Download - BAB I - Revisi 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Masa remaja awal merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar
antara 13 sampai 16 tahun atau yang biasa disebut dengan usia belasan yang
tidak menyenangkan, dimana terjadi juga perubahan pada dirinya baik secara
fisik, psikis, maupun secara sosial (Sarwono, 2011). Pada masa transisi tersebut
kemungkinan dapat menimbulkan masa krisis, yang ditandai dengan
kecenderungan munculnya perilaku menyimpang. Pada kondisi tertentu perilaku
menyimpang tersebut akan menjadi perilaku yang mengganggu. Melihat kondisi
tersebut apabila didukung oleh lingkungan yang kurang kondusif dan sifat
kepribadian yang kurang baik akan menjadi pemicu timbulnya berbagai
penyimpangan perilaku dan perbuatan-perbuatan negatif yang melanggar aturan
dan norma yang ada di masyarakat yang biasanya disebut dengan kenakalan
remaja (Sarwono, 2011).
Masa remaja seringkali dihubungkan dengan mitos dan stereotip
mengenai penyimpangan dan ketidakwajaran. Hal tersebut dapat dilihat dari
banyaknya teori-teori perkembangan yang membahas ketidakselarasan,
gangguan emosi dan gangguan perilaku sebagai akibat dari tekanan-tekanan
yang dialami remaja karena perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya
maupun akibat perubahan lingkungan (Widianti, 2007).
Hampir setiap hari kasus kenakalan remaja selalu kita temukan dimedia-
media massa, dimana sering terjadi di Kota-kota besar seperti Jawa Barat,
Jakarta,Surabaya dan Medan, salah satu wujud dari kenakalan remaja adalah
tawuran yang dilakukan oleh para pelajar atau remaja. Kejadian di Jawa Barat
tahun 2000 tercatat 157 kasus perkelahian pelajar. Tahun 2001 meningkat
menjadi 183 kasus dengan menewaskan 10 pelajar, tahun 2005 terdapat 194
kasus dengan korban meninggal 13 pelajar dan 2 anggota masyarakat lain.
Tahun 2010 ada 230 kasus yang menewaskan 15 pelajar serta 2 anggota Polri,
dan tahun berikutnya korban meningkat dengan 37 korban tewas (Putra, 2011).
Peristiwa perkelahian ini serta korbannya dari tahun ke tahun jumlahnya
cenderung meningkat. Kasus perilaku menyimpang lainnya juga ditemukan
dalam bentuk Perilaku kekerasan pada sesama teman. Perilaku kekerasan ini
ditemukan sebanyak 15.000 kasus dua tahun terakhir, 46% di antaranya
dilakukan oleh remaja. selain itu di Indonesia diperkirakan bahwa jumlah
Kekerasan remaja pada teman sebaya cukup besar. Departemen Sosial
memberikan estimasi bahwa jumlah perilaku kekerasan remaja yang berusia 15-
20 tahun sebanyak 60% dari 71.281 orang. ¶ 1, http://kas9.diglib.unimus.co.id
diperoleh tanggal 12 mei 2013.
Peristiwa kenakalan remaja di Jawa Barat juga mengalami peningkatan.
Data crime indeks Polda Jabar, mencatat selama 2009 terdapat sebanyak 18
kasus kenalakan remaja, padahal tahun 2010 hanya 10 kasus. Angka tersebut
mengidentifikasi jika kenalakan remaja tahun 2011 mengalami kenaiakan sampai
125 kasus dibandingkan tahun sebelumnya. Kenakalan remaja juga terjadi pada
beberapa remaja di daerah Cianjur. Bentuk kenakalan remaja yang ditemukan
pada tahun 2012 yaitu kebut kebutan dijalan sebanyak 95 orang, yang
menewaskan 10 remaja. Perilaku ugal-ugalan, berandalan, urakan, yang
mengacaukan ketentraman sekitar juga dilakukan pada 105 remaja di Kota ini.
Perkelahian antar teman disekolah, sebanyak 98 orang dan membawa 34 korban
luka-luka. Selain itu, polisi juga pernah menjumpai remaja yang membolos
sekolah sebanyak 57 orang (Radar Cianjur,2012).
Santrock (2008) menyatakan bahwa kenakalan remaja adalah keluasan
rentang perilaku dari perilaku sosial yang tidak diterima hingga tindakan yang
melanggar hukum. Remaja nakal biasanya cenderung lebih ambivalen terhadap
otoritas, percaya diri, pemberontak, memiliki kontrol diri yang kurang, tidak
memiliki orientasi pada masa depan, dan kurangnya kemasakan sosial sehingga
sulit bagi mereka untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial. Kenakalan-
kenakalan yang dilakukan oleh remaja sangat beragam mulai dari perbuatan
yang amoral dan anti sosial tidak dapat dikategorikan sebagai pelanggaran
hukum. Bentuk kenakalan remaja tersebut seperti kabur dari rumah, membawa
senjata tajam, dan kebut-kebutan di jalan, sampai pada perbuatan yang sudah
menjurus pada perbuatan kriminal atau perbuatan yang melanggar hukum
seperti pembunuhan, perampokan, pemerkosaan, seks bebas, pemakaian obat-
obatan terlarang, dan tindak kekerasan lainnya (Sarwono, 2011).
Untuk mengatasi perilaku remaja tersebut diatas, keluarga sangat
berperan penting terhadap perilaku yang dilakukan oleh remaja, karena keluarga
termasuk interaksi terbesar dalam keseharian seorang remaja yang berada
didisekelilingnya. Peran keluarga menjadi begitu besar melihat kelabilan jiwa
remaja dan kurangnya kematangan sosial individu remaja dalam sebuah
kehidupan sosial bermasyarakat. Keluargalah yang membentuk seorang individu
itu akan menjadi seperti apa. Astuti (2005) menyatakan bahwa keluarga
merupakan tempat pertama kali anak belajar menyatakan diri sebagai makhluk
sosial dalam berinteraksi dengan kelompoknya. Sehingga keluargalah yang
dinilai sangat bisa meminimalisir hadirnya perilaku kenakalan remaja. Hawari
(2001) menjelaskan bahwa salah satu faktor penyebab timbulnya kenakalan
remaja adalah tidak berfungsinya orangtua sebagai figur tauladan bagi anak.
Selain itu suasana keluarga yang meninbulkan rasa tidak aman dan tidak
menyenangkan serta hubungan keluarga yang kurang baik dapat menimbulkan
bahaya psikologis bagi setiap usia terutama pada masa remaja.
Menurut Sarwono (2011) orangtua dari remaja nakal cenderung memiliki
perhatian yang rendah mengenai anak-anaknya, menghindari keterlibatan
keluarga dan kurangnya bimbingan orangtua terhadap remaja. Sebaliknya,
suasana keluarga yang menimbulkan rasa aman dan menyenangkan akan
menumbuhkan kepribadian yang wajar dan begitu pula sebaliknya. Banyak
penelitian yang dilakukan para ahli menemukan bahwa remaja yang berasal dari
keluarga yang penuh perhatian, hangat, dan harmonis mempunyai kemampuan
dalam menyesuaikan diri dan sosialisasi yang baik dengan lingkungan
disekitarnya. Peran aktif orang tua terhadap perkembangan remaja sangat
diperlukan pada saat mereka masih anak-anak. Peran aktif orang tua tersebut
yang dimaksud adalah usaha langsung terhadap anak seperti membimbing,
memberikan pengertian, mengingatkan dan menyediakan fasilitas kepada anak,
serta peran lain yang lebih penting adalah menciptakan lingkungan rumah
sebagai lingkungan sosial yang dialami oleh anak.
Menurut suherman (2000) terhadap tingkah laku secara berulang –
ulang, anak ingin menirunya kemudian menjadi ciri kebiasaan atau
kepribadiannya dari ucapan dan tingkah laku atau perilaku orang tua yang
konsisiten, anak memperoleh perasaan aman, mengetahui apa yang diharapkan
dari hubungan anak dengan orang tua, serta membangun pengertian antara
yang jelas tentang apa yang benar dan apa yang salah. Peran orang tua tersebut
merupakan pola pengasuhan kepada anak yang nantinya akan membentuk
kepribadian anak hingga menjadi dewasa. Terdapat 4 macam pola asuh orang
tua yaitu : pola asuh demokratis, pola asuh otoriter, pola asuh permisif, pola asuh
penelantar. Masing – masing jenis pola asuh ini memiliki karakteristik dan ciri
khas tersendiri / cara yang berbeda dalam memperlakukan anak atau mengasuh
anaknya (Rusdijana, 2004).
Dengan semakin berkembangnya jaman, semakin berkembang pula
kemajuan iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi). Seiring dengan perubahan
tersebut kehidupan dan sifat masyarakat juga berubah, begitu pula norma-norma
dan nilai-nilai yang dianut masyarakat mulai bergeser. Perubahan dan
pergeseran tersebut juga mempengaruhi perilaku remaja pada masa sekarang.
Pergeseran terjadi karena pengaruh perubahan sosial dalam kehidupan
masyarakat. Masalah yang di hadapi oleh keluarga sekarang ini kebanyakan
disebabkan oleh kesibukan-kesibukan orang tua. Orangtua yang memiliki
pekerjaan formal seringkali terikat dengan tuntutan jam kerja yang sangat padat,
sehingga tidak adanya waktu untuk memperhatikan anak. Remaja pada
umumnya kurang memiliki kontrol diri atau justru menyalahgunakan kontrol diri
tersebut, dan suka menegakan setandar tingkahlaku sendiri, disamping
meremehkan keberadaan orang lain. Kurang dimilikinya kontrol diri dan adanya
penegakan standar tingkah laku oleh remaja dibutuhkan pihak yang mampu
mendukungnya, membimbing, mengarahkan dan mendorong dirinya kearah
kematangan. Namun sering kali kita jumpai remaja tidak mendapatkan apa yang
sebetulnya oleh remaja sendiri. Keadaan demikian mendorong remaja lebih
memilih untuk mendapakanya di luar rumah. Dengan tidak diperolehnya
dukungan dan bimbingan dari keluarga khususnya orang tua, remaja mudah
terjerumus pada hal-hal negative seperti halnya perilaku kekerasan (Hurlock, E.
B. 2003).
Menurut survey yang dilakukan peneliti dilihat dari angka kejadian
didaerah Jawa Barat, Cianjur merupakan salah satu daerah yang memiliki angka
kejadian kenakalan remaja yang cukup besar. Terdapat beberapa sekolah yang
mempunyai kontribusi terhadap kenakalan remaja cukup tinggi. Menurut hasil
wawancara dengan salah satu anggota polisi di PolSek Cianjur didapatkan data
bahwa kejadian perilaku kekerasan remaja pada bulan Januari tahun 2013
dikalangan pelajar didaerah kecamatan Cianjur tingkat SMA sangat tinggi, salah
satu SMA yang sering terlibat tawuran adalah salah satunta SMK PGRI Otomotif
III, SMKN 1 Cilaku, Cianjur dan SMK Siliwangi Cianjur (Kapolsek Cianjur, 2013).
Tabel1.1 Data jumlah anak yang melakukan kekerasan di SMK PGRI III Cianjur tahun 2013.
No KELAS JUMLAH SISWA
JUMLAH SISWA YANG
PERNAH BERMASALAH
(MELAKUKAN
KEKERASAN) DARI
HASIL WAWANCAR
PERSENTASI ANAK
YANG BERMASALAH
1 Kelas I 42 anak 11 anak 22,91%
2 Kelas II 44 anak 24 anak 50 %
3 Kelas III 41 anak 13 anak 27,09%
Total 127 anak 48 anak 100 %
(Data: primer)
Studi pendahuluan di lakukan peneliti di SMK PGRI III Otomotif Cianjur
pada tanggal 31 Juni 2013 dengan seluruh anak di SMK tersebut yaitu 127 anak
diapatkan 48 anak mengaku pernah melakukan tindakan kekerasan seperti
tawuran dan berkelahi dengan teman satu sekolahnya bahkan satu kelasnya.
Dilihat dari hasil studi pendahuluan tentang masalah perilaku kekerasan
pada usia remaja yang angka kejadiannya cukup tinggi maka peneliti tertarik
untuk mengambil judul “Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Perilaku
Kekerasan Pada Remaja Di SMK PGRI III Otomotif Cianjur 2013”
B. Perumusan masalah
Berdasarkan uraian diatas maka rumusan yang akan diambil adalah
bagaiman Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Perilaku Kekerasan Pada
Remaja Di SMK PGRI III Otomotif Cianjur 2013?
C. Tujuan penelitian
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui hubungan pola asuh orang tua dengan perilaku
kekerasan pada remaja di SMK PGRI III Otomotif Cianjur 2013
2. Tujuan khusus
a. Mengidentifikasi perilaku kekerasan remaja di SMK PGRI III
Otomotif Cianjur 2013.
b. Mengidentifikasi pola asuh orang tua remaja di SMK PGRI III
Otomotif Cianjur 2013.
c. Mengidentifikasi hubungan pola asuh orang tua dengan perilaku
kekerasan remaja di SMK PGRI III Otomotif Cianjur 2013.
D. Manfaat penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi
perkembangan disiplin ilmu Psikologi khususnya Psikologi
Perkembangan dan Psikologi Sosial
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi
keluarga dan sekolah dalam menanamkan pola asuh bagaimana cara
yang akan mereka terapkan dan bagaimana dampaknya bagi anak
remaja.