hasil prediksi dengan model regresi tentunya mempunyai kesalahan atau
tidak tepat sama dengan nilai Y pada data. Selisihnya sering disebut dengan disturbance
dan sering disimbolkan dengan u. Nilai ini harus mempunyai rata-rata sama dengan 0
(eksak). Ketika kita telah mendaptkan garis lurus pada model, maka nilai Y yang sebenarnya
bisa berada di atas atau di bawah garis lurus tersebut, akan tetapi jumlahnya akan
seimbang sehingg rata-ratanya sama dengan 0.
4. Asumsi 4: Homoscedasticity or equal variance of ui
Homo berarti sama atau equal, scedasticity berarti disperse atau scatter atau ada
yang mengartikan sebaran. Jadi varians dari error atau disturbance haruslah sama pada
7
masing-masing nilai X. Sebagai contoh, ada 3 orang dengan gaji 3 juta sehingga
memberikan tiga buah error dan mempunyai varians. Varians ini harus sama (equal) dengan
varians error pada nilai X yang lain misalnya 4 juta. Demikian seterusnya.
5. Asumsi 5: No autocorrelation between the disturbances
Asumsi ini masih berkaitan dengan nilai error, yaitu bahwa untuk sembarang 2 buah
nilai X, maka kedua error itu tidak berkorelasi (atau mempunyai korelasi 0). Misalnya error
pada X sebesar 3 juta dengan Y sebesar 2,5 dengan error pada X sebesar 3 juta dengan Y
sebesar 2 juta tidak berkorelasi.
Pengertian lain adalah misalnya ada persamaan Y = a + b X + u dengan u adalah
error. Jika ada korelasi antara u dengan u-1 (error sebelumnya) maka model akan gagal,
karena Y pada model harusnya dipengaruhi oleh X saja, akan dipengaruhi oleh u. Demikian
seterusnya.
6. Asumsi 6: Zero covariance between ui and Xi
Artinya nilai variabel bebas (Xi) dengan error (ui) tidak berkorelasi. Diasumsikan
bahwa Y adalah dipengaruhi oleh X dan u, sehingga X dan u harus tidak saling berkorelasi.
Jika X dan u berkorelasi, maka tidak mungkin mencari pengaruh masing-masing terhadap Y.
Jika X berkorelasi positif dengan u, maka jika X meningkat u juga meningkat, atau
jika X menurun maka u juga menurun (juga sebaliknya jika berkorelasi negatif). Sehingga
sulit untuk mengisolasi pengaruh X dan u terhadap Y. Asumsi ini sebenarnya akan terpenuhi
secara otomatis jika X merupakan stokastik karena untuk X bernilai tetap, u akan berubah.
7. Asumsi 7: The number of observations n must be greater than the number of
parameters to be estimated
Asumsi ini sebenarnya tidak asing bagi matematika sederhana. Jika ada dua
parameter yang akan dicari nilainya maka tentunya tidak mungkin diselesaikan dengan satu
persamaan (observasi).
8. Asumsi 8: Variability in X values
Harus ada variasi nilai dalam variabel X. Jika X nilainya sama untuk semua
observasi maka tentunya tidak dapat diestimasi. Meskipun ini mudah dimengerti namun
sering dilupakan.
9. Asumsi 9: The regression model is correctly specified
Model regresi yang dibangun haruslah benar dalam arti sesuai dengan teori yang
telah dikembangkan. Seperti telah dijelaskan bahwa statistik hanyalah untuk menguji teori
8
atau fenomena tertentu. Jadi jika menggunakan variabel yang sembarangan (atau tidak
berdasarkan teori tertentu) maka model regresi yang dihasilkan juga patut dipertanyakan.
10. Asumsi 10: There is no perfect multicollinearity
Tidak ada hubungan linear yang tinggi antara variabel-variabel bebas dalam model
regresi. Jadi asumsi ini tentunya tidak bisa diterapkan pada regresi dengan satu variabel
bebas (regresi linear sederhana).
2.1 Uji Normalitas
Uji normalitas adalah untuk melihat apakah nilai residual terdistribusi normal atau tidak.
Model regresi yang baik adalah memiliki nilai residual yang terdistribusi normal. Jadi uji
normalitas bukan dilakukan pada masing-masing variabel tetapi pada nilai residualnya.
Sering terjadi kesalahan yang jamak yaitu bahwa uji normalitas dilakukan pada masing-
masing variabel. Hal ini tidak dilarang tetapi model regresi memerlukan normalitas pada nilai
residualnya bukan pada masing-masing variabel penelitian.
Pengertian normal secara sederhana dapat dianalogikan dengan sebuah kelas. Dalam
kelas siswa yang bodoh sekali dan pandai sekali jumlahnya hanya sedikit dan sebagian
besar berada pada kategori sedang atau rata-rata. Jika kelas tersebut bodoh semua maka
tidak normal, atau sekolah luar biasa. Dan sebaliknya jika suatu kelas banyak yang pandai
maka kelas tersebut tidak normal atau merupakan kelas unggulan. Pengamatan data yang
normal akan memberikan nilai ekstrim rendah dan ekstrim tinggi yang sedikit dan
kebanyakan mengumpul di tengah. Demikian juga nilai rata-rata, modus dan median relatif
dekat.
Uji normalitas dapat dilakukan dengan uji histogram, uji normal P Plot, uji Chi Square,
Skewness dan Kurtosis atau uji Kolmogorov Smirnov. Tidak ada metode yang paling baik
atau paling tepat. Tipsnya adalah bahwa pengujian dengan metode grafik sering
menimbulkan perbedaan persepsi di antara beberapa pengamat, sehingga penggunaan uji
normalitas dengan uji statistik bebas dari keragu-raguan, meskipun tidak ada jaminan bahwa
pengujian dengan uji statistik lebih baik dari pada pengujian dengan metode grafik.
Jika residual tidak normal tetapi dekat dengan nilai kritis (misalnya signifikansi
Kolmogorov Smirnov sebesar 0,049) maka dapat dicoba dengan metode lain yang mungkin
memberikan justifikasi normal. Tetapi jika jauh dari nilai normal, maka dapat dilakukan
beberapa langkah yaitu: melakukan transformasi data, melakukan trimming data outliers
atau menambah data observasi. Transformasi dapat dilakukan ke dalam bentuk Logaritma
9
natural, akar kuadrat, inverse, atau bentuk yang lain tergantung dari bentuk kurva
normalnya, apakah condong ke kiri, ke kanan, mengumpul di tengah atau menyebar ke
samping kanan dan kiri.
Uji asumsi normalitas untuk mendeteksi kemungkinan normalitas kesalahan
penganggu. Uji ini dilakukan dengan cara uji chi square goodness of fit atau dapat dengan
langsung mengamati distribusi yang terbentuk dari output komputer untuk = 0 dan = 1
yang berarti berdistribusi normal. Metode yang digunakan untuk menguji normalitas dalam
penelitian ini adalah kolmogorov-smirnov. Apabila dari hasil pengujian normalitas, terlihat
sebaran data variabel X1, X2, X3, X4 dan X5 mengikuti kurva normal maka dapat langsung
diadakan pengujian hipotesis.
Untuk menentukan posisi normal dari sebaran data, langkah awal yang
dilakukanadalah menghitung standar deviasi.
• SD1 = 68 %
• SD2 = 95%
• SD3 = 99,7 %
Penentuan area ini penting, karena sebaran data yang dikatakan normal apabila
tersebar sebagai berikut:
• Sebanyak 68% dari observasi berada pada area SD1
• Sebanyak 95% dari sisanya berada pada area
• SD2
• Sebanyak 99,7% dari sisanya berada pada area SD3
sebaran data yang dikatakan normal :
10
• Apabila data tidak normal, maka diperlukan upaya untuk mengatasi seperti:
memotong data yang out liers, memperbesar sampel, atau melakukan
transformasi data.
• Data yang tidak normal juga dapat dibedakan dari tingkat kemencengannya
(skewness). Jika data cenderung
• menceng ke kiri disebut positif skewness, dan jika data cenderung menceng ke
kanan disebut negatif skewness. Data dikatakan normal jika datanya simetris.
2.2 Asumsi Klasik Autokorelasi
Uji autokorelasi adalah untuk melihat apakah terjadi korelasi antara suatu periode t
dengan periode sebelumnya (t -1). Secara sederhana adalah bahwa analisis regresi adalah
untuk melihat pengaruh antara variabel bebas terhadap variabel terikat, jadi tidak boleh ada
korelasi antara observasi dengan data observasi sebelumnya.
Sebagai contoh adalah pengaruh antara tingkat inflasi bulanan terhadap nilai tukar
rupiah terhadap dollar. Data tingkat inflasi pada bulan tertentu, katakanlah bulan Februari,
akan dipengaruhi oleh tingkat inflasi bulan Januari. Berarti terdapat gangguan autokorelasi
pada model tersebut. Contoh lain, pengeluaran rutin dalam suatu rumah tangga. Ketika
pada bulan Januari suatu keluarga mengeluarkan belanja bulanan yang relatif tinggi, maka
tanpa ada pengaruh dari apapun, pengeluaran pada bulan Februari akan rendah.
Uji autokorelasi hanya dilakukan pada data time series (runtut waktu) dan tidak perlu
dilakukan pada data cross section seperti pada kuesioner di mana pengukuran semua
variabel dilakukan secara serempak pada saat yang bersamaan. Model regresi pada
penelitian di Bursa Efek Indonesia di mana periodenya lebih dari satu tahun biasanya
memerlukan uji autokorelasi.
Beberapa uji statistik yang sering dipergunakan adalah uji Durbin-Watson, uji dengan
Run Test dan jika data observasi di atas 100 data sebaiknya menggunakan uji Lagrange
Multiplier. Beberapa cara untuk menanggulangi masalah autokorelasi adalah dengan
11
mentransformasikan data atau bisa juga dengan mengubah model regresi ke dalam bentuk
persamaan beda umum (generalized difference equation). Selain itu juga dapat dilakukan
dengan memasukkan variabel lag dari variabel terikatnya menjadi salah satu variabel bebas,
sehingga data observasi menjadi berkurang 1.
Sebab-sebab Autokorelasi.
1. Inertia:
Data umumnya yg digunakan berbentuk kumulatif bukan individual series. Sehingga
nilai data pada satu titik lebih besar dari data sebelumnya.
2. Manipulasi Data
Menggunakan data tahunan menjadi triwulanan dengan cara membagi tiga data
tahunan secara langsung.
Tujuan Penerapan Autokorelasi
Uji Autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam suatu model regresi linear ada korelasi
antara kesalahan pengganggu pada periode (t) dengan kesalahan pada periode t-1
(sebelumnya). Jika terjadi korelasi maka dinamakan ada problem autokorelasi. Model
regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi Uji autokorelasi dilakukan
dengan = 5%.menggunakan uji Durbin-Watson (D-W), dengan tingkat kepercayaan
Apabila D-W terletak antara -2 sampai +2 maka tidak ada autokorelasi (Santoso. 2002 : 219)
Mendeteksi Adanya Autokorelasi.
Dalam praktek scr umum, metode yg sering digunakan adalah: Durbin-Watson
Method.Dalam regresi linier tidak terjadi autokorelasi jika nilai Durbin-Watson : 1,70 – 2,30.
Akibat Autokorelasi
Akibatnya adalah nilai (t) hitung akan menjadi bias pula, karena nilai (t) diperoleh dari
hasil bagi Sb terhadap b (t = b/sb). Berhubung nilai Sb bias maka nilai (t) juga akan bias
atau bersifat tidak pasti (misleading). ( Karena adanya masalah korelasi dapat menimbulkan
adanya bias pada hasil regresi.)
2.3 Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas adalah untuk melihat ada atau tidaknya korelasi yang tinggi antara
variabel-variabel bebas dalam suatu model regresi linear berganda. Jika ada korelasi yang
tinggi di antara variabel-variabel bebasnya, maka hubungan antara variabel bebas terhadap
12
variabel terikatnya menjadi terganggu. Sebagai ilustrasi, adalah model regresi dengan
variabel bebasnya motivasi, kepemimpinan dan kepuasan kerja dengan variabel terikatnya
adalah kinerja.
Logika sederhananya adalah bahwa model tersebut untuk mencari pengaruh antara
motivasi, kepemimpinan dan kepuasan kerja terhadap kinerja. Jadi tidak boleh ada korelasi
yang tinggi antara motivasi dengan kepemimpinan, motivasi dengan kepuasan kerja atau
antara kepemimpinan dengan kepuasan kerja.
Alat statistik yang sering dipergunakan untuk menguji gangguan multikolinearitas adalah
dengan variance inflation factor (VIF), korelasi pearson antara variabel-variabel bebas, atau
dengan melihat eigenvalues dan condition index (CI).
Beberapa alternatif cara untuk mengatasi masalah multikolinearitas adalah sebagai
berikut:
1. Mengganti atau mengeluarkan variabel yang mempunyai korelasi yang tinggi.
2. Menambah jumlah observasi.
3. Mentransformasikan data ke dalam bentuk lain, misalnya logaritma natural, akar kuadrat
atau bentuk first difference delta.
Multikolinieritas adalah suatu keadaan dimana terjadi korelasi linear yang ”perfect”
atau eksak di antara variable penjelas yang dimasukkan ke dalam model.
Sebagai gambaran penjelas
Konsekuensi Multikolinearitas
13
Apabila belum terbebas dari masalah multikolinearitas akan menyebabkan nilai
koefisien regresi (b) masing-masing variabel bebas dan nilai standar error-nya (Sb)
cenderung bias, dalam arti tidak dapat ditentukan kepastian nilainya, sehingga akan
berpengaruh pula terhadap nilai (t).
Pendeteksian Multikolinearitas
Terdapat beragam cara untuk menguji multikolinearitas, di antaranya: menganalisis
matrix korelasi dengan Pearson Correlation atau dengan Spearman’s Rho Correlation,
melakukan regresi partial dengan teknik auxiliary regression.
Pendapat Gujarati (1995:335) yang mengatakan bahwa bila korelasi antara dua variabel
bebas melebihi 0,8 maka multikolinearitas menjadi masalah yang serius.Gujarati juga
menambahkan bahwa, apabila korelasi antara variabel penjelas tidak lebih besar
dibanding korelasi variabel terikat dengan masing-masing variable penjelas, maka dapat
dikatakan tidak terdapat masalah yang serius.Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
apabila angka korelasi lebih kecil dari 0,8 maka dapat dikatakan telah terbebas dari masalah
multikolinearitas.
Dalam kaitan adanya kolinear yang tinggi sehingga menimbulkan tidak terpenuhinya
asumsi terbebas dari masalah multikolinearitas, dengan mempertimbangkan sifat data dari
cross section, maka bila tujuan persamaan hanya sekedar untuk keperluan prediksi, hasil
regresi dapat ditolerir, sepanjang nilai (t) signifikan.
Tujuan Penerapan Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan
adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Dalam model regresi yang baik
seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel bebas. Uji Multikolinearitas dilakukan
dengan melihat nilai tolerance dan variance inflation factor (VIF) dari hasil analisis dengan
menggunakan SPSS. Apabila nilai tolerance value lebih tinggi daripada 0,10 atau VIF lebih
kecil daripada 10 maka dapat disimpulkan tidak terjadi multikolinearitas (Santoso. 2002 :
206).
2.4 Uji Heteroskedastisitas
Uji Heteroskedastisitas adalah untuk melihat apakah terdapat ketidaksamaan varians
dari residual satu ke pengamatan ke pengamatan yang lain. Model regresi yang memenuhi
persyaratan adalah di mana terdapat kesamaan varians dari residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain tetap atau disebut homoskedastisitas.
14
Deteksi heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan metode scatter plot dengan
memplotkan nilai ZPRED (nilai prediksi) dengan SRESID (nilai residualnya). Model yang
baik didapatkan jika tidak terdapat pola tertentu pada grafik, seperti mengumpul di tengah,
menyempit kemudian melebar atau sebaliknya melebar kemudian menyempit. Uji statistik
yang dapat digunakan adalah uji Glejser, uji Park atau uji White.
Beberapa alternatif solusi jika model menyalahi asumsi heteroskedastisitas adalah
dengan mentransformasikan ke dalam bentuk logaritma, yang hanya dapat dilakukan jika
semua data bernilai positif. Atau dapat juga dilakukan dengan membagi semua variabel
dengan variabel yang mengalami gangguan heteroskedastisitas.
Model akan menghadapi masalah heteroskedastisitas. Heteroskedastisitas
muncul apabila kesalahan (e) atau residual dari model yang diamati tidak memiliki varians
yang konstan dari satu observasi ke observasi lainnya rumus regresi diperoleh dengan
asumsi bahwa variabel pengganggu (error) atau e, diasumsikan memiliki variabel yang
konstan (rentangan e kurang lebih sama). Apabila terjadi varian e tidak konstan, maka
kondisi tersebut dikatakan tidak homoskedastik atau mengalami heteroskedastisitas.
2.5 Uji Linearitas
Uji linearitas dipergunakan untuk melihat apakah model yang dibangun mempunyai
hubungan linear atau tidak. Uji ini jarang digunakan pada berbagai penelitian, karena
biasanya model dibentuk berdasarkan telaah teoretis bahwa hubungan antara variabel
bebas dengan variabel terikatnya adalah linear. Hubungan antar variabel yang secara teori
bukan merupakan hubungan linear sebenarnya sudah tidak dapat dianalisis dengan regresi
linear, misalnya masalah elastisitas.
Jika ada hubungan antara dua variabel yang belum diketahui apakah linear atau tidak,
uji linearitas tidak dapat digunakan untuk memberikan adjustment bahwa hubungan tersebut
bersifat linear atau tidak. Uji linearitas digunakan untuk mengkonfirmasikan apakah sifat
linear antara dua variabel yang diidentifikasikan secara teori sesuai atau tidak dengan hasil
observasi yang ada. Uji linearitas dapat menggunakan uji Durbin-Watson, Ramsey Test atau
uji Lagrange Multiplier.
2.6 Uji Instrumen Penelitian
15
I. Reliabilitas
1. Pengertian Reliabilitas
Reliabilitas diterjemahkan dari kata reliability. Pengukuran yang memiliki reliabilitas
yang tinggi maksudnya adalah pengukuran yang dapat menghasilkan data yang reliabel.
Ide pokok dalam konsep reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat
dipercaya. Hasil ukur dapat dipercaya apabila dalam beberapa kali pengukuran terhadap
kelompok subjek yang sama diperoleh hasil yang relatif sama, kalau aspek yang diukur
dalam diri subjek memang belum berubah.
Pengertian relatif menunjukkan bahwa ada toleransi terhadap perbedaan-perbedaan
kecil diantara hasil pengukuran. Bila perbedaan itu besar dari waktu ke waktu, maka
hasil pengukuran itu tidak dapat dipercaya. Reliabilitas sangat era kaitannya dengan
ketepatan dan penelitian pengukuran.
Pengukuran dikatakan stabil jika pengukuran pada suatu objek dilakukan berulang-
ulang pada waktu yang berbeda, menunjukkan hasil yang sama, dikatakan ekuifalen jika
menunjukkan hasil pngukuran yang sama jika dilakukan oleh peneliti lain atau memakai
contoh item lain serta dikatakan konsisten internal jika item-item atau indikator yang
digunakan adalah konsisten satu sama lain.
Tinggi rendahnya reliabilitas secara empiris ditunjukkan oleh suatu angka yang
disebut nilai koefisien reliabilitas. Reliabilitas yang tinggi ditunjukkan dengan nilai rxx
mendekati angka 1. Kesepakatan secara umum, reliabilitas yang dianggap sudah cukup
memuaskan jika lebih besar atau sama dengan 0.07 (dalam output SPSS dapat dilihat
pada nilai Alpha)
Uji Reliabilitas dilakukan dengan uji Alpha Cronbach. Rumus Alpha Cronbach
sebagai berikut:
Note:
16
Jika nilai alpha > 0,7 artinya reliabilitas mencukupi (sufficient reliability) sementara
jika alpha > 0,80 ini mensugestikan seluruh item reliabel dan seluruh tes secara konsisten
secara internal karena memiliki reliabilitas yang kuat. Atau, ada pula yang memaknakannya
sebagai berikut:
- Jika alpha > 0,90 maka reliabilitas sempurna
- Jika alpha antara 0,70 – 0,90 maka reliabilitas tinggi
- Jika alpha antara 0,50 – 0,70 maka reliabilitas moderat
- Jika alpha < 0,50 maka reliabilitas rendah
Jika alpha rendah, kemungkinan satu atau beberapa item tidak reliabel: Segera
identifikasi dengan prosedur analisis per item. Item Analysis adalah kelanjutan dari tes Aplha
sebelumnya guna melihat item-item tertentu yang tidak reliabel. Lewat ItemAnalysis ini maka
satu atau beberapa item yang tidak reliabel dapat dibuang sehingga Alpha dapat lebih tinggi
lagi nilainya.
2. Pengujian Reliabilitas Kuisioner
2.1 Pengujian secara Eksternal
a. Teknik pengukuran ulang (Test-Retest)
Kuesioner diujikan sebanyak dua kali dengan responden yang sama, namun dengan
waktu yang berbeda. Selang waktu yang baik adalah antara 15 – 30 hari. Setelah diperoleh
hasil dari kedua pengukuran, maka keduanya dikorelasikan dengan korelasi product
moment. Kuesioner tersebut akan reliable bila hasil “r” hitung lebih besar dari “r” tabel.
b. Teknik Belah Dua
Mengujicobakan kuesioner kepada responden, kemudian dihitung validitas
itemnya. Item yang valid dikumpulkan menjadi satu, item yang tidak valid dibuang.
Membagi item yang valid menjadi dua dengan cara random. Skor untuk masing-
masing kelompok dijumlah. Sehingga terdapat dua jumlah total yakni dari bagian pertama
dan jumlah total bagian kedua, Mengkorelasikan kedua jumlah total dari bagian pertama dan
kedua dengan korelasi product moment. Kuesioner dikatakan reliable jika angka korelasi
belah dua lebih rendah dari angka korelasi total.
c. Teknik Pararel/ equivalent form atau alternative form
Membuat dua kuesioner yang digunakan untuk mengukur aspek yang sama. Kedua
kuesioner tersebut diberikan pada responden yang sama kemudian dicari validitasnya.
Untuk menghitung reliabilitas perlu mengkorelasikan skor total dari kedua jenis kuesioner
17
tersebut dengan teknik korelasi product moment. Kuesioner yang reliabel bila “r” hitung
lebih besar dari “r” tabel.
2.2 Pengujian secara Internal
Pengujian reliabilitas kuesioner dilakukan dengan menguji coba kuesioner hanya
satu kali, kemudian dilakukan analisis untuk memprediksi reliabilitas kuesioner tersebut.
Teknik yang dapat digunakan adalah :Teknik belah dua Spearman Brown (split half), Rumus
KR 20, Rumus KR 21, Analisis varians Hyot (Anova Hyot), Alfa Cronbach. Secara umum, uji
reliabilitas kuesioner penelitian dapat dilakukan dengan dua cara, yakni:
a. Repeated Measured (pengukuran berulang)
Teknik ini dapat dilakukan dengan cara test-retest, equibalent dan gabunga
keduanya. Terdapat tiga pilihan korelasi untuk teknik uji ini yaitu: korelasi product moment
dari Pearson, Kendal’s tau-b dan Spearman. Untuk menentukan kuesioner reliable dengan
cara membandingkan nilai “r” hitung dan “r” tabel. Data tersebut reliable bila r hitung lebih
besar dari pada “r” table.
b. One Shot (sekali ukur)
Dapat dilakukan dengan software SPSS, dengan interpretasi sebagai berikut: untuk
keputusan kelompok, variable dikatakan reliable bila mempunyai koefisien reliabilitas alpha
sebesar 0.5 atau lebih, sedangkan untuk pengambilan keputusan individu maka reliabilitas
diperbolehkan adalah sebesar 0.90
II. Validitas
Validitas adalah ketepatan atau kecermatan suatu instrumen dalam mengukur apa yang
ingin diukur. Dalam pengujian instrumen pengumpulan data, validitas bisa dibedakan
menjadi validitas faktor dan validitas item. Validitas faktor diukur bila item yang disusun
menggunakan lebih dari satu faktor (antara faktor yang satu dengan yang lain ada
kesamaan).
Pengukuran validitas faktor ini dengan cara mengorelasikan antara skor faktor
(penjumlahan item dalam satu faktor) dengan skor total faktor (total keseluruhan faktor),
sedangkan pengukuran validitas item dengan cara mengorelasikan antara skor item dengan
skor total item.
Validitas item ditunjukkan dengan adanya korelasi atau dukungan terhadap item total
(skor total), perhitungan dilakukan dengan cara mengorelasikan antara skor item dengan
skor total item. Bila kita menggunakan lebih dari satu faktor berarti pengujian validitas item
18
dengan cara mengorelasikan antara skor item dengan skor faktor, kemudian dilanjutkan
dengan mengorelasikan antara skor item dengan skor total faktor (penjumlahan dari
beberapa faktor).
Dari hasil perhitungan korelasi akan didapat suatu koefisien korelasi yang digunakan
untuk mengukur tingkat validitas suatu item dan untuk menentukan apakah suatu item layak
digunakan atau tidak. Dalam penentuan layak atau tidaknya suatu item yang akan
digunakan, biasanya dilakukan uji signifikansi koefisien korelasi pada taraf signifikansi 0,05,
artinya suatu item dianggap valid jika berkorelasi signifikan terhadap skor total. Atau jika
melakukan penilaian langsung terhadap koefisien korelasi, bisa digunakan batas minimal
korelasi 0,30. Menurut Azwar (1999) semua item yang mencapai koefisien korelasi minimal
0,30 daya pembedanya dianggap memuaskan.
Pada program SPSS teknik pengujian yang sering digunakan para peneliti untuk uji
validitas adalah menggunakan korelasi Bivariate Pearson (Produk Momen Pearson) atau
Corrected Item-Total Correlation. Validitas dapat dihitung dengan rumus:
Keterangan:
rxy = Koofisien korelasi antara variable X dan variable Y.
N= Jumlah siswa uji coba.
X= Skor item.
Y= Skor
Sementara itu, menurut Azwar (1996) validitas dibagi menjadi :
a. Validitas isi
Validitas isi menunjukkan sejauh mana item-item dalam test dapat mencakup
keseluruhan kawasan isi yang akan diukur oleh test tersebut. Pengertian mencakup
keseluruhan kawasan isi tidak hanya berarti komprehensif akan tetapi isinya juga harus
relevan dan tidak keluar dari batasan.
Untuk mengetahui validitas isi, dapat dilakukan dengan melihat apakah item-item
dalam test telah ditulis sesuai dengan blue print. Artinya, apakah sesuai dengan batasan
dominan ukur yang telah ditetapkan dan sesuai ukuran dengan indikator perilaku yang
diungkapkan.
b. Validitas konstruk
19
Validitas konstruk adalah validitas yang menunjukkan seberapa jauh suatu test
mengukur traid atau konstruk teoritis yang akan diukur. Pengujian validitas konstruk dapat
dilakukan dengan analisis statistika seperti analisis faktor.
Menurut Azwar, suatu item dikatakan valid apabila nilai koefisiennya lebih besar atau
sama dengan o,3.
III. CONTOH UJI RELIABILITAS INSTRUMEN PENELITIAN DENGAN CRONBACH
ALPHA
Rumus untuk menghitung koefisien reliabilitas instrument dengan menggunakan
Cronbach Alpha adalah sebagai berikut:
No. Jawaban Angket
Resp 1 2 3 4 5 Total Total Kuadrat
1 4 4 3 4 4 19 361(a)
2 3 3 4 4 4 18 324
3 2 2 2 2 4 12 144
4 3 4 4 4 4 19 361
5 3 4 4 4 5 20 400
6 4 3 3 4 4 18 324
7 2 3 3 4 5 17 289
8 4 4 4 2 4 18 324
9 4 4 4 2 4 18 324
10 4 4 4 4 4 20 400
Jumlah 33 35 35 34 42 179 3251(c)
Jumlah kuadrat 115(b) 127 127 124 178 115
Keterangan:
20
361(a) 192
115(b) 42+32+22+32+32+42+22+42+42+42
3251(c) 361+324+144+361+400+324+289+324+324+400
Menghitung Total Varians Butir Σσb2
Contoh menghitung varians Butir (σ b2 ) pertama
Varians butir ke-2 sampai ke-5 dapat dihitung dengan cara yang sama seperti
menghitung varians butir I. Dengan demikian, total varians butir:
Σσb2 = 0,61+0,45+0,45+0,84+0,16
= 2,51
Menghitung Total Varians σ t2
Menghitung Koefisien Cronbach Alpha
Untuk menjadi perhatian
a. Nilai-nilai untuk pengujian reliabilitas berasal dari skor-skor item angket yang valid.
Item yang tidak valid tidak dilibatkan dalam pengujian reliabilitas.
b. Instrumen memiliki tingkat reliabilitas yang tinggi jika nilai koefisien yang diperoleh
>0,60 (Imam Ghozali, 2002, Aplikasi Analisis Multivariat dengan Program SPSS,
21
Semarang: Badan Penerbit Universitas Dipenogoro, hlm. 133). Ada pendapat lain
yang mengemukakan baik/buruknya reliabilitas instrumen dapat dikonsultasikan
dengan nilai r tabel.
c. Dari contoh di atas, dengan n=10 maka nilai r tabel pada taraf signifikan
(α)=0,05,adalah 0,632. Dengan demikian nilai r-hitung 0,58<r-tabel
0,632,perbandingan ini menunjukkan hasil yang tidak signifikan, atau dengan kata
lain reliabilitas instrumen buruk atau data hasil instrumen angket kurang dapat
dipercaya.
d. Interpretasi reliabilitas bisa juga menggunakan pertimbangan gambar di bawah ini
Bab 3 Penutup
3.1 Kesimpulan
22
Uji asumsi klasik merupakan terjemahan dari clasical linear regression model
(CLRM) yang merupakan asumsi yang diperlukan dalam analisis regresi linear dengan
ordinary least square (OLS).
CLRM juga sering disebut dengan The Gaussian Standard, yang sebenarnya terdiri
dari 10 item yakni :
Asumsi 1: Linear Regression Model.
Asumsi 2: X values are fixed in repeated sampling.
Asumsi 3: Zero mean value of disturbance ui
Asumsi 4: Homoscedasticity or equal variance of ui
Asumsi 5: No autocorrelation between the disturbances
Asumsi 6 : Zero covariance between ui and Xi
Asumsi 7: The number of observations n must be greater than the number of parameters to
be estimated
Asumsi 8: Variability in X values
Asumsi 9: The regression model is correctly specified
Asumsi 10: There is no perfect multicollinearity
Reliabilitas diterjemahkan dari kata reliability. Pengukuran yang memiliki reliabilitas yang
tinggi maksudnya adalah pengukuran yang dapat menghasilkan data yang reliabel. Ide
pokok dalam konsep reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat
dipercaya. Hasil ukur dapat dipercaya apabila dalam beberapa kali pengukuran terhadap
kelompok subjek yang sama diperoleh hasil yang relatif sama, kalau aspek yang diukur
dalam diri subjek memang belum berubah.
Validitas adalah ketepatan atau kecermatan suatu instrumen dalam mengukur apa yang
ingin diukur. Dalam pengujian instrumen pengumpulan data, validitas bisa dibedakan
menjadi validitas faktor dan validitas item. Validitas faktor diukur bila item yang disusun
menggunakan lebih dari satu faktor (antara faktor yang satu dengan yang lain ada
kesamaan).
Daftar Pustaka
Arikunto, Suharsimi (2003) Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara.
Azwar, Saifuddin ( 2003) Reliabilitas dan Validitas, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
23
http://www.pascaldomain.asia.
24