Download - 117246751 Askep Anak Dengan Kolestasis Docx
ASKEP ANAK DENGAN KOLESTASIS
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN
CHOLESTASIS
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. DEFINISI
Kolestasis adalah kegagalan aliran cairan empedu masuk duodenum dalam jumlah normal.
Gangguan dapat terjadi mulai dari membrana-basolateral dari hepatosit sampai tempat
masuk saluran empedu ke dalam duodenum. Dari segi klinis didefinisikan sebagai
akumulasi zat-zat yang diekskresi kedalam empedu seperti bilirubin, asam empedu, dan
kolesterol didalam darah dan jaringan tubuh. Secara patologi-anatomi kolestasis adalah
terdapatnya timbunan trombus empedu pada sel hati dan sistem bilier (Arief, 2010).
Cholestasis adalah kondisi yang terjadi akibat terhambatnya aliran empedu dari saluran
empedu ke intestinal. Kolestasis terjadi bila ada hambatan aliran empedu dan bahan-bahan
yang harus diekskresi hati (Nazer, 2010).
2. EPIDEMIOLOGI
Kolestasis pada bayi terjadi pada ± 1:25000 kelahiran hidup. Insiden hepatitis neonatal
1:5000 kelahiran hidup, atresia bilier 1:10000-1:13000, defisiensi α-1 antitripsin 1:20000.
Rasio atresia bilier pada anak perempuan dan anak laki-laki adalah 2:1, sedang pada hepatitis
neonatal, rasionya terbalik.
3. ETIOLOGI/PENYEBAB
Penyebab cholestasis dibagi menjadi 2 bagian: intrahepatic cholestasis dan ekstrahepatic
cholestasis.
Pada intrahepatic cholestasis terjadi akibat gangguan pada sel hati yang terjadi akibat:
infeksi bakteri yang menimbulkan abses pada hati, biliary cirrhosis primer, virus
hepatitis, lymphoma, cholangitis sclerosing primer, infeksi tbc atau sepsis, obat-obatan
yang menginduksi cholestasis.
Pada extrahepatic cholestasis, disebabkan oleh tumor saluran empedu, cista, striktur
(penyempitan saluran empedu), pankreatitis atau tumor pada pankreas, tekanan tumor
atau massa sekitar organ, cholangitis sklerosis primer. Batu empedu adalah salah satu
penyebab paling umum dari saluran empedu diblokir. Saluran empedu Diblokir mungkin
juga hasil dari infeksi, kanker atau jaringan parut internal. Parut dapat memblokir saluran
empedu, yang dapat mengakibatkan kegagalan hati (Richard, 2002)
Gambar 1. Batu empedu yang terjadi di kantung empedu (Sumber:
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/bileductdiseases.html)
Cholestasis dapat terjadi akibat atresia biliary yang merupakan suatu kondisi kongenital.
4. PATOFISIOLOGI
Gambar 2. Empedu di hasilkan di hati dan disimpan di kantung empedu
(Sumber://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000215.htm)
Empedu adalah cairan yang disekresi hati berwarna hijau kekuningan merupakan
kombinasi produksi dari hepatosit dan kolangiosit. Empedu mengandung asam empedu,
kolesterol, phospholipid, toksin yang terdetoksifikasi, elektrolit, protein, dan bilirubin
terkonyugasi. Kolesterol dan asam empedu merupakan bagian terbesar dari empedu sedang
bilirubin terkonyugasi merupakan bagian kecil. Bagian utama dari aliran empedu adalah sirkulasi
enterohepatik dari asam empedu. Hepatosit adalah sel epetelial dimana permukaan
basolateralnya berhubungan dengan darah portal sedang permukaan apikal (kanalikuler)
berbatasan dengan empedu. Hepatosit adalah epitel terpolarisasi berfungsi sebagai filter dan
pompa bioaktif memisahkan racun dari darah dengan cara metabolisme dan detoksifikasi
intraseluler, mengeluarkan hasil proses tersebut kedalam empedu.Salah satu contoh adalah
penanganan dan detoksifikasi dari bilirubin tidak terkonyugasi (bilirubin indirek).
Bilirubin tidak terkonyugasi yang larut dalam lemak diambil dari darah oleh transporter
pada membran basolateral, dikonyugasi intraseluler oleh enzim UDPGTa yang mengandung
P450 menjadi bilirubin terkonyugasi yang larut air dan dikeluarkan kedalam empedu oleh
transporter mrp2. mrp2 merupakan bagian yang bertanggungjawab terhadap aliran bebas asam
empedu. Walaupun asam empedu dikeluarkan dari hepatosit kedalam empedu oleh transporter
lain, yaitu pompa aktif asam empedu. Pada keadaan dimana aliran asam empedu menurun,
sekresi dari bilirubin terkonyugasi juga terganggu menyebabkan hiperbilirubinemia
terkonyugasi. Proses yang terjadi di hati seperti inflamasi, obstruksi, gangguan metabolik, dan
iskemia menimbulkan gangguan pada transporter hepatobilier menyebabkan penurunan aliran
empedu dan hiperbilirubinemi terkonjugasi (Areif, 2010)
Perubahan fungsi hati pada kolestasis
Pada kolestasis yang berkepanjangan terjadi kerusakan fungsional dan struktural:
A. Proses transpor hati
Proses sekresi dari kanalikuli terganggu, terjadi inversi pada fungsi polaritas dari hepatosit
sehingga elminasi bahan seperti bilirubin terkonyugasi, asam empedu, dan lemak kedalam
empedu melalui plasma membran permukaan sinusoid terganggu.
B. Transformasi dan konyugasi dari obat dan zat toksik
Pada kolestasis berkepanjangan efek detergen dari asam empedu akan menyebabkan
gangguan sitokrom P-450. Fungsi oksidasi, glukoronidasi, sulfasi dan konyugasi akan
terganggu.
C. Sintesis protein
Sintesis protein seperti alkali fosfatase dan GGT, akan meningkat sedang produksi serum
protein albumin-globulin akan menurun.
D. Metabolisme asam empedu dan kolesterol
Kadar asam empedu intraseluler meningkat beberapa kali, sintesis asam empedu dan
kolesterol akan terhambat karena asam empedu yang tinggi menghambat HMG-CoA
reduktase dan 7 alfa-hydroxylase menyebabkan penurunan asam empedu primer sehingga
menurunkan rasio trihidroksi/dihidroksi bile acid sehingga aktifitas hidropopik dan
detergenik akan meningkat. Kadar kolesterol darah tinggi tetapi produksi di hati menurun
karena degradasi dan eliminasi di usus menurun.
E. Gangguan pada metabolisme logam
Terjadi penumpukan logam terutama Cu karena ekskresi bilier yang menurun. Bila kadar
ceruloplasmin normal maka tidak terjadi kerusakan hepatosit oleh Cu karena Cu mengalami
polimerisasi sehingga tidak toksik.
F. Metabolisme cysteinyl leukotrienes
Cysteinyl leukotrienes suatu zat bersifat proinflamatori dan vasoaktif dimetabolisir dan
dieliminasi dihati, pada kolestasis terjadi kegagalan proses sehingga kadarnya akan
meningkat menyebabkan edema, vasokonstriksi, dan progresifitas kolestasis. Oleh karena
diekskresi diurin maka dapat menyebabkan vaksokonstriksi pada ginjal.
G. Mekanisme kerusakan hati sekunder
Asam empedu, terutama litokolat merupakan zat yang menyebabkan kerusakan hati
melalui aktifitas detergen dari sifatnya yang hidrofobik. Zat ini akan melarutkan kolesterol
dan fosfolipid dari sistim membran sehingga intregritas membran akan terganggu. Maka
fungsi yang berhubungan dengan membran seperti Na+, K+-ATPase, Mg++-ATPase, enzim-
enzim lain dan fungsi transport membran dapat terganggu, sehingga lalu lintas air dan
bahan-bahan lain melalui membran juga terganggu.Sistem transport kalsium dalam
hepatosit juga terganggu. Zat-zat lain yang mungkin berperan dalam kerusakan hati adalah
bilirubin, Cu, dan cysteinyl leukotrienes namun peran utama dalam kerusakan hati pada
kolestasis adalah asam empedu.
Proses imunologis
Pada kolestasis didapat molekul HLA I yang mengalami display secara abnormal pada
permukaan hepatosit, sedang HLA I dan II diekspresi pada saluran empedu sehingga
menyebabkan respon imun terhadap sel hepatosit dan sel kolangiosit. Selanjutnya akan
terjadi sirosis bilier (Nazer, 2010)
5. KLASIFIKASI
Secara garis besar kolestasis dapat diklasifikasikan menjadi:
a. Kolestasis ekstrahepatik, obstruksi mekanis saluran empedu ekstrahepatik.
Secara umum kelainan ini disebabkan lesi kongenital atau didapat. Merupakan
kelainan nekroinflamatori yang menyebabkan kerusakan dan akhirnya pembuntuan saluran
empedu ekstrahepatik, diikuti kerusakan saluran empedu intrahepatik. Penyebab utama yang
pernah dilaporkan adalah proses imunologis,infeksi virus terutama CMV dan Reo virus tipe
3, asam empedu yang toksik, iskemia dan kelainan genetik. Biasanya penderita terkesan sehat
saat lahir dengan berat badan lahir, aktifitas dan minum normal. Ikterus baru terlihat setelah
berumur lebih dari 1 minggu. 10-20% penderita disertai kelainan kongenital yang lain seperti
asplenia, malrotasi dan gangguan kardiovaskuler. Deteksi dini dari kemungkinan adanya
atresia bilier sangat penting sebab efikasi pembedahan hepatik-portoenterostomi (Kasai) akan
menurun apabila dilakukan setelah umur 2 bulan.
Pada pemeriksaan ultrasound terlihat kandung empedu kecil dan atretik disebabkan
adanya proses obliterasi, tidak jelas adanya pelebaran saluran empedu intrahepatik.
Gambaran ini tidak spesifik, kandung empedu yang normal mungkin dijumpai pada penderita
obstruksi saluran empedu ekstrahepatal sehingga tidak menyingkirkan kemungkinan adanya
atresi bilier.
Gambaran histopatologis ditemukan adanya portal tract yang edematus dengan
proliferasi saluran empedu, kerusakan saluran dan adanya trombus empedu didalam duktuli.
Pemeriksaan kolangiogram intraoperatif dilakukan dengan visualisasi langsung untuk
mengetahui patensi saluran bilier sebelum dilakukan operasi Kasai (Anonym, 2010)
b. Kolestasis intrahepatik
Saluran Empedu
Digolongkan dalam 2 bentuk, yaitu: (a) Paucity saluran empedu, dan (b) Disgenesis saluran
empedu. Oleh karena secara embriologis saluran empedu intrahepatik (hepatoblas) berbeda
asalnya dari saluran empedu ekstrahepatik (foregut) maka kelainan saluran empedu dapat
mengenai hanya saluran intrahepatik atau hanya saluran ekstrahepatik saja. Beberapa
kelainan intrahepatik seperti ekstasia bilier dan hepatik fibrosis kongenital, tidak mengenai
saluran ekstrahepatik. Kelainan yang disebabkan oleh infeksi virus CMV, sklerosing
kolangitis, Caroli’s disease mengenai kedua bagian saluran intra dan ekstra-hepatik.Karena
primer tidak menyerang sel hati maka secara umum tidak disertai dengan gangguan fungsi
hepatoseluler. Serum transaminase, albumin, faal koagulasi masih dalam batas normal.
Serum alkali fosfatase dan GGT akan meningkat. Apabila proses berlanjut terus dan
mengenai saluran empedu yang besar dapat timbul ikterus, hepatomegali,
hepatosplenomegali, dan tanda-tanda hipertensi portal.
Paucity saluran empedu intrahepatik lebih sering ditemukan pada saat neonatal
dibanding disgenesis, dibagi menjadi sindromik dan nonsindromik. Dinamakan paucity
apabila didapatkan < 0,5 saluran empedu per portal tract.Contoh dari sindromik adalah
sindrom Alagille, suatu kelainan autosomal dominan disebabkan haploinsufisiensi pada gene
JAGGED 1.Sindroma ini ditemukan pada tahun 1975 merupakan penyakit multi organ pada
mata (posterior embryotoxin), tulang belakang (butterfly vertebrae), kardiovaskuler (stenosis
katup pulmonal), dan muka yang spesifik (triangular facial yaitu frontal yang dominan, mata
yang dalam, dan dagu yang sempit).Nonsindromik adalah paucity saluran empedu tanpa
disertai gejala organ lain. Kelainan saluran empedu intrahepatik lainnya adalah sklerosing
kolangitis neonatal, sindroma hiper IgM, sindroma imunodefisiensi yang menyebabkan
kerusakan pada saluran empedu (Anonym, 2010)
Kelainan hepatosit
Kelainan primer terjadi pada hepatosit menyebabkan gangguan pembentukan dan
aliran empedu. Hepatosit neonatus mempunyai cadangan asam empedu yang sedikit, fungsi
transport masih prematur, dan kemampuan sintesa asam empedu yang rendah sehingga
mudah terjadi kolestasis. Infeksi merupakan penyebab utama yakni virus, bakteri, dan
parasit. Pada sepsis misalnya kolestasis merupakan akibat dari respon hepatosit terhadap
sitokin yang dihasilkan pada sepsis.
Hepatitis neonatal adalah suatu deskripsi dari variasi yang luas dari neonatal
hepatopati, suatu inflamasi nonspesifik yang disebabkan oleh kelainan genetik, endokrin,
metabolik, dan infeksi intra-uterin. Mempunyai gambaran histologis yang serupa yaitu
adanya pembentukan multinucleated giant cell dengan gangguan lobuler dan serbukan sel
radang, disertai timbunan trombus empedu pada hepatosit dan kanalikuli. Diagnosa hepatitis
neonatal sebaiknya tidak dipakai sebagai diagnosa akhir, hanya dipakai apabila penyebab
virus, bakteri, parasit, gangguan metabolik tidak dapat ditemukan (Reksoprodjo, 1995)
6. GAMBARAN KLINIS
Gambaran klinis pada kolestasis pada umunya disebabkan karena keadaan-keadaan:
1. Terganggunya aliran empedu masuk ke dalam usus
Tinja akolis/hipokolis
Urobilinogen/sterkobilinogen dalam tinja menurun/negatif
Urobilin dalam air seni negatif
Malabsorbsi lemak dan vitamin yang larut dalam lemak
Steatore
Hipoprotrombinemia
2. Akumulasi empedu dalam darah
Ikterus
Gatal-gatal
Hiperkolesterolemia
3. Kerusakan sel hepar karena menumpuknya komponen empedu
Anatomis
- Akumulasi pigmen
- Reaksi peradangan dan nekrosis
Fungsional
- Gangguan ekskresi (alkali fosfatase dan gama glutamil transpeptidase
meningkat)
- Transaminase serum meningkat (ringan)
- Gangguan ekskresi sulfobromoftalein
- Asam empedu dalam serum meningkat
Tanda-tanda non-hepatal sering pula membantu dalam diagnosa, seperti sindroma
polisplenia (situs inversus, levocardia, vena cava inferior tidaka ada), sering bersamaan
dengan atresia bilier: bentuk muka yang khas, posterior embriotokson, serta adanya bising
pulmunal stenosis perifer, sering bersamaan dengan “paucity of the intrahepatic bile
ductules” (arterio hepatic displasia/Alagille’s syndrome) nafsu makan yang jelek dengan
muntah, “irritable”, sepsis, sering karena adanya kelainan metabolisme seperti galaktosemia,
intoleransi froktosa herediter, tirosinemia.
Neonatal hepatitis lebih banyak pada anak laki, sedangkan atresia bilier ekstrahepatal
lebih banyak pada anak perempuan.
7. PEMERIKSAAN FISIK
Pada umumnya gejala ikterik pada neonatus baru akan terlihat bila kadar bilirubin sekitar
7 mg/dl. Secara klinis mulai terlihat pada bulan pertama. Warna kehijauan bila kadar
bilirubin tinggi karena oksidasi bilirubin menjadi biliverdin. Jaringan sklera mengandung
banyak elastin yang mempunyai afinitas tinggi terhadap bilirubin, sehingga pemeriksaan
sklera lebih sensitif.
Dikatakan pembesaran hati apabila tepi hati lebih dari 3,5 cm dibawah arkus kota pada
garis midklavikula kanan. Pada perabaan hati yang keras, tepi yang tajam dan permukaan
noduler diperkirakan adanya fibrosis atau sirosis. Hati yang teraba pada epigastrium
mencerminkan sirosis atau lobus Riedel (pemanjangan lobus kanan yang normal). Nyeri
tekan pada palpasi hati diperkirakan adanya distensi kapsul Glisson karena edema. Bila limpa
membesar, satu dari beberapa penyebab seperti hipertensi portal, penyakit storage, atau
keganasan harus dicurigai. Hepatomegali yang besar tanpa pembesaran organ lain dengan
gangguan fungsi hati yang minimal mungkin suatu fibrosis hepar kongenital. Perlu diperiksa
adanya penyakit ginjal polikistik. Asites menandakan adanya peningkatan tekanan vena
portal dan fungsi hati yang memburuk. Pada neonatus dengan infeksi kongenital, didapatkan
bersamaan dengan mikrosefali, korioretinitis, purpura, berat badan rendah, dan gangguan
organ lain (Arief, 2010)
8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pada bayi dengan kolestasis harus dibedakan antara kolestasis intra- atau ekstrahepatal
dengan tujuan utama memperbaiki/ mengobati keadaan-keadaan yang memang dapat
diperbaiki/diobati.
Sebagai tahap pertama dalam pendekatan diagnosa, harus dibuktikan apakah ada kelainan
hepatobilier atau tidak. Pemeriksaan yang perlu dilakukan pada tahap ini adalah:
Hapusan darah tepi
Bilirubin dalam air seni
Sterkobilinogen dalam air seni
Tes fungsi hepar yang standar: Heymans vd Bergh, SGOT, SGPT, alkali fosfatase serta
serum protein
Bila dari pemeriksaan tersebut masih meragukan, dilakukan pemeriksaan lanjutan yang lebih
sensitif seprti BSP/kadar asam empedu dalam serum. Bila fasilitas terbatas dapat hanya dengan
melihat pemerikasaan bilirubin air seni. Hasil positf menunjukkan adanya kelainan hepatobilier.
Bila ada bukti keterlibatan hepar maka dilakukan tahap berikutnya untuk membuktikan:
1. Kelainan intra/ekstrahepatal
2. Mencari kemungkinan etiologi
3. Mengidentifikasi kelainan yang dapat diperbaiki/diobati
Pemeriksaan yang dilakukan adalah:
1. Terhadap infeksi/bahan toksik
2. Terhadap kemungkinan kelainan metabolik
3. Mencari data tentang keadaan saluran empedu
Untuk pemeriksaan terhadap infeksi yang penting adalah:
Virus:
Virus hepatotropik: HAV, HBV, non A non B, virus delta
TORCH
Virus lain: EBV, Coxsackie’s B, varisela-zoster
Bakteri: terutama bila klinis mencurigakan infeksi kuman leptospira, abses piogenik
Parasit: toksoplasma, amuba, leismania, penyakit hidatid
Bahan toksik, terutama obat/makanan hepatotoksik
Pemeriksaan kelainan metabolik yang penting:
Galaktosemia, fruktosemia
Tirosinosis: asam amino dalam air seni
Fibrosis kistik
Penyakit Wilson
Defisiensi alfa-1 antitripsin
Data tentang saluran empedu diperoleh melalui pemeriksaan:
1. Rose Bengal Excretion (RBE)
2. Hida Scan
3. USG
4. Biopsi hepar
Ket: no. 1 dan 2 belum dapat dilakukan di Indonesia
Bila dicurigai ada suatu kelainan saluran empedu dilakukan pemeriksaan kolangiografi.
9. DIAGNOSIS
Tujuan utama evaluasi bayi dengan kolestasis adalah membedakan antara kolestasis intrahepatik
dengan ekstrahepatik sendini mungkin. Diagnosis dini obstruksi bilier ekstrahepatik akan
meningkatkan keberhasilan operasi. Kolestasis intrahepatik seperti sepsis, galaktosemia atau
endrokinopati dapat diatasi dengan medikamentosa.
10. PENATALAKSANAAN
Pengobatan paling rasional untuk kolestasis adalah perbaikan aliran empedu ke dalam
usus. Pada prinsipnya ada beberapa hal pokok yang menjadi pedoman dalam
penatalaksanaannya, yaitu:
1. Sedapat mungkin mengadakan perbaikan terhadap adanya gangguan aliran empedu
2. Mengobati komplikasi yang telah terjadi akibat adanya kolestasis
3. Memantau sedapat mungkin untuk mencegah kemungkinan terjadinya keadaan fatal yang
dapat mengganggu proses regenerasi hepar
4. Melakukan usaha-usaha yang dapat mencegah terjadinya gangguan pertumbuhan
5. Sedapat mungkin menghindari segala bahan/keadaan yang dapat mengganggu/merusak
hepar
Dalam hal ini pengobatan dibagi dalam 2 golongan besar, yaitu:
1. Tindakan medis
Perbaikan aliran empedu: pemberian fenobarbital dan kolestiramin, ursodioxy
cholic acid (UDCA).
Aspek gizi: lemak sebaiknya diberikan dalam bentuk MCT (medium chain
triglyceride) karena malabsorbsi lemak.
Diberikan tambahan vitamin larut lemak (A, D, E, dan K)
2. Tindakan bedah
Tujuannya untuk mengadakan perbaikan langsung terhadap kelainan saluran empedu
yang ada.
Operasi Kasai (hepatoportoenterostomy procedure)
diperlukan untuk mengalirkan empedu keluar dari hati, dengan menyambungkan
usus halus langsung dari hati untuk menggantikan saluran empedu (lihat gambar
di bawah). Untuk mencegah terjadinya komplikasi cirrhosis, prosedur ini
dianjurkan untuk dilakukan sesegera mungkin, diupayakan sebelum anak berumur
90 hari. Perlu diketahui bahwa operasi Kasai bukanlah tatalaksana definitif dari
atresia biliaris, namun setidaknya tindakan ini dapat memperbaiki prognosis anak
dan memperlambat perjalanan menuju kerusakan hati (Nezer, 2010).
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Adanya ikterus pada bayi usia lebih dari 14 hari, tinja akolis yang persisten harusdicurigai
adanya penyakit hati dan saluran bilier.
b. Pada hepatitis neonatal sering terjadi pada anak laki-laki, lahir prematur atau berat badan lahir
rendah. Sedang pada atresia bilier sering terjadi pada anak perempuan dengan berat badan
lahir normal, dan memberi gejala ikterus dan tinja akolis lebih awal.
c. Sepsis diduga sebagai penyebab kuning pada bayi bila ditemukan ibu yang demam atau
disertai tanda-tanda infeksi.
d. Adanya riwayat keluarga menderita kolestasis, maka kemungkinan besar merupakan suatu
kelainan genetik/metabolik (fibro-kistik atau defisiensi α1-antitripsin).
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan berhubungan dengan penurunanekspansi paru
ditandai dengan pasien sesak nafas
b. PK anemia
c. Gangguan keseimbangan cairan dan eklektrolit berhubungan dengan pengeluaran cairan
yang berlebih ditandai dengan diare
3. RENCANA KEPERAWATAN
Terlampir
4. EVALUASI
a) Dx 1: RR 40-60 x/menit, auskultasi bunyi nafas vesikuler, tidak menggunakan otot bantu
pernafasan
b) Dx 2: Konjungtiva tidak pucat (berwarna merah muda), Pasien tidak tampak lemah, Hasil
laboratorium DL dalam batas normal , RBC : 4,0-5,2 μ/uL, HGB : 12-16 g/dL, HCT : 36-
46%
c) Dx 3: Balance cairan normal, kebutuhan cairan terpenuhi (antara intake dan output
seimbang), tidak ada mual dan muntah, BAB normal (frekuensi 1-3/hari, konsistensi feses
lembek, warna kekuningan)