Kejang Demam Sederhana
Fakultas kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jln. Terusan Arjuna No. 6 Jakarta Barat 1151
Pendahuluan
Kejang (seizures) adalah pelepasan muatan oleh neuron-neuron otak yang mendadak
dan tidak terkontrol, yang menyebabkan perubahan pada fungsi otak. Kejang demam ialah
kebangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38˚C) yang
disebabkan oleh proses ekstrakranium. Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang
paling sering dijumpai pada anak, terutama pada golongan umur 6 bulan sampai 4 tahun.
Hampir 3% daripada anak berumur di bawah 5 tahun pernah menderita kejang demam.
Kriteria diagnostik mencakup kejang pertama yang dialami oleh anak dengan suhu lebih
tinggi dari 38˚C, anak berusia kurang dari 6 tahun,tidak ada tanda infeksi atau peradangan
susunan saraf pusat dan anak tidak menderita gangguan metabolik sistemik akut. Kejang
demam dapat diklasifikasikan sebagai kejang demam sederhana apabila berlangsung kurang
dari 15 menit, tidak memperlihatkan gambaran fokal yang signifikan, dan tidak berlangsung
dalam suatu rangkaian yang memiliki durasi total lebih dari 30 menit. Kejang demam
kompleks memiliki durasi lebih lama, ada tanda fokal dan terjadi dalam rangkaian yang
berkepanjangan.
Anamnesis
1
Anamnesis adalah pengumpulan data status pasien yang didapat dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan keadaan pasien. Tujuan dari anamnesis antara lain:
mendapatkan keterangan sebanyak mungkin mengenai penyakit pasien, membantu menegakkan
diagnosa sementara dan diagnosa banding, serta membantu menentukan penatalaksanaan selanjutnya.
Wawancara yang baik seringkali sudah dapat mengarah masalah pasien dengan diagnosa penyakit
tertentu. Adapun anamnesis meliputi: pencatatan identitas pasien, keluhan utama pasien, riwayat
penyakit pasien serta riwayat penyakit keluarga.3
Pada kasus ini, anamnesis dilakukan secara allo-anamnesis yaitu menanyakan pada penjaga
atau ibu, bapak anak hal-hal berkaitan dengan keluhan anaknya. Anamnesis anak dengan kejang
demam biasanya didapatkan riwayat kejang demam pada anggota keluarga lainnya (ayah,ibu atau
saudara kandung).
Identitas penderita:
Nama, alamat, tempat/tanggal lahir, umur, jenis kelamin,status sosial ekonomi keluarga serta
lingkungan tempat tinggal.3
Riwayat penyakit sekarang:4
Apakah keluhan utama pasien datang berobat?
Adakah terjadi kejang? Kapan pertama kejang?Berapa lama kejang? Jenis kejang?
Suhu sebelum/saat kejang, frekuensi kejang?
Demam sejak kapan? Penyebab demam adakah di luar susunan saraf pusat?
Kesadaran anak sebelum/setelah kejang?
Kejang tonik,klonik,fokal,generalisata?
Riwayat penyakit dahulu:
Apakah pernah menderita kejang demam sebelumnya? Jika ada di usia berapa?
Frekuensi kejang?
Apakah ada riwayat penyakit neurologis yang lain seperti meningitis?
Riwayat pengobatan:
Apakah pernah ke dokter lain untuk mendapatkan perawatan?
2
Apakah ada mangkonsumsi obat-obat yang diresep oleh dokter atau dibeli di apotek
sebelumnya?
Riwayat kehamilan:
Kesehatan ibu saat kehamilan
Pernah sakit panas?
Pernah tetanus toxoid?
Riwayat kelahiran:
Tanggal lahir
Tempat lahir
Ditolong oleh siapa
Cara kelahiran
Keadaan stlh lahir, pasca lahir, hari-hari 1 kehidupan
Masa kehamilan
Berat badan dan panjang badan lahir (apakah sesuai dengan masa kehamilan, kurang
atau besar)
Riwayat penyakit keluarga:4
Apakah ada riwayat kejang demam dalam keluarga?
Apakah ada riwayat epilepsi dalam keluarga?
Apakah ada riwayat penyakit neurologis lain dalam keluarga?
Riwayat pertumbuhan Kurva berat badan terhadap umur
Pemeriksaan
Diagnosis suatu penyakit dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik yang ditemukan
pada pemeriksaan fisik, terutama sekali bagi penyakit yang memiliki gejala klinik spesifik.
Pemeriksaan yang dilakukan dapat berupa pemeriksaan fisik namun, bagi penyakit yang tidak
3
memiliki gejala klinik khas, untuk menegakkan diagnosisnya kadang-kadang diperlukan
pemeriksaan laboratorium (diagnosis laboratorium).
1. Pemeriksaan Fisik
Dari pemeriksaan umum dan fisik sering didapat keterangan – keterangan yang
menuju ke arah tertentu dalam usaha membuat diagnosis. Pemeriksaan fisik
dilakukan dengan berbagai cara diantaranya adalah pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan fisik dilakukan dengan melihat keadaan umum pasien, kesadaran,
tanda-tanda vital (TTV), pemeriksaan mulai dari bagian kepala dan berakhir pada
anggota gerak yaitu kaki. Pada pemeriksaan fisik ditemukan beberapa hal berikut:3
Tanda Vital
Pemeriksaan Fokus Infeksi
- Melihat apa tonsil memerah atau tidak.
- Apakah gendang telinga hipereremi atau tidak.
- Apakah ada ruam kulit atau tidak
Tanda Rangsang Meningeal
- Kaku kuduk (Nuchal rigidity)
Bila leher ditekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu tidak
dapat menepel pada dada.
- Brudzinski I (Brudzinski’s neck sign)
Letakkan satu tangan pemeriksa di bawah kepala pasien dan tangan
lainnya di dada pasien untuk mencegah agar badan tidak terangkat,
kemudian kepala pasien difleksikan ke dada secara pasif. Bila terdapat
rangsang meningeal maka kedua tungkai bawah akan fleksi pada sendi
panggul dan lutut.
4
- Brudzinski II (Brudzinski’s contralateral leg sign)
Fleksi tungkai pasien pada sendi panggul secara pasif akan diikuti oleh
fleksi tungkai lainnya ada sendi panggul dan sendi lutut.
- Kernig
Penderita dalam posisi terlentang dilakukan fleksi tungkai atas tegak
lurus, kemudian dicoba meluruskan tungkai bawah pada sendi lutut.
Pada iritasi menigeal ekstensi lutut secara pasif akan menyebabkan rasa
sakit dan terdapat hambatan.
Gambar 1. Kernig dan Brudzinski I
2. Pemeriksaan Penunjang
Kegunaan dari pemeriksaan penunjang adalah untuk keakuratan diagnosis
suatu penyakit. Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya kejang pada seorang anak
yang mengalami demam dan sebelumnya tidak ada riwayat epilepsi. Selanjutnya
5
dilakukan pemeriksaan lanjutan yang perlu dilakukan jika didapatkan karakteristik
khusus pada anak yaitu:4
Pungsi lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal yang dilakukan untuk menyingkirkan meningitis
terutama pada pasien kejang demam pertama. Pada bayi-bayi kecil seringkali gejala
meningitis tidak jelas sehingga pungsi lumbal harus dilakukan pada bayi berumur
kurang dari 6 bulan dan dianjurkan untuk yang berumur kurang dari 18 bulan.
Berdasarkan penelitian yang telah diterbitkan, cairan cerebrospinal yang abnormal
umumnya diperoleh pada anak dengan kejang demam yang:
-Memiliki tanda peradangan selaput otak (contoh: kaku kuduk).
-mengalami complex partial seizure.
-Kunjungan ke dokter dalam 48 jam sebelumnya (sudah sakit dalam 48 jam
sebelumnya).
-Kejang saat tiba di IGD.
-Keadaan post ictal (pasca kejang) yang berkelanjutan. Mengantuk hingga sekitar
1 jam setelah kejang demam adalah normal.
-kejang pertama setelah usia 3 tahun.
Pada anak dengan usia lebih dari 18 bulan, pungsi lumbal dilakukan jika tampak
tanda peradangan selaput otak atau ada riwayat yang menimbulkan kecurigaan
infeksi sistem sarap pusat. Pada anak dengan kejang demam yang telah menerima
terapi antibiotikk sebelumnya, gejala meningitis dapat tertutupi, karena itu pada
kasus seperti itu pungsi lumbal sangat dianjurkan untuk dilakukan.
EEG
Pemeriksaan gelombang otak untuk meneliti ketidaknormalan gelombang.
6
Pemeriksaan ini tidak dianjurkan untuk dilakukan pada kejang demam yang baru
terjadi sekali tanpa adanya defisit neurologis.4 Saat ini pemeriksaan EEG tidak
dianjurkan untuk pasien kejang demam sederhana.3
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan seperti pemeriksaan darah rutin, kadar elektrolit., kalsium, fosfor,
magnesium, atau gula darah tidak rutin dilakukan pada kejang demam pertama.
Pemeriksaan laboratorium harus ditujukan untuk mencari sumber demam, bukan
sekedar sebagai pemeriksaan rutin.
Pemeriksaan Imaging
Pemeriksaan imaging (CT Scan atau MRI) dapat dindikasikan pada keadaan:
a. Adanya riwayat dan tanda klinis trauma kepala.
b. Kemungkinan adanya lesi struktural diotak (mikrosefali, spastik).
c. Adanya tanda peningkatan tekanan intrakranial (kesadaran menurun, muntah
berulang, fontanel anterior membonjol, paresis saraf otak VI, edema papil).
Diagnosis
Differential Diagnosis
Differential diagnosis atau diagnosis pembanding merupakan diagnosis yang
dilakukan dengan membanding-bandingkan tanda klinis suatu penyakit dengan tanda
klinis penyakit lain. Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan gejala yang dialami
pasien, pasien bias dicurigai menderita beberapa penyakit seperti:
a. Kejang Demam Kompleks
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI 2004), membagi kejang demam
menjadi dua:
a. Kejang demam sederhana (harus memenuhi semua kriteria berikut)
– Berlangsung singkat
7
– Umumnya serangan berhenti sendiri dalam waktu < 15 menit
– Bangkitan kejang tonik, tonik-klonik tanpa gerakan fokal
– Tidak berulang dalam waktu 24 jam
b. Kejang demam kompleks (hanya dengan salah satu kriteria berikut)
– Kejang berlangsung lama, lebih dari 15 menit
– Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului dengan kejang
parsial
– Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam, anak sadar kembali di antara
bangkitan kejang
b. Epilepsi
Merupakan kompleks gejala yang timbul akibat akibat gangguan fungsi otak yang
gangguan fungsinya sendiri dapat disebabkan oleh berbagai proses patologik. Epilepsi
adalah gangguan kronik, dengan tanda utama adalah kejang spontan yang berulang.
Gejala-gejala atau tanda-tanda penyakit ayan ini adalah apabila penyakit ini akan
kambuh, penderita biasanya merasa pusing, pandangan berkunang-kunang, alat
pendengaran kurang sempurna. Selain itu, keluar keringat berlebihan dan mulut keluar
busa. Sesaat kemudian, penderita jatuh pingsan diiringi dengan jeritan. Semua urat-
urat mengejang, lengan dan tungkai menjulur kaku, tangan menggenggam dengan
eratnya, acapkali lidah luka tergigit karena rahang terkatup rapat, si penderita sulit
bernafas dan muka merah atau kebiru-biruan. Selama terserang ayan, biasanya mata
tertutup dan akhirnya tertidur pulas lebih dari 45 menit. Apabila telah bangun dan
ditanya, tidak lagi ingat apa-apa yang telah terjadi atas dirinya. Serangan ayan yang
demikian itu senantiasa datang berulang-ulang.
c. Meningitis Bakterialis
8
Meningitis adalah infeksi ruang subarachnoid dan leptomeningen yang disebabkan
oleh berbagai organism pathogen. Aspek penting yang harus dipertimbangkan
mencakup usia, etnik, musim, factor pejamu, dan pola resistensi antibiotic regional di
antara pathogen yang mungkin. Trias klasik gejala meningitis adalah demam, sakit
kepala, dan kaku kuduk. Namun, pada anak di bawah dua tahun, kaku kuduk atau
tanda iritasi meningen lain mungkin tidak ditemui. Perubahan tingkat kesadaran lazim
terjadi, sebagian besar penderita mengalami letargi, iritabilitas, atau delirium.
Pemeriksaan fisik mungkin memperlihatkan tanda-tanda iritasi meningen – kaku
kuduk, tanda krenig dan Brudzinski yang positif. Pleositosis sering dijumpai pada
meningitis bakterialis, sel polimorfonuklear mendominasi dan biasanya melebihi 90%
total. Hipoglikorakia biasanya ditemukan dengan kadar glukosa CSS biasnya kurang
dari 30-50% kadar glukosa serum. Konsentrasi protein biasanya meningkat dalam
100-500mg/dL. Perwarnaan gram akan positif pada lebih dari 90% pasien.5
Working Diagnosis
Working Diagnosis atau diagnosis kerja merupakan suatu kesimpulan berupa
hipotesis tentang kemungkinan penyakit yang ada pada pasien. Berdasarkan gejala-
gejala yang timbul dan hasil dari pemeriksaan fisik serta penunjang, dapat ditarik
kesimpulan kalau pasien tersebut menderita kejang demam sederhana.
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal lebih dari 38ºC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.
Mengenai definisi kejang demam ini masing-masing peneliti membuat batasan-
batasan sendiri, tetapi pada garis besarnya hampir sama. Menurut Consensus
Statement on Febrile Seizures, kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau
anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun, berhubungan dengan demam
9
tetapi tidak terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu. Anak yang
pernah kejang tanpa demam dan bayi berumur kurang dari 4 minggu tidak termasuk.
Derajat tingginya demam yang dianggap cukup untuk diagnosis kejang demam ialah
38ºC atau lebih, tetapi suhu sebenarnya saat kejang tidak diketahui.3 Anak yang
pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak
termasuk dalam kejang
demam. Kejang disertai demam pada bayi usia kurang dari 1 bulan tidak termasuk
kejang demam.1
Etiologi
Hingga kini belum diketahui dengan pasti penyebab kejang demam. Demam sering
disebabkan infeksi saluran pernapasan atas, radang telinga tengah, infeksi saluran cerna dan
infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi. Kadang-kadang
demam yang tidak begitu tinggi dapat menyebabkan kejang.6
Faktor risiko kejang demam adalah sebagai berikut:7
Demam
Riwayat kejang demam pada orangtua atau saudara kandung
Perkembangan terlambat
Problem pada masa neonatus
Anak dalam perawatan khusus
Kadar natrium rendah
Epidemiologi
Diperkirakan 3% anak-anak dibawah usia 6 tahun pernah menderita kejang demam.
Anak laki-laki lebih sering pada anak perempuan dengan perbandingan 1.4:1.0. Menurut ras
maka kulit putih lebih banyak daripada kulit berwarna.6
10
Patofisiologi
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1ºC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme
basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 4
tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa
yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan
keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion
kalium maupun ion natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan
listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel
maupun membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter dan
terjadilah kejang.3
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi
rendahnya ambang kejang seseorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu.
Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38º C
sedangkan pada anak dengan ambang kejang tinggi , kejang baru terjadi pada suhu 40ºC atau
lebih. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering
terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu
diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang.3
11
Gambar 2. Patofisiologi Kejang Demam
Manifestasi Klinik
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengn
kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi diluar susunan saraf
pusat, misalnya tonsilitis, otitis media akuta, bronkitis, furunkulosis, dan lain-lain. Serangan
kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan
sifat bangkitan kejang dapat berbentuk tonik-klonik bilateral, tonik, klonik, fokal atau
akinetik. Bentuk kejang yang lain dapat juga terjadi seperti mata terbalik keatas dengan
disertai kekakuan atau kelemahan, gerakan semakin berulang tanpa didahului kekakuan atau
hanya sentakan atau kekakuan fokal.6
Saat kejang, anak akan mengalami berbagai macam gejala seperti:8
1. Anak hilang kesadaran
2. Tangan dan kaki kaku atau tersentak-sentak
3. Sulit bernapas
4. Busa di mulut
5. Wajah dan kulit menjadi pucat atau kebiruan
6. Mata berputar-putar, sehingga hanya putih mata yang terlihat
Komplikasi
1. Berulangnya Kejang:2
- Kemungkinan terjadinya ulangan kejang kurang lebih 25 s/d 50 % pada 6 bulan
pertama dari serangan pertama.
12
2. Epilepsi:2
- Resiko menjadi Epilepsi yang akan dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita
KDS tergantung kepada faktor:
a. Riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga
b. Kelainan dalam perkembangan atau kelainan sebelum anak menderita KDS
c. kejang berlangsung lama atau kejang fokal.
- Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor di atas, maka kemungkinan mengalami
serangan kejang tanpa demam adalah 13 %, dibanding bila hanya didapat satu atau
tidak sama sekali faktor di atas.
3. Hemiparesis2
Biasanya terjadi pada penderita yang mengalami kejang lama (berlangsung lebih dari
setengah jam) baik kejang yang bersifat umum maupun kejang fokal. Kejang fokal yang
terjadi sesuai dengan kelumpuhannya. Mula-mula kelumpuhan bersifat flacid, sesudah 2
minggu timbul keadaan spastisitas. Diperkirakan 0,2 % KDS mengalami hemiparese
sesudah kejang lama.
4. Retardasi Mental2
Ditemukan dari 431 penderita dengan KDS tidak mengalami kelainan IQ, sedang
kejang demam pada anak yang sebelumnya mengalami gangguan perkembangan atau
kelainan neurologik ditemukan IQ yang lebih rendah. Apabila kejang demam diikuti
dengan terulangnya kejang tanpa demam, kemungkinan menjadi retardasi mental adalah
5x lebih besar
Pencegahan
1. Pencegahan berkala ( intermiten ) untuk kejang demam sederhana dengan Diazepam
0,3 mg/KgBB/dosis PO dan anti piretika pada saat anak menderita penyakit yang
disertai demam.2
13
2. Pencegahan kontinu untuk kejang demam komplikata dengan AsamValproat 15– 40
mg/KgBB/hari dan fenobarbital 3-5mg/KgBB/hari PO dibagi dalam 2 – 3 dosis.
Pencegahan difokuskan pada pencegahan kekambuhan berulang dan pencegahan segera saat
kejang berlangsung.
1. Pencegahan berulang:
a) Tersedianya obat penurun panas yang didapat atas resep dokter.
b) Tersedianya obat pengukur suhu dan catatan penggunaan termometer, cara
pengukuran suhu tubuh anak, serta keterangan batas-batas suhu normal pada
anak ( 36-37ºC).
c) Anak diberi obat antipiretik bila orang tua mengetahuinya pada saat mulai
demam dan jangan menunggu sampai suhu meningkat.
2. Mencegah cedera saat kejang berlangsung kegiatan ini meliputi:
a) Baringkan pasien pada tempat yang rata.
b) Kepala dimiringkan untuk menghindari aspirasi cairan tubuh.
c) Pertahankan lidah untuk tidak menutupi jalan napas.
d) Lepaskan pakaian yang ketat.
e) Jangan melawan gerakan pasien untuk menghindari cedera.
Prognosis
1. Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosisnya baik dan tidak
menyebabkan kematian.2
2. Apabila tidak diterapi dengan baik, kejang demam dapat berkembang menjadi kejang
demam berulang,epilepsi, kelainan motorik, gangguan mental dan belajar.
14
3. Angka rekurensi untuk kejang demam dilaporkan sebesar 25-50%. Faktor tunggal
terpenting dalam memperkirakan rekurensi adalah usia anak saat kejang pertama.
Anak yang mengalami kejang pertama pada usia ≤ 1 tahun memiliki kemungkinan
65% menderita kejang demam rekurens. Hal ini berbeda dengan kemungkinan 35%
apabila awitan kejang adalah pada usia antara 1-2,5 tahun dan 20% setelah usia 2,5
tahun. Angka rekurensi juga meningkat pada anak yang perkembangannya abnormal
sebelum kejang pertama dan pada mereka yang memiliki riwayat kejang febris pada
keluarga. Anak yang mengalami demam dengan durasi lebih singkat sebelum kejang
demam dan mengalami temperatur yang lebih rendah juga mempunyai resiko
meningkat terkena kejang demam.1
4. Gangguan belajar dan perilaku, retardasi mental, defisit koordinasi dan motorik, status
epileptikus dan kematian pernah dilaporkan sebagai sekuele kejang demam.
Kesimpulan
Kejang adalah suatu kejadian paroksismal yang disebabkan oleh lepas muatan
hipersinkron abnormal dari suatu kumpulan neuron SSP. Istilah kejang perlu secara cermat
dibedakan dari epilepsi. Epilepsi menerangkan suatu penyakit pada seseorang yang
mengalami kejang rekuren nonmetabolik yang disebabkan oleh suatu proses kronik yang
mendasarinya. Kejang demam adalah penyakit pada anak yang disebabkan oleh demam,
namun tidak sampai menginfeksi otak anak. Infeksi ekstrakranial yang paling banyak
didapatkan yakni dari saluran pernapasan bagian atas, dan merupakan 70% dari seluruh
penyebab kejang demam. Anak akan terlihat aneh untuk beberapa saat, kemudian kaku, dan
memutar matanya. Anak tidak responsif untuk beberapa waktu, napas akan terganggu, dan
kulit akan tampak lebih gelap dari biasanya. Setelah kejang, anak akan segera normal
kembali. Penanganganan yang cepat akan mengurangkan resiko komplikasi.
15
Hipotesis diterima. Anak dengan keluhan kejang beberapa menit yang lalu,anak
tersebut menderita batuk dan pilek dua hari yang lalu, anak mulai demam tinggi SMRS,
selang beberapa menit kemudian si anak mulai kejang-kejang pada kedua tangan dan kakinya,
mata mendelik ke atas yang berlangsung selama 5 menit, menderita Kejang Demam
Sederhana.
DAFTAR PUSTAKA
1. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Buku kuliah 2 ilmu kesehatan anak.
Jakarta: Infomedika; 2007.h.847-54.
2. Jong WD. Kanker, apakah itu? Jakarta: Arcan; 2005.h.104.
3. Rudolf M, Levene M. Pediatric and child health. 2nd edition. United States: Blackwell
Publishing; 2006.h.72-90.
4. Soetomenggolo S, Taslim IS. Buku ajar neurologis anak. Jakarta: BP. IDAI; 2003.h.
244-251.
5. Nelson WE, Behrman ER, Kliegman R, Arvin MA. Nelson ilmu kesehatan anak.
Volume 2. Edisi ke-15. Jakarta: EGC; 2012.h.1658-63, 1455-8.
6. Behrman. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi ke-15. Jakarta : Kedokteran EGC; 2008.h
2053-67.
7. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhan WI, Setiowulan W. Kapita selekta kedokteran. Jilid
2. Edisi ke-3. Jakarta: Media Aesculapius FK UI; 2006.h.434-7.
8. Latief A, Napitupulu PM, Pudjiadi A, Ghazali M, Putra TS. Ilmu kesehatan anak.
Edisi ke-9. Jakarta: Infomedika Jakarta; 2005.h.850-4.
16
17