file · web view“ pengaruh iklim organisasi, gaya kepemimpinan, dan harga diri...
TRANSCRIPT
“ PENGARUH IKLIM ORGANISASI, GAYA KEPEMIMPINAN, DAN
HARGA DIRI TERHADAP KEPUASAN KERJA KARYAWAN “
Oleh :
Jeli Dwi Kurniawati (FE/ Manajemen )
NPM : 110404010055
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Karyawan merupakan asset penting perusahaan. Hal ini
dikarenakan kelangsungan perusahaan dapat tergantung dengan sumber
daya manusianya. Untuk itu sudah menjadi kewajiban perusahaan untuk
selalu menjaga dan melindungi karyawannya agar tetap sesui dengan visi
dan misi perusahaan, Sehingga dapat semakin memperkuat organisasi.
Namun dalam prakteknya, perusahaan sering mengalami kendala
kekaryawanan yang disebabkan karena banyak factor diantaranya
kurangnya kompensasi yang diterima, ketidakpuasan kerja, ataupun hal-
hal lain yang dapat mengakibatkan kinerja karyawan menurun dan
akhirnya juga akan menurunkan kinerja organisasi secara keseluruhan.
Namun dalam hal ini, yang akan dikupas oleh penulis adalah
tentang kepusan kerja dan hal- hal yang menyebabkan ketidakpuasan
kerja. Karena menurut penulis, “kepuasan kerja” merupakan faktor penting
yang harus diteliti perusahaan terkait dengan prospek organisasinya. Yang
mana kepuasan kerja dapat membuat moral kerja, dedikasi, kecintaan, dan
kedisiplinan karyawan meningkat. Berikut indikator kepuasan atau
ketidakpuasan kerja pegawai yang dapat diperlihatkan oleh beberapa aspek
( Ramlan Ruvandi, 2005 ) diantaranya :
a. Jumlah kehadiran pegawai
b. Perasaan senang atau tidak senang dalam melaksanakan pekerjaan
c. Perasaan adil atau tidak adil dalam menerima imbalan
d. Reaksi terhadap peraturan perusahaan
e. Tingkat motivasi karyawan yang tercermin dengan kinerjanya
Jeli Dwi Kurniawati110404010055 ( FE/ Manajemen ) Page 1
Ada beberapa respon ketidakpuasan kerja yang dapat ditunjukan
melalui berbagai cara ( Robins dan Judge, 2009 ) yang terbagi menjadi 2
dimensi yaitu konstruktif/ dekstruktif dan aktif/ pasif, yaitu :
1. Exit, ketdakpuasan ditunjukan melalui perilaku diarahkan
meninggalkan organisasi, termasuk mencari posisi
2. Voice, ketidakpuasan ditunjukan melalui usaha secara aktif
dan konstruktif untuk memperbaiki keadaan termasuk
menyarankan perbaikan, mendiskusikan masalah dengan
atasan, dan berbagai aktivitas perserikatan
3. Loyality, ketidakpuasan ditunjukan secara pasif, tetapi
optimistik dengan menunggu kondisi untuk memperbaiki,
termasuk dengan berbicara bagi organisasi dihadapan kritik
eksternal dan mempercayai organisasi dan manajemen
melakukan hal yang benar
4. Neglect, ketidakpuasan ditunjukan melalui tindakan secara
pasif, membiarkan kondisi semakin buruk, termasuk
kemangkiran atau keterlambatan secara kronis, mengurangi
usaha, dan meningkatkan tingkat kesalahan
Kepuasan kerja adalah kepuasan kerja yang dinikmati dalam
pekerjaan dengan memperoleh pujian hasil kerja, penempatan, perlakuan,
peralatan, dan suasana lingkungan kerja yang kondusif. Sehingga
karyawan yang lebih suka menikmati kepuasan kerja dalam pekerjaannya
akan lebih mengutamakan pekerjaannya daripada balas jasa walaupun
balas jasa itu penting.
Secara praktisada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
kepuasan kerja secara umum dapat terbagi menjadi dua macam, yaitu
faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Dimana faktor intrinsik merupakan
factor yang dibawa didalam diri dan dibawa sejak mulai bekerja di tempat
kerjanya. Sedangkan faktor ekstrinsik menyangkut hal- hal diluar diri
karyawan, misalnya interaksi rekan kerja, pengaturan waktu kerja, sistem
karier, sistem penggajian ( Andri dan Lieke E.M. Waluy, 2009 ).
Jeli Dwi Kurniawati110404010055 ( FE/ Manajemen ) Page 2
Sedangkan menurut Munandar, 2001 terdapat beberapa faktor – faktor
yang mempengaruhi kepuasan kerja yaitu faktor psikologis, faktor sosial,
faktor fisik, dan faktor finansial.
Dalam penelitiannya, Indra dan Hary (..) menyebutkan bahwa
faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja pegawai secara signifikan
adalah : faktor yang berhubungan dengan pekerjaan, dengan kondisi kerja,
dengan teman sekerja, dengan pengawasan, dengan promosi jabatan dan
dengan gaji. Dari keenam faktor tersebut yang paling dominan adalah
faktor yang berhubungan dengan kondisi kerja, yaitu dengan korelasi
0,6997 atau sebesar 69,97%.
Meskipun banyak faktor yang menyebabkan ketidakpuasan kerja
dan karena keterbatasan penulis, berdasarkan artikel- artikel ilmiah
terdahulu, penulis mengambil kesimpulan dari masing- masing artikel
dengan memilih hanya tiga variable bebas yang berhubungan dengan
kondisi kerja. Yaitu pengaruh iklim organisasi, gaya kepemimpinan, dan
harga diri.
Dimana ketiga variable ini, mewakili masing- masing faktor yang
dapat mempengaruhi kepuasan kerja menurut Munandar, 2001. Pengaruh
iklim organisasi ( sosial ), gaya kepemimpinan ( fisik ), dan harga diri
( psikologis ).
Jeli Dwi Kurniawati110404010055 ( FE/ Manajemen ) Page 3
2. Rumusan Masalah
a. Bagaimana pengaruh iklim organisasi dalam hubungannya
dengan kepuasan kerja?
b. Bagaimana pengaruh gaya kepemimpinan atasan terhadap
bawahan dalam hubungannya dengan kepuasan kerja?
c. Bagaimana pengaruh harga diri karyawan terhadap kepuasan
kerja?
d. Bagaiman pengaruh ketiga variable terhadap kepuasan kerja
secara bersama- sama dan variable yang paling dominan
diantara ketiganya?
3. Maksud dan Tujuan
a. Untuk mengetahui pengaruh iklim organisasi dalam
hubungannya dengan kepuasan kerja
b. Untuk mengetahui pengaruh gaya kepemimpinan atasan
terhadap bawahan dalam hubungannya dengan kepuasan kerja
c. Untuk mengetahui pengaruh harga diri karyawan terhadap
kepuasan kerja
d. Untuk mengetahui pengaruh ketiga variable terhadap kepuasan
kerja secara bersama- sama dan variable yang paling dominan
diantara ketiganya
Jeli Dwi Kurniawati110404010055 ( FE/ Manajemen ) Page 4
B. TINJAUAN PUSTAKA
Kepuasan Kerja
Dalam buku Psikologi Industri Organisasi oleh Ino Yuwono dkk.
pada tahun 2005, pembagian dua buah atas dan bawah itu membuat teori
Herzberg dikenal orang sebagai two factor theory atau motivator hygiene
theory. Kebutuhan tingkat atas pada teori Herzberg yang diturunkan dari
maslow adalah penghargaan dan aktualisasi diri yang disebut
sebagai motivator, sedangkan kebutuhan yang lain digolongkan menjadi
kebutuhan bawah yang disebut sebagai hygiene factor.
Content factor dalam teori Herzberg sering disebut dengan
motivator, yaitu faktor - faktor yang dapat mendorong orang untuk dapat
memenuhi kebutuhan tingkat atasnya dan merupakan penyebab orang
menjadi puas atas pekerjaannya. Bila content factor ini tidak ada, maka
akan dapat menyebabkan seseorang tidak lagi puas atas pekerjaannya atau
orang tersebut dalam keadaan netral, merasa tidak ”puas” tetapi juga tidak
merasa ”tidak puas”.
Sedangkan context factor, yang berhubungan dengan lingkungan
pekerjaan ini sering disebut dengan hygiene factor, dimana pekerjaan
memberikan kesempatan untuk seseorang dalam pemenuhan kebutuhan
tingkat bawah. Bila context factor yang tidak terpenuhi, tidak ada, ataupun
tidak sesuai maka dapat membuat pekerja merasa tidak puas (dissatisfied).
Jeli Dwi Kurniawati110404010055 ( FE/ Manajemen ) Page 5
Dalam ketidakterpenuhinya context factor akan membuat tenaga
kerja banyak mengeluh dan merasa tidak puas, tetapi bila dipenuhi maka
pekerja akan berada pada posisi tidak lagi tidak puas (bukan berarti puas)
atau tepatnya dalam keadaan posisi netral.
Kepuasan kerja adalah suasana psikologis tentang perasaan
menyenangkan atau tidak menyenangkan terhadap pekerjaan mereka
(Davis, Keith, 1985). Sementara itu Noe, et.all, 2006 mendefinisikan
kepuasan kerja sebagai perasaan yang menyenangkan sebagai hasil dari
persepsi pekerjaannya memenuhi nilai- nilai pekerjaan yang penting.
Kepuasan kerja dapat dijelaskan sebagai penilaian seorang
karyawan terhadap kesesuaian antara keinginan dengan hasil yang didapat.
Karyawan akan merasa puas bila tidak ada perbedaan antara yang
diharapkan dengan persepsinya atas kenyataan. Apabila yang didapat
ternyata lebih besar daripada yang diharapkan maka orang akan menjadi
lebih puas. Sebaliknya, semakin jauh kenyataan yang dirasakan oleh
karyawan hingga di bawah standar minimum, maka makin besar pula
ketidakpuasan seorang karyawan terhadap pekerjaan yang dilakukannya
(Munandar, 2001; Visser dan Coetzee, 2005).
Indikator kepuasan itu sendiri bukan hanya berdasar secara meteri/
finansial. Namun juga faktor lain diluar finansial seperti pekerjaan yang
menantang, kondisi/ lingkungan kerja yang mendukung, dan rekan kerja
yang mendukung ( Robin dalam Siahaan E. E. Edison, 2002 ). Disamping
Jeli Dwi Kurniawati110404010055 ( FE/ Manajemen ) Page 6
itu juga prestasi, penghargaan, kenaikan jabatan, dan pujian ( Caugemi dan
Claypool, 1978 ) juga merupakan faktor lain indikator kepuasan diluar
finansial. Yang mana jika semua faktor itu dipersempit lagi menjadi
kondisi kerja.
Smith, Kendal dan Hulin dalam Bavendam, J. (2000)
mengungkapkan bahwa kepuasan kerja bersifat multidimensi dimana
seseorang merasa lebih atau kurang puas dengan pekerjaannya,
supervisornya, tempat kerjanya dan sebagainya. Porter dan Lawler seperti
juga dikutip oleh Bavendam, J. (2000) telah membuat diagram kepuasan
kerja yang menggambarkan kepuasan kerja sebagai respon emosional
orang-orang atas kondisi pekerjaannya.
Iklim Organisasi
Iklim organisasi (organizational climate) menurut Robert G.
Owens adalah studi persepsi individu mengenai berbagai aspek lingkungan
organisasinya. Sementara menurut Keith Davis Iklim organisasi adalah
yang menyangkut semua lingkungan yang ada atau yang dihadapi oleh
manusia di dalam suatu organisasi tempat mereka melakukan
pekerjaannya.
Definisi lain tentang iklim organisasi dikemukakan oleh B. H
Glimer seperti dikutip Wayne K. Hoy yang menyebutkan bahwa iklim
organisasi merupakan karakteristik yang membedakan satu organisasi
dengan organisasi lainnya dan mempengaruhi orang - orang dalam
organisasi tersebut.
Ringkasan dimensi iklim yang menggambarkan variasi faktor
yang termasuk dalam pembuatan konsep iklim organisasi diperkenalkan
James and Jones (dalam Davidson, 2000:28), yaitu :
(1) Leader facilitation and support (kemudahan dukungan pimpinan),
mencerminkan tindakan pimpinan dalam menyelesaikan pekerjaan
dengan menggunakan penjadwalan aktivitas, perencanaan, memfasili-
Jeli Dwi Kurniawati110404010055 ( FE/ Manajemen ) Page 7
tasi hubungan interpersonal, peduli terhadap kebutuhan pekerja yang
dapat membina keterbukaan dan saling berinteraksi.
(2) Workgroup cooperation, friendliness and warmth (kerjasama
kelompok, keramahan dan kehangatan), secara umum mencerminkan
hubungan antar anggota organisasi dan kelompok kerja.
(3) Conflict and pressure (konflik dan tekanan kerja), menggambarkan
suasana dalam organisasi ketika dalam aktivitasnya muncul
permasalahan serta tekanan kerja dalam organisasi untuk
melaksanakan pekerjaan
(4) Organizational planning openness (Perencanaan organisasi yang
terbuka), menggambarkan kejelasan mengenai kebijakan, perencanaan
serta prosedur pelaksanaan tugas dalam organisasi
(5) Job standards (Standar kerja), yang mencerminkan tingkat kerja yang
memiliki standar ketat mengenai kualitas dan akurasi (Moh. Irsan
Frimansah dan Raeny Dwi Santy )
Wayne K. hoy dan Cecil G. Miskel menyebutkan dua tipe iklim
organisasi, yaitu iklim organisasi terbuka dan iklim organisasi tertutup.
Pada iklim organisasi terbuka, semangat kerja karyawan sangat tinggi,
dorongan pimpinan untuk memotivasi karyawannya agar berprestasi
sangat besar. Sedangkan rutinitas administrasi rendah, karyawan yang
meninggalkan pekerjaannya seperti bolos, ijin, dan sebagainya juga
rendah, perasaan terpaksa untuk bekerja juga rendah. Sebaliknya pada
iklim organisasi yang tertutup, semangat kerja karyawan sangat rendah,
dorongan pimpinan untuk memotivasi karyawannya berprestasi sangat
rendah, sedangkan rutinitas administrasi tinggi, karyawan yang
meninggalkan pekerjaan tinggi, perasaan terpaksa untuk bekerja juga
tinggi.
James L. Gibson dkk mengutip hasil penelitian Halphindan Croft
menyebutkan ada beberapa faktor yang mempengaruhi iklim organisasi
yang antara lain :
Jeli Dwi Kurniawati110404010055 ( FE/ Manajemen ) Page 8
1. Esprit ( semangat )
2. Consideration ( pertimbangan )
3. Production ( produksi )
4. Aloofness ( menjauhkan diri )
James dan Jones dalam Toulson dan Smith (1994:455) membagi
iklim organisasi dalam tiga pendekatan, yaitu :
a. Multiple measurement – organizational approach
Pendekatan ini memandang bahwa iklim organisasi adalah
serangkaian karakteristik deskriptif dari organisasi yang
mempunyai tiga sifat, yaitu: relatif tetap selama periode tertentu,
berbeda antara organisasi satu dengan organisasi lainnya, serta
mempengaruhi perilaku orang yang berada dalam organisasi
tersebut. Faktor-faktor utama yang mempengaruhi adalah ukuran,
struktur, kompleksitas sistem, gaya kepemimpinan, dan arah tujuan
organisasi.
b. Perseptual measurement – organizational attribute approach
Pendekatan ini juga memandang iklim organisasi sebagai atribut
organisasi, tetapi pendekatan ini lebih menekankan penggunaan
pengukuran persepsi daripada pengukuran secara obyektif seperti
ukuran dan struktur organisasi.
c. Perseptual measurement – individual approach
Pendekatan ini memandang iklim sebagai serangkaian ringkasan
atau persepsi global yang mencerminkan sebuah interaksi antara
kejadian yang nyata dalam organisasi dan persepsi terhadap
kejadian tersebut. Pendekatan ini menekankan pada atribut
organisasi yang nyata ke sebuah ringkasan dari persepsi individu.
Dengan pendekatan ini, variabel intervensi yang disebabkan oleh
kejadian-kejadian baik yang dialami oleh individu maupun
organisasi dapat mempengaruhi perilaku individu-individu
tersebut. Oleh karena itu, iklim organisasi dapat berlaku sebagai
variabel bebas maupun terikat.
Jeli Dwi Kurniawati110404010055 ( FE/ Manajemen ) Page 9
Gaya Kepemimpinan
Pada dasarnya, seorang pemimpin yang merupakan bagian dari top
management merupakan pihak yang bertanggungjawab dalam hal
menyampaikan visi dan misi organisasi kepada masing – masing staf/
operatornya. Untuk itu sangat penting adanya sebuah gaya kepemimpinan
yang sesuai dengan tujuan organisasi. Namun demikian tidak ada gaya
kepemimpinan yang efektif berlaku umum untuk segala situasi (Gibson,
James L. et.al., (1982).
Gaya kepemimpinan, pada dasarnya mengandung pengertian
sebagai suatu perwujudan tingkah laku dari seorang pemimpin, yang
menyangkut kemampuannya dalam memimpin. Perwujudan tersebut
biasanya membentuk suatu pola atau bentuk tertentu. Pengertian gaya
kepemimpinan yang demikian ini sesuai dengan pendapat yang
disampaikan oleh Davis dan Newstrom (1995). Keduanya menyatakan
bahwa pola tindakan pemimpin secara keseluruhan seperti yang
dipersepsikan atau diacu oleh bawahan tersebut dikenal sebagai gaya
kepemimpinan.
Peter F. Drucker mengemukakan bahwa manajer (pemimpin
bisnis) merupakan sumber daya pokok yang paling langka dalam setiap
organisasi bisnis. Statistik belakangan ini memperjelas hal itu: “Dari setiap
seratus pendiri usaha baru, kurang lebih lima puluh, atau setengahnya
gulung tikar dalam dua tahun. Pada akhir tahun ke lima, hanya satu pertiga
saja yang masih bertahan hidup”. Hampir semua kegagalan itu disebabkan
karena kepemimpinan yang tidak efektif.
Menurut Tead; Terry; Hoyt (dalam Kartono, 2003) Pengertian
Kepemimpinan yaitu kegiatan atau seni mempengaruhi orang lain agar
mau bekerjasama yang didasarkan pada kemampuan orang tersebut untuk
membimbing orang lain dalam mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan
kelompok.
Sedangkan menurut Young (dalam Kartono, 2003) Pengertian
Kepemimpinan yaitu bentuk dominasi yang didasari atas kemampuan
Jeli Dwi Kurniawati110404010055 ( FE/ Manajemen ) Page 10
pribadi yang sanggup mendorong atau mengajak orang lain untuk berbuat
sesuatu yang berdasarkan penerimaan oleh kelompoknya, dan memiliki
keahlian khusus yang tepat bagi situasi yang khusus.
Gaya kepemimpinan menurut Davis, Keith. (1985) adalah pola
tindakan pemimpin secara keseluruhan seperti yang dipersepsikan oleh
para pegawainya. Gaya kepemimpinan mewakili filsafat, ketrampilan, dan
sikap pemimpin dalam politik.
Perilaku pemimpin merupakan salah satu faktor penting yang dapat
mempengaruhi kepuasan kerja. Menurut Miller et al. (1991) menunjukkan
bahwa gaya kepemimpinan mempunyai hubungan yang positif terhadap
kepuasan kerja para pegawai. Hasil penelitian Gruenberg (1980) diperoleh
bahwa hubungan yang akrab dan saling tolong-menolong dengan teman
sekerja serta penyelia adalah sangat penting dan memiliki hubungan kuat
dengan kepuasan kerja dan tidak ada kaitannya dengan keadaan tempat
kerja serta jenis pekerjaan.
Menurut White & Lippit Harbani (2008) gaya kepemimpinan
terdiri dari 3 macam yaitu :
1. Gaya kepemimpinan Otokratis
Dalam tipe ini, pemimpin menentukan sendiri “policy” dan
dalam rencana untuk kelompoknya, membuat keputusan-keputusan
sendiri namun mendapatkan tanggung jawab penuh. Bawahan harus
patuh dan mengikuti perintahnya, jadi pemimpin tersebut menetukan
atau mendiktekan aktivitas dari anggotanya. Pemimpin otokratis
biasanya merasa bahwa mereka mengetahui apa yang mereka inginkan
dan cenderung mengekspresikan kebutuhan-kebutuhan tersebut dalam
bentuk perintah-perintah langsung kepada bawahan. Dalam
kepemimpinan otokrasi terjadi adanya keketatan dalam pengawasan,
sehingga sukar bagi bawahan dalam memuaskan kebutuhan
egoistisnya.
Kebaikan dari gaya kepemimpinan adalah :
Keputusan dapat diambil secara tepat.
Jeli Dwi Kurniawati110404010055 ( FE/ Manajemen ) Page 11
Tipe ini baik digunakan pada bawahan yang kurang
disiplin, kurang inisiatif, bergantung pada atasan dan
kurang kecakapan.
Pemusatan kekuasaan, tanggung jawab serta membuat
keputusan terletak pada satu orang yaitu pemimpin
Kelemahannya adalah :
Dengan tidak diikutsertakannya bawahan dalam mengambil
keputusan atau tindakan maka bawahan tersebut tidak dapat
belajar mengenai hal tersebut.
Kurang mendorong inisiatif bawahan dan dapat mematikan
inisiatif bawahannya tersebut.
Dapat menimbulkan rasa tidak puas dan tertekan.
Bawahan kurang mampu menerima tanggung jawab dan
tergantung pada atasan saja.
2. Gaya kepemimpinan Demokrasi (Demokratis)
Dalam gaya ini pemimpin sering mengadakan konsultasi
dengan mengikuti bawahannya dan aktif dalam menentukan
rencana kerja yang berhubungan dengan kelompok. Disini
pemimpin seperti moderator atau koordinator dan tidak memegang
peranan seperti pada kepemimpinan otoriter. Partisipan digunakan
dalam kondisi yang tepat akan menjadikan hal yang efektif.
Maksudnya supaya dapat memberikan kesempatan pada
bawahannya untuk mengisi atau memperoleh kebutuhan
egoistisnya dan memotivasi bawahan dalam menyelesaikan
tugasnya untuk meningkatkan produktivitasnya pada pemimpin
demokratis, sering mendorong bawahan untuk ikut ambil bagian
dalam hal tujuan-tujuan dan metode-metode serta menyokong ide-
ide dan saran-saran. Disini pemimpin mencoba mengutamakan
“human relation” (hubungan antar manusia) yang baik dan
mengerjakan secara lancar.
· Kebaikan dari gaya kepemimpinan ini adalah :
Jeli Dwi Kurniawati110404010055 ( FE/ Manajemen ) Page 12
Memberikan kebebasan lebih besar kepada kelompok untuk
megadakan kontrol terhadap supervisor.
Merasa lebih bertanggungjawab dalam menjalankan
pekerjaan.
Produktivitas lebih tinggi dari apa yang diinginkan
manajemen dengan catatan bila situasi memungkinkan.
Lebih matang dan bertanggung jawab terhadap status dan
pangkat yang lebih tinggi.
· Kelemahannya adalah :
Harus banyak membutuhkan koordinasi dan komunikasi.
Membutuhkan waktu yang relatif lama dalam mengambil
keputusan.
Memberikan persyaratan tingkat “skilled” (kepandaian)
yang relatif tinggi bagi pimpinan.
Diperlukan adanya toleransi yang besar pada kedua belah
pihak karena dapat menimbulkan perselisihan.
3. Gaya kepemimpinan Laissez Faire
Yaitu gaya kepemimpinan kendali bebas. Pendekatan ini bukan
berarti tidak adanya sama sekali pimpinan. Gaya ini berasumsi bahwa
suatu tugas disajikan kepada kelompok yang biasanya menentukan
teknik-teknik mereka sendiri guna mencapai tujuan tersebut dalam
rangka mencapai sasaran-sasaran dan kebijakan organisasi.
Kepemimpinan pada tipe ini melaksanakan perannya atas dasar
aktivitas kelompok dan pimpinan kurang mengadakan pengontrolan
terhadap bawahannya. Pada tipe ini pemimpin akan
meletakkan tanggung jawab keputusan sepenuhnya kepada para
bawahannya, pemimpin akan sedikit saja atau hampir tidak sama sekali
memberikan pengarahan. Pemimpin pada gaya ini sifatnya positif dan
seolah-olah tidak mampu memberikan pengaruh kepada bawahannya.
· Kebaikan dari gaya kepemimpinan ini :
Jeli Dwi Kurniawati110404010055 ( FE/ Manajemen ) Page 13
Ada kemungkinan bawahan dapat mengembangkan
kemampuannya, daya kreativitasnya untuk memikirkan dan
memecahkan persoalan serta mengembangkan rasa tanggung
jawab.
Bawahan lebih bebas untuk menunjukkan persoalan yang ia
anggap penting dan tidak bergantung pada atasan sehingga
proses yang lebih cepat.
Kelemahannya adalah :
Bila bawahan terlalu bebas tanpa pengawasan, ada
kemungkinan terjadi penyimpangan dari peraturan yang
berlaku dari bawahan serta dapat mengakibatkan salah tindak
dan memakan banyak waktu bila bawahan kurang pengalaman.
Pemimpin sering sibuk sendiri dengan tugas-tugas dan terpisah
dari bawahan. Beberapa tidak membuat tujuan tanpa suatu
peraturan tertentu.
Kelompok dapat mengkambing hitamkan sesuatu, kurang
stabil, frustasi, dan merasa kurang aman.
Harga Diri
Stuart dan Sundeen (1991), mengatakan bahwa harga diri (self
esteem) adalah penilaian individu terhadap hasil yang dicapai dengan
menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal dirinya. Sedangkan
menurut Gilmore (dalam Akhmad Sudrajad) mengemukakan bahwa:
“….self esteem is a personal judgement of worthiness that is a
personal that is expressed in attitude the individual holds toward
himself. Pendapat ini menerangkan bahwa harga diri merupakan penilaian
individu terhadap kehormatan dirinya, yang diekspresikan melalui sikap
terhadap dirinya. Sementara itu, Buss (1973) memberikan
pengertian harga diri (self esteem) sebagai penilaian individu terhadap
dirinya sendiri, yang sifatnya implisit dan tidak diverbalisasikan.
Seseorang yang mempunyai harga diri yang tinggi akan
mempunyai kepercayaan yang tinggi tethadap kemampuan yang dimiliki.
Jeli Dwi Kurniawati110404010055 ( FE/ Manajemen ) Page 14
Sehingga individu merasa berguna bagi lingkungan sekitarnya. Hal
tersebut tentu saja akan mengurangi stress kerja dan individu dapat
menyelesaikan setiap masalahnya secara positif ( Robbins, 2011 ).
Harga diri adalah penilaian tinggi atau rendah terhadap diri sendiri
yang menunjukkan sejauh mana individu itu meyakini dirinya sebagai
individu yang mampu, penting dan berharga yang berpengaruh dalam
perilaku seseorang ( Frey dan Carlock, 1987 ). Sedangkan menurut
Coopersmith (1967) menyatakan bahwa harga diri merupakan evaluasi
yang dibuat oleh individu mengenai hal-hal yang berkaitan dengan dirinya
yang diekspresikan melalui suatu bentuk penilaian setuju dan
menunjukkan tingkat dimana individu meyakini drinya sebagai individu
yang mampu, penting dan berharga.
Menurut Stuart dan Sudden, 1998 karakteristik harga diri rendah
adalah mengkritiki diri sendiri, perasaan tidak mampu, perasaan measa
bersalah. Sedangkan harga diri tinggi adalah rendah hati, optimis,
bertanggung jawab, dan menyegerakan pekerjaan. Dari kedua karakteristik
tersebut, dapat ditarik sebuah garis bahwa dengan adanya kepercayaan diri
yang tinggi maka bisa jadi individu akan melaksanakan pekerjaanya
dengan baik.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi harga diri. Menurut
Coopersmith (1967), terdapat lima faktor yang mempengaruhi harga diri
yaitu:
1. Faktor Jenis Kelamin
Menurut Ancok dkk. (Dalam Ghufron, 2010) Wanita selalu
merasa harga dirinya lebih rendah daripada pria, seperti perasaan
kurang mampu, kepercayaan diri yang kurang mampu, atau merasa
harus di lindungi. Hal ini terjadi mungkin karena peran orang tua dan
harapan-harapan masyarakat yang berebeda-beda baik pada pria
maupun wanita. Pendapat tersebut sama dengan penelitian dari
Jeli Dwi Kurniawati110404010055 ( FE/ Manajemen ) Page 15
Coopersmith (1967) yang membuktikan bahwa harga diri wanita lebih
rendah daripada harga diri pria.
2. Inteligensi
Individu dengan harga diri yang tinggi akan mencapai prestasi
akademik yang tinggi daripada individu dengan harga diri yang
rendah. Dan individu yang memiliki harga diri yang tinggi memiliki
skor intelegensi yang lebih baik, taraf aspirasi yang lebih baik, dan
selalu berusaha keras.
3. Kondisi Fisik
Coopersmith (1967) menemukan adanya hubungan yang
konsisten antara daya tarik fisik dan tinggi badan dengan harga diri.
Individu dengan kondisi fisik yang menarik cenderung memiliki harga
diri yang lebih baik dibandingkan dengan kondisi fisik yang kurang
menarik. Begitu pula dengan remaja yang terlalu memikirkan masalah
ukuran dan bentuk tubuhnya. Mereka akan berusaha mati-matian untuk
bisa mempertahankan bentuk tubuh atau menurunkan berat badannya.
4. Lingkungan Keluarga
Coopersmith (1967) berpendapat bahwa perlakuan adil,
pemberian kesempatan untuk aktif dan mendidik yang demokratis akan
membuat anak mendapat harga diri yang tinggi. Orang tua yang sering
memberi hukuman dan larangan tanpa alasan dapat menyebabkan anak
merasa tidak berharga. Mereka yang berasal dari keluarga bahagia
akan memiliki harga diri tinggi karena mengalami perasaan nyaman
yang berasal dari penerimaan, cinta, dan tanggapan positif orang tua
mereka. Sedangkan pengabaian dan penolakan akan membuat mereka
secara otomatis merasa tidak berharga. Karena merasa tidak berharga,
diacuhkan dan tidak dihargai maka mereka akan mengalami perasaan
negatif terhadap dirinya sendiri.
5. Lingkungan Sosial
Klass dan Hodge (1978), (dalam Ghufron, 2010) berpendapat
bahwa pembentukan harga diri dimulai dari seseorang yang menyadari
Jeli Dwi Kurniawati110404010055 ( FE/ Manajemen ) Page 16
dirinya berharga atau tidak. Hal ini merupakan hasil dari proses
lingkungan, penghargaan, penerimaan, dan perlakuan orang lain
kepadanya. Termasuk penerimaan teman dekat (peer), mereka bahkan
mau untuk melepaskan prinsip diri mereka dan melakukan perbuatan
yang sama (conform) dengan teman dekat mereka agar bisa dianggap
‘sehati’ walaupun perbuatan itu adalah perbuatan yang negatif.
Sementara menurut Coopersmith (1967) ada beberapa ubahan dalam
harga diri yang dapat dijelaskan melalui konsep-konsep kesuksesan,
nilai, aspirasi dan mekanisme pertahanan diri. Kesuksesan tersebut
dapat timbul melalui pengalaman dalam lingkungan, kesuksesan dalam
bidang tertentu, kompetisi, dan nilai kebaikan.
Jeli Dwi Kurniawati110404010055 ( FE/ Manajemen ) Page 17
C. METODE PENELITIAN
Konsep Variable
Kepuasan kerja berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap
komitmen organisasional. Semakin tinggi kepuasan kerja, komitmen
organisasional akan semakin tinggi juga. Hal ini sesuai dengan hasil studi
yang dilakukan oleh Al-Aameri (2000) dan Wu & Norman (2005 dalam
Al Hussami, 2008) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang positif
antara kepuasan kerja dan komitmen organisasional. Ketika karyawan puas
dengan pekerjaan mereka, mereka melihat diri mereka sebagai bagian
integral dari organisasi, sehingga mereka akan mendedikasikan diri
mereka pada organisasi (Tanriverdi, 2008 dalam Gaur, 2009). Yang mana
komitmen organisasional yang tinggi akan berpengaruh tinggi juga
terhadap kinerja ( Dian Kristianto,Suharnomo, Intan Ratnawati, Undip ).
Adapun kepuasan kerja itu sendiri merupakan perasaan yang
menyenangkan sebagai hasil dari persepsi pekerjaannya memenuhi nilai-
nilai pekerjaan yang penting ( Noe, et.all, 2006 ).
Dari banyaknya faktor mengenai kepuasan kerja, penulis hanya
memillih tiga variable yang mungkin dapat mempengaruhi kepuasan kerja
karyawan. Yaitu iklim organisasi yang merupakan hal yang menyangkut
semua lingkungan yang ada atau yang dihadapi oleh manusia di dalam
suatu organisasi tempat mereka melakukan pekerjaannya ( Keith Davis ).
Kemudian variable selanjutnya adalah gaya kepemimpianan yang
merupakan suatu perwujudan tingkah laku dari seorang pemimpin, yang
menyangkut kemampuannya dalam memimpin yang mana perwujudan
tersebut biasanya membentuk suatu pola atau bentuk tertentu (Davis dan
Newstrom, 1995 ).
Dan variable terakhir adalah harga diri yang notabene adalah
penilaian individu terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa
seberapa jauh perilaku memenuhi ideal dirinya (Stuart dan Sundeen,
1991).
Jeli Dwi Kurniawati110404010055 ( FE/ Manajemen ) Page 18
Definisi Operasional Variable
Kepuasan kerja yang merupakan penilaian seorang karyawan
terhadap kesesuaian antara keinginan dengan hasil yang didapat.
Karyawan akan merasa puas bila tidak ada perbedaan antara yang
diharapkan dengan persepsinya atas kenyataan. Apabila yang didapat
ternyata lebih besar daripada yang diharapkan maka orang akan menjadi
lebih puas. Sebaliknya, semakin jauh kenyataan yang dirasakan oleh
karyawan hingga di bawah standar minimum, maka makin besar pula
ketidakpuasan seorang karyawan terhadap pekerjaan yang dilakukannya
(Munandar, 2001; Visser dan Coetzee, 2005).
Dimana faktor- faktor kepuasan kerja itu sendiri tidak terlepas dari
faktor psikologis, faktor sosial, faktor fisik, dan faktor finansial
( Munandar, 2001 ). Dari beberapa faktor tersebut, penulis memilih faktor
psikologis, sosial, dan fisik saja yang digunakan variable dalam penelitian
terhadap kepuasan kerja ini.
Salah satu contoh yang diteliti dari faktor fisik ini adalah gaya
kepemimpinan yang merupakan model kepemimpinan yang digunakan
seorang pimpinan terhadap karyawannya. Cara pemimpin dalam
mendelegasikan, mengevaluasi, bahkan berkomunikasi dengan
bawahannya.
Kemudian mengenai faktor sosial, contoh yang akan diteliti adalah
iklim organisasi. Yang mana suatu keadaan yang ada di organisasi.
Keadaan yang berhubungan dengan kondisi kerja yang menyangkut isu-
isu ditempat kerja, hubungan dengan rekan kerja, maupun keadaan kerja di
suatu waktu. Seperti yang kita tahu, tentu saja keadaan kerja yang
kondusif akan menjadi idaman bagi karyawan.
Dan yang terakhir adalah faktor psikologis, suatu faktor yang
bersifat abstrak dan tak terlihat. Adapun yang akan dioteliti dari faktor ini
adalah tentang harga diri. Harga diri yang disini adalah harga diri yang
berkaitan dengan penghargaan atas kerja seseorang. Dimana karyawan
senantiasa merasa mampu, berhasil, dan beharga. Seseorang yang
Jeli Dwi Kurniawati110404010055 ( FE/ Manajemen ) Page 19
mempunyai harga diri yang tinggi akan mempunyai kepercayaan yang
tinggi tethadap kemampuan yang dimiliki. Sehingga individu merasa
berguna bagi lingkungan sekitarnya.
Ketiga variable dependen tersebut akan digunakan sebagai kata
kunci dalam penelitian mengenai kepuasan kerja.
Sumber dan Jenis Data
Data bersumber dari karyawan PT. Yamaha Electronics
Manufacturing Indonesia yang terletak di Kawasan Industri PIER
Pasuruan.
Sedangkan jenis data yang dibutuhkan adalah kualitatif yakni
dalam bentuk kuisioner.
Teknik Pengambilan Data
Berdasarkan sistematika pembuatan skripsi, ada empat teknik
dalam pengambilan data, yaitu :
1. Dokumentasi ( kualitatif )
2. Observasi ( pengamatan )
3. Kuisioner
4. Interview/ wawancara
Maka sesuai dengan judul yang diangkat, penulis menggunakan
kuisioner dan interview dalam pengambilan data.
Adapun kuisioner akan diberikan kepada 50% responden dari
jumlah pekerja di PT. Yamaha Electronics Manufacturing Indonesia dan
interview pada beberapa staff dan leader produksi.
Teknik Analisis Data
Jeli Dwi Kurniawati110404010055 ( FE/ Manajemen ) Page 20
1. Metode Kualitatif
Analisis kualitatif yaitu suatu analisis di mana data yang
diperoleh dengan penelitian yang dilakukan dengan cara
penyebarean kuisioner ataupun wawancara. Dengan metode
penelitian yaitu deskriptif untuk melihat / menggambarkan
bagaimana kepuasan kerja dan motivasi kerja dalam upaya
mewujudkan kinerja karyawan pada perusahaan dengan
membandingkan keadaan yang sebenarnya terjadi.
2. Metode Kuantitatif
Yaitu dengan melakukan pengolahan data dengan
menggunakan rumus:
1. Analisa Regresi Berganda
Yaitu untuk mengukur seberapa jauh pengaruh
iklim organisasi, gaya kepemimpinan, dan harda diri
terhapad kepuasan kerja karyawan, dengan analisa
yang digunakan analisa regresi linear berganda dengan
menggunakan aplikasi SPSS, maka dapat dirumuskan
sebagai berikut :
Y = a + b1 . x1 + b2 . x2 + b3 . x3
Dimana :
Y = Kepuasan Kerja
a = Bilangan Konstanta
b1 = Koefisien regresi iklim organisasi
b2 = Koefisien regresi gaya kepemimpinan
b3 = Koefisien regresi harga diri
x1 = Iklim organisasi
x2 = Gaya kepemimpinan
x3 = harga diri
Jeli Dwi Kurniawati110404010055 ( FE/ Manajemen ) Page 21
2. Analisa Korelasi
Korelasi itu berarti hubungan, begitu pula analisis
korelasi yaitu suatu analisis yang digunakan untuk
melihat hubungan antara dua variable atau lebih,
Nugroho (2005). Uji korelasi tidak membedakan jenis
variabel (tidak ada variabel dependent maupun
independent). Digunakan untuk mengetahui keeratan
hubungan antara iklim organisasi, gaya kepemimpinan,
dan harga diri dengan kepuasan karyawan yang bisa
ditentukan dengan klasifikasi koefisien korelasi yang
digunakan dimana nilai korelasi dapat dikelompokkan
dalam Nugroho, (2005) sebagai berikut : 0,41 s/d 0,70
korelasi keeratan kuat, 0,71 s/d 0,90 sangat kuat dan
0,91 s/d 0,99 sangat kuat sekali dan jika 1 berarti
sempurna. Nilai koefisien korelasi diperoleh melalui
pengolahan data hasil kuisioner dengan menggunakan
program SPSS.
Jeli Dwi Kurniawati110404010055 ( FE/ Manajemen ) Page 22