BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnya
Penelitian tentang pengajaran khususnya pengajaran berbahasa sudah
banyak dilakukan. Begitu pula tentang analisis kesalahan dalam berbahasa.
Namun, belum ada yang mengangkat penelitian tentang analisis kesalahan
berbahasa dalam menulis teks pengumuman. Adapun kajian yang relevan dengan
penelitian ini dapat diuraikan berikut: (1) Analisis Kesalahan Berbahasa dalam
Teks Pidato oleh Budiono (2009). Permasalahannya adalah (1) bagaimana
kesalahan berbahasa dalam teks pidato mahasiswa ditinjau dari segi ejaan, (2)
bagaimana kesalahan berbahasa dalam teks pidato mahasiswa ditinjau dari segi
penempatan diksi. (3) bagaimana kesalahan bahasa dalam teks pidato ditinjau dari
segi penggunaaan kalimat yang mubazir, (4) bagaimana kesalahan berbahasa
dalam teks pidato mahasiswa ditinjau dari struktur paragraf, dan (5) bagaimana
kesalahan berbahasa mahasiswa dalam teks pidato ditinjau dari segi penalaran.
Setelah dilakukan penelitian diperoleh hasil bahwa: (1) kesalahan
penggunaan ejaan dalam teks pidato yang ditulis oleh mahasiswa Jurusan
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia angkatan 2007/2008, dari 24 jenis teks
pidato semuanya mengalami kesalahan penggunaan ejaan, (2) penempatan diksi
dalam teks pidato yang dilakukan oleh mahasiswa, dari 24 jenis teks pidato, yang
menunjukkan kesalahan penempatan diksi berjumlah 13 teks pidato, (3) dari 24
jenis teks pidato, yang menunjukkan kerancuan struktur kalimat sebanyak 9 teks
pidato, (4) penggunaan kalimat yang mubazir, menunjukkan bahwa dari 24 teks
pidato yang diteliti, terdapat penggunaan kalimat mubazir sebanyak 21 teks
pidato, (5) kesalahan struktur paragraf berjumlah 2 teks pidato, dan (6) kesatuan
penalaran berjumlah 4 teks pidato; (2) Analisis Kesalahan Berbahasa dalam
Karangan Peserta Didik oleh Erni (2004). Permasalahannya adalah: (1) bagaimana
kesalahan berbahasa dalam karangan siswa ditinjau dari segi penerapan ejaan, (2)
bagaimana kesalahan berbahasa dalam karangan siswa ditinjau dari segi pemilihan
kata, (3) bagaimana kesalahan berbahasa dalam karangan siswa ditinjau dari segi
kalimat yang tidak sempurna, dan (4) bagaimana kesalahan berbahasa siswa
ditinjau dari segi kalimat yang tidak koherensi.
Setelah dilakukan penelitian diperoleh hasil bahwa : (1) kesalahan yang
ditemukan meliputi: kesalahan ejaan, kesalahan diksi, kalimat yang tidak
sempurna dan kalimat yang mubazir serta kalimat yang tidak koheren, (2)
kessalahan yang terjadi disebabkan ketidaktahuan peserta didik dalam menulis
karangan sehingga kaidah bahasa menjadi terabaikan, (3) kesalahan seperti ini
disebabkan oleh kurangnya perhatian peserta didik terhadap mata pelajaran bahasa
Indonesia.
Berdasarkan kedua penelitian di atas maka relevansinya dengan penelitian
ini adalah sebagai berikut : persamaannya, penelitian yang dilakukan Budiono
dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti yaitu mengangkat topik yang sama
yaitu tentang menganalisis kesalahan berbahasa dalm teks yang membedakannya
adalah penelitian Budiono adalah tentang teks pidato yang ditulis mahasiswa,
sedangkan oleh peneliti sendiri adalah teks pengumuman yang ditulis siswa.
Begitu pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Erni dengan penelitian
ini mengangkat topik yang sama yaitu tentang analisis kesalahan berbahasa.
Perbedaannya, penelitian Erni tentang analisis kesalahan berbahasa dalam
karangan siswa sedangkan penliti sendiri tentang teks pengumuman yang ditulis
siswa.
2.2 Hakekat Analisis Kesalahan Berbahasa
2.2.1 Pengertian Analisis Kesalahan Berbahasa
Analisis kesalahan adalah suatu teknik untuk mengidentifikasikan dan
menginterpretasikan secara sistematis kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh siswa
yang sedang belajar bahasa asing atau bahasa kedua berdasarkan linguistik (Ruru
dalam Pateda, 2010:17).
Corder dalam (Indihadi, -) menggunakan 3 (tiga) istilah untuk membatasi
kesalahan berbahasa: (1) Lapses, (2) Error, dan (3)Mistake. Lapses, Error dan
Mistake adalah istilah-istilah dalam wilayah kesalahan berbahasa. Ketiga istilah
itu memiliki domain yang berbeda-beda dalam memandang kesalahan berbahasa.
Corder dalam (Indihadi, -) menjelaskan sebagai berikut:
1. Lapses
Lapses adalah kesalahan berbahasa akibat penutur beralih cara untuk
menyatakan sesuatu sebelum seluruh tuturan (kalimat) selesai dinyatakan
selengkapnya. Untuk berbahasa lisan, jenis kesalahan ini diistilahkan dengan “slip
of the tongue” sedang untuk berbahasa tulis, jenis kesalahan ini diistilahkan “slip
of the pen”. Kesalahan ini terjadi akibat ketidaksengajaan dan tidak disadari oleh
penuturnya.
2. Error
Error adalah kesalahan berbahasa akibat penutur melanggar kaidah atau
aturan tata bahasa (breaches of code). Kesalahan ini terjadi akibat penutur sudah
memiliki aturan (kaidah) tata bahasa yang berbeda dari tata bahasa yang lain,
sehingga berdampak pada kekurangsempurnaan atau ketidakmampuan penutur.
Hal tersebut berimplikasi terhadap penggunaan bahasa, terjadi kesalahan
berbahasa akibat penutur menggunakan kaidah bahasa yang salah.
3. Mistake
Mistake adalah kesalahan berbahasa akibat penutur tidak tepat dalam
memilih kata atau ungkapan untuk suatu situasi tertentu. Kesalahan ini mengacu
kepada kesalahan akibat penutur tidak tepat menggunakan kaidah yang diketahui
benar, bukan karena kurangnya penguasaan bahasa kedua (B2). Kesalahan terjadi
pada produk tuturan yang tidak benar.
Analisis kesalahan berbahasa adalah suatu prosedur kerja yang biasa
digunakan oleh para peneliti dan guru bahasa, pengumpulan data,
pengidentifikasian kesalahan yang terdapat dalam data, penjelasan kesalahan
tersebut, pengklasifikasian kesalahan itu berdasarkan penyebabnya, serta
pengevaluasian atau penilaian taraf keseriusan kesalahan itu. Kesalahan berbahasa
dipandang sebagai bagian dari proses belajar bahasa. Ini berarti bahwa kesalahan
berbahasa adalah bagian yang integral dari pemerolehan dan pengajaran bahasa
(Massofa, 2008).
Kesalahan berbahasa adalah penyimpangan-penyimpangan yang bersifat
sistematis yang dilakukan oleh siswa ketika ia menggunakan bahasa (Pateda,
2010:22). Analisis kesalahan berbahasa ialah kesalahan berbahasa yang hanya
dikaitkan dengan kaidah bahasa atau tata bahasa saja, kesalahan berbahasa
disebabkan oleh faktor pemahaman dan kemampuan kompetensi seseorang
(Qonieeth, 2011).
2.2.2 Ruang Lingkup Analisis Kesalahan Berbahasa
Kesalahan berbahasa dapat terjadi dalam setiap tataran linguistik
(kebahasaan). Ada kesalahan yang terjadi dalam tataran fonologi, morfologi,
sintaksis, wacana dan semantik. Kesalahan berbahasa dapat disebabkan oleh
intervensi (tekanan) bahasa pertama (B1) terhadap bahasa kedua (B2). Kesalahan
berbahasa yang paling umum terjadi akibat penyimpangan kaidah bahasa. Hal itu
terjadi oleh perbedaan kaidah (struktur) bahasa pertama (B1) dengan bahasa
kedua (B2).
Pembicara atau penulis boleh dikatakan menggunakan bahasa setiap hari.
Dikaitkan dengan keterampilan berbahasa, kita mengenal adanya keterampilan
menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Seorang yang melakukan aktivitas
berbahasa yang sengaja atau tidak, pasti membuat kesalahan. Kesalahan itu ada
yang bersifat sistematis dan ada pula yang tidak bersifat sistematis.
Kesalahan yang bersifat sistematislah yang sangat diperhatikan dalam
analisis kesalahan. Kesalahan sistematis berarti berhubungan dengan kompetensi,
kompetensi disini adalah kemampuan berbicara atau menulis untuk melahirkan
bahasa sesuai dengan kaidah bahasa yang digunakannya (Pateda, 2010 : 18).
Bahasa yang digunakan itu berwujud kata, kalimat, dan makna. Dengan demikian,
kesalahan yang perlu dianaisis melingkupi tataran fonologi, morfologi, sintaksis
dan semantik.
1) Kesalahan Berbahasa dalam Tataran Fonologi
Kesalahan berbahasa ini berhubungan dengan pelafalan dan penulisan
bunyi bahasa. Dalam tataran fonologi, kesalahan yang terjadi melibatkan alat
ucap. Menurut Djajasudarma (2010:34) ada beberapa unsur yang dapat diteliti di
bidang fonologi, yaitu :
a. Pengenalan alat ucap (artikulasi)
b. Proses terjadinya bunyi bahasa
c. Fonem vokal dan fonem konsonan
d. Fonem klaster dan diftong
e. Perubahan varian fonem
f. Fonem serapan (dari bahasa asing), sebagai penyesuaian dengan fonem suatu
bahasa akibat lintas bahasa
g. Ejaan sebagai bidang terapan dari fonologi.
Jadi, kesalahan yang ditimbulkan dalam tataran fonologi, lebih ke arah
kesalahan berbahasa secara langsung yang dihasilkan oleh alat bicara.
2) Kesalahan Berbahasa dalam Tataran Morfologi
Morfologi adalaha ilmu yang mempelajari morfem, dan morfem adalah
unsur bahasa yang mempunyai makna dan ikut mendukung makna (Djajasudarma,
2010:35). Kesalahan pada bidang morfologi berhubungan dengan tata bentuk
kata. Dalam bahasa Indonesia kesalahan pada bidang morfologi akan menyangkut
derivasi, kontaminasi, dan pleonasme (Pateda, 2010:35).
Menurut Djajasudarma (2010:36) yang dapat dijadikan objek penelitian di
bidang morfologi adalah sebagai berikut.
a. Morfem klaster
b. Morfem dan kata
c. Pembentukan kata: 1. Derivasi dan infleksi, 2. Gabungan kata
d. Kelas kata: (1) Nomina, (2) Verba, (3) Adjektiva, (4) Adverbia, (5) Kata dan
partikel /kata tugas.
3) Kesalahan Berbahasa dalam Tataran Sintaksis
Kita mengetahui bahwa manusia selalu memanfaatkan kalimat apabila
hendak menyampaikan pikiran, perasaan atau keinginan. Kadang-kadang
pembicara asal berbicara saja, karena ia berpendapat asal orang mengerti.
Kecermatan dalam berbahasa tidak dipedulikannya lagi. Karena kesalahan yang
disebabkan itu berhubungan dengan kalimat, kesalahan seperti itu disebut
kesalahan dalam tataran sintaksis.
Menurut Pateda (2010:39) kesalahan pada daerah sintaksis berhubungan
dengan kesalahan pada daerah morfologi, karena kalimat berunsurkan kata-kata.
Itu sebabnya daerah kesalahan sintaksis berhubungan dengan, (1) kalimat yang
berstruktur tidak baku, (2) kalimat yang ambigu, (3) kalimat yang tidak jelas, (4)
diksi yang tidak tepat membentuk kalimat, (5) kontaminasi kalimat, (6) koherensi.
(7) kalimat mubazir, (8) kata serapan, dan (9) logika kalimat.
4) Kesalahan Berbahasa dalam Tataran Semantik
Seperti yang kita tahu, bahwa semantik adalah ilmu yang memepelajari
tentang makna. Jika kalimat-kalimat yang tersusun sudah sesuai dengan
aturannya, maka makna yang akan dihasilkan oleh kalimat itu pun akan mudah
dimengerti. Semantik sebagai ilmu yang mempelajari kemaknaan di dalam bahasa
(Pateda, 2009:15).
Daerah kesalahan semantik berhubungan denganpemahaman makna kata
dan ketepatan pemakaian kata dalam bertutur. Kesalahan bidang semantik,
misalnya kesalahan yang berhubungan dengan ketepatan penggunaan kata atau
kalimat yang didukung oleh makna, baik makana leksikal maupun makna
gramatikal (Pateda, 2010:19). Jadi, penggunaan kata dan kalimat yang baik akan
sangat mempengaruhi makna dari kalimat tersebut. Jika kita salah dalam
menggunakan kata atau kalimat, maka maknanya pun akan salah.
2.3 Penggunaan Bahasa Indonesia
2.3.1 Penggunaan Bahasa Indonesia Ragam Tulis
Dalam penggunaan bahasa Indonesia selain ragam lisan,ragam tulis juga
digunakan untuk berkomunikasi. Penulis yang baik sudah tentu pembaca yang
baik. Akan tetapi, pembaca yang baik belum tentu penulis yang baik. Mengapa
demikian? Hal ini dikarenakan dalam menulis sangat dibutuhkan keahlian dan
latihan yang berulang-ulang. Setiap orang yang terlahir di dunia ini dibekali
dengan bakat menulis. Buktinya sejak kecil kita sudah diajarkan untuk menulis.
Kegiatan menulis ini tidak bisa lepas dalam proses belajar mengajar yang ada di
bangku pendidikan.
Ragam tulis dan ragam lisan, tentunya memiliki kelebihan dan
kekurangannya masing-masing. Finoza (2009:7) mengatakan bahwa ragam tulis
tidak selalu memerlukan “lawan bicara” yang siap membaca apa yang dituliskan
oleh seseorang, sedangkan ragam lisan menghendaki adanya lawan bicara yang
siap mendengarkan apa yang dicupkan oleh seseorang.
Berbeda dengan berbicara, dalam menulis seorang penulis harus
memperhatikan ejaan, bentuk kata, pilihan kata, struktur kalimat, serta struktur
paragraf yang akan digunakan. Sehingga pesan yang hendak disampaikan dalam
bentuk tulisan dapat dengan mudah dimengerti.
2.3.2 Ejaan
Ejaan adalah seperangkat aturan tentang cara menuliskan bahasa dengan
menggunakan huruf, kata, dan tanda baca sebagai sarananya (Finoza, 2009:19).
Menurut Pateda (2009:138) bahwa ejaan adalah aturan penyalinan bahasa lisan ke
bahasa tertulis, atau pelambangan fonem dengan huruf atau penandanya.
Sedangkan menurut Alek dan Achmad (2011:259) bahwa ejaan adalah
keseluruhan peraturan melambangkan bunyi ujaran, pemisahan dan penggabungan
kata, penulisan kata, huruf, dan tanda baca. Ejaan juga merupakan kaidah yang
harus dipatuhi oleh pemakai bahasa demi keteraturan dan keseragaman bentuk,
terutama dalam bahasa tulis. Keteraturan bentuk akan berimplikasi pada ketepatan
dan kejelasan makna. Ejaan diibaratkan seperti rambu-rambu lalu lintas yang
harus dipatuhi.
Di dalam bahasa Indonesia ada yang dikenal dengan Ejaan Yang
Disempurnakan (EYD). Ruang lingkup EYD menurut Finoza (2009:20)
mencakupi lima aspek, yaitu: (1) pemakaian huruf, (2) penulisan huruf,
(3) penulisan kata, (4) penulisan unsur serapan, dan (5) pemakaian tanda baca.
Kelima hal itulah yang sangat berpengaruh dalam penuliusan ejaan. Adapun ruang
lingkup dari ejaan menurut Alek dan Achmad (2011:260) akan diuraikan berikut
ini:
1. Pemakaian Huruf
a. Huruf Abjad
Abjad yang digunakan dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf berikut
ini.
Tabel 2.1 Abjad yang Digunakan dalam Bahasa Indonesia
Huruf Lafal Huruf Lafal Huruf Lafal
Aa
Bb
Cc
Dd
Ee
Ff
Gg
Hh
Ii
A
be
ce
de
e
ef
ge
ha
i
Jj
Kk
Ll
Mm
Nn
Oo
Pp
Rr
Je
ka
el
em
en
o
pe
ki
er
Ss
Tt
Uu
Vv
Ww
Xx
Yy
Zz
es
te
u
ve
we
eks
ye
zet
b. Huruf Vokal
Huruf yang melambangkan vokal dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf
a, e, i, o, dan u.
Tabel 2.2 Huruf Vokal dalam Bahasa Indonesia
Huruf Vokal Contoh Penggunaan dalam Kata
Di awal Di tengah Di akhir
A Api Padi Lisa
E*
Enak Emas
Petak Kena
Sore Tipe
I Itu Simpan Murni
O Oleh Kota Radio
U Ulang Bumi Ibu
c. Huruf Konsonan
Huruf yang melambangkan konsonan dalam bahasa Indonesia terdiri atas
huruf-huruf b, c, d, f, g, h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, dan z.
d. Huruf Diftong
Di dalam bahasa Indonesia terdapat diftong yang dilambangkan dengan ai,
au, dan oi.
Tabel 2.3 Huruf Diftong dalam Bahasa Indonesia
Huruf Diftong Contoh Penggunaan dalam Kata
Di Awal Di Tengah Di Akhir
Ai Ai Syaitan Pandai
Au Aula Saudara Harimau
Oi --- Boikot Amboi
e. Gabungan – Huruf Konsonan
Di dalam bahasa Indonesia terdapat empat gabungan huruf yang
melambangkan konsonan, yaitu kh, ng, ny, dan sy. Masaing-masing
melambangkan satu bunyi konsonan.
f. Pemenggalan Kata
1) Pemenggalan kata pada kata dasar dilakukan sebagai berikut.
Jika di tengah kata ada vokal yang berurutan, pemenggalan itu dilakukan
di antara kedua huruf vokal itu.
Misalnya: ma- in, sa- at, bu- ah.
2) Imbuhan awalan dan imbuhan akhiran, termasuk awalan yang mengalami
perubahan bentuk serta partikel yang biasanya ditulis serangkai dengan
kata dasarnya, dapat dipenggal pada pergantian baris.
Misalnya: makan- an, me- ra- sa- kan, mem- bantu, pergi- lah.
2. Pemakaian Huruf Kapital dan Huruf Miring
a. Huruf Kapital atau Huruf Besar
1) Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama kata pada
awal kalimat. Misalnya: Dia mengantuk.
2) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung. Misalnya:
Adik bertanya, “Kapan kita pulang?”
3) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam ungkapan yang
berhubungan dengan nama Tuhan dan kitab suci, termasuk kata ganti
untuk Tuhan. Misalnya: Allah, Yang Mahakuasa, Yang Mahapengasih,
Alkitab, Alquran.
4) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan,
keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang. Misalnya: Mahaputra
Yamin, Sultan Hasanudin.
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan,
keturunan, dan keagamaan yang tidak diikuti nama orang. Misalnya: Dia
baru saja diangkat menjadi sultan.
5) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan
pangkat yang diikuti nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti
nama orang tertentu, nama instansi, atau nama tempat. Misalnya: Wakil
Presiden Jusuf Kalla.
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama jabatan dan
pangkat yang tidak diikuti nama orang, nama instansi, atau nama tempat.
Misalnya: Siapakah nama gubernur yang baru dilantik itu?.
6) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur-unsur nama orang.
Misalnya: Amir Hamzah, Dewi Sartika.
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama orang yang
digunakan sebagai nama jenis atau satuan ukuran. Misalnya: mesin diesel,
5 ampere.
7) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa,
dan bahasa. Misalnya: bangsa Indonesia, suku Jawa.
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku, dan
bahasa yang dipakai sebagai bentuk dasar kata turunan. Misalnya:
mengindonesiakan kata asing.
8) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari
raya, dan peristiwa sejarah. Misalnya: tahun Hijriah, bulan Desember, hari
Natal, Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Perang Candu.
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama peristiwa sejarah yang
tidak dipakai sebagai nama. Misalnya: perlombaan senjata membawa
risiko pecahnya perang dunia.
9) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama geografi. Misalnya:
Asia Tenggara, Banyuwangi, Bukit Barisan, Danau Toba.
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama istilah geografi yang
tidak menjadi unsur nama diri. Misalnya: berlayar ke teluk, mandi di kali.
10) Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama semua unsur nama
negara, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, dan nama dokumen resmi
kecuali seperti kata dan. Misalnya: Republik Indonesia, Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata yang bukan nama
resmi negara, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan, serta nama
dokumen resmi. Misalnya: Menjadi sebuah republik, beberapa badan
hukum.
11) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama setiap unsur bentuk
ulang sempurna yang terdapat pada nama badan, lembaga pemerintah dan
ketatanegaraan, serta dokumen resmi. Misalnya: Perserikatan Bangsa-
Bangsa, Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial.
12) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata (termasuk semua
unsur kata ulang sempurna) di dalam nama buku, majalah, surat kabar,
dan judul karangan kecuali kata seperti di, ke, dari, dan, dalam, yang,
untuk yang tidak terletak pada posisi awal. Misalnya: saya telah membaca
buku Dari Ave Maria Jalan Lain ke Roma.
13) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur singkatan nama gelar,
pangkat, dan sapaan. Misalnya:
Dr. Doktor
M. A. Master of Arts
S.E. Sarjana Ekonomi
Prof. Profesor
Tn. Tuan
Sdr. Saudara
14) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan
kekerabatan sperti bapak, ibu, saudara, kakak, adik, dan paman yang
dipakai dalam penyapaan dan pengacuan. Misalnya: Adik bertanya, “Itu
apa Bu?”
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan
kekerabatan yang tidak dipakai dalam pengacuan atau penyapaan.
Misalnya: Kita harus menghormati bapak dan ibu kita.
15) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertma kata ganti Anda. Misalnya:
Surat Anda telah kami terima.
b. Huruf Miring
1) Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama buku,
majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan. Misalnya: surat kabar
Suara Karya, majalah Bahasa Indonesia.
2) Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menegaskan atau
mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata. Misalnya:
Huruf pertama kata abad ialah a.
3) Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan kata ilmiah atau
istilah asing yang telah disesuaikan ejaannya. Misalnya: Nama ilmiah buah
manggis ialah carcinia mengostana.
3. Penulisan Kata
a. Kata Dasar
Kata yang berupa kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan. Misalnya:
1. Ibu percaya bahwa engkau tahu.
2. Kantor pajak penuh sesak.
3. Buku itu sangat tebal.
b. Kata Turunan
1. Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan kata dasarnya.
Misalnya: bergerak, dikelola, menengok, mempermainkan.
2. Jika bentuk dasar berupa gabungan kata, awalan atau akhiran ditulis
serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya.
Misalnya: bertepuk tangan, menganak sungai, sebar luaskan.
3. Jika bentuk dasar berupa gabungan kata mendapat awalan dan akhiran
sekaligus, unsur gabungan kata itu ditulis serangkai. Misalnya:
menggarisbawahi, menyebarluaskan, dilipatgandakan.
c. Bentuk Ulang
Bentuk ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung.
Misalnya: anak-anak, buku-buku, kuda-kuda, mata-mata, hati-hati, undang-
undang, kupu-kupu, kura-kura, lauk-pauk, mondar-mandir, menulis-nulis, tukar-
menukar.
d. Gabungan Kata
1. Gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk termasuk istilah khusus,
unsur-unsurnya ditulis terpisah. Misalnya: duta besar, kambing hitam, kereta
api, meja tulis, rumah sakit.
2. Gabungan kata, termasuk istilah khusus yang mungkin menimbulkan
kesalahan pengertian dapat ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan
pertalian unsur yang bersangkutan. Misalnya: anak-istri, ibu-bapak.
3. Gabungan kata berikut ditulis serangkai. Misalnya: adakalanya,
alhamdulillah, belasungkawa, barangkali, bagaimana, dukacita, halalbihalal,
kasatmata.
e. Kata Ganti Ku, Kau, Mu dan Nya
Kata ganti ku dan kau ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya; ku,
mu, dan nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya. Misalnya:
Apa yang kumiliki boleh kauambil.
Bukuku, bukumu, dan bukunya tersimpan di perpustakaan.
f. Kata Depan di, ke, dan dari
Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya
kecuali di dalam gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu kata
seperti kepada, dan daripada. Misalnya:
Kain itu terletak di dalam lemari.
Ke mana saja ia selama ini?
Ia datang dari surabaya kemarin.
g. Kata si dan sang
Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya. Misalnya:
Harimau itu marah sekali kepada sang Kancil.
Surat itu dikirimkan kembali kepada si pengirim.
h. Partikel
1. Partikel -lah -kah ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.
Misalnya:
Bacalah buku itu baik-baik.
Apakah isi dari koper itu?
2. Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya. Misalnya:
Apa pun yang dimakannya, ia tetap kurus.
Kelompok yang lazim dianggap padu, misalnya adapun, andaipun, ataupun,
bagaimanapun, biarpun, kalaupun, kendatipun, maupun, meskipun,
sekalipun, sungguhpun, walaupun, ditulis serangkai.
3. Partikel per yang berarti ‘mulai’, ‘demi’, dan ‘tiap’ ditulis terpisah dari
bagian kalimat yang mendahuluinya atau megikutinya. Misalnya:
Pegawai negeri mendapat kenaikan gaji per 1 April.
4. Penulisan Unsur Serapan.
Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia menyerap unsur dari bahasa
lain, baik dari bahasa daerah maupun bahasa asing. Berdasarkan taraf
integrasinya, unsur pinjaman dalam bahasa Indonesia dapat dibagi atas dua
golongan besar. Pertama, unsur pinjaman yang belum sepenuhnya terserap ke
dalam bahasa Indonesia seperti reshuffle, shuttle cock. Unsur-unsur ini dipakai
dalam konteks bahasa Indonesia, tetapi pengucapannya masih mengikuti cara
asing. Kedua, unsur pinjaman yang pengucapan dan penulisannya disesuaikan
dengan kaidah bahasa Indonesia. Dalam hal ini diusahakan agar ejaannya diubah
seperlunya.
5. Pemakaian Tanda Baca
Dalam ejaan bahasa Indonesia terdapat banyak tanda baca. Misalnya:
tanda titik (.), tanda koma (,), tanda titik koma (;), tanda titik dua (:), tanda hubung
(-), tanda elipsis (...), tanda tanya (?), tanda seru (!), tanda kurung ((...)), tanda
kurung siku ([...]), tanda petik (“...”), tanda petik tunggal (‘...’), tanda garis miring
(/), dan tanda penyingkat atau apostrof (‘). Dari berbagai jenis tanda baca tersebut,
dalam penelitian ini hanya akan dijelaskan tentang dua tanda baca, yaitu tanda
baca titik (.) dan tanda baca koma (,), yang akan dijelaskan berikut ini:
a. Tanda Baca Titik (.)
1. Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.
Misalnya:
Ayahku tinggal di Jakarta.
Biarlah mereka duduk di sana.
2. Tanda titik dipakai dibelakang angka atau huruf dalam suatu bagan,
ikhtisar, atau daftar. Misalnya:
b. 1. Patokan Umum
3. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang
menunjukkan waktu. Misalnya:
Pukul 1.35.20 (pukul 1 lewat 35 menit 20 detik)
4. Tanda titik dipakai diantara nama penulis, judul tulisannya yang tidak
berakhir dengan tanda tanya dan tanda seru, dan tempat terbit dalam daftar
pustaka. Misalnya:
Siregar, Merari. 1920. Azab dan Sengsara. Weitevreden: Balai Poestaka.
5. Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya.
Misalnya: Desa itu berpenduduk 24.200 orang.
6. Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala
karangan atau kepala ilustrasi, tabel, dan sebagainya.
7. Tanda titik dipakai di belakang (1) alamat pengirim dan tanggal surat, atau
(2) nama dan alamat penerima surat.
b. Tanda Baca Koma (,)
1. Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau
pembilangan. Misalnya:
Saya membeli kertas, pena, dan tinta.
2. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari
kalimat setara berikutnya yang didahului oleh kata seperti tetapi atau
melainkan. Misalnya:
Saya ingin datang, tetapi hari hujan.
Didi bukan anak saya, melainkan anak pak Kasim.
3. Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat
jika anak kalimat itu mendahului induk kalimatnya. Misalnya:
Kalau hari hujan, saya tidak akan datang.
Karena sibuk, ia lupa akan janjinya.
4. Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung
antarkalimat yang terdapat pada awal kalimat. Termasuk di dalamnya oleh
karena itu, jadi, lagipula, meskipun begitu, akan tetapi. Misalnya:
Oleh karena itu, kita harus hati-hati.
5. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kata seperti o, ya, wah, aduh,
kasihan, dari kata yang lain yang terdapat di dalam kalimat. Misalnya:
O, begitu?
Wah, bukan main!
6. Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung bagian lain
dalam kalimat. Misalnya: Kata Ibu, “Saya gembira sekali.”
7. Tanda koma dipakai di antara nama dan alamat, bagian-bagian alamat,
tempat dan tanggal, dan nama tempat wilayah negeri yang ditulis
berurutan.
8. Tanda koma dipakai untuk menceraikan bagian nama yang di balik
susunannya dalam daftar pustaka.
9. Tanda koma dipakai di antara bagian-bagian dalam catatan kaki.
10. Tanda koma dipakai di antara nama orang dan gelar akademik yang
mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga,
atau marga. Misalnya: Dr. Alek, S.S., M.Pd.
11. Tanda koma dipakai di depan angka persepuluhan atau di antara rupiah
dan sen yang dinyatakan dengan angka. Misalnya: 12,5 m, Rp 12,50.
12. Tanda koma dipakai untuk mengapit karangan tambahan yang sifatnya
tidak membatasi. Misalnya: Guru saya, Pak Ahmad, pandai sekali.
13. Tanda koma dapat dipakai untuk menghindari salah baca di belakang
keterangan yang terdapat pada awal kalimat. Misalnya: Atas bantuan Andi,
Hendri mengucapkan terima kasih.
14. Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian
lain yang mengiringinya dalam kalimat jika petikan langsung itu berakhir
dengan tanda tanya atau tanda seru. Misalnya: “Di mana saudara tinggal?”
tanya Fadiyah.
2.3.3 Bentuk Kata
Dari segi bentuknya kata dapat dibedakan atas dua macam, yaitu (1) kata
yang bermorfem tunggal, dan (2) kata yang bermorfem banyak (Finoza,
2009:81). Kata yang bermorfem tunggal disebut juga kata dasar atau kata yang
tidak berimbuhan. Kata dasar umumnya berpotensi untuk dikembangkan menjadi
kata turunan atau kata berimbuhan. Perubahan kata dasar menjadi kata turunan
selain mengubah bentuk, juga mengubah makna. Menurut Pateda dan Yennie
(2008:106) bentuk kata terdiri atas (1) kata dasar,(2) kata berimbuhan, (3) kata
berulang, dan (4) kata majemuk.
1) Kata Dasar
Kata dasar yakni kata yang merupakan dasar pembentukan kata
berimbuhan. Kata dasar berpotensi untuk menjadi kata turunan. Misalnya:
lari, jalan, lompat, tidur, dan masih banyak lagi bentuk kata dasar yang
lain.
2) Kata Berimbuhan
a. Imbuhan Awalan (Prefiks)
Awalan adalah imbuhan yang diberikan di awal kata. Contoh: me-, ber-,
di-, ke-, pe-, dan ter-.
b. Imbuhan Sisipan (Infiks)
Sisipan adalah imbuhan yang diberikan di tengah kata. Contoh: -el, -em,
dan –er.
c. Imbuhan Akhiran (Sufiks)
Imbuhan akhiran adalah imbuhan yang diberikan di akhir kata. Contoh: -
kan, -I, -an, -kah, -tah, dan –pun.
d. Imbuhan Awalan dan Akhiran (Konfiks)
Awalan dan akhiran adalah imbuhan yang berupa gabungan dari awalan
dan akhiran. Contoh: me-kan, pe-an, ber-an, dan se-nya.
3) Kata Berulang
Kata berulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung.
Misalnya: anak-anak, jalan-jalan, sayur-mayur, sia-sia, mondar-mandir, dibesar-
besarkan, tukar-menukar.
4) Kata Majemuk
a. Kata majemuk merupakan gabungan dua unsur yang masing-masing
memiliki makna, tetapi hasil gabungannya memiliki makna sendiri
(Djajasudarma, 2010:53). Menurut Alek dan Achmad (2011:275)
gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk termasuk istilah khusus,
unsur-unsurnya ditulis terpisah. Misalnya: duta besar, kambing hitam,
kereta api, meja tulis, rumah sakit, simpang lima.
b. Gabungan kata, termasuk istilah khusus yang mungkin menimbulkan
kesalahan pengertian dapat ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan
pertalian unsur yang bersangkutan. Misalnya: anak-istri, ibu-bapak.
c. Gabungan kata berikut ditulis serangkai. Misalnya: adakalanya,
alhamdulillah, belasungkawa, barangkali, bagaimana, dukacita,
halalbihalal, kasatmata, bumuputera, manakala, darmabakti.
2.3.4 Pilihan Kata (Diksi)
Pilihan kata atau diksi pada dasarnya adalah hasil dari upaya memilih kata
tertentu untuk dipakai dalam kalimat, alinea, atau wacana (Finoza, 2009:129).
Pemilihan kata ini dilakukan bila tersedia sejumlah kata yang hampir sama.
Sehingga kita memilih kata mana yang paling cocok untuk digunakan dalam
menyusun kalimat. Pemilihan kata ini berlangsung ketika seseorang berbicara atau
menulis. Pemilihan kata bukanlah sekadar kegiatan memilih kata yang tepat,
melainkan juga memilih kata yang cocok. Cocok dalam hal ini berarti sesuai
dengan konteks di mana kata itu berada.
Dalam memilih kata seseorang harus menguasai banyak kosakata.
Sehingga dia pun tidak akan kesulitan saat menulis. Diksi perlu juga
dipertimbangkan dari segi makna. Diusahakan agar kata atau istilah yang
digunakan tidak bermakna ganda. Maka dari itu, untuk menghindari salah tafsir
dari pembaca sangat dibutuhkan pemilihan kata ini.
2.3.5 Struktur Kalimat
Menurut Alek dan Achmad (2011:243-244) bahwa kalimat adalah satuan
pikiran atau perasaan yang menyatakan dengan subjek dan predikat yang dirakit
secara logis. Sedangkan menurut Putrayasa (2008:20) bahwa kalimat adalah
satuan gramatikal yang dibatasi oleh adanya jeda panjang dan disertai nada akhir
naik atau turun. Penggolongan kalimat menurut Alek dan Achmad (2011:252-
253) didasarkan pada maksud, struktur, dan bentuk retorikanya.
Struktur kalimat merupakan kalimat-kalimat yang mengikuti pola dasar,
yaitu kalimat yang terdiri atas subjek, predikat, objek dan keterangan. Kalimat
merupakan primadona dalam kajian bahasa. Hal ini disebabkan karena dengan
kalimatlah seseorang dapat menyampaikan maksudnya secara lengkap dan jelas.
Dari segi bentuk dan struktur Kalimat ialah satuan kata terkecil. Maksudnya,
kalimat dapat dibangun minimal dengan dua buah kata (Putrayasa, 2009:2).
Finoza (2009:149) mengatakan bahwa kalimat adalah ujaran/tulisan yang
mempunyai struktur minimal subjek (S) dan predikat (P) dan intonasi finalnya
menunjukan bagian ujaran/tulisan itu sudah lengkap dengan makana (bernada
berita, tanya, atau perintah). Sebuah kalimat harus mengandung pokok pikiran
yang lengkap sebagai pengungkap maksud penulis atau penuturnya. Maka dari itu,
kalimat yang dihasilkanpun harus efektif.
1. Kefektifan Kalimat
Menurut Alek dan Achmad (2011:248) bahwa kefektifan kalimat diukur
dari sudut pandang banyak sedikitnya kalimat itu berhasil mencapai sasaran
komunikasinya. Kalimat yang efektif dapat meyakinkan dan menarik perhatian
pendengar atau pembaca karena memiliki ciri: keutuhan, perpautan, penegasan,
ekonomi, dan variasi.
a. Keutuhan
Kalimat yang baik mempunyai kesatuan struktur dan kesatuan logika yang
saling terjalin. Kesatuan struktur diperoleh dengan adanya subjek dan predikat.
Jika salah satu tidak ada kita berhadapan dengan penggalan yang bukan kalimat.
Kesatuan logika akan nyata jika unsur kalimatnya jelas bertalian. Unsur yang
tidak relevan yang dimasukkan merusak kesatuan itu. Misalnya: Para pelamar
diharapkan mendaftar.
b. Perpautan
Perpautan dalam kalimat menyangkut masalah pertalian di antara unsur-
unsurnya. Pertalian itu dapat dijelaskan oleh penataan kata, frasa, dan suku
kalimat yang tepat. Perpautan itu akan lebih nyata jika (1) pemakaian kata ganti
lebih diperhatikan; (2) gagasan yang sejajar dituangkan ke dalam bangun yang
sejajar.
c. Penegasan
Penegasan ialah ciri yang berupa pemusatan pikiran pada bagian kalimat
yang terpenting. Penegasan dapat dicapai dengan pengubahan urutan lazim,
dengan pengulangan, dengan pemilihan ragam tertentu atau dengan menggunakan
pungtuasi khusus. Misalnya:
Kamilah yang ditugasi menyusun acara.
d. Ekonomi
Ekonomi dalam kalimat ialah penghematan dalam pemakaian kata. Hal itu
tidak berarti bahwa yang perlu, atau yang menambahkan nilai artistik, boleh
dihilangkan. Maksudnya ialah pembuangan kata yang mubazir. Misalnya:
1. Pengangguran adalah merupakan hambatan utama.
2. Pengangguran merupakan hambatan utama.
e. Variasi
Kelincahan pikiran dan bahasa dinyatakan juga oleh variasi bentuk kalimat
yang berurutan. Cara-caranya: (1) pemakaian berbagai jenis kalimat menurut
struktur gramatikal dan bentuk retorik; (2) pemakaian kalimat yang panjangnya
berbeda-beda; dan (3) pemakaian unsur kalimat yang berselang-seling.
2.4 Hakekat Pengumuman
2.4.1 Pengertian Pengumuman
Pateda dan Yennie (2011:209) mengklasifikasikan pengumuman ke dalam
jenis surat yang dilihat dari segi isi. Pengumuman adalah surat terbuka yang
ditempelkan di papan pengumuman atau surat kabar yang ditujukan kepada
khalayak untuk diketahui (Pateda dan Yennie, 2011:211). Pengumuman
merupakan surat dinas yang berisi pemberitahuan suatu hal yang ditujukan kepada
para karyawan atau masyarakat umum dan kepada pihak-pihak yang terlihat
dalam isi atau perihal yang dicakup dalam pengumuman tersebut (Ulyani,
2012:15).
Pengumuman adalah surat yang disampaikan kepada umum, sekelompok
khalayak tanpa harus diketahui siapa dan berapa jumlah pembacanya, dan
siapapun berhak membaca, namun tidak semua pembaca itu berkepentingan.
Pengumuman dibuat untuk mengkomunikasikan atau menginformasikan
suatu gagasan, pikiran kepada pihak lain. Untuk membuat pengumuman dengan
baik, pembuat pengumuman harus mengetahui pokok-pokok pengumuman, yaitu:
(1) tujuan pengumuman, (2) isi pengumuman, (3) sasaran pengumuman, (4)
media yang digunakan, (5) bahasa pengumuman, dan (6) bentuk pengumuman
(Sabrina, 2011).
2.4.2 Bagian-bagian Pengumuman
Adapun bagian-bagian yang sangat penting dalam sebuah pengumuman
yang harus ada dalam setiap pengumuman adalah (1) kepala pengumuman, (2)
badan pengumuman, dan (3) kaki pengumuman (Sabrina, 2011).
1) Kepala Pengumuman
Kepala surat atau kop surat sangat penting, bermanfaat, dan memiliki
beberapa fungsi, yaitu sebagai alat pengenal agar suatu organisasi atau instansi
mudah dikenal oleh masyarakat, yang biasanya memiliki logo khusus sebagai cirri
khas. Kepala surat juga merupakan alat pemberi informasi karena dalam kepala
surat memuat nama organisasi atau instansi, logo, alamat, dan nomor telepon
(Ulyani, 2012:19).
2) Badan Pengumuman
Dalam badan pengumuman terdapat beberapa unsur yaitu (1) salam
pembuka, (2) isi pengumuman, dan (3) bagian kaki pengumuman (Sabrina, 2011).
a. Salam Pembuka
Salam pembuka adalah bagian surat yang berupa kata pembukaan untuk
mengawali pembicaraan melalui surat seperti halnya seseorang yang mengawali
pidatonya. Salam pembuka ini berfungsi sebagai tanda hormat penulis sebelum
memulai berbicara, juga sebagai sarana menjaga dan memelihara hubungan, dan
juga untuk mengenal watak atau sifat seseorang (Ali, 2009:37).
b. Isi Pengumuman
Isi pengumuman biasanya terdiri atas tiga bagian sebagai berikut.
a. Kalimat Pembuka atau Pendahuluan
b. Isi Sesungguhnya
c. Kalimat Penutup
3) Kaki Pengumuman
Bagian kaki pengumuman terdapat salam penutup. Salam penutup ini
harus disesuaikan dengan salam pembuka, selain itu bagian kaki pengumuman
memuat tentang nama kota tempat pengumuman dikeluarkan, tanggal, bulan,
tahun dikeluarkan, nama penanda tangan, serta jabatan penanda tangan.
2.4.3 Bentuk-bentuk Pengumuman
Bentuk pengumuman adalah tata letak atau pemosisian bagian-bagian
surat tertentu dari sebuah pengumuman sesuai dengan fungsi dan perannya,
terutama sebagai sebuah petunjuk atau sebagai identifikasi dalam pengumuman
tersebut. Pengumuman merupakan salah satu jenis surat yang bersifat resmi. Jadi,
bentuk pengumuman harus disesuaikan dengan bentuk surat resmi (Sabrina,
2011).
Bentuk surat resmi pada instansi-instansi di Indonesia ada tiga macam
variasi sebagai berikut.
1) Bentuk resmi Indonesia variasi I (bentuk lama)
2) Bentuk resmi Indonesia variasi II (setengah lurus)
3) Bentuk resmi Indonesia variasi III (lurus).
Adapun bentuk pengumuman yang dirujuk oleh Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa adalah bentuk variasi II, yaitu bentuk setengah lurus
sebagai bentuk resmi variasi baru.
2.4.4 Tujuan Pengumuman
Secara umum, tujuan pengumuman sama seperti tujuan surat yaitu untuk
menyampaikan suatu maksud atau informasi secara tertulis. Pengumuman dibuat
untuk mengkomunikasikan atau menginformasikan suatu gagasan, pikiran kepada
pihak lain. Tujuan pengumuman adalah sesuatu yang dikehendaki atau diinginkan
dalam suatu pengumuman. Pesan atau informasi yang disampaikan dalam
pengumuman harus benar, jelas, dan sesuai dengan tujuan pengumuman tersebut
(Sabrina, 2011).