doc
TRANSCRIPT
ANALISIS PENGARUH NILAI TUKAR RUPIAH /US$
DAN TINGKAT SUKU BUNGA SBI TERHADAP
INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN
DI BURSA EFEK JAKARTA
SKRIPSI Untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
pada Universitas Negeri Semarang
Oleh
Ana Ocktavia
3351402505
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2007
SARI
Ana Ocktavia. 2007. Analisis Pengaruh Nilai Tukar Rupiah/US$ dan Tingkat Suku Bunga SBI Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan Di Bursa Efek Jakarta Tahun 2003-2005. Jurusan Ekonomi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang. 69 h. Kata Kunci: Nilai Tukar Rupiah/US$, Tingkat Suku Bunga SBI, Indeks Harga
Saham Gabungan
IHSG merupakan cerminan dari kegiatan pasar modal secara umum. Peningkatan IHSG menunjukkan kondisi pasar modal sedang bullish, sebaliknya jika menurun menunjukkan kondisi pasar modal sedang bearish. Kejadian tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor baik mikro maupun makroekonomi. Diantara faktor makroekonomi yang mempunyai peranan penting dalam pergerakan IHSG adalah Nilai Tukar Rupiah/US$ dan Tingkat Suku Bunga SBI. Namun, kebenaran argument ini masih perlu dibuktikan melalui kegiatan penelitian agar diperoleh jawaban yang akurat.
Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah: (1) Apakah variabel-variabel independen Nilai Tukar Rupiah/US$ dan Tingkat Suku Bunga SBI secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Jakarta tahun 2003-2005?, (2) Apakah variabel independen Nilai Tukar Rupiah/US$ secara parsial mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Jakarta tahun 2003-2005?, (3) Apakah variabel independen Tingkat Suku Bunga SBI secara parsial mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Jakarta tahun 2003-2005?. Penelitian ini bertujuan: (1) Untuk mengetahui bagaimana pengaruh variabel-variabel independen Nilai Tukar Rupiah/US$ dan Tingkat Suku Bunga SBI secara bersama-sama terhadap variabel dependen Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Jakarta tahun 2003-2005, (2) Untuk mengetahui bagaimana pengaruh variabel independen Nilai Tukar Rupiah/US$ secara parsial terhadap variabel dependen Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Jakarta tahun 2003-2005, (3) Untuk mengetahui bagaimana pengaruh variabel independen Tingkat Suku Bunga SBI secara parsial terhadap variabel dependen Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Jakarta tahun 2003-2005.
Populasi penelitian ini adalah indeks harga seluruh saham yang ada di BEJ yang terdaftar dari 1 Januari 2003 sampai 31 Desember 2005. Penentuan sampel dalam penelitian ini yaitu menggunakan sampling jenuh atau sampel sensus, yaitu teknik penentuan sampel dimana semua anggota populasi digunakan sebagai sampel sehingga diperoleh 36 sampel. Ada 3 (tiga) variabel yang dikaji dalam penelitian ini, yaitu: (1) Indeks Harga Saham Gabungan, (2) Nilai Tukar Rupiah/US$, dan (3) Tingkat Suku Bunga SBI. Data dalam penelitian ini merupakan data kuantitatif yang dikumpulkan secara time series yang diambil berdasarkan studi pustaka maupun dengan mengakses www.jsx.co.id dan
www.bi.go.id. Data yang dikumpulkan dianalisis dengan teknik analisis regresi linear berganda (multiple regression analysis model) dengan persamaan kuadrat terkecil (Ordinary Least Square).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Secara bersama-sama ada pengaruh yang sangat signifikan antara Nilai Tukar Rupiah/US$ dan Tingkat Suku Bunga SBI terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Jakarta periode 2003-2005 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000, (2) Secara parsial ada pengaruh yang sangat signifikan antara Nilai Tukar Rupiah/US$ terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Jakarta periode 2003-2005 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000, dan (3) Secara parsial ada pengaruh yang sangat signifikan antara Nilai Tukar Rupiah/US$ terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Jakarta periode 2003-2005 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000. Hasil tersebut berdasarkan pada taraf kepercayaan 95 %.
Berdasarkan hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa Nilai Tukar Rupiah/US$ danTingkat Suku Bunga SBI merupakan faktor yang sangat berperan dalam perubahan Indeks Harga Saham Gabungan. Adanya pengaruh yang sangat signifikan antara Nilai Tukar Rupiah/US$ dan Tingkat Suku Bunga SBI terhadap Indeks Harga Saham Gabungan periode tahun 2003-2005 perlu diperhatikan oleh para investor agar dapat dijadikan sebagai acuan dalam membuat keputusan investasi di Bursa Efek Jakarta.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para investor, perusahaan/emiten, pemerintah maupun bagi peneliti selanjutnya. Investor sebaiknya memperhatikan informasi-informasi mengenai Nilai Tukar Rupiah/US$ dan Tingkat Suku Bunga SBI yang dapat dimanfaatkan untuk memprediksi IHSG di BEJ yang kemudian untuk mengambil keputusan investasi. Perusahaaan perlu mengkaji terlebih dahulu faktor-faktor yang mempengaruhi besar kecilnya beban perusahaan yang dapat diakibatkan oleh Nilai Tukar Rupiah/US$ dan Tingkat Suku Bunga SBI sehingga dalam pelaksanaannya nanti manajemen perusahaan dapat mengambil kebijakan dalam rangka menarik investor di pasar modal. Pemerintah sebaiknya juga memperhatikan faktor makroekonomi (Nilai Tukar Rupiah/US$ dan Tingkat Suku Bunga SBI) melalui kebijakan-kebijakan yang diambil, yang selanjutnya untuk menarik minat investor baik domestik maupun asing di Bursa Efek Jakarta. Bagi peneliti selanjutnya, hasil dari penelitian ini bisa dijadikan dasar dan juga bisa dikembangkan secara luas lagi dengan mengambil faktor-faktor ekonomi yang lain, selain Nilai Tukar Rupiah/US$ dan Tingkat Suku Bunga SBI.
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul ................................................................................................. i
Persetujuan Pembimbing ................................................................................. ii
Pengesahan Kelulusan ..................................................................................... iii
Pernyataan ........................................................................................................ iv
Motto Dan Persembahan ................................................................................. v
Prakata .............................................................................................................. vi
Sari ..................................................................................................................... ix
Daftar Isi ........................................................................................................... xi
Daftar Tabel ...................................................................................................... xv
Daftar Gambar ................................................................................................. xvi
Daftar Lampiran ............................................................................................ xvii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1
1.1. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah ................................................................. 4
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................ 6
1.3.1. Tujuan Penelitian ......................................................... 6
1.3.2. Manfaat Penelitian ....................................................... 6
BAB II LANDASAN TEORI ...................................................................... 8
2.1. Nilai Tukar (Kurs) .................................................................... 8
2.1.1. Pengertian Nilai Tukar Rupiah...................................... 8
2.1.2. Penentuan Nilai Tukar .................................................. 8
2.1.3. Sistem Kurs Mata Uang ............................................... 9
2.1.4. Sejarah Perkembangan Kebijakan Nilai Tukar di Indonesia ................................................................... 11
2.2. Tingkat Suku Bunga ................................................................. 12
2.3. Sertifikat Bank Indonesia(SBI) ................................................ 15
2.3.1. Pengertian Sertifikat Bank Indonesia ........................... 15
2.3.2. Tujuan Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia .............. 15
2.3.3. Dasar Hukum Sertifikat Bank ...................................... 16
2.3.4. Karakteristik Sertifikat Bank Indonesia ....................... 16
2.4. Indeks Harga Saham ................................................................ 17
2.5. Penelitian Terdahulu ................................................................ 19
2.6. Kerangka Pikir dan Hipotesis .................................................. 22
2.6.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ....................................... 22
2.6.2. Hipotesis ....................................................................... 25
BAB III METODE PENELITIAN .............................................................. 26
3.1. Populasi Dan Sampel ............................................................... 26
3.1.1. Populasi ........................................................................ 26
3.1.2. Sampel .......................................................................... 26
3.2. Identifikasi Dan Definisi Operasional Variabel ....................... 27
3.2.1. Identifikasi Variabel ..................................................... 27
3.2.2. Definisi Operasional Variabel ...................................... 27
3.3. Metode Pengumpulan Data ...................................................... 28
3.4. Metode Analisis Data ............................................................... 29
3.4.1. Model dan Teknik Analisis Data .................................. 29
3.4.2. Pengujian Asumsi Klasik ............................................. 29
3.4.3. Analisis Regresi ........................................................... 32
3.4.4. Koefisien Determinasi (Adjusted R2) ........................... 32
3.5.5. Koefisien Korelasi Parsial (r2) ..................................... 33
3.5. Pengujian Hipotesis .................................................................. 34
3.5.1. Uji F ............................................................................. 35
3.5.2. Uji t .............................................................................. 36
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................... 37
4.1. Gambaran Umum Obyek Penelitian ........................................ 37
4.1.1. Bursa Efek Jakarta ........................................................ 37
4.2. Deskripsi Variabel Penelitian ................................................... 40
4.2.1. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ...................... 40
4.2.2. Nilai Tukar Rupiah/US$ (Kurs) ................................... 42
4.2.3. Tingkat Suku Bunga SBI ............................................. 43
4.3. Analisis Data ............................................................................. 44
4.3.1. Uji Statistik Deskriptif ................................................. 44
4.3.2. Pengujian Asumsi Klasik .............................................. 45
4.3.3. Analisis Regresi ........................................................... 49
4.3.4. Koefisien Determinasi (Adjusted R2) ........................... 50
4.3.5. Koefisien Korelasi Parsial (r2) ..................................... 51
4.3.6. Pengujian Hipotesis ...................................................... 52
4.4. Pembahasan Hasil Penelitian ................................................... 55
BAB V PENUTUP ..................................................................................... 58
5.1. Kesimpulan .............................................................................. 58
5.2. Saran Dan Keterbatasan ........................................................... 59
5.3. Implikasi Kebijakan ................................................................. 60
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 62
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Ringkasan Penelitian Terdahulu ...................................................... 21
Tabel 2.2. Persamaan dan Perbedaan Penelitian ............................................... 22
Tabel 4.1. Data Perkembangan IHSG Di Bursa Efek Jakarta Periode 2003-2005 ........................................................................... 41
Tabel 4.2. Data Perkembangan Nilai Tukar Rupiah/US$ Di Bursa Efek Jakarta Periode 2003-2005 ....................................... 42 Tabel 4.3. Data Perkembangan Tingkat Suku Bunga SBI Di Bursa Efek Jakarta Periode 2003-2005 ....................................... 43 Tabel 4.4. Hasil Analisis Statistik Deskriptif .................................................... 44
Tabel 4.5. Uji Multikolinearitas ........................................................................ 45
Tabel 4.6. Hasil Perhitungan Regresi Linear Berganda .................................... 49
Tabel 4.7. Hasil Perhitungan Regresi ................................................................ 50
Tabel 4.8. Hasil Perhitungan Regresi ................................................................ 51
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Model Analisis Pengaruh Nilai Tukar Rupiah/US$ Dan Tingkat Suku Bunga SBI Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan Di Bursa Efek Jakarta ..................................................................... 24 Gambar 3.1. Statistik d Durbin-Watson .............................................................. 30
Gambar 4.1. Hasil Uji Durbin-Watson ............................................................... 46
Gambar 4.2. Grafik Scatterplot ........................................................................... 47
Gambar 4.3. Uji Normalitas ................................................................................ 48
Gambar 4.4. Daerah Penerimaan dan Penolakan Ho Hipotesis 1........................ 52
Gambar 4.5. Daerah Penerimaan dan Penolakan Ho Hipotesis 2........................ 53
Gambar 4.6. Daerah Penerimaan dan Penolakan Ho Hipotesis 3........................ 54
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Data Perkembangan IHSG, Nilai Tukar Rupiah/US$ Dan Tingkat Suku Bunga Sbi Di Bursa Efek Jakarta Periode 2003-2005 ........................................................................ 64 Lampiran 2 Output Deskriptif Dan Regresi SPSS 13.0 ................................... 65
Lampiran 3 Tabel F dan t ................................................................................ 69
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Di era globalisasi ini, hampir semua negara menaruh perhatian besar
terhadap pasar modal karena memiliki peranan strategis bagi penguatan ketahanan
ekonomi suatu negara. Terjadinya pelarian modal ke luar negeri (capital flight)
bukan hanya merupakan dampak merosotnya nilai rupiah atau tingginya inflasi
dan rendahnya suku bunga di suatu negara, tetapi karena tidak tersedianya
alternatif investasi yang menguntungkan di negara tersebut, atau pada saat yang
sama, investasi portofolio di bursa negara lain menjanjikan keuntungan yang jauh
lebih tinggi. Keadaan ini terjadi sebagai konsekuensi dari terbukanya pasar saham
terhadap investor asing.
Pasar modal yang ada di Indonesia merupakan pasar yang sedang
berkembang (emerging market) yang dalam perkembangannya sangat rentan
terhadap kondisi makroekonomi secara umum. Krisis ekonomi yang dimulai
tahun 1998 merupakan awal runtuhnya pilar-pilar perekonomian nasional
Indonesia. Ini ditandai dengan turunnya kepercayaan masyarakat terhadap
perbankan Indonesia dalam bentuk penarikan dana besar-besaran (rush) oleh
deposan untuk kemudian disimpan di luar negeri (capital flight). Tingkat suku
bunga yang mencapai 70 % dan depresiasi nilai tukar rupiah (kurs) terhadap dolar
AS sebesar 500 % mengakibatkan hampir semua kegiatan ekonomi terganggu.
Dampak lain dari menurunnya kepercayaan masyarakat berimbas sampai ke pasar
modal. Harga-harga saham menurun secara tajam sehingga menimbulkan
kerugian yang cukup signifikan bagi investor. Bagaimana tidak, jika saham yang
dijual dengan harga hanya Rp 10,- per lembar dan Indeks Harga Saham Gabungan
(IHSG) pernah turun sampai di bawah 300.
Namun, bila melihat indikator ekonomi beberapa tahun terakhir ini, gejala
pemulihan kepercayaan masyarakat mulai tampak. Pada September 2004, IHSG
mencapai 820,1 dan sampai Desember 2005 telah mencapai 1162,63. Ini
merupakan peningkatan yang cukup signifikan mengingat IHSG pada tahun 2001,
2002, dan 2003 baru mencapai 392,03, 424,94, dan 679,3. Kemudian sepanjang
periode bulan Januari-Juli 2006, PT Bursa Efek Jakarta (BEJ) terus menerus
berupaya menciptakan pasar yang semakin likuid, wajar, teratur dan transparan.
Sepanjang periode di atas, bursa telah menunjukkan prestasi yang sangat
menggembirakan. Salah satunya ditunjukkan dengan Indeks Harga Saham
Gabungan (IHSG) BEJ yang berhasil mencatat rekor tertinggi pada tanggal 11
Mei 2006 di level 1.553,062 (www.jsx.co.id).
IHSG merupakan cerminan dari kegiatan pasar modal secara umum.
Peningkatan IHSG menunjukkan kondisi pasar modal sedang bullish, sebaliknya
jika menurun menunjukkan kondisi pasar modal sedang bearish. Untuk itu,
seorang investor harus memahami pola perilaku harga saham di pasar modal.
Dalam penelitiannya, Lee (1992) telah ditemukan bahwa perubahan tingkat bunga
(interest rate) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap indeks harga saham.
Sementara itu dalam artikel yang ditulis oleh Moradoglu, et al. (2000),
dikemukakan bahwa penelitian tentang perilaku harga saham telah banyak
dilakukan, terutama dalam kaitannya dengan variabel makroekonomi, diantaranya
Chen et al. (1986), Geske and Roll (1983), dan Fama (1981). Hasil penelitian
mereka mengatakan bahwa harga saham dipengaruhi oleh fluktuasi
makroekonomi. Beberapa variabel makroekonomi yang digunakan antara lain;
tingkat inflasi, tingkat bunga, nilai tukar, indeks produksi industri, dan harga
minyak.
Ajayi dan Mougoue (1996) juga menggunakan variabel makroekonomi nilai
tukar dan harga saham. Mereka meneliti hubungan dinamis antara harga saham
dan nilai tukar pada “Delapan Besar” pasar saham, yaitu kanada, Perancis,
Jerman, Italia, Jepang, Belanda, Inggris, dan Amerika Serikat dengan
menggunakan bivariate error correction model. Hasil penelitian mereka
menunjukkan hubungan yang signifikan antara nilai tukar dan harga saham (pasar
modal dan pasar uang). Hasil ini kemudian didukung juga oleh Sudjono (2002)
serta Sitinjak dan Kurniasari (2003) bahwa nilai tukar rupiah (kurs) mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap IHSG.
Selanjutnya Gupta (2000) yang mengadakan penelitian di Indonesia dengan
menggunakan data periode 1993-1997 menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan
kausalitas antara tingkat bunga, nilai tukar, dan harga saham. Hasil ini bertolak
belakang dengan Sitinjak dan Kurniasari (2003) yang menemukan bahwa nilai
tukar dan tingkat bunga SBI berpengaruh terhadap IHSG. Namun Saadah dan
Panjaitan (2006) kembali menunjukkan bahwa tidak ada interaksi dinamis yang
signifikan antara harga saham dan nilai tukar.
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu dimana masih menunjukkan hasil
yang kontradiktif, maka peneliti tertarik untuk menelaah lebih lanjut mengenai
variabel makroekonomi apakah yang sebenarnya berpengaruh terhadap IHSG dari
perusahaan yang listing di Bursa Efek Jakarta. Oleh karena itu, dalam skripsi
peneliti mengambil judul “ANALISIS PENGARUH NILAI TUKAR
RUPIAH/US$ DAN TINGKAT SUKU BUNGA SBI TERHADAP INDEKS
HARGA SAHAM GABUNGAN DI BURSA EFEK JAKARTA TAHUN 2003-
2005”.
1.2. Pembatasan Masalah
Ruang lingkup dari penelitian ini mencakup bidang ilmu pengetahuan
ekonomi akuntansi, khususnya yang membahas tentang pasar modal yang
didalamnya mencakup variabel makroekonomi yang terdiri dari nilai tukar rupiah
dan tingkat suku bunga SBI, serta IHSG. Dimana dalam penelitian ini, nilai tukar
Rupiah/US$ dan tingkat suku bunga SBI sebagai variabel independen dan IHSG
sebagai variabel dependen.
Peneliti menggunakan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, dengan alasan
bahwa selama ini Dolar AS merupakan mata uang internasional (paling stabil) di
dunia. Selain itu, Dolar AS merupakan mata uang internasional yang terkuat,
sehingga banyak negara ataupun perusahaan yang melakukan transaksi dengan
menggunakan mata uang ini (Dolar AS).
Meskipun mulai tahun 1999 muncul mata uang baru yaitu Euro, yang
merupakan mata uang tunggal Eropa, tetap keberadaan belum bisa menggeser
dominasi Dolar AS. Dan untuk kalangan Indonesia sendiri, Euro saat ini juga
belum begitu popular, walaupun dengan terjadinya invasi AS ke Irak yang
ternyata cukup menggoyahkan stabilitas Dolar AS (bahkan sempat melemah
dibanding dengan Euro), tetapi keberadaan Euro belum bisa menggeser
kedudukan Dolar AS sebagai mata uang internasional yang paling stabil, yang
juga digunakan oleh pemerintah dan perusahaan-perusahaan yang ada di negara
ini dalam melakukan transaksi. Jadi dengan kondisi seperti ini, peneliti lebih
memfokuskan materi penelitiannya terhadap Dolar AS dari pada mata uang lain
(termasuk Euro).
Variabel independen kedua adalah SBI. SBI merupakan salah satu variabel
makroekonomi yang keberadaannya berpotensi mempengaruhi kegiatan
perdagangan di lantai bursa yang tercermin dari besaran IHSG. IHSG sendiri
merupakan salah satu indikator pasar modal yang sering kali dijadikan acuan bagi
pihak-pihak yang berkepentingan terhadap kegiatan di bursa efek, untuk
mengetahui apakah bursa dalam kondisi yang bullish atau bearish.
Adapun yang menjadi pokok permasalahan dari penelitian yang penulis
ambil adalah sebagai berikut:
1. Apakah variabel-variabel independen Nilai Tukar Rupiah/US$ dan Tingkat
Suku Bunga SBI secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap variabel dependen Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek
Jakarta tahun 2003-2005.
2. Apakah variabel independen Nilai Tukar Rupiah/US$ secara parsial
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen Indeks
Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Jakarta tahun 2003-2005.
3. Apakah variabel independen Tingkat Suku Bunga SBI secara parsial
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen Indeks
Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Jakarta tahun 2003-2005.
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1. Tujuan Penelitian
Bertolak pada latar belakang permasalahan diatas maka tujuan dari
diadakannya penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh variabel-variabel independen Nilai
Tukar Rupiah/US$ dan Tingkat Suku Bunga SBI secara bersama-sama
terhadap variabel dependen Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek
Jakarta tahun 2003-2005.
2. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh variabel independen Nilai Tukar
Rupiah/US$ secara parsial terhadap variabel dependen Indeks Harga Saham
Gabungan di Bursa Efek Jakarta tahun 2003-2005.
3. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh variabel independen Tingkat Suku
Bunga SBI secara parsial terhadap variabel dependen Indeks Harga Saham
Gabungan di Bursa Efek Jakarta tahun 2003-2005.
1.3.2. Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan terutama
investor sebagai bahan pertimbangan yang bermanfaat untuk pengambilan
keputusan investasi di pasar modal. Secara terperinci manfaat penelitian dapat
dijabarkan sebagai berikut:
1. Bagi Investor dan Emiten
Bagi investor dan emiten yang tercatat di BEJ, hasil dari penelitian ini
dapat membantu mereka dalam menentukan apakah akan menjual, membeli,
ataukah menahan saham yang mereka miliki berkenaan dengan perubahan
kurs rupiah terhadap dollar AS dan tingkat suku bunga SBI. Karena kesalahan
dalam menentukan dan menerapkan strategi perdagangan di pasar modal,
akan berakibat buruk bagi perusahaan atau investor sehingga dapat
mengalami kerugian apabila kurs rupiah/US$ dan suku bunga SBI memang
benar-benar berpengaruh terhadap IHSG.
2. Bagi Pemerintah
Dengan diketahuinya dampak dari kurs rupiah/US$ dan tingkat suku
bunga SBI terhadap IHSG, maka pemerintah dapat membuat kebijakan-
kebijakan yang berkenaan dengan kurs rupiah/US$ dan tingkat suku bunga
SBI sehingga pengaruh yang telah atau akan terjadi dapat diantisipasi dan
ditangani dengan sebaik-baiknya.
3. Bagi Peneliti dan Peneliti Selanjutnya
Bagi peneliti sendiri, penelitian ini dapat membuka cakrawala baru.
Bahwa faktor-faktor ekonomi makro juga berpotensi mempengaruhi kinerja
bursa saham, jadi tidak hanya faktor-faktor internal bursa itu sendiri saja.
Bagi peneliti selanjutnya, hasil dari penelitian ini bisa dijadikan dasar
dan juga bisa dikembangkan secara luas lagi dengan mengambil faktor-faktor
ekonomi yang lain, selain kurs rupiah dan suku bunga SBI.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Nilai Tukar (Kurs)
2.1.1. Pengertian Nilai Tukar Rupiah
Menurut Fabozzi dan Franco (1996:724) an exchange rate is defined as the
amount of one currency that can be exchange per unit of another currency, or the
price of one currency in items of another currency.
Sedangkan menurut Adiningsih, dkk (1998:155), nilai tukar rupiah adalah
harga rupiah terhadap mata uang negara lain. Jadi, nilai tukar rupiah merupakan
nilai dari satu mata rupiah yang ditranslasikan ke dalam mata uang negara lain.
Misalnya nilai tukar rupiah terhadap Dolar AS, nilai tukar rupiah terhadap Yen,
dan lain sebagainya.
Kurs inilah sebagai salah satu indikator yang mempengaruhi aktivitas di
pasar saham maupun pasar uang karena investor cenderung akan berhati-hati
untuk melakukan investasi. Menurunnya kurs Rupiah terhadap mata uang asing
khususnya Dolar AS memiliki pengaruh negatif terhadap ekonomi dan pasar
modal (Sitinjak dan Kurniasari, 2003).
2.1.2. Penentuan Nilai Tukar
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pergerakan nilai tukar, yaitu
(Madura, 1993):
1. Faktor Fundamental
Faktor fundamental berkaitan dengan indikator-indikator ekonomi
seperti inflasi, suku bunga, perbedaan relatif pendapatan antar-negara,
ekspektasi pasar dan intervensi Bank Sentral.
2. Faktor Teknis
Faktor teknis berkaitan dengan kondisi penawaran dan permintaan
devisa pada saat-saat tertentu. Apabila ada kelebihan permintaan, sementara
penawaran tetap, maka harga valas akan naik dan sebaliknya.
3. Sentimen Pasar
Sentimen pasar lebih banyak disebabkan oleh rumor atau berita-berita
politik yang bersifat insidentil, yang dapat mendorong harga valas naik atau
turun secara tajam dalam jangka pendek. Apabila rumor atau berita-berita
sudah berlalu, maka nilai tukar akan kembali normal.
2.1.3. Sistem Kurs Mata Uang
Menurut Kuncoro (2001: 26-31), ada beberapa sistem kurs mata uang yang
berlaku di perekonomian internasional, yaitu:
1. Sistem kurs mengambang (floating exchange rate), sistem kurs ini ditentukan
oleh mekanisme pasar dengan atau tanpa upaya stabilisasi oleh otoritas
moneter. Di dalam sistem kurs mengambang dikenal dua macam kurs
mengambang, yaitu :
a. Mengambang bebas (murni) dimana kurs mata uang ditentukan
sepenuhnya oleh mekanisme pasar tanpa ada campur tangan pemerintah.
Sistem ini sering disebut clean floating exchange rate, di dalam sistem ini
cadangan devisa tidak diperlukan karena otoritas moneter tidak berupaya
untuk menetapkan atau memanipulasi kurs.
b. Mengambang terkendali (managed or dirty floating exchange rate) dimana
otoritas moneter berperan aktif dalam menstabilkan kurs pada tingkat
tertentu. Oleh karena itu, cadangan devisa biasanya dibutuhkan karena
otoritas moneter perlu membeli atau menjual valas untuk mempengaruhi
pergerakan kurs.
2. Sistem kurs tertambat (peged exchange rate). Dalam sistem ini, suatu negara
mengkaitkan nilai mata uangnya dengan suatu mata uang negara lain atau
sekelompok mata uang, yang biasanya merupakan mata uang negara partner
dagang yang utama “Menambatkan“ ke suatu mata uang berarti nilai mata
uang tersebut bergerak mengikuti mata uang yang menjadi tambatannya. Jadi
sebenarnya mata uang yang ditambatkan tidak mengalami fluktuasi tetapi
hanya berfluktuasi terhadap mata uang lain mengikuti mata uang yang
menjadi tambatannya.
3. Sistem kurs tertambat merangkak (crawling pegs). Dalam sistem ini, suatu
negara melakukan sedikit perubahan dalam nilai mata uangnya secara periodik
dengan tujuan untuk bergerak menuju nilai tertentu pada rentang waktu
tertentu. Keuntungan utama sistem ini adalah suatu negara dapat mengatur
penyesuaian kursnya dalam periode yang lebih lama dibanding sistem kurs
tertambat. Oleh karena itu, sistem ini dapat menghindari kejutan-kejutan
terhadap perekonomian akibat revaluasi atau devaluasi yang tiba-tiba dan
tajam.
4. Sistem sekeranjang mata uang (basket of currencies). Banyak negara terutama
negara sedang berkembang menetapkan nilai mata uangnya berdasarkan
sekeranjang mata uang. Keuntungan dari sistem ini adalah menawarkan
stabilitas mata uang suatu negara karena pergerakan mata uang disebar dalam
sekeranjang mata uang. Seleksi mata uang yang dimasukkan dalam
“keranjang“ umumnya ditentukan oleh peranannya dalam membiayai
perdagangan negara tertentu. Mata uang yang berlainan diberi bobot yang
berbeda tergantung peran relatifnya terhadap negara tersebut. Jadi sekeranjang
mata uang bagi suatu negara dapat terdiri dari beberapa mata uang yang
berbeda dengan bobot yang berbeda.
5. Sistem kurs tetap (fixed exchange rate). Dalam sistem ini, suatu negara
mengumumkan suatu kurs tertentu atas nama uangnya dan menjaga kurs ini
dengan menyetujui untuk menjual atau membeli valas dalam jumlah tidak
terbatas pada kurs tersebut. Kurs biasanya tetap atau diperbolehkan
berfluktuasi dalam batas yang sangat sempit.
2.1.4. Sejarah Perkembangan Kebijakan Nilai Tukar di Indonesia
Sejak tahun 1970, negara Indonesia telah menerapkan tiga sistem nilai tukar,
yaitu:
1. Sistem kurs tetap (1970- 1978)
Sesuai dengan Undang-Undang No.32 Tahun 1964, Indonesia menganut
sistem nilai tukar tetap kurs resmi Rp. 250/US$, sementara kurs uang lainnya
dihitung berdasarkan nilai tukar rupiah terhadap US$. Untuk menjaga
kestabilan nilai tukar pada tingkat yang ditetapkan, Bank Indonesia melakukan
intervensi aktif di pasar valuta asing.
2. Sistem mengambang terkendali (1978-Juli 1997)
Pada masa ini, nilai tukar rupiah didasarkan pada sistem sekeranjang
mata uang (basket of currencies). Kebijakan ini diterapkan bersama dengan
dilakukannya devaluasi rupiah pada tahun 1978. Dengan sistem ini,
pemerintah menetapkan kurs indikasi (pembatas) dan membiarkan kurs
bergerak di pasar dengan spread tertentu. Pemerintah hanya melakukan
intervensi bila kurs bergejolak melebihi batas atas atau bawah dari spread.
3. Sistem kurs mengambang (14 Agustus 1997-sekarang)
Sejak pertengahan Juli 1997, nilai tukar rupiah terhadap US$ semakin
melemah. Sehubungan dengan hal tersebut dan dalam rangka mengamankan
cadangan devisa yang terus berkurang maka pemerintah memutuskan untuk
menghapus rentang intervensi (sistem nilai tukar mengambang terkendali) dan
mulai menganut sistem nilai tukar mengambang bebas (free floating exchange
rate) pada tanggal 14 Agustus 1997. Penghapusan rentang intervensi ini juga
dimaksudkan untuk mengurangi kegiatan intervensi pemerintah terhadap
rupiah dan memantapkan pelaksanaan kebijakan moneter dalam negeri.
2.2. Tingkat Suku Bunga
Menurut Wardane (2003) dalam Prawoto dan Avonti (2004), suku bunga
adalah pembayaran yang dilakukan untuk penggunaan uang. Suku bunga adalah
jumlah bunga yang harus dibayar per unit waktu. Dengan kata lain, masyarakat
harus membayar peluang untuk meminjam uang. Menurut Samuelson dan
Nordhaus (1995:197) dalam Wardane, suku bunga adalah biaya untuk meminjam
uang, diukur dalam Dolar per tahun untuk setiap Dolar yang dipinjam.
Menurut Keynes, dalam Wardane (2003), tingkat bunga ditentukan oleh
permintaan dan penawaran akan uang (ditentukan dalam pasar uang). Perubahan
tingkat suku bunga selanjutnya akan mempengaruhi keinginan untuk mengadakan
investasi, misalnya pada surat berharga, dimana harga dapat naik atau turun
tergantung pada tingkat bunga (bila tingkat bunga naik maka surat berharga turun
dan sebaliknya), sehingga ada kemungkinan pemegang surat berharga akan
menderita capital loss atau gain.
Suku bunga dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Suku bunga nominal adalah suku bunga dalam nilai uang. Suku bunga ini
merupakan nilai yang dapat dibaca secara umum. Suku bunga ini
menunjukkan sejumlah rupiah untuk setiap satu rupiah yang diinvestasikan.
2. Suku bunga riil adalah suku bunga yang telah mengalami koreksi akibat
inflasi dan didefinisikan sebagai suku bunga nominal dikurangi laju inflasi.
Dalam Kamus Akuntansi (1996:69), disebutkan bahwa Interest (bunga,
kepentingan, hak) merupakan: [1] beban atas penggunaan uang dalam suatu
periode, dan [2] suatu pemilikan atau bagian kenyataan dalam suatu perusahaan,
usaha dagang, atau sumber daya.
Unsur-unsur di dalam tingkat suku bunga, meliputi :
1. Syarat jatuh tempo
Berbagai pinjaman mempunyai syarat atau jatuh tempo. Pinjaman
terpendek adalah pinjaman satu malam. Surat-surat berharga jangka pendek
biasanya mempunyai periode sampai dengan satu tahun. Surat-surat berharga
jangka panjang umumnya memberikan suku bunga yang lebih tinggi
dibandingkan dengan jangka pendek.
2. Risiko
Ada pinjaman yang pada hakikatnya tidak memiliki risiko, sementara
lainnya sangat bersifat spekulatif. Obligasi-obligasi dan tagihan-tagihan
pemerintah didukung dengan penuh kepercayaan, oleh kredit dan kekuatan
pajak dari pemerintah. Unsur-unsur ini dapat dipercaya karena bunga
pinjaman pemerintah akan benar-benar dibayar. Risiko menengah terdapat
pada pinjaman atas kredit-kredit perusahaan yang kondisinya baik. Sedangkan
investasi yang berisiko mempunyai peluang gagal atau tidak dibayar yang
sangat tinggi termasuk investasi pada perusahaan yang hampir bangkrut.
3. Likuiditas
Aktiva akan disebut “likuid“ apabila dapat ditukarkan dengan kas secara
cepat dan hanya menimbulkan kerugian nilai yang sedikit. Sebagian besar
surat berharga, termasuk saham biasa, obligasi perusahaan dan pemerintah,
dapat diukur dengan kas secara cepat mendekati nilai sekarangnya. Aktiva-
aktiva tidak likuid termasuk aktiva-aktiva unik yang tidak memiliki pasar yang
berkembang baik.
4. Biaya-biaya administrasi, waktu serta ketelitian yang diperlukan untuk
administrasi berbagai jenis pinjaman, sangatlah berbeda. Pinjaman dengan
biaya administrasi yang tinggi akan mempunyai bunga 5 sampai 10 persen per
tahun lebih besar dari tingkat bunga lainnya.
2.3. Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
Sebagaimana tercantum dalam UU No.13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral,
salah satu tugas Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas moneter adalah membantu
pemerintah dalam mengatur, menjaga dan memelihara kestabilan nilai Rupiah.
Dalam melaksanakan tugasnya, BI menggunakan beberapa piranti moneter yang
terdiri dari Giro Wajib Minimum (Reserve Requirement), Fasilitas Diskonto,
Himbauan Moral dan Operasi Pasar Terbuka. Dalam Operasi Pasar Terbuka BI
dapat melakukan transaksi jual beli surat berharga termasuk Sertifikat Bank
Indonesia (SBI).
2.3.1. Pengertian Sertifikat Bank Indonesia
Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No.8/13/DPM tentang Penerbitan
Sertifikat Bank Indonesia Melalui Lelang, Sertifikat Bank Indonesia yang
selanjutnya disebut SBI adalah surat berharga dalam mata uang Rupiah yang
diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu
pendek.
2.3.2. Tujuan Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia
Sebagai otoritas moneter, BI berkewajiban memelihara kestabilan nilai
Rupiah. Dalam paradigma yang dianut, jumlah uang primer (uang kartal + uang
giral di BI) yang berlebihan dapat mengurangi kestabilan nilai Rupiah. SBI
diterbitkan dan dijual oleh BI untuk mengurangi kelebihan uang primer tersebut.
2.3.3. Dasar Hukum Sertifikat Bank Indonesia
Dasar hukum penerbitan SBI adalah UU No.13 Tahun 1968 tentang Bank
Sentral, Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.31/67/KEP/DIR tanggal 23
Juli 1998 tentang Penerbitan dan Perdagangan Sertifikat Bank Indonesia serta
Intervensi Rupiah, dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/2/PBI/2004 tanggal 16
Februari 2004 tentang Bank Indonesia – Scripless Securities Settlement System.
2.3.4. Karakteristik Sertifikat Bank Indonesia
SBI memiliki karakteristik sebagai berikut (www.bi.go.id):
1. Jangka waktu maksimum 12 bulan dan sementara waktu hanya diterbitkan
untuk jangka waktu 1 dan 3 bulan.
2. Denominasi: dari yang terendah Rp 50 juta sampai dengan tertinggi Rp 100
miliar.
3. Pembelian SBI oleh masyarakat minimal Rp 100 juta dan selebihnya dengan
kelipatan Rp 50 juta.
4. Pembelian SBI didasarkan pada nilai tunai berdasarkan diskonto murni (true
discount) yang diperoleh dari rumus berikut ini:
5. Pembeli SBI memperoleh hasil berupa diskonto yang dibayar di muka.
Nilai Diskonto = Nilai Nominal – Nilai Tunai
6. Pajak Penghasilan (PPh) atas diskonto dikenakan secara final sebesar 15 %.
7. SBI diterbitkan tanpa warkat (scripless).
8. SBI dapat diperdagangkan di pasar sekunder.
Nilai Nominal x 360 Nilai Tunai = ------------------------------------------------ 360 + [(Tingkat Diskonto x Jangka Waktu)]
2.4. Indeks Harga Saham
Saat ini di Bursa Efek Jakarta (BEJ) terdapat 7 (tujuh) jenis indeks, sebagai
berikut (www.jsx.co.id):
1. Indeks Harga Saham Individual (IHSI), merupakan indeks untuk masing-
masing saham yang didasarkan pada harga dasarnya.
2. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) atau juga dikenal dengan Jakarta
Composite Index (JSI), mencakup pergerakan harga seluruh saham biasa dan
saham preferen yang tercatat di BEJ.
3. Indeks Sektoral, menggunakan semua saham yang masuk dalam setiap sektor.
Semua perusahaan yang tercatat di BEJ diklasifikasikan ke dalam 9 (sembilan)
sektor yang didasarkan pada klasifikasi industri yang ditetapkan oleh BEJ
yang disebut JASICA (Jakarta Stock Exchange Industrial Classification).
4. Indeks LQ-45, terdiri dari 45 saham yang dipilih setelah melalui beberapa
kriteria sehingga indeks ini terdiri dari saham-saham yang mempunyai
likuiditas yang tinggi dan juga mempertimbangkan kapitalisasi pasar dari
saham-saham tersebut.
5. Jakarta Islamic Index (JII), terdiri dari 30 saham yang sesuai dengan syariah
Islam. Dewan Pengawas Syariah PT. DIM (Danareksa Investment
Management) terlibat dalam menetapkan kriteria saham-saham yang masuk
dalam JII.
6. Indeks Papan Utama (Main Board Index/MBX), diperuntukkan bagi
perusahaan dengan track record yang baik.
7. Indeks Papan Pengembang (Development Board Index/DBX), untuk
mengakomodasi perusahaan-perusahaan yang belum bisa memenuhi
persyaratan Papan Utama, tetapi masuk pada kategori perusahaan berprospek.
Disamping itu Papan Pengembang diperuntukkan bagi perusahaan yang
mengalami restrukturisasi atau pemulihan performa.
Dari berbagai jenis indeks harga saham tersebut, dalam penelitian ini hanya
menggunakan indeks harga saham gabungan (IHSG) sebagai obyek penelitian
karena IHSG merupakan proyeksi dari pergerakan seluruh saham biasa dan saham
preferen yang tercatat di BEJ.
Indeks Harga Saham Gabungan pertama kali diperkenalkan pada tanggal 1
April 1983 sebagai indikator pergerakan harga semua saham yang tercatat di
Bursa Efek Jakarta baik saham biasa maupun saham preferen.
Anoraga dan Piji (2001: 100-104) mengatakan, secara sederhana yang
disebut dengan indeks harga adalah suatu angka yang digunakan untuk
membandingkan suatu peristiwa dengan peristiwa lainnya. Demikian juga dengan
indeks harga saham, indeks disini akan membandingkan perubahan harga saham
dari waktu ke waktu. Apakah suatu harga saham mengalami penurunan atau
kenaikan dibandingkan dengan suatu waktu tertentu.
Seperti dalam penentuan indeks lainnya, dalam pengukuran indeks harga
saham kita memerlukan juga dua macam waktu, yaitu waktu dasar dan waktu
yang berlaku. Waktu dasar akan dipakai sebagai dasar perbandingan, sedangkan
waktu berlaku merupakan waktu dimana kegiatan akan diperbandingkan dengan
waktu dasar.
Pergerakan nilai indeks akan menunjukkan perubahan situasi pasar yang
terjadi. Pasar yang sedang bergairah atau terjadi transaksi yang aktif, ditunjukkan
dengan indeks harga saham yang mengalami kenaikan. Kondisi inilah yang
biasanya menunjukkan keadaan yang diinginkan. Keadaan stabil ditunjukkan
dengan indeks harga saham yang tetap, sedangkan yang lesu ditunjukkan dengan
indeks harga saham yang mengalami penurunan.
Untuk mengetahui besarnya Indeks Harga Saham Gabungan, digunakan
rumus sebagai berikut (Anoraga dan Pakarti, 2001: 102):
IHSG = 100xHoHt
∑∑
Dimana :
∑ Ht : Total harga semua saham pada waktu yang berlaku
∑ Ho : Total harga semua saham pada waktu dasar
2.5. Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian terdahulu akan diuraikan secara ringkas karena
penelitian ini mengacu pada beberapa penelitian sebelumnya. Meskipun ruang
lingkup hampir sama tetapi karena obyek dan periode waktu yang digunakan
berbeda maka terdapat banyak hal yang tidak sama sehingga dapat dijadikan
sebagai referensi untuk saling melengkapi.
Berikut ringkasan beberapa penelitian terdahulu:
1. Lee (1992)
Lee (1992) telah menemukan bahwa perubahan tingkat bunga (interest
rate) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap indeks harga saham.
2. Ajayi dan Mougoue (1996)
Mereka meneliti hubungan dinamis antara harga saham dan nilai tukar
pada “Delapan Besar” pasar saham, yaitu Kanada, Perancis, Jerman, Italia,
Jepang, Belanda, Inggris, dan Amerika Serikat dengan menggunakan bivariate
error correction model. Hasil penelitian mereka menunjukkan hubungan yang
signifikan antara kedua pasar tersebut (pasar modal dan pasar uang).
3. Gupta (2000)
Gupta (2000) yang mengadakan penelitian di Indonesia dengan
menggunakan data periode 1993-1997 menyimpulkan bahwa tidak ada
hubungan kausalitas antara tingkat bunga, nilai tukar, dan harga saham.
4. Sudjono (2002)
Dengan menggunakan metode VAR (Vector Auto Regression) dan ECM
(Error Correction Model) ditemukan bahwa variabel ekonomi makro yang
direfleksikan dengan nilai rupiah mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap indeks harga saham.
5. Sitinjak dan Kurniasari (2003)
Mereka menyimpulkan bahwa jika kurs (nilai tukar dolar terhadap
rupiah) naik satu satuan berarti akan terjadi penurunan indikator pasar (IHSG)
saham sebesar satu satuan. Terutama sekali pada saat kondisi pasar sedang
bearish. Sedangkan pada pasar sedang bullish, indikator pasar saham dan
indikator pasar uang secara bersama-sama berpengaruh positif. Terutama pada
indikator pasar uang SBI, signifikan positif untuk mempengaruhi pasar saham.
6. Sa'adah dan Panjaitan (2006)
Berdasarkan hasil penelitian dengan metode VAR (Vector Auto
Regression) menunjukkan bahwa tidak ada interaksi dinamis yang signifikan
antara harga saham dengan nilai tukar.
Berdasarkan uraian di atas, ringkasan dari penelitian terdahulu tersebut dapat
dilihat dalam Tabel 2.1.
Tabel 2.1.
Ringkasan Penelitian Terdahulu
Nama Peneliti Tahun Variabel Sampel/Model
Penelitian Hasil
Penelitian Lee 1992 - Return Saham
- Tingkat Bunga - Inflasi - Indeks Harga Saham
Regresi Tingkat Bunga berpengaruh signifikan terhadap indeks harga saham.
Ajayi dan Mougoue
1996 - Nilai Tukar - Harga Saham
Hubungan dinamis antara harga saham dan nilai tukar di 8 negara maju
Ada hubungan yang signifikan antara pasar modal dan pasar uang.
Gupta 2000 - Tingkat Bunga - Nilai Tukar - Harga Saham
Regresi Tidak ada kausalitas antara ketiga variabel tersebut.
Sudjono 2002 - IHSG - Tingkat Bunga deposito - SBI - Jumlah Uang Beredar - Nilai Tukar Rupiah - Inflasi
VAR (Vector Auto Regression) dan ECM (Error Correction Model)
Nilai Tukar Rupiah berpengaruh signifikan terhadap indeks harga saham.
Sitinjak dan Kurniasari
2003 - SBI - IHK - Kurs - Pasar Saham
Non-linear Combination
Kurs berpengaruh signifikan negatif dan SBI berpengaruh signifikan positif terhadap pasar saham.
Sa'adah dan Panjaitan
2006 - IHSG - Nilai Tukar
VAR (Vector Auto Regression)
Tidak ada interaksi dinamis antara harga saham dan nilai tukar.
Sumber: data sekunder yang telah diolah.
Adapun persamaan dan perbedaan penelitian ini dengan penelitian–
penelitian sebelumnya adalah:
Tabel 2.2.
Persamaan dan Perbedaan Penelitian
dengan Penelitian Terdahulu
Persamaan Perbedaan • Variabel yang digunakan
berdasarkan penelitian–penelitian sebelumnya yaitu antara variabel-variabel makroekonomi (nilai tukar rupiah/US$ dan tingkat suku bunga SBI) dengan indeks harga saham gabungan (IHSG).
• Jangka waktu penelitian selama 3 (tiga) tahun dari tahun 2003-2005.
• Teknik analisis yang digunakan
adalah analisis regresi linear berganda (multiple regression analysis model) dengan persamaan kuadrat terkecil (Ordinary Least Square).
2.6. Kerangka Pikir dan Hipotesis
2.5.1. Kerangka Pemikiran Teoritis
Dalam penelitian ini, dilakukan terhadap 2 (dua) variabel makroekonomi
yang diduga berpengaruh terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di
Bursa Efek Jakarta. Adapun variabel makroekonomi yang diprediksikan
berpengaruh terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) adalah nilai tukar
Rupiah/US$ dan tingkat suku bunga SBI.
Berdasarkan uraian di atas, hubungan masing-masing variabel independen
(variabel makroekonomi) terhadap IHSG dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Hubungan Nilai Tukar Rupiah/US$ terhadap IHSG
Fluktuasi nilai rupiah terhadap mata uang asing yang stabil akan sangat
mempengaruhi iklim investasi di dalam negeri, khususnya pasar modal.
Terjadinya apresiasi kurs rupiah terhadap dolar misalnya, akan memberikan
dampak terhadap perkembangan pemasaran produk Indonesia di luar negeri,
terutama dalam hal persaingan harga. Apabila hal ini terjadi, secara tidak
langsung akan memberikan pengaruh terhadap neraca perdagangan, karena
menurunnya nilai ekspor dibandingkan dengan nilai impor. Seterusnya, akan
berpengaruh pula kepada neraca pembayaran Indonesia. Dan memburuknya
neraca pembayaran tentu akan berpengaruh terhadap cadangan devisa.
Berkurangnya cadangan devisa akan mengurangi kepercayaan investor
terhadap perekonomian Indonesia, yang selanjutnya menimbulkan dampak
negatif terhadap perdagangan saham di pasar modal sehingga terjadi capital
outflow.
Selanjutnya bila terjadi penurunan kurs yang berlebihan, akan
berdampak pada perusahaan-perusahaan go public yang menggantungkan
faktor produksi terhadap barang-barang impor. Besarnya belanja impor dari
perusahaan seperti ini bisa mempertinggi biaya produksi, serta menurunnya
laba perusahaan. Selanjutnya dapat ditebak, harga saham perusahaan itu akan
anjlok.
Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Ajayi
dan Mougoue (1996), Sudjono (2002), serta Sitinjak dan Kurniasari (2003)
telah membuktikan bahwa nilai tukar berpengaruh signifikan terhadap harga
saham.
2. Hubungan Tingkat Suku Bunga SBI terhadap IHSG
Kenaikan tingkat suku bunga dapat meningkatkan beban perusahaan
(emiten) yang lebih lanjut dapat menurunkan harga saham. Kenaikan ini juga
potensial mendorong investor mengalihkan dananya ke pasar uang atau
tabungan maupun deposito sehingga investasi di lantai bursa turun dan
selanjutnya dapat menurunkan harga saham. Hal ini telah dibuktikan oleh Lee
(1992) maupun Sitinjak dan Kurniasari bahwa tingkat bunga berpengaruh
signifikan terhadap indeks harga saham.
Atas dasar analisis tersebut maka pengaruh dari masing-masing variabel
tersebut terhadap IHSG dapat digambarkan dalam model paradigma seperti
ditunjukkan dalam Gambar 2.1.
Gambar 2.1.
Model Analisis Pengaruh Nilai Tukar Rupiah/US$ Dan Tingkat Suku Bunga
SBI Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan Di Bursa Efek Jakarta
Nilai Tukar Rupiah/US$
Tingkat Suku Bunga SBI
IHSG
Berdasarkan model pada Gambar 2.1. tersebut menunjukkan bahwa variabel
independen terdiri dari Nilai Tukar Rupiah/US$ (X1) dan Tingkat Suku Bunga
SBI (X2) dan variabel dependennya IHSG (Y).
2.5.2. Hipotesis
Istilah hipotesis berasal dari bahasa Yunani, yaitu hupo dan thesis. Hupo
berarti lemah, kurang atau di bawah dan thesis berarti teori, proposisi, atau
pernyataan yang disajikan sebagai bukti. Jadi, hipotesis dapat diartikan sebagai
suatu pernyataan yang masih lemah kebenarannya dan perlu dibuktikan atau
dugaan yang sifatnya masih sementara (Hasan, 2003: 140).
Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
H1 : Diduga bahwa variabel-variabel independen Nilai Tukar Rupiah/US$ (X1)
dan Tingkat Suku Bunga SBI (X2) secara bersama-sama mempunyai
pengaruh signifikan terhadap IHSG (Y) di Bursa Efek Jakarta tahun 2003-
2005.
H2 : Diduga bahwa variabel independen Nilai Tukar Rupiah/US$ (X1) secara
parsial mempunyai pengaruh signifikan terhadap IHSG (Y) di Bursa Efek
Jakarta tahun 2003-2005.
H3 : Diduga bahwa variabel independen Tingkat Suku Bunga SBI (X2) secara
parsial mempunyai pengaruh signifikan terhadap IHSG (Y) di Bursa Efek
Jakarta tahun 2003-2005.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Populasi dan Sampel
3.1.1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang
mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2005: 55).
Penelitian ini dilakukan untuk meneliti apakah kurs rupiah/US$ dan tingkat
suku bunga SBI berpengaruh secara signifikan terhadap Indeks Harga Saham
Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Jakarta (BEJ). Karena yang menjadi obyek
penelitian adalah IHSG, maka yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah
indeks harga seluruh saham yang ada di BEJ yang terdaftar dari 1 Januari 2003
sampai 31 Desember 2005.
3.1.2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut (Sugiyono, 2005: 55). Sementara penentuan sampel dalam
penelitian ini yaitu menggunakan sampling jenuh atau sampel sensus, yaitu teknik
penentuan sampel dimana semua anggota populasi digunakan sebagai sampel.
Berdasarkan kriteria tersebut diperoleh jumlah sampel (n) selama periode
tahun 2003-2005 tahun sebanyak 36 sampel.
3.2. Identifikasi Dan Definisi Operasional Variabel
3.2.1. Identifikasi Variabel
Dalam penelitian ini terdapat 3 (tiga) variabel yang terdiri dari 1 (satu)
variabel dependen dan 2 (dua) variabel independen. Variabel dependen dalam
penelitian ini yaitu IHSG (Y), sedangkan variabel independen terdiri atas Nilai
Tukar Rupiah/US$ (X1) dan Tingkat Suku Bunga SBI (X2). Hubungan antara
kedua variabel tersebut adalah naik turunnya variabel dependen yang dipengaruhi
oleh perilaku variabel independen yang artinya apabila salah satu variabel
independen berubah maka akan mengakibatkan variabel dependen juga berubah.
3.2.2. Definisi Operasional Variabel
Masing-masing variabel dalam penelitian ini secara operasional dapat
didefinisikan sebagai berikut:
1. Nilai Tukar Rupiah/US$
Nilai tukar Rupiah/US$ menunjukkan nilai dari mata uang dolar AS yang
ditranslasikan dengan mata uang Rupiah. Sebagai contoh, US$ 1 = Rp 9.000,-
artinya apabila 1 dollar AS dihitung dengan menggunakan rupiah maka
nilainya adalah sebesar Rp 9.000,-. Data yang diambil adalah Nilai tukar
Rupiah/US$ mulai bulan Januari 2003-Desember 2005.
2. Tingkat Suku Bunga SBI
Tingkat suku bunga SBI adalah ukuran keuntungan investasi berupa
sertifikat bank Indonesia yang dapat diperoleh pemodal dan juga biaya modal
yang harus dikeluarkan perusahaan untuk menggunakan dana dari pemodal.
Pengukuran yang digunakan adalah satuan persentase dan data yang diambil
adalah tingkat suku bunga SBI mulai bulan Januari 2003-Desember 2005.
3. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
IHSG adalah indeks yang diperoleh dari seluruh saham yang tercatat di
BEJ dalam satu waktu tertentu. Pengukuran yang digunakan adalah dalam satu
satuan poin, dan data yang diperoleh merupakan data IHSG sejak Januari
2003-Desember 2005.
3.3. Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan dengan cara dokumentasi,
yaitu pengumpulan data-data tertulis yang berhubungan dengan masalah
penelitian baik dari sumber dokumen atau buku-buku, koran, majalah, dan lain-
lain.
Selain itu pengumpulan data juga dilakukan secara studi pustaka, yaitu
metode pengumpulan data untuk memperoleh informasi dengan jalan mencari,
membaca dan mencatat secara sistematis fenomena-fenomena yang dibaca dari
sumber tertentu (Marzuki, 2000: 58-62). Dalam studi pustaka penelitian ini
dilakukan dengan membaca dan mencatat referensi yang ada di perpustakaan
Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang, Fakultas Ekonomi Universitas
Diponegoro, Bank Indonesia, dan Pojok BEJ Undip.
3.4. Metode Analisis Data
3.4.1. Model dan Teknik Analisis Data
Untuk menguji hipotesis tentang kekuatan variabel independen (Nilai Tukar
Rupiah/US$ dan Tingkat Suku Bunga SBI) terhadap IHSG, penelitian ini
menggunakan teknik analisis regresi linear berganda (multiple regression analysis
model) dengan persamaan kuadrat terkecil (Ordinary Least Square) dengan model
dasar sebagai berikut:
Dimana:
Y = IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan)
α = konstanta
X1 = Nilai Tukar Rupiah/US$
X2 = Tingkat Suku Bunga SBI
β1, β2 = koefisien regresi parsial untuk X1, X2
ε = disturbance error (faktor pengganggu/residual)
3.4.2. Pengujian Asumsi Klasik
Untuk menentukan ketepatan model regresi perlu dilakukan pengujian atas
beberapa asumsi klasik yang mendasari model regresi sebagai berikut:
1. Multikolinearitas
Menurut Ghozali (2005: 91), uji multikolinearitas bertujuan untuk
menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi atas variabel bebas
Y = α + β1 X1 + β2 X2 + ε
(independen). Model regresi yang baik seharusnya bebas multikolinearitas
atau tidak terjadi korelasi diantara variabel independen.
Uji Multikolinearitas dapat dilihat dari (1) nilai tolerance dan lawannya
(2) Variance Inflation Factor (VIF). Jika nilai tolerance lebih besar dari 0,1
atau nilai VIF lebih kecil dari 10, maka dapat disimpulkan tidak terjadi
multikolinearitas pada data yang akan diolah.
2. Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linear
ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan
pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya) Ghozali (2005: 95-96).
Untuk menguji keberadaan autokorelasi dalam penelitian ini digunakan
statistik d dari Durbin-Watson (DW test) dimana angka-angka yang
diperlukan dalam metode tersebut adalah dL (angka yang diperoleh dari tabel
DW batas bawah), dU (angka yang diperoleh dari tabel DW batas atas), 4- dL
dan 4-dU. Jika nilainya mendekati 2 maka tidak terjadi autokorelasi,
sebaliknya jika mendekati 0 atau 4 terjadi autokorelasi (+/-). Statistik d
Durbin-Watson dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 3.1.
Statistik d Durbin-Watson
0
H0 ditolak
Bukti autokorelasi positif
H0 diterima
Tidak ada autokorelasi
Daerah keragu-raguan
4- dL 4- dU 2dU dL 4
Daerah keragu-raguan
H0 ditolak
Bukti autokorelasi negatif
3. Heterokedastisitas
Uji heterokedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi
terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan
yang lain Ghozali (2005: 105). Jika varians dari residual satu pengamatan ke
pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda
disebut heteroskedastisitas.
Cara yang digunakan untuk mendeteksi ada atau tidaknya
heteroskedastisitas dalam penelitian ini, dengan melihat grafik Plot antara nilai
prediksi variabel terikat (dependen) yaitu ZPRED dengan residualnya yaitu
SRESID. Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan cara
melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara SRESID dan
ZPRED dimana sumbu Y adalah yang diprediksi dan sumbu X adalah residual
(Y prediksi-Y sesungguhnya) yang telah di-studentized.
Dasar analisis yang digunakan untuk mendeteksi heteroskedastisitas
adalah sebagai berikut:
a. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu
yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka
mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.
b. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di
bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
4. Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,
variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal Ghozali (2005:
110). Sedangkan dasar pengambilan keputusan dalam deteksi normalitas:
a. Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis
diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.
b. Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan atau tidak mengikuti arah
garis diagonal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.
3.4.3. Analisis Regresi
Setelah model regresi terbebas/lulus dari uji asumsi klasik maka model
regresi layak dipakai dan kemudian dilakukan analisis regresi. Analisis ini
digunakan untuk menghitung besarnya pengaruh variabel independen (Nilai
Tukar Rupiah/US$ dan Tingkat Suku Bunga SBI) terhadap variabel dependen
IHSG di Bursa Efek Jakarta.
3.4.4. Penentuan Koefisien Determinasi (Adjusted R2)
Algifari (2000: 45-48) menyatakan bahwa koefisien determinasi adalah salah
satu nilai statistik yang dapat digunakan untuk mengetahui apakah ada hubungan
pengaruh antara dua variabel. Nilai koefisen determinasi menunjukkan prosentase
variasi nilai variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh persamaan regresi yang
dihasilkan. Misalnya, nilai-nilai (sering juga menggunakan simbol R2) pada suatu
persamaan regresi yang menunjukkan hubungan pengaruh variabel Y (variabel
dependen dan variabel X (variabel independen) dari hasil perhitungan tertentu
adalah 0,85. Artinya adalah variasi nilai Y yang dapat dijelaskan oleh persamaan
regresi yang diperoleh adalah 85 % sisanya yaitu 15 % variasi variabel Y
dipengaruhi oleh variabel lain yang berada di luar persamaan (model).
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan Adjusted R2 untuk mengukur
besarnya konstribusi variabel X terhadap variasi (naik turunnya) variabel Y.
Pemilihan Adjusted R2 tersebut karena adanya kelemahan mendasar pada
penggunaan koefisien determinasi (R2). Kelemahannya adalah bias terhadap
jumlah variabel independen yang dimasukkan dalam model. Setiap tambahan satu
variabel independen maka R2 pasti meningkat, tidak peduli apakah variabel
tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Oleh karena
itu, banyak peneliti menganjurkan untuk menggunakan nilai Adjusted R2 pada
saat mengevaluasi. Nilai Adjusted R2 dapat naik atau turun apabila jumlah
variabel independen ditambahkan dalam model (Ghozali, 2002: 45).
3.4.5. Koefisien Korelasi Parsial (r2)
Dalam uji regresi linear berganda dapat dianalisis besarnya koefisien
korelasi parsial (r2). Koefisien korelasi parsial (r2) digunakan untuk mengukur
derajat hubungan antara tiap variabel independen (X) terhadap variabel dependen
(Y) secara parsial (Sudjana, 2002: 35).
3.5. Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis ini dilakukan untuk menguji hipotesis yang telah
dirumuskan di muka dengan menggunakan alat bantu Statistics Package for
Social Science 13.0 (SPSS 13.0). Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui
pengaruh kurs rupiah /US$ dan tingkat suku bunga SBI terhadap IHSG di BEJ
periode tahun 2003-2005.
Pengujian hipotesis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:
1. Pengujian Hipotesis 1 dengan Uji F, digunakan untuk mengetahui apakah
variabel-variabel independen Nilai Tukar Rupiah/US$ (X1) dan Tingkat Suku
Bunga SBI (X2) secara bersama-sama mempunyai pengaruh signifikan
terhadap IHSG (Y) di Bursa Efek Jakarta tahun 2003-2005.
2. Pengujian Hipotesis 2 dengan Uji t, digunakan untuk mengetahui apakah
variabel independen Nilai Tukar Rupiah/US$ (X1) secara parsial mempunyai
pengaruh signifikan terhadap IHSG (Y) di Bursa Efek Jakarta tahun 2003-
2005.
3. Pengujian Hipotesis 3 dengan Uji t, digunakan untuk mengetahui apakah
variabel independen Tingkat Suku Bunga SBI (X2) secara parsial mempunyai
pengaruh signifikan terhadap IHSG (Y) di Bursa Efek Jakarta tahun 2003-
2005.
3.5.1. Uji F
Pengujian ini dilakukan untuk menguji pengaruh dari seluruh variabel
independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen.
Langkah-langkah pengujiannya adalah sebagai berikut :
1. Menentukan Hipotesis
H0; μ = 0 : Nilai Tukar Rupiah/US$ dan Tingkat Suku Bunga SBI tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap IHSG perusahaan-
perusahaan yang terdaftar di BEJ
H1;μ ≠ 0 : Nilai Tukar Rupiah/US$ dan Tingkat Suku Bunga SBI
berpengaruh secara signifikan terhadap IHSG perusahaan-
perusahaan yang terdaftar di BEJ
2. Menentukan tingkat signifikansi (α) yang digunakan, α = 5 %
3. Membuat keputusan
Jika Fhitung < Ftabel, maka maka Ho diterima dan H1 ditolak.
Jika Fhitung > Ftabel, maka maka Ho ditolak dan H1 diterima.
Jika signifikansi F > 0,05, maka Ho diterima dan H1 ditolak.
Jika signifikansi F < 0,05, maka Ho ditolak dan H1 diterima.
4. Membuat kesimpulan
3.5.2. Uji t
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari tiap-tiap variabel
independen (Nilai Tukar Rupiah/US$ dan Tingkat Suku Bunga SBI) terhadap
IHSG di BEJ untuk periode tahun 2003-2005.
Langkah-langkah adalah sebagai berikut:
1. Menentukan hipotesis
H0; μ = 0 : Nilai Tukar Rupiah/US$ tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap IHSG perusahaan-perusahaan yang terdaftar di BEJ
H2; μ≠ 0 : Nilai Tukar Rupiah/US$ berpengaruh secara signifikan terhadap
IHSG perusahaan-perusahaan yang terdaftar di BEJ
H0; μ= 0 : Tingkat Suku Bunga SBI tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap IHSG perusahaan-perusahaan yang terdaftar di BEJ
H3;μ≠ 0 : Tingkat Suku Bunga SBI berpengaruh secara signifikan terhadap
IHSG perusahaan-perusahaan yang terdaftar di BEJ
2. Menentukan tingkat signifikansi (α) yang digunakan, α = 5%
3. Membuat keputusan
Jika thitung < ttabel, maka maka Ho diterima dan H1 ditolak.
Jika thitung > ttabel, maka maka Ho ditolak dan H1 diterima.
Jika signifikansi t > 0,05, maka Ho diterima dan H2,3 ditolak.
Jika signifikansi t < 0,05, maka Ho ditolak dan H2,3 diterima.
4. Membuat kesimpulan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Obyek Penelitian
4.1.1. Bursa Efek Jakarta
Bila dikaji lebih lanjut pasar modal di Indonesia bukan merupakan hal
baru. Sejarah pasar modal di Indonesia sebenarnya telah dimulai sejak
Pemerintahan Hindia Belanda mendirikan bursa efek di Batavia pada tanggal 14
Desember 1912 yang diselenggarakan oleh Vereneging Voor de Effectenhandel.
Dengan berkembangnya bursa efek di Batavia, pada tanggal 11 Januari 1925
Bursa Efek Surabaya, kemudian disusul dengan pembukaan bursa efek di
Semarang pada tanggal 1 Agustus 1925. Karena pecahnya Perang Dunia II, maka
Pemerintah Hindia Belanda menutup bursa efek di Batavia pada tanggal 10 Mei
1940.
Pada zaman Republik Indonesia Serikat (RIS), bursa efek diaktifkan
kembali. Diawali dengan diterbitkannya Obligasi Pemerintah Republik Indonesia
tahun 1950, kemudian disusul dengan diterbitkannya Undang-Undang Darurat
tentang bursa Nomor 13 tanggal 01 September 1951. Undang-Undang Darurat itu
kemudian ditetapkan sebagai Undang-Undang Nomor 15 tahun 1952. Pada saat
itu penyelenggaraan bursa diserahkan pada Perserikatan Perdagangan Uang dan
Efek-efek (PPUE) dan Bank Indonesia (BI) ditunjuk sebagai penasihat. Kegiatan
bursa kembali terhenti ketika pemerintah Belanda meluncurkan program
nasionalisasi perusahaan-perusahaan milik pemerintah Belanda pada tahun 1956.
Program nasionalisasi ini disebabkan adanya sengketa antara pemerintah
Indonesia dengan Belanda mengenai Irian Barat, dan sekarang bernama Papua,
yang mengakibatkan larinya modal usaha ke luar negeri.
Pada tanggal 10 Agustus 1977, Presiden Suharto secara resmi membuka
pasar modal di Indonesia yang ditandai dengan Go Public-nya PT. Semen
Cibinong. Pada tahun itu juga pemerintah memperkenalkan Badan Pelaksana
Pasar Modal (BAPEPAM) sebagai usaha untuk menghidupkan pasar modal.
Kegiatan perdagangan dan kapitalisasi pasar saham pun mulai meningkat seiring
dengan perkembangan pasar finansial dan sektor swasta yang mencapai puncak
perkembangannya pada tahun 1990.
Pada tanggal 13 Juli 1991 bursa saham diswastanisasi menjadi PT. Bursa
Efek Jakarta yang selanjutnya disebut dengan nama BEJ dan menjadi salah satu
bursa saham yang dinamis di Asia. Swastanisasi bursa saham menjadi BEJ ini
mengakibatkan beralihnya fungsi BAPEPAM menjadi Badan Pengawas Pasar
Modal.
Tahun 1995 adalah tahun dimana BEJ memasuki babak baru. Pada 22 Mei
1995 BEJ meluncurkan Jakarta Automatic Trading System (JATS), sebuah sistem
perdagangan manual otomasi yang menggantikan sistem perdagangan manual.
Dalam sistem perdagangan manual di lantai bursa terlihat dua (2) deret antrian,
yang satu untuk antrian beli dan yang satu untuk antrian jual, yang cukup panjang
untuk masing-masing sekuritas dan kegiatan transaksi dicatat di papan tulis. Oleh
karena itu, setelah otomasi ini yang sekarang terlihat di lantai bursa adalah
jaringan komputer-komputer yang digunakan pialang atau broker dalam
bertransaksi. Sistem baru ini dapat memfasilitasi perdagangan saham dengan
frekuensi yang lebih besar dan lebih menjamin kegiatan pasar yang adil dan
transparan dibandingkan dengan sistem perdagangan manual.
Pada Juli 2000 BEJ menerapkan perdagangan tanpa warkat atau Secriples
Trading dengan tujuan untuk meningkatkan likuiditas pasar dan menghindari
peristiwa saham hilang dan pemalsuan saham, serta untuk mempercepat proses
penyelesaian transaksi. Tahun 2002 BEJ juga mulai menerapkan perdagangan
jarak jauh atau Remote Trading sebagai upaya meningkatkan akses pasar, efisien
pasar, kecepatan dan frekuensi perdagangan.
Saham yang dicatatkan di BEJ adalah saham yang berasal dari berbagai
jenis perusahaan yang go public, antara lain dapat berupa saham yang berasal dari
perusahaan manufaktur, perusahaan perdagangan, perusahaan jasa dan lain-lain.
Perusahaan jasa dapat berupa jasa keuangan maupun jasa non keuangan.
Perusahaan jasa keuangan adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa
keuangan. Perusahaan ini terdiri dari dua kategori yaitu perbankan dan perusahaan
jasa keuangan non bank.
Perusahaan-perusahaan go public yang tercatat pada PT. BEJ
diklasifikasikan menurut sektor industri yang telah ditetapkan oleh PT. BEJ yang
disebut dengan JASICA (Jakarta Stock Exchange Industry Classification).
Terdapat 9 (sembilan) sektor industri berdasarkan klasifikasi PT. BEJ, yaitu:
1. Sektor Pertanian (Agriculture),
2. Sektor Pertambangan (Mining),
3. Sektor Industri Dasar dan Kimia (Basic Industry and Chemicals),
4. Sektor Aneka Industri (Miscellaneous Industry),
5. Sektor Industri Barang Konsumsi (Consumer Goods Indusry),
6. Sektor Properti dan Real Estate (Property and Real Estate),
7. Sektor Infrastruktur, Utilitas dan Tranportasi (Infrastructure, Utillities and
Transportation),
8. Sektor Keuangan (Finance),
9. Sektor Perdagangan, Jasa, dan Investasi (Trade, Service, and Investment).
Klasifikasi sektor industri perusahaan publik ini sangat bermanfaat dalam
menganalisis perkembangan saham-saham perusahaan publik dari sektor terkait.
Cara pandang saham dari perspektif klasifikasi sektor industri merupakan suatu
cara yang populer dan dipakai luas baik oleh pemodal institusional maupun
individu.
4.2. Deskripsi Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini, terdapat 3 (tiga) variabel yang akan dianalisis,
dimana ketiga variabel yang dimaksud dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu
variabel dependen adalah IHSG, sedangkan variabel independen yang digunakan
adalah Nilai Tukar Rupiah/US$ (Kurs) dan Tingkat Suku Bunga SBI.
4.2.1. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
Indeks harga saham membandingkan perubahan harga saham dari waktu
ke waktu. Pergerakan nilai indeks tersebut akan menunjukkan perubahan situasi
pasar yang terjadi. Pasar yang sedang bergairah atau terjadi transaksi yang aktif
ditunjukkan dengan indeks harga saham yang mengalami kenaikan, sedangkan
yang lesu ditunjukkan dengan indeks harga saham yang mengalami penurunan.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) atau juga dikenal dengan Jakarta
Composite Index (JSI), mencakup pergerakan harga seluruh saham biasa dan
saham preferen yang tercatat di BEJ.
Berdasarkan data yang diperoleh, perkembangan IHSG di Bursa Efek
Jakarta untuk periode tahun 2003-2005 dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1.
Data Perkembangan IHSG Di Bursa Efek Jakarta Periode 2003-2005
IHSG Bulan
2003 2004 2005 Januari 388.44 752.93 1045.44 Pebruari 399.22 761.08 1073.83 Maret 398.00 735.67 1080.17 April 435.04 783.41 1080.17 Mei 494.78 733.99 1088.17 Juni 497.81 732.40 1122.37 Juli 508.70 756.98 1182.30 Agustus 530.86 746.76 1050.09 September 599.84 819.82 1079.27 Oktober 629.05 860.35 1058.26 Nopember 617.08 977.77 1017.73 Desember 679.30 1000.23 1162.63
Sumber: Lampiran 1
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa IHSG selama 3 (tiga) tahun selalu
mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Hal ini mengindikasikan bahwa
pasar saham di Indonesia sangat aktif dan dapat memberikan daya tarik tersendiri
bagi investor dalam negeri maupun investor asing.
4.2.2. Nilai Tukar Rupiah/US$ (Kurs)
Menurut Adiningsih, dkk (1998:155), nilai tukar (kurs) rupiah adalah
harga rupiah terhadap mata uang negara lain. Jadi, nilai tukar rupiah/US$
merupakan nilai dari satu mata rupiah yang ditranslasikan ke dalam mata uang
Dolar AS. Kurs inilah sebagai salah satu indikator yang mempengaruhi aktivitas
di pasar saham maupun pasar uang karena investor cenderung akan berhati-hati
untuk melakukan investasi. Menurunnya kurs Rupiah terhadap mata uang asing
khususnya Dolar AS memiliki pengaruh negatif terhadap ekonomi dan pasar
modal (Sitinjak dan Kurniasari, 2003).
Berdasarkan data yang diperoleh, perkembangan Nilai Tukar Rupiah/US$
pada Bank Indonesia untuk periode tahun 2003-2005 dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2.
Data Perkembangan Nilai Tukar Rupiah/US$ Pada Bank Indonesia Periode 2003-2005
Rp/US$ Bulan
2003 2004 2005 Januari 9376 8941 9665 Pebruari 9405 8947 9760 Maret 9408 9087 9980 April 9175 9161 10070 Mei 8779 9710 9995 Juni 8785 9915 10213 Juli 9005 9668 10319 Agustus 9035 9828 10740 September 8889 9670 10810 Oktober 8995 9590 10590 Nopember 9037 9518 10535 Desember 8965 9790 10330
Sumber: Lampiran 1
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa selama 3 (tiga) tahun harga US$ 1,-
oleh rupiah selalu mengalami kenaikan/bertambah mahal. Hal ini
mengindikasikan bahwa nilai rupiah/US$ mengalami penurunan yang signifikan
sehingga sedikit banyak dapat mempengaruhi tingkat investai di pasar modal.
4.2.3. Tingkat Suku Bunga SBI
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah surat berharga dalam mata uang
Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka
waktu pendek. Sedangkan suku bunga adalah jumlah bunga yang harus dibayar
per unit waktu. Jadi, tingkat suku bunga SBI jumlah bunga yang harus dibayar
dibayar per unit waktu untuk SBI.
Berdasarkan data yang diperoleh, perkembangan Tingkat Suku Bunga SBI
pada Bank Indonesia periode tahun 2003-2005 dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3.
Data Perkembangan Tingkat Suku Bunga SBI Pada Bank Indonesia Periode 2003-2005
SBI Bulan
2003 2004 2005 Januari 0.1269 0.0786 0.0742 Pebruari 0.1224 0.0748 0.0743 Maret 0.114 0.0742 0.0744 April 0.1106 0.0733 0.077 Mei 0.1044 0.0732 0.0795 Juni 0.0953 0.0734 0.0825 Juli 0.091 0.0736 0.0849 Agustus 0.0891 0.0737 0.0951 September 0.0866 0.0739 0.1 Oktober 0.0848 0.0741 0.11 Nopember 0.0849 0.0741 0.1225 Desember 0.0831 0.0743 0.1275
Sumber: Lampiran 1
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa Tingkat Suku Bunga SBI selama
tahun 2003 mengalami penurunan yang cukup signifikan yaitu dari 12,69 %
menjadi 8,31 %, selama tahun 2004 Suku Bunga SBI dapat dikatakan stabil pada
kisaran 7,3 % - 7,4 % sedangkan selama tahun 2005 kembali terjadi kenaikan
yang cukup signifikan yaitu dari 7,42 % menjadi 12,75 % atau kembali lagi
seperti pada awal tahun 2003. Perubahan tingkat suku bunga yang tidak stabil ini,
selanjutnya akan mempengaruhi keinginan investor untuk mengadakan investasi,
misalnya pada surat berharga, dimana harga dapat naik atau turun tergantung pada
tingkat bunga (bila tingkat bunga naik maka surat berharga turun dan sebaliknya),
sehingga ada kemungkinan pemegang surat berharga akan menderita capital loss
atau capital gain.
4.3. Analisis Data
4.3.1. Uji Statistik Deskriptif
Pada pengujian deskriptif ini untuk menguji seberapa besar nilai mean,
standar deviasi, nilai minimum, median dan maksimum. Tujuan dari statistik
deskriptif ini untuk mengetahui seberapa besar keakuratan data dan penyimpangan
pada data tersebut. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.4.
Tabel 4.4.
Hasil Analisis Statistik Deskriptif
Descriptive Statistics
36 388.44 1182.30 802.2206 250.2954736 8779.00 10810.00 9602.3889 586.4148436 .0732 .1275 .088506 .017536636
IHSGKURSSBIValid N (listwise)
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Sumber : Lampiran 2
Dari tabel 4.4. menunjukkan bahwa nilai standar deviasi lebih kecil dari
pada nilai rata-rata (mean) untuk semua variabel penelitian. Hal ini berarti semua
variabel penelitian tersebut memiliki sebaran data yang normal (baik).
4.3.2. Pengujian Asumsi Klasik
4.3.2.1. Uji Multikolinearitas
Multikolinieritas artinya ada hubungan linier yang sempurna di
antara beberapa atau semua variabel independen. Uji multikolinearitas
bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya
korelasi atas variabel bebas (independen). Model regresi yang baik
seharusnya bebas multikolinearitas atau tidak terjadi korelasi diantara
variabel independen.
Untuk mengetahui apakah terjadi multikolinieritas dapat dilihat
dari besarnya angka VIF seperti terlihat pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5.
Uji Multikolinearitas
Variabel Tolerance VIF
Kurs 0,977 1,024
SBI 0,977 1,024
Sumber : Lampiran 2
Jika mengacu pada Ghozali (2005: 92) maka tidak terdapat
multikolinieritas pada model dalam penelitian ini, yang ditunjukkan
dengan nilai VIF kurang dari 10 dan tolerance lebih dari 0,1 sehingga
model regresi layak dipakai untuk memprediksi IHSG di BEJ berdasar
masukan variabel Nilai Tukar Rupiah/US$ dan Tingkat Suku Bunga
SBI.
4.3.2.2. Uji Autokorelasi
Penyimpangan autokorelasi dalam penelitian ini diuji dengan uji
Durbin Watson (DW-test). Hasil regresi dengan level of significant 0,05
(α=0,05) dengan sejumlah variabel bebas (k=2) dan banyaknya data
(n=36).
Berdasarkan hasil hitung, nilai Durbin-Watson (DW-test) adalah
sebesar 1,655 sedangkan dalam DW-tabel untuk k=2 dan n=36, besarnya
DW-tabel; dL (DW batas bawah) = 1,26; dU (DW batas atas) = 1,49; 4-dU
= 2,51; dan 4-dL= 2,74; maka dapat disimpulkan bahwa DW-test terletak
pada daerah uji. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1.
Hasil Uji Durbin-Watson
Sesuai dengan Gambar 4.1. menunjukkan bahwa DW-test berada
di daerah penerimaan H0 sehingga dapat dikatakan bahwa tidak terjadi
autokorelasi positif maupun negatif. Berdasarkan hasil tersebut maka
0
H0 diterima
Tidak ada autokorelasi
Daerah keragu-raguan
2,74 2,51 21,49 1,26 4
Daerah keragu-raguan
1,655
H0 ditolak
Bukti autokorelasi positif
H0 ditolak
Bukti autokorelasi negatif
model analisis bebas dari adanya autokorelasi dan dapat digunakan
untuk memprediksi IHSG berdasar masukan variabel Nilai Tukar
Rupiah/US$ dan Tingkat Suku Bunga SBI.
4.3.2.3. Uji Heteroskedastisitas
Untuk menentukan heteroskedastisitas dalam penelitian ini
dilakukan dengan cara melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik
scatterplot antara SRESID dan ZPRED dimana sumbu Y adalah yang
diprediksi dan sumbu X adalah residual (Y prediksi-Y sesungguhnya)
yang telah di-studentized seperti dalam Gambar 4.2.
Gambar 4.2.
Grafik Scatterplot
Scatterplot
Dependent Variable: IHSG
Regression Standardized Predicted Value
2.01.51.0.50.0-.5-1.0-1.5-2.0
Reg
ress
ion
Stud
entiz
ed R
esid
ual
3
2
1
0
-1
-2
-3
Sumber: Lampiran 2
Dari grafik scatterplot tersebut terlihat bahwa titik-titik menyebar
secara acak dan tersebar baik di atas maupun di bawah angka 0 pada
sumbu Y. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi
heteroskedastisitas pada model regresi, sehingga model regresi layak
dipakai untuk memprediksi IHSG berdasarkan masukan variabel Nilai
Tukar Rupiah/US$ dan Tingkat Suku Bunga SBI.
4.3.2.4. Uji Normalitas
Uji normalitas ini dilakukan dengan tujuan untuk menguji apakah
dalam sebuah model regresi variabel dependen dan variabel independen
mempunyai distribusi normal ataukah tidak. Model regresi yang baik
adalah distribusi data normal atau mendekati normal. Berdasarkan
sampel data (n = 36), keadaan tersebut dapat dilihat dari Gambar 4.3.
Gambar 4.3.
Uji Normalitas
Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual
Dependent Variable: IHSG
Observed Cum Prob
1.00.75.50.250.00
Exp
ecte
d C
um P
rob
1.00
.75
.50
.25
0.00
Sumber: Lampiran 2
Dari Gambar 4.3., terlihat titik-titik menyebar di sekitar garis
diagonal dan mengikuti arah garis diagonal yang berarti bahwa model
regresi terdistribusi normal. Dengan demikian model regresi layak
digunakan untuk memprediksi IHSG berdasarkan masukan variabel
Nilai Tukar Rupiah/US$ dan Tingkat Suku Bunga SBI.
4.3.3. Analisis Regresi
Analisis ini digunakan untuk menghitung besarnya pengaruh Nilai Tukar
Rupiah/US$ dan Tingkat Suku Bunga SBI terhadap IHSG di Bursa Efek Jakarta.
Berdasarkan pembatasan masalah dan hipotesis yang telah dikemukakan
sebelumnya maka diperoleh hasil pengolahan data dengan paket program
komputer statistik SPSS 13.0 yang tampak pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6.
Hasil Perhitungan Regresi Linier Berganda Coefficientsa
-2097.023 359.682 -5.830 .000.355 .037 .832 9.502 .000 .856 .977 1.024
-5760.406 1249.399 -.404 -4.611 .000 -.626 .977 1.024
(Constant)KURSSBI
Model1
B Std. Error
UnstandardizedCoefficients
Beta
StandardizedCoefficients
t Sig. Partial
Correlations
Tolerance VIF
Collinearity Statistics
Dependent Variable: IHSGa.
Sumber : Lampiran 2
Berdasarkan tabel di atas diperoleh model persamaan regresi linier
berganda sebagai berikut :
Y = - 2097,023 + 0,355 X1 – 5760,406 X2 + ε
Dimana:
Y : IHSG (Indeks harga Saham Gabungan)
X1 : Nilai Tukar Rupiah/US$
X2 : Tingkat Suku Bunga SBI
ε : disturbance error (faktor pengganggu/residual)
Dari model regresi tersebut diperoleh konstanta sebesar -2097,023. Hal ini
berarti bahwa tanpa adanya rasio Nilai Tukar Rupiah/US$ dan Tingkat Suku
Bunga SBI akan terjadi perubahan IHSG sebesar -2097,023. Selanjutnya koefisien
regresi Nilai Tukar Rupiah/US$ sebesar 0,355 dan bertanda positif, hal ini berarti
bahwa setiap perubahan Nilai Tukar Rupiah/US$ satu persen dengan asumsi
variabel lainnya tetap maka perubahan IHSG akan mengalami perubahan sebesar
0,355 % dengan arah yang sama. Sedangkan Tingkat Suku Bunga SBI
mempunyai koefisien regresi sebesar 5760,406 dan bertanda negatif, berarti setiap
perubahan Tingkat Suku Bunga SBI satu persen dengan asumsi variabel lainnya
tetap maka perubahan IHSG akan mengalami perubahan sebesar 5760,406 %
dengan arah yang berlawanan.
4.3.4. Koefisien Determinasi (Adjusted R²)
Berdasarkan output SPSS 13.0 nampak bahwa pengaruh secara bersama-
sama 2 (dua) variabel independen (Nilai Tukar Rupiah/US$ dan Tingkat Suku
Bunga SBI) terhadap IHSG seperti ditunjukkan pada Tabel 4.7.
Tabel 4.7.
Hasil Perhitungan Regresi
Model Summary b
.868a .753 .738 128.12372 1.655Model1
R R SquareAdjustedR Square
Std. Error ofthe Estimate
Durbin-Watson
Predictors: (Constant), SBI, KURSa.
Dependent Variable: IHSGb.
Sumber: Lampiran 2
Koefisien determinasi digunakan untuk melihat berapa % dari variasi
variabel dependen (IHSG) dijelaskan oleh variasi dari variabel independen
(perubahan Nilai Tukar Rupiah/US$ dan Tingkat Suku Bunga SBI). Nilai
koefisien determinasi (Adjusted R²) sebesar 0,738, berarti variasi variabel Nilai
Tukar Rupiah/US$ dan Tingkat Suku Bunga SBI dalam menjelaskan variasi
variabel IHSG adalah sebesar 73,8 % dan sisanya 26,2 % dijelaskan oleh faktor
lain yang tidak siteliti. Nilai Adjusted R² untuk IHSG yang besar akan membuat
model regresi semakin tepat dalam memprediksi IHSG di bursa Efek Jakarta.
Dengan melihat kemampuan model dalam menjelaskan variasi perubahan
nilai variabel IHSG, maka model persamaan regresi linier berganda tersebut dapat
dinyatakan baik untuk dijadikan sebagai penaksir nilai variabel IHSG yang akan
datang. Untuk meyakinkan keakuratan model persamaan regresi, maka model
persamaan regresi tersebut perlu diuji dengan pengujian hipotesis.
4.3.5. Koefisien Korelasi Parsial (r2)
Koefisien korelasi parsial (r2) digunakan untuk mengukur derajat
hubungan antara tiap variabel independen (X) terhadap variabel dependen (Y)
secara parsial. Nilai koefisien korelasi parsial (r2) dapat dilihat dalam correlations
partial sesuai Tabel 4.6. Koefisien korelasi parsial (r2) untuk Nilai Tukar
Rupiah/US$ sebesar 0,856, berarti variabel Nilai Tukar Rupiah/US$ secara parsial
mempunyai kekuatan pengaruh terhadap IHSG sebesar 85,6 %. Sedangkan
Tingkat Suku Bunga SBI sebesar 0,626, berarti variabel Tingkat Suku Bunga SBI
secara parsial mempunyai kekuatan pengaruh terhadap IHSG sebesar 62,6 %.
4.3.6. Pengujian Hipotesis
4.3.6.1. Pengujian Hipotesis 1
Tabel 4.8.
Hasil Perhitungan Regresi ANOVA b
1650956 2 825478.062 50.286 .000a
541717.6 33 16415.6862192674 35
RegressionResidualTotal
Model1
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
Predictors: (Constant), SBI, KURSa.
Dependent Variable: IHSGb.
Sumber: lampiran 2
Pengujian hipotesis 1 dilakukan dengan uji F seperti dalam Tabel
4.8.. Pengujian ini bertujuan untuk melihat apakah variabel independen
secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
variabel dependen. Dengan menggunakan signifikansi 5 % (α = 0,05)
dan degree of freedom (k-1) dan (n-k), dihasilkan nilai Ftabel sebesar
3,285. Nilai Fhitung dalam Tabel 4.8. sebesar 50,286 sehingga nilai Fhitung
lebih besar dari Ftabel (50,286 > 3,285). Nilai signifikansinya juga sebesar
0,000 (sig. < 0,05) sehingga Ho ditolak dan Ha diterima. Hal ini berarti
bahwa secara bersama-sama variasi variabel-variabel independen (Nilai
Tukar Rupiah/US$ dan Tingkat Suku Bunga SBI) mempunyai pengaruh
yang signifikan terhadap variasi variabel dependen IHSG. Dengan
demikian Hipotesis 1 yang menyatakan “Diduga bahwa variabel-variabel
independen Nilai Tukar Rupiah/US$ (X1) dan Tingkat Suku Bunga SBI
(X2) secara bersama-sama mempunyai pengaruh signifikan terhadap
IHSG (Y) di Bursa Efek Jakarta tahun 2003-2005” diterima.
Gambar 4.4. Daerah Penerimaan dan Penolakan Ho Hipotesis 1
4.3.6.2. Pengujian Hipotesis 2
Pengujian hipotesis 2 dilakukan dengan uji t seperti terlihat
dalam Tabel 4.6. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
Nilai Tukar Rupiah/US$ secara parsial terhadap IHSG di di Bursa efek
Jakarta. Dengan menggunakan signifikansi 5 % (α = 0,05), dan degree of
freedom (n-k) = 33 diperoleh ttabel sebesar 2,034. Dari perhitungan
dengan paket program komputer statistik SPSS 13.0 dihasilkan thitung
sebesar 9,502 sehingga thitung lebih besar dari ttabel (9,502 > 2,034). Nilai
signifikansinya juga menunjukkan lebih kecil dari 0,05 yaitu sebesar
0,000 sehingga menolak Ho dan menerima Ha. Hal ini berarti bahwa
variasi variabel Nilai Tukar Rupiah/US$ secara parsial mempunyai
pengaruh signifikan terhadap variasi IHSG di Bursa Efek Jakarta
sehingga hipotesis 2 yang menyatakan “Diduga bahwa variabel
independen Nilai Tukar Rupiah/US$ (X1) secara parsial mempunyai
pengaruh signifikan terhadap IHSG (Y) di Bursa Efek Jakarta tahun
2003-2005” diterima.
3,285 50,286
Ho diterima Ho ditolak Ho ditolak
Gambar 4.5. Daerah Penerimaan dan Penolakan Ho Hipotesis 2
4.3.6.3. Pengujian Hipotesis 3
Pengujian hipotesis 3 dilakukan dengan uji t seperti terlihat
dalam Tabel 4.6. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
Tingkat Suku Bunga SBI secara parsial terhadap IHSG di di Bursa efek
Jakarta. Dengan menggunakan signifikansi 5 % (α = 0,05), dan degree of
freedom (n-k) = 33 diperoleh ttabel sebesar 2,034. Dari perhitungan
dengan paket program komputer statistik SPSS 13.0 dihasilkan thitung
sebesar 4,611 (bertanda negatif) sehingga thitung lebih besar daripada ttabel
(4,611 > 2,034). Nilai signifikansinya juga menunjukkan lebih kecil dari
0,05 yaitu sebesar 0,000 sehingga menolak Ho dan menerima Ha. Hal ini
berarti bahwa variasi variabel Tingkat Suku Bunga SBI secara parsial
mempunyai pengaruh signifikan terhadap variasi IHSG di Bursa Efek
Jakarta sehingga hipotesis 3 yang menyatakan “Diduga bahwa variabel
independen Tingkat Suku Bunga SBI (X2) secara parsial mempunyai
pengaruh signifikan terhadap IHSG (Y) di Bursa Efek Jakarta tahun
2003-2005” diterima.
2,034 9,502
Ho diterima Ho ditolak Ho ditolak
Gambar 4.6. Daerah Penerimaan dan Penolakan Ho Hipotesis 3
4.4. Pembahasan Hasil Penelitian
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa nilai
Fhitung lebih besar dari Ftabel (50,286 > 3,285) dan nilai signifikansi sebesar 0,000.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa secara bersama-sama Nilai Tukar Rupiah/US$
(X1) dan Tingkat Suku Bunga SBI (X2) secara bersama-sama mempunyai
pengaruh yang sangat signifikan terhadap IHSG (Y) di Bursa Efek Jakarta tahun
2003-2005. Keadaan ini menunjukkan bahwa penggabungan variabel Nilai Tukar
Rupiah/US$ dan Tingkat Suku Bunga SBI relevan digunakan untuk memprediksi
IHSG di masa yang akan datang. Nilai koefisien determinasi (Adjusted R2)
sebesar 0,738 juga menunjukkan bahwa kontribusi Nilai Tukar Rupiah/US$ (X1)
dan Tingkat Suku Bunga SBI dalam menjelaskan variansi IHSG sebesar 73,8 %
dan sisanya 26,2 % dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti. Meskipun
hasil tersebut bertolak belakang dengan Gupta (2000) yang menyimpulkan bahwa
tidak ada hubungan kausalitas antara tingkat bunga, nilai tukar, dan harga saham.
Namun hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Sitinjak dan Kurniasari (2003)
dimana mereka menyimpulkan bahwa kurs berpengaruh signifikan negatif dan
SBI berpengaruh signifikan positif terhadap pasar saham. Persamaan ataupun
-4,611 -2,034
Ho diterima Ho ditolak Ho ditolak
perbedaan hasil penelitian tersebut dimungkinkan karena Gupta (2000)
menggunakan data sebelum terjadinya krisis moneter di Indonesia (1993-1997),
sedangkan Sitinjak dan Kurniasari (2003) serta penelitian ini menggunakan data
setelah krisis moneter/sedang dalam masa pemulihan krisis moneter (1999-
Sekarang). Sehingga antara pasar uang dan pasar modal di Indonesia saling
mempengaruhi satu dengan yang lainnya.
Setelah diuji secara parsial, Nilai Tukar Rupiah/US$ mempunyai pengaruh
yang sangat signifikan terhadap IHSG karena nilai thitung > ttabel (9,502 > 2,034)
dan nilai signifikansinya lebih kecil dari 0,05 yaitu sebesar 0,000. Hasil penelitian
ini sesuai dengan penelitian Ajayi dan Mougoue (1996) yang menunjukkan
adanya hubungan dinamis antara harga saham dan nilai tukar di 8 (delapan)
negara maju (Kanada, Perancis, Jerman, Italia, Jepang, Belanda, Inggris, dan
Amerika Serikat). Demikian juga penelitian Sudjono (2002), memiliki pendapat
yang senada bahwa variabel ekonomi makro yang direfleksikan dengan nilai
rupiah mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap indeks harga saham. Hal ini
dapat dijelaskan bahwa terjadinya apresiasi kurs rupiah terhadap dolar akan
memberikan dampak terhadap perkembangan pemasaran produk Indonesia di luar
negeri, terutama dalam hal persaingan harga. Apabila hal ini terjadi, secara tidak
langsung akan memberikan pengaruh terhadap neraca perdagangan, yang
selanjutnya akan berpengaruh pula kepada neraca pembayaran Indonesia. Dan
memburuknya neraca pembayaran tentu akan berpengaruh terhadap cadangan
devisa. Berkurangnya cadangan devisa akan mengurangi kepercayaan investor
terhadap perekonomian Indonesia, yang selanjutnya menimbulkan dampak negatif
terhadap perdagangan saham di pasar modal sehingga terjadi capital outflow.
Kemudian bila terjadi penurunan kurs yang berlebihan, akan berdampak pula pada
perusahaan-perusahaan go public yang menggantungkan faktor produksi terhadap
barang-barang impor. Besarnya belanja impor dari perusahaan seperti ini bisa
mempertinggi biaya produksi, serta menurunnya laba perusahaan. Selanjutnya
dapat ditebak, harga saham perusahaan itu akan anjlok. Begitu pula sebaliknya,
jika nilai rupiah meningkat maka besarnya belanja impor dari perusahaan seperti
ini bisa menurunkan biaya produksi, serta meningkatkan laba perusahaan. Dan
akhirnya harga saham pun meningkat.
Tingkat Suku Bunga SBI juga mempunyai pengaruh yang sangat signifikan
terhadap IHSG karena nilai thitung > ttabel (4,611 > 2,034) dan nilai signifikansinya
juga lebih kecil dari 0,05 yaitu sebesar 0,000. Kesimpulan ini mempertegas
penelitian Lee (1992) serta Sitinjak dan Kurniasari (2003) yang menyimpulkan
bahwa Tingkat Bunga berpengaruh signifikan terhadap indeks harga saham.
Berdasarkan hasil tersebut berarti kenaikan tingkat suku bunga dapat
meningkatkan beban perusahaan (emiten) untuk memenuhi kewajiban/utang
kepada bank sehingga dapat menurunkan laba perusahaan dan akhirnya harga
saham pun turun. Kenaikan ini juga potensial mendorong investor mengalihkan
dananya ke pasar uang atau tabungan maupun deposito sehingga investasi di lantai
bursa turun dan selanjutnya dapat menurunkan harga saham. Sedangkan
sebaliknya, jika tingkat suku bunga turun, maka beban perusahaan pun menurun
sehingga dapat meningkatkan laba perusahaan yang akhirnya dapat meningkatkan
pembagian jumlah dividen kas kepada investor, kemudian harga saham
perusahaan pun meningkat.
BAB V
PENUTUP
5.1. Simpulan
Dari penelitian mengenai analisis pengaruh Nilai Tukar Rupiah/US$ dan
Tingkat Suku Bunga SBI terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek
Jakarta tahun 2003-2005 dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Secara bersama-sama ada pengaruh yang sangat signifikan antara Nilai Tukar
Rupiah/US$ dan Tingkat Suku Bunga SBI terhadap Indeks Harga Saham
Gabungan di Bursa Efek Jakarta periode 2003-2005. Hal ini ditunjukkan dari
besarnya nilai Fhitung lebih besar dari Ftabel (50,286 > 3,285) dan signifikansi
sebesar 0,000.
2. Secara parsial ada pengaruh yang sangat signifikan antara Nilai Tukar
Rupiah/US$ terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Jakarta
periode 2003-2005. Hal ini ditunjukkan dari besarnya nilai thitung lebih besar
dari ttabel (9,502 > 2,034) dan signifikansi sebesar 0,000.
3. Secara parsial ada pengaruh yang sangat signifikan antara Tingkat Suku
Bunga SBI terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Jakarta
periode 2003-2005. Hal ini ditunjukkan dari besarnya nilai thitung lebih besar
dari ttabel (4,611 > 2,034) dan signifikansi sebesar 0,000.
4. Nilai koefisien determinasi (Adjusted R²) sebesar 0,738, berarti variasi
variabel Nilai Tukar Rupiah/US$ dan Tingkat Suku Bunga SBI dalam
menjelaskan variasi variabel IHSG adalah sebesar 73,8 % dan sisanya 26,2 %
dijelaskan oleh faktor lain yang tidak siteliti.
5.2. Saran dan Keterbatasan
Berdasarkan kesimpulan di atas maka saran-saran yang dapat diberikan
melalui hasil penelitian ini baik kepada investor, perusahan maupun untuk
pengembangan penelitian yang lebih lanjut adalah sebagai berikut:
1. Investor sebaiknya memperhatikan informasi-informasi mengenai Nilai Tukar
Rupiah/US$ dan Tingkat Suku Bunga SBI yang dikeluarkan oleh Bank
Indonesia karena dengan adanya informasi tersebut dapat dimanfaatkan untuk
memprediksi IHSG di BEJ yang kemudian untuk mengambil keputusan yang
tepat sehubungan dengan investasinya.
2. Perusahaaan sebelum melakukan kebijakan seperti ekspor atau impor, harus
mengkaji terlebih dahulu faktor-faktor yang mempengaruhi besar kecilnya
beban perusahaan yang dapat diakibatkan oleh Nilai Tukar Rupiah/US$ dan
Tingkat Suku Bunga SBI sehingga dalam pelaksanaannya nanti manajemen
perusahaan dapat mengambil kebijakan dalam rangka menarik investor di
pasar modal.
3. Pemerintah sebaiknya juga memperhatikan faktor makroekonomi (Nilai Tukar
Rupiah/US$ dan Tingkat Suku Bunga SBI) melalui kebijakan-kebijakan yang
diambil, yang selanjutnya untuk menarik minat investor baik domestik
maupun asing di Bursa Efek Jakarta.
4. Adanya keterbatasan faktor makroekonomi yang digunakan sebagai dasar
untuk memprediksi IHSG hanya terbatas pada Nilai Tukar Rupiah/US$ dan
Tingkat Suku Bunga SBI, diharapkan dalam penelitian selanjutnya untuk
memperhatikan pengaruh faktor lain yang dapat mempengaruhi pergerakan
IHSG.
5. Adanya keterbatasan dalam pengambilan periode penelitian yang hanya 3
tahun, diharapkan untuk pengembangan penelitian selanjutnya dapat
memperpanjang periode penelitian agar hasil yang diperoleh dapat lebih
merefleksikan pergerakan IHSG di BEJ secara historikal.
6. Selain itu penulis juga mengakui masih banyak keterbatasan yang dimiliki.
Keterbatasan itu antara lain referensi yang dimiliki penulis belum begitu
lengkap untuk menunjang proses penulisan penelitian ini, sehingga terjadi
banyak kekurangan dalam mendukung teori ataupun justifikasi masalah yang
diajukan.
5.3. Implikasi Kebijakan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor makroekonomi (Nilai
Tukar Rupiah/US$ dan Tingkat Suku Bunga SBI) sangat relevan digunakan untuk
memprediksi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Jakarta. Sisi
positif dari hasil penelitian ini adalah mempertegas hasil penelitian sebelumnya
yang menyebutkan bahwa variabel independen (Nilai Tukar Rupiah/US$ dan
Tingkat Suku Bunga SBI) dapat dimasukkan ke dalam model regresi untuk
memprediksi IHSG. Bahkan dari hasil pengujian menunjukkan bahwa Nilai Tukar
Rupiah/US$ dan Tingkat Suku Bunga SBI sangat signifikan berpengaruh pada
level kurang dari 1 % (0,000). Hal ini juga diperkuat dengan kekuatan prediksi
dari Adjusted R2 sebesar 73,8 %.
Sisi positif berikutnya dari hasil penelitian ini dibandingkan dengan
penelitian-penelitian sebelumnya adalah periode pengamatan yang relatif baru
yaitu setelah perusahaan-perusahaan tersebut mengalami krisis yang terjadi di
Indonesia tahun 1997.
Implikasi bagi penelitian selanjutnya adalah perlu dilakukan justifikasi
metode penelitian terutama periode pengamatan ataupun jumlah sampel yang
diteliti. Namun demikian hasil penelitian ini diharapkan juga memberikan
kontribusi kepada para investor minimal dapat menambah referensi dalam
pengambilan keputusan investasi. Disamping itu penelitian ini juga diharapkan
dapat mendorong penelitian yang lebih lanjut mengenai topik ini pada Bursa Efek
Jakarta.
DAFTAR PUSTAKA
Adiningsih, Sri dkk. 1998. Perangkat Analisis dan Teknik Analisis Investasi di Pasar Modal Indonesia. Jakarta: P.T. Bursa Efek Jakarta.
Ajayi, R.A dan M. Mougoue. 1996. On The Dynamic Relation Between Stock
Prices and Exchange Rate. Journal Of Finance Research. 19:193-207. Algifari. 2000. Analisis Statistik Untuk Bisnis Dengan Regresi, Korelasi, dan Non
Parametrik. Edisi Pertama. Yogyakarta: STIE YKPN. Anoraga, Panji dan Piji Pakarti. 2001. Pengantar Pasar Modal. Jakarta: PT.
Rineka Cipta. Avonti, Amos Amoroso dan Hudi Prawoto. 2004. Analisis Pengaruh Nilai Tukar
Rupiah/US$ dan Tingkat Suku Bunga SBI Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Jakarta. Jurnal Akuntansi Bisnis. Vol. III No.5.
Fabozzi, E.J. and Francis, J.C. 1996. Capital Markets and Institution and
Instrument. Upper Saddle River New Jersey. Fama, E.F. dan K.R. French. 1992. The Cross Section Of Expected Stock Returns.
Journal Of Finance. 47:427-465. Gozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS.
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang. Gupta, Jyoti P., Alain Chevalier and Fran Sayekt. 2000. The Causality Between
Interest Rate, Exchange Rate and Stock Price in Emerging Market: The Case Of The Jakarta Stock Exchange. Working Paper Series. EFMA 2000.Athens.
Hasan, M. Iqbal. 2003. Pokok-Pokok Materi Statistik 2 (Statistik Inferensif).
Jakarta:Bumi Aksara. Kuncoro,Mudrajad 1996. Manajemen Keuangan Internasional.Yogyakarta:BPFE.
Lee, SB. 1992. Causal Relations Among Stock Return, Interest Rate, Real Activity, and Inflation. Journal Of Finance,47:1591-1603.
Madura, Jeff. 1993. Financial Management. Florida University Express.
Marzuki. 1995. Metodologi Riset. Yogyakarta:Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia.
Muradoglu, G., Fatma Taskin, and Iike Bigan.2000. Causality Between Stock
Returns and Macroeconomic Variables in Emerging Markets. Russian and East European Finance and Trade. 36:35-53.
Sa’adah, Siti dan Yunia Panjaitan. 2006. Interaksi Dinamis Antara Harga Saham
Dengan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar Amerika Serikat. Jurnal Ekonomi dan Bisnis.pp:46-62.
Santoso, Singgih dan Flandy Tjiptono. 2004. Riset Pemasaran: Konsep dan
Aplikasi Dengan SPSS. Jakarta: PT. Elex Media Komputer. Sitinjak, Elyzabeth Lucky Maretha dan Widuri Kurniasari. 2003. Indikator-
indikator Pasar Saham dan Pasar Uang Yang Saling Berkaitan Ditijau Dari Pasae Saham Sedang Bullish dan Bearish. Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen. Vol. 3 No. 3.
Sudjana. 2002. Metode Statistika. Bandung: Tarsito.
Sudjono. 2002. Analisis Keseimbangan dan Hubungan Simultan Antara Variabel Ekonomi Makro Terhadap Indeks Harga Saham di BEJ dengan Metode VAR (Vector Autoregression) dan ECM ( Error Correction Model). Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen. Vol. 2. no. 3.
Sugiyono. 2005. Statistik Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Website Bank Indonesia. www.bi.go.id
Website Jakarta Stock Exchange. www.jsx.co.id
Lampiran 1
DATA PERKEMBANGAN IHSG, NILAI TUKAR RUPIAH/US$ DAN TINGKAT SUKU BUNGA SBI
DI BURSA EFEK JAKARTA PERIODE 2003-2005
Tahun Variabel Bulan 2003 2004 2005
Januari 388.44 752.93 1045.44 Pebruari 399.22 761.08 1073.83 Maret 398.00 735.67 1080.17 April 435.04 783.41 1080.17 Mei 494.78 733.99 1088.17 Juni 497.81 732.40 1122.37 Juli 508.70 756.98 1182.30 Agustus 530.86 746.76 1050.09 September 599.84 819.82 1079.27 Oktober 629.05 860.35 1058.26 Nopember 617.08 977.77 1017.73
IHSG
Desember 679.30 1000.23 1162.63 Januari 9376 8941 9665 Pebruari 9405 8947 9760 Maret 9408 9087 9980 April 9175 9161 10070 Mei 8779 9710 9995 Juni 8785 9915 10213 Juli 9005 9668 10319 Agustus 9035 9828 10740 September 8889 9670 10810 Oktober 8995 9590 10590 Nopember 9037 9518 10535
Nilai Tukar Rupiah/US$
Desember 8965 9790 10330 Januari 0.1269 0.0786 0.0742 Pebruari 0.1224 0.0748 0.0743 Maret 0.114 0.0742 0.0744 April 0.1106 0.0733 0.077 Mei 0.1044 0.0732 0.0795 Juni 0.0953 0.0734 0.0825 Juli 0.091 0.0736 0.0849 Agustus 0.0891 0.0737 0.0951 September 0.0866 0.0739 0.1 Oktober 0.0848 0.0741 0.11 Nopember 0.0849 0.0741 0.1225
Tingkat Suku Bunga SBI
Desember 0.0831 0.0743 0.1275
Lampiran 2
Output Deskriptif Dan Regresi SPSS 13.0
Descriptives
Descriptive Statistics
36 388.44 1182.30 802.2206 250.2954736 8779.00 10810.00 9602.3889 586.4148436 .0732 .1275 .088506 .017536636
IHSGKURSSBIValid N (listwise)
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Regression
Descriptive Statistics
802.2206 250.29547 369602.3889 586.41484 36
.088506 .0175366 36
IHSGKURSSBI
Mean Std. Deviation N
Correlations
1.000 .771 -.277.771 1.000 .152
-.277 .152 1.000. .000 .051
.000 . .189
.051 .189 .36 36 3636 36 3636 36 36
IHSGKURSSBIIHSGKURSSBIIHSGKURSSBI
Pearson Correlation
Sig. (1-tailed)
N
IHSG KURS SBI
Variables Entered/Removedb
SBI, KURSa . EnterModel1
VariablesEntered
VariablesRemoved Method
All requested variables entered.a.
Dependent Variable: IHSGb.
Output Deskriptif Dan Regresi SPSS 13.0 (Lanjutan)
Lampiran 2
Model Summaryb
.868a .753 .738 128.12372 1.655Model1
R R SquareAdjustedR Square
Std. Error ofthe Estimate
Durbin-Watson
Predictors: (Constant), SBI, KURSa.
Dependent Variable: IHSGb.
ANOVAb
1650956 2 825478.062 50.286 .000a
541717.6 33 16415.6862192674 35
RegressionResidualTotal
Model1
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
Predictors: (Constant), SBI, KURSa.
Dependent Variable: IHSGb.
Coefficientsa
-2097.023 359.682 -5.830 .000.355 .037 .832 9.502 .000 .856 .977 1.024
-5760.406 1249.399 -.404 -4.611 .000 -.626 .977 1.024
(Constant)KURSSBI
Model1
B Std. Error
UnstandardizedCoefficients
Beta
StandardizedCoefficients
t Sig. Partial
Correlations
Tolerance VIF
Collinearity Statistics
Dependent Variable: IHSGa.
Coefficient Correlationsa
1.000 -.152-.152 1.000
1560999 -7.078-7.078 .001
SBIKURSSBIKURS
Correlations
Covariances
Model1
SBI KURS
Dependent Variable: IHSGa.
Lampiran 2
Output Deskriptif Dan Regresi SPSS 13.0 (Lanjutan)
Collinearity Diagnosticsa
2.974 1.000 .00 .00 .00.024 11.101 .02 .02 1.00.002 40.558 .98 .98 .00
Dimension123
Model1
EigenvalueCondition
Index (Constant) KURS SBIVariance Proportions
Dependent Variable: IHSGa.
Residuals Statisticsa
418.3399 1168.1123 802.2206 217.18696 36-1.768 1.685 .000 1.000 36
27.79679 56.27605 35.99697 8.61713 36
407.8429 1186.6107 801.6567 217.03954 36-267.8189 326.7144 .0000 124.40919 36
-2.090 2.550 .000 .971 36-2.158 2.838 .002 1.025 36
-285.4782 404.8129 .5638 138.95029 36-2.293 3.215 .004 1.070 36
.675 5.780 1.944 1.505 36
.000 .642 .041 .106 36
.019 .165 .056 .043 36
Predicted ValueStd. Predicted ValueStandard Error ofPredicted ValueAdjusted Predicted ValueResidualStd. ResidualStud. ResidualDeleted ResidualStud. Deleted ResidualMahal. DistanceCook's DistanceCentered Leverage Value
Minimum Maximum Mean Std. Deviation N
Dependent Variable: IHSGa.
Lampiran 2
Output Deskriptif Dan Regresi SPSS 13.0 (Lanjutan)
Charts
Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual
Dependent Variable: IHSG
Observed Cum Prob
1.00.75.50.250.00
Expe
cted
Cum
Pro
b
1.00
.75
.50
.25
0.00
Scatterplot
Dependent Variable: IHSG
Regression Standardized Predicted Value
2.01.51.0.50.0-.5-1.0-1.5-2.0
Reg
ress
ion
Stud
entiz
ed R
esid
ual
3
2
1
0
-1
-2
-3
Lampiran 3
Tabel F dan t
DF F_1 F_2 F_3 t_5 t_2.5 1 161.4476 199.5 215.7073 6.3138 12.7062 2 18.5128 19 19.1643 2.92 4.3027 3 10.128 9.5521 9.2766 2.3534 3.1824 4 7.7086 6.9443 6.5914 2.1318 2.7764 5 6.6079 5.7861 5.4095 2.015 2.5706 6 5.9874 5.1433 4.7571 1.9432 2.4469 7 5.5914 4.7374 4.3468 1.8946 2.3646 8 5.3177 4.459 4.0662 1.8595 2.306 9 5.1174 4.2565 3.8625 1.8331 2.2622 10 4.9646 4.1028 3.7083 1.8125 2.2281 11 4.8443 3.9823 3.5874 1.7959 2.201 12 4.7472 3.8853 3.4903 1.7823 2.1788 13 4.6672 3.8056 3.4105 1.7709 2.1604 14 4.6001 3.7389 3.3439 1.7613 2.1448 15 4.5431 3.6823 3.2874 1.7531 2.1314 16 4.494 3.6337 3.2389 1.7459 2.1199 17 4.4513 3.5915 3.1968 1.7396 2.1098 18 4.4139 3.5546 3.1599 1.7341 2.1009 19 4.3807 3.5219 3.1274 1.7291 2.093 20 4.3512 3.4928 3.0984 1.7247 2.086 21 4.3248 3.4668 3.0725 1.7207 2.0796 22 4.3009 3.4434 3.0491 1.7171 2.0739 23 4.2793 3.4221 3.028 1.7139 2.0687 24 4.2597 3.4028 3.0088 1.7109 2.0639 25 4.2417 3.3852 2.9912 1.7081 2.0595 26 4.2252 3.369 2.9752 1.7056 2.0555 27 4.21 3.3541 2.9604 1.7033 2.0518 28 4.196 3.3404 2.9467 1.7011 2.0484 29 4.183 3.3277 2.934 1.6991 2.0452 30 4.1709 3.3158 2.9223 1.6973 2.0423 31 4.1596 3.3048 2.9113 1.6955 2.0395 32 4.1491 3.2945 2.9011 1.6939 2.0369 33 4.1393 3.2849 2.8916 1.6924 2.0345 34 4.13 3.2759 2.8826 1.6909 2.0322 35 4.1213 3.2674 2.8742 1.6896 2.0301 36 4.1132 3.2594 2.8663 1.6883 2.0281 37 4.1055 3.2519 2.8588 1.6871 2.0262 38 4.0982 3.2448 2.8517 1.686 2.0244 39 4.0913 3.2381 2.8451 1.6849 2.0227 40 4.0847 3.2317 2.8387 1.6839 2.0211