dispepsia

8
Definisi dyspepsia Dispepsia berasal dari bahasa Yunani yaitu dys berarti sulit dan pepse berarti pencernaan. Dispesia merupakan nyeri kronis atau berulang atau ketidaknyamanan berpusat di perut bagian atas. Kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan. Gejalanya meliputi nyeri epigastrium, perasaan cepat kenyang (tidak dapat menyelesaikan makanan dalam porsi yang normal), dan rasa penuh setelah makan. Dispepsia fungsional adalah .bagian dari gangguan pencernaan fungsional yang memiliki gejala umum gastrointestinal dan tidak ditemukan kelainan organik berdasarkan pemeriksaan klinis, laboratorium, radiologi, dan endoskopi. Kebanyakan pasien dengan keluhan dispepsia pada saat pemeriksaaan tidak ditemukannya kelainan organik yang dapat menjelaskan keluhan tersebut (seperti chronic peptic-ulcer disease, gastro-oesophageal reflux, malignancy) (Muyassaroh, 2009). Epidemiologi Angka kejadian dispepsia fungsional pada anak-anak tidak jelas diketahui. Suatu penelitian menunjukkan bahwa 13% sampai 17% anak dan remaja mengalami nyeri perut setiap minggunya. Pada anak di bawah 4 tahun sebagian besar disebabkan kelainan organik, sedangkan pada usia di atasnya kelainan fungsional merupakan penyebab terbanyak (Abdullah, 2012). Patofisiologi Faktor Genetik Genetik merupakan faktor predisposisi pada penderita gangguan gastrointestinal fungsional. Faktor genetik dapat mengurangi jumlah sitokin antiinflamasi (Il-10, TGF-β). Penurunan sitokin antiinflamasi dapat menyebabkan peningkatan sensitisasi pada usus. Selain itu polimorfisme genetik berhubungan dengan protein dari sistem reuptake synaptic serotonin serta reseptor polimorfisme alpha adrenergik yang mempengaruhi motilitas dari usus.

Upload: kuran-atika

Post on 24-Sep-2015

30 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

medical

TRANSCRIPT

Definisi dyspepsia

Definisi dyspepsia

Dispepsia berasal dari bahasa Yunani yaitu dys berarti sulit dan pepse berarti pencernaan. Dispesia merupakan nyeri kronis atau berulang atau ketidaknyamanan berpusat di perut bagian atas. Kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan. Gejalanya meliputi nyeri epigastrium, perasaan cepat kenyang (tidak dapat menyelesaikan makanan dalam porsi yang normal), dan rasa penuh setelah makan.

Dispepsia fungsional adalah .bagian dari gangguan pencernaan fungsional yang memiliki gejala umum gastrointestinal dan tidak ditemukan kelainan organik berdasarkan pemeriksaan klinis, laboratorium, radiologi, dan endoskopi. Kebanyakan pasien dengan keluhan dispepsia pada saat pemeriksaaan tidak ditemukannya kelainan organik yang dapat menjelaskan keluhan tersebut (seperti chronic peptic-ulcer disease, gastro-oesophageal reflux, malignancy) (Muyassaroh, 2009).Epidemiologi Angka kejadian dispepsia fungsional pada anak-anak tidak jelas diketahui. Suatu penelitian menunjukkan bahwa 13% sampai 17% anak dan remaja mengalami nyeri perut setiap minggunya. Pada anak di bawah 4 tahun sebagian besar disebabkan kelainan organik, sedangkan pada usia di atasnya kelainan fungsional merupakan penyebab terbanyak (Abdullah, 2012).Patofisiologi Faktor Genetik Genetik merupakan faktor predisposisi pada penderita gangguan gastrointestinal fungsional. Faktor genetik dapat mengurangi jumlah sitokin antiinflamasi (Il-10, TGF-). Penurunan sitokin antiinflamasi dapat menyebabkan peningkatan sensitisasi pada usus. Selain itu polimorfisme genetik berhubungan dengan protein dari sistem reuptake synaptic serotonin serta reseptor polimorfisme alpha adrenergik yang mempengaruhi motilitas dari usus.

Insiden keluarga yang mengalami gangguan fungsional gastrointestinal berhubungan dengan potensi genetik. Perbedaan pada kelenjar axis hipotalamus pituitary adrenal menjadi hasil temuan yang menarik. Pada pasien gangguan gastrointestinal fungsional terjadi hiperaktifitas dari axis hypothalamus pituitarity adrenal.

Faktor Psikososial Penyelidikan atas pengaruh psikososisal mengungkapkan bahwa stres adalah faktor yang mempengaruhi dispepsia fungsional. Emosional yang labil memberikan kontribusi terhadap perubahan fungsi gastrointestinal. Hal ini akibat dari pengaruh pusat di enterik. Stres adalah faktor yang diduga dapat mengubah gerakan dan aktivitas sekresi traktus gastrointestinal melalui mekanisme-neuroendokrin.

Pengaruh Flora Bakteri Infeksi Helicobacter pylori (Hp) mempengaruhi terjadinya dispepsia fungsional. Penyelidikan epidemiologi menunjukkan kejadian infeksi Hp pada pasien dengan dispepsia cukup tinggi, walaupun masih ada perbedaan pendapat mengenai pengaruh Hp terhadap dispepsia fungsional. Diketahui bahwa Hp dapat merubah sel neuroendokrin lambung. Sel neuroendokrin menyebabkan peningkatan sekresi lambung dan menurunkan tingkat somatostatin.

Gangguan motilitas dari saluran pencernaan

Stres mengakibatkan gangguan motilitas gastrointestinal. Pada pasien dispepsia fungsional terjadi gangguan motilitas dibandingkan dengan kontrol yang sehat, dari 17 penelitian kohort yang di teliti pada tahun 2000 menunjukkan keterlambatan esensial dari pengosongan lambung pada 40% pasien dispepsia fungsional. Gastric scintigraphy ultrasonography dan barostatic measure menunjukkan terganggunya distribusi makanan didalam lambung, dimana terjadi akumulasi isi lambung pada perut bagian bawah dan berkurangnya relaksasi pada daerah antral. Dismolitas duodenum adalah keadaan patologis yang dapat terjadi pada dispepsia fungsional, dimana terjadi gangguan aktivitas mioelektrikal yang merupakan pengatur dari aktivitas gerakan gastrointestinal.

Hipersensitivitas viseral

Hipersensitivitas viseral merupakan suatu distensi mekanik akibat gastrointestinal hipersensitif terhadap rangsangan, merupakan salah satu hipotesis penyakit gastrointestinal fungsional. Fenomena ini berdasarkan mekanisme perubahan perifer. Sensasi viseral ditransmisikan dari gastrointestinal ke otak, dimana sensasi nyeri dirasakan. Peningkatan persepsi nyeri sentral berhubungan dengan peningkatan sinyal dari usus.

Peningkatan perangsangan pada dinding perut menunjukkan disfungsi pada aktivitas aferen. Secara umum terganggunya aktivitas serabut aferen lambung mungkin menyebabkan timbulnya gejala dispepsia. Dispepsia fungsional juga ditandai oleh respon motilitas yang cepat setelah rangsangan kemoreseptor usus. Hal ini mengakibatkan rasa mual dan penurunan motilitas duodenum.

Mekanisme hipersensitivitas viseral ini juga terkait dengan mekanisme sentral. Penelitian pada nyeri viseral dan somatik menunjukkan bagian otak yang terlibat dalam afektif, kognitif dan aspek emosional terhadap rasa sakit yang berhubungan dengan pusat sistem saraf otonom. Kemungkinan bahwa perubahan periperal pada gastrointestinal dimodulasi oleh mekanisme sentral. Bagian kortikolimbikpontin otak adalah bagian pusat terpenting dalam persepsi stimuli periperal.

Klasifikasi Dispepsia fungsional dibagi menjadi dua kategori berdasarkan gejala atau keluhan:

a. Postprandial Distress Syndrome - Rasa kembung setelah makan, terjadi setelah mengkonsumsi makanan porsi biasa paling sedikit beberapa kali selama seminggu.

- Cepat terasa penuh perut sehingga tidak dapat mernghabiskan makanan dengan porsi biasa paling tidak beberapa kali selama seminggu.

b. Epigastric Pain Syndrome - Nyeri atau rasa terbakar terlokalisasi di epigastrium dengan tingkat keparahan sedang yang dialami minimal sekali seminggu.

- Nyeri interimiten.

- Tidak berkurang dengan defekasi atau flatus.

- Tidak memenuhi kriteria kelainan kandung empedu.

Sindroma dispepsia dapat bersifat ringan, sedang, dan berat, serta dapat akut atau kronis sesuai dengan perjalanan penyakitnya. Pembagian akut dan kronik berdasarkan atas jangka waktu tiga bulan. Nyeri dan rasa tak nyaman pada perut atas atau dada mungkin disertai dengan sendawa dan suara usus yang keras (borborigmi).

Pada beberapa penderita, makan dapat memperburuk nyeri, sedangkan pada penderita lainnya, makan bisa mengurangi nyerinya. Gejala lain meliputi nafsu makan yang menurun, mual, sembelit, diare dan flatulensi (perut kembung). Jika dispepsia menetap selama lebih dari beberapa minggu, atau tidak memberi respon terhadap pengobatan, atau disertai penurunan berat badan atau gejala lain yang tidak biasa seperti adanya alarm symtoms, maka penderita harus menjalani pemeriksaan (Djojoningrat , 2009).Alarm symptoms sakit perut berulang disebabkan kelainan organic :

-Nyeri terlokalisir,jauh dari umbilikus

- Nyeri menjalar (punggung, bahu, ekstremitas bawah)

- Nyeri sampai membangunkan anak pada malam hari

- Nyeri timbul tiba-tiba

- Disertai muntah berulang terutama muntah kehijauan

- Disertai gangguan motilitas(diare, obstipasi, inkontinensia)

- Disertai perdarahan saluran cerna

- Terdapat disuria

- Berhubungan dengan menstruasi

- Terdapat gangguan tumbuh kembang

- Terdapat gangguan sistemik: demam, nafsu makan turun

- Terjadi pada usia < 4 tahun

- Terdapat organomegali

- Terdapat pembengkakan, kemerahan dan hangat pada sendi

- Kelainan perirektal: fisura, ulserasi

Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk menyingkirkan adanya kelainan organik, pemeriksaan untuk dispepsia terbagi pada beberapa bagian :

1. Pemeriksaan laboratorium, biasanya meliputi hitung jenis sel darah yang lengkap dan pemeriksaan darah dalam tinja, dan urin. Jika ditemukan leukositosis berarti ada tanda-tanda infeksi. Jika tampak cair berlendir atau banyak mengandung lemak pada pemeriksaan tinja kemungkinan menderita malabsorpsi. Seseorang yang diduga menderita dispepsia ulkus sebaiknya diperiksa derajat keasaman lambung. Jika diduga suatu keganasan, dapat diperiksa tumor marker seperti CEA (dugaan karsinoma kolon), dan CA 19-9 (dugaan karsinoma pankreas).

2. Barium enema untuk memeriksa saluran cerna pada orang yang mengalami kesulitan menelan atau muntah, penurunan berat badan atau mengalami nyeri yang membaik atau memburuk bila penderita makan.

3. Endoskopi bisa digunakan untuk mendapatkan contoh jaringan dari lapisan lambung melalui tindakan biopsi. Pemeriksaan nantinya di bawah mikroskop untuk mengetahui apakah lambung terinfeksi Helicobacter pylori. Endoskopi merupakan pemeriksaan baku emas, selain sebagai diagnostik sekaligus terapeutik.

4. Pemeriksaan penunjang lainnya seperti foto polos abdomen, serologi H. pylori, urea breath test, dan lain-lain dilakukan atas dasar indikasi.Penatalaksanaan

Non farmakologis Gejala dapat dikurangi dengan menghindari makanan yang mengganggu, diet tinggi lemak, kopi, alkohol, dan merokok. Selain itu, makanan kecil

rendah lemak dapat membantu mengurangi intensitas gejala. Ada juga yang merekomendasikan untuk menghindari makan yang terlalu banyak terutama di malam hari dan membagi asupan makanan sehari-hari menjadi beberapa makanan kecil. Alternatif pengobatan yang lain termasuk hipnoterapi, terapi relaksasi dan terapi perilaku (Brun, 2010).Farmakologis

Pengobatan dispepsia mengenal beberapa obat, yaitu :1. Antasida

Golongan ini mudah didapat dan murah. Antasida akan menetralisir sekresi asam lambung. Antasida biasanya mengandung natrium bikarbonat, Al(OH)3, Mg(OH)2, dan magnesium trisiklat. Pemberian antasida tidak dapat dilakukan terus-menerus, karena hanya bersifat simtomatis untuk mengurangi nyeri. Magnesium trisiklat merupakan adsorben nontoksik, namun dalam dosis besar akan menyebabkan diare karena terbentuk senyawa MgCl2.

2. Antikolinergik Kerja obat ini tidak sepsifik, Obat yang agak selektif adalah pirenzepin yang bekerja sebagai anti reseptor muskarinik yang dapat menekan sekresi asam lambung sekitar 28% sampai 43%. Pirenzepin juga memiliki efek sitoprotektif.

3.. Proton pump inhibitor (PPI )

Golongan obat ini mengatur sekresi asam lambung pada stadium akhir dari proses sekresi asam lambung. Obat-obat yang termasuk golongan PPI adalah omeprazol, lansoprazol, dan pantoprazol.

Muyassaroh, A. 2009. Evaluasi Penggunaan Obat Tukak Peptik Pada Pasien Tukak Peptik (Peptic Ulcer Disease) Di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Islam Kustati Surakarta Tahun 2008. Skripsi. http://etd.eprints.ums.ac.id/6175/1/K100050217.pdf [diakses tanggal 19 maret 2012]

Abdullah, M., Gunawan, J., 2012. Dispepsia. Continuing Medical Education, 647-

651.

Djojoningrat, D,. 2009. Dispepsia Fungsional. In : Sudoyo, AW., Setiyohadi, B,.

Brun, R., Kuo, B,. 2010. Functional Dyspepsia. Therapeutic Advances in

Gastroenterology, 145-164.