6 lapbul juni 2011.pdf

112

Upload: lynguyet

Post on 30-Dec-2016

239 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 6 lapbul Juni 2011.pdf
Page 2: 6 lapbul Juni 2011.pdf

DITERBITKAN OLEH : DIREKTORAT JENDERAL KERJA SAMA PERDAGANGAN INTERNASIONAL DITJEN KPI / LB / 80 / VIII / 2011

Page 3: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

1

DAFTAR ISI DAFTAR ISI....………………………………………...………………………………………............................. 1 KATA PENGANTAR.......................................................................................................... 3 RINGKASAN EKSEKUTIF...……………………….......…………………………………….......................... 4 DAFTAR GAMBAR........................................................................................................... 8 DAFTAR TABEL................................................................................................................ 9 BAB I KINERJA…………....……...................................................................................... 10 A. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan Multilateral............................ 10 1. Regional Review Meeting on Aid for Trade-Asia

Pacific................................................................................................. 10 2. Sidang Komite Technical Barriers to Trade......................................... 11 B. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan ASEAN ….………………….………….. 12 1. Pertemuan ke-3 ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area Joint

Committee (FJC).………………………………………………………………………………… 12 2. Pertemuan ke-5 ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership

Joint Committee (AJCEP-JC)........................................................................ 18 3. Pertemuan ke-38 ASEAN China Trade Negotiating Committee (AC-

TNC)............................................................................................................. 23 4. Pertemuan ke-5 ASEAN-Korea FTA Implementing Committee (AKFTA-

IC) dan Pertemuan Terkait Lainnya............................................................ 27 5. Pertemuan the 28th ASEAN Small Medium Enterprise Working Group

(SMEWG) and Other Related Meetings………………………………………………. 33 6. Pertemuan the 3rd Senior Economic Official Meeting for the Forty-

Second ASEAN Economic Ministers Meeting (SEOM 3/42) and Other Related Meetings........................................................................................ 38

C. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan APEC dan Organisasi

Internasional Lainnya.................................................................................... 50 1. World Economic Forum on East Asia (WEF on EA)………..................... 50 2. St. Petersburg International Economic Forum (SPIEF) ke-15.............. 60 D. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan Bilateral.................................... 63 1. Pertemuan Keempat Joint Experts Group Pan Beibu Gulf Economic

Cooperation…………………………………………………………………………………… 63 2. The 2nd Round of Negotiation Indonesia-EFTA Comprehensive

Partnership Agreement (IE-CEPA)…………………………………………………… 65 3. Pertemuan Trade Negotiating Committee (TNC) ke-7 Indonesia –

Pakistan…………………………………………………………………………………………. 72 4. Pertemuan Joint Border Committee RI – Papua New Guinea ke-28... 76 5. Kunjungan Menteri Perdagangan ke RRT........................................... 79

Page 4: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

2

6. Diseminasi Rekomendasi Vision Group Indonesia-Uni Eropa dan Pertemuan ke-4 Working Group on Trade and Investment (WGTI) Indonesia-Uni Eropa........................................................................... 83

E. Peningkatan Kerja Sama Perdagangan Jasa.................................................. 88 1. ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership Sub Committee

on Services ke-4……………………………………………………………………………… 88 2. Pertemuan Perundingan ke-2 Working Group Trade in Services

Indonesia EFTA-Cooperation Economic Partnership Agreement…….. 90 3. Committee on Trade in Financial Services (CTFS) – WTO………………… 93 4. Pertemuan Trade and Development Commission, Third Session,

UNCTAD…………………………………………………………………………………………. 95 5. Sidang Working Party on Domestic Regulations……………………………… 98 6. Sidang Working Party on GATS Rules (WPGR)………………………………… 99 7. Sidang Council for Trade in Services (CTS)………………………………………. 101 BAB II PERMASALAHAN DAN TINDAK LANJUT......……………....................................... 105 A. Kendala dan Permasalahan….……………………………………………....................... 105 B. Tindak Lanjut Penyelesaian…..……………………………………………………………….. 107 BAB III PENUTUP…..………………………………………………………………………………………………. 109

Page 5: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

3

KATA PENGANTAR

Laporan Bulanan Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional

merupakan uraian pelaksanaan kegiatan dari tugas dan fungsi Direktorat-direktorat dan

Sekretariat di lingkungan Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional, yang

terdiri dari rangkuman pertemuan, sidang dan kerja sama di fora kerja sama Multilateral,

ASEAN, APEC dan organisasi internasional lainnya, Bilateral serta Perundingan

Perdagangan Jasa setiap bulan baik di dalam maupun di luar negeri.

Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan laporan bulanan ini adalah untuk

memberikan masukan dan informasi kepada unit-unit terkait Kementerian Perdagangan,

dan sebagai wahana koordinasi dalam melaksanakan tugas lebih lanjut. Selain itu, kami

harapkan Laporan Bulanan Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional ini,

dapat memberikan gambaran yang jelas dan lebih rinci mengenai kinerja operasional

Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional.

Akhir kata kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu sejak penyusunan hingga penerbitan laporan bulanan ini.

Terima kasih.

Jakarta, Juni 2011

DIREKTORAT JENDERAL KPI

Page 6: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

4

RINGKASAN EKSEKUTIF

Beberapa kegiatan penting yang telah dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional pada bulan Juni 2011, antara lain:

Regional Review Meeting on Aid for Trade-Asia Pacific

Pertemuan ini bertujuan untuk mengambil pelajaran dan membagi pengalaman positif dari skema aid for trade sebagai complementary Doha Development Agenda terhadap liberalisasi perdagangan dan pertumbuhan ekonomi khususnya negara-negara Asia Pasifik, efektivitasnya saat ini, dan tantangannya di masa yang akan datang.

Sidang Komite Technical Barriers to Trade

Tanggapan-tanggapan yang disampaikan dalam sidang adalah: (i) Specific Trade Concern yang disampaikan oleh Uni Eropa, Korea Selatan, Jepang; (ii) Peraturan Australia mengenai Tobacco Plain Packaging Bill 2011; dan (iii) Peraturan EU mengenai EU Renewable Energy Directive.

Pertemuan ke-3 ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area Joint Committee (FJC)

Pembahasan di tingkat FTA Joint Committee mencakup hal-hal yang bersifat umum (recent economic and economic policy development), selain membahas laporan badan-badan bawahannya dan mengambil keputusan atas hal-hal yang tidak dapat diputuskan di tingkat committee atau karena sifatnya harus diputuskan pada tingkat FTA Joint Committee.

Pertemuan ke-5 ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership Joint Committee (AJCEP-JC)

Pertemuan ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership Joint Committee (AJCEP-JC) antara lain membahas: (i) Implementasi AJCEP; (ii) Adendum Notifikasi AJCEP di WTO; (iii) Rencana pertemuan ke-1 Sub-Committee of Sanitary and Phytosanitary (SC-SPS) dan Sub-Committee of Standards, Technical Regulations, and Conformity Assessment Procedures (SC-STRACAP); (iv) Guidelines Kerja Sama Ekonomi AJCEP; dan (v) Status Negosiasi Jasa dan Investasi.

Pertemuan ke-38 ASEAN China Trade Negotiating Committee (AC-TNC)

Pertemuan ASEAN China Trade Negotiating Committee (AC-TNC) antara lain membahas: (i) Perdagangan Barang; (ii) Perdagangan Jasa; (iii) Kerja sama Ekonomi; (iv) Working Group Sanitary and Phytosanitay (SPS); dan (v) Working Group Technical Barrier to Trade (TBT).

Page 7: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

5

Pertemuan ke-5 ASEAN-Korea FTA Implementing Committee (AKFTA-IC) dan Pertemuan Terkait Lainnya

Pembahasan dalam Pertemuan ke-5 AKFTA-IC difokuskan pada: (i) Tindak Lanjut SEOM-ROK Consultation; (ii) Notifikasi AKFTA di World Trade Organisation (WTO); (iii) Implementasi Protocol to Amend ASEAN–Korea Trade in Goods (AKTIG) Agreement to Incorporate Lao PDR HSL-E List; (iv) Laporan Akhir Joint Impact Study AKTIG; (v) Penyelesaian Penyusunan Second Protocol to Amend the AKTIG Agreement; dan (vi) Pembahasan hasil dari AKSTROO dan WGEC.

Pertemuan the 28th ASEAN Small Medium Enterprise Working Group (SMEWG) and Other Related Meetings

Pertemuan terdiri dari empat rangkaian yakni: (i) the 28th SMEWG Meeting; (ii) the 1st ASEAN SME Advisory Council; (iii) the 1st Expert Panel on SME Access to Finance Meeting; dan (iv) 9th Joint Consultation between ASEAN SMEWG–ASEAN Plus Three Countries dan 8th Joint Consultation between SMEWG–Japan.

Pertemuan the 3rd Senior Economic Official Meeting for the Forty-Second ASEAN Economic Ministers Meeting (SEOM 3/42) and Other Related Meetings

Pertemuan SEOM 3/42 antara lain membahas isu internal ASEAN dan persiapan pertemuan SEOM dengan Mitra Dialognya pada tanggal 24-26 Juni 2011. Di sela-sela pertemuan juga berlangsung pertemuan ASEAN Plus Working Group on Economic Cooperation.

World Economic Forum on East Asia (WEF on EA)

WEF on EA ke-20 yang bertema “Responding to the New Globalism” dihadiri oleh 624 partisipan dari 40 negara yang mewakili lembaga pemerintah, industri, pengambil kebijakan regional dan global, dan pimpinan lembaga nirlaba serta akademisi. Tujuan WEF on EA adalah untuk meningkatkan kegiatan ekonomi dan investasi suatu negara di dunia dengan melibatkan dunia bisnis, politik, akademisi, dan para pemimpin kelompok masyarakat untuk menyusun agenda industri secara regional dan global.

St. Petersburg International Economic Forum (SPIEF) ke-15

Topik St. Petersburg International Economic Forum (SPIEF) ke-15 tahun ini adalah Emerging Leadership for a New Era dengan tiga subtopik pembahasan yaitu: (i) Securing Global Growth; (ii) Building Russia's Creative Capital; dan (iii) Expanding Technology Horizons.

Pertemuan Keempat Joint Experts Group Pan Beibu Gulf Economic Cooperation

Tujuan pertemuan antara lain: (i) Memfinalisasikan Feasibility Study Report on Pan Beibu Gulf Economic Cooperation; (ii) Membahas draft Letter to SEOM-MOFCOM (China) Consultation from the JEG on PBGEC; dan (iii) Membahas draft Follow up Action Proposals by the JEG on PBGEC.

Page 8: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

6

The 2nd Round of Negotiation Indonesia-EFTA Comprehensive Partnership Agreement (IE-CEPA)

Perundingan ini merupakan kerja sama ekonomi bilateral antara Indonesia dengan EFTA yang mencakup 8 bidang atau kelompok perundingan, yaitu: Trade in goods, Trade in Services; Investment; Rules of Origin and Custom Procedures; Government Procurement; Intellectual Property Rights (IPR); Cooperation and Capacity Building;dan General Provisions. Pada perundingan tersebut juga telah dilaksanakan konsultasi dengan pihak EFTA dalam bidang Sustainable Development, Competition, dan Trade Remedies.

Pertemuan Trade Negotiating Committee (TNC) ke-7 Indonesia – Pakistan

Delegasi RI menghadiri Pertemuan TNC ke – 7 dengan membawa proposal baru guna memecah kebuntuan pembahasan request list of products dan sekaligus menyelesaikan perundingan Preferential Trade Agreement (PTA) dengan Pakistan. Menanggapi posisi final dari Indonesia, Pakistan tetap pada prinsip “proportionality dan equitable reciprocity” dan belum dapat menerima posisi final Indonesia. Dengan tidak fleksibelnya posisi Pakistan maka perundingan diputuskan untuk ditunda.

Pertemuan Joint Border Committee RI – Papua New Guinea ke-28

JBC RI – PNG ke 28 dibagi ke dalam 2 sesi pertemuan yakni plennary dan working group/subsidiary organs. Working group/subsidiary organs dalam JBC RI – PNG terdiri atas: (i) Border Liaisons Meeting; (ii) Joint Sub Committee on Security Matters relating to Border Areas; (iii) Joint Sub Committee on Survey and Demarcation of the Boundary and Mapping of the Border Areas (JTSC-SDM); (iv) Sub Committee on Communication; dan (v) Joint Sub Committee on Trade and Investment along the Border Areas.

Kunjungan Menteri Perdagangan ke RRT

Agenda yang dilakukan selama kunjungan tersebut adalah para Menteri beserta delegasi melakukan pertemuan bilateral dengan Minister of Commerce dan Vice Minister of Finance RRT; kunjungan kehormatan kepada Perdana Menteri RRT, dan business gathering dengan CEO dari perusahaan RRT dan Indonesia.

Diseminasi Rekomendasi Vision Group Indonesia-Uni Eropa dan Pertemuan ke-4 Working Group on Trade and Investment (WGTI) Indonesia-Uni Eropa

Diseminasi ini bertujuan untuk memberikan informasi dan memperoleh masukan serta dukungan dari seluruh stakeholder Uni Eropa dalam rangka pembentukan kerja sama kemitraan yang komprehensif antara Indonesia-UE.

ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership Sub Committee on Services ke-4

Agar pembahasan berjalan seimbang ASEAN sepakat untuk menyampaikan Draft Text on Trade in Services versi ASEAN pada saat pertemuan AJCEP SCS ke-4. Draft Text on Trade in Services proposal dari ASEAN untuk perundingan AJCEP SCS didasarkan pada Draft Text on Trade in Services ASEAN-China dengan beberapa perbaikan.

Page 9: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

7

Pertemuan Perundingan ke-2 Working Group Trade in Services Indonesia EFTA-Cooperation Economic Partnership Agreement

Pertemuan membahas hal-hal terkait dengan follow up bahasan dari perundingan putaran pertama, draft chapter text on trade in services, serta membahas annexes mengenai Telecomunication, Financial Services, dan Movement Natural Person.

Committee on Trade in Financial Services (CTFS) - WTO

Agenda utama Sidang CTFS adalah pembahasan mengenai Trade in Financial Services and Development; Technical Issues: Classification Issues, Acceptance of the Fifth Protocol to the general Agreement on Trade in Services embodying the results of the Financial Services Negotiation.

Pertemuan Trade and Development Commission, Third Session, UNCTAD

Isu-isu yang dibahas yakni: (i) Laporan Pertemuan Para Ahli yang membahas Commodities and Development, Services, Development and Trade, International Cooperation, dan Transport and Trade Facilitation; (ii) Pembahasan Isu: Assessing the evolution of the intemasional trading system and enhancing its contribution to development and economic recovery; (iii) Pembahasan Isu: Integration of developing countries in global supply chains including through adding value to their exports; dan (iv) Laporan terkait Promoting and Strengthening synergies among three pillars.

Sidang Working Party on Domestic Regulations

Agenda utama sidang adalah membahas kelanjutan perundingan isu Domestic Regulations (DR), khususnya terkait dengan kenyataan mandeknya perundingan Putaran Doha saat ini.

Sidang Working Party on GATS Rules (WPGR)

Agenda utama Sidang adalah membahas kelanjutan (way forward) dari perundingan isu-isu yang dibahas di WPGR, yaitu: Emergency Safeguard Measures (ESM), Government Procurement (GP), dan Subsidi.

Sidang Council for Trade in Services (CTS)

Agenda utama Sidang CTS antara lain adalah: Notifications Pursuant to Articles III:3 (Komunikasi dari Togo, S/C/N/580-593) dan Notifications Pursuant to articles V:7 (Komunikasi dari Korea Selatan dan ASEAN, S/C/N/559/ADD.1 dan S/C/N560/ADD.1); Sectoral and Modal Discussions, Dedicated Discussion on International Mobile Roaming; Work Programme on Electronic Commerce.

Page 10: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

8

DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Regional Review Meeting on Aid for Trade-Asia

Pacific...............................................................................................................

10 Gambar 2 Pembukaan World Economic Forum on East Asia …...................................... 50 Gambar 3 Panelis dalam Acara World Economic Forum on East Asia ………………………… 60 Gambar 4 St. Petersburg International Economic Forum ke-15...................................... 61 Gambar 5 Trade Negotiating Committee ke-7 Indonesia-Pakistan................................. 73 Gambar 6 Joint Border Committee RI – Papua New Guinea ke-28…………………………….. 76

Page 11: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

9

DAFTAR TABEL Tabel 1 Utilisasi Tarif Preferensi……............................................................................. 14

Page 12: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

10

BAB I KINERJA

A. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan Multilateral

1. Regional Review Meeting on Aid for Trade-Asia Pacific

Regional Review Meeting on Aid for Trade-Asia Pacific berlangsung pada tanggal 14 Juni 2011. Pertemuan ini bertujuan untuk mengambil pelajaran dan membagi pengalaman positif dari skema aid for trade sebagai complementary Doha Development Agenda terhadap liberalisasi perdagangan dan pertumbuhan ekonomi khususnya negara-negara Asia Pasifik, efektivitasnya saat ini dan tantangannya di masa yang akan datang.

Laporan dan rekomendasi dari pertemuan ini akan dibawa dalam Global Review Meeting Committee on Trade and Development-WTO pada tanggal 18-19 Juli di Jenewa.

Pertemuan ini dibuka oleh opening speech dari Menteri Perdagangan Republik Indonesia. Dalam opening speech tersebut, Ibu Mendag menyampaikan antara lain bahwa Aid for Trade adalah merupakan pelengkap dalam Doha Development Agenda (DDA) dan sangat diharapkan agar skema aid for trade ini efektif dalam mengatasi kebuntuan dalam perundingan Doha Development Agenda.

Gambar 1. Regional Review Meeting on Aid for Trade-Asia Pacific

Peran Penting Wilayah Asia Pasifik

Pada kesempatan tersebut Direktur Jenderal WTO, juga memberikan pidato antara lain menyampaikan bahwa wilayah Asia Pasifik memiliki peran yang penting dalam kerangka pertumbuhan dan pemulihan ekonomi di mana perdagangan diharapkan dapat menjadi katalis

Page 13: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

11

pembangunan. Selain itu, Direktur Jenderal WTO juga menyampaikan bahwa evaluasi dan pengujian terhadap dampak dari skema aid for trade penting untuk dilakukan agar bisa dilihat keterkaitannya dengan penurunan kemiskinan dan pembangunan.

Tantangan Pengurangan Kemiskinan

Presiden dari Asian Development Bank (ADB), juga menyampaikan pidato yang antara lain menekankan tantangan untuk terus mengurangi kemiskinan dengan salah satu caranya yaitu memperkuat dan memperluas supply chain dan jaringan kerja sama produksi yang menawarkan cara untuk mengintegrasikan negara maju dan negara berkembang. Presiden ADB juga menyatakan kesiapan ADB untuk secara konsisten mendukung aid for trade untuk wilayah Asia Pasifik. Pertemuan kemudian dilanjutkan dengan sesi presentasi dari para pembicara.

Pertemuan ditutup dengan kesimpulan dan rekomendasi sebagai berikut:

1) Indonesia berpandangan bahwa DDA memang harus conclude dan early harvest bagi Least Developing Countries (LDCs), hal ini harus dilengkapi dengan Aid for Trade yang bukan saja ditujukan untuk LDCs tapi juga untuk negara berkembang lainnya;

2) Pentingnya Kemitraan sebagai salah satu strategi untuk meningkatkan perdagangan;

3) Meningkatkan perdagangan dapat berarti meningkatkan teknologi dan kesempatan kerja;

4) WTO memberikan kontribusi besar bagi negara-negara berkembang karena membuat perdagangan menjadi lebih mudah;

5) Diperlukannya koordinasi dan kerja sama swasta antara pemerintah dan swasta juga dengan pemerintah untuk mengelola aid for trade agar lebih efektif sebagai salah satu cara untuk mengembangkan perdagangan; dan

6) Evaluasi dan pengujian terhadap dampak dari skema aid for trade penting untuk dilakukan agar bisa dilihat keterkaitannya dengan penurunan kemiskinan dan pembangunan.

2. Sidang Komite Technical Barriers to Trade

Sidang Komite TBT dilaksanakan pada tanggal 15-16 Juni 2011, di WTO Jenewa, Swiss. Adapun tanggapan-tanggapan yang disampaikan adalah sebagai berikut:

Page 14: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

12

1) Memberikan tanggapan atas Specific Trade Concerns (STC) yang disampaikan oleh The European Union (EU) terkait Kewajiban Pencantuman Label pada Barang;

2) Memberikan tanggapan atas Specific Trade Concern yang disampaikan Korea terhadap notifikasi Indonesia mengenai Rancangan Peraturan Menteri Perindustrian tentang Pemberlakuan Standar Nasional (SNI) Baja Lembaran Elektrolisis Lapis Seng (BjLTE) secara wajib (G/TBT/N/IDN/46) melalui bilateral meeting dan sidang;

3) Memberikan tanggapan atas trade concern yang disampaikan oleh Jepang terhadap notifikasi Indonesia mengenai Rancangan Peraturan Menteri Perindustrian tentang Pemberlakuan Standar Nasional (SNI) Baja Lembaran dan Gulungan Canai Dingin (BjD) secara wajib (G/TBT/N/IDN/33) dan produk baja lain melalui bilateral meeting;

4) Memberikan tanggapan terhadap peraturan Australia mengenai Tobacco Plain Packaging Bill 2011 (G/TBT/N/AUS/67);

5) Memberikan tanggapan terhadap peraturan EU mengenai EU Renewable Energy Directive (EU-RED);

6) Memantau Specific Trade Concern atas notifikasi dari EU tentang Directive 67/548 ATP (Adoption of Technical Progress) ke-31 dan CLP 1 tentang pengklasifikasian nickel compounds;

7) Memantau Specific Trade Concern atas notifikasi dari EU tentang Regulation on the Registration, Evaluation, and Authorization of Chemicals (REACH); dan

8) Memantau Brazil Draft Resolution No. 112, November 29, tahun 2010 mengenai Maximum levels of tar, nicotin and carbonmonoxide permitted on tobacco products and prohibition on additives (G/TBT/N/BRA/407).

B. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan ASEAN

1. Pertemuan ke-3 ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area Joint Committee (FJC)

Pertemuan ke-3 AANZ FTA Joint Committee (FJC) dilaksanakan di Wellington, New Zealand pada tanggal 30 Mei – 2 Juni 2011. Pertemuan dihadiri oleh wakil seluruh negara anggota ASEAN, Australia, New Zealand, dan Sekretariat ASEAN.

Page 15: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

13

Pertemuan FTA Joint Committee

Pembahasan di tingkat FJC mencakup hal-hal yang bersifat umum (recent economic and economic policy development), selain membahas laporan badan-badan bawahannya dan mengambil keputusan atas hal-hal yang tidak dapat diputuskan di tingkat committee atau karena sifatnya harus diputuskan pada tingkat FJC.

Kerja Sama di Bidang Investasi

Khusus untuk kerja sama di bidang investasi yang dibahas dalam Committee on Investment, FJC memutuskan untuk memperbolehkan negara anggota yang berminat untuk memanfaatkan dana Economic Cooperation Work Programme untuk mengikuti OECD Investment Policy Review maupun untuk menerapkan rekomendasi dari hasil review dimaksud, dengan catatan bahwa kegiatan ini bersifat sukarela dan tidak ada keharusan baik untuk mengikuti review maupun untuk mengimplementasikan rekomendasi dari proses review dimaksud.

Kerja Sama di Bidang Jasa

Untuk bidang services, FJC menggarisbawahi mandat dari Chapter 8 AANZFTA bagi dilakukannya review of commitments selambatnya tiga tahun sejak AANZFTA berlaku efektif tanggal 1 Januari 2010. Untuk itu, FJC sepakat bahwa Committee on Services akan diaktivasikan pada semester kedua tahun 2012. Untuk memfasilitasi aktivasi ini setiap negara anggota diminta menyampaikan dan meng-update contact point masing-masing, sementara kegiatan capacity building tetap dapat diusulkan dan dilaksanakan. Secara khusus ASEAN menyatakan minatnya untuk meningkatkan kapasitas dalam mengumpulkan dan menyusun data statistik perdagangan bidang jasa, sedangkan Australia mengusulkan proyek lanjutan mengenai National Qualifications Framework.

Project Management Guide and Template dan Strategic Approach to Economic Cooperation

FJC selanjutnya juga membahas Economic Cooperation Work Programme (ECWP) Project Management Guide and Template, dan Strategic Approach to Economic Cooperation. Kedua dokumen ini disahkan oleh FJC dan akan dilaporkan kepada AEM-CER Consultations pada bulan Agustus 2011. Kedua dokumen ini memiliki arti penting untuk menuntun dan mengelola economic cooperation fund yang mencapai total AUS$ 20 juta untuk dimanfaatkan hingga tahun 2015.

Pertemuan ke-2 Committee on Trade in Goods (CTG)

Salah satu agenda yang dibahas oleh Committee on Trade in Goods (CTG) adalah utilisasi tarif preferensi yang

Page 16: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

14

ditawarkan oleh AANZFTA. Pertemuan mencatat laporan dari Delegasi Australia bahwa meski baru berlangsung setahun di antara ASEAN7, Australia, dan New Zealand, perjanjian ini telah mulai dimanfaatkan dengan baik, terutama untuk ekspor ASEAN7 ke Australia. Statistik Australia menunjukkan bahwa impor dari ASEAN7 yang membayar tarif Most Favourable Nations pada tahun 2010 mengalami penurunan dibanding tahun 2009 kecuali untuk Myanmar, seperti tabel di bawah ini. Kamboja dan Laos belum terangkum dalam statistik ini karena baru mengimplementasikan AANZFTA pada bulan Januari 2011; demikian pula dengan Indonesia, belum tercatat dalam statistik di bawah ini karena belum mengimplementasikan AANZFTA.

Tabel 1 Utilisasi Tarif Preferensi

Country Proportion of Import into Australia

Paying MFN Tariffs 2009 (%) Proportion of Import into Australia

Paying MFN Tariffs 2010 (%)

Brunei 0.06 0.04

Malaysia 10.07 5.24

Myanmar 0.29 1.91

Philippines 30.93 15.56

Singapore 3.53 2.96

Thailand 3.05 2.19

Viet Nam 10.73 6.66

AANZFTA-7 5.69 3.71

Monitoring Utilisasi AANZFTA

Hal lain yang dicatat oleh Committee on Trade in Goods (CTG) adalah bahwa ASEAN telah menggantikan posisi Uni Eropa sebagai sumber utama kedua impor New Zealand pada tahun 2010 setelah China. Sementara itu, Australia juga mencatatkan tren serupa meskipun ASEAN belum menggantikan posisi Uni Eropa karena importir Australia masih terikat kontrak jangka menengah dan panjang dengan eksportir di luar ASEAN. Seluruh pihak sepakat bahwa monitoring utilisasi AANZFTA ini perlu ditingkatkan dan melibatkan tidak hanya issuing authorities tetapi juga receiving authorities untuk menjamin akurasi data. Dalam kaitan ini, CTG didukung AANZFTA Support Unit yang berada di Sekretariat ASEAN akan menyusun template bagi pertukaran data dan informasi, serta mempersiapkan dua workshop untuk membahas teknik pengumpulan data serta analisis dan presentasi data.

Review of Non-Tariff Measures

Pertemuan CTG juga membahas program kerja review of non-tariff measures (NTMs) yang merupakan built-in agenda di dalam AANZFTA. Tujuan dari program kerja ini adalah untuk meningkatkan transparansi mengenai NTMs yang diberlakukan oleh masing-masing pihak, dan tidak untuk mempertanyakan keabsahan NTMs yang dilaporkan.

Page 17: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

15

Seluruh anggota sepakat untuk segera menginformasikan NTMs masing-masing, termasuk yang telah dinotifikasikan ke WTO, dan/atau menginformasikan alamat website di mana berbagai ketentuan NTMs dapat diakses. Selain itu disepakati pula bahwa pada tahap awal review, perhatian akan difokuskan pada: (i) quantitative import restrictions; (ii) import licensing and associated administrative arrangements and fees; dan (iii) excise tax regimes and other internal tax regimes that are applied in a way that affect the competitive relationship between domestically produced goods and imported goods.

Transposisi Tarif CTG juga membahas transposisi jadwal penurunan/penghapusan tarif dari HS 2007 ke HS 2012. Pertemuan mencatat bahwa ASEAN masih harus menyelesaikan transposisi internal ASEAN Harmonized Tariff Nomenclature 2012 dan masing-masing negara ASEAN masih perlu melakukan transposisi tarif MFN ke tingkat nasionalnya (8, 9, atau 10 digit). Dengan demikian, transposisi tarif AANZFTA diperkirakan baru selesai seluruhnya pada pertengahan 2012, kecuali untuk Australia, New Zealand, Brunei, dan Singapura yang akan menerapkan HS 2012 mulai 1 Januari 2012. Pertemuan sepakat agar semua anggota menempuh langkah-langkah yang diperlukan agar transposisi ini dapat diselesaikan secepatnya, dan bahwa hasil transposisi tarif AANZFTA akan melalui verifikasi teknis sebelum berlaku efektif.

Sub-Committee on SPS CTG juga melakukan pembahasan atas hasil-hasil pertemuan sub-committees yang berada di bawahnya, yakni Sub-Committee on SPS (SC-SPS) dan Sub-Committee on ROO (SC-ROO). Untuk SC-SPS, pertemuan di Wellington ini merupakan yang pertama dan mengesahkan program kerja, rules and procedures serta beberapa usulan proyek kerja sama. Sesuai Chapter 5 dari AANZFTA, maka cakupan kerja sama di bidang SPS ini antara lain adalah ekuivalensi, notifikasi, kerja sama, dan konsultasi. Pertemuan sepakat untuk menyiapkan template guna memperjelas roadmap organisasi/instansi di masing-masing negara anggota yang bertanggungjawab untuk masalah SPS untuk ekspor dan impor.

Sub-Committee on Rules of Origin

Untuk SC-ROO, pertemuan di Wellington merupakan pertemuan ketiga dan membahas hal-hal yang bersifat substantif. Beberapa kesepakatan yang dicapai dalam SC-ROO adalah sebagai berikut:

1) List of Focal Points untuk SC-ROO telah ditetapkan dan akan berfungsi tidak saja sebagai focal points bagi SC-

Page 18: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

16

ROO tetapi juga untuk koordinasi di dalam negeri masing-masing serta untuk publik yang ingin mendapatkan informasi mengenai ROO dalam AANZFTA. List ini akan dicantumkan dalam website AANZFTA dan dapat di-update oleh negara anggota;

2) Seluruh negara anggota akan menyampaikan consolidated list of official seals and signatures of issuing authorities selambatnya pada tanggal 1 Juli 2011, dan list ini selanjutnya berlaku efektif mulai tanggal 1 Agustus 2011. Pertemuan juga sepakat bahwa specimen signatures dan official seals yang tidak terangkum dalam consolidated list per tanggal 1 Agustus 2011 akan dianggap tidak sah untuk penerbitan SKA setelah tanggal 1 Agustus 2011;

3) Seluruh negara anggota akan meng-update Procedures Matrix selambatnya tanggal 17 Juni 2011, yakni matriks yang memuat dokumen-dokumen yang harus dilengkapi untuk mendapatkan SKA AANZFTA, berikut penjelasan mengenai sifat dokumen dan instansi yang menerbitkannya;

4) Usulan dihapuskannya FOB value dalam SKA pada prinsipnya dapat diterima oleh ASEAN bila kriteria asal barang yang digunakan adalah Wholly Obtained or Produced, Produced Entirely from Originating Materials, atau memenuhi kriteria Change in Tariff Classification atau Process Rules of Origin. Namun Kamboja dan Myanmar memerlukan masa transisi selama 2 tahun untuk mengimplementasikan usulan ini. Seluruh negara anggota ASEAN diminta memberikan konfirmasi final mengenai usulan ini;

5) Masalah cumulation masih perlu dibahas agar semua Negara memahami manfaat dan risikonya. Australia dan New Zealand (selaku pengusul diterapkannya full cumulation dalam AANZFTA) akan menyampaikan paper kepada seluruh anggota selambatnya pada tanggal 31 Oktober 2011 untuk dibahas oleh SC-ROO yang rencananya akan bertemu pada bulan November 2011;

6) Negara anggota diharapkan menyampaikan daftar Product Specific Rules (PSR) yang ingin diusulkan paling lambat tanggal 1 September 2011 kepada Sekretariat ASEAN, sementara Australia dan New Zealand akan menyampaikan proposal chemical and plastic process rules pada tanggal 15 Agustus 2011 untuk mendapatkan pertimbangan ASEAN;

Page 19: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

17

7) Akan dilaksanakan dua workshop, yakni mengenai Streamlining of COO Procedures dan COO Self-certification Procedures.

Pertemuan ke-2 Committee on Investment (COI)

Pertemuan Committee on Investment (COI) antara lain sepakat untuk meningkatkan transparansi mengenai ketentuan terkait investasi di masing-masing negara anggota. Untuk itu disepakati agar setiap negara meng-update daftar alamat website yang relevan. Pertemuan juga membahas reservation list yang perlu disusun dalam kerangka AANZFTA. Pertemuan sepakat bahwa langkah ini masih perlu menunggu diselesaikannya implementasi ASEAN Comprehensive Investment Agreement (ACIA) oleh ASEAN.

Proyek di Bidang Investasi

Pertemuan juga membahas usulan proyek di bidang investasi, yakni: (i) Study on FDI Flows between ASEAN, Australia and New Zealand and Identification of Investment Concerns and Impediments; (ii) Technical workshop on ISDS and Alternatives to ISDS; dan (iii) Workshop on Investment in Services, Application of MFN Treatment and Procedures for the Modification Schedules of Reservations.

Economic Cooperation Work Programme (ECWP)

Secara umum hal-hal terkait ECWP dibahas oleh Ad-Hoc Economic Cooperation Budget Sub-Committee yang bertugas khusus mengelola program-program kerja sama dalam kerangka AANZFTA. Sembilan proposal baru dibahas oleh Sub-Committee ini, termasuk usulan Indonesia untuk melaksanakan series of ASEAN Competition Conferences mulai bulan November 2011. Proposal Indonesia ini dapat disetujui namun untuk konferensi yang pertama, sedangkan rangkaian konferensi selanjutnya akan dipertimbangkan berdasarkan hasil pelaksanaan konferensi yang pertama tersebut.

AANZFTA Business Seminar “Partners in Growth: Services trade with Southeast Asia”

Pada tanggal 3 Juni 2011, mengakhiri rangkaian pertemuan AANZFTA Joint Committee, telah diselenggarakan business seminar dengan fokus pada perdagangan bidang jasa. Seminar yang diikuti oleh sekitar 60 orang peserta (umumnya dari New Zealand) ini mengangkat beberapa subsektor sebagai fokusnya, yakni: (i) education services; (ii) aviation sector; (iii) services component of goods; (iv) engineering services; (v) IT/telecommunications; dan (vi) financial services.

Page 20: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

18

2. Pertemuan ke-5 ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership Joint Committee (AJCEP-JC)

Pertemuan ke-5 ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership Joint Committee (AJCEP-JC) dilaksanakan pada tanggal 7-8 Juni 2011 di Batam, Indonesia.

Implementasi Persetujuan AJCEP

Notifikasi Persetujuan AJCEP di WTO

Filipina dan Kamboja akan melakukan Adendum notifikasi Persetujuan AJCEP di WTO atas Notifikasi WTO yang telah dilakukan 7 Negara ASEAN dan Jepang pada tanggal 14 Desember 2009. Sementara Indonesia akan melakukan notifikasi Persetujuan AJCEP di WTO melalui perwakilannya di Jenewa setelah mengimplementasikan Persetujuan AJCEP.

Transposisi Jadwal Komitmen Tarif

Di sela-sela pertemuan ke-5 AJCEP, Jepang dan beberapa negara Anggota ASEAN (Brunei Darussalam, Kamboja, Malaysia, Filipina, Thailand) melakukan pertemuan bilateral untuk memfasilitasi verifikasi teknis transposisi HS.2002-2007 jadwal penurunan/penghapusan tarif AJCEP. Jepang juga berencana akan melakukan pembahasan transposisi jadwal komitmen secara intersessional dengan Laos, Myanmar, dan Vietnam. Seluruh perkembangan hasil diskusi bilateral tersebut diharapkan dapat dilaporkan ke negara Jepang pada akhir Juli 2011.

Pertemuan Bilateral Indonesia-Jepang

Pada tanggal 5 Juni 2011 telah dilakukan pertemuan bilateral antara Indonesia dan Jepang untuk membahas pending issue transposisi HS.2002-2007 jadwal komitmen penurunan/penghapusan tarif Indonesia.

Transposisi HS.2002-2007

Pada intinya Jepang menghargai hasil transposisi sementara yang dilakukan Indonesia, namun berkeberatan atas kenaikan tingkat tarif 140TL yang terjadi sebagai dampak dari penggabungan pos-pos tarif hasil transposisi Indonesia. Jepang menekankan bahwa hasil transposisi tidak boleh menaikkan tingkat tarif karena bertentangan dengan Pasal 16 Persetujuan AJCEP serta harus menjaga hasil-hasil perundingan yang telah disahkan tanpa melakukan renegosiasi line by line. Jepang juga menggarisbawahi pentingnya mengimplementasikan AJCEP sambil menyelesaikan verifikasi teknis transposisi jadwal komitmen tarif HS.2002-2007 sebagaimana yang dilakukan oleh negara ASEAN lainnya.

Untuk itu Jepang meminta Indonesia untuk dapat melakukan transposisi seperti yang dilakukan dalam IJEPA,

Page 21: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

19

yaitu menciptakan pemecahan pos tarif baru atas pos-pos tarif yang mengalami penggabungan sehingga dapat tetap menjaga hasil perundingan yang telah ditandatangani. Jepang juga meminta Indonesia untuk memilih tingkat tarif terendah dari TL yang mengalami penggabungan.

Indonesia menggarisbawahi bahwa kenaikan tingkat tarif tersebut bukan merupakan suatu hal yang bertentangan dengan Ketentuan Pasal 16 Persetujuan AJCEP, karena terjadi akibat transposisi penggabungan dengan pos-pos tarif yang memiliki sensitivitas di Indonesia. Transposisi yang dilakukan dalam IJEPA juga telah menciptakan permasalahan kepabeanan karena tidak sesuai dengan sistem national single window yang berlaku di Indonesia.

Sub-Committee Economic Cooperation

Guidelines Tim perunding Jepang akan melakukan diskusi terlebih dahulu di negaranya mengenai usulan ASEAN untuk melakukan perubahan Terms of Reference (TOR) menjadi guidelines yang berjudul Proposed Draft AJCEP Project Management Guidelines. Selain itu menindaklanjuti keberatan Jepang, maka pertemuan menyepakati untuk mengganti kata “shall” menjadi ”undertake to” dan “commit to”. Guidelines tersebut diharapkan dapat diselesaikan secara inter-sessionally sehingga pada pertemuan SCEC mendatang dapat membahas dan mempertimbangkan project proposal yang diusulkan ASEAN dan Jepang sebelum tanggal 6 Juli 2011.

Audit Pembiayaan Proyek

ASEAN Sekretariat menyampaikan informasi mengenai proses persetujuan proyek yang akan dibiayai oleh Japan ASEAN Integrated Funds (JAIF), dengan total ketersedian dana sebesar US$ 12 juta. Jepang juga menginformasikan bahwa seluruh proyek yang dibiayai oleh JAIF wajib diaudit oleh Financial Auditor. Hal inilah yang menjadi perhatian ASEAN agar Jepang dapat mengupayakan penyederhanaan proses untuk dapat mempercepat implementasi proyek kerja sama ekonomi. Menanggapi hal ini, pihak Jepang akan mempertimbangkan dan mencari upaya untuk penyederhanaannya.

Sub-Committee Rules of Origin (SC-ROO)

Pertemuan SC-ROO membahas beberapa agenda antara lain terkait dengan persiapan transposisi Product Specific Rules (PSR) HS 2002-2007, proposal Jepang untuk memodifikasi PSR, serta monitoring utilisasi Certificate of Origin (CO) form-AJ.

Page 22: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

20

Transposisi Product Specific Rules (PSR) HS 2002-2007

Menindaklanjuti penyelesaian pembahasan 27 TL yang mengalami perubahan akibat transposisi HS.2002-2007 di Krabi, Thailand, pertemuan SC-ROO di Batam ini juga melakukan verifikasi dan menyepakati daftar seluruh transposisi PSR HS.2002-2007. Sebagai persiapan implementasi transposisi PSR tersebut, pertemuan menyepakati untuk melakukan amandemen pada Annex 2 Persetujuan AJCEP.

Draf teks amandemen Annex 2 Persetujuan AJCEP dan draft Diplomatic Notes sebagai mekanisme implementasi transposisi PSR akan disampaikan Jepang secara intersessionally untuk mendapat tanggapan ASEAN. Seluruh negara ASEAN juga akan melakukan konsultasi internal mengenai proses ratifikasi dan implementasi Diplomatic Notes tersebut di negaranya.

Modifikasi Product Specific Rules

Terkait proposal Jepang untuk melakukan modifikasi General Rule (RVC 40% or CTH) atas PSR produk-produk kimia (RVC 40% or CTSH) dan semi-konduktor (Diffusion Process sebagai aturan tambahan), beberapa negara ASEAN dapat menerima modifikasi PSR atas produk-produk kimia sebagaimana yang terdapat pada PSR ATIGA dan AANZFTA. Sementara untuk semi-konduktor (Diffusion Process), ASEAN masih memerlukan konsultasi internal terutama karena proses ini masih asing berlaku di ASEAN. Untuk membantu proses konsultasi ASEAN, pada pertemuan ini Jepang juga menyampaikan non-paper penjelasan diffusion process dan dokumen pembuktian originating materials.

Monitoring Pemanfaatan Certificate of Origin (CO) Form-AJ

Sebagai tindak lanjut dari Pertemuan SC-ROO di Krabi, Thailand, untuk melakukan monitoring utilisasi CO implementasi Persetujuan AJCEP, Jepang menginformasikan sedang melakukan review atas sistem kepabeanannya. Perubahan sistem kepabeanan tersebut akan membuat Jepang mampu menyampaikan data nilai perdagangan penerimaan CO Form-AJ pada format monitoring CO, dan membandingkannya dengan total impor yang diterima. Sistem ini ditargetkan berlaku pada kuartal pertama tahun 2012.

Lebih lanjut Jepang juga menyampaikan bahwa Japan Chamber of Commerce and Industry (JCCI) sebagai Lembaga Penerbit CO Form-AJ di Jepang, tidak menerapkan sistem pengumpulan data. Dengan demikian, pengumpulan data penerimaan CO di Kepabeanan masing-masing pihak sudah cukup memberikan informasi

Page 23: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

21

monitoring implementasi AJCEP di masing-masing negara.

Menindaklanjuti hal tersebut, ASEAN memerlukan konsultasi domestik untuk dapat melakukan sistem serupa dengan Jepang, terutama level data yang harus disampaikan (HS 4 digit, 6 digit, atau level nasional) dan proposal Jepang untuk memberikan akses informasi implementasi peneriman CO tersebut kepada publik melalui internet.

Pertukaran Buku Tarif ASEAN menyampaikan pentingnya pertukaran buku tarif nomenclature di antara Para Pihak untuk dapat memberikan transparansi kepada pengusaha dan instansi pembina sektor atas tingkat tarif MFN dan tingkat tarif AJCEP yang berlaku di antara para Pihak. Untuk itu pertemuan menyepakati pertukaran tersebut dapat dilakukan di antara para pihak yang membutuhkan.

Sub-Committee of Sanitary and Phytosanitary (SC-SPS) dan Sub-Committee of Standards, Technical Regulations, and Conformity Assessment Procedures

Menindaklanjuti pembentukan Sub-Committee STRACAP (diketuai oleh Malaysia) dan SPS (diketuai oleh Thailand), ASEAN dan Jepang sepakat untuk memanfaatkan badan/komite yang telah terbentuk di ASEAN untuk dapat melakukan pertemuan dengan Sub-Committe AJCEP yang baru terbentuk (SC-STRACAP dan SC-SPS).

ASEAN dan Jepang diharapkan dapat memberikan konfirmasi perwakilannya di masing-masing Sub-Committee tersebut, sehingga ASEAN Chair dan Sekretariat ASEAN dapat menyiapkan agenda dan work programme dalam mempersiapkan kemungkinan dilakukannya pertemuan ke-1 SC-STRACAP dan SC-SPS AJCEP.

Sub-Committee Services (SC-S)

Pertemuan ke-4 SC-S merupakan kelanjutan dari pertemuan ke-3 SCS yang dilakukan di Jepang pada bulan Mei 2011. Pertemuan ini dihadiri oleh negara ASEAN (kecuali Myanmar) dan Jepang. Agenda pertemuan ke-4 SCS AJCEP masih membahas pending issues pada pertemuan sebelumnya, yaitu klarifikasi Delegasi ASEAN dan Jepang terhadap proposal masing-masing pihak yaitu Modalities and General Principles, Draft Text Agreement on Trade in Services, dan Indicative Workplan.

Modalitas dan Prinsip Dasar Negosiasi

Jepang tetap mengusulkan tiga konsep dasar (Transparency, User-friendliness, dan Living Agreement) serta modalitas usulan Jepang yang meliputi negative list

Page 24: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

22

approach, Automatic MFN Treatment, Standstill, dan Ratchet Mechanism dapat diadopsi oleh ASEAN. Sementara ASEAN menyampaikan bahwa ketiga konsep dasar usulan Jepang bukan merupakan preferensi ASEAN.

Draft Text Chapter on Trade in Services

Sebagaimana disepakati dalam pertemuan ke-3 SCS AJCEP pada bulan Mei 2011 di Tokyo-Jepang, kedua pihak perunding menggunakan terminologi Chapter dan bukan Agreement pada Draft Text on Trade in Services. Terkait isi Draft Text dari ASEAN, Jepang mencatat bahwa draft perjanjian hanya merujuk pada GATS dan perjanjian ASEAN dengan mitra dialog, serta kurang mengakomodir kesepakatan (bilateral) yang telah ada antara Jepang dan tujuh (7) negara anggota ASEAN. Sedangkan Draft Text dari Jepang, selain merujuk pada GATS juga merupakan perpaduan dari berbagai kesepakatan bilateral EPA dengan satu atau lebih negara anggota ASEAN.

Indonesia juga melakukan konfirmasi dan verifikasi atas draft text Jepang, antara lain: (i) Poin 1c article “scope”; (ii) Pencantuman article “Local Presence, Reservations, & Non-conforming Measures” (yang tidak ada dalam GATS); (iii) Overlapped articles mengenai direct taxation pada Draft Text on Trade in Services dan perjanjian induk AJCEP pada klausul direct taxation measures; dan (iv) Penihilan berlakunya kesepakatan Chapter on Trade in Services (point f, article “definitions”).

Negotiation Work Plan ASEAN dan Jepang belum dapat menyelesaikan perundingan SCS AJCEP hingga bulan Agustus 2011 sebagaimana mandat AEM-METI 2008. Untuk itu kedua pihak sepakat untuk melakukan konsultasi dan pembahasan lebih lanjut sambil meminta arahan para Menteri untuk dapat menyelesaikan negosiasi pada AEM-METI 2012.

Sub-Committee Investment

Secara umum, hal-hal yang dibahas dalam Pertemuan SC-Investment meliputi: (i) Draft Text for the AJCEP’s Investment Chapter; dan (ii) Work Plan for ASEAN-Japan Investment Negotiations.

Draft Text for the AJCEP’s Investment Chapter

Hal utama yang dibahas dalam draft text dari Investment Chapter ini adalah mengenai approach of negotiation, di mana terlihat jelas terdapat perbedaan level of ambition antara ASEAN dan Jepang. Posisi ASEAN telah jelas yaitu hanya ingin memasukkan elemen promosi, fasilitasi, dan promosi saja ke dalam perjanjian ini. Sedangkan untuk pilar liberalisasi, ASEAN mengusulkan untuk menggunakan

Page 25: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

23

Bilateral Investment Treaties masing-masing Negara Anggota ASEAN dengan Jepang (kecuali Myanmar yang belum memiliki perjanjian bilateral dengan Jepang).

Sementara itu, Jepang menyampaikan posisinya yang ingin memasukkan elemen liberalisasi dalam perjanjian investasi, termasuk perlunya penyampaian Reservation List dalam AJCEP’s Investment Chapter. Jepang juga menjelaskan bahwa saat ini telah menandatangani FTA dengan India dan Peru yang mencakup elemen liberalisasi investasi, dan meminta ASEAN untuk mempertimbangkan kembali posisinya.

Di samping itu, sidang melanjutkan pembahasan dan klarifikasi atas draft text yang telah diusulkan oleh ASEAN dan Jepang. ASEAN juga menyampaikan tambahan draft text untuk articles mengenai National Treatment, Special and Differential Treatment for Newer AMS, Temporary Safeguard Measures, dan Denial of Benefits.

3. Pertemuan ke-38 ASEAN China Trade Negotiating Committee (AC-TNC)

Rangkaian pertemuan ke-38 ASEAN China Trade Negotiating Committee (AC-TNC) dilaksanakan pada tanggal 9-11 Juni 2011 di Batam dan dihadiri oleh delegasi seluruh negara anggota ACFTA dan Sekretariat ASEAN.

Perdagangan Barang

Legal Enactment (LE) Produk Sensitif

Indonesia, Malaysia, dan Filipina saat ini dalam proses penyelesaian legal enactment penurunan tarif kategori sensitif berdasarkan Para 3 Annex 2 Persetujuan Perdagangan Barang ACFTA yang menyebutkan bahwa seluruh tarif dalam kategori sensitif untuk ASEAN-6 dan China harus diturunkan tarifnya maksimal menjadi 20% pada tahun 2012, dan menjadi 0-5% pada tahun 2018. Pertemuan mengingatkan kembali untuk negara-negara bersangkutan, diharapkan untuk dapat mempersiapkan Legal Enactment penurunan tarif kategori sensitif sebelum implementasi 1 Januari 2012, dan menyampaikannya kepada Sekretariat ASEAN sebelum 15 Desember 2011. Sementara China menginformasikan telah siap untuk mengimplementasikan komitmen tarif tersebut pada 1 Januari 2012.

Review Persetujuan Perdagangan Barang

Institutional Arrangement ACFTA, untuk melakukan transformasi ACTNC menjadi ASEAN-China FTA Joint Committee (ACFTA-JC) telah dituangkan dalam sebuah Terms of Reference (TOR) dan diharapkan ASEAN dan

Page 26: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

24

China dapat memberikan masukan terhadap draf TOR tersebut sebelum tanggal 20 Juli 2011, termasuk proses hukum transformasi tersebut melalui persetujuan para Menteri Ekonomi ASEAN dan China.

Perdagangan Produk Sensitif

Para Pihak (kecuali Laos pada tanggal 30 Juni 2011) telah menyampaikan data tarif dan perdagangan sesuai kesepakatan pada pertemuan ACTNC ke-37 di Ma’anshan, China, di mana Sekretariat ASEAN akan melakukan kajian analisis data tarif dan perdagangan atas produk-produk yang terdapat dalam Sensitive Track (ST) seluruh negara ASEAN dan China. Pertemuan meminta agar data perdagangan China juga dimiliki oleh masing-masing negara anggota ASEAN. Hasil analisis Sekretariat ASEAN ini akan dipertimbangkan pada pertemuan berikutnya.

Penerapan Ketentuan General Exception (GE)

Terdapat 6 (enam) negara ASEAN (Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Myanmar, Filipina, dan Vietnam) yang menerapkan General Exception (GE) List. Adopsi pemahaman umum atas penerapan ketentuan GE dari Persetujuan TIG-ACFTA ini merupakan salah satu kesepakatan SEOM-MOFCOM untuk menjadi salah satu deliverable pada Pertemuan ke-10 AEM-MOFCOM Consultations. Malaysia dan Vietnam menyatakan siap untuk menyelaraskan GE List sesuai dengan Pasal 3 (Penurunan dan Penghapusan Tarif) dan Pasal 12 (Pengecualian Umum) Persetujuan Perdagangan Barang ACFTA dengan kondisi diizinkan untuk mempertahankan pajak khusus atas beberapa produk GE tertentu, sedangkan Brunei, Indonesia, Myanmar, dan Filipina tetap mempertahankan preferensinya atas GE list mereka. Produk GE List Indonesia di antaranya yakni produk alkohol, limbah bahan berbahaya, senjata, dan amunisi.

Untuk itu, pertemuan menyepakati para pihak yang menerapkan GE List diminta untuk menyampaikan justifikasi atas masing-masing pos tarif dalam GE List dimaksud disertai informasi terkait nilai most favoured nation (MFN) tahun 2003, dan aturan domestik yang diberlakukan, data-data nilai perdagangan (ekspor dan impor) sesuai dengan format yang telah disiapkan oleh Sekretariat ASEAN.

Follow-up Penyampaian Data

Untuk memperkuat mekanisme penyampaian data perdagangan secara teratur, ASEAN menyarankan untuk menggunakan monitoring sheet penyampaian data lembaga penerbit dan penerima. Untuk itu China setuju untuk mempertimbangkannya secara inter-sessionally. Selain itu, China juga setuju untuk mempertimbangkan

Page 27: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

25

proposal ASEAN untuk mengadakan workshop di China bagi negara-negara anggota ASEAN agar lebih memahami bagaimana sistem pengumpulan data dan pemantauan data utilisasi tarif preferensi ACFTA.

Second Protocol Revisi Operational Certification Procedures

Pada pertemuan ini Myanmar menginformasikan telah mengimplementasikan Protokol revisi Operational Certification Procedures sejak tanggal 25 Maret 2011. Indonesia dan Kamboja menginformasikan telah berada dalam tahapan ratifikasi pemberlakuan protokol tersebut dan diharapkan dapat diselesaikan pada kesempatan pertama. Kamboja juga mengindikasikan siap mengimplementasikan Protokol tersebut pada akhir bulan Juli 2011.

Implementasi Transposisi Product Specific Rules (PSR)

China dan 7 (tujuh) negara ASEAN telah mengimplementasikan transposisi Product Specific Rules (PSR), sementara Indonesia, Laos, dan Thailand masih dalam proses ratifikasi pemberlakuan transposisi PSR tersebut. China juga meminta ASEAN untuk mempertimbangkan segera memulai pembahasan transposisi PSR HS.2012 pada kesempatan pertama.

Review ACFTA ROO Pertemuan membahas proposal ASEAN untuk melakukan review Rules of Origin ACFTA untuk menyelaraskannya dengan aturan ROO (origin criteria/general rule) yang ada di seluruh mitra dialog ASEAN, antara lain mengubah origin criteria “RVC 40%” menjadi “RVC 40% or CTH”. Amandemen ini dilakukan untuk memfasilitasi manufacturer dan exporter dalam memilih origin kriteria yang pada akhirnya dapat meningkatkan utilisasi pemanfaatan ACFTA. China menganggap perubahan kriteria ini merupakan perubahan mendasar dalam FTA dan tidak menerapkan aturan serupa di setiap FTA China. China mengharapkan ASEAN dapat memberikan penjelasan lebih terperinci dan akan melakukan konsultasi domestik sebelum pertemuan mendatang.

Problem Implementasi Pada pertemuan ini juga dilakukan konsultasi penyelesaian isu implementasi antara beberapa negara ASEAN dan China. Untuk itu pertemuan mengharapkan ASEAN dan China dapat mematuhi aturan yang ada dalam OCP agar Persetujuan ACFTA dapat dijalankan sesuai maksud dan tujuannya. Pada kesempatan ini, Laos juga menginformasikan akan memberikan mandat kepada Laos National Chamber of Commerce and Industry untuk menerbitkan CO Form-AK di negaranya.

Page 28: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

26

Ad-hoc Working Group on Customs Procedures and Trade Facilitation

Pada pertemuan ini, ASEAN telah menyiapkan counter proposal kepada China atas draf teks Customs Procedures dan Trade Facilitation yang diusulkan China pada pertemuan ACTNC di Ma’anshan, bulan Maret 2011. Terhadap posisi ASEAN ini, Indonesia menyampaikan belum memandang perlu dibuatnya Chapter tersebut dengan pertimbangan sebagai berikut:

1) administrasi pabean Pihak ACFTA (termasuk Indonesia) selama ini telah menjadikan International Customs best practises (landasan substansi proposal China) sebagai salah satu referensi utama prinsip prosedur dan regulasi kepabeanan, tanpa membedakan perlakuan terkait negara asal dan/atau tujuan barang;

2) Customs Administration dari negara-negara anggota ASEAN dan China Customs Administration saat ini juga telah selesai menyusun draft MoU yang ditandatangani oleh pimpinan administrasi pabean masing-masing negara ASEAN dan China pada pertemuan ke-20 ASEAN Customs Directors-General Meeting Juni 2011, yang menunjukkan telah sedemikian maju dan lebih komprehensifnya komitmen kerja sama ekonomi antara ASEAN dengan China khususnya terkait kepabeanan, dibandingkan dengan Mitra Wicara ASEAN lainnya.

3) Proposal China atas draf teks Customs Procedures dan Trade Facilitation dinilai terlalu luas dan lepas dari konteks keterkaitan administrasi pabean dalam kerangka ACFTA.

Perdagangan Jasa Pada pertemuan ini, China telah memfinalisasi dan mengkonfirmasikan revisi atas komitmen paket ke-2 Malaysia dan Myanmar. Sebagai persiapan penandatangan Draft Protocol komitmen paket ke-2 Persetujuan Jasa ACFTA tersebut para pihak diharapkan dapat mempersiapkan prosedur internal penandatangan Para Menteri Ekonomi ASEAN dan China pada pertemuan ke-10 AEM-MOFCOM Consultation, bulan Agustus 2011 di Manado, Indonesia.

Kerja Sama Ekonomi Pertemuan ke-8 Working Group on Economic Cooperation (WGEC) dilaksanakan pada tanggal 10 Juni 2011 di Kuala Lumpur, Malaysia.

Pertemuan WGEC tersebut mendiskusikan hasil Konferensi China-ASEAN SME, status proyek dan kegiatan dalam kerja

Page 29: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

27

sama ekonomi di antaranya ASEAN Business Portal, proyek proposal yang baru, masalah pendanaan dalam proyek kerja sama ekonomi ACFTA, keterlibatan China-ASEAN Business Council (CABC), dan industri dalam forum dialog yang disepakati. Pertemuan tersebut juga menyepakati untuk melakukan dialog dengan sektor swasta pada Pertemuan ACTNC sebagai outreach programme dan akan membahas mengenai outreach work plan tahun 2011/2012 pada pertemuan ACTNC berikutnya.

Working Group Sanitary and Phytosanitay (SPS)

Terdapat 3 (tiga) issue yang masih memerlukan consensus di antara Negara Anggota ASEAN dan antara ASEAN dan China yang terkait dengan the 3rd draft ASEAN-China SPS Chapter, yaitu: (i) Article 5 Para 2: Risk Analysis, ASEAN menyetujui usulan China menghapus Article 5 Para 2; (ii) Article 7: Regionalization, kedua belah pihak menyetujui masuknya Article 7: Regionalization dalam SPS Chapter dengan modifikasi dan menghapus para 2 Article 7 serta tetap menambahkan para 2 (d) pada Article 10; dan (iii) Article 9: Transparancy, pertemuan sepakat mengenai kerangka waktu 15 hari dalam penyediaan lengkap setelah notifikasi dalam Article 9.

Working Group Technical Barrier to Trade (TBT)

Pertemuan ke-3 ACTNC WG-TBT membahas mengenai pasal-pasal yang akan dicantumkan ke dalam TBT ACTNC Chapter, di mana terdapat dua pasal yang menjadi pokok permasalahan, yaitu: (i) Pasal 7 Ayat 6 mengenai pemberitahuan tentang penolakan Sertifikat Kesesuaian, di mana akhirnya China menyetujui proposal yang diajukan oleh ASEAN, sementara Pasal 8 Ayat 2 mengenai Transparansi, Negara Anggota ASEAN kecuali Myanmar telah menyepakati kerangka kerja 15 hari, sementara karena Myanmar tidak mengirimkan wakilnya maka diberi waktu selama 2 (dua) minggu untuk memberikan jawaban.

4. Pertemuan ke-5 ASEAN-Korea FTA Implementing Committee (AKFTA-IC) dan Pertemuan Terkait Lainnya

Pertemuan 5th AKFTA-IC telah diselenggarakan di Nha Trang, Vietnam, pada tanggal 13–16 Juni 2011. Pertemuan diselenggarakan back-to-back dengan Pertemuan ke-14 ASEAN-Korea Sub-Committee on Tariff and Rules of Origin (AKSTROO), dan pertemuan ke-12 Working Group Economic Cooperation (WGEC).

Page 30: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

28

Pertemuan ke-15 ASEAN Senior Economic Officials Meeting (SEOM –Republic of Korea (ROK) Consultation

ASEAN dan Korea mencatat kesepakatan SEOM-ROK Consultation atas hal-hal yang akan dibahas pada pertemuan para Menteri Ekonomi ASEAN dan Korea, pada bulan Agustus 2011, antara lain: (i) Hasil final Joint Impact Study ASEAN-Korea Trade in Goods (TIG); (ii) Persetujuan para Menteri atas pembuatan Website dan Perangkat Promosi AKFTA; dan (iii) Rencana penandatanganan Second Protocol to Amend the AKTIG Agreement oleh para Menteri Ekonomi ASEAN dan Korea.

Notifikasi AKFTA di WTO

Pertemuan mencatat bahwa berdasarkan Pasal 5 GATS, Persetujuan Liberalisasi sektor jasa dan Persetujuan Investasi ASEAN-Korea FTA telah dinotifikasi kepada Dewan Perdagangan Jasa WTO pada tanggal 21 April 2011.

Review Persetujuan Perdagangan Barang AKFTA

Protokol Daftar HSL-E Laos telah berlaku sejak tanggal 1 Maret 2010 untuk Korea, Brunei Darussalam, Laos, Malaysia, Myanmar, Singapura, Thailand, dan Vietnam. Sementara Kamboja, Indonesia, dan Filipina masih dalam proses penyelesaian prosedur internal ratifikasi dan notifikasi Persetujuan dimaksud. Para Pihak meminta agar negara anggota ASEAN dimaksud untuk dapat mempercepat proses internalnya tersebut.

Laporan Akhir Joint Impact Study AKTIG

Laporan Akhir Joint Impact Study of the ASEAN-Korea Trade in Goods (TIG) Agreement dipresentasikan oleh konsultan yang telah ditunjuk, yaitu oleh Korea Institute for International Economic Policy dan Mahasiswa Phd. Monash University. Pertemuan AK-IC membahas rekomendasi dari kajian ini serta mandat untuk meninjau Persetujuan Trade in Goods AKFTA dan upaya peningkatan pemanfaatan preferensi tarif AKFTA.

Hasil dari kajian tersebut akan disampaikan kepada Para Menteri pada pertemuan AEM-ROK Consultation, pada blan Agustus 2011, di Manado. Beberapa hal dalam kajian yang menjadi pembahasan ASEAN terutama pada rendahnya pemanfaatan AKFTA yang dapat dikaitkan dengan berbagai biaya produksi, perbedaan kecil antara tarif MFN dan tarif preferensi AKFTA, serta krisis keuangan global tahun 2009. Berbeda dengan ASEAN, Korea mendukung rekomendasi kajian konsultan Korea yang sejalan dengan usulan Korea untuk meningkatkan pemanfaatan AKFTA pada AEM-ROK Konsultasi ke-7, pada bulan Agustus 2010.

ASEAN dan Korea sepakat untuk meminta mandat para Menteri pada AEM-ROK Konsultasi ke-8, bulan Agustus 2011, agar AK-Implementing Committee (AK-IC) dapat

Page 31: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

29

meninjau produk dalam Sensitive Track (ST) berdasarkan hasil kajian para Konsultan serta Pasal 15 ayat (2) Persetujuan TIG (review produk sensitif). Tinjauan tersebut akan menganalisis perdagangan produk sensitif dan dampaknya pada pemanfaatan utilisasi AKFTA, sehingga IC dapat membuat rekomendasi mengenai kemungkinan dilakukannya liberalisasi produk ST. Hal-hal lainnya yang menjadi pertimbangan peningkatan utilisasi AKFTA antara lain prosedur aplikasi dan penerbitan surat keterangan asal (SKA), amandemen ketentuan asal barang, serta proposal Korea atas self-certification system, dan approved exporters.

Protocol to Amend AKTIG Agreement

ASEAN dan Korea masih berbeda pandangan mengenai cakupan draf protokol dimaksud. Pada kesempatan tersebut ASEAN dan Korea telah menyampaikan revisi counter-draft masing-masing dan dibahas pada pertemuan adhoc legal expert.

ASEAN memberikan draft protocol to amend the ASEAN-Korea Trade in Goods yang berisi tentang perubahan pasal 6 dan penambahan pasal yaitu pasal 6 bis, serta perubahan pasal 17. Amandemen tersebut bersifat substantive dan dimaksudkan untuk mengakomodir perubahan tariff line secara unilateral dan bilateral yang mungkin terjadi di masa akan datang. Selain itu ASEAN menganggap perubahan Pasal 17 tidak dapat mengakomodir perubahan yang terjadi berdasarkan Pasal 6 Agreement Trade in Goods AKFTA.

Terhadap draf tersebut Korea beranggapan bahwa isu tersebut merupakan perubahan prosedur dan mengusulkan agar perubahan pasal 6 dan penambahan pasal 6 bis dihapus. Menurut Korea hal tersebut telah terakomodir dalam perubahan pasal 17. Korea juga menambahkan footnote berkaitan dengan permasalahan Rules of Origin, di mana amandemen terhadap penghilangan “name of manufacture”, penerimaan penambahan halaman dari Certificate of Origin untuk beberapa barang dalam Certificate Origin yang sama, modifikasi istilah “at the time of exportation” dan “prior to or at the time of shipment” dapat diubah dengan persetujuan dari Implementing Committee.

Untuk itu negara anggota ASEAN dan Korea diharapkan untuk memberikan tanggapannya secara inter-sessional melalui adhoc group on legal expert guna memfinalisasi protokol dimaksud. Korea akan melakukan perbaikan draft yang mengubah komitmen pada produk yang termasuk

Page 32: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

30

dalam normal track-nya sebelum pertemuan SEOM-ROK Consultation, di Kuala Lumpur pada tanggal 24 Juni 2011.

Pertemuan sepakat untuk menentukan target penandatangan Protokol dimaksud pada KTT ASEAN-Korea, November 2011, namun draf akhir Protokol diharapkan telah selesai sebelum bulan Agustus 2011.

Review prinsip reciprocity untuk Peningkatan Tingkat Utilisasi AKFTA

Menindaklanjuti mandat para Menteri ASEAN dan Korea untuk meningkatkan utilisasi AKFTA pada AEM-ROK Konsultasi ke-7 pada bulan Agustus 2010, Korea menyampaikan proposal menghapuskan prinsip resiprositas produk ST dalam Persetujuan TIG AKFTA. Beberapa Negara ASEAN yang menerapkan prinsip resiprositas berkeinginan untuk tetap mempertahankan prinsip timbal balik (reciprocity) tersebut. Thailand mengusulkan agar pembahasan ini dapat dilakukan pada working group AK-STROO.

Tinjauan Implementasi AKTIG

Pertemuan mencatat bahwa implementasi komitmen tarif pada sensitive track akan dimulai pada tanggal 1 Januari 2012, dan meminta seluruh Pihak untuk mempersiapkan dasar hukum pemberlakuan liberalisasi produk sensitif tersebut sebelum tanggal 1 Januari 2012.

Pertemuan juga membahas rencana pembaharuan nomenklatur tarif (Harmonised System/HS 2012 untuk Korea dan ASEAN Harmonised Tariff Nomenclature/AHTN untuk ASEAN) yang akan diimplementasikan pada tanggal 1 Januari 2012. Singapura dan Vietnam menyatakan siap untuk mengimplementasikan AHTN 2012 pada tanggal 1 Januari 2012. Menindaklanjuti hal tersebut, ASEAN dan Korea sepakat meminta AKSTROO untuk melakukan verifikasi teknis transposisi tarif dimaksud.

Sub-Committee on Tariff and Rules of Origin (AKSTROO)

Pertemuan AKSTROO menyepakati amandemen penyederhanaan Prosedur Operasional Serifikasi (Operational Certification Procedures/OCP) antara lain pada: (i) amandemen ketentuan (7) ayat (1) OCP tentang deklarasi “at the time of exportation”; (ii) penghapusan nama manufacturer pada Box.7 CO Form-AK; dan (iii) perpanjangan jangka waktu pemberlakuan CO Form-AK dari semula 6 bulan menjadi 12 bulan. Kesepakatan amandemen ini akan diimplementasikan pada OCP setelah penandatanganan dan proses ratifikasi Persetujuan Second Protocol to Amend AKTIG.

Terkait dengan Certificate of Origin (CO), pada prinsipnya ASEAN sepakat untuk menghapuskan FOB Value pada CO sepanjang kriteria asal yang digunakan adalah Wholly

Page 33: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

31

Obtained or Produced, Produce Entirely from Originating Materials, atau dapat memenuhi Change in Tariff Classification (CTC) atau proses Rules of Origin (ROO). FOB Value harus tetap tercermin jika kriteria asal yang digunakan adalah Regional Value Content (RVC). Namun sejumlah negara ASEAN (Indonesia dan Vietnam) masih memerlukan konsultasi lebih lanjut sebelum menyepakati penghapusan tersebut. Kamboja dan Myanmar juga memerlukan waktu transisi selama 2 (dua) tahun sebelum dapat mengimplementasikan usulan ini.

ASEAN, terutama Singapura, belum dapat menyetujui usulan Korea untuk dapat menggunakan tambahan halaman pada CO yang sama, sesuai format yang disepakati. Untuk itu Singapura akan mengkonfirmasikan posisinya sebelum pertemuan AKSTROO mendatang. Hal-hal lain yang menjadi pembahasan antara lain rencana penerbitan CO Form-AK oleh KADIN Laos, dan usulan Korea untuk meningkatkan pemanfaatan AKFTA pada AEM-ROK Konsultasi ke-7, pada bulan Agustus 2010 (self certification, approved exporters, multiple Party dalam 3rd Party Invoicing, dan lain-lain).

Pertemuan Bilateral Indonesia-Korea

Pada pertemuan ini, Korea menginformasikan bahwa pada bulan Mei 2011 beberapa CO asal Korea telah ditolak oleh Indonesia karena adanya perbedaan pemahaman Rule 7(1) OCP, “at the time of exportation”. Berdasarkan pemahaman Korea dan Negara ASEAN lainnya, lembaga penerbit (issuing authority) dapat menerbitkan CO setelah eksportir memberikan export declaration kepada issuing authority dan sebelum tanggal pengiriman. Oleh karena itu, CO dapat dikeluarkan beberapa hari sebelum tanggal pengiriman. Menanggapi hal tersebut, Indonesia menginformasikan bahwa Indonesia baru dapat menerima CO yang diterbitkan setelah tanggal pengapalan setelah penandatanganan dan proses ratifikasi implementasi Persetujuan Second Protocol to Amend AKTIG.

Verifikasi SKA Form-AK Lebih lanjut, Korea juga menyampaikan informasi atas 6 dari 10 kasus keterlambatan verifikasi SKA Form-AK yang diterbitkan di Indonesia, revisi perbaikan SKA Indonesia yang tidak memberikan tanda centang pada “issued retroactively”, serta Ketidaksahan Penerbitan SKA Form-AK oleh perusahan Indonesia (SKA palsu). Menanggapi hal tersebut, Indonesia akan membahas permasalahan ini secara internal dengan otoritas penerbit SKA Form-AK Indonesia dan akan memberikan penjelasan lebih lanjut kepada Korea.

Page 34: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

32

Economic Cooperation

Pertemuan membahas perkembangan proyek kerja sama ekonomi ASEAN-Korea antara lain: (i) status dana ASEAN-Korea Economic Cooperation (AKEC) yang masih tersedia; (ii) implementasi proyek di bawah WGEC yang telah disepakati; (iii) pembahasan proyek yang belum disepakati; (iv) usulan melanjutan proposal dari proyek yang telah selesai; (v) mekanisme assessment (penilaian) proyek; dan (vi) kriteria utama dalam memprioritaskan proyek yang diajukan.

Sekretariat ASEAN menyampaikan sisa pendanaan AKEC Fund per tanggal 30 April 2011 adalah sebesar US$ 183.533,01. Pada kesempatan ini, pihak Korea menyampaikan bahwa pihaknya sedang memproses transfer dana sebesar US$ 500.000,00 untuk periode 2011. ASEAN meminta Korea untuk dapat menyalurkan dana tahunannya pada setiap kuartal pertama.

Pertemuan membahas sejumlah proyek yang sedang dalam tahap implementasi pada tahun 2011, beserta negara proponen dan waktu penyelenggaraannya. Sejumlah proyek kerja sama ekonomi tersebut menggunakan pendanaan dari AK-EC maupun dari KOICA. Korea menyampaikan untuk sejumlah proyek yang menggunakan dana KOICA memerlukan endorsement dari AK-WGEC. Untuk proyek yang didanai KOICA, Korea menyampaikan bahwa setiap tahunnya hanya dapat disetujui 5 (lima) proyek yang masing-masing pendanaannya tidak lebih dari US$ 100.000,00.

Pertemuan economic cooperation juga membahas proyek AKFTA Website dan Seminar Kit, sesuai mandat para Menteri pada Pertemuan ke-7 AEM-ROK Consultation, bulan Agustus 2010. Pertemuan membahas bahwa saat ini ASEAN-Korea Center (AKC) telah memiliki bagian dari situsnya yang berisi informasi lengkap mengenai AKFTA khususnya terkait simulasi ROO dan tarif (www.akfta.net). Pertemuan meminta AKFTA-IC tetap menyusun situs terkait AKFTA yang menyediakan informasi komprehensif dan sebagai penyimpan dokumen resmi yang aman, namun tidak menjadi duplikasi dengan apa yang telah ada pada bagian situs AKC.

Working Group SPS dan TBT

Pertemuan membahas rencana pengaktifan kembali Working Group (WG) SPS/TBT AKFTA dan meminta agar ASEAN dan Korea dapat menghubungi wakil dari negara masing-masing untuk menunjuk wakilnya sehingga working group ini dapat melakukan pertemuan pada

Page 35: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

33

AKFTA-IC mendatang. Agenda pertemuan tersebut akan dibahas secara inter-sessional.

5. Pertemuan the 28th ASEAN Small Medium Enterprise Working Group (SMEWG) and Other Related Meetings

The 28th SMEWG and Other Related Meetings berlangsung pada tanggal 13 dan 15 Juni 2011 di Singapura, diawali dengan penyerahan tanggung jawab keketuaan dari Lao PDR kepada Malaysia selaku Chair di tahun 2011. Pertemuan membahas hal-hal penting yang telah dicapai dari hasil pertemuan the 18th ASEAN Summit, the 5th ASEAN Economic Community Council Meeting, the 17th ASEAN Economic Ministers Retreat, the 19th High Level Task Force on ASEAN Economic Integration dan the Senior Economic Officials Meeting pada tahun 2011, keputusan penting yang perlu mendapat perhatian antara lain mengenai: (i) focus on the 3rd Pillar of the AEC Blueprint; (ii) to convene the CoW Meeting in Kuala Lumpur, Malaysia on 20 June 2011; (iii) to convene the ASEAN SME Innovation Award on 19th ASEAN Summit in November 2011; (iv) to convene an Expert Panel on SME Access to Finance; dan (v) to convene the Workshop on SME Access to Finance in July 2011 in Bali. 4.

Committee of the Whole

Sehubungan dengan rencana pertemuan Committee of the Whole (CoW) pada tanggal 20 Juni 2011 di Kuala Lumpur, SMEWG memberikan dukungannya atas draf laporan yang disiapkan ASEC untuk disampaikan pada pertemuan SEOM 3/42 di Kuala Lumpur. Laporan tersebut mencakup: (i) the achievements attained by the ASEAN SMEWG from 2009 onwards; (ii) the challenges and progress of SME projects; (iii) the initiatives undertaken by the ASEAN SMEWG; dan (iv) the recommendations to enhance SME development. ASEAN SMEWG menyampaikan beberapa masukan untuk dimasukkan ke dalam laporan yang telah dipersiapkan oleh ASEC, antara lain: (i) The statistics on the regional SME development; (ii) The key recommendations of the Symposium “Towards a People-Centered ASEAN Community on 2 May 2011 in Jakarta”; dan (iii) Capacity building initiatives undertaken since 2009.

Implementation of the AEC Blueprint and AEC Scorecard

SMEWG membahas perkembangan AEC Scorecard periode 2010-2011, di mana beberapa negara ASEAN (Laos dan Myanmar) belum menyelesaikan Establishment of the SME Financial Facilities in ASEAN. Dalam hal ini, Indonesia sendiri tidak ada isu yang pending dan perlu ditindaklanjuti pada scorecard pada periode dimaksud.

Page 36: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

34

Top ASEAN SME Recognition (formerly known as the Top 1000 ASEAN SME Recognition)

Pertemuan sepakat untuk mengubah nama publikasi menjadi “Directory of Outstanding ASEAN SME 2011’ dengan alasan bahwa nama sebelumnya “Top ASEAN SME Recognition” memiliki persepsi bahwa yang terpilih bukan hanya peringkat teratas tapi juga harus yang terbaik. Sehubungan dengan hal tersebut, SMEWG diminta untuk menyampaikan daftar nominasi paling lambat tanggal 20 Juni 2011 kepada Sekretariat ASEAN untuk dikompilasi, dan selanjutnya akan di-endorse oleh AEM bulan Agustus 2011 untuk dipublikasikan pada pertemuan ASEAN Business and Investment Summit bulan November 2011.

ASEAN SME Innovation Awards

Para Menteri Ekonomi pada AEM retreat ke-17 di Hanoi telah meminta Sekretariat ASEAN untuk melibatkan ASEAN – Business Advisory Council (ABAC) dalam menentukan kategori nominasi ASEAN Business Award (ABA) yang akan diselenggarakan di sela-sela pertemuan ASEAN Summit pada bulan November 2011. Namun, beberapa negara ASEAN menganggap bahwa kriteria yang diberikan untuk nominasi ASEAN Business Award oleh ABAC terlalu tinggi sehingga pertemuan mengusulkan kepada ABAC untuk merevisi kriteria sebagai berikut: (i) removing the requirement for SME to have operational presence in two or more ASEAN Countries; (ii) adding four more awards (currently only one) for the SME Innovation category for ABA 2011; dan (iii) using the definitions of SMEs adopted by respective AMS for 2011 ABA. Mengenai usulan tersebut, ASEAN SMEWG Chair akan menyampaikan surat kepada ABAC Chair paling lambat tanggal 30 Juni 2011. Di samping itu, pertemuan juga meminta agar Ernst and Young dalam menentukan nominasi ASEAN Business Award (ABA) agar konsisten dengan keputusan Menteri Ekonomi ASEAN dan meminta Ernst and Young untuk tidak menunda ABA sampai tahun 2012.

The 1st ASEAN SME Advisory Board

Pertemuan ASEAN SME Advisory Board merupakan yang pertama kali diselenggarakan, di mana anggotanya terdiri dari wakil-wakil dari sektor swasta kalangan UKM dan pemerintah yang bertanggung jawab atas pengembangan UKM di kawasan.

ASEAN SME Advisory Board Terms of Refference

Pertemuan sepakat bahwa ASEAN SMEWG Chair akan bertindak selaku Co-chair pada pertemuan ASEAN SME Advisory Board Meeting. CEO SME Corp Malaysia bertindak selaku Chair pada pertemuan Advisory Board pertama ini. Terkait dengan hubungan kerja dan cara

Page 37: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

35

pelaporan antara ASEAN SME Advisory Board, AEM, SEOM dan ASEC, pertemuan menyampaikan bahwa di tahun 2012, berdasarkan struktur dan TOR SME Advisory Board, maka SME Advisory berada di atas SMEWG dan dapat langsung melaporkan kepada AEM, sedangkan SEOM hanya untuk mengetahui. Pertemuan juga mengusulkan apabila memungkinkan untuk membentuk SME Ministerial Meeting seperti yang pernah ada di APEC’s, selain itu pertemuan meminta agar SME Advisory Board memiliki Scorecard sendiri guna memonitor perkembangan dan kemajuan key perfomace index (KPI) yang telah dicapai secara kualitatif dan kuantitatif. Seluruh usulan tersebut masih dalam pertimbangan dan akan dibahas dalam pertemuan selanjutnya.

Framework or Guiding Principle for Equitable Economic Development

Pertemuan mencatat keputusan para pemimpin di KTT ASEAN ke-18 bulan Mei 2011 di Jakarta, di mana salah satu keputusannya adalah menitikberatkan pada pilar ke-3 AEC Blueprint dengan penekanan pada pengembangan SME dan Narrowing Development Gaps. Pada pertemuan ini, Sekretariat ASEAN menyampaikan bahwa Framework yang diusulkan lebih mencerminkan flagship project di bawah AEC blueprint dan juga Strategic Action Plan of SME. Pertemuan meminta Sekretariat ASEAN untuk menambahkan masukan berdasarkan hasil pertemuan ASEAN SME Advisory Board dengan memasukkan tiga prioritas rencana aksi ke dalam tiga kategori yaitu quick wins, medium and long term targets. Pertemuan juga mengusulkan untuk memasukkan beberapa topik berikut ke dalam Guding Principle yaitu SME policy dimension, strengthening SME capabilities, dan creating SME network and cluster.

Report of the ASEAN SME Advisory Board to the 43rd ASEAN Economic Ministers Meeting

Melalui proses yang demokratis, para anggota Advisory Board menyepakati suatu visi yang akan menjadi landasan dan sasaran bagi UKM ASEAN yaitu: “To Promote Innovative, Competitive, and Resilient ASEAN SMEs as the New Engine of Growth that would Contribute to the Equitable Economic Growth”. Disepakati oleh SMEWG bahwa laporan hasil pertemuan pertama Advisory Board akan disampaikan pada pertemuan SEOM 3/42 mendatang di Kuala Lumpur.

Pertemuan mengusulkan 9 rekomendasi untuk dilaporkan ASEAN SME Advisory Board pada saat pertemuan the 43rd AEM mengenai tantangan dan hambatan yang dihadapi oleh ASEAN SME yaitu: (i) to have timely access to financea and other alternative (venture capital, angel investment,

Page 38: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

36

factoring and leasing); (ii) to establish the ASEAN SME Regional Development Fund; (iii) to develop an ASEAN SME Business Portal; (iv) to establish SME service centers; (v) to provide access to regional SME data and information; (vi) to organize ASEAN SME Trade Fair annually; (vii) to convene an ASEAN SME Ministerial Meeting or Conference; (viii) to utilise the social media; dan (ix) to undertake awareness programmes on FTA.

The 1st Expert Panel on SME Access to Finance

Pertemuan The 1st Expert Panel on SME Access to Finance ini pertama kali diadakan dalam rangkaian pertemuan the 28th ASEAN SMEWG and Other Related Meetings. Pertemuan diawali dengan pembahasan TOR Expert Panel Access to Finance. Setelah melakukan konsultasi dengan para Expert, pertemuan menyepakati untuk menambahkan beberapa kalimat pada Objectives Access to Finance yaitu Identify Barrier and Obstacles Access to Finance dengan focus kepada isu Legal & regulatory framework, financial infrastructure, and public–private support scheme.

ASEAN SME Development Fund

ASEAN SME Development Fund masih akan dibahas pada pertemuan SMEWG selanjutnya mengingat tujuan dari SME Development Fund ini untuk memberikan dukungan pembiayaan bagi pengembangan sektor UKM di kawasan ASEAN belum mencapai kesepakatan dari para Expert, terutama isu yang menjadi pokok pembahasan seperti isu Grant, Financing, dan Credit Guarantee mengingat masing-masing negara anggota ASEAN memiliki kebijakan yang berbeda.

Credit Rating Sampai sekarang sebagian besar negara anggota ASEAN belum mempunyai Credit Guarantee dan Credit Rating Agency untuk SMEs kecuali Malaysia (Central Bank, RAM), sementara itu Indonesia, telah memiliki lembaga rating yang bernama Pefindo yang diharapkan dapat melakukan rating untuk semua sektor termasuk SMEs.

Financial Inclusion Pada kesempatan ini, Indonesia menyampaikan presentasinya mengenai Indonesian Strategy on Financial Inclusion. Program ini bertujuan untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap empat jenis layanan jasa keuangan yang dianggap vital bagi kehidupan masyarakat yakni layanan penyimpanan dana, kredit/pembiayaan, sistem pembayaran serta asuransi. Guna mencapai tujuan tersebut, terdapat strategi yaitu : (i) Banking sector as the backbone; (ii) Sinergy between bank and non bank institution (such as SMEs Association, community Group);

Page 39: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

37

(iii) Innovation in Distribution Channel; (iv) Empowering consumer (Both SME and Individuals). Selain itu ada lima pilar yang direncanakan pada strategi ini yaitu Financial education, financial eligibility, policy and regulation, Intermediary facilitation and distribution channel dengan membuat komitmen untuk level nasional dan ASEAN supaya bisa dilaksanakan sesuai program.

The 9th Joint Consultation between ASEAN SMEWG and Plus 3 (Jepang, China, dan Korea)

Sehubungan dengan pengembangan green SMEs, Indonesia mulai mengadakan kerja sama dengan Korea dalam pengembangan green SMEs, diawali dengan pembentukan Green Business Center. Selama ini, Korea mengadakan kerja sama teknologi dengan Indonesia untuk mempromosikan SMEs yang memanfaatkan teknologi ramah lingkungan. China juga sedang mengembangkan teknologi hemat energi untuk mempromosikan green SMEs, dan China menawarkan pengembangan green industry melalui industrial cluster. Di samping itu, untuk memperkuat ASEAN SMEs, pembuat kebijakan di tiap negara-negara anggota ASEAN sebaiknya mulai membantu SMEs melakukan investasi melalui penguatan Litbang (research and development), teknologi, dan mesin yang mengurangi biaya produksi tinggi, sehingga ASEAN SMEs bisa berhasil melakukan penetrasi pasar ke luar kawasan ASEAN.

The 8th Joint Consultation between ASEAN SMEWG and Japan

Pada pertemuan The 8th Joint Consultation between ASEAN SMEWG and Japan, Thailand menyampaikan perkembangan usulan proyek Feasibility Study on the Establishment of an Integrated National SME Service Center and related requirements among ASEAN Member Countries, dan Malaysia menyampaikan perkembangan usulan proyek Multi-Media Self-Reliant Toolkit for Quality Control, Quality Cost and Certification. Filipina mengusulkan proyek baru (new project proposal), yaitu Establishment of A Regional Program for the Promotion of Internship Scheme for Staff Exchanges and Visits for Skills training. Indonesia menyampaikan revisi proposal untuk proyek ASEAN Small Business Competitiveness Program, Improvement of Rural Living Condition through OVOP Movement, dan Strengthening SME business and technology incubator.

ASEAN SME Policy Index ERIA menyampaikan paparannya mengenai metodologi ASEAN SME policy Index (work plan and cost) yang bertujuan sebagai alat monitoring terhadap perkembangan SME di ASEAN. ERIA menyampaikan bahwa biaya konsultasi dengan stakeholders dan pemerintah di setiap

Page 40: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

38

negara-negara anggota ASEAN (AMS) akan dibebankan kepada masing-masing negara. Pertemuan ASEAN SMEWG meminta ERIA untuk: (i) to finalise the number of policy-dimensions and sub-dimensions of the ASEAN Policy Index sebelum the 29th SMEWG Meeting; dan (ii) to have a detailed breakdown of the budget (borne by ERIA and or AMS). Pertemuan juga menyampaikan kepada ERIA bahwa ASEAN Strategic Action Plan for SME Development (2010-2015) telah digantikan menjadi ASEAN Policy Blueprint for SME Development (APBSD) sebagai arahan kebijakan kerja sama SME di ASEAN.

6. Pertemuan the 3rd Senior Economic Official Meeting for the Forty-Second ASEAN Economic Ministers Meeting (SEOM 3/42) and Other Related Meetings

Pertemuan berlangsung di Kuala Lumpur, Malaysia dan terdiri dari tiga rangkaian yakni: (1) Pertemuan Committee of the Whole (CoW) pada tanggal 20 Juni 2011; (2) Pertemuan SEOM 3/42 pada tanggal 21-23 Juni 2011; dan (3) Pertemuan SEOM dengan para Mitra Dialognya pada tanggal 24-26 Juni 2011.

ASEAN Economic Community (AEC)

Committee of the Whole (CoW)

Pertemuan Committee of the Whole (CoW) yang diselenggarakan pada tanggal 20 Juni 2011 merupakan pertemuan kedua guna meningkatkan koordinasi di antara sectoral ministerial bodies dalam meningkatkan implementasi AEC Blueprint dan realisasi AEC 2015. Terkait dengan adanya pemikiran untuk menjadikan CoW sebagai suatu coordination body, Indonesia menyampaikan pandangan bahwa CoW cukup sebagai forum koordinasi saja. Pertemuan koordinasi seperti ini akan dilaksanakan secara reguler satu kali setahun secara back-to-back dengan pertemuan SEOM ke-3. Hal-hal terkait pengembangan UKM dan “narrowing the development gaps” juga akan diangkat dalam pertemuan CoW mendatang karena bersifat lintas sektor.

Pertemuan juga bertukar pikiran tentang kemungkinan negara anggota memberikan dukungan SDM kepada Sekretariat ASEAN melalui pola secondment. Pemikiran ini masih perlu pembahasan lebih lanjut khusus terkait dengan pendanaan dan netralitas dari secondment tersebut.

ASEAN Beyond 2015 Indonesia menginformasikan pertemuan bahwa saat ini sedang disusun konsep awal ASEAN Beyond 2015. SEOM sepakat agar konsep dimaksud didistribusikan kepada

Page 41: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

39

SEOM segera untuk menunggu konsep dimaksud untuk dikonsultasikan kepada SEOM dan selanjutnya kepada HLTF-EI (tanggal 27-28 Juli 2011) sebelum disampaikan kepada AEM pada bulan Agustus 2011. SEOM mengusulkan agar pengembangan konsep ASEAN Beyond 2015 ini juga memperhatikan studi yang sedang dilakukan ADBI (ASEAN 2030), dan kajian ERIA (high impact study, comprehensive mid-term review), serta memberi fokus pada Equitable Economic Development, deepening of ASEAN integration, dan ASEAN Centrality.

AEC Scorecard Pertemuan mendapatkan briefing dari ERIA tentang perkembangan kajiannya Enhancing Scorecard Mechanism untuk menyempurnakan mekanisme/metode scoring dari AEC Scorecard. Indonesia kembali menekankan agar kajian ini tetap berpegang pada tujuan yang telah disepakati, termasuk untuk menggambarkan secara akurat tingkat implementasi oleh masing-masing anggota secara proporsional.

Mid-Term Review (MTR) AEC Blueprint

ERIA juga melaporkan perkembangan kajian lainnya, Mid-Term Review of the AEC Blueprint. SEOM sepakat dengan penekanan Indonesia bahwa harus ada keseimbangan kajian antara liberalisasi dan fasilitasi karena ASEAN sangat perlu memberikan perhatian pada Pilar ke-2 dan 3 agar AEC 2015 dapat diwujudkan secara efektif.

Strengthening of the 3rd Pillar of the AEC

Sekretariat ASEAN menginformasikan bahwa menyusul instruksi Kepala Negara pada ASEAN Summit bulan Mei 2011, saat ini sedang disusun konsep framework/guiding principles for equitable economic development, dan diharapkan dapat segera dikonsultasikan kepada seluruh SEOM. Indonesia yang didukung anggota lain, menekankan bahwa dokumen yang dihasilkan seyogyanya tidak “voluminous,” cukup 2-3 lembar yang memuat prinsip-prinsip umum dan framework untuk menjadi pedoman seluruh sectoral ministerial bodies dalam mengembangkan dan melaksanakan program kerja masing-masing, bukan sebuah dokumen yang merinci hal-hal yang seyogyanya dilaksanakan oleh setiap sectoral ministerial bodies. Indonesia bekerja sama dengan Sekretariat ASEAN akan menyusun draf awal untuk dikonsultasikan kepada SEOM secara intersession dan dipertimbangkan oleh HLTF-EI pada tanggal 27-28 Juli 2011 di Jakarta sebelum disampaikan kepada AEM pada bulan Agustus 2011 dan AEC Council pada bulan November 2011.

Page 42: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

40

ASEAN Trade in Goods Agreement (ATIGA)

Pembahasan di bidang perdagangan barang terutama difokuskan pada Self-Certification, Import Licensing Procedures (ILP) Guideline, dan Trade Repository.

Self-Certification 1) Peserta Self-Certification Pilot Project (Brunei Darussalam, Malaysia, dan Singapura) sepakat untuk mengamendemen OCP untuk Pilot Project guna mengakomodir prasyarat yang diajukan Indonesia, yakni: (i) hanya untuk approved exporter-manufacturer/producers; dan (ii) yang berhak menandatangani invoice dibatasi 3-5 orang. SEOM berpendapat ketentuan ini tidak dapat diberlakukan untuk semua ASEAN karena SC Pilot Project sudah berjalan (OCP Pilot Project tidak mungkin diubah menjadi restriktif, idealnya prasyarat Indonesia tersebut diusulkan pada saat negara peserta SC Pilot Project sedang menyusun OCP). Indonesia menyatakan prasyarat di atas berlaku dalam kaitannya dengan ekspor ASEAN ke Indonesia yang menggunakan Self-Certification regime. Indonesia sudah memasukkan prasyarat dalam draf revisi OCP ATIGA yang akan dibahas pada saat pertemuan CCA pada tanggal 18-23 Juli 2011 di ASEAN Sekretariat.

ILP Guideline 2) SEOM sepakat bahwa Import Licensing Procedures (ILP) Guideline tidak bersifat mengikat secara hukum karena hanya merupakan sebuah pedoman untuk melaksanakan hal-hal yang diatur oleh ATIGA terkait import licensing procedures. Dengan pemahaman ini, kemungkinan ILP Guidelines dapat menjadi salah satu deliverable pada bulan Agustus 2011.

ASEAN Trade Repository

3) SEOM kembali membahas perkembangan pembentukan ASEAN Trade Repository (ATR). Indonesia kembali menekankan bahwa ATR dapat dikembangkan dengan basis Single Window masing-masing anggota sesuai dengan rekomendasi dari High Level Workshop on ATR yang dilaksanakan pada SEOM 1/42 di Jakarta. Untuk itu, SEOM mendorong ASEAN Trade Facilitation Joint Consultative Committee (ATFJCC) dan Coordinating Committee on the Implementation of ATIGA (CCA) untuk mencapai kemajuan dalam technical design dan sedapat mungkin melaporkannya kepada pertemuan AFTA Council pada bulan Agustus 2011.

ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS)

SEOM membahas secara singkat upaya penyelesaian AFAS Paket ke-8 dan pembahasan mengenai ASEAN MNP Agreement. Untuk AFAS Paket ke-8, SEOM mencatat

Page 43: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

41

Singapura dan Malaysia telah menyampaikan komitmennya sementara Brunei Darussalam akan segera menyampaikan. SEOM menghimbau negara anggota lainnya untuk segera memenuhi komitmen AFAS Paket ke-8 ini secepatnya. Mengenai MNP Agreement, SEOM meminta CCS untuk berkoordinasi dengan CCI untuk menuntaskan pembahasan usulan dimasukkannya “investors” dalam MNP Agreement. Selain kedua hal tersebut, SEOM juga membahas kemungkinan untuk me-review AFAS dan menugaskan CCS untuk mempelajarinya secara lebih rinci.

ASEAN Comprehensive Investment Agreement (ACIA)

SEOM meminta Indonesia dan Thailand agar segera menyelesaikan proses domestiknya sehingga ASEAN Comprehensive Investment Agreement (ACIA) dapat segera berlaku efektif pada tahun ini. Indonesia menyatakan akan berusaha menyelesaikannya sebelum AEM pada bulan Agustus 2011, sementara Thailand menginformasikan kemungkinan baru dapat selesai pada bulan Oktober 2011. SEOM juga meng-endorse draft Modality for the Elimination/Improvement of Investment Restrictions and Impediments untuk disampaikan kepada AIA Council pada bulan Agustus 2011.

Small and Medium Enterprises (SMEs)

SEOM mencatat hasil pertemuan WG on SME, Expert Panel on SME Access to Finance, dan rekomendasi dari ASEAN SME Advisory Board yang berlangsung pada tanggal 13-17 Juni 2011 di Singapura. Pertemuan membahas koordinasi di antara SEOM, SMEWG, dan ASEAN SME Advisory Board, serta mekanisme pelaporan kepada AEM. Dalam rangka mendorong SME memanfaatkan berbagai skim preferensi, SEOM sependapat agar dikembangkan program khusus untuk membantu SME memahami ROO, dan mendorong proyek-proyek kerja sama ekonomi yang didesain khusus bagi SME untuk dapat memanfaatkan ASEAN+1 FTAs.

Intellectual Property SEOM mencatat tanggapan pihak EU yang positif terhadap keprihatinan ASEAN akan kurangnya transparansi pengelolaan kerja sama dan menghargai keputusan AWGIPC untuk menunda pelaksanaan proyek dalam kerangka European Commission-ASEAN Intellectual Property Rights Cooperation Program (ECAP) III. Pada kesempatan ini SEOM juga menggarisbawahi agar bantuan teknik dari negara mitra memperhatikan perkembangan sosial dan ekonomi terutama permasalahan di tingkat nasional dan regional.

Competition Policy SEOM mendukung rencana penyelenggaraan High-Level Meeting on Competition (HLMC) secara back-to-back

Page 44: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

42

dengan pertemuan ASEAN Competition Conference pertama pada bulan November 2011 di Bali, Indonesia. Selain itu, SEOM juga sepakat meng-endorse 2011 AEGC Work Programme.

Priority Integration Sectors

Country Coordinators melaporkan perkembangan Priority Integration Sectors di sektornya masing-masing. Indonesia menginformasikan rencana penyelenggaraan the 6th Indonesia Automotive Conference di Jakarta pada tanggal 21 Juli 2011. Untuk wood-based products, Indonesia menginformasikan terselenggaranya pertemuan ASEAN Furniture Working Committee tanggal 25-26 Mei 2011 di Jakarta, dan pertemuan berikutnya bulan September 2011.

Statistics SEOM membahas usulan ASEAN Head of Statistical Offices Meeting (AHSOM) agar: (i) AEM meng-endorse TOR ASEAN Community Statistical System Committee (ACSSC) pada bulan Agustus 2011; dan (ii) mencantumkan ACSSC pada Annex 1 dari Piagam ASEAN di bawah AEM. SEOM akan mempertimbangkan usulan ini pada Prep-SEOM untuk disampaikan kepada AEM pada bulan Agustus 2011.

Private Sector Engagement

SEOM meminta Sekretariat ASEAN untuk menyempurnakan draft Rules of Procedures for Private Sector Engagement agar dapat disampaikan kepada AEM pada bulan Agustus 2011 untuk mendapatkan endorsement. SEOM sepakat bahwa Rules of Procedures ini tidak akan berlaku retroaktif, dan setelah disahkan maka versi umumnya akan diinformasikan kepada seluruh business councils dan asosiasi industri yang terkait. Diharapkan negara anggota dapat memberikan tanggapannya satu minggu setelah versi perbaikan didistribusikan oleh Sekretariat ASEAN, dan draf finalnya akan dibahas pada Prep-SEOM di Manado agar selanjutnya dapat di-endorse oleh AEM.

Private Sector Inputs on Rules of Origin

Terkait usulan private sector untuk menyempurnakan ROO (penghapusan keharusan menginformasikan cost structure, penghapusan pencantuman FOB pada SKA, dan penerapan partial cummulation pada ASEAN+1 FTAs), dicapai konsensus untuk menerima usulan penghapusan keharusan pencantuman nilai FOB pada SKA dengan catatan Vietnam memerlukan konfirmasi final sementara Kamboja dan Myanmar memerlukan fleksibilitas selama 2 tahun untuk penyesuaian domestik. SEOM sepakat untuk menyampaikan hasil tersebut, utamanya yang terkait dengan penghapusan nilai FOB pada SKA Form D (apabila kriteria CTC atau wholly obtain dan process criteria digunakan) pada Pertemuan AEM ke-43 di Manado. SEOM

Page 45: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

43

juga menugaskan Sekretariat ASEAN bekerja sama dengan related bodies untuk mempersiapkan detail teknis implementasi penghapusan nilai FOB pada SKA Form D.

ASEAN Pharmaceutical Club (APC) and ASEAN Pharmaceutical Research Industry Association (APRIA)

SEOM melakukan dialog dengan wakil ASEAN Pharmaceutical Club (APC) dan ASEAN Pharmaceutical Research Industry Association (APRIA). Pada intinya APC mengapresiasi hal-hal yang telah ditempuh ASEAN antara lain dengan menyepakati technical dossier, MRAs untuk produk maupun untuk Good Manufacturing Practices, serta Harmonized Placement System. Namun APC menekankan adanya permasalahan dalam implementasi berbagai kesepakatan tersebut, terutama dengan berkembangnya country specific requirements yang membuat berbagai kesepakatan regional di atas tidak berlaku secara seragam di ASEAN. SEOM akan meneruskan permasalahan ini kepada sectoral body yang berkepentingan, khususnya ASEAN Consultative Committee on Standards and Quality (ACCSQ).

Study on Enhancing the Implementation of ASEAN Agreements

SEOM kembali membahas hasil kajian Sekretariat ASEAN yang didukung oleh ITS Global Consultant dan University of Asia-Pacific untuk mengkaji implementation gaps antara kesepakatan regional dan peraturan perundangan Negara anggota. SEOM mencatat tanggapan CCA, CCS, dan CCI atas kajian dimaksud dan atas rekomendasi yang bersifat ASEAN-wide. SEOM sepakat hasil kajian dimaksud mengandung berbagai kekurangan mendasar. Oleh karena itu, disepakati bahwa bahwa SEOM akan melaporkan kepada AEM mengenai diselesaikannya kajian ini, namun tindak lanjutnya akan dilaporkan kemudian setelah mempertimbangkan pula kajian lainnya yang serupa.

ASEAN External and Strategic Relations

Di bawah agenda ASEAN’s Relations with Dialogue and Sectoral Partners, SEOM membahas perkembangan implementasi kerja sama ASEAN dengan para Mitranya, termasuk kerja sama ASEAN-China FTA, ASEAN-Korea FTA, ASEAN-Jepang CEPA, ASEAN-India FTA dan ASEAN-Australia-New Zealand FTA, serta Mitra strategis lainnya (ASEAN-EU, ASEAN-Canada, ASEAN-US, ASEAN-GCC, dan ASEAN-Rusia).

SEOM-MOFCOM

Penerapan General Exception List

Pada prinsipnya China dapat menerima penerapan General Exception (GE) List oleh 6 negara ASEAN (Brunei, Indonesia, Malaysia, Myanmar, Filipina, dan Vietnam) namun dengan syarat penerapannya bersifat transparan dan sesuai dengan ketentuan Pasal 3, 12, dan 13

Page 46: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

44

Persetujuan TIG-ACFTA. Untuk itu, keenam Negara ASEAN tersebut harus memberikan justifikasi atas masing-masing produk-produk yang dimasukkan dalam GE List untuk dibahas pada Pertemuan ACTNC ke-39 mendatang. Diharapkan dalam pertemuan AEM-MOFCOM, Agustus 2011, dapat dicapai General Understanding mengenai penerapan GE List ini.

Chapter on Customs Procedures dan Chapter on SPS/TBT

Pertemuan mencatat bahwa ASEAN dan China telah menyelesaikan pembahasan atas draft Chapter on SPS and TBT untuk disampaikan pada AEM-MOFCOM Consultations pada bulan Agustus 2011 untuk selanjutnya ditandatangani pada ASEAN-China Summit pada bulan November 2011 di Bali. SEOM juga mengharapkan AC-TNC dapat menyelesaikan pembahasan Chapter on Customs Procedures secara intersessionally dengan mempertimbangkan masukan dari ASEAN Customs-DG.

Draf Protokol Paket ke-2 Persetujuan Jasa

Baik China maupun negara anggota ASEAN telah menyetujui draf Protokol dimaksud dan kedua pihak sepakat untuk menyelesaikan proses domestiknya masing-masing untuk menandatangani Protokol tersebut pada saat AEM-MOFCOM Consultations pada bulan Agustus 2011 di Manado.

Special Fund Kerja Sama Ekonomi

Dalam konsultasi ini SEOM meminta MOFCOM agar dapat melakukan earmarking untuk mengalokasikan dana dari China-ASEAN Cooperation Committe Fund untuk kerja sama ekonomi di bawah payung ACFTA.

e-Trade dalam kerangka ACFTA

China kembali menekankan usulannya yang disampaikan pada saat pertemuan ACFTA Trade Negotiationg Committee, yaitu mengembangkan ASEAN-China Business Portal yang ada saat ini dengan platform e-trade guna memfasilitasi transaksi elektronis khususnya bagi UKM kedua pihak. ASEAN menyatakan reservasinya mengingat pengembangan dan pengelolaan ASEAN-China Business Portal selama ini melibatkan unsur pemerintah, dan tidak seyogyanya pemerintah terlibat (langsung maupun tidak langsung) dalam hal transaksi bisnis. Pertimbangan lain adalah bahwa tidak semua negara ASEAN berada dalam tingkat kesiapan e-commerce yang sama sehingga gagasan ini kurang dapat dipertimbangkan.

Review of ACFTA ROO Terkait usulan ASEAN untuk melakukan amandemen ROO guna menambah origin criteria yang ada saat ini (“RVC 40%”) dengan “RVC 40% or CTH,” China berpendapat usulan ini merupakan perubahan substantial yang belum pernah dilakukan China pada setiap FTAs-nya. Untuk itu,

Page 47: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

45

China mengharapkan ASEAN dapat memberikan penjelasan lebih terperinci agar pihaknya dapat segera melakukan konsultasi domestik.

Pada pertemuan ini, SEOM-MOFCOM juga mencatat persiapan ASEAN-China Expo 2011 (dengan country of honor Malaysia), perkembangan kajian Pan Beibu Gulf Economic Cooperation, dan status ASEAN China Investment and Cooperation Fund yang dikelola oleh Bank Exim China.

SEOM-METI

Investment and Services Agreements

Pertemuan mencatat bahwa negosiasi perjanjian bidang jasa dan investasi masih menghadapi kendala fundamental terkait perbedaan prinsip dan pendekatan negosiasi yang ditempuh ASEAN dan Jepang, terutama pada konsep tranparency, user friendliness, dan living agreement. ASEAN menyatakan keberatan atas usulan Jepang agar kesepahaman atas ketiga konsep Jepang tersebut dimasukkan ke dalam AEM-METI Joint Ministerial Statement pada bulan Agustus 2011, karena menurut ASEAN hal ini memberi tempat bagi Jepang untuk menekan ASEAN menggunakan prinsip dan pendekatan yang diusulkan Jepang. Untuk negosiasi di bidang investasi, ASEAN juga menyatakan kesulitannya untuk memberikan komitmen melebihi apa yang telah diberikan dalam persetujuan bilateral dengan Jepang.

Kedua pihak sependapat bahwa perundingan sektor jasa dan investasi tidak akan dapat diselesaikan pada bulan Agustus 2011 sebagaimana mandat AEM-METI pada tahun 2008. Untuk itu kedua pihak sepakat mengusulkan kepada AEM-METI Consultations bulan Agustus 2011 agar target waktu penyelesaian dapat diundur ke AEM-METI 2012.

SEOM-Korea

Joint Impact Study AKFTA

Pertemuan SEOM-ROK membahas hasil joint impact study AKFTA dan amandemen AKFTA-TIG terkait prosedur modifikasi komitmen tarif yang akan disampaikan pada AEM-ROK Consultations bulan Agustus 2011. Terkait Joint Impact Study, SEOM berpendapat bahwa rekomendasi yang dihasilkan seharusnya seimbang dan tidak menekankan dimulainya negosiasi percepatan liberalisasi komitmen tarif. ASEAN berpendapat bahwa rendahnya utilisasi tidak hanya ditentukan oleh tingkat liberalisasi komitmen, tetapi juga terkait dengan besaran berbagai biaya produksi, perbedaan kecil antara tarif MFN dan tarif preferensi AKFTA, serta krisis keuangan tahun 2008-2009.

Page 48: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

46

SEOM-India

Kedua pihak memfokuskan pembahasan pada perundingan di bidang jasa yang tidak mengalami kemajuan berarti. India kembali menyatakan kekecewaannya terutama atas offers yang disampaikan ASEAN, khususnya dari Indonesia, Thaiand, dan Filipina. India juga menyatakan keprihatinan karena ASEAN tidak memberikan offers untuk MNP. ASEAN di lain pihak, menyatakan kekecewaan atas offers terakhir dari India yang menunjukkan kemunduran. ASEAN juga menekankan pentingnya Annex on Financial Services, dan keberatan atas modus negosiasi yang tidak seimbang (India menyampaikan offers setelah ASEAN menyampaikan offers lebih dulu).

Menyikapi kondisi perundingan di atas, kedua pihak sepakat ASEAN mencoba memperbaiki offer kepada India terutama dari Indonesia, Thaiand, dan Filipina dengan catatan India tidak melakukan back-tracking. Pertemuan juga sepakat bahwa target penyelesaian perundingan jasa dan investasi diundur ke AEM-India Consultations bulan Agustus 2012 atau ASEAN-India Summit 2012.

SEOM-CER

Semua negara termasuk Indonesia telah meratifikasi AANZFTA namun hanya Indonesia yang belum Entry into Force (EIF). Indonesia saat ini sedang mempercepat proses penerbitan legal instrument untuk penerapan penurunan/penghapusan tariff (Permenkeu) dan akan segera menotifikasi semua pihak bila seluruh proses domestik telah diselesaikan. Sesuai kesepakatan, terhitung 60 hari setelah Indonesia melakukan notifikasi maka Indonesia akan entry into force perjanjian ini.

Pertemuan membahas hal-hal umum seperti: (i) Joint Committee dilaksanakan sekali dalam setahun; dan (ii) dana yang tersedia untuk Economic Cooperation Work Programme dapat digunakan untuk mendukung anggota yang berminat untuk mengikuti OECD Investemnt Review atau untuk melaksanakan rekomendasinya di luar konteks AANZFTA dan bersifat sukarela.

Di sela-sela SEOM3/42 diselenggarakan pula Integration Partnership Forum atau IPF untuk berbagi pengalaman mengenai manfaat integrasi ekonomi dan perdagangan yang dilakukan oleh AUS dan NZ di bawah Closer Economic Partnership (CER).

Page 49: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

47

SEOM Plus Three

Dalam konsultasi ASEAN+3 ini China menjelaskan proposalnya untuk membentuk tiga Working Groups, masing-masing untuk Goods, Services, dan Investment, guna mulai membahas elemen liberalisasi bagi terbentuknya EAFTA. Jepang menerima usulan ini namun dengan modifikasi yakni tidak dibatasi hanya untuk EAFTA, tetapi secara paralel memajukan East Asian Free Trade Agreement (EAFTA) dan Comprehensive Economic Partnership for East Asia (CEPEA). SEOM menyatakan mencatat usulan China maupun Jepang untuk dikaji lebih lanjut dalam menentukan sikap ASEAN, terutama dengan mempertimbangkan pula rekomendasi dari ASEAN Plus Working Groups yang sudah terbentuk tahun lalu. SEOM menegaskan bahwa keputusan terkait EAFTA vs CEPEA merupakan kewenangan AEM.

East Asia Business Council

Dalam konsultasi SEOM Plus Three didengar pula laporan dan permintaan dari wakil East Asia Business Council (EABC). EABC melaporkan berbagai kegiatan yang telah dilakukan dalam periode Agustus 2010-Agustus 2011, di antaranya business matching, simposium dan tiga pertemuan rutin EABC yang dihadiri oleh wakil-wakil dari China, Indonesia, Jepang, Korea Selatan, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam. Selain itu, secara khusus EABC menekankan permintaan dukungannya bagi dibentuknya EABC Business Matching Website yang akan memfasilitasi kegiatan business matching berbasis internet di antara para anggotanya. Dana yang diperlukan untuk pembangunan dan pengelolaan selama tiga tahun mencapai US$ 30,000 dan dimintakan dari ASEAN Plus Three Cooperation Fund.

Emerging Regional Architecture in East Asia

Sekretariat ASEAN secara umum menyampaikan laporan perkembangan ASEAN Plus Working Groups (APWG) on ROO dan Customs Procedures, sementara Chair of APWG on Economic Cooperation menyampaikan sendiri laporannya dari pertemuan keempat APWG-EC tanggal 22 Juni 2011. Sementara itu, APWG on Customs Procedures menyampaikan laporan terakhirnya pada saat SEOM 2/42 bulan Maret 2011 di Singapura dan selanjutnya “dibekukan” oleh SEOM karena dianggap telah menyelesaikan mandatnya. Perkembangan dari APWGs ini dilaporkan baik pada saat SEOM Internal maupun SEOM Plus Three dan SEOM-EAS.

Page 50: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

48

Pertemuan sepakat bahwa keempat APWGs perlu menyusun laporan final dan rekomendasinya untuk dipertimbangkan oleh AEM dan dilaporkan kepada Kepala Negara ASEAN pada bulan November 2011. Merespons keinginan beberapa Mitra Dialog untuk ikut menyelesaikan laporan akhir APWGs ini, SEOM menggarisbawahi bahwa pada prinsipnya keempat APWGs ini adalah “ASEAN forum” sehingga laporan dan rekomendasi kepada AEM pada bulan Agustus 2011 sepenuhnya menjadi kewenangan ASEAN walau tetap perlu mempertimbangkan masukan dari Mitra Dialog. SEOM sepakat agar laporan APWGs ini dipersiapkan secara “intersessional” untuk dapat disampaikan kepada AEM pada bulan Agustus 2011.

Mandate to Accelerate Consolidation Process of ASEAN +1 FTA

SEOM membahas mandat dari para Kepala Negara ASEAN untuk mempercepat proses konsolidasi ASEAN+1 FTAs dan kemungkinan modalitasnya. Untuk mendukung pembahasan, Sekretariat ASEAN menyampaikan matriks yang secara umum menggambarkan persamaan dan perbedaan cakupan dalam ASEAN+1 FTAs. SEOM selanjutnya meminta Sekretariat ASEAN mengembangkan sebuah “template” konsolidasi untuk dipertimbangkan dalam Prep-SEOM guna dibahas oleh AEM.

Informal Meeting SEOM-EAS

Pertemuan ini merupakan “elevasi” dari format sebelumnya “informal working lunch”. Dalam konsultasi ini Jepang memaparkan proposalnya mengenai Initiative on Speeding up the Establishment of EAFTA and CEPEA. Pada prinsipnya usulan Jepang sama dengan usulan China, yakni dibentuknya tiga working groups masing-masing untuk goods, services, dan investment, namun tidak dibatasi hanya untuk pembentukan EAFTA tetapi juga CEPEA. SEOM sekali lagi menyatakan mencatat usulan ini untuk dipertimbangkan. Indonesia secara khusus menyampaikan pendapat bahwa arahan para Menteri pada tahun 2009 untuk mengkaji lebih lanjut studi EAFTA dan CEPEA secara paralel tidak dimaksudkan untuk membentuk EAFTA dan CEPEA secara bersamaan, tetapi untuk mengkaji kedua studi dimaksud dan menentukan proses konsolidasi ASEAN+1 FTAs yang paling tepat bagi ASEAN.

ASEAN-GCC SEOM sepakat untuk menghadiri pertemuan pertama SEOM-GCC Trade and Investment yang akan diadakan pada tanggal 11-12 Juli 2011 di Salalah, Oman. Pertemuan dimaksud antara lain akan membahas kemungkinan pembentukan Trade and Investment Framework Arrangement sementara mencatat keinginan yang sangat kuat dari pihak GCC untuk segera merundingkan ASEAN-

Page 51: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

49

GCC FTA. SEOM berpendapat pendekatan yang ditempuh ASEAN selama ini merupakan jalan yang juga harus ditempuh dalam kaitannya dengan GCC, yaitu memulai joint study setelah mendapatkan mandat dari para Menteri.

SEOM-AUSTR

Pertemuan konsultatif SEOM dengan Assistant USTR (AUSTR) dihadiri pula oleh Duta Besar Amerika Serikat untuk ASEAN. Dalam pertemuan Indonesia melaporkan perkembangan program dan kegiatan road show, trade facilitation, trade and environment dialogue, B-to-B dialogue, trade and finance, dan standards. Merespon usulan SEOM agar kegiatan roadshow di Amerika Serikat diganti dengan kegiatan roadshow dan business forum di negara ASEAN, AUSTR menyatakan dapat mempelajarinya namun tetap menekankan pentingnya roadshow di AS karena sasarannya berbeda dari business forum.

Pertemuan selanjutnya mengkaji berbagai kemungkinan untuk mendorong program TIFA, termasuk rencana pelaksanaan ASEAN Trade Facilitation Forum di Manado pada tanggal 13 Agustus 2011 dengan dukungan AS. Pertemuan juga mencatat dua proposal baru dari pihak AS, yakni healthcare services forum dan ASEAN Digital Dialogue. SEOM menyatakan akan meneruskan kedua usulan ini kepada sectoral bodies yang kompeten. SEOM dan AUSTR selanjutnya sepakat agar segera disusun ASEAN-US Joint Work Plan 2012 untuk dibahas dalam pertemuan AEM-USTR pada tanggal 11 Agsutus 2011 di Manado, di mana USTR akan diwakili oleh Deputy USTR Demetrious Marantis.

SEOM-Russia

Pertemuan the 3rd SEOM-Russia Consultations berhasil menyepakati draft Terms of Reference untuk pembentukan ASEAN-Russia Joint Expert Group (ARJEG) yang akan bertugas menyusun roadmap (dan program kerja sama) ASEAN-Russia di bidang ekonomi. TOR dimaksud diharapkan dapat di-endorse pada AEM-Russia Consultations pada bulan Agustus 2011 di Manado.

ASEAN-Canada Senior Economic Officials dari Kanada tidak dijadwalkan untuk hadir di pertemuan di Kuala Lumpur ini. Berdasarkan laporan Indonesia selaku country coordinator, maka Joint Ministerial Declaration on Trade and Investment Cooperation between ASEAN and Canada kini sudah siap untuk di-endorse oleh para menteri kedua pihak, namun kehadiran Menteri Perdagangan Kanada dalam pertemuan di Manado Agustus 2011 masih perlu dikonfirmasi kembali. Indonesia juga menginformasikan SEOM bahwa akan

Page 52: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

50

dilakukan pembicaraan lanjutan dengan Perwakilan Kanada di Jakarta mengenai kemungkinan menyusun ASEAN-Canada work programme on trade and investment cooperation untuk menindaklanjuti Joint Declaration dimaksud.

ASEAN-EU Seperti halnya Kanada, Pejabat Senior Bidang Ekonomi Uni Eropa tidak diundang ke pertemuan di Kuala Lumpur karena telah mengadakan pertemuan dengan SEOM di Jakarta pada tanggal 5 Mei 2011. SEOM mencatat hasil pertemuan the 1st ASEAN-EU Business Summit (AEBS) dan the 10th AEM-EU Trade Commissioner Consultations yang dilaksanakan di Jakarta pada tanggal 5-6 Mei 2011. Sebagai tindak lanjut, ASEAN akan melakukan konsultasi dengan sektor terkait untuk membahas langkah-langkah praktis untuk implementasi ASEAN-EU Trade and Investment Work Programme dan rekomendasi AEBS.

C. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan APEC dan Organisasi Internasional Lainnya

1. World Economic Forum on East Asia (WEF on EA)

Penyelenggaraan WEF on East Asia (WEF on EA) di Jakarta pada tanggal 11-13 Juni 2011 telah dilaksanakan oleh Kementerian Perdagangan bekerja sama dengan kementerian-kementerian terkait dan dunia usaha. WEF on EA sebagai forum internasional resmi dibuka oleh Bapak Presiden Republik Indonesia pada tanggal 12 Juni 2011.

Gambar 2. Pembukaan World Economic Forum on East Asia

WEF on EA ke-20 yang bertema “Responding to the New Globalism” dihadiri oleh 624 partisipan dari 40 negara yang mewakili lembaga pemerintah, industri, pengambil

Page 53: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

51

kebijakan regional dan global, dan pimpinan lembaga nirlaba serta akademisi.

Tujuan WEF on EA adalah untuk meningkatkan kegiatan ekonomi dan investasi suatu negara di dunia dengan melibatkan dunia bisnis, politik, akademisi, dan para pemimpin kelompok masyarakat untuk menyusun agenda industri secara regional dan global.

Session: “Navigating Geopolitical Risks in Asia”

Pada sesi navigating geopolitical risks in Asia dibahas beberapa hal-hal penting sebagai berikut: 1) Saat ini Asia sedang mengalami era integrasi dan

pertumbuhan ekonomi yang kuat, namun sayangnya hal ini tidak diikuti dengan penguatan aspek-aspek keamanan dan politik di kawasan tersebut;

2) Pertumbuhan ekonomi, politik, dan kekuatan militer Republik Rakyat Tiongkok adalah pertanyaan kunci bagi setiap negara di kawasan Asia. Pertanyaan lain yang juga muncul atas Republik Rakyat Tiongkok adalah mengenai kesanggupan pemerintah Republik Rakyat Tiongkok mewujudkan harapan untuk memenuhi lapangan kerja, ketersediaan rumah tinggal, dan kebebasan berekspresi bagi generasi muda;

3) Badan-badan internasional seperti Dewan Keamanan PBB, IMF, dan WTO masih merefleksikan sistem internasional masa lalu, seolah dunia masih dalam sistem yang lama, dan badan-badan tersebut belum mampu merefleksikan sistem internasional sebagaimana kondisi dunia saat ini; dan

4) Pembangunan arsitektur politik dan keamanan baru yang mampu merefleksikan kondisi terkini adalah langkah perlu untuk memastikan stabilitas Asia.

Session: “Sustaining Indonesia’s Growth Momentum”

Pada sesi sustaining Indonesia’s growth momentum dibahas beberapa hal-hal penting sebagai berikut: 1) Indonesia berada pada jalur pertumbuhan yang

mengesankan dengan ekonomi yang akan tumbuh pada kisaran 6-7 %;

2) Meningkatkan tata kelola, transparansi, dan manajemen fiskal akan memicu sentimen yang baik;

3) Kendala-kendala yang ada pada infrastruktur, peraturan perundang-undangan, dan birokrasi serta pentingnya RUU reformasi pertanahan disahkan tahun ini; dan

4) Pentingnya ada kekuatan yang cukup dalam kabinet dan masyarakat untuk menjamin kelancaran Pemilihan Presiden tahun 2014.

Page 54: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

52

Session: “Financial Fault Lines: Averting Aftershocks in Asia”

Pada sesi financial fault lines: averting aftershocks in Asia dibahas hal-hal penting sebagai berikut: 1) Konektivitas mutlak dan sifat interkoneksi pasar modal

global memerlukan suatu pendekatan yang terkoordinasi atas risiko sistemik;

2) Pemerintah dan bank-bank di Asia Timur mengakui bahwa risiko keuangan harus dikelola dengan kebijakan makro ekonomi yang cermat; dan

3) Tekanan inflasi yang disebabkan oleh kenaikan harga komoditas pangan dan energi menjadi perhatian utama.

Session: “Disrupted Aspirations: Closing the Income Gap”

Pada sesi disrupted aspirations: closing the income gap dibahas beberapa hal penting sebagai berikut: 1) Kemiskinan muncul bukan karena rendahnya

penghasilan semata. Demikian juga dengan kesuksesan ekonomi Asia yang sangat signifikan, ternyata tidak turut serta mengurangi jumlah orang miskin di Asia secara signifikan;

2) Untuk menjalankan program penghapusan kemiskinan, diperlukan kerja sama antara pemerintah, pengusaha, dan lembaga swadaya masyarakat (NGOs) berdasarkan fakta-fakta dasar tentang kemiskinan seperti inflasi, perlindungan sosial, kesehatan, dan lainnya;

3) Pemerintah harus bisa mengelola prioritas program penghapusan kemiskinan, karena kemiskinan sendiri memiliki banyak aspek, seperti: pekerjaan, gender, umur, agama, dan konflik berkepanjangan, serta faktor-faktor lainnya;

4) Di Asia, tidak ada satu formula yang dapat dijadikan solusi untuk semua kasus. Oleh karena itu, pemerintah-pemerintah di Asia harus dapat mendesain suatu portfolio program dengan mengikutsertakan masyarakat miskin, sehingga mereka bisa memilih solusi yang tepat bagi kemiskinan yang mereka alami; dan

5) Portfolio program penghapusan kemiskinan dapat turut memasukkan aspek microfinance, micro-insurance, pembangunan infrastruktur di pedalaman, keterlibatan corporate, dan pendidikan.

Session: “Asia’s Consumer Dilemma”

Pada sesi Asia’s consumer dilemma dibahas beberapa hal penting sebagai berikut: 1) Jumlah konsumen kelas menengah perkotaan

berkembang pesat di seluruh dunia, dan di Asia adalah yang terbesar;

2) Tanpa perubahan yang signifikan, kebiasaan konsumsi kelas menengah baru Asia akan memperparah ketersediaan sumber daya alam. Selanjutnya,

Page 55: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

53

kecenderungan konsumsi berlebihan atau boros ditambah dengan produksi yang tidak efisien memperburuk masalah;

3) Konsumsi yang berkelanjutan berarti mendidik konsumen dan mendorong pertumbuhan yang lebih merata; dan

4) Inisiatif perusahaan tidak akan berjalan kecuali disertai dengan peraturan dan kerja sama pemerintah.

Session: “Overcoming Energy Security Challenges”

Pada sesi overcoming energy security challenges dibahas beberapa hal penting sebagai berikut: 1) Diversifikasi energi merupakan kunci dalam mengatasi

tantangan energi; 2) Energi nuklir akan menjadi komponen yang integral

dengan kebutuhan energi global di masa depan; 3) Pendidikan dan kesadaran yang lebih besar tentang

harga sebenarnya pemakaian energi merupakan hal yang sangat penting; dan

4) Solusi berbasis teknologi merupakan upaya ekonomi yang baik dalam mengeksploitasi energi ke dalam bentuk yang berbeda dan dapat menjadi pendorong perekonomian.

Session: “The Beauty of Indonesia's Biodiversity”

Pada sesi the beauty of Indonesia's biodiversity dibahas beberapa hal penting sebagai berikut: 1) Jutaan penduduk Indonesia bergantung pada

keanekaragaman hayati bagi penghidupan mereka; 2) Keragaman hayati merupakan kepentingan lokal,

nasional, dan global; dan 3) Keragaman hayati harus menjadi pusat perhatian dalam

memerangi kemiskinan.

Session: “The G2 Impact on Asia”

Pada sesi The G2 Impact on Asia dibahas beberapa hal penting sebagai berikut: 1) Republik Rakyat Tiongkok muncul sebagai kekuatan

baru utama dunia di balik ketergantungan hubungan perdagangan yang tinggi dengan Amerika Serikat. Rivalitas kuat antara kedua negara dijaga oleh hubungan yang saling ketergantungan masing-masing negara;

2) Banyak negara-negara Asia yang berada di antara ketergantungan terhadap pertumbuhan perdagangan Republik Rakyat Tiongkok dan ketergantungan pada bidang keamanan yang didominasi oleh Amerika Serikat; dan

3) Konsep G2 memberikan suatu model bagi kerja sama Sino-AS, tetapi pelaksanaan hubungan ini terbuka untuk diperdebatkan. Cina mengatakan berusaha mengurangi tekanan tetapi ada perbedaan pendapat pada seberapa

Page 56: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

54

besar keinginan membentuk kembali tatanan global sebagaimana mestinya.

Session: “Regional Reverberations: Responding to Natural Disasters”

Pada sesi regional reverberations: responding to natural disasters dibahas beberapa hal penting sebagai berikut: 1) Dari sejumlah bencana alam yang mematikan di dunia,

sekitar 85%-nya terjadi di Asia. Sementara itu, tidak terdapat solusi praktis untuk isu yang sulit ini, kuncinya hanya kerja sama yang baik antara sektor pemerintah, swasta, dan masyarakat sipil;

2) Saat ini, hanya sekitar 0.7% dari rata-rata US$ 17 juta dana bencana yang dihabiskan untuk proyek persiapan bencana, mayoritas dana bencana dihabiskan untuk dana tanggap bencana (pasca bencana). Penyeimbangan rasio antara dana persiapan (pencegahan) dan penanggulangan bencana, akan membuat rasio dana bencana lebih berpengaruh untuk menghadapi bencana; dan

3) Persiapan dan respons terhadap bencana harus difokuskan kepada bencana lokal yang mengancam orang-orang di lapangan.

Session: “The Complexities of Cultural Fusion”

Pada sesi the complexities of cultural fusion dibahas beberapa hal penting sebagai berikut: 1) Serangan teror dan kejahatan seperti pembakaran

gereja telah menimbulkan keprihatinan bahwa negara Indonesia yang demokratis mengarah kepada munculnya intoleransi dan ekstremitas;

2) Ideologi negara "unity in diversity" sangat tertanam dalam kesadaran warga negara Indonesia;

3) Ekstremitas di Indonesia lebih disebabkan oleh marjinalisasi ekonomi dan sosial dibandingkan dengan intoleransi agama; dan

4) Pemerintah harus meningkatkan perannya sebagai penengah kekuatan-kekuatan sosial yang bersaing dan mengambil sikap yang tegas terhadap intoleransi, mendukung penuh mempromosikan dan penerimaan pluralisme.

Session: “Driving Asian Growth: Women at the Wheel”

Pada sesi driving Asian growth: women at the wheel dibahas beberapa hal penting sebagai berikut: 1) Peranan wanita dalam dunia kerja merupakan pusat

pendorong pertumbuhan ekonomi dan peningkat daya saing;

2) Persepsi tradisional terhadap wanita sebagai seorang istri dan ibu merupakan penghambat yang cukup signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi;

Page 57: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

55

3) Wanita dapat membuat perbedaan dengan jelas dan membuat keputusan ekonomi untuk jangka waktu yang lebih panjang dibanding pria;

4) Pendekatan komprehensif dari sektor swasta dan pemerintah dibutuhkan sebagai jembatan kesenjangan gender antara pria dan wanita; dan

5) Perekonomian akan kuat, jika perbedaan gender dapat dihilangkan.

Session : “Defying Deforestation : A Game Change for Climate Change”

Pada sesi defying deforestation: a game change for climate change dibahas beberapa hal-hal penting sebagai berikut: 1) Indonesia adalah negara terbesar ketiga emitor emisi

karbon. Dengan lebih dari 300 luas lahan hutan sebesar lapangan bola hancur karena penebangan hutan liar setiap jamnya, penggundulan hutan di Indonesia telah mencapai tingkat yang sangat membahayakan. Saat ini, hanya 30% dari hutan di Indonesia yang tinggal utuh, padahal Indonesia merupakan negara terbesar ketiga emitor karbon;

2) Negara berkembang telah berkomitmen untuk mengurangi pembuangan karbon hingga sebesar 26% pada tahun 2020. Forum internasional pada perubahan iklim hanya mencapai kesuksesan kecil dalam komitmen pembuangan gas emisi, panelis mencatat bahwa beberapa langkah penting telah dibuat. Indonesia, misalnya secara sukarela berkomitmen untuk mengurangi pembuangan gas karbon hingga 26% pada tahun 2020, dengan mengimplementasikan lebih dari 70 program guna mendukung tujuan besar ini;

3) Terdapat kepentingan yang significant dari sektor swasta untuk mendorong praktik-praktik berkelanjutan dalam mencegah dampak perubahan iklim yang lebih besar. Praktik-praktik ini mencakup usaha untuk melakukan penelitian yang lebih baik, inovasi-inovasi, efisiensi, dan meningkatkan kepercayaan diri konsumen untuk ikut mencegah dampak perubahan iklim. Dukungan yang besar dari sektor swasta ini juga akan mendorong langkah politik dalam menciptakan aturan-aturan, mendorong investasi dalam teknologi hijau dan dalam sumber daya energi yang dapat diperbarui, meningkatkan koordinasi dan partnership antara masyarakat lokal dan sektor swasta dalam mengimplementasikan standar-standar global; dan

4) Ekspansi yang besar dalam industri minyak kelapa sawit dapat berkembang dengan langkah-langkah pengembangan yang berkelanjutan, seperti peningkatan efisiensi dan adopsi global sustainability standards.

Page 58: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

56

Session: “Building a National Brand: Powering Growth through Culture”

Pada sesi building a national brand: powering growth through culture dibahas beberapa hal-hal penting sebagai berikut: 1) Pencitraan pariwisata merupakan citra nasional yang

utama; 2) Peristiwa kekerasan dan kerusuhan, khususnya di

negara-negara dengan sistem otoriter, dapat merusak citra pariwisata suatu negara beberapa tahun ke depan;

3) Para pemimpin mewakili citra yang dimiliki pariwisata suatu negara: apa yang mereka mengenai negara mereka akan memiliki dampak yang sangat besar;

4) Singapura sangat berhasil dalam mengelola citra dan reputasinya; dan

5) Transformasi Indonesia dari negara otoriter menjadi negara demokratis ketika krisis keuangan Asia yang disertai kerusuhan masih memberikan dampak lebih dari satu dekade selanjutnya. Untuk mengatasi ini, Indonesia perlu mengoordinasikan strategi pencitraan.

Session: “Creating Jobs in Asia: The Entrepreneurship Equation”

Pada sesi creating jobs in Asia: the entrepreneurship equation dibahas beberapa hal-hal penting sebagai berikut: 1) Saat ini, lebih banyak Usaha Mikro daripada Usaha

Mikro. Padahal Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang berdiri di Asia. Di Filipina 96% perusahaan baru merupakan Usaha Mikro. Indonesia sendiri memiliki lebih dari 50 juta Usaha Mikro. Padahal UKM paling banyak menciptakan lapangan pekerjaan dan membayar pajak dalam pertumbuhan ekonomi. Meskipun bantuan pendirian Usaha Mikro menjadi perhatian, namun diperlukan perhatian yang sama terhadap UKM untuk memajukan dan menjaga keberadaan UKM. Hal ini untuk mencegah banyaknya tenaga kerja yang bekerja ke luar negeri;

2) Perusahaan multinasional dan perusahaan besar lainnya menciptakan lapangan pekerjaan juga, namun menghadapi kekurangan tenaga kerja terampil di negaranya atau di luar negeri;

3) Kewirausahaan juga dapat menciptakan lapangan pekerjaan, khususnya masyarakat miskin, namun masyarakat harus dilengkapi keahlian berbisnis dan keahlian lainnya serta belajar mengambil risiko; dan

4) Pemerintah mempunyai peranan dalam membuat sistem pendidikan atau pelatihan yang terkait dengan kewirausahaan, membuat kebijakan, serta ketentuan melindungi teknologi dan industri baru.

Page 59: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

57

Session : “Social Media in Asia: From Shaping Norms to Influencing Policy”

Pada sesi social media in Asia: from shaping norms to influencing policy dibahas beberapa hal-hal penting sebagai berikut: 1) Media sosial telah menekan tingkat pemisahan,

merevolusi cara-cara yang ditempuh perusahaan dalam memasarkan produk-produknya dan mendefinisi ulang makna menjadi “seseorang” dan menjadi “seorang teman”. Media sosial seperti Facebook dan Twitter selain telah mengubah alat game modern, juga telah mengubah pola masyarakat dalam berhubungan satu sama lain, dan telah mengubah pola perusahaan dalam mengomunikasikan produknya kepada konsumen dan pelanggan mereka;

2) Perusahaan-perusahaan harus menggunakan media sosial sebagai alat komunikasi dengan pelanggan mereka, khususnya dalam masa krisis seperti sekarang, ketika penyampaian pesan kepada publik tanpa filter media tradisional menjadi begitu penting;

3) Namun di Asia, banyak perusahaan yang masih menolak untuk pindah ke media sosial, karena takut mereka akan kehilangan kontrol pasar. Padahal, media sosial telah membuktikan dirinya sebagai alat yang paling penting dalam berkomunikasi; dan

4) Menurut suatu kajian dan bukti anekdot, inovasi dengan menggunakan media sosial terjadi lebih sering di ekonomi berkembang dari pada di negara dengan pasar yang sudah maju. Indonesia misalnya, merupakan negara pengguna Facebook terbesar dengan 20 juta pengguna. Asia Tenggara, merupakan kawasan pengguna Twitter terbanyak di dunia.

Session: “Redrawing the "Greenprint" of Asia's Energy Architecture”

Pada sesi redrawing the "greenprint" of Asia's energy architecture dibahas beberapa hal-hal penting sebagai berikut: 1) Asia harus tetap berpikiran terbuka terhadap semua

sumber energi termasuk tenaga nuklir, gas alam, batu bara, panas bumi, dan energi yang dapat diperbaharui (angin dan cahaya) untuk memenuhi kebutuhan energi yang meningkat. Hampir 40% penduduk di Negara berkembang seperti India dan Indonesia tidak memiliki akses untuk memanfaatkan energi tersebut;

2) Meskipun terjadi peristiwa kegagalan reaktor nuklir Fukushima, Asia tampak tidak terpengaruh dibandingkan dengan Eropa. Jerman memutuskan menutup 17 reaktor nuklir hingga tahun 2022 sementara Swiss akan menutup semua dari kelima

Page 60: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

58

reaktor nuklirnya hingga tahun 2034. Referendum pada tenaga nuklir juga dikeluarkan oleh Italia; dan

3) Berpikir ulang mengenai model pemberian harga bahan bakar minyak termasuk penghapusan subsidi yang diperlukan untuk menunjukkan biaya sebenarnya dalam mendorong konservasi.

Session : “Currency Volatility: Balancing Flexibility and Stability”

Pada sesi ini dibahas beberapa hal-hal penting sebagai berikut: 1) Kebijakan China terhadap Yuan merupakan pusat isu

mata uang di beberapa kawasan. China telah lama menjadi perhatian masyarakat internasional, terutama karena perannya sebagai partner kunci perdagangan Amerika Serikat, dengan menjaga nilai yuan tetap terkontrol secara ketat;

2) The current limited internationalization yuan merupakan percobaan yang luar biasa. Nilai mata uang dan metode mata uang yang dilakukan China akan menginternasionalisasi ekonomi China sedemikian dalam sehingga memberikan dampak kepada nilai dolar Amerika di masa mendatang dan memberikan dampak kepada ekonomi global. Fakta bahwa China melakukan kebijakan ini dengan tetap mencegah nilai yuan dari konversi, telah menjadikan China negara yang luar biasa;

3) Kemunduran mata uang dollar Amerika Serikat akan terjadi secara bertahap dan tidak terhindari. Namun mengelola peningkatan nilai yuan secara signifikan terhadap nilai dollar Amerika dalam sistem internasional, akan terjadi dalam proses yang lamban. Berkurangnya liberalisasi yuan saat ini telah menciptakan efek ‘bubbles’ dan distorsi. Tujuan para ekonomi di Asia, termasuk China dalam 35 tahun mendatang adalah menciptakan kompetitif tidak dengan mata uang yang murah tapi dengan mendorong inovasi home-grown;

4) Beberapa koordinasi kebijakan moneter sedang terjadi di negara-negara Asia Tenggara. Di Asia Tenggara saat ini, muncul kerja sama antara negara-negara berkembang untuk mengoordinasikan kebijakan moneter mereka. Bankers Asia Tenggara saling berkomunikasi dan mengadakan pertemuan secara rutin untuk merespons perkembangan di Asia Tenggara; dan

5) Reaksi pasar terhadap tsunami dan gempa bumi di Jepang tidak mencerminkan kekuatan ekonomi yang fundamental dari negara tersebut, faktanya adalah Jepang memiliki hutang negara yang tinggi terhadap

Page 61: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

59

rasio Gross domestic product (GDP). Salah satu area ekonomi Jepang yang lemah adalah Unit Usaha Kecil dan Menengah di Jepang yang hanya mendapat sedikit permintaan. Panelis mencatat bahwa akan sangat sulit memprediksi efek terhadap kekuatan yen yang menjadi lemah karena bencana tsunami di Jepang.

Session : “Capitalizing on Transformative Technology and Innovation”

Pada sesi capitalizing on transformative technology and innovation dibahas beberapa hal-hal penting sebagai berikut: 1) Teknologi akan dilihat sebagai suatu kegunaan utama

seperti air dan listrik. Penggunaan alami teknologi yang terjadi di mana-mana seiring dengan ledakan inovasi teknologi itu sendiri merupakan suatu penciptaan paradigma baru tentang bagaimana masyarakat mencipta, menggunakan dan mengakses pengetahuan. Peningkatan kecanggihan teknologi, sebagai suatu aspek yang dinamis dan interaktif telah mengisi informasi tentang demokrasi, hal ini tentu membebaskan pergerakan informasi bagi masyarakat luas dan membuat negara berkembang membentuk pendekatan-pendekatan yang inovatif bagi tantangan sosial, politik, dan ekonomi mereka;

2) Demokrasi teknologi akan mengurangi tingkat kemiskinan. Perkembangan teknologi dan terbukanya arus informasi yang luas akan tersedia juga bagi penduduk miskin dan masyarakat pinggiran, sehingga mereka memiliki akes informasi yag sama dengan masyarakat Barat yang metropolis, dan hal ini akan terjadi dalam lima tahun mendatang;

3) Perkembangan teknologi akan memberikan manfaat bagi berbagai sektor dari mulai sektor energi hingga sektor kesehatan dan sektor pendidikan; dan

4) Pemanfaatan teknologi akan berguna dalam mempromosikan alokasi sumber daya yang lebih efisien. Teknologi semakin menjadi relevan dalam lingkungan sosial. Khususnya bagi generasi yang bertumbuh di lingkungan di mana masyarakatnya selalu “dikejar” oleh waktu, dan di tengah pemerintah dan pengusaha bisnis yang butuh untuk selalu fokus pada pengembangan manajemen information technology dalam menjalankan fungsi yang besar sekali manfaatnya dalam realitas baru ini.

Page 62: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

60

Gambar 3. Panelis dalam Acara World Economic Forum on East Asia

2. St. Petersburg International Economic Forum (SPIEF) ke-15

St. Petersburg International Economic Forum (SPIEF) ke-15 yang diselenggarakan pada tanggal 16-18 Juni 2011 di Saint Petersburg, Rusia adalah pertemuan internasional di bidang ekonomi yang diselenggarakan setiap tahun dimulai sejak tahun 1997. Kegiatan ini merupakan upaya pemerintah Rusia untuk meningkatkan dan memperkenalkan daya tarik Rusia kepada investor. Acara dihadiri lebih dari 4.000 peserta yang terdiri dari para pejabat pemerintah, pengusaha, dan akademisi.

Topik tahun ini adalah Emerging Leadership for a New Era dengan tiga subtopik pembahasan yaitu: (i) Securing Global Growth; (ii) Building Russia's Creative Capital; dan (iii) Expanding Technology Horizons.

Sesi Plenary Pembukaan

Pembicara pada sesi plenary pembukaan adalah Presiden Rusia dan Presiden China. Keynote speech yang dibawakan oleh Presiden Rusia, antara lain menyampaikan bahwa Rusia berada pada tahap baru dalam sejarah setelah runtuhnya Uni Soviet dan dimulainya reformasi ekonomi tahun 1990-an. Presiden Rusia mengatakan bahwa Rusia terus bergerak maju dan program modernisasi yang dijalankan perlahan-lahan telah mulai menunjukkan hasil. Rusia berupaya melakukan antisipasi dalam ekonomi global yang menghendaki adanya alternatif dan terciptanya peluang dalam peta perekonomian dan perdagangan internasional saat ini khususnya dalam menciptakan konsumen pasar, pengembangan infrastruktur serta kerja sama di berbagai bidang

Page 63: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

61

perekonomian dan perdagangan dengan negara-negara pelaku ekonomi. Selanjutnya, ditegaskan pula bahwa Rusia akan bergabung dengan WTO dan OECD.

Modernisasi Ekonomi Rusia

Adapun langkah internal yang terus dilakukan Rusia dalam modernisasi ekonomi antara lain privatisasi, reformasi sistem federal, legitimasi hukum, pemberantasan korupsi, dan rencana pengembangan sentra keuangan yang berpusat di Moskow.

Presiden Rusia mencatat manfaat besar dari kemitraan antara Rusia dan China dan berjanji mendorong pengembangannya lebih lanjut. Sedangkan sebagai bagian dari negara-negara G-8 dan BRICs, Rusia yakin memiliki peran signifikan serta membantu mencapai sasaran yang lebih efektif dari G-20.

Presiden China juga memberikan sambutannya dengan mengatakan bahwa China sedang berusaha untuk mengatasi tantangan utama yang dihadapi perekonomian dunia melalui kerja sama dengan negara lain. Presiden China mengatakan bahwa, Presiden Rusia telah memutuskan untuk meningkatkan volume perdagangan bilateral menjadi 100 miliar dolar AS sebelum tahun 2015 dan menaikkan dua kali lipat jumlahnya menjadi 200 miliar pada tahun 2020.

Gambar 4. St. Petersburg International Economic Forum ke-15

Sesi: Asia-Pacific Economic Cooperation: The Evolution and Continuation of a Substantial Agenda

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI menjadi salah satu panelis pada business roundtable tanggal 18 Juni 2011 dengan judul sesi Asia-Pacific Economic Cooperation: The Evolution and Continuation of a Substantial Agenda. Pemerintah Rusia mengagendakan diskusi meja bundar pada Forum Ekonomi Internasional St. Petersburg ini secara khusus dalam rangka rencana penyelenggaraan

Page 64: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

62

Pertemuan Pimpinan Negara Anggota APEC 2012 di Vladivistok Rusia dan giliran Rusia menjadi ketua APEC pada tahun 2012.

Sesi ini dipandang penting bagi pemerintah Rusia karena selain tahun 2012 merupakan pertama kalinya Rusia menjadi ketua APEC, keketuaan tersebut bagi Rusia dianggap penting sebagai kesempatan untuk dapat berdiskusi secara intensif dengan anggota APEC mengenai isu-isu masa depan seperti liberalisasi perdagangan dan investasi di kawasan tersebut. Keketuaan Rusia sangat penting karena Rusia akan mengikuti jejak Singapura, Jepang, dan Amerika Serikat dalam menyusun agenda APEC sebelum keketuaan APEC akan dipegang oleh negara berkembang dimulai dengan Indonesia pada tahun 2013.

Dalam sesi tersebut dibahas antara lain perkembangan atau perubahan terhadap agenda APEC dalam beberapa tahun terakhir, hal-hal yang menjadi practical results dari diskusi yang telah dilakukan selama ini dan deklarasi yang telah disepakati, tindak lanjut terhadap hasil-hasil APEC tahun 2011 yang harus dilakukan pada tahun 2012, isu-isu yang penting dan perlu (pressing issues) dibahas dalam jangka menengah dan jangka panjang.

Sesi: Managing Fault Lines and Avoiding Future Crisis

Dalam sesi plenary penutupan bertema Managing Fault Lines and Avoiding Future Crisis dengan panelis yaitu: Presiden Republik Finlandia, Presiden Rusia, Presiden Republik Kazakhstan, dan Perdana Menteri Kerajaan Spanyol dijelaskan antara lain:

1) Situasi perekonomian internal setiap negara dan regional memiliki kekhasan masing-masing yang menyebabkan ketahanan nasional atas situasi tertentu seperti krisis keuangan mengalami reaksi dan antisipasi yang berbeda. Untuk itu perlu diberikan perhatian lebih bagi negara-negara yang tengah berupaya menyelesaikan krisis yang dialami;

2) Perlunya terdapat implementasi nyata dari kebijakan yang disepakati bersama secara global untuk menjamin proses pembangunan berkelanjutan secara bertahap. Untuk itu, perlunya diupayakan sebuah single practical solution atas kendala-kendala ekonomi global yang terjadi;

3) Pertumbuhan signifikan sebuah kawasan diyakini bukan merupakan pesaing bagi kawasan lainnya, namun hal ini harus dapat dimanfaatkan sebagai pemicu bagi pertumbuhan di kawasan lainnya melalui kerja sama yang lebih intensif baik pemerintah maupun swasta;

Page 65: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

63

4) Perlu memanfaatkan potensi human resources secara maksimal di setiap kawasan guna mendukung proses pembangunan berkelanjutan; dan

5) Mengapresiasi peran G-8 dan G-20 dalam perekonomian dunia saat ini dan mengharapkan agar badan-badan lainnya seperti IMF, World Bank, serta PBB dan organisasi PBB yang terkait untuk lebih aktif bekerja sama secara komprehensif guna menjawab tantangan ekonomi global saat ini.

Panelis membahas pelajaran utama dari krisis ekonomi akhir-akhir ini dan usulan yang dapat dilakukan untuk mencegah krisis di masa depan dan sepakat, saat ini sudah dicapai prestasi signifikan menuju pemulihan tetapi masih banyak yang harus dilakukan untuk mengatasi kesulitan.

APEC Rountable Meeting

APEC Rountable Meeting merupakan salah satu mata acara dalam SPIEF 2011, mengangkat isu pembahasan mengenai food security, human capital, green development, dan capacity building dalam APEC serta peningkatan peran swasta di dalam proses APEC. APEC dipandang memiliki peran sentral sebagai incubator bagi ide-ide baru yang bersifat cutting edge. Dalam kesempatan tersebut, Deputi VI Kemenko Bidang Perekonomian selaku panelis menyampaikan pandangan terkait dengan human security dalam proses integrasi ekonomi di kawasan, kelanjutan supply chain connectivity action plan, dan pentingnya sinergi pembahasan isu APEC dengan isu-isu yang ada di forum internasional lainnya seperti food security dan financial inclusion yang dibahas dalam forum G-20.

D. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan Bilateral 1. Pertemuan Keempat Joint Experts Group Pan Beibu Gulf Economic Cooperation

Pertemuan dilaksanakan di Beihai, Guangzhou, RRT pada tanggal tanggal 2 Juni 2011.

Tujuan Pertemuan Dalam pembukaan, Deputy Director General of the Department of Asian Affairs, MOFCOM menyampaikan bahwa tujuan pertemuan adalah:

1) Memfinalisasikan Feasibility Study Report on Pan Beibu Gulf Economic Cooperation (PBGEC). Laporan Feasibility Study (FS) tersebut awalnya diajukan oleh Pemerintah RRT pada tahun 2008 kepada Expert Groups dari 10 negara ASEAN dan telah beberapa kali berkonsultasi dengan para Expert Groups untuk mendapatkan masukan dan perbaikan. Laporan Feasibility Study tersebut diharapkan dapat diselesaikan pada the 4th JEG on PBGEC ini.

Page 66: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

64

2) Membahas draft Letter to SEOM-MOFCOM (China) Consultation from the JEG on PBGEC. Surat tersebut merupakan pengantar untuk menyerahkan laporan Feasibility Study on Pan-Beibu Gulf Economic Cooperation kepada SEOM-MOFCOM (China) Consultation untuk dijadikan konsiderasi dan mendapat persetujuan.

3) Membahas draft Follow up Action Proposals by the JEG on PBGEC.

Draft Follow up Action Proposals

Pertemuan sepakat untuk menyelesaikan laporan dan surat kepada SEOM dengan menyampaikan bahwa PBGEC tersebut feasible dan dapat memainkan peranan di dalam ASEAN-China trade and economic cooperation serta dapat berkontribusi pada pembentukan tonggak pembangunan baru (new growth pole) di wilayah Asia-Pasifik. PBGEC melibatkan 3 provinsi di RRT, yaitu: Guangxi, Guangdong, dan Hainan yang berada di bawah pemerintah pusat RRT, sedangkan anggota-anggota ASEAN berpartisipasi secara sukarela. Kerja sama Greater Mekong Sub-region (GMS) akan dilakukan sebagai reference or operational model bagi PBG economic cooperation. Sedangkan terkait draft Follow up Action Proposals by the JEG on PBGEC, rapat sepakat untuk membahas draf tersebut setelah terlebih dahulu mendapatkan endorsement/approval dari SEOM atas laporan FS dan mengkonsultasikannya dengan instansi terkait di negara masing-masing. Oleh karena itu draft Follow up Action tersebut tidak menjadi agreed document dalam pertemuan the 4th JEG on PBGEC.

Feasibility Study Report on Pan Beibu Gulf Economic Cooperation

Adapun laporan Feasibility Study dimaksud merupakan dokumen yang berdasarkan pada academic research dan tidak mengikat. Laporan tersebut terbagi dalam 5 (lima) bagian yaitu; (i) the background of PBGEC, (ii) the feasibility analysis of PBGEC, (iii) the objectives, principles and model for the PBGEC, (iv) the priority areas of PBGEC, dan (v) the recommendations on near-term actions of PBGEC.

Pertemuan juga membahas langkah-langkah untuk meningkatkan kerja sama di bidang-bidang yang diutamakan serta sejumlah proyek PBGEC yang berdasarkan pada prinsip-prinsip yang tercantum dalam laporan FS. Sehubungan dengan hal tersebut, setiap negara ASEAN diharapkan dapat memilih area prioritas/utamanya yang terdapat dalam laporan Feasibility Study dengan menggunakan semangat “easier projects first, urgent-need-oriented, all parties benefited”.

Page 67: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

65

Dukungan Finansial dan Teknis

Pertemuan mengharapkan adanya dukungan yang kuat dari semua pihak dan menyambut baik dukungan finansial dan teknis dari organisasi keuangan internasional seperti, World Bank, Asian Development Bank (ADB), dan dari organisasi keuangan nasional negara-negara ASEAN yang turut serta dalam JEG on PBGEC.

Pada kesempatan yang terpisah, Wakil Gubernur Propinsi Guangxi menerima wakil delegasi dari setiap negara ASEAN, World Bank, dan ADB. Pada kesempatan tersebut, Wakil Gubernur menyatakan aspirasinya atas kerja keras mereka dalam membahas PBGEC yang pada akhirnya dapat menyelesaikan Feasibility Study pada pertemuan ke-4 ini. Beliau juga menyatakan dukungan dan harapan agar laporan FS ini dapat disetujui oleh SEOM pada pertemuan SEOM-MOFOM (China) Consultation.

2. The 2nd Round of Negotiation Indonesia-EFTA Comprehensive Partnership Agreement (IE-CEPA)

Perundingan IE-CEPA dilangsungkan pada tanggal 6-8 Juni 2011 di Jenewa, Swiss.

Working Group - Trade in Goods (TiG)

Export Taxes Kedua pihak telah melakukan tinjau ulang (review) atas tindak lanjut (follow ups) masing-masing pihak pada Perundingan Putaran Pertama IE-CEPA. Pihak The European Free Trade Association (EFTA) telah melakukan klarifikasi terhadap State Trading Enterprizes dan Pajak Ekspor (Export Taxes). Pihak Indonesia telah memberikan klarifikasi mengenai tujuan kebijakan pajak ekspor. Pihak EFTA telah mencatat dan akan membahasnya pada perundingan putaran selanjutnya.

Pihak Indonesia dan pihak EFTA setuju bahwa draf yang disampaikan pihak EFTA bukan merupakan draft agreement tetapi lebih pada petunjuk topik pembahasan dan menyamakan prinsip-prinsip yang disepakati oleh kedua belah pihak. Kedua belah pihak masih dapat menambahkan topik baru yang dirasa penting.

Definisi dan Cakupan Produk

Pihak Indonesia meminta klarifikasi tentang definisi dan cakupan produk menjadi basis perundingan dan persetujuan dalam IE-CEPA. Pihak EFTA menjelaskan bahwa kebijakan negara-negara anggota EFTA memiliki kebijakan yang sama untuk produk bukan pertanian, sedangkan kebijakan pertanian masih berbeda untuk masing-masing negara. Pihak Indonesia memberikan

Page 68: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

66

pendapat bahwa definisi masih dipandang kurang jelas sehingga diperlukan kejelasan terutama untuk excluded product pada article scope. Pihak Indonesia pada prinsipnya setuju dengan definisi tersebut hanya perlu kejelasan dengan memberikan sebuah daftar yang rinci pada masing-masing kelompok produk.

Price Compensation Measures

Pihak EFTA menjelaskan tentang Processed Agricultural Products (PAPs) sebagai bagian dari produk nonpertanian dalam article scope. Pihak Indonesia meminta klarifikasi tentang kebijakan Price Compensation Measures (PCM) EFTA. Pihak EFTA telah memberikan klarifikasi dan pihak Indonesia merasa masih belum jelas dengan kebijakan ini dan meminta pihak EFTA memberikan klarifikasi secara tertulis. Pihak EFTA setuju memberikan klarifikasi tersebut dan akan disampaikan sebelum perundingan berikutnya.

Penurunan Tarif Pihak EFTA mengusulkan untuk menurunkan semua tarif pada HS 25-97 dikurangi dengan excluded product menjadi nol persen pada saat entry into force dan untuk produk-produk dalam katagori lain akan diturunkan dalam aturan (Tariff Dismantling). Pihak Indonesia menyatakan apresiasinya atas pihak EFTA untuk melakukan penurunan tarif menjadi nol persen untuk produk-produk tersebut, namun pihak Indonesia meminta untuk perlakuan yang berbeda dengan menurunkan tarifnya secara bertahap. Pihak EFTA mencatat dan akan melakukan negosiasi lebih lanjut pada putaran selanjutnya.

SPS & TBT Pihak EFTA dan pihak Indonesia telah melakukan pertukaran informasi (exchange of information) dan menyetujui bahwa Persetujuan WTO untuk Sanitary and Phytosanitary (SPS) dan Technical Barrier to Trade (TBT) akan menjadi dasar untuk negosiasi. Pihak Indonesia dan pihak EFTA setuju untuk mengadakan pertemuan expert secara tersendiri untuk perundingan putaran selanjutnya.

Dalam pembahasan perundingan WG-TIG telah disepakati untuk menindaklanjuti beberapa hal antara lain: (i) Norway, Iceland, dan Indonesia diharapkan menyampaikan daftar tarif impornya dalam bentuk excel pada tanggal 25 Juni 2011; (ii) Semua pihak akan menyampaikan dalam bentuk tertulis isu-isu yang akan diangkat dalam hal market access yang disampaikan oleh industri dalam negeri masing-masing pada tanggal 15 September 2011; (iii) Pihak EFTA dan Indonesia akan menyampaikan tanggapannya terhadap Chapter Trade in Goods pada 15 September 2011; (iv) Indonesia akan menyampaikan initial offer untuk produk industri termasuk fish and other marine

Page 69: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

67

product dalam HS 2012 dalam bentuk excel format pada 15 September 2011.

Di dalam pembahasan perundingan WG-TIG untuk SPS dan TBT telah disetujui beberapa tindak lanjut dengan batas waktu yang ditentukan antara lain sebagai berikut: (i) Pihak EFTA dan pihak Indonesia akan menyampaikan informasi tentang peraturan yang berkaitan dengan TBT dan SPS pada akhir Juli 2011; (ii) Pihak EFTA akan menyampaikan informasi untuk sektor-sektor yang dianggap sama dengan European Union (EU) melalui European Economic Area (EEA) (untuk Iceland, Norway, dan Liechtenstein) dan melalui MRA yang telah dilakukan oleh Swiss pada akhir Juli 2011; (iii) Pihak Indonesia menyampaikan daftar sektor-sektor yang telah diharmonisasikan dengan ASEAN pada akhir Juli 2011; dan (iv) pihak Indonesia akan menyampaikan tanggapannya terhadap draft article untuk SPS dan TBT sebelum putaran selanjutnya.

Working Group - Trade in Service (TiS)

Annex Trade in Services Pada Working Group on Trade in services kedua pihak sepakat untuk mendiskusikan kembali beberapa isu dan akan dibahas pada putaran perundingan berikutnya, termasuk tiga annex (movement of natural persons, telekomunikasi, dan jasa keuangan). Pada pembahasan draft text dimaksud kedua belah pihak merujuk kepada text GATS dengan beberapa penyesuaian yang sesuai kepentingan nasional masing-masing pihak. Pembahasan annex trade in services mencerminkan kepentingan yang signifikan dari kedua pihak dalam isu-isu sektoral yang spesifik, oleh karena itu kedua pihak membutuhkan pertimbangan yang menyeluruh untuk putaran perundingan berikutnya, dan pihak EFTA akan menyiapkan annex baru dalam tourism services.

Pada pertemuan tersebut tidak membahas isu government procurement dan economic cooperation tetapi menunggu hasil dari masing-masing working group yang menangani isu tersebut, demi menjaga konsistensi dalam pengembangan pasal-pasal yang terkait.

Kedua belah pihak membahas isu yang mencerminkan kepentingan dari masing-masing sektor. Pada tahap ini, Indonesia menunjukkan ketertarikannya dalam movement of natural persons (mode 4), yang mencakup sektor: turisme; jasa kesehatan (nurses and caregivers); perkapalan; konstruksi; jasa keuangan; telekomunikasi;

Page 70: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

68

technical testing dan jasa analisis; serta pemeliharaan dan jasa perbaikan. Dalam kaitannya dengan business visitors; intra corporate transfree, pihak Indonesia juga menunjukkan keinginannya untuk mendapatkan pelatihan, pemagangan, dan independent professional pada pasar EFTA. Sementara pihak EFTA menginformasikan keinginannya dalam bidang telekomunikasi, keuangan, turisme, energi, maritim, MIT insurance, technical testing dan jasa analisis, serta mode 4 untuk installers dan maintainers. Kepentingan dari kedua belah pihak tersebut akan menjadi dasar untuk mengelaborasikan dan mempertimbangkan putaran perundingan selanjutnya Pihak Indonesia dan EFTA menyetujui langkah-langkah tindak lanjut yang akan diambil dalam pembahasan draft text, di mana EFTA akan menyerahkan versi chapter trade in service beserta draft annex on maritime transport services yang telah mencantumkan text GATS secara lengkap. Sementara pihak Indonesia akan menyerahkan annex on MNP yang telah terelaborasi.

Working Group - Investment

Draft Text Investment Chapter

Kedua belah pihak telah mengklarifikasikan dan menyamakan persepsi mengenai maksud dan pandangan umum dari setiap substansi Chapter Investment, termasuk preliminary drafting, pasal yang tertuang dalam draft text investment chapter versi EFTA. Indonesia akan menyampaikan counter draft sebagai tanggapan atas hasil perundingan ini sebelum perundingan ke-3 diselenggarakan.

Foreign Direct investment (FDI)

Dalam rangka mengakomodasi kegiatan investasi, kedua belah pihak menyepakati untuk mempromosikan dan memfasilitasi masuknya investasi (foreign direct investment) ke negara masing-masing, kedua belah pihak juga akan mengupayakan suatu bentuk cakupan kerja sama yang dapat meningkatkan FDI melalui forum Perjanjian Peningkatan dan Perlindungan Penanaman Modal (P4M) dengan masing-masing anggota EFTA (termasuk renegosiasi/update atas P4M yang telah ada). Indonesia berpendapat dengan adanya P4M dengan semua negara anggota EFTA akan mendukung keberhasilan kerja sama IE-CEPA ini.

Working Group - Rules of Origin and Custom Procedures

Proof of Origin WG on Rules of Origin and Custom Procedures membahas prosedur untuk penerbitan proof of origin, pihak Indonesia

Page 71: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

69

menginformasikan bahwa pihaknya tidak dapat menerima usulan EFTA atas self declaration of origin. Terkait hal ini EFTA kemudian akan memberikan revisi draft dari origin annex yang mengizinkan EFTA untuk tetap mempertahankan sistem self-declaration namun dengan syarat Indonesia tetap dapat menerbitkan certificates of origin.

Draft PSRs, yang diusulkan oleh pihak EFTA tidak didiskusikan dalam perundingan putaran kedua, mengingat proposal yang diajukan EFTA telah jauh berkembang, maka EFTA akan memberikan revised list untuk chapter 25 - 97 bersama dengan draf pertama untuk chapter 1-24 sebelum putaran perundingan berikutnya.

Working Group - Intellectual Property Rights (IPR)

Hak Kekayaan Intelektual (HKI)

Pada perundingan kedua ini telah dilakukan pertukaran informasi dan pembahasan teknis mengenai aturan HKI masing-masing pihak, khususnya yang terkait dengan Hak Cipta, Merek Dagang, Paten, Indikasi Geografis, Desain Industri, Perlindungan Varietas Tanaman, Test Data Protection, dan penegakan hukum HKI. Delri juga menekankan arti penting kerja sama capacity building, transfer teknologi, transparansi, dan perlindungan sumber daya genetik, pengetahuan tradisional, dan folklor sebagai bagian integral dari perjanjian yang akan disepakati.

Kedua pihak lebih lanjut sepakat untuk menindaklanjuti hasil pertemuan kedua ini, termasuk penyampaian draf teks proposal dan informasi teknis lainnya pada tanggal 23 September 2011, sebelum perundingan Putaran ke-3.

Working Group - Government Procurement

Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah

Pihak Indonesia menginformasikan kepada pihak EFTA bahwa Perpres No. 54 tahun 2010 akan digantikan oleh peraturan terbaru yang akan dipresentasikan kepada parlemen pada akhir tahun ini. Pihak Indonesia juga menginformasikan bahwa peraturan Government Procurement di Indonesia dirancang untuk mendukung iklim usaha, penciptaan lapangan kerja, dan pertumbuhan ekonomi. Pihak EFTA mempresentasikan dasar hukum internasional dalam sistem national procurement di masing-masing negara-negara anggota EFTA, penekanan khusus diberikan kepada aspek ekonomi, legalitas dan institusional dari procurement market access, dan procurement regimes, serta electronic procurement.

Page 72: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

70

Pihak Indonesia menyampaikan keinginannya untuk meningkatkan knowledge dalam International best practices termasuk WTO agreement on Government Procurement (GPA). EFTA menyampaikan kemungkinan untuk memberikan masukan kepada Sekretariat WTO untuk membagikan pengalamannya terkait GPA dan aksesi dalam Putaran perundingan IE-CEPA berikutnya, kemudian kedua belah pihak sepakat untuk bertukar draf proposal di berbagai bidang.

Working Group - Cooperation & Capacity Building

Capacity Building Kedua belah pihak mencapai kesepahaman mengenai pentingnya pengaturan kerja sama untuk capacity building dalam IE-CEPA, untuk itu Delegasi EFTA menerima non-paper usulan Indonesia agar IE-CEPA mencantumkan pasal-pasal yang secara jelas dan tegas mengatur keterkaitan (kondisionalitas) antara komitmen market access (liberalisasi) dengan komitmen paket bantuan kerja sama untuk capacity building. Kedua belah pihak sepakat untuk menyusun naskah perjanjian berdasarkan elemen-elemen yang tercantum dalam non-paper usulan Indonesia tersebut untuk kemudian dibahas dan disusun consolidated text pada Putaran ke-3 Perundingan IE-CEPA pada awal November 2011.

Untuk itu disepakati bahwa EFTA akan mengajukan naskah perjanjian paling lambat tanggal 15 September 2011 dan pihak Indonesia akan mengajukan paling lambat tanggal 30 September 2011.

Working Group - General Provisions

Kedua Delegasi telah memahami posisi masing-masing dan menyetujui bersama struktur dan format dari prinsip-prinsip yang terkandung di dalam General Provisions, Institutional Provisions, Dispute Settlement, dan Final Provisions. Kedua Delegasi juga sepakat untuk melanjutkan pembahasan WG on General Provisions dalam Perundingan Putaran Ketiga di Indonesia.

Draft Text EFTA Dalam perundingan tersebut, Kedua Delegasi telah bertukar pandangan mengenai draft text EFTA tertanggal 27 Mei 2011 mengenai Preamble, General Provisions, Institutional Provisions, Dispute Settlement, dan Final Provisions. Dalam perundingan tersebut, Indonesia juga telah menyampaikan tanggapannya mengenai draf teks EFTA dan akan menyampaikan secara resmi tanggapan tertulis (non-paper) Indonesia kepada EFTA pada

Page 73: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

71

pertengahan September 2011 sebelum Perundingan Putaran Ketiga IE-CEPA di Indonesia.

Menanggapi pertanyaan Delegasi RI, wakil dari Norwegia akan menyampaikan tanggapan dan penjelasan tertulis pada akhir Juni 2011 mengenai wilayah Svalbard di Norwegia yang diusulkan EFTA sebagai wilayah yang tidak termasuk dalam Agreement IE-CEPA nantinya, kecuali untuk Perdagangan Barang (Trade in Goods).

Consultation

Trade Remedies 1) Pada konsultasi di bidang trade remedies (anti-dumping duties, countervailing measures, dan safeguard measures), Indonesia dan EFTA bertukar informasi mengenai peraturan domestik di kedua belah pihak dalam bidang dimaksud. Pihak Indonesia juga menegaskan sikapnya untuk mempertahankan hak terkait trade remedies dalam konteks WTO. Menanggapi hal tersebut pihak EFTA setuju untuk merujuk kepada WTO dengan beberapa ketentuan tambahan dalam countervailing measures dan global safeguards. Pihak EFTA juga secara jelas menyatakan bahwa pihaknya bertujuan untuk tidak memberlakukan bea masuk anti-dumping serta untuk memasukkan pasal bilateral safeguards dalam Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA). Kedua belah pihak juga sepakat untuk melanjutkan diskusi di bidang trade remedies dalam perundingan putaran ketiga. Pihak Indonesia akan mengirimkan counter proposal sebelum tanggal 15 September 2011.

Competition 2) Kedua belah pihak telah melakukan pertukaran informasi mengenai peraturan domestik yang berlaku di masing-masing pihak dalam bidang competition. Kemudian kedua belah pihak mendiskusikan pandangan masing-masing mengenai pentingnya kebijakan di bidang competition dalam konteks perdagangan bebas. Kedua belah pihak sepakat bahwa tindakan anti-competitive akan mengurangi manfaat FTA. Selanjutnya pihak EFTA nenyerahkan draft chapter on Competition serta memberikan penjelasan atas draft chapter tersebut untuk kemudian ditanggapi sebelum putaran ketiga perundingan IE-CEPA.

Sustainable Development

3) Pada konsultasi dalam bidang sustainable development, yang dipimpin oleh ketua komite perunding dari kedua belah pihak, pihak EFTA memaparkan latar belakang dan memberikan penjelasan atas usulan model chapter EFTA

Page 74: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

72

Trade and Sustainable Development di mana pihak EFTA memberikan penekanan bahwa chapter tersebut tidak bermaksud untuk mengharmonisasikan standar atau mengikat kedua belah pihak, namun hanya memberikan pernyataan kesepahaman atas pentingnya isu environment dan labor dalam kaitannya dengan perdagangan. Sebagai tanggapan, pihak Indonesia menekankan pentingnya untuk tidak menjadikan isu environment dan labor sebagai suatu kebijakan yang proteksionis, dan akan mensosialisasikan penjelasan dari pihak EFT A ini kepada para stakeholders sebelum memberikan tanggapan resmi atas chapter dimaksud.

Trade Facilitation 4) Isu terkait trade facilitation akan dibahas pada pelaksanaan putaran ketiga perundingan IE-CEPA di Bali, Indonesia.

3. Pertemuan Trade Negotiating Committee (TNC) ke-7 Indonesia – Pakistan

Pertemuan Trade Negotiating Committee ke-7 antara Indonesia – Pakistan diselenggarakan pada tanggal 10 – 11 Juni 2011 di Islamabad, Pakistan.

Perundingan TNC-7 dimulai pada tanggal 10 Juni 2011 diawali dengan sambutan dari Ketua Delegasi Pakistan, menyampaikan apresiasinya kepada Indonesia atas kesediaan untuk melanjutkan perundingan TNC – 7 dan mengungkapkan beberapa pending issues pada TNC- ke 6 yang diharapkan dapat diselesaikan pada pertemuan ini. Pakistan menyatakan bahwa perundingan berpegang pada prinsip proportional dan equitable reciprocity serta pencapaian level of playing field dengan Indonesia.

Preferential Trade Agreement

Pada sambutan pembukaan Delri, Indonesia juga mengapresiasi atas sambutan dan kesediaan penyelenggaraan TNC-7. Indonesia sependapat dengan Pakistan untuk menyelesaikan pending list of products pada TNC ke 6 di Bali pada tahun 2009, kemudian menentukan waktu penandatanganan Preferential Trade Agreement (PTA) kedua negara, serta persiapan proses FTA sesuai kesepakatan Framework Agreement on Comprehensive Economic Partnership between the Government of the Republic of Indonesia and the Government of the Islamic Republic of Pakistan yang ditandatangani oleh Menteri Perdagangan kedua negara pada tanggal 24 November 2005. Disampaikan bahwa Indonesia telah berupaya untuk menanggapi permintaan Pakistan dan mengharapkan proposal baru Indonesia

Page 75: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

73

dapat diterima. Ditekankan, dalam rangka memastikan penyelesaian PTA yang lama tertunda, pihak Indonesia tidak menerima pembahasan baru mengenai tambahan produk di luar daftar produk (offer list) yang telah dibahas pada TNC ke–6.

Review of the Progress of the previous Rounds

Kedua belah pihak membahas perkembangan perundingan TNC ke – 1 (2006) sampai TNC ke – 6 (2009). Kedua belah pihak sepakat bahwa perundingan PTA telah membahas dan menyelesaikan agenda terkait dengan PTA dan hanya sebagian kecil saja yang harus diselesaikan guna menyelesaikan PTA dan memulai pembicaraan FTA. Kedua belah pihak menekankan kembali arti penting penyelesaian pending issues di TNC ke – 6 dalam rangka finalisasi PTA Indonesia – Pakistan.

Gambar 5. Trade Negotiating Committee ke-7 Indonesia-Pakistan

Pakistan Response on Indonesia’s Proposal

Indonesia menyampaikan kembali proposal Indonesia dan kepastian akan diberikannya perlakuan 0% tarif sepanjang tahun untuk jeruk Kinnow dengan syarat CPO Indonesia disamakan perlakuan tarifnya dengan CPO Malaysia dan tidak ada lagi penambahan permintaan produk dari pihak Pakistan.

Penawaran Indonesia diberikan dengan persyaratan jika: (i) Produk CPO Indonesia mendapatkan perlakuan yang sama seperti yang diberikan Pakistan kepada Malaysia; dan (ii) Pakistan menyetujui permintaan Indonesia yaitu sebanyak 17 pos tarif dari sebelumnya 32 pos tarif yang diminta Indonesia pada TNC ke–6.

Page 76: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

74

Pakistan menanggapi posisi Indonesia sebagai berikut:

1) Pakistan menyambut baik proposal dari pihak Indonesia, namun dalam rangka mewujudkan prinsip proportional dan equitable reciprocity. Pakistan meminta Indonesia untuk mempertimbangkan 14 pos tarif additional request dan 4 pos tarif deeper cut yang terdapat dalam permintaan Pakistan;

2) Pakistan juga menambahkan additional request baru sebanyak 9 pos tarif baru di luar permintaan yang terdapat dalam additional request Pakistan sebelumnya;

3) Terkait dengan permintaan (request list) Indonesia, Pakistan bersedia memberikan 1 pos tarif dalam HS 48 yaitu HS 48.13.20.0000 (Cigar paper in roll of width < 5 cm) sedangkan untuk permintaan yang lain tetap akan dibahas di FTA atau dipertimbangkan dengan prinsip resiprokal; dan

4) Pakistan menarik komitmen atas 3 pos tarif untuk deeper cut yang telah disepakati di TNC ke – 4 yaitu: (i) printing paper, HS 4802.52.20.00; (ii) other paper weighing 7150g/m2, HS 4802.53.00.00; dan (iii) other carbon paper in rolls or sheets, 4809.90.00.00 dengan alasan bahwa telah terjadi kesalahan pemberian pos tarif tersebut dalam perundingan sebelumnya.

Tanggapan pihak Indonesia atas Posisi Pakistan

Indonesia tidak puas dengan tanggapan Pakistan terhadap proposal Indonesia. Hal ini didasarkan pada fakta – fakta sebagai berikut:

1) Respons Pakistan yang hanya memberikan 1 pos tarif dari 17 pos tarif (sebelumnya 32 pos tarif) yang diajukan Indonesia;

2) Pakistan mengajukan permohonan baru sebesar 14 pos tarif additional request dan 4 pos tarif deeper cut, di luar apa yang telah Indonesia berikan di TNC ke – 6 dan dalam proposal Indonesia, tanpa mempertimbangkan additional request Indonesia;

3) Pakistan mengajukan permintaan 9 pos tarif baru di luar apa yang telah ada di dalam additional request Pakistan. Hal ini jelas melanggar komitmen yang telah dibuat sebelumnya yaitu pada pertemuan TNC ke – 7 bertujuan untuk menyelesaikan pending issues dalam TNC ke – 6 dan tidak akan membahas hal baru; dan

4) Pakistan melakukan withdrawal terhadap komitmen yang telah dibuat dalam pertemuan sebelumnya.

Page 77: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

75

Indonesia bereaksi keras atas tindakan Pakistan karena hal ini dapat menjadi preseden yang buruk untuk perundingan ke depan. Indonesia meminta Pakistan mempertimbangkan kembali posisinya.

Posisi Final Indonesia Pembahasan dilanjutkan pada hari kedua tanggal 11 Juni 2011, Indonesia telah mengupayakan untuk melangkah lebih maju dan lebih fleksibel dari posisi sebelumnya dan telah pula disampaikan posisi bottom line Indonesia pada saat terakhir sebagai berikut:

1) Untuk additional request Pakistan, Indonesia bersedia memberikan 5 tambahan pos tarif, dengan demikian total pos tarif yang diberikan Indonesia menjadi 37 dari 61 pos tarif;

2) Untuk deeper cut Pakistan, Indonesia bersedia memberikan 4 tambahan pos tarif, dengan demikian total pos tarif yang diberikan Indonesia menjadi 27 dari 43 pos tarif;

3) Indonesia juga bersedia menurunkan additional request dari 17 menjadi 12 pos tarif (5 pos tarif kertas, 2 pos tarif sorbitol, dan 5 pos tarif keramik). Untuk lebih mendekatkan posisi, Indonesia menurunkan lagi permintaannya menjadi 10 pos tarif yang terdiri dari 5 pos tarif kertas, 2 pos tarif sorbitol, dan 3 pos tarif keramik. Dengan demikian, Indonesia telah mengeluarkan 22 pos tarif dari usulan awal Indonesia pada TNC sebelumnya;

4) Indonesia bersedia memberikan 2 dari 3 pos tarif yang diminta untuk dikeluarkan oleh Pakistan. Walaupun keputusan ini berisiko, namun tetap diambil demi mendapatkan hasil positif guna menyelesaikan perundingan.

Menanggapi posisi final dari Indonesia, Pakistan tetap pada prinsip “proportionality dan equitable reciprocity” dan belum dapat menerima posisi final Indonesia karena 12 pos tarif yang diajukan Indonesia masih sensitif bagi stakeholder mereka.

Penundaan Perundingan

Dengan tidak fleksibelnya posisi Pakistan maka dengan sangat menyesal Indonesia terpaksa tidak melanjutkan perundingan dan memutuskan penundaan perundingan. Masuk ke dalam pengamatan, perundingan kali ini belum mencapai kesepakatan karena tidak bergeraknya posisi Pakistan padahal Indonesia telah menunjukkan fleksibilitas dan beberapa kali memperbaiki posisi offer maupun

Page 78: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

76

request. Perundingan dihentikan dan akan dilanjutkan apabila kedua belah pihak telah siap melakukan perundingan kembali.

4. Pertemuan Joint Border Committee RI – Papua New Guinea ke-28

Pertemuan Joint Border Committee RI – Papua New Guinea (JBC RI - PNG) ke 28 dilaksanakan pada tanggal 21-25 Juni 2011 di Batam.

JBC RI – PNG ke-28 dibagi ke dalam 2 sesi pertemuan yakni plennary dan working group/subsidiary organs. Working group/subsidiary organs dalam JBC RI – PNG terdiri atas: (i) Border Liaisons Meeting; (ii) Joint Sub Committee on Security Matters relating to Border Areas; (iii) Joint Sub Committee on Survey and Demarcation of the Boundary and Mapping of the Border Areas (JTSC-SDM); (iv) Sub Committee on Communication; dan (v) Joint Sub Committee on Trade and Investment along the Border Areas.

Gambar 6. Joint Border Committee RI – Papua New Guinea ke-28

Pembahasan Plennary Hal-hal yang dibahas dalam plennary antara lain: 1) Pembukaan Pos Perbatasan Skouw – Wutung; 2) Kasus Wara Smol; 3) Reaktivasi Sub Committee on Communication; 4) Rencana kunjungan ke Fly Rive;r 5) Pembentukan Joint Sub-Committee on Trade and

Investment along the Border Areas; 6) Identifikasi kemungkinan penyakit di wilayah

perbatasan;

Page 79: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

77

7) Optimalisasi Pos Lintas Batas di wilayah Merauke dan Boven Digoel;

8) MoU pembentukan Joint Sub-Committee on Environment Along the Border Area;

9) Review Basic Agreement on Border Arrangements RI – PNG;

10) Rencana kerja sama ekonomi pembangunan antara BNPP dengan PNG Border Development Authority;

11) Rencana penyusunan MoU mengenai Transnational Crimes; dan

12) Isu over-the-border flight terhadap penerbangan Indonesia.

SC on Trade and Investment

Pada JBC RI – PNG ke 28, Kementerian Perdagangan bertindak sebagai Ketua Joint Sub Committee on Trade and Investment along the Border Areas (SC on Trade and Investment). Isu-isu pada pertemuan pertama SC on Trade and Investment antara lain sebagai berikut:

1) Ketua Delegasi PNG pada pertemuan ini ialah Direktur Bidang Negosiasi Perdagangan pada Departemen Luar Negeri dan Perdagangan PNG, sementara Delegasi Indonesia dipimpin oleh perwakilan dari Direktorat Kerja Sama Bilateral, Ditjen KPI.

2) Indonesia menginformasikan nilai perdagangan terkini dan hubungan perdagangan bilateral yang telah terjalin antara Indonesia dengan PNG.

3) Kedua negara mempertukarkan draft Terms of Reference (TOR) mengenai pembentukan SC on Trade and Investment.

Term of Reference 4) Pembicaraan mengenai draf awal TOR berisikan hal-hal sebagai berikut:

a. PNG mengusulkan agar pada nama SC on Trade and Investment ditambahkan kata-kata “commerce” sehingga menjadi “Joint Sub-Committee on Trade, Investment and Commerce along the Border Area”. Hal tersebut didasari oleh alasan bahwa “commerce” atau perniagaan merupakan bagian dari perdagangan dan investasi. Penambahan kata tersebut juga mencerminkan tanggung jawab PNG terhadap stakeholder-nya karena implementasi kebijakan akan dilakukan oleh sektor swasta.

b. Terhadap usulan PNG tersebut, Indonesia mengusulkan agar penggunaan nama pada TOR disesuaikan dengan hasil JBC RI – PNG ke 27 yakni

Page 80: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

78

“Joint Sub-Committee on Trade and Investment along the Border Area”.

c. Kedua negara melakukan diskusi awal atas struktur Term of Reference (TOR).

d. PNG mengusulkan untuk menggabungkan draft TOR proposal Indonesia dengan PNG. Hal tersebut didasari alasan bahwa sebagaimana disepakati pada JBC RI – PNG ke 27 yang telah dilangsungkan pada tanggal 10 Desember 2009, sebagai pihak yang mengusulkan pendirian SC on Trade and Investment, PNG berkewajiban untuk menyerahkan TOR mengenai pembentukan SC on Trade and Investment pada pihak Indonesia. Namun demikian, pihak PNG baru memberikan draf TOR dimaksud 2 (dua) tahun setelah kesepakatan tersebut, yakni pada saat JBC RI – PNG ke 28. Sehubungan dengan hal tersebut, PNG merasa berkewajiban untuk bertindak sebagai negara yang pertama kali mengajukan draf TOR dimaksud.

e. PNG berkomitmen untuk mengembalikan draf penggabungan kepada Indonesia 1 (satu) bulan setelah JBC RI – PNG ke 28. Sebaliknya, pihak Indonesia berkewajiban untuk mengembalikan counter draft 1 (satu) bulan setelah PNG menyerahkan draf dimaksud.

f. PNG mengusulkan untuk menggabungkan draft TOR Indonesia dengan draft TOR PNG. Hal tersebut didasari oleh kesepakatan pada JBC RI – PNG.

g. PNG menginformasikan bahwa sektor swasta akan dilibatkan dalam sebagai bagian dari SC on Trade and Investment. Namun demikian, sektor swasta dimaksud tidak akan dilibatkan dalam proses perundingan. Keberadaan sektor swasta sangat penting bagi PNG mengingat implementasi aktivitas perdagangan akan dilaksanakan oleh sektor swasta.

h. Kedua pihak sepakat bahwa pertemuan SC on Trade and Investment berikutnya akan dilaksanakan sebelum JBC berikutnya pada tahun 2012.

Tindak Lanjut Pada sesi penutupan, Ketua Delegasi kedua negara menyepakati bahwa penyelenggaraan JBC berikutnya, yakni 29th JBC Meeting antara Indonesia – PNG untuk dilaksanakan di PNG.

Page 81: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

79

5. Kunjungan Menteri Perdagangan ke RRT

Maksud dan tujuan kunjungan Special Envoy ke RRT adalah untuk mempromosikan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011 – 2025 yang telah diluncurkan oleh Presiden RI pada tanggal 27 Mei 2011. Delegasi RI dipimpin oleh Menko Perekonomian dan didampingi oleh Menteri Perdagangan serta pejabat setingkat eselon I dari instansi terkait.

Pertemuan Bilateral dengan Minister of Commerce,

Pertemuan bilateral dengan Minister of Commerce, dilakukan pada pagi hari, tanggal 22 Juni 2011 di Beijing.

Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI)

Pada pertemuan bilateral dengan Minister of Commerce, Ketua Delri memperkenalkan program Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025 yang telah diluncurkan pada tanggal 27 Mei 2011, serta upaya peningkatan hubungan bilateral di bidang perekonomian, perdagangan dan investasi. Dalam penjelasannya, Ketua Delri menyatakan bahwa MP3EI tersebut akan memerlukan dukungan investasi dari berbagai pihak termasuk para investor RRT. Diharapkan Pemerintah RRT dapat mendorong investasinya ke dalam koridor-koridor percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi dimaksud.

Menteri Perdagangan dalam pertemuan bilateral tersebut turut menyampaikan bahwa hubungan perdagangan Indonesia dan RRT mengalami peningkatan yang signifikan dalam lima tahun terakhir. Target perdagangan kedua negara sebesar US$ 80 miliar pada tahun 2015 yang seimbang dan berkelanjutan dapat tercapai apabila kedua negara dapat menerapkan dan menindaklanjuti kesepakatan yang tercapai pada Joint Commission Meeting (JCM) ke-10 serta Agreement on Expanding and Deepening Bilateral and Economic Cooperation yang ditandatangani pada bulan April 2011.

MoU on Infrastructure Mendag menambahkan bahwa pencapaian target perdagangan US$ 80 Miliar tidak hanya dapat dilakukan dalam hubungan perdagangan tapi juga peningkatan investasi dari RRT khususnya di bidang infrastruktur, manufaktur energi, serta peningkatan kapasitas industri. Peningkatan investasi infrastruktur dan kapasitas tersebut dapat dilakukan dalam program MP3EI sehingga akan memberikan kontribusi pada pengembangan koridor ekonomi yang sedang didorong oleh pemerintah

Page 82: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

80

Indonesia. Oleh karena itu, MoU on Infrastructure antara Indonesia dan RRT sebaiknya dapat segera diselesaikan.

Joint Commission Meeting (JCM)

Mendag juga menyatakan bahwa masalah perdagangan yang terjadi pada kedua negara seperti permasalahan protokol sarang burung walet Indonesia ke RRT maupun isu karantina dan persyaratan lain untuk buah-buahan Indonesia dapat dibahas dan diselesaikan dalam Joint Commission Meeting (JCM) ataupun dalam technical team yang sudah terbentuk. Mendag juga berharap Working Group (WG) on Trade Resolution dan WG on Economic Cooperation sebagai implementasi Agreement on Expanding and Deepening Bilateral and Economic Cooperation dapat segera dibentuk.

Terkait dengan pertemuan JCM berikutnya, Mendag berharap kedua negara dapat membicarakan isu-isu perdagangan, industri, dan investasi termasuk menindaklanjuti beberapa perjanjian infrastruktur yang telah disepakati pada kunjungan PM RRT ke Indonesia serta program-program yang dapat dikerjasamakan dalam mendukung MP3EI.

Menanggapi pernyataan yang disampaikan oleh kedua Menteri Indonesia tersebut, Minister of Commerce RRT menyatakan dukungannya terhadap program MP3EI dan akan segera berdiskusi dengan instansi lainnya di RRT. Minister of Commerce mengusulkan agar Indonesia dan RRT dapat bersama-sama dalam suatu working group membahas secara detail program kerja sama MP3EI tersebut dan diharapkan kerja sama dimaksud dapat dilakukan dalam tahapan 5 tahun sekali untuk mempermudah pengawasannya.

Dukungan Menteri Perdagangan RRT Terhadap MP3EI

Minister of Commerce berjanji akan menyebarluaskan program MP3EI tersebut kepada pengusaha RRT dan menyatakan keyakinannya bahwa akan banyak investor RRT yang tertarik untuk berinvestasi. Pemerintah RRT juga akan memberikan dukungan penuh terhadap program MP3EI dimaksud termasuk keterlibatan RRT dalam study terkait dengan pembangunan jembatan Selat Sunda.

Dalam kesempatan tersebut, Minister of Commerce mengundang Delri khususnya Menteri Perekonomian untuk dapat menghadiri pertemuan JCM yang rencananya akan dilaksanakan pada bulan Oktober atau November 2011 di RRT. Minister of Commerce juga akan mengundang pada pelaku usaha di RRT Indonesia untuk dapat datang ke RRT bersamaan dengan pertemuan JCM.

Page 83: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

81

Strategic Partnership Delri juga menyampaikan hal lain yang terkait dengan peningkatan strategic partnership antara Indonesia-RRT adalah implementasi mekanisme bilateral swap di bawah kerja sama Chiang Mai Initiative dan penggunaan mata uang yuan dan rupiah secara langsung dalam pembayaran perdagangan kedua negara.

Courtesy Call ke Perdana Menteri RRT

Pada siang hari, tanggal 22 Juni 2011, Delri melakukan courtesy call ke PM RRT untuk menindaklanjuti beberapa kesepakatan yang dicapai pada pertemuan Presiden RI dan PM RRT di Jakarta bulan April 2011, di antaranya menjelaskan mengenai Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011 – 2025 kepada PM RRT.

Pada kesempatan tersebut, Ketua Delri mengundang pemerintah RRT dan dunia usaha RRT untuk turut berpartisipasi dalam pembangunan infrastruktur (jalan, jembatan, pelabuhan laut dan udara), energi dan industri yang terdapat dalam MP3EI tersebut. Terkait hal tersebut, PM RRT menyambut baik dan mendukung program MP3EI dimaksud.

Terkait dengan pencapaian kemitraan strategis Indonesia-RRT di bidang ekonomi, telah juga disepakati bahwa mekanisme dialog bilateral yang sudah ada, perlu diperkuat dengan membentuk Forum Pertemuan Tingkat Tinggi di bidang ekonomi. Pihak Indonesia berharap bahwa pertemuan pertama tersebut dapat dilaksanakan dalam paruh kedua tahun ini.

ASEAN Plus Three Ketua Delri juga menyampaikan harapan Indonesia sebagai Ketua ASEAN untuk dukungan RRT dalam konteks kerja sama ASEAN Plus Three untuk Ketahanan Pangan. Para Kepala Negara ASEAN pada ASEAN Summit yang dilaksanakan pada bulan Mei 2011, sepakat untuk memperluas kerja sama ASEAN Plus Three untuk cadangan beras (ASEAN Plus Three Emergency Rice Reserves). Pada kesempatan tersebut PM RRT menyampaikan bahwa mereka akan mendukung program pangan dimaksud, dan pada pertemuan East Asean Summit (EAS) di Bali pihak RRT akan memainkan peran aktif dalam mendukung program tersebut. Pada akhir pertemuan PM RRT mengundang Presiden RI agar dapat menyediakan waktunya untuk berkunjung ke RRT.

Page 84: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

82

Pertemuan Bilateral dengan Vice Minister of Finance

Pertemuan bilateral dengan Vice Minister of Finance dilakukan pada sore hari pada tanggal 22 Juni 2011 di Beijing.

Pada pertemuan bilateral tersebut, Ketua Delri menyampaikan perlunya dukungan Kementerian Keuangan RRT untuk dapat melancarkan kerja sama yang akan dilakukan dalam program MP3EI.

Seperti yang disampaikan kepada Minister of Commerce dan PM RRT bahwa Indonesia menawarkan RRT untuk berinvestasi khususnya di bidang infrastruktur, akan diperlukan pembiayaan untuk melakukan investasi tersebut. Pembiayaan tersebut terbagi dalam skema PPP (kategori untuk swasta), dan softloan (kategori untuk pemerintah).

Dukungan Menteri Keuangan RRT Terhadap MP3EI

Vice Minister of Finance menyampaikan dukungannya terhadap program MP3EI dan menjelaskan mengenai pengalaman RRT selama 30 tahun dalam mengembangkan infrastruktur RRT sebagai hal yang penting dalam peningkatan perekonomian RRT. Menanggapi pernyataan tersebut, Ketua Delri menyatakan keinginannya untuk dapat berbagi pengalaman dengan RRT terkait pembangunan infrastruktur dan connectivity. Oleh karena itu, Indonesia mengharapkan Pemerintah RRT khususnya Ministry of Finance RRT untuk dapat mendukung program MP3EI di mana salah satu pilarnya adalah pembangunan infrastruktur yang membutuhkan pembiayaan dan dana besar.

Pada kesempatan ini, Mendag juga berkesempatan untuk meminta pandangan Vice Minister of Finance terkait transaksi perdagangan Indonesia dan RRT melalui RMB ke Rupiah.

Menanggapi hal tersebut, Vice Minister of Finance menyatakan bahwa Pemerintah RRT telah setuju dan siap untuk melakukan pertukaran mata uang secara langsung tersebut sesuai dengan Chiang Mai Initiative.

Business Gathering Agenda terakhir dari rangkaian kunjungan special envoy ke RRT adalah melakukan Business Gathering dengan CEO perusahaan besar di RRT dan Indonesia. Dalam pertemuan tersebut, Delri melakukan presentasi mengenai program MP3EI serta menjelaskan mengenai prospek berinvestasi di Indonesia kepada para pelaku usaha RRT.

Page 85: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

83

6. Diseminasi Rekomendasi Vision Group Indonesia-Uni Eropa dan Pertemuan ke-4 Working Group on Trade and Investment (WGTI) Indonesia-Uni Eropa

Pertemuan ke-4 WGTI didahului dengan Diseminasi Hasil Rekomendasi Vision Group Indonesia-Uni Eropa yang dilaksanakan pada tanggal 28 Juni 2011 di Brussel, Belgia. Diseminasi ini bertujuan untuk memberikan informasi dan memperoleh masukan serta dukungan dari seluruh stakeholder Uni Eropa dalam rangka pembentukan kerja sama kemitraan yang komprehensif antara Indonesia-UE.

Selanjutnya, pertemuan Working Group on Trade and Investment (WGTI) Rl - EU ke-4 dilaksanakan pada tanggal 29 Juni 2011 di Kantor Komisi Eropa di Brussel. Pertemuan tersebut bertujuan untuk meningkatkan serta memperkuat hubungan ekonomi bilateral. Selain itu, WGTI juga mengangkat isu-isu spesifik yang terkait dengan akses pasar kedua negara, seperti palm oil, fishery product, cocoa product, daftar negatif investasi, dan peraturan labelling.

Draft Scoping Exercise Pertemuan didahului dengan "Informal Scoping Exercise" di mana EU menyampaikan draft Scoping Exercise yang merupakan hal-hal yang penting untuk menjadi acuan dalam pembahasan/negosiasi selanjutnya apabila disepakati. Indonesia menanggapi bahwa akan mempelajari terlebih dahulu sambil mengkritisi elemen-elemen yang terdapat dalam draft tersebut menurut Indonesia Scoping. \ '• Exercise in! pertu pembahasan secara Internal yang lebih mendalam.

Sebagai penyeimbang Indonesia juga menyampaikan "Draft Scoping Exercise" yang lebih komprehensif dengan elemen-elemen economic cooperation/capacity building, namun ditegaskan bahwa draf tersebut subject kepada perubahan selanjutnya karena belum dibahas secara lebih luas.

Launching Negosiasi Indonesia - EU CEPA

Kedua pihak sepakat untuk mempelajari kedua draft tersebut dan berkomunikasi secara intercession. Lebih lanjut EU menyampaikan bahwa sekiranya terdapat rencana untuk launching negosiasi Indonesia - EU CEPA pada saat kunjungan Presiden Rl ke Cannes awal November 2011, maka EU meminta Indonesia untuk dapat menyelesaikan scoping exercise pada awal bulan September 2011. Hal ini disebabkan karena European Commission memerlukan waktu untuk mengkonsultasikan hasil scoping exercise tersebut dengan 27 negara anggota sebelum launching negosiasi.

Page 86: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

84

EIBD dan AEBS Untuk Agenda Europe Indonesia Business Dialog (EIBD) dan ASEAN-EU Business Summit (AEBS), kedua pihak saling memberikan tanggapan dan saran dalam rangka mengimplementasikan hasil rekomendasi dari EIBD dan AEBS. EU menyampaikan apresiasi kepada Indonesia atas terselenggaranya Konferensi EIBD ke-2 pada bulan Desember 2010 dan pertemuan ke-1 AEBS pada bulan Mei 2011 di Jakarta. EU mengharapkan adanya kerja sama dari seluruh sektor terkait Indonesia guna mengimplementasikan hasil rekomendasi dari kedua forum tersebut. Terkait dengan EIBD, EU juga menyampaikan pentingnya kerja sama lebih jauh di bidang capacity building termasuk di bidang sanitary and phytosanitary (SPS) dan food sector, perlindungan konsumen di bidang kesehatan dan farmasi, perlindungan lingkungan, serta sektor timber dan furniture. Indonesia menyampaikan bahwa kedua forum tersebut merupakan suatu wadah yang dapat meningkatkan serta mempererat kerja sama antar kedua pihak khususnya di sektor swasta. Indonesia juga mengharapkan agar kedua forum tersebut tidak hanya terfokus pada pembahasan hambatan perdagangan dan Investasi, namun juga dapat mengeksplorasi lebih dalam mengenai peluang-peluang perdagangan dan investasi antara kedua negara. Pihak EU menyampaikan bahwa pertemuan ke-3 EIBD akan dilaksanakan pada tanggal 5 November 2011 di Paris, Perancis, bersamaan dengan penyelenggaraan pameran yang diorganisir oleh Indonesian French Chambers of Commerce and Industry (IFCCl). Dalam hal ini, Menteri Perdagangan Rl dan EU Trade Commissioner diharapkan dapat hadir pada pertemuan EIBD dimaksud.

Tindak Lanjut Hasil Pertemuan WGTI ke-3

Terkait dengan mata Agenda Tindak Lanjut Hasil Pertemuan WGTI ke-3 yang diselenggarakan pada tanggal 1 Desember 2010 di Jakarta, kedua pihak sepakat untuk saling memberikan informasi dan menindaklanjuti isu-isu bilateral yang ada dalam tingkat teknis secara regular. Untuk itu Indonesia menyampaikan perlunya koordinasi dan pertemuan dengan kementerian terkait guna membahas isu-isu yang masih pending dan mencabut isu-isu yang sudah diselesaikan.

Sectoral Working Group Sanitary and Phytosanitary

Pertemuan menerima Laporan hasil pertemuan Sectoral Working Group (SWG) Industri dan Lingkungan, SWG Farmasi dan Kosmetik, dan SWG Sanitary and Phytosanitary (SPS). Untuk masalah SPS, EU menyampaikan bahwa Indonesia seharusnya sudah dapat

Page 87: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

85

memberikan izin impor daging untuk seluruh negara Uni Eropa, karena Indonesia sudah memberikan izin untuk Irlandia. EU berpandangan bahwa kebijakan EU adalah terpadu untuk semua negara anggota EU dan sulit untuk dimengerti mengapa Indonesia hanya memberikan kepada satu negara anggota saja. Diharapkan Indonesia dapat melihat secara utuh. Indonesia menanggapi dengan menyatakan bahwa peraturan Indonesia menganut prinsip "Country Base" dan tidak mengenal regional/wilayah/community. Akan tetapi dengan perkembangan yang ada hal ini perlu diperhatikan, EU meminta agar dilakukan pertemuan dengan Dirjen Peternakan, Dirjen P2HP, Kepala Badan Karantina, dan Dirjen KPI Kementerian Perdagangan.

Sectoral Working Group Pharmaceutical and Cosmetics

Mengenai Farmasi dan Kosmetika, pihak EU menghargai kemajuan yang dicapai dalam penyelesalan masalah ini. Indonesia menyampaikan perlunya bantuan EU untuk small and medium enterprises terutama di bidang kosmetika untuk peningkatan kapasitas. EU menyanggupi untuk kiranya dimasukkan dalam program berikutnya dan BPOM diminta untuk menyampaikan proposal.

Sectoral Working Group Industry and Environment

Mengenai Industry & Environment, karena masih dalam pertemuan pertama maka sifatnya masih pada tahap eksploratif. Namun demikian, pada pertemuan SWG ini telah disepakati adanya rencana pertemuan tingkat teknis yang akan membahas standar dan SNI. Diinformasikan pula bahwa Indonesia akan mengadopsi the United Nations Economic Commission for Europe Agreement di bidang otomotif dalam waktu dekat.

Trade Support Programme II & Trade Cooperation Facility

Agenda berikutnya adalah bantuan kerja sama UE yang mencakup Trade Support Programme (TSP) II dan Trade Cooperation Facility (TCP). Pihak EU menyampaikan bahwa tenggat waktu untuk penandatanganan komitmen sudah dekat sehingga dibutuhkan dukungan penuh dari Indonesia. Terkait dengan hal ini, Indonesia menyampaikan bahwa selama ada program pendidikan/beasiswa bagi. BKPM yang sedang memprioritaskan peningkatan SDM, maka BKPM menyambut baik program bantuan EU. Sebagai tanggapan, pihak UE menyanggupi dan akan menindaklanjuti.

Terkait dengan penyampaian kebijakan perdagangan Uni Eropa mengenai reformasi The Generalized System of Preferences (GSP), EU menyampaikan penjelasan mengenai reformasi sistem GSP baru. Program GSP yang berlaku saat ini akan berakhir bulan Desember 2011, untuk

Page 88: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

86

lebih baiknya transisi maka program GSP yang sekarang diperpanjang sampai tahun 2013. Pada prinsipnya sistem yang baru ini menargetkan negara-negara dalam kategori low dan low-middle income. Dalam hal ini, Indonesia masih akan menerima skema GSP karena temasuk dalam kategori low-middle income country berdasarkan data dari World Bank. Disampaikan juga bahwa apabila selama 3 (tiga) tahun berturut-turut masih berada dalam kategori yang sama, maka suatu negara masih tetap dapat menikmati skema GSP. Sementara mengenai graduasi sektoral, kriteria graduasi tersebut sedang dalam proses pengkajian internal European Commission (EC).

Pembahasan Isu Bilateral

Iklim Investasi Untuk isu bilateral yang menjadi concern pihak Indonesia dan Uni Eropa, EU mengharapkan adanya informasi mengenai dimungkinkannya perubahan/revisi regulasi yang mengatur Daftar Negatif Investasi (DNI). EU juga menyatakan perhatiannya atas ketentuan investasi terkait dengan telekomunikasi dan holtikultura. Menanggapi hal tersebut, Indonesia menyampaikan bahwa sejauh ini belum akan dilakukan revisi terhadap regulasi. Di samping itu, EU juga mengharapkan adanya transparansi dan konsultasi mengenai perkembangan yang terkait dengan investasi asing. Dalam hal ini, Indonesia menyampaikan bahwa Indonesia berkomitmen untuk memperbaiki iklim investasi dan melakukan koordinasi dengan Kementerian terkait guna mengakomodir masukan dari berbagai pemangku kepentingan.

RUU Perdagangan Uni Eropa menyampaikan perhatiannya mengenai Rancangan Undang-Undang Perdagangan dan mengharapkan agar Rancangan Undang-undang tersebut sesuai dengan ketentuan internasional. Uni Eropa juga menyampaikan bahwa pihaknya sudah melakukan diskusi dengan APINDO serta memberikan komentar atas RUU perdagangan tersebut. Dalam hal ini, Indonesia menegaskan bahwa rancangan Undang-undang Perdagangan telah disesuaikan dengan komitmen internasional. Saat ini draf tersebut masih dalam proses internal discussion dengan Kementerian/agency terkait.

Untuk peraturan labelling, EU menyampaikan perhatiannya atas kemungkinan dilakukannya proses pelabelan pada saat barang tiba di pelabuhan. Usulan ini juga telah disampaikan pada pertemuan bilateral Menteri Perdagangan Rl dengan EU Trade Commissioner pada bulan Mei 2011. Untuk itu pihak Uni Eropa mengharapkan

Page 89: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

87

adanya tindak lanjut dari Kementerian Perdagangan atas usulan tersebut. Menanggapi hal ini, Indonesia menyampaikan bahwa Kementerian Perdagangan akan melakukan diskusi dan konsultasi lebih lanjut dengan pihak-pihak terkait.

Joint Research Sementara pada pembahasan isu yang menjadi concern Indonesia, antara lain Palm Oil/Renewable Energy Directive (RED), Indonesia menyampaikan concern bahwa penentuan default value of palm oil dianggap diskriminatif. Untuk itu, Indonesia mengusulkan adanya joint research mengenai default value antara Indonesia dan Uni Eropa. Terkait usulan joint research tersebut, Indonesia juga menyampaikan bahwa Indonesia telah mendapatkan respons positif dari EU Trade Commissioner. Menanggapi hal ini, Uni Eropa menyampaikan bahwa perlu adanya sharing information antar expert dari kedua pihak. Untuk itu, Uni Eropa memberikan kesempatan pada expert dari kedua pihak untuk saling bertatap muka dalam upaya saling bertukar informasi dan upaya penjajakan adanya joint research tersebut.

Pencabutan Ketentuan CD 2010/220/EU

Terkait dengan Isu Perikanan (CD 2010/220/EU), Indonesia menyampaikan bahwa pengawasan yang dilakukan oleh EU terhadap 20% consignment ekspor perikanan Indonesia berdampak pada penurunan ekspor produk perikanan Indonesia. Berdasarkan data Rapid Alert System for Food and Feed (RASFF) sejak diberlakukannya ketentuan tersebut pada bulan Mei 2010 tidak ditemukan adanya kandungan antibiotika pada produk perikanan Indonesia. Dengan alasan tersebut Indonesia mengajukan pencabutan ketentuan CD 2010/220/EU. EU menyampaikan bahwa permintaan tersebut dapat dipenuhi setelah melalui audit The European Commission's Directorate General for Health and Consumer Policy (DG SANCO) dengan hasil positif. Indonesia meminta agar audit tersebut dilakukan dalam waktu dekat dengan didahului oleh komunikasi antar otoritas melalui Video Conference tentang kesiapan Indonesia dalam menerima Tim Inspeksi tersebut.

Penurunan Tarif Kakao Indonesia menyampaikan kembali concern-nya mengenai kemungkinan adanya penurunan tarif untuk produk kakao khususnya untuk produk bubuk kakao. Menanggapi hal ini, EU menegaskan kembali bahwa penurunan tariff escalation pada produk kakao dapat dibahas dalam kerangka perjanjian bilateral yang akan datang.

Dairy Product Untuk Dairy Product Cheese Cream-Stuffed Cherry Peppers, Indonesia menyampaikan concern-nya bahwa produk

Page 90: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

88

contoh Cheese Cream-Stuffed Cherry Peppers yang diekspor ketiga negara anggota Uni Eropa (Jerman, Spanyol, dan Perancis) telah ditahan oleh pihak Bea Cukai negara setempat. Indonesia meminta klarifikasi dan informasi terkait dengan persyaratan terknis agar Indonesia dapat diakui sebagai Authorized Country of Dairy Product Exporter. Menanggapi hal ini, Uni Eropa meminta Indonesia agar dapat memberikan bukti notifikasi adanya penolakan produk tersebut dan spesifikasi teknis kandungan dairy cheese pada produk dimaksud.

E. Peningkatan Kerja Sama Perdagangan Jasa

1. ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership Sub Committee on Services ke-4

Pertemuan AJCEP SCS ke-4 berlangsung pada tanggal 6-8 Juni 2011 di Batam dan dihadiri oleh delegasi dari ASEAN Member States minus Myanmar.

Modalitas dan Prinsip Dasar Negosiasi

Sebagaimana dalam tiga perundingan Sub Committee on Services (SCS) AJCEP sebelumnya, pada SCS ke-4 ini Jepang tetap mengusulkan agar ketiga konsep dasar dan modalitas usulan Jepang dapat diadopsi. Jepang menginginkan agar liberalisasi jasa antara ASEAN dan Jepang memperlihatkan tingkat liberalisasi yang lebih tinggi dibandingkan bilateral Economic Partnership Agreement (EPA) dengan negara-negara ASEAN yang telah memiliki EPA, oleh sebab itu disampaikan hal ini hanya dapat terlihat melalui negative list approach, sekaligus Automatic MFN Treatment, Standstill, dan Ratchet Mechanism yang terkandung dalam ketiga konsep dasar tersebut, Jepang juga menekankan bahwa joint reservation list antara sektor investasi dan jasa-jasa lebih user-friendly bagi para pengusaha Jepang untuk menanamkan modalnya. Pada akhirnya kedua pihak menyadari bahwa untuk memberikan sinyal positif dalam perundingan sektor jasa AJCEP, sehingga perbedaan pandangan di antara kedua pihak akan menghambat perundingan kerja sama lebih lanjut di sektor jasa AJCEP.

Draft Text Chapter on Trade in Services ASEAN

Terkait isi Draft Text dari ASEAN, Jepang mencatat bahwa draft text proposal ASEAN hanya merujuk pada General Agreement on Trade in Services (GATS) dan perjanjian ASEAN dengan mitra dialog, tidak mengonsolidasikan draf proposal Jepang, serta kurang mengakomodir kesepakatan (bilateral) yang telah ada antara Jepang dan tujuh negara anggota ASEAN. Sedangkan Draft Text dari Jepang, selain merujuk pada GATS juga merupakan perpaduan dari

Page 91: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

89

berbagai kesepakatan bilateral Economic Partnership Agreements dengan satu atau lebih negara anggota ASEAN.

ASEAN mencatat penjelasan pihak Jepang berkenaan dengan isi draft text. Adapun usulan Jepang adalah sebagai berikut: 1) Sebagian besar pasal-pasal perjanjian juga

mencerminkan elemen-elemen dari tiga konsep dasar perundingan;

2) Mode 3: commercial presence dikecualikan, dengan demikian dalam perundingan ini akan digunakan Reservation List. Sebagai catatan, ASEAN akan sepenuhnya bergantung pada hasil negosiasi sub-committee on investment terkait cakupan persetujuan investasi. Namun, mengingat syarat-syarat akses pasar, transparansi dan peraturan dalam negeri tidak sepenuhnya tercakup dalam persetujuan investasi, maka sebaiknya untuk mode 3 tetap dibahas dalam chapter trade in services;

3) Proposal yang diajukan Jepang mencakup lampiran Annex di sektor Jasa Keuangan dan Jasa Telekomunikasi. Adapun draft text yang lebih rinci akan disampaikan dalam waktu dekat; dan

4) Jepang berkomitmen untuk tidak menyimpang dari komitmen dalam GATS dan FTA bilateral Jepang-negara lain.

Mengingat penyampaian Draft Text Chapter on Trade in Services oleh kedua pihak hanya beberapa waktu sebelum pertemuan SCS-4 AJCEP berlangsung, ASEAN dan Jepang sepakat untuk mempelajari lebih lanjut dan mengkonsultasikan dengan pemangku kepentingan di masing-masing negara.

Draft Text Jepang Pada kesempatan ini, Indonesia meminta klarifikasi kepada Jepang terhadap substansi dan formulasi kurang lazim pada Draft Text Jepang, antara lain;

1) Poin 1c article "scope" : .... Such measures include measures affecting the access to and use of services offered to the public generally, including distribution, transport or telecommunications networks, in connection with the supply of a service;

2) Pencantuman article "Local Presence, Reservations, & Non-conforming Measures" (yang tidak ada dalam GATS);

Page 92: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

90

3) Overlapped articles mengenai direct taxation pada Draft Text on Trade in Services dan perjanjian induk AJCEP pada klausul direct taxation measures. Jepang akan memberikan klarifikasi lebih lanjut mengenai rujukan perjanjian yang akan diberlakukan dalam Chapter on Trade in Services nantinya;

4) Pengurangan hak atas berlakunya kesepakatan Chapter on Trade in Services terhadap hak dan kewajiban natural persons salah satu pihak yang mencari kesempatan kerja di negara lain, (point f, article "definitions").

Draft Text Chapter on Trade in Services ASEAN yang disampaikan dalam perundingan SCS-4 AJCEP telah mengakomodir masukan dari delegasi Indonesia terkait exclusion of application of scope measures on cabotage in maritime services dan exclusion of application of measures on direct taxes.

Belum Tercapainya Perundingan SCS AJCEP

Saat ini Jepang tidak dapat menyepakati konsep rencana kerja perundingan SCS AJCEP yang diusulkan oleh ASEAN dan telah dibahas kedua pihak pada pertemuan sebelumnya di Tokyo, karena masih adanya perbedaan penting dalam modalitas dan prinsip dasar negosiasi yang harus disepakati terlebih dahulu oleh kedua pihak. Dengan posisi perundingan saat ini, belum dapat diperkirakan pencapaian perundingan SCS AJCEP hingga bulan Agustus 2011 sebagaimana mandat AEM-METI 2008. Untuk itu semua pihak perlu melakukan konsultasi lebih lanjut di dalam negeri terkait draft text untuk perundingan selanjutnya dan Sekretariat ASEAN menyiapkan consolidated draft text untuk memfasilitasi perundingan SCS AJCEP yang berikutnya, yaitu 1 Juli 2011.

2. Pertemuan Perundingan ke-2 Working Group Trade in Services Indonesia EFTA-Cooperation Economic Partnership Agreement

Pertemuan ke-2 Working Group on Trade in Services dilaksanakan dalam rangkaian perundingan putaran kedua Indonesia-EFTA Comprehensive Economic Partnership Agreement yang telah diselenggarakan pada tanggal 6-8 Juni 2011 di Jenewa dan dipimpin secara bersama oleh ketua Working Group On Trade In Services dari Indonesia dan dari EFTA.

Terkait pembahasan to do list masing-masing pihak, Delegasi Indonesia menyampaikan Modalities for Incorporating GATS Commitments into the Trade in

Page 93: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

91

Services Chapter untuk menjelaskan posisi Indonesia pada chapter text yang menginginkan kejelasan dalam setiap ketentuan yang disepakati, serta Non Paper On The Development Dimension Of The Trade In Services yang menerangkan interest Indonesia atas pengaturan Movement of Natural Person, sementara pihak EFTA menyampaikan tambahan draft text Annex on Tourism and Trave Services.

Draft text chapter Trade in Services

Atas draft text chapter Trade in Services usulan EFTA, Indonesia menyampaikan posisinya atas setiap article yang untuk beberapa hal masih belum dapat diterima oleh pihak EFTA di antaranya:

1) EFTA keberatan dengan proposal Indonesia pada article Scope and Coverage untuk mengatur pembatasan cakupan sektor karena dipandang telah mereduksi cakupan komitmen yang terdapat di GATS;

2) EFTA keberatan dengan proposal Indonesia untuk tidak mengakui natural person yang tinggal di negara non EFTA, mengingat services supplier EFTA sangat dimungkinkan tidak tinggal di wilayah EFTA;

3) EFTA belum dapat menerima proposal Indonesia untuk menambahkan Article mengenai Emergency Safeguard Measures karena terkait kebijakan multilateral EFTA yang juga belum menyetujui adanya usulan pengaturan safeguard untuk trade in services di WTO;

4) EFTA menyatakan tidak akan dapat menerima proposal Indonesia untuk menambahkan article mengenai denial of benefit, dan menjelaskan bahwa pada dasarnya sekalipun hal tersebut dimungkinkan oleh GATS, namun sampai saat ini tidak pernah digunakan negara-negara anggota WTO dan bahwa klausul tersebut awalnya dimaksudkan untuk mengakomodir permasalahan bilateral antara Amerika Serikat dan Kuba sehingga EFTA memandang hal ini tidak relevan bagi kerja sama perdagangan jasa Indonesia dan EFTA;

5) Sekalipun dapat menerima proposal Indonesia atas metode pengaturan exclusion pada article scope and coverage, EFTA tidak dapat menerima exclusion berlakunya chapter trade in services ini terhadap cabotage, subsidies, dan taxation, tetapi mengusulkan cabotage dan subsidies ke dalam SoC serta taxation ke dalam General Provision.

Masih terdapat 2 (dua) issue dalam chapter trade in services yang pembahasannya ditunda, sampai selesainya pembahasan hal tersebut oleh working group terkait yaitu

Page 94: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

92

Government Procurement dan Economic Cooperation untuk menjaga konsistensi dan sinkronisasi komitmen.

Sector of interest Masing-masing Pihak

Kedua negara menyampaikan hal-hal yang mencerminkan sektor-sektor yang menjadi kepentingan masing-masing pihak. Indonesia menyampaikan interest-nya terhadap supply jasa dalam bentuk movement of natural person yang mencakup sektor-sektor tourism; health services (nurses and caregivers); shipping construction; financial services, telecommunication; Technical testing and analysis services serta maintenance and repair services. Selain spesifik sektor tersebut, sebagai tambahan pada article MNP chapter Trade in Services Business Visitors; Intra Corporate Transferee, Indonesia juga menyampaikan ketertarikannya untuk mendapatkan akses untuk Trainee, Internship, and Independent Professionals dalam pasar EFTA.

Indonesia Pasar Potensial bagi Supply Jasa EFTA

EFTA menjelaskan bahwa pada saat ini Indonesia merupakan pasar yang sangat potensial bagi supply jasa dari EFTA terutama sektor-sektor telecommunication (selain satellite sector juga ingin masuk ke operation sector), finance (asset management, securities, financial advice, reinsurance), sector tourism, gas and oil energy (hydro dan carbon, electricity distribution), maritime, MIT insurance, financial services, tourism, technical testing and analysis, and mode 4 for installers and maintainers of machineries. Khusus untuk Norwegia menginginkan market access di sektor energy (hydro power) telecomunication, maritime, dan asuransi perkapalan.

Kedua pihak menyepakati bahwa sektor-sektor yang interest masing-masing negara yang disampaikan pada negosiasi putaran kedua ini akan menjadi dasar pertimbangan masing-masing pihak untuk kemudian mengelaborasi dan mempertimbangkan lebih jauh untuk dapat menjadi posisi pada perundingan berikut dan menjadi komitmen masing-masing.

Pembahasan Annex on Financial Services

Adapun beberapa hal penting terkait pembahasan annex on financial services adalah sebagai berikut: 1) Annex on Financial Services (AFS) usulan EFTA berbeda

secara signifikan dengan AFS yang ada di GATS. AFS usulan EFTA banyak memasukkan paragraph-paragraph dari Understanding on Financial Commitments, Domestic Regulation GATS, dan paragraph baru tanpa mengacu pada dokumen GATS; dan

2) Indonesia menjelaskan bahwa mempertimbangkan presence-nya di Indonesia yang minimal Indonesia

Page 95: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

93

menganggap bahwa AFS sesuai GATS sudah memadai dan menanyakan apakah memang ada rencana peningkatan presence di Indonesia. Sebagai respons, EFTA menyebutkan bahwa pengusulan draft AFS tersebut, terlepas dari tingkat presence, merupakan sesuatu yang lebih baik daripada AFS GATS. EFTA belum bisa mengonfirmasikan apakah akan ada peningkatan presence di Indonesia ke depan.

Pembahasan Annex on Movement of Natural Persons (MNP)

Indonesia telah menyampaikan non paper yang isinya antara lain akses tenaga kerja ke EFTA untuk tenaga kerja semi permanen, tidak mengenal kuota dan penghapusan Economic need test dalam memberikan akses tenaga kerja dan meminta dibukanya kategori tenaga kerja yaitu trainee, internship, dan independent professional. Indonesia menyampaikan interest untuk lapangan kerja di bidang kesehatan nurse, caregivers, pariwisata yaitu perhotelan, sea fearer, spa, welder, konstruksi, financial, dan telecomunication services.

Pembahasan Annex on Telecomunication

EFTA menginginkan agar dalam perjanjian lECEPA juga mencakup liberalisasi sektor telekomunikasi melebihi ketentuan yang diatur dalam GATS dan reference lainnya, yang antara lain market access dan pengaturan penerbitan perizinan di sektor telekomunikasi dengan batas waktu maksimum 6 bulan. Menanggapi hal tersebut Indonesia menyampaikan bahwa keinginan tersebut tidak sesuai dengan ketentuan peraturan Indonesia dan mengusulkan untuk menggunakan GATS saja. Namun usulan tersebut akan dipelajari lebih lanjut.

3. Committee on Trade in Financial Services (CTFS) - WTO

Sebagai bagian dari rangkaian penyelenggaraan Services Week, pada tanggal 21 Juni 2011, di WTO Jenewa telah dilangsungkan Sidang Committee on Trade in Financial Services (CTFS). Agenda utama Sidang CTFS adalah pembahasan mengenai Trade in Financial Services and Development; Technical Issues: Classification Issues, Acceptance of the Fifth Protocol to the general Agreement on Trade in Services embodying the results of the Financial Services Negotiation.

Untuk pembahasan mengenai isu Trade in Financial Setvices and Development, Ketua CTFS masih memberikan kesempatan kepada delegasi negara anggota untuk memberikan tanggapannya terhadap Background Notes yang disiapkan oleh Sekretariat.

Page 96: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

94

Background Notes Secara umum dokumen dimaksud dinilai sangat membantu delegasi negara anggota dalam memahami kontribusi liberalisasi sektor jasa keuangan terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi suatu negara. Namun demikian, beberapa delegasi, seperti: Afrika Selatan, India, Turki, dan Ekuador, berpandangan bahwa substansi background notes dimaksud kurang berimbang, mengingat tidak terdapatnya referensi terhadap krisis keuangan global yang salah satu penyebabnya adalah proses liberalisasi yang kurang terukur. Delegasi negara-negara anggota meminta agar Sekretariat dapat melakukan revisi terhadap background notes tersebut.

Liberalisasi Pasar Jasa Keuangan

Delri sendiri menyoroti pentingnya kerangka kebijakan pemerintah dalam rangka menjamin terjaganya stabilitas sistem keuangan domestik dalam proses liberalisasi pasar jasa keuangan. Ditekankan oleh Delri bahwa bahwa liberalisasi perdagangan jasa keuangan harus diimbangi dengan upaya untuk menjaga kestabilan sistem keuangan. Hanya dengan hal tersebut, proses liberalisasi akan berkontribusi positif terhadap pembangunan dan pertumbuhan ekonomi secara berkesinambungan.

Untuk menindaklanjuti pembahasan isu ini, Delegasi China menyampaikan proposal yang pada intinya mengusulkan agar pembahasan ke depan dibingkai dalam dua perspektif, yaitu mengidentifikasi aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh lembaga jasa keuangan asing di negara berkembang yang bermanfaat terhadap pembangunan dan pertumbuhan ekonomi dan menjajaki upaya untuk meningkatkan kapasitas lembaga pemerintah dalam melakukan pengawasan dan pengaturan terhadap pasar jasa keuangan dan lembaga keuangan asing.

Proposal China untuk melakukan pembahasan secara lebih riil tersebut di atas mendapatkan dukungan dari banyak delegasi negara anggota. Delri sendiri menyambut gembira proposal dimaksud dan akan mengonsultasikan lebih lanjut dengan Jakarta. Terkait dengan hal tersebut, Delri menyampaikan kesiapannya untuk terlibat aktif dalam pembahasan isu tersebut di kemudian hari.

Informal Note Terkait dengan pembahasan technical issues, Sekretariat telah menyusun Informal Note mengenai "Financial Services: Overview of Classification Issues" - dokumen JOB/SERV/79. Paper ini secara spesifik membahas isu klasifikasi jasa keuangan sebagaimana tercantum dalam Annex on Financial Services dan Services Sectoral

Page 97: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

95

Classification (dokumen W/120). Data yang ada menunjukkan bahwa 64% dari negara anggola WTO menggunakan klasifikasi yang terdapat dalam annex ataupun yang terdapat dalam W/120. Berdasarkan analisis Sekretariat, kenyataan tersebut mencerminkan kesulitan dari negara anggota untuk menggunakan suatu klasifikasi tertentu tanpa memberikan referensi tambahan dari sistem klasifikasi yang lain.

Beberapa delegasi negara anggota menghargai paper yang disusun oleh Sekretariat tersebut di atas, khususnya untuk mengetahui kesulitan negara anggota untuk memilih klasifikasi yang akan dipergunakan dalam proses scheduling. Namun demikian, berdasarkan pengalaman empiris, beberapa negara menyatakan bahwa perbedaan antara annex dan W/120 tidak terlalu signifikan sehingga tidak perlu dipermasalahkan lebih jauh.

Mengenai isu Acceptance of 5th of Protocol of GATS, delegasi Brasil dan Jamaica menyampaikan belum terdapatnya perkembangan dari negaranya mengenai proses ratifikasi instrumen hukum tersebut.

4. Pertemuan Trade and Development Commission, Third Session, UNCTAD

Pertemuan tahunan ini dilaksanakan pada tanggal 6-10 Juni 2011 di Jenewa, Swiss. Adapun agenda pertemuan adalah:

1) Laporan Pertemuan Para Ahli yang membahas Commodities and Development; Services, Development and Trade; International Cooperation dan Transport and Trade Facilitation;

2) Pembahasan Isu: Assessing the evolution of the internasional trading system and enhancing its contribution to development and economic recovery;

3) Pembahasan Isu: Integration of developing countries in global supply chains including through adding value to their exports; dan

4) Laporan terkait Promoting and Strengthening synergies among three pillars.

Page 98: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

96

Promoting Inclusive Growth and Sustainable Development Through Trade

Pada Sesi Pembukaan, Presentasi Khusus dari Menteri Perdagangan RI dilakukan melalui teleconference langsung dengan tema: Promoting inclusive growth and sustainable development through trade. Dalam presentasinya Menteri Perdagangan RI menekankan bahwa perdagangan dapat mendukung pembangunan dan oleh karena itu perlu kesungguhan dalam penyelesaian perundingan Doha.

Untuk pencapaian pembangunan tersebut selain trade policies perlu juga didukung dengan complementarities policies yang terkait dengan seperti penciptaan lapangan kerja. Dalam hal ini pengembangan sektor jasa menjadi penting dan strategis karena sektor ini dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar. Kebijakan lain seperti penguatan small and medium enterprises sangat penting dalam suatu ekonomi dan isu-isu terkait yang perlu mendapat penanganan adalah seperti akses terhadap pasar serta modal.

Kebijakan-kebijakan di atas akan mendukung adanya inclusive growth bersamaan dengan penguatan gender/peran perempuan di mana perlunya peningkatan kesempatan pendidikan serta akses terhadap modal bagi perempuan.

Sustainable Development

Terkait dengan sustainable development, Menteri Perdagangan RI menyatakan adanya debat atas pertanggungjawaban atas pengurangan emisi CO. Untuk itu perlunya perumusan standar terkait dengan ukuran pengurangan CO yang terukur dan berbasiskan ilmiah yang disepakati bersama dan hal itu dapat dilakukan melalui kerja sama internasional serta capacity building. Menteri Perdagangan RI memberikan contoh kasus di mana peran Indonesia dalam proses penyelesaian kasus Palm Oil Sustainability dengan melakukan dialog dengan Uni Eropa.

Perdagangan dan Kebijakan Perdagangan perlu dikombinasikan dengan complementary policies untuk pengembangan sektor-sektor seperti pertanian, industri, dan jasa suatu ekonomi agar kompetitif. Selain itu perlunya supportive services infrastructures dan adequate human, regulatory and institutional frameworks memastikan inclusive and sustainable development and the attainment of the MDGs. Perlunya suatu kebijakan yang khusus bagi negara tersebut sehingga tidak berlaku adanya one-size-fits-all approaches.

Page 99: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

97

Kebijakan-kebijakan dimaksud adalah mengarah kepada penciptaan lapangan kerja terutama pengembangan sektor-sektor yang potensial dengan tujuan tersebut.

Pentingnya pengembangan kapasitas penyediaan jasa termasuk infrastructure services dengan tujuan diversifikasi, penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan daya saing ekonomi. Kebijakan pengembangan sektor jasa nasional secara menyeluruh perlu dikembangkan dan dilaksanakan.

Pentingnya penyelesaian WTO DDA sehingga menjamin adanya sistem perdagangan yang lebih terbuka, berbasiskan peraturan, dan transparan.

Harapan agar UNCTAD melanjutkan kajian atas perkembangan/evolusi sistem perdagangan internasional, integrasi regional serta membantu negara berkembang untuk dapat berintegrasi dan mendapatkan keuntungan dari sistem tersebut.

Pengembangan transportasi dan fasilitasi perdagangan termasuk infrastruktur dapat mendukung Negara berkembang. UNCTAD diharapkan dapat melanjutkan dukungan dalam pengembangan kapasitasnya terkait dengan prioritas pembangunan pada area-area dimaksud di atas

Global Supply Chains Global supply atau production chains (GSC) selama tiga dekade telah dijalankan oleh banyak negara termasuk negara berkembang dan mendukung pertumbuhan perdagangan dunia yang signifikan pada barang-barang antara/intermediate. Dalam hal ini, peningkatan partisipasi negara berkembang akan menguntungkan mereka karena dapat meningkatkan diversifikasi ekspor barang dengan nilai tambah lebih tinggi serta investasi asing.

Untuk meningkatkan daya saing agar tetap pada bagian GSC kebijakan fasilitasi perdagangan perlu dikembangkan untuk memastikan penguatan business environment di antaranya: (i) pengembangan infrastruktur dan transportasi domestik; (ii) penguatan kompetisi pada logistik; (iv) penerapan aturan hukum; dan (v) pengembangan prosedur bea cukai serta investasi memadai pada human capital.

Page 100: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

98

Dorongan agar UNCTAD dapat membuat kajian evolusi dan metodologi GSC pada tingkat nasional dan internasional untuk mendukung peningkatan partisipasi keikutsertaan perusahaan-perusahaan domestik pada negara berkembang pada GSC.

5. Sidang Working Party on Domestic Regulations

Sebagai bagian dari penyelenggaraan sidang Services Week, pada tanggal 20 Juni 2011, di Jenewa telah diadakan Sidang Workings Party on Domestic Regulations (WPDR) - WTO.

Agenda utama sidang adalah membahas kelanjutan perundingan isu Domestic Regulations (DR), khususnya terkait dengan kenyataan mandeknya perundingan Putaran Doha saat ini. Secara spesifik, Ketua WPDR mengajukan dua pertanyaan kepada negara anggota, yaitu mengenai kemungkinan untuk mengaitkan perundingan DR dengan agenda Konferensi Tingkat Menteri (KTM ke-8 pada bulan Desember 2011 dan program kerja WPDR ke depan.

Isu Domestic Regulations Tidak akan Dikaitkan dengan Konferensi Tingkat Menteri

Terhadap pertanyaan pertama, negara anggota secara umum sepakat untuk tidak mengaitkan perundingan Isu DR dengan agenda KTM ke-8 bulan Desember 2011. Ditekankan oleh banyak delegasi bahwa KTM ke-8 tidak perlu dibebani dengan isu-isu runding yang dinilai sulit mencapai konvergensi, sehingga justru akan mengancam kesuksesan penyelenggaraan KTM itu sendiri. Sebagai informasi, KTM ke-8 diharapkan oleh banyak negara anggota mampu menelurkan hasil-hasil yang terkait dengan kepentingan negara-negara belum berkembang (least developed countries - LDCs).

Program Kerja Workings Party on Domestic Regulations

Menyangkut pertanyaan kedua, mayoritas delegasi yang hadir menekankan mengenai pentingnya pembahasan teknis dari draf teks DR saat ini. Pembahasan DR yang telah dilakukan selama ini dinilai telah berhasil mengurangi kesenjangan (gap) posisi di antara negara-negara anggota.

Namun demikian, beberapa delegasi negara anggota lain lebih melihat keterkaitan antara pembahasan isu DR dengan isu-isu runding Putaran Doha yang lain. Dengan demikian, macetnya perundingan isu Putaran Doha akan berdampak pada pembahasan draf teks DR pada saat ini. Delegasi Brasil secara terus terang tidak melihat manfaat untuk memaksakan pembahasan teknis di tengah-tengah

Page 101: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

99

mandeknya proses perundingan isu Putaran Doha secara keseluruhan.

Dalam kesimpulannya, Ketua WDPR mengakui terdapatnya kesulitan dari negara anggota untuk dapat menentukan way forward dalam pembahasan draf teks DR di tengah-tengah terdapatnya ketidakpastian pembahasan Putaran Doha saat ini. Namun demikian, mengingat telah banyaknya kemajuan yang telah dicapai dalam pembahasan draf teks DR selama ini. Ketua WPDR akan melakukan konsultasi informal dengan negara-negara anggota, khususnya untuk membahas kemungkinan dilanjutkannya pembahasan pada tingkat teknis (technical work).

6. Sidang Working Party on GATS Rules (WPGR)

Sebagai bagian dari penyelenggaraan rangkaian Services Week, pada tanggal 22 Juni 2011, di WTO Jenewa telah diselenggarakan Sidang Working Party on GATS Rules (WGPR). Agenda utama sidang adalah membahas kelanjutan (way forward) dari perundingan isu-isu yang dibahas di WPGR, yaitu: Emergency Safeguard Measures (ESM), Government Procurement (GP), dan Subsidi.

Emergency Safeguard Measures

Mengenai isu ESM, Ketua WPGR menyampaikan kepada Sidang telah dilaksanakannya pembahasan di antara negara-negara anggota umuk meningkatkan clarity dari konsep-konsep yang terkait dengan ESM. Sebagaimana diketahui, negara-negara proponen ESM (ASEAN Minus - Indonesia, Filipina, Brunei Darussalam, Malaysia, Thailand, Kamboja, dan Vietnam) melalui proposalnya tanggal 30 Maret 2009 telah meminta Sekretariat untuk dilakukannya presentasi mengenai statistik perdagangan jasa. Untuk tujuan tersebut, pada tanggal 24 Maret 2011 telah dilaksanakan dua presentasi dari Sekretariat WTO untuk membahas statistik perdagangan jasa, khususnya untuk mendukung pembuktian terdapatnya injury yang dialami industri domestik sebagai akibat dari terjadinya impor jasa yang berlebihan.

Terkait dengan presentasi statistik perdagangan jasa tersebut, delegasi Filipina mewakili ASEAN minus menyampaikan pernyataan mengenai pentingnya presentasi yang dilakukan oleh Sekretariat serta pembahasan yang telah dilakukan oleh negara-negara anggota WTO. Untuk ke depan, pembahasan akan difokuskan pada sharing experience mengenai

Page 102: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

100

pengumpulan data statistik perdagangan jasa pada tingkat nasional.

Dokumen "Guide to Documentation”

Sementara itu, Sekretariat menginformasikan akan menerbitkan sebuah dokumen "guide to documentation" untuk mempermudah negara-negara anggota mengakses kembali berbagai dokumen yang telah dibahas, khususnya menyangkut konsep-konsep penting ESM, seperti impor jasa, dan industri domestik.

Pernyataan bersama dari delegasi ASEAN Minus mendapatkan tanggapan dari delegasi Australia yang menyampaikan perlunya negara-negara proponen untuk mempertimbangkan berbagai masukan yang telah diberikan oleh negara-negara anggota lain selama pembahasan selama ini. Untuk ke depan, delegasi Australia mengharapkan dilanjutkannya pembahasan secara teknis isu ESM.

Terkait dengan rencana penerbitan dokumen "guide to documentation", banyak delegasi negara anggota menyampaikan dukungannya kepada Sekretariat.

Government Procurement

Menyangkut isu Government Procurement, Ketua WPGR mengingatkan delegasi negara anggota mengenai tidak terdapatnya keberatan dari delegasi negara anggota terhadap proposal EU untuk menyelenggarakan suatu dedicated session dengan mengundang The Agreement on Government Procurement (GPA) Experts.

Menanggapi hal tersebut, delegasi EU menyampaikan bahwa pihaknya saat ini belum melakukan pembicaraan lebih detail untuk melaksanakan proposalnya tersebut di atas. Namun demikian, diindikasikan oleh delegasi EU bahwa dedicated discussion tersebut akan dilaksanakan dalam Services Cluster pada bulan September 2011.

Subsidi Mengenai isu Subsidi, Ketua WPGR menyampaikan pentingnya negara-negara anggota memiliki common understanding mengenai scope of negotiating mandate artikel XV GATS dan mengenai level of subsidies.

Terkait dengan hal tersebut di atas, Ketua WPGR menawarkan beberapa butir pertanyaan yang dapat dipakai oleh negara-negara anggota sebagai pedoman dalam pembahasan isu subsidi di WPGR. Beberapa butir pertanyaan tersebut antara lain adalah: (i) apakah negara anggota dapat menyetujui sekiranya fokus pembahasan adalah non-discriminatory subsidies yang dapat menimbulkan distortive effect; (ii) apakah negara anggota

Page 103: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

101

sepakat bahwa discriminatory subsidies sudah diatur dalam disiplin GATS, khususnya melalui prinsip MFN dan national treatment; (iii) pandangan negara anggota mengenai export subsidies. Terkait dengan hal tersebut, Ketua WPDR mendorong agar negara-negara anggota dapat mengkaji lagi Secretariat Note mengenai subsidies and trade in services (dokumen S/WPGR/W/9 - tanggal 6 Maret 1996).

Terhadap pernyataan Ketua WPGR tersebut, beberapa delegasi menyampaikan tanggapan. Delegasi Swiss, China, Hong Kong, dan Kanada berpandangan bahwa pertanyaan yang disampaikan oleh Ketua WPGR hanya akan menyentuh ranah teori saja dan dinilai tidak akan banyak mendorong pembahasan mengenai isu subsidi di WPGR.

Sedangkan delegasi India berpendapat bahwa apapun sifat suatu subsidi (discriminatory maupun non-discriminatory), pemberian subsidi berpotensi menimbulkan distortiv effect. Delegasi India merujuk hal tersebut pada joint proposal yang pernah diajukannya bersama dengan delegasi Mexico dan Chili (JOB/SERV/37).

Adapun delegasi EU berpendapat bahwa hal penting untuk dibahas adalah mengenai efek yang akan ditimbulkan dari pemberian suatu subsidi. Menurut delegasi EU, pembahasan mengenai subsidi akan sulit dilaksanakan apabila efek dari pemberian subsidi tidak mendapatkan perhatian. Terkait dengan hal tersebut, delegasi Kanada berpandangan mengenai harus terdapatnya contoh yang aktual mengenai trade distortive effects.

7. Sidang Council for Trade in Services (CTS)

Sebagai bagian dari penyelenggaraan Services Week, pada tanggal 24 Juni 2011, di WTO Jenewa telah diadakan Sidang Council for Trade in Services (CTS).

Notifications Pursuant to Articles III:3 (Komunikasi dari Togo, S/C/N/580-593)

Komunikasi dari Togo pada prinsipnya menginformasikan kepada CTS mengenai beberapa kebijakan negara tersebut yang dapat mempengaruhi perdagangan jasa. Adapun kedua notifikasi dari Korea Selatan dan ASEAN pada prinsipnya menyampaikan informasi mengenai telah berlakunya kerja sama regional antara kedua belah pihak yang memiliki cakupan perdagangan Jasa. Tidak terdapat pembahasan terhadap notifikasi-notifikasi tersebut.

Page 104: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

102

Sectoral and Modal Discussion

Mengenai sectoral and modal discussion, wakil dari Sekretariat menyampaikan up-date kepada negara-negara anggota mengenai rencananya untuk menyusun paper mengenai peran perusahaan kecil dan menengah (small and medium enterprises - SMEs) dalam perdagangan jasa dunia. Disampaikan kepada sidang bahwa berdasarkan penelusuran yang dilakukan oleh Sekretariat, tidak terdapat kajian yang hanya memfokuskan pada peran SMEs dalam perdagangan jasa. Terkait dengan hal tersebut, Sekretariat mengharapkan kontribusi dari delegasi negara anggota sekiranya terdapat kajian serupa pada tingkat nasional.

Dedicated Discussion on International Mobile Roaming

Menyangkut mata agenda dedicated discussion on International Mobile Roaming (IMR), Sekretariat WTO telah menyusun informal note (JOE/SERV/77), yang berisi informasi teknis mengenai IMR dan kemungkinan kaitannya dengan GATS. Salah satu bahasan yang menarik dari informal note tersebut adalah kenyataan mengenai tingginya biaya interkoneksi untuk IMR, yang menurut penelitian OECD dapat mencapai 20 kali lipat dari yang semestinya. Terdapatnya kondisi kompetisi dalam layanan telepon genggam dinilai tidak berpengaruh pada penentuan biaya IMR.

Sebagai salah satu proponen pembahasan IMR, delegasi Australia memandang terdapatnya market failure dalam penentuan biaya IMR yang disebabkan oleh beberapa hal, yaitu kurangnya kompetisi dalam layanan jasa IMR, kurang transparansinya penentuan biaya IMR oleh para operator, Kurangnya perhatian dari regulator terhadap wholesale price dan retail price juga menjadikan tingginya biaya IMR yang harus dibayar oleh konsumen.

Proposal Australia Berdasarkan background note yang disiapkan oleh Sekretariat, delegasi Australia lebih lanjut berpandangan bahwa instrumen-instrumen hukum yang dimiliki oleh WTO, seperti GATS Annex on Telecommunication dan Reference Paper dapat dipergunakan untuk mengatasi permasalahan IMR tersebut di atas. Terkait dengan hal tersebut, delegasi Australia mengusulkan suatu program kerja (work programme) di CTS untuk mengeksplorasi berbagai opsi untuk mengatasi tingginya biaya IMR, dalam rambu-rambu aturan WTO. Sebagai langkah awal, delegasi Australia mengusulkan diundangnya technical experts pada sidang CTS bulan September mendatang.

Page 105: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

103

Secara umum, tidak terdapat delegasi yang berkeberatan terhadap proposal Australia. Terdapat kesamaan pandangan di antara delegasi mengenai perlunya upaya untuk mengatasi tingginya biaya IMR.

Sebagai salah satu proponen, delegasi AS menyambut baik proposal delegasi Australia tersebut di atas. AS berpandangan mengenai perlunya untuk meningkatkan kondisi kompetisi dalam layanan jasa komunikasi yang terkait dengan IMR.

Beberapa delegasi, seperti EU dan Turki, mendukung proposal Australia dan sekaligus berbagi pengalaman mengenai pengaturan IMR di wilayahnya masing-masing. Delegasi Turki menyampaikan bahwa tingginya biaya IMR telah dapat diatasi di negaranya melalui pengaturan regional.

Sementara itu, delegasi EU menyampaikan bahwa otoritasnya telah menetapkan roaming regulations pada tahun 2007 dengan tujuan mengharmonisasikan biaya IMR di seluruh wilayah EU

Dalam intervensinya, Delri menyampaikan pandangan bahwa tingginya IMR disebabkan oleh tidak terdapatnya tranparansi dalam mekanisme "pricing" yang dilakukan oleh penyedia jasa. Selain itu, Delri juga menyampaikan bahwa Indonesia saat ini tidak memiliki regulasi yang mengatur hal-hal yang terkait IMR. Traffic route dan "pricing mechanism" diserahkan kepada operator. Delri juga menghargai dilaksanakannya sharing best practices yang dinilai dapat menjadi referensi bagi negara anggota untuk menentukan policy response.

Work Programme on Electronic Commerce

Terkait dengan mata agenda E-Commerce: Related Elements In Secretariat Background Notes, wakil Sekretariat menyampaikan telah disusunnya informal note yang berisi informasi mengenai electronic supply di berbagai sektor jasa dan mode of supply (JOB/SERV/78) yang akan digunakan dalam pembahasan lebih lanjut.

Delegasi AS menyampaikan akan melakukan kajian lebih lanjut mengenai e-commerce dan mobile network yang kemudian akan diterjemahkan ke dalam work programme yang secara khusus akan fokus pada e-commerce. Terkait dengan hal tersebut, delegasi AS mengharapkan dukungan terhadap dokumen yang akan disampaikan kepada Sekretariat.

Page 106: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

104

Sementara itu, delegasi Kuba menyampaikan akan mensirkulasikan dokumen yang berkaitan dengan e-commerce di Council for Trade and Development (CTD), yang rencananya juga akan dibahas di KTM ke-VIII. Tujuan utama dari dokumen tersebut adalah untuk meningkatkan kegiatan e-commerce di antara negara-negara berkembang.

Page 107: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

105

BAB II PERMASALAHAN DAN TINDAK LANJUT

A. Kendala dan Permasalahan

Pertemuan the 3rd Senior Economic Official Meeting for the Forty-Second ASEAN Economic Ministers Meeting (SEOM 3/42) and Other Related Meetings

Indonesia perlu segera menyusun dan mematangkan konsep ASEAN Beyond 2015 dan Guiding Principles and Framework for Equitable Economic Development untuk dikonsultasikan kepada SEOM, HLTF-EI, dan AEM agar dapat di-endorse oleh AEC Council atau ASEAN Leaders pada saat ASEAN Summit bulan November 2011 di Bali. Proses konsultasi mulai di tingkat SEOM ini diperlukan agar seluruh Negara anggota merasakan “ownership” atas dua dokumen yang akan memiliki dampak mendalam dan panjang dalam kerja sama ekonomi ASEAN ini.

Indonesia perlu berperan aktif memberikan masukan kepada kajian yang dilakukan oleh ERIA, yakni Enhancing the Scorecard Mechanism dan Mid-Term Review of the AEC Blueprint. Diharapkan instansi yang mendapatkan permintaan wawancara atau mengisi kuesioner terkait kedua kajian di atas dapat memberikan respon yang positif demi kesempurnaan hasil kajian dan rekomendasinya.

the 28th ASEAN Small Medium Enterprise Working Group (SMEWG) and Other Related Meetings

Indonesia mendapat apresiasi dari negara ASEAN lainnya karena telah mengangkat tema Indonesian Strategy on Financial Inclusion dengan upaya mendekatkan lembaga keuangan/perbankan dan memfasilitasi masyarakat yang terisolir dan kesulitan terhadap akses keuangan. Atas inisiatif ini, Indonesia sebagai proponent dan negara terbesar di ASEAN perlu terus mendorong inisiatif dalam bidang Financial Inclusion.

Pertemuan ke-3 AANZ FTA Joint Committee

Dalam implementasinya selama satu tahun terakhir, AANZFTA menunjukkan manfaat bagi ekspor barang ASEAN ke Australia dan New Zealand. Oleh sebab itu, Indonesia perlu mempercepat proses implementasi AANZFTA ini agar eksportir Indonesia juga segera dapat menarik manfaat dari perjanjian ini. Sesuai keterangan yang disampaikan Delegasi Indonesia kepada Menteri Perdagangan New Zealand, seyogyanya Indonesia dapat mengimplementasikan perjanjian ini selambatnya pada bulan Agustus 2011 dengan memperhitungkan tenggang waktu 60 hari antara saat notifikasi dan berlakunya komitmen AANZFTA secara efektif. Pihak New Zealand mengindikasikan harapannya agar

Page 108: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

106

Indonesia segera menjadi “party” dari AANZFTA untuk memetik manfaat yang ditawarkan AANZFTA, juga untuk mewujudkan “additional benefits” yang ditawarkan melalui jalur bilateral.

Untuk sektor “goods”, rules of origin (ROO) kini menjadi issue yang semakin sering dibahas dan cenderung melibatkan lebih banyak aspek teknis, tidak hanya dalam kerangka AANZFTA tetapi juga internal ASEAN serta ASEAN+1 FTA lainnya. Untuk itu perlu pembahasan interdep untuk: (i) memahami berbagai aspek ROO yang patut menjadi perhatian; dan (ii) menentukan posisi terbaik Indonesia antara lain terkait masalah self-certification, cumulation, dan partial cumulation, penghapusan nilai FOB dari CO, multiple back-to-back CO, third country invoicing, product specific rules, chemical and production process rules, dan lain-lain.

Sementara “built-in” agenda di sektor services dan investment belum dilaksanakan secara penuh, kiranya ASEAN dan khususnya Indonesia perlu memanfaatkan AANZFTA Economic Cooperation Work Programme untuk meningkatkan kapasitas.

Pertemuan ke-5 ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership Joint Committee

Indonesia akan melakukan adendum notifikasi WTO secara mandiri apabila telah menyelesaikan pembahasan transposisi HS.2002-2007 jadwal komitmen penurunan/penghapusan tarif dan mengimplementasikan Persetujuan AJCEP di Indonesia. Hal ini dilakukan karena Indonesia merupakan satu-satunya pihak yang belum dapat memberlakukan Persetujuan ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership Joint Committee.

Terkait transposisi HS.2002-2007 jadwal komitmen penurunan/penghapusan tarif Indonesia dalam AJCEP, Indonesia tidak dapat memenuhi proposal Jepang untuk melakukan pemecahan (membuat pos tarif baru) seperti yang dilakukan dalam IJEPA, ataupun memilih tingkat tarif terendah dari pos-pos tarif yang mengalami penggabungan akibat transposisi. Untuk itu diperlukan kerja sama dari Ditjen Bea dan Cukai serta Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan untuk dapat memberikan masukan dasar pemberlakuan National Single Window di Indonesia yang dapat menguatkan argumen Indonesia kepada Jepang.

Page 109: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

107

B. Tindak Lanjut Penyelesaian

Pertemuan the 3rd Senior Economic Official Meeting for the Forty-Second ASEAN Economic Ministers Meeting (SEOM 3/42) and Other Related Meetings

Ditjen KPI, Kemendag diharapkan dapat meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait untuk memenuhi komitmen AFAS Paket ke-8 pada bulan Agustus 2011, serta mempersiapkan “better offers” dan “requests” dalam konteks perundingan bidang jasa ASEAN-India dan ASEAN-Japan. Terkait rencana penandatangan draf Protokol Komitmen Paket ke-2 Persetujuan Jasa ACFTA pada AEM-MOFCOM, Agustus 2011 dan Draf Teks SPS dan TBT pada ASEAN-MOFCOM Summit, bulan November 2011, diharapkan: Dit. Perundingan Perdagangan Jasa, Kemendag; Dit. Standardisasi, Kemendag; Barantan-Kementan; serta Badan Standardisasi Nasional dapat mempersiapkan prosedur domestik penandatangan persetujuan tersebut pada kesempatan pertama.

Indonesia selaku country coordinatoruntuk ASEAN-US TIFA dan ASEAN-Canada perlu segera: (i) melakukan koordinasi dengan Kantor USTR dan Sekretariat ASEAN untuk mengembangkan Joint Work Plan for 2012 agar dapat di-endorse pada saat AEM-USTR Consultations pada bulan Agustus 2011; dan (ii) mengembangkan work programme sebagai tindak lanjut dari Joint Ministerial Declaration on Trade and Investment between ASEAN and Canada.

the 28th ASEAN Small Medium Enterprise Working Group (SMEWG) and Other Related Meetings

Guna membangun Small Medium Enterprise (UKM) yang kompetitif, kreatif, dan inovatif, Indonesia perlu mengembangkan suatu koordinasi dengan instansi teknis terkait dalam membantu UKM mengembangkan teknologi yang hemat energi dan research & development.

Adanya kecenderungan bahwa seluruh UKM di ASEAN belum mampu memanfaatkan FTA, maka Kementerian Koperasi dan UKM didukung segenap instansi teknis di pusat dan daerah, sebaiknya lebih berperan melakukan sosialisasi kepada UKM di dalam negeri mengenai bagaimana memanfaatkan FTA.

Pertemuan ke-3 AANZ FTA Joint Committee

Perlu penunjukkan dan partisipasi penuh dari instansi yang secara khusus dan berkelanjutan menangani program kerja committees dan sub-committees dari AANZFTA ini, khususnya yang saat ini baru bersifat tentatif yakni di bidang rules of origin, sanitary and phytosanitary, dan Economic Cooperation. Hal ini

Page 110: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

108

dimaksudkan agar Indonesia dapat memetik manfaat maksimal dari AANZFTA ini baik dari aspek liberalisasi, fasilitasi, maupun kerja sama ekonomi.

Pertemuan ke-5 ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership Joint Committee

Dengan telah diselesaikannya pembahasan transposisi atas 27 pos tarif product specific rules, Indonesia dan seluruh negara ASEAN diharapkan dapat melakukan konsultasi domestik atas proses hukum implementasi transposisi PSR tersebut di negaranya. Untuk itu diharapkan kerja sama dari Kementerian Perindustrian, Biro Hukum dan Ditjen Daglu, Kemendag atas proses implementasi transposisi PSR tersebut di Indonesia.

Delegasi ASEAN perlu mengkonsultasikan lebih lanjut keinginan Jepang untuk mendapatkan komitmen Economic Partnership Agreements bilateral plus sebagai value added perundingan regional Sub Committee on Services ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership. ASEAN dan Jepang juga sepakat untuk mendiskusikan lebih lanjut tentang pencantuman consolidated draft text Chapter on Trade in Services sebagai catatan kemajuan utama perundingan jasa yang harus dilaporkan kepada forum Konsultasi tingkat menteri AEM-METI ke-17.

Indonesia c.q. BKPM sebagai focal point perundingan investasi Indonesia dalam kerangka AJCEP perlu mengantisipasi level of ambition Jepang dalam perjanjian investasi AJCEP terutama untuk pilar liberalisasi investasi yang menjadi sensitivitas ASEAN.

Page 111: 6 lapbul Juni 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Juni 2011

109

BAB III PENUTUP

Kesimpulan umum Selama bulan Juni 2011, Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional telah berpartisipasi dalam berbagai perundingan baik di forum multilateral, regional, dan bilateral. Dari perundingan tersebut diperoleh beberapa hasil kesepakatan, yaitu: Agreed Conclusions, Record of Discussions, dan Summary Record. Sementara itu sebagian perundingan lainnya sedang dalam proses pembahasan.

Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional menyadari adanya kendala-kendala dalam mencapai kesepakatan kerja sama perdagangan internasional dalam berbagai perundingan internasional baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Hal-hal yang belum optimal dilaksanakan pada bulan ini menjadi bahan evaluasi untuk perbaikan. Sedangkan hal-hal yang harus ditindaklanjuti menjadi catatan untuk pelaksanaan kinerja pada bulan berikutnya oleh unit terkait.

Page 112: 6 lapbul Juni 2011.pdf