disaster victim identification

6
DISASTER VICTIM IDENTIFICATION (DVI) Pendahuluan - Bencana merupakan suatu kejadian yang mendadak yang tidak terduga, dapat terjadi pada siapa saja, kapan saja dan di mana saja. Bencana mengakibatkan kerusakan dan kerugian harta benda, korban manusia baik itu cedera maupun meninggal. - Masih jelas dalam ingatan kita, bencana tsunami di Banda Aceh yang memakan korban meninggal ratusan ribu jiwa, banjir bandang di Jember, gempa bumi di Yogyakarta dan bencana-bencana lainnya. Disamping bencana alam, kecelakaan alat transportasi juga akan membawa dampak besar jumlah korban baik meninggal maupun masih hidup. Di akhir tahun 2006, terjadi tenggelamnya KM Senopati Nusantara di Laut Jawa dengan jumlah korban ratusan orang yang hilang, serta terakhir hilangnya pesawat Adam Air tujuan Surabaya-Menado. Serta di akhir tahun 2011 terjadi tenggelamnya kapal yang mengangkut imigran gelap dari Timur Tengah di Samudra Hindia, dengan korban meninggal 103 orang sedangkan yang hilang masih puluhan sehingga korban-korban meninggal dalam kasuskasus tersebut di atas perlu diidentifikasi. - Oleh karena identifikasi ini penting sekali karena akan menjelaskan secara hukum masih hidup atau sudah matinya seseorang dan merupakan hak dari ahli waris korban, disamping itu juga berkaitan dengan klaim asuransi, pensiunan dan lainlainnya. - Dalam penanganan identifikasi korban mati tersebut merupakan hal yang perlu dapat perhatian khusus dan memerlukan dana, sarana dan prasarana yang cukup mahal serta dibutuhkan profesionalisme dari petugas yang menangani hal tersebut. Dasar Hukum Identifikasi Korban Bencana - Pada setiap bencana tentunya ada korban baik hidup maupun meninggal, penanggulangannya akan bersifat kegawatdaruratan. Identifikasi korban meninggal dianggap masih bagian dari pelayanan kesehatan mengingat ‘korban meninggal’ adalah korban juga.

Upload: ardhina-mahadica-nugroho

Post on 09-Nov-2015

9 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

selamat membaca :)

TRANSCRIPT

DISASTER VICTIM IDENTIFICATION (DVI)

Pendahuluan Bencana merupakan suatu kejadian yang mendadak yang tidak terduga, dapat terjadi pada siapa saja, kapan saja dan di mana saja. Bencana mengakibatkan kerusakan dan kerugian harta benda, korban manusia baik itu cedera maupun meninggal. Masih jelas dalam ingatan kita, bencana tsunami di Banda Aceh yang memakan korban meninggal ratusan ribu jiwa, banjir bandang di Jember, gempa bumi di Yogyakarta dan bencana-bencana lainnya. Disamping bencana alam, kecelakaan alat transportasi juga akan membawa dampak besar jumlah korban baik meninggal maupun masih hidup. Di akhir tahun 2006, terjadi tenggelamnya KM Senopati Nusantara di Laut Jawa dengan jumlah korban ratusan orang yang hilang, serta terakhir hilangnya pesawat Adam Air tujuan Surabaya-Menado. Serta di akhir tahun 2011 terjadi tenggelamnya kapal yang mengangkut imigran gelap dari Timur Tengah di Samudra Hindia, dengan korban meninggal 103 orang sedangkan yang hilang masih puluhan sehingga korban-korban meninggal dalam kasuskasus tersebut di atas perlu diidentifikasi. Oleh karena identifikasi ini penting sekali karena akan menjelaskan secara hukum masih hidup atau sudah matinya seseorang dan merupakan hak dari ahli waris korban, disamping itu juga berkaitan dengan klaim asuransi, pensiunan dan lainlainnya. Dalam penanganan identifikasi korban mati tersebut merupakan hal yang perlu dapat perhatian khusus dan memerlukan dana, sarana dan prasarana yang cukup mahal serta dibutuhkan profesionalisme dari petugas yang menangani hal tersebut.

Dasar Hukum Identifikasi Korban Bencana Pada setiap bencana tentunya ada korban baik hidup maupun meninggal, penanggulangannya akan bersifat kegawatdaruratan. Identifikasi korban meninggal dianggap masih bagian dari pelayanan kesehatan mengingat korban meninggal adalah korban juga. Dalam aspek hukum nasional kita, Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP) :

Pasal 120 ayat 1 KUHAP :Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat seorang ahli atau orang memiliki keahlian khusus.

Pasal 133 ayat 1 KUHAP :Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan atau mati yang diduga karena peristiwa pidana, ia berhak mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.

Karena pada dasarnya identifikasi korban bencana massal baik itu meninggal masih merupakan bagian dari pelayanan kesehatan mengingat korban meninggal adalahkorban juga. Hal ini sesuai pada pasal 53 UU Kesehatan Nomor 23 tahun 1992 dan PP Nomor 32 tahun 1996, disamping itu juga proses identifikasi tidak memerlukan/ menunggu surat permintaan dari pihak penyidik (SPVR). Sesuai dengan pasal-pasal pada KUHAP apabila pihak penyidik ingin mendapatkan pemeriksaan identifikasi berupa visum et repertum dapat dimintakan pada Dinas Kesehatan/Rumah Sakit setempat sesuai dengan prosedur yang berlaku, sedangkan informasi dan surat-surat resmi yang berkaitan dengan hasil identifikasi akan dikeluarkan oleh tim identifikasi yang ditandatangani oleh ahli-ahli terkait.

Identifikasi Korban Meninggal Identifikasi merupakan upaya pengenalan kembali jati diri seseorang manusia baik yang sudah mati maupu yang sudah meninggal. Sedangkan identifikasi massal merupakan proses pengenalan jati diri korban massal yang terjadi akibat bencana. Dalam identifikasi bencana massal menggunakan metode Disaster Victi Identification (DVI) yang telah direkomendasikan oleh Interpol. Keterlibatan Interpol dalam DVI dimulai pada tahun 1978 ketika terjadi ledakan di Spanyol yang menewaskan 150 orang. DVI merupakan prosedur yang telah ditentukan untuk mengidentifikasi korban dalamsebuah insiden atau bencana yang sah dan dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat serta merupakan bagian dari investigasi, rekonstruksi tentang sebab bencana. Adapun proses DVI meliputi 5 fase, di mana setiap fasenya mempunyai keterkaitan satu dengan yang lainnya, yang terdiri dari The Scene, The Mortuary, Ante Mortem Information Retrieval, Reconciliation dan Debriefing. The Scene atau tempat kejadian perkara (TKP) merupakan tempat terjadinya peristiwa dan akibat yang ditimbulkan peristiwa tersebut, atau tempat-tempat lain ditemukannya korban dan barang-barang bukti yang berkaitan dengan peristiwa tersebut. The Mortuary merupakan pengumpalan data-data post mortem yang data-data hasil pemeriksaan forensik yang ditemukan pada jenazah korban. Tahapan ini merupakan pemeriksaan bagi korban meninggal, semua ciri yang khas dicatat dan difoto serta difile dengan baik sehingga memudahkan proses selanjutnya. Dalam pelaksanaan pemeriksaan dikerjakan secara tim kerja yang meliputi berbagai disiplin ilmu, yakni : Ahli Kedokteran Forensik Ahli Odontologi Forensik Ahli Antropologi fisik Ahli Fotografi Ahli Sidik Jari Ante mortem information merupakan pengumpalan data-data yang penting dari korban sebelum kejadian atau pada waktu korban masih hidup, termasuk di sini data vital tubuh, data gigi, data sidik jari dan data kepemilikan yang dipakai/dibawa. Reconciliation merupakan pencocokan data-data dengan berbagai metode identifikasi melalui tahap sebagai berikut:Identifikasi Primer Sidik Jari Catatan gigi DNA

Identifikasi Sekunder Ilmu kedokteran (medis) dan fotografi Harta benda milik korban (property) Sedangkan tahap debrief merupakan evaluasi dari pelakksanaan DVI.

Gambar: Alur Kerja

Tata Laksana Disaster Victim Identification (DVI)Struktur Operasional DVIPenanganan di TKP (Fase1):Kegiatan :1. Memberi tanda dan label di TKP Membuat sektor-sektor/zona pada TKP dengan ukuran 5 x 5 m yang sesuai dengan situasi dan kondisi geografis Memberikan tanda pada setiap sector Memberikan label orange pada jenazah dan potongan jenazah, label diikat pada tubuh/ibu jari kanan jenazah Menentukan label putih pada barang-barang pemilih yang tercecer Membuat sketsa dan foto tiap sektor2. Evakuasi dan tranasportasi jenazah dan barang Memasukkan jenazah dan potongan jenazah dalam kantong jenazah dan diberi label sesuai label jenazah Memasukkan barang-barang yang terlepas dari tubuh korban dan diberi label sesuai nama jenazah Diangkut ke tempat pemeriksaan dan penyimpanan jenazah dan dibuat berita acara penyerahan kolektif.

Penanganan di unit post mortem (Fase 2) :Fungsi Menampung dan menyimpan sisa tubuh Mencatat dan menyimpan properti Tempat melaksanakan pengujian terhadap sisa tubuh Tempat kordinasi untuk pemisahan sisa tubuhKegiatan Menerima jenazah/potongan dan barang dari unit TKP Registrasi ulang dan megelompokkan kiriman tersebut berdasarkan jenazah utuh, tidak utuh, potongan jenazah dan barang-barang Membuat foto jenazah Mencatat ciri-ciri korban sesuai formulir yang tersedia Mengambil sidik jari korban dan golongan darah Mencatat gigi-geligi korban Mebuat roentgen jika perlu Melakukan otopsi Mengambil data-data ke unit pembanding data

Penanganan Unit Ante Mortem (Fase 3):Fungsi Mendapatkan, menganalisa serta mencocokkan data orang Mengetahui data orang hilang Mendapatka informasi DNA Mendapatkan informasi properti dalam formulir Ante MortemKegiatan Mengumpulkan data-data korban semasa hidup seperti foto dan lain-lainnya dikumpulkan dari instansi tempat korban bekerja, keluarga/kenalan, dokter-dokter gigi pribadi, polisi (sidik jari). Memasukkan data-data yang ada/masuk dalam formulir yang tersedia Megelompokkan data-data ante mortem berdasarkan : jenis kelamin dan umur Mengirimkan data-data yang telah diperoleh ke unit pembanding data.Data-data ante mortem : Umum: Nama, umur, BB-TB, pakaian, perhiasan serta kepemilikan lainnya Medis: warna kulit, warna-jenis rambut, mata, cacat, tattoo, tanda khusus lainnya, golongan darah serta catatan medis lainnya

Penanganan Unit Pembanding data (Reconcilition)(Fase 4):Fungsi Membandingkan data ante mortem dan data post mortem Penetapan dari suatu IdentifikasiKegiatan Mengkoordinasikan rapat-rapat penentuan identitas korban antara unit TKP, unit data ante mortem dan unit post mortem Mengumpulkan data-data korban yang dikenal untuk dikirim ke tim identifikasi Mengumpulkan data-data tambahan dari unit TKP, post mortem dan ante mortem untuk korban yang belum dikenal.

Debriefing (Fase 5) :Kegunaan Meninjau kembali pelaksanaan DVI Mengenali dampak positive dan negative operasi DVI Menentukan keefektifan persiapan tim DVI secara physikologi Melaporkan temuan serta memberikan masukan untuk meningkatkan operasi berikutnya

Pada identifikasi bencana masal telah ditentukan metode identifikais yang dipakai yaitu :1. primer/Utama : a. gigib. Sidik jaric. c. DNA2. sekunder/pendukung : a. medis + visualb. Property