Download - Diskusi Kasus Regional Anestesi
Diskusi Kasus : Regional Anestesia; Spinal Anestesia
pada Sectio CaesareaKEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU ANESTESIOLOGI
RSUD TARAKAN JAKARTAFAKULTAS KEDOKTERAAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
Periode: 11 November 2013 – 19 Januari 2014Email : [email protected]
Nama Mahasiswa : Hani Idzaida binti Ab Razak Tanda Tangan
Nim : 11.2012.218
Dr. Pembimbing / Penguji: Dr. Nur Syamsiani, SpAn .......................
PENDAHULUAN
Seperti diketahui oleh masyarakat bahwa setiap pasien yang akan menjalani tindakan
invasif, seperti tindakan bedah akan menjalani prosedur anestesi.
Obat untuk menghilangkan nyeri terbagi ke dalam 2 kelompok, yaitu analgetik dan
anestesi. Analgetik adalah obat pereda nyeri tanpa disertai hilangnya perasaan secara total.
Seseorang yang mengkonsumsi analgetik tetap berada dalam keadaan sadar. Analgetik tidak
selalu menghilangkan seluruh rasa nyeri, tetapi selalu meringankan rasa nyeri. Beberapa jenis
anestesi menyebabkan hilangnya kesadaran, sedangkan jenis yang lainnya hanya menghilangkan
nyeri dari bagian tubuh tertentu dan pemakainya tetap sadar.
Terdapat beberapa tipe anestesi, yang pertama anestesi total, yaitu hilangnya kesadaran
secara total, anestesi lokal -, yaitu hilangnya rasa pada daerah tertentu yang diinginkan (pada
sebagian kecil daerah tubuh), anestesi regional yaitu hilangnya rasa pada bagian yang lebih luas
dari tubuh oleh blokade selektif pada jaringan spinal atau saraf yang berhubungan dengannya.
Pembiusan lokal atau anestesi lokal adalah salah satu jenis anestesi yang hanya
melumpuhkan sebagian tubuh manusia dan tanpa menyebabkan manusia kehilangan kesadaran.
Obat bius jenis ini bila digunakan dalam operasi pembedahan, maka setelah selesai operasi
tidak membuat lama waktu penyembuhan operasi.
Diskusi Kasus: Regional Anestesia (Hani Idzaida 11.2012.218) 1
STUDI KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap : Ny. P.A
Umur : 39 tahun
Jenis Kelamin: Perempuan
Status Perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat: Panti Sosial Perlindungan Kebon Koyong, Tebet Barat
Tanggal Pemeriksaan:21 November 2013
Tanggal Masuk RS: 20 November 2013
No RM : 01163271
II. ANAMNESIS
Diambil dari : Autoanamnesis pada Ny. P.A pada saat os masuk RS dan alloanamnesis oleh
wakil petugas Panti Sosial Perlindungan.
Keluhan utama: Os datang dengan keluar air-air sejak 4 jam SMRS disertai mules.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Os datang melalui IGD, dengan rujukan dari PKM Kemayoran dengan G7P6A0,
hamil 36 minggu dengan kehamilan ganda. Os menyatakan mules-mules yang semakin
sering sejak 12 jam SMRS disertai keluarnya air dari kemaluan berwarna bening, tidak
disertai darah dan tidak berbau sejak 4 jam SMRS. Os menyatakan ini merupakan
kehamilan ke-7, dengan riwayat persalinan normal sebanyak 6 kali, tidak pernah
keguguran. Os menyatakan semua anaknya sehat, tidak ada yang meninggal. Menurut os,
os pernah di USG di RS Tarakan dengan hasil gemelli, hamil 36 minggu dengan
oligohidramnion dan suspek BBLR. Os merupakan pasien di panti Sosial Perlindungan
mengalami skizofrenia.
Riwayat Penyakit Penyerta : Skizofrenia (+) DM (-)Hipertensi (-). Asma (-), Alergi (-)
Habit : Tidak ada
Riwayat Operasi Sebelumnya: Tidak pernah
Diskusi Kasus: Regional Anestesia (Hani Idzaida 11.2012.218) 2
III. PEMERIKSAAN FISIK
1. Pemeriksaan umum
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Tanda-tanda vital :
Tekanan darah : 120/90 mmHg
Nadi : 100 x/menit
Suhu : 36°C
Frekuensi nafas : 18x/menit
Kepala : Normocephali, rambut distribusi merata, warna hitam, tidak mudah
rontok.
Mata : conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Leher : Tidak terlihat benjolan, tidak ada pembesaran KGB
Toraks : Simetris saat statis dan dinamis
Cor : BJ I dan BJ II reguler, gallop (-), murmur (-)
Pulmo : suara napas vesikuler +/+, wheezing (-), rhonki (-)
Abdomen : Buncit, bekas luka operasi (-)
: supel, tidak ada nyeri tekan , bising usus (+), bunyi patologis (-)
Ekstremitas : Akral hangat, nadi teraba kuat
Edema Sensitibiltas
- - + +
- - + +
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
LABORATORIUM
Tanggal 22/11/2013
Hematologi darah rutin
Pemeriksaan Nilai Nilai normal Unit
Hemoglobin 10,5 12,0-16,0 g/dlHematokrit 33,4 36-46 %Eritrosit 4,82 4-5 Juta/ul
Diskusi Kasus: Regional Anestesia (Hani Idzaida 11.2012.218) 3
Leukosit 12,500 4.100-10.900 /ulTrombosit 160.000 140.000-440.000 /ul
Hemostasis
Pemeriksaan Nilai Nilai normal Unit
Masa perdarahan 1’30” <5 menit menitMasa pembekuan 10 <15 menit menit
Kimia klinik
Pemeriksaan Nilai Nilai normal Unit
Gula darah sewaktu 118 <140 mg/dl
V. STATUS FISIK ASA :
1, E = Pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik, biokimia, normal, Emergency
VI. DIAGNOSA KERJA
G7P6A0 hamil 36 minggu, gemelli dengan oligohidramnion
VII. RENCANA TINDAKAN BEDAH
Sectio caesaria (SC) dan Tubektomi
VIII. RENCANA TEKNIK ANESTESI
Anestesi regional (spinal anestesi)
IX. INTRA OPERASI
Lama anestesi :09.45 - 10:45
Lama operasi : 09:50 - 10:45
Cara Pemberian
Dilakukan tindakan anestetik lokal dengan menggunakan Lidocaine 40mg/2ml
Tindakan anestesi spinal dilakukan pada L3-L4 dengan pasien pada posisi duduk.
Digunakan bupivakain 15mg dan fentanyl 25 mcg.
Pasien diberi oksigen 100% 2L/menit dengan nasal canule
Obat berikut dimasukkan secara intravena:
Ephedrine 25mg
Diskusi Kasus: Regional Anestesia (Hani Idzaida 11.2012.218) 4
Pitogin 20 IU
Methergin 600 mcg
Granisetron 3 mg
Ketorolac 30 mg
Observasi tanda-tanda vital dan saturasi oksigen selama operasi.
Cairan Masuk:
Ring As : 500 ml
Hes 130 : 500 ml
Cairan Keluar
Perdarahan kurang lebih 600 ml
Urin kurang lebih 200 ml
X. POST OPERASI
1. Pasca bedah di ruang pulih sadar
Keluhan pasien : Menggigil (+), mual (-), muntah (-), pusing (-), nyeri (+)
Pemeriksaan Fisik :
Kesadaran : 2 (sadar penuh)
Respirasi : 2 (dapat bernafas dalam)
Sirkulasi : 2 (Tekanan darah naik/turun berkisar 20%)
Warna kulit : 2 (merah muda, capirally refill <3 detik)
Aktivitas : 1 (2 anggota tubuh bergerak aktif/diperintah)
Terpasang cateter no 16, BAK spontan (+), urin warna kuning (+)
Tekanan darah 130/80 mmHg, CRT <2dtk.
2. Terapi pasca bedah
Infus : Futrolit (dalam 24 jam)
Medikamentosa :
Ketorolac :3x1 gr
Ondansetron :4mg
TINJAUAN PUSTAKA
Diskusi Kasus: Regional Anestesia (Hani Idzaida 11.2012.218) 5
Anestesi Regional ; Anestesi Spinal
Definisi
Anestesi regional adalah hambatan impuls nyeri suatu bagian tubuh sementara pada
impuls saraf sensorik, sehingga impuls nyeri dari satu bagian tubuh diblokir untuk sementara
(reversibel). Fungsi motorik dapat terpengaruh sebagian atau seluruhnya. Sedangkan pasien tetap
sadar.
Anestesi spinal ialah pemberian obat anestetik lokal ke dalam ruang subarackhnoid.
Anestesi spinal adalah salah satu metode anestesi yang diinduksi dengan menyuntikkan sejumlah
kecil obat anestesi lokal ke dalam cairan cerebro-spinal (CSF). Anestesi spinal/subaraknoid
disebut juga sebagai analgesi/blok spinal intradural atau blok intratekal. Anestesi spinal
dihasilkan bila kita menyuntikkan obat analgesik lokal ke dalam ruang subarachnoid di daerah
antara vertebra L3-L4 atau L4-L5. Untuk mencapai cairan serebrospinal, maka jarum suntik akan
menembus kulis subkutis Lig. Supraspinosum Lig. Interspinosum Lig. Flavum
ruang epidural durameter ruang subarachnoid.
Gambar 1 : Lokasi anestesi spinal
Diskusi Kasus: Regional Anestesia (Hani Idzaida 11.2012.218) 6
Gambar 2 : Anatomi dan struktur vertebra
Hal –hal yang mempengaruhi anestesi spinal ialah jenis obat, dosis obat yang digunakan,
efek vasokonstriksi, berat jenis obat, posisi tubuh, tekanan intraabdomen, lengkung tulang
belakang, operasi tulang belakang, usia pasien, obesitas, kehamilan, dan penyebaran obat.
Pada penyuntikan intratekal, yang dipengaruhi dahulu ialah saraf simpatis dan parasimpatis,
diikuti dengan saraf untuk rasa dingin, panas, raba, dan tekan dalam. Yang mengalami blokade
terakhir yaitu serabut motoris, rasa getar (vibratory sense) dan proprioseptif. Blokade simpatis
ditandai dengan adanya kenaikan suhu kulit tungkai bawah. Setelah anestesi selesai, pemulihan
terjadi dengan urutan sebaliknya, yaitu fungsi motoris yang pertama kali akan pulih.
Di dalam cairan serebrospinal, hidrolisis anestetik lokal berlangsung lambat. Sebagian
besar anestetik lokal meninggalkan ruang subaraknoid melalui aliran darah vena sedangkan
sebagian kecil melalui aliran getah bening. Lamanya anestesi tergantung dari kecepatan obat
meninggalkan cairan serebrospinal.
Kelebihan atau manfaat tehnik anestesi regional ini adalah
Diskusi Kasus: Regional Anestesia (Hani Idzaida 11.2012.218) 7
Pasien tetap sadar sehingga jalan nafas serta sistem respirasi tetap paten dan aspirasi isi
lambung tidak mungkin terjadi
Pemulihan pasca operasi lancer,tanpa komplikasi atau dengan efek sedasi yang minimal
Pengelolaan nyeri pascabedah karena blockade saraf yang dihasilkan dapat diperpanjang
Blockade saraf yg terhasil efektif mencegah perubahan metabolic dan endokrin akibat
pembedahan
Mengurangi jumlah perdarahan
Menurunkan angka komplikasi tromboemboli
Mengurangi tempoh waktu rawat inap
Indikasi Anestesi regional:
Bedah ekstremitas bawah
Bedah panggul
Tindakan sekitar rektum perineum
Bedah obstetric-ginekologi
Bedah urologi
Bedah abdomen bawah
Pada bedah abdomen atas dan bawah pediatric biasanya dikombinasikan dengan
anesthesia umum ringan
Kontra indikasi :
Tabel 1: Kontraindikasi absolut dan relative terhadap anestesi spinal
Absolut Relatif Pasien menolak Infeksi pada tempat suntikan Hipovolemia berat, syok Koagulapatia atau mendapat terapi
koagulan Tekanan intracranial meningkat Fasilitas resusitasi minim Kurang pengalaman tanpa didampingi
konsulen anestesi.
Infeksi sistemik Infeksi sekitar tempat suntikan Kelainan neurologis Kelainan psikis Bedah lama Penyakit jantung Hipovolemia ringan Nyeri punggung kronik
Diskusi Kasus: Regional Anestesia (Hani Idzaida 11.2012.218) 8
PERSIAPAN DAN PENILAIAN PRABEDAH
Anamnesis
Hal yang pertama harus dilakukan dalam persiapan pasien sebelum dilakukan tindakan
anestesi adalah menanyakan identitas pasien dan mencocokan dengan data pasien mengenai hari
dan bagian tubuh yang akan dioperas sebagai suatu langkah keselamatan paseni untuk
menghindari kesalahan tindakan anestesi dan pembedahan.
Riwayat tentang apakah pasien pernah mendapat anestesi sebelumnya sangatlah penting
untuk mengetahui apakah ada hal-hal yang perlu mendapatkan perhatian khusus, misalnya alergi,
mual-muntah, nyeri otot, gatal, atau sesak nafas pasca bedah, sehingga kita dapat merancang
anestesi berikutnya dengan lebih baik.
Selain itu harus ditanyakan juga riwayat penyakit sekarang dan dahulu, riwayat alergi,
riwayat penyakit dalam keluarga, dan riwayat sosial seperti kebiasaan merokok, minum
minuman beralkohol, kehamilan, dan obat-obatan.
Pemeriksaan fisik
Bagian ini menitikberatkan pada sistem kardiovaskular dan pernafasan; sistem tubuh
yang lain diperiksa bila ditemukan adanya masalah yang relevan dengan anesthesia pada
anamnesis. Pada akhir pemeriksaan fisik, jalan nafas pasien dinilai untuk mengenali adanya
potensi masalah.
1. Sistem kardiovaskular
Periksa secara khusus adanya tanda-tanda seperti aritmia, gagal jantung, hipertensi,
penyakit katup jantung, penyakit vascular perifer, Selain itu, penting juga untuk
melakukan pemeriksaan vena perifer untuk mengidentifikasi setiap masalah yang
berpotensi pada akses IV.
2. Sistem pernafasan
Periksa secara khusus adanya tanda-tanda seperti gagal nafas, ganguan ventilasi, kolaps,
konsolidasi, efusi pleura, suara nafas dan gangguan pernafasan. Jalan nafas semua pasien
harus dinilai untuk mencoba memprediksi apakah pasien akan sulit diintubasi.
Observasi anatomi pasien, amati:
Keterbatasan membuka mulut;
Diskusi Kasus: Regional Anestesia (Hani Idzaida 11.2012.218) 9
Mandibula yang mundur (receding mandible)
Posisi, jumlah, dan kesehatan gigi;
Ukuran lidah
Pembengkakan jaringan lunak didepan leher;
Deviasi laring atau trakea;
Keterbatasan fleksi dan ekstensi vertebra servikalis.
Temuan salah satu dari hal tersebut mengindikasikan bahwa intubasi mungkin akan lebih
sulit. Namun, harus diingat bahwa semua ini bersifat subjektif.
Pemeriksaan bedside sederhana
Kriteria Mallampati pasien, duduk tegak, diminta untuk membuka mulut mereka
dan menjulurkan lidah semaksimal mungkin. Gambaran struktur faring dicatat
dan digolongkan sebagai kelas I-IV (gambar 3). Kelas III dan IV mengindikasikan
intubasi sulit.
Gambar 3. Kriteria Mallampati
Jarak Tiromental pada kepala yang diekstensikan sejauh mungkin, diukur jarak
antara puncak tulang pada dagu dan penonjolan tulang rawan tiroid. Jarak <7cm
mengisyaratkan intubasi sulit.
Diskusi Kasus: Regional Anestesia (Hani Idzaida 11.2012.218) 10
Skor Wilson peningkatan berat badan, berkurangnya pergerakan kepala dan leher,
berkurangnya pembukaan mulut, dan adanya mandibula yang mundur atau gigi
tonggos merupakan predisposisi terjadinya peningkatan kesulitan intubasi
Tes Calder pasien diminta untuk memajukan mandibula sejauh mungkin.
Incisivus bagian bawah akan terletak di depan (anterior) atau sejajar atau
dibelakang (posterior) incisivus atas. Dua yang disebut terakhir mengindikasikan
berkurangnya lapan pandang laringoskop.
Tidak satupun dari tes ini, sendiri atau gabungan, akan memprediksi semua kesulitan
intubasi. Mallampati kelas III atau IV dengan jarak tiromental <7cm akan memprediksi
80% kesulitan intubasi. Apabila masalah sudah diantisipasi, anestesi harus direncakanan
sesuai dengan temuannya. Apabila terbukti sulit diintubasi, hal ini harus dicatat di tempat
yang jelas terlihat dalam catatan pasien dan pasien diberitahu.
3. Sistem saraf
Perlu dikenali adanya penyakit kronik sistem saraf pusat dan perifer, dan setiap tanda
adanya gangguan sensorik atau motorik dicatat. Harus diingat bahwa beberapa kelainan
akan mempengaruhi sistem kardiovaskular dan pernafasan; misalnya distrofia miotonika
dan sklerosis multiple.
4. Sistem muskuloskeletal
Catat setiap keterbatasan pergerakan dan deformitas bila pasien memiliki kelainan
jaringan ikat. Pasien yang mengidap penyakit rheumatoid kronik sangat sering
mengalami pengurangan massa otot, neuropati perifer, dan keterlibatan paru. Vertebra
servikalis dam sendi temporomandibular pasien perlu diperhatikan secara khusus.
ANESTESI SPINAL PADA SECTIO CAESAR
Pada proses kehamilan normal, tubuh akan beradaptasi terhadap perubahan fisiologis
yang terjadi. Perubahan fisiologis tersebut antara lain adanya peningkatan tekanan darah, volume
darah, tekanan darah perifer. Pada proses kehamilan, darah mengalir sekitar 625 ml melalui
plasenta per menit selama bulan terakhir kehamilan sehingga hal ini mengakibatkan terjadinya
peningkatan cardiac output sekitar 30 ke 40 persen di atas normal pada minggu ke 27. Sementara
Diskusi Kasus: Regional Anestesia (Hani Idzaida 11.2012.218) 11
denyut nadi akan meningkat menjadi 10 kali/ menit. Volume darah meningkat sekitar 40 % pada
kehamilan normal.
Teknik anestesi pada umumnya dibagi atas teknik anestesi general dan anestesi regional.
Anestesi general bekerja menekan aksis hipotalamus pituitari adrenal sedangkan anestesi
regional berfungsi untuk menekan transmisi impuls nyeri dan menekan saraf otonom eferen ke
adrenal.Umumnya pada tindakan seksio sesarea dilakukan teknik anestesi regional. Anestesi
regional yang dilakukan pada pasien obstetri adalah dengan teknik blok paraservikal, blok
epidural, blok sub arakhnoid, dan blok kaudal. Anestesi spinal (blok subarakhnoid) merupakan
pilihan utama dalam tindakan seksio sesarea. Alasan pemilihan anestesi spinal karena rendahnya
efek samping terhadap neonatus akan obat depresan, pengurangan risiko terjadinya aspirasi
pulmonal pada maternal, kesadaran ibu akan lahirnya bayi, dan yang paling penting adalah
pemberian opioid secara spinal dalam rangka penyembuhan nyeri pasca operasi.
Namun, pemberian anestesi spinal sering diikuti oleh komplikasi tertentu. Komplikasi
paling umum terjadi adalah hipotensi dimana dilaporkan pada literatur memiliki angka di atas
83%. Hipotensi tersebut terjadi dikarenakan adanya blokade saraf simpatis yang berakibat pada
penurunan resistensi vaskular sistemik dan perifer sehingga terjadi penurunan curah jantung.
Ada beberapa cara untuk mencegah terjadinya hipotensi pasca anestesi spinal yang telah
diteliti, karena memiliki efek yang membahayakan pada neonatus ataupun maternal. Prosedur
pergeseran uterin ke arah lateral merupakan salah satu prosedur tetap dalam mencegah hipotensi.
Strategi lain adalah preload cairan intravena, kompresi pada kaki dan vasopressor profilaksis.
Namun, sejauh ini tidak ada satu metode yang memberikan hasil yang memuaskan. Efedrin
merupakan salah satu vasopressor yang paling umum digunakan.
Persiapan analgesia spinal
Pada dasarnya persiapan untuk analgesia spinal seperti persiapan pada anastesia umum. Daerah
sekitar tempat tusukan diteliti apakah akan menimbulkan kesulitan,misalnya ada kelainan
anatomis tulang punggung atau pasien gemuk sekali sehingga tak teraba tonjolan prosesus
spinosus. Selain itu perlu diperhatikan hal-hal di bawah ini:
1. Informed consent: Mendapatkan persetujuan pasien untuk di anestesi
2. Pemeriksaan fisik: Tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan tulang punggung
Diskusi Kasus: Regional Anestesia (Hani Idzaida 11.2012.218) 12
3. Pemeriksaan laboratorium anjuran: Hb,Ht, Leukosit, trombosit, waktu perdarahan,
waktu pembekuan
Teknik analgesia spinal
Posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada garis tengah ialah posisi
yang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan di atas meja operasi tanpa dipindah lagi dan
hanya diperlukan sedikit perubahan posisi pasien. Perubahan posisi berlebihan dalam 30 menit
pertama akan menyebabkan menyebarnya obat.
1. Setelah dimonitor,tidurkan pasien misalkan dalam posisi lateral dekubitus. Beri bantal
kepala,selain enak untuk pasien juga supaya tulang belakang stabil. Buat pasien
membungkuk maximal agar processus spinosus mudah teraba.Posisi lain adalah duduk.
Duduk sedikit membungkuk dalam keadaan relaks,pasien tidak mengkakukan otot, dagu
rapat ke dada dengan kaki lurus di atas meja operasi.
Gambar 4 : Posisi pasien pada saat anestesi spinal
2. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua garis Krista iliaka,missal L2-L3,
L3-L4, L4-L5. Tusukan pada L1-L2 atau diatasnya berisiko trauma terhadap medulla
spinalis.
3. Sterilkan tempat tusukan dengan betadine atau alcohol.
4. Beri anastesi local pada tempat tusukan,misalnya dengan lidokain 1-2% 2-3ml
5. Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22G,23G,25G dapat
langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27G atau 29G dianjurkan
Diskusi Kasus: Regional Anestesia (Hani Idzaida 11.2012.218) 13
menggunakan penuntun jarum yaitu jarum suntik biasa semprit 10cc. tusukkan introduser
sedalam kira-kira 2cm agak sedikit kearah sefal,kemudian masukkan jarum spinal berikut
mandrinnya ke lubang jarum tersebut. Jika menggunakan jarum tajam (Quincke-
Babcock) irisan jarum (bevel) harus sejajar dengan serat duramater, yaitu pada posisi
tidur miring bevel mengarah ke atas atau ke bawah, untuk menghindari kebocoran likuor
yang dapat berakibat timbulnya nyeri kepala pasca spinal. Setelah resensi menghilang,
mandarin jarum spinal dicabut dan keluar likuor, pasang semprit berisi obat dan obar
dapat dimasukkan pelan-pelan (0,5ml/detik) diselingi aspirasi sedikit, hanya untuk
meyakinkan posisi jarum tetap baik. Kalau anda yakin ujung jarum spinal pada posisi
yang benar dan likuor tidak keluar, putar arah jarum 90º biasanya likuor keluar. Untuk
analgesia spinal kontinyu dapat dimasukan kateter..
6. Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah hemoroid (wasir)
dengan anestetik hiperbarik. Jarak kulit-ligamentum flavum dewasa ± 6cm.
Tinggi blok analgesia spinal
Faktor yang mempengaruhi:
Volume obat analgetik local: makin besar makin tinggi daerah analgesia
Konsentrasi obat: makin pekat makin tinggi batas daerah analgesia
Barbotase: penyuntikan dan aspirasi berulang-ulang meninggikan batas daerah analgetik.
Kecepatan: penyuntikan yang cepat menghasilkan batas analgesia yang tinggi. Kecepatan
penyuntikan yang dianjurkan: 3 detik untuk 1 ml larutan.
Maneuver valsava: mengejan meninggikan tekanan liquor serebrospinal dengan akibat
batas analgesia bertambah tinggi.
Tempat pungsi: pengaruhnya besar pada L4-5 obat hiperbarik cenderung berkumpul ke
kaudal(saddle blok) pungsi L2-3 atau L3-4 obat cenderung menyebar ke cranial.
Berat jenis larutan: hiperbarik , isobarik atau hipobarik
Tekanan abdominal yang meningkat: dengan dosis yang sama didapat batas analgesia
yang lebih tinggi.
Waktu: setelah 15 menit dari saat penyuntikan,umumnya larutan analgetik sudah menetap
sehingga batas analgesia tidak dapat lagi diubah dengan posisi pasien.
Diskusi Kasus: Regional Anestesia (Hani Idzaida 11.2012.218) 14
Obat-Obat Anestesi Spinal
Bupivakain
Bupivakain merupakan obat anestesi lokal dengan rumus bangun sebagai berikut : 1-
butyl-N-(2,6-dimethylphenyl)-piperidecarboxamide hydrochloride. Bupivakain adalah
derivat butil dari mepivakain yang kurang lebih tiga kali lebih kuat daripada asalnya. Obat ini
bersifat long acting dan disintesa oleh BO af Ekenstem dan dipakai pertama kali pada tahun
196312. Secara komersial bupivakain tersedia dalam 5 mg/ml solutions. Dengan
kecenderungan yang lebih menghambat sensoris daripada motoris menyebabkan obat ini
sering digunakan untuk analgesia selama persalinan dan pasca bedah16.
Pada tahun-tahun terakhir, larutan bupivakain baik isobarik maupun hiperbarik telah
banyak digunakan pada blok subrakhnoid untuk operasi abdominal bawah. Pemberian
bupivakain isobarik, biasanya menggunakan konsentrasi 0,5%, volume 3-4 ml dan dosis total
15-20 mg, sedangkan bupivakain hiperbarik diberikan dengan konsentrasi 0,5%, volume 2-
4ml dan total dosis 15-22,5 mg. Bupivakain dapat melewati sawar darah uri tetapi hanya
dalam jumlah kecil. Bila diberikan dalam dosis ulangan, takifilaksis yang terjadi lebih ringan
bila dibandingkan dengan lidokain. Salah satu sifat yang paling disukai dari bupivakain
selain dari kerjanya yang panjang adalah sifat blockade motorisnya yang lemah.
Toksisitasnya lebih kurang sama dengan tetrakain16. Bupivakain juga mempunyai lama kerja
yang lebih panjang dari lignokain karena mempunyai kemampuan yang lebih besar untuk
mengikat protein. Untuk menghilangkan nyeri pada persalinan, dosis sebesar 30 mg akan
memberikan rasa bebas nyeri selama 2 jam disertai blokade motoris yang ringan. Analgesik
paska bedah dapat berlangsung selama 4 jam atau lebih, sedangkan pemberian dengan tehnik
anestesi kaudal akan memberikan efek analgesik selama 8 jam atau lebih. Pada dosis 0,25 –
0,375 % merupakan obat terpilih untuk obstetrik dan analgesik paska bedah. Konsentrasi
yang lebih tinggi (0,5 – 0,75 %) digunakan untuk pembedahan. Konsentrasi infiltrasi 0,25 -
0.5 %, blok saraf tepi 0,25 – 0,5 %, epidural 0,5 – 0,75 %, spinal 0,5 %. Dosis maksimal
pada pemberian tunggal adalah 175 mg. Dosis rata-ratanya 3 – 4 mg / kgBB.
Fentanyl
Fentanyl termasuk obat golongan analgesik narkotika. Analgesik narkotika digunakan
sebagai penghilang nyeri. Dalam bentuk sediaan injeksi IM (intramuskular) Fentanyl
Diskusi Kasus: Regional Anestesia (Hani Idzaida 11.2012.218) 15
digunakan untuk menghilangkan sakit yang disebabkan kanker. Menghilangkan periode sakit
pada kanker adalah dengan menghilangkan rasa sakit secara menyeluruh dengan obat untuk
mengontrol rasa sakit yang persisten/menetap. Obat Fentanyl digunakan hanya untuk pasien
yang siap menggunakan analgesik narkotika.
Fentanyl bekerja di dalam sistem saraf pusat untuk menghilangkan rasa sakit. Beberapa
efek samping juga disebabkan oleh aksinya di dalam sistem syaraf pusat. Pada pemakaian
yang lama dapat menyebabkan ketergantungan tetapi tidak sering terjadi bila pemakaiannya
sesuai dengan aturan. Ketergantungan biasa terjadi jika pengobatan dihentikan secara
mendadak. Sehingga untuk mencegah efek samping tersebut perlu dilakukan penurunan dosis
secara bertahap dengan periode tertentu sebelum pengobatan dihentikan.
Aksi sinergis dari fentanyl dan anestesi lokal di blok neuraxial pusat (CNB)
meningkatkan kualitas analgesia intraoperatif dan juga memperpanjang analgesia
pascaoperasi. Durasi biasa pada efek analgesik adalah 30 sampai 60 menit setelah dosis
tunggal intravena sampai 100 mcg (0,1 mg). Dosis injeksi Fentanyl 12,5 µg menghasilkan
efek puncak, dengan dosis yang lebih rendah tidak memiliki efek apapun dan dosis tinggi
meningkatkan kejadian efek samping.
Komplikasi anestesia spinal
Komplikasi analgesia spinal dibagi menjadi komplikasi dini dan komplikasi delayed. Komplikasi
berupa gangguan pada sirkulasi,respirasi dan gastrointestinal.
Komplikasi sirkulasi: Hipotensi terjadi karena vasodilatasi, akibat blok simpatis, makin
tinggi blok makin berat hipotensi. Pencegahan hipotensi dilakukan dengan memberikan
infuse cairan kristaloid(NaCl,Ringer laktat) secara cepat sebanyak 10-15ml/kgbb dlm 10
menit segera setelah penyuntikan anesthesia spinal. Bila dengan cairan infuse cepat
tersebut masih terjadi hipotensi harus diobati dengan vasopressor seperti efedrin
intravena sebanyak 25mg diulang setiap 3-4 menit sampai mencapai tekanan darah yang
dikehendaki. Bradikardia dapat terjadi karena aliran darah balik berkurang atau karena
blok simpatis,dapat diatasi dengan sulfas atropine 1/8-1/4 mg IV.
Komplikasi respirasi:
1. Analisa gas darah cukup memuaskan pada blok spinal tinggi,bila fungsi paru-paru
normal.
Diskusi Kasus: Regional Anestesia (Hani Idzaida 11.2012.218) 16
2. Penderita PPOM atau COPD merupakan kontra indikasi untuk blok spinal tinggi.
3. Apnoe dapat disebabkan karena blok spinal yang terlalu tinggi atau karena hipotensi
berat dan iskemia medulla.
4. Kesulitan bicara,batuk kering yang persisten,sesak nafas,merupakan tanda-tanda
tidak adekuatnya pernafasan yang perlu segera ditangani dengan pernafasan buatan.
Komplikasi gastrointestinal: Nausea dan muntah karena hipotensi,hipoksia,tonus
parasimpatis berlebihan,pemakaian obat narkotik,reflek karena traksi pada traktus
gastrointestinal serta komplikasi delayed,pusing kepala pasca pungsi lumbalmerupakan
nyeri kepala dengan cirri khasterasa lebih berat pada perubahan posisi dari tidur ke posisi
tegak. Mulai terasa pada 24-48jam pasca pungsi lumbal,dengan kekerapan yang
bervariasi. Pada orang tua lebih jarang dan pada kehamilan meningkat.
Retentio urine: Fungsi kandung kencing merupakan bagian yang fungsinya kembali paling
akhir pada analgesia spinal, umumnya berlangsung selama 24 jam. Kerusakan saraf
permanen merupakan komplikasi yang sangat jarang terjadi.
Pencegahan:
1. Pakailah jarum lumbal yang lebih halus
2. Posisi jarum lumbal dengan bevel sejajar serat duramater
3. Hidrasi adekuat,minum/infuse 3L selama 3 hari
Pengobatan:
1. Posisi berbaring terlentang minimal 24 jam,kepala tidak boleh diangkat, boleh miring
kanan kiri.
2. Hidrasi adekuat
3. Hindari mengejan
4. Bila cara diatas tidak berhasil berikan epidural blood patch yakni penyuntikan darah
pasien sendiri 5-10ml ke dalam ruang epidural.
Diskusi Kasus: Regional Anestesia (Hani Idzaida 11.2012.218) 17
Anastetik local untuk analgesia spinal
Berat jenis cairan cerebrospinalis pada 37 derajat celcius adalah 1.003-1.008. Anastetik
local dengan berat jenis sama dengan css disebut isobaric. Anastetik local dengan berat jenis
lebih besar dari css disebut hiperbarik. Anastetik local dengan berat jenis lebih kecil dari css
disebut hipobarik.
Anastetik local yang sering digunakan adalah jenis hiperbarik diperoleh dengan
mencampur anastetik local dengan dextrose. Untuk jenis hipobarik biasanya digunakan tetrakain
diperoleh dengan mencampur dengan air injeksi.
Anestetik local yang paling sering digunakan:
Lidokaine(xylobain,lignokain) 2%: berat jenis 1.006, sifat isobaric, dosis 20-100mg (2-
5ml)
Lidokaine(xylobain,lignokaine) 5% dalam dextrose 7.5%: berat jenis 1.003, sifat
hyperbaric, dose 20-50mg(1-2ml)
Bupivakaine(markaine) 0.5% dlm air: berat jenis 1.005, sifat isobaric, dosis 5-20mg
Bupivakaine(markaine) 0.5% dlm dextrose 8.25%: berat jenis 1.027, sifat hiperbarik,
dosis 5-15mg(1-3ml)
Penyebaran anastetik local tergantung:
Tabel 2: Faktor yang mempengaruhi penyebaran anestetik lokal
Faktor Utama Faktor Tambahana. berat jenis anestetik local(barisitas)b. posisi pasienc. Dosis dan volume anestetik local
a. Ketinggian suntikanb. Kecepatan suntikan/barbotasec. Ukuran jarumd. Keadaan fisik pasiene. Tekanan intra abdominal
Lama kerja anestetik local tergantung:
1. Jenis anestesi local
2. Besarnya dosis
3. Ada tidaknya vasokonstriktor
4. Besarnya penyebaran anestetik local
Diskusi Kasus: Regional Anestesia (Hani Idzaida 11.2012.218) 18
Komplikasi tindakan
Hipotensi berat: Akibat blok simpatis terjadi venous pooling. Pada dewasa dicegah
dengan memberikan infus cairan elektrolit 1000 ml atau koloid 500 ml sebelum tindakan.
Bradikardia: Dapat terjadi tanpa disertai hipotensi atau hipoksia,terjadi akibat blok
sampai T-2
Hipoventilasi: Akibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat kendali nafas
Trauma pembuluh saraf
Trauma saraf
Mual-muntah
Gangguan pendengaran
Blok spinal tinggi atau spinal total
Komplikasi pasca tindakan
Nyeri tempat suntikan
Nyeri punggung
Nyeri kepala karena kebocoran likuor
Retensio urine
Meningitis
Diskusi Kasus: Regional Anestesia (Hani Idzaida 11.2012.218) 19
DAFTAR PUSTAKA
1. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi 2. Jakarta:
Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2002.
2. William H.E, Michael T.B, Davison J.K, Kenneth L.H, Carl Rosow et al. Clinical
anesthesia of the Massachusetts General Hospital 6th edition: Lippicott Williams and
Wilkins: 2002
3. Zunilda D.S, Elysabeth. Anestetik umum. Dalam Farmakologi dan terapi edisi 5:
Departemen Farmakologi Dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2007.
4. Ronald DM, Manuel CP. Basics of anesthesia. 6th edition. Philadelphia: Elsevier; 2011.
5. G Edward M, Maged SM, Michael JM. Clinical anaesthesiology. 4 th edition. USA:
McGraw-Hill; 2006.p.187-9.
Diskusi Kasus: Regional Anestesia (Hani Idzaida 11.2012.218) 20