Download - Hemostasis Paska Extraksi Gigi.docx
Hemostasis Paska Extraksi Gigi
Pencabutan gigi merupakan salah satu tindakan yang pasti dilakukan pada klinik dokter gigi, tindakan ini memerlukan persiapan preoperasi, perioperasi dan paskaoperasi. Pada kondisi normal setelah pencabutan gigi, proses penyembuhan dapat melalui beberapa tahap. Tahap awal yang terjadi adalah adanya perdarahan, karena pada prinsipnya tindakan pencabutan gigi merupakan pemberian trauma baru pada jaringan rongga mulut yang menyebabkan terbukanya atau rusaknya pembuluh darah, darah yang keluar tersebut akan berubah menjadi jendalan darah (Amler, 1999). Ketika luka mulai mengeluarkan darah pada daerah bekas pencabutan, suatu enzim yang disebut tromboplastin keluar dari jaringan sel-sel yang rusak, kemudian bergabung dengan kalsium dan protrombin di dalam darah dan pada akhirnya akan menggumpal dan mengeras. Pada proses ini, trombosit atau keping-keping darah memegang peran yang sangat penting, protein yang disebut dengan factor Von Willebrand berfungsi untuk menentukan dengan tepat lokasi terjadinya luka. Trombosis yang terjerat dalam daerah luka mengeluarkan statu enzim yang menarik dan mengumpulkan trombosis yang lain dan pada akhirnya sel tersebut akan menopang luka terbuka tersebut. Trombin adalah protein lain yang membantu pembekuan darah, zat ini hanya dihasilkan pada tempat yang terluka, jumlahnya tidak boleh melebihi ataupun kurang dari jumlah yang dibutuhkan. Lebih dari 20 enzim yang berperan dalam pembentukan trombin dan mengatur kerjanya. Segera setelah enzim pembekuan darah tersebut mencapai jumlah yang cukup dalam tubuh, fibrinogen yang terbuat dari protein terbentuk di tempat luka yang kemudian akan membentuk benang-benang fibrin. Benang fibrin ini berfungsi untuk menahan trombosit yang berfungsi untuk menyumbat luka. Jendalan darah yang ada pada luka bekas pencabutan akan menutup luka tersebut, setelah itu lapisan dibawahnya secara bertahap akan tergantikan oleh jaringan granulasi yang baru, jaringan granulasi ini juga akan berganti menjadi jaringan ikat dan jaringan preosseous muda, setelah itu trabeculae tulang akan mengisi kurang lebih dua per tiga dari alveolus (Amler, 1999). Pada hari ke-4 regenerasi dari jaringan epitelium dimulai dan penutupan luka sepenuhnya setelah 24-35 hari (Adeyemo, 2000). Dalam kondisi yang normal, jendalan darah tersebut akan menghilang setelah luka bekas pencabutan sembuh. Banyak kasus dari dry socket telah dipelajari, beberapa penyebab dari dry socket adalah terlalu banyaknya trauma yang terjadi selama tindakan pencabutan gigi, bakteri, sirkulasi peredaran darah, karena faktor kelainan, enzim, nutrisi (konsumsi vitamin dan protein), tindakan postoperatif yang kurang tepat, dan reduksi dari faktor hemostatis. Beberapa faktor predisposisi yang dapat meningkatkan prevalensi dry socket diantaranya adalah usia dari pasien. Walaupun bakteri pirogen dan aktifitas fibrinolisis tidak berhubungan secara langsung, bakteri merupakan flora normal dalam rongga mulut, tetapi bakteri tersebut akan tumbuh dengan baik pada jaringan yang mati ataupun adanya sisa makan di dalam socket. Kondisi ini akan meningkatkan jumlah bakteri dan juga akan meningkatkan pirogen yang ada pada daerah pencabutan, pirogen ini akan memicu faktor fibrinolisis dengan meningkatkan pembentukan plasmin, dimana akan melisiskan fibrin dan memicu terjadinya dry socket. Pemberian antibiotik dapat menekan pertumbuhan bakteri tersebut, tetapi pemberian dosisnya harus benar-benar tepat karena dapat menyebabkan resistensi dari bakteri tersebut (Fridrich, 1990). Flora normal dalam rongga mulut yang dapat mempengaruhi aktivitas fibrinolisis seperti Streptococcus beta hemolitikus, Staphylococcus, dan Bacteroides melanogenicus (Fridrich, 1990). Faktor lain yang dapat meningkatkan resiko dry socket diantaranya, trauma yang berlebihan pada
waktu pecabutan gigi. Luka yang berlebihan pada waktu pencabutan gigi memicu timbulanya dry soket. Hipotesa yang umum adalah bila dilakukan pencabutan dengan kerusakan jaringan yang banyak, maka jaringan akan mengeluarkan suatu bahan yang bisa memecah sesuatu elemen dari darah yang akan mencegah tubuh untuk membuat penyembuhan luka yang sempurna (Nussir, 2007). Perokok juga mempunyai resiko terkena dry soket. Pada perokok, oksigenasi yang dibutuhkan untuk penyembuhan luka menjadi berkurang, akibatnya oksigen yang sangat dibutuhkan tubuh ini menjadi tidak tercukupi pada waktu proses penyembuhan luka. Demikian juga aksi menghisap dari para perokok kemungkinan juga bisa membuat bekuan darah yang terbentuk pada luka / bekas cabut gigi menjadi terlepas, sehingga luka tidak akan terlindungi lagi oleh bekuan darah (Carmen, 2005).
Prevalensi dry socket dapt dikurangi dengan pencabutan gigi pada waktu yang tepat, infiltrasi anestesi yang cukup, teknik pencabutan gigi yang tepat, sterilisasi alat yang baik dan terapi obat - obatan seperti, obat kumur antiseptik, asam polilaktik, larutan saline isotonik, dan antibiotika. Diposkan oleh hadianto_dentist di 00:30
Dry Socket
1. Pendahuluan
Pencabutan gigi adalah suatu tindakan yang biasa dilakukan pada bidang bedah mulut
dan Dry Socket merupakan salah satu komplikasi yang sering terjadi setelah pencabutan gigi.
Dry Socket pada dasarnya merupakan fokal osteomielitis yang mana tidak terbentuknya atau
hilangnya bekuan darah oleh karena aktifitas fibrinolitik yang tinggi yang menghasilkan bau
busuk dan rasa sakit tetapi tidak ada supurasi, dinamakan Dry Socket karena socketnya yang
kering setelah hilangnya bekuan darah karena tulangnya yang terbuka. (Andreasen 1997;Dhusia
2000;Pedlar 2001;Petersen 2003;Malaki 2004)
Secara klinis kondisi ini menggambarkan bekuan darah yang terdapat pada alveolus
menjadi nekrotik dan sisa-sisa / serpihan patahan dari tulang alveolar. Menurut Petersen dan
Borle et all, seringkali terjadi pada socket molar bawah dan menurut Andreasen frekuensi
terjadinya Dry Socket pada pencabutan gigi berkisar 1% - 5%, dan pada suatu penelitian lain
didapat frekuensinya mencapai 6% setelah pengangkatan gigi molar tiga bawah. Insidensinya
berkisar pada umur 20 – 40 tahun kecenderungan terjadi antara pada mandibula dan maksila
adalah 3 kali lebih besar pada mandibula.
2. Definisi
Dry Socket pertama kali diperkenalkan oleh Crawford pada tahun 1896, Adalah suatu
kondisi yang terjadi setelah pencabutan atau operasi pengangkatan gigi dengan tanda-tanda klinis
terlepasnya bekuan darah pada tulang alveolar 2 – 3 hari setelah pencabutan atau operasi
pengangkatan gigi, yang mana terdapat tulang alveolar sebagian atau keseluruhan yang terbuka
dan permukaan tulang sangat sensitif, biasanya pada permukaanya terdapat lapisan jaringan
nekrotik dan sisa – sisa makanan.
Ada beberapa macam nama lain dari Dry Socket :
Alveolitis Sicca Dolorosa
Post Operative Osteitis
Localized Acute Alveolar Osteomielitis
Alveolar Osteitis
Fibrinolytic Alveolitis
Painful Socket
Sloughing Socket
Necrotic Socket
Post Extraction Osteomielitis Syndrome (Andreasen 1997 ; Pedlar 2001; Dhusia 2000)
3. Proses Penyembuhan Socket secara Histologis (Andreasen 1997)
Apabila diperhatikan terdapat tahap yang bersamaan secara histologis pada proses
penyembuhan socket dari hasil biopsi yang dilakukan pada luka bekas pencabutan.
Tahap I Koagulum
Dibentuk ketika terjadi hemostatis, terdiri dari eritrosit dan leukosit dengan jumlah yang
sama seperti pada peredaran darah.
Tahap II Jaringan Granulasi
Dibentuk pada dinding socket 2 – 3 hari setelah pencabutan yang merupakan proliferasi
dari sel – sel endothelial, kapiler – kapiler dan beberapa leukosit dan selama 7 hari jaringan
granulasi menggantikan tempat dari koagulum
Tahap III Jaringan Konektif
Mula – mula berada pada bagian tepi socket, selama 20 hari setelah pencabutan
menggantikan jaringan granulasi. Jaringan konektif yang baru terdiri dari sel – sel, kolagen dan
serat –serat fiber.
Tahap IV Pertumbuhan Tulang
Dimulai pada hari ke 7 setelah pencabutan, dimulai dari tepi dasar socket, pada hari ke 38
setelah pencabutan biasanya sudah terisi dengan tulang muda, selama 2 – 3 bulan tulang telah
menjadi mature dan terbentuk trabekula, setelah 3 – 4 bulan maturasi tulang telah lengkap
seluruhnya.
Tahap V Perbaikan epithelial
Dimulai ketika terjadi penutupan luka 4 hari setelah pencabutan dan biasanya akan
selesai setelah 24 hari.
Penyembuhan socket secara signifikan dipengaruhi oleh usia dan individual. Pada
individu berusia 2 dekade aktivitas histologi penyembuhan socket yaitu sekitar 10 hari setelah
pencabutan dan pada individu berusia 6 dekade atau lebih yaitu sekitar 20 hari setelah
pencabutan.(Andreasen 1997)
0 day
Cessation of
Hemorrhage
Blood clot
2-3 days
Blood clot
Granulation tissue
7 days
Granulation tissue
Connective tissue
Osteoid
Ephithelium
20 days
Connective tissue
Osteoid
(some mineralization)
Epithelium
40 days
Connective tissue
Immature bone
Epithelium
2 month
Immature bone
Gambar 1 Proses Penyembuhan Socket (Histologis) (Andreasen 1997)
(
PROACTIVATORSFrom Plasma Precursors)
PLASMINOGEN
ACTIVATORS
FIBRIN
(Pro Enzyme)
PLASMIN
Released From Traumatized
Tissue like mucosa, and or
P
PLASMIN LIKE ENZYMESeriosteum, Bone Marrow
From Treponema Denticola
SPLIT PRODUCTSLike Organisms
DRY SOCKET
Bagan 1 Patofisiologi Dry Socket (Dhusia 2000)
4. Patofisiologi
Dry Socket terjadi karena tingkat dari aktifitas dari fibrinolisis yang tinggi pada daerah
sekitar bekas pencabutan gigi karena adanya infeksi, inflamasi pada daerah tulang tersebut.
Pelepasan beberapa aktivator atau kinase seperti Bradykinin dan Kininogen yang diaktivasi oleh
beberapa rangsangan. Rangsangan itu dapat berasal dari cairan tubuh atau timbul pada Plasma
Precursor yang mana merupakan Proaktivator, beberapa Aktivator dikeluarkan dari jaringan
yang mengalami trauma seperti : mukosa, periosteum dan bone marrow, lalu Plasminogen
berubah menjadi Plasmin oleh karena aktivator, hingga akhirnya Plasmin ini membuat Fibrin
menjadi pecah dan terjadi Dry Socket. Menurut hasil studi yang ada, menunjukkan bahwa bakteri
anaerob Treponema Denticola yang merupakan habitat normal dalam rongga mulut dapat
merangsang aktivitas fibrinolitik karena kerja enzymnya seperti kerja Plasmin yang dapat
memecahkan bekuan darah yang pada akhirnya dapat terjadi Dry Socket, organisme ini tidak
menghasilkan pus, pembengkakan atau warna yang lebih merah tetapi ketika terinfeksi bakteri
anaerob yang lain akan menghasilkan bau busuk dan rasa yang tidak enak. Menurut penelitian
pada pemeriksaan kultur pada socket yang terjadi Dry Socket menunjukkan infeksi campuran,
dan bakteri Fusiform Bacilli seringkali ditemukan. (Dhusia 2000)
5. Gejala dan Tanda Klinis
5.1 Rasa Sakit
Pasien biasanya merasakan sakit pada hari ke 2 sampai dengan hari ke 5 setelah pencabutan
dengan keluhan sakit yang hebat pada daerah bekas pencabutan dan rasa sakitnya dapat menjalar
sampai ke telinga pada sisi yang sama atau bagian yang lain dari wajah tetapi tidak dengan
tanda-tanda gejala dari infeksi seperti demam, pembengkakan dan erithema. Kadang-kadang
dijumpai lymphadenitis regional, rasa sakit dirasakan berdenyut dan kadangkala juga rasa sakit
tidak hilang dengan obat-obatan analgesik. (Dhusia 2000)
5.2 Halitosis dan rasa tidak enak
Sisa-sisa makanan yang dapat menumpuk di dalam socket dapat menghasilkan rasa yang tidak
enak dan bau mulut. (Dhusia 2000)
5.3 Tanda Klinis
Secara keseluruhan gejalanya timbul pada hari ke 3 sampai dengan hari ke 5 setelah
pencabutan gigi dan apabila tidak ditangani gejalanya akan berlanjut sampai dengan hari ke 7
atau sampai hari ke 14. Menurut Dhusia tanda klinis yang dapat dilihat seperti Bare Bone dan
margin ginggiva.
5.4 Bare Bone
Pada pemeriksaan Probe Test dengan menggunakan sonde lurus, tanda yang sangat khas sekali
adalah rasa sakit sekali apabila sonde menyentuh Bare Bone. Dimana awalnya terdapat
gambaran bekuan darah yang berwarna abu – abu kehitaman dan ketika bekuan darahnya hilang
akhirnya terdapat jaringan granulasi dari Bone Bare yang berwarna kuning keabu-abuan.
Gambar 2 Probe Test (Dhusia 2000)
5.5 Margin Ginggiva
Biasanya margin ginggiva pada daerah sekitar socket agak bengkak dan berwarna merah tua.
6. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya Dry Socket : (Andreasen 1997,
Malaki 2004)
Ada beberapa faktor predisposisi yang dapat mempengaruhi terjadinya Dry Socket seperti : Usia,
Jenis kelamin (Kontrasepsi, dan Kehamilan), Merokok, Trauma bedah, Bakteri, Kondisi
inflamasi marginal, Perikoronitis, Pulpitis / Inflamasi Periapikal, Penggunaan Antibiotik
Sistemik, Penggunaan Obat Kumur Chlorhexidine, Hemostatik lokal, dan Teknik Anastesi.
6.1 Usia
Dalam beberapa penelitian yang telah dilakukan terdapat hubungan peningkatan
terjadinya Dry Socket dengan peningkatan usia, menurut Malaki penelitian yang dilakukan Mc
Gregor terjadi peningkatan dari 2,7% pada kelompok usia 15 – 19 Tahun sampai 8,6% pada
kelompok usia 30 – 34 Tahun, dan turun lagi menjadi 2,9% pada usia 50 -54 Tahun, walaupun
tidak dijelaskan lebih rinci mengenai hubungan ini.
6.2 Jenis Kelamin dan Kontrasepsi
Perbedaan jenis kelamin menunjukkan perbedaan angka prevalensi terjadinya Dry Socket
yang menggambarkan pada wanita lebih besar dibanding pada pria. Angka prevalensi pada
wanita disebabkan 2 faktor, pertama Dry Socket lebih sering ditemukan pada wanita yang sedang
mengalami menstruasi dan kedua kelihatannya ada hubungannya dengan pada wanita yang
menggunakan pil kontrasepsi, menurut Catellani yang pernah melakukan penelitian hal ini ada
pengaruhnya dengan efek dari hormon oestrogen yang dapat menstimulasi fibrinolisis.
6.3 Merokok
Menurut beberapa penelitian merokok mempunyai hubungan korelasi yang signifikan
dengan terjadinya Dry Socket. Patogenesisnya adalah dengan peningkatan aktifitas dari
fibrinolisis pada waktu merokok. Menurut penelitian yang dilakukan Meechan dan kawan –
kawan pada orang yang merokok setelah pencabutan gigi bahwa terjadi pengurangan pembekuan
darah pada socket secara signifikan pada orang yang merokok dibanding dengan bukan perokok.
6.4 Trauma Bedah
Efek trauma sebagai faktor penyebab terhambatnya penyembuhan luka setelah
pencabutan gigi telah dikemukakan pertama kali oleh Alling dan Kerr pada tahun1957. Efek
panas yang ditimbulkan dari bur yang mengenai tulang alveolar juga dapat mengganggu
pembekuan darah yang akhirnya dapat menimbulkan Dry Socket. Pada penelitian yang dilakukan
secara klinis menunjukkan bahwa pencabutan yang sulit atau seperti gigi yang patah pada waktu
pencabutan menunjukkan secara signifikan rata – rata jumlah yang lebih tinggi untuk terjadinya
Dry Socket dibanding pada pencabutan normal, selain itu trauma jaringan lunak juga pada
prosedur pencabutan gigi ada hubungannya dengan terjadinya Dry Socket, ini disebabkan karena
pada trauma menimbulkan mediator - mediator peradangan.
6.5 Bakteri
Keberadaan bakteri juga ada hubungannya dengan terjadinya Dry Socket, ketika
koagulasi yang terbentuk setelah pencabutan aliran saliva dengan mudah memasuki lokasi bekas
pencabutan, tempat inilah yang menjadi persinggahan dari saliva sedangkan pada saliva terdapat
bakteri. Selanjutnya ada juga hubungan antara jumlah bakteri aerob dan anaerob yang ada
sebelum pencabutan yang nantinya akan berkembang pada koagulum yang nantinya akan
menimbulkan Dry Socket, dimana pasien yang mengalami Dry Socket menunjukkan jumlah
bakteri yang lebih banyak sebelum operasi daripada pasien yang mengalami penyembuhan
socket normal. Keterangan mengenai fenomena ini faktanya bahwa beberapa tipe dari
streptococcus dan staphilococcus dalam penelitian ini dapat membuat fibrinolisis dari
pembekuan darah.
Sejauh ini tidak ada mikroorganisme yang spesifik yang dapat menimbulkan Dry Socket,
tetapi diperkirakan oleh para peneliti adalah Treponema Denticola mempunyai pengaruh penting
untuk terjadinya Dry Socket.
6.6 Kondisi Inflamasi Marginal
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa frekuensi terjadinya Dry Socket rendah bila
terdapat periodontitis marginalis. Efek ini mempunyai alasan yang jelas, karena pada kondisi ini
jumlah trauma selama pencabutan berkurang sekali.
6.7 Perikoronitis
Adanya perikoronitis (subakut dan kronis) pada beberapa penelitian menunjukkan adanya
hubungan dengan terjadinya Dry Socket ini diduga karena pada daerah perikoronal merupakan
tempat yang baik untuk beberapa mikroorganisme.
6.8 Pulpitis / Inflamasi Periapikal
Hasil dari dua buah penelitian yang dilakukan terdapat hubungan yang tidak bermakna /
kecil terhadap terjadinya Dry Socket pada gigi Pulpitis yang dilakukan pada pencabutan. Pada
gigi dengan nekrosis pulpa disertai periodontitis apikalis yang dilakukan pencabutan
menunjukkan peningkatan terjadinya Dry Socket dibanding dengan gigi yang vital.
6.9 Penggunaan Antibiotik Sistemik
Bukti secara tidak langsung peranan bakteri dalam proses terjadinya Dry Socket dalam
penelitian ini menunjukkan penggunaan antibiotik golongan Penicilin secara sistemik dapat
mengurangi terjadinya Dry Socket. Hal ini dapat dibuktikan dengan penggunaan antibiotik
golongan Penicilin sebelum pencabutan gigi yang mana efeknya dapat ditemukan juga pada
bekuan darah dalam socket. Akhirnya penggunan antibiotik golongan Penicilin sebelum operasi
dapat menurunkan jumlah bakteri anaerob dan aerob pada sampel darah yang diambil sebelum
48 jam setelah pencabutan gigi.
6.10 Penggunaan Obat Kumur Chlorhexidine
Penggunaan anti mikroba lokal dengan obat kumur seperti Chlorhexidine dapat
mengontrol infeksi, berkumur sebelum atau sesudah tindakan dengan 0,1 – 0,2 % Chlorhexidine
menunjukkan penurunan terjadinya frekuensi Dry Socket setelah pengangkatan molar tiga.
Kemungkinan terjadi karena pengurangan jumlah bakteri aerob dan anaerob pada saliva setelah
berkumur dengan Chlorhexidine.
6.11 Hemostatik lokal
Penggunan hemostatik lokal dilakukan karena beberapa faktor:
1. Dapat membantu koagulasi
2. Dapat mencegah pelepasan koagulum dari dinding socket
3. Membantu fungsi antibiotik dan antifibrinolitik
Ada 2 macam bahan hemostatik lokal yang dapat diserap:
1. Gelatin Sponge (Spongostan)
2. Oxidized Regenerated Cellulose (Surgicel)
Menurut penelitian keduanya dapat menurunkan terjadinya Dry Socket karena fungsi dari
hemostatik lokal tersebut.
6.12 Teknik Anastesi
Penggunaan anastesi lokal lebih meningkatkan resiko terjadinya Dry Socket dibanding
dengan anastesi umum, jenis bahan anastesi lokal juga berpengaruh dimana xylocaine lebih
tinggi frekuensi terjadinya Dry Socket dibanding dengan citanest dan teknik anastesi lokal seperti
intraligamen / perisemental teknik dapat meningkatkan resiko terjadinya Dry Socket.
7. Terapi :
Secara keseluruhan perawatan Dry Socket adalah secara paliatif yaitu : Terapi lokal dan Terapi
sistemik. (Dhusia 2000;Malaki 2004)
7.1 Terapi lokal
Perawatan sebelum 48 jam setelah operasi :
Pembuangan sisa-sisa jaringan nekrotik dari bekuan darah dengan pengirigasian larutan
garam hangat secara pelan-pelan.
Membuat perdarahan baru dibawah lokal anastesi dan antibiotika.
Perawatan sesudah 48 jam setelah operasi:
Pembuangan sisa-sisa jaringan nekrotik dan socket diirigasi dengan larutan garam hangat.
Perawatan Dry Socket
Perawatan Dry Socket yang biasa dilakukan adalah dengan campuran Zn oxide dan eugenol.
Zn oxide / eugenol, campuran ini diulas pada kassa lalu dimasukkan ke dalam socket.
Selain dapat meredakan rasa sakit, dapat juga merupakan antimikroba yang luas, pada
beberapa penelitian tindakan ini sangat efektif.
Campuran Zn oxide eugenol ini diganti tiap hari atau diganti 2 hari sekali sampai dengan
3 – 6 hari atau sampai rasa sakitnya berkurang.
Setiap penggantian kassa socket selalu diirigasi dengan larutan garam.
Keuntungan Zn eugenol :
Sebagai antiseptik.
Memproteksi bare bone dari iritasi seperti sisa makanan, saliva dan mencegah sisa
makanan berkumpul di dalam socket.
Eugenol dapat mengurangi rasa sakit.
7.2 Terapi Sistemik
Pemberian analgesik dan anti inflamasi untuk mengurangi rasa sakit dan meminimalkan
pembengkakan.
Penggunaan antibiotik spektrum luas dan untuk kuman anaerob seperti metronidazole.
8. Langkah Preventif
Menurut Dhusia setiap dokter gigi diharapkan mengetahui langkah-langkah ini untuk
mencegah terjadinya Dry Socket.
Langkah sebelum operasi:
Gunakan obat kumur antiseptik sebelum melakukan pencabutan.
Gunakan antibiotik profilaksis.
Langkah sewaktu operasi:
Perhatikan tindakan asepsis.
Trauma jaringan lunak dan keras yang seminimal mungkin.
Perhatikan kondisi tulang yang ada setelah dilakukan pencabutan, apakah ada serpihan
tulang, bagian tulang yang ekspose atau bagian tulang yang tajam.
Irigasi dengan laurtan garam dan kuretase setelah dilakukan pencabutan.
Apabila mungkin dilakukan penjahitan mukosa.
Langkah setelah tindakan:
Instruksikan pasien untuk mengigit tampon dengan betadine kurang lebih 1 jam, jangan
berkumur-kumur, atau menghisap-hisap darah operasi , hindari merokok.
Menjaga kebersihan mulut dan menjaga luka dari iritasi mekanik seperti mengunyah pada
daerah sisi yang lain.
Intake yang cukup, cairan, kalori dan protein.
9. Kesimpulan
Dry Socket merupakan komplikasi yang terjadi pada saat penyembuhan luka ekstraksi
gigi, dinamakan Dry Socket karena setelah bekuan darah terlepas maka socket terlihat kering
karena bagian tulang yang terbuka. Terjadinya Dry Socket dapat dihindari dengan
memperhatikan langkah – langkah diatas, serta penanganan yang tepat
Daftar Pustaka
1. Andreasen, J.O, et all., Textbook and Color Atlas of Tooth Impactions, Copenhagen :
Mosby. 1997, p 452 – 460.
2. Dhusia Hemant, Dry Socket, http ://mediket 2000.com/associations/article.
3. Peterson L.J, Oral and Maxillofacial Surgery. 4th ed, Sint Louis : Mosby. 2003, p 236 –
237.
4. Pedlar Jonathan, Oral and Maxillofacial Surgery, London : Churchill Livingstone 2001, p
44 – 45
5. Malaki Zainab, Dry Socket, http://dental practice.uktrading.com/clinical/viewd.
11