Volume 2 No.
Jurnal Biology(Sarana Inform
• Implementa
Pembelajar
Oleh : Jail
• Penerapan
Oleh : Bur
• Aktivitas A
Oleh : Syaf
• Pengaruh
Bermain
Raudhatul A
Oleh: Juai
• Perbedaan
Dengan M
Konsep Ek
Oleh : Har
• Upaya M
Lingkunga
Oleh : Azw
Penerbit Program Studi P
No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2
urnal iology Education
Informasi Insan Akademis, Ilmiah dan Profesional)
ementasi Pendekatan Science Technology Society
elajaran Sains Sebagai Upaya Peningkatan Life Skill
Jailani, Ibrahim, Herman
rapan Kalkulus Integral Pada Bidang Biologi
Burhanuddin AG
itas Antibakteri Ekstrak Buah Laban (Vitex pinnata L
Syafruddin, Mutia, Lukmanul Hakim
aruh Penggunaan Media Balok Cuisenaire Deng
ain Terhadap Peningkatan Kecerdasan Matematika
hatul Athfal Al-Ikhsan Kota Banda Aceh
Juairiah
edaan Hasil Belajar Antara Penerapan Metode Blen
an Metode Konvensional Dalam Pembelajaran B
ep Ekosistem Siswa Kelas X MAN 2 Banda Aceh
Harmaini, Jailani, Musriadi
ya Meningkatkan Kesadaran Masyarakat tentang
kungan Melalui Pendidikan Lingkungan Hidup
: Azwir, Almukarramah
di Pendidikan Biologi Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh
SN: 2302-416X
(STS) Dalam
Skill Siswa
nata Linn)
Dengan Metode
atika Pada Anak
Blended Learning
ran Biologi Pada
ntang Pelestarian
Aceh
Jurnal Biology Education Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X
JURNAL BIOLOGY EDUCATION (Sarana Informasi Insan Akademis, Ilmiah dan Profesional)
Dewan Redaksi
Ketua : Jailani
Sekretaris : Musriadi
Anggota Redaksi
Armi
M. Ridhwan
Evi Apriana
Jalaluddin
Erdi Surya
Mardiana
Rubiah
Burhanuddin AG
Tata Usaha
Ibrahim
Almukarramah
Azwir
Nurul Akmal
Mitra Bestari :
Prof. Aloius Duran Corebina, M.Pd (UM – Malang)
Prof. Jamaluddin Idris, M.Pd ( IAIN Ar Raniry)
Prof. Murniati AR, M.Pd (Unsyiah)
Prof. Dr. Albinus Silalahi, MS (Unimed)
Prof. Dr. Abdul Muin Sibuea, M.Pd (Unimed)
Dr. Djufri, M.Si (Unsyiah)
Dr. Muhibuddin, M.Si (Unsyiah)
Dr. Abdullah, M.Si (Unsyiah)
Alamat Redaksi
Jln. T. Imeum Lueng Bata Universitas Serambi Mekkah
Email : [email protected]
Contat Person 08126941472/081360010330
Dicetak di Percetakan CV. Azzam Banda Aceh. Isi diluar tanggung jawab percetakan
Jurnal Biology Education Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X
JURNAL BIOLOGY EDUCATION (Sarana Informasi Insan Akademis, Ilmiah dan Profesional)
Pedoman Penulisan
1. Artikel di tulis dalam bahasa indonesia atau bahasa inggris, merupakan tulisan orisinil penulis
berupa hasil penelitian, gagasan konseptual, kajian dan aplikasi teori serta tinjauan teoritis yang
belum pernah dikirim dan dipublikasi di jurnal lain
2. Artikel di ketik dengan program microsoft word pada kertas ukuran kwarto (A4) minimal 10
halaman dan maksimal 15 halaman dengan jarak baris 2 spasi
3. Abstrak di tulis dalam bahasa inggris atau bahasa indonesia. Panjang abstrak 100- 150 kata, di
tulis dalam satu paragraf dan diketik dalam spasi tunggal
4. Artikel hasil penelitian memuat : judul, nama pengarang ( tanpa gelar akademik). Abstrak
bahasa inggris atau bahasa indonesia, kata kunci, pendahuluan, tujuan, metode, hasil,
pembahasan, kesimpulan dan saran, daftar rujukan, (berisi pustaka yang dirujuk dalam artikel)
5. Daftar pustaka di sajikan mengikuti tata cara seperti contoh berikut dan di urutkan secara
alfabetis dan kronologi
Champagne, A. B., Gunstone, R. F., & Klopfer (2003). Effecting changes in cognitive structures
among physics student. In: L.West & A. Pines (Eds.) Cognitive Structure and
Conceptual Change. Orlando: Academic Press. 163-188.
Cheng, K. K., Thacker, B. A., & Cardenas, R. L. (2004). “Using online homework system enhances
students learning of physics concepts in an introductory physics course”. American
Journal of Physics, 72(11): 1447-1453.
6. Naskah dikirim kealamat sekretariat redaksi Jurnal Biology Education Jln. Tgk. Imuem Lueng
Bata Batoh contant person 08126941472/081360010330 atau via internet melaui : email
7. Dewan Redaksi akan merespon semua naskah setelah mendapat jawaban dari Dewan Redaksi
dan Mitra Bestari
8. Penulis yang artikelnya di muat wajib menjadi pelanggan minimal selama satu tahun, dan
memberikan konstribusi biaya cetak catak minimal Rp. 250.000,- dilunasi setelah naskah
diperiksa dan di nyatakan publikasi oleh Dewan Redaksi serta Penulis yang artikelnya dimuat
akan mendapatkan imabalan berupa bukti pemuatan 2 eksampler dan surat keterangan
pemuatan yang di tanda tangani oleh Dewan Redaksi
Jurnal Biology Education Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X
PENGANTAR REDAKSI
Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT, dengan Taufik dan hidayah-Nya sehingga Jurnal
Biology Education ini dapat terbit pada edisi Kedua. Kemudian Shalawat dan salam kita sampaikan
kepada Rasulullah Nabi Muhammad SAW yang telah membawa ummat manusia dari samudera
kebathilan menuju pantai ilmu pengetahuan serta yang menuntun hati manusia menuju jalan
kebenaran dan berakhlakul karimah.
Tulisan Ketiga ini memuat serangkaian artikel diantaranya “Implementasi Pendekatan Science
Technology Society (STS) Dalam Pembelajaran Sains Sebagai Upaya Peningkatan Life Skill Siswa,
Penerapan Kalkulus Integral Pada Bidang Biologi, Aktivitas Antibakteri Ekstrak Buah Laban (Vitex
pinnata Linn), Pengaruh Penggunaan Media Balok Cuisenaire Dengan Metode Bermain Terhadap
Peningkatan Kecerdasan Matematika Pada Anak Raudhatul Athfal AL-Ikhsan Kota Banda Aceh,
Perbedaan Hasil Belajar Antara Penerapan Metode Blended Learning Dengan Metode
Konvensional Dalam Pembelajaran Biologi Pada Konsep Ekosistem Siswa Kelas X MAN 2 Banda
Aceh”, Upaya Meningkatkan Kesadaran Masyarakat tentang Pelestarian Lingkungan Melalui
Pendidikan Lingkungan Hidup.
Jurnal Biology Education ini terbit melibatkan banyak pihak dalam memberi bimbingan,
motivasi, oleh karena itu sudah sepantasnya pada kesempatan ini Tim Dewan Redaksi
menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang tulus dan ikhlas kepada
Ketua Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Serambi Mekkah baik secara langsung
maupun tidak langsung telah membantu proses pelaksanaan penerbitan kedua Jurnal Biology
Education ini. Semua pihak yang telah membantu Dewan Redaksi untuk menyelesaikan Jurnal
Biology Education ini
Demikian isi Jurnal Biology Education Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ini, dengan ucapan
terima kasih kepada penulis. Semoga dengan terbitnya edisi ini memacu para insan akademisi untuk
lebih kreatif dan mengungkapkan suatu ide dan pemikiran secara ilmiah dan profesional dalam
tulisan
Tim Redaksi
Jurnal Biology Educatio
(Sar
VOLU
FKIP Prog
Jurnal Biology Educatio
• Implementasi Pen
Sebagai Upaya Pe
Jailani, Ibrahim,
• Penerapan Kalkulu
Burhanuddin AG
• Aktivitas Antibakt
Syafruddin, Mutia
• Pengaruh Penggu
Peningkatan Kece
Aceh
Juairiah
• Perbedaan Hasil
Konvensional Dal
Banda Aceh
Harmaini, Jailani,
• Upaya Meningka
Pendidikan Lingku
Azwir, Almukarra
ucation Volume 2 N
Jurnal Biology Educati
(Sarana Informasi Insan Akademis, Ilmia
VOLUME 2
Diterbitkan Oleh:
Program Studi Pendidikan Biologi Univ
ducation Volume 2 Nomor 1 H
si Pendekatan Science Technology Societ
Peningkatan Life Skill Siswa
, Herman
alkulus integral Pada Bidang Biologi
AG
tibakteri Ekstrak Buah Laban (Vitex pinnat
utia, Lukmanul Hakim
enggunaan Media Balok Cuisenaire D
Kecerdasan Matematika Pada Anak Raud
Hasil Belajar Antara Penerapan Metode
al Dalam Pembelajaran Biologi Pada Konse
lani, Musriadi
ingkatkan Kesadaran Masyarakat tentan
Lingkungan Hidup
arramah
No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X
ducation , Ilmiah dan Profesional)
OKTOBER 2013
leh:
i Universitas Serambi Mekkah
Hal 1-42 Banda Aceh Oktober 201
Society (STS) Dalam Pembelajaran Sains
(1-7)
(8-13)
pinnata Linn)
(14-19)
ire Dengan Metode Bermain Terhadap
Raudhatul Athfal AL-Ikhsan Kota Banda
(20-31)
etode Blended Learning Dengan Metode
Konsep Ekosistem Siswa Kelas X MAN 2
(32-36)
tentang Pelestarian Lingkungan Melalui
(37-42)
416X
2013
Sains
hadap
Banda
etode
AN 2
elalui
Jurnal Biology Education Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X
Page 1 Jurnal Biology Education
IMPLEMENTASI PENDEKATAN SCIENCE TECHNOLOGY SOCIETY (STS) DALAM
PEMBELAJARAN SAINS SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN LIFE SKILL SISWA
Jailani, Ibrahim, Herman
(Staf Pengajar Prodi Pendidikan biologi FKIP-USM Banda Aceh)
ABSTRAK
Pendekatan Science Technology Society merupakan salah satu pendekatan yang meng-hubungkan
antara pembelajaran sains di dalam kelas dengan kemajuan teknologi dan perkembangan masyarakat
yang ada disekitar siswa. Melalui pendekatan ini, siswa dilatih untuk memadukan pemahamannya
tentang dunia alam (sains) dengan dunia buatan manusia (teknologi) dan dunia sosial melalui
pengalaman siswa sehari-hari dalam lingkungan masyarakat. Pembelajaran dengan pendekatan STS
tidak hanya menekankan pada penguasaan ranah konsep IPA, namun juga menekankan pada
penguasaan proses IPA, berpikir kreatif, dan pembentukan sikap ilmiah. Dengan penguasaan semua
ranah tersebut diharapkan terjadi peningkatan life skill siswa. Untuk memudahkan guru dalam
mengimplementasikan pendekatan STS, dapat disusun semacam modul pembelajaran yang
dikhusususkan untuk meteri tertentu dengan langkah-langkah yang ditentukan. Tahapan pembelajaran
STS dapat disesuaikan dengan materi ajar dan menekankan pada keterampilan proses. Pembelajaran
sains hendaknya mengajak siswa untuk menemukan dan menyikapi permasalahan yang terjadi di
masyarakat, dan menumbuhkan sikap peduli terhadap lingkungan
Kata kunci: Science Technology Society, pendekatan pembelajaran, life skill.
1. Pendahuluan
Pendekatan Science Technology
Society (STS) dalam pembelajaran sains
merupakan perekat yang mempersatukan sains
(IPA), teknologi dan masyarakat. Ciri-ciri
pendekatan STS, antara lain (1) difokuskan pada isu-isu sosial dan teknologi di
masyarakat yang terkait dengan konsep atau
prinsip sains yang akan diajarkan; (2) di-arahkan pada peningkatan pengetahuan dan
keterampilan siswa dalam membuat keputusan
berdasarkan informasi ilmiah; (3) menjadikan
seseorang tanggap terhadap karir pada masa
depan; (4) menekankan evaluasi belajar pada
kemampuan siswa dalam memperoleh dan
menggunakan informasi ilmiah dalam me-mecahkan masalah (Hidayat,1991, dan Yager, 1992). Pembelajaran sains yang diajarkan
sesuai dengan hakikat sains yakni proses,
produk, sikap, dan teknologi akan menjadi
sarana untuk mengembangkan aspek kognitif,
afektif, dan keterampilan proses sains.
Berdasarkan hasil observasi, pembelajaran
sains selama ini kurang mengajak siswa untuk
menemukan dan menyikapi permasalahan yang terjadi di masyarakat, akibatnya sikap
peduli lingkungan siswa terhadap lingkungan
kurang. Selain itu, hasil belajar yang diperoleh
mahasiswa juga rendah.
Kegiatan pembelajaran IPA dengan
menggunakan pendekatan STS diusahakan
agar materi yang diajarkan di dalam kelas
dapat dikaitkan dengan situasi dunia nyata di
luar kelas yang menyangkut perkembangan
teknologi dan situasi masyarakat. Hal ini
menggambarkan bahwa pendekatan STS
dijalankan untuk mempersiapkan siswa dalam menghadapi masa depannya. Pendekatan STS
ini menuntut agar siswa diikutsertakan dalam
penentuan tujuan, perencanaan, pelaksanaan,
cara mendapatkan informasi, dan evaluasi
pembelajaran. Adapun yang digunakan
sebagai penata (organizer) dalam pendekatan
STS adalah isu-isu dalam masyarakat yang ada
kaitannya dengan sains dan teknologi. STS
dipandang sebagai proses pembelajaran yang
senantiasa sesuai dengan konteks pengalaman
manusia. Siswa dalam hal ini diajak untuk
meningkatkan kreatifitas, sikap ilmiah, dengan
menggunakan konsep dan proses sains dalam
kehidupan sehari-hari. Seperti yang dikatakan
oleh Abdul Majid (2007) bahwa ”belajar
dengan melakukan (Learning by doing) men-jadikan proses belajar itu lebih menyenangkan.
Oleh karena itu, guru harus menyediakan
kesempatan kepada siswa untuk melakukan
apa yang dipelajarinya, sehingga siswa mem-peroleh pengalaman nyata”.
Menurut Mardana, P. (2001) “Pem-belajaran sains dengan pendekatan STS akan
mengarahkan pada proses belajar sains yang
bermakna (Meaningfull Learning). Belajar
Jurnal Biology Education Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X
Page 2 Jurnal Biology Education
sains bagi siswa tidak saja bermanfaat bagi
perkembangan sains itu sendiri, tetapi
bagaimana sains itu dapat digunakan untuk
memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-
hari untuk meningkatkan kualitas hidup. Dalam pembelajaran sains dengan pendekatan
STS, siswa diarahkan untuk literasi sains dan
teknologi, artinya siswa dapat memahami dari
segi sains, teknologi, dan lingkungan sekitar-nya, yang penuh dengan produk teknologi
serta dampak-dampak yang ditimbulkannya.
Yager (1992) menyebutkan bahwa
orang yang memiliki literasi sains adalah
orang yang memiliki:
(1) Pengetahuan cukup tentang fakta,
konsep, teori sains dan kemampuan
untuk mengaplikasikannya.
(2) Pemahaman tentang sains dan
hakekat sains.
(3) Sikap positip terhadap sains dan
teknologi
(4) Apresiasi terhadap nilai sains dan
teknologi dalam masyarakat dan
pengetahuan tentang bagaimana
sains, teknologi dan masyarakat
saling mempengaruhi.
(5) Kemampuan menggunakan proses
sains untuk menyelesaikan masalah dan mengambil keputusan sehari-
hari.
(6) Kemampuan membuat keputusan
berdasarkan nilai tentang isu-isu
masyarakat.
(7) Kemampuan keterampilan proses
sains untuk dapat diaplikasikan dalam
bekerja dan dapat berperan dalam
masyarakat.
(8) Pandangan dan pemahaman yang
lebih baik terhadap lingkungan
karena adanya pembelajaran sains di
sekolah.
2. Pembelajaran IPA dengan Pendekatan
STS
Yager (1992) menyebutkan NSTA
(National Science Teachers Associution)
mengajukan sebelas ciri-ciri dalam memerikan
pendekatan STS dalam mengajar, antara lain: (1) Siswa mengidentifikasi masalah-masalah
vang ada di daerahnya dan dampaknya.
(2) Menggunakan sumber-sumber setempat
(nara sumber dan bahan-bahan) untuk
memperoleh informasi yang dapat
digunakan dalam pemecahan masalah.
(3) Keterlibatan siswa secara aktif dalam
mencari informasi yang dapat diterapkan
untuk memecahkan masalah-masalah
nyata dalam kehidupannya.
(4) Perluasan untuk terjadinya belajar melebihi periode, kelas, dan sekolah.
(5) Memusatkan pada pengaruh sains dan
teknologi kepada individu siswa.
(6) Pandangan mengenai sains sebagai
content lebih dan sekedar yang hanya
berisi konsep-konsep dan untuk
menyelesaikan ujian.
(7) Penekanan keterampilan proses sains,
agar dapat digunakan oleh siswa dalam
mencari solusi terhadap masalahnya.
(8) Penekanan kepada kesadaran-kesadaran
mengenai karier, khususnya karier yang
berhubungan dengan sains dan teknologi.
(9) Memberikan kesempatan kepada siswa
untuk berperan dalam bermasyarakat se-
bagai usaha untuk memecahkan kembali
masalah-masalah yang diidentifikasikan-
nya.
(10) Menentukan proses (ways) sains dan
teknologi yang mempengaruhi masa depan.
(11) Sebagai perwujudan otonomi setiap
individu dalam proses belajar (sebagai
masalah individu). Pendekatan STS memberikan
alternatif pembelajaran IPA yang merupakan
kecenderungan baru dalam pendidikan IPA,
yang memungkinkan siswa belajar IPA lebih
baik dan dapat menggunakan IPA dalam
kehidupan sehari-hari. Pembelajaran STS
mengikuti model belajar konstruktivisme dan didukung dengan teori belajar Piaget, dan teori
belajar Gagne.
Menurut konstruktivisme, kegiatan
belajar adalah kegiatan yang aktif, dimana
pebelajar membangun sendiri pengetahuannya,
belajar mencari arti sendiri dari yang mereka
pelajari, dan bertanggung jawab atas hasil
belajarnya. Mereka membawa pengertiannya
yang lama dalam situasi belajar yang baru.
Mereka sendiri yang membuat penalaran atas
apa yang dipelajarinya dengan cara mencari
makna, membandingkannya dengan apa yang
telah ia ketahuai serta menyelesaikan
ketegangan antara apa vang telah ia ketahuai
dengan apa yang ia perlukan dalam
pengalaman yang baru. Belajar juga
merupakan proses mengasimilasikan dan
menghubungkan pengalaman atau bahan yang
dipelajari dengan pengertian yang sudah
Jurnal Biology Education Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X
Page 3 Jurnal Biology Education
dipunyai seseorang sehingga pengertiannya
dikembangkan. Menurut Mackinnu, A. (2001)
proses tersebut antara lain bercirikan:
(1) Belajar berarti membentuk makna. Makna
diciptakan oleh siswa dan apa yang mereka lihat, dengar, rasakan, dan alami.
Konsrtruksi arti itu dipengaruhi oleh
pengertian yang telah ia punyai.
(2) Konstruksi arti itu adalah proses yang
terus-menerus. Setiap kali berhadapan
dengan fenomena atau persoalan yang
baru, diadakan rekonstruksi, baik secara
kuat maupun lemah.
(3) Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan
fakta, melainkan lebih suatu pengembang-
an pemikiran dengan membuat pengertian
yang baru. Belajar bukanlah hasil per-
kembangan, melainkan merupakan per-
kembangan itu sendiri, suatu perkembang-
an yang menuntut penemuan dan peng-
aturan kembali pemikiran seseorang.
(4) Proses belajar yang sebenarnya terjadi
pada waktu skema seseorang dalam
keraguan yang merangsang pemikiran
lebih lanjut. Situasi ketidak seimbangan (disequilibrium) adalah situasi yang baik
untuk memacu belajar.
(5) Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman
pelajar dengan dunia fisik dan lingkungan-
nya.
(6) Hasil belajar seseorang tergantung pada
apa yang telah diketahui si pebelajar:
konsep-konsep, tujuan dan motivasi yang
mempengaruhi interaksi dengan bahan
yang dipelajari. Menyimak uraian tersebut di atas, maka
dapat disimpulkan beberapa keunggulan
proses pembelajaran melalui pendekatan STS
jika dibandingkan dengan proses pembelajaran
konvensional, antara lain;
(1) Masalah atau isu yang terkait dengan
konsep yang sedang dipelajari diidentifikasi
oleh siwa.
(2) Keterlibatan siswa lebih aktif, karena
mereka harus mencari informasi yang
berguna untuk memecahkan masalah.
(3) Proses belajar dapat melampaui apa yang
tertera dalam kurikulum.
(4) Proses pembelajaran dapat melampaui
batas waktu, ruang kelas, dan sekolah.
3. Hakikat Sains-Teknologi-Society (STS)
Sund (1991) menyatakan sains sebagai
bidang ilmu (body of knowledge) yang
dibentuk melalui proses inkuari yang terus
menerus, yang diarahkan oleh masyarakat
yang bergerak dalam bidang sains. Sains lebih
dari sekedar pengetahuan (knowledge). Sains
merupakan suatu upaya manusia yang meliputi
operasi mental, keterampilan dan strategi memanipulasi dan menghitung, keingintahuan
(curiosity), keteguhan hati (courage), ketekun-
an (persistence) yang dilakukan oleh individu
untuk menyingkap rahasia alam semesta. Sains
juga dapat dikatakan sebagai hal-hal yang
dilakukan oleh ahli sains ketika melakukan
kegiatan penyelidikan limiah.
Roy, R. (1995) menyatakan bahwa
sains (IPA) terdiri dan empat komponen yaitu:
sains sebagai produk, sains sebagai proses,
sains sebagai sikap, dan sains sebagai
teknologi. Diantaranya ada dua komponen
yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya
yaitu sains sebagai produk dan sains sebagai
proses. Sains merupakan kumpulan pengetahu-
an yamg meliputi fakta-fakta, konsep-konsep,
hukum-hukum, prinsip-prinsip, dan teori-teori
yang disebut produk sains, dan sains sebagai
keterampilan dan sikap yang dibutuhkan untuk
memperoleh dan mengembangkan pengetahu-an disebut proses sains.
Teknologi adalah aplikasi dari prinsip-
prinsip sains sehingga menghasilkan suatu
yang berarti bagi kehidupan manusia. Aplikasi
prinsip-prinsip ini bisa terdapat dalam bidang
teknik maupun sosial. Melalui aplikasi ilmiah,
sains menemukan arti sosialnya, bukan hanya demi kepuasan intelektual ilmuawan semata-
mata. Dalam perkembangan selanjut-nya,
bukan hanya teknologi yang meng-gantungkan
diri pada penemuan-penemuan sains (IPA),
melainkan sebagai perkembang-an sains
mengikuti irama perkembangan teknologi.
Dengan memanfaatkan hasil-hasil inovasi
teknologi penelitian sains semakin ber-
kembang cepat, dan berbagai perspektif baru
semakin terbuka lebar. Interaksi dan
interdependensi antara sains dan teknologi
membuat keduanya tidak bisa dipisahkan.
Perkembangan sains dan teknologi baik
langsung maupun tidak langsung akan ber-
pengaruh terhadap masyarakat.
Masyarakat didefinisikan sebagai
kumpulan manusia yang berada pada suatu
tempat dengan berbagai fungsi dan peran
masing-masing serta mempunyai keter-gantungan satu sama lain.
Jurnal Biology Education Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X
Page 4 Jurnal Biology Education
4. Penerapan Pendekatan Pembelajaran
STS dalam Pembelajaran Sains
Menurut Sabar Nurohman (2007)
model atau strategi pembelajaran STS adalah
sebagai berikut:
(1) Dalam kegiatan program STS dimuncul-kan isu atau masalah lebih dahulu yang
digali dari pendapat peserta didik. Bila
terlatih dalam melakukan kegiatan ini
menyebabkan peserta didik lebih peduli
terhadap lingkungannya, sadar terhadap
dampak positip dan negatif suatu
teknologi, rnenyadari adanya nilai yang
dianut dalam masyarakat, kreatif dalam
mencari masalah dan penyelesaian
masalah. Kemampuan ini sering dikatakan
merupakan ef'ek dalam belajar sains.
(2) Selanjutnya dilakukan kegiatan
eksplorasi misalnya dengan mengumpul-
kan data, observasi, interpretasi, prediksi,
mengukur dan membuat model. Data
eksplorasi ini kemudian didiskusikan, Dari
diskusi dan pengenalan konsep atau
konsep-konsep lain yang berkaitan dengan fenomena yang diselidiki diperoleh ide
konsep yang dipelajari sehingga terjadi
pembentukan konsep pada peserta didik.
Mungkin juga terjadi perubahan konsepsi
apabila peserta didik sebelumnya telah
memiliki konsepsi tertentu atau terjadi
pembentukan konsep lain sebagai hasil
diskusi.
(3) Konsep yang telah terbentuk ini dapat
diaplikasi atau diekspansi pada situasi lain.
(4) Suatu hal penting yang tidak boleh
dilupakan oleh guru adalah sebelum
pertemuan berakhir, guru perlu memberi-
kan rangkuman atau ulasan tentang
konsep-konsep yang benar sehingga tidak
terjadi salah konsep di antara peserta
didik.
Kegiatan evaluasi yang dilakukan
oleh guru mencakup evaluasi hasil belajar
dan evaluasi pembelajaran sekaligus.
Evaluasi hasil belajar menekankan kepada
diperolehnya informasi tentang seberapa-kah perolehan siswa dalam mencapai
tujuan pengajaran yang sudah ditetapkan.
Sedangkan evaluasi pembelajaran merupa-kan proses sistematis untuk memperoleh
informasi tentang keefektifan proses pem-
belajaran dalam membantu siswa men-capai tujuan pengajaran secara optimal.
5. Langkah-Langkah Pendekatan STS
Menurut Barba, R. (1995), Pendekatan
Science Technology Society (STS) meliputi
tahap-tahap sebagai berikut:
1. Tahap ke-1 (Inisiasi/Memulai), yaitu pada pendahuluan dikemukakan isu-
isu masalah yang ada dalam
masyarakat yang dapat digali dari
siswa, tetapi jika guru tidak berhasil
memperoleh tanggapan dari siswa
maka guru dapat langsung
mengemukakan sendiri.
2. Tahap ke-2 (Pembentukan Konsep),
yaitu dapat dilakukan melalui berbagai
pendekatan dan metode, misalnya
pendekatan ketrampilan proses, pen-dekatan sejarah, metode demonstrasi,
eksperimen, observasi lingkungan dan
lain-lain. Diharapkan pada akhir tahap
ke-2 ini siswa menemukan konsep-
konsep yang benar atau merupakan
konsep-konsep para ilmuan.
3. Tahap ke-3 (Aplikasi Konsep), yaitu
konsep-konsep yang telah dipahami
siswa dapat diaplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari.
4. Tahap ke-4 (Pemantapan Konsep),
yaitu selama proses pembentukan konsep dan aplikasi konsep, guru perlu
meluruskan dan mengarahkan jika
terjadi miskonsepsi selama kegiatan
berlajar berlangsung. Apabila tidak
terjadi miskonsepsi maka guru tetap
melakukan pemantapan konsep yaitu
berupa penekanan pada kata-kata
kunci yang penting diketahui siswa
dalam bahan kajian tertentu. Hal ini
dilakukan karena konsep-konsep kunci
yang ditekankan pada akhir pem-
belajaran akan meningkatkan daya
ingat siswa.
5. Tahap ke-5 (Penilaian), yaitu terdiri
dari enam ranah yang terlibat dalam
Pendekatan Science Technology
Society (STS) yang dapat dirinci
sebagai berikut:
a. Konsep, fakta, generalisasi yang
diambil dari bidang ilmu tertentu. b. Proses diartikan dengan bagaimana
proses memperoleh konsep.
c. Kreatifitas mencakup lima prilaku
individu, yaitu:
(1) Kelancaran merupakan ke-
mampuan seseorang dalam
Jurnal Biology Education Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X
Page 5 Jurnal Biology Education
menunjukkan banyak ide untuk
menyelesaikan masalah.
(2) Fleksibilitas yaitu kreatifitas
dan mampu menghasilkan ber-
bagai macam ide diluar ide yang biasa dilakukan orang.
(3) Orginilitas yaitu seseorang
yang memiliki orginilitas
dalam mencobakan suatu ide
dan memiliki kekhasan yang
berbeda dibandingkan dengan
individu lain.
(4) Elaborasi yaitu seseorang
memiliki kemampuan elaborasi
mampu menerapkan ide-ide
secara rinci.
(5) Sensitivitas yaitu kemampu-an
kreatif terakhir adalah peka
terhadap masalah atau situasi
yang ada di lingkungannya.
d. Aplikasi konsep dalam kehidup-an
sehari-hari.
e. Sikap yaitu mencakup menyadari
kebesaran Allah SWT, menghargai
hasil penemuan ilmuan dan penemu produk teknologi, juga
menyadari kemungkinan adanya
dampak produk teknologi, peduli
terhadap masyarakat yang kurang
beruntung dan memelihara
kelestarian lingkungan.
f. Cenderung untuk ikut melaksana-kan tindakan nyata apabila terjadi
sesuatu dalam lingkungannya yang
memerlukan peran sertanya
(Asiyah, 2010).
6. Karakteristik Pendekatan Science
Technology Society (STS) Menurut Yager dalam Keni Agustina
(2011), secara umum pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan STS memiliki
karakteristik sebagai berikut:
1. Identifikasi masalah-masalah setempat
yang memiliki kepentingan dan dampak
2. Penggunaan sumber daya setempat
(manusia, benda, lingkungan) untuk men-
cari informasi yang dapat digunakan dalam
memecahkan masalah.
3. Keterlibatan siswa secara aktif dalam
mencari informasi yang dapat diterapkan
untuk memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari.
4. Kesempatan bagi siswa untuk berperan
sebagai warga negara dimana ia mencoba
untuk memecahkan masalah-masalah yang
telah diidentifikasi.
5. Identifikasi bagaimana sains dan teknologi
berdampak pada masyarakat di masa
depan. 6. Kebebasan atau otonomi dalam proses
belajar.
Pembelajaran sains dengan pendekat-
an STS yang dikembangkan tidak mengubah
pokok-pokok bahasan yang ada dalam
kurikulum, tetapi membantu mem-perjelas
pemahaman siswa terhadap pokok-pokok
bahasan yang harus dikuasai. Kelebihan
pendekatan STS dilihat dari tujuan yang
diungkapkan oleh Rumansyah (2006) yaitu
sebagai berikut:
1. Siswa mampu menghubungkan realitas
sosial dengan topik pembelajaran di
dalam kelas.
2. Siswa mampu menggunakan berbagai
jalan atau perspektif untuk mensikapi
berbagai isu atau situasi yang
berkembang di masyarakat berdasarkan
pandangan ilmiah.
3. Siswa mampu menjadikan dirinya se-
bagai warga masyarakat yang memiliki
tanggung jawab social (Sabar, 2007).
7. Pembelajaran Materi Lingkungan Hidup
Dengan Pendekatan STS
Pembelajaran materi lingkungan hidup
dengan pendekatan STS pada prinsipnya
berbeda dengan pendekatan belajar IPA secara
tradisional. Gerak STS tampaknya didorong
oleh rasa ingin tahu untuk mempelajari
lingkungan hidup melalui isu-isu sosial di
masyarakat (Sabar:2007).
Materi lingkungan hidup adalah materi
yang cakupannya sangat luas, sehingga siswa
cenderung menghafal konsep yang diberikan
oleh guru tanpa mengetahui prinsip dasar dari
materi lingkungan hidup tersebut. Pembelajar-
an materi lingkungan hidup dapat dimulai
dengan mengangkat isu-isu dalam kehidupan
sehari-hari yang menyangkut tentang
lingkungan hidup. Pembelajaran dengan
pendekatan STS ini adalah pendekatan
pembelajaran yang berusaha mengaitkan
pembelajaran dengan dunia nyata (Mackinnu,
A., 2001). Berusaha memadukan pemahaman
tentang dunia alam (sains) dengan dunia buatan manusia (teknologi) dan dunia sosial
dari pengalaman siswa sehari-hari dalam
lingkungan masyarakat.
Jurnal Biology Education Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X
Page 6 Jurnal Biology Education
Seorang guru diharapkan dapat
menerapkan tahap-tahap pendekatan STS
dalam pembelajaran materi lingkungan hidup
yaitu: tahap inisiasi/memulai, tahap pem-
bentukan konsep, tahap aplikasi konsep, tahap pemantapan konsep dan tahap penilaian.
Tahap-tahap pendekatan STS pada
pembelajaran materi lingkungan hidup, yaitu
1. Tahap Inisiasi/Memulai, yang dimulai
dengan menyampaikan tujuan pem-
belajaran yaitu siswa dapat memahami
tentang lingkungan hidup secara
keseluruhan, mengangkat isu-isu
dalam masyarakat tentang lingkungan
hidup dengan mengajukan pertanyaan-
pertanyaan untuk membangkitkan
pengetahuan awal siswa. Misalnya
guru menanyakan, “Bagaimana keada-
an lingkungan hidup di lingkungan
kita sekarang ini?. Guru membantu
siswa mengidentifikasi masalah-
masalah dengan menjelaskan bahwa
berbagai fenomena alam yang terjadi
sekarang ini dapat merusak lingkung-
an hidup seperti banjir yang diakibat-kan lahan untuk penyerapan air se-
makin sempit akibat meluasnya peng-
gunaan lahan untuk pembangunan
seperti yang terjadi di kota-kota besar.
Kerusakan lingkungan hidup juga
disebabkan oleh kegiatan manusia
yang berlebihan dan tidak bertanggung jawab seperti penebangan liar dan
pembakaran hutan.
2. Tahap Pembentukan Konsep, yaitu
pada tahap ini guru membantu siswa
untuk memilih masalah lingkungan
hidup yaitu penyebaran tumbuhan
tidak merata dalam pekarangan
sekolah, ada tempat-tempat yang
didominasi rumput dan ada tempat
yang populasi rumputnya sedikit.
Daerah yang terbuka lebih banyak
ditemukan rumput dari pada daerah
yang ternaung oleh tumbuhan lain.
Biasanya daerah yang ditumbuhi
banyak tumbuhan dan rumput jarang
tergenang air bila musim hujan karena
tumbuhan dapat menyerap dan
menyimpan air untuk kebutuhan
hidupnya. Siswa juga harus bisa
membedakan yang mana yang dikatakan populasi, komunitas,
lingkungan hidup, habitat dan relung,
dengan cara melakukan pengamatan di
lingkungan sekolah dan kemudian
mengisi LKS yang sudah dibagikan.
3. Tahap Aplikasi Konsep, yaitu pada
tahap ini guru mengarahkan siswa
untuk menganalisis dan mengaplikasi-kan materi lingkungan hidup yang
telah dipahami dengan lingkungan
hidupnya. Disini, siswa tidak hanya
mengamati lingkungan hidup yang ada
di lingkungan sekolah tetapi juga
dikaitkan dengan lingkungan hidup-
lingkungan hidup yang lain yang ada
di sekitar tempat tinggal siswa, seperti
lingkungan hidup sawah, sungai,
kebun, kolam, laut dan sebagainya.
Misalnya siswa menyebutkan
populasi-populasi apa saja yang
menyusun lingkungan hidup sawah,
yang tentunya berbeda dengan
populasi-populasi yang ada di
lingkungan hidup lingkungan sekolah.
Siswa juga diarahkan supaya lebih
menjaga dan memelihara lingkungan
hidup.
4. Tahap Pemantapan Konsep, yaitu pada
tahap ini guru memberi penjelasan
terhadap kata-kata kunci yang sulit
dipahami siswa seperti kata populasi, komunitas, lingkungan hidup, habitat
dan nisia. Guru melakukan
pemantapan konsep berupa penekanan
pada kata-kata kunci yang penting
diketahui siswa untuk meningkatkan
daya ingat siswa.
5. Tahap Penilaian, yaitu pada tahap ini
guru mengevaluasi pemahaman siswa
terhadap konsep lingkungan hidup dan
menilai perasaan siswa apakah peka
terhadap masalah atau situasi yang ada
di lingkungannya atau tidak dengan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan.
Siswa dapat menyadari kebesaran
Allah SWT dan mengahargai hasil
produk teknologi dan menyadari
dampak dari kemajuan teknologi
Kesimpulan
Pembelajaran sains hendaknya lebih menekankan aplikasih sains dalam kontek
sahari-hari. Pembelajaran sains pada tingkat
SMP/MTs hendaknya didesain lebih inovatif,
kreatif, lebih aplikatif dan mendorong siswa
berfikir tingkat tinggi (higher order thinking).
Pendekatan Science Technology Society
merupakan salah satu pendekatan yang
Jurnal Biology Education Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X
Page 7 Jurnal Biology Education
menghubungkan antara pembelajaran sains di
dalam kelas dengan kemajuan teknologi dan
perkembangan masyarakat yang ada disekitar
siswa. Melalui pendekatan ini, siswa dilatih
untuk memadukan pemahamannya tentang dunia alam (sains) dengan dunia buatan
manusia (teknologi) dan dunia sosial melalui
pengalaman siswa sehari-hari dalam
lingkungan masyarakat. Pembelajaran dengan
pendekatan STS menekankan pada
penguasaan proses IPA, berpikir kreatif, dan
pembentukan sikap ilmiah. Dengan
penguasaan semua ranah tersebut diharapkan
terjadi peningkatan life skill siswa.
Pembelajaran sains dengan pendekat-
an STS akan mengarahkan pada proses belajar
sains yang bermakna (meaningfull learning).
Belajar sains bagi siswa tidak saja bermanfaat
bagi perkembangan sains itu sendiri, tetapi
bagaimana sains itu dapat digunakan untuk
memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-
hari untuk meningkatkan kualitas hidup.
Dalam pembelajaran sains dengan pendekatan
STS, siswa diarahkan untuk literasi sains dan
teknologi, artinya siswa dapat memahami dari segi sains, teknologi, dan lingkungan sekitar-
nya, yang penuh dengan produk teknologi
serta dampak-dampak yang ditimbulkannya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Majid. 2007. Perencanaan Pem-
belajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Asiyah. 2010. Penerapan Metode Pem-belajaran
Portofolio dengan Pendekatan Science
Technology Society pada Mata
Pelajaran Ekonomi Kelas X SMA
Negeri 15 Semarang, (online),diakses
dari: http://digilib.unnes.ac.id.
Barba, R. 1995. Science in the Multicultural
Classroom. Boston: Allyn and Bacon.
Hidayat, Eddy.M. 1996. Sains-Teknologi-
Masyarakat. Makalah disampaikan
dalam Seminar Literasi Sains dan
Teknologi Siswa Pendidikan Dasar,
tanggal 13 Agustus 1996 di Jakarta.
Jailani. 2007. Pengaruh Pendekatan Sains
Tecnology Society Terhadap Hasil
Belajar dan Aktifitas Belajar Sains
Siswa. Jurnal Giralda Vol.VII. No.2,
15-22.
Joyce, B., Weil, M. & Showers,. (1992).
Models of Teaching. London: Prentice-Hall
International.
Keni Agustina. 2011. Pendekatan Sain
Teknologi Masyarakat Dalam Pem-belajaran IPA di SD Charitas Pondok
Labu, (online), diakses dari:
http://lib.atmajaya.ac.id.
Mackinnu, A. 2001. Comparison of Learning
Outcomes Between Taught Class Whit
a STS Aproach and Textbook
Orientation. Unpublished Doctoral
Dissertation, University of Iowa.
Mardana Putu. 2001. Implementasi Model
Pengajaran Sains dengan Pen-dekatan
Generatif Berorientasi Science
Technology Society (STS) Dalam
Upaya Meningkatkan kualitas
pembelajaran Fisika di SMU. Jurnal
Pendidikan No. 0215-8250, 34. Bali:
Singaraja, 2001.
Roy, R. 1995. The Science/Technology/
Society Conection. Curriculum Review. 24(3)
Rumansyah. 2006. Pendekatan Sains
Teknologi Maysarakat (STS) Dalam
Pembelajaran Kimia di Kalimantan
Selatan. Balitbang: Depdiknas.
Sabar Nurohman. 2007. Penerapan Pendekat-an Science Technology Society (STS)
dalam Pembelajaran IPA Sebagai
Upaya Peningkatan Life Skills Siswa ,
(2007) (online), diakses dari http://
shobru.files.wordpress.com/2008/08/li
fe-skills.pdf.
Sund, R.B. (1981) Becoming a Seondary School Science Teacher. Colombus.
Ohio: Charles-E. Memil Publishing
Company.
Yager, R.E. 1992. The STS Aproach Parallels
Constructivist Practice. Science
Education International, Vol.3, No.
2. hal 1-13.
Jurnal Biology Education Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X
Page 8 Jurnal Biology Education
PENARAPAN KALKULUS INTEGRALPADA BIDANG BIOLOGI
Burhanuddin AG
(Staf Pengajar Prodi Pendidikan Matematika FKIP-USM Banda Aceh)
Abstrak: Kalkulus Integral banyak digunakan untuk bidang studi-bidang studi lainnya, seperti bidang
teknik, pertanian, fisika, kimia, biologi, dan lain-lain. Isaac Newton dan Gottfried Leibniz di abad ke-
17 telah merumuskan prinsip-prinsip integrasi secara independen. Melalui teorema dasar kalkulus,
yang mereka kembangkan sendiri, integrasi terhubung dengan diferensiasi: jika f adalah fungsi
bernilai real yang kontinu didefinisikan pada interval tertutup [ ]ba, , maka sekali F antiturunan dari f
diketahui, integral tertentu dari f diberikan oleh
∫ −=b
aaFbFdxxf )()()( .
Selanjutnya, akan dibahas tentang penggunaan integral tentu pada bidang biologi.
Kata kunci: kalkulus integral, integral tentu, biologi.
Pendahuluan
Georg Friedrich Bernhard Riemann (1826-
1866) yang memberikan definisi modern untuk
integral tentu, yaitu: tentang jumlah Riemann
sebagai jumlah luas siku empat. Konsep dasar
integral berbatas (integral tentu) atau integral
Riemann sesungguhnya telah diperkenalkan oleh Archimedes dalam abad ketiga sebelum
Masehi dalam usahanya menghitung luas
daerah pada bidang datar yang dibatasi oleh
kurva-kurva kontinu. Namun, sebelum
Riemann memberikan definisi modern untuk
integral tentu pada abad ketujuhbelas Newton
dan Leibniz menemukan teorema yang dalam banyak hal mampu menghitung integral
tertentu dengan lebih ringkas tanpa melalui
pelimitan jumlah Riemann. Teorema ini diberi
nama Teorema Dasar Kalkulus (TDK) dan
berfungsi sebagai jembatan antara kalkulus
diferensial dengan kalkulus integral. Kita
ketahui bahwa kalkulus integral yang telah dikenal jauh lebih awal daripada kalkulus
diferensial. Selanjutnya, akan kita perkenalkan
teorema dasar kalkulus pertama dan kedua.
Teorema Dasar Kalkulus
Teorema Dasar Kalkulus Pertama yang di-
perkenalkan oleh Newton dan Leibniz. Kata
dasar yang terdapat dalam teorema ini yang
berarti menghubungkan antara turunan dan
integral tentu, jenis limit terpenting yang
sudah kita pelajari selama ini. Teorema Dasar
Kalkulus Pertama menurut Newton dan
Leibniz dalam Purcel (1984) sebagai berikut:
Teorema A (Pendiferensialan suatu Integral
Tentu) Purcell (1984)
Andaikan f kontinu pada interval tertutup
[ ]ba, dan andaikan x sebarang titik
(variabel) dalam [ ]ba, . Maka
)()(0
xfdttfDx
x =
∫
Bukti:
Jika ,)()( ∫=x
adttfxF kita harus mem-
perlihatkan bahwa
)()()(
lim)(0
' xfh
xFhxFxF
h=
−+=
→
Sekarang, menurut Teorema 5.7A (sifat
pembatasan selang) dalam Purcell (1984)
diperoleh
∫ ∫ ∫+ +
=−=−+hx
a
x
a
hx
adttfdttfdttfxFhxF )()()()()(
Anggap untuk saat ini bahwa 0>h dan
andaikan m dan M masing-masing adalah nilai
minimum dan maksimum f pada selang
],[ hxx + (gambar 1). Menurut Teorema 5.7B
(sifat keterbatasan) dalam Purcell (1984),
Jurnal Biology Education Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X
Page 9 Jurnal Biology Education
Mhdttfmhhx
a≤≤ ∫
+)(
atau
MhxFhxFmh ≤−+≤ )()(
Dengan pembagian oleh h, kita peroleh
Mh
xFhxFm ≤
−+≤
)()(
Sekarang m dan M sebenarnya tergantung
kepada h. Lebih lanjut, karena f kontinu, maka
m dan M dua-duanya harus mendekati )(xf
bila 0→h . Sehingga, menurut Teorema
Jepit,
)()()(
lim0
xfh
xFhxF
h=
−+
→atau )()(' xfxF = .
Karena 0<h ditangani secara serupa.
Teorema B (Teorema Dasar Kalkulus
Kedua) Purcell (1984)
Misalkan f kontinu (karenanya ter-
integrasikan) pada ],[ ba dan misalkan F
sebarang anti turunan dari f pada ],[ ba .
Maka ).()()( aFbFdttfx
a−=∫
Bukti:
Misalkan bxxxxxaP nn =<<<<<= −1210 ...:
adalah partisi sebarang dari ],[ ba . Maka
operasi “kurangkan dan tambahkan” yang
baku memberikan
∑=
−
−−−
−=
−++−+−=−n
i
ii
nnnn
xFxF
xFxFxFxFxFxFaFbF
1
1
01211
)]()([
)()(...)()()()()()(
Menurut teorema nilai rata-rata untuk turunan
yang diterapkan di F pada selang ],[ 1 ii xx − ,
iiiiiii xxfxxxFxFxF ∆=−=− −− )())(()()( 11
untuk suatu pilihan ix dalam selang terbuka
),( 1 ii xx − .
Jadi, ∑=
∆=−n
i
ii xxfaFbF
1
)()()( .
Pada ruas kiri kita mempunyai sebuah
konstanta; pada ruas kanan kita mempunyai
jumlah Riemann untuk f pada ],[ ba . Bilamana
kedua ruas diambil limitnya untuk 0→P ,
kita peroleh
∫∑ =∆=−=
→
b
a
n
i
iiP
dxxfxxfaFbF )()(lim)()(
10
.
Penggunaan Integral Tentu Pada Bidang
Biologi
Sejauh ini belum banyak contoh peng-
gunaan integral tentu di bidang Biologi yang
dapat dibahas. Hal ini, mungkin karena jenis
fungsi yang banyak digunakan di bidang
biologi masih sedikit dibicarakan. Berikut ini
akan dibahas tentang penggunaan integral
tentu pada bidang biologi yang dapat kita
anggap cukup memadai.
Pengukuran keluaran darah dari jantung
Gentry, R.D (dalam Martono, 1993)
melaku-kan eksperimen pengukuran keluaran
darah dari jantung, salah satu cara yang dikenal sebagai metode pengenceran zat
warna, dilakukan sebagai berikut. Sejumlah
tertentu zat warna disuntikkan ke dalam suatu
pembuluh darah atau ke dalam jantung bagian
kanan. Selanjutnya, zat warna itu akan
mengalir bersama-sama dengan darah melalui
jantung terus ke paru-paru, kembali ke jantung, dan keseluruh sistem pembuluh darah.
Pada suatu pembuluh darah rambut tertentu
keadaan zat warna dipantau secara terus
menerus sampai 30 detik setelah penyuntikan
dilakukan. Konsentrasi zat warna yang melalui
pembuluh darah rambut yang dipantau itu
dianggap sebagai suatu fungsi dari waktu,
).(tC keluaran jantung didefinisikan sebagai
volume darah yang dipompa jantung per menit
dan besarnya adalah perbandingan antara dua
kali banyaknya zat warna yang disuntikkan
dengan konsentrasi rata-rata zat warna yang
dipantau itu selama periode waktu 30 detik,
yaitu:
tliter/meni
)(
n)disuntikka yang zat warna (banyaknya 2 darah Keluaran
30
030
1 ∫=
dttC
Integral ∫30
0)( dttC diperkirakan dengan meng-
gambarkan kurva konsentrasi zat warna dalam
periode waktu 30 detik pada kertas grafik
baku.
x hx +
)(xf
)(tfy =
x
m
M
1Gambar
y
Jurnal Biology Education Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X
Page 10 Jurnal Biology Education
Misalkan pada suatu percobaan seperti itu
telah disuntikkan 5 mg zat warna pada waktu
0=t , dan dari kurva konsentrasi diperoleh
<<−+−
≤≤≤≤= − 18t0untuk ,102645340
3018atau 3t0untuk ,0)( 323 ttt
ttC
Sketsa kurva )(tC dilakukan pada gambar 2.
Untuk menghitung keluaran jantung, kita
hitung nilai rata-rata
.)(30
1 30
0∫= dttCA
Karena 0)(3
0=∫ dttC dan juga 0)(
30
18=∫ dttC ,
maka nilai rata-rata A, menjadi
( )( )( )( )( )
( )[ ]
[ ]
[ ]1,59375
4.781,253
10
.
3
1.379,253.4023
310
1.379,253.4023
310
078.3)9(2
453)27(3
40)81(41
18.468)324(2
453)5.832(3
40)104.976(41
3
310
)3(026.12)3(2
4533)3(3
404)3(41
)18(026.12)18(2
4533)18(3
404)18(41
3
310
3
1810262
24533
3404
41
3
310
183 )026.14532403(
3
310
=
=
−
+−
=
−−−
=
−+−
−−+−−=
−+−
−−+−−=
−+−−
=
∫ −+−−
=
tttt
dttttA
Hasil pengintegralan ini dimasukkan pada
definisi keluaran jantung, yaitu:
n)(dibulatkak liter/deti 6,275
tliter/meni 39216,27450980
tliter/meni 59375,1
10
tliter/meni 59375,1
(5) 2 darah Keluaran
==
=
=
Jadi, keluaran darah dari jantung kira-kira
sebesar 6,275 liter/menit.
Mengubah energi menjadi gerak otot
Gentry, R.D (dalam Martono, 1993) Jika
se-seorang melakukan pekerjaan berat, maka energi yang diubah menjadi gerakan otot,
terutama diambil dari adenosin trifosfat
(ATP), kreatin fosfat (CP), dan Glikogen yang
disimpan di dalam jaringan otot. Zat-zat kimia
ini akan diganti kembali oleh tubuh ke dalam
bentuk semula dan disimpan kembali ke dalam jaringan otot. Proses pemulihan ini merupakan
suatu proses acrobik, yaitu suatu proses yang
memerlukan oksigen. Untuk mempertahankan
keseimbangan, tubuh harus menggantinya
sebanyak energi yang digunakan pada pe-
kerjaan itu. Karena energi dapat dipakai dalam
jangka waktu yang singkat dalam jumlah yang
besar, sedangkan pemasukan oksigen terbatas
akibat terbatasnya kapasitas paru-paru, maka
biasanya proses metabolisme oksidatif, yaitu
proses pemulihan energi tadi masih terus ber-
langsung walaupun pekerjaan yang memerlu-
kan energi itu sudah selesai. Keadaan ini
diperagakan pada gambar 3 yang meng-
gambarkan kurva laju pengeluaran energi, ,'E
dan metabolisme oksigen, 'O , pada suatu
interval yang memuat interval selama
pekerjaan dilakukan.
Pada gambar 3 tersebut dapat dilihat
bahwa laju pemakaian energi, )(' tE adalah
konstanta (normal) sampai waktu At = saat
pekerjaan mulai dilakukan. Kemudian )(' tE
bernilai lebih besar dari satu daripada interval
tertutup ],[ BA , yaitu interval waktu di-
lakukannya pekerjaan, dan kembali normal
lagi untuk Bt > . Laju metabolisme oksigen,
)(' tO , juga konstan (normal) At = .
Kemudian )(' tO naik selama waktu pekerjaan
dilakukan, ],[ BA , dan turun lagi pada interval
],[ CB .
Keseimbangan energi menghendaki
banyaknya energi yang dikeluarkan sama
dengan banyaknya energi yang dihasilkan dari
metabolisme oksigen. Banyaknya energi yang
dikeluarkan sama dengan
∫=B
AdttEE )('
sedangkan banyaknya energi yang dihasilkan
dari metabolisme oksigen sama dengan
∫=C
AdttOO )(
'
Sekarang timbul pertanyaan: Berapa
lamakah proses metabolisme oksigen
berlangsung sebagai akibat dari pekerjaan itu?
Atau dengan perkataan lain: Berapakah
panjang interval pemulihan ],[ CB ?
0 3 6 9 12 15 18
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
mlmg 100/C
)detik(T+ + + + + +
+
+
+
+
+
+
C(t)yGrafik Sketsa 2Gambar =
Jurnal Biology Education Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X
Page 11 Jurnal Biology Education
Untuk menjawab pertanyaan ini kita harus
membuat beberapa anggapan mengenai bentuk
fungsi 'E dan 'O . Misalnya, seseorang
dianggap bekerja selama 2 menit, dengan
,2=A ,4=B sedangkan )(' tE didefinisikan
sebagai:
≤≤−−
=lainnyauntuk t ,1
42untuk ,)3(45)(
2' tttE
Anggap pula C tidak diketahui dan fungsi
)(' tO didefinisikan sebagai:
≥
≤≤
<≤−
<
=−
C untuk t ,1
C4untuk linear, fungsisuatu
4t2untuk ,3
2 untuk t ,1
)( 2
2)4('
ttO
t
Supaya fungsi )(' tO kontinu, kita definisikan
3)4(' =O dan .1)(' =CO Dengan demikian
pada interval ],4[ C fungsi )(' tO didefinisikan
sebagai fungsi linear:
3)4()4(
)13()(
' +−−
−= t
CtO .
Oleh karena itu, banyaknya energi yang
dikeluarkan adalah:
31
34
34
3
343
34
3
34
4
2
2
7
)10()20(
))32(10())34(20(
2
4))3(5(
))3(45(
=
+−−=
−−−−−=
−−=
−−= ∫
tt
dttE
sedangkan banyaknya energi yang dihasilkan
dari metabolisme oksigen adalah
∫∫∫ +==CC
dttOdttOdttOO4
'4
2
'
2
' )()()( ,
sedangkan
32
322
6
3)42(
6
3)44(
4
26
3)4(
4
2 2
2)4(4
2
'
4
12
2.34.3
3
3)(
=
−=
−−
−=
−=
−=
−−
−
−∫∫
t
t
t
dtdttO
dan
[ ] [ ]
)4(2
82
123)4(
4.33
3
3)(
2
2)44(
42
2
2)4(
42
42
2)4(
42
4 )4(
)4(2
4
'
−=−=
−+−−=
+−
+=
+=
+=
−−
−−
−−
−−
∫∫
C
C
CC
C
t
dtdttO
C
C
C
Ct
C
C
C
tC
Oleh karena itu, 3
1032 2)4(24 −=−+= CCO
Akibatnya keseimbangannya, maka haruslah E
= O atau 3
1031 27 −= C , sehingga
316=C .
Jadi, diperlukan waktu 80 detik untuk
memulihkan energi yang terpakai akibat
bekerja selama 2 menit itu jika fungsi E dan
fungsi O dianggap berbentuk seperti di atas.
Pengukuran volume darah yang mengalir
dalam pembuluh darah
Diambil dari Martono (1993) Kalau tidak
ada pengaruh faktor tertentu seperti tekanan
dan kekentalan, darah akan mengalir melalui
pembuluh darah yang berbentuk selinder
dengan kecepatan aliran, v, yang bernilai mulai
dari hampir nol di dekat dinding pembuluh darah sampai nilai maksimum di tengah-
tengah selinder. Pada gambar 4 tampak
penampang melintang pembuluh darah dengan
suatu cincin dengan lebar dr (sangat kecil)
yang berjarak r dari pusat. Jika dibuat
anggapan bahwa kecepatan aliran darah hanya
tergantung pada r, maka volume darah yang
mengalir melalui cincin tadi per satuan waktu,
dV, adalah: ), 2( drrvdV π= yaitu hasilkali
kecepatan dengan luas cincin. Jika jari-jari pembuluh darah disebut R, maka volume darah
yang mengalir di seluruh penampang pem-
buluh darah itu per satu satuan waktu adalah
∫∫ ===
=
RRr
rdrvrdVV
00 2 π
0+ + +
+
+
+
+
+
1
2
5
3
4
Y
normal
A B C
bekerja
periode
pemulihan
periode
)(' tO
)(' tE
)(menitt
(t)Odan (t)EGrafik Sketsa 3Gambar ''
Jurnal Biology Education Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X
Page 12 Jurnal Biology Education
Kalau dimisalkan cmR 25,0= dan
det,/cm 40 5,2 2rv −= maka volume darah
yang mengalir pada pembuluh darah itu per
satu satuan waktu adalah
.det/ 64/5
4
)0(40
2
)0(5,2
4
)25,0(40
2
)25,0(5,22
4
40
2
5,22
)405,2(2
))405,2((2
3
4242
25,0
0
42
25,0
0
3
25,0
0
2
cm
rr
drrr
drrrV
π
π
π
π
π
=
−−
−=
−=
−=
−=
∫∫
Pengukuran banyak polutan yang
memasuki ekosistem
Diambil dari Martono (1993) Banyaknya
polutan yang memasuki suatu ekosistem dapat
bervariasi menurut waktu tergantung pada
berbagai faktor. Misalkan, banyaknya limbah
suatu pabrik yang dialirkan ke Danau pem-buangan dapat bertambah jika produksi pabrik
meningkat atau alat penyaring limbah pabrik
menjadi tidak efisien. Jika banyaknya limbah
yang terkumpul di suatu ekosistem setelah
satuan waktu disebut t, maka laju populasi
pada ekosistem itu sama dengan dt
dx, sehingga
banyaknya limbah yang terkumpul di dalam
ekosistem itu dari waktu at = sampai bt =
menjadi
( )∫=
=
bt
atdt
dtdx .
Jika suatu pabrik mengganti saringan
udara setiap 90 hari dan t hari setelah peng-gantian saringan udara banyaknya sulfur
dioksida yang terlepas ke udara adalah 10
25 t
satuan berat per hari adalah
( )∫90
0 1025 dtt .
Jadi, dimisalkan 10tu = , maka dtdu =10
dan 90,0 == tt masing-masing 9,0 == uu
sehingga integral menjadi
( )
berat.satuan 4500
250
250 52
9
0
23
32
9
0
1/290
0 10t
=
=
= ∫∫u
duudt
Jadi, banyak limbah yang terkumpul
ekosistem adalah 4500 satuan berat.
Kesimpulan
Dari kajian-kajian di atas, dapat kita
simpulkan bahwa:
Kalkulus Integral, khususnya integral tentu:
Teorema Dasar Kalkulus Kedua yakni Misal-
kan f kontinu (karenanya terintegrasikan) pada
],[ ba dan misalkan F sebarang anti turunan
dari f pada ],[ ba . Maka )()()( aFbFdttfx
a−=∫
, dapat digunakan dalam bidang biologi seperti
pada (1) Pengukuran Keluaran Darah dari
Jantung, (2) Mengubah Energi Menjadi Gerak
Otot, (3) Pengukuran Volume Darah yang
Mengalir dalam Pembuluh Darah, dan (4)
Pengukuran Banyak Polutan yang Memasuki
Ekosistem
Daftar Pustaka
Anton, H. 1988. Calculus with Analytic
Geometry. 5th ed. John Wiley & Sons.
New York.
Bers, L. and K. Frank. 1976. Calculus. 2th ed.
Holt, Rinehart and Winston, Inc. New
York.
De Sapio, R. 1976. Calculus for The Live
Sciences. W. H. Freeman and Co, San
Fransisco.
Gentry, R. D. 1978. Introduction Calculus for
Biological and Health Sciences. Ad-
dison Wesley Pub.Co, Inc. New York.
Grossman, S. I. and J. E. Turner. 1974. Mathematics for the Biological
Sciences. Macmillan and Publishing
Co, ddison Wesley Pub. Co, Reading
Massachusetts.
Leithold, L. 1986. The Calculus with Analytic
Geometry. 5th ed. Happer & Row,
Publishers Inc., New York.
r
R
dr
darahpembuluh penampang 4Gambar
Jurnal Biology Education Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X
Page 13 Jurnal Biology Education
Mizrahi, A. and M. Sullivan. 1979. Finite
Mathematics with Applications for
Business and Social Sciences, John
Wiley & Sons. New York.
Munem, M. A. and D. J. Foulis. 1978.
Calculus with Analytic Geometry.
Worth Publishers Inc., New York.
Purcell, E.J and Varberg, D. 1987. Calculus
with Analytic Geometry. 5th edition.
Prentice Hall, Inc. Englewood Cliffs,
New Jersey.
Totong Martono dan Krisna Murti Hasibuan,
1993. Matematika 1 (Untuk Ilmu-Ilmu
Pertanian, Kehidupan, dan Perilaku).
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Varberg, Purcel, and Rigdon, 2007. Calculus.
9th Edition. Prentice Hall, Inc.
Englewood Cliffs, New Jersey.
Shockley, J. E. 1971. The Brief Calculus with
Application in the Social Sciences.
Holt Rinehart and Winston, Inc. New
York.
Jurnal Biology Education Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X
Page 14 Jurnal Biology Education
AKTIVITAS ANTIBAKTERI
EKSTRAK BUAH LABAN (VITEX PINNATA LINN.)
Syafruddin*, Mutia*, Lukmanul Hakim**
* Jurusan Kimia, FKIP, Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh
** Jurusan Teknologi Industri Pertanian, FTP, Universitas Serambi Mekkah
Banda Aceh.
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh ekstrak aktif antibakteri dari buah Laban (V. pinnata).
Sehingga penggunaan buah V. pinnata sebagai obat demam dan bisul oleh masyarakat secara
tradisional selama ini dapat dibuktikan secara klinis. Dengan demikian diharapkan buah V. pinnata
dapat direkomendasikan sebagai bahan baku obat-obatan modern. Untuk mencapai tujuan tersebut,
maka telah dilakukan penelitian sejak Tanggal 17 Juni sampai 31 Oktober 2013 dengan tahapan-
tahapan berikut : A. Ekstraksi 2 Kg serbuk kering buah V. pinnata secara berturut-turut dengan pelarut
n-heksan dan MeOH. Dari hasil ekstraksi diperoleh ekstrak n-heksan sebanyak 400 gram dan ekstrak
MeOH 300 gram. Terhadap kedua ekstrak tersebut dilakukan uji antibakteri. B. Uji aktivitas
antibakteri dilakukan menurut urutan kerja sebagai berikut: 1. Penyediaan Media Agar (MHA Oxoid
dan NB Oxoid). 2. Penyediaan Bakteri Uji (Staphylococcus aureus, pseudomonas aeruginosa, dan
Escherichia coli). 3. Uji Konsentrasi Hambat Minimum dengan Metode Perforasi. 4. Uji Aktivitas
Antibakteri dengan Metode Perforasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak methanol
memiliki daya hambat terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus, Pseudomonas
aeruginosa, dan Escherichia coli. Adapaun daya hambat ektrak methanol terhadap ketiga bakteri
tersebut berturut-turut Staphylococcus aureus (11,33-12,67 mm), Pseudomonas aeruginosa (11,33-15
mm), dan Escherichia coli (8-9,33 mm). Terhadap ketiga bakteri tersebut, pada konsentrasi tinggi (75% dan 100%) ekstrak methanol memiliki daya hambat yang besar terhadap bakteri Staphylococcus
aureus dan Pseudomonas aeruginosa. Eksrak n-heksan tidak memiliki daya hambat terhadap
aktivitas bakteri Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, dan Escherichia coli.
Kata kunci: Laban, Vitex pinnata, senyawa aktif antibakteri.
PENDAHULUAN
Laban (Vitex pinnata Linn.) atau
sinonimnya Vitex pubescens Vahl. merupakan
salah satu tumbuhan tinggi famili Verbenaceae
yang banyak tersebar di Indonesia dan di be-
berapa negara Asia lainnya, seperti Malaysia,
India, Srilanka, Bangladesh, Burma, Indo-
China, Thailand, dan Philipina (Lemmens et
al., 1995).
V. pinnata adalah tumbuhan tropis Asia
yang sangat berpotensi sebagai tumbuhan
obat. Hampir semua bagian tumbuhan dapat
dimanfaatkan sebagai obat tradisional. Daun-
nya digunakan sebagai obat demam, hilang
selera makan, dan luka. Kulit batang dilapor-
kan dapat menyembuhkan sakit perut dan luka,
sedangkan akar digunakan sebagai obat sakit
perut (Ogata et al., 1995). Selanjutnya, Burkill
(1966) menyatakan bahwa air rebusan kulit V.
pinnata dapat menghilangkan sakit perut, dan
daunnya digunakan sebagai obat demam dan luka. Sedangkan di provinsi Aceh, tumbuhan
V. pinnata yang dikenal dengan nama “mane”
buahnya digunakan oleh masyarakat sebagai
obat bisul dan demam. Pendekatan etnobotanik ini memberikan suatu asumsi
bahwa tumbuhan V. pinnata mengandung
senyawa aktif terhadap sakit perut, luka,
demam dan bisul.
Demam dan bisul biasanya muncul
karena adanya peradangan atau infeksi yang
disebabkan oleh bakteri, terutama oleh bakteri
Staphylococcus aureus. Adanya infeksi bakteri
ini akan memicu timbulnya peradangan. Se-
makin parah infeksi, semakin hebat peradang-
an yang terjadi. Akibatnya gejala klinik yang
timbul juga semakin parah. Banyak faktor
yang bisa memicu infeksi Staphylococcus
aureus. Faktor kebersihan memegang peran
penting, baik kebersihan lingkungan maupun
kebersihan perseorangan (personal hygiene).
Faktor lain adalah penurunan daya tahan tubuh
yang disebabkan oleh banyak hal, beberapa
diantaranya adalah kurang gizi, anemia,
diabetes, penyakit keganasan (kanker), dan penyakit lainnya. Biasanya, faktor-faktor
pemicu tidak berdiri sendiri, namun ber-
kombinasi satu sama lain. Misalnya, seseorang
Jurnal Biology Education Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X
Page 15 Jurnal Biology Education
mempunyai daya tahan tubuh rendah, juga
mempunyai gaya hidup yang kurang bersih,
serta asupan gizinya kurang (www.
mediamedica.com diakses tgl. 2 Maret 2012).
Penggunaan buah V. pinnata sebagai obat tradisional untuk mengobati, demam dan
bisul oleh masyarakat Aceh terutama yang
hidup di pedesaan selama ini tidak didukung
oleh uji klinis, tetapi hanya didasarkan pada
pengalaman empiris yang telah diwariskan
secara turun temurun. Hasil penelusuran
pustaka yang peneliti lakukan, belum ada
penelitian dan publikasi nasional maupun
internasional tentang uji aktivitas anti bakteri
terhadap buah V. Pinnata.
Berdasarkan uraian di atas, maka
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
dalam lingkup isolasi dan penentuan struktur
senyawa aktif anti bakteri ekstrak buah Laban
(V. Pinnata). Adapun bakteri uji yang akan
digunakan dalam penelitian ini adalah
Staphylococcus aureus, pseudomonas aerugi-
nosa, dan Escherichia coli.
Suksamrarn dan Sommechai (1993) telah mengisolasi tiga jenis ekdisteroid dari
kulit batang V. Pinnata, yaitu pinnatasteron (1)
yang merupakan ekdisteroid baru. Sedangkan
dua lainnya, yaitu 20-hidroksiekdison (2) dan
turkesteron (3) merupakan ekdisteroid yang
sudah banyak ditemukan dalam V. rehmani, V.
sereti, V.madiensis, V.thyrsiflora, V.
megapotamica, V. Canescens (Suksamrarn, et
al., 1993, 1995, 1997), V. glabrata
(Werawattanametin, et al., 1986), dan V.
stricker (Zhang, et al., 1992). Douk (1967)
melaporkan bahwa pada daun V. Pinnata
mengandung senyawa sianogen dan flavonoid.
O
Me
Me
OH H OH
Me
Me
OH
OH
Me
H
HO
HO
O
OH
OH
H
HO
HO
OH R2
R3
R1
12
34
56 7
89
10
1112
13
14
15
16
17
18
19
20
2122
2324
2526
27
(1) (2) R1 = R
2 = R
3 = OH
(3) R1 = R3 = O H, R2 = H
Gambar 1. Senyawa Ekdisteroid yang sudah diisolasi dari kulit batang V. pinnata asal
Thailand (Suksamrarn dan Sommechai, 1993).
Dari telaah literatur yang telah peneliti lakukan
ternyata belum ada penelitian dan publikasi
tentang kandungan kimia buah laban (V.
pinnata). Hasil penapisan fitokimia dari buah
laban (V. pinnata) ternyata mengandung
senyawa golongan steroid, triterpen, flavonoid,
dan tanin. Senyawa yang akan diteliti lebih
lanjut adalah golongan flavonoid karena
berdasarkan hasil pengamatan (semi kuantitaf)
kandungannya terbanyak, dan senyawa
flavonoid pada umumnya mempunyai
spektrum aktivitas yang luas seperti
antibakteri, antitumor, atikanker, antialergi,
sitotoksit, dan antihipertensi (Nomura, et al.,
1998).
METODE
Umum. Untuk menentukan kemurnian
isolat dilakukan pengukuran titik leleh dengan
menggunakan alat penetapan titik leleh mikro
Fisher Johns Melting Point dan analisis
Kromatografi Cair Kineja Tinggi (C-18
dengan panjang kolom 12.50 mm, diameter
0,4 mm dan tekanan pompa 5,6 Kgf/cm2).
Spektrum UV dan IR diukur masing-masing
dengan menggunakan spektrometer UV-210 A
Shimadzu dan FTIR-8510 A Shimadzu.
Spektrum 13C NMR dan 1H NMR diukur
masing-masing dengan menggunakan
spektrometer Jeol JNM PNX 400 MHz dan
Unity Plus Varian 400 MHz, menggunakan
CDCl3 sebagai pelarut. Spektrum massa
diperoleh dengan meng-gunakan LC-MS
Mariner Biospectrometry Electrospray Ionisation. Kromatografi cair vakum (KCV) dilakukan
menggunakan silika gel 60 (230-400 mesh),
kromatografi gravitasi (KG) meng-gunakan
fasa diam silika gel 60 (70-230 mesh),
Jurnal Biology Education Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X
Page 16 Jurnal Biology Education
sedangkan kromatografi lapis tipis (KLT)
meng-gunakan silika gel GF254 (tebal 0,2 mm,
ukuran plat 10x20 cm, jarak elusi 8,5 cm).
Pengumpulan Bahan Tumbuhan.
Bahan tumbuhan berupa buah V. pinnata dikumpulkan dari Lamno Aceh Jaya,
Blangpidie Abdya, dan Sabang Provinsi Aceh.
Estraksi dan Isolasi. Serbuk kering
buah Buah laban (V. pinnata) sebanyak 2 Kg
secara berturut-turut dimaserasi dengan n-
heksan dan MeOH. Setelah pelarutnya
diuapkan diperoleh ekstrak n-heksan sebanyak
400 g dan ekstrak MeOH 300 gram. Ekstrak n-
heksan dan MeOH di uji antibakteri.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Hasil uji aktivitas antibakteri ter-hadap
kedua ekstrak tersebut dipaparkan pada Tabel
berikut:
Tabel 5.1 Daya hambat ekstrak n-heksan dan metanol terhadap bakteri Staphylococcus aureus
Data Tabel 5.1 menunjukkan bahwa dari 3 kali
pengulangan, ekstrak metanol buah laban me-
miliki daya hambat terhadap bakteri Staphylo-
coccus aureus, dimana pada konsentrasi 25%
dan 50% menunjukkan daya hambat rata-rata
11,33 mm. Sedangkan pada konsentrasi 75%
menunjukkan daya hambat rata-rata 12,33
mm, bahkan pada konsentrasi 100% mem-berikan daya hambat yang lebih besar yaitu
rata-rata 12,67 mm.
Jika dibandingkan terhadap kontrol
positif yang digunakan, yaitu ciprofloxasin
(daya hambat rata-rata 18,67 mm) dan
Vancomycin (daya hambat rata-rata 17,67
mm), ekstrak metanol pada konsentrasi 25%
dan 50% memiliki daya hambat intermediate
terhadap bakteri Staphylococcus aureus.
Sedangkan pada konsentrasi 75% dan 100%
ekstrak metanol memiliki daya hambat
susceptible terhadap bakteri Staphylococcus aureus. Ekstrak n-heksan pada berbagai
konsentrasi tidak memiliki daya hambat
terhadap bakteri Staphylococcus aureu
Tabel 5.2 Daya hambat ekstrak n-heksan dan methanol terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa
Konsentrasi
Ekstrak
Daya Hambat (mm)
Ulangan Metanol Ciprofloxasin N-heksan Vancomicin
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
25%
1 11 18 6 17
2 11 20 6 18
3 12 18 6 18
Rata-rata 11,33 18,67 6 17,67
50%
1 11 18 7 17
2 12 20 7 18
3 11 18 7 18
Rata-rata 11,33 18,67 7 17,67
75%
1 12 18 7 17
2 13 20 7 18
3 12 18 7 18
Rata-rata 12,33 18,67 7 17,67
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
100%
1 13 18 8 17
2 12 20 8 18
3 13 18 8 18
Rata-rata 12,67 18,67 8 17,67
Konsentrasi
Ekstrak
Daya Hambat (mm)
Ulangan Metanol Ciprofloxasin N-heksan Vancomicin
25%
1 8 18 6 17
2 9 20 7 18
3 7 18 6 18
Rata-rata 8 18,67 6,33 17,67
Jurnal Biology Education Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X
Page 17 Jurnal Biology Education
Berdasarkan data Tabel 5.2 dapat dilihat
bahwa dari 3 (tiga) kali pengulangan, ekstrak metanol buah Laban memiliki daya hambat
terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa,
dimana pada konsentrasi 25% memiliki daya
hambat rata-rata yang sangat kecil, yaitu 8
mm. Pada konsentrasi 50% menunjukkan daya
hambat rata-rata 11,33 mm. Sedangkan pada
konsentrasi 75% menunjukkan daya hambat
rata-rata 12,67 mm, bahkan pada konsentrasi
100% memberikan daya hambat yang lebih
besar yaitu rata-rata 15 mm.
Jika dibandingkan terhadap kontrol
positif yang digunakan, yaitu ciprofloxasin (daya hambat rata-rata 18,67 mm) dan
Vancomycin (daya hambat rata-rata 17,67 mm),
ekstrak metanol pada 50% memiliki daya
hambat intermediate terhadap bakteri Pseudomonas
aeruginosa. Sedangkan pada konsentrasi 75%
dan 100% ekstrak metanol memiliki daya hambat
susceptible terhadap bakteri Pseudomonas
aeruginosa. Ekstrak n-heksan pada berbagai
konsentrasi tidak memiliki daya hambat
terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa.
Tabel 5.3 Daya hambat ekstrak n-heksan dan methanol terhadap bakteri Escherichia coli.
Data Tabel 5.3 menunjukkan bahwa dari
3 kali pengulangan, ekstrak metanol buah
Laban pada konsentrasi 25%, 50%, 75%, dan
100% memiliki daya hambat yang sangat
kecil terhadap bakteri Escherichia coli, yaitu
berturut-turut 8 mm; 8,67 mm; 8,33 mm; dan
9,33 mm.
Jika dibandingkan terhadap kontrol
positif yang digunakan, yaitu Ciprofloxasin
(daya hambat rata-rata 18,67 mm) dan
Vancomycin (daya hambat rata-rata 17,67
mm), ekstrak metanol pada konsentrasi 100%
memiliki daya hambat resistant terhadap
bakteri Escherichia coli. Sedangkan ekstrak n-
heksan pada berbagai konsentrasi tidak
memiliki daya hambat terhadap bakteri
Escherichia coli.
Pembahasan Pada ketiga Tabel pengamatan di atas
terlihat bahwa kedua kontrol positif, yaitu
Ciprofloxasin dan Vancomycin masing-masing
50%
1 11 18 7 17
2 12 20 8 18
3 11 18 7 18
Rata-rata 11,33 18,67 7,33 17,67
75%
1 13 18 8 17
2 13 20 7 18
3 12 18 7 18
Rata-rata 12,67 18,67 7,33 17,67
100%
1 15 18 8 17
2 16 20 8 18
3 14 18 8 18
Rata-rata 15 18,67 8 17,67
Konsentrasi
Ekstrak
Daya Hambat (mm)
Ulangan Metanol Ciprofloxasin N-heksan Vancomicin
25%
1 8 18 6 17
2 9 20 6 18
3 7 18 7 18
Rata-rata 8 18,67 6,33 17,67
50%
1 9 18 7 17
2 9 20 8 18
3 8 18 7 18
Rata-rata 8,67 18,67 7,33 17,67
75%
1 8 18 8 17
2 8 20 7 18
3 9 18 7 18
Rata-rata 8,33 18,67 7,33 17,67
100%
1 10 18 7 17
2 9 20 8 18
3 9 18 8 18
Rata-rata 9,33 18,67 7,67 17,67
Jurnal Biology Education Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X
Page 18 Jurnal Biology Education
memiliki daya hambat rata-rata 18,67 mm dan
17,67 mm terhadap pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa,
dan Escherichia coli.
Jika dibandingkan terhadap ke dua kontrol positif tersebut, ekstrak metanol pada
konsentrasi 25% dan 50% memiliki daya hambat
intermediate terhadap bakteri Staphylococcus
aureus. Sedangkan pada konsentrasi 75% dan
100% ekstrak metanol memiliki daya hambat
susceptible terhadap bakteri Staphylococcus
aureus. Ini artinya pada konsentrasi rendah
(25% dan 50%) ekstrak methanol dapat meng-
hambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus
aureus dengan baik, dan pada konsentrasi yang
lebih besar (75% dan 100%) daya hambat
bakterinya lebih baik lagi.
Untuk bakteri Pseudomonas aeruginosa,
ekstrak metanol pada konsentrasi 50% memiliki
daya hambat intermediate terhadap bakteri
tersebut. Sedangkan pada konsentrasi 75% dan
100% ekstrak metanol memiliki daya hambat
susceptible terhadap bakteri Pseudomonas
aeruginosa. Ini artinya pada konsentrasi rendah
(50%) ekstrak methanol dapat menghambat pertumbuhan bakteri Pseudomonas aeruginosa
dengan baik, dan pada konsentrasi yang lebih
tinggi (75% dan 100%) ekstrak metanol me-
miliki daya hambat yang sangat bagus ter-
hadap bakteri Pseudomonas aeruginosa.
Sedangkan untuk bakteri Escherichia coli,
ekstrak metanol memiliki daya hambat yang sangat lemah terhadap bakteri tersebut. Bahkan
pada konsentrasi tinggi 100% daya hambatnya
resistant terhadap bakteri Escherichia coli.
Berdasarkan fakta di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa ekstrak methanol buah
Laban (Vitex pinnata Linn) memiliki aktivitas
antibakteri yang sangat baik terhadap bakteri
Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa.
Staphylococcus aureus dan Pseudomonas
aeruginosa merupakan bakteri yang dapat me-
nyebabkan infeksi dan peradangan pada tubuh
manusia, terutama pada kulit manusia. Bahkan
Staphylococcus aureus dapat diisolasi dari
luka bernanah, selaput hidung, folikel rambut,
kulit dan perineum. Sedangkan Pseudomonas
aeruginosa dapat diisolasi dari air dan tanah
atau specimen klinik seperti luka dan urin.
Terdapat pada kulit manusia, pada lingkungan
basah, dan sedikit ditemukan dalam flora
normal usus. Jarang menimbulkan penyakit, hanya pathogen bila masuk dalam daerah yang
pertahanan normalnya tidak ada atau berperan
dalam infeksi campuran (Buchanan, 1974 dan
Jawetz, 1986).
Bisul terjadi karena adanya infeksi
kuman Staphylococcus aureus. Infeksi oleh kuman
ini akan memicu timbulnya peradangan. Semakin parah infeksi, semakin hebat
peradangan yang terjadi. Akibatnya gejala
klinik yang timbul juga semakin parah.
Banyak faktor yang bisa memicu infeksi
Staphylococcus aureus. Faktor kebersihan
memegang peran penting, baik kebersihan
lingkungan maupun kebersihan perseorangan
(personal hygiene). Faktor lain adalah penurunan
daya tahan tubuh yang disebabkan oleh be-
berapa faktor, diantaranya karena kurang gizi,
anemia, diabetes, penyakit keganasan (kanker)
dan penyakit lainnya. Biasanya, faktor-faktor
pemicu tidak berdiri sendiri, namun ber-
kombinasi satu sama lain. Misalnya, seseorang
mempunyai daya tahan tubuh rendah, juga
mempunyai gaya hidup yang kurang bersih,
serta asupan gizinya kurang (www.media
medica.com diakses tgl. 2 Maret 2012).
Buah Laban (Vitex pinnata Linn) yang
selama ini digunakan oleh masyarakat Aceh untuk mengobati dan mencegah penyakit bisul
ternyata memiliki aktivitas antibakteri ter-
hadap bakteri Staphylococcus aureus dan
Pseudomonas aeruginosa, di mana kedua
bakteri tersebut berperan penting pada infeksi
dan peradangan di beberapa kasus, diantaranya
bisul. Berdasarkan uraian di atas, maka
ekstrak metanol akan diisolasi dan dimurnikan
pada tahun ke-2 sehingga diperoleh senyawa
dan struktur molekulnya.
Kesimpulan
1. Hasil maserasi terhadap 2 Kg serbuk kering
buah Laban (V. pinnata) diperoleh 400
gram ekstrak n-heksan dan 300 gram
ekstrak methanol.
2. Secara kualitatif ekstrak methanol memiliki
daya hambat terhadap bakteri Staphylococcus
aureus, Pseudomonas aeruginosa, dan
Escherichia coli.
3. Daya hambat ektrak methanol terhadap
bakteri Staphylococcus aureus 11,33-12,67
mm, terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa
11,33-15 mm, sedangkan terhadap bakteri
Escherichia coli 8-9,33 mm.
4. Ekstrakmethanol terutama pada konsentrasi tinggi(75% dan 100%) memiliki daya hambat
yang sangat besar terhadap aktivitas bakteri
Jurnal Biology Education Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X
Page 19 Jurnal Biology Education
Staphylococcus aureus dan Pseudomonas
aeruginosa.
5. Eksrak n-heksan tidak memiliki daya
hambat terhadap aktivitas bakteri Staphy-
lococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, dan Escherichia coli.
Saran
1. Mengingat bahan-bahan kimia sangat
mahal dan biaya uji antibakteri yang sangat
tinggi, diharapkan untuk penelitian-
penelitian ilmu murni di masa-masa yang
akan datang disediakan dana yang lebih
besar dan sesuai dengan kenaikan harga
bahan-bahan kimia.
2. Semoga penelitian ini berkesinambung-an
dan dapat dilanjutkan ke tahun ke II dan
tahun-tahun berikutnya.
Daftar Pustaka
Backer, A. C. and R. C. Bakhuizen Van den
Brink Jr. (1963) Flora of Java, N. V. P.
Noordhoff N. V. Groningen, Vol. I, The
Netherlands.
Breitmair, E. (1993) Structure Elucidation by
NMR In Organic Chemistry, John
Willey & Sons, New York.
Burkill, I. H. (1966) A Dictionary of The
Economic Products of The Malay Penisula, Vol. II, Ministry of Agriculture
and Cooperative, Kuala Lumpur.
Chen, Chien – Chih., Yu – Lin., Sun, Chang-
Ming and Shen, Chien – Chang (1966)
New Prenylflavones from the Leaves of
Epedemedium sagittatum, J. Natural
Product, 59, 412 – 414.
Creswell, C. J., Runquist, O. A. and Campbell,
M. M. (1982) Analisis Spektrum
Senyawa Organik, alih bahasa: Kosasih
Padwawinata dan Iwang Soediro, ITB,
Bandung.
Douk, P. (1967) Chemical Abstrack, 66, 79512n.
Ferlinahayati, Hakim, E. H., Achmad, S. A.,
Aimi, N., Kitajima, M., dan Makmur, L.
(1999) Artonin E dan Norartokapetin
Dua Senyawa Fenol dari Tumbuhan
Artocarpus Scortechimi King. Prosiding
Seminar Nasional Kimia Bahan Alam
’99, UI-UNESCO, Jakarta.
Lemmens, R. H. M. J., Soerianegara, I. dan
Wong, W. C. (1995) Timber Tress:
Minor Commercial Timbers, Plant
Resources of South-East Asia, Bogor,
Indonesia.
Nomura, T., Hano, S., and Aida, M. (1998)
Isoprenoid Subtituted Flavonoid from
Artocarpus, Heterocycles, 47 (2), 1179-
1205.
Ogata, Y., Kasaharea, Y., and Iwasaki, T. (1995) Medicine Herb Index Indonesia, Second
edition, PT. Eisai Indonesia.
Seigler, D. S. (1975) Review: Isolation and
Characterization of Naturally Cyanogenic
Compound, Phytochemistry, 14: 9-29
Silverstein, R. M., Bassler, G. C., and Morill, T.
C., (1991) Spectrometric Identification of Organic Compounds, 5th ed., John
Wiley and Sons Inc, New York.
Suksamrarn, A., and Sommechai, C. (1993)
Ecdysteroids from Vitex pinnata,
Phytochemistry, 32 (2), 303-306
Suksamrarn, A., Sommechai, C., Charulpong, P., and Chitkul, B. (1995) Ecdysteroids
from Vitex canescens, Phytochemistry, 38
(2), 473-476
Suksamrarn, A., Promrangsan, N., Chitkul, B.,
Homvisasevongsa, S., and Sirikate, A.
(1997) Ecdysteroids of The Root Bark
of Vitex canescens, Phytochemistry, 45
(6), 1149-1152
Tarigan, Ponis (1997) Analisis Senyawa
Bioaktif Alami, Pengantar Praktikum,
Pascasarjana Universitas Padjadjaran,
Bandung.
Werawattanametin, K., Podimnang, V., and Suksamrarn, A. (1986) Ecdysteroids
from Vitex glabrata, J. Natural Product,
49, 365.
Zhang, M., Stout, M. J., and Kubo, I. (1992) Isolation of Ecdysteroids from Vitex
stickeri Using RLCC and Recycling
HPLC, Phytochemstry, 31 (1), 247-250
Jurnal Biology Education Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X
Page 20 Jurnal Biology Education
PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA BALOK CUISENAIRE DENGAN
METODE BERMAIN TERHADAP PENINGKATAN
KECERDASAN MATEMATIKA PADA ANAK
RAUDHATUL ATHFAL AL-IKHSAN
KOTA BANDA ACEH
Juairiah
Kepala RA Al-Ikhsan Kota Banda Aceh
Abstrak
Penelitian ini berjudul :“Pengaruh Penggunaan Media Balok Cuisenaire Dengan Metode Bermain
Terhadap Peningkatan Kecerdasan Matematika Pada Anak Raudhatul Athfal Al-Ikhsan Kota Banda
Aceh”. Rumusan masalah adalah bagaimana pengaruh penggunaan media Balok Cuisenaire dengan
metode bermain terhadap peningkatan kecerdasan Matematika anak Raudhatul Athfal Al-Ikhsan Kota
Banda Aceh? Populasi adalah seluruh anak kelompok B-2 di Raudhatul Athfal Al-Ikhsan Kota Banda
Aceh berjumlah 15 orang. Instrumen penelitian dengan menggunakan lembar observasi. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa penggunaan metode permainan media Balok Cuisenaire dapat
meningkatkan kecerdasan matematika anak kelompok B-2 Raudhatul Athfal Al-Ikhsan Kota Banda
Aceh. Hasil pengamatan awal sebelum menggunakan media Balok Cuisenaire kurang baik, yaitu
sebesar 31,1% (tidak baik). Hasil pengamatan menggunakan media Balok Cuisenaire pada siklus I,
nilai keberhasilan pertemuan I sebesar 46,6%, pertemuan II sebesar 51,5%, pertemuan III, dan
61,0%. Rata-rata keberhasilan pada siklus I adalah sebesar 53,0% (kurang baik). Nilai pada siklus I
masih belum memadai, maka dilaksanakan perlakuan pada siklus II. Hasil pengamatan kecerdasan
matematika dengan media Balok Cuisenaire pada siklus II keberhasilannya pada pertemuan I sebesar
56,6%, pertemuan II sebesar 73,2% , dan pertemuan III sebesar 94,3%. Rata-rata keberhasilan pada siklus II adalah 75,4% (baik). Dengan demikian peningkatan kecerdasan matematika anak
kelompok B-2 Raudhatul Athfal Al-Ikhsan Kota Banda Aceh dengan menggunakan Balok
Cuisenaire melalui metode bermain sangat signifikan dan berpengaruh terhadap hasil belajar.
Peningkatan dari 53,0% pada siklus I menjadi 75,4% pada siklus II atau selisih antara siklus I dan II
sebesar 22,4%.
Kata kunci: Balok Cuisenaire, Metode Bermain, Kecerdasan Matematika
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan suatu per-
ubahan sikap dan tingkah laku pada diri se-
seorang dari hasil pembelajaran yang dilaku-
kan oleh pendidik kepada anak didik. bertuju-
an untuk mendapatkan pengetahuan dan
merubah sikap yang lebih baik dalam kehidup-
annya, sehingga menjadi manusia Indonesia
cerdas, terampil, bermoral, berbudi luhur dan
cinta tanah air. Pendidikan sekarang ini men-
dapat perhatian dari semua pihak, baik dari hal
fasilitas dan sumber daya yang mendukung ke-
berhasilan suatu lembaga pendidikan dan men-
capai tujuan pendidikan yang sesungguhnya.
Pendidikan yang berkualitas akan
tercipta generasi penerus bangsa yang ber-
pengetahuan luas dan dapat memecahkan ber-
bagai masalah dalam menghadapi tantangan zaman yang sangat komplek. Sesuai dengan
tujuan pembangunan Nasional dalam GBHN
No. II/MPR/1993, yaitu “Pendidikan Nasional
berdasarkan Pancasila, bertujuan untuk me-
ningkatkan kualitas manusia Indonesia yang
beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang
Maha Esa, berbudi luhur, berkepribadi-an,
berdisiplin, berkerja keras, tangguh, ber-
tanggungjawab, cerdas dan terampil serta sehat
jasmani dan rohani”.
Pendidikan di Raudhatul Athfal me-
rupakan salah satu bentuk satuan pendidikan
anak usia dini pada jalur lembaga pendidikan
formal dan memiliki karakteristik ke Islaman
serta pengelolaan dibawah Kantor Kementerian
Agama Kota Banda Aceh. Dengan pembelajar-
an yang mengacu pada kurikulum Pendidikan
Agama Islam dan Pendidikan Umum dan
sesuai dengan perkembangan anak usia dini.
Mulai dari umur 4 tahun untuk belajar di
kelompok A dan umur 5 tahun untuk belajar di
kelompok B. Raudhatul Athfal dipimpim oleh seorang kepala sekolah dan 6 orang tenaga
pendidik yang profesional.
Jurnal Biology Education Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X
Page 21 Jurnal Biology Education
Kegiatan pembelajaran di Raudhatul
Athfal selalu dilakukan dengan semboyan
“bermain sambil belajar dan belajar seraya
bermain”. Menggunakan lembar kerja, poster,
mewarnai, puzzel, alat peraga edukatif (APE), mengerjakan maze dan sebagainya. Hal ini
disebutkan dalam buku Kurikulum Raudhatul
Athfal kutipan dari isi PP Nomor 17 Tahun
2010 tentang pengelolaan dan penyelenggara-
an pendidikan di Raudhatul Athfal dapat
dikelompokkan terdiri dari : 1) Bermain dalam
pembelajaran agama dan akhlak mulia, 2)
Bermain dalam pembelajaran sosial dan
kepribadian, 3) Bermain dalam pembelajaran
orientasi, pengenalan pengetahuan dan
teknologi, 4) Bermain dalam pembelajaran
estetika, 5) Bermain dalam pembelajaran
jasmani, olahraga dan kesehatan.
Berdasarkan hasil pengamatan awal
kemampuan anak dalam pengembangan aspek
kognitif, terutama mengenal berhitung,
lambang bilangan, angka-angka, masih sangat
rendah. Maka suatu upaya pengembangan
potensi ini dapat dilakukan dengan suatu
permainan dalam pembelajaran, yaitu melalui bermain Balok Cuisenaire. Bermain Balok
Cuisenaire di Raudhatul Athfal diharapkan
anak didik berkemampuan pengembangan
kognitif, kesiapan mental, sosial dan
emosional. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan
pembelajarannya harus dilakukan secara
menarik dan bervariasi. Balok Cuisenaire merupakan bagian
dari media matematika, pengenalan konsep
bilangan, lambang bilangan, warna, bentuk
dan posisi benda melalui berbagai bentuk alat
dan kegiatan bermain yang menyenangkan.
Dengan demikian, berdasarkan alasan
diatas dapat diidentifikasikan bahwa masih
kurangnya pengetahuan anak didik Raudhatul
Athfal dalam mengenal lambang bilangan atau
angka secara optimal. Hal ini merupakan salah
satu masalah yang dihadapi oleh guru RA Al-
Ikhsan Banda Aceh, maka penulis tertarik me-
lakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh
Penggunaan Media Balok Cuisenaire Dengan
Metode Bermain Terhadap Peningkatan Ke-
cerdasan Matematika Pada Anak Raudhatul
Athfal Al-Ikhsan Kota Banda Aceh”.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, yang menjadi rumus masalah dalam penelitian
ini adalah Bagaimana pengaruh penggunaan
media Balok Cuisenaire dengan metode
bermain terhadap peningkatan kecerdasan
Matematika anak Raudhatul Athfal Al-Ikhsan
Kota Banda Aceh?
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh penggunaan media
Balok Cuisenaire dengan metode bermain
terhadap peningkatan kecerdasan Matematika
anak Raudhatul Athfal Al-Ikhsan Banda Aceh.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat ber-
manfaat untuk menjadi masukan bagi guru
Raudhatul Athfal dalam meningkatkan ke-
cerdasan matematika melalui permainan Balok
Cuisenaire.
Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini adalah
“Penggunaan media Balok Cuisenaire dengan
metode bermain dapat meningkatkan kecerdas-
an Matematika anak Raudhatul Athfal Al-
Ikhsan Kota Banda Aceh”.
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Kecerdasan Matematika
Kecerdasan asal kata dari “cerdas”
artinya “sempurna perkembangan akal budi,
untuk berfikir, mengerti dan sebagainya”. Ke-
cerdasan merupakan salah satu anugerah besar
dari Allah SWT kepada manusia dan sebagai salah satu kelebihan manusia dibandingkan
dengan makhluk lainnya. Dengan kecerdasan,
manusia secara terus menerus dapat memper-
tahankan dan meningkatkan kualitas hidup
yang semakin kompleks, melalui proses ber-
fikir dan belajar secara optimal. Sepantasnya
manusia ber-syukur, berkat kecerdasan yang
dimilikinya hingga saat ini manusia ternyata
masih dapat mempertahankan kelangsungan
dan peradabannya.
Kecerdasan adalah kemampuan belajar
dan kecakapan untuk menyesuaikan diri
dengan keadaan yang dihadapi. Kemampuan
ini sangat ditentukan oleh tinggi rendahnya
intelegensi dan menunjukkan kecakapan
sesuai dengan tingkat perkembangannya. Ada
kalanya perkembangan ini ditandai oleh
kemanjuan-kemanjuan yang berbeda antara
satu anak dengan anak lainnya, sehingga
seorang anak pada usia tertentu sudah memiliki tingkat kecerdasan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan kawan sebayanya.
Jurnal Biology Education Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X
Page 22 Jurnal Biology Education
Kecerdasan berdasarkan tingkat per-
kembangannya ada beberapa macam. Salah
satunya adalah kecerdasan intelektual. Ke-
cerdasan intelektual adalah kemampuan
intelektual, analisa, logika dan rasional. Kecerdasan untuk menerima, menyimpan dan
mengolah infomasi menjadi fakta. Kecerdasan
yang paling utama dimiliki manusia adalah
Kecerdasan Intelektual (IQ). Kecerdasan
intelektual atau inteligensi adalah kemampuan
potensial seseorang untuk mempelajari sesuatu
dengan menggunakan alat-alat berpikir. Hal
ini dapat terlihat pada kemampuan atau ke-
cerdasan yang didapat dari hasil penyelesaian
soal-soal atau kemampuan untuk memecahkan
sebuah pertanyaan dan selalu dikaitkan dengan
hal akademik seseorang.
Kecerdasan dapat memberikan gambar-
an yang jelas pada seseorang untuk berhitung,
beranalogi, berimajinasi dan memiliki daya
kreasi serta inovasi. Orang yang kecerdasan
intelektualnya baik, maka baginya tidak ada
informasi yang sulit, semuanya dapat di-
simpan, diolah dan diinformasikan kembali
pada saat dibutuhkan. Proses menerima, menyimpan dan mengolah kembali informasi,
(baik informasi yang didapat lewat pendengar-
an, penglihatan atau penciuman) disebut
‘’berfikir’’.
Menurut Lwin dalam W. Sanjaya (2006)
menyebutkan bahwa “kecerdasan logika
matematika adalah kemampuan untuk me-mahami bilangan dan perhitungan, pola
memikiran logis dan ilmiah”. Hubungan antara
matematika dan logika sangat erat dan men-
dasar. Hukum logika menjelaskan berbagai
argumentasi, bukti, syarat yang dinyatakan dan
kesimpulan. Kecerdasan logika matematika
meliputi keterampilan berhitung dan berfikir
logis serta keterampilan pemecah-an masalah.
Komponen inti dari kecerdasan
matematika logis meliputi kepekaan pada
pola-pola dan hubungan logis, kepekaan
heuristic dan sebab akibat untuk memecah-
kan suatu masalah. Kecerdasan ini terdapat di
otak depan sebelah kiri dan parietal kanan.
Kecerdasan ini dilambangkan dengan angka-
angka dan lambang bilangan matematika
lainnya. Kecerdasan ini memuncak pada masa
remaja dan masa awal dewasa. Beberapa
kemampuan matematika tingkat tinggi akan
menurun setelah usia 40 tahun. Serta anak-anak yang kelebihan dalam kecerdasan
matematika tertarik memanipulasi lingkungan
serta cenderung menerapkan strategi coba-
coba salah. Anak-anak yang cerdas dalam
logika matematika menyukai kegiatan bermain
dengan bepikir logis, seperti dam-daman,
mencari jejak (maze), menghitung benda-
benda, timbang-menimbang dan permainan strategi. “Anak-anak yang cerdas dalam logika
matematika cenderung mudah menerima dan
memahami sebab-akibat, suka menyusun
sesuatu dalam kategori atau hierarki seperti
urutan besar ke kecil, panjang ke pendek dan
mengklasifkasi benda-benda yang memiliki
sifat sama” (Tadkiroatun Musfiroh, 2005).
Kecerdasan ditinjau dari berbagai
macam karakteristik perkembangannya ada
beberapa macam kecerdasan yang saling
berpengaruh dalam peningkatan hasil belajar
seseorang. Sebagaimana dikemukakan oleh
Gardner dalam E. Mulyasa kecerdasan bersifat
multipel inteligensi meliputi 9 (sembilan)
“kecerdasan yaitu 1) Kecerdasan verbal-
linguistik berkaitan dengan keterampilan dan
persepsi mengelola kata dan bahasa, 2)
Kecerdasan logika-matematika berkaitan
dengan keterampilan dan persepsi dalam
bidang angka dan berfikir logis, 3) Kecerdasan visual-spasial berkaitan dengan
keterampilan dan persepsi dalam bidang
permaian garis, warna, bentuk dan ruang, 4)
Kecerdasan musikal berkaitan dengan
keterampilan dan persepsi dalam bidang musik
dan suara, 5) Kecerdasan kinestetis berkaitan
dengan keterampilan dan persepsi dalam bidang mengelola dan mengendalikan gerakan
anggota tubuh, 6) Kecerdasan interpersonal
berkaitan dengan keterampilan dan persepsi
dalam bidang membina hubungan dengan
orang lain, 7) Kecerdasan naturalis berkaitan
dengan keterampilan dan persepsi yang
berhubungan dengan lingkungan, 8)
Kecerdasan interpersoanal berkaitan dengan
keterampilan dan persepsi dalam bidang
kesadaran dan pengenalan terhadap diri
sendiri, dan 9) Kecerdasan eksitensial”.
Karakteristik Perkembangan Anak Usia
Dini
Karakteristik perkembangan anak usia
dini perlu dipahami oleh pendidik untuk
memudahkan dalam membina perkembangan
anak usia dini. Pada masa ini anak sudah
memiliki keterampilan, minat, bakat dan
potensi walaupun belum sempurna. Karakteristik masing-masing aspek per-
kembangan anak di Raudhatul Athfal adalah:
Jurnal Biology Education Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X
Page 23 Jurnal Biology Education
Perkembangan Fisik-Motorik
Anak usia di Raudhatul Athfal telah
tampak otot-otot tumbuh berkembang dengan
baik, sehingga memungkinkan anak melakuk-
an berbagai jenis keterampilan. Gerakan anak usia di Raudhatul Athfal lebih terkendali dan
terorganisasi dengan pola menegakan tubuh
dalam posisi berdiri, tangan dapat terjuntai
dengan santai serta mampu melangkah dengan
mengerakkan tungkai dan kaki. Pola-pola
tersebut memungkinkan anak untuk mem-
berikan respon dalam berbagai situasi yang
mereka hadapi. Pada masa ini keterampilan
motorik kasar dan halus terjadi perkembangan
pesat.
Pada umumnya anak usia di Raudhatul
Athfal sangat aktif. Anak memiliki penguasa-
an terhadap tubuhnya dan sangat menyukai
kegiatan yang dilakukan sendiri. Meskipun
demikian anak tetap memerlukan istirahat
yang cukup. Masa kecil disebut sebagai masa
ideal untuk membentuk keterampilan motorik,
dengan alasan sebagai berikut:
• Tubuh anak lebih lentur ke timbang tubuh
orang dewasa sehingga anak lebih mudah
menguasai keterampilan motorik.
• Anak belum banyak memiliki keterampil-
an yang akan berbenturan dengan ke-
terampilan yang baru dipelajarinya,
sehingga anak akan mempelajari
keterampilan baru yang lebih mudah.
• Secara keseluruhan anak lebih berani pada
masa kecil ketimbang setelah besar. Oleh
karena itu, mereka berani mencoba sesuatu
yang baru.
• Anak-anak menyukai pengulangan,
sehingga mereka bersedia mengulangi
tindakan hingga otot terlatih untuk
melakukannya secara efektif.
• Anak memiliki waktu yang lebih banyak
untuk mempelajari keterampilan motorik.
Perkembangan Kognitif
Piaget dalam Isjoni (2011) membagi
“tahapan perkembangan kognitif ke dalam
empat tahapan, yaitu: a) Tahapan 1 sensori
motor (0-2 tahun), b) Tahapan II Pra
Operasional (2-7 tahun), c) Tahapan III
Operasional Kongkrit (7-14 tahun), d)
Tahapan IV Formal Operasional (14 tahun-
dewasa)”.
Periode sensori motor (0-2 tahun)
merupakan periode pertama dari ke empat
periode. Tahapan ini ditandai dengan
perkembangan kemampuan dan pemahaman
penting dalam enam refleksi, yaitu sub tahapan
skema refleksi muncul saat lahir sampai usia
enam minggu dan berhubungan terutama
dengan refleksi. Sub tahapan fase reaksi sirkular primer dari usia enam minggu sampai
empat bulan dan berhubungan dengan muncul-
nya kebiasaan-kebiasaan. Sub tahapan fase
reaksi sirkular sekunder muncul dari usia
empat bulan sampai sembilan bulan dan
berhubunga dengan koordinasi antara
penglihatan dan pemaknaan. Sub tahapan
koordinasi reaksi sirkular sekunder muncul
dari usia sembilan sampai dua belas bulan,
saat berkembangnya kemampuan untuk
melihat objek sebagai sesuatu yang permanen
walau kelihatannya pada masa permulaan. Sub
tahapan fase reaksi sirkular tersier muncul dari
usia dua belas bulan sampai delapan belas
bulan dan berhubungan dengan penemuan
cara-cara baru untuk mencapai tujuan. Sub
tahapan awal representasi simbolik ber-
hubungan dengan tahapan kreativitas.
Tahapan II pra operasional (2-7 tahun)
merupakan tahapan pra operasional yang mengikuti tahapan sensorimotorik dan muncul
antara usia dua sampai enam tahun. Dalam
tahapan ini anak mengembangkan keterampil-
an berbahasa yang lebih aktif.
Tahapan III operasional kongkrit (7-14
tahun) merupakan tahapan yang muncul antara
usia enam sampai dua belas tahun dan mem-punyai ciri berupa penggunaan logika yang
memadai.
Tahapan IV formal operasional (14
tahun dewasa) merupakan suatu tahapan mulai
dialami anak dalam usia sebelas tahun dan
terus berlanjut sampai dewasa. Karakteristik
tahapan ini pada kemampuan untuk berfikir
secara abstrak, bernalar secara logis dan
menarik kesimpulan dari informasi yang
tersedia.
Anak usia di Raudhatul Athfal berada
pada tahapan pra-operasional yaitu suatu
tahapan anak belum menguasai operasi mental
secara logis. Periode ini ditandai dengan
berkembangnya kemampuan menggunakan
sesuatu untuk mewakili sesuatu yang lain
dengan menggunakan simbol-simbol. Melalui
kemampuan tersebut anak mampu ber-
imajinasi atau fantasi tentang berbagai hal.
Perkembangan kognitif anak masa pra sekolah
adalah:
Jurnal Biology Education Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X
Page 24 Jurnal Biology Education
• Mampu berfikir dengan meng-gunakan
simbol
• Berfikir masih dibatasi oleh persepsi,
menyakini sesuatu yang dilihat dan hanya
berfokus pada satu dimensi terhadap satu
objek dalam waktu yang sama.
• Berfikir masih kaku. Cara berfikirnya ter-
fokus pada keadaan awal atau akhir suatu
transformasi, bukan pada transformasi itu
sendiri.
• Anak sudah mulai mengerti dasar-dasar
mengelompokkan sesuatu atas dasar satu
dimensi, seperti kesamaan warna, bentuk
dan ukuran dan lainnya.
Perkembangan Emosional dan Kemandirian
Perkembangan emosi dan kemandirian
berhubungan dengan seluruh aspek per-
kembangan anak. Pada tahap ini, emosi dan
mandiri anak usia pra sekolah lebih rinci atau
terdiferensiasi. Anak cenderung mengekspresi-
kan emosin dengan bebas dan terbuka. Sikap
marah sering diperlihatkan dan sering mencari
perhatian guru. Pada masa ini anak menjadi
lebih mengerti dan mampu berinisiatif, tetapi
mungkin keinginannya tidak tercapai seluruh-
nya, sehingga timbul keinginan berupa ke-
marahan dan bersalah. Pada masa ini anak mampu melakukan
partisipasi dan mengambil inisiatif dalam
kegiatan fisik, tetapi ada beberapa kegiatan
yang dilarang oleh guru atau orang tua. Anak
sering memiliki keraguan untuk memilih
antara yang ingin dikerjakan dengan yang
harus ditinggalkan. Nampak bahwa pada usia
ini anak sudah memiliki inisiatif, tetapi sering
pula anak tidak bisa memutuskan sesuatu yang
akan dikerjakannya. Beberapa jenis emosi
yang berkembang pada anak di Raudhatul
Athfal adalah rasa takut, cemas, marah,
cemburu, kegembiraan, kesenangan, kenikmat-
an, kasih sayang, phobia, ingin tahu, butuh
perhatian, pendiam, super aktif, pemalu, ceria,
ingin selalu dipuji, sedih, berani.
Perkembangan Sosial
Perkembangan sosial adalah perilaku
anak dalam menyesuaikan diri dengan aturan-
aturan yang berlaku di lingkungan anak itu
berada. Perkembangan sosial diperoleh anak
melalui kematangan, keadaan disekitarnya,
kesempatan belajar dari berbagai respon
terhadap dirinya. Bagi anak pra sekolah,
kegiatan bermain merupakan suatu modal
dasar dalam mencurahkan suatu ekspresi dan
keputusan dalam hidupnya, baik di rumah, di
sekolah maupun dilingkungan masyarakat
serta dapat bersosialisasi dengan lingkungan-
nya. Hal ini Hurlock mengemukakan bahwa “mulai usia 2 sampai 6 tahun, anak mulai
belajar melakukan hubungan sosial bergaul
dengan orang-orang di luar lingkungan rumah,
terutama dengan anak-anak yang umurnya
sebaya. Anak belajar menyesuaikan diri dan
berkerja sama dalam kegiatan bermain dan
belajar dengan baik di lingkungan anak
tersebut berada”.
Anak yang mengikuti pendidikan pra
sekolah melakukan penyesuaian sosial yang
lebih baik dibandingkan dengan anak-anak
yang tidak mengikuti pendidikan pra sekolah.
Melalui kegiatan yang dirancang oleh guru,
dipersiapkan secara lebih baik untuk melakuk-
an partisipasi yang aktif dalam kelompok
dibandingkan dengan anak-anak yang aktivitas
sosialnya terbatas dengan anggota keluarga
dan anak-anak dari lingkungan keluarga ter-
dekat saja.
Perkembangan Bahasa
Anak Raudhatul Athfal biasanya telah
mampu mengembangkan keterampilan bicara
melalui percakapan dan berkomunikasi dengan
teman dan guru secara baik. Menggunakan
bahasa dengan berbagai cara seperti bertanya,
berdialog, bercerita dan bernyanyi. Sejak usia dua tahun anak sangat berminat untuk
menyebutkan nama benda dan ingin tahu
sesuatu yang ada disekitarnya. Minat tersebut
terus berlangsung secara normal, sehingga
dapat menambah perbendaraan kata.
Pengalaman dan situasi yang dihadapi sangat
berarti, jika anak mampu menggunakan kata-
kata untuk menjelaskannya. Anak dapat
mengunakan bahasa dengan ungkapan yang
lain, misalnya bermain peran, isyarat yang
ekspresif, main boneka, masak-masakan,
main rumah-rumahan dan sebagainya.
Perkembangan usia dini dapat ber-
pengaruh terhadap perkembangan bahasa
seorang anak. Artinya semakin bertambah
usianya, maka perbendaharaan kata dan per-
cakapan menjadi lebih baik dalam berbicara
serta berkomunikasi dengan lingkunganya.
Kata-kata dan tata bahasa dipelajari oleh anak
sejalan dengan pencapaian keterampilan untuk mengungkapkan buah pikiran serta gagasan-
nya.
Jurnal Biology Education Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X
Page 25 Jurnal Biology Education
Karakteristik Perkembangan Kecerdasan
Matematika Anak Usia 5-6 tahun.
Anak di Raudhatul Athfal berada
pada tahap berfikir pra operasional, khususnya
pada tahap berfikir intuitif yaitu anak mampu membuat pengklasifikasian tentang sesuatu
benda, bentuk, keragaman dan keanekaragam-
an sesuatu, meskipun pada tahap pemula
dalam memahami tentang keadaan dirinya,
lingkungan belajar dan alam sekitarnya.
Menurut Sofia Hartati, (2005),
menyebutkan bahwa “kemampuan kognitif
anak usia 5 tahun adalah 1) Tertarik kepada
jam dan waktu, 2) Menggambar sesuatu yang
ada dalam benak, 3) Menyadari beberapa
angka dan huruf, 4) Mengemukakan urutan
angka 1 sampai 10, 5) Mendengarkan dan
bergantian bicara dalam diskusi kelompok, 6)
Bekerja dengan beberapa anak untuk membuat
peta sederhana dengan balok yang menunjuk-
kan jalan dan bangunan serta lokasinya, 7)
Belajar arah kekiri dari kanan, 8) Berbicara
dengan lancar dan benar, 9) Menyukai cerita
dan menyimpulkan isi cerita, 10) Menanyakan
arti kata-kata, 11) Menempatkan 10 buah potongan atau lebih untuk melengkapi teka-
teki, 12) Dapat menceritakan perbedaan dan
persamaan crayon dan pensil”.
Media Pembelajaran
Media adalah perantara atau pengantar
pesan dari pengirim ke penerima pesan. AECT (1979) mengartikan bahwa “media sebagai
salah satu bentuk dan saluran untuk proses
transmisi informasi / pesan”. Secara sederhana
media adalah segala yang dapat digunakan
untuk menyampaikan atau memperjelas pesan
pembelajaran. Media pembelajaran secara
umum adalah alat bantu proses belajar
mengajar. Segala sesuatu yang dapat
dipergunakan untuk merangsang pikiran,
perasaan, perhatian dan kemampuan atau
keterampilan pembelajaran, sehingga dapat
mendorong terjadinya proses belajar secara
optimal
Levie & Lentz dalam Azhar Arsyad,
(2005) mengemukakan bahwa ada empat
fungsi media pembelajaran yaitu:
a. Fungsi atensi, media visual merupakan
inti, yaitu menarik dan mengarahkan anak
untuk berkonsentrasi kepada isi pelajaran.
b. Fungsi afektif, media dapat terlihat dari tingkat kenikmatan anak ketika belajar atau
membaca teks yang bergambar.
c. Fungsi kognitif, suatu media dapat terlihat
dari temuan-temuan penelitian yang meng-
gunakan bahwa lambang visual atau
gambar memperlancar pencapaian
informasi atau pesan yang terkandung dalam gambar.
d. Fungsi kompensatoris, suatu media
pembelajaran terlihat dari hasil penelitian
bahwa media memberikan konteks untuk
memahami teks membantu anak yang
lemah dalam membaca atau meng-
organisasikan informasi dalam teks dan
mengingatnya kembali.
Manfaat dari menggunakan media
pembelajaran dalam proses belajar mengajar
adalah untuk meningkatkan kualitas interaksi,
baik interaksi guru dengan anak, interaksi anak
dengan anak atau anak dengan pesan dan
membantu anak belajar secara optimal.
Menjadikan proses belajar mengajar menjadi
lebih menarik. Pengelolaan pembelajaran lebih
efektif dan efisien. Meningkatkan kualitas
belajar anak. Proses pembelajaran dapat di-
lakukan dimana dan kapan saja sesuai dengan
kondisi guru dan anak. Menumbuhkan sikap positif anak terhadap proses pembelajaran.
Penggunaan media dalam proses
pembelajaran harus adanya prinsip-prinsip
umum dalam pemilihan media, yaitu tidak ada
suatu media yang terbaik untuk mencapai
semua tujuan pembelajaran, penggunaan
media harus didasarkan pada tujuan pem-belajaran yang hendak dicapai penggunaan
media harus mempertimbangkan kecocokan
media dengan karakteristik materi pelajaran
yang disajikan, penggunaan media harus
disesuaikan dengan bentuk kegiatan pem-
belajaran, guru harus mempelajari
karakteristik alat yang akan digunakan, peng-
gunaan media harus melibatkan partisipasi
aktif peserta didik, media yang digunakan
hendaknya dipilih secara objektif, tidak
didasarkan atas kesenangan pribadi, media
yang beragam, praktis, mudah didapat,
konkrit, murah dan bermakna.
Pengertian Balok Cuisenaire
Balok Cuisenaire merupakan suatu jenis
balok yang digunakan untuk mengembangkan
kemampuan kecerdasan matematika,
berhitung, pengenalan bentuk lambang
bilangan, peningkatan keterampilan bernalar, penambahan dan pengurangan angka-angka
pada anak usia dini. Balok Cuisenaire
diciptakan oleh George Cuisenaire. Bentuk
Jurnal Biology Education Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X
Page 26 Jurnal Biology Education
balok terdiri dari balok-balok yang berukuran
sebagai berikut:
• 1 x 1 x 1 cm berwarna hijau tua
• 2 x 1 x 1 cm berwarna merah
• 3 x 1 x 1 cm berwarna orange
• 4 x 1 x 1 cm berwarna hijau
• 5 x 1 x 1 cm berwarna biru
• 6 x 1 x 1 cm berwarna merah muda
• 7 x 1 x 1 cm berwarna hitam
• 8 x 1 x 1 cm berwarna pink
• 9 x 1 x 1 cm berwarna biru muda
• 10 x 1 x 1 cm berwarna ungu
Untuk lebih jelas gambar balok Cuisenaire ditunjukkan pada gambar 2.1
berikut ini.
Gambar 2.1 Bentuk Balok Cuisenaire
Balok Cuisenaire dikembangkan sebagai
salah satu jenis alat peraga edukatif (APE)
untuk anak usia dini, ukuran dan warna telah
dimodifikasi sedemikian rupa dan menjadi lebih menarik, efktif serta efisien. Sebenarnya
masih banyak jenis-jenis APE untuk anak
Raudhatul Athfal yang ada. Dengan kata lain,
media pembelajaran ini sangat berfungsi untuk
mengakomodasi anak menjadi lebih cepat
dalam menerima dan memahami isi pelajaran
yang disajikan dengan benda konkrit
dibandingkan dengan menggunakan teks yang
disajikan secara verbal.
Anak usia dini adalah masa yang sangat
strategis untuk mengenalkan berhitung
konsep-konsep dasar matematika, karena usia
dini sangat peka terhadap rangsangan yang diterima dari lingkungan. Rasa ingin tahu yang
tinggi dapat disalurkan apabila adanya
stimulus, rangsangan, motivasi yang sesuai
dengan tugas perkembangannya. Apabila
kegiatan berhitung diberikan melalui berbagai
macam permainan tentunya akan lebih efektif, karena bermain sambil belajar dan belajar
seraya bermain bagi anak. Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Orborn (1981)
bahwa “perkembangan intelektual pada anak
berkembang sangat pesat pada usia nol sampai
dengan pra sekolah (4-6 tahun). Oleh sebab
itu, usia pra sekolah disebut sebagai masa
peka belajar, 50% dari potensi intelektual anak
sudah terbentuk di usia 4 tahun kemudian
mencapai sekitar 80% pada usia 8 tahun”.
METODOLOGI PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian adalah penelitian
tindakan kelas, yaitu guru mengajar dan
berkolaborasi dengan guru yang lain di dalam
kelasnya. Dengan tujuan untuk memperbaiki
kinerja dan proses pembelajaran secara
optimal, sehingga adanya peningkatan hasil belajar pada anak. Penelitian tindakan kelas ini
terdiri dari 4 tahapan, yaitu:
Perencanaan
Rencana penelitian merupakan tindakan
yang tersusun secara rinci mencakup secara
keseluruhan pelaksanaan penelitian tindakan kelas. Tahap perencanaan adalah sebagai
berikut:
• Menetapkan materi yang diajarkan, yaitu
pengenalan konsep bilangan dari 1-10 melalui permainan Balok Cuisenaire.
• Menentukan siklus yang dilaksanakan
yaitu pelaksanaan pengamatan awal, siklus
I sampai Siklus selanjutnya.
• Menyusun Rincian Kegiatan Mingguan
(RKM) dan Rincian Kegiatan Harian
(RKH).
• Menyusun alat evaluasi. Teknik evaluasi
yang digunakan adalah non tes yaitu
berupa lembar observasi.
Tindakan
Tindakan merupakan suatu realisasi dari teknik mengajar yang telah disiapkan
sebelumnya. Pada tahap ini langkah awal yang
dilakukan adalah untuk mengetahui
kemampuan dasar anak melalui observasi
Jurnal Biology Education Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X
Page 27 Jurnal Biology Education
awal. Langkah-langkah yang dilakukan adalah
sebagai berikut:
• Memberi pemahaman kepada anak tentang
pembelajaran dengan menggunakan
metode permainan Balok Cuisenaire.
• Melakukan proses pembelajaran tentang
permainan Balok Cuisenaire.
• Pembelajaran ini diamati oleh 2 orang
pengamat.
• Melakukan pengamatan akhir untuk me-
ngetahui peningkatan hasil belajar anak.
Observasi
Observasi dilakukan pada saat proses
pembelajaran menggunakan media Balok Cuisenaire dengan metode permainan.
Kegiatan pembelajaran yang diamati adalah
keaktifan, kerapian, menghitung angka-angka
dan sesuai dengan indikator yang sudah
disusun.
Refleksi
Refleksi merupakan tahapan untuk
mengetahui proses pembelajaran yang sudah
didapat dengan menggunakan Balok Cuisenaire
melalui metode permainan. Dalam penelitian
ini, refleksi dilakukan setelah proses kegiatan
pembelajaran dan berdiskusi bersama pengamat
terhadap pelaksanaan setiap siklus. Model
pembelajaran masing-masing tahapan dalam
penelitian ini adalah model Hopkin dalam
Igak, Kuswaya (2007) dengan skema berikut.
Desain Penelitian
Skema 1. Desain Penelitian Tindakan Kelas
Tempat dan Waktu Penelitian
Bertempat di Raudhatul Athfal Al-
Ikhsan Banda Aceh. Penelitian dilaksanakan
mulai tanggal 10 Desember 2012 sampai
dengan 23 Pebruari 2013.
Subjek Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah
anak kelompok B-2 yang berjumlah 15 orang,
terdiri dari 4 anak perempuan dan 11 laki-laki.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam
penelitian adalah observasi lansung terhadap
proses pembelajaran dan kegiatan belajar anak
dengan menggunakan media Balok Cuisenaire.
Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam
penelitian adalah:
Lembar Observasi
Lembar observasi berupa daftar cek-list
yang terdiri dari beberapa item yang
menyangkut dengan observasi aktifitas anak selama proses belajar mengajar berlangsung.
Rencana Kegiatan Harian (RKH)
Rencana Kegiatan Harian (RKH)
merupakan penjabaran dari Rencana Kegiatan
Mingguan (RKM). RKH memuat kegiatan-
kegiatan pembelajaran, baik yang dilaksana-
kan secara individual, kelompok, maupun klasikal dalam satu hari dan juga dilaksanakan
penilaian terhadap proses pembelajaran. RKH
terdiri atas kegiatan awal, kegiatan inti,
istirahat dan kegiatan akhir.
Kegiatan yang disusun untuk pem-
belajaran adalah membuka pelajaran,
menyebutkan kompetensi dasar, apersepsi dan
motivasi, membentuk 3 kelompok masing-
masing 5 orang, membagi Balok Cuisenaire,
mengarahkan anak-anak untuk mengenal balok
secara rinci, mengobservasi proses pem-
belajarannya, mencatat hasil keaktifan anak,
menyimpulkan tujuan belajar menggunakan
Balok Cuisenaire, membaca doa, menutup
pembelajaran.
Metode Analisis Data
Metode analisis data dilakukan setelah
satu paket pembelajaran selesai secara
keseluruhan. Direncanakan untuk tiga kali pertemuan setiap proses pembelajaran, maka
analisis data dilakukan setelah ke tiga kali
proses pembelajaran tuntas dilaksanakan.
Perencanaan
Tindakan Refleksi
Pengamatan
(Observasi
Perencanaan Observasi
Tindakan
Laporan Akhir Penelitian
Refleksi
SIKLUS
I
SIKLUS II
Jurnal Biology Education Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X
Page 28 Jurnal Biology Education
Dengan demikian, pada setiap pem-
belajaran terjadi interprestasi data yang
dimanfaatkan untuk dilakukan refleksi.
Akhirnya dilakukan perbaikan, kemudian
dianalisis dengan persentase. Data yang sudah dianalisis dengan
rumus persentase, dapat ditentukan kriteria
ketuntasan sesuai dengan yang dikemukakan
oleh Subana, dkk. (2000) sebagai berikut:
Tabel 3.1 Kriteria ketuntasan belajar anak
dari hasil penelitian
Kode
Nilai
Ketuntasan hasil
belajar Persentase
TB Tidak Baik ≤ 49 %
KB Kurang Baik 50 - 59 %
CB Cukup Baik 60 - 69 %
B Baik 70-79 %
SB Sangat Baik ≥ 80 %
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Hasil penelitian yang disajikan dari
hasil observasi. Pengamatan awal dilaksanak-
an mulai tanggal 17 – 22 Desember 2012.
Kemudian dilanjutkan pelaksanaannya dalam
dua siklus, masing-masing Siklus I terdiri tiga
kali pertemuan. Yaitu selama 3 (tiga) hari,
pada hari Senin tanggal 14 Januari , hari Rabu tanggal 16 Januari dan hari Sabtu 19 Januari
2013 dengan tema diri sendiri. Siklus II
dilaksanakan pada hari Senin tanggal 4
Pebruari, Kamis tanggal 7 Pebruari dan Sabtu
tanggal 9 Pebruari 2013, juga pembelajaran
dengan tema diri sendiri.
Nilai hasil observasi awal
Nilai hasil observasi (pengamatan) awal
pada tema diri sendiri dalam meningkatkan
kecerdasan matematika dengan meng-gunakan
Balok Cuisenaire melalui metode bermain
pada anak kelompok B-2 di Raudhatul Athfal Al-Ikhsan Banda Aceh, tercantum pada tabel
4.1 berikut ini.
Tabel 4.1. Nilai Hasil Observasi Awal
Aspek Pembelajaran
Pengamatan awal (tanggal 17-22 Desember 2012)
Tidak Baik Kurang
Baik
Cukup
Baik Baik
Sangat
Baik
f % f % f % f % f %
1. Menyebutkan urutan bilangan dari 1-5
dengan Balok Cuisenaire 6 40,0 5 33,3 1 6,6 2 13,3 1 6,6
2. Menunjukkan lambang bilangan dari 1-5
dengan Balok Cuisenaire 5 33,3 4 26,5 2 13,3 2 13,3 2 13,3
3. Mencocok angka dengan lambang Bilangan
1-5 dengan Balok Cuisenaire 5 33,3 4 26,5 2 13,3 4 26,5 0 0
4. Membuat urutan bilangan dari 1-5 dengan
Balok Cuisenaire 5 33,3 4 26,5 2 13,3 4 26,5 0 0
5. Mengenal lambang bilangan 1-10 dengan
balok Cuisenaire 4 26,5 4 26,5 2 13,3 2 13,3 3 20
6. Meniru Lambang bilangan dari 1-10 dengan
balok Cuisenaire 3 20 3 20 2 13,3 4 26,5 5 33,3
Jumlah 186,4 159,3 73,1 119,4 53,2
Rata-rata 31,1 26,6 12,2 19,9 13,3
Berdasarkan hasil pada tabel 4.1 diatas,
maka dapat disimpulkan bahwa hasil pengamatan
awal terhadap hasil belajar anak Raudhatul Athfal
dalam pembelajaran dengan menggunakan media
Balok Cuisenaire masih tidak baik, nilai rata-rata
yang tertinggi pada kriteria tidak baik yaitu
31,1%. Karena hasil analisis pada observasi awal masih tidak baik, maka untuk pemecahan masalah
dilaksanakan perlakuan siklus I.
a. Pelaksanaan Siklus I
Penelitian tindakan kelas ini, siklus I
dilaksanakan selama tiga kali pertemuan,
masing-masing satu jam tatap muka selama 1
x 35 menit. Siklus I dilaksanakan selama 3 hari yaitu pada hari Senin tanggal 14 Januari,
Rabu tanggal 16 Januari dan Sabtu tanggal 19
Januari 2013, pada tema diri sendiri. Dalam
pembelajaran guru melakukan langkah-
langkah sesuai dengan yang tertera dalam
rencana kegiatan harian. Kegiatan guru selain
menyajikan materi adalah melakukan
pengamatan terhadap aktivitas anak selama
proses pembelajaran. Hasil pengamatan proses
pembelajaran pada siklus I adalah sebagai
berikut:
Jurnal Biology Education Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X
Page 29 Jurnal Biology Education
Tabel 4.2 Rekapitulasi hasil Observasi pada Siklus I
Aspek Perkembangan
Siklus I
Pertemuan I Pertemuan II Pertemuan III
TB KB CB B SB TB KB CB B SB TB KB CB B SB
1. Menyebutkan urutan
bilangan dari 1-5
dengan balok
Cuisenaire
6,5 33,3 13,3 6,5 40 13,3 26,5 13,3 33,3 13,3 13,3 13,3 20 26,5 26,5
2. Menunjukkan lambang
bilangan dari 1-5
dengan balok
Cuisenaire
13,3 26,5 13,3 13,3 33,3 6,5 26,5 13,3 33,3 20 6,5 13,3 20 33,3 26,5
3. Mencocokkan angka
dengan lambang
Bilang-an 1-5 meng-
gunakan balok
Cuisenaire
13,3 20 13,3 33,3 20 13,3 6,5 20 26,5 33,3
4. Membuat urutan
bilang-an dari 1-5 dengan Balok
Cuisenaire
20 13,3 13,3 26,5 26,5 6,5 20 20 26,5 33,3
5. Mengenal lambang
bilangan 1-5 dengan
balok Cuisenaire
6,5 13,3 13,3 26,5 40
6. Meniru Lambang
bilangan dari 1-5
dengan balok
Cuisenaire
6,5 13,3 13,3 33,3 33,3
Total Rata-rata 9,9 29,9 3,3 9,9 36,7 13,3 17,3 13,3 31,6 19,9 8,75 13,2 17,8 28,8 32,2
46,6 51,5 61,0
Rata-rta 53,0% (kurang baik)
Berdasarkan tabel 4.2 di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa hasil rata-rata nilai
pengamatan pada kategori baik dan sangat
baik dengan penggunaan media Balok
Cuisenaire terhadap peningkatan kecerdasan
matematika selama kegiatan pada siklus I, maka nilainya masih belum memadai, yaitu
nilai indikator keberhasilan sebesar 46,6 %
dipertemuan I, 51,5% dipertemuan II dan
61,0% dipertemuan III. Rata-rata keberhasilan
pada hasil siklus I adalah sebesar 53,0%
(kurang baik).
Penelitian tindakan kelas pada siklus II dilaksanakan selama tiga kali pertemuan
masing-masing satu jam tatap muka 1 x 35
menit. Siklus II dilaksanakan pada hari Senin
tanggal 4 Pebruari, Kamis tanggal 7 Pebruari
dan Sabtu tanggal 9 Pebruari 2013,
pembelajaran dengan tema diri sendiri. Dalam
penyajian guru melakukan langkah-langkah pembelajaran seperti tertera dalam rencana
pembelajaran. Kegiatan guru selain
menyajikan materi adalah melakukan
pengamatan terhadap aktivitas anak. Hasil
pengamatan selama proses pembelajaran
berlangsung untuk siklus II adalah sebagai
berikut.
Jurnal Biology Education Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X
Page 30 Jurnal Biology Education
b. Pelaksanaan Siklus II
Tabel 4.3 Rekapitulasi Nilai Observasi pada Siklus II
Aspek Perkembangan
Siklus II
Pertemuan I Pertemuan II Pertemuan III
TB KB CB B SB TB KB CB B SB T
B KB CB B SB
1. Menyebutkan urutan
bilangan dari 1-10
dengan Balok
Cuisenaire
6,5 6,5 20 33,3 33,3 6,5 13,3 13,3 26,5 40 0 6,5 6,5 40 46,5
2. Menunjukkan
lambang bilangan
dari 1-10 dengan
Balok Cuisenaire
20 20 13,3 13,3 33,3 13,3 13,3 13,3 20 40 0 0 13,3 40 46,5
3. Mencocokkan angka
dengan lambang
Bilangan 1-10
menggunakan Balok
Cuisenaire
6,5 6,5 6,5 40 40 0 6,5 6,5 33,3 53,3
4. Membuat urutan
bilangan dari 1-10
dengan Balok
Cuisenaire
6,5 6,5 6,5 40 46,5 0 0 6,5 33,3 60
5. Mengenal lambang
bilangan 1-10
dengan Balok
Cuisenaire
0 0 0 46,5 60
6. Meniru Lambang
bilangan dari 1-10
dengan Balok
Cuisenaire
0 0 0 46,5 60
Total Rata-rata 13,2 13,2 16,7 23,3 33,3 8,2 9,8 9,8 31,6 41,6 0 2,1 5,5 39,9 54,4
56,6 73,2 94,3
Rata-rata 75,4% (baik).
Berdasarkan tabel 4.3 diatas, maka
dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
dengan menggunakan media Balok Cuisenaire
pada siklus II terjadi peningkatan yang sangat
baik, jika dibandingkan dengan hasil observasi
pada siklus I. Keberhasilan yang dicapai pada kategori baik dan sangat baik, yaitu sebesar
56,6 % dipertemuan I, 73,2% dipertemuan II
dan 94,3% dipertemuan III. Keberhasilan rata-
rata pada siklus II sebesar 75,4% (baik).
Keberhasilan nilai rata-rata observasi
awal pada penggunaan media Balok
Cuisenaire dengan metode bermain,
keberhasilan tertinggi pada kategori tidak
baik yaitu sebesar 31,1%. Berdasarkan nilai keberhasilan ini masih sangat rendah, maka
perlu dilakukan perbaikan dan pemecahan
masalah dalam proses belajar mengajar di Raudhatul Athfal Al-Ikhsan Banda Aceh.
Keberhasilan rata-rata perlakuan Siklus I pada
kategori baik dan sangat baik dengan menggunakan media Balok Cuisenaire melalui
metode bermain, yaitu sebesar 46,6%
dipertemuan I, 51,5% dipertemuan II, dan
61,0% dipertemuan III. Jadi rata-rata
keberhasilan yang dicapai pada Siklus I
sebesar 53,0% (kurang baik). Karena nilai
keberhasilan maksimal pada Siklus I masih belum tercapai, maka dilaksanakan Siklus II.
Keberhasilan yang dicapai pada kategori baik
dan sangat baik dengan perlakuan pada Siklus
II, yaitu sebesar 56,6% dipertemuan I,
73,2% dipertemuan II, dan 94,3% diper-
temuan III. Jadi total rata-rata keberhasilan
yang dicapai sebesar 75,4% (baik).
Pelaksanaan Siklus II ternyata adanya
peningkatan yang sangat signifikan terhadap peningkatan kecerdasan matematika anak RA
Al-Ikhsan Banda Aceh dengan menggunakan
Balok Cuisenaire melalui metode bermain. Rata-rata dari hasil Siklus I sebesar 53,0%
(kurang baik) dan hasil siklus II sebesar
75,4% (baik). Jadi selisih peningkatan antara siklus I dan siklus II adalah sebesar 22,45%.
Jurnal Biology Education Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X
Page 31 Jurnal Biology Education
Hasil rata-rata pada observasi awal, Siklus I
dan Siklus II terjadi peningkatan hasil belajar
anak Raudhatul Athfal Al-Ikhsan secara
signifikan, terutama peningkatan kecerdasan
matematika dengan menggunakan media Balok Cuisenaire melalui metode bermain.
Berdasarkan nilai rata-rata dari hasil
Siklus I sebesar 53,0% (kurang baik) dan hasil Siklus II sebesar 75,4% (baik) dengan
selisih sebesar 22,45%, pada penggunaan
media Balok Cuisenaire dengan metode
bermain terhadap peningkatan kecerdasan
Matematika anak Raudhatul Athfal Al-Ikhsan
Kota Banda Aceh. Maka hipotesis yang
berbunyi “Penggunaan media Balok
Cuisenaire dengan metode bermain dapat
meningkatkan kecerdasan Matematika anak
Raudhatul Athfal Al-Ikhsan Kota Banda Aceh, diterima. Pembelajaran dengan
menggunakan media Balok Cuisenaire dengan
metode bermain sangat berpengaruh terhadap
peningkatan hasil belajar dan daya fikir anak
dalam proses belajar mengajar dalam
pengembangan tematik pada anak usia dini.
PENUTUP
Kesimpulan
Penggunaan media Balok Cuisenaire
dengan metode bermain terhadap peningkatan
kecerdasan Matematika anak Raudhatul Athfal Al-Ikhsan Kota Banda Aceh sangat
berpengaruh yaitu terjadi peningkatan dari
nilai rata-rata hasil siklus I sebesar 53,0%
(kurang baik) dan hasil siklus II sebesar
75,4% (baik). Jadi selisih peningkatan
kecerdasan Matematika antara siklus I dan
siklus II adalah sebesar 22,45%.
Penggunaan media Balok Cuisenaire
dengan metode bermain dapat meningkatkan
kecerdasan Matematika anak Raudhatul Athfal
Al-Ikhsan Kota Banda Aceh secara maksimal
dalam pembelajaran. Sehingga anak-anak sangat menarik, menyenangkan, aktif, kreatif
dan inovatif dalam belajarnya.
Saran
Diharapkan kepada guru Raudhatul
Athfal Al-Ikhsan khususnya dan guru PAUD
pada umumnya dapat menerapkan model
pembelajaran yang bervariasi dalam pem-
belajaran, sehingga anak meningkatkan hasil
belajarnya yang optimal.
Diharapkan kepada pengelola pen-
didikan anak usia dini dapat memberikan
motivasi kepada guru PAUD untuk dapat
mengembangkan potensi-potensi anak didik
sesuai dengan bakat dan minat yang dimiliki-
nya.
DAFTAR PUSTAKA Anas Sudijono.(2005). Pengantar Statistika
Pendidikan. Jakarta: Rajawali Press.
Azhar Arsyad,(2007). Media Pembelajaran.
Jakarta : Raja Grafindo Persada
Kementerian Agama RI Direktorat Jenderal
Pendidikan Islam direktorat Pen-
didikan Madrasah, (2011), Kurikulum
RA/BA/TA, Jakarta: Direktorat Pen-
didikan Islam Direktorat Pendidikan
Madrasah
E. Mulyasa, (2007). Menjadi Guru Profesional
Menciptakan Pem-belajaran Kreatif
dan Menyenangkan, Bandung: Remaja
Rosdakarya
GBHN No.II/MPR/1993 tentang Tujuan
Pendidikan Nasional.
Ipotes Wordpress, 2010. http://asahannew. com/konsep-kecerdasan-manajemuk-
menurut-gardner/2010 (20 Januari
2013)
Igak, Kuswaya.2007.Penelitian Tindakan
Kelas.Universitas Terbuka.Jakarta
Isjoni.(2011).Model Pembelajaran Anak Usia
Dini. Bandung. Alfabeta
Subana, dkk. 2000. Stastistik Pendidikan.
Pustaka Esa. Bandung
Sofia Hartati (2005). Perkembangan Belajar
Pada Anak Usia Dini. Jakarta: Dirjen Dikti
Tadkiroatun Musfiroh.2005.Bermain Sambil Belajar dan Mengasah Kecerdasan
(Stimulasi Multiple Intelligences Anak
Usia Taman Kanak-kanak) Jakarta:
Bina Ilmu
W. Sanjaya. (2005). Pendidikan Praktis Anak
Usia Dini. Bandung: Bina Aksara.
Jurnal Biology Education Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X
Page 32 Jurnal Biology Education
PERBEDAAN HASIL BELAJAR ANTARA PENERAPAN METODE BLENDED LEARNING
DENGAN METODE KONVENSIONAL DALAM
PEMBELAJARAN BIOLOGI PADA KONSEP EKOSISTEM
SISWA KELAS X MAN 2 BANDA ACEH
Harmaini1 Jailani
2 Musriadi
3
1Mahasiswa Pendidikan Biologi FKIP Universitas Serambi Mekkah 2Dosen Pendidikan Biologi Universitas FKIP Serambi Mekkah
3Dosen Pendidikan Biologi FKIP Universitas Serambi Mekkah
Abstrak
Telah dilakukan penelitian dengan judul Perbedaan Hasil Belajar Antara Penerapan Metode Blended
Learning dengan Metode Konvensional dalam Pembelajaran Biologi pada Konsep Ekosistem Siswa
Kelas X MAN 2 Banda Aceh. Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan hasil belajar siswa
antara kelas eksperimen yang diterapkan motode pembelajaran blended learning dengan kelas
kontrol yang diterapkan motode konvensional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa
kelas X MAN 2 Banda Aceh sebanyak 150 siswa yang terdiri dari 5 kelas. Sedangkan sampelnya
adalah siswa kelas X� (kelas eksperimen) dan kelas X� (kelas kontrol) dengan jumlah masing-masing
30 siswa. Data diperoleh dari hasil tes dengan soal yang sama bagi kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol, dan diolah dengan menggunakan rumus uji-t. Dari hasil rata-rata N-Gain dengan menggunakan uji-t pada taraf signifikan α = 0,05 menunjukkan bahwa harga t-hitung = 4.301 > t-tabel
= 2.0017, dengan db = 58 diperoleh bahwa hasil belajar siswa yang diberikan pembelajaran dengan
metode blended learning kelas X� (kelompok eksperimen) lebih tinggi dibandingkan dengan siswa
yang diajarkan dengan metode konvensional yaitu kelas X�(kelompok kontrol) pada konsep
ekosistem. Sehingga hipotesis berbunyi terdapat perbedaan hasil belajar yang signifikan antara siswa
yang diajarkan dengan menggunakan metode blended learning diterima. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa metode blended learning dapat digunakan dalam pembelajaran biologi.
Kata kunci: Hasil Belajar, Metode Blended Learning, Metode Konvensional dan Konsep
Ekosistem.
PENDAHULUAN
Perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi berkembang begitu cepat, sehingga
menuntut sumber daya manusia yang bisa tanggap akan perkembangan tersebut. Dalam
dunia pendidikan, perkembangan teknologi
sangat mempengaruhi akan sebuah model
pembelajaran yang berdasarkan teori-teori
belajar yang ada. Dalam proses pembelajaran,
guru sebagai salah satu sumber daya manusia
tentunya memegang peranan penting akan
keberhasilan dan keefektifan sebuah
pendidikan. Keberhasilan seorang guru dalam menyampai-kan suatu materi pelajaran, tidak
hanya dipengaruhi oleh kemampuannya
(komptensi guru) dalam menguasai materi yang akan disampaikan. Akan tetapi ada
faktor-faktor lain yang harus dikuasainya
sehingga ia mampu menyampaikan materi
secara profesional dan efektif.
Faktor-faktor tersebut sudah diatur
dalam Undang-Undang Guru dan Dosen No.
14 Tahun 2005 Bab IV Bagian Kesatu Pasal
10 yakni, “Kompetensi guru sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian,
kompetensi sosial, dan kompetensi profesional
yang diperoleh melalui pendidikan profesi”, Kompotensi-kompotensi tersebut dijabarkan
dalam Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun
2007. Dalam kompetensi pedadogik, salah
satunya poinnya adalah seorang guru harus
menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip
pembelajaran yang mendidik. Penguasaan
meliputi kompetensi guru dalam menerapkan
berbagai pendekatan, strategi, metode, dan
teknik pembelajaran yang mendidik secara kreatif dalam mata pelajaran yang diampu.
Salah satu teori belajar dari aliran
kogntif yang menjadi terkenal saat ini untuk meng-hasilkan efektifitas dan keberhasilan
guru di kelas adalah teori belajar konstruktivis.
Menurut teori ini belajar bukanlah hanya
sekedar menghafal akan tetapi belajar sebagai
proses mengkonstruksi atau membangun
pengetahuan melalui pengalaman.
Construtivism is an approach to teching and
learning that acknowledge that information
Jurnal Biology Education Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X
Page 33 Jurnal Biology Education
can be conveyed but understanding is
dependent upon the learner (Casas, 2006).
Selain itu, Chang (2001) mengatakan bahwa,
“from the viewpoint of recently developed
constructivist learning theory, knowledge should not be accepted passively, it should be
actively construted by cognitio”.
Teori-teori belajar tersebut awalnya dilakukan dalam sebuah pembelajaran
langsung atau tradisional yang belum
menggunakan alat atau media pembelajaran
melalui aplikasi ICT (Information,
Comunication and Technology). Akan tetapi
dengan berkembangnya ICT me-munculkan
berbagai pembelajaran secara online atau web-
school atau cyber-school yang meng-gunakan
fasilitas internet mengundang banyak istilah
dalam pembelajaran. Pembelajaran blended learning berbasis
web berdampak pada motivasi siswa dalam
belajar, semangat untuk mencari dan
menemukan, berpikir kritis dan logis. Hal ini
dapat dijelaskan karena pembelajaran blended
learning berbasis web memberikan banyak
kelebihan terutama dalam hal meningkatkan
interaktivitas siswa dalam belajar dan
kemudahan dalam menjangkau informasi pembelajaran sebagaimana yang diungkapkan
oleh Bates dan Wulf, (1996).
Dari uraian latar belakang terdapat per-
masalahan adalah ”Bagaimana perbedaan
hasil belajar siswa antara penerapan metode blended learning dengan metode konvensional
dalam pembelajaran biologi pada konsep
ekosistem siswa kelas X MAN 2 Banda
Aceh”. Sedangkan tujuan penelitian ini adalah
untuk Untuk mem-bedakan hasil belajar siswa
antara penerapan motode blended learning
dengan metode konvensional dalam
pembelajaran biologi pada konsep ekosistem
siswa kelas X MAN 2 Banda Aceh.
METODE
Penelitian ini dilaksanakan di MAN 2 Banda Aceh, pada semester genap tahun ajaran
2012/2013, tepatnya pada bulan juni 2013.
Subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas
X sebanyak 150 siswa, yang tersebar pada
lima kelas paralel, dengan rata-rata jumlah
siswa 30 siswa per kelas. Dari populasi ini,
diambil secara acak sebanyak 30 siswa yang
dijadikan sebagai kelas eksperimen
(pembelajaran dengan model pembelajaran
blended learning) dan 30 siswa sebagai kelas
kontrol (model pembelajaran konvensional). Faktor yang diteliti dalam penelitian ini adalah
proses pembelajaran dan hasil belajar kognitif
berupa kemampuan awal dan kemampuan akhir selama proses pembelajaran berlangsung
menggunakan Blended Learning
Penelitian ini menggunakan metode
eksperimen (Arifin, 2008), dengan desain
penelitian “Pretest-posttest Control Group
Design” yaitu penelitian yang dilaksanakan
pada dua kelas, kelas pertama sebagai kelas
eksperimen, yaitu kelas menggunakan metode
blended learning dan kelas kedua sebagai
kelas kontrol, yaitu model pembelajaran konvensional. Sebelum melakukan penelitian,
dibuat perangkat atau instrument penelitian
diantaranya meliputi Rencana Program
Pembelajaran (RPP) dan perangkat tes.
Data yang telah dikumpulkan dianalisis
dan hasil analisis dibandingkan antara
kelompok eksperimen dengan kelompok
kontrol Data kemampuan penguasaan konsep
adalah skor pretest (kemampuan awal) dan skor post test (kemampuan akhir). Dari data
skor pretest dan post test tersebut selanjutnya
dihitung “gain” dengan cara mengurangi skor post test dengan pretest. Untuk menghindari
kesalahan dalam menginterpretasikan peroleh-
an gain masing-masing siswa, maka dilakukan normalisasi N-gain.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Data yang digunakan untuk menguji
hasil belajar siswa adalah data kemampuan
awal siswa. Data kemampuan awal siswa
berupa pretes yang dilakukan sebelum
penerapan metode blended learning dan
metode konvensional. Pretes yang digunakan merupa-kan soal pilihan berganda dengan
jumlah soal sebanyak 60 soal dan 4 pilihan
jawaban. Soal pretes di kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol merupakan soal yang sama.
Hasil analisis kemampuan pengetahuan awal
siswa menunjuk-kan tidak ada perbedaan yang
signifikan antara siswa yang ada di Kelas
Eksperimen dan Kelas Kontrol setelah
dilakukan pretes (Tabel 4.1).
Jurnal Biology Education Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X
Page 34 Jurnal Biology Education
Tabel 4.1. Rata-Rata Nilai Pretes Siswa pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Pretes Kelas Normalitas Homogenitas
Signifikansi EXP KNTRL EXP KNTRL (EXP-KNTRL)
Rata-
Rata
Pretest
40.97
40.73 Normal
�2
Hitung =
0.6861
Normal
�2
Hitung =
2.2057
Homogen
Fhitung = 2.90
Signifikan
thitung = 0.406
thitung < ttabel
0.406 < 2.0017
�2
tabel (α = 0.05) dk (5-3=2) = 5.9915
Ftabel (α = 0.05) dk (58) = 3.6875 Ttabel (α = 0.05) dk (n1+n2-2 = 58) = 2.0017
Hasil analisis tabel 4.1 menunjukkan
bahwa siswa yang ada dikelas Eksperimen dan
Kelas Kontrol memiliki kemampuan awal
yang sama, dan memiliki nilai pretes yang
sama terlihat dari nilai thitungnya kurang dari
ttabel. Uji normalitas menggunakan uji Chi-
Kuadrat sedangkan homogenitas sampel
digunakan uji F.
Hasil belajar siswa pada akhir pem-belajaran tentang ekosistem diukur melalui
postes. Soal postes yang diberikan pada kelas
Eksperimen dan Kelas Kontrol adalah soal
yang sama sebanyak 60 soal. Postes
dilaksanakan setelah materi ekosistem
diajarkan dengan motode pembelajaran
blended learning di kelas X� dan motode
konvensional di kelas X�. Pada kedua terdapat
perbedaan hasil belajar siswa yang signifikan
antara kelas eksperimen dan kelas kontrol
yang tertera pada tabel 4.2
Tabel 4.2. Rata-Rata N-Gain Siswa pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
N-Gain Kelas Normalitas Homogenitas
Signifikansi EXP KNTRL EXP KNTRL (EXP-KNTRL
Rata-Rata
N-Gain 71.32
54.02
Normal
�2
Hitung =
1.9162
Normal
�22
Hitung =
2.0758
Homogen
Fhitung = 2.14
Signifikan
thitung = 4.301
thitung > ttabel
4.301 > 2.0017
�2
tabel (α = 0.05) dk (5-3=2) = 5.9915 Ftabel (α = 0.05) dk (58) = 3.6875
Ttabel (α = 0.05) dk (n1+n2-2 = 58) = 2.0017
Setelah diperoleh nilai pretes dan postes
pada kedua kelas dilakukan uji signifikansi
perbedaan hasil belajar siswa. Untuk menguji
signifikansi perbedaan hasil belajar siswa
antara kelas eksperimen dan kelas control di
tempuh dengan menguji rata-rata pretes,
postes, skor gain dan N-gain pada kedua kelas
(Lampiran). Pada kedua kelas tampak ada
perbedaan seperti yang tertera pada gambar
4.1
Gambar 4.1. Perbandingan Hasil Belajar Siswa di Kelas Experimen dan Kelas Kontrol
51.03
40.97
10.07
71.32
0
10
20
30
40
50
60
70
80
Postes Pretes Gain N-Gain
Kelas Experimen Kelas Kontrol
Jurnal Biology Education Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X
Page 35 Jurnal Biology Education
Gambar 4.1 tampak bahwa saat pretes
siswa di kelas eksperimen dan di kelas control
memiliki rata-rata skor yang tidak jauh ber-
beda, yaitu 40,97 untuk kelas eksperimen dan
40,73 di kelas kontrol. Setelah dilaksanakan proses belajar mengajar blended learning di
kelas eksperimen dan kontrol tampak terdapat
perbedaan peningkatan hasil belajar siswa baik di kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kelas
eksperimen rata-rata postes 51,03 dan kelas
kontrol 44,60 sedangkan rata-rata N-Gain kelas
eksperimen 71,32 dan kelas kontrol 54,02.
Perbedaan hasil belajar siswa di kelas
Eksperimen dan kelas kontrol digunakan uji t,
data uji t yang digunakan adalah data N-Gain
siswa pada kedua kelas. Diperoleh thitung
sebesar 4,301 dan ttabel , 2,0017 dengan asumsi
terima Ho bila thitung < ttabel dan tolak Ho bila thitung > ttabel pada taraf signifikan 0,05. Hasil
penghitungan uji t diperoleh thitung > ttabel atau
4,301 > 2,0017 . Hipotesis yang menyatakan
ada perbedaan hasil belajar siswa yang
dibelajarkan dengan motode pembelajaran
blended learning dan motode konvensional
pada materi ekosistem diterima.
PEMBAHASAN
Blended learning adalah pembelajaran
yang berisi tatap muka, di mana beririsan
dengan Blended e-learning. Pada blended e-learning terdapat pembelajaran berbasis
komputer yang berisisan dengan pembelajaran
online. Dalam pembelajaran online terdapat pembelajaran berbasis Internet yang di
dalamnya ada pembelajaran berbasis web.
Dalam pembelajaran blended e-learning
fokus utamanya adalah pelajar. Pelajar mandiri
pada waktu tertentu dan bertanggung-jawab
untuk pembelajarannya. Suasana pembelajaran
‘blended e-learning’ akan memaksa pelajar
memainkan peranan yang lebih aktif dalam
pembelajarannya. Pelajar membuat perancang-an dan mencari materi dengan usaha, dan
inisiatif sendiri. (Khoe Yao Tung, 2000)
mengatakan bahwa setelah kehadiran guru dalam arti sebenarnya, Internet akan menjadi
suplemen dan komplemen dalam menjadikan
wakil guru yang mewakili sumber belajar yang
penting di dunia.
Perbedaan yang cukup mencolok dari
pembelajaran sebelumnya, adalah pada pem-
belajaran e-learning berbasis web kelihatan
siswa dalam proses pembelajaran lebih
seimbang dan merata, kemampuan berfikir
siswa dapat lebih dioptimalkan sesuai tingkat
kemampuan masing-masing peserta didik,
yang mana hal ini tidak terdapat pada
pembelajaran model konvensional. Hal ini me-
rupakan satu diantara beberapa kelebihan dari model pembelajaran e-learning berbasis web.
Pada penelitian ini terbukti dari hasil
pretes kelas kontrol dan eksperimen yang homogen dapat diasumsikan kemampuan
kedua kelas ini setara dan sama. Perlakuan
apapun yang diberikan kepada kelas
eksperimen nantinya akan memberikan hasil
seberapa besar pengaruh tindakan yang
dilakukan dan apakah bernilai positif atau
sebaliknya. Dari hasil penelitian, hasil belajar
kelas eksperimen terbukti lebih tinggi daripada
kelas kontrol dengan metode konvensional.
Data N-Gain penelitian menunjukkan bahwa hasil yang diperoleh oleh 2 (dua) kelas
tersebut berbeda-beda, dengan rata-rata hasil
tertinggi berada pada kelas eksperimen.
Dengan demikian kelas eksperimen yang di-
terapkan pembelajaran metode blended learning
jauh lebih baik dibandingkan kelas kontrol
dengan menggunakan model konvensional.
Perbedaan hasil belajar siswa kelas
ekperimen tersebut tidak terlepas dari aktivitas yang dilakukan oleh guru maupun siswa dalam
kelasnya. Guru sendiri berperan sebagai pem-
bimbing mengawasi aktivitas belajar siswa.
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan hasil peneliti-an di atas dapat diketahui bahwa penerapan
metode pembelajaran blended learning ter-
dapat perbedaan hasil belajar siswa pada
materi ekosistem dengan kesimpulan:
1. Kemampuan hasil belajar siswa pada
materi ekosistem menggunakan motede
pembelajaran blended learning lebih baik
dibandingkan dengan kemampuan hasil
belajar siswa pada materi ekosistem meng-gunakan model pembelajaran konvensional.
Dengan menggunakan pembelajaran blended
learning dapat menjadikan siswa lebih kreatif, berpikir tingkat tinggi dan aktif.
2. Pembelajaran dengan menggunakan metode
blended learning membantu siswa lebih
cepat memahami konsep dan mendapatkan
informasi baru yang langsung bisa diakses
melalui internet.
Hasil temuan penelitian menjelaskan
bahwa kelas siswa yang mendapat model
pembelajaran lended learning lebih baik dari
pada kelas siswa yang tidak menggunakan model pembelajaran konvensional.
Jurnal Biology Education Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X
Page 36 Jurnal Biology Education
SARAN
Berdasarkan hasil dan kesimpulan
dalam penelitian ini, maka peneliti mempunyai
beberapa saran, yaitu sekolah diharapkan
dapat memfasilitasi terselenggaranya pem-belajaran berbasis TIK, mengoptimalkan
penggunaan fasilitas TIK dalam setiap
kegiatan pembelajaran dan memberikan akses komputer dan internet seluasnya kepada siswa,
guru juga diharapkan dapat menerapkan
blended learning sebagai salah satu alternatif
pembelajaran biologi berbasis TIK dan
membimbing siswa secara intensif untuk
berperan aktif dalam pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA Arifin, Z. (2008). Metodologi Penelitian
Pendidikan. Surabaya: Lentera Cendikia.
Bates,A.W. (1995). Technology Open
Learning and Distance
Education.London: Routiedge.
Casas, (2006). Technology Open Learning and Distance Education. London:
Routledge
Chang, (2001). Antibacterialactivity of leaf
essential oils and their constituents
from Cinnamomum osmophloeum.
Journal of Ethnopharmacology
Khoe yao tung, (2000). Pendidikan dan riset
internet. Jakarta: Dinastindo.
Wulf, K. (1996). Training via the Internet:
Where are We? Training and Development 50 No. 5.
Jurnal Biology Education Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X
Page 37 Jurnal Biology Education
UPAYA MENINGKATKAN KESADARAN MASYARAKAT TENTANG PELESTARIAN
LINGKUNGAN MELALUI PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP
Azwir dan Almukarramah
(Staf Pengajar FKIP Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh)
The living space management include a prevention tackling a destruction, pollution and recovery of an environment quality has demanded to be developed a variety of policy instruments program, and
activities supported by other environment management supporter system. In the course of its complex
of the living space management and inter sectoral problems and regional, so, in the implementation of
the development need to own a plenning and the implementation of the living space management that
suit to the principle of continued development namely economic development, sosial cultural,
balancid living space as interdependent pillart and strengthen one another. Hopefully, by existing
many sides participation and controling. Law supremacy must be absolutely established, it could be made as acommon pattern to manage the living space with a wise way. So the objective of the
continues development could be absolutely implemented in the area and it does not step hault at
amotto only. Never the los, the fact in the field it often contradict to what we hope. This case was prosed by the creasing its quality of the living space from time to time really, the problem of the
environment is the problem of haw characteristics and essences from humans who live in that
environment. The activity of quidance and education conducted by the goverment has to be directet to
the formation of attitude and behaviors to be couscious of the conservation and the increasing quality
of the environment health.
Keyword: Consciousness of community, conservation, education of living space.
Pendahuluan
Permasalahan lingkungan hidup se-
benarnya sudah ada sejak manusia ada di jagat
raya ini, berbagai macam permasalahan muncul disebabkan oleh karena manusia
menggunakan alam semesta ini sebagai
lingkungan hidupnya, sebagai sumberdayanya,
oleh karena itu kita melihat berbagai petunjuk
yang terjadi merupakan awal terjadinya
kerusakan lingkungan dimuka bumi ini, seperti
perubahan iklim, bencana alam, kepunahan
hewan dan tumbuhan serta berbagai pen-
cemaran lingkungan hidup. Selain itu, hubungan manusia dengan
lingkungannya juga merupakan suatu hal yang
tidak dapat dipisahkan. Apabila lingkungan kurang baik, maka kelangsungan hidup
manusia tidak dapat berlangsung secara baik.
Sebaliknya, lingkungan yang baik akan memberikan rasa aman dan nyaman bagi
manusia yang hidup di lingkungan tersebut.
Lingkungan yang baik adalah lingkungan yang
bersih dan sehat. Lingkungan hidup yang
bersih dan sehat itu tidak mungkin tercipta
dengan sendirinya tanpa diusahakan oleh
manusia. Lingkungan hidup yang sehat tersebut meliputi sanitasi dan hygiene.
Menurut Entjang (1998) bahwa: “Sanitasi dan
hygiene adalah pengawasan lingkungan fisik, biologis, sosial dan ekonomi yang dapat
mempengaruhi kesehatan manusia“.
Tujuan pengelolaan lingkungan antara lain adalah untuk mencegah berbagai
pencemaran yang membahayakan. Penataan
lingkungan yang bersih dibutuhkan kesadaran
dan partisipasi masyarakat guna mewujudkan
lingkungan yang bersih dan sehat. Secara
umum faktor dominan yang menjadi hambatan
dalam pengelolaan kebersihan lingkungan
adalah masalah rendahnya kesadaran
masyarakat, tingkat pendidikan yang rendah, perilaku, sosial ekonomi, budaya dan lain-lain
(Soerjani, 1997).
Pendidikan Lingkungan Hidup
Pengetahuan lingkungan, persepsi dan
sikap peduli dalam pengelolaan lingkungan diharapkan akan memotivasi minat yang dapat
diimplementasikan dan ditumbuhkembangkan
menjadi budaya terhadap masyarakat dan
generasi manusia yang akan datang
(Suriaatmatja, R.E., 1991). Menumbuh-
kembangkan budaya cinta lingkungan, berarti
membentuk masyarakat yang merasa ber-tanggungjawab terhadap kesehatan lingkungan
dan peka terhadap kerusakan lingkungan.
Jurnal Biology Education Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X
Page 38 Jurnal Biology Education
Sampai saat ini pengetahuan lingkung-
an sudah lebih dari 25 tahun diterapkan pada
dunia pendidikan, dalam waktu ini diharapkan
para pendidik telah menguasai konsep
lingkungan, anak didik, dan masyarakat
sekolah dapat mengimplementasikannya
dalam kehidupan yang berwawasan dan
kepedulian terhadap pengelolaan lingkungan. Ilmu lingkungan hidup bisa dipelajari
secara obyektif dan subyektif atau secara
antroposentris, untuk kepentingan manusia. Tidak dapat disangkal, bahwa manusia
berperan sebagai obyek tetapi pada waktu
yang sama bisa juga berperan sebagai subyek.
Pembinaan untuk ini dilakukan oleh Menteti
Negara yang mengurusi kependudukan dan
lingkungan hidup. Mengupaya kelestarian
lingkungan yang sehat, meningkatkan
kesejahteraan kehidupan bangsa, baik material
maupun spiritual, memacu tiap warga negara untuk turut berperan aktif dalam menjaga
kelestarian lingkungan (Kaligis, 1993).
Bagi manusia lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitarnya, baik
berupa benda hidup, benda mati, benda nyata
ataupun abstrak, termasuk manusia lainnya, serta suasana yang terbentuk karena terjadinya
interaksi diantara elemen-elemen di alam
tersebut (Slamet, 2004).
Pendidikan lingkungan hidup pada
dasarnya adalah pendidikan tentang, di dalam
dan untuk lingkungan, yaitu:
1. Merupakan upaya untuk mengembangkan pengetahuan, sikap, ketrampilan subjek
belajar, yang di dalamnya tercakup
kesadaran, nilai-nilai, dan kemampuan berfikir tentang lingkungan.
2. Lingkungan yang dipelajari merupakan
sesuatu yang kompleks, yang
mengandung permasalahan politik,
ekonomi, hubungan antara manusia
dengan kebudayaan dan lingkungan biofisik disekitarnya.
3. Pendidikan lingkungan bukan merupakan
disiplin ilmu, akan tetapi hendaknya merupakan bagian dari pendidikan
seumur hidup.
Pengelolaan lingkungan hidup yang diartikan sebagai upaya terpadu untuk
melestarikan fungsi lingkungan hidup yang
mencakup kebijaksanaan penataan ,
pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan,
pemulihan, pengawasan dan pengendalian
lingkungan hidup (Pasal 1 angka 2 Undang-
undang No.23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup). Amanat
pasal tersebut memiliki makna terdapat
korelasi antara Negara (state), wujud
perbuatan hukumnya berupa kebijakan (policy
making) serta sistem tata kelola lingkungan
yang bertanggung jawab.
Pengelolaan Lingkungan
Pengelolaan lingkungan termasuk
pencegahan, penanggulangan kerusakan dan pencemaran serta pemulihan kualitas
lingkungan telah menuntut dikembangkannya
berbagai perangkat kebijaksanaan dan program
serta kegiatan yang didukung oleh sistem
pendukung pengelolaan lingkungan lainnya.
Sistem tersebut mencakup kemantapan
kelembagaan, sumberdaya manusia dan
kemitraan lingkungan, disamping perangkat
hukum dan perundangan, informasi serta pendanaan. Sifat keterkaitan (interdependensi)
dan keseluruhan (holistik) dari esensi
lingkungan telah membawa konsekuensi bahwa pengelolaan lingkungan, termasuk
sistem pendukungnya tidak dapat berdiri
sendiri, akan tetapi terintegrasikan dan menjadi roh dan bersenyawa dengan seluruh
pelaksanaan pembangunan sektor dan wilayah.
Mengingat kompleksnya pengelolaan
lingkungan hidup dan permasalahan yang
bersifat lintas sektor dan wilayah, maka dalam
pelaksanaan pembangunan diperlukan
perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup yang sejalan dengan prinsip
pembangunan berkelanjutan yaitu
pembangunan ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup yang berimbang sebagai
pilar-pilar yang saling tergantung dan saling
memperkuat satu sama lain (Kaligis, 1993). Di
dalam pelaksanaannya melibatkan berbagai
pihak, serta ketegasan dalam penataan hukum
lingkungan. Diharapkan dengan adanya partisipasi barbagai pihak dan pengawasan
serta penaatan hukum yang betul-betul dapat
ditegakkan, dapat dijadikan acuan bersama untuk mengelola lingkungan hidup dengan
cara yang bijaksana sehingga tujuan
pembangunan berkelanjutan betul-betul dapat diimplementasikan di lapangan dan tidak
berhenti pada slogan semata. Namun demikian
fakta di lapangan seringkali bertentangan
dengan apa yang diharapkan. Hal ini terbukti
dengan menurunnya kualitas lingkungan hidup
Jurnal Biology Education Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X
Page 39 Jurnal Biology Education
dari waktu ke waktu, ditunjukkan beberapa
fakta di lapangan yang dapat diamati.
Pengelolaan lingkungan hidup dapat
juga dikatakan dengan upaya menjaga
kebersihan dan kesehatan lingkungan, karena
lingkungan hidup sehat adalah lingkungan
hidup yang memberikan pengaruh baik
terhadap kehidupan..
KEBERSIHAN LINGKUNGAN
Kebersihan lingkungan adalah suatu kondisi yang bersih yang dapat menimbulkan
keindahan sehingga manusia yang berada di
dalamnya akan merasakan nyaman dan
senang. Warsito (2001), menjelaskan bahwa
“Lingkungan hidup sehat tentu lingkungan
hidup yang memberikan pengaruh baik pada
perkembangan kehidupan manusia secara
fisik, mental, maupun sosialnya dan tidak
hanya bebas dari penyakit dan kelemahannya”. Untuk menempatkan dan
mempertahankan lingkungan hidup sehat
diperlukan konsep tentang sanitasi lingkungan. Sanitasi merupakan usaha pembinaan
kebersihan dan kesehatan lingkungan guna
menunjang pemeliharaan dan pembinaan kesehatan manusia. Apabila keadaan sanitasi
tidak baik, maka akan mengakibatkan tingkat
kesehatan yang rendah. Menurut Warsito
(2001), bahwa : “sanitasi adalah usaha untuk
mengubah lingkungan sedemikian rupa
sehingga manusia dapat terjamin hidupnya
secara nyaman, bergairah dan sejahtera”. Sedangkan menurut Entjang (1998), bahwa:
“Sanitasi lingkungan adalah pengawasan
lingkungan fisik, biologis, sosial dan ekonomis yang mempengaruhi kesehatan manusia
dimana kesehatan yang berguna ditingkatkan
dan diperbanyak. Sedangkan yang merugikan
diperbaiki atau dihilangkan”.
Sanitasi lingkungan sangatlah penting
bagi masyarakat terutama dalam penyediaan air bersih, pembuangan kotoran, pemberantas-
an nyamuk, lalat, tikus dan pencegahan
penyakit menular. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka Entjang (1986:75),
menjelaskan:
Usaha sanitasi lingkungan di Indonesia terutama meliputi:
a. Menyediakan air rumah tangga yang baik,
cukup kualitas maupun kuantitasnya.
b. Mengatur pembuangan kotoran
c. Mendirikan rumah-rumah sehat,
menambah jumlah rumah agar rumah
tersebut menjadi pusat kesenangan rumah
tangga yang sehat
d. Pembasmian serangga penyebar penyakit
seperti lalat, nyamuk, kutu-kutu serta
binatang reservoir penyakit
e. Pengawasan terhadap bahaya pengotoran
udara (Air Pollition)
f. Pengawasan terhadap bahaya radiasi dari sisa-sisa zat radioaktif sesuai dengan
perkembangan Negara
Dengan demikian kebersihan lingkungan mempunyai berbagai fungsi yang
dapat menciptakan keindahan dan memberikan
manfaat bagi kesehatan secara keseluruhan
bagi penghuninya.
Faktor Yang Mempengaruhi Kebersihan
Lingkungan
Banyak faktor yang mempengaruhi
kebersihan lingkungan antara lain faktor pendidikan, ekonomi, kependudukan dan
sosial budaya.
1. Faktor Pendidikan
Upaya penyehatan lingkungan
dilaksanakan untuk meningkatkan kualitas lingkungan dalam rangka mengurangi
resiko terjadinya pencemaran lingkungan.
Upaya tersebut berhubungan erat dengan
faktor pendidikan masyarakat yang tinggal
dilingkungan tersebut. Pendidikan yang
dimaksud adalah pengetahuan yang dapat
mendorong kemampuan bertindak sesuai dengan kondisinya dalam memecahkan
masalah kebersiham lingkungan hidup,
masyarakat yang berpendidikan akan menyadari arti pentingnya lingkungan
dalam menunjang kesehatannya, sebaliknya
tingkat pendidikan yang rendah dan
ketidaktahuan masyarakat tentang
lingkungan juga akan menyebabakan
malapetaka bagi mereka. Notoatmojo (2003), menjelaskan bahwa “Salah satu hal
yang paling berbahaya yang mengancam
manusia adalah ketidakpengertiannya”. Dalam hubungan dengan kebersihan
lingkungan, setiap individu harus mem-punyai konsep tentang cara pengelolaan
dan pemanfaatan lingkungannya. Pendidikan yang mereka miliki harus dapat
membantu mereka dalam menjaga
keseimbangan dan kesehatan pribadi
mereka. Entjang (1998), menjelaskan
bahwa: “Pendidikan harus membuat
Jurnal Biology Education Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X
Page 40 Jurnal Biology Education
perorangan dan masyarakat bebas dari
ketidak pengertian sehingga mereka
menyadari bahwa pemeliharaan lingkungan
dan kebersihan diri merupakan usaha
pencegahan berbagai masalah diantaranya
kesehatan pribadi”.
Perkembangan teknologi tidak hanya
meningkatkan taraf hidup, juga dapat merusak lingkungan yang sehat. Oleh
karena itu, perkembangan ilmu pengetahu-an dan teknologi yang tidak diimbangi oleh
keterampilan yang dapat memanfaatkan limbah-limbah buangan tersebut yang akan
menyebabkan berbagai masalah diantara-nya polusi udara dan tanah.
Tanggung jawab dalam menyelamat-kan kebersihan lingkungan adalah
masyarakat yang hidup di lingkungan
tersebut. Hal ini berarti bahwa pencegahan
masalah lingkungan seperti pencemaran
harus datang dari masyarakat. Hal ini berhubungan dengan tingkat pendidikan
yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri.
2. Faktor Ekonomi
Kemiskinan merupakan suatu hal
yang memiliki suatu dampak negatif
terhadap lingkungan. Soerjani, dkk (1997),
menyatakan bahwa : “Dampak negatif
kemiskinan terhadap lingkungan alam
demikian besarnya sehingga dikatakan
bahwa masalah lingkungan alam di
Indonesia ini adalah kemiskinan”, Lebih lanjut Seragih (2002), menjelaskan bahwa :
“Kemiskinan merupakan lingkungan yang
membahayakan kesehatan manusia
(Jasmani, Rohani dan Sosial), karena tidak
dapat memenuhi kebutuhan makanan yang
sehat, yang melemahkan daya tahan tubuh
sehingga mudah terserang suatu penyakit”.
Jadi kemiskinan merupakan faktor yang
dapat menyebabkan seseorang tidak dapat
memenuhi kebutuhan hidup baik bagi dirinya sendiri maupun bagi keluarganya.
Dampak kemiskinan dapat berpengaruh
terhadap keluarga sendiri, masyarakat, maupun negara.
Masalah lingkungan yang dihadapi
oleh negara-negara yang sedang ber-kembang pada umumnya akibat dari
masalah ekonomi itu sendiri. Menurut
Salim (1986), “Masalah lingkungan hidup
yang dihadapi oleh negara-negara yang
sedang berkembang banyak ditimbulkan
oleh kemiskinan yang memaksa rakyat
merusak lingkungan alam”. Selanjutnya
Srimulyani (2000), menjelaskan bahwa
kemiskinan memaksa rakyat untuk
membakar hutan untuk pemukiman dan
bertani, kotoran dan sampah manusia
kurang terurus sehingga kesehatan
lingkungan menjadi rendah mudah terjangkit penyakit kulit, infeksi saluran
pencernaan, cacingan dan infeksi mata.
Perubahan dan pengelolaan lingkungan hidup yang sehat sangatlah
dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi
masyarakat. Masyarakat yang tingkat
perekonomiannya tinggi makin besar
kepeduliaannya terhadap lingkungan.
Sebaliknya makin rendah tingkat per-ekonomian masyarakat kemungkinan
pengrusakan lingkungan semakin besar
pula. Achmad (1989), menjelaskan bahwa :
“Tingkat pendapatan keluarga merupakan
salah satu landasan pokok bagi upaya meningkatkan kesehatan lingkungan secara
tidak langsung, karena upaya tersebut
adalah upaya partisipatif”.
3. Faktor kependudukan
Masalah kependudukan dewasa ini
telah dipandang sebagai masalah dunia
yang mendasar. Hal ini disebabkan,
masalah tersebut menyentuh hal-hal yang bersifat asasi bagi manusia, yaitu
kelangsungan hidup manusia itu sendiri.
Beban kependudukan lebih berat dirasakan
oleh negara-negara yang sedang ber-kembang dan Indonesia merupakan salah
satu negara yang sedang berkembang saat
ini, juga menghadapi masalah tersebut. Ledakan pertumbukan penduduk
menjadi masalah yang dapat menimbulkan
persoalan kebersihan lingkungan, baik dari
lingkungan fisik maupun lingkungan sosial.
Wardhana (2001), menjelaskan bahwa :
“Lingkungan pemukiman yang padat penduduknya, pada umumnya telah
mengalami pencemaran karena masalah
pembuangan sampah menjadi sangat sulit”.
Selama jumlah penduduk kian
bertambah, maka permintaan pangan dan
barang juga semakin meningkat, sehingga
semakin banyak masalah pencemaran yang
dihadapi. Wardhana (2001), menjelaskan
bahwa faktor pertumbuhan penduduk dan
penyebarannya sebagai sub variabel yang
Jurnal Biology Education Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X
Page 41 Jurnal Biology Education
menentukan perkembangan kesehatan
lingkungan di suatu tempat. Oleh karena
itu, masalah pertambahan penduduk yang
cepat merupakan persoalan yang memerlu-kan penanganan serius, sehingga tidak
menimbulkan dampak terhadap kebersihan
lingkungan yang pada akhirnya juga ber-pengaruh terhadap kesehatan masyarakat
yang terdapat dilingkungan tersebut.
4. Faktor Sosial Budaya
Pola sosial budaya masyarakat men-
cerminkan tingkah laku sosial dalam ke-
hidupan sehari-hari. Apabila keseimbang-
an lingkungan hidup terganggu, maka
timbullah reaksi dari alam yang akan me-
lahirkan bencana. Menurut Salim (1986),
bahwa: “Keseimbangan dalam alam
lingkungan hidup sosial ini terganggu oleh
ulah manusia, yaitu pertama penggandaan
diri manusia sehinga berjumlah banyak dalam waktu singkat pada tempat terbatas,
kedua karena kemampuan manusia
merubah lingkungan dengan ilmu dan
tehnologi”.
Hakikat pokok dalam pengembangan
kebersihan dan kesehatan lingkungan hidup
adalah terpeliharanya keseimbangan alam
dan lingkungan hidup sosial. Hal ini dapat
tercapai jika manusia dapat mengendalikan dirinya dan mengindahkan asas sosial
budaya. Dalam masalah sosial, pemerintah
harus menanggulangi dan mencegah timbul komplik sosial yang serius dalam
masyarakat, sehingga dapat diterima oleh
berbagai pihak di masyarakat, agar tidak timbul kecemasan yang bisa mengganggu
lingkungan hidup.
Jadi faktor sosial budaya merupakan
faktor yang penting dalam menjaga
kebersihan lingkungan seperti membuang
sampah disembarang tempat dapat
membuat pandangan yang tidak enak dan
merusak kesehatan. Dengan demikian
faktor budaya yang tidak baik itu perlu dihilangkan dengan membiasakan menjaga
kebersihan sehingga kebiasaan tersebut
menjadi bagian dari budaya masyarakat sehari-hari.
Hubungan Kebersihan Lingkungan Dengan
Kesehatan Manusia
Kehidupan manusia tidak terlepas dari
pengaruh lingkungan. Hubungan yang erat
diantaranya manusia dengan lingkungan
membawa kenyataan bahwa hidup manusia
sangat ditentukan oleh kebersihan lingkungan.
Menurut Engger (1995), bahwa: “Faktor lingkungan merupakan yang paling ber-
pengaruh terhadap derajat kesehatan, oleh
karena itu peningkatan kesehatan lingkungan merupakan salah satu upaya pokok kesehatan
dalam pembangunan kesehatan jangka
panjang”.
Manusia untuk hidup sehat memerlu-
kan berbagai persyaratan seperti udara yang
bebas dari polusi. Lingkungan yang bersih,
makanan yang mengandung gizi cukup, tempat
tinggal yang bersih dan teratur. Namun dalam
kanyataannya tidak semua persyaratan tersebut dapat dipenuhi apabila hal ini dapat ber-
langsung lama maka akan dapat menimbulkan
bermacam-macam penyakit. Keberadaan manusia yang semakin
padat dalam alam yang semakin sempit
menyebabkan pemanfaatan lingkungan untuk memenuhi kebutuhannya dan kesehatan
lingkungan menjadi lebih parah. Oleh karena
itu, masalah lingkungan sebenarnya adalah
masalah bagaimana sifat dan hakikat dari
manusia yang tinggal di lingkungan tersebut.
Penyuluhan dan pendidikan yang dilakukan
oleh pemerintah harus diarahkan kepada pembentukan sikap dan perilaku sadar akan
kelestarian dan peningkatan kualitas kesehatan
lingkungan. Abdullah (1991), menjelaskan bahwa: “Kesadaran lingkungan hidup sehat
bukan hanya soal pengertian dan tidak
mungkin hanya diajarkan secara teoritis tetapi
merupakan soal kegiatan praktek. Cara
mengajarkannya adalah dengan menjalankan
dan perlu diikuti pula dengan contoh hidup, taat kepada suara hati tentang apa yang terpuji
atau tercela, serta mengenal manfaat dan
mudharatnya bedasarkan ukuran semua manusia”.
Dari beberapa pendapat di atas dapat
disimpulkan ahwa kebersihan dan kesehatan lingkungan sangatlah mempengaruhi ke-
langsungan hidup manusia yang berada di
dalamnya. Pengelolaan lingkungan berdasar-
kan undang-undang yang telah ditetapkan
sehubungan dengan pemanfaatan sumber daya
alam agar lingkungan tetap lestari harus
Jurnal Biology Education Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X
Page 42 Jurnal Biology Education
diperhatikan tata cara lingkungan itu sendiri.
Dalam hal ini manusialah yang paling tepat
sebagai pengelolanya karena manusia
memiliki beberapa kelebihan dibandingkan
dengan organisme lain. Manusia mampu
merombak, memperbaiki dan mengkondisikan
lingkungan seperti yang dikehendakinya.
Kesimpulan
Secara ekologis manusia adalah
bagian dari lingkungan hidupnya Manusia mendapatkan segala sumber daya dari
lingkungannya. Hubungan manusia dengan
lingkungan tidak hanya satu arah melainkan
timbal balik. Manusia tidak saja mendapatkan
makanan dari lingkungannya, tetapi juga
memberikan makanan bagi lingkungannya.
Masalah lingkungan adalah masalah
bagaimana sifat dan hakekat manusia terhadap
lingkungan hidupnya. Sampai sekarang, pada umumnya baru pada taraf kognitif, artinya
manusia baru mengetahui, memahami gejala
kerusakan oleh tingkah laku keliru pada masa lalu. Namun sebagian besar sikap manusia
dibumi belum menunjukkan kearah perbaikan.
Dari tahap sikap ke tahap psikomotor sebagai pengelola, masih memerlukan kondisi dan
situasi tertentu agar terlaksana pelestarian
kemampuan lingkunga hidup manusia. Mereka
yang sekarang masih merusak lingkungan
dapat disebut “salah didik”. Pendidikan
sekarang harus diarahkan kepada pembentukan
sikap dan prilaku sadar akan kelestarian dan peningkatan kualitas lingkungan hidup demi
kelangsungan hidup manusia dan alam
lingkungannya. Pengelolaan lingkungan hidup adalah
upaya terpadu dalam pemanfaatan, penataan,
pemeliharaan, pengawasan, pengendalian,
pemulihan dan pengembangan lingkungan
hidup. Pengelolaan ini mempunyai tujuan
sebagai berikut : a. Mencapai kelestarian hubungan
manusia dengan lingkungan hidup
sebagai tujuan membangun manusia yang seutuhnya.
b. Mengendalikan pemanfaatan sumber
daya secara bijaksana. c. Mewujudkan manusia sebagai
pembina lingkungan hidup.
d. Melaksanakan pembangunan
berwawasan lingkungan untuk
kepentingan generasi sekarang dan
masa yang akan datang.
e. Melindungi negara terhadap dampak
kegiatan diluar wilayah negara yang
menyebabkan kerusakan dan
pencemaran lingkungan.
Untuk mencegah dan menghindari
tindakan yang bersifat kontradiksi dari hal-hal
tersebut di atas, pemerintah telah menetapkan
kebijakan melalui undang-undang lingkungan hidup.
Pembangunan yang dilaksanakan tidak
hanya menghasilkan manfaat, tetapi juga membawa resiko bagi lingkungan. peranan
manusia adalah mengusahakan pembangunan
tetap berjalan dan lingkungan pun tidak rusak
karena pengaruh dari pembangunan tersebut.
Memang dalam pengelolaan lingkungan selalu
ada terdapat manfaat dan resiko sekaligus,
sulit untuk mendapat manfaat lingkungan yang
sebesar-besarnya, dan resiko yang sekecil-
kecilnya. Tetapi bukan berarti manusia tidak perlu berbuat sesuatu, karena ini juga akan
menimbulkan resiko lingkungan. Resiko
memang tidak dapat ditiadakan, manusia berusaha agar resiko yang timbul dapat
dikelola dan resiko itu dapat diperhitungkan
sekecil mungkin.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah. 1991. Pendidikandan Kesadaran
Berlingkungan Hidup. Sinar Darussalam.
No. 195/196, YPSD. Unsyiah. IAIN
Ar-Raniry. Banda Aceh.
Achmad.F. 1989. Prakondisi Untuk Mem-
bangun Kampung Sehat Di perkotaan Sanitas, Vol. 1 No. 3 Agustus 1989.
Entjang I. 1986. Ilmu Kesehatan Masyarakat.
Depkes RI. Jakarta.
Entjang I.1998. Ilmu Kesehatan Masyarakat. ALUMNI. Bandung.
Kaligis, J.R.E. Samidjo Broto K. dan Meke, M. (1993). Pendidikan Lingkungan
Hidup. Dirjen dikdas-men Prohyek
Peningkatan Mutu Pengajar SLTP Setara D-III, Jakarta.
Notoatmodjo, S 2003. Pendidikan dan Prilaku
Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.
Jurnal Biology Education Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X
Page 43 Jurnal Biology Education
Putrawan, I. M. 1990. Pengujian hipotesis
dalam kajian social. Rineka Cipta.
Jakarta.
Salim E. 1986. Lingkungan Hidup dan Pem-
bangunan Mutiara. Jakarta.
Sarwono, Solita, 1999. Sosiologi Kesehatan,
Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Slamet, Soemirat, Juli. 2004. Kesehatan Lingkungan. Gajah Mada University
Press, Yogyakarta.
Soerjani M, Rafiq A danRozy M, (1987),
Lingkungan Sumber Daya Alam dan
Kependudukan dalam Pembangunan,
UI, Press, Jakarta.
Seragih, R.F. 2002. Pendidikan Mengenai Lingkungan dalam Rangka Pem-
bangunan Berkelanjutan. Jurnal Ilmu
Pendidikan 9(2) Juni 2002.
Srimulyani, E.S. 2000. Hubungan Antara
Latar Belakang Pendidikan Formal,
Pengetahuan Lingkungan dan Peran
Serta Wanita dalam Usaha
Pelestarian Lingkungan. Jurnal Ilmu
Pendidikan 7(2). Mei 2000.
Suriaatmadja, R.E. 1991. Satuan Acuan Per-kuliahan Pengetahuan Lingkungan.
Institut Teknologi Bandung (ITB).
Bandung.
Slameto, 2003. Belajar dan Faktor–Faktor
yang Mempengaruhinya. Bina Aksara.
Jakarta.
Wardhana, W.A. (2001). Dampak Pencemaran
Lingkungan. Edisi Revisi. Andi.
Yogyakarta.
Warsito. 2001. Kesehatan Lingkungan. FKM-
UGM. Yogyakarta.
Jurnal Biology Education Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X
Page 2 Jurnal Biology Education