dispepsia

20
DISPEPSIA I. PENDAHULUAN Dispepsia merupakan salah satu gangguan pada saluran penceranaan, khususnya lambung. Dispepsia dapat berupa rasa nyeri atau tidak enak di perut bagian tengah keatas. Rasa nyeri tidak menentu, kadang menetap atau kambuh. Dispepsia umumnya diderita oleh kaum produktif dan kebanyakan penyebabnya adalah pola atau gaya hidup tidak sehat. Gejalanya pun bervariasi mulai dari nyeri ulu hati, mual- muntah, rasa penuh di ulu hati, sebah, sendawa yang berlebihan bahkan bisa menyebabkan diare dengan segala komplikasinya. Ada beberapa hal yang menjadi penyebab timbulnya dispepsia, yaitu pengeluaran asam lambung berlebih, pertahanan dinding lambung yang lemah, infeksi Helicobacter pylori (sejenis bakteri yang hidup di dalam lambung dalam jumlah kecil, gangguan gerakan saluran pencernaan, dan stress psikologis (Ariyanto, 2007). Terkadang dispepsia dapat menjadi tanda dari masalah serius, contohnya penyakit ulkus lambung yang parah. Tak jarang, dispepsia disebabkan karena kanker lambung, sehingga harus diatasi dengan serius. Ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan bila terdapat salah satu dari tanda ini, yaitu: 1. Usia 50 tahun keatas 2. Kehilangan berat badan tanpa disengaja 3. Kesulitan menelan 4. Terkadang mual-muntah 5. Buang air besar tidak lancar 6. Merasa penuh di daerah perut (Bazaldua, et al, 1999) Secara umum dispepsia terbagi menjadi dua jenis, yaitu dispepsia organik dan dispepsia nonorganik atau dispesia fungsional. Dispepsia organik jarang ditemukan pada usia muda, tetapi banyak ditemukan pada usia lebih dari 40 tahun (Richter cit Hadi, 2002). Dispepsia dapat disebut dispepsia organik apabila penyebabnya telah diketahui secara jelas. Dispepsia fungsional atau dispepsia non-organik, merupakan dispepsia yang tidak ada kelainan organik tetapi merupakan kelainan fungsi dari saluran makanan (Heading, Nyren, Malagelada cit Hadi, 2002). II. PEMBAHASAN 1. Definisi Dispepsia berasal dari bahasa Yunani "δυς-" (Dys-), berarti sulit , dan "πέψη" (Pepse), berarti pencernaan

Upload: andrew-lie

Post on 08-Nov-2015

7 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

dispepsia secara umum

TRANSCRIPT

Berikut ini adalah versi HTML dari berkas http://fkuii

DISPEPSIA

I. PENDAHULUANDispepsia merupakan salah satu gangguan pada saluran penceranaan, khususnya lambung. Dispepsia dapat berupa rasa nyeri atau tidak enak di perut bagian tengah keatas. Rasa nyeri tidak menentu, kadang menetap atau kambuh. Dispepsia umumnya diderita oleh kaum produktif dan kebanyakan penyebabnya adalah pola atau gaya hidup tidak sehat. Gejalanya pun bervariasi mulai dari nyeri ulu hati, mual-muntah, rasa penuh di ulu hati, sebah, sendawa yang berlebihan bahkan bisa menyebabkan diare dengan segala komplikasinya.

Ada beberapa hal yang menjadi penyebab timbulnya dispepsia, yaitu pengeluaran asam lambung berlebih, pertahanan dinding lambung yang lemah, infeksi Helicobacter pylori (sejenis bakteri yang hidup di dalam lambung dalam jumlah kecil, gangguan gerakan saluran pencernaan, dan stress psikologis (Ariyanto, 2007).Terkadang dispepsia dapat menjadi tanda dari masalah serius, contohnya penyakit ulkus lambung yang parah. Tak jarang, dispepsia disebabkan karena kanker lambung, sehingga harus diatasi dengan serius. Ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan bila terdapat salah satu dari tanda ini, yaitu:

1. Usia 50 tahun keatas

2. Kehilangan berat badan tanpa disengaja

3. Kesulitan menelan

4. Terkadang mual-muntah

5. Buang air besar tidak lancar

6. Merasa penuh di daerah perut (Bazaldua, et al, 1999)

Secara umum dispepsia terbagi menjadi dua jenis, yaitu dispepsia organik dan dispepsia nonorganik atau dispesia fungsional. Dispepsia organik jarang ditemukan pada usia muda, tetapi banyak ditemukan pada usia lebih dari 40 tahun (Richter cit Hadi, 2002). Dispepsia dapat disebut dispepsia organik apabila penyebabnya telah diketahui secara jelas. Dispepsia fungsional atau dispepsia non-organik, merupakan dispepsia yang tidak ada kelainan organik tetapi merupakan kelainan fungsi dari saluran makanan (Heading, Nyren, Malagelada cit Hadi, 2002).

II. PEMBAHASAN1. Definisi

Dispepsia berasal dari bahasa Yunani "-" (Dys-), berarti sulit , dan "" (Pepse), berarti pencernaan (N.Talley, et al., 2005). Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan. Keluhan refluks gastroesofagus klasik berupa rasa panas di dada (heartburn) dan regurgitasi asam lambung, kini tidak lagi termasuk dispepsia. Pengertian dispepsia terbagi dua, yaitu :

1. Dispepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai penyebabnya. Sindroma dispepsi organik terdapat kelainan yang nyata terhadap organ tubuh misalnya tukak (luka) lambung, usus dua belas jari, radang pankreas, radang empedu, dan lain-lain.

2. Dispepsia nonorganik atau dispepsia fungsional, atau dispesia nonulkus (DNU), bila tidak jelas penyebabnya. Dispepsi fungsional tanpa disertai kelainan atau gangguan struktur organ berdasarkan pemeriksaan klinis, laboratorium, radiologi, dan endoskopi (teropong saluran pencernaan).

Definisi lain, dispepsia adalah nyeri atau rasa tidak nyaman pada perut bagian atas atau dada, yang sering dirasakan sebagai adanya gas, perasaan penuh atau rasa sakit atau rasa terbakar di perut. Setiap orang dari berbagai usia dapat terkena dispepsia, baik pria maupun wanita. Sekitar satu dari empat orang dapat terkena dispepsia dalam beberapa waktu (Bazaldua, et al, 1999)Tabel 1.1 Diagnosis banding nyeri/ketidaknyamanan abdomen atas

Dispepsia Organik Dispepsia Fungsional

-Ulkus peptik kronik (ulkus ventrikul, ulkus-Disfungsi sensorik-motorik gastroduodenumduodeni)-Gastroparesis idiopatik/hipomotilitas antrum-Gastro-oesophageal reflux disease (GORD),-Disritmia gaster

dengan atau tanpa esofagitis-Hipersensitivitas gaster/duodenum

-Obat : OAINS, aspirin-Faktor psikososial

-Kolelitiasis simtomatik-Gastritis H.pylori-Gangguan metabolik (uremia, hiperkalsemia,-Idiopatik

gastroparesis DM)

-Keganasan (gaster, pankreas, kolon)

-Insufisiensi vaskula mesentrikus

-Nyeri dinding perut

(Mansjoer, et al, 2007)

2. Etiologi

Seringnya, dispepsia disebabkan oleh ulkus lambung atau penyakit acid reflux. Jika seseorang memiliki penyakit acid reflux, asam lambung terdorong ke atas menuju esofagus (saluran muskulo membranosa yang membentang dari faring ke dalam lambung). Hal ini menyebabkan nyeri di dada. Beberapa obat-obatan, seperti obat anti-inflammatory, dapat menyebabkan dispepsia. Terkadang penyebab dispepsia belum dapat ditemukan.

Penyebab dispepsia secara rinci adalah:

1. Menelan udara (aerofagi)

2. Regurgitasi (alir balik, refluks) asam dari lambung

3. Iritasi lambung (gastritis)

4. Ulkus gastrikum atau ulkus duodenalis

5. Kanker lambung

6. Peradangan kandung empedu (kolesistitis)

7. Intoleransi laktosa (ketidakmampuan mencerna susu dan produknya)

8. Kelainan gerakan usus

9. Stress psikologis, kecemasan, atau depresi

10. Infeksi Helicobacter pylory

3. Manifestasi Klinis

Klasifikasi klinis praktis, didasarkan atas keluhan/gejala yang dominan, membagi dispepsia menjadi tiga tipe :

1. Dispepsia dengan keluhan seperti ulkus (ulkus-like dyspepsia), dengan gejala:

a. Nyeri epigastrium terlokalisasi

b. Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antasid

c. Nyeri saat lapar

d. Nyeri episodik

2. Dispepsia dengan gejala seperti dismotilitas (dysmotility-like dyspesia), dengan gejala:

a. Mudah kenyang

b. Perut cepat terasa penuh saat makan

c. Mual

d. Muntah

e. Upper abdominal bloating (bengkak perut bagian atas)

f. Rasa tak nyaman bertambah saat makan

3. Dispepsia nonspesifik (tidak ada gejala seperti kedua tipe di atas) (Mansjoer, et al, 2007).

Sindroma dispepsia dapat bersifat ringan, sedang, dan berat, serta dapat akut atau kronis sesuai dengan perjalanan penyakitnya. Pembagian akut dan kronik berdasarkan atas jangka waktu tiga bulan.

Nyeri dan rasa tidak nyaman pada perut atas atau dada mungkin disertai dengan sendawa dan suara usus yang keras (borborigmi). Pada beberapa penderita, makan dapat memperburuk nyeri; pada penderita yang lain, makan bisa mengurangi nyerinya. Gejala lain meliputi nafsu makan yang menurun, mual, sembelit, diare dan flatulensi (perut kembung).

Jika dispepsia menetap selama lebih dari beberapa minggu, atau tidak memberi respon terhadap pengobatan, atau disertai penurunan berat badan atau gejala lain yang tidak biasa, maka penderita harus menjalani pemeriksaan.

4. Pemeriksaan

Pemeriksaan untuk penanganan dispepsia terbagi beberapa bagian, yaitu:

1. Pemeriksaan laboratorium biasanya meliputi hitung jenis sel darah yang lengkap dan pemeriksaan darah dalam tinja, dan urine. Dari hasil pemeriksaan darah bila ditemukan lekositosis berarti ada tanda-tanda infeksi. Pada pemeriksaan tinja, jika tampak cair berlendir atau banyak mengandung lemak berarti kemungkinan menderita malabsorpsi. Seseorang yang diduga menderita dispepsia tukak, sebaiknya diperiksa asam lambung (Hadi, 2002). Pada karsinoma saluran pencernaan perlu diperiksa petanda tumor, misalnya dugaan karsinoma kolon perlu diperiksa CEA, dugaan karsinoma pankreas perlu diperiksa CA 19-9 (Vilano et al, cit Hadi, 2002).

2. Barium enema untuk memeriksa kerongkongan, lambung atau usus halus dapat dilakukan pada orang yang mengalami kesulitan menelan atau muntah, penurunan berat badan atau mengalami nyeri yang membaik atau memburuk bila penderita makan (Mansjoer, 2007).

3. Endoskopi bisa digunakan untuk memeriksa kerongkongan, lambung atau usus kecil dan untuk mendapatkan contoh jaringan untuk biopsi dari lapisan lambung. Contoh tersebut kemudian diperiksa dibawah mikroskop untuk mengetahui apakah lambung terinfeksi oleh Helicobacter pylori. Endoskopi merupakan pemeriksaan baku emas, selain sebagai diagnostik sekaligus terapeutik. Pemeriksaan yang dapat dilakukan dengan endoskopi adalah:

a. CLO (rapid urea test)

b. Patologi anatomi (PA)

c. Kultur mikroorgsanisme (MO) jaringan

d. PCR (polymerase chain reaction), hanya dalam rangka penelitian

4. Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan radiologi, yaitu OMD dengan kontras ganda, serologi Helicobacter pylori, dan urea breath test (belum tersedia di Indonesia) (Mansjoer, 2007). Pemeriksaan radiologis dilakukan terhadap saluran makan bagian atas dan sebaiknya dengan kontras ganda. Pada refluks gastroesofageal akan tampak peristaltik di esofagusnyang menurun terutama di bagian distal, tampak anti-peristaltik di antrum yang meninggi serta sering menutupnya pilorus, sehingga sedikit barium yang masuk ke intestin (Hadi, 2002). Pada tukak baik di lambung, maupun di duodenum akan terlihat gambar yang disebut niche, yaitu suatu kawah dari tukak yang terisi kontras media. Bentuk niche dari tukak yang jinak umumnya reguler, semisirkuler, dengan dasar licin (Vilano et al, cit Hadi, 2002). Kanker di lambung secara radiologis, akan tampak massa yang ireguler tidak terlihat peristaltik di daerah kanker, bentuk dari lambung berubah (Shirakabe cit Hadi, 2002). Pankreatitis akuta perlu dibuat foto polos abdomen, yang akan terlihat tanda seperti terpotongnya usus besar (colon cut off sign), atau tampak dilatasi dari intestin terutama di jejunum yang disebut sentinal loops (Hadi, 2002).

5. Kadang dilakukan pemeriksaan lain, seperti pengukuran kontraksi kerongkongan atau respon kerongkongan terhadap asam.

Tabel 4.1. Pertimbangan dalam Memilih Strategi Pemeriksaan Dispepsia

StrategiKelebihan KekuranganEndoskopiTes baku emas untuk memeriksa MahalGastroduodenal ulcers, reflux InvasifEsophagitis, dan kanker gastro- Tidak begitu efektif/praktis untuk intestinal pasien muda tanpa gejala alarmBermanfaat karena lebih 40 persen Jarang, komplikasi endoskopipasien dispepsia karena organikMenyediakan cukup jaminan pasienPilihan tes untuk target terapi

Pengobatan empirisStrategi yang tidak begitu mahal Manfaat manghilang dengan adanyadengan menurunkanGejala cepat dikenali pengulangan gejala/respon lemahkadar asamRata-rata respon yang tinggi Rata-rata pengulangan gejala tinggiDapat mengurangi sejumlah Dapat menyampaikan kegunaan endoskopi medik yang tidak cocok dan lama Dapat menunda tes diagnosis Dapat menutup gejala malignant ulcers Kemungkinan besar untuk menyediakan jaminan pasien paling kurang Jarang, efek samping yang serius (gynecomastia atau hematologic disorders)

Tes H.pylori danBerdasarkan review literatur, keli- Dapat meningkatkan level kebal anti-perlakuannya jikahatannya sebuah pendekatan yang biotikhasil tes positifdapat diterima, dan strategi yang Tes H.pylori kurang akurattidak begitu mahal dalam pasien Dapat menghasilkan overtreatment di-sensitif H.pyloti karenakan hasil pemeriksaan yang Direkomendasikan oleh American positif palsu atau undertreatment dika-Gastroenterological Association reanakan hasil pemeriksaan yang Dapat mengurangi sejumlah negatif palsuendoskopi Manfaat untuk pasien dispepsia fungsional kemungkinan kecil atau tidak ada sama sekali Kanker dan penyakit ulcer bisa terlewati Pasien menjadi tidak punya waktu banyaknya pengobatan Dapat menyebabkan efek samping yang serius (pseudomembranous colitis) Hasil pengobatan pasien yang terinfeksi jangka panjang tidak terdokumentasi secara pasti

PemberantasanMencegah pembiayaan H.pylori dan Beberapa bukti tidak mendukung empiris H.pyloriendoskopi (penyimpanan biaya pendekatan iniaktual mungkin sedikit bila pasien Dapat meningkatkan level kebal anti-secara rutin membutuhkan endoskopi) biotikDapat mengurangi sejumlah Manfaat untuk pasien dispepsia endoskopi fungsional kemungkinan kecil atau tidak ada sama sekali Kanker dan penyakit ulcer bisa terlewati Pasien menjadi tidak punya waktu banyaknya pengobatan Dapat menyebabkan efek samping

yang serius (pseudomembranous colitis) Hasil pengobatan pasien yang terinfeksi jangka panjang tidak terdokumentasi secara pasti

Tes untuk H.pyloriEndoskopi akan mendeteksi Tidak efektif biaya dibandingkan dan melakukan gastroduodenal ulcers, reflux dengan tes untuk H.pylori diikuti endoskopi jika hasilesophagitis, dan kanker gastro- oleh pengobatan jika hasilnya positiftes positifintestinal atas Dapat terjadi penggunaan endoskopiMeminimalisir kebal terhadap secara berlebihan karena terjadi tesantibiotik positif palsu Invasif(N. Talley et al, cit Bazaldua, 1999)

5. Penatalaksanaan

Berdasarkan Konsensus Nasional Penanggulangan Helicobacter pylori 1996, ditetapkan skema penatalaksanaan dispepsia, yang dibedakan bagi sentra kesehatan dengan tenaga ahli (gastroenterolog atau internis) yang disertai fasilitas endoskopi dengan penatalaksanaan dispepsia di masyarakat.

Pengobatan dispepsia mengenal beberapa golongan obat, yaitu:

1. Antasid 20-150 ml/hari

Golongan obat ini mudah didapat dan murah. Antasid akan menetralisir sekresi asam lambung. Antasid biasanya mengandung Na bikarbonat, Al(OH)3, Mg(OH)2, dan Mg triksilat. Pemberian antasid jangan terus-menerus, sifatnya hanya simtomatis, unutk mengurangi rasa nyeri. Mg triksilat dapat dipakai dalam waktu lebih lama, juga berkhasiat sebagai adsorben sehingga bersifat nontoksik, namun dalam dosis besar akan menyebabkan diare karena terbentuk senyawa MgCl2.

2. Antikolinergik

Perlu diperhatikan, karena kerja obat ini tidak spesifik. Obat yang agak selektif yaitu pirenzepin bekerja sebagai anti reseptor muskarinik yang dapat menekan seksresi asama lambung sekitar 28-43%. Pirenzepin juga memiliki efek sitoprotektif.

3. Antagonis reseptor H2Golongan obat ini banyak digunakan untuk mengobati dispepsia organik atau esensial seperti tukak peptik. Obat yang termasuk golongan antagonis respetor H2 antara lain simetidin, roksatidin, ranitidin, dan famotidin.

4. Penghambat pompa asam (proton pump inhibitor = PPI)

Golongan obat ini mengatur sekresi asam lambung pada stadium akhir dari proses sekresi asam lambung. Obat-obat yang termasuk golongan PPI adalah omeperazol, lansoprazol, dan pantoprazol.

5. Sitoprotektif

Prostoglandin sintetik seperti misoprostol (PGE1) dan enprostil (PGE2). Selain bersifat sitoprotektif, juga menekan sekresi asam lambung oleh sel parietal. Sukralfat berfungsi meningkatkan sekresi prostoglandin endogen, yang selanjutnya memperbaiki mikrosirkulasi, meningkatkan produksi mukus dan meningkatkan sekresi bikarbonat mukosa, serta membentuk lapisan protektif (site protective), yang bersenyawa dengan protein sekitar lesi mukosa saluran cerna bagian atas (SCBA).

6. Golongan prokinetik

Obat yang termasuk golongan ini, yaitu sisaprid, domperidon, dan metoklopramid. Golongan ini cukup efektif untuk mengobati dispepsia fungsional dan refluks esofagitis dengan mencegah refluks dan memperbaiki bersihan asam lambung (acid clearance) (Mansjoer et al, 2007).7. Kadang kala juga dibutuhkan psikoterapi dan psikofarmaka (obat anti- depresi dan cemas) pada pasien dengan dispepsia fungsional, karena tidak jarang keluhan yang muncul berhubungan dengan faktor kejiwaan seperti cemas dan depresi (Sawaludin, 2005)

Hasil (-)

Rujuk

Hasil (+)

Usia > 45 tahun atau usia < 45 tahun dengan tanda-tanda alarm

Terapi empiris selama 2 minggu :-Antasida-H2 antagonis/PPI (omeprazol)-Obat-obat prokinetik

Kambuh (maksimal 3x)

Rujuk

Dispepsia tetap (+)

Gastroenterelogis / internis atau dokter anak dengan fasilitas endoskopi

Dispepsia

Usia , 45 tahun tanpa tanda-tanda alarm

Tes serologi Hp

Rujuk

Dispepsia (-)

Terapi dihentikan

Skema 5.1. Skema penatalaksanaan pasien dispepsia di masyarakat

(Mansjoer et al, 2007)

Dispepsia

Endoskopi

Tes serologi Hp

Hasil (-)

Pemeriksaan CLO, PA, kultur (untuk Hp)

Hasil (+)

CLO (+)PA (+)Kultur (+)

CLO (+)PA (+)Kultur (+)

CLO (+)PA (+)Kultur (+)

CLO (+)PA (+)Kultur (+)

CLO (+)PA (+)Kultur (+)

Seleksi kasus

Tidak dilakukan terapi eradikasi hanya diberikan terapi empiris sambil dicari penyebab lain

Terapi eradikasi

Skema 5.2. Skema penatalaksanaan pasien dispepsia oleh gastroenterolog/internis atau dokter anak dengan fasilitas endoskopi

(Mansjoer et al, 2007)Tabel 5.1. Golongan obat antagonis reseptor H2

Obat Indikasi DosisCara, waktu, danEfek samping

lama pemberianSimetidin Tukak peptik akut dan 3x200mg,Selama 4 mingguPenekanan eritropoesis, kronik ditambahsampai pansitopenia 200mgatau neutropenia sebelum t idur Gastritis kronik dengan 200mgLanjutan, setiap malamGangguan SSP seperti hiperskresi HClkonfusi mental, somnolen,letargi, halusinasiGangguan endokrin yaituimpotensi, ginekomastia

Roksatidin Gastritis akut dan kronik 75mg/hari,Oral, malam hari,selama dengan saya selektif disesuaikan1 minggu reseptor H2 6 kali lebih dengan baik daripada simetidin bersihan setara ranitidin kreatinin

Ranitidin Dispepsia akut dan 2x150mgSelama 4-6 minggu kronik, khususnya lanjutan : tukak duodenum aktif 1x150mgMalam hari

(Mansjoer et al, 2007)

Tabel 5.2. Golongan obat penghambat pompa proton

ObatIndikasiDosisPemberianEfek samping

OmeperazolTukak peptik

Tukak duodenum1x20mg/hari

1x20-50mg/hariSetiap pagi, selama

1-2 minggu, oral

Selama 2-4 hari minggu, oralSakit kepala, nuase, diare,

mabuk, lemas, nyeri epigastrik, banyak gas

LansoprazolTukak peptik1x30mg/hari4 minggu, oralIdem

PantoprazolTukak peptik, inhibitor pompa proton yang reversibel1x40mg/hariOralIdem

(Mansjoer et al, 2007)

Pengobatan farmakologis untuk pasien dispepsia fungsional belum begitu memuaskan. Hasil penelitian controlled trials secara umum masih mengecewakan dan hanya menemukan manfaat yang relatif kecil mengenai placebo dengan histamin antagonis reseptor H2, penghambat pompa asam (proton-pump inhibitors), dan pemberantasan Helicobacter pylori. Walaupun sejumlah penelitian acak (randomized), controlled trials, dan meta-analisis telah menunjukkan keunggulan sisaprid dibandingkan placebo, sekarang kegunaan sisaprid terlarang di kebanyakan negara karena mengakibatkan efek samping pada jantung. (Holtmann et al, 2006)Di Jepang, itoprid, yang merupakan dopamin antagonis D2 dengan kerja menghambat acetylcholinesterase, sering diresepkan untuk pasien dispepsia fungsional. Walaupun obat ini telah menunjukkan merangsang kemampuan gerak spontan (motality) lambung, penelitian yang dirancang secara tepat, acak, dan controlled trials terhadap pasien dispepsia fungsional masih lemah. Di Jepang, itoprid diresepkan 50 mg untuk tiga kali sehari. Bagaimanapun, respon kecil terhadap pemberian dosis harus dipandang dari populasi lainnya. (Holtmann et al, 2006)Penelitian yang dilakukan oleh Holtmann dkk membandingkan antara pasien dispepsia fungsional yang diberi resep placebo dan itoprid. Pasien dispepsia fungsional secara acak menerima pengobatan itoprid (50,100, atau 200 mg untuk tiga kali sehari) atau placebo. Setelah delapan minggu pengobatan, tiga poin efikasi utama dianalisa: perubahan dasar berbagai gejala dispepsia fungsional (seperti yang diujikan melalui Leeds Dyspepsia Questionnaire), pengujian global dari efikasi pasien (proporsi pasien tanpa gejala atau tanda peningkatan gejala), dan berbagai keluhan nyeri dan sakit yang dihitung dalam skala tingkat lima. Setelah delapan minggu, 41 persen dari pasien yang menerima placebo ternyata bebas gejala, sebagai perbandingan dengan 57 persen, 59 persen, dan 64 persen yang menerima itoprid dosis 50, 100, 200 mg untuk tiga kali sehari (P