disosiasi merupakan teknik dasar yang menunjang keberhasilan tansplantasi sel spermatogonia

4
Disosiasi merupakan teknik dasar yang menunjang keberhasilan kultur sel. Selama ini ketersediaan sel dalam jumlah dan viabilitas tinggi adalah salah satu kendala dalam melakukan kultur sel. Semakin sedikit jumlah spermatogonia yang terkandung dalam suspensi sel yang disuntikkan, maka peluang sel donor terkolonisasi semakin kecil. Oleh karena itu, pengadaan sel donor yang kaya spermatogonia merupakan langkah penting dalam melakukan transplantasi (Kim et al. 2006, Shinohara & Brinster 2000). Tahap pertama yang dilakukan untuk mendapatkan sel donor adalah disosiasi jaringan dengan tujuan memisahkan sel-sel bagian atau jaringan pengikat tempatnya melekat, dan menghilangkan bagian-bagian yang nekrotik, pembuluh darah dan lemak yang menempel. Jaringan dapat didisosiasi secara mekanik melalui proses pencacahan dan pemipetan secara perlahan-lahan. Cara lain adalah secara enzimatik, yaitu dengan menggunakan enzim-enzim tertentu seperti tripsin, kolagenase, elastase, hyaluronidase, DNase, pronase atau variasi dari beberapa jenis enzim dalam larutan dapar atau medium tertentu sampai diperoleh suspensi sel tunggal (Worthington 2003). Selain bertujuan untuk mendapatkan suspensi sel yang tunggal, teknik disosiasi yang efektif seharusnya menghasilkan suspensi sel yang memiliki viabilitas tinggi dan dapat meminimumkan terjadinya proses agregasi sel kembali pascadisosiasi (Freshney 2005). Oleh karena itu berbagai macam teknik disosiasi pada hewan vertebrata dilakukan oleh para peneliti untuk mendapatkan suspensi sel yang memiliki kriteria-kriteria

Upload: medina-fadlilatus-syaadah

Post on 23-Oct-2015

97 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

hhhhhhhhhhhhhh

TRANSCRIPT

Disosiasi merupakan teknik dasar yang menunjang keberhasilan kultur sel. Selama ini

ketersediaan sel dalam jumlah dan viabilitas tinggi adalah salah satu kendala dalam

melakukan kultur sel. Semakin sedikit jumlah spermatogonia yang terkandung dalam

suspensi sel yang disuntikkan, maka peluang sel donor terkolonisasi semakin kecil. Oleh

karena itu, pengadaan sel donor yang kaya spermatogonia merupakan langkah penting dalam

melakukan transplantasi (Kim et al. 2006, Shinohara & Brinster 2000).

Tahap pertama yang dilakukan untuk mendapatkan sel donor adalah disosiasi jaringan

dengan tujuan memisahkan sel-sel bagian atau jaringan pengikat tempatnya melekat, dan

menghilangkan bagian-bagian yang nekrotik, pembuluh darah dan lemak yang menempel.

Jaringan dapat didisosiasi secara mekanik melalui proses pencacahan dan pemipetan secara

perlahan-lahan. Cara lain adalah secara enzimatik, yaitu dengan menggunakan enzim-enzim

tertentu seperti tripsin, kolagenase, elastase, hyaluronidase, DNase, pronase atau variasi dari

beberapa jenis enzim dalam larutan dapar atau medium tertentu sampai diperoleh suspensi sel

tunggal (Worthington 2003). Selain bertujuan untuk mendapatkan suspensi sel yang tunggal,

teknik disosiasi yang efektif seharusnya menghasilkan suspensi sel yang memiliki viabilitas

tinggi dan dapat meminimumkan terjadinya proses agregasi sel kembali pascadisosiasi

(Freshney 2005). Oleh karena itu berbagai macam teknik disosiasi pada hewan vertebrata

dilakukan oleh para peneliti untuk mendapatkan suspensi sel yang memiliki kriteria-kriteria

tersebut, namun sedikit sekali yang menjelaskan teknik disosiasi pada ikan. Penelitian

disosiasi jaringan testikular pada ikan masih sangat terbatas (Takeuchi et al. 2003, Hong et

al. 2004, Okutsu et al. 2006b, Lacerda et al. 2008). Disosiasi jaringan dapat berbeda-beda

pada setiap jenis hewan dan jaringan karena setiap hewan atau jaringan memiliki karakteristik

anatomi yang berbeda-beda khususnya yang berkaitan dengan besarnya jaringan pengikat dan

kekuatan membran (Kim et al. 2006). Selain jenis dan asal jaringan yang digunakan, umur

hewan, tipe enzim, dan larutan medium serta lama inkubasi jaringan dalam larutan disosiasi

juga menentukan efektivitas proses disosiasi (Worthington, 2003). Oleh karena itu, untuk

mendapatkan suspensi sel spermatogonia ikan gurami yang dapat digunakan sebagai sel

donor, dibutuhkan uji coba metode disosiasi yang tepat untuk jaringan gonad ikan gurami.

Pada penelitian ini diuji dua metode disosiasi enzimatik sel testikular ikan gurami. Metode

pertama merujuk pada Takeuchi et al. (2002) yang menggunakan satu jenis enzim pengurai

saja, yaitu tripsin. Metode disosiasi ini diterapkan pada ikan rainbow trout. Metode kedua

merujuk pada Takeuchi et al. (2009) yang menggunakan dua enzim pengurai, yaitu tripsin

dan DNase untuk mendapatkan suspensi sel testikular tunggal dari jaringan testis ikan nibe.

Tripsin dikenal sebagai enzim pengurai yang kuat, sedangkan DNase merupakan enzim

pengurai yang lemah (Worthington, 2003). Tripsin bertugas melepaskan matriks ekstraseluler

glikoprotein dari sel dan sekaligus menguraikan sisa-sisa matriks yang terdapat dalam larutan

disosiasi (Jones & Werb 1980). Sementara DNase pada beberapa kasus ditambahkan ke

dalam larutan disosiasi untuk menghindari terjadinya penggumpalan sel akibat pelepasan

DNA bebas dari sel-sel yang mati selama proses disosiasi (Crabbe et al. 1997). Kombinasi

dari kedua enzim ini diharapkan juga dapat meningkatkan jumlah sel tunggal dalam suspensi

yang dihasilkan pascadisosiasi. Beberapa penelitian melaporkan bahwa dalam proses

disosiasi jaringan, enzim dapat menyebabkan efek kerusakan pada sel (Nicosia et al. 1975,

Bellve et al. 1977, Du et al. 2006). Lama waktu inkubasi dalam larutan disosiasi yang

mengandung enzim merupakan faktor yang penting diketahui dalam melakukan disosiasi. Hal

ini bertujuan untuk menghindari kerusakan pada sel-sel selama proses disosiasi berlangsung.

Oleh karena itu pada penelitian ini juga dilakukan pengujian lama waktu inkubasi terhadap

hasil disosiasi yang meliputi jumlah dan viabilitas sel spermatogonia. Metode disosiasi

dengan larutan disosiasi yang tepat dan waktu inkubasi yang optimum diharapkan dapat

menghasilkan suspensi sel dalam jumlah dan viabilitas yang tinggi.

Penambahan serum berfungsi untuk menekan aktivitas tripsin dan memberikan zat nutrisi

yang dibutuhkan oleh sel selama proses disosiasi berlangsung (Freshney 2005). Pemberian

serum pada medium disosiasi biasanya dilakukan untuk disosiasi yang menggunakan

konsentrasi tripsin tinggi dan dalam waktu inkubasi yang lama agar sel tetap kuat. Pemberian

tripsin dengan konsentrasi tinggi bertujuan agar penempelan antar sel tidak terjadi (Brown et

al. 2007). Oleh karena itu meskipun aktivitas disosiasi tinggi disebabkan oleh kedua enzim

yang berperan dalam proses disosiasi tetapi viabilitas sel pada larutan disosiasi B ini tetap

tinggi. Serum juga bermanfaat untuk melindungi medium dari efek toksisitas senyawa-

senyawa tertentu pada media yang digunakan (Mather & Roberts 1998).

Pemeriksaan viabilitas sel dilakukan di bawah mikroskop dengan menggunakan hand

tally counter dan haemocytometer sehingga dapat ditemukan sel yang mati dan yang hidup.