Download - kasus anak
Daftar ISI
PENDAHULUAN 2
LAPORAN KASUS 3 IDENTITAS PASIEN : 3RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG: 3RIWAYAT PENYAKIT DAHULU 4RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA 4RIWAYAT IMUNISASI DAN TUMBUH KEMBANG 4RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN 4RIWAYAT KEBIASAAN 5RIWAYAT GIZI : 5PEMERIKSAAN FISIK 8PEMERIKSAAN PENUNJANG 10RESUME 10DIAGNOSIS 10PROGNOSIS 10TERAPI 11FOLLOW UP 11
TINJAUAN PUSTAKA 16
ANALISA KASUS 35
DAFTAR PUSTAKA 37
1
Pendahuluan
Kejang demam merupakan kejang yang muncul antara umur 6 sampai 60 bulan
dengan temperature 38oC atau lebih, yang tidak disebabkan karena adanya infeksi sistem
syaraf pusat atau kondisi metabolic imbalance, dan munculnya dengan tidak ditemukan
adanya riwayat kejang demam sebelumnya.1
Kejang demam diklasifikasikan menjadi 2 yaitu kejang demam sederhana dan kejang
demam kompleks. Kejang demam sederhana memiliki ciri-ciri seperti berlangsung singkat
<15 menit, bentuk kejang: biasanya umum tonik atau klinik, tanpa adanya gerakan fokal, dan
kejang tidak berulang dalam 24 jam. Sedangkan kejang demam kompleks memiliki ciri
kejang lama>15 menit, bentuk kejang: fokal atau parsial dalam satu sisi, kejang umum
didahului kejang parsial, dan adanya kejang berualang dalam waktu 24 jam.
Faktor resiko terjadinya kejang demam berulang antara lain adanya riwayat keluarga
kejang demam, kejang usia < 12 bulan, temperature yang rendah saat kejang, dan cepatnya
kejang setelah demam.
Penatalaksanaan kejang diberikan Diazepam (IV/rektal) bila masih kejang maka
diberikan fenitoin (IV). Jika ada demam diberikan antipiretik (parasetamol dan ibuprofen).
Diberikan obat rumatan jika ada salah satu indikasi berikut kejang lama > 15 menit, adanya
kelainan neurologis, kejang fokal, dan kejang demam>4x/tahun. Pengobatan rumatan
diberikan fenobarbital atau asam valproat. Pengobatan rumatan diberikan selama 1 tahun
bebas kejang, kemudian diberhentikan secara bertahap dalam 1-2 bulan.
2
Laporan Kasus
Identitas Pasien :a. nama : An. NS
b. umur : 3 bulan
c. Jenis kelamin : Perempuan
d. tanggal lahir : Depok, 8 September 2015
e. alamat : jalan. Pasir putih
f. anak ke : 3
g. Masuk RSMC : 20 Desember 2015 pukul 00.30
h. di rawat : bangsal dahlia bawah
i. Tanggal pulang : 23 Desember 2015
Riwayat Penyakit Sekarang:Dilakukan Alloanamnesa pada Ibu pasien pada tanggal 22 Desember 2015
Keluhan Utama :
Demam serta kejang sejak 2 hari SMRS
Pasien datang bersama ibunya ke IGD RSMC pada tanggal 20 Desember 2015
pukul 00.30 dengan keluhan utama demam sejak 2 hari SMRS. Demam yang
dirasakan pasien naik turun tanpa ada waktu tertentu. Ibu pasien tidak mengukur
demam yang dirasakan pasien. Demam yang dirasakan pasien turun saat pasien
diberikan parasetamol. Tidak ada hal yang memperberat demam pasien.
Selain demam, pasien juga mengeluhkan adanya kejang. Karakteristik kejang
yang dirasakan pasien adalah tubuh pasien kaku bagian tangan dan kaki dan tangan.
Saat kejang, mata pasien mendelik ke atas. Kejang yang dirasakan pasien tiba-tiba
tanpa ada hal yang mencetus kejang pasien. Durasi kejang pasien kurang dari 5
menit. Selang kejang pertama dan kejang kedua sekitar 18 jam. Di antara kejang
pasien sadar. Kejang yang dirasakan pasien merupakan kejang keempat kalinya.
Pasien minum ASI dan minumnya masih kuat. Mual, muntah, batuk, pilek,
riwayat kuning, dan riwayat jatuh di sangkal.
3
Riwayat Penyakit DahuluIbu pasien mengaku anaknya sebelumnya pernah mengalami hal yang serupa.
Pasien merupakan anak yang sehat dan tidak pernah rawat inap di rumah sakit.
Riwayat Penyakit KeluargaKeluarga pasien tidak ada yang mengalami hal yang sama dengan pasien.
Orangtua dan keluarga sehat-sehat. Tidak ada yang menderita menderita kejang
sebelumnya.
Riwayat imunisasi dan tumbuh kembangIbu pasien mengaku pasien selalu diberikan imunisasi tepat pada waktunya. Pasien
sudah imunisasi Polio, Hepatitis B, BCG, dan DPT.
aktivitas normal ( bulan) umur ( bulan)
tersenyum 2 bulan 2
tengkurap dan mengangkat kepala 4 bulan 3
duduk tanpa bantuan 6 bulan -
merangkak 12 bulan -
berjalan sendiri 18 bulan -
mengucapkan 4 - 6 kata 20 bulan -
menyebutkan nama sendiri 22 bulan -
bermain dengan anak lain 30 bulan -
berpakaian tanpa dibantu 36 bulan -
Riwayat Kehamilan dan KelahiranPenolong persalinan Bidan
Cara persalinan Spontan pervaginam
Masa gestasi Cukup bulan
Ketuban pecah Saat persalinan
Warna air ketuban Ibu tidak tahu
Jumlah air ketuban Ibu tidak tahu
Berat badan lahir 3300gram
4
Panjang badan lahir 47cm
Lingkar kepala Ibu tidak ingat
APGAR skor Ibu tidak tahu (bayi langsung menangis , gerakan aktif ,
warna kulit kemerahan)
Saat mengandung ibu pasien mengaku rajin melakukan kunjungan
antenatal ke bidan setempat dan rutin mengkonsumsi vitamin saat
kehamilannya. Ibu pasien tidak mengkonsumsi obat-obatan tertentu saat masa
kehamilannya. Ibu pasien mengaku sehat selama masa kehamilannya. Riwayat
Gizi dan tumbuh kembang
Riwayat kebiasaanPasien merupakan anak yang aktif dan tidak rewel. Pasien dalam
kesehariannya aktif mengkonsumsi ASI dan terkadang diberikan minuman air
putih oleh ibu pasien. Pasien tidak meminum susu formula.
Riwayat gizi :Berat badan pasien : 6kg
Panjang badan pasien : 58cm
Lingkar kepala pasien : 40cm
5
6
WFA : 6/5.5 x 100% = 109%
Kesan : gizi baik
7
Pemeriksaan FisikStatus Generalis :
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Berat badan : 6 kg
Panjang badan : 58 cm
Tanda-tanda vital :
Nadi : 150x/menit
Pernafasan : 56x/menit
Suhu : 38.9 oC
Bagian tubuh Hasil pemeriksaan
Kepala Normochepali
range of motion normal tanpa adanya hambatan gerakan
Mata Konjunctiva anemis (-/-)
Sklera Ikterik (-/-)
RCL (+/+)
RCTL (+/+)
THT Nafas cuping hidung (-)
Mulut Bibir simetris, pink, dan tidak sianotik.
Mukosa basah
Leher tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening.
Kaku kuduk (-)
Thorax Simetris
Retraksi (-)
Jantung S1/S2 regular
Murmur (-)
Gallop (-)
Paru-Paru Vesikular (+/+)
Wheezing (-/-)
Rhonki (-/-)
Abdomen Supel
8
Cembung
BU (+)
Ektrimitas Akral hangat
CRT < 2 detik
Edema (-)
Status Neurologis :
Inspeksi : pasien bergerak aktif dengan posisi lengan dan tungkai kaki fleksi
(+), tangan menggenggam(+), hipotonus (-), hemiplegia (-), Opisthotonus (-).
Pemeriksaan syaraf kranialis :
Nerve I Tidak dapat dilakukan
Nerve II Tidak dapat dilakukan
Nerve III, IV, dan VI Ptosis (-)
Range of eye movement tidak terbatas
RCL (+/+), RCTL (+/+)
Nerve V Menghisap (+)
Nerve VII Otot-otot wajah simetris, menghisap (+)
Nerve VIII Tidak dapat dilakukan
Nerve IX, X Refleks muntah (+), bayi menangis kuat
Nerve XII Fasikulasi (-)
Fungsi Motorik
Respon traksi : head-leg (-)
Refleks :
Refleks
Refleks Moro (+)
Refleks palmar (+)
Refleks plantar (+)
Refleks snout Tidak dilakukan
Refleks stepping Tidak dilakukan
9
Pemeriksaan Penunjang Hasil laboratorium ( 20 Desember 2015)
Pemeriksaan Hasil Nilai normal
Hb 8.3 12 – 16gr/dL
Ht 26 37-54%
Leukosit 8000 5000-10.000/ul
Trombosit 247.000 150.000-400.000/ul
Gula darah sewaktu 139 < 200mg/dl
ResumeAn. ND 3 bulan perempuan datang ke IGD RSMC dengan keluhan utama demam
serta kejang sejak 2 hari SMRS. Karakteristik kejang badan kaku seluruh tubuh
dan bagian tangan. Riwayat trauma(-). Pada pemeriksaan fisik ditemukan nadi :
150x/mnt, pernafasan : 56x/menit, dan suhu : 38,9o C. Berat badan pasien : 6kg.
Status generalis dalam batas normal. Status neurologis dalam batas normal. Pada
pemeriksaan laboratorium (20 Desember 2015) ditemukan adanya Hb dan Ht yang
menurun.
Diagnosis Diagnosis kerja :
o Kejang demam e.c epilepsi yang diprovokasi panas
o Anemia susp. Defisiensi besi
Diagnosis banding :
Kejang demam e.c infeksi
Meningitis
Kejang e.c elektrolite imbalance
Infeksi TORCH
Prognosis Quo Ad vitam : bonam
10
Quo Ad functionam : dubia ad bonam
Quo Ad Sanationam : dubia ad bonam
Terapi O2 nasal kanul 1 lpm
IVFD RL 250cc 20 tetes mikrobuket setelah itu lanjutkan Kaen 1B 20
tetes mikrobuket
Injeksi ceftriaxone 2 x 250mg dalam NaCl 0.9% drip menggunakan
syringe pump Skin test dahulu
Injeksi ranitidine 2 x 6mg
Injeksi dexametason 3 x 1,5mg
Injeksi Fenitoin 2 x 25mg (Fenitoin diencerkan 20x pengenceran
NaCl 0.9% drip menggunakan syringe pump selama 15 menit)
Follow UpTanggal 20 Desember 2015
Panas hari ke 2-3
S Demam (-), kejang (-), batuk (-), pilek (-), mual (-), muntah(-), minum ASI
kuat, BAK baik, BAB baik.
O Nadi : 118x/menit
Pernafasan : 30x/menit
Suhu : 36o C
Babinski : (-)
Reflex patella : (+)
Hasil laboratorium (20 Desember 2015) :
Hb :8.3 gr/dl
Ht : 26%
Leukosit : 8000/ul
Trombosit : 247.000/ul
Gula darah sewaktu : 139mg/dl
A Kejam demam e.c Infeksi atau epilepsi yang diprovokasi panas
P O2 nasal kanul 1 lpm
IVFD RL 250cc 20 tetes mikrobuket setelah itu lanjutkan Kaen 1B 20
11
tetes mikrobuket
Injeksi ceftriaxone 2 x 250mg dalam NaCl 0.9% drip
menggunakan syringe pump Skin test dahulu
Injeksi ranitidine 2 x 6mg
Injeksi dexametason 3 x 1,5mg
Injeksi Fenitoin 2 x 25mg (Fenitoin diencerkan 20x
pengenceran NaCl 0.9% drip menggunakan syringe pump selama 15
menit)
Cek Darah rutin ulang
Puasa coba minum bertahap
Tanggal 21 Desember 2015
Panas hari ke 3-4
S Demam (-), kejang (-), batuk (-), pilek (-), mual (-), muntah(-), minum ASI
kuat, BAK baik, BAB baik.
O Nadi : 120x/menit
Pernafasan : 32x/menit
Suhu : 36o C
Babinski : (-)
Reflex patella : (+)
Hasil laboratorium (21 Desember 2015) :
Hb :7.8 gr/dl ( 8.3gr/dl) Ht : 24% ( 26%) Leukosit : 14.200/ul (8000/ul) Trombosit : 323.000/ul (247.000/ul) Gula darah sewaktu : 139mg/dl
Diff Count :
o Basofil : 0
o Eosinofil : 0
o Neutrofil batang : 0
o Neutrofil segmen : 75
12
o Limfosit : 19
o Monosit : 5
A Kejam demam e.c Infeksi atau epilepsi yang diprovokasi panas
P O2 nasal kanul 1 lpm
IVFD RL 250cc 20 tetes mikrobuket setelah itu lanjutkan Kaen 1B 20
tetes mikrobuket
Injeksi ceftriaxone 2 x 250mg dalam NaCl 0.9% drip
menggunakan syringe pump (2)
Injeksi ranitidine 2 x 6mg
Injeksi dexametason 3 x 1,5mg
Injeksi Fenitoin 2 x 25mg (Fenitoin diencerkan 20x
pengenceran NaCl 0.9% drip menggunakan syringe pump selama 15
menit)
Puasa coba minum bertahap
Tanggal 21 Desember 2015
Melaporkan ke dr. Irene, SpA :
Pasien BAB 4x cair, ampas (+), kekuningan hari ini
TTV : N : 118x/menit P : 30x/menit S : 36oC
Advice : smecta 3 x ⅓ sachet dan probi 1 x 1
Tanggal 22 Desember 2015
Panas hari ke 4-5
S Demam (-), kejang (-), BAB cair (+) 1x isi ampas, warna kekuningan,
darah (-), lendir (-). batuk (-), pilek (-), mual (-), muntah(-), minum ASI
kuat, BAK baik
O Nadi : 118x/menit
Pernafasan : 30x/menit
Suhu : 36o C
Abdomen : supel, cembung, BU(+), turgor baik
Babinski : (-)
Reflex patella : (+)
13
Hasil laboratorium (21 Desember 2015) :
Hb :7.8 gr/dl ( 8.3gr/dl) Ht : 24% ( 26%) Leukosit : 14.200/ul (8000/ul) Trombosit : 323.000/ul (247.000/ul) Gula darah sewaktu : 139mg/dl
Diff Count :
o Basofil : 0
o Eosinofil : 0
o Neutrofil batang : 0
o Neutrofil segmen : 75
o Limfosit : 19
o Monosit : 5
A Kejam demam e.c Infeksi atau epilepsi yang diprovokasi panas
P IVFD Kaen 1B 20 tetes mikrobuket
Injeksi ceftriaxone 2 x 250mg dalam NaCl 0.9% drip menggunakan
syringe pump (3)
Fenitoin 2 x 20mg
Sanmol drop 4 x 0.6cc
Probi 1 x 1
smecta 3 x ⅓ sachet
ferlin drop 1 x 0.9ml
Tanggal 23 Desember 2015
Panas hari ke 5-6
S Demam (-), kejang (-), batuk (-), pilek (-), mual (-), muntah(-), minum ASI
kuat, BAK baik, BAB baik.
O Nadi : 114x/menit
Pernafasan : 31x/menit
Suhu : 36o C
Abdomen : supel, cembung, BU(+), turgor baik
Babinski : (-)
14
Reflex patella : (+)
Hasil laboratorium (21 Desember 2015) :
Hb :7.8 gr/dl ( 8.3gr/dl) Ht : 24% ( 26%) Leukosit : 14.200/ul (8000/ul) Trombosit : 323.000/ul (247.000/ul) Gula darah sewaktu : 139mg/dl
Diff Count :
o Basofil : 0
o Eosinofil : 0
o Neutrofil batang : 0
o Neutrofil segmen : 75
o Limfosit : 19
o Monosit : 5
A Kejam demam e.c Infeksi atau epilepsi yang diprovokasi panas
P IVFD Kaen 1B 20 tetes mikrobuket
Injeksi ceftriaxone 2 x 250mg dalam NaCl 0.9% drip menggunakan
syringe pump (3)
Fenitoin 2 x 20mg
Sanmol drop 4 x 0.6cc
Probi 1 x 1
smecta 3 x ⅓ sachet
ferlin drop 1 x 0.9ml
Pasien diperbolehkan pulang
15
Tinjauan pustakaDefinisi
Kejang demam merupakan kejang yang muncul antara umur 6 sampai 60 bulan
dengan temperature 38oC atau lebih, yang tidak disebabkan karena adanya infeksi sistem
syaraf pusat atau kondisi metabolic imbalance, dan munculnya dengan tidak ditemukan
adanya riwayat kejang demam sebelumnya.1
Kejang demam menurut IDAI adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ektrakranium. 2
Simple kejang demam merupakan primary generalized, biasanya tonic-clonic,
menyerang berhubungan dengan demam, bertahan sampai maximum 15 menit, dan tidak
muncul kembali dalam waktu 24 jam.
Kejang demam kompleks merupakan kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit,
focal, dan/atau muncul kembali dalam 24 jam.
Febrile status epilepticus merupakan suatu kejang demam yang berlangsung lebih
dari 30 menit.
Terdapat 3 faktor yang menjadi penyebab kejang demam :
1. imaturitas otak dan termoregulator
2. demam yang akan menyebabkan kebutuh O2 meningkat
3. Predisposisi genetic : > 7 lokus kromosom
Klasifikasi2 :
1. Kejang demam sederhana ( Simple Febrile Seizure)
2. Kejang demam kompleks ( Complex Febrile Seizure)
Kejang demam Sederhana Kejang demam kompleks
16
Berlangsung singkat ( < 15 menit) Kejang lama (> 15 menit)
Bentuk kejang : umum tonik atau klonik,
tanpa gerakan fokal
Bentuk kejang : fokal atau parsial satu
sisi, atau kejang umum didahului kejang
parsial
Kejang berulang dalam 24 jam (-) Kejang berulang dalam 24 jam (+)
Faktor Resiko1 untuk terjadinya kejang demam berulang:
Major Minor
Umur < 1 tahun Riwayat keluarga kejang demam (+)
Durasi dari demam < 24 jam Riwayat keluarga epilepsy (+)
Demam 38-39 oC Kejang demam kompleks
Laki-laki
serum sodium
Faktor resiko berulangnya kejang demam2 :
Riwayat keluarga : kejang demam (+)
Usia < 12 bulan
Temperatur yang rendah saat kejang
Cepatnya kejang setelah demam
Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan kejang demam berulang sekitar 80%,
bila tidak terdapat faktor-faktor tersebut maka hanya 10-15% presentasi berulangnya.
Faktor resiko terjadinya epilepsy2 :
Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam pertama
Kejang demam kompleks
Riwayat epilepsi dalam keluarga (+)
Masing-masing faktor resiko memiliki kemungkinan terjadinya epilepsy sekitar 4-6%
bila kombinasi dari semua faktor resiko tersebut ada makan kemungkinan terjadinya dapat
sampai 49%.
17
Diagnosis2
Anamnesis :
Adanya kejang, jenis kejang, sadar atau tidak, durasi kejang
Suhu sebelum/saat kejang, frekuensi dalam 24 jam, interval, keadaan anak saat
kejang, penyebab demam di luar infeksi susunan saraf pusat (gejala infeksi
saluran napas akut/ISPA, infeski saluran kemih/ISK, otitis media
akut/OMA,dll)
Singkirkan penyebab demam lainnya ( seperti diare/muntah gangguan
elektrolit, sesak hipoksemia, asupan kurang hipoglikemia)
Riwayat perkembangan
Riwayat kejang demam dalam keluarga (+)
Riwayat epilepsy dalam keluarga (+)
Riwayat kehamilan/prenatal :
1. Kehamilan kurang bulan
2. Adanya infeksi TORCH atau infeksi lain saat mengandung
3. Preeklamsia dan gawat janin
4. Penggunaan narkotika (+)
5. Imunisasi antitetanus, rubella
Riwayat persalinan :
1. Asfiksia, episode hipoksik, gawat janin
2. Trauma saat persalinan
3. Ketuban pecah dini
4. Anastesi lokal
Riwayat paskanatal
1. Infeksi
2. Bayi tampak kuning
3. Infeksi tali pusat
4. Riwayat kejang (+)
5. Gerakan abnormal pada mata, lidah, dan ekstremitas, saat timbulnya
lama, frekuensi terjadinya kejang
Pemeriksaan fisik :
Kesaran : penurunan kesaran ada atau tidak,
Suhu tubuh : demam atau tidak
18
Tanda rangsang meningeal : kaku kuduk, brudzinski I dan II, Kernique, dan
Laseque
Pemeriksaan nervus kranialis
Tanda peningkatan tekanan intracranial : ubun-ubun besar (UUB) membonjol,
papil edema
Tanda infeksi di luar SSP : ISPA, OMA, ISK
Pemeriksaan neurologi : tonus, motoric, reflex, fisiologis, reflex patologis
Pemeriksaan penunjang2 :
Pemeriksaan laboratorium :
Pemeriksaan laboratorium tidak secara rutin dikerjakan pada pasien dengan
kejang demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengetahui sumber infeksi
penyebab demam, atau adanya kondisi lain (gastroenteritis dehidrasi disertai
demam). Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan : darah perifer,
elektrolit, dan gula darah
Lumbal Pungsi :
Merupakan pemeriksaan cairan serbrospinal yang dilakukan untuk
menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Pada bayi kecil
biasanya sulit untuk mendiagnosa atau menyingkirkan meningitis karena
manifestasi klinisnya tidak jelas. Lumpal fungsi dianjurkan pada :
1. Bayi < 12 bulan sangat dianjurkan
2. Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan
3. Bayi > 18 bulan tidak rutin
Tidak perlu dilakukan lumbal pungsi bila sudah yakin bukan meningitis.
Elektroensefalografi ( EEG)
Pemeriksaan EEG dapat dilakukan pada kejang demam yang tidak khas ( KDK
pada usia > 6 tahun, atau kejang demam fokal)
Radiologi :
Foto X-ray, CT-scan, dan MRI kepala jarang sekali dilakukan. Indikasi
penggunaan :
19
1. kelainan neurologic fokal yang menetap (hemiparase)
2. parase NVI
3. papilledema
Patofisiologi3 :
Kejang terjadi karena adanya gangguan keseimbangan yang terjadi antara excitatasi
dan inhibisi. Gangguan utama yang terjadi mungkin berasal dari ketidakstabilitas dari resting
potential, gangguan pada potassium atau calcium channel, kerusakan pada gamma-
aminobutyric acid (GABA) dalam sistem inhibisi, atau gangguan pada transmisi eksitasi
terutama pada tipe N-methyl-D-aspartate (NMDA)
Dalam percobaan pada hewan, gangguan dalam sistem inhibisi GABA adalah
mekanisme menyebabkan kejang umum. Tiga kelompok mekanisme fisiologis yang terlibat
dalam kejang dan epilepsi: (1) mekanisme inisiasi kejang dan propagasi (eksitasi dan
inhibisi), (2) mekanisme epileptogenesis, dan (3) genetic.
Inisiasi kejang ditandai dengan 2 peristiwa dalam kelompok neuron: (1) banyaknya
aktivitas aksi potensial yang tinggi dan (2) hypersynchronization. Banyaknya aktivitas aksi
potensial yang tinggi ini diproduksi oleh lamanya depolarisasi dari neuron yang disebabkan
oleh masuknya kalsium ekstraseluler yang membuka sodium channel. Masuknya natrium
menghasilkan potential tindakan berulang. Maka aktivitas elektrik yang terjadi akan
menyebar ke neuron normal yang berdekatan melalui sinapsis corticocortical. Jika tanpa
hambatan pada titik ini, eksitasi kortikal menyebar melalui hemifers ke korteks kontralateral
dan melalui jalur ke daerah subkortikal dari basal ganglia, thalamus, dan batang otak. Eksitasi
menyebar ke subkortikal, thalamus, dan daerah batang otak sesuai dengan fase tonik (fase
kontraksi otot dengan otot meningkat) dan berhubungan dengan hilangnya kesadaran.
Manifestasi klinis otonom juga dapat muncul pada saat ini, dan apnea dapat hadir selama
beberapa detik.
Fase klonik (fase bolak kontraksi dan relaksasi otot) dimulai sebagai neuron inhibisi
di korteks, thalamus anterior, dan basal ganglia mulai menghambat eksitasi kortikal.
Penghambatan ini menyebabkan gangguan dalam kejang, menghasilkan pola kontraksi-
relaksasi kontraksi otot. Pada titik ini neuron epileptogenik habis dan membran neuronal
mungkin yang hyperpolarized.
Aktivitas kejang menuntut kebutuhan sekitar 250% sehingga meningkatkan adenosin
trifosfat (ATP). Konsumsi oksigen otak meningkat sebesar 60%. Meskipun aliran darah otak
20
juga meningkatkan sekitar 250% selama aktivitas kejang, glukosa tersedia dan oksigen
mudah habis. Dengan kejang yang berat jaringan otak mungkin membutuhkan lebih dari ATP
dapat dihasilkan oleh jaringan dari oksigen yang tersedia dan glukosa. Kekurangan ATP,
phosphocreatine, dan glukosa kemudian terjadi, dan laktat terakumulasi dalam jaringan otak.
Kejang yang berat menghasilkan hipoksia sekunder, asidosis, dan akumulasi laktat, yang
semuanya ketidakseimbangan yang dapat menyebabkan cedera jaringan otak progresif dan
kehancuran.
Etiologi dari kejang berulang berdasarkan umur3 :
Tatalaksana :
Penatalaksanaan saat kejang :
Dapat diberikan Diazepam (IV) dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan
kecepatan 1-2mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit. Dosis maksimal : 20mg
21
Diazepam rektal lebih praktis bila terjadi kejang di rumah. Diazepam rektal diberikan
dengan dosis 0,5-0,75mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak < 10 kg dan 10mg untuk
berat badan > 10kg. atau diazepam rektal dengan dosis 5mg untuk anak < 3 tahun atau 7,5mg
untuk > 3 tahun.
Bila kejang belum berehenti setelah diberikan diazepam rektal, maka dapat diulang
kembali dengan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit dapat diulang sebanyak
2x.Bila sudah diberikan 2x masih tetap kejang, maka dianjurkan untuk pergi ke rumah sakit.
Bila kejang belum berehenti setelah diberikan diazepam maka diberikan fenitoin (IV)
dengan dosis awal 10-20mg/kg/kali dengan kecepatan 1mg/kg/menit atau kurang dari
50mg/menit. Bila kejang berhenti maka dosis selanjutnya adalah 4-8mg/kg/hari, dimulai 12
jam setelah dosis awal.
Obat Dosis Keterangan
Diazepam (rectal) 5mg < 3 tahun
7.5mg > 3 tahun
atau
5mg < 10 kg
10mg > 10kg
atau 0,5-0,75mg/kgBB/kali
Maksimun diberikan 2x
dengan jarak 5 menit. Dapat
terjadi depresi nafas maka
pemberiannya harus secara
hati-hati.
Diazepam (IV) 0.2 – 0,5mg/kgBB Diberikan perlahan-lahan
dengan kecepatan
0,5-1mg/menit. Dapat
diberikan 2x dengan jarak 5
menit. Tidak boleh diberikan
secara IM karena absorbsinya
tidak baik.
Fenitoin (IV) 15mg/kgBB perlahan-lahan
Phenobarbital Diberikan di ICU.
Pengobatan Intermitten merupakan pengobatan yang diberikan saat pasien mengalami
demam, untuk mencegah terjadinya kejang demam.
Pemberian obat saat demam :
Antipiretik :
22
Pemberian parasetamol dengan dosis 10-15mg/kg/kali diberikan 4x sehari dan tidak
lebih dari 5x. atau dosis ibuprofen 5-10mg/kg/kali 3-4x sehari. Tidak ditemukan bukti
penggunaan antipiretik mengurangi resiko terjadinya kejang demam. Namun para ahli
di Indonesia sepakat antipiretik tetap diberikan. Asam asetilsalisilat tidak dianjurkan
karena dapat menyebabkan sindrom reye pada anak <18bulan.
Obat Dosis Keterangan
Parasetamol 10-15mg/kgBB/kali Diberikan 4x sehari
Ibuprofen 5-10mg/kgBB/kali Diberikan 3-4x sehari
Antikonvulsan :
Penggunaan Diazepam oral dosis 0,3mg/kg setiap 8 jam pada saat demam dapat
menurunkan resiko berulangnya kejang. Begitu pula dengan diazepam rektal dosis
0,5mg/kg setiap 8 jam pada suhu > 38.5oC
Fenobarbital, karbamazepin, dan fenitoin tidak berguna untuk mencegah kejang
demam.
Obat Dosis Keterangan
Diazepam (oral) 0,3mg/kg Diberikan setiap 8 jam
Diazepam (rektal) 0,5mg/kg Diberikan setiap 8 jam
Pemberian obat rumat 2 berguna untuk menurunkan resiko kejang demam berulang.
Indikasi : ( salah satu)
Kejang lama > 15 menit
Adanya kelainan neurologis sebelum atau setelah kejang (hemiparase, paresis
Todd, cerebral palsy, retardasi mental, hidrosefalus)
Kejang fokal
Pengobatan rumat dipertimbangkan bila adanya kejang berulang 2x/lebih
dalam 24 jam atau kejang terjadi pada bayi < 12 bulan
Kejang demam > 4x per tahun
Pengobatan rumatan :
Diberikan fenobarbital atau asam valproate setiap hari efektif dalam menurunkan
resiko berulangnya kejang. Pengobatan rumatan hanya diberikan pada kasus selektif dan
23
pengobatannya hanya dalam jangka pendek karena banyak menyebabkan efek samping. Efek
samping penggunaan setiap hari terhadap fenobarbital dapat menimbulkan gangguan perilaku
dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus.
Obat pilihan saat ini adalah asam valproate. Asam valproate dapat menyebabkan
gangguan fungsi hati pada anak < 2 tahun. Dosis asam valproate 15-40mg/kg/hari dalam 2-3
dosis dan fenobarbital 3-4mg/kg per hari dalam 1-2 dosis.
Obat rumatan diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian diberhentikan secara
bertahap dalam 1-2 bulan.
Obat Dosis Keterangan
Fenobarbital 3-4mg/kgBB/hari dalam 1 –
2 dosis
Konsumsi setiap hari dapat
mengakibatkan adanya
gangguan perilaku dan sulit
belajar.
Asam valproate 15-40mg/kg/hari dalam 2-3
dosis
Pemberian pada usia < 2
tahun menyebabkan
gangguan fungsi hati. Periksa
SGOT/SGPT setelah
2minggu, 4 minggu, kemudia
setiap 3 bulan.
Epilepsi
Definisi : merupakan suatu keadaan neurologic yang ditandai dengan bangkitan epilepsi yang
berulang, yang timbul tanpa adanya provokasi. 6
Bangkitan epilepsi adalah manifestasi klinik yang disebabkan oleh lepasnya muatan listrik
yang abnormal, berlebih dan sinkron, dari neuron yang terutama terletak pada korteks
serebri.6
Insidensi epilepsy bervariasi tergantung dari umur. Insidensi epilepsy mencapai 0.5%
sampai 1% dari anak-anak dengan onset selama bayi atau balita. Bayi lebih rentan terjadinya
epilepsy selama 12 bulan pertama dari kehidupan. Insidensi epilepsy akan menurun sesuai
24
dengan umur, 75-80% kasus epilepsy muncul sebelum umur 20 tahun, 30% muncul selama 4
tahun pertama. Sekitar 181.000 kasus di Amerika Serikat ditemukan setiap tahunnya. 3
Diagnosis4 :
Kejang (+) Karena adanya abnormalitas fungsi otak yang bersifat paroksismal dengan
bangkitan spontan
Gambaran EEG yang abnormal
Indikasi rawat : bila terjadi status epileptikus4
Pengobatan4 :
Diberikan obat maintenance yang diusahakan hanya satu jenis dengan dosis yang kecil dan
dosis dapat dinaikan dalam 3-4 hari.
Obat Indikasi Dosis Efek samping
Karbamazepin Bangkitan partial dan
umum
5-30mg/kgBB/hari
dibagi dalam 3 dosis
dan mulai dengan
dosis terendah
Mengantuk, pusing,
icterus, anemia,
sindrom steven
jhonson, ataksia,
diplopia.
Asam valproat Semua jenis epilepsi 10-60mg/kgBB/hari
dalam 2 -3 dosis
Rambut rontok, nyeri
perut, berat badan
meningkat,
trombositopenia,
hepatitis.
Difenilhidantoin Bangkitan Partial umum,
umum
4-10mg/kgBB/hari
dalam 2 dosis
Hiperplasi gusi
Fenobarbital Bangkitan parsial
umum, tonik
3-5mg/kgBB/hari
dalam 1 -2 dosis
Mengantuk,
hiperaktifitas,
hiperiritabilitas,
agresifitas, gangguan
kognitif dan daya
ingat
Nitrazepam Spasme infantile dan 0,2-0,5mg/kgBB/hari Mengantuk,
25
bangkitan mioklonik dalam 2 dosis hipotonus,
hipersekresi bronkus,
hipersalivasi.
Anemia Defisiensi Besi7 (ADB):
Merupakan masalah yang sering dijumpai di Indonesia. Hasil survei rumah tangga pada tahun
1996 menemukan 40,5% anak balita dan 47,2% anak usia sekolah menderita ADB.
Banyaknya komplikasi yang akan terjadi bila tidak diberikan penanganan dan pencegahan
yang tepat.
Etiologi berdasarkan umur :
Perjalanan penyakit anemia defisiensi besi :1. Stadium I: Hanya ditandai oleh kekurangan persediaan besi di dalam depot. Keadaan
ini dinamakan stadium deplesi besi. Pada stadium ini baik kadar besi di dalam serum
maupun kadar hemoglobin masih normal. Kadar besi di dalam depot dapat ditentukan
dengan pemeriksaan sitokimia jaringan hati atau sumsum tulang. Disamping itu kadar
feritin/saturasi transferin di dalam serumpun dapat mencerminkan kadar besi di dalam
depot.
2. Stadium II: Mulai timbul bila persediaan besi hampir habis. Kadar besi di dalam
serum mulai menurun tetapi kadar hemoglobin di dalam darah masih normal.
Keadaan ini disebut stadium defisiensi besi.
26
3. Stadium III: Keadaan ini disebut anemia defisiensi besi. Stadium ini ditandai oleh
penurunan kadar hemoglobin MCV, MCH, MCHC disamping penurunan kadar feritin
dan kadar besi di dalam serum.
Gejala klinis :
Gejala klinis dalam stadium deplesi besi tidak spesifik. Pada ADB gejala klinis terjadi secara
bertahap. Kekurangan zat besi di dalam otot jantung menyebabkan terjadinya gangguan
kontraktilitas otot organ tersebut. Iritabilitas, daya perhatian yang berkurang sehingga
menurunkan prestasi belajar kasus ADB. Penderita ADB lebih mudah terserang infeksi
karena defisiensi besi dapat menyebabkan gangguan fungsi neutrofil dan berkurangnya sel
limfosit T yang penting untuk pertahanan tubuh terhadap infeksi. Pika sering ditemukan pada
anak dengan anemia defisiensi besi karena terdapat rasa kurang nyaman pada mulut. Rasa
kurang nyaman pada mulut ini dikarenakan enzim sitokrom oksidase yang terdapat pada
mukosa mulut yang mengandung besi berkurang. Kolinikia (kuku sendok) juga sering
ditemukan pada anak dengan ADB. Papil lidah yang atrofi juga dapat ditemukan pada anak
dengan ADB.
Diagnosis :
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisik : pucat tanpa perdarahan atau organomegali
3. Laboratorium : anemia hipokromik mikrositik dan turunnya kadar ferritin pada serum
4. Respons (+) saat diberikan senyawa besi.
Pengobatan :
Diberikan preparat besi berupa garam Fero (Sulfat, glukonat, dan fumarat) dengan dosis pada
bayi dan anak 3-6mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. Dianjurkan 30 menit sebelum sarapan
pagi dan makan malam karena lebih baik dalam penyerapan tetapi karena terdapat efek
samping seperti mual, nyeri pada ulu hati, dan konstipasi maka diberikan setelah makan.
Terapi tidak boleh lebih dari 5 bulan untuk menghindari kelebihan besi. Transfusi darah
diberikan bila Hb <6mg/dl.
27
Infeksi TORCH8 :
Merupakan Infeksi Toxoplasmosis, Other, Rubella, CMV , dan HSV
Toxoplasmosis
Organisme Toxoplasma Gondii
Transmisi Transplasenta dan rute fecal oral
Klinis Trimester 1 : biasanya meninggal
Trimester 2 : hidrosefalus, intracranial kalsifikasi, korioretinitis
Trimester 3 : sama seperti trimester 2
Lain-lain : kejang, demam, IUGR, gangguan pendengaran,
maculopapular rash, jaundice, hepatosplenomegali, anemia,
limpadenopati
Diagnosis Isolating organism dari placenta, serum, CSF
PCR & IgM titer
Terapi Pyrimethamine 2mg/kgBB ( maksimun 50mg/dosis) dalam 2 hari,
kemudian 1mg/kgBB (maksimun 25mg/dosis) dalam 6 bulan,
kemudian 1mg/kgBB (maksimun 25mg/dosis) setiap hari dalam
setahun
Sulfodiazine 100mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis setiap hari
dalam setahun
Leucovorin 10mg 3x seminggu dan sekali dalam seminggu setelah
menerima terapi pyrimethamine
28
Glucokortikoid (prednisone 0,5mg 2x/hari) jika protein CSF>1g/dL
atau koriorenitis (+)
Sifilis
Organisme Tropenema Pallidum
Transmisi Transplasental
Sexual transmisi
Klinis Makulopapular rash
Limfadenopati, trombocitopenia, anemia, meningitis, korioretinitis, dan
osteokondritis
Diagnosis Dark field mikroskopi
FTA-Abs, RPR, VDRL
Terapi Bayi < 1 bulan, diberikan benzathine penicillin G (50.000units/kg (IM)
atau 10 hari aqueous penicillin G 50.000 units/kg IV setiap 12 jam dan
setiap 8 jam
Anak > 1 tahun diberikan aqueous Penicillin G (50.000 units/kgBB
(IV) setiap 4 sampai 6 jam dalam 10 hari) dan diberikan benzathine
penicillin (50.000 units/kg IM)
Rubella
Organisme Togavirus
Transmisi Transplasental
Respiratory secretions
Klinis Blueberry muffin rash
Katarak
Salt and pepper retinopati
Rediolusent bone diseases
IUGR, glaucoma, gangguan pendengaran, pulmonic stenosis, patent
duktus arteriosus, limfadenopati, jaundice, hepatosplenomegali,
thrombocytopenia, diabetes melitus
Diagnosis Culture dari darah, urine, CSF, oral/nasal secret
IgM titer
Terapi Supportive care
29
HSV
Organisme Human herpesvirus 1 & 2
Transmisi Perinatal (kontak dengan vagina saat melahirkan)
Kontak langsung
Klinis Vesicular lesi
Ketatokonjuntivitis, katarak, korioretinitis
Ulser pada mulut, palatum, dan lidah
Kejang, letargi, tremor, sulit makan, temperature instability
Diagnosis PCR dari CSF
IgM titer
Culture lesi HSV
Terapi Acyclovir (IV) 60mg/kg/hari setiap 8 jam
CMV
Organisme Human herpesvirus 5
Transmisi Transplasenta
Perinatal (kontak dengan vagina saat melahirkan, ASI)
Kontak dengan cairan tubuh
Klinis Asimtomatik saat lahir
Periventricular kalsifikasi
IUGR, gagal tumbuh, mikrosefali, sensorineural hearing loss, retinitis,
jaundice, hepatosplenomegali, hipotonis, letragi
Diagnosis Culture dari urine atau sekresi faringeal
Terapi Gancyclovir 6mg/kgBB/dosis (IV) dalam 6 minggu
Supportive care
30
Tanda dan gejala meningitis bayi :
31
Reflek-refleks pada bayi dan anak :
Refleks-refleks yang terdapat pada bayi dan anak, sebagian besar mengarah kepada tahap
perkembangan susunan somatomotorik.
32
Refleks moro
cara : bayi dibaringkan terlentang, kemudian diposisikan setengah duduk dan disanggah
oleh kedua telapak tangan pemeriksa kemudian secara tiba-tiba tetapi hati-hati kepala bayi
dijatuhkan 30-45o (merubah posisi badan anak secara mendadak) atau dengan
menimbulkan suara keras secara mendadak ataupun dengan menepuk tempat tidur bayi
secara mendadak.
(+) jika terjadi abduksi-ekstensi keempat ektremitas dan pengembangan jari-jari, kecuali
pada falangs distal jari telunjuk dan ibu jari yang dalam keadaan fleksi. Gerakan asimetri
pada tangan dan kaki harus dicurigai adanya hemiparase, fraktur klavikula atau humerus.
Akan menghilang setelah bayi berusia > 6 bulan
Refleks Palmar Grasp
Cara : bayi diposisikan dalam posisi supinasi, kepala menghadap ke depan dengan
tangan dalam keadaan setengah fleksi. Dengan menggunakan jari telunjuk pemeriksa
menyentuh sisi luar tangan secara cepat sambil menekan permukaan telapak tangan
(+) jika fleksi seluruh jari (memegang tangan pemeriksa)
reflex palmar grasp asimetri dapat dicurigai adanya kelemahan otot-oto fleksor jari
tangan atau klumpke’s Paralyse.
Menghilang setelah usia 6 bulan, pada penderita cerebral palsy akan menetap setelah
usia 6 bulan.
Refleks Plantar Grasp
Caranya: Bayi diposisikan dalam posisi supinasi kemudian ibu jari tangan pemeriksa
menekan pangkal ibu jari bayi di daerah plantar
(+) didapatkan fleksi plantar seluruh jari kaki
(-) dijumpai pada bayi dengan kelainan pada medula spinalis bagian bawah
Menghilang usia 9 bulan dan pada usia 10 bulan sudah menghilang sama sekali
Refleks Snout
Caranya: Dilakukan perkusi pada daerah bibir atas.
(+) didapatkan respon berupa bibir atas dan bawah menyengir atau kontraksi otot-otot
di sekitar bibir dan di bawah hidung.
menghilang setelah usia 3 bulan.Refleks snout yang menetap pada anak besar
menunjukkan adanya regresi SSP.
33
Refleks Tonic neck
Caranya: Bayi diposisikan dalam posisi supinasi, kemudian kepalanya diarahkan
menoleh ke salah satu sisi.
(+) apabila lengan dan tungkai yang dihadapi/sesisi menjadi hipertoni dan ekstensi,
sedangkan lengan dan tungkai sisi lainnya menjadi hipertoni dan
menghilang setelah usia 5 - 6 bulan. Apabila masih menetap sampai usia 6 bulan
terjadi gangguan pada ganglion basalis.
Refleks Stepping
Caranya: Bayi dipegang pada daerah thoraks dengan kedua tangan pemeriksa.
Kemudian pemeriksa mendaratkan bayi dalam posisi berdiri di atas tempat periksa.
Pada bayi berusia kurang dari 3 bulan, salah satu kaki yang menyentuh alas tampat
periksa akan berjingkat sedangkan pada yang berusia lebih dari 3 bulan akan
menapakkan kakinya. Kemudian diikuti oleh kaki lainnya dan kaki yang sudah
menyentuh alas periksa akan berekstensi seolah-olah melangkah untuk melakukan
gerakan berjalan secara otomatis.
(-) pada penderita cerebral palsy, mental retardasi, hipotoni dan hipertoni
Reaksi Penempatan Taktil
Caranya: Seperti pada refleks berjalan, kemudian bagian dorsal kaki bayi disentuhkan
pada tepi meja periksa.
(+) bila bayi meletakkan kakinya pada meja periksa.
(-) bayi dengan paralise ekstremitas bawah.
Refleks Terjun
Caranya: Bayi dipegang pada daerah thorak dengan kedua tangan pemeriksa dan
kemudian diposisikan seolah-olah akan terjun menuju meja periksa dengan posisi
kepala lebih rendah dari kaki.
(+) apabila kedua lengan bayi diluruskan dan jari-jari kedua tangannya dikembangkan
seolah-olah hendak mendarat di atas meja periksa dengan kedua tangannya.
mulai tampak pada usia 8 – 9 bulan dan menetap.
(-)pada bayi tetraplegi
34
Analisa Kasus
Diagnosa masuk : Kejang demam kompleks
Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium yang
ditemukan maka pasien An. ND dipilih diagnosa Kejang demam kompleks. Dari anamnesis
ditemukan kriteria dari kejang demam kompleks yaitu adanya kejang yang berulang lebih
dari 1x dalam waktu 24 jam disertai dengan demam. Pada pasien ini juga ditemukan faktor
resiko untuk terjadinya kejang demam berulang antara lain adalah umur < 1 tahun (pada
pasien ini 3 bulan) dan suhu demam 38-39oC (pada pasien ini 38.5oC). Pada pemeriksaan
laboratorium ditemukan leukosit yang normal (8000/ul).
Pada pasien ini terapi yang diberikan antara lain O2 nasal kanul 1 lpm karena bila
terjadi kejang kebutuhan ATP akan meningkat sehingga konsumsi O2 dalam otak akan lebih
meningkat bila terus menerus maka hal yang ditakutkan adalah terjadinya hipoksia, IVFD RL
250cc 20 tetes mikrobuket setelah itu lanjutkan Kaen 1B 20 tetes mikrobuket, Injeksi
ceftriaxone 2 x 250mg dalam NaCl 0.9% drip menggunakan syringe pump (dilakukan Skin
test dahulu) diberikan antibiotic sefalosporin generasi ke 3 karena dicurigai adanya infeksi
yang dapat mencetuskan terjadinya kejang, Injeksi ranitidine 2 x 6mg, Injeksi dexametason 3
x 1,5mg diberikan untuk mengurangi inflamasi bila dicurigai adanya infeksi, Injeksi Fenitoin
2 x 25mg digunakan untuk menggurangi kejangnya. Fenitoin diberikan dengan cara
diencerkan 20x pengenceran NaCl 0.9% drip menggunakan syringe pump selama 15 menit)
Diagnosa akhir pasien : Kejang demam ec. Epilepsi yang diprovokasi panas dan anemia.
Berdasarkan anamnesa yang ditemukan pada pasien ini, dapat disingkirkan diagnosa
kejang demam kompleks karena pada pasien ini umurnya tidak mencukupi dari kriteria
diagnosis kejang demam kompleks. Kriteria diagnosis kejang demam merupakan umur harus
6-60bulan tetapi pada pasien umurnya masih baru 3 bulan. maka dipilih diagnosa kejang
demam ec. Epilepsi yang diprovokasi panas dikarenakan kejang yang dirasakan pasien sudah
berlangsung lebih dari 1x dalam waktu lebih dari 24jam. Untuk memastikan apakah pasien
ini epilepsy atau bukan disarankan untuk melakukan EEG.
Pada pasien ini dapat disingkirkan kejang demam e.c infeksi karena pada anamnesis
tidak ditemukan tanda-tanda infeksi. Pada pasien ini tidak ditemukannya batuk dan pilek
yang akan mengarah ke ISPA, irritabilitas, mual, muntah, dan BAK pada pasien ini baik serta
tidak ditemukannya adanya napsu makan yang menurun. Pada pasien ini dapat juga
disingkirkan infeksi SSP karena jika terjadi infeksi pada sistem syaraf pusat akan ditemukan
35
tanda-tanda rangsang meningeal (+) seperti kaku kuduk dan tidak ditemukannya tanda dan
gejala lainnya seperti, rewel, lemas, nafas cepat, menggigil, mual, muntah, tidak ingin
disentuh, dan ruam merah. Selain itu, tidak ditemukan adanya leukositosis sehingga dapat
disingkirkan kejang demam e.c infeksi atau meningitis. Untuk lebih jelasnya pada pasien ini
disarankan untuk melakukan lumbal pungsi untuk menyingkirkan meningitis. Selain infeksi
dari SSP dapat juga di pikirkan infeksi dari TORCH. Infeksi TORCH yang paling mengarah
yaitu toxoplasmosis. Infeksi toxoplasmosis dapat disingkirkan karena pada pasien ini tidak
ditemukan adanya korioretinitis, intracranial kalsifikasi, hidrosefalus.
Kejang e.c elektrolit imbalance dapat dipikirkan sebagai diagnosis banding pada
pasien ini. Karena pada pasien ini terjadi kejang yang akut. disarankan untuk melakukan
pengecekan eletrolit untuk menyingkirkan diagnosis ini.
Diagnosis anemia didapatkan dari hasil laboratorium yang menunjukan hb dan ht
yang menurun. Anemia yang pertama kali dapat dipikirkan adalah anemia defisiensi besi
karena di Indonesia Anemia defisiensi besi merupakan memiliki insidensi tersering anemia
pada anak-anak. Selain itu, dapat dipikirkan pada pasien ini mengkonsumsi ASI ekslusif
tanpa diberikan suplemen besi tambahan. Di sarankan pemberian suplemen besi tambahan
pada anak yang berumur 4 bulan karena Bayi yang mendapat ASI eksklusif selama 6 bulan
dan kemudian tidak mendapat besi secara adekuat dari makanan. Untuk menunjang diagnosis
anemia ini disarankan untuk pengecekan serum ferritin, serum iron, total iron banding
capacity, MCV dan MCH, dan apusan darah tepi.
36
Daftar Pustaka1. Kliegman, R., Stanton, B., Schor, N., Geme III, J., & Behrman, R. (2011).
Nelson Texbook of Pediatrics (Vol. 19th). ELSIVIER.
2. Ismael, Sofyan. "Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam." (2012): n.
pag. IDAI. IDAI. Web.
<http://idai.or.id/wp-content/uploads/2013/02/Kejang-Demam-Neurology-
2012.pdf>.
3. McCance, Kathryn L., and Clayton Parkinson. Study Guide for
Pathophysiology, the Biologic Basis for Disease in Adults and Children,
Sixth Edition. 6th ed. St. Louis, MO: Mosby, 2010. Print.
4. Standar Penatalaksanaan Ilmu Kesahatan Anak. N.p.: Universitas
Sriwijaya, 2010. Print.
5. Saharso, D., & Harjana, A. (2005). Pemeriksaan Neurologis pada Bayi dan
Anak. In Pemeriksaan Neurologis pada Bayi.
6. Epilepsi dan Gangguan kejang lain. (n.d.). In Standar Pelayanan Medik
Perdossi. Perdossi.
7. Abdulsalam, M., & Daniel, A. (2002). Diagnosis, Pengobatan, dan
Pencegahan Anemia Defisiensi Besi. 2, 74-77.
8. TORCH Infections. (n.d.). Retrieved January 4, 2016, from
https://pedclerk.bsd.uchicago.edu/page/torch-infections
37