diploma-2013-303283-chapter1

Upload: widya-prajna

Post on 10-Oct-2015

8 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

pendahuluan

TRANSCRIPT

  • x

    DAFTAR LAMPIRAN

    1. Peta Lokasi Huntap Komunal Di Kecamatan Cangkringan, Sleman

    2. Peta Persil Huntap Banjarsari, Desa Glagahharjo, Kecamatan Cangkringan

    3. Peta Persil Huntap Batur, Desa Kepuhharjo, Kecamatan Cangkringan

    4. Peta Persil Huntap Dongkelsari, Desa Wukirsari, Kecamatan Cangkringan

    5. Peta Persil Huntap Gondang 2, Desa Wukirsari, Kecamatan Cangkringan

    6. Peta Persil Huntap Gondang 3, Desa Wukirsari, Kecamatan Cangkringan

    7. Peta Persil Huntap Jetis Sumur, desa Glagahharjo, Kecamatan Cangkringan

    8. Peta Persil Huntap Karangkendal, Desa Umbulharjo, Kecamatan

    Cangkringan

    9. Peta Persil Huntap Kuwang Randusari, Desa Argomulyo, Kecamatan

    Cangkringan

    10. Peta Persil Huntap Pagerjurang, Desa Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan

    11. Peta Persil Huntap Plosokerep, Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan

  • 1

    BAB 1

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Teknologi semakin berkembang di abad ini, banyak teknologi yang dapat

    membantu meringankan pekerjaan, termasuk mengefiseienkan waktu, serta

    mengekonomiskan biaya produksi. Teknologi berbasis sistem informasi geografi

    (SIG) salah satunya. SIG merupakan perangkat lunak yang mampu mengolah data

    yang bersifat spasial. SIG dapat diaplikasikan ke dalam berbagai bidang, antara

    lain untuk keperluan perencanaan ataupun untuk keperluan evaluasi lingkungan.

    Dalam penelitian ini teknologi SIG dimanfaatkan untuk keperluan evaluasi

    kesesuaian lahan.

    Gunung Merapi merupakan salah satu gunung api teraktif di Indonesia.

    Gunung Merapi secara administratif terletak pada empat wilayah Kabupaten dan

    dua Provinsi yaitu Kabupaten Sleman di Provinsi D.I. Yogyakarta, dan Kabupaten

    Magelang, Kabupaten Boyolali, dan Kabupaten Klaten di Provinsi Jawa Tengah.

    Erupsi Gunung Merapi yang terjadi pada tahun 2010, tepatnya pada tanggal

    20 Oktober 2010 telah meghancurkan dan melumpuhkan seluruh aktivitas dan

    kehidupan masyarakat yang terkena dampak langsung dari erupsi Gunung Merapi.

    Bencana tersebut telah mengakibatkan kerugian, baik korban jiwa dan harta

    benda. Berdasarkan data yang dihimpun dari Pusdalops BNBP per tanggal 12

    Desember 2010 tercatat korban jiwa sebanyak 277 meninggal di wilayah D.I.

    Yogyakarta dan 109 orang meninggal di wilayah Jawa Tengah.

    Kerusakan fisik yang diakibatkan oleh erupsi Gunung Merapi berdampak

    pada beberapa sektor yaitu permukiman, infrastruktur, sosial ekonomi, lintas

    sektor yang mengakibatkan terganggunya aktivitas dan layanan umum di sekitar

    gunung merapi. Awan panas dan material yang dikeluarkan oleh gunung merapi

    pada saat erupsi terjadi telah merusak ribuan rumah penduduk yang berada pada

    area terdampak langsung. Tercatat sebanyak 2.682 rumah rusak berat di Provinsi

    D.I. Yogyakarta dan 174 rumah rusak berat di Provinsi Jawa Tengah.

  • 2

    Kerusakan yang ditimbulkan oleh erupsi Gunung Merapi memaksa

    pemerintah untuk melakukan relokasi (pemindahan lokasi) permukiman

    masyarakat yang terkena dampak langsung ke tempat yang lebih aman. Relokasi

    bertujuan untuk memindahkan lokasi permukiman ke tempat yang lebih aman

    agar pada bencana yang akan datang dapat diminimalisir jatuhnya korban.

    Relokasi permukiman merupakan salah satu jenis kegiatan mitigasi bencana

    untuk pengurangan resiko bencana. Hunian tetap (huntap) adalah bentuk nyata

    dari hasil relokasi permukiman. Huntap merupakan area permukiman yang berada

    di kawasan rawan bencana, oleh karena itu pembangunannya harus

    mempertimbangkan aspek kebencanaan dan aspek fisik lahan. Menurut Nurtina

    Yanti (2005), pembangunan perumahan dan permukiman merupakan kegiatan

    yang bersifat lintas sektoral, yang pelaksanaannya perlu memperhatikan aspek-

    aspek sarana dan prasarana lingkungan, rencana tata ruang, pertanahan, industri

    bahan, jasa konstruksi dan rancang bangun, pembiayaan, sumber daya manusia,

    kemitraan antar pelaku, dan aspek penunjang lainnya.

    Relokasi permukiman korban bencana Merapi tahun 2010 dilaksanakan di

    Provinsi D.I. Yogyakarta dan Provinsi Jawa Tengah, dua Provinsi ini merupakan

    daerah yang terkena dampak langsung dari bencana letusan gunung Merapi. Pada

    penelitian ini penulis mengambil salah satu kecamatan di Kabupaten Sleman

    Provinsi D.I. Yogyakarta untuk dijadikan sebagai obyek penelitian yaitu

    Kecamatan Cangkringan, karena kecamatan ini merupakan salah satu daerah yang

    masuk dalam kawasan rawan bencana dan menjadi daerah terdampak langsung

    dari bencana erupsi Merapi tahun 2010.

    1.2 Perumusan Masalah

    Saat ini diketahui banyak peruntukan penggunaan lahan permukiman dan

    perumahan yang tidak sesuai dengan kriteria fisik lahan disekitarnya, ini

    menyebabkan timbulnya bencana baru yang diakibatkan dari pembangunan yang

    tidak memperhatikan kriteria fisik lahan, misalnya bencana banjir yang

    diakibatkan karena kondisi drainase permukaan tanah yang jelek. Oleh karena itu

  • 3

    evaluasi kesesuaian lahan sangat diperlukan untuk kepentingan perencanaan

    kawasan penggunaan lahan di suatu daerah.

    Kegiatan relokasi permukiman yang merupakan salah satu jenis kegiatan

    mitigasi bencana sejatinya harus memperhatikan beberapa aspek yang terkait

    dengan kerawanan bencana dan aspek lingkungan fisik disekitarnya agar

    pembangunan yang dilaksanakan dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan

    ketentuan berlaku dengan tujuan terciptanya pembangunan berkelanjutan yang

    memperhatikan keseimbangan lingkungan fisik disekitarnya dan pengurangan

    resiko bencana. Berdasarkan usulan pemerintah daerah, persyaratan lokasi untuk

    relokasi permukiman (huntap) harus berada diluar kawasan rawan bencana III

    atau dengan ketentuan berjarak 10 km dari puncak Gunung Merapi dan harus

    berada pada kawasan pengembangan permukiman perdesaan dan pertanian sesuai

    dengan RTRW 2011-2031 Kabupaten Sleman.

    SIG merupakan teknologi yang dapat diaplikasikan pada berbagai bidang

    salah satunya untuk keperluan evaluasi kesesuaian lahan. Pengolahan data

    dengan menggunakan teknologi SIG lebih mudah dan praktis, ini dikarenakan

    SIG memiliki keunggulan untuk dapat memproses data grafis maupun data atribut

    dengan sekaligus.

    Oleh karena beberapa faktor diatas seperti maka penulis tertarik untuk

    melakukan penelitian dengan judul Aplikasi Sistem Informasi Geografi Untuk

    Evaluasi Kesesuaian Lahan Huntap Komunal Eksisting Di Kecamatan

    Cangkringan.

    1.3 Tujuan Penelitian

    Penelitian ini bertujuan untuk :

    1. Memetakan dan mengevaluasi kesesuaian lahan huntap komunal

    eksisting di Kecamatan Cangkringan.

    2. Mengetahui faktor-faktor penghambat kesesuaian lahan pada lokasi

    huntap komunal eksisting di Kecamatan Cangkringan.

  • 4

    1.4 Manfaat Penelitian

    1. Untuk menambah pengetahuan tentang studi kesesuaian lahan untuk

    permukiman (huntap) di kawasan rawan bencana Merapi terutama

    dengan menggunakan aplikasi sistem informasi geografi.

    2. Penelitian ini diharapkan dapat membantu pemerintah dalam

    memberikan informasi tentang kesesuaian lahan untuk lokasi huntap.