dispesia+dan+diare+anamnesis+(1)
DESCRIPTION
vghkTRANSCRIPT
DISKUSI KASUS
Diare dan Dispepsia
Disusun Oleh :
Indra Mahardika Pambudy
A.Sonia
Ranti Pratiwi P
Nur Muhamad Karim
Rizkina Inayya
Marsya Maryami N
Dimas Putra Asmoro
MODUL PRAKTEK KEPANITERAAN KLINIK
ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
JAKARTA
2013
BAB I
ILUSTRASI KASUS
Identitas Pasien
Nama : Ny. Y
Usia : 56 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Rawa bebek, kota baru
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status : Menikah
Pasien masuk ke ruang rawat Rumah Sakit Persahabatan 24/3/2013
Anamnesis
Keluhan Utama
Muntah dan diare sejak 1 hari SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak 1 bulan SMRS pasien merasakan nyeri pada perut bagian atas. Nyeri
dirasakan hilang timbul tidak dipengaruhi aktivitas. Nyeri dirasakan seperti diremas-
remas, tidak menjalar, pasien hanya mengobati dengan minyak angin, keluhan dada
seperti terbakar tidak ada. Pasien juga mengeluh mual namun tidak disertai muntah.
Demam disangkal, penurunan nafsu makan tidak ada. Keluhan batuk dan pilek
disangkal. Buang air besar tidak ada keluhan, konstipasi ataupun cair disangkal.
Buang aik kecil tidak ada keluhan. Pasien kemudian berobat ke RS diberikan obat
(pasien lupa nama obatnya) keluhan sedikit berkurang, namun masih terdapat rasa
mual.
Sejak 1 hari SMRS, pasien merasakan keluhan nyeri pada perut yang semakin
memberat yang disertai mual dan muntah. Nyeri dirasakan hilang timbul, seperti
diremas. Muntah berupa cairan berwarna coklat kehitaman, dengan frekuensi lebih
dari 4 kali per hari, tiap muntah sebanyak 125 cc, riwayat makan buah bit, coklat es
krim sebelumnya disangkal, keluhan nyeri dada disangkal. Pasien kesulitan makan
karena mual dan muntah. Pasien juga mengeluhkan diare dengan BAB cair, disertai
darah dan lender. Frekuensi BAB sebanyak 5 kali per hari, Bau tidak disadari pasien.
Nyeri saat BAB tidak ada. Terdapat penuruan berat badan. Demam, batuk dan pilek
disangkal. Riwayat makan berasal dari luar rumah tidak ada. Pasien minum
menggunakan air PAM, riwayat anggota keluarga atau tetangga yang memiliki
keluhan serupa tidak ada. Buang air kecil jernih, tidak nyeri, frekuensi per hari 3x.
pasien masih dapat minum. Riwayat mengkonsumsi obat penghilang nyeri yang lama
tidak ada. Saat ini keluhan muntah tidak ada, keluhan mual masih ada. Keluhan BAB
berdarah sudah tidak ada, frekuensi 2x/hari.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien didiagnosis hipertensi sejak 5 tahun yang lalu, namun pasien tidak rutin
mengkonsumsi obat
Keluhan muntah berwarna coklat sebelumnya tidak ada, BAB berdarah
sebelumnya tidak ada
DM (-), sakit liver (-), sakit ginjal (-), sakit kuning (-), sakit jantung (-), sakit paru-
paru (-), pengunaan obat yang membuat kencing merah (-), asma (-), alergi (-)
Riwayat Penyakit Keluarga
Diabetes mellitus (-), hipertensi (-), alergi (-), Sakit ginjal (-), sakit jantung (-),
sakit liver (-) sakit kuning (-)
Keluhan diare dan muntah di keluarga tidak ada
Riwayat Sosial dan Kebiasaan
Pasien seorang ibu rumah tangga dengan 3 orang anak, pasien tinggal bersama anak
pasien, suami pasien meninggal 3 tahun yang lalu. Pasien tinggal di pemukiman padat
penduduk, pembayaran menggunakan KJS.
Pemeriksaan Fisik
Tanggal 25 Maret 2013
Tanda Vital
Compos mentis, tampak sakit sedang
TD 140/80 mmHg
Frek nadi 88x/menit, reguler, isi cukup
Frek nafas 18x/menit, reguler
Suhu 36,8°C
TB 150 cm
BB 48 kg
BMI 21,3 kg/m2
Status Generalis
Kepala : Normocefal, deformitas (-)
Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut
Mata : konjungtiva pucat (-/-) sklera ikterik (-/-), mata cekung disangkal
Telinga : deformitas (-) hiperemis (-) nyeri tekan (-)
Hidung : deformitas (-) nyeri tekan (-) sekret (-)
Tenggorokan : arkus faring simetris, tonsil T1-T1, hiperemis (-)
Gigi dan mulut : Oral hygiene baik, terdapat caries
Leher : trakea di tengah, JVP 5-2 cmH2O, KGB tidak teraba
Paru
Inspeksi : simetris statis-dinamis
Palpasi : fremitus kanan = kiri
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : vesikuler +/+ ronki -/-, wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba satu jari medial di linea midclavicula sinistra, sela
iga V
Perkusi : batas kiri di linea midclavicula sinistra, sela iga V; batas kanan di
linea sternalis dekstra sela iga IV
Auskultasi : S1 S2 normal, murmur -/- gallop -/-
Abdomen
Inspeksi : datar, lemas, venektasi (-), spider nevi (-)
Palpasi : lemas, nyeri tekan (-), hepar/limpa tidak teraba, turgor baik
Perkusi : timpani, shifting dullness (-)
Auskultasi : bising usus (+) 5x/menit
Ekst : akral hangat, edema tidak ada, palmar eritema tidak ada, CRT <2’’
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium 25/03/2013
Hb 14 / Ht 40% / Eri 453.000 / Leu 13.840 / Trombosit 206.000
MCV 98,7 / MCH 30,9 / MCHC 34,9
Diff count 0,1 / 0 / 92.4 / 4,1 / 3,4
GDS 113
Analisa feses
Warna : Kuning
Konsistensi : Lembek
Lendir : Positif
Nanah : Negatif
Darah : Negatif
Darah samar feses : negatif
Leukosit : 10-15/Lpb
Eritrosit : 0-2/Lpb
Telur Cacing : Negatif
Amoeba : positif
Urinalisis
Warna : kuning
Kejernihan : jernih
pH : 7
Protein urin : (+)
Glukosa urin : (-)
Keton urin : (-)
Bilirubin : (-)
Urobilinogen : (-)
Nitrit urin : (-)
Darah samar : (-)
LE : (-)
Ringkasan
Wanita, 56 tahun dating dengan keluhan utama muntah dan diare sejak 1 hari SMRS.
Muntah berisi mekanan, frekuensi >4 kali dengan tiap muntah sebanyak 125cc. Pasien
kesulitan makan karena mual, Pasein mengalami diare disertai darah dan lendir.
Pasien masih dapat minu,. Sejak 5 thn yang lalu pasien didiagnosis hipertensi, namun
tidak teratur minum onat. Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan baik, dari
labtoratorium didapatkan analisa feses amoeba (+).
Daftar masalah
1. Diare akut tanpa dehidrasi e.c amebiases
2. Sindroma dyspepsia dengan riwayat hematemesis
3. Hipertensi grade I belum terkontrol
Pengkajian
1. Diare akut tanpa dehidrasi e.c amebiasis
Atas dasar, sejak 1 hari SMRS pasien mengalami muntah berisi cairan dengan
frekuensi >4kali dan diare yang disertai darah dan lender, dengan frekuensi 5
kali/hari. Pasien tidak bias makan, namun masih dapat minum. Frekuensi
BAK 3 kali per hari.
Pemeriksaan darah perifer lengkap didapat leukositosis dan analisis feses
didapatkan leukosit 10-15/Lpb, amoeba positif.
Dipikirkan diare akut tanpa dehidrasi e.c amebiasis
Rencana diagnosis: observasi, cek DPL ulang
Rencana tatalaksana: Metronidazole 3x 500 mg hari ke 1
IVFD NaCl 500cc/2 jam
2. Sindroma dyspepsia dengan riwayat hematemesis
Atas dasar, sejak 1 bulan SMRS pasien merasakan nyeri diperut bagian atas
hilang timbul, mual (+). Sejak 1 hari SMRS pasien mengeluh adanya nyeri
perut, mual dan muntah berupa cairan berwarna coklat, frekuensi lebih dari 4
kali per hari, tiap muntah sebanyak 125 cc, riwayat makan buah bit, coklat es
krim sebelumnya disangkal, keluhan nyeri dada disangkal.
Dipikirkan pasien mengalami sindroma dyspepsia dengan riwayat
hematemesis
Rencana diagnosis: Esophagogastroduodenoscopy, cek DPL ulang
Rencana tatalaksana: domperidone 3x10 mg
Sulcrafate 4xCI
Diet Lunak 1800 kkal
3. Hipertensi grade I belum terkontrol
Atas dasar, sejak 5 tahun yang lalu pasien didiagnosis hipertensi namun pasien
tidak rutin kontrol dan mengkonsumsi obat hipertensi. Dari pemeriksaan fisik
didapatkan TB 140/80 mmHg, sehingga dipikirkan pasien mengalamai
Hipertensi grade I belum terkontrol
Rencana diagnosis: observasi tekanan darah
Rencana tatalaksana : Captopril 2x12,5 mg
Prognosis:
Ad vitam : Bonam
Ad functionam : Bonam
Ad sanactionam : Bonam
Kesimpulan
Wanita, 59 tahun hari perawatan ke 2 dengan diare akut tanpa dehidrasi e.c amebiasis,
sindroma dyspepsia, hipertensi grade I belum terkontrol. Pasien sudah diobati dengan
metronidazole 3x 500 mg, domperidone 3x10 mg, sulcrafate 4xCI, captopril 2x 12,5
mg.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Diare
1.1 Definisi
Diare adalah buang air besar dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair
(setengah padat), dengan kandungan air tinja lebih banyak dari 200 gram atau 200
ml/24 jam. Definisi lainnya, buang air besar encer lebih dari 3 kali perhari dengan
atau tanpa lendir dan darah.1
Diare akut menurut WHO 2005 adalah pasase tinja yang cair atau lembek dengan
jumlah lebih banyak dari normal, berlangsung kurang dari 14 hari. Diare kronik
adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari. Diare persisten adalah diare yang
berlangsung 15-30 hari yang merupakan kelanjutan dari diare akut (peralihan ke diare
kronik bila diare kronik yang berlangsung lebih dari 30 hari). Diare organic adalah
bila ditemukan penyebab anatomic, bakteriologik, hormonal atau toksikologik. Diare
fungsional bila tidak ditemukan penyebab organic.1
1.2 Klasifikasi
Diare diklasifikasikan berdasarkan beberapa macam. Pertama, berdasarkan lama
waktu diare: akut atau kronik. Kedua, mekanisme patofisiologi: osmotic atau
sekretorik. Ketiga, berat ringannya diare: kecil atau besar. Keempat, penyebab infeksi:
infektif atau non infektif. Kelima, penyebab organic: organic atau fungsional.1
1.3 Etiologi
Diare akut disebabkan oleh banyak penyebab. Etiologi diare akut menurut guideline
WGO mengenai diare akut tahun 20082
Penyebab diare menurut WHO 2005, etiologi diare akut dibagi menjadi bakteri,
virus, parasite dan non infeksi.1
1.4 Patofisiologi Tabel 1. Etiologi diare akut1
Gambar 1. Etiologi diare akut.
Beberapa mekanisme diare adalah sebagai berikut: osmolaritas intraluminal
yang meninggi atau diare osmotic, sekresi cairan dan eloktrolit yang meninggi atau
diare sekretorik, malabsorbsi asam empedu dan lemak, defek system pertukaran
anion/transport elektrolit aktif di enterosit, motilitas dan waktu transit usus abnormal,
gangguan permeabilitas usus, inflamasi dinding usus atau diare infeksi.
Diare osmotic disebabkan oleh meningkatnya tekanan osmotic intralumen dari
usus halus yang disebabkan obat-obat zat kimia yang hiperosmotik, malabsorbsi atau
defek dalam absorbs mukosa usus halus contohnya pada defisiensi disararidase dan
malabsorbsi glukosa.
Diare sekretorik diebabkan meningkatnya sekresi air dan elektrolit dari usus,
menurunnya absorbsi. Diare ini akan tetap berlangsung walaupun dilakukan puasa
makan atau minum. Penyebab diare ini adalah infeksi enterotoksin Vibrio cholera
atau Escherchia coli, efek obat laksatif dioctyl sodium sulfosuksinat.
Defek system pertukaran anion/transport elektrolit aktif di enterosit: diare tipe
ini disebabkan adanya hambatan mekanisme transport aktif Na+K+ ATPase di
enterosit dan absorbs Na+ dan air yang abnormal. Inflamasi dinding usus disebabkan
kerusakan mukosa usus karena proses inflamasi, sehingga terjadi produksi mucus
yang berlebihan dan eksudasi air dan elektrolit kedalam lumen. Diare dengan infeksi
merupakan hal tersering dari diare. Bakteri non invasif menyebabkan diare karena
produksi dari toxin yang disekresi bakteri tersebut (diare toksigenik). Contoh diare
tersebut kolera. Enterotoksin yang dihasilkan oleh Vibrio cholera merupakan protein
yang dapat menempel pada epitel usus, kemudian membentuk adenosine monofosfat
siklik (AMF siklik) di dinding usus dan menyebabkan sekresi aktif anion klorida yang
diikuti air, ion bikarbonat dan kation natrium dan kalium, mekanisme absorpsi ion
natrium tidak terganggu karena itu keluarnya ion klorida dapat dikompensasi oleh
meningginya absorpsi ion natrium.
1.5 Diagnosis
Anamnesis
Pasien datang dengan keluhan diare kurang dari 15 hari. Pasien diare akut
infektif dating dengan keluhan khas nausea, muntah, nyeri abdomen, demam, dan
tinja yang sering, bisa berupa air, malabsorbsi atau berdarah tergantung pathogen
yang spesifik. Pasien yang mengalami infeksi toksigenik secara khas akan mengalami
nausea dan muntah sebagai gejala prominen bersamaan dengan diare air tetapi jarang
mengalami demam. Muntah yang mulai beberapa jam dari masuknya makanan
mengarahkan kita pada keracunan makanan karena toksin yang dihasilkan. Diare air
adalah gejala tipikal dari organisme yang menginvasi epitel usus dengan inflamasi
minimal seperti virus enteric atau organisme uang menempel tetapi tidak
menghancurkan epitel seperti enteropatogenik E.coli, protozoa, dan helminthes. 1,3
Tabel 2. Korelasi antara patogenesis dengan gejala diare3
Dehidrasi dapat timbul bila diare berat dan asupan oral terbatas karena mual dan
muntah, dehidrasi bermanifestasi dengan rasa haus yang meningkat, berkurangnya
jumlah air kecil dengan warna urin gelap, tidak mampu berkeringat, dan perubahan
ortostatik. Pada keaadan berat dapat mengarah ke gagal ginjal akut dan perubahan
status jiwa seperti kebingunan dan pusing kepala.1,3
Pemeriksaan Fisik
Status volume dinilai dengan memperhatikan perubahan ortostatik pada tekanan
darah dan nadi, temperature tubuh dan tanda toksisitas. Pemeriksaan abdomen dengan
melihat adanya dan kualitas bunyi usus dan adanya distensi abdomen serta nyeri
tekan.1
Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan yang dibutuhkan seperti pemeriksaan darah tepi lengkap
(hemoglobin, hematocrit, leukosit, hitung jenis leukosit), kadar elektrolit serum,
ureum dan kreatinin, pemeriksaan tinja dan pemeriksaan ELISA. Pasien dengan
infeksi virus memiliki jumlah leukosit yang normal atau limfositosis. Pasien dengan
infeksi bakteri invasif ke mukosa memiliki leukositosis dengan kelebihan darah putih
muda. Neutropenia dapat muncul karena salmonellosis. 1
Ureun dan kreatinin diperiksa untuk memeriksa adanya kekurangan volume
cairan dan mineral tubuh. Pemeriksaan tinja dilakukan untuk melihat adanya leukosit
Tabel 3. Gejala yang timbul karena infeksi2
dalam tinja yang menunjukkan adanya infeksi bakteri adanya telur cacing dan parasite
dewasa. 1
Pasien yang telah mendapatkna pengobatan antibiotic dalam 3 bulan
sebelumnya atau yang mengalami diare di rumah sakit sebaiknya diperiksa tinja untuk
pengukuran toksin Clostridium difficile. Retoskopi atau sigmoideksopi perlu
dipertimbangkan pada pasien-pasien yang toksik, pasien dengan diare berdarah atau
pasien dengan diare akut perisisten. Pada pasien AIDS dengan diare, kolonoskopi
dipertimbangkan karena kemungkinan penyebab infeksi atau limfoma didaerah kolon
kanan. 1
1.6
Dehidrasi Derajat dehidrasi berdasarkan klinisnya dibagi menjadi:1
1 Dehidrasi ringan (hilang cairan 2-5% BB)
Gambaran klinisnya turgor kurang, suara serak, pasien belum jatuh dalam
presyok
Gambar 2. Algoritma diare akut3
2 Dehidrasi sedang (hilang cairan 5-8% BB)
Turgor buruk, suara serak, pasien jatuh dalam presyok atau syok, nadi cepat,
napas cepat dan dalam
3 Dehidrasi berat (hilang cairan 8-10% BB)
Tanda dehidrasi sedang ditambah kesadaran menurun (apatis sampai koma),
otot-otot kaku, sianosis.
Penentu derajat dehidrasi:1
1. Keadaan klinis: ringan, sedang, berat
2. Berat jenis plasma:
a. Dehidrasi berat: BJ plasma 1,032-1,040
b. Dehidrasi sedang: BJ plasma 1,028-1,032
c. Dehidrasi ringan: BJ plasma 1,025-1,028
3. Pengukuran Central Venous Pressure (CVP)
a. Bila CVP +4 sd +11 cm H2O: normal
b. Bila CVP <+4 cm H2O: syok atau dehidrasi
Penatalaksanaan
1. Rehidrasi
Untuk memberikan rehidrasi perlu dinilai dulu derajat dehidrasi yaitu ringan , sedang,
berat. Prinsip untuk menentukan jumlah cairan yang akan diberikan yaitu sesuai
dengan jumlah cairan yang keluar dari tubuh.1
Bila skor < 3 dan tidak ada syok, maka hanya diberikan cairan per oral (sebanyak
mungkin, sedikit demi sedikit). Bila skor ≥ 3 disertai dengan shock diberikan cairan
per intravena.1
Pemberian oral dapat berupa larutan oralit yang hipotonik dengan komposisi 29 g
glukosa, 3,5 g NaCl, 2,5 g Natrium Bikarbonat dan 1,5 KCl setiap liter.
Pemberian cairan dehidrasi terbagi atas:1
a. Dua jam pertama (rehidrasi insial): jumlah total kebutuhan cairan menurut
rumus BJ plasma atau skor Daldiono diberikan langsung dalam 2 jam
b. Satu jam berikut/ jam ke 3 (tahap kedua) pemebrian diberikan berdasarkan
kehilangan cairan selama 2 jam pemberian cairan rehidrasi inisial
sebelumnya. Bila tidak ada syok atau skor Daldiyono < 3 dapat diganti per
oral
c. Jam berikutnya pemberian cairan diberikan berdasarkan kehilangan cairan
melalui tinja dan Insensible Water Loss
2. Diet
Pada diare tidak dianjurkan puasa, kecuali bila muntah-muntah hebat. Dianjurkan
minum-minuman sari buah, the, minum tidak bergas, makanan mudah dicerna seperti
pisang, nasi, keripik dan sup. 1
3. Obat anti diare1
Tabel 4. Skor penilaian klinis dehidrasi1
Obat-obatan yang dapat mengurangi gejala-gejala:
a. derivate opioid: lorepamid, difenoksilat-atropin dan tinkur opium.
b. Bismuth subsalisilat, dikontraindikasikan pada pasien HIV
c. Obat mengeraskan tinja: atalpugite 4x 2 tab/hari, smectite 3x1 saset diberikan
tiap diare sampai berhenti
d. Obat anti sekretorik atau anti enkephalinase: Hidrasec 3x1 tab/hari.
4. Obat anti mikroba
Dispepsia
Dispepsia berdasarkan konsensus Roma tahun 2000 memiliki arti terdapatnya suatu
keadaan nyeri atau rasa tidak nyaman pada bagian perut atas.4 Kata “dispepsia”
merupakan bahasa Yunani yang berarti pencernaan yang jelek. Menurut pakar
dibidang Gastroenterologi yaitu suatu kumpulan gejala (sindrom) rasa nyeri atau tidak
nyaman pada daerah perut bagian atas yang disertai dengan keluhan perasaan panas di
dada, kembung, rasa kenyang, mual, muntah dan penurunan nafsu makan.5
Tabel 5, Pengobatan Antimikroba1
Gambar 3 . Gaster 5
2.1 Klasifikasi
1. Dispepsia organik 5
Dispepsia organik merupakan dispepsia yang diakibatkan oleh kelainan dari organ
yang berhubungan. Dispepsia bentuk ini sering terdapat pada usia diatas 40 tahun.
Dispepsia organik sering dibarengi dengan alarm symptoms yaitu penurunan berat
badan, anemia, melena, dan muntah yang prominen. Dispepsia organik dibagi menjadi
9 yaitu
a. Dispepsia tukak
keluhan seperti rasa nyeri di ulu hati. Keluhan ini muncul biasanya
berhubungan dengan makanan. Dispepsia jenis ini diperlukan pemeriksaan endoskopi
dan radiologi
b. Refluks Gastroesofageal
Terdapat keluhan rasa terbakar / panas di dada akibat terjadinya regurgitasi
c. Ulkus peptik
Diakibatkan oleh kerja asam yang menyentuh epitel yang rentan
d. Penyakit saluran empedu
Keluhan yang timbul yaitu nyeri yang menjalar ke punggung dari bagian
perut kanan atas atau ulu hati
e. Karsinoma
f. Pankreatitis
Keluhan biasanya rasa nyeri yang menjalar ke punggung dari perut yang
timbul secara mendadak disertai rasa kembung
g. Sindrom malabsorpsi
terdapat mual, muntah, nyeri perut, kembung, dan diare berlendir
h. Dispepsia akibat obat-obatan
penyebab tersering : NSAIDS, teofilin dan antibiotik oral
i. Gangguan metabolisme
j. Infeksi helicobacter pylori
Kuman ini merusak pertahanan dan jaringan dalam lambung. Kuman ini
menyebabkan lambung lebih aktif mengeluarkan gastrin sehingga mengakibatkan
hipergastrinemia. Selain itu Helicobacter pylori mengeluarkan ammonia dan cytotosin
yang merusak mukosa lambung.
2. Dispepsia Fungsional 4
Dispepsia fungsional memiliki definisi yaitu
1. terdapatnya satu atau lebih rasa setelah makan dari rasa cepat kenyang,
nyeri ulu hati, dan rasa terbakar di bagian epigastirum.
2. Tidak terdapat kelainan organik
3. keluhan terjadi selama 3 bulan dalam waktu 6 bulan terakhir sebelum
diagnosis ditegakkan
Dispepsia fungsional dibagi menjadi 3 kelompok yaitu :
1. tipe ulkus : keluhan nyeri epigastrik
2. tipe dismotilitas : keluhan kembung, mual, muntah, dan cepat kenyang
3. tipe non-spesisik : tidak ada keluhan dominan
2.2 Patofisiologi
Dispepsia fungsional memiliki beberapa hipotesis mekanisme yang berhubungan
dengan terjadinya tipe dispepsia ini yaitu sekresi asam lambung, dismotilitas
gastrointestinal, ambang rasa persepsi, disfungsi autonom, hormonal, faktor diet dan
lingkungan, dan psikologis.
1. Sekresi asam lambung
mekanisme ini terjadi peningkatan asam lambung pada gaster yang mengakibatkan
rasa tdak enak di perut.
2. Dismotilitas gastrointestinal
terjadinya perlambatan pengosongan lambung. Hipomotilitas antrum, gangguan
akomodasi lambung ketika makan, dan hipersensitivitas viseral.
3. Ambang rasa persepsi
berhubungan dengan hipersensitivitas viseral pada distensi balon di gaster
4. Disfungsi otonom
Berhubungan dengan neuropati vagal yang menyebabkan gagalnya relaksasi bagian
proksimal lambung.
5. Hormonal
Terdapat gangguan pada hormon motilin yang mengganggu motilitas antroduodenal
6. Diet dan lingkungan
Adanya intoleransi makanan
7. Psikologis
Stress menyebabkan gangguan pada fungsi gastrointestinal yaitu penurunan
kontraktilitas lambung.
2.3 Gambaran klinis
Pasien dispepsia memiliki beragam keluhan sehingga keluhan dispepsia dibagi
menjadi 3 kelompok yang dominan yaitu
1. nyeri ulu hati terutama ketika malam hari disebut sebagai dispepsia fungsional
tipe ulkus
2. kembung, mual, cepat kenyang merupakan dispepsia fungsional tipe
dismotilitas
3. bila tidak ada keluhan dominan maka disebut non spesifik
2.4 Pemeriksaan penunjang 5
Pemeriksaan penunjang sangat bermanfaat untuk membedakan dispepsia organik atau
fungsional. Pemeriksaan yang dibutuhkan yaitu pemeriksaan laboratorium (gula
darah, fungsi tiroid, fungsi pankreas dan lain lain), pemeriksaan radiologi dan
endoskopi. Selain itu dapat dilakukan pemeriksaan tambahan yang berguna untuk
menilai patofisiologinya yaitu pH-metri, manometri, dan skintigrafi.
2.5 Pencegahan
Pencegahan yang dapat dilakukan pada pasien dispepsia ada 2 yaitu
1. Pencegahan primer
- modifikasi pola hidup
- menjaga kebersihan lingkungan
- memperhatikan kebersihan makanan
- tidak minum alkohol
2. Pencegahan sekunder
- diagnosis dini : anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
- pengobatan segera : diet makanan, pemberian cairan dan nutrisi, pemberian obat :
antasida, antikolinergik, dan sitoprotektif
3. Pencegahan tertier
- rehabilitasi mental dan sosial
2.6 Medikamentosa 4
1. Antasid
berdasarkan studi tidak terlalu signifikasi bila dipakai, bekerja menetralkan
asam lambung
2. Penyekat H2 reseptor (ranitidine, cimetidine)
inhibitor kompetitif terhadap histamin di reseptor H2 pada sel parietal lambung
sehingga dapat menekan produksi asam lambung
3. PPI (omeprazole, pantoprazole)
Bekerja di bagian sekretori sel-sel parietal lambung dan berikatan dengan ion
H+/K+ ATPase. Penekanan terhadap priduksi asam lambung lebih kuat.
4. Sitoproteksi ( sukralfat, misoprostol )
meningkatkan pertahanan mukosa dari asam lambung dan merangsang produksi
COX 2
5. Prokinetik ( metoklopramid, domperidon, cisapride )
metoklopramid bekerja di reseptor antagonis dopamin D2 memiliki efeksamping
ekstra piramidal. Domperidone bekerja di reseptor antagonis D2 yang tidak melewati
sawar darah otak, cisapride bekerja sebagai agonis reseptor 5-HT-4 yang berfungsi
mengurangi nyeri epigastrik dan distensi abdomen.
BAB III
PEMBAHASAN
Pasien wanita, berusia 56 tahun, dengan daftar masalah diare akut tanpa
dehidrasi pada amebiasis, sindrom dyspepsia dengan riwayat hematemesis, dan
hipertensi dengan tekanan darah belum terkontrol. Masalah pertama yaitu diare akut
tanpa dehidrasi pada amebiasis, diberikan terapi Metronidazol 3 x 500mg per hari
dan pemberian cairan intravena normal saline 0,9% sebanyak 500cc/12 jam. Penilaian
dehidrasi pada pasien dengan menggunakan Skor Daldiyono, yaitu sebesar 2.
Spesies amoeba yang paling sering meyebabkan diare adlah Entamoeba
histolytica. Parasit ini akan meneyabkan inflamasi yang berat pada mukosa usus dan
bersifat invasif. Karakteristik diare pada penyakit ini adalah buang air besar cair
disertai dengan lender dan darah, terdapat keluhan nyeri preut, muntah, dan demam.
Gejal tersebut ditemukan pada pasien ini. Penegakan diagnosis pasti pada diare adalah
menentukan agen penyebabnya. Slah satu metode doganostik sederhana yang dapat
dipakai adalah analisa feses dengan atau tanpa kultur, kemudian dilakukan terapi
sesuai dengan agen penyebabnya tersebut. Pada pasien ini sudah dilakukan
pemeriksaan analisa fese dan didapatkan adanya amoeba. Sehingga, dapat dismpulkan
agen penyebab diare atau disentri pada pasien ini adlah berupa amoeba, Penanganan
amebiasis dengan pemberian Tinidazol 1 kali per hari sebanyak 2 gram selama 3 hari,
atau metronidazol 2 kali per hari sebnayak 750mg selama 5 hari. Pada pasien ini
diberikan Metronidazol sebanyak 3 kali per hari dengan dosis 500mg (1500mg/hari),
di mana pemebrian terapi sesuai dengan yang dianjurkan. Selain mengobati kausa
diare, pemberian cairan sebagai pengganti dari kehilangan perlu dilakukan. Jika
dihitung berdasarkan skor Daldiyono (skor=2), maka didapatkan sebanyak 640 mL
selama 2 jam pertama, kemudian untuk jam berikutnya adalah sesuai dengan
kehilangan yang terjadi dan dapat diberikan dengan oral. Pada pasien ini diberikan,
cairan kristalois jenis normal saline 0,9& sebanyak 500 mL/2 jam pertama.
Selanjutnya, pasien tersebut akan direncanakan untuk dilakukan pemeriksaan
laboratorium serial untuk melihat kemjuan terapi. Penilaian tersebut sebenarnya dapat
dilakukan berdasarakan keadaan klinis yang dilihat dan kemudian dipikrkan
komponen laboratoium yang akan diperiksa. Pada diare, kita harus menilai kadar
elektrolit dan tanda-tanda adanya infeksi. Analisa feses dapat dilakukan jika setelah 5
hari dilakukan terapi dengan metronidazol.
Masalah yang kedua pada pasien ini adalah sindrom dyspepsia dnegan riwayat
hematemesis. Nyeri ulu hati yang disertai dnegan muntah yang berwarna coklat, yang
diasumsikan sebagai hematemesis, dapat dipikirkan suata perdarahan saluran cerna
bagian atas. Perdarahan saluran cerna bagian atas dapat disebabkan oleh rupture
varises esofagus/gaser, ulkus peptikum, gastritis erosif.1 Pada pasien ini, masih belum
diketahui penyabab dari hematemesis. Prosedur diagnositik pasti untuk menegakkan
sumber perdarahan pada hemeatemesis dapat dilakukan endoskopi saluran cerna atas
(esofagastroduodenoskopi). Pada pasien ini akan direncanakan pemeriksaan tersebut.
Selanjutnya pemberian terapi pada pasien ini adalah dengan domperidone sebanyak
3x10mg dan Sucralfat. Domperidone merupakan salah satu agen antiemetic yang
bekerja di area CTZ (chemoreceptor trigger zone). Domperidone bekerja sebagai
inhibitor dopamin, yang memiliki afinitas yang kuat terhadap reseptor dopamine D1
dan D2. Sedangkan, sukralfat bekerja sebagai agen sitoprotektif, dengan menetralkan
asam dan menstimulasi pengeluaran bikarbonat.6 Pengobatan pada hemetemesis yang
dicurigai karena stress ulcer , pada pasien ini, sudah sesuai, yaitu dengan
menggunakan obat-obatan yang menghambat asam lambung dan sukralfat termasuk
salah satunya.
Masalah yang ketiga adalah hipertensi yang belum terkontrol. Hipertensi pada
pasien ini sudah dialami selama 5 tahun dan tidak pernah minum obat. Selama ini
tekanan darah tertinggi tidak diketahui, dan saat pemeriksaan didapat tekanan darah
sebsar 140/80 mmHg, tergolong ke dalam hipertensi stage I. Penanganan hipertensi
dapat dimulai dengan farmakologis dan non farmakologis. Tatalaksana non
farmakologis berupa pengaturan diet dan olharaga (lifestyle). Semua pasien yang
didagnosis dengan hipertensi, berdasarkan JNC VII, harus dicoba penanganan non
farmakologis terlebih dahulu. Jika gagal, dapat dilanjutkan dengan farmakologis
bersamaan dengan non farmakologis. Pada hipertensi stage I, oabta-obatan yang dapat
diberikan berupa golongan tiazid, ACE inhibitior, ARB, atau beta bloker, dan CCB. 7
Pada pasien ini diberikan Captopril, yaitu golongan ACE inhibitor, sudah sesuai
dengan yang dianjjurkan. Namun, pada pasien ini masih perlu dicari komplikasi
hipertensi dan penyebab (primer atau sekunder).
Daftar pustaka:
1. Simadibrata M, Daldiyono. Diare akut. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. 548-56
2. Farthing, et al. World Gastroenterology Organisation practice guideline: Acute
diarrhea. 2008
3. Camilleri M, Murray JA. Diarrhea and constipation. Dalam: Harrison’s
principles of internal medicine. 17th ed. McGraw-Hill, 2008; 247-9
4. Djojoningrat D. Dispepsia fungsional. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. 529-534
5. Anonymous. Dispepsia. diunduh dari repository.usu.ac.id/bitstream/.../Chapter
%20II.pdf tanggal 11 Maret 2013 pukul 08.20
6. Domperidone. In Medscape reference drugs, disease, and procedures. Available at
http://reference.medscape.com/drug/domperamol-motilium-domperidone-
342022
7. National Institute of Health. Seventh Report of the Joint National Committee
on Prevention,Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure
(JNC 7). USA: NIH Publication:2003.