disertasi. bab i juni. 2011

22
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan pada hakikatnya adalah upaya untuk mencapai taraf hidup rakyat lebih berkualitas dengan tatanan sosial yang berlaku. Pembangunan Indonesia mendatang masih akan menghadapi beberapa masalah diantaranya pertama, menghadapi masalah degradasi sumberdaya alam sebagai akibat eksploitasi dalam pengelolaan atau kemiskinan masyarakat (kasus daerah kering atau upland). Kedua masalah penggalian devisa untuk pembiayaan pembangunan yang semakin besar dengan menyadari semakin menurunnya perolehan devisa dari minyak dan gas (Anwar, 1992). Maka pada gilirannya peran komoditi non migas semakin penting terutama komoditi pertanian yang selama ini dominan sebagai penghasil devisa non migas (Hasyim, 1994). Sementara itu kita juga akan segera berhadapan dengan situasi

Upload: sadam-yondaime-aries

Post on 08-Apr-2016

13 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Disertasi. Bab i Juni. 2011

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembangunan pada hakikatnya adalah upaya untuk mencapai taraf

hidup rakyat lebih berkualitas dengan tatanan sosial yang berlaku.

Pembangunan Indonesia mendatang masih akan menghadapi beberapa

masalah diantaranya pertama, menghadapi masalah degradasi

sumberdaya alam sebagai akibat eksploitasi dalam pengelolaan atau

kemiskinan masyarakat (kasus daerah kering atau upland). Kedua

masalah penggalian devisa untuk pembiayaan pembangunan yang

semakin besar dengan menyadari semakin menurunnya perolehan devisa

dari minyak dan gas (Anwar, 1992). Maka pada gilirannya peran komoditi

non migas semakin penting terutama komoditi pertanian yang selama ini

dominan sebagai penghasil devisa non migas (Hasyim, 1994). Sementara

itu kita juga akan segera berhadapan dengan situasi pasar dunia yang

bebas (Gonarsyah, 1994), sehingga pengusahaan komoditi pertanian

harus semakin mengedepankan aras-aras kecenderungan pasar,

misalnya efisiensi.

Pada umumnya peningkatan kesejahteraan masyarakat pertanian

sampai saat ini masih belum memuaskan. Hal ini berkaitan dengan

kebijakan yang diterapkan kurang memihak pada sumberdaya dan pasar

serta sosial budaya petani di pedesaan. Komoditas pertanian yang

Page 2: Disertasi. Bab i Juni. 2011

mempunyai potensi untuk dikembangkan adalah komoditas perkebunan,

mengingat Indonesia mempunyai potensi lahan perkebunan yang cukup

luas terutama di luar Jawa.

Pengusahaan jambu mete (Anacardium occidentale, L) dalam

kerangka kepentingan atau permasalahan pembangunan di atas

mempunyai nilai strategis terutama berkenaan pemanfaatan lahan

marginal, penyelamatan dan pelestarian aset sumberdaya pembangunan

karena jambu mete sekaligus menjadi tanaman konservasi lahan marginal

(kering dan kritis), (Ditjenbun, 1991) mengingat tanaman ini dapat tumbuh

dimana tanaman lain tidak bisa tumbuh (Puryanto, 1983; Abdullah, 1985;

Sugiyanto, 1994). Jambu mete di Sulawesi Tenggara telah menjadi

tumpuan masyarakat yang tinggal di pedesaan dalam memenuhi

kelangsungan hidupnya (survival), serta membuat kehidupan yang lebih

baik (a better living).

Sebagai komoditas komersial, jambu mete yang diproduksi petani

di Sulawesi Tenggara ditujukan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku

industri hilir. Luas areal perkebunan jambu mete (Anacardium occidentale

L) di Indonesia seluas 560.813 Ha dan terluas terdapat di Provinsi

Sulawesi Tenggara : 169.926,34 Ha (30,3%) dengan produksi pada tahun

2006 sebesar 40.325 ton (BPS Sultra, 2007). Prospek pasar jambu mete

masih terus meningkat dan sumber daya agraria (lahan) yang dapat

digunakan untuk mengusahakan tanaman jambu mete masih tersedia

walaupun jumlahnya semakin berkurang.

2

Page 3: Disertasi. Bab i Juni. 2011

Selanjutnya, gambaran penting dari keragaman usahatani jambu

mete di Sulawesi Tenggara yang lain adalah kondisi permodalan usaha

jambu mete yang lemah. Hal ini disebabkan oleh kurangnya kemampuan

keuangan internal dalam keluarga petani, sementara bantuan modal

kapital eksternal seperti kredit tanpa agunan dengan bunga rendah akhir-

akhir ini, baru mulai diperkenalkan. Petani lebih banyak melakukan jalan

pintas dengan meminjam uang kepada pedagang pengumpul yang

umumnya juga berprofesi sebagai tengkulak. Menurut data base

perkebunan, Puslitbangbung (Indrawanto et al. (2003) bahwa hanya

sekitar 8,35% dari pendapatan petani jambu mete di Sulawesi Tenggara

dialokasikan untuk tabungan dan investasi usahatani.

Masyarakat di lahan kering yang miskin sumberdaya alam,

umumnya hanya memiliki sumberdaya sosial sebagai satu-satunya aset

penting dalam kegiatan kehidupan rumah tangga petani. Terabaikannya

pengembangan sumberdaya sosial menyebabkan lemahnya stok modal

sosial yang dapat menekan produktivitas kerja dan mendorong

terbangunnya jaringan kerja yang tidak efisien. Irawan dan Pranadji (2002)

menyatakan bahwa kehidupan masyarakat Indonesia di masa yang akan

datang sangat ditentukan oleh kualitas pengelolaan agroekosistem lahan

kering, terutama dikaitkan dengan pengembangan pertanian dan

perekonomian pedesaan setempat secara berkelanjutan. Selanjutnya

kelemahan yang menonjol dalam pengelolaan lahan kering seperti yang

dimaksud antara lain ditunjukkan melalui tidak berkembangnya modal

3

Page 4: Disertasi. Bab i Juni. 2011

sosial setempat, lemahnya aksesbilitas masyarakat terhadap lembaga

pelayanan publik lainnya (Pender et al., 2001)

Modal sosial, bersama-sama dengan modal lainnya, akan mampu

meningkatkan produktivitas, efisiensi dan keberlanjutan. Tanpa modal

sosial, aktivitas ekonomi akan mengalami kemunduran dan sumberdaya

alam akan menghadapi ancaman kerusakan. Sebaliknya, tanpa

pertumbuhan ekonomi, modal sosial akan terganggu Mitchel: (Suandi,

2008). Hasbullah, (2006) menyatakan bahwa modal sosial yang lemah

akan meredupkan semangat gotong-royong, memperparah kemiskinan,

meningkatkan pengangguran, kriminalitas dan menghalangi setiap upaya

untuk peningkatan kesejahteraan penduduk.

Grootaert (2001) dan Brata (2004), mengemukakan bahwa modal

sosial di Indonesia menjadi salah satu alternatif untuk mengatasi masalah

kemiskinan, kesehatan, pendidikan dan ketersediaan modal di tingkat

rumah tangga. Bahkan menurut Grootaert (2001), kontribusi modal sosial

dalam peningkatan pendapatan rumah tangga di Jambi, Jawa Tengah dan

Nusa Tenggara Timur sebanding dengan kontribusi modal manusia.

Modal sosial merupakan kekuatan yang mampu membangun civil

community yang dapat meningkatkan pembangunan partisipatif, seperti

trust, ideologi dan religi. Modal sosial dapat dicirikan dalam bentuk

kerelaan individu, mengutamakan keputusan kolektif atau komunitas.

Dampak dari kerelaan ini akan menumbuhkan interaksi kumulatif yang

menghasilkan kinerja yang mengandung nilai sosial.

4

Page 5: Disertasi. Bab i Juni. 2011

Fukuyama (2002b) mengilustrasikan modal sosial seperti trust,

believe and vertrauen memiliki makna betapa pentingnya kepercayaan

yang mengakar dalam faktor kultural seperti etika dan moral. Munculnya

Trust akan mengakibatkan terdistribusinya nilai-nilai moral pada

komunitas sebagai jalan untuk menciptakan kejujuran dan kenyamanan

dalam bermasyarakat. Lebih jauh Fukuyama menyatakan bahwa asosiasi

dan jaringan lokal mempunyai dampak positif bagi perilaku ekonomi dan

kesejahteraan. Modal sosial yang lemah akan meredupkan semangat

gotong-royong, memperparah kemiskinan, meningkatkan pengangguran,

kriminalitas dan menghalangi upaya untuk meningkatkan kesejahteraan

penduduk (Hasbullah, 2006).

Sumberdaya (resources) dalam ilmu ekonomi adalah sesuatu yang

dapat dikonsumsi, disimpan dan diinvestasikan. Sumberdaya yang

digunakan untuk investasi disebut sebagai modal. Modal sosial adalah

sumberdaya ekonomi yang dapat dipandang sebagai investasi untuk

mendapatkan sumberdaya baru.

Modal sosial adalah berupa tingkat kepercayaan, rasa percaya,

jaringan kerja, dan hubungan timbal balik baik informal maupun formal

yang ada di masyarakat. Studi kasus di Indonesia yang dilakukan oleh

World Bank melaporkan bahwa modal sosial mempunyai kontribusi dan

berpengaruh positif terhadap peningkatan kesejahteraan rumah tangga

(Grootaert, 1999). Modal Sosial sebagai sine qua non bagi pembangunan

manusia, ekonomi, sosial, politik dan demokrasi (Fukuyama, 1999). Modal

5

Page 6: Disertasi. Bab i Juni. 2011

sosial tumbuh dari fenomena kongnitif dari proses mental yang diperkuat

oleh budaya dan secara struktural modal sosial terkait dengan organisasi

dan institusi sosial dan berhubungan dengan perilaku masyarakat.

Fenomena yang menarik adalah perilaku ekonomi petani di dua

tempat yang berbatasan antara Kabupaten Buton dan Kabupaten Muna

dimana warganya menunjukkan kegiatan ekonomi yang oleh Scott (1983)

dinamakan “etika subsistem” yang pada dasarnya menunjukkan perilaku

ekonomi yang hanya diarahkan untuk memenuhi kebutuhan hidup paling

minimal dan umumnya cenderung tidak berani mengambil resiko

(ekonomi moral).

Menurut Scott (1983) bahwa ekonomi moral telah meletakan

argumentasi bahwa para petani itu mengambil resiko ketika mereka

mengevaluasi strategi-strategi ekonomi. Mereka lebih menyukai usaha

kecil-kecil yang mendatangkan hasil-hasil yang pasti dari pada hasil

banyak tapi mendatangkan resiko. Popkin (1986) secara eksplisit

menggunakan pendekatan ekonomi politik melalui analisisnya dengan

memusatkan perhatian pada aspek “pengambilan keputusan individu”.

Pilihan ini tepat, karena pendekatan ekonomi politik mengasumsikan

manusia sebagai homo economicus yang selalu berpikir rasional dalam

menentukan tindakan-tindakannya di antara pilihan keuntungan yang akan

diperoleh dan resiko kerugian yang mungkin di dapat. Perilaku demikian

juga cenderung ditemukan pada petani dari wilayah tersebut. Nampak

pula pada dua tempat berbatasan tersebut terdapat perbedaan budaya

6

Page 7: Disertasi. Bab i Juni. 2011

usaha dalam bidang kegiatan pertanian yang mungkin sejalan dengan

pandangan Max Weber, (1958) tentang pengaruh nilai-nilai budaya

terhadap kehidupan sosial ekonomi dalam bukunya yang sangat terkenal

The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism. Selanjutnya Max

Weber menekankan bahwa kekuatan atau nilai agama ternyata ikut ambil

bagian secara kualitatif terhadap pembentukan semangat kapitalisme dan

merupakan suatu faktor yang otonom dan sekaligus memiliki

kemungkinan untuk memberikan corak pada sistem perilaku ekonomi.

Perilaku ekonomi dalam usahatani semata-mata tidak hanya

ditentukan oleh kemampuan teknis dan ekonomi semata, tetapi juga di

pengaruhi oleh tingkat modal sosial yang dimiliki oleh petani dan

lingkungan sekitarnya. Pada umumnya kajian tentang kegiatan usahatani

lebih menitikberatkan pada variabel-variabel ekonomi usahatani dengan

membuat suatu kondisi variabel modal sosial adalah given atau catteries

paribus.

Modal sosial diyakini sebagai salah satu komponen utama dalam

menggerakkan kebersamaan, mobilitas ide saling percaya dan saling

menguntungkan untuk kemajuan bersama (Hasbullah, 2006). Inti telaah

modal sosial terletak bagaimana kemampuan masyarakat dalam suatu

entitas atau kelompok untuk bekerjasama membangun suatu jaringan

dalam mencapai tujuan bersama. Kerjasama tersebut diwarnai oleh suatu

pola interelasi yang imbal balik dan saling menguntungkan dan dibangun

7

Page 8: Disertasi. Bab i Juni. 2011

di atas kepercayaan yang di topang norma-norma dan nilai-nilai sosial

yang positif dan kuat.

Hasil penelitian Putnam (1993) di Italia menemukan bahwa

perbedaan struktur sosial yang ada di masing-masing wilayah antara Italia

Utara dan Italia Selatan mempengaruhi kesejahteraan masyarakat. Italia

utara lebih sejahtera dibanding Italia Selatan hal ini disebabkan di Italia

Utara terdapat struktur horizontal sedangkan di Selatan Struktur berbentuk

hierarki dan akhirnya pada perbedaan modal sosial.

Fenomena yang menarik adalah perilaku petani dalam usaha

jambu mete pada perbatasan antara dua Kabupaten Buton dan

Kabupaten Muna suatu lokasi pusat jambu mete Propinsi Sulawesi

Tenggara, sesuai pengamatan sementara nampak perbedaan dalam

kegiatan usaha jambu mete masyarakat.

“Di dalam usaha jambu mete, petani di Gu-Lakudo terhitung sebagai pengelola jambu mete terbesar di Sulawesi Tenggara, bahkan di Indonesia. Menurut Harjun Hatma, petani jambu mete di Gu-Lakudo tidak hanya menjual jambu mete dalam bentuk gelondongan tetapi telah di jual dalam bentuk olahan kacang mete atau bahan setengah jadi. Sebaliknya, di wilayah Tongkuno, Kabupaten Muna, wilayah yang berbatasan langsung dengan wilayah Gu-Lakudo, perputaran ekonomi tidak sebaik yang terjadi di wilayah Gu-Lakudo” (wawancara dengan Harjun Hatma, 11 Juli 2009).

Padahal pada kedua tempat tersebut di diami oleh satu suku yaitu

Suku Pancana (Muna), diasumsikan bahwa mereka mempunyai modal

sosial yang sama tetapi kenyataannya menunjukkan perilaku sosial

ekonomi mereka berbeda. Oleh karena itu alasan mendasar dilakukan

penelitian ini adalah untuk memahami lebih dalam mengenai perbedaan

8

Page 9: Disertasi. Bab i Juni. 2011

modal sosial dan hubungannya dengan perilaku ekonomi dalam kegiatan

usahatani jambu mete, yang pada akhirnya akan memberikan perbedaan

pada taraf kesejahteraan dua komunitas masyarakat yang dimaksud.

Inti telaah modal sosial terletak bagaimana kemampuan

masyarakat dalam suatu entitas atau kelompok untuk bekerja sama

membangun suatu jaringan dalam mencapai tujuan bersama. Kerjasama

tersebut diwarnai oleh suatu pola interelasi yang imbal balik dan saling

menguntungkan dan dibangun di atas kepercayaan yang di topang oleh

norma-norma dan nilai-nilai sosial yang positif dan kuat.

Berdasarkan beberapa pernyataan yang telah dikemukakan di atas

menimbulkan anggapan bahwa adanya faktor penting yang perlu

dipahami sebagai pemicu perbedaan perilaku ekonomi yang berbeda di

perbatasan dua Kabupaten Buton di daerah Gu-Lakudo dan Kabupaten

Muna di daerah Tongkuno.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan di atas,

maka, masalah dapat dirumuskan adalah sebagai berikut: “Mengapa dua

komunitas yang sama (berasal dari etnis yang sama yaitu Pancana)

dengan asumsi memiliki modal sosial yang berbeda dalam perilaku

ekonomi usahatani jambu mete dan pada akhirnya berbeda juga di dalam

tingkat kesejahteraannya?”.

9

Page 10: Disertasi. Bab i Juni. 2011

Beberapa pertanyaan di bawah ini merupakan rincian

permasalahan yang dapat diperoleh jawaban lebih tajam dari penelitian

ini, antara lain:

1. Apakah ada perbedaan modal sosial di dua komunitas petani jambu

mete di wilayah Gu-Lakudo Kabupaten Buton dan wilayah Tongkuno

Kabupaten Muna?

2. Apakah sama perilaku ekonomi petani jambu mete di wilayah Gu-

Lakudo Kabupaten Buton dan wilayah Tongkuno Kabupaten Muna?

3. Apakah sama kesejahteraan petani jambu mete di wilayah Gu-Lakudo

Kabupaten Buton dan wilayah Tongkuno Kabupaten Muna?

4. Apakah modal sosial di dua komunitas petani jambu mete di wilayah

Gu-Lakudo Kabupaten Buton dan wilayah Tongkuno Kabupaten Muna

mempengaruhi perilaku ekonomi dan kesejahteraan petaninya?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk :

1. Mengkaji gambaran modal sosial di dua komunitas petani jambu mete

di wilayah Gu-Lakudo Kabupaten Buton dan wilayah Tongkuno

Kabupaten Muna.

2. Mengkaji gambaran perilaku ekonomi petani jambu mete di wilayah

Gu-Lakudo Kabupaten Buton dan wilayah Tongkuno Kabupaten Muna.

3. Mengkaji gambaran kesejahteraan petani jambu mete di wilayah Gu-

Lakudo Kabupaten Buton dan wilayah Tongkuno Kabupaten Muna.

10

Page 11: Disertasi. Bab i Juni. 2011

4. Menganalisa dan membandingkan pengaruh modal sosial di dua

komunitas petani jambu mete di wilayah Gu-Lakudo Kabupaten Buton

dan wilayah Tongkuno Kabupaten Muna terhadap perilaku ekonomi

dan kesejahteraan petaninya.

D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini adalah :

1. Sebagai sumbangan pemikiran bagi pihak-pihak terkait dalam

merumuskan kebijakan yang berhubungan dengan peningkatan

produksi usahatani, dan kesejahteraan petani jambu mete, bahwa

kekuatan modal sosial setempat perlu dimasukkan sebagai salah satu

komponen penting rancangan kebijakan pengembangan usahatani

jambu mete di pedesaan.

2. Bagi para peneliti dan akademisi, penelitian ini dapat memberikan

inspirasi dikembangkannya penelitian yang lebih luas untuk melihat

lebih mendalam tentang pentingnya ketepatan memilih dan membuat

model pemberdayaan sosial budaya. Serta sebagai bahan kajian dan

pengembangan ilmu sosial ekonomi pertanian, khususnya mengenai

keterkaitan antara modal sosial, perilaku ekonomi usahatani dan

kesejahteraan petani jambu mete.

E. Ruang Lingkup Penelitian/Batasan Penelitian

Penelitian ini membedakan antara modal sosial wilayah yang

berhasil mengembangkan komoditas jambu mete, dengan wilayah yang

11

Page 12: Disertasi. Bab i Juni. 2011

kurang berhasil mengembangkan komoditas jambu mete. Yang menjadi

indikator keberhasilan pengelolaan komoditas jambu mete bukan hanya

pada keberhasilan usahatani yang dikelola oleh rumah tangga, namun

juga pada kegiatan pengolahan dan pemasaran jambu mete.

Hubungan indikator dan komponen modal sosial, perilaku ekonomi,

dan kesejahteraan rumah tangga petani dianalisa melalui model

persamaan structural atau structural equation model (SEM) yang tersedia

dalam program Lisrel 8.73. Uji beda rataan antara dua populasi dengan

indikator modal sosial, perilaku ekonomi dan kesejahteraan diuji dengan

menggunakan analisis uji t-student. Penggunaan SEM dan Uji t-student

merupakan salah satu faktor kebaruan (novelty) dari penelitian ini.

Unit analisis dalam penelitian ini menggunakan rumah tangga dan

belum memisahkan unit analisis berdasarkan kelompok/asosiasi yang

berkembang di daerah penelitian dan tipe hubungan sehingga tidak dapat

membedakan antara proporsi aktivitas masyarakat yang produktif

(ekonomi) dan non produktif (sosial).

F. Definisi, Istilah dan Glosarium

Pokadulu : Kelembagaan sosial gotong-royong yang berfungsi di

dalam pengelolaan usahatani dan segala macam aspek

kegiatan masyarakat di Kabupaten Muna.

12

Page 13: Disertasi. Bab i Juni. 2011

Pokaowa : Kelembagaan sosial gotong-royong yang berfungsi di

dalam pengelolaan usahatani dan segala macam aspek

kegiatan masyarakat di Kabupaten Buton.

Kameko : Sejenis minuman yang memabukkan, berasal dari air

sadapan pohon enau, dikonsumsi oleh masyarakat

Tongkuno.

Jambu erang : Sebutan tanaman jambu mete di Sumatra Barat.

Gayu : Sebutan atau nama tanaman jambu mete di Lampung.

Jambu mede : Sebutan tanaman jambu mete di Jawa Barat.

Jambu monyet : Sebutan tanaman jambu mete di Jawa Timur.

Jambu jipang/jambu dwipa : Sebutan tanaman jambu mete di Bali.

Buah yaki : Sebutan tanaman jambu mete di Sulawesi Utara.

Jambu monye : Sebutan tanaman jambu mete di Sulawesi Tenggara.

Sugi Manuru : Nama raja Muna ke-VI di Sulawesi Tenggara.

Kaomu : Golongan pemerintah atau yang menguasai pemerintahan

pada masa Raja Sugi Manuru. Golongan ini adalah

turunan dari anak laki-laki sang raja dari permaisuri yang

berhak menjadi raja dan jabatan lainnya sesuai hukum

adat (kekuasaan eksekutif).

Walaka : Golongan yang berhak dan memiliki kekuasaan

menetapkan hukum adat dan mengawasi pelaksanaannya

(kekuasaan legislatif dan yudikatif). Golongan ini

merupakan turunan dari anak perempuan sang raja.

13

Page 14: Disertasi. Bab i Juni. 2011

Olindo fitu bangkauno : Strata dalam sistem masyarakat Muna yang

berhak menjadi kepala pemerintahan daerah.

Wawono liwu : Strata ke-4 dalam sistem masyarakat Muna atau

masyarakat umum.

Kapita : Panglima angkatan bersenjata kerajaan.

Kapitalau : Angkatan laut kerajaan sebagai penjaga keamanan pantai

dari serangan pihak luar dan bajak laut.

Kacip : Alat pengupas kulit gelondong jambu mete

Sara : Merupakan majelis pemerintahan/agama

G. Organisasi/Sistematika

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan Penelitian

D. Kegunaan Penelitian

E. Ruang Lingkup Penelitian/Batasan Penelitian

F. Definisi, Istilah dan Glosarium

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Modal Sosial

1. Pengertian Modal

2. Unsur Pokok Modal Sosial

B. Modal Sosial Menjadi Tulang Punggung Bisnis Pertanian

C. Perilaku Ekonomi Rumah Tangga Petani

D. Model Ekonomi Rumah Tangga

E. Kesejahteraan Ekonomi Keluarga

14

Page 15: Disertasi. Bab i Juni. 2011

F. Keterkaitan Modal Sosial dengan Perilaku Ekonomi Usahatani

G. Keterkaitan Institusi Keluarga dengan Sistem Kesejahteraan di

Daerah Pedesaan

H. Persepsi Kesejahteraan Keluarga

I. Keterkaitan Modal Sosial dengan Kesejahteraan Ekonomi

Keluarga

J. Keterkaitan Produksi dan Pasar Jambu Mete

K. Pola Produksi Jambu Mete

L. Tata Niaga Produk Jambu Mete

M. Kerangka Konseptual

N. Hipotesis Penelitian

O. Definisi Operasional

BAB. III. METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

B. Lokasi dan Waktu

C. Populasi dan Sampel Penelitian

D. Instrumen Pengumpulan Data

E. Analisa Data

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANA. Gambaran Umum Wilayah Lokasi PenelitianB. Keragaan Modal Sosial Petani Jambu Mete

di Kabupaten Buton dan Muna

C. Perilaku Ekonomi Petani Jambu Mete di Kabupaten Buton dan Muna

D. Analisis Kesejahteraan Petani Jambu Mete di Kabupaten Buton dan Muna

E. Pengaruh Modal Sosial Terhadap Perilaku Ekonomi dan Tingkat Kesejahteraan Petani Jambu Mete di Kabupaten Buton dan Muna

F. Refitalisasi Modal Sosial

DAFTAR PUSTAKA

15