Artikel ilmiah oleh Mineil Alphafiani ini
telah diperiksa dan disetujui.
Malang, 31 Juli 2013
Pembimbing
Drs. H. M. Shohibul Kahfi, M.Pd
NIP. 19590219 198403 1 001
Mahasiswa
Mineil Alphafiani
209311423319
*Mahasiswa Jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Malang
**Dosen Jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Malang
PENERAPAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL MELALUI
STRATEGI REACT UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL
BELAJAR SISWA KELAS VIII PADA MATERI KUBUS DAN BALOK DI
SMPN 17 MALANG
Mineil Alphafiani*, M. Shohibul Kahfi i**
Universitas Negeri Malang
Email: fiee. [email protected], [email protected]
Kata Kunci : Pembelajaran Kontekstual, Strategi REACT, Motivasi, Hasil Belajar siswa
Pembelajaran merupakan suatu sistem yang terdiri dari komponen-
komponen yang saling berkaitan. Salah satu komponen penting dalam pendidikan
adalah guru. Selama ini, guru dalam kegiatan belajar mengajar di kelas masih
merupakan figur sentral dan pengendali dari seluruh kegiatan belajar.
Pembelajaran di kelas masih berpusat pada guru (teacher centered). Guru
mengajar masih secara konvensional dengan sistem ceramah. Pembelajaran yang
berpusat pada guru dan selama itu pula kemampuan siswa untuk aktif dalam
proses pembelajaran kurang tampak. Akibatnya, siswa kurang mampu
mengkonstruksi sendiri pengetahuan yang mereka dapatkan karena menganggap
guru adalah satu-satunya sumber belajar yang dianggap serba tahu. Sikap pasif
siswa dalam proses pembelajaran dan sistem pembelajaran yang monoton
berdampak pada hasil belajar siswa ini terlihat dari daftar nilai siswa kelas VIII-G
yang memenuhi KKM tidak lebih dari 43% dari banyak keseluruhan siswa.
Hal ini disebabkan karena siswa tidak kreatif dan kurang mendapatkan
pengalaman belajar padahal dalam proses pembelajaran harus ada faktor
pendorong yaitu motivasi agar mau melakukan sesuatu demi tercapainya suatu
tujuan pembelajaran. Motivasi belajar dapat didefinisikan sebagai usaha-usaha
seseorang untuk menyediakan segala daya untuk belajar sehingga siswa mau atau
ingin melakukan proses pembelajaran (Dimyati & Mudjiono, 2006:80). Motivasi
tidak dapat diketahui secara langsung namun dapat diinterpretasikan dari tingkah
laku. Hasil tingkah laku siswa dalam kegiatan belajar dapat diketahui dari hasil
atau prestasi belajar yang dicapai saat evaluasi pengajaran.
Briggs (dalam Ekawarna 2009: 40) mengemukakan “hasil belajar yang
sering disebut dengan istilah „scholastic achievement‟ atau „academic
achievement‟ adalah seluruh kecakapan dan hasil yang dicapai melalui proses
Abstract: Penelitian ini dilaksanakan di SMPN 17 Malang. Subjek penelitian yaitu
siswa kelas VIII-G yang berjumlah 30 siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
langkah-langkah pembelajaran kontekstual melalui strategi REACT yang dapat
meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa yaitu: (a) Tahap Relating, guru
mengulang kembali materi prasyarat dan memberikan motivasi kepada siswa, (b) Tahap
Experiencing, siswa melakukan rangkaian kegiatan yang merupakan bagian dari proses
mengalami, (c) Tahap Applying, siswa mengaplikasikan rumus yang didapatkan pada
tahap experiencing untuk mengerjakan soal yang berhubungan dengan luas permukaan
dan volume kubus balok dalam kehidupan sehari- hari, (d) Tahap Cooperating, siswa
melaksanakan diskusi kelas untuk membahas penyelesaian pada Tahap Experiencing dan
Tahap Applying, (e) Tahap Transferring, siswa diberikan soal tantangan dalam konteks
yang baru tetapi masih terkait dengan materi.
belajar mengajar di sekolah yang dinyatakan dengan angka-angka atau nilai-nilai
berdasarkan tes hasil belajar”. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa
hasil belajar merupakan sesuatu yang diperoleh, didapat atau dikuasai setelah
proses belajar yang biasanya ditunjukkan dengan nilai atau skor.
Terkait hal di atas, maka diperlukan suatu pembelajaran yang mampu
meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa agar prestasi belajar siswa dapat
dioptimalkan. Salah satu model pembelajaran yang tepat untuk meningkatkan
motivasi dan hasil belajar siswa dengan pembelajaran kontekstual melalui strategi
REACT.
Menurut Nurhadi (2008:13), Strategi REACT merupakan salah satu strategi
dalam pembelajaran kontekstual. Pembelajaran konstekstual (Contextual Teaching
and Learning) adalah konsep belajar dimana guru menghadirkan dunia nyata ke
dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimiliki sebelumnya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari- hari.
Pembelajaran kontekstual melalui strategi REACT yang diharapkan dapat
menanamkan konsep pada siswa, mengungkapkan gagasan melalui diskusi,
menghubungkan materi dengan kehidupan sehari-hari serta mampu mengerjakan
soal- soal matematika yang berhubungan dengan dunia nyata ataupun soal yang
membutuhkan pemahaman dalam penyelesaiannya. Crawford (2001:2)
menjelaskan bahwa strategi REACT memiliki beberapa kelebihan antara lain:
memperdalam pemahaman siswa, mengembangkan sikap menghargai diri sendiri
dan orang lain, mengembangkan sikap kebersamaan dan rasa saling memiliki,
mengembangkan ketrampilan untuk masa depan, membentuk sikap mencintai
lingkungan, dan membuat belajar secara inklusif.
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk meningkatkan
motivasi dan hasil belajar siswa kelas VIII-G pada materi kubus dan balok di
SMPN 17 Malang dengan menerapkan pembelajaran konstekstual melalui strategi
REACT.
METODE Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Penelitian
ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian ini berusaha
mendeskripsikan pembelajaran kubus dan balok dengan menggunakan
pembelajaran pembelajaran konstekstual melalui strategi REACT untuk
meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa. Peneliti bertindak sebagai guru
(pengajar) sekaligus perencana, pelaksana pengumpulan data, analisis, penafsir
data, dan pelapor hasil penelitian (Moleong, 2009: 168).
Sumber data dalam penelitian ini adalah siswa Kelas VIII-G SMPN 17
Malang tahun ajaran 2012/2013 dibagi menjadi 2 macam, yaitu sumber data
primer berasal dari wawancara guru matematika dan pengamatan kelas, dan
sumber data sekunder berasal dari dokumen-dokumen kelas VIII-G.
Data yang didapatkan dari penelitian ini yaitu data kualitatif berupa kata-
kata atau pernyataan-pernyataan verbal yang diperoleh dari catatan-catatan hasil
observasi, angket motivasi siswa, dan catatan lapangan. Dan data kuantitatif
berupa nilai tes siswa siswa di akhir siklus.
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah tes, observasi, angket
motivasi siswa dan catatan lapangan. Data yang dianalisis adalah motivasi belajar
siswa dan hasil belajar siswa. Adapun analisisnya sebagai berikut:
1. Motivasi belajar siswa
Motivasi belajar siswa diukur dengan menggunakan angket motivasi. Ada 2
angket motivasi yang diberikan yaitu anggket motivasi awal sebelum diberi
tindakan dan angket motivasi siswa setelah diberi tindakan. Semua jawaban siswa
ditulis dalam matriks motivasi belajar siswa sesuai kode dari tiap-tiap indikator.
Attention (A), Relevance (R), Convidence (C), dan Satisfication (S). Skor rata-rata
motivasi belajar tiap indikator dalam matriks motivasi belajar dihitung dengan 2
langkah :
a) Ketercapaian motivasi belajar siswa secara individu.
Dapat diketahui dengan menghitung persentase keberhasilan yang diperoleh
setiap siswa tiap indikator dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Persentase Keberhasilan (PK) ∑
∑
b) Ketercapaian motivasi belajar siswa secara klasikal.
Dapat diketahui dengan menghitung persentase keberhasilan klasikal siswa
dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Persentase Keberhasilan Klasikal (PKK) ∑
∑
Skor rata-rata angket motivasi awal dan motivasi belajar siswa setelah diberi
tindakan menggunakan skala Likert dengan 5 interval yang disajikan dalam tabel
berikut: Tabel 1 Penggolongan skor motivasi siswa berdasarkan angket
No. Skor Motivasi Skor dengan Huruf Skor dengan Angka
1. 3,28 – 4,00 Sangat Baik A
2. 2,52 – 3,27 Baik B
3. 1,76 – 2,51 Cukup C
4. 1,00 – 1,75 Kurang D
2. Hasil belajar siswa
Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa ditentukan dengan
ketuntasan belajar siswa. Sesuai Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) mata
pelajaran Matematika yang telah ditentukan di SMPN 17 Malang, siswa dikatakan
tuntas apabila minimal mendapatkan nilai 75 pada saat tes. Seperti dijelaskan pada
tabel berikut. Tabel 2 Kriteria Hasil Belajar Siswa Berdasarkan Nilai Tes
Nilai Tes (NT) Kategori
75 ≤ NT ≤ 100 Tuntas
0 ≤ NT < 75 Tidak tuntas
Ketuntasan belajar siswa secara klasikal dapat menggunakan rumus sebagai
berikut :
KB =
100% (diadopsi dari Arikunto, 2009:236)
Keterangan :
KB : Ketuntasan Belajar
: Banyaknya siswa yang mendapat nilai minimal 75
: Banyaknya siswa yang mengikuti tes
HASIL
SIKLUS 1
Perencanaan
Pada tahap perencanaan, peneliti berdiskusi dengan guru matapelajaran
matematika mengenai materi yang akan diajarkan, menyusun RPP dengan materi
luas permukaan kubus dan balok dengan pembelajaran kontekstual melalui
strategi REACT, menyusun LKS, menyusun soal tes dan rubrik penilaiannya,
menyusun angket motivasi belajar siswa, lembar observasi aktivitas guru,
aktivitas siswa, lembar catatan lapangan, dan membuat alat peraga berupa kubus
dan balok dari karton, menyusun kelompok yang terdiri atas 4-5 siswa secara
heterogen, serta menyiapkan kamera sebagai alat untuk dokumentasi kegiatan
pembelajaran yang akan dilakukan oleh peneliti. Selain itu dilakukan validasi
untuk instrument pembelajaran dan instrument penelitian. validasi ini dilakukan
oleh dosen jurusan matematika UM.
Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan tindakan siklus 1 dilaksanakan dalam tiga kali pertemuan, yaitu
pada tanggal 3, 6 dan 10 april 2013. Pelaksanaan pembelajaran dalam setiap
pertemuan disesuaikan dengan RPP yang menggunakan pembelajaran kontekstual
melalui strategi REACT. Pada pelaksanaannya, peneliti bertindak sebagai guru
dengan dibantu oleh 2 observer, yaitu 1 guru mata pelajaran matematika dan 1
teman sejawat.
Observasi
Observasi aktivitas guru siklus 1 Tabel 3 Hasil Observasi Aktivitas Guru Siklus 1
Pertemuan ke- Observer Hasil Analisis Aktivitas Guru
Skor yang dicapai Kategori
1 I 79,31% Baik II 81,89% Baik
2 I 81,89% Baik II 86,20% Sangat Baik
Rata- rata 82,32 % Baik
Dari tabel 3 terlihat bahwa keterlaksanaan pembelajaran konstekstual
melalui strategi REACT mempunyai skor yang dicapai sebesar 82,32% atau
termasuk dalam kategori “baik”.
Observasi aktivitas siswa siklus 1 Tabel 4 Hasil observasi aktivitas siswa siklus 1
Pertemuan ke- Observer Hasil Analisis Aktivitas Siswa
Skor yang dicapai Kategori
1 I 72,72% Baik II 65,90% Cukup
2 I 85,00% Baik II 81,81% Baik
Rata- rata 76,35% Baik
Dari tabel 4 menunjukkan bahwa aktivitas belajar siswa dalam
melaksanakan pembelajaran konstekstual melalui strategi REACT menghasilkan
persentase rata-rata 76,35%. Jadi taraf keberhasilan siswa berdasarkan hasil
observasi kedua observer pada siklus 1 termasuk dalam kategori “baik”.
Observasi hasil motivasi belajar siswa siklus 1
a. Motivasi awal Motivasi awal siswa pada indikator attention sebesar 2,21,
relevance sebesar 2,01, convidence sebesar 2,11, dan satisfication
sebesar 2,17 termasuk dalam kategori “cukup baik”. Sehingga
diperoleh rata-rata motivasi awal 2,13 termasuk dalam kategori
“cukup baik”, yaitu selama mengikuti pembelajaran dengan metode
ceramah dan contoh soal yang bisa diterima oleh siswa kelas VIII-G.
Sedangkan motivasi awal tiap individu akan disajikan dalam tabel
berikut: Tabel 5 Motivasi awal siswa secara individu
Skor motivasi Kategori Jumlah
3,28 – 4,00 Sangat Baik 0
2,52 – 3,27 Baik 2
1,76 – 2,51 Cukup baik 21
1,00 – 1,75 Kurang 7
b. Motivasi belajar siswa siklus 1 Tabel 6 Motivasi belajar siswa secara klasikal siklus 1
Indikator Skor motivasi Kategori Attention 2, 69 Baik Relevance 2, 51 Cukup baik
Convidence 2, 30 Cukup baik Satisfication 2, 47 Cukup baik Rata-rata 2, 49 Cukup baik
Berdasarkan tabel di atas motivasi belajar tiap indikator yaitu: attention
sebesar 2,69 termasuk dalam kategori “baik”, relevance sebesar 2,51 dan
convidence sebesar 2,30 serta satisfication sebesar 2,47 termasuk dalam
kategori “cukup baik”. Maka dari itu, rata-rata skor motivasi belajar siswa
pada siklus 1 termasuk dalam kategori “cukup baik” yaitu 2, 49. Adapun data
dalam hasil motivasi belajar secara individu pada siklus 1 ditunjukkan pada
tabel berikut : Tabel 6 Hasil motivasi belajar siswa secara individu siklus 1
Skor motivasi Kategori Jumlah
3,28 – 4,00 Sangat Baik 0
2,52 – 3,27 Baik 13
1,76 – 2,51 Cukup 16
1,00 – 1,75 Kurang 0
Dari tabel motivasi belajar siswa secara individu tersebut, diketahui
bahwa sebanyak 13 orang siswa mempunyai motivasi baik dan 16 orang
siswa mempunyai motivasi cukup baik.
Observasi hasil belajar siswa
Hasil belajar siswa siklus 1 diperoleh dari nilai tes I. Tes I diadakan pada
pertemuan ketiga, hari Rabu, 10 April 2013 dengan alokasi waktu 60 menit. Hasil
belajar siswa pada tes I menunjukkan terdapat 18 siswa yang nilainya ≥ 75 dan 11
siswa yang nilainya dibawah 75. Persentase banyaknya siswa yang mencapai nilai
SKBM (≥ 75) adalah 62,06%. Persentase ini menunjukkan bahwa jumlah siswa
yang mencapai nilai SKBM kurang dari 75%, sehingga pelaksanaan
pembelajaran konstekstual melalui strategi REACT pada siklus 1 dikatakan belum
berhasil.
Refleksi
Berdasarkan hasil observasi melalui angket motivasi dan hasil tes I
diketahui bahwa masih banyak kendala yang dihadapi dalam siklus 1 antaranya:
(1) Pembelajaran kontekstual melalui strategi REACT baru pertama kali
diterapkan di SMPN 17 Malang sehingga diawal pembelajaran siswa mengalami
kesulitan sebagai akibat dari proses adaptasi, (2) pembagian kelompok terjadi
kegaduhan di dalam kelas, (3) saat mengerjakan LKS siswa selalu bertanya
sebelum mencoba mengerjakan, (4) Pada Tahap Experiencing tidak semua
anggota kelompok ikut serta aktif dalam kegiatan kelompok, (5) Pada Tahap
Cooperating siswa masih belum berani maju mempresentasikan hasil mereka.
Kendala-kendala pada siklus I ini perlu dilakukan perbaikan yang diperlukan
diantaranya: (1) Pada Tahap Experiencing guru membimbing siswa yang kurang
aktif dan akan memberi pengurangan nilai jika tidak ikut mengerjakan
permasalahan yang diberikan guru, (2) Pada Tahap Cooperating guru harus
menunjuk perwakilan kelompok yang akan maju dan pada pertemuan selanjutnya
siswa akan diberi poin tambahan jika berani menyampaikan hasil diskusinya
didepan kelas, (3) Guru mengingatkan siswa untuk memperhatikan petunjuk yang
ada pada LKS sebelum mengerjakan permasalahan yang ada.
SIKLUS 2
Perencanaan
Tindakan siklus 2 didasarkan pada hasil refleksi siklus 1. Materi yang
dibahas yaitu mengenai volume kubus dan balok. Tindakan yang direncanakan,
yaitu menyusun RPP dengan pembelajaran kontekstual melalui strategi REACT
dalam 2 x pertemuan, menyusun LKS, menyusun soal tes dan rubrik penilaiannya,
menyusun angket motivasi belajar siswa, lembar observasi aktivitas guru,
aktivitas siswa, lembar catatan lapangan, dan membuat alat peraga, membentuk
kelompok diskusi dengan kelompok yang sama seperti pada kelompok di siklus 1.
Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan tindakan siklus 2 dilaksanakan dalam dua kali pertemuan, yaitu
pada hari Sabtu dan Rabu, tanggal 13 dan 17 April 2013. Pelaksanaan
pembelajaran dalam setiap pertemuan disesuaikan dengan RPP yang
menggunakan pembelajaran kontekstual melalui strategi REACT. Pada
pelaksanaannya, peneliti bertindak sebagai guru dengan dibantu oleh 2 observer,
yaitu 1 guru mata pelajaran matematika dan 1 teman sejawat.
Observasi
Observasi aktivitas guru siklus 2 Tabel 7 Hasil Observasi Aktivitas Guru Siklus 2
Pertemuan ke- Observer Hasil Analisis Aktivitas Guru
Skor yang dicapai Kategori
1 I 87,06% Sangat Baik
II 86,20 % Sangat Baik
Rata- rata 86,63 % Sangat Baik
Dari tabel 7 terlihat bahwa keterlaksanaan pembelajaran konstekstual
melalui strategi REACT mempunyai skor yang dicapai sebesar 86,63% atau
termasuk dalam kategori “sangat baik”. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa
seluruh kegiatan guru dalam proses pembelajaran sudah baik sesuai yang
direncanakan dan dalam penelitian ini dapat dikatakan mendukung keberhasilan
pembelajaran matematika.
Observasi aktivitas siswa siklus 2 Tabel 8 Hasil observasi aktivitas siswa siklus 2
Pertemuan ke- Observer Hasil Analisis Aktivitas Siswa
Skor yang dicapai Kategori
1 I 81,81% Baik
II 90,90 % Sangat Baik
Rata- rata 86, 35% Sangat Baik
Dari tabel 8 menunjukkan bahwa aktivitas belajar siswa dalam
melaksanakan pembelajaran kontekstual melalui strategi REACT menghasilkan
persentase rata-rata 86,35%. Jadi taraf keberhasilan siswa berdasarkan hasil
observasi kedua observer pada siklus 2 termasuk dalam kategori “sangat baik”.
Observasi hasil motivasi belajar siswa siklus 2
Diketahui bahwa motivasi belajar siswa siklus 2 pada indikator attention
sebesar 3,14, relevance sebesar 2,97, convidence sebesar 2,73, dan satisfication
sebesar 2,83 termasuk dalam kategori “baik”. Sehingga diperoleh rata-rata
motivasi siswa siklus 2 sebesar 2,92 termasuk dalam kategori “baik”. Adapun
hasil motivasi siklus 2 disajikan dalam tabel berikut. Tabel 4.15 Hasil motivasi belajar siswa secara individu siklus 2
Skor motivasi Kategori Jumlah
3,28 – 4,00 Sangat Baik 3
2,52 – 3,27 Baik 27
1,76 – 2,51 Cukup 0
1,00 – 1,75 Kurang 0
Dari tabel 4.15 diketahui motivasi belajar siswa siklus 2 yang temasuk
dalam kategori “sangat baik” sebanyak 3 orang siswa, 27 orang siswa mempunyai
motivasi “baik”.
Observasi hasil belajar siswa
Hasil belajar siswa siklus 2 diperoleh dari nilai tes 2. Tes 2 diadakan pada
pertemuan kedua, hari Rabu, 17 April 2013 dengan alokasi waktu 60 menit. Hasil
belajar siswa pada tes 2 menunjukkan terdapat 23 siswa yang nilainya ≥ 75 dan 7
siswa yang nilainya dibawah 75. Persentase banyaknya siswa yang mencapai nilai
SKBM (≥ 75) adalah 76,66%. Persentase ini menunjukkan bahwa jumlah siswa
yang mencapai nilai SKBM kurang dari 75%, sehingga pelaksanaan
pembelajaran konstekstual melalui strategi REACT pada siklus 1 dikatakan belum
berhasil.
Refleksi
Berdasarkan hasil observasi siklus 2 diketahui bahwa kegiatan pembelajaran
yang dilakukan guru maupun siswa tergolong baik dan sesuai dengan RPP.
Kegiatan siswa yang baik ini terlihat dari semua siswa telah lebih aktif berdiskusi
bersama kelompoknya tanpa banyak bimbingan dari guru dan siswa berani
mengajukan pertanyaan kepada guru atau siswa lain jika belum memahami materi.
Pada pembelajaran siklus 2 banyak siswa yang tuntas belajar sebanyak 23
siswa dari 30 siswa yang mengikuti tes siklus 2 dan persentase ketuntasan hasil
belajar siswa adalah 76,66% dimana persentase tersebut telah mencapai indikator
keberhasilan yang diinginkan yaitu 70%. Hasil angket motivasi yang diisi siswa
rata-rata motivasi siswa termasuk dalam kategori “baik”. Oleh karena itu, peneliti
memutuskan untuk menghentikan penelitian karena kriteria keberhasilan telah
tercapai
PEMBAHASAN
Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual Melalui Strategi REACT
Pembelajaran yang dilakukan sebanyak lima kali pertemuan dalam dua
siklus. Siklus pertama sebanyak tiga kali pertemuan dan siklus kedua sebanyak
dua kali pertemuan. Pada penelitian ini siklus 1 dan siklus 2 materi yang
disampaikan mengacu pada kompetensi dasar menghitung luas permukaan dan
volume kubus, balok, prisma, dan limas.
Pembelajaran kontekstual melalui strategi REACT dalam penelitian ini
diterapkan pada materi kubus dan balok dan dilaksanakan dalam rancangan
kerangka Relating (Mengaitkan), Experiencing (Mengalami), Applying
(Mengaplikasikan), Cooperating (Bekerja Sama) dan Transferring
(Memindahkan).
Kerangka pembelajaran kontekstual melalui strategi REACT pada penelitian
ini akan diuraikan sebagai berikut:
(1) Relating (Mengaitkan): Guru dikatakan menggunakan strategi mengaitkan
ketika mereka mengaitkan konsep baru dengan sesuatu yang benar-benar sudah
tidak asing lagi bagi siswa. Dalam penelitian ini peneliti menghubungkan
pengetahuan awal siswa mengenai materi luas bangun datar dengan materi baru
yaitu luas permukaan kubus balok pada siklus 1. Penguasaan siswa terhadap
materi luas pada bangun datar akan mempengaruhi penguasaan siswa terhadap
penguasaan siswa terhadap materi luas pemukaan pada bangun ruang. Hal ini
terbukti dengan adanya siswa yang masih bingung perbedaan sisi (s) dan panjang
(p),lebar (l) pada persegi dan persegi panjang sehingga mengakibatkan kesalahan
ketikan mengerjakan luas permukaan kubus dan balok. Untuk mengantisipasi hal
tersebut, peneliti menghubungkan materi yang dipelajari dengan masalah sehari-
hari/ lingkungan disekitar siswa. Ketika siswa dapat mengaitkan isi dari mata
pelajaran akademik seperti matematika, ilmu pengetahauan alam, atau sejarah
dengan pengalaman mereka sendiri, mereka dapat menemukan makna, dan makna
akan memberika mereka alasan untuk belajar (Johson, 2002:91). Pada Siklus I
guru menumbuhkan minat siswa tetapi masih banyak siswa kurang
memperhatikan. Namun setelah direfleksi, pada siklus II guru menampilkan suatu
media berupa tampilan gambar yang berhubungan dengan materi yang akan
dipelajari, hal ini dimaksudkan agar siswa merasakan suasana lain dari pertemuan
sebelumnya sehingga siswa lebih merespon dan memperhatikan yang pada
akhirnya dapat mengaitkan konsep kehidupan nyata dengan materi yang
dipelajarinya.
(2) Experiencing (Mengalami): Dalam tahap Experiencing, siswa dikelompokkan
untuk melakukan kegiatan berdasarkan LKS yang diberikan oleh guru. LKS ini
bertujuan untuk mengkonstruksi pengetahuan siswa agar memahami sendiri
konsep yang dipelajari. Adanya kegiatan menyebabkan siswa terlibat langsung
dalam proses belajar. Hal ini dapat memberikan motivasi pada siswa dalam
melakukan usaha yang diperlukan untuk mendapat dan menggunakan
pengethauan baru (Crawford, 2001:6-7) karena guru disini hanya sebagai
fasilitator untuk membantu siswa jika mengalami kesulitan dan mendorong siswa
terlibat aktif dalam melakukan kegiatan.
(3)Applying (Mengaplikasikan): Latihan- latihan soal yang realistik (berhubungan
dengan dunia nyata) diberikan dalam penelitian ini tertuang pada Lembar
Kegiatan Siswa (LKS) yang didiskusikan dengan anggota kelompoknya masing-
masing. Latihan soal yang diberikan disesuaikan dengan (Crawford, 2001:10)
yaitu memfokuskan pada aspek pembelajaran yang bermakna serta merancang
tugas yang variatif dan beragam. Dalam silkus 1, siswa pada tahap ini sulit
menerapkan rumus yang didapat dari tahap Experiencing kedalam latihan soal
yang realistik sehingga adanya dorongan guru sebagai fasilator untuk menuntun
cara berfikir siswa untuk lebih relevan dalam mengerjakan latihan soal yang
diberikan.
(4) Cooperating (Bekerja Sama): Pada tahap ini, siswa diberi kesempatan untuk
mengemukakan jawaban dari masalah yang di dapatnya atau diberikan. Menurut
Suherman (2003: 262), diskusi dan presentasi mampu meningkatkan komunikasi
siswa sehingga siswa tidak hanya mencatat saja tetapi juga dapat berbagi
pengetahuan dengan siswa lain dan jumlah kelompok yang ideal adalah 3- 5 orang
sehingga tiap- tiap kelompok ada ketua kelompok yang berwenang untuk
mengatur jalannya kegiatan diskusi untuk memaksimalkan koordinasi antara
anggota kelompok.Dalam siklus 1, kegiatan diskusi ini belum teratur karena
pembentukan ketua kelompok belum ditentukan sehingga diskusi berjalan dengan
adanya dorongan dari guru, namun pada siklus 2 siswa sudah berani
mengemukakan pendapatnya sehingga guru hanya memberikan penegasan
terhadap konsep siswa.
(5) Transferring (Memindahkan): Pada tahap ini siswa mengaplikasikannya pada
bentuk soal dengan konteks baru dan lebih menantang siswa dapat memanfaatkan
pengetahuannya untuk menyelesaikan soal- soal tersebut (Crawford: 2001:14).
Pada siklus 1 siswa semakin malas dan bingung dalam mengerjakan soal yang
diberikan oleh guru, namun pada siklus 2 guru akan memberikan hadiah pada
siswa yang terlihat antusias dalam mengerjakan soal-soal tersebut dan jawabannya
benar
Motivasi Siswa
Menurut Hamalik (2009: 158) motivasi adalah perubahan energi dalam diri
(pribadi) seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk
mencapai tujuan. Motivasi akan menumbuhkan keinginan seseorang untuk
melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Seseorang melakukan
sesuatu karena adanya tujuan yang ingin dicapainya, dan sebaliknya karena
adanya suatu tujuan maka akan bangkit motivasi dalam diri seseorang.
Motivasi merupakan salah satu faktor psikologis dalam belajar. Menurut
Mc. Donald (dalam Sardiman, 2008: 73) motivasi adalah perubahan energi dalam
diri seseorang yang ditandai dengan munculnya “feeling” dan didahului dengan
tanggapan terhadap adanya tujuan. Sardiman (2008: 75) mengemukakan bahwa
motivasi merupakan serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi
tertentu, sehingga siswa mau dan ingin melakukan sesuatu dan bila tidak suka,
maka akan berusaha untuk meniadakan perasaan tidak suka itu. Peranan motivasi
yang khas adalah hal penumbuh gairah, merasa senang dan semangat belajar.
Motivasi dapat dibedakan menjadi dua macam (Hamalik, 2009:162-163), yakni:
Motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Menurut Keller dalam suciati (2001,54),
Motivasi belajar diukur dengan menggunakan indikator, yaitu sebagai berikut:
Attention (Perhatian); Relevance (Keterkaitan); Confidence (Kepercayaan Diri);
Satisfaction (Kepuasan).
Pada penelitian ini dapat diketahui bahwa dengan diterapkannya
pembelajaran kontekstual melalui strategi REACT, motivasi belajar siswa kelas
VIII-G SMPN 17 Malang mengalami peningkatan. Perubahan tersebut antara lain:
Dari data hasil angket motivasi tersebut diperoleh skor rata-rata motivasi awal
siswa secara klasikal sebesar 2,13 termasuk dalam kategori cukup baik, sedangkan
untuk motivasi secara individu terdapat 7 orang siswa yang mempunyai motivasi
kurang, 21 orang siswa mempunyai motivasi cukup baik, dan 2 orang siswa
mempunyai motivasi belajar yang baik. Kemudian hasil angket motivasi belajar
siswa secara klasikal pada siklus 1 menunjukkan rata-rata 2,49 dengan taraf
keberhasilan cukup baik. Karena hasil skor motivasi belajar siswa masih termasuk
dalam kategori cukup baik, maka pembelajaran akan dilanjutkan pada siklus 2
untuk memperbaiki kekurangan pada siklus 1. Pada siklus 2 rata-rata skor hasil
motivasi belajar siswa sebesar 2, 92 termasuk dalam kategori baik. Hal ini
menunjukkan adanya peningkatan peningkatan skor motivasi dari siklus 1 ke
siklus 2, yaitu sebesar 0,43.
Hasil Belajar Siswa
Dimyati dan Mudjiono (2006:3) menyebutkan bahwa hasil belajar
merupakan hasil dari suatu interaksi tindakan belajar dan tindak mengajar. Hasil
belajar ditandai dengan perubahan tingkah laku, pola pikir dan mental. Salim
(2002:512) mendefinisikan hasil belajar sebagai sesuatu yang diperoleh, didapat
atau dikuasai setelah proses belajar yang biasanya ditunjukkan dengan nilai atau
skor.
Teknik menentukan nilai yang dipilih oleh guru disesuaikan dengan aspek
yang ingin dinilai baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif. Penilaian ini
dapat dilakukan melalui tes atau bukan tes. Aspek kuantitatif yang dinilai dalam
pembelajaran kontekstual melalui strategi REACT dapat berupa hasil tes. Tes pada
umumnya digunakan untuk menilai dan mengukur hasil belajar kognitif yang
berkaitan dengan kemampuan siswa dalam menguasai bahan pengajaran. Aspek
kualitatif dapat dinilai dari keaktifan siswa. Penilain aspek kualitatif dapat
dilakukan dengan memasukkan subjek penilaian kedalam kategori-kategori yang
telah ditetapkan.
Hasil belajar siswa merupakan kemampuan yang dimiliki siswa setelah
proses pembelajaran berlangsung atau sesuai dengan tujuan pembelajaran. Hasil
belajar yang diamati dalam penelitian ini lebih difokuskan ke ranah kemampuan
kognitif. Menurut Arikunto (2011:193), tingkat kemampuan kognitif dapat diukur
dengan tes yakni berupa tes hasil belajar. Maka dengan pemberian tes ini dapat
diketahui apakah siswa tersebut sudah memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal
(KKM) atau belum. Peningkatan hasil belajar matematika siswa dalam penelitian
ini ditunjukkan oleh nilai tes siswa setelah proses pembelajaran pada akhir siklus.
Hasil belajar matematika siswa dikatakan meningkat jika nilai tes I lebih tinggi
dari nilai tes materi sebelumnya, nilai tes II lebih tinggi dari nilai tes I serta
minimal 75% dari banyaknya siswa mencapai SKBM ( ≥ 75). Hasil tes I
pembelajaran matematika dengan menggunakan pembelajaran kontekstual melalui
strategi REACT menunjukkan presentase ketuntasan belajar matematika secara
klasikal adalah I 62,06%atau sebanyak 18 siswa dari 29 siswa.
Hasil tes II pembelajaran matematika dengan menggunakan pembelajaran
kontekstual melalui strategi REACT persentase ketuntasan belajar matematika
secara klasikal meningkat adalah 76,66% (23 siswa dari 30 siswa). Hal ini berarti
pelaksanaan pembelajaran pembelajaran kontekstual melalui strategi REACT pada
siklus II dikatakan berhasil
KESIMPULAN dan SARAN
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan pembelajaran kontekstual
melalui strategi REACT yang dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa
dilaksanakan melalui 5 tahap, yaitu 1) Tahap Relating (Mengaitkan), siswa
diarahkan untuk belajar dengan cara mengaitkan materi yang dipelajari dengan
konsep kehidupan nyata yang biasa dialami oleh siswa dalam kehidupan sehari-
hari, 2) Tahap Experiencing siswa diarahkan untuk balajar dengan cara
mengalami, 3) Tahap Applying siswa diarahkan untuk belajar dengan cara
menerapkan dan menempatkan konsep yang sudah diperoleh dengan mengerjakan
latihan- latihan yang relevan, 4) Tahap Cooperating siswa diarahkan untuk belajar
dengan cara bertukar pendapat, dan 5) Tahap Transferring siswa belajar dengan
cara menstransfer pengetahuan yang dimilikinya ke dalam konteks yang baru
tetapi masih berhubungan dengan materi yang dipelajarinya.
Berdasarkan hasil analisis data menunjukkan skor motivasi siswa siklus 1
rata-rata 2,49 termasuk dalam taraf keberhasilan cukup baik dan pada siklus 2
dengan skor hasil motivasi belajar siswa sebesar 2,92 termasuk dalam kategori
baik. Sedangkan hasil belajar siswa pada siklus 1 menunjukkan 18 orang siswa
yang tuntas atau mempunyai persentase keberhasilan sebesar 62,06 % dari
keseluruhan siswa.
Hasil belajar pada siklus 2 mempunyai persentase keberhasilan 76,66% dari
keseluruhan siswa atau 23 orang siswa tuntas dan 7 orang siswa tidak tuntas.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa penerapan
pembelajaran kontekstual melalui strategi REACT dapat meningkatkan motivasi
dan hasil belajar siswa kelas VIII-G pada materi kubus dan balok di SMPN 17
Malang.
SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dan temuan-temuan dalam penelitian tindakan
kelas ini maka disarankan sebagai berikut: (1)Guru dapat menerapkan
pembelajaran kontekstual melalui strategi REACT sebagai salah satu alternatif
pembelajaran matematika di sekolah, (2) Pemilihan soal pada tahap Applying dan
Transferring perlu diperhatikan jenis dan tingkat kesukarannya, (3)Pada tahap
Experiencing, peneliti diupayakan menggunakan bantuan alat peraga agar lebih
mudah dalam memahami materi.
DAFTAR RUJUKAN
Arikunto, S. 2009. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan Edisi Revisi Cetakan 9.
Jakarta: Bumi Aksara.
Arikunto, S. 2011. Penelitian Tindakan Kelas Cetakan 10. Jakarta: Bumi Aksara.
Crawford, M.L. 2008. Teaching and Contetually, Research, Rationale and
Teqhniques for Improving Student Motivation and Achiement
Mathematics and science. Waco, Texas.CCI Publishing, Inc.
Dimyati & Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: RINEKA
CIPTA.
Ekawarna, S. 2009. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung : Remaja
Rosdakarya.
Hamalik, O. 2009. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Hudoyo, Herman. 1990. Strategi Mengajar Belajar Matematika. Malang: IKIP
Malang.
Johson, Elaine. 2002. Teaching Mathematics Contetually: The Cornerstone of
Tech Prep. Waco, Texas.CORD Communications, Inc.
Moleong, Lexy J. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Nurhadi, Dewi&Wahyuni, Tri. 2008. Matematika Konsep dan Aplikasinya Untuk
Kelas VIII SMP dan MTs. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen
Pendidikan Nasional.
Sanjaya,Wina.2006.Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan.Bandung: Kencana.
Sardiman. A. M. 2008. Interaksi Dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : PT.
Rajawali Pers.
Sudjana, Nana. 2009.Penelitian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT.
Remaja Rsdakarya.
Sudjana, N. 2010. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru
Algensindo.
Artikel Ilmiah oleh Mineil Alphafiani ini
telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing.
Malang, 31 Juli 2013
Pembimbing
Drs. H. M. Shohibul Kahfi, M.Pd
NIP. 19590219 198403 1 001
Penulis
Mineil Alphafiani
NIM 209311423319