Download - askep epilepsi
BAB IPENDAHULUAN
I. Konsep Teoritis
A. Latar belakang
Epilepsi didefinisikan sebagai suatu sindrom yang ditandai oleh gangguan fungsi
otak yang bersifat sementara dan paroksismal, yang memberi manifestasi berupa
gangguan, atau kehilangan kesadaran, gangguan motorik, sensorik, psikologik, dan
sistem otonom, serta bersifat episodik. Defisit memori adalah masalah kognitif yang
paling sering terjadi pada pederita epilepsy.
Setiap orang punya resiko satu di dalam 50 untuk mendapat epilepsi.
Pengguna narkotik dan peminum alkohol punya resiko lebih tinggi. Pengguna narkotik
mungkin mendapat seizure pertama karena menggunakan narkotik, tapi selanjutnya
mungkin akan terus mendapat seizure walaupun sudah lepas dari narkotik.Di Inggris,
satu orang diantara 131 orang mengidap epilepsi.
Epilepsi dapat menyerang anak-anak, orang dewasa, para orang tua bahkan
bayi yang baru lahir. Angka kejadian epilepsi pada pria lebih tinggi dibandingkan pada
wanita, yaitu 1-3% penduduk akan menderita epilepsi seumur hidup. Di Amerika
Serikat, satu di antara 100 populasi (1%) penduduk terserang epilepsi, dan kurang lebih
2,5 juta di antaranya telah menjalani pengobatan pada lima tahun terakhir. Menurut
World Health Organization (WHO) sekira 50 juta penduduk di seluruh dunia mengidap.
B. Rumusan Masalah1. Bagaimana konsep teorirtis dari epilepsi pada usia anak?
2. Bagaimana asuhan keperawatan dari epilepsy pada usia anak ?
C. Tujuan Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah agar mahasiswa
mengetahui tentang konsep teoritis dan asuhan keperawatan epilepsy pada usia
anak-anak.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. DefinisiEpilepsi merupakan sindrom yang ditandai oleh kejang yang terjadi berulang-
ulang. Diagnose ditegakkan bila seseorang mengalami paling tidak dua kali kejang
tanpa penyebab (Jastremski, 1988).
Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karekteristik kejang berulang
akibat lepasnya muatan listrik otak yang berlebihan dan bersivat reversibel
(Tarwoto, 2007).
Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala yang
datang dalam serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan lepas muatan
listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat reversibel dengan berbagai etiologi
(Arif, 2000).
Epilepsi adalah sindroma otak kronis dengan berbagai macam etiologi dengan
ciri-ciri timbulnya serangan paroksismal dan berkala akibat lepas muatan listrik
neuron-neuron otak secara berlebihan dengan berbagai manifestasi klinik dan
laboratorik.
Epilepsi adalah suatu gejala atau manifestasi lepasnya muatan listrik yang
berlebihan di sel neuron saraf pusat yang dapat menimbulkan hilangnya kesadaran,
gerakan involunter, fenomena sensorik abnormal, kenaikan aktivitas otonom dan
berbagai gangguan fisik.
Epilepsy adalah merupakan sindrom yang ditandai oleh kejang yang terjadi
berulang-ulang. Diagnosa ditegakkan paling tidak dua kali kejang tanpa penyebab
(Jastremski, 1988).
Bangkitan epilepsi adalah manifestasi gangguan otak dengan berbagai gejala
klinis, disebabkan oleh lepasnya muatan listrik dari neuron-neuron otak secara
berlebihan dan berkala tetapi reversibel dengan berbagai etiologi.
B. EtiologiEpilepsi merupakan salah satu penyakit saraf kroni kejang berulang yang
muncul tanpa diprovokasi. Penyebabnya adalah kelainan bangkitan listrik jaringan
saraf yang tidak terkontrol baik sebagian maupun seluruh bagian otak. Keadaan ini
2
bisa diindikasikan sebagai disfungsi otak. Gangguan fungsi otak yang bisa
menyebabkan lepasnya muatan listrik berlebihan di sel neuron saraf pusat, bisa
disebabkan oleh adanya faktor fisiologis, biokimiawi, anatomis atau gabungan
faktor tersebut. Tiap-tiap penyakit atau kelainan yang dapat menganggu fungsi otak
atau fungsi sel neuron di otak, dapat menyebabkan timbulnya bangkitan kejang atau
serangan epilepsi. Diantara gejala lainnya adalah sebagai berikut:
1. Idiopatik.
2. Acquerit : kerusakan otak, keracunan obat, metabolik, bakteri.
Trauma lahir
trauma kepala
tumor otak
stroke
cerebral edema
hypoxia
keracunan
gangguan metabolik
infeks
C. Anatomi FisiologiSistem saraf adalah serangkaian organ yang kompleks dan bersambungan serta
terdiri terutama dari jaringan saraf yang berfungsi untuk menyelenggarakan
kerjasama yang rapi dalam organisasi dan koordinasi kegiatan tubuh.
Sistem saraf terdiri atas sel saraf (neuron) dan sel penyokong (neuroglia dan sel
schwann). Kedua jenis sel tersebut berkaitan erat satu sama lain sehingga bersama-
sama berfungsi sebagai suatu unit.
Susunan saraf pusat manusia terdiri atas sekitar 100 miliar neuron. Neuron
adalah suatu sel saraf dan merupakan unit anatomi dan fungsional sistem persarafan.
Neuron terdiri dari:
a. Badan sel
Secara relatif badan sel lebih besar dan mengelilingi nukleus yang
didalamnya terdapat nukleolus. Disekelilingnya terdapat perikarion yang
berisi neurofilamen yang berkelompok yang disebut neurofibril. Diluarnya
3
terhubungkan dengan dendrit dan akson yang memberikan dukungan
terhadp proses-proses fisiologis.
b. Dendrit
Dendrit adalah tonjolon yang menghantarkan informasi menuju badan sel.
Dendrit merupakan bagian yang menjulur keluar dari badan sel dan menjalar
kesegala arah. Khususnya dikorteks serebri dan serebellum, dendrit
mempunyai tonjolan-tonjolan kecil bulat, yang disebut tonjolan dendrit.
Neuron tertentu juga mempunyai akson fibrosa yang panjang yang berasal
dari daerah yang agak tebal dibadan sel yaitu akson hilok (bukit akson).
c. Akson
Tonjolan tunggal dan panjang yang menghantarkan informasi keluar dari
badan sel disebut akson.
Dendrit dan akson secara kolektif sering disebut sebagai serabut saraf atau
tonjolan saraf. Kemampuan untuk menerima, menyampaikan dan
menerusakan pesan-pesan neural disebabkan saraf khusus membran sel
neuron yang mudah dirangsang dan dapat menghantarkan pesan
elektrokimia.
Serangan epilepsi akan muncul apabila sekelompok kecil neuron abnormal
mengalami depolarisasi yang berkepanjangan berkenaan dengan cetusan
potensial aksi secara tepat dan berulang-ulang. Secara klinis serangan
epilepsi akan tampak apabila cetusan listrik dari sejumlah besar neuron
abnormal muncul secara bersamaan.
D. PatofisiologiMenurut para penyelidik bahwa sebagian besar bangkitan epilepsi berasal dari
sekumpulan sel neuron yang abnormal di otak, yang melepas muatan secara
berlebihan dan hypersinkron. Kelompok sel neuron yang abnormal ini, yang disebut
juga sebagai fokus epileptik mendasari semua jenis epilepsi, baik yang umum
maupun yang fokal (parsial). Lepas muatan listrik ini kemudian dapat menyebar
melalui jalur-jalur fisiologis-anatomis dan melibatkan daerah disekitarnya atau
daerah yang lebih jauh letaknya di otak.
Tidak semua sel neuron di susunan saraf pusat dapat mencetuskan bangkitan
epilepsi klinik, walaupun ia melepas muatan listrik berlebihan. Sel neuron
4
diserebellum di bagian bawah batang otak dan di medulla spinalis, walaupun
mereka dapat melepaskan muatan listrik berlebihan, namun posisi mereka
menyebabkan tidak mampu mencetuskan bangkitan epilepsi. Sampai saat ini belum
terungkap dengan pasti mekanisme apa yang mencetuskan sel-sel neuron untuk
melepas muatan secara sinkron dan berlebihan (mekanisme terjadinya epilepsi).
Otak merupakan pusat penerima pesan (impuls sensorik) dan sekaligus
merupakan pusat pengirim pesan (impuls motorik). Otak ialah rangkaian berjuta-
juta neuron. Pada hakekatnya tugas neuron ialah menyalurkan dan mengolah
aktivitas listrik saraf yang berhubungan satu dengan yang lain melalui sinaps.
Dalam sinaps terdapat zat yang dinamakan neurotransmiter. Asetilkolin dan
norepinerprine ialah neurotranmiter eksitatif, sedangkan zat lain yakni GABA
(gama-amino-butiric-acid) bersifat inhibitif terhadap penyaluran aktivitas listrik
sarafi dalam sinaps. Bangkitan epilepsi dicetuskan oleh suatu sumber gaya listrik di
otak yang dinamakan fokus epileptogen. Dari fokus ini aktivitas listrik akan
menyebar melalui sinaps dan dendrit ke neron-neron di sekitarnya dan demikian
seterusnya sehingga seluruh belahan hemisfer otak dapat mengalami muatan listrik
berlebih (depolarisasi).
Pada keadaan demikian akan terlihat kejang yang mula-mula setempat
selanjutnya akan menyebar ke bagian tubuh/anggota gerak yang lain pada satu sisi
tanpa disertai hilangnya kesadaran. Dari belahan hemisfer yang mengalami
depolarisasi, aktivitas listrik dapat merangsang substansia retikularis dan inti pada
talamus yang selanjutnya akan menyebarkan impuls-impuls ke belahan otak yang lain
dan dengan demikian akan terlihat manifestasi kejang umum yang disertai penurunan
kesadaran.
E. Manisfestasi Klinis Dan Prilaku
a) Manifestasi klinik dapat berupa kejang-kejang, gangguan kesadaran atau
gangguan penginderaan
b) Kelainan gambaran EEG
c) Bagian tubuh yang kejang tergantung lokasi dan sifat fokus epileptoge
d) Dapat mengalami aura yaitu suatu sensasi tanda sebelum kejang epileptik
(aura dapat berupa perasaan tidak enak, melihat sesuatu, mencium bau-
bauan tidak enak, mendengar suara gemuruh, mengecap sesuatu, sakit
kepala dan sebagainya)
5
e) Napas terlihat sesak dan jantung berdebar
f) Raut muka pucat dan badannya berlumuran keringat.
g) Satu jari atau tangan yang bergetar, mulut tersentak dengan gejala sensorik
khusus atau somatosensorik seperti: mengalami sinar, bunyi, bau atau rasa
yang tidak normal seperti pada keadaan normal
h) Individu terdiam tidak bergerak atau bergerak secara automatik, dan
terkadang individu tidak ingat kejadian tersebut setelah episode epileptikus
tersebut lewat
i) Di saat serangan, penyandang epilepsi terkadang juga tidak dapat berbicara
secara tiba- tiba
j) Kedua lengan dan tangannya kejang, serta dapat pula tungkainya
menendang-menendang
k) Gigi geliginya terkancing
l) Hitam bola matanya berputar- putar
F. Klasifikasi Dan Gambaran Klinis
1. Bangkitan Parsial/fokal Bangkitan parsial sederhana (tanpa gangguan
kesadaran)
a) Dengan gejala motorik.
b) Dengan gejala sensorik.
c) Dengan gejala otonomik.
d) Dengan gejala psikis.
2. Bangkitan parsial kompleks (dengan gangguan kesadaran)
a) Awalnya parsial sederhana, kemudian diikuti gangguan kesadaran.
b) Dengan gangguan kesadaran sejak awal bangkitan.
3. Bangkitan umum sekunder (tonik-klonik, tonik atau klonik)
a) Bangkitan parsial sederhana berkembang menjadi bangkitan umum
b) Bangkitan parsial kompleks berkembang menjadi bangkitan umum
c) Bangkitan parsial sederhana berkembang menjadi parsial kompleks, dan
berkembang menjadi bangkitan umum
d) Bangkitan umum (konvulsi atau non-konvulsi)
6
4. Bangkitan lena (absence)
Ciri khas serangan lena adalah durasi singkat, onset dan terminasi
mendadak, frekuensi sangat sering, terkadang disertai gerakan klonik pada mata,
dagu dan bibir.
5. Bangkitan mioklonik
Kejang mioklonik adalah kontraksi mendadak, sebentar yang dapat umum
atau terbatas pada wajah, batang tubuh, satu atau lebih ekstremitas, atau satu
grup otot. Dapat berulang atau tunggal.
6. Bangkitan tonik
Merupakan kontraksi otot yang kaku, menyebabkan ekstremitas menetap
dalam satu posisi. Biasanya terdapat deviasi bola mata dan kepala ke satu sisi,
dapat disertai rotasi seluruh batang tubuh. Wajah menjadi pucat kemudian
merah dan kebiruan karena tidak dapat bernafas. Mata terbuka atau tertutup,
konjungtiva tidak sensitif, dan pupil dilatasi.
7. Bangkitan atonik
Berupa kehilangan tonus. Dapat terjadi secara fragmentasi hanya kepala
jatuh ke depan atau lengan jatuh tergantung atau menyeluruh sehingga pasien
terjatuh.
8. Bangkitan klonik
Pada kejang tipe ini tidak ada komponen tonik, hanya terjadi kejang
kelojot. dijumpai terutama sekali pada anak.
9. Bangkitan tonik-klonik
Merupakan suatu kejang yang diawali dengan tonik, sesaat kemudian
diikuti oleh gerakan klonik.
7
A. PenatalaksanaanSetelah diagnosa ditetapkan maka tindakan terapeutik diselenggarakan. Semua
orang yang menderita epilepsi, baik yang idiopatik maupun yang non-idiopatik, namun
proses patologik yang mendasarinya tidak bersifat progresif aktif seperti tumor serebri,
harus mendapat terapi medisinal. Obat pilihan utama untuk pemberantasan serangan
epileptik jenis apapun, selain petit mal, adalah luminal atau phenytoin. Untuk
menentukan dosis luminal harus diketahui umur penderita, jenis epilepsinya, frekuensi
serangan dan bila sudah diobati dokter lain. Dosis obat yang sedang digunakan. Untuk
anak-anak dosis luminal ialah 3-5 mg/kg/BB/hari, sedangkan orang dewasa tidak
memerlukan dosis sebanyak itu. Orang dewasa memerlukan 60 sampai 120 mg/hari.
Dosis phenytoin (Dilatin, Parke Davis) untuk anak-anak ialah 5 mg/kg/BB/hari dan
untuk orang dewasa 5-15 mg/kg/BB/hari. Efek phenytoin 5 mg/kg/BB/hari (kira-kira
300 mg sehari) baru terlihat dalam lima hari. Maka bila efek langsung hendak dicapai
dosis 15 mg/kg/BB/hari (kira-kira 800 mg/hari) harus dipergunakan.
Efek antikonvulsan dapat dinilai pada ‘follow up’. Penderita dengan frekuensi
serangan umum 3 kali seminggu jauh lebih mudah diobati dibanding dengan penderita
yang mempunyai frekuensi 3 kali setahun. Pada kunjungan ‘follow up’ dapat dilaporkan
hasil yang baik, yang buruk atau yang tidak dapat dinilai baik atau buruk oleh karena
frekuensi serangan sebelum dan sewaktu menjalani terapi baru masih kira-kira sama.
Bila frekuensinya berkurang secara banding, dosis yang sedang dipergunakan perlu
dinaikan sedikit. Bila frekuensinay tetap, tetapi serangan epileptik dinilai oleh orangtua
penderita atau penderita epileptik Jackson motorik/sensorik/’march’ sebagai ‘enteng’
atau ‘jauh lebih ringan’, maka dosis yang digunakan dapat dilanjutkan atau ditambah
sedikit. Jika hasilnya buruk, dosis harus dinaikan atau ditambah dengan antikonvulsan
lain.
B. KomplikasiKerusakan otak akibat hypoksia dan retardasi mental dapat timbul akibat
kejang berulang. Dapat timbul depresi dan keadaan cemas.
8
C. Pemeriksaan Diagnostik
a) CT Scan dan Magnetik resonance imaging (MRI) untuk mendeteksi lesi pada
otak, fokal abnormal, serebrovaskuler abnormal, gangguan degeneratif
serebral. Epilepsi simtomatik yang didasari oleh kerusakan jaringan otak
yang tampak jelas pada CT scan atau magnetic resonance imaging (MRI)
maupun kerusakan otak yang tak jelas tetapi dilatarbelakangi oleh masalah
antenatal atau perinatal dengan defisit neurologik yang jelas
Elektroensefalogram(EEG) untuk mengklasifikasi tipe kejang, waktu
serangan
b) Kimia darah: hipoglikemia, meningkatnya BUN, kadar alkohol darah.
mengukur kadar gula, kalsium dan natrium dalam darah
c) menilai fungsi hati dan ginjal
d) menghitung jumlah sel darah putih (jumlah yang meningkat menunjukkan
adanya infeksi).
e) Pungsi lumbal utnuk mengetahui apakah telah terjadi infeksi otak
9
B. Konsep Keperawatan
A. Pengkajian
Perawat mengumpulkan informasi tentang riwayat kejang pasien. Pasien
ditanyakan tentang faktor atau kejadian yang dapat menimbulkan kejang. Asupan
alkohol dicatat. Efek epilepsi pada gaya hidup dikaji:
- Apakah ada keterbatasan yang ditimbulkan oleh gangguan kejang?
- Apakah pasien mempunyai program rekreasi? Kontak sosial?
- Apakah pengalaman kerja?
- Mekanisme koping apa yang digunakan?
Obsevasi dan pengkajian selama dan setelah kejang akan membantu dalam
mengindentifikasi tipe kejang dan penatalaksanaannya.
1. Selama serangan :
- Apakah ada kehilangan kesadaran atau pingsan.
- Apakah ada kehilangan kesadaran sesaat atau lena.
- Apakah pasien menangis, hilang kesadaran, jatuh ke lantai.
- Apakah disertai komponen motorik seperti kejang tonik, kejang klonik,
kejang tonik-klonik, kejang mioklonik, kejang atonik.
- Apakah pasien menggigit lidah.
- Apakah mulut berbuih.
- Apakah ada inkontinen urin.
- Apakah bibir atau muka berubah warna.
- Apakah mata atau kepala menyimpang pada satu posisi.
- Berapa lama gerakan tersebut, apakah lokasi atau sifatnya berubah pada satu
sisi atau keduanya.
2. Sesudah serangan
- Apakah pasien : letargi , bingung, sakit kepala, otot-otot sakit, gangguan
bicara
- Apakah ada perubahan dalam gerakan.
- Sesudah serangan apakah pasien masih ingat apa yang terjadi sebelum,
selama dan sesudah serangan.
10
- Apakah terjadi perubahan tingkat kesadaran, pernapasan atau frekuensi
denyut jantung.
- Evaluasi kemungkinan terjadi cedera selama kejang.
3. Riwayat sebelum serangan
- Apakah ada gangguan tingkah laku, emosi.
- Apakah disertai aktivitas otonomik yaitu berkeringat, jantung berdebar.
- Apakah ada aura yang mendahului serangan, baik sensori, auditorik,
olfaktorik maupun visual.
4. Riwayat Penyakit
- Sejak kapan serangan terjadi.
- Pada usia berapa serangan pertama.
- Frekuensi serangan.
- Apakah ada keadaan yang mempresipitasi serangan, seperti demam, kurang
tidur, keadaan emosional.
- Apakah penderita pernah menderita sakit berat, khususnya yang disertai
dengan gangguan kesadaran, kejang-kejang.
- Apakah pernah menderita cedera otak, operasi otak
- Apakah makan obat-obat tertentu
- Apakah ada riwayat penyakit yang sama dalam keluarga
5. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat keluarga dengan kejang
b. Riwayat kejang demam
c. Tumor intrakranial
d. Trauma kepal terbuka, stroke
6. Riwayat Kejang
a. Berapa sering terjadi kejang
b. Gambaran kejang seperti apa
c. Apakah sebelum kejang ada tanda-tanda awal
d. Apa yang dilakuakn pasien setelah kejang
7. Riwayat Penggunaan Obat
a. Nama obat yang dipakai
b. Dosis obat
c. Berapa kali penggunaan obat
11
d. Kapan putus obat
8. Pemeriksaan fisik
a. Tingkat kesadaran
b. Abnormal posisi mata
c. Perubahan pupil
d. Garakan motorik
e. Tingkah laku setelah kejang
f. Apnea
g. Cyanosis
h. Saliva banyak
9. Psikososial
a. Usia
b. Jenis kelamin
c. Pekerjaan
d. Peran dalam keluarga
e. Strategi koping yang digunakan
f. Gaya hidup dan dukungan yang ada
10. Pengetahuan pasien dan keluarga
a. Kondisi penyakit dan pengobatan
b. Kondisi kronik
c. Kemampuan membaca dan belajar
11. Pemeriksaan Diagnostik
a. Laboratorium
b. Radiologi
B. diagnose
1. Resiko cedera b.d aktivitas kejang yang tidak terkontrol (gangguan keseimbangan).
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sumbatan lidah di
endotrakea, peningkatan sekresi saliva
3. Isolasi sosial b.d rendah diri terhadap keadaan penyakit dan stigma buruk penyakit
epilepsi dalam masyarakat
4. Ketidakefektifan pola napas b.d dispnea dan apnea
5. Intoleransi aktivitas b.d penurunan kardiac output, takikardia
12
C. Intervensi
no Diagnose NOC NIC
1. Resiko cedera b.d
aktivitas kejang yang
tidak terkontrol
(gangguan
keseimbangan).
Kejadian jatuh
- Jatuh ketika berdiri (1/3)
- Jatuh ketika berjalan(1/3)
- Jatuh ketika berdiri(1/3)
- Jatuh dari tempat tidur(1/3)
- Jatuh ketika melangkah naik
tangga(1/3)
- Jatuh ketika menurun
tangga(1/3)
- Jatuh saat kekamar mandi(1/3)
Kekerasan cedera fisik
- Lecet pada kulit
- Luka memar
- Laserasi
- Luka bakar
- Keseleo pada ektremitas
- Patah pada ekstremitas
- Patah pada pelvis
Pencegahan jatuh
- Kenali defisit kognitif atau fisik
dari pasien yang bisa
meningkatkan potensial jatuh di
lingkungan
- Kenali sifat dan factor yang
menyebabkan resiko jatuh
- Tinjau pengalaman jatuh pasien
dan keluarga
- Kenali karakteristik lingkungan
yang bsa meningkatkan potensi
jatuh
- Monitor gaya berjalan,
keseimbangan dan tingkat
kelelahan dengan ambulansi
- Minta pasien untuk
menyeimbangkan persepsi jika di
perlukan
- Anjurkan mengubah gaya jalan
kepada pasien
2. Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas
berhubungan dengan
sumbatan lidah di
endotrakea,
peningkatan sekresi
saliva
Status respirasi : kepatenan jalan
nafas
1. Kecepatan respirasi(1/3)
2. Irama pernapasan (1/3)
3. Dalamnya pernapasan (1/3)
4. Kemampuan mengeluarkan
secret(1/3)
Manajemen jalan napas
1. Membuka jalan napas
menggunakan teknik dorongan
dengan membuka dagu atau rahang
2. Mengeluarkan secret dengan
dorongan batuk atau isapan
3. Dorongan pelan, pernapasan dalam
13
5. Batuk(1/3) dan batuk
4. Ajarkan batuk efektif
Peningkatan batuk
1. Dorong pasien untuk melakukan
bebrapa pernapasan dalam
2. Bantu pasien untuk duduk dengan
posisi kepala sedikit fleksi, bahu
rilek, dan lutut fleksi
3. Ajarkan pasien mengikuti batuk
dengan beberapa tarikan napas
maksimal
Memantau pernapasan
1. Pantau kecepatan, kedalaman, dan
usaha pernapasan
2. Memantau suara pernapasan
seperti dengkuraan
3. Isolasi sosial b.d
rendah diri terhadap
keadaan penyakit dan
stigma buruk penyakit
epilepsi dalam
masyarakat
Kekerasan terhadap diri sendiri
- Perasaan takut
- Perasaan putus asa
- Perasaan lelah yang berlebihan
- Perasaan kehilangan harapan
- Perasaan isolasi social
- Perasaan tidak bias mengerti
- Kesulitan dalam membuat
rencana
- Kesulitan menjalin kontak
dengan orang lain
- Fluktuasi suasana hati
- Gangguan tidur
Interaksi social
- Interaksi dengan teman dekat
- Interaksi dengan tetangga
- Interaksi dengan keluarga
Terapi aktivitas
- Menentukan kemampuan pasien
untuk berpartisipasi dalam
aktivitas perawat khusus
- Tentukan komitmen pasien untuk
meningkatkan prekuensi dan
jumlah aktivitas
- Bantu pasien untuk menggali
kepribadian dengan membiasakan
aktivitas dan aktivitas favorit
pada waktu luang
- Bantu pasien memilih aktivitas
dan tujuan akhir dari kosistensi
aktivitas dengan fisik psikologis
dan social
- Bantu pasien untuk menyatukan
focus jika mengalami deficit
14
- Bantu pasien untuk mendapatkan
aktivitas transportasi jika
dibutuhkan
4. Ketidakefektifan pola
napas b.d dispnea dan
apnea
Status respirasi
1. Frekuensi respirasi (kondisi
yang dialami pasien /
peningkatan yang diharapkan)
2. Irama pernapasan
3. Kedalaman pernapasan
4. Auskultasi suara nafas
5. Kepatenan jalan nafas
Manajemen jalan napas
1. Auskultasi suara napas, tidak ada
peningkatan atau penurunan
ventilasi dan dan keberadaan
suara napas
2. Melakukan terapy fisik dada,
dengan tepat
3. Posisikan pasien dengan potensi
pernapasan maksimal
Memantau pernapasan
1. Pantau kecepatan, kedalaman,
dan usaha pernapasan
2. Memantau suara pernapasan
seperti dengkuraan
5. Intoleransi aktivitas b.d
penurunan kardiac
output, takikardia
Toleransi aktivitas
1. Kecepatan respirasi saat
beraktivitas (kondisi yang
dialami pasien / peningkatan
yang diharapkan)
2. Denyut nadi saat beraktivitas
3. Tekanan sistol darah saat
beraktivitas
4. Tekanan diastole darah saat
beraktivitas
Manajement energy
1. Gunakan peralatan yang valid
untuk menentukan keletihan jika
terindikasi
2. Pilih perencanaan peningkatan
keletihan dengan berkolaborasi
dengan pharmakologi atau
nonpharmakologi dengan tepat
3. Tntukan apa dan bagaimana
banyaknya aktivitas yang
diperlukan untuk membangun daya
tahan
4. Memantau intek nutrisi untuk
menjamin keadekuatan sumber
energy
15
5. Konsultasi dengan ahli gizi tetang
bagaimana untuk meningkatkan
intek dengan makanan tinggi
energy
6. Bantu pasien untuk menetukan
pilihan aktivitas
7. Hindari aktivitas perawatan selama
jadwal priode tidur
8. Gunakan ROM aktif dan pasif
untuk mengurangi tekanan otot
Terapi aktivitas
1. Tentukan kemamapuan pasien
dengan aktivitas latihan spesifik
2. bantu pasien untuk mengetahui
pilihan aktivitas yng tepat
3. bantu pasien dan kelurga untuk
mengenal penurunan tingakat
aktivitas
D. Implementasi dan evaluasi
no Diagnose Implementasi Evaluasi
1 Resiko cedera b.d
aktivitas kejang
yang tidak
terkontrol
(gangguan
keseimbangan).
Pencegahan jatuh
- Kenali defisit kognitif atau fisik dari
pasien yang bisa meningkatkan
potensial jatuh di lingkungan
- Kenali sifat dan factor yang
menyebabkan resiko jatuh
- Tinjau pengalaman jatuh pasien dan
keluarga
- Kenali karakteristik lingkungan yang
bsa meningkatkan potensi jatuh
- Monitor gaya berjalan,
S: pasien merasa seimbang dalam
barjalan
O: pasien mengalami keseimbang
A: masalah teratasi, masalah teratasi
sebagian atau masalah belum teratasi
P: lanjutkan intervensi atau tidak
16
keseimbangan dan tingkat kelelahan
dengan ambulansi
- Minta pasien untuk
menyeimbangkan persepsi jika di
perlukan
- Anjurkan mengubah gaya jalan
kepada pasien
2. Ketidakefektifan
bersihan jalan
nafas
berhubungan
dengan sumbatan
lidah di
endotrakea,
peningkatan
sekresi saliva
Manajemen jalan napas
5. Membuka jalan napas menggunakan
teknik dorongan dengan membuka
dagu atau rahang
6. Mengeluarkan secret dengan
dorongan batuk atau isapan
7. Dorongan pelan, pernapasan dalam
dan batuk
8. Ajarkan batuk efektif
Peningkatan batuk
4. Dorong pasien untuk melakukan
bebrapa pernapasan dalam
5. Bantu pasien untuk duduk dengan
posisi kepala sedikit fleksi, bahu rilek,
dan lutut fleksi
6. Ajarkan pasien mengikuti batuk
dengan beberapa tarikan napas
maksimal
Memantau pernapasan
3. Pantau kecepatan, kedalaman, dan
usaha pernapasan
Memantau suara pernapasan seperti
dengkuraan
S: pasien merasa tidak lagi terhalangi
jalan nafasnya
O: pasien tidak lagi terhalangi jalan
nafasnya
A: masalah teratasi, masalah teratasi
sebagian, masalah belum teratasi.
P: lanjutkan intervensi atau tidak
3. Isolasi sosial b.d
rendah diri
terhadap keadaan
Terapi aktivitas
- Menentukan kemampuan pasien
untuk berpartisipasi dalam aktivitas
S: pasien merasa kesepian
O: pasien mampu berinteraksi dengan
orang lain
17
penyakit dan
stigma buruk
penyakit epilepsi
dalam masyarakat
perawat khusus
- Tentukan komitmen pasien untuk
meningkatkan prekuensi dan jumlah
aktivitas
- Bantu pasien untuk menggali
kepribadian dengan membiasakan
aktivitas dan aktivitas favorit pada
waktu luang
- Bantu pasien memilih aktivitas dan
tujuan akhir dari kosistensi aktivitas
dengan fisik psikologis dan social
- Bantu pasien untuk menyatukan
focus jika mengalami deficit
- Bantu pasien untuk mendapatkan
aktivitas transportasi jika dibutuhkan
A: masalah teratasi, masalah teratasi
sebagian, masalah belum teratasi.
P: lanjutkan intervensi atau tidak
4. Ketidakefektifan
pola napas b.d
dispnea dan apnea
Manajemen jalan napas
4. Auskultasi suara napas, tidak ada
peningkatan atau penurunan ventilasi
dan dan keberadaan suara napas
5. Melakukan terapy fisik dada, dengan
tepat
6. Posisikan pasien dengan potensi
pernapasan maksimal
Memantau pernapasan
3. Pantau kecepatan, kedalaman, dan
usaha pernapasan
Memantau suara pernapasan seperti
dengkuraan
S: pasien tidak lagi merasa sesak nafas
O: nafas pasien tidak lagi sesak
A: masalah teratasi, masalah teratasi
sebagian, masalah belum teratasi.
P: lanjutkan intervensi atau tidak
5. Intoleransi
aktivitas b.d
penurunan
kardiac output,
Manajement energy
9. Gunakan peralatan yang valid untuk
menentukan keletihan jika terindikasi
10. Pilih perencanaan peningkatan
S: pasien merasa tidak kelelahan lagi
O: pasien sudah mampu melakukan
aktivitas seperti biasa
A: masalah teratasi, masalah teratasi
18
takikardia keletihan dengan berkolaborasi
dengan pharmakologi atau
nonpharmakologi dengan tepat
11. Tntukan apa dan bagaimana
banyaknya aktivitas yang diperlukan
untuk membangun daya tahan
12. Memantau intek nutrisi untuk
menjamin keadekuatan sumber energy
13. Konsultasi dengan ahli gizi tetang
bagaimana untuk meningkatkan intek
dengan makanan tinggi energy
14. Bantu pasien untuk menetukan pilihan
aktivitas
15. Hindari aktivitas perawatan selama
jadwal priode tidur
16. Gunakan ROM aktif dan pasif untuk
mengurangi tekanan otot
Terapi aktivitas
4. Tentukan kemamapuan pasien dengan
aktivitas latihan spesifik
5. bantu pasien untuk mengetahui
pilihan aktivitas yng tepat
bantu pasien dan kelurga untuk mengenal
penurunan tingakat aktivitas
sebagian, masalah belum teratasi.
P: lanjutkan intervensi atau tidak
19
DAFTAR PUSTAKA
Elizabeth, J.Corwin. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Cetakan I. Penerbit : EGC, Jakarta.
Mansjoer, Arif. dkk, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Media Auskulapius, Jakarta
Ngastiyah, 1997. Perawatan Anak Sakit. EGC, Jakarta
Engram, Barbara.1998, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Volume 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta
Hudak & Gallo, 1996, Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik Vol 2 EdisiVI, Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta
Herman, T. Heather. 2012.diagnosa keperawatan defenisi dan klasifikasi 2012 -2014. Jakarta : EGC
Gloria M. Bulechek. 2013, Nursing Interventions Classification (NIC), Ed 6. Jakarta : EGC
Sue Moorhead. 2012, Nursing Outcomes Classification (NOC), Ed 5. Jakarta : EGC
20