doc deptresi

10
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Depresi 2.1.1. Definisi Depresi Depresi merupakan gangguan mental yang serius yang ditandai dengan perasaan sedih dan cemas. Gangguan ini biasanya akan menghilang dalam beberapa hari tetapi dapat juga berkelanjutan yang dapat mempengaruhi aktivitas sehari-hari (National Institute of Mental Health, 2010). Menurut WHO, depresi merupakan gangguan mental yang ditandai dengan munculnya gejala penurunan mood, kehilangan minat terhadap sesuatu, perasaan bersalah, gangguan tidur atau nafsu makan, kehilangan energi, dan penurunan konsentrasi (World Health Organization, 2010). 2.1.2. Epidemiologi Depresi Pada tahun 2009, American College Health Association-National College Health Assesment (ACHA-NCHA) melakukan penelitian terhadap mahasiswa/i dan mendapatkan ± 30% mahasiswa/i mengalami gangguan depresi (National Institute of Mental Health, 2010). Selain penelitian diatas, penelitian lain yang melibatkan 1,455 mahasiswa/i juga melaporkan bahwa gejala-gejala depresi muncul ketika memasuki awal tahun perkuliahan, 4 penyebab utama tersebut adalah masalah akademik, ekonomi, kesendirian, dan kesulitan dalam bersosialisasi (Furr, et al, 2001). Pada penelitian pada mahasiswa/i pada suatu universitas di Boston, dilaporkan bahwa 14% dari 701 mahasiswa/i menunjukkan gejala-gejala signifikan dari depresi, dan sebagian dari mereka berpotensi untuk mengalami gangguan depresi mayor (USA TODAY, 2001). Mahasiswa/i pada tahun pertama perkuliahan cenderung mengalami gangguan depresi mayor dilaporkan dari suatu penelitian di salah satu universitas Kanada. Pada penelitian tersebut dilaporkan 7%

Upload: sebastian-ivan-kristianto

Post on 12-Jan-2016

216 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Gangguan Depresi

TRANSCRIPT

Page 1: DOC Deptresi

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Depresi

2.1.1. Definisi Depresi

Depresi merupakan gangguan mental yang serius yang ditandai dengan

perasaan sedih dan cemas. Gangguan ini biasanya akan menghilang dalam

beberapa hari tetapi dapat juga berkelanjutan yang dapat mempengaruhi

aktivitas sehari-hari (National Institute of Mental Health, 2010).

Menurut WHO, depresi merupakan gangguan mental yang ditandai dengan

munculnya gejala penurunan mood, kehilangan minat terhadap sesuatu,

perasaan bersalah, gangguan tidur atau nafsu makan, kehilangan energi, dan

penurunan konsentrasi (World Health Organization, 2010).

2.1.2. Epidemiologi Depresi

Pada tahun 2009, American College Health Association-National College Health

Assesment (ACHA-NCHA) melakukan penelitian terhadap mahasiswa/i dan

mendapatkan ± 30% mahasiswa/i mengalami gangguan depresi (National

Institute of Mental Health, 2010). Selain penelitian diatas, penelitian lain yang

melibatkan 1,455 mahasiswa/i juga melaporkan bahwa gejala-gejala depresi

muncul ketika memasuki awal tahun perkuliahan, 4 penyebab utama tersebut

adalah masalah akademik, ekonomi, kesendirian, dan kesulitan dalam

bersosialisasi (Furr, et al, 2001).

Pada penelitian pada mahasiswa/i pada suatu universitas di Boston, dilaporkan

bahwa 14% dari 701 mahasiswa/i menunjukkan gejala-gejala signifikan dari

depresi, dan sebagian dari mereka berpotensi untuk mengalami gangguan

depresi mayor (USA TODAY, 2001).

Mahasiswa/i pada tahun pertama perkuliahan cenderung mengalami gangguan

depresi mayor dilaporkan dari suatu penelitian di salah satu universitas Kanada.

Pada penelitian tersebut dilaporkan 7% mahasiswa dan 14% mahasiswi

memiliki kriteria-kriteria yang sesuai dengan gangguan depresi mayor (Price et

al, 2006).

Page 2: DOC Deptresi

2.1.3. Etiologi dan Klasifikasi Depresi

2.13.1. Etiologi

1. Faktor biologis

Banyak penelitian menjelaskan adanya abnormalitas biologis pada pasien-

pasien dengan gangguan mood. Pada penelitian akhir-akhir ini, monoamine

neurotransmitter seperti norephinefrin, dopamin, serotonin, dan histamin

merupakan teori utama yang menyebabkan gangguan mood (Kaplan, et al,

2010).

2. Biogenic amines

Norephinefrin dan serotonin merupakan dua neurotransmitter yang paling

berperan dalam patofisiologi gangguan mood.

2.1. Norephinefrin

Hubungan norephinefrin dengan gangguan depresi berdasarkan penelitian

dikatakan bahwa penurunan regulasi atau penurunan sensitivitas dari reseptor

α2 adrenergik dan penurunan respon terhadap antidepressan berperan dalam

terjadinya gangguan depresi (Kaplan, et al, 2010).

2.2. Serotonin

Penurunan jumlah dari serotonin dapat mencetuskan terjadinya gangguan

depres, dan beberapa pasien dengan percobaan bunuh diri atau megakhiri

hidupnya mempunyai kadar cairan cerebrospinal yang mengandung kadar

serotonin yang rendah dan konsentrasi rendah dari uptake serotonin pada

platelet (Kaplan, et al, 2010).

Penggunaan obat-obatan yang bersifat serotonergik pada pengobatan depresi

dan efektifitas dari obat-obatan tersebut menunjukkan bahwa adanya suatu

teori yang berkaitan antara gangguan depresi dengan kadar serotonin

(Rottenberg, 2010).

3. Gangguan neurotransmitter lainnya

Page 3: DOC Deptresi

Ach ditemukan pada neuron-neuron yang terdistribusi secara menyebar pada

korteks cerebrum. Pada neuron-neuron yang bersifat kolinergik terdapat

hubungan yang interaktif terhadap semua sistem yang mengatur monoamine

neurotransmitter. Kadar choline yang abnormal yang dimana merupakan

prekursor untuk pembentukan Ach ditemukan abnormal pada pasien-pasien

yang menderita gangguan depresi (Kaplan, et al, 2010).

4. Faktor neuroendokrin

Hormon telah lama diperkirakan mempunyai peranan penting dalam gangguan

mood, terutama gangguan depresi. Sistem neuroendokrin meregulasi hormon-

hormon penting yang berperan dalam gangguan mood, yang akan

mempengaruhi fungsi dasar, seperti : gangguan tidur, makan, seksual, dan

ketidakmampuan dalam mengungkapkan perasaan senang. 3 komponen

penting dalam sistem neuroendokrin yaitu : hipotalamus, kelenjar pituitari, dan

korteks adrenal yang bekerja sama dalam feedback biologis yang secara penuh

berkoneksi dengan sistem limbik dan korteks serebral (Kaplan, et al, 2010).

5. Abnormalitas otak

Studi neuroimaging, menggunakan computerized tomography (CT) scan,

positron-emission tomography (PET), dan magnetic resonance imaging (MRI)

telah menemukan abnormalitas pada 4 area otak pada individu dengan

gangguan mood. Area-area tersebut adalah korteks prefrontal, hippocampus,

korteks cingulate anterior, dan amygdala. Adanya reduksi dari aktivitas

metabolik dan reduksi volume dari gray matter pada korteks prefrontal, secara

partikular pada bagian kiri, ditemukan pada individu dengan depresi berat atau

gangguan bipolar (Kaplan, et al, 2010).

2.1.3.2. Klasifikasi Depresi

Gangguan depresi terdiri dari berbagai jenis, yaitu:

1. Gangguan depresi mayor

Gejala-gejala dari gangguan depresi mayor berupa perubahan dari

nafsu makan dan berat badan, perubahan pola tidur dan aktivitas, kekurangan

energi, perasaan bersalah, dan pikiran untuk bunuh diri yang berlangsung

setidaknya ± 2 minggu (Kaplan, et al, 2010).

Page 4: DOC Deptresi

2. Gangguan dysthmic

Dysthmia bersifat ringan tetapi kronis (berlangsung lama). Gejala-

gejala dysthmia berlangsung lama dari gangguan depresi mayor yaitu selama 2

tahun atau lebih. Dysthmia bersifat lebih berat dibandingkan dengan gangguan

depresi mayor, tetapi individu dengan gangguan ini masi dapat berinteraksi

dengan aktivitas sehari-harinya (National Institute of Mental Health, 2010).

3. Gangguan depresi minor

Gejala-gejala dari depresi minor mirip dengan gangguan depresi

mayor dan dysthmia, tetapi gangguan ini bersifat lebih ringan dan atau

berlangsung lebih singkat (National Institute of Mental Health, 2010).

Tipe-tipe lain dari gangguan depresi adalah:

4. Gangguan depresi psikotik

Gangguan depresi berat yang ditandai dengan gejala-gejala,

seperti: halusinasi dan delusi (National Institute of Mental Health, 2010).

5. Gangguan depresi musiman

Gangguan depresi yang muncul pada saat musim dingin dan menghilang pada

musi semi dan musim panas (National Institute of Mental Health, 2010).

2.1.4.Faktor Resiko Depresi

1. Jenis Kelamin

Secara umum dikatakan bahwa gangguan depresi lebih sering terjadi pada

wanita dibandingkan pada pria. Pendapat-pendapat yang berkembang

mengatakan bahwa perbedaan dari kadar hormonal wanita dan pria, perbedaan

faktor psikososial berperan penting dalam gangguan depresi mayor ini (Kaplan,

et al, 2010).

Sebuah diskusi panel yang diselenggarakan oleh American Psychological

Association (APA) menyatakan bahwa perbedaan gender sebagian besar

disebabkan oleh lebih banyaknya jumlah stres yang dihadapi wanita dalam

kehidupan kontemporer (Goleman et al, (1990) dalam Nevid et al (2005)).

Page 5: DOC Deptresi

2. Umur

Depresi dapat terjadi dari berbagai kalangan umur. Serkitar 7,8% dari setiap

populasi mengalami gangguan mood dalam hidup mereka dan 3,7% mengalami

gangguan mood sebelumnya. (Weissman et al, (1991) dalam Barlow (1995)).

Depresi mayor umumnya berkembang pada masa dewasa muda, dengan usia

rata-rata onsetnya adalah pertengahan 20 (APA, (2000) dalam Nevid et al,

(2005)). Namun gangguan tersebut dapat dialami bahkan oleh anak kecil, meski

hingga usia 14 tahun resikonya sangat rendah (Lewinsohn, et al, (1986), Nevid

et al, (2005)).

3. Faktor Sosial-Ekonomi dan Budaya

Tidak ada suatu hubungan antara faktor sosial-ekonomi dan gangguan depresi

mayor, tetapi insiden dari gangguan Bipolar I lebih tinggi ditemukan pada

kelompok sosial-ekonomi yang rendah (Kaplan, et al, 2010). Dari faktor budaya

tidak ada seorang pun mengetahui mengapa depresi telah mengalami

peningkatan di banyak budaya, namun spekulasinya berfokus pada perubahan

sosial dan lingkungan, seperti meningkatnya disintegrasi keluarga karena

relokasi, pemaparan terhadap perang, dan konflik internal, serta meningkatnya

angka

kriminal yang disertai kekerasan, seiring dengan kemungkinan pemaparan

terhadap racun atau virus di lingkungan yang dapat mempengaruhi kesehatan

mental maupun fisik (Cross National Colaborative Group, (1992) dalam Nevid et

al, (2003)).

2.1.5. Patofisiologi Depresi

Depresi dan gangguan mood melibatkan berbagai faktor yang saling

mempengaruhi. Konsisten dengan model diatesis-stres, depresi dapat

merefleksikan antara faktor-faktor biologis (seperti faktor genetis,

ketidakteraturan neurotransmitter, atau abnormalitas otak), faktor psikologis

(seperti distorsi kognitif atau ketidakberdayaan yang dipelajari), serta stressor

sosial dan lingkungan (sepreti perceraian atau kehilangan pekerjaan).

2.1.6. Gejala Klinis Depresi

Gejala-gejala dari gangguan depresi sangat bervariasi, gejala-gejala tersebut

Page 6: DOC Deptresi

adalah: 1. Merasa sedih&bersalah 4. Merasa tidak berguna dan gelisah 2.

Merasa cemas&kosong 5. Merasa mudah tersinggung 3.Merasa tidak ada

harapan 6. Merasa tidak ada yang perduli

Selain gejala-gejala diatas, gejala-gejala lain yang dikeluhkan adalah:

1.Hilangnya ketertarikan terhadap sesuatu atau aktivitas yang dijalani 2.

Kekurangan energi dan adanya pikiran untuk bunuh diri 3. Gangguan

berkonsentrasi, mengingat informasi,dan membuat keputusan 4. Gangguan

tidur, tidak dapat tidur atau tidur terlalu sering 5. Kehilangan nafsu makan atau

makan terlalu banyak 7. Nyeri kepala, sakit kepala, keram perut, dan gangguan

pencernaan (National Institute of Mental Health, 2010)

Tingkat depresi dibagi menjadi 5 tingkat, yang akan dijelaskan di bawah ini: 1.

Gangguan mood ringan dan depresi sedang ditandai dengan gejala depresi

berkepanjangan setidaknya 2 tahun tanpa episode depresi utama. Untuk dapat

diagnosis depresi ringan-sedang seseorang harus harus menunjukkan perasaan

depresi ditambah setidaknya dua lainnya suasana hati yang berhubungan

dengan gejala. 2. Batas depresi borderline ditandai dengan gejala perasaan

depresi yang berkepanjangan disertai perasaan depresi lebih dari dua suasana

hati yang berhubungan dengan gejala. 3. Depresi berat ditandai dengan gejala

depresi utama selama 2 minggu atau lebih. Untuk dapat didiagnosis depresi

berat harus mengalami 1 atau 2 dari total 5 gejala depresi utama. 4. Depresi

ekstrim ditandai dengan gejala depresi utama yang berkepanjangan. Untuk

dapat diagnosis depresi ekstrim mengalami lebih dari 2 dari total 5 gejala

depresi utama.

2.1.7. Diagnosis Depresi

Beck Depression Inventory dibuat oleh dr.Aaron T. Beck, BDI merupakan salah

satu instrumen yang paling sering digunakan untuk mengukur derajat

keparahan depresi.

Para responden akan mengisi 21 pertanyaan, setiap pertanyaan memiliki skor 1

s/d 3, setelah responden menjawab semua pertanyaan kita dapat

menjumlahkan skor tersebut, Skor tertinggi adalah 63 jika responden mengisi 3

poin keseluruhan pertanyaan. Skor terendah adalah 0 jika responden mengisi

poin 0 pada keseluruhan pertanyaan. Total dari keseluruhan akan menjelaskan

derajat keparahan yang akan dijelaskan di bawah ini.

Page 7: DOC Deptresi

1-10 = normal

11-16 = gangguan mood ringan

17-20 = batas depresi borderline

21-30 = depresi sedang

31-40 = depresi berat

>40 = depresi ekstrim

2.1.8. Pengobatan

- Pengobatan secara biologis

1. Tricyclic Antidepressants

Obat ini membantu mengurangi gejala-gejala depresi

dengan mekanisme mencegah reuptake dari norephinefrin dan serotonin di

sinaps atau dengan cara megubah reseptor-reseptor dari neurotransmitter

norephinefrin dan seroonin. Obat ini sangat efektif, terutama dalam mengobati

gejala-gejala akut dari depresi sekitar 60% pada individu yang mengalami

depresi. Tricyclic antidepressants yang sering digunakan adalah imipramine,

amitryiptilene, dan desipramine (Reus V.I., 2004).

2. Monoamine Oxidase Inhibitors

Obat lini kedua dalam mengobati gangguan depresi mayor adalah Monoamine

Oxidase Inhibitors. MAO Inhibitors menigkatkan ketersediaan neurotransmitter

dengan cara menghambat aksi dari Monoamine Oxidase, suatu enzim yang

normalnya akan melemahkan atau mengurangi neurotransmitter dalam

sambungan sinaptik (Greene, 2005).

MAOIs sama efektifnya dengan Tricyclic Antidepressants tetapi lebih jarang

digunakan karena secara potensial lebih berbahaya (Reus V.I., 2004).

3. Selective Serotonine Reuptake Inhibitors and Related Drugs Obat ini

mempunyai struktur yang hampir sama dengan Tricyclic Antidepressants, tetapi

SSRI mempunyai efek yang lebih langsung dalam mempengaruhi kadar

serotonin. Pertama SSRI lebih cepat mengobati gangguan depresi mayor

dibandingkan dengan obat lainnya. Pasien-pasien yang menggunakan obat ini

Page 8: DOC Deptresi

akan mendapatkan efek yang signifikan dalam penyembuhan dengan obat ini.

Kedua, SSRI juga mempunyai efek samping yang lebih sedikit dibandingkan

dengan obat-obatan lainnya. Ketiga, obat ini tidak bersifat fatal apabila

overdosis dan lebih aman digunakan dibandingkan dengan obat-obatan lainnya.

Dan yang keempat SSRI juga efektif dalam pengobatan gangguan depresi

mayor yang disertai dengan gangguan lainnya seperti: gangguan panik, binge

eating, gejala-gejala pramenstrual (Reus, V.I., 2004).

4. Terapi Elektrokonvulsan

Terapi ini merupakan terapi yang paling kontroversial dari pengobatan biologis.

ECT bekerja dengan aktivitas listrik yang akan dialirkan pada otak. Elektroda-

elektroda metal akan ditempelkan pada bagian kepala, dan diberikan tegangan

sekitar 70 sampai 130 volt dan dialirkan pada otak sekitarsatu setengah menit.

ECT paling sering digunakan pada pasien dengan gangguan

depresi yang tidak dapat sembuh dengan obat-obatan, dan ECT ini mengobati

gangguan depresi sekitar 50%-60% individu yang mengalami gangguan depresi

(Reus, V.I., 2004).

- Pengobatan secara psikologikal

1. Terapi Kognitif

Terapi kognitif merupakan terapi aktif, langsung, dan time

limited yang berfokus pada penanganan struktur mental seorang pasien.

Struktur mental tersebut terdiri ; cognitive triad, cognitive schemas, dan

cognitive errors (C. Daley, 2001).

2. Terapi Perilaku

Terapi perilaku adalah terapi yang digunakan pada pasien

dengan gangguan depresi dengan cara membantu pasien untuk mengubah

cara pikir dalam berinteraksi denga lingkungan sekitar dan orang-orang sekitar.

Terapi perilaku dilakukan dalam jangka waktu yang singkat, sekitar 12 minggu

(Reus, V.I., 2004).

Page 9: DOC Deptresi

3. Terapi Interpersonal

Terapi ini didasari oleh hal-hal yang mempengaruhi

hubungan interpersonal seorang individu, yang dapat memicu terjadinya

gangguan mood (Barnett & Gotlib, 1998: Coyne, 1976).

Terapi ini berfungsi untuk mengetahui stressor pada pasien yang mengalami

gangguan, dan para terapis dan pasien saling bekerja sama untuk menangani

masalah interpersonal tersebut (Barlow, 1995).

2.1.9. Pencegahan Depresi

Akibat banyaknya dampak buruk yang disebabkan oleh gangguan depresi maka

dibuat suatu pencegahan dalam menangani gangguan depresi pada individu-

individu sebelu mereka mengalami gangguan depresi tersebut. Beberapa

penelitian menerapkan terapi kognitif perilaku dan terapi interpersonal yang

dimana dapat mencegah onset awal dari terjadinya gangguan depresi pada

individu-individu yang mempunyai faktor resiko tinggi untuk mengalami

gangguan depresi; sebagai contoh: terapi kognitif-perilaku dapat digunakan

untuk mencegah gangguan depresi pada individu-individu dengan pendapatan

yang rendah, yang terpapar dengan stressor-stressor yang ada.

Penelitian yang menjelaskan gangguan depresi terjadi pertama kali pada masa

remaja telah meyakinkan para peneliti untukk melakukan pencegahan awal

pada anak remaja yang mempunyai faktor resiko tinggi untuk mengalami

gangguan depresi. Sebagai contohnya anak remaja yang sudah menunjukkan

gejala-gejala depresi ringan – sedang secara acak mendapatkan terapi

kognotof-perilaku dan control group. Para remaja mendapatkan terapi kognitif-

perilaku sebanyak 15 sesi dalam suatu kelompok-kelompok kecil setelah kam

sekolah atau perkuliahan selesai. Terapi ini berfungsi untuk membantu mereka

menangani cara berpikir mereka yang negatif dan untuk mempelajari cara

belajar yang efektif (Reus V.I., 2004).