Download - FISTAN ACARA 2
ACARA II
PERBANDINGAN ANTAR KULTIVAR
I. TUJUAN
Mengamati dan mengetahui perbedaan keragaan fisiologis antara dua varietas jagung
(Zea mays).
II. TINJAUAN PUSTAKA
Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting,
selain gandum dan padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah dan
Selatan, jagung juga menjadi alternatif sumber pangan di Amerika Serikat. Penduduk
beberapa daerah di Indonesia (misalnya di Madura dan Nusa Tenggara) juga menggunakan
jagung sebagai pangan pokok. Selain sebagai sumber karbohidrat, jagung juga ditanam
sebagai pakan ternak (hijauan maupun tongkolnya), diambil minyaknya (dari biji), dibuat
tepung (dari biji, dikenal dengan istilah tepung jagung atau maizena), dan bahan baku
industri (dari tepung biji dan tepung tongkolnya). Tongkol jagung kaya akan pentosa, yang
dipakai sebagai bahan baku pembuatan furfural. Jagung yang telah direkayasa genetika juga
sekarang ditanam sebagai penghasil bahan farmasi (Anonim, 2010).
Jenis jagung dapat diklasifkasikan berdasarkan : i). sifat biji dan endosperm, ii).
Warna biji, iii). Lingkungan tempat tumbuh, iv). Umur panen, dan v). dan kegunaan. Jenis
jagung berdasarkan lingkungan tempat tumbuh meliputi : dataran rendah tropik, dataran
rendah sub tropik dan mid altittude, dan dataran tinggi tropik. Jenis jagung berdasarkan
umur panen dikelompokan menjadi dua yaitu jagung umur genjah dan umur dalam.
Berdasarkan komposisi genetiknya jagung dapat dibedakan menjadi dua yaitu jagung
hibrida(hibrida) dan jagung bersari bebas (Hardman dan Gunsolus, 1998).
Perkembangan tanaman dan pembungaan tanaman dipengaruhi oleh panjang hari
dan suhu, pada hari pendek tanaman lebih cepat berbunga. Banyak kultivar tropika tidak
akan berbunga di wilayah iklim sedang sampai panjang hari berkurang hingga kurang dari
13 atau 12 jam. Pada hari panjang, jagung tropika ini tetap vegetatif dan kadang-kadang
dapat mencapai tinggi 5-6 m sebelum tumbuh bunga jantan (Rubatzky dan Yamaguchi,
1998).
Untuk mendapatkan hasil tanaman yang tinggi adalah dengan menggunakan kultivar
yang mampu beradaptasi di beberapa daerah. Kultivar-kultivar akan menunjukkan hasil
yang berbeda tergantung dengan kondisi tanah dan iklim pada wilayah satu dengan yang
lain, sehingga dapat disimpulkan kultivar yang mampu beradaptasi di berbagai wilayah
(Saruhan et al., 2007).
Salah satu faktor pembatas utama terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman
khususnya tanaman jagung pada lahan kering yang tidak bereaksi masam di daerah tropis
basah adalah keracunan Al. Keracunan Al dapat menyebabkan kerusakan dan terhambatnya
pertumbuhan akar tanaman. Salah satu pilihan untuk mengatasi keracunan Al adalah
penggunaan varieatas yang teggang. Sampai saat ini baru varietas Artasena yang telah
dilepas sebagai varietas yang beradaptasi baik pada tanah masam. Oleh karena itu
dibutuhkan varietas baru yang dapat dijadikan pilihan dalam mengembangkan tanaman
jagung di lahan kering masam (Syafrudin dan Trikoesoemaningtyas, 2006).
Kalium adalah unsur yang sangat berperan dalam proses fotosintesis maupun
translokasi hasil fotosintesis (fotosintat) keluar daun. Pada tanaman jagung hibrida ternyata
peningkatan bobot tongkol dan kandungan gula dalam biji seiring dengan meningkatnya
efisiensi proses fotosintesis maupun laju translokasi fotosintat ke bagian tongkol. Laju
pertumbuhan tongkol sebagai dasar kekuatan organ pengguna dan penampung hasil
fotosintat sangat ditentukan oleh unsur kalium (Wijaya dan Wahyuni, 2007).
III. METODE PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Praktikum Fisiologi Tanaman Acara 2 yang berjudul Perbandingan antar Kultivar ini
dilaksanakan pada hari Selasa, 23 Oktober 2012, di lahan milik petani di daerah Kotagede,
Yogyakarta. Adapun bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah hamparan
pertanaman jagung (Zea mays). Sedangkan, alat-alat yang digunakan adalah timbangan,
penggaris, gunting, oven, hand counter, dan alat tulis. Perlakuan yang dilakukan pada
praktikum ini adalah perbedaan dua kultivar jagung, yaitu jagung lokal dan jagung hibrida.
Cara kerja pada praktikum ini adalah lahan pertanaman jagung (Zea mays) yang akan
diamati disiapkan. Lahan pertanaman jagung yang harus disiapkan meliputi lahan
pertanaman jagung hibrida dan jagung lokal. Kemudian, diambil 6 tanaman sampel dari
kedua lahan tersebut untuk diamati lebih lanjut yang meliputi 3 tanaman sampel jagung
hibrida dan 3 tanaman sampel jagung lokal. Variabel pengamatan meliputi tinggi tanaman,
jumlah daun per tanaman, luas daun per tanaman, bobot kering total, jumlah tongkol per
tanaman, jumlah biji per tongkol, dan bobot kering biji per tanaman. Dari hasil
pengamatan,kemudian dihitung LAI, NAR, RGR, dan HI. Kemudian, dilakukan analisis
dengan uji t dengan α=5% pada setiap variabel dan analisis pertumbuhan. Selanjutnya,
dibuat persamaan regresi antara LAI dengan NAR, LAI dengan RGR, dan LAI dengan HI.
Setelah itu, dibuat grafik tinggi tanaman, luas daun, jumlah daun, serta histogram berat
kering total dan bobot kering biji per tanaman.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. Jagung. <http://id.wikipedia.org/wiki/Jagung.html>. Diakses pada 20 Oktober 2012.
Hardman dan Gunsolus, 1998. Corn Growth and Development. University of Minesota.
Rubatzky, V. E., dan M, Yamaguchi, 1998. Sayuran Dunia I. Prinsip Produksi dan Gizi. Institut Teknologi Bandung – Press. Bandung.
Syafrudin, Soepandi Dyadi, dan Trikoesoemaningtyas, 2006. Ketenggangan genotip jagung (zea mays) terhadap cekaman alumunium. Buletin Agronomi. 34 :1-10.
Saruhan, V., I. Gul, dan C. Akinci. 2007. A study of adaptation of some corn cultivars as grown second crop. Asian J. Plant Sci. 6: 326-331.
Wijaya dan S. Wahyuni. 2007. Respon tanaman jagung manis (Zea mays Var. saccharata Sturt) kultivar hawaian super manis pada berbagai takaran pupuk kalium. Jurnal Agrijati6:42-47.
IV. HASIL PENGAMATAN
Tabel hasil pengamatan pertumbuhan tananam antar kultivar tanaman jagung
Variabel
jenisketeranganJagung
hibridaJagung Lokal
Tinggi tanaman(cm) 276,556 148,878 *Jumlah daun 9,889 6,889 *luas daun (dm2) 43,637 9,136 *sudut daun 34,387 46,953 *
jumlah tongkol 1 1 NS
Baris per tongkol 13,556 6,667 *Jumlah biji per tongkol 254 65,667 *Berat kering total (gr) 178,676 44,137 *
Berat kering biji gr) 26,732 0,938 *
Tabel analisis pertumbuhan jagung hibrida korban dua
variabelJagung hibrida
korban 2
LAI 276,556
NAR 9,889
CGR 43,637
HI 34,387
V. PEMBAHASAN
Kultivar adalah tanaman yang telah diseleksi kemudian dibudidayakan dan diberi nama
yang unik berdasarkan perbedaan karakteristik, biasanya digunakan untuk menjelaskan
beberapa tanaman ketika dipropagasi menahan karakternya. Kultivar adalah bagian dari
tanaman (spesies, hasil perkawinan, dll) yang dibudidayakan.
Jagung merupakan tanaman semusim, yang tinggi, teap, biasanya dengan batang
tunggal yang dominan, walaupun mungkin ada beberapa cabang pangkal (anakan) pada
beberapa genotipa dan lingkunga. Kedudukan daunnya distik (dua baris daun tunggal yang
keluar dalam kedudukan berselang), dengan pelepah-pelepah daun yang saling bertumpang
tindih dan daun-daunnya lebar yang relatif panjang. Jagung merupakan salah satu spesies
pertama yang ditunjukkan memiliki lintasa fotosintesis asam dikarboksilat C4. Epidermis
bdaun bagian atas biasanya berambut halus dan mempunyai baris-baris sel mmbuyar
berbentuk gelembung (buliform) yang, dengan perubahan turgor, menyebabkan daun-daun
menggulung atau membuka. Permukaan daun bagian bawah glabrus (tanpa rambut-rambut)
dan biasanya mempunyai agak lebih banyak stomata daripada permukaan bagian atas.
Kemiringan daun dangat bervariasi antar genotipa dan kedudukan daun, yang berkisar dari
hampi datar sampai tegak dalam satu mutan (tanpa lidah daun).
Pengujian kultivar ini mutlak dilakukan untuk mengamati dan mengetahui
perbedaan keragaan fisiologis antara beberapa kultivar tanaman, dan untuk membantu
dalam proses pemilihan suatu kultivar yang sesuai serta dipandang dapat meningkatkan
hasil secara nyata baik kualitatif maupun kuantitatif. Pemilihan kultivar hibrida dapat
dilakukan apabila kita mengetahui sifat-sifat dari kultivar-kultivar hibrida tersebut. Untuk
mengetahui sifat-sifat yang ada pada suatu kultivar, maka perlu dilakukan tes kultivar pada
beberapa kultivar, sehingga nantinya kita dapat membandingkan dan memilih kultivar
mana yang akan digunakan dalam budidaya pertanian. Dalam budidaya pertanian, salah
satu aspek yang dipertimbangkan adalah penggunaan kultivat-kultivar hibrida yang akan
memberi jaminan atau kepastian untuk mendapatkan produksi serta hasil yang tertinggi.
Dalam praktikum ini dianalisis sifat morfologi dari kutivar hibrida dan kultivar
lokal sehingga dapat diketahui pengaruh sifat morfologi dari kedua kultivar itu terhadap
hasil. Perbedaan seperti apakah yang menyebabkan kultivar hibrida bisa memberikan hasil
yang optimal. Selain itu dengan mengetahui perbedaan morfologi tersebut dapat dijadikan
acuan untuk mendapatkan kultivar yang lebih baik lagi dengan memperoleh kultivar yang
mempunyai morfologi yang mendukung.
Pertama dilihat perbedaan tinggi tanamannya, dari hasil analisis varian dan uji
DMRT diperoleh perbedaan nyata yang signifikan. Kultivar hibrida jauh lebih tinggi
dibandingkan kultivar lokal. Dengan mempunyai tinggi tanaman yang lebih besar
memberikan keuntungan tersendiri bagi jagung hibrida. Apabila batang pendek maka akan
menyebabkan penutupan yang dilakukan daun paling atas terhadap daun dibawahnya
sehingga daun yang berada di bawah tersebut tidak dapat melakukan fotointesis secara
optimal. Sehingga menyebabkan penimbunan asimilat untuk tongkol ataupun untuk organ-
organ yang lain akan berkurang. Jadi, untuk sampai saat ini tanaman jagung dibuat
tanaman yang kekar dan tinggi.
Kultivar hibrida mempunyai diameter batang yang lebih besar sehingga pada
analisis diperoleh hasil beda nyata anatar kultivar hibrida dan lokal. Batang dengan
diameter yang lebih besar akan meneyebabka jaringan pengangkutan lebih besar sehingga
penyerapan air bisa lebih banyak. Dengan diameter yang lebih besar juga menyebabkan
tanaman kokoh dan tidak mudah tumbang ketika ada keadaan cuaca yang tidak
menguntungkan. Dan juga dengan diameter batang yang lebih besar akan menyebabkan
tinggi tanaman lebih besar dan dapat menopang tongkol jagung yang lebih besar pula.
Besar tongkol ini disebakan oleh hara dan air yang banyak dengan didukung fotosintesis
daun yang optimal.
Jika diamati dari sudut daun masing-masing kultivar jagung, maka dapat dilihat
bahwa sudut daun jagung lokal lebih besar dibandingkan dengan jagung hibrida. Ini
berdampak pada jumlah sinar matahari yang akan didapat oleh daun-daun sebelah bawah
pada tajuk tanaman. Jumlah daun pada jagung lokal lebih sedikit dan anakannya pun
tumbuh lebih sedikit karena cahaya matahari yang diterima dalam suatu tajuk tidak merata.
Sudut daun yang besar menyebabkan daun sebelah bawah dari tajuk akan tenaungi. Ini
berdampak negatif bagi daun disebelah bawah karena tidak mendapatkan energi cahaya
matahari yang cukup untuk melakukan fotosintesis. Jika dibandingkan dengan jagung
hibrida yang memiliki sudut daun yang lebih sedikit, maka proses fotosintesis pada jagung
hibrida akan berlangsung secara baik dan merata diseluruh tajuk tanaman karena daun
sebelah atas tidak menaungi daun dibawahnya.
Ukuran tongkol yang lebih besar pada jagung lokal secara langsung mempengaruhi
jumlah biji dalam tongkolnya. Jagung hibrida mempunyai kemampuan yang lebih dalam
menyimpan asimilat. Dengan mempunyai jumlah biji per tongkolnya lebih banyak akan
menambah nilai ekonomisnya. Perbedaan jumlah biji per tongkol tersebut secara otomatis
akan menyebabkan perbedaan jumlah biji pertanaman karena juga diperoleh bahwa jumlah
tongkolnya sama untuk kedua tanaman tersebut.
Terdapat perbedaan yang nyata pada berat kering total tanaman. Hal ini disebabkan
karena fotosintesis pada tanaman jagung hibrida lebih optimal dengan dukungan kondisi
morfologi tanaman yang mendukung seperti tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun, dan
kedudukan daun.
Luas daun kedua tanaman jagung tersebut juga menunjukkan perbedaan nyata
dengan lebih luasnya daun jagung hibrida. Hal ini terjadi karena memang tanaman hibrida
mempunyai morfologi daun yang panjang dan lebar Luas daun ini berbanding lurus dengan
laju fotosintesis dari tanaman.
Pada percobaan ini dilakukan pengamatan terhadap beberapa variabel primer
tanaman, yaitu tinggi tanaman, jumlah daun, sudut daun, luas daun, jumlah tongkol, jumlah
baris pada tongkol, berat kering total, berat kering biji dan jumlah biji per tongkol. Selain
itu juga diamati LAI, NAR, CGR, dan HI.
Gambar 2.1. Histogram tinggi tanaman jagung dua varietas
Dapat dilihat dari histogram diatas, bahwa terlihat tinggi tanaman jagung hibrida
memiliki tinggi yang lebih dibandingkan jagung lokalan, jagung hibrida memiliki panjang
275,56 cm dan jagung varietas lokal mmiliki tinggi 148,8 cm. Hal ini memberikan
keuntungan bagi tanaman jagung varietas hibrida. Jagung hibrida mampu mengootimalkan
tinggi tanamannya terhadap penyerapan intensitas cahaya matahari dalam membantunya di
proses fotosintesis. Dengan kata lain jagung hibrida memiliki jumlah daun yang lebih
banyak dari pada jagung lokal, jagung lokal yang memiliki tinggi tanaman tidak begitu
tinggi, maka jarak antar daunnya semakin pendek, sehingga kemungkinan besar terjadi
penutupan daun yang atas terhadap daun yang bawah, hal ini mutual shading. Penutupan
daun yang atas terhadap daun yang bawah ini menyebabkan fotosintesis tidak terjadi secara
optimal, dan pertumbuhan tanaman tidak sebaik tanaman hibrida yang fotosintesisnya
berjalan dengan optimal.
.
Gambar 2.2. Histogram jumlah daun tanaman jagung dua varietas
Dari histogram diatas jumlah daun jagung hibrida berjumlah lebih banyak daripada
jumlah daun jagung lokal. Jumlah daun pada jagung hibrida adalah 9,89 sedangkan pada
jagung lokal 6,89. Perbedaan jumlah daun ini akan sangat berpengaruh pada produktivitas
tanaman jagung. Jumlah daun yang banyak akan mengakibatkan kapasitas sumber yang
banyak sehingga proses fotosintesis akan memiliki laju lebih baik daripada tanaman dengan
jumlah daun yang lebih sedikit. Dengan jumlah daun yang lebih banyak maka fotosintat
yang akan dihasilkan akan lebih banyak pula, selama belum mencapai LAI optimum.
.
Gambar 2.3. Histogram sudut daun tanaman jagung dua varietas
Pada histogram diatas sudut daun pada jagung lokal lebih besar dibandingkan
dengan sudut daun pada tanaman jagung hibrida. Sudut daun memiliki pengaruh terhadap
distribusi cahaya matahari pada tiap daun di tanaman tersebut. Pada jagung lokal, dengan
besarnya sudut daun, maka akan terjadi mutual shading, yaitu daun yang berada dibagian
bawah akan tertutupi oleh daun yang diatasnya, sehingga tidak dapat menerima intensitas
cahaya matahari yang optimal untuk melakukan fotosintesis. Sedangkan pada jagung
hibrida, kecilnya sudut daun akan menyebabkan penerimaan energi cahaya matahari pada
setiap daun akan lebih maksimal, sehingga laju fotosintesis lebih tinggi dan produktivitas
tanaman akan lebih baik.
Gambar 2.4. Histogram luas daun tanaman jagung dua varietas
Dapat dilihat dari histogram diatas, bahwa luas daun pada tanaman jagung hibrida
lebih luas dibanding jagung varietas lokal, pada jagung manis varietas hibrida luas daunnya
adalah 43,64 dm2, sedangkan luas daun jagung varietas lokal adalah 9,14 dm2. Menurut
teori luas daun mempengaruhi hasil fotosintat dari hasil fotosintesis tanaman,yang mana
luas daun yang lebih lebar akan mampu mendapatkan intensitas matahari yang optimal dan
laju fotosintesis berjalan dengan baik. Sedangkan pada tanaman jagung varietas lokal, luas
daunnya kecil, sehingga penyerapan energi dari matahari hanya berjumlah sedikit maka laju
fotosintesisnya sedikit lambat dari pada jagung varietas hibrida, dampaknya produktivitas
jagung lokal tidak optimal.
Gambar 2.5. Histogram jumlah tongkol tanaman jagung dua varietas
Dari histogram diatas, jumlah tongkol pada varietas jagung lokal dan hibrida
berjumlah sama, yaitu 1 tongkol per batang jagung. Walaupun jumlah tongkolnya sama,
jagung hibrida memiliki ukuran tongkol, berat, dan jumlah biji serta baris dalam tongkol
yang lebih banyak dibanding jagung lokal.
Gambar 2.6. Histogram jumlah baris per tongkol jagung dua varietas
Dapat dilihat dari histogram diatas, bahwa jumlah biji dalam tongkol tanaman
jagung hibrida memiliki jumlah yang jauh lebih banyak dibandingkan pada tanaman jagung
lokal, yaitu berjumlah 254 biji, sedangkan pada jagung lokal berjumlah 65,67 biji. Hal ini
disebabkan oleh luas dan banyaknya daun yang merupakan sumber pada tanaman untuk
melakukan fotosintesis kemudian kemampuan penyimpanan fotosintatnya disimpan di
lubuk yang dalam hal ini adalah biji pada tongkol. Artinya nilai ekonomi pada tanaman
jagung hibrida ini memiliki nili yang lebih tinggi bila dibandingkan tanman jagung varietas
lokal.
Gambar 2.7. Histogram jumlah biji per tongkol jagung dua varietas
Berdasarkan histogram diatas, dapat diamati bahwa jumlah biji dalam tongkol
tanaman jagung hibrida memiliki jumlah yang jauh lebih banyak dibandingkan pada
tanaman jagung lokal, yaitu berjumlah 254 biji, sedangkan pada jagung lokal berjumlah
65,67 biji. Dengan banyaknya jumlah biji ini maka akan meningkatkan nilai ekonomi
tanaman jagung hibrida dibandingkan jagung lokal. Banyaknya jumlah biji ini juga
didukung oleh luas dan banyaknya daun yang merupakan sumber/source pada tanaman
untuk melakukan fotosintesis dan fotosintatnya disimpan di lubuk yaitu biji pada tongkol.
Gambar 2.8. Histogram berat kering total tanaman jagung dua varietas
Berat kering total jagung hibrida juga menunjukkan hasil yang lebih baik daripada
varietas jagung lokal. Berat keringnya adalah 178,68 gr . Sedangkan berat kering jagung
lokal adalah 44,14 gr. Beratnya berat kering pada tanaman jagung hibrida disebabkan
jumlah biji per tongkol dan ukuran tongkol yang lebih besar. Berat kering mengindikasikan
bahwa penimbunan asimilat yang terjadi cukup baik. Sehingga dapat dikatakan bahwa
jagung hirida mempunyai kemampuan untuk menimbum fotosintat pada tongkol lebih
besar, kemampuan ini juga didukung dengan tanaman yang tinggi sehingga daun
mendapatkan distribusi cahaya yang lebih merata.
Gambar 2.9. Histogram berat kering biji tanaman jagung dua varietas
Sama dengan berat kering total, berat kering biji tanaman jagung hibrida
menunjukkan hasil yang jauh lebih besar dibanding berat kering biji pada jagung lokal.
Berat kering biji tanaman jagung hibrida adalah 26,73 gram, sedangkan berat kering jagung
lokal adalah 0,94 gram. Hal ini menandakan banyaknya penimbunan fotosintat pada
tanaman hibrida yang disebabkan luas dan banyaknya daun, serta penerimaan energi
matahari yang sangat baik dan mendukung untuk proses fotosintesis tanaman.
Berikut grafik regresi antara LAI vs NAR, LAI vs CGR, dan LAI vs HI pada
tanaman jagung hibrida
Gambar 2.10. grafik regresi LAI vs NAR pada tanaman jagung hibrida
Berdasarkan regresi diatas, didapat hubungan antara LAI dengan NAR dari
persamaan regresi y = 12,184x - 2,3655 dan R² = 0,1921. Hal ini menandakan bahwa pada
tanaman jagung hibrida, kenaikan LAI akan menyebabkan semakin tinggi NAR. Dengan
nilai LAI yang tinggi, makan jagung tanaman memiliki luas daun yang besar sehingga akan
mengoptimalkan penyerapan energi cahaya matahari yang akan digunakan untuk proses
fotosintesis. Dengan tingginya laju fotosintesis maka akan terbentuk asimilat yang tinggi
sehingga akan menyebabkan nilai NAR yang tinggi pula.
Gambar 2.11. grafik regresi LAI vs CGR pada tanaman jagung hibrida
Berdasarkan grafik regresi diatas, didapat regresi antara LAI dan CGR
persamaannya adalah y = 21,169x - 4,08141. Hal ini berarti pada jagung hibrida, semakin
naik nilai LAI juga akan diikuti oleh kenaikan CGR tanaman tersebut. Hal ini dikarenakan
tingginya nilai LAI yang merupakan cerminan dari luas daun yang tinggi, akan
menyebabkan penyerapan cahaya matahari yang maksimum, sehingga fotosintesis berjalan
semakin cepat. Oleh karena itu laju pertumbuhan tanaman atau CGR juga akan menjadi
semakin besar. Nilai R² = 0,193 masih jauh dari 1, hubungan antara LAI dan HI sangat
lemah atau bahkan hampir tidak ada. Atau bisa juga tidak cocok dianalisis dengan
persamaan regresi linier
Gambar 2.12. grafik regresi LAI vs HI pada tanaman jagung hibrida
Berdasarkan grafik regresi antara LAI dengan HI diatas, didapatkan persamaan
regresinya yaitu y = -0,523x + 0,2585. Hal ini berarti penaikan nilai LAI akan diikuti
dengan penurunan nilai HI. Seharusnya penaikan nilai LAI akan diikuti oleh peningkatan
nilai HI, dimana HI adalah perbandingan berat ekonomis dengan berat tanaman seluruhnya.
Hal ini dikarenakan semakin luasnya daun, maka fotosintat yang akan dihasilkan dan
disimpan di lubuk, yang pada tanaman jagung adalah biji didalam tongkol, yang merupakan
nilai ekonomis dari tanaman jagung, harusnya menjadi semakin berat sehingga HI nya
dapat bernilai tinggi pula. Akan tetapi pada hal ini, kenaikan LAI diikuti oleh penurunan HI
dikarenakan. Nilai R² = 0,0403 jauh dari 1 artinya, hubungan antara LAI dan HI sangat
lemah atau bahkan hampir tidak ada. Atau bisa juga tidak cocok dianalisis dengan
persamaan regresi linier
IV. KESIMPULAN
1. Kedua kultivar jagung memeperlihatkan perbedaan keragaan fisiologis yang
signifikan.
2. Kultivar hibrida secara umum mempunyai produkstifitas yang tinggi daripada
jagung loKal.
3. Perbedaan yang nyata terletak pada parameter : tinggi tanaman, jumlah daun, berat
kering total, sudut daun, jumlah biji/tongkol, berat kering biji, luas daun, berat
segar total.