jurnal ilmu sosial dan humaniora · web viewpersaingan yang semakin kompetitif mendorong...

37
1 Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora PELAPORAN DAN PENGENDALIAN BIAYA KUALITAS SEBAGAI SARANA UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS PADA PERUSAHAAN BATIK TULIS SIDO MAKMUR SENDANGAGUNG PACIRAN LAMONGAN Noer Rafikah Zulyanti *) Universitas Islam Lamongan Abstrak Persaingan yang semakin kompetitif mendorong perusahaan untuk melaksanakan kegiatan operasionalnya secara efesien agar tetap bertahan. Dewasa ini perusahaan menyadari akan pentingnya kualitas produk suatu barang sehingga perusahaan secara berkesinambungan berusaha untuk memperbaiki kualitas produk yang di hasilkannya.Pada penulisan skripsi ini metode penelitian yang di gunakan adalah metode kualitatif dan kuantitatif dan menghasilkan kesimpulan yaitu perusahaan BATIK TULIS SIDO MAKMUR SENDANGAGUNG PACIRAN LAMONGAN belum menerapkan pencatatan dan pelaporan biaya kualitas. Pencatatan dan pelaporan biaya kualitas dapat membantu manajer mengukur besarnya masalah kualitas. Dari laporan biaya kualitas selama 2 periode dapat di lihat bahwa total biaya kualitas mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Prosentase total biaya kualitas terhadap penjualan aktual pada tahun 2012-2013 menunjukan angka 2-3% setiap tahunya. Hal tersebut merupakan hasil yang di capai perusahaan dalam melakukan pengendalian kualitas terhadap produknya selama periode tersebut. Oleh karena itu perlu di alkukan perencanaan dan pengendalian biaya kualitas untuk membantu pihak manajemen perusahaan dalam mengendalkan besarnya biaya kualitas yang timbul. Dengan di terapkanya pelaporan dan pengendalian biaya kualitas secara khusus, di harapkan kualitas produk maupun tingkat produktivitas perusahaan dapat di tingkatkan dan dapat di ketahui secara pasti berapa biaya yang telah di keluarkan perusahaan untuk menghasilkan produk yang sesuai dengan standar kualitas sehingga akan mudah untuk melakukan analisis lebih lanjut mengenai program pengembangan kualitas yang telah di lakukan. Kata kunci : Pelaporan, Pengendalian biaya kualitas, produktivitas LATAR BELAKANG Dewasa ini sebagian perusahaan telah menyadari akan pentingnya kualitas produknya yang berupa barang dan jasa sehingga perusahaan secara berkesinambungan terus berusaha untuk melakukan perbaikan kualitas pada setiap jenis produk yang di hasilkan. Hal tersebut didasarkan akan semakin tingginya tingkat persaingan dagang dengan makin bertambahnya produk-produk sejenis dari perusahaan lain. Perjuangan untuk tetap bertahan dalam persaingan tersebut juga semakin keras karena konsumen Volume 3 No 1 Maret 2015 ISSN 2302-3562

Upload: hoanghanh

Post on 29-Jan-2018

222 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: JURNAL iLMU sOSIAL DAN Humaniora · Web viewPersaingan yang semakin kompetitif mendorong perusahaan untuk melaksanakan kegiatan operasionalnya secara efesien agar tetap bertahan. Dewasa

1Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora

PELAPORAN DAN PENGENDALIAN BIAYA KUALITAS SEBAGAI SARANA UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS PADA PERUSAHAAN BATIK

TULIS SIDO MAKMUR SENDANGAGUNG PACIRAN LAMONGAN

Noer Rafikah Zulyanti *)

Universitas Islam Lamongan

AbstrakPersaingan yang semakin kompetitif mendorong perusahaan untuk melaksanakan kegiatan operasionalnya secara efesien agar tetap bertahan. Dewasa ini perusahaan menyadari akan pentingnya kualitas produk suatu barang sehingga perusahaan secara berkesinambungan berusaha untuk memperbaiki kualitas produk yang di hasilkannya.Pada penulisan skripsi ini metode penelitian yang di gunakan adalah metode kualitatif dan kuantitatif dan menghasilkan kesimpulan yaitu perusahaan BATIK TULIS SIDO MAKMUR SENDANGAGUNG PACIRAN LAMONGAN belum menerapkan pencatatan dan pelaporan biaya kualitas. Pencatatan dan pelaporan biaya kualitas dapat membantu manajer mengukur besarnya masalah kualitas. Dari laporan biaya kualitas selama 2 periode dapat di lihat bahwa total biaya kualitas mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Prosentase total biaya kualitas terhadap penjualan aktual pada tahun 2012-2013 menunjukan angka 2-3% setiap tahunya. Hal tersebut merupakan hasil yang di capai perusahaan dalam melakukan pengendalian kualitas terhadap produknya selama periode tersebut. Oleh karena itu perlu di alkukan perencanaan dan pengendalian biaya kualitas untuk membantu pihak manajemen perusahaan dalam mengendalkan besarnya biaya kualitas yang timbul. Dengan di terapkanya pelaporan dan pengendalian biaya kualitas secara khusus, di harapkan kualitas produk maupun tingkat produktivitas perusahaan dapat di tingkatkan dan dapat di ketahui secara pasti berapa biaya yang telah di keluarkan perusahaan untuk menghasilkan produk yang sesuai dengan standar kualitas sehingga akan mudah untuk melakukan analisis lebih lanjut mengenai program pengembangan kualitas yang telah di lakukan. Kata kunci : Pelaporan, Pengendalian biaya kualitas, produktivitas

LATAR BELAKANGDewasa ini sebagian perusahaan telah menyadari akan pentingnya kualitas produknya yang berupa barang dan jasa sehingga perusahaan secara berkesinambungan terus berusaha untuk melakukan perbaikan kualitas pada setiap jenis produk yang di hasilkan. Hal tersebut didasarkan akan semakin tingginya tingkat persaingan dagang dengan makin bertambahnya produk-produk sejenis dari perusahaan lain.Perjuangan untuk tetap bertahan dalam persaingan tersebut juga semakin keras karena konsumen telah semakin sadar akan kualitas barang yang akan di konsumen memahami pentingnya kulitas sebagai dasar menentukan produk mana yang akan di pilih. Artinya perusahaan tidak mempunyai cara lain untuk memikat konsumen,yaitu hanya dengan memberikan kualitas yang terbaik yang dapat di berikan dalam produknya.Agar suatu perusahaaan dapat bertahan hidup, perusahaan harus memperhatikan 3 aspek penting yaitu : flesibilitas, produk bermutu, dan biaya (cost effective). aspek penting lainnya adalah produk bermutu (berkualitas) dan biaya mutu produk

berupa barang dan jasa yang baik serta biaya merupakan faktor penting lainnya dalam menjamin keunggulan perusahaan dari para pesaingnya. konsumen akan selalu memilih produsen atau perusahaan yang mampu menghasilkan barang dan jasa yang memiliki kualitas yang baik dengan biaya serendah mungkin. selanjutnya yang harus di perhatikan adalah bahwa upaya peningkatan kualitas tidak dapat di pisahkan dengan usaha peningkatan produktivitas.Menurut Mulyadi (2007:382) menyatakan bahwa produktivitas berhubungan dengan produksi keluaran secara efesien dan terutama di ajukan pada hubungan antara keluaran (output) dengan masukan (input) yang di gunakan untuk menghasilkan keluaran tersebut. Perhatian produktivitas bukan hanya tertuju pada output, tetapi juga input. Suatu perusahaan di sebut produktif bila dapat mempertahankan tingkat output dengan penggunaan input.di dalam persaingan yang semakin kompetitif seperti sekarang ini, perusahaan yang tidak berproduksi secara produktif akan kalah bersaing, dan sebaliknya hanya perusahaan yang beroperasi secara produktif yang dapat

Volume 3 No 1 Maret 2015 ISSN 2302-3562

Page 2: JURNAL iLMU sOSIAL DAN Humaniora · Web viewPersaingan yang semakin kompetitif mendorong perusahaan untuk melaksanakan kegiatan operasionalnya secara efesien agar tetap bertahan. Dewasa

2Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora

tetap bertahan dan memperoleh keuntungan. Banyak perusahaan perusahaan yang jauh dari efisien dalam melakukan proses produksinya. Banyaknya pemborosan dalam proses produksi yang menyebabkan harga jual semakin tinggi sehingga produk menjadi sulit bersaing di pasaran.kondisi tersebut masih di tambah dengan tingginya tingkat internal failure maupun external failure sehingga produktivitas perusahaan menjadi semakin rendah masalah - masalah tersebut sebenarnya bisa di antisipasi apabila pihak manajemen punya satu sarana monotoring yang dapat memberikan informasi akurat tentang biaya- biaya yang terjadi dalam setiap kegiatan produksi perusahaan, Selama ini biaya yang timbul di anggap sebagai biaya produksi sehingga perusahaan mengalami kesulitan untuk mengetahui sejauh mana masalah kualitas yang sedang di hadapi serta tingkat kemajuan perbaikan kualitas telah berhasil di laksanakan.menyusun laporan dan melakukan pengendalian biaya kualitas merupakan salah satu langkah yang dapat di ambil perusahaan untuk menciptakan produk yang berkualitas tinggi dengan biaya yang paling ekonomis. Menurut Hasen Mowen (2000:18), Tujuan utama dari pelaporan biaya kualitas adalah untuk meningkatkan kemampuan dan memfasilitasi manajer dalam melakukan perencanaan, pengendalian, serta pengambilan keputusan.dengan menyusun laporan tersebut, perkembangan biaya kualitas yang terjadi dapat selalu di amati oleh pihak manajemen. Pengendalian terhadap berbagai macam biaya kualitas tersebut pada akhirnya dapat menciptakan produktivitas tertentu. Perbaikan kualitas pada produk yang di hasilkan mampu meningkatkan produktivitas proses produksi, perbaikan kualitas berati menggurangi terjadinya produk cacat atau pengerjaanya ulang suatu produk, hal ini berati penggurangan sumber daya yang di gunakan. Dengan demikian peningkatan produktivitas di karnakan output yang meningkat dan input yang menurun jadi perbaikan kualitas sangat erat hubunganya dengan peningkatan produktivitasnya. Dengan meminimalkan biaya kegagalan serta penurunan total biaya kualitas yang di sertai oleh peningkatan kualitas, maka biaya yang di perlukan untuk menghasilkan produk tersebut akan berkurang serta dengan berkurangnya jumlah produk cacat yang di hasilkan akan menambah jumlah output berati peningkatan produktivitas perusahaan.

METODE PENELITIANJenis penelitian yang di gunakan adalah deskriptif kuantitatif dengan alasan bahwa penelitian di lakukan dengan tujuan menginterprestasikan hasil analisis dari laporan biaya kualitas bedasarkan pemahaman, pemikiran dan presepsi penulis tanpa di lakukan pengujian dengan metode statistik. Dalam sebuah penelitian metode teknik analisis data yang di gunakan dalam Skripsi ini menggunakan Langkah-Langkah sebagai berikut :1. Mengidentifikasi dan memisahkan semua

data biaya kualitas dari biaya produksi yang ada dalam perusahaan untuk produk yang di hasilkan.

2. Melakukan pengelompokan biaya kualitas yang teridentifikasi ke dalam empat kategori biaya kualtas, yaitu biaya pencegahan, biaya penilaian, biaya kegagalan internal dan biaya kegagalan eksternal.

3. Menyusun laporan biaya kualitas perusahaan ke tiga tipe pelaporan biaya kualitas, yaitu bedasarkan penjualan aktual, bedasarkan anggaran dan bedasarkan trend satu tahun.

4. Melakukan analisis terhadap perkembangan biaya kualitas bedasarkan tiga metode pelaporan tersebut.

5. Melakukan pengukuran produktivitas secara persial pada input produksi yang berupa biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik

6. Mengidentifikasi manfaat yang dapat di peroleh atas perencanaan biaya kualitas bagi peningkatan produktivitas.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANHasil PenelitianBerdasarkan dari hasil penelitian yang telah di dapat oleh penulis maka penulis memberikan analisa dengan perencanaan dan pengendalian biaya kualitas yang berkesinambungan di harapkan dapat di peroleh hasil yang lebih baik dari pengelolaan kegiatan-kegiatan yang di lakukan dalam mencapai kualitas yang telah di tetapkan sebelumnya, sehingga produk yang di hasilkan dapat memuaskan konsumen. Pihak manajemen perusahaan melakukan perencanaan dan pengendalian biaya kualitas, perusahaan juga harus merencanakan tindakan-tindakan khusus yang di perlukan untuk meenciptakan kondisi yang lebih baik pada priode berikutnya. 1. Berdasarkan penjualan aktual

Volume 3 No 1 Maret 2015 ISSN 2302-3562

Page 3: JURNAL iLMU sOSIAL DAN Humaniora · Web viewPersaingan yang semakin kompetitif mendorong perusahaan untuk melaksanakan kegiatan operasionalnya secara efesien agar tetap bertahan. Dewasa

3Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora

Metode ini bertujuan untuk memantau pelaksanaan operasional biaya kualitas dengan menggunakan penjualan bersih aktual sebagai dasar analisis. Dari hasil laporan biaya kualitas yang telah disusun dapat di lihat bahwa total biaya kualitas tahun 2013 mengalami penurunan di banding total biaya kualitas tahun 2012, Total biaya kualitas dengan hasil penjualan aktual pada tahun 2012 sebesar 3,26% kemudian mengalami penurunan sebesar 1,82% pada tahun 2013 penurunan total biaya kualitas ini menunjukan bahwa perusahaan telah melakukan pengendalian ini dapat berjalan secara optimal dan mendorong peningkatan penjualan perusahaan.2. Bedasarkan biaya kualitas satu periode sebelumnyaAnalisis biaya kualitas bedasarkan satu periode sebelumnya di lakukan dengan cara meembandingkan biaya kualitas yang terealisasi periode berjalan dengan periode sebelumnya. Analisis tersebut menunjukan penyimpangan yang terjadi apakah menguntungkan atau merugikan bagi perusahaan. Hasil analisis yang disusun pada biaya kualitas menunjukan bahwa pada tahun 2013 terjadi selisih sebesar Rp.4.237.000 dibandingkan dengan tahun 2012. Hal ini menujukan bahwa perusahaan terus berusaha meningkatkan biaya pencegahan dan penilaian dan berusaha menurunkan baiaya kegagalan produk agar produktivitas perusahaan dapat di tingkatkan.3. Pengukuran produktivitas bahan baku, tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik. Perbaikan kualitas berati mengurangi terjadinya produk cacat atau pengerjaan ulang suatu produk. Peningkatan produktivitas di karnakan jumlah output yang meningkat dan penggunaan output yang menurun. Dari hasil pengukuran produktivitas yang telah di sunsun diatas dapat di analisis mennjukan bahwa produktivitas

bahan baku pada tahun 2012 dan 2013 adalah sebesar 2,2 : 2,5 adanya peningkatan rasio produktivitas bahan baku menunjukan bahwa pemakaian bahan baku dalam menghasilkan output adanya peningkatan biaya pencegahan dan penilaian sehingga mengurangi adanya scarp dan rework.Rasio produktivitas tenaga kerja langsung pada tahun 2012 dan 2013 adalah sebesar 2,5:4,0 adanya peningkatan keterampilan para perkerja yang telah mendapatkan pendidikan dan pelatihan dari perusahaan. Keterampilan bagian produksi yang semakin meningkat tersebut menyebabkan jumlah produk cacat atau produk gagal menjadi menurun dan perusahaan sedikit melakukan pengerjaan ulang produk, Rasio produktivitas biaya overhead pabrik pada tahun 2012 dan 2013 adalah sebesar 52,4 : 93,7 adanya peningkatan rasio produktivitas biaya overhead pabrik ini meenunjukan adanya penambahan pada biaya perawatan mesin atau peraratan produksi oleh perusahaan sehingga berdampak positif pada peningkatan kualitas produk yang di hasilkan karena pemakaian mesin atau peraratan yang optimal.

Hubungan biaya kulitas terhadap produktivitasHubungan biaya kualitas dengan produktivitas sangat berkaitan karena dengan adanya perbaikan kualitas terhadap produk akan berpengaruh terhadap produktivitas perusahaan. Apabila pelaporan dan pengendalian biaya kualitas selalu di amati maka pihak manajemen dapat memperoleh informasi mengenai perkembangan biaya kualitas sehingga dapat di gunakan untuk melakukan perbaikan guna meningkatkan produktivitas perusahaan. Hubungan biaya kualitas dalam meningkatkan produktivitas apakah dengan adanya pelaporan dan pengendalian biaya kualitas dapat meningkatkan produktivitas dijelaskan dalam table dibawah ini:

.Tabel 1: Perbandingan Biaya Kualitas Terhadap Produktivitas

keterangan tahun 2012 tahun 2013biaya kualitas Rp 31.891.000 Rp. 36.128.000

3,26% 1,86%produksi 7.649 unit 14.713 unit

994.370.000 1.986.255.000produktivitas 52,5% 70,1%

Sumber data: data intern yang di olah penulis

Volume 3 No 1 Maret 2015 ISSN 2302-3562

Page 4: JURNAL iLMU sOSIAL DAN Humaniora · Web viewPersaingan yang semakin kompetitif mendorong perusahaan untuk melaksanakan kegiatan operasionalnya secara efesien agar tetap bertahan. Dewasa

4Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora

Dari hasil analisis di atas dapat di jelaskan bahwa biaya kualitas pada tahun 2012 sebesar dan mengalami penurunan sebesar pada tahun 2013 dengan jumlah produksi dari tahun 2012 ke tahun 2013 mengalami peningkatan sebesar 3,26% dan mengalami penurunan sebesar 1,86% pada tahun 2013 mengalami peningkatan sebesar 99% Selisih total produksi tahun 2013 sebesar Rp.994.370.000 Dengan tahun 2012 sebesar Rp.1.986.255.000

Peran biaya kualitas terhadap produktivitas Peran biaya kualitas terhadap produktivitas tidak lain adalah untuk mengukur tingkat produktivitas perusahaan karena dengan menerapkan atau memakai pelaporan dan pengendalian biaya kualitas memudahkan perusahaan dalam mengetahui seberapa besar output yang di hasilkan input yang di gunakan. Dari hasil tabel diatas di sebutkan total produktivitas tahun 2012 sebesar dan total produktivitas tahun 2013 sebesar . ini menunjukan kalau perusahaan batik tulis SIDO MAKMUR sendangagung paciran lamongan mengalami peningkatan dari adanya pengendalian biaya kualitas. Sehingga korelasi antara biaya kualitas terhadap produktivitas yaitu apabila biaya kualitas semakin menurun maka produktivitas akan meningkat dan biaya kualitas tidak termasuk dalam perhitungan HPP (harga pokok produksi) akan tetapi perhitungan biaya kualitas dapat di gunakan sebagai sarana untuk mengukur kualitas perkerjaan dan produktivitas perusahaan

PEMBAHASANPelaporan biaya kualitas bedasarkan penjualan dapat memberikan manfaat bagi pihak manajemen dalam membuat suatu analisis mengenai jumlah biaya yang telah di keluarkan oleh perusahaan. Perencanaan dan pelaporan biaya kualitas dapat di gunakan oleh manajemen untuk memperoleh informasi mengenai perkembangan biaya kualitas, sehingga dapat di gunakan untuk melakukan perbaikan untuk meningkatkan produktivitas perusahaan. Pihak manajemen perusahaan melakukan perencanaan dan pengendalian biaya kualitas, perusahaan juga harus merencanakan tindakan-tindakan khusus yang di perlukan untuk meenciptakan kondisi yang lebih baik pada priode berikutnya. Tindak lanjut ini merupakan hal terpenting dari di sunsunya laporan biaya kualitas tidak di ikuti dengan tindak lanjut atas keadaan yang tercermin

dalam laporan tersebut, maka pelaporan biaya kualitas percuma sumber daya. Selanjutnya, dalam perencanaan dan pengendalian biaya kualitas yang menjadikanya sebagai dasar bagi pengambilan keputusan yang sesuai dengan menggunakan metode sebagai berikut:1. Bedasarkan penjualan aktual

Metode ini menggunakan penjualan bersih aktual sebagai dasar analisis 2. Bedasarkan biaya kualitas satu priode sebelumnya

Metode ini menggunakan cara perbandingan biaya kualitas yang terealisasi periode berjalan dengan periode sebelumnya.

3. Pengukuran biaya bahan baku , tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik

Metode ini menggunakan cara membandingkan output yang di hasilkan dengan input yang di gunakan.

SIMPULAN DAN SARANSimpulanDari hasil analisis dan uraian serta pembahasan yang penulis kemukakan dan di dukung dengan data, maka dapat di tarik kesimpulan sebagai berikut :1. Selama ini perusahaan telah melakukan kegiatan dalam mencapai kualitas sehingga data-data yang menyangkut biaya kualitas telah ada, namun perusahaan belum menerapkan sistem pencatatan dan pelaporan biaya kualitas secara khusus sebagai sarana untuk perencanaan dan pengendalian biaya kualitas. Biaya yang timbul di anggap sebagai baiaya produksi sehingga manajemen perusahaan mengalami kesulitan untuk mengetahui sejauh mana masalah kualitas yang sedang di hadapi serta tingkat kemajuan kualitas yang telah di laksanakan.2. Dari hasil laporan biaya kualitas selama 2 periode dapat di lihat bahwa total biaya kualitas terus mengalami penurunan setiap tahunya. Hal ini menunjukan kalau perusahaan melakukan pengendalian kualitas terhadap produknya selama periode tersebut, meskipun perusahaan belum mengidentifikasikan kategori-kategori ke dalam biaya kualitas, presentase total biaya kualitas terhadap total penjualan aktual telah menunjukan \angka penurunan yang cukup baik.3. Pada tahun 2012 ke tahun 2013 terjadi peningkatan produktivitas pada input produksi perusahaan. Walaupun perusahaan belum menerapkan laporan biaya kualitas secara

Volume 3 No 1 Maret 2015 ISSN 2302-3562

Page 5: JURNAL iLMU sOSIAL DAN Humaniora · Web viewPersaingan yang semakin kompetitif mendorong perusahaan untuk melaksanakan kegiatan operasionalnya secara efesien agar tetap bertahan. Dewasa

5Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora

khusus, akan tetapi nampak adanya peningkatan kualitas berupa semakin menurunya biaya produk gagal dan di ikuti pula dengan peningkatan rasio produktivitas selama jangka waktu tersebut. Perbaikan kualitas memiliki dampak secara langsung terhadap peningkatan produktivitas perusahaan.

SaranBerdasarkan kesimpulan yang telah di kemukakan di atas, maka penulis mencoba untuk mengemukakan saran antara lain sebagai berikut :1. Perusahaan harus terus meningkatkan

perhatian terhadap kualitas produknya agar pelaksanaan perencanaan dan pengendalian kualitas tetap berjalan dengan baik.

2. Pelaporan biaya kualitas perlu di sunsun oleh perusahaan untuk mendukung keberhasilan program pengendalian kualitas yang selama ini telah di lakukan.

3. Perlu adanya tindakan perbaikan secara terus menerus pada penerapan laporan biaya kualitas yang benar-benar sesuai dengan kondisi dan kebutuhan perusahaan agar produktivitas akan dapat semakin di tingkatkan.

DAFTAR RUJUKANArikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur

penelitian. Suatu pendekatan praktek. Edisi revisi VI. Jakarta : Rineka cipta.

Blotcher, chen, lin. 2000. Manajemen Biaya. Edisi pertama. Di Terjemahkan A.Susty Ambarriani jakarta: salemba empat.

Dina hikmah Wati, 2004, pelaporan dan pengendalian biaya kualitas sebagai salah satu sarana untuk meningkatkan produktivitas perusahaan (studi kasus pada PT.X), skripsi, surabaya, Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga.

Hansen, Don R. And Maryanne M. Mowen, 2000 Akuntansi Manajemen. Jilid 2, Jakarta: Erlangga.

http://jasa pembuatan web.c0.id/ artikel ilmiah/tujuan dan manfaat pengukuran produktivitas, pengendalian biaya.

Mulyadi, 2000. Akuntansi Biaya. Edisi lima, yogyakarta : Aditiya Media.

Mulyadi, 2007. Sistem Perencanaan dan pengendalian manajemen, jakarta: salemba empat.

Suryadi prawirosentono, Drs. 2002. Manajemen Mutu Terpadu: total quality management, jakarta : Bumi Aksara.

Sugiyono, prof.Dr.2011. Metode penelitian kuantitatif, kualitatif dan R & D. Edisi revisi, Bandung : CV.alfabeta

________2012. Pedoman penyusunan skripsi, fakultas ekonomi. Universitas islam Lamongan

Volume 3 No 1 Maret 2015 ISSN 2302-3562

Page 6: JURNAL iLMU sOSIAL DAN Humaniora · Web viewPersaingan yang semakin kompetitif mendorong perusahaan untuk melaksanakan kegiatan operasionalnya secara efesien agar tetap bertahan. Dewasa

6Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora

TANGGUNGJAWAB PERUSAHAAN PENYEDIA JASA AKIBAT PERBUATAN MELAWAN HUKUM YANG DILAKUKAN

OLEH PEKERJA OUTSOURCING

Dhevy Nayasari Sastradinata *)

*)Dosen Fakultas hukum Universitas Islam Lamongan

ABSTRAKIklim persaingan usaha yang makin ketat, perusahaan berusaha untuk melakukan efisiensi biaya produksi (cost of production). Salah satu solusinya adalah dengan sistem pegawai kontrak, dimana dengan sistem ini perusahaan dapat menghemat pengeluaran dalam membiayai sumber daya manusia yang bekerja di perusahaan yang bersangkutan. Outsourcing diartikan sebagai pemindahan atau pendelegasian beberapa proses bisnis kepada suatu badan penyedia jasa, dimana badan penyedia jasa tersebut melakukan proses administrasi dan manajemen berdasarkan definisi serta kriteria yang telah disepakati oleh para pihak. Outsourcing dalam hukum ketenagakerjaan di Indonesia diartikan sebagai pemborongan pekerjaan dan penyediaan jasa tenaga kerja, sedangkan untuk mengkaji hubungan hukum antara karyawan outsourcing dengan perusahaan pemberi pekerjaan, akan diuraikan terlebih dahulu secara garis besar pengaturan outsourcing dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 yaitu Pasal 64, Pasal 65 (terdiri dari 9 ayat), dan Pasal 66 (terdiri dari 4 ayat).Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, maka permasalahan yang akan diteliti yaitu Bagaimana perngaturan tentang outsourcing menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, dan Bagaimana tanggung jawab perusahaan penyedia jasa akibat perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pekerja outsourcing.

Kata kunci :Penyedia jasa, Perbuatan melawan hukum, Pekerja Outsourcing.

PENDAHULUANPersaingan dalam dunia bisnis antar perusahaan membuat perusahaan harus berkonsentrasi pada rangkaian proses atau aktivitas penciptaan produk dan jasa yang terkait dengan kompetensi utamanya.Iklim persaingan usaha yang makin ketat, perusahaan berusaha untuk melakukan efisiensi biaya produksi (cost of production).Salah satu solusinya adalah dengan sistem pegawai kontrak, dimana dengan sistem ini perusahaan dapat menghemat pengeluaran dalam membiayai sumber daya manusia yang bekerja di perusahaan yang bersangkutan. Outsourcing (Alih Daya) diartikan sebagai pemindahan atau pendelegasian beberapa proses bisnis kepada suatu badan penyedia jasa, dimana badan penyedia jasa tersebut melakukan proses administrasi dan manajemen berdasarkan definisi serta kriteria yang telah disepakati oleh para pihak.Gagasan awal berkembangnya outsourcing (Alih Daya) adalah untuk membagi resiko usaha dalam berbagai masalah, termasuk ketenagakerjaan. Outsourcing (Alih Daya) merupakan bisnis kemitraan dengan tujuan memperoleh keuntungan bersama, membuka peluang bagi berdirinya perusahaan-perusahaan

baru di bidang jasa penyedia tenaga kerja, serta efisiensi bagi dunia usaha.Outsourcing (Alih Daya) dalam hukum ketenagakerjaan di Indonesia diartikan sebagai pemborongan pekerjaan dan penyediaan jasa tenaga kerja.Pengaturan hukum outsourcing (Alih Daya) di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 (Pasal 64, 65 dan 66) dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor Keputusan. 101/Menteri/ VI/2004 Tahun 2004 tentang Tata Cara Perijinan Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja/Buruh.Undang - Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagai dasar hukum diberlakukannya outsourcing (Alih Daya) di Indonesia, membagi outsourcing (Alih Daya) menjadi dua bagian, yaitu: pemborongan pekerjaan dan penyediaan jasa pekerja/buruh. Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, yang menyangkut outsourcing (Alih Daya) adalah Pasal 64, Pasal 65 (terdiri dari 9 ayat), dan Pasal 66 (terdiri dari 4 ayat). Undang-Undang tersebut dapat dipergunakan dan berfungsi untuk menyelesaikan masalah tanggung jawab perusahaan penyedia jasa dalam perbuatan melawan hukum

Volume 3 No 1 Maret 2015 ISSN 2302-3562

Page 7: JURNAL iLMU sOSIAL DAN Humaniora · Web viewPersaingan yang semakin kompetitif mendorong perusahaan untuk melaksanakan kegiatan operasionalnya secara efesien agar tetap bertahan. Dewasa

7Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora

yang dilakukan oleh pekerja outsourcing adalah a. Dapat dijadikan literatur dibidang hukum khususnya hukum perdata b. Dapat digunakan bagi pihak yang terkait dalam penyelesaian permasalahan pekerja, yang berkaitan dengan perbuatan melawan hukum.Peranan perusahaan outsourcing yang merupakan pihak ketiga dalam perjanjian kerja antara perusahaan dengan tenaga kerja membawa dampak hubungan pertanggungjawaban, pada perusahaan yang memberikan jasa keamanan kepada perusahaan yang membutuhkan. Maka perusahaan tersebut dapat pula dimintai pertanggung jawaban apabila perbuatan melawan hukum yang dilakukan pekerja outsourcing dapat merugikan perusahaan peminta jasa tenaga kerja. Rumusan masalah yang dikemukakan dalam penelitian ini adalaha. Bagaimana pengaturan tentang

outsourcing menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003?

b. Bagaimana tanggung jawab perusahaan penyedia jasa akibat perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pekerja outsourcing?

METODE PENELITIANPenelitian hukum ini menggunakan

pendekatan perundang-undangan (Statute Approach). Pendekatan tersebut melakukan pengkajian pengaturan perundang-undangan yang berhubungan dengan pokok permasalahan. Selain itu juga digunakan pendekatan analisis (Analitical Approach), pendekatan ini maksudnya menganalisa tanggung jawab perusahaan penyedia jasa akibat perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pekerja outsourcing.

Adapun bahan yang diperoleh dalam penelitian studi kepustakaan, aturan perundang-undangan, yang penulis uraikan dan dihubungkan sedemikian rupa. Cara pengolahan data dilakukan secara deduktif yakni menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahan kongkrit yang dihadapi.

HASIL DAN PEMBAHASANTinjauan Terhadap Tanggung Jawab Pengaturan Tentang Outsourcing

Untuk menentukan tingkatan besar tanggungjawabnya, dan yang wajib bertanggungjawab, berikut akan dijelaskan beberapa prinsip tanggung jawab:1

a. Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan. Prinsip ini menyatakan bahwa seseorang baru bisa dimintakan pertanggungjawabannya secara hukum jika ada unsur kesalahan yang dilakukan. Dalam Kitab Undang–Undang Hukum Perdata Pasal 1365, yang dikenal sebagai perbuatan melawan hukum, mensyaratkan terpenuhinya unsur pokok yaitu: a. Adanya perbuatan b. Adanya unsur kesalahanc. Adanya kerugian yang diderita d. Adanya hubungan sebab akibat antara kesalahan dan kerugian.2. Prinsip praduga untuk selalu bertanggung jawab. Bahwa tergugat selalu dianggap bertanggung jawab (presumption of liability), sampai dapat membuktikan sebaliknya. Prinsip pembuktian ini dalam hukum pidana baru diterapkan pada tindak pidana korupsi.3. Prinsip praduga untuk selalu tidak bertanggung jawab. Prinsip ini hanya dikenal dalam lingkup transaksi konsumen yang sangat terbatas, misal hukum pengangkutan.4. Prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability). Istilah strict liability ini sering diidentikkan dengan tanggung jawab mutlak. Ada pakar yang membedakan antara strict liability dengan absolute liability. Pada strict liability adalah prinsip tanggungjawab yang menetapkan kesalahan tidak sebagai faktor yang menentukan, namun ada pengecualian yang memungkinkan untuk dibebaskan dari tanggung jawab, misal force majeur. Sebaliknya absolute liability adalah prinsip tanggung jawab tanpa kesalahan dan tidak ada pengecualiannya. Pembedaan tanggung jawab tersebut juga dapat dilihat dari ada tidaknya hubungan kausalitas antara subyek yang bertanggungjawab dengan kesalahan.5. Prinsip tanggung jawab dengan pembatasan. Prinsip ini sangat menguntungkan pelaku usaha karena dalam klausul perjanjian selalu mencantumkan pembatasan tanggung jawab yang dikenal

1 Celina Tri Siwi Kristiyanti. Hukum Perlindungan Konsumen. Sinar Grafika. Jakarta. 2008. h.87.

Volume 3 No 1 Maret 2015 ISSN 2302-3562

Page 8: JURNAL iLMU sOSIAL DAN Humaniora · Web viewPersaingan yang semakin kompetitif mendorong perusahaan untuk melaksanakan kegiatan operasionalnya secara efesien agar tetap bertahan. Dewasa

8Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora

dengan klausul eksonerasi atau lepas dari tanggung jawab.Dalam melaksanakan pengaturan tentang outsourcing menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, yaitu :

1. Pengertian PerusahaanMengenai pengertian perusahaan ini secara ilmiah terdapat beberapa pendapat, diantaranya adalah: Menurut pemerintah Belanda perusahaan ialah keseluruhan perbuatan, yang dilakukan secara tidak terputus-putus, dengan terang-terangan, dalam kedudukan tertentu dan untuk mencari laba. Menurut Molengraff, perusahaan adalah keseluruhan perbuatan yang dilakukan secara terus menerus, bertindak keluar, untuk mendapatkan penghasilan dengan cara memperniagakan barang-barang, menyerahkan barang-barang, atau mengadakan perjanjian-perjanjian perdagangan.2

2. Pengaturan Tentang Outsourcing Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

Outsourcing merupakan perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh karena semua kegiatan yang berkaitan dengan pekerjaan maupun tenaga kerja yang seharusnya menjadi urusan dan ditangani langsung oleh perusahaan pengguna dialihkan kepada perusahaan penyedia jasa untuk kemudian ditangani dan menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa, maka itu perjanjian outsourcing sebagai perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh.

Perjanjian kerja harus memenuhi ketentuan asas-asas hukum kontrak, yang meliputi asas konsensualisme, asas kebebasan berkontrak dan asas kekuatan mengikatnya perjanjian. Pada asas kebebasan berkontrak, terdapat kebebasan kehendak yang mengimplikasikan adanya kesetaraan minimal. Di sini antara pekerja dengan pemberi kerja harus mempunyai kedudukan yang sama tidak dalam kedudukan sub ordinasi (di bawah perintah) harus sebagai mitra kerja. Pada asas kekuatan mengikatnya kontrak, ditentukan oleh isi kontrak itu sendiri, kepatutan atau iktikad baik, kebiasaan dan peraturan perundang-undangan.

3. Perusahaan Penyedia JasaPerjanjian dalam outsourcing (Alih Daya)

juga tidak semata-mata hanya mendasarkan pada asas kebebasan berkontrak sesuai Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, namun juga harus memenuhi ketentuan ketenagakerjaan, yaitu Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Hal ini dimaksudkan apabila perusahaan pengguna jasa outsourcing hendak mengakhiri kerjasamanya dengan perusahaan outsourcing, maka pada waktu yang bersamaan berakhir pula kontrak kerja antara karyawan dengan perusahaan outsource. Bentuk perjanjian kerja yang lazim digunakan dalam outsourcing adalah Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT). Bentuk perjanjian kerja ini dipandang cukup fleksibel bagi perusahaan pengguna jasa outsourcing, karena lingkup pekerjaannya yang berubah-ubah sesuai dengan perkembangan perusahaan.3

4. Perbuatan Melawan HukumDinamakan perbuatan melawan hukum apabila perbuatan itu bertentangan dengan hukum pada umumnya. Hukum bukan saja berupa ketentuan-ketentuan undang-undang, tetapi juga aturan-aturan hukum tidak tertulis, yang harus ditaati dalam hidup bermasyarakat. Kerugian yang ditimbulkan itu harus disebabkan karena perbuatan yang melawan hukum itu antara lain kerugian-kerugian dan perbuatan itu harus ada hubungannya yang langsung, kerugian itu disebabkan karena kesalahan pembuat.Secara prinsip, pelaku Perbuatan Melawan Hukum telah melakukan perbuatan yang mengakibatkan yang bersangkutan wajib mengganti kerugian (moril dan materil) terhadap pihak-pihak yang telah dirugikan (saudara serta pembeli) sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Berbicara tentang Perbuatan Melawan Hukum tentunya akan menghadapkan kita pada hal menentukan apakah suatu perbuatan itu merupakan Perbuatan Melawan Hukum atau wanprestasi. Hal ini terjadi karena mungkin saja hal yang kita nilai sebagai Perbuatan Melawan Hukum ternyata hanya merupakan wanprestasi semata. Kita perlu mengingat kembali bahwa wanprestasi terjadi apabila seorang yang telah ditetapkan prestasi sesuai dengan

2 H.M.N. Purwosutjipto. Pengertian Hukum Dagang Indonesia 1. Djambatan. Jakarta 2003. halaman 15.3 Djumadi. 2008. Hukum Perburuhan Perjanjian Kerja. Jakarta: Raja Grafindo Persada, h. 49-54.

Volume 3 No 1 Maret 2015 ISSN 2302-3562

Page 9: JURNAL iLMU sOSIAL DAN Humaniora · Web viewPersaingan yang semakin kompetitif mendorong perusahaan untuk melaksanakan kegiatan operasionalnya secara efesien agar tetap bertahan. Dewasa

9Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora

perjanjian tersebut tidak melaksanakan atau tidak memenuhi prestasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 5. Tanggung Jawab Perusahaan Penyedia Jasa Akibat Perbuatan Melawan Hukum Yang Dilakukan Pekerja OutsourcingBahwa meluasnya tanggung jawab berkaitan dengan perbuatan melawan hukum merupakan konsekuensi logis dari perkembangan peradaban manusia itu sendiri, terutama dimulai ketika pola relasi antara manusia yang satu dengan yang lain semakin kompleks. Harus diakui konsep hukum common law jauh lebih berkembang dalam kaitannya dengan pertanggungjawaban pengusaha atau perusahaan penyedia jasa ini dibandingkan dengan system hukum kita (civil law). Dalam sistem common law, doktrin Respondeat Superior Liability adalah salah satu doktrin utama yang diterima luas sebagai dasar pertanggungjawaban perusahaan penyedia jasa dalam konteks menjalankan pekerjaan. Menurut doktrin respondeat superior ini, seorang perusahaan penyedia jasa bertanggung jawab atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pegawai atau karyawannya jika karyawan tersebut bertindak masih dalam cakupan menjalankan pekerjaannya atau dalam lingkup pekerjaannya. Perumusan pertanggungjawaban dalam Pasal 1367 KUH Perdata sebagai mana disebutkan di atas, masih sangat umum dan luas sehingga agak menyulitkan dalam aplikasinya.

KESIMPULAN DAN SARANKesimpulan1. Pengaturan tentang outsourcing adalah diawali dengan adanya kesepakatan antara perusahaan pengguna tenaga kerja (jasa) dengan perusahaan penyedia jasa, kesepakatan tersebut dibuat dalam bentuk perjanjian kerjasama pemborongan penyediaan tenaga kerja, setelah itu perusahaan penyedia jasa melakukan perjanjian dengan pekerja. 2. Tanggung jawab perusahaan penyedia jasa akibat perbuatan melawan hukum yang dilakukan pekerja outsourcing yaitu seorang perusahaan penyedia jasa bertanggung jawab atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pegawai atau karyawannya jika karyawan tersebut bertindak masih dalam cakupan menjalankan pekerjaannya atau dalam lingkup pekerjaannya. Perumusan pertanggungjawaban dalam Pasal 1367 Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata sebagai mana disebutkan di atas, masih sangat umum dan luas sehingga agak menyulitkan dalam aplikasinya.Saran1. Agar setiap perusahaan yang menggunakan jasa tenaga kontrak (outsourcing) dapat memberikan hak-hak pekerja kontrak menurut peraturan perundangan-undangan yang berlaku.2. Agar para pekerja kontrak dalam melakukan pekerjaan dapat bekerja dengan baik dan sekaligus hak-hakya sebagai pekerja dapat dipenuhi/diperjuangkan, maka pemerintah seharusnya memfasilitasi pekerja kontrak (outsourcing) dalam memperoleh hak-haknya dengan membuka posko-posko pengaduan terhadap tenaga kerja, melalui asosiasi tenaga kerja di dalam perusahaan yaitu Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI).

DAFTAR PUSTAKAAbdulkadir Muhammad. Hukum Perusahaan

Indonesia. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002.

Abdul. R Saliman. Esensi Hukum Bisnis Indonesia. Kencana Prenada Media, Jakara, 2004.

Ahmadi Miru. Hukum Kontrak Perancangan Kontrak. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Jakarta, 2008.

Celina Tri Siwi Kristiyanti. Hukum Perlindungan Konsumen.: Sinar Grafika. Jakarta, 2008.

Djumadi. Hukum Perburuhan Perjanjian Kerja. Raja Grafindo Persada. Jakarta, 2008.

H.M.N. Purwosutjipto. Pengertian Hukum Dagang Indonesia 1, Djambatan. Jakarta, 2003.

Johnny Ibrahim, Teori Metode Penelitian Normatif, Banyu Media Publishing, Malang , 2005.

Lalu Husni. Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000.

R. Soeroso. Pengantar Ilmu Hukum. Sinar Grafika. Jakarta, 2002.

Sentosa Sembiring. Hukum Dagang. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2008.

Peraturan Perundang-UndanganKitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

Volume 3 No 1 Maret 2015 ISSN 2302-3562

Page 10: JURNAL iLMU sOSIAL DAN Humaniora · Web viewPersaingan yang semakin kompetitif mendorong perusahaan untuk melaksanakan kegiatan operasionalnya secara efesien agar tetap bertahan. Dewasa

10Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora

PARADIGMA BARU PENGEMBANGAN MANAJEMEN MADRASAH

Tsalits Fahami(FKIP Universitas Islam Lamongan)

Abstract: The new paradigm of madrasah management development that must be addressed is the managerial problems. Sothat educational institutions Madrasah should be able to manage, direct and guidestudents to face the changes and is able to create scholars, educators and parents in thefuture. The effective Madrasah in general have a number of characteristics of the process asfollows: The process of teaching and learning effectiveness is high, strong leadershipmadrasah, madrasah environment that is safe and orderly, effective management of educational personnel, Madrasah has a quality culture, Madrasah has cohesive teamwork, Smart, and Dynamic, Madrasah has the authority (self-reliance), high participation of madrasah citizens and public, Madrasah has openness (transparency) management, Madrasah has a willingnessto change (psychological and physical), Madrasah get evaluation and continuous improvement, Madrasah is responsive and adaptable to the needs, Having good communication, Madrasah has accountability, Madrasah has the ability to maintain sustainability.

Kata kumci : Paradigma baru, Manajemen madrasah

PendahuluanPembicaraan tentang manajemen akhir-

akhir ini hangat dibincangkan. Hal tersebut bukan saja merupakan hal baru bagi dunia pendidikan. Sumber daya manusia merupakan unsure aktif dalam penyelenggaraan organisasi. Sedangkan unsure-unsur yang lainnya merupakan unsure pasif yang bisa diubah oleh kreativitas manusia. Dengan pengelolaan (nanajemen) yang berkualitas, diharapkan akan dapat mengkondisikan unsur-unsur yang lain agar bisa mencapai tingkat produktifitas suatu organisasi. Madrasah diyakini menjadi lembaga pendidikan yang mampu mengantarkan peserta didik pada ranah yang lebih komprehensif, seperti aspek intelektual, moral, spiritual, dan keterampilan secara padu. Madrasah diyakini akan mampu mengintegrasikan kematangan religius dan keahlian ilmu modern kepada peserta didik sekaligus (suprayogo, 2007). Dengan kemampuan itu, madrasah akan mampu pula mencetak insan-insan cerdas, kreatif, dan beradab untuk menghadapi era globalisasi.

Memperbincangkan mengenai lembaga pendidikan yang bernama madrasah, agaknya akan selalu menarik dan tidak ada habis-habisnya. Terlebih yang dibicarakan adalah dari aspek manajemennya. Karena manajemen dalam suatu lembaga apa pun akan sangat

diperlukan, bahkan – disadari atau tidak – sebagai prasyarat mutlak untuk tercapainya tujuan yang ditetapkan dalam lembaga tersebut. Semakin baik manajemen yang diterapkan, semakin besar pula kemungkinan berhasilnya lembaga tersebut dalam mencapai tujuannya. Demikian pula sebaliknya.

Realitas di lapangan lembaga-lembaga pendidikan Islam khususnya madrasah tingkat produktifitas masih jauh dari yang diharapkan. Madrasah sebagai lembaga pendidikan formal sering kurang mampu mengikuti dan menanggapi arus perubahan cepat yang terjadi dalam masyarakat.

Selama ini madrasah danggap sebagai lembaga pendidikan islam yang mutunya lebih rendah dari pada mutu lembaga pendidikan lainnya, terutama sekolah umum, walaupaun beberapa madrasah justru lebih maju dari pada sekolah umum. Namun keberhasilan beberapa madrasah dalam jumlah yang terbatas itu belum mampu menghapus kesan negative yang sudah terlanjur melekat (Qomar, 2007).

Dunia pendidikan masa depan perlu semakin mengintegrasikan kedalam berbabagai kegiatannya. Baik yang bersifat kurikuler maupun ekstra kurikuler. Dalam kehidupan budaya, globalisasi menantang dunia pendidikan untuk menghasilkan lulusan yang kenal,

Volume 3 No 1 Maret 2015 ISSN 2302-3562

Page 11: JURNAL iLMU sOSIAL DAN Humaniora · Web viewPersaingan yang semakin kompetitif mendorong perusahaan untuk melaksanakan kegiatan operasionalnya secara efesien agar tetap bertahan. Dewasa

11Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora

mencintai dan mampu mengekspresikan budaya bangsanya seraya mampu menjalin dialog terbuka dan kritis dengan budaya-budaya lain. Kalau tidak, yang akan muncul adalah generasi yang tak punya identitas atau yang gamang, takut dan bingung menghadapi berbagai perubahan yang terjadi. Untuk itu diperlukan manajemen pendidikan yang professional.

Pengertian ManajemenDalam kamus besar Bahasa

Indonesia manajemen diartikan ; proses penggunaan sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran; Pejabat pimpinan yang bertanggungjawab atas jalannya perusahaan dan organisasi (kamus besar Bahasa Indonesia, 1990).Istilah manajemen dalam bahasa Indonesia belum ada keseragaman dalam menerjemahkan, diantaranya adalah manajemen, management, pengolahan, pembinaan, ketatalaksanaan, pengurusan, kepemimpinan, pemimpin, ketatapengurusan dan sebagainya.Ada kaitan yang erat antara organisasi, administrasi dan manajemen. Organisasi ialah sekumpulan dari sekelompok orang yang mengadakan suatu aktivitas bersama untuk mmencapai tujuan bersama. Mula-mula mereka mengintegrasikan sumber-sumber materi maupun sikap para anggota yang dikenal sebagai manajemen, dan barulah mereka melaksanakan kegiatan-kegiatan untuk mencapai cita-cita tersebut. Baik manajemen maupun melaksanakan kegiatan itu disebut administrasi.Pada abad ini telah banyak para teoritis maupun para praktisi yang yang menaruh minat untuk mempelajari ilmu manajemen, baik bedasarkan study konsepsi maupun berdasarkan penelitian yang telah mereka lakukan, karena banyaknya tinjauan mereka sehingga banyak definisi yang mereka ajukan sesuai dengan disiplin ilmu tempat mereka berpijak. Namun pada pada prinsipnya mereka berbendapat bahwa manajemen sebagi suatu keahlian, kemahiran, kemampuan dan ketrampilan (seni) dan sebagai ilmu pengetahuan yang diperlukan dalam setiap aktifitas.Pengertian manajemen sebagaimana yang dikemukakan para ahli yang tampil dalam formulasi yang berbeda-beda, antara lain :

John D. Millet dalam bukunya management the public dikutup oleh Maman Ukas dalam pengantar management, membatasi managemen sebagai berikut ; manajemen diartikan sebagai suatu proses pengarahan, penjurusan dan pemberian fasilitas kerja kepada orang-orang yang diorganisasikan dalam kelompok-kelompok formal untuk mencapai tujuan yang diharapkan.M. Manullang dalam bukunya Dasar-Dasar Management bahwa manajemen adalah seni dan ilmu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian dan pengontrolan dari Humam and Natural recuces (terutama Human rescurces) untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan terlebih dahulu.Sedangkan menurut Dale bahwa manajemen sebagai 1). Mengelola orang-orang, 2). Pengambilan keputusan, 3). Proses mengorganisasi dan memakai sumber-sumber untuk menyelesaikan tujuan yang sudah ditentukan. Suatu pandangan yang bersifat umum mengatakan bahwa manajemen ialah proses mengintegrasikan sumber-sumber yang berhubungan menjadi sistem total untuk menyelesaikan suatu tujuan. Yang dimaksud sumber disini ialah mencakup orang-orang, alat-alat, media, bahan-bahan, uang, dan sarana. semuanya diarahkan dan dikoordinasikan agar terpusat dalam rangka menyelesaikan tujuan.Bedasarkan batasan yang telah dikemukakan diatas dan terlepas dari sudut mana para ahli tersebut memberikan batasan, maka manajemen dapat diartikan sebagai seni dan ilmu dalam perencanaan, perorganisasian, pengarahan, pemberian motivasi dan pengawasan terhadap orang mekanisme kerja untuk mencapai tujuan yang selalu ditetapkan.Dari definisi manajemen tersebut diperoleh unsur-unsur sebagai berikut :

1. Unsur sifat.a. Manajemen sebagai suatu seni (art)

yaitu sebagai suatu keahlian, kemahiran, kemampuan dan ketrampilan dalam aplikasi ilmu pengetahuan untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

b. Manajemen sebagai suatu ilmu (science) yaitu merupakan akumulasi

Volume 3 No 1 Maret 2015 ISSN 2302-3562

Page 12: JURNAL iLMU sOSIAL DAN Humaniora · Web viewPersaingan yang semakin kompetitif mendorong perusahaan untuk melaksanakan kegiatan operasionalnya secara efesien agar tetap bertahan. Dewasa

12Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora

yang telah disistematisasikan dan diorganisasikan untuk mencapai suatu kebenaran umum.

2. Unsur fungsia. Perencanaan (planing) yaitu suatu

proses dan rangkaian kegiatan untuk menetapkan terlebih dahulu tujuan yang diharapkan pada suatu jangka waktu tertentu atau periode waktu yang telah ditetapkan, serta tahapan yang harus dilalui untuk mencapai tujuan tersebut.

b. Perorganisasian (organizing). Yaitu suatu proses dan rangkaian kegiatan dalam pembagian pekerjaan yang derencanakan untuk diselesaikan oleh anggota kelompok pekerjaan, penentuan hubungan yang baik diantara mereka, dan pemberian lingkungan dan fasilitas pekerjaan yang sepatutnya.

c. Pengarahan (directing), yaitu suatu rangkaian kegiatan dalam rangka memberikan petunjuk atau intrksi dari seorang atasan kepada bawahan/beberapa bawahan atau kepada orang yang diorganisasikan dalam kelompok formal dan dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu.

d. Pengawasan (controling). Yaitu suatu proses dan rangkaian kegiatan untuk mengusahakan agar sesuatu pekerjaan dapat dilaksanakan sesuai dengan rencana dan tahapan tersebut, diadakan suatu tindakan perbaikan seperlunya (corerrective actin). Manajemen Madarasah dapat diartikan

sebagai aktifitas memadukan sumber-sumber pendidikan agar terpusat dalam usaha mencapai tujuan Madrasah yang telah ditentukan sebelumnya.

Pengertian MadrasahKata "madrasah" dalam bahasa Arab

adalah bentuk kata "keterangan tempat" (zharaf makan) dari akar kata "darasa". Secara harfiah "madrasah" diartikan sebagai "tempat belajar para pelajar", atau "tempat untuk memberikan pelajaran". Dari akar kata "darasa" juga bisa diturunkan kata "midras" yang mempunyai arti "buku yang dipelajari" atau "tempat belajar"; kata "al-midras" juga

diartikan sebagai "rumah untuk mempelajari kitab Taurat’.

Kata "madrasah" juga ditemukan dalam bahasa Hebrew atau Aramy, dari akar kata yang sama yaitu "darasa", yang berarti "membaca dan belajar" atau "tempat duduk untuk belajar". Dari kedua bahasa tersebut, kata "madrasah" mempunyai arti yang sama: "tempat belajar". Jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, kata "madrasah" memiliki arti "sekolah" kendati pada mulanya kata "sekolah" itu sendiri bukan berasal dari bahasa Indonesia, melainkan dari bahasa asing, yaitu school atau scola.

Secara teknis, dalam proses belajar-mengajarnya secara formal, madrasah tidak berbeda dengan sekolah, namun di Indonesia madrasah tidak lantas dipahami sebagai sekolah, melainkan diberi konotasi yang lebih spesifik lagi, yakni "sekolah agama", tempat di mana anak-anak didik memperoleh pembelajaran hal-ihwal atau seluk-beluk agama dan keagamaan (dalam hal ini agama Islam).

Dalam prakteknya memang ada madrasah yang di samping mengajarkan ilmu-ilmu keagamaan (al-'ulum al-diniyyah), juga mengajarkan ilmu-ilmu yang diajarkan di sekolah-sekolah umum. Selain itu ada madrasah yang hanya mengkhususkan diri pada pelajaran ilmu-ilmu agama, yang biasa disebut madrasah diniyyah. Kenyataan bahwa kata "madrasah" berasal dari bahasa Arab, dan tidak diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, menyebabkan masyarakat lebih memahami "madrasah" sebagai lembaga pendidikan Islam, yakni "tempat untuk belajar agama" atau "tempat untuk memberikan pelajaran agama dan keagamaan".

Sejarah Kelahiran Madrasah di IndonesiaKehadiran lembaga pendidikan Islam di

Nusantara tidak lama berselang setelah masuk dan tersebarnya Islam, justru proses Islamisasi diperkuat oleh lembaga pendidikan sebagai medianya (Tjandrasasmita, 2007). Madrasah tidak lahir secara instan, melainkan ia bagian dari pembaruan pendidikan sistem pendidikan sebelumnya, seperti maktab, kuttâb, istana, kedai buku, shuffah, halaqah, masjid, khân, ribâth, toko buku dan perpustakaan. Sedangkan di Indonesia madrasah ia merupakan bagian dari pembaruan pendidikan sistem pendidikan masjid, pesantren, meunasah, rangkang, dayah, dayah teuku cik

Volume 3 No 1 Maret 2015 ISSN 2302-3562

Page 13: JURNAL iLMU sOSIAL DAN Humaniora · Web viewPersaingan yang semakin kompetitif mendorong perusahaan untuk melaksanakan kegiatan operasionalnya secara efesien agar tetap bertahan. Dewasa

13Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora

dan surau. Baik masjid, pesantren, surau, dayah, rangkang dan meunasah tidak memiliki perbedaan yang berarti sebagai sebuah sistem pendidikan. Azyumardi (2003) Perbedaannya adalah keragaman, kekayaan dan elastisitas pendidikan Islam. Islam nyaris menjadikan pranata-pranata di Nusantara yang telah berlaku di komunitas setempat sebagai basis penyiaran Islam, agar dapat dengan mudah diterima oleh masyarakat setempat, yang kemudian diislamisasikan.

Kelahiran madrasah di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari konteks sejarahnya, yakni merupakan respon atau ketidakpuasan terhadap dua hal, Pertama, stagnasi atau ketertinggalan sistem yang diterapkan oleh lembaga-lembaga pendidikan Islam tradisional yang ada di Indonesia, seperti Surau, Meunasah, dan Pesantren. Lembaga-lembaga pendidikan ini umumnya, (a) memiliki manajemen pendidikan yang konvensional dan tradisional, yang cenderung terpusat pada seseorang, terutama kyai atau buya, sehingga kepemimpinan (leadership) bersipat individual atau tidak kolektif; (b) mempertahankan sistem pendidikan yang tradisional, yakni menggunakan metode yang konvensional (yakni sorogan dan bandungan) serta menerapkan kurikulum pembelajaran yang cenderung berorientasi pada penghapalan dan pemahaman ilmu-ilmu agama (doktriner); dan (c) mereka cenderung menafikan [bahkan sebagian mengharamkan] untuk mempelajari ilmu-ilmu "umum",seperti matematika, logika, fisika, kimia, biologi, hingga teknologi. Tidak salah, sebagian orang menyebutkan bahwa lembaga pendidikan tradisional hanya mempelajari ilmu yang berorientasi pada keakhiratan atau berakhlakul karimah, sedang aspek kecerdasan (melek ipteks), seringkali diabaikan.

Kedua, sistem pendidikan sekolah umum -- untuk tidak menyebut sekuler-- yang diterapkan oleh pemerintah (Belanda, Orde Lama, dan Orde Baru). Pada institusi pendidikan ini, ilmu-ilmu sains modern dan teknologi dipelajari, dan sebaliknya ilmu-ilmu agama "dimarginalkan" atau dipinggirkan. Siswa dicetak menjadi cerdas dan pintar, serta profesional, tetapi mengabaikan aspek "baik" dalam perilaku/etika. Umumnya, siswa-siswa diajarkan menggunakan metode yang modern dan diorientasikan untuk mempelajari ilmu-ilmu yang dibutuhkan untuk memenuhi lapangan kerja atau industri. Dengan kata lain,

siswa dicetak sebagai pekerja atau berorientasi kerja atau "materi' (upah atau uang).

Dari kegelisahan ini, sebagian pemikir pendidikan Islam, kemudian mengambil upaya untuk mengkonvergensi sistem pendidikan dari keduanya. Hasil konvergensi inilah yang kemudian, kini, menghasilkan institusi pendidikan yang bernama "madrasah". Potret sederhananya dapat dilihat dalam kurikulumnya yang merupakan gabungan dari dua jenis kurikulum, yakni kurikulum yang ada pada lembaga pendidikan tradisional [misal pesantren] dan kurikulum sekolah. Hasilnya adalah integrasi ilmu dan pendidikan karakter [akhlak mulia]. Madrasah tidak hanya mendidik siswa cerdas dan pintar, tetapi berakhlak mulia; atau dengan kata lain, cageur, pinter, dan bageur. Inilah keunggulan dari madrasah.

Dari segi kurikulum, madrasah pun mengikuti kurikulum yang ditetapkan oleh Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) nomor 20 tahun 2003. Berdasarkan pada undang-undang ini, madrasah memiliki kesetaraan dengan sekolah (umum). Perbedaannya hanya terletak pada penekanannya terhadap matpel agama Islam. Inilah yang menyebabkan madrasah diasumsikan “lebih Islami” daripada sekolah lainnya. Selebihnya, Kemenag RI pun berusaha merumuskan dan mengimplementasikan, apa yang disebut para ahli sebagai, “nuansa islam” dalam kurikulum.

Paradigma Baru Pengembangan Manajemen Madrasah

Dalam memenuhi target jangka pendek, Madrasah harus mampu memberikan arahan dan menuntun anak didik secara massal, untuk menjadi umat beragama (Islam) yang mampu menghadapi dan menjalani perubahan, sedangkan untuk jangka panjang, penekanannya adalah bahwa Madrasah mampu melahirkan ulama’, pendidik, orang tua yang konsisten menunjukkan kemampuan dalam mengarahkan dan menuntun anaknya agar menjadi generasi berkemajuan dunia atas landasan keakhiratan.

Sisi pertama yang cukup tertantang adalah masalah kualifikasi tenaga kependidikan. Aspek tersebut menuntut para pengampu Madrasah masa sekarang dan masa mendatang adalah mereka yang

Volume 3 No 1 Maret 2015 ISSN 2302-3562

Page 14: JURNAL iLMU sOSIAL DAN Humaniora · Web viewPersaingan yang semakin kompetitif mendorong perusahaan untuk melaksanakan kegiatan operasionalnya secara efesien agar tetap bertahan. Dewasa

14Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora

tidak hanya sekedar menguasai ajaran agama secara kontektual, tapi juga tekstual dan perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya. Sisi lainnya adalah bahwa para pengampu yang qualified tersebut, harus membuktikan kemampuannya dengan menghindarkan proses pembelajarannya pada semata-mata pencapaian target kognitif. Sebab aspek afektif dan spikomotorik merupakan penentu tersosialisasikannya ajaran-ajaran moral dan budi pekerti pada perkembangan prilaku anak didik, sebagai calon ulama’, calon pendidik dan orang tua di masa datang.

Dalam konteks ini, maka keberadaan para pengampu disetiap jenjang Madrasah, lebih kuat tuntutan tanggungjawab moral dibanding tanggungjawab kedinasan. Jabatan memang untuk mencari nafkah sebagaimana juga profesi-profesi lain. Tapi keberadaannya dilingkari oleh tanggungjawab untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional yang sangat tegas menunjukkan sasaran moral, ketrampilan dan kecerdasan.

Dalam konteks tersebut, maka kelemahan-kelemahan lain yang dinilai masih disandang madrasah, dan melemahnya dalam menjawab tantangan yang dibawa zaman, perlu segera dibenahi. Arahnya bukan untuk bersaing, tetapi senuhnya untuk memenuhi dan melaksanakan tanggungjawab untuk melahirkan manusia-manusia yang bijaksana, cendekia dan bermoral. Ini sekaligus sebagai antisipasi keberadaan Madrasah untuk tidak semakin marginal dalam percaturan global, dalam Indonesia modern dan Indonesia Industrial.

Kepala Madrasah misalnya bisa berperan sebagai administrator dalam mengemban misi, sebagai manajer dalam memadukan sumber-sumber pendidikan dan sebagai supervisor dalam membina guru-guru pada proses mengajar, ini berarti organisasi sekolah melaksanakan administrasi, manajemen dan supervisi. Walaupun ada manajemen disekolah yang dilaksanakan oleh kepala sekolah, namun pada hakekatnya manajemen itu ada pada setiap unit kerja Madrasah, naumun dalam praktek sehari-hari kepala-kepala unit kerja itu tidak bisa disebut manajer, sehingga seolah-olah di situ tidak ada manajemen, walaupun mereka melakukan pekerjaan manajer.

Pengembangan Manajemen Madarasah dengan manangani individu-individu peserta didik yang hidup dinamis dan unik yang sedang berkembang dan tumbuh, bantuhan dan kesempatan berkembang kearah positif inilah yang harus dicapai oleh manajemen Marsah, manajemen ini membutuhkan banyak variasi, kreasi dan kiat, sebab manajemen ini bermuara pada keberhasilan proses pendidikan, dengan demikian kapanpun penyelenggara Madrasah memegang peranan utama dalam lembaga pendidikan. jadi penyelenggara Madarasah mutlak harus seorang professional dalam manajemen pendidikan.

Kewajiban-kewajiban seorang penyelenggara Madrasah :1. menjadi manajer dengan tugas-ugas

sebagai berikut :a. mengadakan prediksi tentang

kemungkinan perubahan lingkungan.b. Merencanakan dan melakukan inovasi

dalam pendidikanc. Menciptakan strategi dan kebijakan

lembaga agar proses pendidikan tidak mengalami hambatan.

d. Menagakan perencanaan dan menemukan sumber-sumber pendidikan.

e. Menyediakan dan mengkoodinasi fasilitas pendidikan

f. Melakukan pengendalian terhadap pelaksanaan agar tidak terlanjur berbuat kesalahan.

2. menjadi pemimpin:a. memimpin semua bawahanb. memotivasi agar bekerja dengan rajin

dan giatc. meningkatkan kesejahteraan para

bawahan

Volume 3 No 1 Maret 2015 ISSN 2302-3562

Page 15: JURNAL iLMU sOSIAL DAN Humaniora · Web viewPersaingan yang semakin kompetitif mendorong perusahaan untuk melaksanakan kegiatan operasionalnya secara efesien agar tetap bertahan. Dewasa

15Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora

d. mendisplin para pendidik dan pegawai dalam melaksanakan tugasnya.

3. Sebagai supervisi atau pengawasa. mengawasi dan menilai cara kerja dan

hasil kerja pendidik dan pegawaib. memberi supervisi dalam meningkat

cara bekerjac. mencari dan memberi peluang untuk

meningkatkan profesi para penddidik.4. sebagai pencipta iklim bekerja dan belajar

yang kondusif.5. Sebagai pencipta lingkungan bekerja dan

belajar yang kondusif.6. Mejadi administrator lembaga pendidikan

dengan tugas menyelenggarakan kegiatan kegiatan rutin yang dioperasikan oleh para personalia lembaga.

7. Menjadi koordinator kerjasama lembaga pendidikan dengan masyarakat.Oleh karena itu dalam memasuki abad XXI, reposisi dan reaktualisasi Madrasah merupakan keharusan, antara lain lewat transformasi Madrasah yang bertumpu pada tiga pilar; a). Reformasi aspek regulatori pendidikan; dititik beratkan pada reformasi kurikulum, b). reformasi aspek profesi, c). Reformasi manajemen Madrasah. Ini ditujukan untuk mengubah pusat-pusat pengambilan keputusan dan kendali pendidikan pada level yang lebih dekat dengan proses belajar-mengajar. Dalam reformasi manajemen Madrasah yang harus dilakukan adalah ; pertama, memberikan kesempatan yang lebih luas kepada kepala Madrasah untuk mengambil keputusan berkaitan dengan pendidikan. Bentuk kebijakan ini adalah menumbuhkan school based management. Kedua, memberikan kesempatan yang luas kepada warga masyarakat untuk berpartisipasi dalam mengelola sekolah. Dengan demikian peran masyarakat akan semakin besar untuk kemudian mewujudkan cummunity based school (Zamroni, 2001).

Untuk memasuki era globalisasi Madrasah harus bergeser kearah pendidikan yang berwawasan global, dari perspektif kurikuler pendidikan berwawasan global bearti menyajikan kurikulum yang bersifat interdisipliner, multidisipliner dan transdisipliner. Berdasarkan perspektif reformasi, Madrasah berwawasan global menuntut kebijakan pendidikan tidak semata sebagai

kebijakan sosial dan kebijakan yang mendasarkan mekanisme pasar. Oleh karena itu pendidikan harus memiliki kebebasan dan bersifaat demokratis, fleksibel dan adaptif.

Madrasah  yang efektif pada umumnya memiliki sejumlah karakteristik proses sebagai berikut:a.  Proses belajar mengajar yang

efektivitasnya tinggiMadrasah  yang menerapkan manajemen peningkatan mutu berbasis madrasah (MPMBM) memiliki efektivitas proses belajar mengajar (PBM) yang tinggi. Ini ditunjukkan oleh sifat PBM yang menekankan pada pemberdayaan peserta didik. PBM bukan sekadar memorisasi dan recall, bukan sekadar penekanan pada penguasaan pengetahuan tentang apa yang diajarkan (logos), akan tetapi lebih menekankan pada internalisasi tentang apa yang diajarkan sehingga tertanam dan berfungsi sebagai muatan nurani dan dihayati (ethos) serta dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari oleh peserta didik (pathos). PBM yang efektif juga lebih menekankan pada belajar mengetahui (learning to know), belajar bekerja (learning to do), belajar hidup bersama (learning to live together), dan belajar menjadi diri sendiri (learning to be).

b.  Kepemimpinan madrasah  yang kuatPada madrasah  yang menerapkan MPMBM, kepala madrasah  memiliki peran yang kuat dalam mengkoordinasikan, menggerakkan, dan menyerasikan semua sumberdaya pendidikan yang tersedia. Kepemimpinan kepala madrasah merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong madrasah untuk dapat mewujudkan visi, misi, tujuan, dan sasaran madrasahnya melalui program-program yang dilaksanakan secara terencana dan bertahap. Oleh karena itu, kepala madrasah  dituntut memiliki kemampuan manajemen dan kepemimpinan yang tangguh agar mampu mengambil keputusan dan inisiatif/prakarsa untuk meningkatkan mutu madrasah. Secara umum, kepala madrasah  tangguh memiliki kemampuan memobilisasi sumberdaya madrasah, terutama sumberdaya manusia, untuk mencapai tujuan madrasah.

Volume 3 No 1 Maret 2015 ISSN 2302-3562

Page 16: JURNAL iLMU sOSIAL DAN Humaniora · Web viewPersaingan yang semakin kompetitif mendorong perusahaan untuk melaksanakan kegiatan operasionalnya secara efesien agar tetap bertahan. Dewasa

16Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora

c.  Lingkungan madrasah  yang aman dan tertibMadrasah  memiliki lingkungan (iklim) belajar yang aman, tertib, dan nyaman sehingga proses belajar mengajar dapat berlangsung dengan nyaman (enjoyable learning). Karena itu, madrasah  yang efektif selalu menciptakan iklim madrasah yang aman, nyaman, tertib melalui pengupayaan faktor-faktor yang dapat menumbuhkan iklim tersebut. Dalam hal ini, peranan kepala madrasah sangat penting sekali.

d. Pengelolaan tenaga kependidikan yang efektifTenaga kependidikan, terutama guru, merupakan jiwa dari madrasah. Madrasah hanyalah merupakan wadah. madrasah yang menerapkan MPMBM menyadari tentang hal ini. Oleh karena itu, pengelolaan tenaga kependidikan, mulai dari analisis kebutuhan, perencanaan, pengembangan, evaluasi kinerja, hubungan kerja, hingga sampai pada imbal jasa, merupakan garapan penting bagi seorang kepala madrasah. Terlebih-lebih pada pengembangan tenaga kependidikan, ini harus dilakukan secara terus-menerus mengingat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedemikian pesat. Pendeknya, tenaga kependidikan yang diperlukan untuk menyukseskan MPMBM adalah tenaga kependidikan yang mempunyai komitmen tinggi, selalu mampu dan sanggup menjalankan tugasnya dengan baik.

e.  Madrasah  memiliki budaya mutuBudaya mutu tertanam di sanubari semua warga madrasah, sehingga setiap perilaku selalu didasari oleh profesionalisme. Budaya mutu memiliki elemen-elemen sebagai berikut: (a) informasi kualitas harus digunakan untuk perbaikan, bukan untuk mengadili/mengontrol orang; (b) kewenangan harus sebatas tanggungjawab; (c) hasil harus diikuti penghargaan (rewards) atau sanksi (punishment); (d) kolaborasi dan sinergi, bukan kompetisi, harus merupakan basis untuk kerjasama; (e) warga madrasah merasa aman terhadap pekerjaannya; (f) atmosfir keadilan (fairness) harus ditanamkan; (g) imbal jasa harus sepadan

dengan nilai pekerjaannya; dan (h) warga madrasah  merasa memiliki Madrasah .

f.   Madrasah  Memiliki “Teamwork” yang Kompak, Cerdas, dan DinamisKebersamaan (teamwork) merupakan karakteristik yang dituntut oleh MPMBM, karena output pendidikan merupakan hasil kolektif warga Madrasah, bukan hasil individual. Karena itu, budaya kerjasama antar fungsi dalam madrasah, antar individu dalam madrasah, harus merupakan kebiasaan hidup sehari-hari warga madrasah .

g.  Madrasah  memiliki kewenangan (kemandirian)Madrasah  memiliki kewenangan untuk melakukan yang terbaik bagi madrasahnya, sehingga dituntut untuk memiliki kemampuan dan kesanggupan kerja yang tidak selalu menggantungkan pada atasan. Untuk menjadi mandiri, Madrasah  harus memiliki sumberdaya yang  cukup untuk menjalankan tugasnya.

h. Partisipasi yang tinggi dari warga madrasah  dan masyarakat Madrasah yang menerapkan MPMBM memiliki karakteristik bahwa partisipasi warga madrasah dan masyarakat merupakan bagian kehidupannya. Hal ini dilandasi oleh keyakinan bahwa makin tinggi tingkat partisipasi, makin besar rasa memiliki; makin besar rasa memiliki, makin besar pula rasa tanggung jawab; dan makin besar rasa tanggung jawab, makin besar pula tingkat dedikasinya.

i.   Madrasah  memiliki keterbukaan (transparansi) manajemen Keterbukaan/transparansi dalam pengelolaan madrasah  merupakan karakteristik madrasah yang menerapkan MPMBM. Keterbukaan/ transparansi ini ditunjukkan dalam pengambilan keputusan, perencanaan dan pelaksanaan kegiatan, penggunaan uang, dan sebagainya, yang selalu melibatkan pihak-pihak terkait sebagai alat kontrol.

j.  Madrasah  memiliki kemauan untuk berubah (psikologis dan pisik)Perubahan harus merupakan sesuatu yang menyenangkan bagi semua warga madrasah . Sebaliknya, kemapanan merupakan musuh madrasah. Tentu saja yang dimaksud perubahan adalah peningkatan, baik bersifat fisik maupun psikologis. Artinya, setiap yang

Volume 3 No 1 Maret 2015 ISSN 2302-3562

Page 17: JURNAL iLMU sOSIAL DAN Humaniora · Web viewPersaingan yang semakin kompetitif mendorong perusahaan untuk melaksanakan kegiatan operasionalnya secara efesien agar tetap bertahan. Dewasa

17Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora

dilakukan perubahan, hasilnya diharapkan lebih baik dari sebelumnya (ada peningkatan) terutama mutu peserta didik.

k.  Madrasah  melakukan evaluasi dan perbaikan secara berkelanjutanEvaluasi belajar secara teratur bukan hanya ditujukan untuk mengetahui tingkat daya serap dan kemampuan peserta didik, tetapi yang terpenting adalah bagaimana memanfaatkan hasil evaluasi belajar tersebut untuk memperbaiki dan menyempurnakan proses belajar mengajar di madrasah . Oleh karena itu, fungsi evaluasi menjadi sangat penting dalam rangka meningkatkan  mutu peserta didik dan mutu madrasah  secara keseluruhan dan secara terus menerus.Perbaikan secara terus-menerus harus merupakan kebiasaan warga madrasah. Tiada hari tanpa perbaikan. Karena itu, sistem mutu yang baku sebagai acuan bagi perbaikan harus ada. Sistem mutu yang dimaksud harus mencakup struktur organisasi, tanggungjawab, prosedur, proses dan sumberdaya untuk menerapkan manajemen mutu.

l.  Madrasah  responsif dan antisipatif terhadap kebutuhanMadrasah  selalu tanggap/responsif terhadap berbagai aspirasi yang muncul bagi peningkatan mutu. Karena itu, madrasah  selalu membaca lingkungan dan menanggapinya secara cepat dan tepat. Bahkan, Madrasah tidak hanya mampu menyesuaikan terhadap perubahan/tuntutan, akan tetapi juga mampu mengantisipasi hal-hal yang mungkin bakal terjadi.

m. Memiliki Komunikasi yang Baik Madrasah  yang efektif umumnya memiliki komunikasi yang baik, terutama antar warga madrasah, dan juga madrasah-masyarakat, sehingga kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing warga madrasah  dapat diketahui. Dengan cara ini, maka keterpaduan semua kegiatan madrasah  dapat diupayakan untuk mencapai tujuan dan sasaran madrasah  yang telah dipatok. Selain itu, komunikasi yang baik juga akan membentuk teamwork yang kuat, kompak, dan cerdas, sehingga berbagai

kegiatan madrasah  dapat dilakukan secara merata oleh warga madrasah

n. Madrasah  memiliki akuntabilitas Akuntabilitas adalah bentuk pertanggung jawaban yang harus dilakukan madrasah terhadap keberhasilan program yang telah dilaksanakan. Akuntabilitas ini berbentuk laporan prestasi yang dicapai dan dilaporkan kepada pemerintah, orangtua siswa, dan masyarakat. Berdasarkan laporan hasil program ini, pemerintah dapat menilai apakah program MPMBM telah mencapai tujuan yang dikendaki atau tidak. Jika berhasil, maka pemerintah perlu memberikan penghargaan kepada madrasah yang bersangkutan, sehingga menjadi faktor pendorong untuk terus meningkatkan kinerjanya di masa yang akan datang. Sebaliknya jika program tidak berhasil, maka pemerintah perlu memberikan teguran sebagai hukuman atas kinerjanya yang dianggap tidak memenuhi syarat. Demikian pula, para orangtua siswa dan anggota masyarakat dapat memberikan penilaian apakah program ini dapat meningkatkan prestasi anak-anaknya secara individual dan kinerja madrasah secara keseluruhan. Jika berhasil, maka orangtua peserta didik perlu memberikan semangat dan dorongan untuk peningkatan program yang akan datang. Jika kurang berhasil, maka orangtua siswa dan masyarakat berhak meminta pertanggung jawaban dan penjelasan madrasah  atas kegagalan program MPMBM yang telah dilakukan.

o.  Madrasah  memiliki kemampuan menjaga sustainabilitasMadrasah  yang efektif juga memiliki kemampuan untuk menjaga kelangsungan hidupnya (sustainabilitasnya) baik alam program maupun pendanaannya. Sustainabilitas program dapat dilihat dari keberlanjutan program-program yang telah dirintis sebelumnya dan bahkan berkembang menjadi program-program baru yang belum pernah ada sebelumnya. Sustainabilitas pendanaan dapat ditunjukkan oleh kemampuan madrasah dalam mempertahankan besarnya dana yang dimiliki dan bahkan makin besar jumlahnya. madrasah  memiliki kemampuan menggali sumberdana dari masyarakat, dan tidak sepenuhnya

Volume 3 No 1 Maret 2015 ISSN 2302-3562

Page 18: JURNAL iLMU sOSIAL DAN Humaniora · Web viewPersaingan yang semakin kompetitif mendorong perusahaan untuk melaksanakan kegiatan operasionalnya secara efesien agar tetap bertahan. Dewasa

18Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora

menggantungkan subsidi dari pemerintah bagi madrasah-madrasah  negeri.

PenutupDari uraian singkat diatas dapat

disimpulkan bahwa paradigma baru pengembangan managemen madrasah adalah suatu proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian dan pengkontrolan aktivitas pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan sebelumnya.

Paradigma baru pengembangan manajemen madrasah yang harus segera dibenahi adalah masalah manajerialnya. Sehingga lembaga pendidikan Madrasah harus mampu memanaj, mengarahkan dan menuntun anak didik menghadapi perubahan dan mampu melahirkan ulama’, pendidik dan orang tua dimasa yang akan datang.

Madrasah  yang efektif pada umumnya memiliki sejumlah karakteristik proses sebagai berikut: Proses belajar mengajar yang efektivitasnya tinggi, Kepemimpinan madrasah  yang kuat, Lingkungan madrasah  yang aman dan tertib, Pengelolaan tenaga kependidikan yang efektif, Madrasah  memiliki budaya mutu, Madrasah  Memiliki “Teamwork” yang Kompak, Cerdas, dan Dinamis, Madrasah  memiliki kewenangan (kemandirian), Partisipasi yang tinggi dari warga madrasah  dan masyarakat, Madrasah  memiliki keterbukaan (transparansi) manajemen, Madrasah memiliki kemauan untuk berubah (psikologis dan pisik), Madrasah melakukan evaluasi dan perbaikan secara berkelanjutan, Madrasah responsif dan antisipatif terhadap kebutuhan, Memiliki Komunikasi yang Baik, Madrasah  memiliki akuntabilitas, Madrasah  memiliki kemampuan menjaga sustainabilitas.

Apa yang diuriakan tulisan ini, masih telaah awal dan belum dan belum merupakan kesimpulan final, karena diskursus intektual tentang pengembangan manajemen perlu terus dikembangkan. Hal ini dalam kerangka ikut aktif dalam menemukan formulasi paradigma baru pengembangan manajemen Madrasah

ideal. baik dalam tataran teoi maupun parktis.Wallahua’lam Bisshawab.

Daftar RujukanA. Admadi dan Y. Setianingsih (ed),

Tronformasi Pendidikan Memasuki Milenium Ketiga, Yogyakarta: Kanisus, 2000

Abuddin Nata, Metodologi Study Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000

Ahmad Suyuthi, Manajemen Lembaga Pendidikan Islam, Jurnal Studi Islam Akademika Fakultas Agama Islam Universitas Islam Lamongan, Volume 5, Nomor 1, Juni 2011

Azyumardi Azra, Surau; Pendidikan Islam Tradisional dalam Transisi dan Modernisasi. Ciputat: Logos, 2003.

Azyumardi Azra, Pendidikan Islam; Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru. Ciputat: Logos, 2002.

Bedjo Siswanto, Manajemen Tenaga Kerja, Bandung: Sinar Baru, 1989

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1990

Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia.  Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007.

Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia; Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1990.

Imam Suprayogo, Quo Vadis Madrasah Gagasan, Aksi dan Solusi Pembangunan Madrasah, Yogyakarta: Hikayat Publishing, 2007.

Made Pidarta, Manajemen Pendidikan Indonesia, Jakarta: Bina Aksara, 1988.

Made Pidarta , Landasan pendidikan, Stimulus Ilmu Pendidikan bercorak Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, 1997

Maman Ukas, Pengantar Ilmu Management, Bandung: IKIP Bandung, 1997.

M. Manullang, Dasar-Dasar Management, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1997.

Muslih Usa dan Aden Wijdan SZ (ed), Pendidikan Islam Dalam Peradaban Industrial, Yogyakarta: Adtya Media, 1997

Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam, Jakarta: Erlangga, 2007

Volume 3 No 1 Maret 2015 ISSN 2302-3562

Page 19: JURNAL iLMU sOSIAL DAN Humaniora · Web viewPersaingan yang semakin kompetitif mendorong perusahaan untuk melaksanakan kegiatan operasionalnya secara efesien agar tetap bertahan. Dewasa

19Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora

Nurcholish Majid, Bilik-bilik Pesantren; Sebuah Potret Perjalanan. Jakarta: Paramadina, 1997.

S. Nasution, Sosiologi Pendidikan, Bandung: Jemmars, 1992

Syamsul Ma’arif, Revitalisasi Pendidikan Islam, Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu, 2007.

Tim. MKDK, Ilmu Pendidikan, Surabaya: IKIP Surabaya, 1992

W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, cet. II, 1991

Zamroni, Pendidikan Untuk Demokrasi tantangan Menuju Civil Society, Yogyakarta: Biagraf Publishing, Yogyakarta, 2001

Zamroni, Paradigma Pendidikan Masa Depan, Yogyakarta: Biagraf Publishing, 2000

Volume 3 No 1 Maret 2015 ISSN 2302-3562

Page 20: JURNAL iLMU sOSIAL DAN Humaniora · Web viewPersaingan yang semakin kompetitif mendorong perusahaan untuk melaksanakan kegiatan operasionalnya secara efesien agar tetap bertahan. Dewasa

20Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora

MENUMBUHKAN JIWA KEWIRAUSAHAAN MAHASISWA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ISLAM LAMONGAN

Zainal Abidin *)

Dosen Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan

Abstrak

Fluktuasi pertumbuhan suatu bangsa tidak terlepas dari meningkatnya jumlah penduduk yang berjiwa wirausaha. Kurangnya jumlah masyarakat yang memiliki jiwa wirausaha di Indonesia, antara lian disebabkan oleh kurangnya pengetahuan tentang kewirausahaan, etos kerja yang kurang menghargai kerja keras. Dalam hal ini, sikap mental yang baik dalam mendukung pembangunan, khususnya pertumbuhan perekonomian, perlu ditanamkan pada diri individu masing-masing masyarakat khususnya oleh mahasiswa.

Berdasarkan hasil penelitian bahwa keberhasilan sesorang ditentukan oleh pendidikan formal hanya sebesar 15% dan selebihnya 85% ditentukan sikap mental atau kepribadian. Saat ini pengangguran tidak hanya berstatus lulusan SD sampai SMA saja, tetapi banyak juga sarjana. Perusahaan makin selektif menerima karyawan baru sementara tingkat persaingan semakin tinggi. Tidak ada jaminan seorang sarjana memperoleh pekerjaan. Sebagai mahasiswa yang ingin membangun jiwa wirausaha, harus mampu belajar merubah sikap mental yang kurang baik dan perlu dimulai dengan kesadarn dan kemauan untuk mempelajari ilmu kewirausahaan kemudian menghayati dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Kata Kunci : kewirausahaan, mahasiswa, program kewirausahaan.

Latar Belakang Ada beberapa identifikasi masalah yang

mempengaruhi wacana penumbuhan kreatifitas pada mahasiswa. Yaitu : a. Terdapat banyak sarjana pengangguran, b. kurangnya kesadaran mahasiswa dalam dunia kewirausahaan, c. tidak adanya sosialisasi kewirausahan terhadap mahasisiwa dan d) saat ini sangat di perlukan mahasiswa yang kreatif dan inovatif dalam kewirausahaan. Keempat faktor ini merupakan permasalahan yang muncul dan perlu dicarikan solusi dan pemikiran yang mendalam dari praktisi akademis maupun pemerintah dalam rangka menumbuhkan kreativitas mahasiswa dalam meningkatkan jiwa kewirausahaan pada mahasiswa. Perlu diingat bahwa wirausaha di Indonesia sangat minim dibandingkan dengan jumlah penduduknya.

Rumusan permasalahan dari makalah ini adalah bagaimana menumbuhkan jiwa kewirausahaan mahasiswa untuk menopang perekonomian yang akan datang , dan bagaimana  hasil yang nampak setelah di terapkanya jiwa kewirausahaan dalam diri mahasiswa itu sendiri.

Pengertian MahasiswaMahasiswa adalah sebutan bagi orang-orang

yang melanjutkan studinya diperguruan tinggi, mahasiswa selalu memiliki kedudukan lebih tinggi

dimata masyarakat karena mereka dianggap bahwa mahasiswa adalah jaminan didunia kerja selepas dari itu mahasiswa harus belajar dengan baik agar berhasil didunia kerja. Menurut fakta masih banyak lulusan mahasiswa yang menjadi pengangguran, jadi tidak sepenuhnya anggapan dari masyarakat semua itu benar. Mahasiswa mempunyai peranan yang amat penting bagi masyarakat selain belajar mahasiswa merupakan penyalur aspirasi masyarakat ke dunia kerja. Mahasiswa mempunyai banyak akses untuk menyalurkan keterampilan yang di peroleh di bangku perkuliahan  untuk memajukan masyarakat untuk berwirausaha.

KewirausahaanWirausaha adalah kemampuan untuk berdiri

sendiri, berdaulat, merdeka lahir batin, sumber peningkatan kepribadian, suatu proses dimana orang mengajar peluang, merupakan sifat mental dan sifat jiwa yang selalu aktif, dituntut untuk mampu mengelola, menguasai, mengetahui dan berpengalaman untuk memacu kreatifitas.Robert Argene (2003: 1) mengartikan wirausaha sebagai usaha-usaha yang mempunyai keunggulan tertentu untuk memodifikasi produk lama menjadi produk baru, dengan menciptakan lapangan pekerjaan, yang memanfaatkan pemberdayaan manusia dan kekayaan alam lainnya.

Volume 3 No 1 Maret 2015 ISSN 2302-3562

Page 21: JURNAL iLMU sOSIAL DAN Humaniora · Web viewPersaingan yang semakin kompetitif mendorong perusahaan untuk melaksanakan kegiatan operasionalnya secara efesien agar tetap bertahan. Dewasa

21Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora

Dapat di simpulkan bahwa pengertian kewirausahaan/kewiraswastaan adalah semangat, sikap, perilaku, dan kemampuan seseorang dalam menangani usaha atau kegiatan yang mengarah pada upaya mencari, menciptakan, menerapkan cara kerja, teknologi dan produk baru dengan meningkatkan efisiensi dalam rangka memberikan pelayanan yang baik atau memperoleh keuntungan yang lebih besar dengan memanfaatkan sumber kekayaan yang ada dengan bersumber pada kekayaan sendiri.

Perlu diingat bahwa kegiatan wirausaha akan menunjang ekonomi keluarga / pemerintah, baik industri dan perdagangan. Pertumbuhan industri yang diikuti kemajuan perdagangan akan melahirkan kesempatan kerja baru. Lapangan kerja baru ini akan menampung tenaga kerja baru, yang pada hakekatnya mengurangi pengangguran, mengatasi ketegangan sosial, meningkatkan taraf hidup masyarakat, memajukan ekonomi bangsa dan negara, pada akhirnya menentukan pula keberhasilan pembangunan nasional.

Wirausaha dalam bekerja selalu menekankan segi kemampuannya untuk berdiri sendiri bukan berarti dia tidak mau bekerja sama dengan orang lain, seperti diungkapkan (Soersarsono Wijadi, 1988: 22). Berdiri sendiri dalam arti wirausaha tidak di artikan sebagai suatu tindakan menutup diri sendiri atau menyendiri, akan tetapi lebih di tekankan pada pengertian kepercayaan pada dirinya sendiri yang memang sangat di perlukan dalam mengatasi hidup.Berdasarkan dari pendapat di atas maka dapat di simpulkan bahwa seorang wira usaha dalam bekerja selalu menekankan segi kemampuan:1) Kepercayaan pada diri sendiri.2) Rasa tanggung jawab terhadap pekerjaan.3) Berkemauan keras untuk maju.4) Berdisiplin dan menghargai waktu.5) Inovatif.6) Pengelolaan usaha.7) Pengambilan resiko yang layak.

Ciri-ciri WirausahaDiungkapkan oleh Amin Aziz (1978) dalam Sugeng Karjito (1995; 29) bahwa wirausaha memiliki ciri-ciri sebagai berikut:a.  Innovational menemukan dan menerima ide-

ide baru dalam berproduksi.b.  Capital Acumulation (pembinaan modal) yakni

menginginkan pemupukan modal yang di gunakan untuk proses kelangsungan selanjutnya.

c.  Leadhership (kepemimpinan) yang menunjuk ciri merancang, melaksanakan an mengarahkan pada proses tujuan.

d.  Risk taking (keinginan mengambil resiko) dengan mempertimbangkan dan menerima resiko yang layak.

e.  Manajerial (pinata laksanaan) yang baik untuk di terapkan untuk merencanaka, melaksanakan, mengevaluasi produksi yang telah di jalankan.

Membangun Jiwa Wirausaha Pada MahasiswaJiwa wirausaha dan pantang menyerah,

memang tidak dimiliki oleh semua orang. Ada orang-orang yang sejak kecil memiliki jiwa yang kuat dan pantang menyerah menghadapi permasalahan yang dihadapinya, tetapi ada pula orang-orang yang jika tidak disuruh atau ditunjukkan secara jelas, tidak bisa berbuat apa-apa alias pasif dalam menghadapi kehidupan. Namun bukan berarti jiwa itu tidak bisa dibangkitkan.

Menurut teori yang sekarang dianut oleh banyak pengembang bahwa jiwa kewirausahaan itu bisa dibangkitkan melalui pembelajaran dan pelatihan.

Salah satu alternatif untuk membangkitkan jiwa wirausaha mahasiswa adalah dengan memberikan pendidikan dan pelatihan tentang kewirausahaan. Mungkin setiap mahasiswa yang akan lulus dari perguruan tinggi, perlu dikasih wawasan dan bekal tentang kewirausahaan. Pembekalan secara teoritis tentang kewirausahaan bisa dilakukan secara bersama-sama dalam satu gedung pertemuan selama beberapa hari, lalu dilanjutkan dengan survey ke beberapa perusahaan atau tempat usaha yang mungkin bisa diaplikasikan oleh para mahasiswa.

Adapun dorongan yang diupayakan untuk membangun jiwa mahasiswa untuk berwirausaha dari pemerintah dan perkampusan yaitu peran corporate social responsibility(CSR) kian nyata. Tak hanya menjaga citra perusahaan, CSR kini sudah mulai masuk kampus untuk menumbuhkan sikap wirausaha di kalangan mahasiswa. Kewajiban pelayanan sosial berbagai korporasi masih terlalu jamak disinonimkan sebagai kewajiban moral bagi lingkungan sosial secara ala kadarnya.Tak heran bila terkadang CSR masih belum dilihat sebagai satu hal penting dalam memberikan manfaat lebih besar CSR sebetulnya memiliki kekuatan dahsyat daripada sekadar yang kita bayangkan selama ini. Lebih dari itu, CSR bisa menjadi sarana sangat efektif dalam membangun jiwa wirausaha para mahasiswa Executive Director CSR dari CSR Indonesia, koperasi di dalam negeri bisa melakukan berbagai langkah dalam mengarahkan program CSR sebagai instrumen pendorong lahirnya sikap wirausaha mahasiswa di berbagai perguruan tinggi. Di antaranya menjadikan perguruan tinggi sebagai mitra perusahaan dengan cara membuka dirinya dalam kegiatan penelitian dan pemagangan yang dilakukan perguruan tinggi. “Bisa juga (perusahaan) menyediakan dukungan finansial dan sumber daya lain untuk mempromosikan CSR dan menyediakan berbagai jenis dukungan untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dan

Volume 3 No 1 Maret 2015 ISSN 2302-3562

Page 22: JURNAL iLMU sOSIAL DAN Humaniora · Web viewPersaingan yang semakin kompetitif mendorong perusahaan untuk melaksanakan kegiatan operasionalnya secara efesien agar tetap bertahan. Dewasa

22Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora

businessman up. terutama yang berkaitan dengan bisnis inti perusahaan dengan melibatkan perguruan tinggi, koperasi sebaiknya mengubah paradigma bahwa program CSR semata-mata bertujuan memberikan citra yang baik bagi perusahaan. Lebih dari itu, dia menilai, CSR bisa membangun komunitas (community development) wirausaha. CSR juga bisa digunakan sebagai investasi komunitas (community investment) tersebut. “Seperti program pengenalan kewirausahaan dilingkungan  kampus semacam ini, perusahaan dapat membantu meningkatkan pemahaman dosen dan mahasiswa, sekaligus memotivasi mereka menjadi para pelaku usaha pada masa depan,” katanya. perusahaan selama ini menempatkan CSR sebagai bagian dari strategi “mematuhi” dan “melampaui” atas berbagai tantangan sosial di lingkungan sekitarnya. Dengan bersikap mematuhi, perusahaan tersebut berbuat untuk berbagai perubahan signifikan dalam kinerja sosial dan lingkungan. “Sedangkan dengan sikap melampaui, perusahaan akan melakukan perubahan kinerja sebelum mendapat tekanan dari masyarakat,” mahasiswa sekarang sudah harus menanamkan diri kemandirian berupa jiwa wirausaha. Dengan begitu, diharapkan mahasiswa siap hidup mandiri selepas meninggalkan bangku kuliah. “Ubah paradigma dari sekarang dari job seeker menjadi job creator. Bentuk karakter yang produktif, jangan konsumtif. Bersiap menghadapi berbagai kendala yang dapat menghambat kemajuan usaha kita,” bekal pertama yang harus dimiliki mahasiswa dalam membentuk jiwa wirausahanya adalah memiliki keyakinan kuat dalam menggapai cita-citanva melalui aktivitas kewirausahaan. para mahasiswa untuk mengembangkan minat berwirausaha ini sejak di bangku kuliah “Unpad telah menjaring berbagai proposal kewirausahaan dari mahasiswa untuk ditindaklanjuti menjadi sebuah usaha bisnis baru yang dijalankan mahasiswa dengan bantuan pembiayaan dari berbagai pihak, seperti pihak Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depdiknas dan pihak perbankan.” Kendati begitu, para dosen juga berperan penting dalam mendorong jiwa wirausaha mahasiswa para dosen bisa menyisipkan dan menggiatkan materi kewirausahaan ini kepada para mahasiswa melalui materi perkuliahan

Pemerintah berharap, jumlah wirausaha dalam negeri bisa naik menjadi 2%-3% dari saat ini 0,18% melalui pendidikan kewirausahaan di berbagai lembaga pendidikan dalam negeri. Tahun 2010 misalnya, ditargetkan 10.000 mahasiswa siap menjadi wirausaha muda yang mandiri. Depdiknas melalui Ditjen Dikti memiliki banyak skema dalam mendorong wirausaha mahasiswa. Skema pertama adalah pemberian dana bantuan kepada perguruan-perguruan tinggi sebagai bentuk bantuan permodalan bagi mahasiswa dalam Program Mahasiswa Wirausaha (PMWi Dikti). Skema ini

diterapkan melalui perguruan tinggi negeri badan hukum milik negara 1 BUMN sebesar Rp2 miliar, Rp l miliar untuk universitas, institut dan sekolah tinggi negeri non BUMN, Rp500 juta untuk politeknik negeri, dan Rp l miliar untuk setiap Koordinator Perguruan Tinggi Swasta. Skema kedua adalah pendampingan mahasiswa yang menerima bantuan permodalan. Melalui skema ini telah melatih 1000 dosen dari 300an perguruan tinggi dalam Training Trainer Dosen Kewirausahaan yang bekerja sama dengan Universitas Ciputra Enter-preneurship Center (UCECI.) Skema ketiga merealisasikan program Cooperative Academic Education (COOP Program). Melalui program ini diikuti memberikan pengajaran wirausaha bagi mahasiswa S-l yang telah mencapai semester enam dan diberikan kesempatan bekerja di industri, perusahaan, dan usaha kecil dan menengah (UKM selama 3-6 bulan). Skema keempat, membangun jaringan sinergi business intellectual government (BIG) antara Depdiknas dan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin).

Pemerintah dalam hal ini Dikti melalui ditjen Simlitabmas senantiasa menganggarkan anggaran yang begitu besar untuk perguruan tinggi dalam rangka meningkatkan jiwa kreatifitas mahasiswa dalam kewirausahaan. Persoalannya adalah sosialisasi dan pembinaan yang mendalam kepada para mahasiswa agar tergugah untuk meningkatkan kemampuan diri untuk ikut dan berpartisipasi dalam program tersebut.

Peluang Wirausaha Mahasiswa Fakultas TeknikSejak pemberlakuan kurikulum muatan lokal di Fakultas Teknik , program studi memasukkan mata kuliah kewirausahaan di kurikulum pembelajaran. Aplikasi dari mata kuliah ini bukan hanya diimplimentasikan dalam bentuk terori saja, melainkan harus diwujudkan dalam sosialisasi pelaksanaan wirausaha itu sendiri sebagai output dari pembelajaran.

Melihat perkembangan teknologi informasi dan elektronika di masa sekarang, peluang-peluang wirausaha sangat terbuka lebar. Ada beberapa peluang wirausaha yang dapat dikembangkan diantaranya :a. Pada sektor jasa, masing-masing program studi

dapat mengaplikasikan keahliannya di bidang konsultasi jasa konstruksi, jasa konsultasi teknik informasi dan komputer dan juga konsultasi di bidang kelistrikan.

b. Pada sektor marketing, masing-masing program studi dapat bersosi lisasi di bidang wirausaha penjualan produk aplikasi program software, produk perencanaan gambar konstruksi dan perencanaan biaya konstruksi dan bagi prodi elektro dapat berkreasi dengan inovasi-inovasi produk elektronika sederhana semisal : power suply, inverter rakitan, service elektronika dll.

Volume 3 No 1 Maret 2015 ISSN 2302-3562

Page 23: JURNAL iLMU sOSIAL DAN Humaniora · Web viewPersaingan yang semakin kompetitif mendorong perusahaan untuk melaksanakan kegiatan operasionalnya secara efesien agar tetap bertahan. Dewasa

23Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora

c. Sektor-sektor berbasis masyarakat yang memiliki kesesuaian dengan program studi atau umum yang dapat menciptakan lapangan pekerjaan atau peluang usaha.

Masing-masing pengelolaan produk dan jasa haruslah dikelola dan dimanage dengan baik dan terstruktur dengan tahapan-tahapan : sosialisa, pembinaan dan evaluasi berkesinambungan sehingga produk dan jasa dapat bersaing di pasar dan memiliki standarisasi tertentu.

Dikti dalam hal melatih mahasiswa dalam berwirausaha melaksanakan program PKM kewirausahaan yang berkelanjutan tiap tahun. Ini menunjukkan betapa peluang-peluang mahasiswa dalam mengembangkan ide-ide kewirausahaan dalam program PKM semakin terbuka lebar. Hal ini juga menumbuhkan semangat mereka untuk berlomba-lomba berkreasi dan melakukan inovasi peluang usaha yang memungkinkan untuk dilaksanakan.

PENUTUPUsaha menumbuhkembangkan kewirausahaan di kalangan mahasiswa ini untuk: (1) meningkatkan kualitas daya saing alumni dalam pasar kerja; (2) memfasilitasi mahasiswa dalam hal menemukan karir di dunia kerja; (3) membangun dan mengembangkan mahasiswa atau calon alumni sebelum terjun ke dunia kerj ; (4) memberikan pengalaman berwirausaha; (5) mengurangi masa tunggu lulusan; (6) memperpendek masa penyesuaian saat bekerja; (7) membina calon ”pemimpin” di dunia usaha atau pencipta kerja.Berdasarkan uraian diatas, dapat dikemukakan beberapa simpulan sebagai berikut: 1. Kewirausahaan dapat didefinisikan sebagai

suatu kemampuan kreatif dan inovatif (create new and different) yang dijadikan kiat, dasar, sumber daya, proses, dan perjuangan untuk menciptakan nilai tambah barang dan jasa yang dilakukan dengan keberanian untuk menghadapi resiko.

2. Kewirausahaan pada dasarnya adalah semangat, sikap, perilaku dan kemampuan seseorang dalam menangani usaha dan atau kegiatan yang mengarah pada upaya mencari, menciptakan, menerapkan cara kerja, teknologi dan produk baru dengan meningkatkan efisiensi dalam rangka memberikan pelayanan yang lebih baik dan atau memperoleh keuntungan yang maksimal.

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan kewirausahaan adalah sebagai berikut: (1) memiliki komitmen yang tinggi dan tekad yang kuat; (2) berambisi untuk mencaripeluang; (3) memiliki semangat kerja yang tinggi dan tidak mudah putus asa; (4) percaya diri yang kuat; (5) memiliki k reativitas yang tinggi ; (6) memiliki kemampuan melihat masa depan denganperencanaan yang tepat; (7) tahan terhadap resiko dan ketidakpastian; (8) memiliki kemampuan memimpin orang banyak.

PUSTAKABuchari Alma 2006, Kewirausahaan, Alfabeta,

BandungEndang Tri W, 2008. Upaya

Menumbuhkembangkan Kewirausahaan di kalangan Mahasiswa. Jurnal Akmenika UPY. Vol 2 2008

Mas’ud M, 2005, Kewirausahaan, BPFE, Yogyakarta.

Panji A dan Djoko S, 2002, Koperasi, Kewirausahaan, dan Usaha Kecil , Bineka Cipta, Jakarta.

Rani Kusawara, 2007, Bisnis Sampingan untuk Mahasiswa , Trans Media Pustaka, Jakarta.

Suryana,2003, Kewirausahaan, Salemba Empat , Jakarta

Sutrisno Wibowo, 2007, Makalah CDM- UMY dan Program Belajar Bekerja Terpadu,

Seminar Pengembangan Diri Mahasiwa, UMY

Volume 3 No 1 Maret 2015 ISSN 2302-3562