makna tradisi “selamatan petik pari” sebagai...

130
MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI WUJUD NILAI-NILAI RELIGIUS MASYARAKAT DESA PETUNGSEWU KECAMATAN WAGIR KABUPATEN MALANG SKRIPSI OLEH EKA YULIYANI NIM. 104811471930 UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS ILMU SOSIAL JURUSAN HUKUM DAN KEWARGANEGARAAN PRODI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN NOVEMBER 2010

Upload: dothu

Post on 04-Feb-2018

290 views

Category:

Documents


24 download

TRANSCRIPT

Page 1: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI WUJUD

NILAI-NILAI RELIGIUS MASYARAKAT DESA PETUNGSEWU

KECAMATAN WAGIR KABUPATEN MALANG

SKRIPSI

OLEH

EKA YULIYANI

NIM. 104811471930

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS ILMU SOSIAL

JURUSAN HUKUM DAN KEWARGANEGARAAN

PRODI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

NOVEMBER 2010

Page 2: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI WUJUD

NILAI-NILAI RELIGIUS MASYARAKAT DESA PETUNGSEWU

KECAMATAN WAGIR KABUPATEN MALANG

SKRIPSI

Diajukan kepada

Universitas Negeri Malang

untuk memenuhi salah satu persyaratan

dalam menyelesaikan program sarjana

Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

Oleh

Eka Yuliyani

NIM. 104811471930

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS ILMU SOSIAL

JURUSAN HUKUM DAN KEWARGANEGARAAN

PRODI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

NOVEMBER 2010

Page 3: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

Lembar Persetujuan Pembimbing Skripsi

Skripsi oleh Eka Yuliyani

telah diperiksa dan disetujui untuk diuji

Malang, 30 November 2010

Pembimbing I

Drs. Suwarno Winarno

NIP. 19500403 197803 1 001

Malang, 30 November 2010

Pembimbing II

Drs. Petir Pujiantoro, M.Si

NIP.

Page 4: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

Lembar Persetujuan dan Pengesahan Skripsi

Skripsi oleh Eka Yuliyani

telah dipertahankan di depan dewan penguji

pada tanggal 2010

Dewan Penguji

, M.Si, Ketua

NIP.

Drs. Suwarno Winarno, Anggota

NIP. 19500403 197803 1 001

Drs. Petir Pujiantoro,M.Si, Anggota

NIP.

Mengetahui, Mengetahui,

Ketua Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan Dekan Fakultas Ilmu Sosial

Drs.Ketut Diara Astawa, SH, M.Si Prof. Dr. Haryono, M.Pd

NIP. 19540522 198203 1 337 NIP. 19631227 198802 1 001

Page 5: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

ABSTRAK

Yuliyani, Eka. 2010. Makna Tradisi “Selamatan Petik Pari” Sebagai Wujud

Nilai-Nilai Religius Masyarakat Desa Petungsewu Kecamatan Wagir

Kabupaten Malang. Skripsi, Program Studi S1 Pendidikan Pancasila dan

Kewarganegaraan, Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan, Fakultas Ilmu

Sosial Universitas Negeri Malang. Pembimbing I: Drs. Suwarno Winarno.

Pembimbing II: Drs.H. Petir Pujantoro, M.Si

Kata Kunci: Makna tradisi , Religi, Keterkaitan religi dengan tradisi

Tradisi “Selamatan Petik pari” merupakan salah satu tradisi yang berada di

kabupaten Malang,tradisi ini telah ada sejak zaman nenek moyang Orang

Jawa,selamatan ini dilakukan untuk mendapatkan keselamatan dalam

penggarapan lahan pertanian,dihindarkan dari hama padi dan mendapatkan hasil

panen yang bagus dan berlimpah.Dalam awal prosesi pelaksanaanya disiapkan

uborampe(sesajian) yang berisikan kemenyan,kaca,sisir,pisang,bunga berwarna-

warni,ketan,benang,kapas.Selain itu para ibu juga menyiapkan tumpeng yang

berisikan makanan beserta lauk-pauknya.Semua bahan untuk ritual dibawa

kesawah yang hendak dipanen kemudian tokoh adat mulai membacakan mantra-

mantra sesuai agama masing-masing dan Uborampe diletakan diatas anyaman

bambu yang masyarakat menyebutnya dengan encek,kemudian potongan padi

yang telah dipotong dengan ani-ani dibawa kerumah dan di hajatkan kembali

dengan mnbaca doa sesuai agam yang berhajat. Religi adalah suatu sistem

berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat artinya yang terpisahkan

dan pantang, keyakinan- keyakinan yang berorientasi pada suatu komunitas moral,

yang disebut umat. Religi Orang Jawa sering juga disebut sebagai Javanisme atau

Javaneseness dari kata kejawen atau kejawaan yang diterjemahkan dalam bahasa

Inggris. Istilah ini merupakan deskripsi atas unsur-unsur kebudayaan Jawa yang

dianggap sebagai hakikat Jawa dan yang mendefinisikannya sebagai kategori

khas.Javanisme (kejawen) berisikan kosmologi,mitologi, seperangkat konsepsi yang

pada hakikatnya bersifat mistik.Budaya kejawen memahami kepercayaan berbagai

macam roh yang dapat menimbulkan musibah, bahaya, kecelakaan atau penyakit

apabila mereka dibuat marah atau penganutnya tidak berhati-hati.Untuk menangkal

semua itu, Orang Jawa kejawen memberikan sesajen yang dipercaya dapat

menghindarkan manusia dari berbagai hal yang tidak diinginkan. Makna yang

terdapat dalam tradisi petik pari adalah menyatunya tradisi dengan religi

masyarakat dengan toleransi yang begitu tinggi,dan terjalinya kerukunan antar

umat beragama,hal ini karena masyarakat Desa Petungsewu memiliki dua

mayoritas agama yaitu Hindu dan Islam.Keterkaitan religi dan tradisi “Selamatan

Petik Pari” adalah merupakan hubungan timbal balik antara emosi

keagamaan,sistem keyakinan,kelompok keagamaan,dan sistem ritual.

Tujuan penelitian ini adalah: (1) mendeskripsikan asal-usul Tradisi

“Selamatan Petik Pari, (2) mendeskripsikan prosesi pelaksanaan tradisi

“Selamatan Petik Pari”, (3)mendeskripsikan makna yang terdapat dalam tradisi

“Selamatan Petik Pari”, (4) mendeskripsikan keterkaitan antara religi dengan

tradisi “Selamatan Petik Pari”, dan (5) mendeskripsikan perubahan dan pergeseran

pada tradisi “Selamatan Petik Pari”.

Page 6: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Untuk mencapai

tujuan tersebut, data dikumpulkan dengan cara observasi partisipatif, studi

dokumentasi serta wawancara. Teknik analisis data yang digunakan adalah model

analisis interaktif. Penelitian dilakukan di desa Petungsewu Kecamatan Wagir,

Kabupaten Malang dengan obyek penelitian adalah masyarakat Desa Petungsewu,

tokoh adat, perangkat desa Petungsewu.

Dari hasil temuan penelitian menunjukkan bahwa, asal-usul tradisi

“Selamatan Petik Pari” telah ada sejak zaman nenek moyang masyarakat Jawa.

Prosesi pelaksanaan tradisi ini dimulai dengan mempersiapkan sesajian dan

tumpeng,kemudian sesajian dan tumpeng dibawa kesawah yang hendak dipanen

dan dimulailah ritual membaca mantra yang di pimpin oleh ketua adat

setempat,kemudian sesajian dan sisa tumpeng dibawa kembali kerumah untuk

dihajatkan kembali.Makna yang terdapat dalam tradisi ini adalah terjalinnya

kerukunan dalam bermasyarakat didalam perbedaan,karena masyarakat desa

Petungsewu yang mempunyai dua keyakinan mayoritas tapi tetap menjalankan

satu tradisi secara bersama-sama.Keterkaitan religi dan tradisi dalam tradisi

“Selamatan Petik Pari” adalah mereka menjalankan tradisi karena percaya dengan

hal–hal mistik tapi dalam penyampaian doanya selalu ditujukan kepada Yang

Maha Kuasa.Perubahan dan pergeseran tradisi yang terjadi tidak terlalu

terlihat,hanya dalam sistem peralatan upacara saja yang agak

berkurang,sedangkan dalam emosi keagamaan dan sistem keyakinan masyarakat

tetap berjalan sebagaimana mestinya.

Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disarankan agar dilakukan

penelitian lebih lanjut misalnya masyarakat lebih mengerti tentang kandungan

makna yang terdapat dalam setiap budaya yang dimiliki oleh kabupaten Malang

dan tetap menjaga, melestarikan kebudayaan daerah secara berkelanjutan supaya

tidak tergilas oleh arus globalisasi.

Page 7: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik,

dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

Makna Tradisi ”Selamatan Petik Pari” Sebagai Wujud Nilai-Nilai Religius

Masyarakat Desa Petungsewu Kecamatan Wagir Kabupaten Malang. Skripsi ini

ditulis sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan program studi S1

Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Fakultas Ilmu Sosial Universitas

Negeri Malang.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat terselesaikan berkat bantuan

dan bimbingan, petunjuk, serta saran-saran dari berbagai pihak. Untuk itu penulis

mengucapkan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Haryono, M.Pd, selaku dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas

Negeri Malang.

2. Drs. Ketut Diara Astawa, SH, M.Si, selaku ketua Jurusan Hukum dan

Kewarganegaraan Universitas Negeri Malang.

3. Drs.Margono, M.Pd, M.Si, selaku ketua dewan penguji skripsi.

4. Drs. Suwarno Winarno, selaku dosen pembimbing I yang telah

memberikan waktu dan masukan positif dalam penulisan skripsi ini.

5. Drs.H.Petir pujantoro, M.Si selaku dosen pembimbing II yang telah

memberikan bantuan dalam penulisan skripsi ini.

6. Bapak dan Ibu Dosen yang turut mendidik dan memberikan bekal ilmu

pengetahuan kepada penulis selama studi di Jurusan Hukum dan

Kewarganegaraan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang.

Page 8: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

7. Kepala Desa Petungsewu Kecamatan Wagir beserta perangkat serta

masyarakatnya yang telah memberikan ijin dan informasi kepada penulis

dalam pelaksanaan penelitian.

8. Ayahanda Achmad Kholid, Ibunda Murtini, beserta keluarga besar di

Kaltim dan Tulungagung tercinta yang tidak henti-hentinya memberikan

doa, perhatian, dukungan moril serta materi, kasih sayang serta semangat.

9. Adik tercinta Dewi Oktaviani atas perhatian dan pinjaman laptopnya

selama 3 bulan,maaf kalau saya menganggu jadwal online nya.

10. My Bos (Agus Setiyawan) yang juga memberikan doa, perhatian,

dukungan moral,kasih sayang,semangat,senyuman serta kelucuan dalam

hari-hari lelah ku.

11. Teman-teman di Kawi selatan/06 (prety dan dutel) untuk persaudaraan,

semangat dan dorongannya,(yessi dan hesti) untuk semangatnya dalam

mengerjakan skripsi,sehingga saya juga ikut bersemangat,akhirnya bisa

wisuda bareng,lop u girls

Penulis menyadari skripsi ini mempunyai banyak kekurangan. Oleh karena

itu, penulis mengharapkan pada semua pihak untuk memberikan saran dan kritik

yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Dan semoga skripsi ini

bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan. Amin.

Malang, 29 November 2010

Penulis

Page 9: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

DAFTAR ISI

ABSTRAK ....................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ..................................................................................... iii

DAFTAR ISI .................................................................................................... v

DAFTAR TABEL ............................................................................................ viii

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... ix

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... x

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah .......................................................................... 4

C. Tujuan Penelitian ............................................................................. 5

D. Manfaat Penelitian .......................................................................... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Tradisi Pada Masyarakat Jawa ....................................................... 8

1. Tradisi Selamatan pada Masyarakat Jawa .................................. 10

2. Tradisi Pada Masyarakat Petani Jawa ......................................... 11

3. Tujuan dan Makna Selamatan ................................................... 12

B. Religi Pada Masyarakat Jawa .......................................................... 14

1. Pengertian Religi ........................................................................ 14

2. Teori-teori Religi………………………………………………. 15

a.Teori-teori yang berorientasi pada keyakinan religinya……… 15

1. Teori Andrew Lang tentang Dewa tertinggi……………… 15

2.Teori Edward B.Taylor tentang jiwa……………………… 16

3.Teori R.R Marett tentang kekuatan luar biasa…………… 18

b.Teori religi yang berorientasi pada sikap manusia terhadap hal

gaib…………………………………………………………… 19

c.Teori religi yang berorientasi pada upacara religi……………

19

3. Komponen Religi……………………………………………. 20

C. Keterkaitan Antara Religi dan Tradisi ............................................. 24

D. Perubahan dan pergeseran Tradisi ................................................... 28

BAB III METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ..................................................... 32

B. Fokus Penelitian ............................................................................. 33

C. Kehadiran Penelitian ...................................................................... 34

D. Lokasi Penelitian ............................................................................. 35

Page 10: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

E. Sumber Data ................................................................................... 35

F. Prosedur Pengumpulan Data .......................................................... 38

1. Observasi Partisipatif ................................................................. 40

2. Wawancara Mendalam .............................................................. 40

3. Dokumentasi ............................................................................. 41

G. Analisis Data .................................................................................. 42

H. Pengecekan Keabsahan Data .......................................................... 45

I. Tahap-tahap Penelitian ................................................................... 47

BAB IV PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

A. Paparan Data ................................................................................... 49

1. Gambaran Umum Desa Petungsewu .......................................... 49

a. Keadaan Geografis ................................................................. 49

b. Keadaan Demografi .............................................................. 51

c. Struktur Pemerintahan dan kelembagaan Desa Petungsewu . 53

2. Sturktur Sosial Budaya Masyarakat Desa Petungsewu ............. 54

a. Kondisi Sosial Ekonomi……………………………………. 54

b. Kondisi Sosial Budaya…………………………………....... 56

c. Tradisi dan Keyakinan Masyarakat Desa Petungsewu…..… 57

3. Tradisi Selamatan Petik Pari di Desa Petungsewu ................... 60

4. Makna-makna dalam Tradisi Selamatan Petik Pari ................... 68

5. Keterkaitan Antara Religi dan Tradisi ........................................ 70

a. Fenomena alkulturasi……………………………………. . 70

b.Persepsi-persepsi Masyarakat Terhadap Tradisi…………. 71

6. Perubahan dan Pergeseran Dalam Tradisi Selamatan Petik Pari... 74

a. Aspek Yang Berubah…………………………………………. 74

b. Tanggapan Terhadap Perubahan……………………………... 75

B. Temuan Penelitian…………………………………………………. 75

1. Asal Usul Tradisi Selamatan Petik Pari……………………….. 75

2. Pelaksanaan Tradisi Selamatan Petik Pari ................................. 77

3. Makna Yang Terdapat Dalam Tradisi Selamatan Petik

Pari…………………………… ………………………………… 78

4. Keterkaitan Antara Religi dengan Tradisi………………………. 80

5. Perubahan dan Pergeseran Dalam Tradisi Selamatan Petik Pari… 81

BAB V PEMBAHASAN

A. Nilai-Nilai Luhur Yang Terdapat Dalam Tradisi Selamatan Petik

Pari……. .......................................................................................... 83

B. Keterkaitan Antara Religi dan Tradisi ............................................. 87

C. Perubahan dan Pergeseran Tradisi………………………………… 88

BAB VI PENUTUP

A. Kesimpulan ..................................................................................... 91

B. Saran ................................................................................................ 95

Page 11: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 96

LAMPIRAN-LAMPIRAN…………………………………………………. 97

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ....................................................... 117

DAFTAR RIWAYAT HIDUP......................................................................... 118

Page 12: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1 Metode Pengumpulan Data....…………………………………………....37

4.1 Jumlah Penduduk Desa Kemiren Berdasarkan Gender ...................... ..... 43

4.2 Sturktur Mata Pencaharian .................................................................. ..... 46

Page 13: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

3.1 Model Analisis data kualitatif....................................................................50

4.1 Peta Desa Petungsewu................................................................................50

4.2 Sawah yang membentang disepanjang jalan .............................................55

4.3 Pura dan masjid yang jaraknya 200 meter………………………………. 59

4.4 Uborampe................ ................................................................................ 62

4.5 Tumpeng/takir....................................................................................... .... 63

4.6 Sesajian diletakan diatas Encek........................................................... .... 63

4.7 Seorang Warga membawa sesajian dan encek kesawah....................... ... 64

4.8 Seorang tokoh adat dan warga membakar kemenyan dan membaca

mantra................................ ..................................................................... . 65

4.9 Padi yang telah dipotong dibawa kembali kerumah untuk didoakan.. ... . 65

4.10 Sedang berdoa ........................................................................................ 66

Page 14: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Kantor Kepala desa Petungsewu ........................................................... 98

2. Keadaan Desa ........................................................................................ 98

3. Uborampe............................................................................................. . 99

4. Prosesi pelaksanaan tradisi... .............................................................. 100

5. Pedoman Wawancara .......................................................................... 104

6. Hasil wawancara................................................................................. 108

7. Surat-surat ijin mengadakan penelitian............................................... 116

Surat Ijin Penelitian Skripsi dari Fakultas Ilmu Sosial

Universitas Negeri Malang

Surat Ijin Penelitian Skripsi dari Badan Kesatuan Bidang Politik

dan Perlindungan Masyarakat Kabupaten Malang

Surat ijin penelitian dari Kantor Camat Wagir

Surat Ijin Penelitian Skripsi dari Kepala Desa Petungsewu,

Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang

8. Surat Pernyataan Keaslian penulisan................................................. 117

9. Daftar Riwayat Hidup ......................................................................... 118

Page 15: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masyarakat Indonesia hidup di negara kepulauan terbesar di Asia dan

dunia yang terdiri dari lebih dari 17.000 pulau yang tersebar dari Sabang sampai

Merauke memiliki keanekaragaman yang cukup tinggi baik dari segi sumber daya

alam, sumber daya manusia, dan segi budaya baik yang berupa budaya fisik maupun

yang langsung menyentuh pada sisi rohani setiap individu masyarakat nya.

Indonesia yang merupakan daerah yang mempunyai ragam budaya yang

berbeda antara satu dengan yang lain mempunyai karakter dan model varian yang

berbeda pula. Salah satu wujud dari kebudayaan yang ada di masyarakat Indonesia

adalah pelaksanaan upacara adat yang didalamnya terdapat nilai budaya yang tinggi

dan banyak memberikan inspirasi bagi kekayaan kebudayaan daerah yang ada, pada

akhirnya akan menambah khasanah budaya nasional.

Wujud kebudayaan dan sistem upacara adat merupakan wujud kelakuan

dari sistem religi. Ritus dan upacara merupakan pelaksanaan dan pengembangan

konsep-konsep yang terkandung dalam keyakinan yang akan menentukan tata urutan

dan rangkaian acara dalam tradisi yang mampu memberikan inspirasi nilai positif

(pesan moral) bagi masyarakat.

Melalui pesan-pesan simbolik dalam upacara adat, menyadarkan manusia

bahwa dalam hidup dan kehidupan ini berlaku hukum kodrat yaitu kekuatan yang ada

diluar kekuatan manusia yang mutlak sifatnya. Dinamika sosial yang terjadi di

Indonesia dari masa keberadaan kerajaan-kerajaan lalu diikuti dengan masa

Page 16: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

kolonialisme sampai dengan saat ini peran dan keberadaan suku Jawa tidak dapat

dipungkiri memiliki peran dan pengaruh yang cukup besar atas keberadaan Negara

Kesatuan Republik Indonesia.

Masyarakat Jawa dengan adat istiadat serta nilai-nilai sosial yang

diperkaya dengan norma-norma sosial yang tetap mendarah daging pada setiap

individu masyarakat Jawa ditengah gencatnya pengaruh globalisasi yang menyentuh

segala aspek kehidupan baik berupa pengaruh fisis maupun non fisis.Mengulas

keberadaan Suku Jawa dengan apa yang ada di dalamnya, yang mempunyai berbagai

macam kepercayaan keagamaannya, ragam kebudayaan, dan kehidupan

kemasyarakatannya, tetapi hidup sebagai suatu bangsa yang menghargai perbedaan

tradisi lain yang dilakukan oleh masyarakat tertentu, yang masyarakat itu meyakini

bahwa model tradisi tersebut bisa mendatangkan maslahah bagi masyarakat umum.

Seperti tradisi “Selamatan Petik Pari” yang dilakukan di salah satu desa

di Kabupaten Malang. Inilah tentunya merupakan perwujudan dari Semboyan

"Bhinneka Tunggal Ika " yang mempunyai arti meskipun berbeda-beda tetapi tetap

satu jua. Tradisi “Selamatan Petik Pari” yang ada di Desa Petungsewu Kecamatan

Wagir Kabupaten Malang yang dijadikan objek penelitian ini merupakan tradisi

ungkapan rasa syukur kepada sang penguasa alam atas hasil panen yang telah

diperoleh yaitu berupa padi (gabah).

Tradisi ini merupakan ungkapan hidup bermasyarakat dalam berinteraksi

dengan penguasa alam dan dengan lingkungan alamnya. Nilai-nilai yang terkandung

dalam pelaksanaan upacara adat ini telah terkaji dari masa kemasa, Karena tradisi ini

merupakan warisan dari para leluhur, sehingga secara tidak langsung merupakan

sarana pendidikan non-formal dalam mengajarkan nilai-nilai kehidupan kepada

Page 17: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

generasi berikutnya.Tradisi ini juga mengingatkan kepada manusia untuk ikut

bertanggung jawab terhadap kelestarian alamnya, ikut meningkatkan harkat dan

martabat manusia, dan membina hubungan antar masyarakat.

Kegiatan tradisi “Selamatan Petik Pari” ini telah berakar kuat dijiwa

masyarakat setempat dan telah menjadi tradisi masyarakat untuk melaksanakannya

tiap masa panen tiba. Berlangsungnya tradisi ini merupakan suatu usaha untuk

melestarikan budaya dari generasi ke generasi.

Tradisi “Selamatan Petik Pari” merupakan perwujudan salah satu

kebudayaan daerah yang ada di Kabupaten Malang khususnya masyarakat Wagir yang

merupakan obyek dalam penelitian ini, tradisi ini bersifat ritual magis dan merupakan

kebudayaan berunsurkan kepercayaan (mitos) serta mempunyai nilai-nilai budaya

daerah yang tinggi.

Meskipun ritual ini dilaksanakan setiap panen tiba tetapi sebagian

masyarakatnya belum mengerti atau mengetahui lebih dalam bagaimana pelaksanaan

upacara itu sendiri. Selain itu, disebabkan masih sedikitnya (karangan) yang

membahas tentang tradisi “SelamatanPetik Pari” ini. Hal ini dikarenakan tradisi

dimasyarakat dianggap sebagai suatu yang biasa dan wajar terjadi tanpa memberi arah

dan warna kehidupan pada masyarakat.

Tradisi “Selamatan Petik Pari" yang kerap kali dilakukan oleh masyarakat

Wagir Kabupaten Malang merupakan perwujudan dan upaya masyarakat untuk

meyakini adanya kekuatan di luar nalar dan logika manusia yang tentunya membawa

dampak yang sangat siginifikan terhadap kelangsungan hidup masyarakat yang

memiliki dua keyakinan yang berbeda yaitu agama Hindu dan Islam dengan model

dan tradisi yang sama tatkala mereka akan memanen padi.Adanya toleransi yang begitu

Page 18: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

kuat sehingga membuat masyarakat nyaman melakukan apa yang menurut keyakinan

mereka ajarkan, mereka melakukan tradisi yang telah ada turun temurun ini dengan doa

menurut keyakinan mereka masing-masing tapi tetap dengan satu tujuan yaitu untuk

mendapatkan keselamatan dalam penggarapan lahan pertanaian.

Dalam upaya pelestarian dan memelihara budaya daerah yang merupakan

bagian dari budaya nasional, maka dilakukan inventarisasi ,dokumentasi ,dan

penelitian yang difokuskan pada budaya daerah tersebut. Hal ini juga sebagai usaha

meningkatkan penyebaran pengetahuan tentang kebudayaan daerah ,terutama kepada

generasi muda. Pada kenyataannya tradisi “Selamatan Petik Pari” ini kurang dikenal

oleh generasi muda sekarang.Sedangkan generasi yang pernah mengalami dan lebih

banyak mengetahui tradisi ini kebanyakan telah berusia lanjut.Berdasarkan landasan

hal - hal diatas , maka peneliti menganggap perlu dan layak untuk mengangkat tradisi

“Selamatan Petik Pari" di Desa Petungsewu Kecamatan Wagir Kabupaten Malang

sebagai objek penelitian dengan judul Makna Tradisi “Selamatan Petik Pari" Sebagai

Wujud Nilai-Nilai Religius Masyarakat di Desa Petungsewu Kecamatan Wagir

Kabupaten Malang

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana asal-usul tradisi “Selamatan Petik Pari” yang dilaksanakan

masyarakat Desa Petungsewu Kecamatan Wagir Kabupaten Malang ?

2. Bagaimana pelaksanaan tradisi “Selamatan Petik Pari” yang dilaksanakan

masyarakat Desa Petungsewu Kecamatan Wagir Kabupaten Malang ?

3. Apa makna yang terdapat dari prosesi tradisi “Selamatan Petik Pari” yang

dilaksanakan masyarakat Desa Petungsewu Kecamatan Wagir Kabupaten

Malang ?

Page 19: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

4. Bagaimana keterkaitan antara religi dengan tradisi pada pelaksanaan tradisi

“Selamatan Petik Pari” yang dilaksanakan di Desa Petungsewu Kecamatan Wagir

Kabupaten Malang ?

5. Bagaimana perubahan atau pergeseran yang terjadi pada tradisi “Selamatan Petik

Pari” yang dilaksanakan di Desa Petungsewu Kecamatan Wagir Kabupaten

Malang?

C. Tujuan Masalah

1. Mendeskripsikan asal-usul pelaksanaan tradisi “Selamatan Petik Pari” yang

dilaksanakan di masyarakat Desa Petungsewu Kecamatan Wagir Kabupaten

Malang

2. Mendeskripsikan pelaksanaan tradisi “Selamatan Petik Pari” yang dilaksanakan

di masyarakat Desa Petungsewu Kecamatan Wagir Kabupaten Malang

3. Mendeskripsikan makna yang terdapat pada tradisi “Selamatan Petik Pari” yang

dilaksanakan masyarakat Desa Petungsewu Kecamatan Wagir Kabupaten Malang

4. Untuk mengetahui keterkaitan antara religi dengan tradisi pada tradisi

“Selamatan Petik Pari” di Desa Petungsewu Kecamatan Wagir Kabupaten

Malang

5. Untuk mengetahui apakah ada perubahan atau pergeseran dalam pelaksanaan

tradisi “Selamatan Petik Pari” pada masyarakat Desa Petungsewu Kecamatan

Wagir Kabupaten Malang.

Page 20: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

D. Manfaat Penelitian

Penelitian tentang nilai-nilai religius yang terkandung dalam tradisi

“Selamatan Petik Pari” ini diharapkan dapat berguna bagi:

1. Bagi peneliti.

Penelitian ini dapat menambah dan memperluas pengetahuan yang

berhubungan dengan nilai-nilai religius yang terkandung dalam tradisi

“Selamatan Petik Pari” ini.Sebagai calon guru PKn penelitian ini berfungsi

sebagai sarana belajar untuk lebih memahami nilai apa saja yang terkandung

dalam tradisi yang merupakan budaya daerah yang dapat memperkaya

kebudayaan nasional Indonesia.

2. Bagi jurusan PKn.

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi dan untuk memberikan

tambahan referensi untuk penelitian dalam bidang budaya dan nilai-nilai yang

terkandung dalam tradisi “Selamatan Petik Pari”.

3. Bagi masyarakat Malang.

Penelitian ini merupakan informasi bagi masyarakat untuk mengetahui bahwa

tradisi “Selamatan Petik Pari” merupakan salah satu sarana pendidikan

khususnya dalam bidang keagamaan bagi masyarakat dan untuk

membangkitkan perasaan memiliki terhadap kebudayaan daerah.

4. Bagi Perkembangan Ilmu Pengetahuan.

Kajian ini lebih memberi penekanan terhadap aspek sosiologi, tentang sub

kultur / budaya alternatif. Pelaksanaan tradisi “Selamatan Petik Pari ini Sebagai

pengembangan disiplin ilmu yaitu kerukunan antar umat beragama, studi

Kewarganegaraan lebih dapat mempertimbangkan faktor-faktor idealisme

Page 21: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

bukan sebagai sesuatu yang harus dihilangkan, tetapi sebagai bahan

pertimbangan dalam menanamkan dan menumbuhkan nilai-nilai yang

terkandung dalam suatu tradisi, dengan kata lain dapat menjaga dan

melestarikan kebudayaan yang dinamika dalam hal pembangunan manusia

yang seutuhnya.

Page 22: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Tradisi Pada Masyarakat Jawa

Mulfi (2010) mengemukakan tradisi berasal dari bahasa latin traditio yang

berarti diteruskan. Dalam pengertian paling sederhana, tradisi diartikan sebagai

sesuatu yang telah dilakukan untuk sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan

suatu kelompok masyarakat.Tradisi merupakan gambaran sikap dan perilaku manusia

yang telah berproses dalam waktu lama dan dilaksanakan secara turun temurun dari

nenek moyang.Tradisi dipengaruhi oleh kecendrungan untuk berbuat sesuatu

mengulang sesuatu menjadi kebiasaan.

Jadi tradisi adalah suatu hal yang telah menjadi kebiasaan seseorang atau

sekelompok masyarakat yang telah melewati proses yang cukup lama yaitu dari nenek

moyang sampai sekarang hingga tradisipun dapat mengalami beberapa perubahan.

Kalau ditarik ke dalam kerangka teoritis makna budaya sebagai tradisi dan

tradisionalisme pada masyarakat Jawa merupakan suatu simpulan dari segi mana kita

melihat budaya pada masyarakat Jawa. Kesanggupan masyarakat Jawa dalam menjaga

nilai dan norma-norma sosial di dalam kehidupannya dalam era globalisasi dewasa ini

adalah contoh fakta-fakta positif yang menggambarkan sikap kita terhadap

kebudayaan Jawa atau cara pandang kita terhadap kebudayaan Jawa dalam

menghadapi tantangan dan perubahan zaman. Sikap itu adalah sikap yang yakin dan

sadar bahwa nilai-nilai dalam kebudayaan Jawa sungguh kuat dan elastis dalam

menghadapi setiap tantangan zaman.

Page 23: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

Koentjaraningrat secara teoritis lebih melihat budaya sebagai tradition;

seluruh kepercayaan, anggapan, dan tingkah laku melembaga yang diwariskan dan

diteruskan dari generasi ke generasi yang memberikan kepada masyarakatnya sistem

norma untuk dipergunakan menjawab tantangan pada setiap perkembangan sosial. la

bersifat dinamis bila tidak dapat menjawab tantangan zaman, akan berubah secara

wajar atau lenyap dengan sendirinya.

Dalam tradisi atau tindakan Orang Jawa selalu berpegang dalam dua hal,

(1) Kepada pandangan hidupnya atau falsafah hidupnya yang religius dan mistis,

(2) Pada sikap hidupnya yang etis dan menjunjung tinggi moral atau derajat

hidupnya.Pandangan hidupnya yang selalu menghubungkan segala sesuatu

dengan Tuhan yang secara rohaniah atau mistis dan magis,dengan menghormati

arwah nenek moyang atau leluhurnya serta kekuatan-kekuatan yang tidak tampak

oleh indera manusia (Herusatoto, 2008: 139)

Salah satu fenomena yang lahir dari kepercayaan terhadap Tuhan,dewa-

dewa, rasul,serta hantu-hantu adalah pemberian sesaji. Bagi masyarakat Jawa,

sesajian dapat dibagi menjadi empat jenis meliputi :

a. Sesajian yang diperuntukan bagi Yang Kuasa, rasul, para wali,

dewa-dewa, bidadari-bidadari, kekuatan yang terdapat pada seorang

ulama atau yang dihormati, setan-setan, hantu-hantu,roh-roh,dan

yang lainya, dengan tujuan menyenangkan mereka.Sesajian ini

disebut sebagai Selamatan;

b. Sesajian sebagai sarana untuk menolak pengaruh setan, mahluk-

mahkluk mengerikan,hantu-hantu, roh-roh jahat. Sesajian ini disebut

penulakan;

Page 24: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

c. Sesajian yang dilakukan secara teratur kepada rasul-rasul, para

wali,bidadari,jin-jin,kekuatan seseorang yang sudah meninggal, serta

hantu-hantu yang baik, binatang,dan tumbuhan. Sesajian ini disebut

wadima;

d. Sesajian berupa makanan yang diberikan kepada para wali, malaikat

untuk keselamatan roh-roh orang meninggal dan keselamatan

penyelenggaraan acara, keluarga dan hartanya, Sesajian ini

dinamakan sedekah (Suyono,2007:132).

1. Tradisi Selamatan Pada Masyarakat Jawa

Didalam tradisi Jawa, upacara yang terkait dengan kehidupan

dikonsepsikan oleh para ahli antropologi sebagai upacara lingkaran hidup yang

dikonsepsikan oleh Orang Jawa sebagai selamatan, yaitu suatu upacara makan

bersama makanan yang telah diberi doa sebelum dibagikan.Selamatan tidak

terpisahkan dari pandangan alam pikiran partisipasi dan erat hubunganya dengan

kepercayaan pada unsur-unsur kekuatan sakti maupun mahluk-mahluk halus.

Selamatan ditujukan agar tidak ada gangguan apapun didalam kehidupan manusia

( Kodiran, 1975 : 340 ).

Setiap kegiatan upacara ritual atau selamatan adalah sebuah

kegiatan yang melibatkan semua unsur masyarakat didalam lingkungan

bertetangga.Partisipasi masyarakat dalam selamatan menggambarkan

adanya tindakan harmoni sosial, kerukunan sosial sebab semua masyarakat dalam

lingkaran bertetangga tersebut dalam suasana yang sama dan juga menikmati makanan

yang hampir sama sehingga inilah suatu wujud dari tujuan konsepsi Jawa mengenai

slamet, rukun, dan harmoni.

Page 25: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

Menurut Ibid (Dr.Nur Syam, 2007: 340-341) upacara selamatan dapat

digolongkan kedalam empat macam, sesuai dengan peristiwa atau kejadian dalam

kehidupan manusia sehari-hari, yakni :

a. Selamatan dalam rangka lingkaran hidup seseorang, seperti hamil tujuh

bulan, kelahiran, upacara menyentuh tanah untuk pertama kali, upacara

menusuk telinga, sunatan, kematian, serta saat-saat kematian.

b. Selamatan yang berkaitan dengan bersih desa, penggarapan tanah

pertanian,dan setelah panen.

c. Selamatan yang berhubungan dengan hari-hari serta bulan-bulan

besar Islam.

d. Selamatan pada saat tertentu, berkenaan dengan kejadian-kejadian,

seperti melakukan perjalanan jauh, menempati rumah baru, menolak

bahaya, bernazar kalau sembuh dari sakit.

Dari pernyataan diatas, diketahui bahwa Orang Jawa memberi makna pada

setiap peristiwa. Karena rasa takut dan hormat kepada dewa,roh-roh,hantu, orang-

orang suci mereka rela memberika sesajian untuk menyenangkan mereka. Setiap kali

melakukan upacara sesajen, hadirin harus berpakaian baik, dan dengan syarat-syarat

lainnya.

Orang Jawa banyak sekali membuat sesaji dan melakukan upacara. Itulah

sebabnya Orang Jawa sulit menabung karena adanya keharusan mempersiapkan

sesaji-sesaji ini (Suyono,2007:142).

2 .Tradisi Selamatan Pada Masyarakat Petani Jawa

Karena mayoritas penghasilan masyarakat Jawa adalah bertani, maka salah

satu selamatan yang amat penting bagi Orang Jawa adalah selamatan untuk membuka

Page 26: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

lahan pertanian sampai masa panen tiba. Selamatan dilakukan diatas tanah yang akan

dikerjakan. Jenis makanan khusus untuk upacara ini tidak diharuskan, semuanya

sesuai selera yang mengadakan. Sedangkan doa yang biasa digunakan adalah donga

selamet.

Orang Jawa beranggapan bahwa padi telah dirasuk oleh roh dari Dewi Sri,

yang merupakan dewi kebahagiaan. Oleh karena itu, Orang Jawa memiliki kebiasaan

menghormati Dewi Sri pada semua tahapan proses penanaman padi hingga

pengolahan hasilnya.

Upacara selamatan dari sesajian ditujukan untuk mendapatkan hasil

pertanian yang baik. Sebelum mengolah sawah, Orang Jawa akan melakukan upacara

dengan memberikan sesaji pada tanah garapan,selamatan ini juga ditujukan untuk

mereka yang berjasa membantu dalam penggarapan tanahnya.Doa yang biasa

dilakukan adalah donga selamet.

Sebelum memanen padi,tiap petani akan membuat sesajian dan tumpeng

berisikan makanan didekat sawahnya untuk dinikmati oleh para pembantunya. Dalam

sesajian ini permohonan ditujukan kepada Dewi Sri agar memberinya panen yang

berlimpah,dan ucapan terimakasih karena melindungi padi dari segala penyakit dan

hama.Banyak selamatan mengolah sawah yang dulu dilakukan kini sudah hilang.

Pada umumnya, banyak sesajian dalam suatu upacara atau selamatan tidak

ditetapkan, semuanya tergantung dari keadaan ekonomi yang mengadakannya.

(Suyono, 2007: 142).

3. Tujuan dan Makna Selamatan

Menurut pendapat Geertz (Syam Nur, 2007: 148) adanya ritus, selamatan

atau upacara ini merupakan suatu upaya manusia untuk mencari keselamatan,

Page 27: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

ketentraman dan sekaligus menjaga kelestarian kosmos. Selamatan ini pada

hakikatnya merupakan upacara keagamaan yang paling umum di dunia dan

melambangkan kesatuan mistis dan sosial dari mereka yang ikut hadir didalamnya

Aktifitas selamatan atau upacara ini merupakan salah satu usaha manusia

sebagai jembatan antara dunia bawah (manusia) dengan dunia ritus atas (makhluk

halus atau tuhannya). Melalui selamatan, sesaji atau ritus maka diharapkan bisa

menghubungkan manusia dengan dunia atas, dengan leluhur, roh halus dan tuhannya.

Melalui perantara ini leluhur, roh halus dan Tuhannya akan memberi berkah

keselamatan manusia di dunia.

Selamatan adalah inti kehidupan Orang Jawa, wujud dari tidak hanya

harmonisasi antara sesama mahluk hidup, tetapi juga bermakna harmonisisasi antara

kekuatan natural dan supranatural, antara mikrokosmos dan makrokosmos, antara

kekuatan kodrati dan adikodrati, antara kekuatan manusia dan mahluk halus, dan lain

sebagainya. Didalam hubungan antara kekutatan makrokosmos dan mikrokosmos ada

proses saling mengisi.Sementara itu kekuatan dunia sakral memberikan keselamatan atau

barokah bagi manusia sehingga terdapat ruang kosong didalamnya, dan manusia harus

mengisi ruang kosong tersebut supaya selalu penuh. Ruang kosong yang tidak terisi oleh

berbagai upacara ritual (selamatan) akan menyebabkan ketidakseimbangan sehingga

menyebabkan terjadinya bencana atau malapetaka (Pujileksono, 2006: 82).

Hal ini memiliki makna bahwa jika manusia tidak mampu mengatasi

masalahnya yang serius yang menimbulkan kegelisahan, ia berusaha mengatasinya

dengan memanipulasi mahluk atau kekuatan supranatural, untuk itu dilakukan

upacara keagamaan yang fungsi utamanya untuk mengurangi kegelisahan dan untuk

memantapkan kepercayaan pada dirinya sendiri agar tetap siap menghadapi realitas.

Page 28: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

B. Religi Pada Masyarakat Jawa

1. Pengertian religi

Projo (1982) menjelaskan bahwa religi adalah penyerahan diri kepada

Tuhan, dalam keyakinan bahwa manusia dengan kekuatan sendiri tidak mampu

memperoleh keselamatan itu, karena itu ia menyerahkan dirinya.

Menurut Koentjaraningrat (1982:37) istilah religi adalah suatu sistem

berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat artinya yang terpisahkan

dan pantang, keyakinan- keyakinan yang berorientasi pada suatu komunitas moral,

yang disebut umat.

Gagasan dasar mengenai religi pada pokoknya ada dua (Baal, 1987:35)

yaitu:

Pertama, religi adalah bagian hidup kesusilaan manusiawi dan memiliki

nilai susila yang tinggi. Religi mewakili nilai-nilai dan bukan mewakili suatu

sistem ilmu pengetahuan. Nilai-nilai itulah yang terpenting, apa yang dinamakan

kebenaran-kebenaran kepercayaan menjadi persoalan kedua. Kedua, religi adalah

masalah yang tergolong dalam alam manusia. Religi tidaklah berakar dalam

waktu, akan tetapi berakar dalam manusia itu sendiri yaitu dalam rasio. Hal itu

membuka kemungkian untuk mengamat-amati dengan sungguh-sungguh kepada

hal-hal yang diperbuat dan dipercaya oleh manusia. Gagasan kedua ini bersifat

memiliki pencerahan yang dipelopori oleh Charles de Brosses dengan konsep

fetysisme. Fetisisme menurut Charles de Brosses dalam Baal (1987:36) adalah

“pemujaan pada binatang atau barang-barang tak bernyawa yang dijadikan dewa”.

Lebih lanjut Charles de Brosses menyatakan bahwa binatang atau barang tak

Page 29: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

bernyawa yang dijadikan dewa itu oleh masyarakat yang peradabannya masih

rendah dipercaya memiliki kekuatan dan mampu melindungi keselamatannya.

Terkait dengan uraian tersebut Charles de Brosse (dalam Van Baal,

1987:37) menegaskan bahwa setiap bangsa juga bangsa yang beradab, sadar akan

kekuasaan yang lebih tinggi karena kelemahan manusia memang terasa pada

setiap orang. Emosi dan perasaan yang diciptakan oleh kekuasaan yang lebih

tinggi itu berupa rasa takut, rasa takjub, rasa syukur dan masuk akal. Rasa syukur

dan masuk akal hanya terungkap dalam peradaban yang tinggi. Dalam peradaban

yang rendah hanya kenal takut dan takjub. Kejadian-kejadian luar biasa,

malapetaka, penyakit dan peperangan membuat manusia yang ketakutan itu

mempribadikan sebab-sebabnya serta membayangkannya sebagai fetisi dan

berdoa kepadanya.

2. Teori-Teori Religi

Koentjaraningrat (1981:58) menggolongkan teori tentang azas dan asal

mula religi yang telah dikembangkan oleh beberapa ahli lain menjadi tiga

golongan yaitu: (1) teori-teori dalam pendekatannya berorientasi pada keyakinan

religi; (2) teori-teori yang dalam pendekatannya berorientasi pada sikap manusia

terhadap alam gaib atau hal yang gaib dan (3) teori-teori yang dalam

pendekatannya berorientasi pada upacara religi.

a. Teori-teori religi yang berorientasi pada keyakinan religi di antaranya

dikemukakan oleh:

1) Teori Andrew Lang tentang Dewa Tertinggi

Page 30: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

Andrew Lang (Van Baal, 1987:125) membagi dua jenis aliran religi

yaitu: (1) religi timbul dari pikiran tentang makhluk tunggal, abadi, moril, dan

mencipta; (2) religi yang timbul dari ajaran jiwa.

Teori Lang tentang Dewa tertinggi mengandung uraian mengenai faktor-

faktor dan mitologi suku-suku bangsa dari berbagi daerah di muka bumi yang

mana dalam dongeng-dongeng mitologi itu Lang sering menemukan adanya

tokoh-tokoh dewa yang oleh suku-suku bangsa yang bersangkutan dianggap dewa

tertinggi, pencipta seluruh alam semesta beserta isinya, penjaga ketertiban alam

dan kesusilaan (Koentjaraningrat, 1981:59-60).

Teori Lang tentang religi itu timbul dari ajaran jiwa mengandung

pernyataan bahwa dalam jiwa manusia ada suatu kemampuan gaib yang dapat

bekerja lebih kuat dengan makin lemahnya aktivitas pikiran manusia yang

rasional (Koentjaraningrat, 1981:59).

2) Teori Edward B. Tylor tentang Jiwa

Menurut Tylor ( Daeng, 1986:71) asal mula berkembangnya religi adalah

sebagai hasil pengalaman manusia akan adanya daya hidup atau kekuatan hidup

dalam benda-benda tertentu ataupun gejala-gejala tertentu. Daya hidup ataupun

kekuatan penghidup itulah yang dikatakan roh. Roh kemudian dikaitkan dengan

benda atau gejala tertentu, kemudian mulai dipuja. Gejala alam yang mempunyai

daya hidup atau kekuatan penghidup misalnya sungai yang mengalir dengan deras

dan penuh gemuruh, gunung meletus dan kilat yang menyambar.

Tylor ( Koentjaraningrat, 1981:48) menegaskan bahwa kesadaran akan

adanya jiwa atau roh disebabkan oleh dua hal yaitu:

Page 31: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

Pertama, perbedaan yang tampak pada manusia antara hal-hal yang hidup dan

hal-hal yang mati. Suatu organisme pada satu saat bergerak-gerak, artinya hidup.

Tak lama kemudian organisme tak bergerak lagi, artinya mati. Maka manusia

mulai sadar akan adanya kekuatan yang menggerakkan organisme itu, yaitu jiwa.

Kedua, peristiwa mimpi yang dialami oleh manusia. Manusia melihat dirinya

ditempat-tempat lain (bukan ditempat ia sedang tidur), maka manusia mulai

membedakan antara tubuh jasmaninya yang ada di tempat tidur dengan satu

bagian lain dari dirinya yang pergi ke tempat-tempat lain. Bagian lain itulah yang

disebut jiwa.

Lebih lanjut Tylor menjelaskan bahwa sifat abstrak dari jiwa itu

menimbulkan keyakinan pada manusia bahwa jiwa dapat hidup langsung, lepas

dari tubuh jasmaninya. Pada waktu hidup, jiwa itu masih tersangkut dengan tubuh

jasmaninya dan hanya dapat meninggalkan tubuh ketika manusia itu tidur atau

pingsan. Apabila manusia mati jiwanya melayang terlepas, dan terputuslah

hubungannya dengan tubuh jasmani selama-lamanya.Jiwa yang terlepas dari

jasmaninya itu dapat berbuat sekehendaknya. Alam semesta penuh dengan jiwa-

jiwa yang terlepas dari jasmani untuk selama-lamanya sehingga pikiran

manusiapun telah menstraformasikan kesadarannya akan adanya jiwa (soul)

menjadi keyakinan kepada makhluk halus (spirit) (Koentjaraningrat, 1981:49).

Adapun evolusi religi manusia menurut E.B Tylor dalam

Koentjaraningrat (1981:49-50) terdiri dari tiga tingkatan yaitu:

Pertama, pada tingkat tertua pada evolusi religinya, manusia percaya

terdapat makhluk-makhluk halus yang menempati alam sekeliling tempat

tinggalnya. Makhluk-makhluk halus yang tinggal dekat tempat tinggal manusia itu

Page 32: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

dianggap mampu berbuat hal-hal yang tak dapat di perbuat manusia, sehingga

manjadi objek penghormatan dan penyembahan yang disertai dengan berbagai

upacara berupa doa, sajian, atau korban. Religi seperti itulah yang oleh Tylor di

sebut animisme. Kedua, dalam evolusi religi tingkat kedua manusia yakin bahwa

gerakan alam yang hidup itu juga disebabkan adanya jiwa di balik peristiwa-

peristiwa dan gejala-gejala alam itu. Jiwa alam itu kemudian dipersonifikasikan

dan dianggap seperti makhluk-makhluk yang mempunyai suatu kepribadian dan

pikiran, yang disebut dewa-dewa alam. Ketiga, dalam evolusi religi tingkat ketiga

bersama dengan timbulnya susunan kenegaraan dalam masyarakat manusia,

timbullah keyakinan bahwa dewa-dewa alam itu juga hidup dalam suatu susuan

kenegaraan, serupa dengan dunia makhluk manusia. Maka terdapat pula suatu

susunan pangkat dewa-dewa, mulai dari raja dewa-dewa hingga dewa tertinggi,

sampai pada dewa-dewa yang terendah pangkatnya. Susunan serupa itu lambat

laun menimbulkan kesadaran bahwa semua dewa itu pada hakekatnya hanya

merupakan penjelmaan dari suatu dewa saja, yaitu dewa yang tertinggi. Implikasi

dari keyakinan itu adalah berkembangnya keyakinan kepada satu Tuhan dan

timbulnya religi-religi yang bersifat monotheisme sebagai tingkat yang tertinggi

dalam evolusi religi manusia.

3) Teori R.R Marett tentang Kekuatan Luar Biasa

Marett mempergunakan konsep mana yang digunakan oleh Condrington

untuk mengembangkan teorinya mengenai bentuk religi tertua. Mana adalah

sesuatu yang mempengaruhi semua hal, yang melampaui batas kekuasaan

manusia dan yang berada diluar jalur yang normal dan wajar (Baal, 1987:129).

Page 33: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

Marett dalam Baal (1987:131) mengemukakan teori bahwa bentuk religi

yang tertua adalah berdasarkan keyakinan manusia akan adanya kekuatan gaib

dalam hal-hal yang luar biasa dan yang menjadi sebab timbulnya gejala-gejala

yang tak dapat dilakukan manusia biasa, sehingga hal-hal yang sifatnya luar biasa

itu menimbulkan suatu “emosi” atau suatu “getaran jiwa” . Emosi atau getaran

jiwa tersebut timbul karena kekaguman manusia terhadap hal-hal dan gejala

tertentu yang sifatnya luar biasa atau sepernatural atau kekuatan yang tidak dapat

diterangkan dengan akal manusia dan berada diatas kekuatan-kekuatan alamiah

biasa.

b. Teori Religi yang Berorientasi pada Sikap Manusia terhadap Hal Gaib

Konsep Rudalf Otto terhadap sikap kagum terpesona terhadap hal yang

gaib adalah bahwa semua sistem religi, kepercayaan dan agama di dunia berpusat

pada suatu konsep tentang hal yang gaib (mysterium) yang dianggap maha

dahsyat dan keramat itu adalah maha abadi, maha dahsyat, maha baik, maha adil,

maha bijaksana, tak terlihat, tak berubah dan tak terbatas sehingga sifat-sifat

tersebut pada azasnya tidak tercakupi oleh pikran manusia. Walau demikian,

dalam semua masyarakat dan kebudayaan di dunia hal yang gaib dan keramat tadi

akan menimbulkan sikap kagum terpesona, selalu akan menarik perhatian

manusia dan mendorong timbulnya hasrat ingin bersatu dengannya

(Koentjaraningrat, 1980:65-66).

c. Teori Religi yang Berorientasi pada Upacara Religi

Robertson Smith dalam Koentjaraningrat (1981:68-78) mengajukan

gagasan tentang upacara religi yaitu: (1) sistem upacara melaksanakan konsep-

konsep yang terkandung dalam sistem keyakinan; (2) upacara religi atau agama

Page 34: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

mempunyai fungsi sosial untuk mengintensitaskan solidaritas masyarakat yang

berarti motivasi dari pemeluk religi atau agama tidak terutama untuk berbakti

kepada Tuhan atau dewanya, ataupun mengalami kepuasan agama secara pribadi,

tetapi lebih karena melakukan upacara adalah kewajiban sosial dan (3) upacara

bersaji adalah suatu aktivitas untuk mendorong rasa solidaritas dengan dewa atau

para dewa.

3. Komponen Religi

Tiap religi merupakan suatu sistem yang secara umun terdiri dari lima

komponen. Masing-masing komponen itu mempunyai peranannya sendiri-sendiri,

tetapi sebagai bagian dari suatu sistem komponen-komponen itu saling berkaitan

erat satu sama lain dan terintegrasi secara bulat. Koentjaraningrat (1981:80)

memyebutkan kelima komponen religi adalah sebagai berikut:

(1) emosi keagamaan yang menyebabkan manusia bersikap religieus; (2)

sistem keyakinan yang mengandung segala keyakinan serta bayangan

manusia tentang sifat-sifat Tuhan, tentang wujud dari alam gaib

(supernatural), serta segala nilai, norma dan ajaran dari religi yang

bersangkutan; (3) sistem ritus dan upacara yang merupakan usaha manusia

untuk mencari hubungan dengan Tuhan, dewa-dewa atau makhluk-

makhluk halus yang mendiami alam gaib; (4) umat atau kesatuan sosial

yang menganut sistem keyakinan dan yang melaksanakan sistem ritus dan

upacara dan (5) peralatan upacara.

Emosi keagamaan adalah suatu getaran jiwa yang menyebabkan manusia

mempunyai sikap serba religi. Emosi keagamaan merupakan komponen utama

dari gejala religi yang membedakan suatu sistem religi dari semua sistem sosial

budaya lain dalam masyarakat manusia (Koentjaraningrat, 1981:80). Emosi

keagamaan mendorong manusia untuk melakukan aktivitas religius seperti

berdoa, bersujud dan melakukan shalat dengan penuh khidmad sehingga ia akan

membayangkan Tuhan, dewa dan roh. Wujud dari bayangan Tuhan ditentukan

Page 35: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

oleh kepercayaan yang lazim hidup dalam masyarakat dan kebudayaannnya.

Begitu juga dengan kelakuan-kelakuan keagamaan yang dijalankan akan juga

menurut adat yang lazim. Emosi keagamaan dapat berupa sikap ”kagum

terpesona” dan sikap ”takut bercampur percaya” kepada hal yang gaib serta

keramat ( Koentjaraningrat, 2002:146).

Koentjaraningrat (1981:81) menjelaskan tentang sistem keyakinan ialah:

Sistem keyakinan dalam suatu religi berwujud pikiran dan gagasan

manusia, yang menyangkut keyakinan dan konsepsi manusia tentang

sifat-sifat Tuhan, tentang wujud dari alam gaib (kosmologi), tentang

terjadinya alam dan dunia (kosmogoni), tentang zaman akhirat

(esyatologi), tentang wujud dan ciri-ciri kekuatan sakti, roh nenek

moyang, roh alam, dewa-dewa, roh jahat, hantu dn makhluk halus

lainnya. Kecuali itu sistem keyakinan juga menyangkut sistem nilai dan

sistem norma keagamaan, ajaran kesusilaan, dan ajaran doktrin religi

lainnya yang mengatur tingkah laku manusia.

Mengenai sistem ritus dan upacara religi Koentjaraningrat (1981:81)

menjelaskan bahwa ritus dan upacara religi berwujud aktivitas dan tindakan

manusia dalam melaksanakan kebaktiannya kepada Tuhan, dewa-dewa, roh nenek

moyang, atau makhluk halus lain dan dalam usahanya untuk berkomunikasi

dengan Tuhan dan penghuni alam gaib lainnya itu. Ritus atau upacara religi

biasanya berlangsung berulang-ulang, baik setiap hari, setiap musim atau kadang-

kadang saja. Tergantung dari isi acaranya, suatu ritus atau upacara religi biasanya

terdiri dari kombinasi yang merangkaikan satu, dua atau beberapa tindakan seperti

berdoa, bersujud, bersaji, berkorban, makan bersama, menari dan menyanyi,

berprosesi, bersenidrama suci, berpuasa, berintoxikasi, bertapa dan bersemadi.

Upacara agama belum lengkap kalau tidak dihinggapi atau dijiwai oleh emosi

keagamaan, artinya cahaya Tuhan yang membuat suatu upacara itu menjadi

aktivitas yang keramat( Koentjaraningrat, 2002:147).

Page 36: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

Dalam ritus atau upacara religi biasanya dipergunakan bermacam-macam

sarana dan peralatan seperti tempat atau gedung pemujaan, patung dewa, patung

orang suci, bedug, gong, seruling suci, gamelan suci dan lonceng. Para pelaku

upacara seringkali harus mengenakan pakaian yang dianggap mempunyai sifat

suci seperti jubah pendeta, jubah bhiksu dan mukena (Koentjaraningrat, 1981:81).

Umat atau kesatuan sosial yang menganut sistem keyakinan dan

melaksanakan sistem upacara ini dapat berupa: (1) keluarga inti; (2) kelompok-

kelompok kekerabatan yang lebih besar seperti suku, klen, marga, dadia; (3)

kesatuan komunitas seperti desa; (4) organisasi-organisasi religius seperti

organisasi penyiaran agama, organisasi gereja dan organisasi partai politik yang

berdasarkan ideologi agama ( Koentjaraningrat, 2002:148).

Menurut Geertz (Syam Nur,2007: 111) Masyarakat Jawa memiliki

agama sendiri, yaitu agama lokal yang berisi nomerologi, kekuatan gaib, dan

tradisi upacara ritualnya yang diindentikkan dengan kepercayaan kaum abangan

yang terkonsentrasi diwilayah pedesaan Jawa.Disisi lain juga terdapat kaum santri

yang memiliki keyakinan kuat terhadap agama Islam dan terbagi menjadi dua

yaitu kaum modernis (Muhamadiyah) dan kaum tradisionalis (NU), mereka

memiliki keyakinan,tata ritual, serta tradisinya sendiri.

Menurut Koentjaraningrat (Herusatoto,2007 : 94) Karena Islam pertama

kali berkembang melalui pesisir, demikian pula munculnya kekuatan Islam dalam

skala besar juga datang dari pesisir,hal ini dikarenakan pesisir adalah daerah

pertemuan berbagai kebudayaan dan tradisi dari berbagai bangsa,suku,ras,dan

agama,maka Islam modernis baik Muhamadiyah maupun NU banyak berkembang

disini,sedangkan untuk orang-orang Jawa pedalaman yang dulunya dekat dengan

Page 37: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

pusat kebudayaan Hindu ,maka mereka menerima Islam mencampuradukannya

dengan kebudayaan Hindu yang telah mendarah daging,sehingga perkembangan

Islam didaerah pedalaman Jawa membentuk corak tersendiri,yaitu Islam yang

disesuaikan dengan adat istiadat Hindu yang kemudian dikenal dengan nama

Islam Jawa atau Kejawen.

Hubungan NU dan abangan (Islam kejawen) tidaklah sekeras antara

abangan dan Muhamadiyah.Kaum abangan merasa memperoleh merasa

memperoleh justifikasi pelaksanaan berbagai tradisi upacara adat karena

memperoleh dukungan dari kaum santri NU.Itulah sebabnya, kaum abangan

(Kejawen) lebih suka menjadi NU daripada menjadi Muhamadiyah.Diwilayah

yang masyarakat berpaham NU,tradisi upacara ritual dengan variasinya juga

menonjol.Hal ini berbeda dengan masyarakat yang berpaham Muhamadiyah,

dimana upacara-upacara keagamaan yang biasa dilakukan oleh orang NU

tentunya tidak dilakukan

Javanisme (kejawen) berisikan kosmologi,mitologi, seperangkat konsepsi

yang pada hakikatnya bersifat mistik.Budaya kejawen memahami kepercayaan

berbagai macam roh yang dapat menimbulkan musibah, bahaya, kecelakaan atau

penyakit apabila mereka dibuat marah atau penganutnya tidak berhati-hati.Untuk

menangkal semua itu, Orang Jawa kejawen memberikan sesajen yang dipercaya dapat

menghindarkan manusia dari berbagai hal yang tidak diinginkan.

Kalau dikaitkan dengan teori-teori diatas,maka tradisi “Selamatan Petik Pari”

dari awal persiapan sesajian, prosesi pelaksanaan,sampai akhir pelaksanaan tradisi

adalah merupakan cerminan dari teori-teori tersebut,dan karena masyarakat Desa

Petungsewu Sebagian besar adalah penganut kejawen maka sistem religinya masih

Page 38: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

mempercayai hal-hal mistis,hal ini selaras dengan teori religi berdasarkan keyakinan

religi yang dikemukakan oleh Andrew Lang tentang teori-teori religi dalam buku

Koenjtaraningrat.

C.Keterkaitan Religi Dengan Tradisi

Kebudayaan itu mempunyai ruang linkup yang sangat luas, sistem religi dan

upacara keagamaan merupakan salah satu unsur kebudayaan yang sangat penting.

Aktivitas upacara tradisional merupakan aspek yang sering dibahas oleh para

ahli ilmu sosial. Hal itu biasa terjadi karena upacara tradisional terutama yang berkaitan

dengan sistem kepercayaan atau religi adalah salah satu unsur kebudayaan yang paling

sulit berubah bila dibandingkan dengan unsur kebudayaan lain. Dalam upacara

tradisional tersebut pada umumnya bertujuan untuk menghormati, mensyukuri,

memuja, mohon keselamatan kepada Tuhan melalui makhluk halus dan leluhurnya.

Mereka yakin bahwa tradisi bersifat turun-temurun dan mengandung unsur

religi sebagai pernyataan ketidakpastian batin sebagai akibat perubahan kebudayaan

atau sebagai alat untuk melaksanakan kontrol sosial (Jensen, 1984:192).

Melalui pergaulannya dengan berbagai kekuatan alam,muncullah

pemahaman dikalangan Orang Jawa bahwa setiap gerakan, kekuatan, dan kejadian

alam disebabkan oleh mahluk-mahluk yang berada disekitarnya,Pandangan ini disebut

paham Animisme. Keyakinan hasil didikan alam ini terus dianut oleh Orang Jawa

secara turun temurun,bahkan ketika Orang Jawa sudah banyak yang menganut agama

formal,seperti Islam,Hindu,Nasrani,pemujaan terhadap kekuatan alam tidak

ditinggalkan.

Page 39: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

Penganut Islam yang merupakan golongan terbesar dipulau Jawa, ternyata

tidak memeluk agama Islam secara murni sehingga masih dapat dibagi menjadi

beberapa bagian yaitu :

Kaum Islam yang masih memegang campuran kepercayaan Brahma dan

Budha;

Kaum Islam yang menganut kepercayaan magik dan Dualisme;

Kaum Islam yang masih menganut Animisme;

Kaum Islam yang menganut agamanya secara murni.

Ketiga sekte yang pertama disebut sebagai Kejawen. Sampai saat ini

ajaran kejawen masih banyak dianut oleh Orang Jawa.Ajaran kejawen merupakan

keyakinan dan ritual campuran dari agama-agama formal dengan pemujaan terhadap

alam, praktik keagamaan yang dianut oleh Orang Islam banyak dipengaruhi oleh

kepercayaan dari agama Hindhu, Budha, Brahma, Magisme, Dualisme, dan

kepercayaan kepada alam.(Suyono, 2007 : 3).

Dalam tradisi “Selamatan Petik Pari” ini terdapat dua keyakinan yang

berbeda yaitu Hindu dan Islam yang tetap menjalankan tradisi ini,Dalam Islam ada

sebagian ulama yang mengganggap syirik segala hal yang berbau magis, dalam islam

tidak mengenal adanya ritual-ritual seperti membakar kemenyan,dan memberikan

sesajian,tetapi dalam Islam Kejawen yang masih memakai cara-cara leluruh, hal-hal

seperti memberikan sesajian kepada roh-roh mereka anggap sebagai keyakinan

mereka terhadap mahluk ciptaan tuhan yang bisa memberikan keselamatan kepada

mereka.Sebagian masyarakat Islam di Jawa masih menganut unsur animisme, jadi

mereka masih mangganggap ada kekuatan lain yang dimiliki alam semesta ini.

Page 40: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

Sedangkan untuk agama Hindu, ketika pertama kali datang ke tanah

Jawa,kaum Hindu sudah memegang kepercayaan memuja benda-benda langit dan

keempat unsur dari alam ( api, air, tanah, dan logam ).

Pengaruh kebudayaan Hindu di Jawa menambah pula pembendaharaan

simbolisme dalam tindakan religius Orang Jawa.Penghormatan dan pemujaan kepada

Dewa-Dewi Hindu menimbulkan pula fantasi akan adanya Dewa-Dewi lainnnya yang

asli Jawa.Hal ini adalah asimilasi paham animisme dan paham Hindu.Hasil asimilasi

inilah yang melahirkan Dewi Sri,tokoh simbolik kaum petani Jawa,yang melindungi

tanaman padinya,dan dianggap dari para lelembut atau jin mrekayangan.( Herusatoto,

2008 : 160)

Tindakan-tindakan simbolis religius dari Orang Jawa itu dapat dikelompokan

menjadi tiga golongan,yaitu :

a. Tindakan simbolis religius yang terbentuk karena pengaruh zaman

kebudayaan asli Jawa.

b. Tindakan simbolis religius yang terbentuk karena pengaruh zaman

kebudayaan Hindu-Jawa.

c. Tindakan simbolis religius yang terbentuk karena pengaruh zaman mitos

kebudayaan Hindu-Jawa dan Jawa-Islam.

Ketiga golongan tersebut dalam kenyataan kehidupan Orang Jawa sulit untuk

dipisahkan antara satu sama lainnya, karena ketigannya dilaksanakan secara beruntun

dan telah menyatu sebagai adat istiadat dan tradisi Jawa.( Herusatoto, 2008 : 163-164)

Masalah yang pokok yaitu hubungan antara otoritas leluhur atau

Tuhannya dan implementasinya terhadap mereka yang memujanya. Pada

masalah ini bagaimana para leluhur, roh-roh halus atau Tuhannya dapat

Page 41: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

memberikan sesuatu yang dinilai bermakna bagi para pemujanya. Para

pemujanya percaya bahwa keterbatasan yang dimiliki oleh manusia dapat diatasi

dengan keterlibatan leluhur. Hal ini akhirnya menimbulkan ritus atau upacara-

upacara pemujanya. Roh-roh halus atau roh leluhur diberi sesaji agar mau

membantu atau memberi pertolongan pada manusia.

Disini nampak seolah-olah ada hubungan timbal balik antara roh halus atau

leluhur dengan manusia. Apek penting dalam kepercayaan adalah membentuk

hubungan keagamaan. Sehubungan dengan itu manusia cenderung membuat model

hubungan dengan Tuhan, dewa-dewa, roh-roh halus dan kekuatan adikodrati. (O’dea,

1985:55)

Sistem religi sebagai salah satu sistem budaya universal, terdiri dari sistem

kepercayaan, kesusastraan suci, sistem upacara keagamaan, komuniti keagamaan,

ilmu gaib dan sistem nilai, serta pandangan hidup. Sebagai suatu sistem maka satu

dengan yang lain tentunya tidak dapat dipisahkan (Koentjaraningrat, 1975:284).

Dalam religinya Orang Jawa selalu memakai simbol-simbol atau media

dalam menyampaikan maksudnya,Orang Jawa sangat memuja kepada Yang Maha

Kuasa,dan juga sangat menghormati arwah nenek moyangnya,untuk mengadakan

komunikasi atau berhubungan dengan Yang Maha Kuasa,arwah nenek moyang dan

mahluk-mahluk halus tersebut diperlikan media atau perantara yang dapat dipakai

untuk:

a. Memuja Yang maha kuasa atas segala rahmat yang telah dilimpahkan

kepada mereka.Untuk keperluan itu dibangunlah tempat-tempat

pemujaan dengan segala sarananya.

b. Mendatangkan arwah nenek moyang untuk dimintai berkah dan

Page 42: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

petunjuknya.Untuk maksud ini maka dibuatlah boneka-

boneka,wayang,sesajian,mantra,nyanyian puji-pujian,untuk dipakai

dalam upacara untuk mendatangkan roh nenek moyang.

c. Memberikan makan dan minum bagi mahluk-mahluk halus yang bersifat

baik yang selalu membantu atau melindungi kehidupan manusia,maka

dibakarlah dupa,kemenyan,disediakan sesaji dan barang-barang kesukaan

mereka.

d. Membujuk mahluk-mahluk halus yang bersifat jahat agar menyingkir

atau tidak menganggu,untuk itu dipakai benda-benda penolak

bala.(Herusatoto, 2008 :200-201)

Ada kaitan antara sistem ritus dengan umat beragama karena para

anggota umat itulah yang melaksanakan sistem ritus dan upacaranya. Selanjutnya

kaitan antara peralatan upacara dengan umat beragama adalah upacara

menentukan alatnya dan para anggota umat beragama yang mendesain peralatan

upacara. Keyakinan, ritus atau upacara, peralatan ritus dan umat beragama saling

berkaitan erat satu sama lain akan mendapat sifat keramat bila dihinggapi oleh

emosi keagamaan.

Menurut Koentjaraningrat (1981:82-83) kelima komponen religi itu

dalam fungsinya erat hubungannya satu sama lain. Sistem keyakinan menentukan

acara ritus, sebaliknya upacara melahirkan dan mengembangkan keyakinan religi.

Sistem keyakinan menentukan tingkah laku umat beragama dan tidak jarang juga

gagasan-gagasan kolektif melahirkan dan mengembangkan keyakinan religi.

Page 43: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

D.Perubahan dan Pergeseran Tradisi

Semua kebudayaan (tradisi) pada suatu saat akan mengalami perubahan

karena berbagai macam sebab. Perubahan bisa terjadi dikarenakan perubahan

lingkungan yang menuntut perubahan secara adiktif. Perubahan bisa terjadi secara

kebetulan, direncanakan,atau karena adanya kontak dengan unsur kebudayaan

lain.(Pujileksono, 2009:172)

Mekanisme atau proses perubahan kebudayaan (tradisi) dapat terjadi karena

adanya penemuan baru (invention), hilangnya unsur kebudayaan, akulturasi,

Perubahan kebudayaan secara paksa, modernisasi.

Modernisasi merupakan proses perubahan kultural dan sosio-ekonomis

dimana masyarakat-masyarakat yang sedang berkembang memperoleh sebagian

karakteristik dari masyarakat industri barat.

Proses modernisasi dapat dipahami terdiri dari empat subproses:

1. Perkembangan teknologi, dalam modernisasi pengetahuan dan teknologi

tradisional terdesak oleh penerapan ilmu pengetahuan dan teknik-teknik

yang dipinjam dari masyarakat industri maju.

2. Pengembangan pertanian yang berupa pergeseran dari pertanian untuk

keperluan sendiri menjadi pertanian untuk pemasaran. Aktivitas pertanian

dan perternakan diarahkan pada budidaya untuk keperluan teknologi uang

dan pasar untuk menjual hasil petanian dan mengdakan pembelian-

pembelian.

3. Industrialisasi, dengan lebih mengutamakan bentuk energi non hewan

khusunya bahan fosil. Tenaga manusia dan hewan menjadi tidak penting.

4. Urbanisasi yang ditandai dengan perpindahan penduduk dari pemukiman

Page 44: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

pedesaan kekota-kota serta berubahnya pedesaan menjadi perkotaan.

Menurut Selo Soemarjdan(1986), masyarakat akan mengalami tahap-tahap

modernisasi mulai taraf paling rendah ketingkat paling tinggi,tahapan yang dimaksud

meliputi:

a. Modernisasi tingkat alat. Tahapan ini ditandai dengan masuk dan

diterimannya peralatan dan teknologi tinggi pada masyarakat tradisioanal

contoh (traktor, mesin penggiling padi, mobil, televise, listrik,

handphone).pada tahap ini masyarakat baru bisa menggunakan alat-alat

sesuai petunjuk yang ada.

b. Modernisasi tingkat lembaga. Ditandai dengan masuknya jaringan sistem

kerja modern dikalangan masyarakat lokal.

c. Modernisasi tingkat individu.masyarakat sudah pintar dalam merakit

peralatan-peralatan yang dimilikinya.

d. Modernisasi tingkat inovasi. Pada tingkatan ini masyarakat dicirikan

dapat menciptakan sendiri barang teknologi yang dibutuhkan

meskipun harus melalui jaringan kerja dengan masyarakat yang lebih

luas.(Pujileksono,2009:175-182)

Di zaman modern seperti sekarang ini tradisi bagi Orang Jawa tetap

mendapatkan tempat dan selalu dikaitkan dengan nilai-nilai religius yang tardapat

dalam tradisi itu sendiri,mereka melakukan tradisi yang telah ada selalu memohon

kepada yang mereka anggap bisa membawa keselamatan,hal inilah yang membuat

tradisi tetap mendapat tempat di hati masyarakat Jawa.

Dalam sistem religi tidak semua unsur mengalami perubahan karena

keterkaitan antara lima unsur yaitu emosi keagamaan, sistem kepercayaan, sistem

Page 45: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

upacara keagamaan, peralatan upacara, kelompok keagamaan.Dari lima unsur

tersebut yang tidak mengalami pergeseran dan perubahan adalah emosi

keagamaan dan sistem kepercayaan karena merupakan getaran jiwa yang pernah

dirasakan manusia dalam jangka waktu hidupnya yang mendorongnya berperilaku

religi, munculnya emosi keagamaan pada diri manusia dapat dikarenakan

beberapa hal antara lain keyakinan adanya firman Tuhan, kesadaran akan adanya

kekuatan supranatural,adanya mahluk halus yang berada disekitar tempat

tinggalnya, adanya krisis dalam kehidupan, keyakinan adanya gejala-gejala alam

yang tidak dapat dinalar oleh akal manusia.Hal inilah yang membuat tradisi tetep

bertahan diera modern.

Sedangkan unsur religi yang mengalami pergeseran dan perubahan

adalah sistem upacara keagamaan, peralatan, dan kelompok keagamaan.Dalam

sistem upacara keagamaan terdapat empat komponen yaitu tempat upacara

(mesjid, gereja, vihara, klenteng, kuil,makam,tempat-tempat sacral,kuburan,dan

pantai),waktu upacara (pergantian siang-malam, saat pergantian musim,

hari/minggu/bulan),benda-benda dan alat upacara,orang yang memimpin upacara

(kyai, pendeta, pedande, biksu, dukun) (Pujileksono, 2009:69).

Empat komponen tersebut dizaman yang modern ini mengalami sedikit

pergeseran dan perubahan,karena sebagian masyarakat mulai berpikir

realitas,bahwa apa yang telah terjadi dengan kehidupannya dan dunia ini telah ada

yang mengatur,jadi tidak perlulah bersusah payah melakukan ritual-ritual yang

dianggap sebagian masyarakat modern sebagai hal yang tabu.

Peralatan upacara merupakan sistem religi yang tidak dapat dipisahkan

dari sistem upacara.Menurut Koentjaraningrat (Pujileksono: 69) bentuk-bentuk

Page 46: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

upacara keagamaan diantaranya bersaji, berdoa,berkorban, makan

bersama,menari,dan bernyanyi,berpuasa,bertapa,bersemedi, dan bersemedi.Dalam

menyiapkan alat-alat sesajian dizaman yang modern ini masyarakat mengalami

kesulitan,hal ini dikarenakan pola pikir manusia yang telah modern.

Page 47: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan kehidupan religi

masyarakat Petungsewu melalui salah satu komponen religinya yaitu Tradisi

“Selamatan Petik Pari” dan mendeskripsikan keterkaitan antara religi dan tradisi

yang terkandung didalam tradisi “Selamatan Petik Pari”.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

fenomenologi yang bermaksud memahami suatu peristiwa dan kaitan-kaitannya

terhadap orang yang berada dalam situasi-situasi tertentu (Moleong, 2007: 17).

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

kualitatif dengan sifat penelitiannya deskriptif analitis.

Moleong (2000: 3) mendefinisikan bahwa "Metodologi Kualitatif

adalah sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa

kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang sedang diamati".

Pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistis (utuh).

Penelitian kualitatif berusaha mengungkapkan gejala secara menyeluruh dan

sesuai dengan konteks (holistik-konstektual) melalui pengumpulan data dari latar

alami dengan memanfaatkan diri peneliti sebagai instrument kunci (Pedoman

Penulisan Karya Ilmiah, 2002: 20).

Dengan kata lain pendekatan kualitatif yang dilakukan dalam penelitian ini

adalah suatu metode yang digunakan untuk menggambarkan atau menuliskan

kejadian-kejadian baik yang tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang

diamati pada saat penelitian dilakukan untuk kemudian dianalisa dan

Page 48: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

diinterpretasikan. Penelitian deskriptif (Descriptive Research) adalah penelitian yang

bertujuan membuat deskripsi atas suatu fenomena sosial/alam secara sistematis,

faktual, dan akurat (Wardiyanta, 2006: 5).

Penelitian ini dilakukan karena peneliti ingin mengeksplor fenomena-

fenomena yang tidak dapat dikuantifikasikan yang bersifat deskriptif seperti

makna-makna dalam tradisi ”Selamatan Petik Pari”, gambaran pelaksanaan tradisi

”Selamatan Petik Pari”, keterkaitan religi dengan tradisi yang dianut masyarakat

dengan tradisi ”Selamatan Petik Pari”, dan Perubahan yang terjadi dalam tradisi

”Selamatan Petik Pari”.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan, memaparkan atau

menggambarkan tentang Makna Tradisi ”Selamatan Petik Pari”Sebagai Wujud

Nilai-nilai Religius Masyarakat Desa Petungsewu Kecamatan Wagir Kabupaten

Malang.

B. Fokus Penelitian Menurut

Moleong (2000: 237) yang dimaksud dengan fokus penelitian adalah suatu

pembatasan terhadap masalah-masalah yang akan dibahas dalam penelitian kualitatif.

Adapun tujuan dari penentuan fokus penelitian adalah sebagai berikut:

1. Untuk membatasi studi, dengan adanya fokus maka penentuan tempat

penelitian menjadi lebih layak.

2. Menetapkan kriteria inklusi-enklusi secara efektif agar informasi-

informasi yang mengalir masih dapat disaring.

Pada hakikatnya tidak ada satupun penelitian yang dapat dilakukan tanpa

adanya fokus (Moleong, 1997: 273).

Page 49: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

Fokus penelitian sangat penting dijadikan sebagai sarana untuk memadu dan

mengarahkan jalannya penelitian.

Berdasarkan penjelasan diatas maka yang menjadi fokus dalam penelitian ini

adalah:

1. Asal-usul tradisi “Selamatan Petik Pari” yang dilaksanakan

masyarakat Desa Petungsewu Kecamatan Wagir Kabupaten Malang;

2. Pelaksanaan tradisi” Selamatan Petik Pari” yang dilaksanakan

masyarakat Desa Petungsewu Kecamatan Wagir Kabupaten Malang;

3. Makna tradisi “Selamatan Petik Pari” yang dilaksanakan masyarakat Desa

Petungsewu Kecamatan Wagir Kabupaten Malang;

4. Keterkaitan antara religi dengan tradisi pada tradisi” Selamatan Petik

Pari” yang dilaksanakan masyarakat Desa Petungsewu Kecamatan Wagir

Kabupaten Malang;

5. Perubahan dan pergeseran yang terjadi pada tradisi “Selamatan Petik Pari”

yang dilaksanakan di Desa Petungsewu Kecamatan Wagir Kabupaten

Malang

C. Kehadiran Peneliti

A. Kehadiran Peneliti

Dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai instrumen sekaligus

sebagai pengumpul data sehingga kehadiran peneliti di lapangan mutlak

diperlukan. Secara umum kehadiran peneliti ada dua tahapan yaitu:

1. Perencanaan

Page 50: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

Didalam tahap perencanaan peneliti melakukan observasi awal untuk

mengidentifikasi sistem religi dari masyarakat Desa Petungsewu. Data yang

diperoleh adalah masyarakat Desa Petungsewu walau sudah memeluk agama

Islam, Hindu, dan Kristen tetapi keyakinan pada roh nenek moyang, demit,

lelembut, dan sang mbaurekso masih tertanam kuat. Hal ini tampak pada sesajen

pada tempat-tempat tertentu yang di anggap ditempati mahluk halus.

2. Pengumpulan data

Peneliti secara khusus mengumpulkan data dengan mewawancarai

informan dan melakukan observasi partisipan dalam pelaksanaan Tradisi

“Selamatan Petik Pari”. Pengumpulan data bersifat terbuka yakni kehadiran

peneliti diketahui statusnya sebagai peneliti oleh subyek penelitian.

D. Lokasi Penelitian

Pemilihan lokasi harus didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan

kemenarikan, keunikan, dan kesesuaian dengan topik yang dipilih (PedomanPenulisan

Karya Ilmiah, 2000: 24). Penelitian ini dilakukan di sekitar kawasan Desa

Petungsewu Kecamatan Wagir Kabupaten Malang,dengan pertimbangan bahwa

masyarakat Desa Petungsewu masih melaksanakan tradisi “Selamatan Petik Pari”

walaupun masyarakat telah memeluk agama Islam,Hindu,dan Kristen tapi

kepercayaan mereka akan akan adanya roh nenek moyang sebagai pelindung tetap

berdampingan dengan keyakinan agama.

E. Jenis, Sumber Data dan Metode Pengumpulan Data

Sumber data utama menurut Lofland (dalam Moleong, 2000: 1 12) dalam

penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan selebihnya adalah data tambahan

Page 51: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

seperti dokumen dan lain-lain. Adapun jenis data dan sumber data dalam penelitian

ini adalah:

1 . Data Primer adalah data yang diperoleh langsung dari responden (dalam hal ini

informan)seperti tokoh adat, masyarakat desa, pemuda desa melalui teknik

wawancara dan pengamatan langsung (observasi) dari objek yang sedang

diteliti.

2. Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari bahan kepustakaan yang

merupakan sumber-sumber tertulis berupa dokumen resmi, laporan-laporan

dan arsip-arsip yang berkaitan dengan penelitian. Adapun data, sumber data

dan metode untuk menggali informasi dalam penelitian ini tersaji dalam tabel

di bawah ini:

Page 52: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

No

Rumusan masalah

Fokus

Sumber Data

Metode

pengumpulan

data

1

Asal usul tradisi

“Selamatan Petik

Pari”

-Data tentang

tradisi “Selamatan

Petik Pari”

-Cerita asal mula

tradisi”Selamatan

Petik Pari”

Bapak Tamat

(Tokoh adat agama

Islam)

Wawancara

Bapak Saimun

(Masyarakat desa

Petungsewu

beragama Islam

Wawancara

Bapak Daimun

(tokoh adat agama

Hindu)

Wawancara

Bapak Sutrisno

(Masyarakat desa

Petungsewu

beragama Hindu)

wawancara

2

Gambaran

pelaksanaan tradisi

“Selamatan Petik

Pari”

-Pelaku dan

pendukung dalam

Pelaksanaan tradisi

“Selamatan Petik

Pari” dan

-Perlengkapan

dalam

pelaksanaan

tradisi “Selamatan

Petik Pari”:

- Uborampe

- Tumpeng

- Encek

- Mantra

Bapak Daimun

(tokoh adat agama

Hindu)

Wawancara

Dokumentasi

-Bapak Tamat

(Tokoh adat

agama Islam)

Wawancara

Dokumentasi

Bapak Sutrisno

(Masyarakat Desa)

beragama Hindu)

Wawancara

Dokumentasi

Bapak

Saimun(Masyara

kat Desa

beragama Islam)

Wawamcara

Dokumentasi

Page 53: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

F. Prosedur Pengumpulan Data

Adapun proses pengumpulan dalam penelitian ini dilakukan melalui

beberapa tahapan sebagai berikut:

1. Peneliti melakukan penelitian pendahuluan di Desa Petungsewu Kecamatan

Wagir Kabupaten Malang, untuk mengetahui situasi dan kondisi lokasi

3 Makna yang

terdapat dalam

tradisi “Selamatan

Petik Pari”

-Keyakinan yang

dianut

masyarakat Desa

Petungsewu

-Makna-makna

yang terdapat

dalam tradisi

“Selamatan Petik

Pari”

Bapak Tamat

(tokoh adat agama

Islam)

Wawancara

Bapak Saimun

(masyarakat Desa

Beragama Islam)

Wawancara

Bapak Daimun

(tokoh adat agama

Hindu)

Wawancara

Bapak Sutrisno

(Masyarakat desa

beragama Hindu)

Wawancara

4

Keterkaitan religi dan

tradisi pada tradisi

“Selamatan Petik

Pari”

-Contoh

keterkaitan antara

religi dan tradisi

Bapak Daimun

(tokoh adat agama

Hindu)

Wawancara

Bapak Tamat

(tokoh adat agama

Islam

Wawancara

Bapak Sutrisno

(Masyarakat Desa

beragama Hindu)

Wawancara

Bapak Saimun

(mayarakat Desa

beragama Islam

5

Perubahan dan

pergeseran dalam

tradisi “Selamatan

Petik Pari”

-Uborampe

(sesajian)

-Mantra/doa

-Sistem

teknologi/peralat

an

-Sistem sosial

-Sistem religi

Bapak Daimun

(tokoh adat agama

Hindu)

Wawancara

Bapak Tamat

(tokoh adat agama

Islam

Wawancara

Page 54: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

penelitian serta mengetahui calon informan untuk mempermudah pencarian

data saat penelitian dilakukan.

2. Peneliti membuat jadwal kegiatan, menyiapkan instrumen penelitian dan

membuat rencana pelaksanaan penelitian agar penelitian dapat berjalan

dengan lancar dan sesuai rencana.

3. Peneliti melakukan wawancara ke Kantor Desa untuk mendapatkan

informasi lengkap tentang data yang diperlukan dalam penelitian

4. Peneliti melaksanakan penelitian yaitu observasi dan wawancara.

Wawancara dilaksanakan dengan melakukan pendekatan secara pribadi dan

kerja sama yang baik dengan para informan yang akan memberikan data-data

yang diperlukan peneliti. Dalam hal ini informan yang dimaksud adalah

Bapak Sutrisno selaku masyarakat Desa Petungsewu, Bapak Daimun dan

Bapak Tamat selaku Tokoh adat.Wawancara secara mendalam dilakukan

dengan suasana yang santai dan familiar sehingga subyek yang diwawancarai

merasa nyaman dan peneliti bisa menangkap makna dan intisari pembicaraan

saat wawancara. Wawancara dilakukan dengan menggunakan pedoman

wawancara agar data atau informasi yang didapatkan valid dengan masalah

yang sedang diteliti.

5. Peneliti mengumpulkan seluruh data yang didapatkan di lapangan, baik itu

catatan hasil wawancara, catatan lapangan hasil observasi, dan foto hasil

dokumentasi.

Page 55: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

Teknik yang digunakan dapat berupa kegiatan observasi, wawancara

dan dokumentasi.

1.Observasi Partisipatif.

Observasi partisipatif adalah teknik pengumpulan data dengan

melakukan pengamatan langsung terhadap subjek (partner penelitian) di mana

sehari-hari mereka berada dan biasa melakukan aktivitasnya maupun secara tidak

langsung untuk memperoleh data yang harus dikumpulkan dalam penelitian, yaitu

misalnya saja dengan pemanfaatan teknologi informasi menjadi ujung tombak

kegiatan observasi yang dilaksanakan, seperti pemanfaatan tape recorder dan

handy camera. Dalam penelitian ini, observasi partisipatif dilakukan untuk

memperoleh informasi tentang nilai-nilai Religius dalam tradisi “Selamatan Petik

Pari” di Desa Petungsewu KecamatanWagir, Kabupaten Malang. Observasi

dilakukan dengan cara melihat pelaksanaan secara langsung acara “Selamatan

Petik Pari” dari awal persiapan sampai akhir acara di daerah setempat.

Dari obsevasi awal yang telah dilakukan, informasi yang didapatkan

adalah terdapat tiga keyakinan yaitu Islam,Hindu,Kristen.Terdapat tempat

peribadatan yang jaraknya hanya 200 meter yaitu Mesjid untuk yang beragama

Islam,bagi yang beragama Hindu terdapat Pura,sedangkan untuk yang beragama

Kristen tidak ada tempat peribatan.Masyarakatnya sebagian besar bekerja sebagai

petani,terlihat dari sawah yang membentang sepanjang jalan didesa Petungsewu.

2.Wawancara Mendalam

Wawancara mendalam adalah teknik pengumpulan data yang

didasarkan pada percakapan secara intensif dengan suatu tujuan tertentu.

Page 56: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

Wawancara dilakukan untuk mendapat berbagai informasi menyangkut masalah

yang diajukan dalam penelitian.

Wawancara dilakukan kepada responden yang dianggap menguasai

masalah penelitian. Wawancara dalam penelitian kualitatif ini sifatnya mendalam

karena ingin mengeksplorasi informasi secara holistic dan jelas dari informan.

Dalam proses wawancara ini didokumentasikan dalam bentuk catatan tertulis dan

audio visual, hal ini dilakukan untuk meningkatkan kebernilaian dari data yang

diperoleh. Dalam penelitian ini wawancara dilakukan terhadap tokoh adat agama

Hindu yaitu Bapak Daimun,Tokoh adat agama Islam yaitu Bapak

Tamat,masyarakat beragama Hindu dan yang beragama Islam,dalam wawancara

ini didapatkan data tentang prosesi pelaksanaan tradisi “Selamatan petik pari” dari

awal penyajian sesajian hingga akhir prosesi dilaksanakan,didapatkan juga data

mengenai makna-makna yang terdapat dalam tradisi, serta wawancara kepada

perangkat desa yaitu sekertaris desa untuk mendapatkan informasi tentang profil

desa.

3.Dokumentasi

Selain sumber manusia (human resources) melalui observasi dan

wawancara sumber lainnya sebagai sumber pendukung yaitu dokumen-dokumen

tertulis yang resmi ataupun tidak resmi. Teknik pengumpulan data yang juga

berperan besar dalam penelitian kualitatif naturalistik adalah dokumentasi.

Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud

dengan dokumen adalah catatan kejadian yang sudah lampau yang dinyatakan

dalam bentuk lisan, tulisan dan karya bentuk. Peneliti dapat memperoleh

informasi bukan dari orang sebagai narasumber, tetapi dapat memperoleh

Page 57: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

informasi dari macam-macam sumber tertulis atau dari dokumen yang ada pada

informan dalam bentuk peninggalan budaya, karya seni dan karya pikir. Dokumen

yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa gambar peta desa, catatan hasil

wawancara, rekaman suara, foto prosesi awal pelaksanaan tradisi “Selamatan

Petik Pari”sampai akhir prosesi,Uborampe (Sesajian),Tumpeng,dan foto lain yang

berkaitan dengan tradisi ini.

G. Analisis Data

Proses analisis data dimulai dengan menelaah data yang diperoleh dari

beberapa sumber. Tahap ini merupakan tahap yang benar-benar menentukan

keberhasilan suatu penelitian. Analisis data merupakan proses mengatur urutan

data, mengorganisasikan dalam suatu pola ukuran untuk menjadikan suatu

kesimpulan. Pengecekan data yang diperoleh dari lapangan dengan landasan teori

yang berhubungan dengan tradisi “Selamatan Petik Pari”.

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

dengan menggunakan model interaktif sebagaimana yang dikemukakan oleh

Miles dan Huberman (1992: 20) bahwa dalam model interaktif terdapat tiga

tahapan yaitu :

1. Reduksi Data.

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,

memfokuskan pada hal-hal yang penting, di cari tema dan polanya agar data yang

telah direduksi itu memberikan gambaran yang lebih jelas sehingga

mempermudah peneliti mengumpulkan data selanjutnya. Tahapan reduksi data

adalah:

Page 58: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

a. Menyeleksi data yang relevan dengan permasalahan penelitian

selanjutnya mencari polanya.

b. Membuat kategori-kategori dan pengkodean sebagai berikut:

i. Kategori data tentang sistem religi masyarakat Desa Petungsewu

di beri kodeA

ii. Kategori data tentang pelaksanaan tradisi “Selamatan Petik Pari”

diberi kode B

iii. Kategori data tentang makna tradisi “Selamatan Petik Pari” di

beri kode C

iv. Kategori data tentang keterkaitan religi dengan tradisi diberi

kode D

v. Kategori data tentang perubahan tradisi diberi kode E

2. Display Data.

Display data atau penyajian data merupakan suatu upaya untuk

menggabungkan sekumpulan informasi yang tersusun sehingga memberikan

kemungkinan adanya suatu penarikan kesimpulan.

Display data atau penyajian data membantu penelitian untuk dapat

melihat gambaran keseluruhan atau bagian-bagian tertentu dari data hasil

penelitian, dalam hal ini peneliti menyusun data yang terkumpul yang telah

dianggap valid atau benar kemudian dilakukan penyusunan sesuai dengan

rumusan masalah dalam penelitian. Urutan data tersebut sebagai berikut :

a. Bagaimana asal-usul tradisi “Selamatan Petik Pari” ?

b. Bagaimana pelaksanaan tradisi “Selamatan Petik Pari ?

c. Makna yang terdapat dalam tradisi “Selamatan Petik Pari”?

Page 59: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

d. Bagaimana Keterkaitan antara religi dengan tradisi “Selamatan Petik Pari ?

e. Bagaimana Perubahan dan pergeseran pada tradisi “Selamatan Petik Pari ?

3. Verifikasi data atau menarik kesimpulan.

(Miles dan Huberman, 1992: 20) menyatakan bahwa, bagan teknik

analisis data, sebagai berikut:

Gambar 3.1 Model Analisis data kualitatif

(Miles dan Huberman, 1992: 20)

Keterangan :

1. Tahap pengumpulan data yaitu proses memasuki lingkungan penelitian dan

melakukan pengumpulan data penelitian.

2. Tahap reduksi data yaitu proses pemilihan, pemusatan perhatian pada

penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul

dari catatan-catatan tertulis dari lapangan.

Penyajian

Data Pengumpulan

Data

Kesimpulan-

kesimpulan: Penarikan /

verifikasi

Reduksi

Data

Page 60: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

3. Tahap penyajian data yaitu penyajian informasi untuk memberikan

kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.

4. Tahap penarikan kesimpulan / verifikasi yaitu penarikan kesimpulan dari

data yang telah dianalisis.

H. Pengecekan Keabsahan Data

Suatu penelitian harus mengandung nilai terpercaya dan peneliti harus

mampu mempertanggungjawabkan penelitiannya dan meyakinkan kepada

khalayak bahwa kebenaran hasil penelitiannya dapat dipertanggungjawabkan.

Mempertanggungjawabkan keabsahan suatu penelitian dapat ditelusuri dari cara-

cara memperoleh kepercayaan akan kredibilitas, transferabilitas, dependabilitas

dan conformabilitas.

1. Kredibilitas (validitas internal).

Keabsahan atas hasil-hasil penelitian dilakukan melalui :

(a) Meningkatkan kualitas keterlibatan peneliti dalam kegiatan di lapangan.

(b) Pengamatan secara terus-menerus.

(c) Pelibatan teman sejawat untuk berdiskusi, memberikan masukan dan kritik

dalam proses penelitian.

(d) Menggunakan bahan referensi untuk meningkatkan nilai kepercayaan akan

kebenaran data yang diperoleh, dalam bentuk rekaman, tulisan, copy-an.

(e) Pengecekan terhadap hasil-hasil yang diperoleh guna perbaikan dan tambahan

dengan kemungkinan kekeliruan atau kesalahan dalam memberikan data yang

dibutuhkan peneliti.

2. Transferabilitas.

Page 61: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

Bahwa hasil penelitian yang didapatkan dapat diaplikasikan oleh

pemakai penelitian, penelitian ini memperoleh tingkat yang tinggi bila para

pembaca laporan memperoleh gambaran dan pemahaman yang jelas tentang

konteks dan fokus penelitian.

3. Triangulasi.

Triangulasi adalah pengecekan data dari berbagai sumber dengan

berbagai cara, dan berbagai waktu. Praktik triangulasi tergambar dari kegiatan

peneliti yang bertanya pada informan A dan mengklarifikasikan dengan informan

B serta mengeksplorasikan pada informan C. Misalnya, wawancara dengan A

tentang tradisi “Selamatan Petik Pari”, dikonfirmasi kepada Tokoh adat atau

perangkat desa lalu ke masyarakat lainnya sehingga diperoleh data yang relative

sama atau tidak ada lagi data / informasi baru yang diperoleh.

4. Dependabilitas dan Conformabilitas.

Dilakukan dengan audit trail yaitu berupa komunikasi dengan

pembimbing dan dengan pakar lain dalam bidangnya guna membicarakan

permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam penelitian berkaitan dengan

data yang harus dikumpulkan.

I. Tahap-Tahap Penelitian

Dalam prosedur penelitian tentang nilai-nilai religius dalam tradisi

“Selamatan Petik Pari” di Desa Petungsewu KecamatanWagir Kabupaten Malang

dapat dibagi dalam beberapa tahap antara lain :

a. Mencari informasi tentang tradisi “Selamatan Petik Pari”.

Page 62: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

Informasi yang dapat diperoleh dari berbagai sumber yang sesuai

dengan pokok permasalah antara lain : melalui studi pustaka, wawancara

mendalam dan observasi partisipatif.

b. Menentukan topik dan rumusan masalah.

Setelah data-data sementara terkumpul dan ditemukan beberapa pokok

permasalahan yang dicari untuk dikaji maka tahap selanjutnya adalah

merumuskan masalah yang akan diteliti dari judul penelitian.

c. Pengumpulan data.

Dalam pelaksanaan penelitian ini, yang dilakukan yaitu melaksanakan

kegiatan penelitian ke lokasi yang telah ditentukan. Beberapa yang dilakukan

adalah :

1. Melakukan eksplorasi atau penjajakan dengan mendatangi Desa

Petungsewu tempat diadakannya prosesi tradisi “Selamatan Petik Pari”.

2. Mendatangi para sumber yang terkait,seperti tokoh adat baik yang

beragama Hindu maupun yang beragama Islam,masyarakat Desa

Petungsewu yang beragama Hindu dan yang beragama Islam,perangkat

Desa Petungsewu.

3. Melakukan observasi dan mendokumentasikan data-data yang diperoleh.

4. Melakukan penyusunan laporan.

Setelah data-data dari lapangan terkumpul, maka tahap selanjutnya

adalah menguji kebenaran atas data-data yang diperoleh dengan studi pustaka

yang berkaitan dengan rumusan masalah. Setelah itu tahap selanjutnya adalah

penyusunan laporan.

Page 63: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

BAB IV

PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

A. Paparan Data.

Pada bab ini akan diuraikan mengenai paparan data penelitian yang

mencakup beberapa hal, yaitu (1) Gambaran umum Desa Petungsewu Kecamatan

Wagir Kabupaten Malang (2) Struktur sosial budaya masyarakat Desa

Petungsewu Kecamatan Wagir Kabupaten Malang, (3) Gambaran pelaksanaan

tradisi “Selamatan Petik Pari”,(4) Makna yang terdapat dalam tradisi “Selamatan

Petik Pari” (5) Keterkaitan antara religi dengan tradisi “Selamatan Petik Pari”, (6)

Pergeseran dan perubahan dalam tradisi “Selamatan Petik Pari”.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peneliti telah memperoleh

dan mengumpulkan data-data berkaitan dengan rumusan masalah yang ada dalam

penelitian ini.

1. Gambaran Umum Desa Petungsewu

a. Keadaan Geografis

Petungsewu merupakan salah satu desa yang terletak di wilayah

Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang, Propinsi Jawa Timur. Desa ini berbatasan

dengan Desa Pandanrejo (Kecamatan Wagir) di sebelah timur, Desa Sumbersuko

(Kecamatan Wagir) di sebelah selatan, Gunung Kawi (Hutan), di sebelah barat,

dan Desa Sukodadi (KecamatanWagir) di sebelah utara.

Page 64: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

Gambar 4.1 Peta Desa Petungsewu

Desa dengan luas 504,85 hektar ini bukanlah desa yang terpencil

letaknya. Jarak Desa Petungsewu dengan kantor Kecamatan Wagir yang ada di

sebelah barat hanya sekitar 5 km.Kondisi jalan yang menghubungkan Malang ke

Desa Petungsewu cukup baik. Jalan sepanjang 5 km itu telah sepenuhnya berlapis

aspal, masing-masing di kiri-kanan 1 meter merupakan bahu jalan yang ditanami

pepohonan.

Angkutan umum yang bisa digunakan dari Malang (kota) menuju

Petungsewu adalah angkudes dan pick-up. Dari Malang seseorang dapat mencari

angkudes dengan huruf yang sesuai dengan jurusan asal, dengan pemberhentian

terakhir di Pandanrejo.

Desa Petungsewu bergelombang dengan ketinggian tempat antara 706

meter di atas permukaan laut. Makin ke timur yaitu ke arah kota Malang

medannya makin rendah. Jika dibandingkan dengan kota Malang yang

ketinggiannya rata-rata 10 meter, maka Petungsewu berada pada tempat yang

Page 65: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

tinggi. Oleh karena itu, jalan dari kota Malang ke Desa Petungsewu tampak

menanjak cukup tajam.

Menurut informasi pegawai kantor desa setempat, jumlah curah hujan di

daerah ini rata-rata adalah sekitar 2.156 mm/ tahun. Curah hujan paling banyak

terjadi pada bulan September sampai bulan Januari. Pada saat itu dimanfaatkan

petani untuk mengolah tanahnya. Kemudian pada bulan Maret sampai Agustus,

hujan jarang turun. Suhu udara setiap hari rata-rata berkisar antara 28ºC sampai

31ºC. Namun, suhu malam hari kadang-kadang mencapai 23ºC, hingga terasa

dingin. Pada siang hari suhu paling tinggi hanya mencapai 33ºC. Dengan

lingkungan alam yang seperti ini, sebagian besar tanah Petungsewu sangat cocok

untuk dibudidayakan sebagai areal persawahan dan kebun campuran.

b. Keadaan Demografi

1. Jumlah Penduduk

Pada tahun 2008, jumlah penduduk Desa Petungsewu sebanyak 4.082

jiwa. Selanjutnya, jumlah penduduk tahun 2009 sebanyak 4131 jiwa, sedangkan

tahun 2010 ini masyarakat Desa Petungsewu masih melaksanakan sensus

penduduk. Dari data jumlah penduduk berdasarkan gender tahun 2008-2009 ini,

jumlah penduduk Desa Petungsewu bertambah ± 49 jiwa (Tabel 4.1)

Page 66: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

Tabel 4. 1 Jumlah Penduduk Desa Petungsewu Berdasarkan Gender

Berdasarkan umur dan jenis kelaminnya, penduduk desa ini tergolong

merata pada setiap golongan umur. Penduduk antara umur 0-12 bulan berjumlah

sekitar 77 jiwa, umur antara 13 bulan-4 tahun berjumlah sekitar 234 jiwa, umur

antara 5-6 tahun berjumlah 95 jiwa, umur antara 7-12 tahun berjumlah 402 jiwa,

umur antara 13-15 tahun berjumlah sekitar 225 jiwa, umur antara 16-18 tahun

berjumlah sekitar 213 jiwa, umur antara 19-25 tahun berjumlah sekitar 546 jiwa,

umur antara 26-35 tahun berjumlah 760 jiwa, umur antara 36-45 tahun berjumlah

sekitar 684 jiwa, umur antara 46-50 tahun berjumlah sekitar 207 jiwa, umur antara

51-60 tahun berjumlah sekitar 635 jiwa.

2. Tingkat Pendidikan Penduduk

Pada tahun 2009, pendidikan formal penduduk Desa Petungsewu

mengalami kemajuan yang cukup baik dibandingkan dengan tahun-tahun

sebelumnya.Jumlah penduduk usia 10 tahun keatas yang buta huruf pada tahun

2009 berjumlah 31 jiwa, Jumlah penduduk tidak tamat SD/ sederajat pada tahun

2009 berjumlah 192 jiwa , jumlah penduduk tamat SD/ sederajat pada tahun 2009

berjumlah 536 jiwa, jumlah penduduk tamat SLTP/ sederajat pada tahun 2009

berjumlah 207 jiwa, jumlah penduduk SLTA/ sederajat pada tahun 2009berjumlah

45 jiwa. Penduduk yang tamat pendidikan tingkat perguruan tinggi (S1, D1, D2,

D3 ) pada tahun 2009 berjumlah 40 jiwa. Dalam hal ini tingkat pendidikan di

Desa Petungsewu mengalami kemajuan yang pesat dari setiap tahunnya.

Keterangan

Jumlah

TH. 2009

Jumlah Penduduk 4131

Jumlah Penduduk Laki-laki 2121

Jumlah Penduduk Perempuan 2010

Jumlah Kepala Keluarga 1250

Page 67: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

c. Stuktur Pemerintahan Dan Kelembagaan Desa Petungsewu

Kepemimpinan formal masyarakat Desa Petungsewu dipimpin oleh

seorang Kepala Desa yang oleh masyarakat disebut dengan nama Petinggi,

sedangkan untuk sekretaris desa biasa disebut dengan Carik.Jabatan Petinggi

diperoleh melalui pemilihan Petinggi. Dalam mengatur masyarakat Desa

Petungsewu, Petinggi menetapkan peraturan yang telah dibuatnya bersama-sama

dengan Badan Perwakilan Desa. Untuk membantu Petinggi menjalankan

pemerintahan desa, maka diangkatlah Kepala Urusan yang membawahi bidang-

bidang tertentu. Desa Petungsewu memiliki lima Kepala Urusan yaitu Kepala

Urusan Pemerintahan (Kaur Pemerintahan), Kepala Urusan Kesejahteraan Rakyat

(Kaur Kesra), Kepala Urusan Umum (Kaur Umum), Kepala Urusan

Pembangunan (Kaur Pembangunan) dan Kepala Urusan Keuangan (Kaur

Keuangan). Untuk pelaksanaan peraturan desa secara teknis di lapangan, maka

kewenangannya berada di tangan Kepala Dusun dengan dibantu oleh masing-

masing Ketua RT sehingga mereka dapat langsung berinteraksi dengan

masyarakat.

Mengenai bentuk kepemimpinan nonformal, diakui keberadaannya oleh

masyarakat Desa Petungsewu. Peran ini dipercayakan penuh kepada tokoh adat

masing-masing agama. Tokoh adat agama Hindu biasa disebut Pini

Sepuh,sedangkan untuk tokoh adat agama Islam biasa disebut Ustad.Adapun

wewenang yang dimiliki oleh tokoh adat misalnya memimpin ritual untuk

berkomunikasi dengan pemilik kekuatan supranatural yang sangat dihormati

seperti roh leluhur dan para makhluk gaib. Selain itu fungsi Pini Sepuh adalah

Page 68: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

sebagai media masyarakat untuk berkonsultasi mengenai masalah sosial

kemasyarakatan seperti perkawinan, pertanian dan pengobatan.

Terdapat kegiatan dalam rangka pemberdayaan dan kesejahteraan

masyarakat contohnya setiap satu tahun sekali diadakan pertemuan rutin antara

masyarakat setempat dengan para tokoh adat dan perangkat desa,dalam pertemuan

ini dibahas masalah-masalah yang berkaitan dengan Realisasi Rencana

Pembangunan Tahunan Desa(RPTD),Realisasi Peraturan Desa,Posyandu, Karang

Taruna dan hal-hal lain yang berkaitan dengan perkembangan desa.

2. Sturktur Sosial Masyarakat Desa Petungsewu

a. Kondisi Sosial-Ekonomi

Desa Petungsewu merupakan dataran yang memiliki luas tanah datar

sekitar 637 ha dan pegunungan sekitar 47 ha, tingkat kesuburan tanahnya sangat

subur yaitu sekitar 91 ha, subur 151 ha, sedang 311 ha.Sehingga sangat cocok

untuk sektor pertanian. Selain itu, memiliki 2 jenis potensi irigasi yang dimiliki

yaitu sungai dan mata air yang digunakan untuk mendukung pertanian. Hasil

perkebunannya juga meningkat seperti cengkeh, kacang tanah, jagung, ubi kayu,

terong, Lombok,tanaman lainnya. Ketersediaan air di Desa Petungsewu cukup

untuk budidaya dalam bidang pertanian/ peternakannya.

Penduduk Desa Petungsewu merupakan masyarakat pertanian yang

bersikap terbuka terhadap perkembangan teknologi dan informasi. Dalam

kehidupan sehari-hari mereka sudah menggunakan peralatan elektronika dan

berteknologi canggih seperti hand phone, antena parabola dan mesin penyemprot

hama.

Page 69: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

(Gambar 4.2 Sawah penduduk yang membentang sepanjang jalan)

Mata pencaharian penduduk Desa Petungsewu sebagian besar bekerja

sebagai petani yang berjumlah sekitar 733 jiwa, ternak berjumlah sekitar 131 jiwa,

industri kecil/ kerajinan berjumlah 101 jiwa dan dalam bidang jasa/ perdagangan

berjumlah sekitar 177 jiwa (Tabel 4.2). Dalam kenyataanya, warga desa ini

memang tampak rajin bekerja. Hampir seluruh warga bekerja semuanya sibuk

dengan kegiatannya masing-masing.

Tabel 4.2 Struktur Mata Pencaharian Penduduk

No. Keterangan Jumlah

Orang

1. Petani 733

2. Ternak 131

3. Industri kecil / Kerajinan 101

4. Jasa / Perdagangan 177

b.Kondisi Sosial-Budaya

Masyarakat Desa Petungsewu merupakan masyarakat yang memegang

teguh ajaran yang telah nenek moyang mereka berikan, hal ini terbukti dengan

selalu diadakannya upacara adat yang diikuti semua masyarakat.Mereka bersama-

Page 70: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

sama menjalankan tradisi dan saling bergotong royong dalam melakukan kegiatan

yang berkaitan dengan desa mereka.

Kesenian yang berkembang di Desa Petungsewu adalah kesenian

Barongsai, Leangleong, dan Pencak silat “Rukun Santoso”. Kesenian barongsai

merupakan seni tari menggunakan boneka menyerupai naga yang berasal dari

cina. Kesenian barongsai dilestarikan dan dikembangkan oleh sekelompok

pemuda yang bergabung didalam Grup Kesenian Barongsai “Singo Rejo” yang

dipimpin oleh Bapak Sutrisno. Adapun jumlah anggota dari grup kesenian Singo

Rejo ini ada 20 orang yang semuanya terdiri pria muda.

Kesenian ini dipentaskan jika ada masyarakat sedang melangsungkan

acara khitanan atau pernikahan,dan ketika ada para wakil rakyat yang berkunjung

ke desa mereka.Sedangkan untuk Kesenian Leangleong dipentaskan ketika acara

menyambut kemerdekaan Indonesia,Leangleong adalah sejenis naga-nagaan yang

diarak mengelilingi dan dipercaya bisa membawa aura negatife yang terdapat

didesa,sedangkan untuk kesenian Pencak silat mereka berlatih satu minggu sekali

di kediaman Bapak Daimun.

Masyarakat Desa Petungsewu selalu mengadakan kegiatan secara

bergotong royong,misalnya saja dalam kegiatan Bersih Desa,menyambut hari

besar keagamaan,hari kemerdekaan,upacara adat yang berkaitan dengan pertanian

maupun peternakan.Kehidupan sosial di Desa Petungsewu berjalan baik,terjalin

komunikasi yang baik antara para sesepuh desa dan pemuda desa,kerukunan pun

terjalin dengan baik.

Page 71: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

c. Tradisi dan Keyakinan Masyarakat Desa Petungsewu

Agama yang dianut oleh sebagian besar masyarakat di Desa Petungsewu

adalah Hindu, Islam dan Kristen. Untuk melaksanakan ibadahnya maka

disediakan beberapa sarana peribadatan yaitu pura, masjid dan langgar. Setiap hari

berkumandang adzan pada saat memasuki waktu shalat. Tidak semua penduduk

menjalankan ibadah shalat secara disiplin, walaupun mereka mengaku beragama

Islam. Hanya beberapa orang saja dengan berpakaian jubah yang rajin shalat

berjamaah di Masjid Jami’ Al-Karim dan Masjid Al-Ikhlas adalah salah satu

Masjid di Desa Petungsewu yang berada di Dusun Codo. Sementara itu, umat

Hindu rutin setiap sore hari mulai pukul 18.00 WIB beribadah di Pura yang

terdekat dengan tempat tinggalnya. Rangkaian peribadatan yang dilakukan oleh

umat Hindu di Pura Indra khila selalu didahului dengan melantunkan tembang

pujian untuk Sang Hyang Widhi Wasa yang dilanjutkan dengan Puja Tri Sandhya

dan pembagian bija. Bija adalah beras dan percikan air suci yang dibagikan oleh

pemangku persembahyangan kepada umat setelah sembahyang selesai. Meskipun

ada beberapa penduduk yang beragama Kristen, namun di Desa Petungsewu tidak

terdapat gereja.

Agama Islam, Hindu dan Kristen berkembang berdampingan dengan

kepercayaan masyarakat Petungsewu yaitu kepercayaan kepada roh nenek

moyang, dedemit, sang mbaurekso dan kepercayaan pada tempat-tempat yang

dianggap keramat. Oleh karena itu masyarakat Desa Petungsewu selalu

melaksanakan upacara adat secara berkala yang dipimpin oleh seorang tokoh adat

yang sangat dihormati dan disegani.Adapun wewenang tokoh adat adalah

Page 72: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

memimpin segala hal yang berhubungan dengan adat dan tempat bagi warga

untuk berkonsultasi tentang hal-hal yang berkaitan dengan ritual-ritual tertentu.

Masyarakat Desa Petungsewu masih menjalankan tradisi-tradisi yang

telah ada sejak zaman nenek moyang mereka sendiri,baik dalam kelahiran

anak,perkawinan,sampai tradisi dalam kematian masih memakai tradisi-tradisi

Jawa.Masyarakat Desa Petungsewu masih melakukan ritual-ritual yang bersifat

magis,misalnya pada malam jumat legi mereka memberikan sesaji dikuburan –

kuburan keluarga yang dihormati,mereka menganggap roh baik akan menjaga

desa mereka jika mereka memberikan sesajian pada malam jumat legi,karena

sebagian besar masyarakat Desa Petungsewu bekerja sebagai petani maka tradisi

selamatan yang berkaitan dengan lahan pertanian sangat penting didesa ini,

sebagai contoh diadakannya tradisi “Selamatan Petik Pari” dengan memberikan

sesajian kepada Dewi Sri dengan membakar ikatan jerami dimana didalamnya

sudah diletakan kemenyan.

Yang menarik mereka menjalankan tradisi ini dengan keyakinan yang

berbeda.Masyarakat Desa Petungsewu yang memiliki dua keyakinan mayoritas

yang berbeda yaitu Hindu dan Islam,tetapi mereka tetap hidup harmonis dengan

memegang teguh toleransi,tidak ada konflik-konflik yang berkaitan dengan

perbedaan itu,mereka terlihat rukun,bergotong royong melakukan kegiatan untuk

kemajuan desa mereka.Contoh-contoh lain kerukunan antar umat beragama di

Desa Petungsewu adalah keberadaan tempat ibadah umat Islam (Masjid) dan

tempat ibadah umat Hindu ( Pura) yang jaraknya hanya 200 m.Jika masyarakat

Islam sedang melaksanakan shalat maka masyarakat yang beragama Hindu

menghormati dengan tidak membuat keramaian didekat mesjid tersebut,begitupun

Page 73: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

sebaliknya jika umat Hindu sedang melakukan ibadah NYEPI maka yang

beragama Islam akan menghormati dengan tidak melakukan kegiatan yang

menganggu konsentrasi mereka yang sedang melakukan ibadah tersebut.

(Gambar 4.3 Pura dan Masjid yang jaraknya hanya 200 m )

Kegiatan religi bagi yang beragama Islam adalah mengadakan

pengajian ibu-ibu pada setiap malam jumat,dan untuk bapak-bapak selalu

diadakan hajatan baik dalam menyambut hari besar agama islam maupun yang

berkaitan dengan pertanian dan peternakan.Sedangkan untuk yang beragama

Hindu setiap minggu pagi selalu mengadakan pertemuan dengan tokoh adat dan

melakukan kegiatan keagamaan yang disebut Pasraman,yaitu membaca puji-

pujian kepada Hyang Widhi.

Toleransi yang begitu tinggi ini juga mereka perlihatkan ketika mereka

bersama-sama melakukan tradisi “Selamatan Petik Pari”, jika yang mempunyai

hajat adalah seseorang yang beragama Islam maka doa yang dipakai adalah doa

selamat yang ditujukan kepada Yang Maha Esa,tetapi masyarakat yang beragama

Hindu tetap ikut berpartisipasi dalam tradisi ini,begitupun sebaliknya.Karena

mereka bersama-sama menganggap bahwa tradisi yang telah nenek moyang

mereka jalankan harus tetap mereka lakukan untuk keselamatan bersama.

Page 74: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

3. Tradisi “Selamatan Petik Pari” yang dilaksanakan di Desa Petungsewu

Kecamatan Wagir Kabupaten Malang

Tradisi “Selamatan Petik Pari” telah ada dari zaman nenek

moyang.Masyarakat Desa Petungsewu yang mayoritas bekerja sebagai petani

telah lama menjalankan tradisi ini,dari keterangan Bapak Daimun selaku sesepuh

desa dan tokoh adat agama Hindu menyatakan bahwa tradisi ini telah ada dari

nenek moyang Orang Jawa yang percaya adanya dewi penjaga padi yaitu Dewi

Sri.Salah satu sesajian yang dianggap penting bagi masyarakat Petungsewu adalah

sesajian dalam membuka lahan pertanian sampai masa panen tiba. Masyarakat

desa ini mempercayai adanya Dewi Sri yang menjaga tanaman agar tidak terkena

hama padi dan mendapatkan hasil panen berlimpah.

Petik Pari sering dikaitkan dengan dengan ucapan rasa syukur atas

kebaikan Dewi Sri yang dianggap Dewi Padi, Dalam mitos Dewi Sri dianggap

sebagai orang pertama yang menanam padi di Jawa.

Menurut Bapak Daimun selaku tokoh adat agama Hindu Pada zaman

dahulu kala, penghormatan kepada Dewi Sri Pada merambah sampai kerumah-

rumah Orang Jawa. Oleh karena itu, pada setiap rumah petani, hampir selalu ada

ruangan khusus yang digunakan untuk meletakkan seikat padi, tebu dan kelapa

sebagai tanda penghormatan kepada Dewi Sri. Barang-barang itu mereka yakini

sebagai simbol agar mereka mendapatkan kemakmuran dan rezeki yang

melimpah dalam kehidupan dan pekerjaan.

Bapak Tamat selaku tokoh masyarakat Islam menyatakan:

Tradisi ini telah ada dari zaman nenek moyang dulu,tujuannya juga sama

yaitu membuat tanaman padi jadi bagus,hasil panen melimpah,dan tidak

ada hama yang menyerang padi.hanya sekarang sudah ada perubahan

Page 75: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

dalam tatacara pelaksanaan tradisi tersebut.tapi doa nya tetap sama yaitu

doa selamat. (wawancara, 30 Oktober 2010, 12.30 WIB, di rumah bapak

tamat)

Bapak Samain selaku Masyarakat beragama Islam mengemukakan:

Tradisi “Selamatan Petik Pari” ini sudah menjadi bagian dari masyarakat

Desa Petungsewu,karena mayoritas masyarakat adalah petani,dan mereka

menyakini bahwa tanaman padi tersebut ada yang menjaganya yaitu

seorang dewi yang bernama Dewi Sri,sebenarnya sejak membuka lahan

pertanian sudah ada tradisi selamatannya hingga menjelang

panen.tujuannya untuk menghormati Dewi Sri yang telah menjaga lahan

pertanian mereka,dan agar panen padi bisa berlimpah. (wawancara,1

November 2010, 10.00 WIB, dirumah Bapak Saimun).

Bapak Sutrisno selaku Masyarakat beragama Hindu mengemukakan :

Tradisi ini telah ada dari zaman nenek moyangnya Orang Jawa, jadi

sekarang kami hanya menjalankan apa yang telah mereka lakukan karena

yang mereka lakukan bisa membawa keselamatan kepada anak cucu

kami.(wawancara, 5 november 2010,dirumah Bapak Sutrisno)

a. Uborampe Selamatan Petik Pari

(Gambar 4.4 uborampe)

Sebelum melaksanakan upacara selamatan disawah,hal pertama yang

dilakukan oleh para ibu-ibu adalah menyiapkan sesajian dirumah yang melakukan

hajat.Sesajian yang dimasyarakat Desa Petungsewu lebih dikenal dengan nama

uborampe yang didalam sesajian tersebut berisikan kaca, sisir rambut, benang,

sehelai kain kafan, pisang 2 sisir, kemenyan,bunga warna warni, air putih dalam

Page 76: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

botol berbentuk kendi kecil,pisang 2 sisir, dan seikat jerami kering yang

dibungkus daun pisang.

Selain menyiapkan sesajian para ibunya menyiapkan nasi tumpeng

beserta lauk pauknya yang masyarakat Desa Petungsewu menyebutnya

takir,didalam takir tersebut terdapat berbagai macam lauk pauk dan aneka kue

berwarna warni yaitu ayam goreng, urap-urap, sambel goreng, perkedel, tempe,

mie goreng,ayam goreng,tahu bumbu bali,acar timun,seta kue-kue tradisional

buatan sendiri seperti nogosari, pisang goreng, kue bugis, serta sebutir telur.

(Gambar 4.5 Tumpeng/takir)

Semua makanan ini diletakan diatas tempat yang masyarakat Desa

Petungsewu menyebutnya encek yaitu anyaman dari bambu.

Page 77: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

(Gambar 4.6 sesajian diletakan diatas encek)

Berdasarkan hasil wawancara pada pernyataan di atas, peneliti

menyimpulkan asal-usul tradisi “Selamatan Petik Pari” adalah tradisi yang telah

ada dari zaman nenek moyang,dan telah turun temurun dilakukan masyarakat

petani Desa Petungsewu. Pengaruh kebudayaan Hindu di Desa Petungsewu ini

menambah pembendaharaan simbolisme dan pemujaan kepada Dewa-Dewi

hindu,hasil asimilasi inilah yang melahirkan Dewi Sri, tokoh simbolik masyarakat

petani Jawa,dan tradisi “Selamatan Petik Pari” ini ditujukan khusus kepada Dewi

Sri agar melindungi tanaman padinya terhadap gangguan-gangguan hama

tanaman padi,dan mendapatkan hasil panen yang berlimpah, selain itu tujuan

diadakan tradisi “Selamatan Petik Pari” ini ditujukan untuk mereka yang berjasa

membantu dalam pengerjaan sawahnya.

b.Pelaksanaan Tradisi “Selamatan Petik Pari” di Desa Petungsewu

Kecamatan Wagir Kabupaten Malang

Salah seorang warga Desa Petungsewu menggelar acara tradisi

“Selamatan Petik Pari” sebagai rasa syukur atas panen yang melimpah tahun

ini.Ritual ini dipimpin oleh bapak Daimun selaku tokoh adat masyarakat Hindu,

dilengkapi nasi tumpeng dan aneka sesajian.

Page 78: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

(Gambar 4.7 Seorang warga membawa perlengkapan sesajian dan

Encek ke sawah yang hendak panen)

Upacara diawali dengan iring-iringan warga yang membawa sesajen

yang terdiri dari nasi tumpeng beserta lauk-pauknya, bubur merah putih dan alat-

alat sesajian seperti sisir rambut, kaca, benang, ani-ani (pemotong padi

tradisional), sehelai kain kafan, pisang dua sisir,kemenyan dan jerami kering yang

dibungkus daun pisang. Sesajian dibawa ketepi sawah yang siap panen.

(Gambar 4.8 Tokoh adat dan seorang warga membakar kemenyan

sambil membaca mantra disawah yang hendak panen)

Bapak Daimun selaku tokoh adat menyambut rombongan pembawa

sesaji dengan ritual khusus sesajen dijejer dan dibacakan mantra-mantra dan doa –

doa selamat. Setelah itu seseorang didaulat membakar dupa dan kemenyan,

kemudian sambil membaca doa-doa bapak Daimun memotong seikat padi yang

siap panen lalu disisipkan disela-sela sesajian yang berada didalam

uborampe,sebotol air putih disiramkan dipojok sudut lahan yang akan dipanen

smbil membacakan mantra dan doa-doa.

Page 79: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

Dipenghujung ritual,takir yang berisi makanan lengkap beserta lauk

pauknya dibagikan merata kepada mereka yang bekerja dalam penggarapan dan

mereka yang datang pada acara “Selamatan petik pari” ini.

(Gambar 4.9 Padi yang telah dipotong dibawa kerumah untuk

didoakan kembali).

Padi yang telah dipotong dengan ani-ani dan diikat dengan benang dan

sisa takir dibawa pulang selanjutnya diadakan hajatan lagi dengan membaca doa-

doa selamat dihadapan takir,setelah itu takir boleh dimakan oleh orang-orang

yang membantu dalam pelaksanaan hajatan.

Bapak Daimun selaku tokoh masyarakat Hindu menyatakan:

Sebelum melaksanakan selamatan petik pari pertama yang harus

disiapkan adalah sesajian yang terdiri dari berbagai macam benda yang

telah ditentukan seperti kaca, sisir rambut, benang untuk mengikat padi,

ani-ani untuk memotong padi, sehelai kain kafan, pisang dua sisir,

kemenyan,dan seikat jerami yang dibungkus daun pisang. Selain itu

disiapkan juga tumpeng atau takir yang berisi makanan beserta lauk

pauknya dan aneka kue-kue tradisional yang dibuat sendiri seperti ayam

goreng, urap-urap, tempe, perkedel,sambal goreng,pisang goreng,

nogosari, kue bugis (wawancara 30 oktober 2010, 15.30 WIB di rumah

bapak Daimun)

1. Mantra dan doa-doa

Mantra dan doa –doa yang

digunakan dalam tradisi “Selamatan petik

Page 80: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

pari” disesuaikan dengan keyakinan yang mempunyai hajat.dikarenakan desa

Petungsewu mempunyai dua agama mayoritas yaitu Islam dan Hindu, maka doa

dan mantra-mantra yang digunakan dalam tradisi ini disesuaikan dengan agama

yang mempunyai hajat.kalau beragama islam doa yang digunakan adalah doa

selamat, sedangkan doa untuk yang beragama hindu adalah doa kepada hyang

widhi, meskipun berbeda dalam penyampaian doa tetapi mempunyai tujuan yang

sama yaitu untuk mendapatkan hasil pertanian yang baik dan menghormati Dewi

Sri sebagai dewi yang menjaga tanaman padi mereka.

BapakTamat selaku tokoh masyarakat islam menyatakan:

Doa yang digunakan dalam tradisi “selamatan petik pari bagi ynag

beragama islam adalah doa selamat. Doa ini ditujukan kepada yang maha

kuasa agar panen berlimpah dan ditujukan untuk mereka yang membantu

dalam pengerjaan menanam padi hingga panen.

Doa selamat dalam tradisi “selamatan petik pari” menurut agama

islam

Illahatiratil nabil mustopa waala alihi wasabihi waayani walmursalin

walhamdulillah hissabil alamin.

Allahhumma fin lil mukminina wal ahya inmukminat wal muslimin wal

mukminat wal ahya inminhum wal anwat.

Allahhumma innanasaluka salaamatan fiddin fidunya walakhirah

walfiadatun fil rezkyi,walafiadan fil zakat,warahmatan

indalmaut,waltaubatan rabbal maut, wamahfirratan ba’dan maut,walfa

indahiraf wasalamun alal mustaqim

Walhamdulillah hirabbilalamin

Amin,,,,,,,

Page 81: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

Makna dari doa selamat ini adalah:

Meminta keselamatan dalam pelaksanaan panen,dan rasaa syukur karena

diberikan hasil panen yang terhindar dari hama padi.

Bapak Daimun selaku tokoh masyarakat hindu menyatakan:

Doa yang di gunakan dalam tradisi ini adalah doa meminta kepada Hyang

Widhi dan Dewi Sri sebagai Dewi kesuburan (wawancara 1 november

2010, 10.00 WIB di rumah bapak Daimun didesa petungsewu ).

Doa selamatan petik pari menurut agama Hindu

Niat tingsung metik mbok Dewi Seri, tak petik sak uli cukul rang uli,sesek

ngarep sesek mburi,mandel ngarep mandel mburi,mandel sangking

kersaning Hyang widhi

Om angkang kasul kayanamah swaha

Om Swanasti swasti sarwa,suka, pradana yan namanah swaha

Om Anugerah Manoharah

Dewa data nugrahakam, hiyan ca-nam sarwa bhujanam, namu sarwa

nugrahakam

Dewa- Dewi maha sidhi, yadmi, ka tamu latidam

Laksmi sidica dirgayah mirwigenam suka wirditel

Om Gring anugerahar cana ya namu namal suaha

Makna dari doa tersebut:

Meminta kepada Hyang widhi atau yang maha kuasa dan kepada dewi

penjaga lahan pertanian agar diberikan keselamayan dalam kerja, dan

diberikan hasil panen yang berlimpah.

c. Makna-Makna Dalam Tradisi “Selamatan Petik Pari”

Pengaruh kebudayaan hindu di masyarakat Desa Petungsewu menambah

simbolisme masyarakatnya itu sendiri,masyarakat Hindulah yang mengenalkan

Page 82: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

adanya penghormatan dan pemujaan kepada dewa dan dewi, tetapi dengan

toleransi yang begitu tinggi dan karena telah adanya alkuturasi percampuran

perkawinan dimasyarakat Desa Petungsewu maka masyarakat yang beragama lain

pun menyakini adanya Dewi penjaga lahan pertanian.Makna-makna yang terdapat

didalam tradisi ini adalah terbentuknya sistem kekeluargaan yang biarpun berbeda

tetapi mereka tetap memegang tradisi yang telah diturunkan kepada mereka oleh

para leluhur yang terdahulu.

Menurut Bapak Daimun selaku tokoh masyarakat Hindu mengemukkan

bahwa makna diadakannya selamatan ini adalah karena kita harus menghormati

apa yang leluhur kita terdahulu lakukan, jika apapun yang kita lakukan ingin

berjalan lancar maka kita harus memberikan Penghormatan kepada menjaga alam

ini agar selalu diberikan keselamatan, makna lain dari tradisi ini adalah untuk

memberikan penghormataan kepada Dewi Sri karena telah memberikan hasil

panen yang bagus dan berlimpah.

(Gambar 5.1 Bapak Daimun selaku tokoh masyarakat Hindu).

Bapak Tamat selaku tokoh masyarakat Islam Desa Petungsewu

mengemukakan bahwa makna selamatan ini semata-mata meminta kepada yang

maha kuasa agar panen hasinya baik ,tidak ada hama yang menyerang padi,karena

masyarakat disini percaya kalau padi itu ada yang menjaganya,tetapi tetap

Page 83: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

meminta doanya kepada allah melalui perantara dewi Sri yang menjaga padi

tersebut.

.

(Gambar 5.2 Bapak Tamat selaku tokoh masyarakat Islam)

Berdasarkan pernyataan di atas, peneliti dapat mengambil kesimpulan

tentang makna-makna yang terdapat dalam tradisi “Selamatan Petik Pari” adalah

merupakan salah satu usaha manusia sebagai jembatan antara dunia manusia

dengan dunia ritus (Dewa-dewi atau Tuhannya), melalui tradisi “Selamatan Petik

Pari” ini diharapakan bisa menghubungkan manusia dengan leluhur, dan

Tuhannya dan akan diberikan keselamatan dalam penggarapan lahan pertanian.

4. Keterkaitan Antara Religi dan Tradisi pada Tradisi “Selamatan Petik

Pari”

a. Fenomena Alkulturasi

Desa Petungsewu mempunya keyakinan mayoritas yang berbeda yaitu

Islam dan Hindu,biarpun berbeda mereka hidup rukun.Bersama-sama

menjalankan tradisi yang telah nenek moyang mereka lakukan,salah satu tradisi

yang masih bersama-sama masyarakat lakukan adalah tradisi “Selamatan Petik

Pari”.

Pengaruh kebudayaan Hindu dimasyarakat Desa Petungsewu menambah

simbolisme masyarakatnya itu sendiri, masyarakat Hindulah yang mengenalkan

adanya penghormatan dan pemujaan kepada Dewa-dewi,tetapi dengan adanya

Page 84: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

toleransi yang begitu tinggi mereka bersama-sama saling membantu dalam

menjalankan tradisi ini.Masyarakat Islam diDesa Petungsewu pun menyakini

adanya Dewi penjaga lahan pertanian.

Menurut Bapak Daimun selaku tokoh adat agama Hindu alkuturasi

percampuran pernikahan antara yang beragama Hindu dan Islam juga

mempengaruhi terjadinya toleransi yang begitu erat,tidak terjadi konflik-konflik

dalam bermasyarakat,masyarakat di Desa ini bersama-sama menjalankan tradisi

yang telah nenek moyang mereka lakukan sejak turun temurun.

b. Persepsi-Persepsi Masyarakat Terhadap Tradisi “Selamatan Petik Pari”

Melalui pergaulannya dengan berbagai kekuatan alam,timbullah

pemahaman dikalangan Orang Jawa bahwa setiap gerakan, kekuatan, dan kejadian

di alam disebabkan oleh mahluk-mahluk yang berada disekitarnya.Keyakinan

hasil didikan alam ini terus dianut oleh Orang Jawa secara turun temurun, bahkan

ketika Orang Jawa sudah banyak menganut agama formal,seperti

Islam,Hindu,Nasrani,dan pemujaan terhadap kekuatan alam tidak

ditinggalkan.Tampaknya agama yang mereka anut tidak mampu menghilangkan

keyakinan terhadap kekuatan alam.

Masyarakat beragama Islam mempunyai persepsi berbeda dari agama

lain terhadap tradisi yang diturunkan nenek moyang mereka ini,meskipun dalam

agama Islam ada sebagian ulama yang menganggap syirik hal-hal yang berkaitan

dengan mistik,sesaji,mantra-mantra,tetapi sebagian lain dari mereka masih

memuja kekuatan-kekuatan alam.Pemujaan ini merupakan ajaran dari nenek

moyang mereka,yang diikuti secara sadar maupun tidak.

Page 85: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

Menurut Bapak Tamat selaku Tokoh adat Islam masyarakat Islam Desa

Petungsewu masih mempercayai adanya kekuatan-kekuatan alam yang

mengelilingi desa, jadi untuk menghormati kekuatan-kekuatan alam tersebut

mereka melakukan tradisi yang khusus dipersembahkan kepada alam.Masyarakat

Desa ini menganut Islam kejawen yaitu memahami kepercayaan pada berbagai

macam roh yang dapat menimbulkan masalah, bahaya, kecelakaan atau penyakit

apabila mereka dibuat marah atau penganutnya tidak memberikan sesajen yang

dipercaya dapat menghindarkan manusia dari bebagai hal yang tidak diinginkan.

Sesajian yang penting di Desa ini adalah sesajian untuk lahan

pertanian,masyarakat petani Islam didesa ini percaya bahwa doa-doa yang mereka

tujukan kepada Yang Maha Kuasa akan sampai melalui tradisi “Selamatan Petik

Pari “ dan keselamatan akan diberikan dalam penggarapan lahan pertanian ini.

Berbeda pula persepsi masyarakat Hindu, masyarakat Hindulah yang

mengenalkan adanya Dewa- Dewi dalam pemujaan doa-doa mereka,tidak ada

kesulitan dalam pelaksanaan tradisi ini karena yang mereka yakini sebagai

penjaga lahan pertanian adalah Dewi Sri, hal ini mereka dapatkan juga dalam

pengajaran agamanya.Doa-doa dan mantra yang ditujukan juga sangat

jelas,langsung tertuju kepada sang Dewi kesuburan.

Menurut Bapak Daimun selaku tokoh masyarakat Hindu mengemukakan

bahwa keterkaitan antara religi dengan tradisi “Selamatan Petik Pari” adalah bagi

masyarakat Hindu mereka telah mengenal adanya dewa-dewi dan memuja

penjaga alam semesta, jadi penting bagi mereka menghormati Dewi Sri sebagai

penjaga lahan pertanian mereka.Tradisi yang sangat penting bagi masyarakat

petani di Desa Petungsewu, karena mereka menganggap jika tradisi ini tidak

Page 86: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

dilakukan maka dewi akan marah dan tidak akan menjaga padi yang ditanam,jadi

dengan tetap menjalankan tradisi ini mereka juga tetap menjaga religius atau

keyakinan mereka,dan sampai sekarang tetap berjalan baik.

Menurut Bapak Sutrisno selaku masyarakat beragama Hindu Desa

Petungsewu menyatakan:

Keterkaitan antara nilai religius dengan tradisi “Selamatan Petik Pari

adalah dengan menjalankan tradisi yang telah ditetapkan para leluhur

maka kita percaya adanya kekuatan yang lebih besar didunia ini.

(wawancara, 1 November 2010, 12.00 WIB, di rumah Bapak Sutrisno)

Menurut Bapak Samain selaku masyarakat beragama Islam Desa

Petungsewu menyatakan:

Keterkaitan tradisi “Selamatan petik pari” dengan religi masyarat didesa

ini adalah dengan menjalankan tradisi ini berarti kami didesa ini

menyakini Tuhan akan mengabulkan doa-doa yang kami panjatkan, jadi

kaitannya erat sekali, karena saya berpendapat jika hanya

memohon(berdoa) kepada tuhan tanpa melakukan selamatan maka sia-sia

lah doa kami,begitupun sebaliknya jika kami hanya melakukan tradisi

selamatan tanpa berdoa kepada yang maha kuasa maka sia-sialah tradisi

tersebut.

(wawancara 1 November 2010, 13.00 WIB di rumah Bapak Samain).

Jadi berdasarkan pernyataan diatas keterkaitan antara nilai-nilai religius

dengan tradisi Selamatan Petik Pari adalah sangat berkaitan,hal ini dikarenakan

dalam pelaksanaan tradisi “Selamatan Petik Pari” selain memakai sesajian yang

telah ditetapkan tokoh adat (sesepuh desa) dihadapan sesajian itu mereka

memberikan doa yang ditujukan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan Dewi Sri

sebagai penjaga lahan pertanian.

Dalam “Selamatan Petik Pari” bentuk komunikasi manusia dengan Dewi

penjaga lahan pertanian melalui jajanan,kemenyan,dan sarana lainnya. Mereka

menyakini dengan memberikan sesajian kepada Dewi Sri akan mendapatkan

keselamatan dan hasil panen yang berlimpah,maka dari itu tradisi yang telah ada

Page 87: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

turun temurun ini selalu dilaksanakan masyarakat Desa Petungsewu,tanpa

mengesampingkan ajaran agama atau keyakinannya masing-masing.

5. Perubahan dan Pergeseran Dalam Tradisi “Selamatan Petik Pari”

a. Aspek yang berubah

Dalam tradisi ini terjadi sedikit perubahan dalam sesajian,dahulu sesajian

yang dianggap penting dan harus lengkap,tetapi karena zaman yang modern

terjadilah pergeseran makna-makna dalam tradisi,alat-alat sesajian pun mulai

dikurangi,misalnya saja memotong padi yang dahulu memakai ani-ani sekarang

diganti memakai arit,dalam memberikan sesajian makanan juga mengalami

perubahan,sekarang disesuaikan dengan keadaan yang berhajat,tidak dipaksakan.

Menurut Bapak Daimun selaku tokoh adat mengemukakan dalam Sistem

Sosial mengalami sedikir pergeseran, hal ini dikarenakan tradisi “Selamatan Petik

Pari” ini dianggap sebagai tradisinya para sesepuh,jadi para pemuda desa tidak

mengerti makna diadakannya selamatan tersebut,Dalam Sistem religinya tidak

mengalami perubahan karena masyarakat masih memegang teguh apa yang telah

para leluhur mereka lakukan.

c. Tanggapan terhadap perubahan

Menurut Bapak Daimun selaku Tokoh adat,masyarakat Desa Petungsewu

tidak terlalu menanggapi perubahan yang terjadi dalam tradisi ini dikarenakan

mereka hanya mengikuti apa yang telah lama dijalankan,meskipun ada

perubahan dan pergeseran dalam peralatan sesaji tetapi masyarakat tetap

menjalankan tradisi,karena yang mereka menyakini bahwa apapun yang terjadi

dengan desa mereka semua adalah berkat kekuatan lain dialam ini,sehingga

tradisi-tradisi yang berhubungan dengan alam tetap harus dijalankan.

Page 88: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

Menurut Bapak Sutrisno selaku masyarakat Desa Petungsewu perubahan

yang terjadi di tradisi ini adalah karena zaman yang telah modern,sehingga

kalangan pemuda desa tidak mau lagi mengikuti apa yang telah leluhur kami

jalankan dari dulu, kurangnya informasi membuat makna tradisi ini terjadi

pergeseran,dari yang sangat sakral menjadi hal yang biasa saja.

Jadi menurut pernyataan diatas terjadi perubahan dan pergeseran dalam

tradisi “Selamatan Petik Pari” ini,dikarenakan beberapa hal yaitu kurangnya

sosialisasi kepada pemuda-pemuda desa sehingga banyak yang tidak mengetahui

apa itu “Selamatan Petik Pari”, mereka hanya mengikuti apa yang sesepuh desa

perintahkan tanpa mengetahui makna yang terdapat dalam tradisi tersebut, faktor

lain adalah karena zaman yang telah modern,sehingga sulit menemukan alat-alat

sesaji,sehingga mereka menjalankan tradisi dengan alat-alat sesaji yang seadanya.

B. Temuan Penelitian

1. Asal-usul Tradisi “Selamatan Petik Pari” yang Dilaksanakan di Desa

Petungsewu Kecamatan Wagir Kabupaten Malang

Berdasarkan paparan data yang telah diuraikan sebelumnya, temuan

penelitian menunjukkan bahwa tradisi “Selamatan Petik Pari” hidup dan

berkembang di kalangan rakyat mulai nenek moyang.

Petik Pari adalah adalah suatu tradisi Orang Jawa yang sampai saat ini

masih terus dipertahankan, sebagian Orang Jawa menyakini jika melaksanakan

tradisi ini maka manuasia akan diberikan keselamatan dalam penggarapan lahan

pertaniannya,dijauhkan dari hama padi,dan mendapatkan hasil panen yang bagus

dan berlimpah.

Page 89: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

Petik Pari sering dikaitkan dengan dengan ucapan rasa syukur atas

kebaikan Dewi Sri yang dianggap dewi padi, Dalam mitos Dewi Sri dianggap

sebagai orang pertama yang menanam padi di Jawa.

Pada zaman dahulu kala, penghormatan kepada Dewi Sri Pada jaman

dahulu merambah sampai ke rumah-rumah Orang Jawa. Oleh karena itu, pada

setiap rumah petani, hampir selalu ada ruangan khusus yang digunakan untuk

meletakkan seikat padi, tebu dan kelapa sebagai tanda penghormatan kepada

Dewi Sri. Barang-barang itu mereka yakini sebagai simbol agar mereka

mendapatkan kemakmuran dan rezeki yang melimpah dalam kehidupan dan

pekerjaan.

Apabila kita mengamati tradisi “Selamatan Petik Pari” lebih jauh, kita

akan menemukan banyak hal yang menarik. Petik Pari merupakan ungkapan akan

penghayatan agama asli Orang Jawa. Dalam kehidupan Orang Jawa, kita masih

dapat menemukan kepercayaan animisme dan dinamisme yang menjadi

keyakinan asli mereka. Yang lebih mengherankan, seringkali Orang Jawa juga

beragama Muslim entah sebagai abangan, santri atau bahkan beragama sebagai

priyayi. Masuknya agama Hindu kepulau Jawa juga menambah simbol-simbol

religi dikalangan masyarakat,seperti kepercayaan terhadap dewa dan dewi penjaga

alam semesta. namun demikian, tradisi “Selamatan petik pari” tetap mendapat

tempat khusus bagi Orang Jawa tersebut tanpa memperhitungkan sungguh bentuk

agamanya.

Page 90: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

2. Pelaksanaan tradisi “Selamatan Petik Pari” yang dilaksanakan di Desa

Petungsewu Kecamatan Wagir Kabupaten Malang

Berdasarkan paparan data yang telah diuraikan sebelumnya, temuan

penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan tradisi “Selamatan Petik Pari” ini

masih sering dilakukan oleh warga Desa Petungsewu.

Tahap-tahap persiapan dalam pelaksanaan tradisi “Selamatan Petik Pari”

adalah. :

a) Menyiapkan sesajian

Dalam proses “Selamatan Petik Pari” dipersiapkan berbagai kelengkapan

atau uborampe sebagaimana lazimnya dalam bentuk selamatan yang lain.

Jenis uborampe itu berupa, Nasi, sayuran yang di urap, ikan asin, telur rebus

aneka kue tradisioanal berwarna-warni dan lain-lain. Disamping berbagai ubo

rampe di atas, dalam “Selamatan Petik Pari” juga disediakan berbagai macam

sajen atau sesaji. Sajen ini sangat beragam dan biasanya mempunyai makna

khusus seturut dengan danyang yang diberi sesajian. Berikut ini adalah

beberapa contoh bentuk sesajen dalam salah satu kegiatan “Selamatan Petik

Pari”: Kaca, sisir, benang, kemenyan, seikat jerami yang diikat daun

pisang,sebotol air putih,dan ani-ani(alat pemotong padi).

b) Bersama tokoh adat dan sesepuh desa berangkat ke sawah yang mulai

mengunung yang siap dipanen.

Dengan beriring-iringan membawa sesajian berupa makanan dan alat-alat

ritual dalam berdoa, jika yang melaksanakan hajat adalah yang beragama islam

maka doa dipimpin oleh tokoh adat agama Islam dengan membaca doa

Page 91: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

selamat, jika yang melakukan hajat adalah orang beragama hindu maka yang

memimpin doa adalah tokoh agama Hindu.

c) Meletakan sesajian di sawah

Setelah selesai didoakan Sesajian dibawa ketepi sawah yang siap panen,

Bapak Daimun selaku tokoh adat menyambut rombongan pembawa sesaji

dengan ritual khusus sesajen dijejer dan dibacakan mantra-mantra dan doa –

doa selamat. Setelah itu seseorang didaulat membakar dupa dan membakar

seikat jerami padi ,kemudian sambil membaca doa-doa Bapak Daimun

memotong seikat padi yang siap panen lalu disisipkan disela-sela sesajian yang

berada didalam uborampe,sebotol air putih disiramkan dipojok sudut lahan

yang akan dipanen smbil membacakan mantra dan doa-doa.Di penghujung

ritual, takir yang berisi makanan lengkap beserta lauk pauknya dibagikan

merata kepada mereka yang bekerja dalam penggarapan dan mereka yang

datang pada acara “Selamatan Petik Pari” ini.Padi yang telah dipotong dengan

ani-ani dan diikat dengan benang dan sisa takir dibawa pulang selanjutnya

didiadakan hajatan lagi dengan membaca doa-doa selamat dihadapan

takir,setelah itu takir boleh dimakan oleh orang-orang yang membantu dalam

pelaksanaan hajatan.

3. Makna yang terdapat dalam Tradisi “Selamatan Petik Pari” yang di

laksanakan di Desa Petungsewu Kecamatan Wagir Kabupaten Malang

Berdasarkan paparan data yang telah diuraikan sebelumnya, temuan

penelitian menunjukkan bahwa makna yang terdapat dalam tradisi “Selamatan

Petik Pari” adalah Sebagian Orang Jawa meyakini apabila tradisi “Selamatan

Petik Pari” tidak diadakan, akan terjadi berbagai macam bala seperti musim

Page 92: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

kering yang panjang, wabah penyakit, gagal panen, bajir dan berbagai macam

bentuk bencana yang lain.

Pengaruh kebudayaan Hindu di masyarakat Desa Petungsewu

menambah simbolisme masyarakatnya itu sendiri, masyarakat Hindulah yang

mengenalkan adanya penghormatan dan pemujaan kepada dewa dan dewi, tetapi

dengan toleransi yang begitu tinggi dan karena telah adanya alkuturasi

percampuran perkawinan di masyarakat Desa Petungsewu maka masyarakat yang

beragama lain pun menyakini adanya Dewi penjaga lahan pertanian.Makna-

makna yang terdapat didalam tradisi ini adalah terbentuknya sistem kekeluargaan

yang biarpun berbeda tetapi mereka tetap memengang tradisi yang telah

diturunkan kepada mereka oleh para leluhur yang terdahulu.

Dari pemahaman di atas, makna yang terdapat dalam tradisi “Selamatan

Petik Pari” dapat dipahami sebagai suatu cara untuk menjaga kehidupan yang

seimbang dan selaras antara manusia, alam dan roh-roh dengan cara

membersihkan memberikan penghormatan kepada yang menjaga padi dari

gangguan hama padi,dan sebagai ungkapan rasa syukur kepada Dewi Sri atas

panen yang berlimpah tahun ini dan dari berbagai roh-roh jahat yang

mengganggu.

Pemaknaan tersebut yang mendorong penulis untuk melakukan

penelitian, karena adanya korelasi antara religi dan tradisi yang kemudian

keduanya saling mempengaruhi dan menyentuh berbagai aspek kehidupan.

Page 93: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

4. Keterkaitan Antara Religi dengan Tradisi dalam Tradisi “Selamatan

Petik Pari” yang dilaksanakan di Desa Petungsewu Kecamatan Wagir

Kabupaten Malang

Berdasarkan paparan data yang telah diuraikan sebelumnya, temuan

penelitian menunjukkan bahwa ada keterkaitan antara nilai religius masyarakat

Desa Petungsewu dengan tradisi “Selamatan Petik Pari” hal ini dapat dibuktikan

bahwa dalam pelaksanaan tradisi “Selamatan Petik Pari” selain memakai sesajian

yang telah ditetapkan tokoh adat (sesepuh desa) dihadapan sesajian itu mereka

memberikan doa yang ditujukan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan Dewi Sri

sebagai penjaga lahan pertanian.

Dalam tradisi atau tidakan Orang Jawa selalu berpegangan dalam dua

hal. Pertama kepada pandangan hidupnya yang religius dan mistis. Kedua, pada

sikap hidupnya yang etis dan menjunjung tinggi moral atau deraajat hidupnya.

Pandangan hidupnya yang selalu menghubungkan segala sesuatu dengan Tuhan

yang serba mistis dan magis, dengan menghormati roh nenek moyang atau

leluhurnya serta kekuatan-kekuatan yang tidak tampak oleh indera manusia,salah

satu contoh keterkaitan religi dengan tradisi didalam tradisi “Selamatan petik

pari”.

Dalam “Selamatan Petik Pari” bentuk komunikasi manusia dengan Dewi

penjaga lahan pertanian adalah melalui jajanan, kemenyan,dan sarana lainnya.

Mereka menyakini dengan memberikan sesajian kepada Dewi Sri akan

mendapatkan keselamatan dan hasil panen yang berlimpah,maka dari itu tradisi

yang telah ada turun temurun ini selalu dilaksanakan masyarakat Desa

Page 94: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

Petungsewu,tanpa mengesampingkan ajaran agama atau keyakinannya masing-

masing.

5.Perubahan yang Terjadi pada Tradisi “Selamatan petik pari” yang

Dilaksanakan di Desa Petungsewu Kecamatan Wagir Kabupaten Malang

Berdasarkan paparan data yang telah diuraikan sebelumnya,temuan

penelitian menunjukan bahwa terjadi perubahan dalam pelaksanaan tradisi

“Selamatan Petik Pari” khususnya khususnya dalam mempersiapkan sesajian.

Perubahan juga terjadi karena kurangnya sosialisasi terhadap pemuda-pemuda

desa sehingga tradisi “Selamatan Petik Pari” dianggap hanya milik kaum sesepuh.

Dalam tradisi ini terjadi sedikit perubahan dalam sesajian,dahulu sesajian

yang dianggap penting dan harus lengkap, tetapi karena zaman yang modern

terjadilah pergeseran makna-makna dalam tradisi, alat-alat sesajian pun mulai

dikurangi, misalnya saja memotong padi yang dahulu memakai ani-ani sekarang

diganti memakai arit, dalam memberikan sesajian makanan juga mengalami

perubahan, sekarang disesuaikan dengan keadaan yang berhajat, tidak dipaksakan.

Dalam Sistem religinya tidak mengalami perubahan karena mereka

tinggal mengikuti apa yang telah para leluhur mereka lakukan, karena mereka

beranggapan jika mengurangi apa yang telah ada maka akan mengurangi makna

yang hendak dicapai dalam tradisi tersebut.

Berbeda dengan Sistem teknologi/peralatan yang berubah karena dunia

yang semakin modern,maka alat-alat dalam sesajian pun ikut hilang,karena

perubahan pola pikir masyarakat dari berpikir tradisional menjadi berpikir realitas,

maka hanya kaum sesepuhlah yang mengerti makna dilaksanakannya tradisi

Page 95: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

ini,sedangkan kalangan pemuda desa tidak begitu mengerti maksud diadakannya

tradisi ini.

Page 96: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

BAB V

PEMBAHASAN

A. Makna Yang Terdapat dalam Tradisi “Selamatan Petik Pari”

Masyarakat Desa Petungsewu yang sebagian besar memeluk agama

Hindu dan Islam serta beberapa yang memeluk agama Kristen, sampai saat ini

masih mempertahankan salah satu unsur kebudayaan mereka secara turun-

temurun yaitu yang tampak pada pelaksanaan tradisi “Selamatan Petik Pari”.

Tradisi “Selamatan Petik Pari” merupakan salah satu komponen religi

masyarakat Petungsewu yang berkaitan erat dengan kepercayaan roh nenek

moyang dan adanya mahluk mrekayangan yang bernama Dewi Sri,Dewi penjaga

Padi. Menurut pandangan E.B. Tylor mengenai evolusi religi pada tingkat tertua,

manusia percaya akan adanya makhluk halus yang menempati alam sekeliling

manusia. Makhluk halus itu dianggap mampu berbuat hal-hal yang tidak dapat

diperbuat manusia sehingga menjadi obyek penghormatan dan penyembahan yang

disertai dengan berbagai upacara berupa doa, sajian atau korban. Keyakinan religi

semacam ini oleh E.B. Tylor disebut animisme (Koentjaraningrat, 1981:49).

Nilai yang terdapat dalam tradisi ini adalah penyatuan antara sistem religi

yang dianut masyarakat Desa Petungsewu dengan tradisi yang telah ada sejak

zaman nenek moyang. Pengaruh kebudayaan hindu di masyarakat Desa

Petungsewu menambah simbolisme masyarakatnya itu sendiri,masyarakat

Hindulah yang mengenalkan adanya penghormatan dan pemujaan kepada dewa

dan dewi, tetapi dengan toleransi yang begitu tinggi dan karena telah adanya

alkuturasi percampuran perkawinan dimasyarakat Desa Petungsewu maka

masyarakat yang beragama lain pun menyakini adanya dewi penjaga lahan

Page 97: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

pertanian.Salah satu makna yang terdapat didalam tradisi ini adalah terbentuknya

sistem kekeluargaan dan kerukunan antar umat berbeda agama yang biarpun

berbeda tetapi mereka tetap memengang tradisi yang telah diturunkan kepada

mereka oleh para leluhur yang terdahulu.

(Hal ini selaras dengan pendapat dalam kajian pustaka Suyono,

2008:131) Masuknya berbagai agama sebelum kedatangan Islam di pulau Jawa

berpengaruh besar pada adat istiadat, tata cara hidup, maupun praktik keagamaan

sehari-hari Orang Jawa.

Masyarakat Desa Petungsewu hidup dengan dua keyakinan mayoritas

yang berbeda, yaitu Islam dan Hindu.Tetapi dalam menjalankan tradisi

“Selamatan Petik Pari” mereka melakukan tradisi tersebut dengan perbedaan,tidak

ada konflik yang ada hanya kerukunan dalam menjalankan tradisi ini.Hal ini

memberikan makna lain terhadap tradisi ini yaitu terciptannya nilai-nilai moral

yang harus generasi muda contoh dalam kehidupan modern sekarang ini.

Adapun nilai-nilai moral yang bisa menjadi sarana pendidikan non-formal

bagi generasi penerus dalam tradisi “Selamatan Petik Pari” adalah

1. Nilai moral individu

Nilai moral individu adalah nilai moral yang menyebabkan seseorang

mempunyai motivasi utuk menjadikan orang baik seperti bertanggungjawab,

mandiri, patuh, sabar dan rela berkorban. Ketika pelaksanaan tradisi ”Selamatan

Petik pari”, setiap orang sebaiknya memiliki kesungguhan hati untuk:

a. Tanggung jawab

Dalam tradisi ini dituntut tanggung jawab pemilik lahan pertanian untuk

menjaga keselarasan antara alam dan mahluk hidup.

Page 98: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

b. Patuh

Wujud kepatuhan dari pelaksanaan tradisi ”Selamatan Petik Pari” adalah

menjalani setiap tahapannya dengan disiplin dan mematuhi apa saja yang dilarang

dan apa saja yang diharuskan. Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat mematuhi

apa yang para leluhur mereka sudah lakukan turun temurun.

c. Sabar

Ketika pelaksanaan tradisi setiap orang sebaiknya dalam keadaan bersabar,

menciptakan kondisi yang ketenangan batin dengan mengendalikan amarah dan

emosi untuk bertikai dengan orang lain.

2. Nilai moral sosial

Nilai moral sosial bagi masyarakat Petungsewu adalah nilai yang

memberikan motivasi untuk mencapai kebaikan diri pribadi dan merealisasikan

kebaikan bagi sebanyak mungkin orang.

a. Menghormati orang lain

Ketika pelaksanaan tradisi ”Selamatan Petik Pari” ketika masyarakat desa

beragama Hindu yang mempunyai hajat wajib mengundang tetangga atau saudara

yang muslim untuk makan bersama atau sekedar bersilaturahmi sebagai wujud

menaruh rasa hormat kepada orang yang lain adatnya.

b. Gotong royong

Nilai gotong royong tercermin dalam aktivitas masyarakat Petungsewu

untuk saling bergotongroyong mempersiapkan tradisi “Selamatan Petik Pari”.

Mereka baik yang beragama Islam maupun Hindu ramai-ramai mempersiapkan

makanan atau masyarakat menyebutnya takir dan sesajian (Uborampe). Semua itu

bertujuan agar pekerjaan lebih mudah diselesaikan.

Page 99: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

c. Kerukunan

Ketika tradisi “Selamatan Petik Pari” berlangsung semua masyarakat

Petungsewu membantu mempersiapkan upacara tersebut,sehingga tidak ada

konflik yang terjadi

3. Nilai moral Ketuhanan

Nilai yang berhubungan dengan keterkaitan antara masyarakat Desa

Petungsewu dengan sesuatu yang memiliki kemampuan diluar batas kemampuan

manusia. Hal itu nampak pada perilaku masyarakat yang mamberikan sesajen

untuk menghadapi rasa takut akan murka leluhur dan mengharapkan berkah dari

sesuatu yang dianggap memiliki kemampuan supernatural.

Berdasarkan pernyataan di atas, peneliti dapat mengambil kesimpulan

tentang makna-makna yang terdapat dalam tradisi “Selamatan Petik Pari” adalah

merupakan salah satu usaha manusia sebagai jembatan antara dunia manusia

dengan dunia ritus (dewa-dewi atau tuhannya), melalui tradisi Selamatan petik

pari ini diharapakan bisa menghubungkan manusia dengan leluhur, dan Tuhannya

dan akan diberikan keselamatan dalam penggarapan lahan pertanian. Dan

memberikan nilai-nilai luhur yaitu terciptannya toleransi kerukunan antar umat

beragama,biarpun berbeda dalam penyampaian doa tetapi mempunyai tujuan yang

sama yaitu keselamatan bersama.

B. Keterkaitan Antara Nilai-Nilai Religius Terhadap Tradisi “Selamatan

Petik Pari”

Berdasarkan penelitian dan kajian pustaka maka dapat disimpulkan

bahwa ada keterkaitan antara nilai-nilai religi masyarakat Desa Petungsewu

dengan tradisi “Selamatan Petik Pari”. Dalam “Selamatan Petik Pari” bentuk

Page 100: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

komunikasi manusia dengan Dewi penjaga lahan pertanian adalah melalui

jajanan,kemenyenyan,dan sarana lainnya. Mereka menyakini dengan memberikan

sesajian kepada Dewi Sri akan mendapatkan keselamatan dan hasil panen yang

berlimpah,maka dari itu tradisi yang telah ada turun temurun ini selalu

dilaksanakan masyarakat Desa Petungsewu, tanpa mengesampingkan ajaran

agama atau keyakinannya masing-masing.

Dalam tradisi atau tidakan Orang Jawa selalu berpegangan dalam dua

hal. (1) kepada pandangan hidupnya yang religius dan mistik, (2) pada sikap

hidupnya yang etis dan menjunjung tinggi moral atau derajat hidupnya.

Pandangan hidupnya yang selalu menghubungkan segala sesuatu dengan Tuhan

yang serba mistis dan magis, dengan menghormati roh nenek moyang atau

leluhurnya serta kekuatan-kekuatan yang tidak tampak oleh indera manusia

(Herusatoto, 2008:139).

Dan karena tradisi bagi masyarakat Jawa selalu dikaitkan dengan upacara

keagamaan maka tradisi dan religi bagi masyarakat Jawa merupakan hubungan timbal

balik antara emosi keagamaan, sistem keyakinan, kelompok keagamaan, dan sistem

ritual.

Hal ini selaras dengan pendapat Koentjaraningrat(1981:82-83) komponen

religi itu dalam fungsi erat hubungannya satu sama lain. Sistem keyakinan

menentukan acara ritus, sebaliknya upacara melahirkan dan mengembangkan

keyakinan religi. Sistem keyakinan menentukan tingkah laku umat beragama dan

tidak jarang juga gagasan-gagasan kolektif melahirkan dan mengembangkan

keyakinan religi. Demikian ada kaitan antara sistem ritus dengan umat bergama

karena para anggota umat itulah yang melaksanakan sistem ritus dan upacaranya.

Page 101: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

Selanjutnya kaitan antara peralatan upacara dengan umat beragama adalah

upacara menentukan alatnya dan para anggota umat beragama yang mendesain

peralatan upacara. Keyakinan, ritus atau upacara, peralatan ritus dan umat

beragama saling berkaitan erat satu sama lain akan mendapat sifat keramat bila

dihinggapi oleh emosi keagamaan.

Keterkaitan antara religi dan tradisi mendasarkan diri kepada perkembangan

emosi manusia. Emosi religius dan tradisional sesuatu kelompok sangat sulit untuk

begitu saja diterima atau disepakati oleh suatu kelompok lain.

Jadi jelaslah bahwa segala bentuk tradisi atau upacara adat yang dilakukan

masyarakat tradisional merupakan pendekatan manusia kepada Tuhannya yang

menciptakan,menurunkannya kedunia,memelihara kehidupan dan menentukan

kematian manusia.Tindakan masyarakat Desa Petungsewu dalam tradisi “Selamatan

Petik Pari “ ini merupakan tindakan simbolisme dalam upacara religius yang sangat

penting dan tidak dapat dibuang begitu saja,karena ternyata bahwa manusia harus

bertindak dan berbuat sesuatu yang melambangkan komunikasinya kepada Tuhan.

Dengan demikian simbolisme dalam tradisi disamping membawa membawa

pesan-pesan kepada generasi berikutnya juga selalu dilaksanakan dalam kaitannya

dengan religi.

C. Perubahan Yang Terjadi Dalam Tradisi “Selamatan petik pari”

Berdasarkan penelitian dan kajian pustaka maka dapat disimpulkan

bahwa terjadi sedikit perubahan dan pergeseran dalam pelaksanaan tradisi

“Selamatan Petik Pari” ini.

Perkembangan kebudayaan bangsa Indonesia untuk menuju suatu

masyarakat yang modern, telah membawa pula perubahan pada dasar kebudayaan

Page 102: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

Jawa yang selalu memakai simbolis itu.Pandangan dan sikap hidup yang simbolis

telah bergeser dari aspeknya yang batiniah dan bersifat magis dan mistik, kearah

aspek baru yang lebih ilmiah dengan simbol ilmu pengetahuan yang fungsional.

Pergeseran dari aspek batiniah kearah aspek rasional menyebabkan pula

perubahan pandangan dan sikap Orang Jawa baik religiusnya maupun

tradisionalnya.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan berkembangnya teknologi modern

dari luar yang begitu pesatnya, serta hubungan antar manusia yang sudah

sedemikian longgarnya, sangat berpengaruh kepada pandangan hidup dan sikap

hidup masyarakat di Desa Petungsewu dalam melanjutkan tradisi nenek

moyang,sehingga ada kecenderungn untuk tidak melaksanakan tradisi seketat dan

sedisiplin seperti semula. Penghayatan akan makna tradisi dan religiusnya sudah

dikesampingkan sehingga tradisi dan religiusnya yang dahulu dilakukan atas dasar

batiniah,sekarang hanya dipandang sebagai apa adanya atau secara

rasiaoanal.Rangkaian tradisi yang dulu dihayati dengan sifat mistik dan magis

menurun nilainya hanya sebagai rangkaian acara yang merupakan daftar

kewajiban masyarakat Desa Petungsewu yang harus dilaksanakan begitu saja

Semua kebudayaan (tradisi) pada suatu saat akan mengalami perubahan

karena berbagai macam sebab.Perubahan bisa terjadi dikarenakan perubahan

lingkungan yang menuntut perubahan secara adiktif. Perubahan bisa terjadi secara

kebetulan, direncanakan,atau karena adanya kontak dengan unsur kebudayaan lain

(Pujileksono, 2009:172).

Page 103: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

Dalam tradisi ini terjadi sedikit perubahan dalam sesajian,dahulu sesajian

yang dianggap penting dan harus lengkap, tetapi karena zaman yang modern

terjadilah pergeseran makna-makna dalam tradisi, alat-alat sesajian pun mulai

dikurangi, misalnya saja memotong padi yang dahulu memakai ani-ani sekarang

diganti memakai arit, dalam memberikan sesajian makanan juga mengalami

perubahan, sekarang disesuaikan dengan keadaan yang berhajat, tidak dipaksakan.

Tradisi “Selamatan Petik Pari” juga mendapatkan perubahan karena

alkuturasi kebudayaan dalam keyakinan religinya dan karena faktor modernisasi yang

membuat pemuda-pemudi desa tidak peduli lagi dengan adanya tradisi yang telah

turun temurun ini,mereka menganggap tradisi selamatan petik pari hanya untuk

jalankan berdasarkan ajaran tokoh adat atau sesepuh desa tanpa mengetahui makna-

makna terdalam yang terdapat dalam tradisi tersebut.

Faktor dalam Mekanisme atau proses perubahan kebudayaan (tradisi) adalah

karena adanya penemuan baru, difus ( karena faktor migrasi), hilang unsur

kebudayaan, alkulturasi, perubahan kebudayaan secara paksa,dan karena modernisasi.

(Hal ini selaras dengan pendapat dari Herusatoto, 2008:68) Modernisasi

semakin menuntut berkembangnya spesialisasi pekerjaan yang semakin beragam

aakibat berkembangnya ilmu pengetahuan modern dan khususnya persaingan

kesempatan kerja yang semakin ketat pula. Akibatnya dasar-dasar kemasyarakatan

lama itu pun harus menyesuaikan diri dengan perkembangn zaman, sehingga adat-

istiadat (tradisi) pun semakin banyak ditinggalkan setelah Indonesia merdeka.

Page 104: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Asal mula tradisi “Selamatan petik pari” telah ada sejak zaman nenek moyang

orang Jawa, Masyarakat Desa Petungsewu yang mayoritas bekerja sebagai

petani telah lama menjalankan tradisi ini,salah satu sesajian yang dianggap

penting bagi masyarakat petungsewu adalah sesajian dalam membuka lahan

pertanian sampai masa panen tiba. Masyarakat desa ini mempercayai adanya

Dewi Sri yang menjaga tanaman agar tidak terkena hama padi dan hasil panen

berlimpah. Pengaruh kebudayaan hindu di Desa Petungsewu ini menambah

pembendaharaan simbolisme dan pemujaan kepada Dewa-Dewi hindu,hasil

asimilasi inilah yang melahirkan Dewi Sri, tokoh simbolik masyarakat petani

jawa,dan tradisi Selamatan Petik Pari ini ditujukan khusus kepada Dewi Sri

agar melindungi tanaman padinya terhadap gangguan-gangguan hama tanaman

padi dan mendapatkan hasil panen yang berlimpah, selain itu tujuan diadakan

tradisi selamatan petikpari ini ditujukan untuk mereka yang berjasa membantu

dalam pengerjaan sawahnya.

2. Pelaksanaan tradisi “Selamatan petik pari”

Tahap-tahap persiapan dalam pelaksanaan tradisi “Selamatan petik pari”

adalah. :

a). menyiapkan sesajian

Dalam proses “Selamatan Petik pari” dipersiapkan berbagai kelengkapan

atau uborampe sebagaimana lazimnya dalam bentuk selamatan yang lain.

Jenis uborampe itu berupa, Nasi, sayuran yang di urap, ikan asin, telur rebus

Page 105: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

aneka kue tradisioanal berwarna-warni dan lain-lain. Disamping berbagai

uba rampe di atas, dalam “Selamatan petik pari” juga disediakan berbagai

macam sajen atau sesaji. Sajen ini sangat beragam dan biasanya mempunyai

makna khusus seturut dengan danyang yang diberi sesajian. Berikut ini

adalah beberapa contoh bentuk sesajen dalam salah satu kegiatan

“Selamatan petik pari”: Kaca, sisir, benang, kemenyan, seikat jerami yang

diikat daun pisang,sebotol air putih,dan ani-ani(alat pemotong padi).

b). Bersama tokoh adat dan sesepuh desa berangkat ke sawah yang mulai

mengunung yang siap dipanen.

Dengan beriring-iringan membawa sesajian berupa makanan dan alat-alat

ritual dalam berdoa, jika yang melaksanakan hajat adalah yang beragama

islam maka doa dipimpin oleh tokoh adat agama islam dengan membaca

doa selamat, jika yang melakukan hajat adalah orang beragama hindu maka

yang memimpin doa adalah yokoh agama Hindu.

c). meletakan sesajian disawah

Setelah selesai didoakan Sesajian dibawa ketepi sawah yang siap panen,

Bapak Daimun selaku tokoh adat menyambut rombongan pembawa sesaji

dengan ritual khusus sesajen dijejer dan dibacakan mantra-mantra dan doa –

doa selamat.Setelah itu seseorang didaulat membakar dupa dan membakar

seikat jerami padi ,kemudian sambil membaca doa-doa bapak Daimun

memotong seikat padi yang siap panen lalu disisipkan disela-sela sesajian

yang berada didalam uborampe,sebotol air putih disiramkan dipojok sudut

lahan yang akan dipanen smbil membacakan mantra dan doa-doa.

Page 106: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

Dipenghujung ritual,takir yang berisi makanan lengkap beserta lauk

pauknya dibagikan merata kepada mereka yang bekerja dalam penggarapan

dan mereka yang datang pada acara “Selamatan petik pari” ini.

Padi yang telah dipotong dengan ani-ani dan diikat dengan benang dan sisa

takir dibawa pulang selanjutnya didiadakan hajatan lagi dengan membaca

doa-doa selamat dihadapan takir,setelah itu takir boleh dimakan oleh orang-

orang yang membantu dalam pelaksanaan hajatan.

3. Makna-makna yang terdapat dalam tradisi “Selamatan Petik Pari” adalah

merupakan salah satu usaha manusia sebagai jembatan antara dunia

manusia dengan dunia ritus (dewa-dewi atau tuhannya), melalui tradisi

Selamatan petik pari ini diharapakan bisa menghubungkan manusia dengan

leluhur, dan Tuhannya dan akan diberikan keselamatan dalam penggarpan

lahan pertanian.

4. Keterkaitan antara nilai-nilai religius masyarakat Desa Petungsewu

terhadap tradisi “Selamatan Petik Pari” adalah ada saling keterkaitan

dibuktikan bentuk komunikasi manusia dengan Dewi penjaga lahan

pertanian adalah melalui jajanan,kemenyenyan,dan sarana lainnya.

Mereka menyakini dengan memberikan sesajian kepada Dewi Sri akan

mendapatkan keselamatan dan hasil panen yang berlimpah,maka dari itu

tradisi yang telah ada turun temurun ini selalu dilaksanakan masyarakat

Desa Petungsewu,tanpa mengesampingkan ajaran agama atau

keyakinannya masing-masing.

Dalam tradisi atau tidakan orang Jawa selalu berpegangan dalam dua hal.

Pertama kepada pandangan hidupnya yang religius dan mistis. Kedua,

Page 107: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

pada sikap hidupnya yang etis dan menjunjung tinggi moral atau derajat

hidupnya.Pandangan hidupnya yang selalu menghubungkan segala sesuatu

dengan Tuhan yang serba mistis dan magis, dengan menghormati roh

nenek moyang atau leluhurnya serta kekuatan-kekuatan yang tidak tampak

oleh indera manusia.

Dan karena tradisi bagi masyarakat Jawa selalu dikaitkan dengan upacara

keagamaan maka tradisi dan religi bagi masyarakat Jawa merupakan

hubungan timbal balik antara emosi keagamaan, sistem keyakinan, kelompok

keagamaan, dan sistem ritual.

5. Perubahan yang terjadi dalam tradisi “Selamatan Petik Pari” adalah terjadi

sedikit perubahan dalam pelaksanaan tradisi dan dalam penyiapan sesajian.

Semua kebudayaan (tradisi) pada suatu saat akan mengalami perubahan

karena berbagai macam sebab.Perubahan bisa terjadi dikarenakan perubahan

lingkungan yang menuntut perubahan secara adiktif. Perubahan bisa terjadi

secara kebetulan, di rencanakan,atau karena adanya kontak dengan unsur

kebudayaan lain (Pujileksono, 2009:172).

Dalam tradisi ini terjadi sedikit perubahan dalam sesajian,dahulu sesajian

yang dianggap penting dan harus lengkap,tetapi karena zaman yang

modern terjadilah pergeseran makna-makna dalam tradisi,alat-alat sesajian

pun mulai dikurangi,misalnya saja memotong padi yang dahulu memakai

ani-ani sekarang diganti memakai arit,dalam memberikan sesajian

makanan juga mengalami perubahan,sekarang disesuaikan dengan keadaan

yang berhajat,tidak dipaksakan.

Page 108: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

Tradisi “Selamatan Petik Pari” mendapatkan perubahan karena alkuturasi

kebudayaan dalam keyakinan religinya dan karena faktor modernisasi yang

membuat pemuda-pemudi desa tidak peduli lagi dengan adanya tradisi yang

telah turun temurun ini,mereka menganggap tradisi selamatan petik pari hanya

untuk jalankan berdasarkan perintah tokoh adat atau sesepuh desa tanpa

mengetahui makna-makna terdalam yang terdapat dalam tradisi tersebut.

B. SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan sesuai dengan rumusan masalah

penelitian, maka penulis mencoba memberikan saran-saran sebagai berikut:

(1). Bagi Masyarakat Desa Petungsewu

Penelitian ini mengharapkan masyarakat Desa Petungsewu mengetahui lebih

dalam mengenai makna-makna dan keterkaitan antara religi yang dianut oleh

masyaraka.dan untuk membangkitkan rasa pemuda desa untuk lebih

mengenal tradisi yang telah turun temurun ini.dan dengan dengan

diadakannya penelitian ini diharapkan menambah karangan atau pustaka

untuk masyarakat Desa Petungsewu sendiri.

(2). Bagi Generasi penerus bangsa

Peneliti mengharapkan agar pemuda-pemudi generasi bangsa, khususnya di

Desa Petungsewu berkewajiban untuk menghargai hasil pemikiran kakek

moyang orang jawa dengan mempelajari dan mencari makna-makna yang

terdapat pada tradisi tersebut.

(3). Bagi peneliti lain

Page 109: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

Peneliti mengharapkan supaya peneliti lain berniat untuk melakukan

penelitian yang selanjutnya dalam bidang budaya misalnya lebih

mengenalkan nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi selamatan serta

mampu melestarikan tradisi tersebut meskipun di era globalisasi ini. Selain

itu, penelitian ini dapat menambah dan memperluas pengetahuannya tentang

tradisi yang berkaitan dengan mitos atau kepercayaan yang dimiliki oleh

masing-masing daerah yang dianggap unik dalam memelihara warisan leluhur

yang dianggap positif bagi kehidupan masyarakat Jawa.

Page 110: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 1996. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Fenanie, Zainuddin. 2000. Restrukturisasi Budaya Jawa Perspektif KGPAA MN I.

Surakarta: Muhammadiyah Universty Press.

Handoyo. 2007. Nilai- nilai Sosial dalam Masyarakat. (Online),

(http://handoyo74.files.wordpress.com/2007/09/mdl-paket-c-kd-ii.doc,

diakses 28 Oktober 2010).

Herusatoto, Budiono. 2008. Simbolisme Jawa.Jogyakarta:ombak.

Islam Kuno, 2008.Menelusuri Tradisi, Budaya, dan Seni Islam Masa Lalu,

(Online), (http://islam kuno.com/2008,diakses 27 oktober2010)

Kamus Besar Bahasa Indonesia. 1999. Jakarta: Balai Pustaka.

Kayam, Umar. 1981. Seni, Tradisi, Masyarakat. Jakarta: PT Djaya Pirusa.

Koentjaraningrat,1986.Pengantar Ilmu Antropologi.Jakarta :Aksara Baru

Koentjaraningrat. 1982. Persepsi Tentang Kebudayaan Nasional. Jakarta:

Lembaga Research Kebudayaan Nasional – LIPI.

Maryaeni, 2005.Metode Penelitian Kebudayaan.Malang :Bumi Aksara

Maleong. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Dirjen Dikti PP2 PTK.

Miles, Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif. Jakarta: Universitas Indonesia.

Munandar, 1995.Ilmu Budaya Dasar. Bandung :Eresco

Pujileksono, Sugeng. 2009.Pengantar Antropologi.Malang:UMM Press

Sadiyo. 1991. Sosiologi Indonesia. Malang: IKIP Malang.

Sartini. 2004. Menggali Kearifan Lokal Nusantara sebagai Kajian Filsafat. Jurnal

Filsafat.

Page 111: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

Satori, Djam’an. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Sulaeman, M. Munandar. 1992. Ilmu Budaya Dasar (suatu pengantar). Bandung:

PT Eresco.

Suyono, R.P. Capt. 2007. Dunia Mistik Orang Jawa.Yogyakarta : Lkis

Syam, Nur.2007. Madzhab-madzhab Antropologi.Yogjakarta: Lkis

Universitas Negeri Malang. 2007. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Malang:

UM Press.

Yoety, Oka. 1983. Komersialisasi Seni Budaya dalam Pariwisata. Bandung:

Angkasa.

Zaelani a.Rizky,2010.Seni dan Moral, (online),(http//www.dapunta.com, diakses

27 0ktober 2010)

Page 112: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat
Page 113: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

Lampiran 1

Kantor Kepala Desa Petungsewu, Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang

(Keadaan Desa Petungsewu)

Page 114: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

Lampiran 2

Uborampe(perlengkapan sesajian)

Page 115: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

Lampiran 3

Prosesi Pelaksanaan tradisi “Selamatan Petik Pari”

(mempersiapkan sesajian)

(Seorang warga membawa uborampe dan Encek kesawah)

Page 116: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

(pulang dari sawah membawa padi yang telah dipotong dibawa kerumah

untuk didoakan)

Page 117: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

(uborampe diletakan disawah)

(tokoh adat membakar kemenyan dan dupa sambil membaca mantra)

Page 118: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

(Uborampe dan seikat padi yang telah dipotong bersiap didoakan lagi)

(hajatan dirumah salah satu warga)

Page 119: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

Lampiran 4

PEDOMAN WAWANCARA

Nama Informan : Bapak Daimun (tokoh masyarakat Hindu)

Hari / Tanggal / Jam : Kamis, 30 Oktoberr 2010, 09.00 WIB

Tempat : di rumah Bapak Daimun

Pokok-pokok pertanyaan:

1. Bagaimanakah asal-usul tradisi Selamatan petik pari?

2. Bagaimana tata cara pelaksanaan tradisi Selamatan Petik Pari?

3. Apa saja makna yang terdapat dalam tradisi Selamatan Petik Pari?

4. Bagaimana toleransi antara umat beragama dalam pelaksanaan tradisi ini,

dan adakah keterkaitan antara religi dengan tradisi Selamatan ini?

5. Adakah perubahan yang terjadi dalam tradisi Selamatan Petik Pari ini?

PEDOMAN WAWANCARA

Nama Informan : Bapak Tamat (tokoh masyarakat Islam)

Hari / Tanggal / Jam : Kamis, 30 Oktoberr 2010, 11..00 WIB

Tempat : di rumah Bapak Tamat

Pokok-pokok pertanyaan:

1. Bagaimanakah asal-usul tradisi Selamatan Petik Pari?

2. Bagaimana tata cara pelaksanaan tradisi Selamatan Petik Pari?

3. Apa saja makna yang terdapat dalam tradisi selamatan petik pari?

Page 120: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

4. Bagaimana toleransi antara umat beragama dalam pelaksanaan tradisi

ini,dan adakah keterkaitan antara religi dengan tradisi Selamatan ini?

5. Adakah perubahan yang terjadi dalam tradisi Selamatan Petik Pari ini?

PEDOMAN WAWANCARA

Nama Informan : Bapak Samiun (selaku masyarakat desa beragama Islam

Petungsewu)

Hari / Tanggal / Jam : Kamis, 1 november 2010, 11..00 WIB

Tempat : rumah Bapak Samiun

Pokok-pokok pertanyaan:

1. Bagaimanakah asal-usul tradisi Selamatan Petik Pari?

2. Bagaimana tata cara pelaksanaan tradisi Selamatan Petik Pari?

3. Apa saja makna yang terdapat dalam tradisi Selamatan Petik Pari?

4. Bagaimana toleransi antara umat beragama dalam pelaksanaan tradisi

ini,dan adakah keterkaitan antara religi dengan tradisi Selamatan ini?

5. Adakah perubahan yang terjadi dalam tradisi Selamatan Petik Pari ini?

PEDOMAN WAWANCARA

Nama Informan :Bapak Sutrisno (selaku masyarakat desa beragama

Hindu)

Hari / Tanggal / Jam : Kamis, 1 november 2010, 12.00 WIB

Tempat : dirumah Bapak Sutrisno

Pokok-pokok pertanyaan:

Page 121: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

1. Bagaimanakah asal-usul tradisi Selamatan Petik Pari?

2. Bagaimana tata cara pelaksanaan tradisi Selamatan Petik Pari?

3. Apa saja makna yang terdapat dalam tradisi Selamatan Petik Pari?

4. Bagaimana toleransi antara umat beragama dalam pelaksanaan tradisi

ini,dan adakah keterkaitan antara religi dengan tradisi Selamatan ini?

5. Adakah perubahan yang terjadi dalam tradisi Selamatan Petik Pari ini?

Page 122: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

Lampiran 5

HASIL WAWANCARA

Nama Informan : Bapak Daimun (selaku tokoh masyarakat Hindu)

Hari / Tanggal / Jam : Senin, 30 Oktober 2010, 10.00 WIB

Tempat : di rumah Bapak Daimun

Jawaban pertanyaan:

1. Asal usul Tradisi “selamatan petik pari” ini sudah ada dari zaman

nenek moyang,nenek moyang orang jawa dari dulu memang percaya

bahwa padi itu ada yang menjaga,yang menjaga adalah dewi dari

khayangan yaitu Dewi Sri,hal ini dimaksudkan agar hasil panen

berlimpah, orang dan binatang yang bekerja selamat dari bahaya,Dewi

Seri dianggap orang pertama yang menebarkan benih padi ditanah

jawa.

2. Pelaksanaannya Sebelum melaksanakan selamatan petik pari pertama

yang harus disiapkan adalah sesajian yang terdiri dari berbagai macam

benda yang telah ditentukan seperti kaca, sisir rambut, benang untuk

mengikat padi, ani-ani untuk memotong padi, sehelai kain kafan,

pisang dua sisir, kemenyan,dan seikat jerami yang dibungkus daun

pisang. Selain itu disiapkan juga tumpeng atau takir yang berisi

makanan beserta lauk pauknya dan aneka kue-kue tradisional yang

dibuat sendiri seperti ayam goreng, urap-urap, tempe, perkedel,sambal

goreng,pisang goreng, nogosari, kue bugis

3. Makna-makna yang terdapat dalam tradisi ini adalah Makna

diadakannya selamatan ini adalah karena kita harus menghormati apa

Page 123: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

yang leluhur kita terdahulu lakukan, jika apapun yang kita lakukan

ingin berjalan lancar maka kita harus memberikan Penghormatan

kepada menjaga alam ini agar selalu diberikan keselamatan, makna lain

dari tradisi ini adalah untuk memberikan penghormataan kepada Dewi

Seri karena telah memberikan hasil panen yang bagus dan berlimpah.

4. . Toleransi beragama dan keterkaitan religi dan tradisi adalahketerkaitan

antara religi dengan tradisi “selamatan petik pari” adalah:sangat terjaga

toleransinya.

Bagi masyarakat hindu mereka telah menegenal adanya dewa-dewii dan

memuja penjaga alam semesta, jadi penting bagi mereka menghormati

dewi Sri sebagai penjaga lahan pertanian mereka.

Tradisi yang sangat penting bagi masyarakat petani didesa

petungsewu,karena mereka menganggap jika tradisi ini tidak dilakukan

maka dewi akan marah dan tidak akan menjaga padi yang ditanam,jadi

dengan tetap menjalankan tradisi ini mereka juga tetap menjaga religius

atau keyakinan mereka,dan sampai sekarang tet

5. Dalam tradisi ini hanya terjadi sedikit perubahan atau pergeseran yaitu

dalam pelaksanakan tradisi,tetapi doa dan mantra tetap sama seperti

yang telah diajarkan oleh para leluhur.

HASIL WAWANCARA

Nama Informan : Bapak Tamat (selaku tokoh masyarakat Islam)

Hari / Tanggal / Jam : Senin, 30 Oktober 2010, 10.00 WIB

Tempat : di rumah Bapak Tamat

Jawaban pertanyaan:

Page 124: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

1. Tradisi ini telah ada dari zaman nenek moyang dulu,tujuannya juga sama

yaitu membuat tanaman padi jadi bagus,hasil panen melimpah,dan tidak ada

hama yang menyerang padi.hanya sekarang sudah ada perubahan dalam

tatacara pelaksanaan tradisi tersebut.tapi doa nya tetap sama yaitu doa

selamat.

2. Pelaksanaannya Sebelum melaksanakan selamatan petik pari pertama

yang harus disiapkan adalah sesajian yang terdiri dari berbagai macam

benda yang telah ditentukan seperti kaca, sisir rambut, benang untuk

mengikat padi, ani-ani untuk memotong padi, sehelai kain kafan,

pisang dua sisir, kemenyan,dan seikat jerami yang dibungkus daun

pisang. Selain itu disiapkan juga tumpeng atau takir yang berisi

makanan beserta lauk pauknya dan aneka kue-kue tradisional yang

dibuat sendiri seperti ayam goreng, urap-urap, tempe, perkedel,sambal

goreng,pisang goreng, nogosari, kue bugis

3. makna selamatan ini semata-mata meminta kepada yang maha kuasa

agar panen hasinya baik ,tidak ada hama yang menyerang padi,karena

masyarakat disini percaya kalau padi itu ada yang menjaganya,tetapi

tetap meminta doanya kepada allah melalui perantara dewi Sri yang

menjaga padi tersebut.

4. masyarakat Islam Desa Petungsewu masih mempercayai adanya

kekuatan-kekuatan alam yang mengelilingi desa, jadi untuk

menghormati kekuatan-kekuatan alam tersebut mereka melakukan

tradisi yang khusus dipersembahkan kepada alam.Masyarakat Desa ini

menganut Islam kejawen yaitu memahami kepercayaan pada berbagai

Page 125: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

macam roh yang dapat menimbulkan masalah, bahaya, kecelakaan atau

penyakit apabila mereka dibuat marah atau penganutnya tidak

memberikan sesajen yang dipercaya dapat menghindarkan manusia

dari bebagai hal yang tidak diinginkan.

5. Dalam sesaji ada yang berubah hal ini dikarenakan zaman yang sudah

modern,tetapi dalam tata cara tetap berjalan sama seperti dahulu kala

HASIL WAWANCARA

Nama Informan : Bapak Samain (selaku masyarakat Islam)

Hari / Tanggal / Jam : Senin, 1 november 2010, 10.00 WIB

Tempat : di rumah Bapak Samain

Jawaban pertanyaan:

1. Tradisi “Selamatan Petik Pari” ini sudah menjadi bagian dari

masyarakat Desa Petungsewu,karena mayoritas masyarakat adalah

petani,dan mereka menyakini bahwa tanaman padi tersebut ada yang

menjaganya yaitu seorang dewi yang bernama Dewi Sri,sebenarnya

sejak membuka lahan pertanian sudah ada tradisi selamatannya hingga

menjelang panen.tujuannya untuk menghormati Dewi Sri yang telah

menjaga lahan pertanian mereka,dan agar panen padi bisa berlimpah

2. Pelaksanaannya Sebelum melaksanakan selamatan petik pari pertama

yang harus disiapkan adalah sesajian yang terdiri dari berbagai macam

benda yang telah ditentukan seperti kaca, sisir rambut, benang untuk

mengikat padi, ani-ani untuk memotong padi, sehelai kain kafan,

pisang dua sisir, kemenyan,dan seikat jerami yang dibungkus daun

pisang. Selain itu disiapkan juga tumpeng atau takir yang berisi

Page 126: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

makanan beserta lauk pauknya dan aneka kue-kue tradisional yang

dibuat sendiri seperti ayam goreng, urap-urap, tempe, perkedel,sambal

goreng,pisang goreng, nogosari, kue bugis

3. Makna yang terdapat dalam tradisi ini adalah terciptannya kerukunan

antar dua agama mayoritas.

4. Keterkaitan tradisi “Selamatan petik pari” dengan religi masyarat

didesa ini adalah dengan menjalankan tradisi ini berarti kami didesa

ini menyakini Tuhan akan mengabulkan doa-doa yang kami panjatkan,

jadi kaitannya erat sekali, karena saya berpendapat jika hanya

memohon(berdoa) kepada tuhan tanpa melakukan selamatan maka sia-

sia lah doa kami,begitupun sebaliknya jika kami hanya melakukan

tradisi selamatan tanpa berdoa kepada yang maha kuasa maka sia-

sialah tradisi tersebut.

5. Terjadi sedikit perubahan dalam pelaksanaan tradisi, alat-alat sesaji

yang digunakan sudah tidak selengkap dahulu.tetapi dalam mantra dan

doa-doa tetap sama

HASIL WAWANCARA

Nama Informan : Bapak Sutrisno (selaku masyarakat Hindu)

Hari / Tanggal / Jam : Senin, 1 november 2010, 10.00 WIB

Tempat : di rumah Bapak Sutrisno

Jawaban pertanyaan:

1. Tradisi ini telah ada dari zaman nenek moyangnya Orang Jawa, jadi

sekarang kami hanya menjalankan apa yang telah mereka lakukan

Page 127: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

karena yang mereka lakukan bisa membawa keselamatan kepada anak

cucu kami

2. Pelaksanaannya Sebelum melaksanakan selamatan petik pari pertama

yang harus disiapkan adalah sesajian yang terdiri dari berbagai macam

benda yang telah ditentukan seperti kaca, sisir rambut, benang untuk

mengikat padi, ani-ani untuk memotong padi, sehelai kain kafan,

pisang dua sisir, kemenyan,dan seikat jerami yang dibungkus daun

pisang. Selain itu disiapkan juga tumpeng atau takir yang berisi

makanan beserta lauk pauknya dan aneka kue-kue tradisional yang

dibuat sendiri seperti ayam goreng, urap-urap, tempe, perkedel,sambal

goreng,pisang goreng, nogosari, kue bugis

3. Makna yang terdapat dalam tradisi ini adalah masyarakat mengakui

adanya Dewi penjaga lahan pertanian.

4. Keterkaitan antara nilai religius dengan tradisi “Selamatan Petik Pari

adalah dengan menjalankan tradisi yang telah ditetapkan para leluhur

maka kita percaya adanya kekuatan yang lebih besar didunia ini.

5. Sedikit mengalami perubahan dalam persiapan sesajinya

Page 128: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

Lampiran 6

Kumpulan Surat keterangan ijin melakukan Penelitian

10. Surat Ijin Penelitian Skripsi dari Fakultas Ilmu Sosial

Universitas Negeri Malang

11. Surat Ijin Penelitian Skripsi dari Badan Kesatuan Bidang Politik

dan Perlindungan Masyarakat Kabupaten Malang

12. Surat ijin penelitian dari Kantor Camat Wagir

13. Surat pernyataan telah Melakukan Penelitian Didesa Petungsewu dari

Kepala Desa Petungsewu Kecamatan Wagir Kabupaten Malang

Page 129: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Eka Yuliyani

NIM : 104811471930

Jurusan/Program Studi : Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa, skripsi yang saya tulis ini benar-benar

merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan

atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai hasil tulisan atau pikiran saya

sendiri.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan penelitian ini hasil

jiplakan, maka saya bersedia menerima saksi atas perbuatan tersebut.

Malang, November 2010

Yang membuat pernyataan,

Eka Yuliyani

NIM. 104811471930

Page 130: MAKNA TRADISI “SELAMATAN PETIK PARI” SEBAGAI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelCC9AB4DBD218855954F6435... · berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara keramat

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Eka Yuliyani yang biasa dipanggil eka / kay dilahirkan di Pulau Bunyu Kal-tim

pada tanggal 15 Juli 1986. Ia merupakan putri pertama dari pasangan Bapak

Achmad kholid dan Ibu Murtini. Ia memperoleh pendidikan pertamanya di SD

Negeri 005 Bunyu lulus pada tahun 1998, dan melanjutkan di SLTP Negeri 1

Bunyu lulus pada tahun 2001. Kemudian melanjutkan di SMA Patra Dharma

Bunyu dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun 2004 diterima di Program Studi

Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Jurusan Hukum dan

Kewarganegaraan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang melalui jalur

Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).