8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Hakikat Pembelajaran IPA SD
Manusia dalam kehidupannya senantiasa berkeinginan agar kehidupannya
tidak tertinggal dengan manusia yang lain. Manusia memerlukan cara-cara untuk
tetap berkembang dan maju untuk kehidupan yang lebih baik. Salah satu usaha
manusia agar kehidupannya terus berkembang dan tidak tertinggal adalah dengan
belajar. Menurut Slameto (2003:2) belajar adalah suatu proses usaha yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru
secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalamannya sendiri dalam interaksi
dengan lingkungannya. Sedangkan menurut Bruner dalam (Degeng, 1998) belajar
dapat mengungkapkan hubungan antara kegiatan peserta didik dengan proses-
proses psikologi dalam diri peserta didik. Atau belajar mengungkapkan hubungan
antara fenomena yang ada dalam diri peserta didik. Belajar merupakan perubahan
pada individu yang terjadi melalui pengalaman dan bukan karena pertumbuhan
atau perkembangan tubuhnya atau karakteristik seseorang sejak lahir (Trianto,
2011). Jadi belajar dapat diartikan sebagai proses usaha yang dilakukan oleh
seseorang untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru berhubungan
dengan proses psikologis melalui pengalaman ataupun interaksi dengan
lingkungannya.
Menurut Undang-undang nomor 20 tahun 2000 pasal 1 tentang pendidikan
nasional menyatakan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik
dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Sudjana dan
Rivai(1990:1-8) mengartikan pembelajaran adalah proses pengajaran dalam suatu
kegiatan melaksanakan kurikulum suatu lembaga pendidikan, agar dapat
mempengaruhi peserta didik mencapai tujuan pendidikan yang telah di tetapkan.
Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh
guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik. Sedangkan
pembelajaran merupakan kata jamak dari kata belajar, yang menurut
9
Purwadarminta (dalam Mahfud, 2012:211) sama artinya dengan instruction atau
pengajaran yaitu cara (pembuatan) mengajar atau mengajarkan.
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
adalah proses interaksi antara peserta didik dan pendidik melalui pengajaran serta
sumber belajar dalam kegiatan melaksanakan kurikulum agar mencapai tujuan
pendidikan.
IPA biasanaya disebut dengan kata “sains” yang berasal dari kata “natural
science”. Natural artinya ilmiah dan berhubungan dengan alam, sedangkan
science artinya ilmu pengetahuan. Adapaun pengetahuan itu sendiri artinya segala
sesuatu yang diketahui oleh manusia. Jadi IPA adalah pengetahuan yang rasional
dan objektif tentang alam semesta dengan segala isinya (Hendro Darmojo,
1992:3). Selain itu, Nash 1993 (dalam hendro Darmojo, 1993:3 ) dalam bukunya
The Nature of Science, menyatakan bahwa IPA adalah suatu cara atau metode
untuk mengamati alam. Nash juga menjelaskan cara IPA mengamati dunia itu
bersifat analitis, lengakap, cermat serta menghubungkan anatara suatu fenomena
dengan fenomena lain, sehingga keseluruhanya membentuk suatu perspektif yang
baru tentangt objek yang diamati. Dari pengertian beberapa ahli dapat
disimpulkan bahwa IPA adalah cara atau ilmu yang mempelajarai tentang
fenomena-fenomena alam.
IPA dalam disiplin ilmu dan penerapanya dalam masyarakat membuat
pendidikan IPA menjadi penting. Oleh karena struktur kognitif anak-anak tidak
dapat dibandingkan dengan struktur kognitif ilmuan, padahal mereka perlu
diberikan kesempatan untuk berlatih keterampilan-keterampilan proses IPA dan
perlu dimodifikasikan sesuai dengan tahap perkembangan kognitifnya.
Keterampilan proses sains didefinisikan oleh Paolo dan Marten (dalam Carin,
1993:5) adalah mengamati, mencoba memahami apa yang diamati,
mempergunakan pengetahuan baru untuk meramalkan apa yang terjadi, menguji
ramalan-ramalan di bawah kondisi-kondisi untuk melihat apakah ramalan tersebut
benar. Selanjutnya Paolo dan Marten juga menegaskan bahwa dalam IPA
tercakup juga coba-coba dan melakukan kesalahan, gagal dan mencoba lagi. Ilmu
pengetahuan Alam tidak menyediakan semua jawaban untuk semua masalah yang
10
kita ajukan. Dalam IPA kita sebagai guru harus selalu siap memodifikasi model-
model yang kita punyai tentang alam ini.
Mata pelajaran IPA dimasukkan di dalam suatu kurikulum sekolah yaitu:
(1) Bahwa IPA berfaedah bagi suatu bangsa, karena kesejahteraan suatu bangsa
banyak sekali tergantung pada kemampuan bangsa itu dalam bidang IPA, sebsb
IPA merupakan dasar teknologi dan disebut sebagai tulang punggung
pembangunan. Orang tidak menjadi insinyur elektronika atau dokter yang baik
tanpa dasar yang cukup luas mengenai Ilmu pengetahuan Alam. (2) Bila diajarkan
IPA menurut cara yang tepat, maka IPA merupakan suatu mata pelajaran yang
melatih atau mengembangkan kemampuan berfikir kritis. (3) Bila IPA diajarkan
melalui percobaan-percobaan yang dilakukan sendiri oleh anak maka IPA tidaklah
merupakan mata pelajaran yang bersifat hafalan belaka. (4) Mata pelajaran IPA
mempunyai nilai-nilai pendidikan yaitu dapat membentuk kepribadian anak secara
keseluruhan.
Aplikasi teori perkembangan kognitif pada pendidikan IPA adalah sebagai
berikut:
1. Konsep IPA dapat berkembang baik, hanya bila pengalaman langsung.
2. Daur belajar yang mendorong perkembangan konsep IPA sebagai berikut:
a. Eksplorasi yaitu kegiatan dimana anak mengalami secara langsung,
anak memperoleh informasi baru sesuai dengan konsep yang telah
dimilikinya.
b. Generalisasi yaitu menarik kesimpulan dari beberapa informasi atau
pengalaman yang tampak bertentangan dengan informasi anak.
c. Deduksi yaitu mengaplikasikan konsep baru (generalisasi) pada situasi
dan kondisi baru.
Proses berfikir berkembang melalui tahap-tahap daur belajar ini
mendorong perkembangan berfikir yaitu anak dapat menganalisis objek IPA dari
pemahaman umum hingga pemahaman khusus.
11
2.1.2 Model Pembelajaran NHT (Numbered Head Together)
2.1.2.1 Pengertian Model Pembelajaran NHT (Numbered Head Together)
NHT (Numbered Heads Together) dikembangkan oleh Spencer Kagan
(1992). Teknik ini bertujuan memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling
membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain
itu tehnik ini juga mendorong siswa untuk meningkatkan kerja sama anatar siswa.
Menurut Anita Lie (2004:59) Numbered Heads Together (NHT) adalah
suatu tipe dari pembelajaran kooperatif pendekatan structural yang memberikan
kesempatan kepada siswa untuk saling membagiakan ide-ide dan jawaban yang
paling tepat. Dalam Aris Shoimin model NHT (Numbered head Together) adalah
suatu model pembelajaran berkelompok yang setiap anggota kelompoknya
bertanggung jawab atas tugas kelompoknya. Ahmad Zuhdi (2010:64) Numbered
Heads Together (NHT) adalah suatu model pembelajaran kooperatif dimana siswa
diberi nomor kemudian dibuat suatu kelompok, lalu secara acak guru memanggil
nomor dari siswa.
Jadi dapat disimpulkan bahwa NHT(Numbered Heads Together) adalah
model pembelajaran kooperatif dimana siswa diberi nomor dalam kelompok dan
menentukan jawaban yang paling tepat.
2.1.2.2 Tahap-tahap Numbered Head Together (NHT)
Tahap-tahap dalam pembelajaran Numbered Heads Together (NHT)
menurut Anita Lie (2004:60) sebagi berikut:
a. Siswa dibagi dalam kelompok dan setiap siswa dalam setiap kelompok
mendapat nomor.
b. Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakan.
c. Kelompok memutuskan jawaban yang dianggap paling benar dan memastikan
setiap anggota kelompok mengetahui jawaban tersebut.
d. Guru memanggil ssalah satu nomor. Siswa dengan nomor yang dipanggil
melaporkan hasil kerja sama mereka.
Miftahul Huda (2013:203) menyebutkan tahap-tahap NHT (Numbered
Heads Together) sebagai berikut:
12
a. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok. Masing-masing siswa dalam
kelompok diberi nomor.
b. Guru memberi tugas atau pertanyaan dan masing-masing kelompok
mengerjakan.
c. Setiap kelompok berdiskusi untuk menemukan jawaban yang dianggap paling
benar dan memastikan semua anggota kelompok mengetahui jawaban.
d. Guru memanggil salah satu nomor secara acak.
e. Kemudian siswa yang dipanggil nomornya mempresentasikan hasil diskusi
kelompok mereka.
Langkah-langkah NHT (Numbered Heads Together) adalah:
1. Siswa dibagi dalam kelompok. Setiap siswa dalam kelompok mendapat
nomor.
2. Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakan.
3. Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota
kelompok dapat mengerjakan atau mengetahui jawaban.
4. Guru memanggil salah satu nomor siswa dan nomor yang dipanggil
menjelaskan hasil kerja sama kelompok mereka.
5. Tanggapan dengan teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor lain.
6. Kesimpulan.
Dari langkah- langkah diatas maka dapat disimpulkan pembelajaran NHT
(Numbered Heads Together) ini diawali dengan penomoran siswa yaitu guru
membagi kelas menjadi kelompok kecil kemudian guru memberikan nomor pada
siswa dalam kelompok dengan nomor yang berbeda. Selanjutnya guru
memberikan pertanyaan dan harus dijawab oleh tiap kelompok dan masing-
masing anggota harus tahu jawabannya. Tahapan yang selanjutnya adalah guru
memanggil nomor siswa secara acak. Kemudian mereka menjawab pertanyaan
yang diberikan oleh guru. Siswa beserta guru menyimpulkan pembelajaran
bersama-sama.
2.1.2.2 Kelebihan Pembelajaran NHT (Numbered Head Together)
Model NHT (Numbered Heads Togheter) memiliki kelebihan diataranya
dapat meningkatkan prestasi belajar siswa, mampu memperdalam pamahaman
13
siswa, menyenangkan siswa dalam belajar, mengembangkan sikap positif siswa,
mengembangkan sikap kepemimpinan siswa, mengembangkan rasa ingin tahu
siswa, meningkatkan rasa percaya diri siwa, mengembangkan rasa saling
memiliki, serta mengembangkan keterampilan untuk masa depan.
Setiap siswa menjadi siap karena guru memanggil acak dari nomor yang
sudah diberikan pada siswa. Dapat melakukan diskusi mengajari siswa yang
kurang pandai. Model pembelajaran ini baik digunakan karena model ini
mengajarkan kepada siswa untuk lebih siap dalam menguasai materi serta belajar
menerima keanekaragaman dengan kelompok lain, karna dalam model ini siswa
dituntut untuk berdiskusi untuk memecahkan suatu masalah. Terjadinya interaksi
antara siswa melalui diskusi siswa secara bersama dalam menyelesaikan masalah
yang dihadapi. Siswa pandai maupun siswa lemah sama-sama memperoleh
manfaat melalui aktifitas belajar kooperatif. Dengan bekerja secara kooperatif ini,
kemungkinan konstruksi pengetahuan akan manjadi lebih besar kemungkinan
untuk siswa dapat sampai pada kesimpulan yang diharapkan. Dapat memberikan
kesempatan kepada siswa untuk menggunakan keterampilan bertanya, berdiskusi,
dan mengembangkan bakat kepemimpinan.
2.1.2.3 Kelemahan Pembelajaran NHT (Numbered Head Together)
Kemungkinan nomor yang dipanggil, dipanggil lagi oleh guru karena
banyaknya nomor yang ada dalam satu kelas. Tidak semua anggota kelompok
dipanggil oleh guru karena dalam satu kelas banyak mungkin hanya beberapa
perwakilah tiap kelompok saja yang dipanggil oleh guru. Tidak terlalu cocok
untuk jumlah siswa yang banyak karena membutuhkan waktu yang lama. Siswa
yang pandai akan cenderung mendominasi sehingga dapat menimbulkan sikap
minder dan pasif dari siswa yang lemah. Proses diskusi dapat berjalan lancar jika
ada siswa yang sekedar menyalin pekerjaan siswa yang pandai tanpa memiliki
pemahaman yang memadai. Pengelompokkan siswa memerlukan pengaturan
tempat duduk yang berbeda-beda serta membutuhkan waktu khusus.
14
2.1.3 Model Pembelajaran Student Teams Achivement Division (STAD)
2.1.3.1 Pengertian Model Pembelajaran Student Teams Achivement Division
(STAD)
Menurut (Barlian,2009) Model pembelajaran STAD mengharuskan siswa
belajar dalam kelompok kecil. Setiap siswa akan belajar dan saling mengajarkan.
Keberhasilan yang dicapai oleh seorang siswa akan menentuka keberhasilan
kelompoknya.
Dalam Aris Soimin STAD mengacu kepada belajar kelompok siswa yang
menyajikan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu menggunakan
presentase verbal atau teks.
STAD (Student Teams Achivement Division) merupakan salah satu
model pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan model
pembelajaran kooperatif dengan menggunakan kelompok-kelompok kecil.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa model STAD (Student
Teams Achivement Division) adalah model pembelajaran kooperatif yang paling
sederhana dengan menggunakan kelompok- kelompok kecil yang setiap siswa
akan belajar dan saling mengajar untuk mendapatkan informasi akademik baru.
2.1.3.2 Tahap-tahap Student Teams Achivement Division (STAD)
Langkah- langkah pembelajaran dalam STAD:
a. Guru menyampaikan materi pembelajaran kepada siswa sesuai dengan
kompetensi dasar yang akan dicapai.
b. Guru memberi tes atau kuis kepada setiap siswa untuk mengetahui
keampuan individu akan diperoleh nilai awal kemampuan siswa.
c. Guru membentuk beberapa kelompok.
d. Guru memberikan tugas kepada kelompok berkaitan dengan materi yang
telah diberikan, mendiskusikan bersama-sama, saling membantu antar
anggota lain serta membahas jawaban tugas yang diberikan guru.
e. Guru memberikan tes atau kuis kepada setiap siswa secara individual.
f. Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan dan
memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah dipelajarai.
15
g. Guru memberikan penghargaan kepada kelompok berdasarkan perolehan
nilai peningkatan hasil belajar individual.
Dalam model ini terdapat beberapa langkah pembelajaran diantaranya
sebagai berikut:
a. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dan
memotivasi siswa untuk belajar.
b. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok, dimsns setiap kelompoknya
terdiri dari 4-5 siswa
c. Guru menyampaikan materi pelajaran
d. Siswa belajar kelompok dalam tim yang sudah dibentuk. Guru
memberikan lembar kerja kepada kelompok.
e. Guru memberikan kuis kepada siswa sesuai materi yang telah dipelajari.
f. Guru memberikan penghargaan kepada kelompok berdasarkan nilai
perorelan.
Langkah- langkah pembelajaran dalam model STAD adalah sebagi berikut:
a. Tahap 1: Pengajaran, pada tahap ini guru menyajikan materi pelajaran
biasanya dengan format ceramah atau diskusi.
b. Tahap 2: Tim Studi, pada tahap ini dibentuk anggota kelompok dan para
anggota kelompok bekerja secara kooperatif untuk menyelesaikan lembar
kerja.
c. Tahap 3: Tes, pada tahap ini setiap siswa pada secara individual
menyelesaikan kuis yang diberikan oleh guru. Kemudian guru men-score
kuis dan mencatat pemerolehan hasilnya.
d. Tahap 4: Rekognisi, pada tahp terakhir ini setiap tim atau kelompok
mendapatkan penghargaan atau reward bergantung pada nilai score rata-
rata tim atau kelompok.
Dari langkah-langkah pembelajaran diatas dapat disimpulkan sebagai berikut:
a. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dan
memotivasi siswa untuk belajar.
b. Guru menyampaikan materi pembelajaran kepada siswa sesuai dengan
kompetensi dasar yang akan dicapai.
16
c. Guru membentuk beberapa kelompok 4-5 orang.
d. Guru memberikan tugas kepada kelompok berkaitan dengan materi yang
telah diberikan, mendiskusikan bersama-sama, saling membantu antar
anggota lain serta membahas jawaban tugas yang diberikan guru.
e. Guru memberikan kuis individu kepada siswa sesuai materi yang telah
dipelajari.
f. Guru memberikan penghargaan kepada kelompok berdasarkan nilai
perorelan.
2.1.3.3 Kelebihan Pembelajaran Student Teams Achivement Division (STAD)
Dalam model Student Teams Achivement Division (STAD) ini memiliki
beberapa kelebihan diantaranya adalah siswa dapat bekerja sama dalam mencapai
tujuan dengan menjungjung tinggi norma-norma dalam kelompok, siswa aktif
membantu dan memotivasi semangat untuk berhasil bersama, aktif berperan
sebagai tutorial sebaya untuk lebih meningkatkan keberhasilan kelompok,
interaksi antar siswa seiring dengan peningkatan kemampuan mereka dalam
berpendapat, meningkatkan keakapan individu, tidak bersifat kompetitif dan tidak
memiliki rasa dendam.
2.1.3.4 Kelemahan Pembelajaran Student Teams Achivement Division (STAD)
Kekurangan dalam model Student Teams Achivement Division (STAD)
adalah kontribusi dari siswa berprestasi rendah menjadi kurang, siswa berprestasi
tinggi aankan mengarahkan pada kekecewaan karena peran anggota yang pandai
lebih dominan, membutuhkan waktu yang lama sehingga sulit mencapai
kurikulum dan guru tidak mau menggunakan pembelajaran kooperatif, menuntut
sifat tertentu dari siswa dan membutuhkan kemampuan khusus dari guru yang
mengajar.
2.1.4 Hasil Belajar
Indikator untuk mengetahui tercapainya suatu tujuan pembelajaran
salah satunya adalah dengan melakukan pengukuran terhadap hasil belajar. Hasil
belajar menjadi puncak dari suatu proses pembelajaran. Hasil belajar tidak haya
terbatas pada aspek kognitif tetapi dapat juga dalam aspek afektif dan
psikomotorik.
17
Hasil belajar merupakan suatu proses yang dilakukan guru pada akhir
kegiatan pembelajaran atau akhir program untuk menentukan angka hasil belajar
peserta didik. Hasil belajar harus diidentifikasi melalui informasi hasil
pengukuran penguasaan bidang materi dan aspek perilaku baik melalui teknik tes
dan nontes. Penguasaan materi yang dimaksud adalah derajat pencapaian
kompetensi hasil belajar seperti yang dikehendaki dalam standar proses dan
dinyatakan dalam aspek perilaku yang terbagi dalam ranah kognitif, afektif, dan
psikomotor (Wardani Naniek Sulistya, dkk: 2012: 109. Dalam Asesmen
Pembelajaran SD 2012).
Hasil belajar menurut Nana Sudjana (2005:22) adalah kemampuan
kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.
Dimyati (dalam Setyorini, 2014:9) berpendapat bahwa hasil belajar adalah hasil
dari suatu interaksi tindakan belajar dan tindakan mengajar. Winkel (dalam
Setyorini, 2014:8) juga berpendapat bahwa hasil belajar merupakan salah
satu bukti yang menunjukkan kemampuan atau keberhasilan seseorang yang
melakukan proses belajar sesuai bobot atau nilai yang berhasil diraihnya.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah hasil atau bukti
keberhasilan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran berupa kemampuan
yang dimilikinya dari segi kognitif, afektif dan psikomotorik.
Klasifikasi hasil belajar menurut Bloom dalam Agus Suprijono (2009: 6)
secara garis besar membagi menjadi 3 ranah yakni ranah kognitif, ranah afektif,
ranah psikomotorik. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual,
ranah afektif berkenaan dengan sikap, ranah psikomotorik berkenaan dengan hasil
belajar keterampilan dan kemampuan bertindak.
Dari pendapat yang dikemukakan oleh para ahli di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan perkembangan pola
pemahaman siswa yang didapat setelah mengalami proses pembelajaran yang
berlangsung di kelas dan mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Ukuran hasil belajar dapat diperoleh dari aktivitas pengukuran. Secara
sederhana pengukuran dapat diartikan sebagai kegiatan atau upaya yang dilakukan
untuk memberikan angka-angka pada suatu gejala atau peristiwa, atau benda,
18
sehingga hasil pengukuran akan selalu berupa angka. Alat untuk melakukan
pengukuran ini dapat berupa alat ukur standar seperti meter, kilogram, liter dan
sebagainya, termasuk ukuran-ukuran subyektif yang bersifat relatif, seperti depan,
jengkal, “sebentar lagi” dan lain-lain ( Poerwanti, 2008: 1-4). Untuk menetapkan
angka dalam pengukuran, perlu sebuah alat ukur yang disebut dengan instrumen.
Dalam dunia pendidikan instrumen yang sering digunakan untuk mengukur
kemampuan siswa seperti tes, lembar observasi, panduan wawancara, skala sikap
dan angket.
Selain itu pengukuran dapat diartikan sebagai kegiatan atau upaya yang
dilakukan untuk memberikan angka-angka pada suatu gejala atau peristiwa, atau
benda, sehingga hasil pengukuran akan selalu berupa angka (Wardani Naniek
Sulistya, dkk: 2012: 47). Penetapan angka dalam pengukuran memerlukan alat
ukur atau instrumen. Bentuk-bentuk instrumen adalah tes, lembar observasi,
wawancara, skala sikap dan angket. Dalam melaksanakan pengukuran dapat
digunakan butir-butir soal apabila cara pengukuran dilakukan dengan
menggunakan tes, dan apabila pengukuran dilakukan dengan cara mengamati atau
mengobservasi dapat menggunakan instrumen lembar pengamatan atau observasi,
pengukuran dengan teknik skala sikap dapat menggunakan instrumen butir-butir
pernyataan. Instrumen sebagai alat yang digunakan untuk mengukur ketercapaian
tujuan pembelajaran maupun kompetensi yang dimiliki peserta didik haruslah
valid, maksudnya adalah instrumen tersebut dapat mengukur apa yang seharusnya
diukur.
Hasil belajar digunakan guru sebagai ukuran atau kriteria dalam mencapai
suatu tujuan pendidikan. Untuk mengukur hasil belajar siswa digunakanlah alat
penilaian hasil belajar. Teknik yang digunakan dalam asesmen pembelajaran
untuk mengukur hasil belajar siswa dapat menggunakan teknik tes dan non tes
antara lain:
1. Tes
Tes merupakan pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk
memperoleh informasi tentang trait atau sifat atau atribut pendidikan yang setiap
butir pertanyaan tersebut mempunyai jawaban atau ketentuan yang dianggap
19
benar (Suryanto Adi, dkk. Dalam Asesmen Pembelajaran SD 2012). Adapun
komponen atau kelengkapan sebuah tes yaitu lembarab atau buku yang memuat
butir-butir soal tes, lembar jawaban tes, kunci jawaban tes, dan pedoman
penilaian. Dengan demikian hasil pengukuran dengan menggunakan tes termasuk
kategori data kuantitatif. Sebagai alat asesmen hasil belajar, tes mempunyai
fungsi, yaitu untuk:
a) Mengukur tingkat penguasaan terhadap seperangkat materi atau tingkat
pencapaian terhadap seperangkat tujuan tertentu.
b) Menentukan kedudukan atau perangkat peserta didik dalam kelompok,
tentang penguasaan materi atau pencapaian tujuan pembelajaran
tertentu.
Ditinjau dari tujuannya dalam pendidikan, maka tes dapat dibagi menjadi:
1) Tes Kecepatan (Speed Test)
Tes ini bertujuan untuk mengases peserta tes dalam hal kecepatan
berpikir atau keterampilan, baik bersifat spontanitas maupun hafalan dan
pemahaman dalam mata pelajaran yang telah dipelajari.
2) Tes Kemampuan (Power Test)
Tes ini bertujuan untuk mengases peserta tes dalam mengungkapkan
kemampuannya (dalam bidang tertentu) dengan tidak dibatasi secara
ketat oleh waktu yang disediakan. Kemampuan yang diases berupa
kognitif atau psikomotorik.
3) Tes Hasil Belajar (Achievement Test)
Tes ini dimaksudkan untuk mengases hal yang telah diperoleh dalam
suatu kegiatan seperti Tes Hasil Belajar (THB), tes harian (formatif) dan
tes akhir semester (sumatif). Tes ini bertujuan untuk mengases hasil
belajar setelah mengikuti kegiatan pembelajaran dalam suatu kurun
waktu tertentu.
4) Tes Kemajuan Belajar (Gains/Achievement Test)
Tes kemajuan belajar disebut juga dengan tes perolehan. Tes ini
dimaksudkan untuk mengetahui kondisi awal testi sebelum pembelajaran
20
dan kondisi akhir testi setelah pembelajaran. Untuk mengetahui kondisi
awal testi digunakan pre-tes dan kondisi akhir testi digunakan post-tes.
5) Tes Diagnostik (Diagnostic Test)
Tes yang digunakan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan siswa
sehingga kelemahan-kelemahan tersebut dapat dilakukan pemberian
perlakuan yang tepat.
6) Tes Formatif
Tes formatif digunakan untuk mengetahui sejauh mana siswa telah
terbentuk setelah mengetahui suatu program tertentu. Tes formatif dapat
disamakan dengan ulangan harian.
7) Tes Sumatif
Tes sumatif dilaksanakan setelah berakhirnya pemberian sekelompok
program. Tes sumatif dapat disamakan dengan ulangan umum yang biasa
dilaksanakan pada skhir semester dan tengah semester.
Pada penelitian ini tes berdasarkan segi kegunaan untuk mengukur
kemampuan siswa maka digunakan tes formatif. Berdasarkan cara
mengerjakannya tes dibagi menjadi 3 yaitu sebagai berikut:
1) Tes Tertulis
Tes tertulis adalah tes yang dilakukan secara tertulis baik dalam hal soal
maupun jawabannya.
2) Tes Lisan
Dalam tes lisan pertanyaan maupun jawaban semuanya dalam bentuk
lisan. Hasil dari tes lisan biasanya tidak menjadi informasi pokok tetapi
pelengkap dari instrumen penilaian.
3) Tes Unjuk Kerja
Pada tes ini siswa diminta untuk melakukan sesuatu sebagai indikator
pencapaian kompetensi yang berupa kemampuan psikomotor.
Berdasarkan cara mengerjakannya penelitian ini menggunakan tes tertulis
sebagai penilaian hasil belajar.
21
Menurut Endang Poerwanti, (2008: 4-5) jenis tes berdasarkan bentuk
jawabannya, dibedakan menjadi tiga yaitu:
a) Tes essay (Essay-type test)
Tes bentuk uraian adalah tes yang menuntut siswa mengorganisasikan
gagasan-gagasan tentang apa yang telah dipelajarinya dengan cara
mengemukakannya dalam bentuk tulisan.
b) Tes jawaban pendek
Tes bisa digolongkan ke dalam tes jawaban pendek jika peserta tes
diminta menuangkan jawabannya bukan dalam bentuk essay, tetapi
memberikan jawaban-jawaban pendek, dalam bentuk rangkaian kata –
kata pendek, kata-kata lepas, maupun angka-angka.
c) Tes objektif
Tes objektif adalah tes yang keseluruhan informasi yang diperlukan
untuk menjawab tes telah tersedia. Macam-macam tes objektif antara lain
tes benar salah, tes pilihan ganda, tes menjodohkan, tes isian singkat.
Dari penjelasan mengenai macam-macam tes, penelitian ini menggunakan
tes formatif untuk mengukur kemampuan siswa dengan pokok bahasan sifat-sifat
cahaya. Tes dilakukan secara tertulis dengan bentuk tes objektif berupa pilihan
ganda.
2. Nontes
Teknik non-tes berisi pertanyaan atau pernyataan yang tidak memiliki
jawaban benar atau salah.Instrumen non-tes bisa berbentuk kuesioner atau
inventori. Sangat penting dalam mengases siswa pada ranah afektif dan
psikomotor, berbeda dengan teknik tes yang lebih menekankan aspek kognitif.
Ada beberapa macam teknik nontes yaitu :
a) Unjuk kerja
Suatu penilaian/ pengukuran yang dilakukan melalui pengamatan aktivitas
peserta didik dalam melakukan sesuatu yang berupa tingkah laku atau
interaksinya seperti berbicara, berpidato, membaca puisi dan berdiskusi.
22
b) Penugasan
Penilaian yang berbentuk pemberian tugas yang mengandung penyelidikan
(investigasi) yang harus selesai dalam waktu tertentu. Penyelidikan ini
dilakukan secara bertahap yakni perencanaan, pengumpulan data,
pengolahan data dan penyajian data.
c) Tugas individu
Penilaian yang berbentuk pemberian tugas kepada peserta didik yang
dilakukan secara individu. Tugas ini dapat diberikan pada waktu pembuatan
kliping, makalah dan lain sejenisnya.
d) Tugas kelompok
Tugas ini dikerjakan secara berkelompok. Bentuk instrument yang
digunakan salah satunya adalah tertulis dengan menjawab uraian secara
bebas dengan tingkat berfikir tinggi yaitu aplikasi sampai evaluasi.
e) Laporan
Penilaian yang berbentuk laporan atas tugas atau pekerjaan yang diberikan
seperti laporan diskusi, laporan kerja praktik, laporan praktikum dan laporan
Pemantapan Praktik Lapangan (PPL).
f) Response atau ujian praktik
Suatu penilaian yang dipakai untuk mata pelajaran yang ada kegiatan
praktikumnya seperti mata kuliah PPL.
g) Portofolio
Penilaian berkelanjutan yang didasarkan pada kumpulan informasi yang
menunjuk perkembangan kemampuan peserta didik dalam satu periode
tertentu.
Ketercapaian tujuan pembelajaran akan diketahui melalui teknik atau cara
pengukuran yang sistematis melalui tes, observasi, skala sikap atau penilaian
portofolio. Alat yang dipergunakan untuk mengukur ketercapaian tujuan
pembelajaran dinamakan dengan instrumen. Instrumen sendiri terdiri atas
instrumen butir – butir soal apabila cara pengukuran dilakukan dengan
menggunakan tes, dan apabila pengukuran dilakukan dengan cara mengamati atau
mengobservasi dapat menggunakan instrumen lembar pengamatan atau observasi,
23
pengukuran dengan teknik skala sikap dapat menggunakan instrumen butir – butir
pernyataan. Instrumen sebagai alat yang digunakan untuk mengukur ketercapaian
tujuan pembelajaran maupun kompetensi yang dimiliki peserta didik haruslah
valid, maksudnya adalah instrumen tersebut dapat mengukur apa yang seharusnya
diukur. Ketercapaian tujuan pembelajaran akan diketahui melalui teknik atau cara
pengukuran yang sistematis melalui tes, observasi, skala sikap atau penilaian
portofolio.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2007 tentang
Standar Penilaian Pendidikan menyatakan bahwa Kriteria Ketuntasan Minimal
(KKM) adalah kritera ketuntasan belajar (KKB) yang ditentukan oleh satuan
pendidikan. KKM pada akhir jenjang satuan pendidikan untuk kelompok mata
pelajaran selain ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan nilai batas ambang
kompetensi.
2.2 Kajian Penelitian Yang Relevan
Dalam membuat penelitian ini tidak terlepas dari penelitian- penelitian
terdahulu yang relevan dilaksanakan saat ini. Dari Penelitian yang dilakukan oleh
Eviana Ayu Nugroho “Perbedaan Hasil Belajar Siswa Antara Model pembelajaran
NHT (Numbered Head Together) Dengan STAD (Student Team Achievment
Division) Pada Konsep Laju Reaksi” Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
perbedaan model cooperative learning tipe NHT dengan tipe STAD terhadap hasil
belajar. Penelitian ini dilakukan di MA Al-Ahliyah Kota Baru pada bulan
Oktokber hingga bulan November 2010. Metode penelitian yang digunakan
adalah quasi eksperimen, sampel diambil secara purposive sampling dari 62 siswa
dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
Desain penelitian yang digunakan adalah nonequivalent control group design.
Instrument yang digunakan adalah instrument tes hasil belajar. Hasil belajar
kelompok eksperimen (rata-rata 73,9 dan simpangan baku 9,88) lebih tinggi
daripada kelompok kontrol (rata-rata 60,6 dan simpangan baku 8,68) dan setelah
dilakukan uji “t” diperoleh nilai thitung sebesar 2,40 sedangkan ttabel pada taraf
signifikansi 0,05 sebesar 1,99 atau thitung > ttabel. Maka dapat disimpulkan
menolak Ho dan Ha menyatakan terdapat perbedaan hasil belajar kimia antara
24
siswa yang diberi model NHT dengan STAD pada pokok bahasan laju reaksi
diterima. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran NHT
memberikan pengaruh yang signifikan dibandingkan dengan model STAD
terhadap hasil belajar kimia siswa pada konsep laju reaksi.
.
Penelitian Helga Fitriyani, Dadang Kurnia, Saur M Tampubolon yang
berjudul “Perbedaan Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Alam dengan Menerapkan
Model Pembelajaran Kooperatif Numbered HeadsTogether dan Model
Pembelajaran Kooperatif Jigsaw. Tujuan utama dalam penelitian ini adalah untuk
mengetahui perbedaan hasil belajar IPA dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif Numbered Heads Together dan model pembelajaran
kooperatif Jigsaw. Subyek penelitian adalah siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri
Kaumpandak 04 yang terdiri dari 96 siswa. Sebelum melakukan
penelitian,dilakukan ujicoba instrumen pada 37 orang siswa yang pernah
menerima materi pembelajaran sesuai dengan yang akan diujikan. Setelah
dilakukan ujicoba tersebut, data dihitung menggunakan Software anates,dari 40
soal diperoleh 25 soal yang valid dan memiliki reliabilitas yang tinggi. Soal
tersebut digunakan untuk penelitian dikelas eksperimen dan kelas kontrol. Setelah
dilakukan penelitian dengan melakukan pretes dan post tes pada jumlah sampel
yang sama sebanyak 32 orang pada kelas eksperimen 1, kelas eksperimen 2 dan
kelas kontrol, setelah mendapatkan hasil dilakukan analisis uji normalitas, uji
homogenitas dan uji t. Pada uji normalitas hasil belajar kelas eksperimen 1
menunjukan harga Xhitung= 0.89, dan pada kelas eksperimen 2 harga Xhitung =
3,2, sedangkan pada kelas kontrol menunjukkan harga Xhitung= 2,42. Adapun
harga Xtabel pada taraf signifikasi α=0,05 dengan n= 32 adalah 7,81. Karena
ketiga harga Xhitung hasil pengujian normalitas kurang dari Xtabel,
kesimpulannya adalah data ketiga kelas berdistribusi normal. Uji homogenitas
menunjukan harga Xhitung sebesar 2,31 sedangkan harga Xtabel pada taraf
signifikasi α=0,05 dan dk = 31 adalah 5,99. Karena Xhitung kurang dari Xtabel
(2,31,<5,99) sehingga ketiga kelas tersebut homogen. Uji hipotesis dilakukan
pada kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2 dengan menggunakan uji-t dan
25
diperoleh harga thitung sebesar 2,88 sedangkan harga ttabel pada taraf signifikasi
5% dan dk = 62 adalah 2,00. Karena thitung lebih besar dari ttabel, (2,88>2,00)
maka H0 ditolak dan H1 diterima yang berarti terdapat perbedaan hasil belajar
ilmu pengetahuan alam yang signifikasi antara siswa yang menggunakan model
pembelajaran kooperatif Numbered Heads Together dan Jigsaw.
Penelitian Hendra yang berjudul “Perbedaan Hasil Belajar Matematika
yang diajar dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams
Achievement Division) dan Model Pembelajaran CTL (Contextual Teaching And
Learning) pada Materi Kubus dan Balok Kelas IV SD Negeri 01 Sumogawe
Kecamatan Getasan”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil
belajar yang signifikan antara siswa yang diajar menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Division) dan
model pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning). Penelitian ini
merupakan eksperimental yang dilakukan pada siswa kelas IV SD Negeri
Sumogawe 01 Kecamatan Getasan. Uji t digunakan untuk menguji signifikansi
perbedaan hasil belajar matematika diantara kedua kelas. Hasil penelitian
menunjukkan ada perbedaan hasil belajar matematika yang signifikan diantara
siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan
siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran CTL. Hasil belajar siswa
yang diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih baik
dari pada siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran CTL.
Penelitian Hadi Widodo yang berjudul “Perbedaan Hasil Belajar Antara
Pendekatan Matematika Realistik Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Dengan Pembelajaran Konvensional Dalam Pembelajaran Matematika Pada
Siswa Kelas IV SD Semester II Desa Sugihan Kabupaten Grobogan Tahun Ajaran
2011/2012” tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan hasil belajar
antara pendekatan matematika realistik melalui pembelajaran kooperatif tipe
STAD dengan pembelajaran konvensional dalam pembelajaran matematika pada
siswa kelas IV SD semester II Desa Sugihan Kabupaten Grobogan Tahun Ajaran
2011/2012. Jenis penelitian ekperimen yang digunakan adalah Quasi
Experimental Research dengan menggunakan desain penelitian Two-groups
26
posttest only design. Pemilihan ini didasarkan pada asumsi bahwa pada kedua
kelas tersebut memiliki kemampuan yang setara. Subjek penelitian terdapat dari
dua SD N 3 Sugihan dan SD N 4 Sugihan dengan masing kelas memiliki 26
siswa. Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data menggunakan teknik tes dan
observasi. Dari teknik pengumpulan data dibuat intrumen pengumpulan data
berupa lembar observasi dan tes hasil belajar. Untuk menganalisis data
menggunakan tenik analisis data menggunaka uji t Independent Samples Test.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan ada perbedaan hasil belajar antara
pendekatan matematika realistik melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD
dengan pembelajaran konvensional dalam pembelajaran matematika pada siswa
kelas IV SD semester II Desa Sugihan Kabupaten Grobogan Tahun Ajaran
2011/2012. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisis data yang telah dilakukan
menggunakan uji t Independent Samples Test menunjukkan hasil t-hitung
diperoleh signifikasi 0,031. Karena signifikasi lebih kecil dari 0,05 (0,031 < 0,05)
maka H0 ditolak. Jadi kesimpulannya Hα diterima. Dari hasil analisis data yang
diperoleh ada perbedaan hasil belajar antara pendekatan matematika realistik
melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pembelajaran konvensional
dalam pembelajaran matematika pada siswa kelas IV SD semester II Desa
Sugihan Kabupaten Grobogan Tahun Ajaran 2011/2012. Berdasarkan hasil
penelitian dapat disimpulkan ada perbedaan hasil belajar antara pendekatan
matematika realistik melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan
pembelajaran konvensional dalam pembelajaran matematika pada siswa kelas IV
SD semester II desa sugihan kabupaten grobogan tahun ajaran 2011/2012. Hal ini
dapat dilihat dari hasil analisis data yang telah dilakukan menggunakan uji t
independent samples test menunjukkan hasil t-hitung diperoleh signifikasi 0,031.
karena signifikasi lebih kecil dari 0,05 (0,031 < 0,05) maka h0 ditolak. Jadi
kesimpulannya hα diterima. Dari hasil analisis data yang diperoleh ada perbedaan
hasil belajar antara pendekatan matematika realistik melalui pembelajaran
kooperatif tipe STAD dengan pembelajaran konvensional dalam pembelajaran
matematika pada siswa kelas IV SD semester II desa sugihan Kabupaten
Grobogan Tahun Ajaran 2011/2012.
27
Penelitian yang dilakukan oleh Ika Rinawati Dewi dengan judul
“Eksperimentasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams
Achievement Divisions (STAD) dan Numbered Heads Together (NHT) Pada
Materi Persamaan Linier Satu Variabel Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas VII
Smp Se-Kecamatan Tempuran”, tujuan penelitian ini untuk mengetahui: apakah
hasil belajar siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe Student
Teams Achievement Divisions (STAD) lebih baik dibandingkan dengan siswa
yang dikenai dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
Numbered Heads Together (NHT) siswa kelas VII SMP Se-Kecamatan Tempuran.
Teknik pengumpulan data menggunakan metode tes untuk data prestasi belajar
matematika siswa dan dokumentasi untuk data kemampuan awal siswa. Uji
hipotesis dengan uji t dengan Ú=5% menyatakan tobs sebesar 0,953 sedangkan t
0,05;57 =1,67203. Karena t obs < t tabel sehingga Ho diterima. Dengan demikian
hasil belajar siswa yang dikenai dengan model pembelajaran kooperatif tipe
Student Teams Achievement Divisions (STAD) tidak lebih baik daripada hasil
belajar siswa yang dikenai dengan model pembelajaran kooperatif tipe
Numbered Heads Together (NHT) pada materi persamaan linier satu variabel
terhadap hasil belajar siswa kelas VII SMP Se-Kecamatan Tempuran.
2.3 Kerangka Berfikir
Pembelajaran merupakan suatu sistem yang berkesinambungan antara
pengajara dan peserta didik. Fasilitas pembelajaran berupa media pembelajaran
maupun alat peraga merupakan sarana pendukung tercapainya tujuan
pembelajaran. Keberhasilan peserta didik salah satunya ditentukan oleh gaya
mengajar guru dan metode mengajar yang digunakan oleh guru, sehingga
pembelajaran menjadi lebih menyenangkan, menarik dan membangkitkan
semangat belajar siswa. Dalam melakukan kegiatan pembelajaran perlu memilih
model pembelajaran dan pendekatan pembelajaran untuk kelangsungan kegiatan
pembelajaran agar dapat mencapai kompetensi yang diharapkan.
Salah satunya penerapan model pembelajaran NHT (Numbered Heads
Together) dan Student Teams Achievement Division (STAD diharapkan
menjadikan siswa lebih mudah memperoleh informasi dan memahaminya,
28
karena siswa aktif menemukan pengetahuannya melalui kerja sama dengan
temanya yang lain ataupun belajar bersama. Selain itu siswa juga dapat berbagi
informasi dengan teman yang lain maupun satu kelompok maupun kelompok
lain melalui laporan diskusi atau presentasi masing-masing kelompok.
Model pembelajaran NHT (Numbered Heads Together) yang terdiri dari
beberapa kelompok kecil untuk mendiskusi suatu pertanyaan yang akan
dipecahkan bersama kelompok dan masing-masing siswa diberi mahkota
bernomor. Setelah itu siswa ditunjuk untuk maju mempresentasikan hasil diskusi
kelompok. Dan model pembelajaran STAD (Student Teams Achievement Division)
model pembelajaran yang menggunakan kelompok-kelompok kecil untuk
mendiskusikan pertanyaan dari guru, kemudian siswa diberikan kuis oleh guru.
Dan kelompok yang mendapat point paling besar kelompok itu yang menang.
Dari beberapa model diatas memiliki sintak atau langkah pembelajaran
yang pada akhirnya diharapkan dapat memberikan perbedaan terhadap hasil
belajar siswa. Dengan diterapkanya model NHT (Numbered Heads Together) dan
Student Teams Achievement Division (STAD yang didukung media secara tepat
maka kemampuan siswa dapat meningkat. Kerangka dari paparan di atas dapat
dilihat pada gambar.
29
Gambar 2.1 Skema kerangka berfikir hubungan antara model pembelajaran
NHT dan STAD.
Pembelajaran
Model NHT (Numbered
Heads Togheter)
Model STAD (Student Teams
Achievement Division)
Guru membagi kelas menjadi
kelompok kecil.
Guru memberikan tugas pada
kelompok dan diskusikan
jawabannya.
Guru memanggil salah satu
nomor siswa dan nomor yang
dipanggil menjelaskan hasil
kerja sama kelompok.
Guru menyampaikan tujuan
pembelajaran dan memotivasi
siswa untuk belajar.
Guru menyampaikan materi
pembelajaran kepada siswa.
Guru membentuk beberapa
kelompok dan memberiakn tugas
sesuai materi.
Guru memberikan kuis individu
dan memberikan penghargaan
kepada kelompok berdasarkan
nilai perorelan.
Tes
Hasil Belajar
Teman yang lain menanggapi
kemudian guru menunjuk nomor
lain. Dan memberi kesimpulan.
Tes
Hasil Belajar
30
2.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka berpikir di atas maka dirumuskan suatu
hipotesis sebagai berikut.
Ho : Tidak ada perbedaan hasil belajar IPA yang signifikan dalam
penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered
Heads Together) dan STAD (Student Teams Achievement Division)
pada siswa kelas IV SD Negeri Tuntang 02 dan 04.
Ha : Ada perbedaan hasil belajar IPA yang signifikan dalam
penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Heads
Together) dan STAD (Student Teams Achievement Division) pada
siswa kelas IV SD Negeri Tuntang 02 dan 04.