Download - CSS Neuropathy Group B
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
SISTEM SARAF TEPI
Fungsi sistem saraf perifer (saraf spinal, saraf kranial, saraf otonom) adalah membawa
impuls dari dan ke system saraf pusat. Impuls-impuls tersebut mengatur aktifitas motoris,
sensoris dan otonom.
Sistem saraf perifer terdiri dari semua struktur saraf yang berada di luar membran pial
medulla spinalis dan batang otak, kecuali saraf optic dan bulbus olfaktorius yang merupakan
bagian dari otak.
Distribusi saraf tepi (saraf spinal, cranial dan saraf otonom) tersebar luas di seluruh
tubuh, maka setiap gangguannya akan memberikan ciri-ciri tertentu.1
23
24
PENYAKIT KELAINAN SARAF TEPI
Definisi
Adalah kelainan saraf yang ditandai dengan paralysis yang bersifat flasid, atrofi, dan
hipotoni dan hilang atau menurunnya refleks fisiologis.2,3
Patomekanisme Kelainan Saraf Tepi
Kecederaan (injury) bisa berlaku pada: axon, myelin sheath, cell body, supporting connective
tissue dan pembuluh darah yang menyuplai saraf.
Tiga proses patologi yang mungkin adalah:
I. Degenerasi Wallerian : kelainan pada myelin akson saraf tepi.
Pada bagian distal kelainan (injury) akson akan disintergrasi dan myelin akan
berpecah membentuk globules. Nerve end akan mengalami regenerasi. Basement
membrane sel schwann survive dan akan bertindak sebagai otot skeleton sepanjang
axon regrows.
II. Demyelinisasi segmental : kelainan pada myelin saraf tepi.
Destruksi pada myelin sheath tanpa axonal damage. Lesi primary akan efek sel
schwann. Penyembuhan baik.
III. Degenerasi aksonal : kelainan pada akson saraf tepi.
Damage pada sel bodies atau pada axon akan memberi efek pada viabilitas
axon dimana akan ‘die back’ dari periperal. Kehilangan myelin sheath berlaku
seterusnya. Recoverynya lambat karena axon harus regenerasi.2,3
25
Manifestasi Klinis
Sistem motorik :
o Kelainan pada fungsi motor(impairment) – parese/ plegi
o Paralysis yang bersifat flaksid
o Atrofi
o Menurun atau hilangnya refleks tendon
Refleks fisiologi
o Hilang atau turun
Sistem sensorik
o Fenomena negative : hipestesi, hilangnya sensasi raba, temperature dan arah
gerak/posisi
o Fenomena positif : parestesia, hiperalgesia, dysestesia, ataxia, tremor, rasa tidak
nyaman, rasa nyeri, rasa terbakar, nyeri
Sistem otonom
o Anhidrosis / hiperhidrosis
o Hipotensi ortostatik
o Postural syncope
o Rasa dingin kedua kaki
o Impotence
o Gangguan bowel dan bladder sphincters
o Gangguan pada sekresi saliva, airmata, keringat.3,4
26
Tipe Kelainan Saraf Tepi
A. Polineuropati
B. Mononeuropati
ulnar neuropati
carpal tunnel syndrome
tarsal tunnel syndrome
cranial mononeuropati
C. Mononeuropati multiplex (multifokal neuropati)
D. Kategori special neuropati
Diabetik neuropati
Neuropati dengan infeksi HIV
Neuropati dengan Lyme disease
Herpes zoster
Leprous neuritis.2
27
A. NEUROPATHY
Definisi
Adalah suatu keadaan di mana terdapat gangguan fungsi dan atau struktur dari saraf tepi.3
Etiologi
1. Infeksi (lepra, herpes zoster)
2. Intoksikasi (pestisida, isoniazid)
3. Trauma
4. Tumor ekstrinsik/ intrinsik
5. Gangguan vaskuler (vaskulitis, arteriosklerosis
6. Genetik
7. Gangguan imunologik (Sindrom Guillain Barre)
8. Gangguan metabolik
9. Idiopatik.3
Klasifikasi
Secara patologik, neuropati dibagi atas dasar kelainan adanya aksonal degenerasi atau
demielinisasi segmental, tapi sering dua keadaan tersebut terdapat kesamaan. Gangguan saraf
tepi akibat trauma, menurut Seddon dapat dibagi atas Neurapraksia dimana hanya terdapat
gangguan fungsional saja. Axonotmesis, dimana hanya akson saja terputus, tapi sarung mielin
masih utuh. Neurotmesis dimana akson dan sarung mielin terputus. Pembagian ini bermakna
untuk tindakan dan prognosis.3
28
Secara klinis, neuropati dibagi atas:
1. Klinis dibagi atas:
- Polineuropati, bila banyak saraf tepi yang terkena, distribusi simetris dan bilateral.
- Mononeuripati, bila hanya satu saraf tepi yang terkena. Mononeuropati
multipleks, bila lebih dari satu saraf tepi yang terkena, namun distribusi tidak
simetris.
2. Menurut etiologi:
- Neuropati diabetika
- Neuropati uremika.
3. Menurut perjalanan penyakit mencapai puncak gejala atau pola waktu:
Perjalanan penyakit bervariasi:
- Akut
Bila dalam waktu 3 minggu mencapai puncak gejala, sesudah itu gejala menetap
atau berkurang dan berakhir dengan kesembuhan sempurna atau kecacatan
menetap.
- Subakut
Bila gejala berkembang dan mencapai puncaknya dalam waktu 3 minggu sampai
3 bulan.
- Kronik
Bila setelah 3 bulan gejala masih berlanjut, entah kapan mencapai puncak
gejalanya.
Klasifikasi ini berguna untuk menilai suatu neuropati masuk kategori yang mana dan
biasanya apa yang menjadi penyebabnya, sehingga diagnosa banding dapat
dipersempit.
29
4. Menurut distribusi anatomi dan otot yang lumpuh.
- Neuropati hanya dapat mengenai bagian proksimal saja dari ekstremitas.
- Neuropati hanya dapat mengenai bagian proksimal saja dari ekstremitas.
- Campuran.
5. Menurut tipe serabut yang terkena.
Neuropati dapat hanya mengenai serabut motorik saja atau predominan motorik
dengan serabut sensorik minimal atau sebaliknya, dimana yang predominan terkena
adalah serabut sensorik dengan minimal melibatkan serabut motorik, tapi tidak jarang
campuran keduanya. Kadang-kadang gejala yang menonjol adalah gangguan otonom
saja sehingga disebut sebagai neuropati otonom.
Tanda dan Gejala:
1. Kelumpuhan yang flaksid dengan a/tau tanpa atrofi.
2. Reflex tendon yang menurun atau menghilang.
3. Berbagai derajat gangguan sensibilitas dengan distribusi menurut inervasi saraf
tepi.
4. Berbagai derajat gangguan saraf otonom.2,3
Manifestasi Klinis
Gejala klinis bagi pasien-pasien dengan disfungsi nervus perifer adalah masalah pada
fungsi normal saraf perifer tersebut. Seperti pada fungsi sensorik, biasanya terdapat gejala
kehilangan fungsi (simtom negatif), yang disertai dengan kekebasan, tremor dan abnormalitas
cara berjalan.
30
Gejala pertambahan fungsi (simtom positif) termasuk kesemutan, nyeri, gatal dan
merangkak. Nyeri dapat menjadi cukup kuat sehingga perlu penggunaan opioid (narkotika)
obat (misalnya, morfin, oksikodon).
Kulit dapat menjadi begitu hipersensitif sehingga pasien dilarang menyentuh apa pun
bagian-bagian dari tubuh mereka, terutama kaki. Orang dengan tingkat sensitivitas ini tidak
dapat memakai kaus kaki atau sepatu, dan akhirnya menjadi tidak dapat keluar dari rumah.
Gejala motorik termasuk kehilangan fungsi (negatif) gejala kelemahan, kelelahan,
terasa berat, dan kelainan gaya berjalan, dan mendapatkan fungsi (positif) gejala kram,
tremor, dan muscle twitch.
Dari pemeriksaan fisik, pasien dengan neuropati perifer umum biasanya kehilangan
sensori distal atau motorik dan kehilangan sensori, meskipun mereka yang memiliki patologi
(masalah) pada saraf tepi dapat normal; mungkin menunjukkan kelemahan proksimal, seperti
pada neuropati inflamasi seperti Guillain- Barre syndrome, atau mungkin menunjukkan
gangguan fokal sensorik atau kelemahan, seperti di mononeuropati.
Diagnosis
Langkah diagnosis paling awal adalah
1. Apa pasien mengalami gangguan saraf tepi, hal ini dapat dilihat dari tanda dan gejala
yang ada,yaitu :
a. Kelumpuhan yang flacid dengan atau tanpa atrofi
b. Refleks tendon yang menurun atau menghilang
c. Gangguan sensibilitas menurut innervasi saraf tepi
d. Gangguan saraf otonom
31
2. Apa pasien mengalami polineuropati atau mononeuropati dan berdasarkan akut, subakut
dan kronik, dapat diduga kira-kira etiologinya apa.2
Mononeuropati PolineuropatiAkut
Subakut
Kronik
TraumaVaskuler
Infeksi Virus H.ZosterInfeksi Virus Polio
EntrapmentTumor ekstrinsik dan intrinsikRadiasiDiabetes melitusLepra
KeracunanHipokalemiaGBS
RadangDefisiensi vitaminIntoksikasiGangguan metabolik
Amiloidosis Diabetes melitusGenetik
B. POLINEUROPATI
Definisi
Polineuropati adalah suatu keadaan yang ditandai gangguan fungsi dan atau struktur
yang mengenai banyak saraf tepi, bersifat simetris dan bilateral.1,2,3
Klasifikasi polineuropati dapat dibagi berdasarkan:
Onset : akut, subakut, kronis
Gangguan fungsi : motoris, sensoris, otonom, campuran
Proses patologis : aksonal, deamyelinisasi
Penyebab : infeksi, karsinoma, diabetes, inflamasi, vascular
Penyebaran : simetris-asimetris, proksimal-distal.2,3
32
Etiologi
Penyebab polineuropati dapat berupa :
1. Heriditer
Atropi otot peroneal Charcot-Marie-Tooth
Neuropati interstisial hipertrofik heriditer Dejerine Sottas
Neurofibrimatosis Recklinghausen
2. Trauma
Fisik : berupa tekanan,tarikan,trauma lahir,luka bakar,listrik.
Toksik : obat-obat (streptomysin,INH) dan racun-racun bakteri. Infeksi dapat
menyebabkan poineuropati, kadang karena racun yang dihasilkan oleh
beberapa bakteri (misalnya pada difteri)
3. Radang
Infeksi : kusta
Allergi : virus,hepatitis, influenza, Guillain Barre (autoimun)
4. Metabolik:
Makanan berupa kekurangan gizi dan vitamin (beri-beri): Kekurangan gizi dan
kelainan metabolik juga bisa menyebabkan polineuropati. Kekurangan vitamin
B bisa mengenai saraf perifer di seluruh tubuh.
Endokrin (diabetes mellitus, struma) : Pengendalian kadar gula darah yang
buruk pada penderita diabetes bisa menyebabkan beberapa jenis polineuropati.
Yang paling sering ditemukan adalah neuropati diabetikum, yang merupakan
polineuropati distalis, yang menyebabkan kesemutan atau rasa terbakar di
tangan dan kaki.
Uremia
33
5. Neuropati pada tumor ganas: Kanker bisa menyebabkan polineuropati dengan
menyusup langsung ke dalam saraf atau menekan saraf atau melepaskan bahan
racun.
Karsinoma
Retikulosis
6. Tumor saraf tepi
Neuroma, neurinoma (jinak)
Sarkoma (ganas).3
34
Patomekanisme
Kerusakan serabut saraf dapat terjadi pada axon, selubung myelin, badan sel, jaringan
ikat sekitar, atau pada pembuluh darah yang mensuplai serabut saraf tersebut. Terdapat 3
patomekanisme dasar yang mungkin terjadi, yaitu:
1. Degenerasi Wallerian
Pada bagian distal dari lesi, axon mengalami disintegrasi dan myelin rusak. Dengan
saling mendekatnya ujung-ujung saraf, dapat terjadi regenerasi. Membran basal dari
sel schwann yang masih bertahan, berperan sebagai skeleton bagi pertumbuhan axon.
2. Demyelinasi Segmental
Terjadi kerusakan pada selubung myelin tanpa kerusakan serabut saraf. Lesi primer
terjadi pada sel schwann. Prognosis dari mekanisme ini baik, karena tidak terjadi
denervasi serabut otot.
3. Degenerasi Axon Distal
Kerusakan badan sel atau axon dapat mempengaruhi viabilitas dari axon, di mana
akan terjadi ’die back’ dari bagian distal serabut saraf. Kerusakan selubung myelin
dapat menyertai mekanisme ini. Proses penyembuhannya akan berlangsung lambat,
karena axon harus beregenerasi. Bila badan sel rusak, serabut otot akan mengalami
reinervasi dari serabut saraf sekitarnya.1,3
35
Perjalanan Penyakit
Perjalanan penyakit polineuropati sangat bervariasi. Polineuropati akut mencapai
puncak gejala dalam waktu 3 minggu, setelah itu gejala menetap atau berkurang dan berakhir
dengan kesembuhan sempurna atau kecacatan menetap. Bila gejala berkembang dan
mencapai puncaknya dalam waktu 3 minggu sampai 3 bulan dikatakan sebagai polineuropati
subakut. Sedangkan bila setelah 3 bulan gejala masih berlanjut dikatakan sebagai
polineuropati kronik.3
36
Klasifikasi3
37
Gejala Klinik
Kesemutan, mati rasa, nyeri terbakar dan ketidakmampuan untuk merasakan getaran
atau posisi lengan, tungkai dan sendi merupakan gejala utama dari polineuropati kronik.
Nyeri seringkali bertambah buruk di malam hari dan bisa timbul jika menyentuh daerah yang
peka atau karena perubahan suhu.
38
Penderita tidak bisa merasakan suhu dan nyeri, sehingga mereka sering melukai
dirinya sendiri dan terjadilah luka terbuka (ulkus di kulit) akibat penekanan terus menerus
atau cedera lainnya. Karena tidak dapat merasakan nyeri, maka sendi sering mengalami
cedera (persendian Charcot).
Ketidakmampuan untuk merasakan posisi sendi menyebabkan ketidakstabilan ketika
berdiri dan berjalan. Pada akhirnya akan terjadi kelemahan otot dan atrofi (penyusutan otot).
Banyak penderita yang juga memiliki kelainan pada sistem saraf otonom, yang
mengendalikan fungsi otomatis di dalam tubuh, seperti denyut jantung, fungsi pencernaan,
kandung kemih dan tekanan darah. Jika neuropati perifer mengenai saraf otonom, maka bisa
terjadi:
- diare atau sembelit
- ketidakmampuan untuk mengendalikan saluran pencernaan atau kandung kemih
- impotensi
- tekanan darah tinggi atau rendah
- tekanan darah rendah ketika dalam posisi berdiri
- kulit tampak lebih pucat dan lebih kering
keringat berlebihan.1,2,3
Diagnosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejala dan hasil pemeriksaan fisik.
Elektromiografi dan uji kecepatan penghantaran saraf dilakukan untuk memperkuat
diagnosis. Pemeriksaan darah dilakukan jika diduga penyebabnya adalah kelainan metabolik
(anemia pernisiosa karena kekurangan vitamin B12), diabetes (kadar gula darah meningkat)
39
dan gagal ginjal (kadar kreatinin meningkat). Pemeriksaan air kemih bisa menunjukkan
adanya keracunan logam berat atau mieloma multipel.3
Pengobatan
Pengobatan tergantung kepada penyebabnya. Jika penyebabnya adalah diabetes, maka
pengendalian kadar gula darah bisa menghentikan perkembangan penyakit dan
menghilangkan gejala, tetapi penyembuhannya lambat. Mengobati gagal ginjal dan mieloma
multipel bisa mempercepat penyembuhan polineuropati. Pembedahan dilakukan pada
penderita yang mengalami cedera atau penekanan saraf. Terapi fisik kadang bisa mengurangi
beratnya kejang otot atau kelemahan otot. Pengobatan dasar sampai sekarang masih tetap
tablet prostigmin ( 15 mg ) dan tablet mestinon ( 60 mg) secara terpisah atau dalam
kombinasi. Dosis sehari sangat berbeda dan bergantung kepada keadaan paien, biasanya
diberi tiga sampai empat kali sehari. Akhir-akhir ini ternyata bahwa obat kortikosteroid
dalam dosis tinggi juga mempunyai khasiat baik terhadap miastenia gravis. Walaupun
demikian perlu diingatkan bahwa dalam setiap keadaan gangguan pernafasan bantuan
respirasi buatan harus segera dilakukan. Di samping segala usaha di atas, bimbingan mental
berupa fisikal terapi merupakan faktor penting bagi setiap penderita.3
Tipe polineuropati
a) Sindroma Guillain Barre (Polineuritis Akut Postinfeksiosa/ Polineuritis
Akutik/ Polineuritis Febrile/ Poliradikuloneuropati)
Definisi: kelumpuhan otot ekstremitas yang akut biasanya timbul sesudah suatu
penyakit infeksi.
Etiologi: gangguan pada saraf tepi dan akar-akarnya. 40
Insidensi: Yang diserang biasanya pria dewasa muda sekitar 20-50 tahun, akan
tetapi dapat juga terjadi pada wanita, anak, dan orang tua.
Kelumpuhan dapat terjadi secara spontan tetapi biasanya sesudah suatu stress, baik
rohani, maupun jasmani. Misalnya sesudah menderita penyakit Influenza atau sesudah
pembedahan. Kadang-kadang keadaan timbul sesudah diberi pengobatan antibiotik atau
khemoterapeutik. Secara histopatologik ditemukan tanda peradangan dan degenerasi pada
seluruh satuan neuron saraf tepi,(lower motor neuron), yaitu baik pada akson, maupun pada
radiks dan sel neuronnya sehingga lebih tepat dinamakan polineuronitis daripada polineuritis.
Simtomatologi: gambaran umum seperti influenza. Pertama-tama terdapat demam
akut, penderita merasakan nyeri kepala dan nyeri seluruh badan. Kadang-kadang disertai
muntah-muntah. Baru setelah beberapa hari penderita sadar bahwa ia menderita kelumpuhan
otot. Berbeda dengan polineuritis biasa, kelumpuhan pada penderita Guillain-Barre sangat
beraneka ragam. Kadang-kadang gambaran semetrik seperti pola polineuritis, namun sering
juga kelumpuhannya asimetrik dengan paresis otot proksimal lebih nyata daripada paresis
otot yang distal. Gangguan sensibilitas pada umumnya hanya sedikit atau tidak jelas,
sehingga dalam beberapa kasus keadaan sangat menyerupai panyakit polimyelitis. Tidak
jarang saraf otak ikut diserang sehingga menimbulkan kelumpuhan pada otot kuduk, leher
dan muka. Kadang-kadang otot bola mata terganggu sehingga terjadi oftalmoplenia eksterna.
Kelumpuhan otot laring faring menyebabkan disfagia dan disfonia. Gangguan serebral dapat
menimbulkan sembab papil, neuritis optika bahkan kadang-kadang gejala psikosis. Paresis
otot pernafasan memerlukan pertolongan pernafasan buatan berupa trakheotomi atau intubasi.
Segala kelumpuhan otot bersifat lemas (flaccid) sedangkan reflex tendon yang berhubungan
menghilang. Darah memperlihatkan tanda radang akut berupa leukositosis sedangkan cairan
likuor pada suatu waktu mengandung kadar protein yang sangat tinggi. Keadaan ini disebut
41
disosiasi antara sel dan albumin. Diagnosis didasarkan atas permulaan dan perjalanan
penyakit yang akut, disusul oleh paresis flaksid lengan dan tungkai, simetrik atau tidak,
sedangkan sensibilitas tidak atau hanya sedikit terganggu. Darah dan likuor biasanya
menunjukkan gangguan cukup jelas. Pemeriksaan elektromiografik memperlihatkan
kerusakan pada sel neuron, radiks, dan akson. Sebagai diagnosis diferensialis perlu
dipertimbangkan penyakit polineuritis biasa, penyakit polimyelitis akuta dan kadang-kadang
penyakit mielitis.3
B) Miastenia Gravis
Definisi: suatu penyakit menahun dengan kelelahan otot yang luar biasa cepatnya
bila bekerja, yang pulih kembali bila istirahat dan memberi response baik atas obat
antikholinesterase.
42
Keadaan miasthenia juga terdapat pada beberapa penyakit dan keadaan lain seperti
misalnya pada penyakit polimiositis dan dermatomiositis, penyakit lupus sistemik dan
pada keadaan karsinoma yang lanjut. Yang penting ialah bahwa pada semua keadaan ini
dengan reaksi miastenik, response terhadap obat antikholinesterase tidak atau kurang
memuaskan, berbeda dengan penyakit miastenia gravis.
Penyakit miastenia gravis terdapat pada semua bangsa, baik pada kaum pria maupun
pada kaum wanita dengan perbandingan pria : wanita = 1 : 2. Frekwensi terbesar ialah
pada usia dewasa muda 20-30 tahun, namun orang tua dan bayi juga dapat diserang.
Penyakit miastenia gravis mempunyai hubungan erat dengan beberapa keadaan
patologik lain seperti misalnya keadaan thyrotoxicosis dan diabetes mellitus. Kombinasi
penyakit thyrotoxicosis dengan miastenia gravis sering sekali ditemukan. Ternyata
kedua penyakit ini saling mempengaruhi walaupun keterangan yang memuaskan belum
dapat diberikan. Faktor heriditer pada penyakit miastenia gravis juga nyata. Bayi
dengan miastenia gravis yang dilahirkan daripada ibu dengan miastenia gravis rata-rata
1:7 bayi sehat. Keadaan miastenia neonatal ini cukup berat dan memerlukan
pengawasan serta perawatan khusus. Keadaan si bayi sangat lemah, tidak menangis,
pernafasan dangkal serta tidak kuat menetek sendiri, angka kematian pun sangat tingi
yaitu kira-kira 50%. Bila masa gawat ini yang berlangsung selama lebih kurang 3 bulan
dapat diatasi, maka si bayi selanjutnya akan selamat dan biasanya akan bebas dari
serangan. Simtomatologi: Otot yang pertama-tama diserang ialah biasanya otot bola
mata dan otot faring laring di samping otot muka, otot kuduk dan otot gelang bahu. Bila
keadaan meluas, maka otot seluruh badan akan ikut terganggu. Gejala pertama yailah
pitosis, dan strabismus yang kadang kadang meluas sampai suatu oftalmoplagia total
pada satu atau kedua mata, sedangkan keluhan diplopia hampir selalu terdapat.
43
Gangguan otot laring faring menyebabkan suara menjadi parau dan lemah, disertai
disfoni dan disfag. Penderita cepat lelah bila mengunyah makanan keras atau banyak
bicara. Kelemahan otot kuduk menyebabkan posisi kepala penderita menjadi kurang
tegak sehingga terjatuh ke samping ke depan atau ke belakang. Pada stadium ringan
semua parasis otot masih reversibel namun bila keadaan makin progresif, maka parasis
otot menetap dan atrofi mulai terlihat. Yang menarik perhatian ialah bahwa refleks
tendon tetap bertahan walaupun otot sudah paretik dan atrofik. Bila terjadi gangguan
pernafasan, maka pengobatan dan kewaspadaan harus ditingkatkan karena penderita
dapat meninggal secara tiba-tiba.1,2,3
c) Polineuropati Diabetikum
Polineuropati diabetes jarang terjadi pada anak-anak, lebih sering terjadi pada
penderita diabetes mellitus yang berusia di atas 50 tahun, dengan perjalanan penyakit
menetap atau dapat sembuh spontan.
Kerusakan saraf tepi berhubungan dengan diabetes mellitus yang tidak terkontrol.
Lebih sering terjadi pada penderita Insulin Dependent Diabetes Mellitus. Mekanisme
kerusakan saraf terjadi karena gangguan metabolisme dimana akumulasi sorbitol dan
fruktosa di akson dan sel Schwann. Atau terjadi oklusi pembulah darah yang
menyediakan nutrisi pada saraf tersebut (vasa vasorum).
Prevalensi dari neuropati pada diabetes melitus bervariasi antara 30-70%, umumnya
berbentuk polineuropati atau mononeuropati multipleks, tapi juga dapat berupa
campuran dari polineuropati dan mononeuropati.
Polineuropati simetris distal merupakan bentuk neuropati diabetika yang paling
sering dijumpai, awitannya biasanya tidak jelas.
44
Gejala Klinis yang terdapat pada neuropati diabetikum adalah :
Motoris : Penurunan daerah distal
Sensoris : Penurunan daerah distal
Neuropati serabut saraf besar mengakibatkan atraksia, sedangkan serabut
saraf kecil menyebabkan allodynia.
Otonom : Abnormalitas pupil, pengeluaran keringat terganggu, hipotensi orthostatik,
takikardi saat istirahat, gastroparese dan diare, kandung kemih yang berdilatasi, dan
impotensi.
Saraf spinal yang terkena terutama nervus femoralis, kadang-kadang juga nervus
obturatorius dan nervus ischiadicus.
Diagnosa ditegakkan dari gejala klinik dan pemeriksaan elektromiografi, serta
menyingkirkan neuropati kronis oleh penyebab lain. Pasien diabetes melitus juga dapat
mengalami neuropati karena defisiensi atau kompresi.45
Sampai saat ini belum ada terapi yang memuaskan untuk pengobatan polineuropati
diabetes. Namun secara umum, penatalaksanaannya dapat berupa :
Kontrol penyakit diabetes
Pengendalian nyeri dengan penggunaan Carbamazepin, gabapentin, antidepresan atau
α-adrenergik blocker, seperti phenoxybenzene.
Penggunaan obat yang mengurangi enzim aldose reductase dan menghambat
pengumpulan sorbitol dan fruktosa di saraf masih dalam tahap penelitian
Manajemen neuropati otonom.1,2,3
d) Polineuropati Karsinomatosa
Neuropati sensoris atau sensorimotoris yang diakibatkan oleh penyakit keganasan,
umumnya berasal dari small cell carcinoma paru, atau limfoma dan hodgkin’s disease.
Neuropati ditandai dengan adanya antibodi (anti Hu) pada serum. Anti bodi ini selain
menyerang antigen pada tumor, tetapi juga mengikat neuron di sistem saraf perifer.
Gejala Klinis dari Polineuropati Karsinomatosa adalah :
Neuropati sensoris :
hilangnya sensoris secara progresif, biasanya dirasakan pada alat gerak bagian atas,
dengan gejala paraesthesia, dysesthesia berupa rasa terbakar dan ataksia sensoris.
Neuropati sensorimotor :
berlangsung secara gradual, disertai menurunnya sensoris bagian distal dan
kelemahan motoris ringan.3
Penatalaksanaan dari Polineuropati Karsinomatosa adalah :
46
Deteksi dan terapi penyakit keganasan yang mendasarinya.
Penggunaan imunosupressan.
Gammaglobulin i.v.
Pemeriksaan
1. Nerve Conduction Studies
Pemeriksaan ini dilakukan dengan memberikan impuls elektrik (20-100 V dalam
0,05-0,1 ms) pada beberapa titik sepanjang perjalanan serabut saraf, kemudian respon
yang terjadi direkam. Dengan merekam latensi antara impuls dan respon serabut otot,
kecepatan konduksi dari serabut saraf motoris dapat dihitung.
Kecepatan konduksi =Jarak antara 2 titik impuls
Selisih waktu konduksi antara 2 tempat
Kecepatan konduksi motoris dapat dihitung pada serabut saraf perifer plexus
brachialis dari ekstremitas atas dan serabut saraf sciatic dan femoral dari ekstremitas
bawah. Pemeriksaan ini tidak hanya berguna dalam mendiagnosis neuropati umum, tetapi
juga penjepitan serabut saraf, (misalnya n. ulnaris pada siku atau n. medianus pada
pergelangan tangan).
Konduksi sensoris juga dapat dihitung, pada jari II ekstremitas atas diberi impuls,
kemudian potensial sensori yang terjadi direkam pada pergelangan tangan dan siku.
Kecepatan konduksi = Jarak antara 2 tempat
47
Selisih latensi antara 2 respon
Observasi umum:
Amplitudo dari respon: Jumlah axon yang berespon terhadap impuls
Latensi dari respon: Kecepatan konduksi dari serabut terbesar dalam saraf.
Degenerasi axon: Menurunnya amplitudo atau tidak adanya respon terhadap impuls
dengan penurunan kecepatan konduksi yang lambat.
Demyelinasi: Penurunan kecepatan konduksi yang nyata (30%) dengan penurunan
amplitudo yang progresif.
Kompresi saraf terlokalisasi: Perlambatan konduksi pada daerah yang ter-blok,
(misalnya pada daerah siku, bila n. ulnaris terkompresi). Blok konduksi yang jauh dari
sisi penjepitan mengarah pada neuropati motoris yang multifokal.5,7
2. Elektromyografi
Pemeriksaan ini dilakukan dengan memasukkan ’fine needle’ ke dalam otot,
kemudian aktivitas yang terekam dilihat melalui oscilloscope. Elektromyografi adalah
pemeriksaan yang paling bermakna pada kelainan otot, yang juga dapat memberi tanda
adanya proses neuropati secara tidak langsung. Denervasi pada otot paraspinal
mengindikasikan adanya kelainan radiks saraf proksimal.
Bila terjadi denervasi yang kronis, reinervasi dapat terjadi, dengan potensial motoris
berdurasi panjang dan beramplitudo tinggi.
Juga, pada gerak ’voluntary’, kelemahan komponen motoris dapat terlihat pada layar
oscilloscope.5,7
48
3. Biopsi Serabut Saraf
Pemeriksaan ini sering dilakukan untuk membantu diagnosa pada mononeuropati
multipel asimetris (vaskulitis, amyloidosis, sarkoidosis). Serabut saraf yang dipilih
biasanya n. suralis, untuk melihat abnormalitas dari konduksi sensorisnya.
Anamnesa:
- Kelainan motorik, sensorik, otonom yang bersifat simetris bilateral, flaksid, atrofi
- Akut: Guillain Barre Syndrome
- Subakut: defisiensi vitamin B
- Kronik: Metabolik (Diabetes Melitus)
Pememeriksaan Neurologi:
- Sistem motorik: kelumpuhan bersifat simetris bilateral, flaksid, atrofi
- Sistem sensorik: bersifat simetris bilateral (glove dan stocking)
- Sistem otonom: hipertensi, hipotensi, hiperhidrosis, takikardi
- Refleks fisiologis: hilang atau menurun
Diagnosa penunjang:
- Lumbal pungsi (setelah perjalanan klinis) terdapat disosiasi sitoalbumin
- NCS: penurunan amplitude, pemanjangan distal latensi
- Laboratorium : untuk mencari etiologi
Terapi
Akut IV Ig, plasmaparesis, supportif
49
Kronis tergantung etiologi
Prognosa
Akut : 75% penyembuhan spontan, 10-17% penyembuhan dengna ability, 8% berulang, 5%
meninggal, Kronis: tergantung etiologi.5
C. MONONEUROPATHY
Definisi
Gangguan saraf perifer tunggal akibat trauma, khususnya akibat tekanan, atau gangguan
suplai darah (vasa nervosum).3
Mononeuropati yang sering terjadi adalah:
1. Sindrom Terowongan Karpal (carpal tunnel syndrome)
Definisi
Adalah kumpulan gejala yang disebabkan oleh jebakan Nerve medianus didaerah
pergelangan tangan.
Secara anatomi terowongan karpal dipergelangan tangan dibatasi oleh tulang
carpal dan ligamentum. Isi terowongan karpal: N Medianus dan tendon otot
palmar ,kadang pembuluh darah (20%). N Medianus :(regio karpal). Serabut
sensorik :bagian folar ibu jari , telunjuk, jari tengah dan ½ jari manis. Serabut
motorik : M Abductor policis brevis.
50
Sindrom ni terjadi akibat kompresi nervud medianus pada pergelangan tangan saat
saraf ini melalui terowongan karpal, yang dapat terjadi:
a. secara tersendiri, contohnya pasien dengan pekerjaan yang banyal
menggunakan tangan.
b. Pada gangguan yang menyebabkan saraf menjadi sensitif terhadap
tekanan, misalnya DM.
c. Saat terowongan karpal penuh dengan jaringan lunak yang
abnormal.
Insidensi:
Sering terjadi pada usia lebih dari 40 thn
80% adalah wanita
Wanita : pria = 6:1
Ada hubungan dengan pekerjaan : ibu RT. pekerja pabrik dengan aktifitas tangan
berlebih.3 51
Patofisiologi
Suatu inflamasi yang disebabkan oleh stresh berulang ,trauma atau kondisi
medis lain yang menyebabkan penekanan N medianus
Etiologi
a.Tidak diketahui pasti
52
b.Penyempitan ruang : trauma,tumor
c.Peningkatan kerentanan saraf terhadap tekanan :DM
d.Kondisi lain yang berhubungan :Kehamilan
e.Idiopatik
Hubungan keadaan medis umm dengan sindrom terowongan karpal:
Kehamilan
Diabetes militus
Deformitas lokal, seperti sekunder
akibat osteoartritis, fraktur
Artritis reumatoid
Miksedema
Akromegali
Amiloidosis
Gambaran Klinis
- nyeri ditangan atau lengan, terutama pada malam hari atau saat bekerja.
- Pebgecilan dan kelemahan otot-otot eminensia tenar
- Hilangnya sensasi pada tangan pada distribusi N.medianus
- Parestesia seperti kesemutan pada distribusi N.medianus saat dilakukan perkusi pada
telapak tangan daerah terowongan karpal (tanda tinel)
- Kondisi ini sering biateral
53
Diagnosa Klinik
- Anamnesa
- Keluhan bisa unilateral atau bilateral
- Riwayat nyeri ,baal ,kesemutan pada daerah N Medianus awalnya malam hari atau
melakun gerakan fleksi dan ekstensi lengan
- Lebih lanjut Atropi otot thenar .
- Pemeriksaan klinis :
Defisit sensoris :daerah folar palmar digiti 1,2,3,4 .
Defisit motorik : atropi M Abuctor policis brevis
Test Provokasi :Test Tunnel ,test Phalens
Pemeriksaan Penunjang
A.Elektro diagnostik :
Pemeriksaan konduksi saraf (NCS): Terdapat tanda kompresi N Medianus
B. USG daerah pergelangan tangan
C. MRI
D. Lab : Gula darah (DM) ,Asam urat, Profil lipid.
Terapi
- Aktifitas gerakan tangan dikurangi
54
- Pemakaian bidai atau balut tangan terutama pada malam hari, pada posisi ekstensi
parsial pergelangan tangan.
- Fisioterapi
- NSAID
- Steroid :oral,atau injeksi fokal
- Operatif dekompresi n.medianus pada pergelangan tangan pada divisi fleksor
retinakulum.
Prognosis
Ad vitam :ad bonam
Ad funtionam :tgt hebatnya kompresi
2. Neuropati Ulnaris
Rentan terhadap kerusakan akibat tekanan pada beberapa tempat disepanjang
perjalanannya, tetapi terutama pada siku.
Gambaran klinis:
55
Nyeri dan atau parestesia seperti kesemutan yang menjalar ke bawah dari siku ke
lengan sampai batas ulnaris tangan.
Atrofi dan kelemahan otot-otot intrinsik tangan
Hilangnya sensasi tangan pada distribusi nervus ulnaris
Deformitas tangan cakar (clow hand)
Pemeriksaan konduksi saraf dapat menentukan lokasi lesi sepanjang perjalanan
nervus ulnaris.
Lesi ringan dapat membaik dengan balutan tangan pada malam hari, dengan
posisi siku ekstensi untuk mengurangi tekanan pada saraf. Untuk lesi yang lebih berat,
dekompresi bedah atau transposisi nervus ulnaris, belum dapat dijamin
keberhasilannya, tetapi operasi diperlukan jika terdapat kerusakan nervus ulnaris terus
menerus yang ditunjukan dengan gejala nyeri persisten dan atau gangguan mtorik
progresif.
3. Palsi radialis
Tekanan pada bervus radialis di lengan atas menyebabkan wrist drop akut dan
kadang hilangnya sensasi pada distribusi n.radialis superfisial. Umumnya lesi terjadi
akibat kelainan postur lengan atas dalam waktu lama, misalnya lengan yang
terposisikan dengan tidak benar
pada sandaran sofa karena
intoksikasi alkohol (Saturday night
palsy)
56
4. Lesi pleksus brakialis
Selain akibat trauma akut pada pleksus brakialis, misalnya akibat traksi saat
persalinan atau kecelakaan yang biasanya mengenai pengendara sepeda motor
(pleksus bagian atas: paralisis erb, bagian nawah:paralisis klumpke), dkenali pula
beberapa sindrom kronik.
57
Neuropati Diabetik
1.Kerusakan pada axon bermielin
Terutama didapatkan kelainan demielinisasi segmental, remeilinisasi, perubahan ini
merupakan proses sekunder dari kerusakan axonal diffusa atau multifocal. Beberapa teori
menerangkan proses patologi tersebut.
Pada keadaan hyperglycemia, didapatkan akumulasi Sorbitol pada jaringan neural, sel
Schwann, keadaan ini menyebabkan kelainan osmotic jaringan neural dengan
konsekuensi terjadinya demielinisasi segmental. Satu penelitian dengan pemberian terapi
aldose reductase inhibitor pada penderita neuropati diabetic, didapatkan perbaikan
bermakna pada kecepatan hantar saraf motorik ulnaris dan perbaikan latensi gelombang
F. Penemuan ini mendukung hipotesa Sorbitol Pathway.
Gejala klinis yang khas yaitu parestesia distalis, kelumpuhan otot-otot perifer, kelainan
sensasi proprioseptif lebih menonjol, kelainan relative sensasi eksteroseptif, kelumpuhan
saraf yang terletak terutama pada daerah yang tertekan misalnya n. ulnaris, n. medianus
pada carpal tunnel.
Beberapa penderita terjadi mononeuropati saraf kranialis (neuropati sentral), neuropati
pleksus lumbosacralis, radikulopati diabetic.
2.Kerusakan pada axon tidak bermielin atau sedikit bermielin
Primer kelainan pada fokal axonal dengan demielinisasi skunder. Kerusakan serabut
saraf tersebut dapat disertai dengan kerusakan sel Schwann.
Gejala klinis yang khas yaitu dysestesia nyeri (painfull dysesthesias), ulkus perforasi,
perubahan trofik pada kaki, charcot’s joint. Terjadi gangguan system saraf autonom dengan
58
akibat terjadi impotensi sexual, hipotensi ortostatik, retensio urine atau inkotinensia urine,
gangguan motilitas GIT, anhidrosis atau hiprhidrosis, pupil abnormal.
Aplikasi neurofisiologi didapatkan nilai abnormal pada pederita neuropati diabetic yaitu :
penurunan kecepatan hantar saraf motorik dan sensorik. Abnormalitas ini berkaitan dengan
lamanya menderita diabetes mellitus. Penelitian menunjukan bahwa terdapat kolerasi erat
antara gejala klinis neuropati diabetic dengan derajat penurunan konduksi N. Peroneus dan N.
Suralis. Setelah 6 jam koreksi hyperglycemia akan memberikan peningkatan kecepatan
hantar saraf. Setelah 1 tahun glucoregulasi dengan s.c. insulin maka didapatkan perbaikan
kecepatan hantar saraf 2,5 m/s. Terdapat penurunan amplitudo aksi potensial motor unit.
Estimasi elektroneurofisiologi pada sejumlah motor unit didapatkan bahwa dysfungsi axonal
parallel dengan proses demielinisasi pada neuropati diabetic. Beberapa penderita didapatkan
persisten abnormal potensial cetusan somatosensorik spinal ( SSEP spinal ) dan peningkatan
latensi antar puncak gelombang ( interpeak lantency ) pada brainstem auditory evoked
potential. Nilai ini mendukung adanya neuropati sentral pada beberapa penderita diabetes
melitus.
Pemeriksaan elektromiografi menunjukan potensial fibrilasi dan gelombang positif tajam
terutama pada penderita dengan gambaran patologisnya didapatkan terutama degenerasi
axonal. Kadang ditemukan polifasik yang menunjukan adanya reinnervasi.
Neuropati Uremik
Kerusakan jaringan neural pada penderita neuropati uremia terutama pada myelin dan
sel Schwann. Efek toksik tersebut masih belum jelas patogenesanya tetapi pada
penderita uremia didapatkan peningkatan hormone parathyroid dan myoinositol
59
Gambaran hitopatologi bervariasi antara degenerasi axonal dengan sekunder
demielinisasi segmental dan kadang didapatkan remielinisasi segmental.
Gambaran klinis biasanya mendadak dengan gejala awal proprioseptif terganggu yang
umumnya bersifat reversible setelah penderita uremia diterapi hemodialisa.
Hasil pemeriksaan neurofisiologi berkolerasi dengan gejala klinis, perubahan patologi
saraf perifer. Pada penderita insuffisiensi renal berat didapatkan kecepatan hantar
saraf abnormal pada semua ekstremitas dengan defisit lebih berat pada n. peroneus
dari pada n. medianus. Pergeseran latensi n. fasialis sebanding dengan latensi n.
peroneus, n. medianus, n. ulnaris. Didapatkan derajat abnormal terhadap respons
lambat ( H refleks, gelombang F). Kebanyakan pasien uremia memperlihatkan bentuk
pergeseran potensial cetusan visual (VEP) dan potensi cetusan somatosensorik. Pada
pemeriksaan elektromiografi didapatkan penurunan aksi potensial motor unit dan
didapatkan potensial fibrilasi.
Neuropati Alkoholik
Terjadinya gejala klinis neuropati alkoholik tergantung efek toksik alcohol,
kekurangan diet, kelainan absorpsi. Bentuk gejala klinisnya sama dengan neuropati
defisit vitamin B1. Gejala sensorik yang terjadi dapat berupa parestesia, dysestesia
distal dan pada kasus yang lebih berat didapatkan gejala motorik dan atropi. Gejala
sensorik memberikan respons baik dengan terapi vitamin B1 setiap hari tetapi atropi
otot akan menetap.
Pada pemeriksaan histopatologi didapatkan penurunan densitas serabut bermielin dan
serabut tidak bermielin, degenerasi axonal bersifat akut dan terdapat regenerasi
neural.
60
Evaluasi neurofisiologi didapatkan nilai abnormal sebagai hasil kerusakan serabut
sensorik kutaneus berdiameter besar dan kerusakan serabut motorik berdiameter kecil.
Didapatkan penurunan amplitudo saraf sensorik. Kelainan konduksi saraf sensorik
lebih berat dari pada kelainan konduksi motorik. Pemeriksaan elektromiografi
menunjukan potensial fibrilasi, gelombang positif tajam, biasanya kelainan
ekstremitas bawah lebih berat dari pada ekstremitas atas. Pada beberapa kasus
alkoholik kronik dapat ditemukan gangguan potensial cetusan visual (VEP) dan
potensial cetusan akustik batang otak ( BAEP )
Gambaran klinis pada neuropati olek karena proses keganasan dapat berupa defisit
sensorik, motorik atau kedua duanya. Sel karsinoma dapat disebabkan kehilangan
serabut saraf sensorik sebagai akibat sekunder dari dorsal root ganglionitis.
Pada pemeriksaan neurofisiologi didapatkan penurunan amplitudo saraf sensorik,
motorik atau kedua duanya. Elektromiografi menunjukan amplitudo tinggi, potensial
fibrilai, durasi memanjang pada potensial motor unit pada otot yang atropi, dan
didapatkan polifasik.
Neuropati Karsinomatous
Gambaran klinis pada neuropati oleh karena proses keganasan dapat berupa defisit sensorik, motorik atau kedua duanya. Sel karsinoma dapat disebabkan kehilangan serabut saraf sensorik sebagai akibat sekunder dari dorsal root ganglionitis.
Pada pemeriksaan neurofisiologi didapatkan penurunan amplitudo saraf sensorik, motorik atau kedua duanya. Elektromiografi menunjukan amplitudo tinggi, potensial fibrilasi, durasi memanjang pada potensial motor unit pada otot yang atropi dan didapatkan polifasik.8
DAFTAR PUSTAKA
61
1. Victor, M, Ropper, A. Adams and Victor’s Principles Of Neurology 7th Ed. McGraw Hill. 2001.
2. Nurdjaman Nurimaba, Thamrin Syamsudin, Djajang Suhana. Diktat Neurologi Klinis. Bagian Ilmu Penyakit Saraf. Bandung : 1991.
3. Lindsay, Kenneth W, Bone, Ian. Neurology and Neurosurgery Illustrated 3rd Ed. Churchil Livingstone. 1997.
4. Margono, Asnawi, Chrisianto. Neuropati 2nd Ed. Gajah Mada University Press. 1996.
5. Neuropathy. Tersedia di www.medicinet.com.
6. Neuropathy. Tersedia di www.wikipedia.com.
7. F. Geraint. Neurological examination made easy. Churcill Livingstone. 1996.
8.Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf, Indonesia. Kumpulan Makalah Penatalaksaan
Neuropati Masa Kini 1993
62