Download - GJ ET CAUSA PJR

Transcript
Page 1: GJ ET CAUSA PJR

GJ ET CAUSA PJR

Gagal jantung merupakan sindroma klinis (sekumpulan tanda dan gejala), yang

disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi jantung, dimana jantung tidak sanggup

memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan metabolik jaringan. Gagal jantung ditandai oleh

sesak (dyspnea d’effort, orthopnea, paroxysmal nocturnal dypsnea, cheyne-stokes respiration)

dan fatigue (saat istirahat atau saat aktivitas).

Keluhan sesak disertai edema dapat berasal dari organ paru, jantung, ginjal, serta dari

hati. Dari anamesis didapatkan sesak yang dipengaruhi aktivitas merupakan khas sesak yang

disebabkan oleh organ jantung. Kemudian dilanjutkan dengan dilakukannya pemeriksan fisik

serta pemeriksaan penunjang sehingga dapat dipastikan sesak pada penderita bukan berasal dari

organ paru, ginjal atau pun hati.

Ditinjau dari sudut klinis secara simtomatologis di kenal gambaran klinis berupa gagal

jantung kiri dengan gejala badan lemah, cepat lelah, berdebar, sesak napas dan batuk. serta tanda

objektif berupa takhikardia, dyspnea (dyspnea d’effort, orthopnea, paroxysmal nocturnal

dypsnea, cheyne-stokes respiration), ronkhi basah halus di basal paru, bunyi jantung III, dan

pembesaran jantung. Gagal jantung kanan dengan gejala edema tumit dan tungkai bawah,

hepatomegali, acites, bendungan vena jugularis dan Gagal jantung kongestif merupakan

gabungan dari kedua bentuk klinik gagal jantung kiri dan kanan.

Pada anamnesis dan pemeriksaan fisik ditemukan dyspnea d’effort, orthopnea,

paroxysmal nocturnal dypsnea, ronkhi basah halus di kedua basal paru, hepatomegali,

takhikardia, gejala edema tungkai bawah, bendungan vena jugularis sehingga memenuhi gejala

gagal jantung kongesti.

Berdasarkan klasisfikasi New York Heart Asscociation sebagai 4 kelas (NYHA1-4)

dimana dyspnea dan fatigue sebagai penilaian. Pada kelas 1 tidak ada keluhan, Kelas 2 symptom

muncul pada pekerjaan biasa, Kelas 3 symptom muncul pada pekerjaan ringan serta kelas 4

symptom muncul pada saat istirahat Pada pasien ini tampak terjadi perburukan dari 3 minggu

terakhir sampai 3 hari SMRS terdapat perubahan kelas 1 mulai dari sanggup beraktivitas seperti

biasa, menjadi terbatas dalam bekerja, tidak bekerja sampai dypsnea saat istirahat (kelas 4).

Berdasarkan kriteria Framingham minimal satu kriteria mayor dan dua kriteria minor

yaitu: Kriteria mayor berupa paroksisimal nocturnal dispneu, distensi vena leher, ronki paru,

Page 2: GJ ET CAUSA PJR

kardiomegali, edema paru akut, Gallop s3, peninggian tekanan vena jugularis, Refluks

hepatojugular. Dan kriteria minor berupa edema ekstremitas, batuk malam hari dispnea d’effort,

hepatomegali, Efusi pleura, penurunan kapasitas vital, takikardi ( >120 x/menit)

Pada pasien ini didapatkan empat kriteria mayor. Pertama terdapatnya paroksismal

nokturnal dispneu dari hasil anamnesis. Kedua, dari hasil pemeriksaan fisik perkusi jantung,

didapatkan adanya pembesaran jantung. Batas jantung kanan terdapat pada linea sternalis

dekstra, batas kiri pada linea axillaris anterior sinistra ICS VI, dan batas atas pada ICS II. Hal

yang sama juga didapatkan dari hasil rontgen yang menyatakan bahwa pada pasien terdapat

kardiomegali. Ketiga terdapat peninggian tekanan vena jugularis yaitu (5+2) cmH2O, keempat

didapatkan ronki basah halus pada kedua basal paru.

Sedangkan untuk kriteria minor didapatkan dispnea d’effort yang didapatkan dari hasil

anamnesis pasien mengeluh sesak sehabis beraktifitas. Ketiga didapatkan hepatomegali dari

pemeriksaan fisik yaitu 3 jari di bawah arcus costae. Oleh karena itu pada pasien ini kami

simpulkan diagnosis fungsionalnya adalah Congestive Heart Failure (CHF).

Diagnosis anatomi ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik terdapat pembesaran dari

jantung dan dikonfirmasi dengan ro thorax dengan kesan kardiomegali.

Etiologi dari penyakit gagal jantung dapat berupa penyakit jantung bawaan, penyakit

jantung rematik, penyakit jantung hipertensi, penyakit jantung koroner, penyakit jantung anemik,

penyakit jantung tiroid, cardiomiopati, cor pulmonale serta kehamilan. Penyakit gagal jantung

yang terjadi pada usia < 50 tahun, terbanyak adalah disebabkan oleh penyakit jantung reumatik

dan penyakit jantung tiroid, dari anamnesis dan pemeriksaan fisik tidak ditemukan tanda-tanda

kelainan tiroid, melainkan yang didapat adalah riwayat sakit jantung reumatik yang pernah

diderita pasien pada tahun 2007. Pada gambaran rontgen thorax didapatkan bentuk pinggang

jantung yang sudah tidak tampak lagi, gambaran ini khas jika terjadi mitral stenosis yang

merupakan kelainan katup yang paling sering ditemukan pada penyakit jantung reumatik. Namun

untuk mendiagnosis pasti pada pasien ini diperlukan pemeriksaan penunjang yaitu,

echocardiography.

Patofisiologi munculnya gagal jantung berupa beban pengisian (preload) dan beban

tahanan (afterload) pada ventricle yang mengalami dilatasi dan hipertropi memungkinkan daya

kontraksi jantung yang lebih kuat sehingga terjadi kenaikan curah jantung. Disamping itu karena

pembebanan jantung yang lebih besar akan membangkitkan reaksi hemostasis melalui

Page 3: GJ ET CAUSA PJR

peningkatan rangsangan simpatik. Perangsangan ini menyebabkan kadar katekolamin sehingga

memacu terjadinya takikardia dengan tujuan meningkatnya curah jantung. Bila curah jantung

menurun maka akan terjadi redistribusi cairan badan dan elektrolit (Na) melalui pengaturan

cairan oleh ginjal vasokonstriksi perifer dengan tujuan untuk memperbesar venous return.

Dilatasi, hipertropi, takikardia, redistribusi cairan adalah mekanisme kompensasi jantung. Bila

semua mekanisme ini telah digunakan namun kebutuhan belum terpenuhi, maka terjadi gagal

jantung.

Mengingat pada pasien ini, terdapat riwayat sakit jantung rematik sejak tahun 2007 yang

didahului demam tinggi dan nyeri pada sendi. Adanya malfungsi katup pada penyakit jantung

rematik dapat menimbulkan kegagalan pompa, baik oleh kelebihan beban tekanan atau dengan

kelebihan beban volume yang menunjukan peningkatan volume darah ke ventrikel kiri sehingga

sebagai produk akhir dari malfungsi katup akibat penyakit jantung reumatik adalah gagal jantung

kongestif.

Penatalaksanaan pada gagal jantung tergantung etiologi, hemodinamik, gejala klinis serta

beratnya gagal jantung. Pengobatan terdiri dari 5 komponen berupa penanganan secara umum,

mengobati penyakit dasar, mencegah kerusakan lebih lanjut pada jantung, dan mengendalikan

derajat CHF.

Secara umum Gagal jantung kelas 3 dan 4 perlu untuk membatasi aktivitas dengan

istirahat di tempat tidur tetapi perlu untuk menghindari tidur lama, menghentikan kebiasan hidup

yang meningkatkan munculnya penyakit jantung seperti merokok pada pasien, pembatasan kadar

garam (Na) tetapi ini belum diperlukan oleh karena pemberian obat yang dipilih meningkatkan

pengeluaran Na. Diet makanan pada penyakit jantung pada rumah sakit ini berupa diet jantung.

Diet jantung terdiri dari diet jantung I berupa makanan cair, diet jantung II merupakan bubur

saring, diet jantung III merupakan bubur, diet jantung IV berupa makanan nasi. Diet yang

diberikan pada pasien ini berupa diet jantung III karena pasien masih sadar dan tidak boleh

terlalu banyak melakukan aktivitas.

Pengobatan berdasarkan gejala berupa pembatasan asupan cairan karena cairan yang

banyak akan diabsorpsi oleh tubuh dan menambah jumlah cairan pada tubuh sehingga

memperberat kerja jantung. pemberian diuretik sangat diperlukan untuk mengeluarkan cairan

yang ada dari tubuh dalam kasus ini di gunakan furosemide sebagai diuretik serta pemberian

aspilet (asetil salilisat) untuk mencegah terjadinya agregasi trombosit pada pembuluh darah

Page 4: GJ ET CAUSA PJR

koroner. Lansoprazole diberikan untuk mengurangi efek samping dari aspilet yang merangsang

asam lambung, dan juga untuk mengatasi rasa nyeri di ulu hati pasien yang kemungkinan berasal

dari lambung. Pada pasien ini telah terjadi atrial fibrilasi, pemberian digoxin sebagai golongan

inotropik positif dapat dipertimbangkan pada tahap awal terapi untuk memperbaiki kemampuan

jantung dalam memompakan darah serta mengontrol laju respon ventrikel, namun pemberian

digoxin juga harus disertai dengan pengawasan dikarenakan efek samping obat ini dapat

menyebabkan pasien menjadi aritmia, untuk mencegahnya dapat diberikan antidotum digoxin

yaitu gelatin. Pemberian laxadine sirup diberikan untuk memudahkan buang air besar, dimana

bila sulit akan meningkatkan beban kerja jantung saat otot-otot berkontraksi secara kuat pada

saat mengedan otot perut akan berkontraksi dan meningkatkan tekanan intraabdomen sehingga

terjadi gangguan venous return ke jantung.

Sklera pada mata yang berwarna kuning dan hipoalbumin yang terjadi pada pasien ini

kemungkinan disebabkan telah terjadi kongestif hati sebagai akibat bendungan sirkulasi pada

vena cava inferior. Terjadinya kongestif pada hati akan mengakibatkan fungsi hati juga ikut

terganggu, fungsi hati sebagai ekskresi yang terganggu akan menyebabkan kadar bilirubin yang

meningkat sehingga akan memberikan warna kuning pada jaringan (sklera mata). Salah satu

fungsi hati lainnya dalam metabolisme protein yang menghasilkan protein plasma berupa

albumin juga akan ikut terganggu sehingga terjadi hipoalbumin pada pasien ini. Selain itu, dapat

juga dipikirkan bahwa hipoalbumin yang terjadi bukan hanya disebabkan kongestif hati yang

terjadi tapi dikarenakan malnutrisi yang terjadi pada pasien ini, mengingat penyakit gagal

jantung merupakan penyakit yang kronis. Untuk penatalaksanaan dengan pemberian albumin,

pada pasien ini tidak diberikan karena indikasi pada pemberian albumin adalah < 2 g/dl.

Pemberian diet dengan tinggi protein akan membantu untuk menaikkan albumin pada pasien ini.

Prognosis ditegakkan berdasarkan dari kemampuan pompa jantung untuk kompensasi

serta perbaikan gejala klinik setelah di terapi.

Untuk menentukan kemampuan pompa jantung diperlukan untuk melihat ejaksi fraksi

dari jantung yang ditegakkan dengan echochardiography serta gejala klinis, sedangkan untuk

memperkuat diagnosa RHD maka direncanakan untuk dilakukan pemeriksaan ASTO,

Rheumatoid Faktor dan C-reactive protein (CRP) . Secara klinis, pada pasien ini terdapat

perbaikan sehingga prognosis quo ad vitam adalah dubia ad bonam. Tetapi secara fungsional,

Page 5: GJ ET CAUSA PJR

pada penyakit jantung rematik telah terjadi kerusakan katup yang permanen sehingga prognosis

quo ad fungsionam adalah dubia ad malam.


Top Related