dinamika perilaku mencari pertolongan keluarga caregiver pasien skizofrenia

46
DINAMIKA PERILAKU MENCARI PERTOLONGAN PADA KELUARGA CAREGIVER PASIEN SKIZOFRENIA Wirawan, Septiadhi. Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan ABSTRAK Skizofrenia merupakan salah satu gangguan jiwa yang paling umum dialami di Indonesia. Hasil Riskesdas tahun 2013 menunjukan di indonesia, prevalensi rata-rata skizofrenia mencapai 1,7 setiap 1000 orang. Walaupun skizofrenia merupakan salah satu masalah kejiwaan yang umum terjadi, namun masih banyak masyarakat yang belum memahami dengan baik mengenai gangguan mental ini sehingga banyak terjadi kesalahan dalam pemberian perlakuan salah satunya dalam upaya pencarian pertolongan yang dilakukan oleh keluarga pasien skizofrenia. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap faktor faktor yang mempengaruhi perilaku mencari pertolongan yang terjadi pada keluarga caregiver pasien skizofrenia. Penelitan ini menggunakan metode penelitian studi pustaka. Referensi literatur yang digunakan pada penelitian ini bersumber dari referensi psikologi pada umumnya dan jurnal jurnal penelitian terdahulu yang berkaitan dengan perilaku pencarian pertolongan. Hasil menunjukan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku mencari pertolongan pada keluarga caregiver pasien skizofrenia, yaitu pemahaman yang memadai mengenai permasalahan gangguan mental; pemahaman yang memadai mengenai tindakan yang dapat dilakukan untuk mengatasi gangguan mental; Norma dan kepercayaan yang dianut oleh keluarga terhadap permasalahan gangguan mental dan penanganannya; Interaksi yang terjadi antara pasien, caregiver keluarga dan dengan pihak penolong; dan Persepsi mengenai kemampuan yang dimiliki untuk melakukan upaya pencarian pertolongan kepada anggota keluarga tersebut. 1

Upload: septiadhi-wirawan

Post on 27-Dec-2015

291 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Makalah Seminar psikologi Klinis

TRANSCRIPT

Page 1: Dinamika perilaku mencari pertolongan keluarga caregiver pasien skizofrenia

DINAMIKA PERILAKU MENCARI PERTOLONGAN PADA KELUARGA

CAREGIVER PASIEN SKIZOFRENIA

Wirawan, Septiadhi.

Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan

ABSTRAK

Skizofrenia merupakan salah satu gangguan jiwa yang paling umum dialami

di Indonesia. Hasil Riskesdas tahun 2013 menunjukan di indonesia,

prevalensi rata-rata skizofrenia mencapai 1,7 setiap 1000 orang. Walaupun

skizofrenia merupakan salah satu masalah kejiwaan yang umum terjadi,

namun masih banyak masyarakat yang belum memahami dengan baik

mengenai gangguan mental ini sehingga banyak terjadi kesalahan dalam

pemberian perlakuan salah satunya dalam upaya pencarian pertolongan

yang dilakukan oleh keluarga pasien skizofrenia.

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap faktor faktor yang mempengaruhi

perilaku mencari pertolongan yang terjadi pada keluarga caregiver pasien

skizofrenia. Penelitan ini menggunakan metode penelitian studi pustaka.

Referensi literatur yang digunakan pada penelitian ini bersumber dari

referensi psikologi pada umumnya dan jurnal jurnal penelitian terdahulu

yang berkaitan dengan perilaku pencarian pertolongan.

Hasil menunjukan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi

perilaku mencari pertolongan pada keluarga caregiver pasien skizofrenia,

yaitu pemahaman yang memadai mengenai permasalahan gangguan

mental; pemahaman yang memadai mengenai tindakan yang dapat

dilakukan untuk mengatasi gangguan mental; Norma dan kepercayaan yang

dianut oleh keluarga terhadap permasalahan gangguan mental dan

penanganannya; Interaksi yang terjadi antara pasien, caregiver keluarga dan

dengan pihak penolong; dan Persepsi mengenai kemampuan yang dimiliki

untuk melakukan upaya pencarian pertolongan kepada anggota keluarga

tersebut.

Kata Kunci: Perilaku mencari pertolongan, Caregiver keluarga,

Skizofrenia

1

Page 2: Dinamika perilaku mencari pertolongan keluarga caregiver pasien skizofrenia

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Skizofrenia merupakan salah satu jenis gangguan jiwa yang umum

terjadi di indonesia. Namun sangat disayangkan, masih banyak dari keluarga dan

masyarakat di indonesia yang masih belum memiliki pemahaman yang memadai

mengenai gejala gangguan kejiwaan tersebut. Penelitian pendahuluan yang

dilakukan terhadap 12 responden keluarga caregiver skizofrenia menunjukan

bahwa setengah dari responden pada awalnya tidak memahami gejala yang

ditunjukan oleh anggota keluarganya yang mengalami skizofrenia. Responden

mendapatkan pengetahuan mengenai gejala skizofrenia ketika mereka

berkonsultasi ke dokter atau profesi kesehatan mental lainnya. Hal ini sejalan

dengan penelitian yang dilakukan Mohamad dkk di Malaysia, yang

mengemukakan bahwa pemahaman kesehatan mental di masyarakat malaysia

juga masih sangat kurang. (Mohamad, Zabidah, Fauziah dan Sarnon, 2012)

Indonesia merupakan salah satu negara dengan pasien skizofrenia

terbesar di dunia. Hasil Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) Balitbang Kemenkes

tahun 2013 menyebutkan bahwa angka prevalensi skizofrenia pada penduduk di

seluruh dunia mencapai 4 sampai 14 dari setiap 1000 orang populasi di seluruh

dunia (Lewis dalam Riskesdas 2013). Sedangkan di indonesia, hasil riskesdas

menunjukan bahwa prevalensi rata-rata skizofrenia di seluruh indonesia

mencapai 1,7 setiap 1000 orang. Dua provinsi dengan angka pravalensi tertinggi

adalah Yogyakarta dan Aceh yang memiliki angka pravalensi sebesar 2,7 setiap

1000 orang. Prakiraan jumlah penderita skizofrenia di indonesia menurut survey

kementrian sosial tahun 2008 kurang lebih mencapai 650.000 orang. (Kompas,

2

Page 3: Dinamika perilaku mencari pertolongan keluarga caregiver pasien skizofrenia

2011)

Sebagai salah satu jenis gangguan kejiwaan, skizofrenia digolongkan

sebagai gangguan jiwa berat. Gangguan ini memiliki beberapa kelompok gejala

yaitu gejala positif, gejala negatif dan gejala disorganisasi. (Davison, Neale dan

Kring, 2004). Gejala positif antara lain ditandai dengan munculnya waham, yaitu

keyakinan yang berlawanan dengan kenyataan. Beberapa jenis waham tersebut

misalnya kepercayaan bahwa pasien sedang dikejar oleh pembunuh, pasien

merasa diberikan bisikan oleh kekuatan supranatural tertentu dan lain lain.

Gejala negatif dapat berupa beberapa perilaku antara lain avolition, alogia

anhedonia dan beberapa lainnya. Avolition misalnya merupakan sebuah kondisi

kurangnya energi pada pasien yang menyebabkan pasien tidak tertarik untuk

melakukan perawatan diri seperti mandi, gosok gigi, dan lain lain.

Beberapa gejala tersebut yang timbul pada pasien skizofrenia

membuat pasien kesulitan untuk menjalankan tugas kesehariannya. Kesulitan

pasien dalam menjalankan tugas kesehariannya membuat pasien membutuhkan

keberadaan caregiver yang dapat membantu pasien untuk mendapatkan

kebutuhannya sehari-hari. Caregiver adalah sebuah istilah yang digunakan untuk

menyebut orang-orang yang memberikan bantuan dan perawatan terhadap

pasien. Keberadaan caregiver ini sangat penting karena selain berperan dalam

melayani kebutuhan pasien sehari-hari, caregiver juga berperan dalam

melakukan upaya pencarian pertolongan untuk pasien. Secara psikologis,

keberadaan caregiver juga berperan dalam memberikan dukungan sosial

emosional untuk kesembuhan pasien.

Keluarga merupakan salah satu caregiver informal yang memberikan

perawatan terhadap pasien skizofrenia. Keberadaan keluarga sebagai caregiver

informal sangatlah penting, karena sebagian besar waktu yang dihabiskan

pasien skizofrenia akan dihabiskan bersama dengan keluarganya. Mathiesen

3

Page 4: Dinamika perilaku mencari pertolongan keluarga caregiver pasien skizofrenia

(2001), memaparkan berbagai penelitian yang menjelaskan bahwa peran

keluarga sangatlah penting dalam memberikan penanganan terhadap orang

dengan skizofrenia yaitu antara lain: keluarga dapat berperan menjadi faktor

penyebab dari gangguan itu sendiri, menjadi salah satu sumber stress yang

mempengaruhi gangguan, memberikan dukungan dan pembelaan terhadap

perubahan kebijakan dan perlu diberikan dukungan karena mendapatkan beban

dari perawatan.

Setiap caregiver pasti memiliki persepsi masing-masing terhadap beban

yang ditanggungnya dalam melakukan perawatan, termasuk keluarga caregiver

yang merawat pasien skizofrenia. Hoening dan Hamilton (Nasr dan Kausar,

2009) menjelaskan bahwa terdapat dua jenis beban yang dirasakan oleh

keluarga orang yang mengalami gangguan kejiwaan, yaitu beban objektif dan

beban subjektif. Beban objektif meliputi beban yang dirasakan pada aspek

finansial keluarga, kondisi kesehatan keluarga, rutinitas dan waktu kosong

keluarga. Sedangkan beban subjektif merupakan dampak buruk dari gangguan

yang dipersepsi oleh keluarga. Schene, Tessler dan Gamache (Addington dan

Burnett, 2003) memaparkan bahwa beban objektif akan memberikan gangguan

terhadap keberfungsian keluarga dan pada umumnya hal ini merupakan hal yang

dapat diamati, sedangkan beban subjektif merupakan beban yang memberikan

konsekuensi secara psikologis yang dirasakan oleh keluarga.

Berbagai upaya dilakukan oleh keluarga caregiver untuk mengurangi

beban perawatan yang dirasakan oleh mereka, hal tersebut antara lain adalah

upaya mencari pertolongan. Penelitian pendahuluan terhadap keluarga caregiver

menunjukan bahwa sebagian besar anggota keluarga yang paling aktif dalam

memberikan pertolongan merupakan anggota keluarga inti dari pasien. Bagian

dari keluarga yang paling umum memberikan perawatan antara lain adalah ibu

dan kakak. Sedangkan pada beberapa pasien lain yang tidak tinggal bersama

4

Page 5: Dinamika perilaku mencari pertolongan keluarga caregiver pasien skizofrenia

dengan orang tuanya, peran mencari pertolongan dilakukan oleh istri atau suami

sebagai pasangan hidup.

Upaya mencari pertolongan seharusnya dilakukan sesegera mungkin

karena, skizofrenia sesungguhnya merupakan sebuah gangguan yang dapat

disembuhkan. WHO (www.who.int) menyebutkan bahwa penanganan yang

diberikan pada tahapan awal gangguan, dapat meningkatkan efektifitas

penanganan. Namun data yang dikumpulkan pada penelitian pendahuluan

menunjukan bahwa setengah dari responden masih menunjukan adanya jeda

dalam pencarian pertolongan. Beberapa responden bahkan melakukan

penundaan pencarian pertolongan sampai lebih dari enam bulan setelah

munculnya gejala skizofrenia yang pertama kali muncul pada pasien.

Upaya pencarian pertolongan yang dilakukan oleh keluarga caregiver

dapat ditujukan ke berbagai sumber, antara lain kepada tetangga, tempat

pengobatan tradisional, tempat pengobatan kepercayaan, pengobatan medis dan

psikologis. Penelitian pendahuluan menunjukan bahwa sebagian besar

responden tidak hanya mencari pertolongan pada satu sumber. Separuh

responden lebih memilih untuk mendapatkan pertolongan pertama gangguan

yang dialami ke dokter spesialis kejiwaan atau psikiatri lalu mencari pertolongan

lain menggunakan pengobatan tradisional dan kepercayaan secara

berdampingan. Sementara sebagian responden lain menunjukan perilaku yang

berbeda, yaitu memilih untuk mengkonsultasikan permasalahannya kepada

pemimpin agama terlebih dahulu, lalu mencari pertolongan medis yang lebih

profesional.

Perubahan upaya pencarian pertolongan kepada beberapa sumber

pencarian pertolongan menunjukan adanya sebuah hirarki pencarian pertolongan

(Hierarchy of Resort). Hirarki pencarian pertolongan merupakan sebuah istilah

yang pertama kali digunakan oleh Lola Romanucci Schwartz untuk menjelaskan

5

Page 6: Dinamika perilaku mencari pertolongan keluarga caregiver pasien skizofrenia

mengenai perilaku masyarakat di Kepulauan Admiralty di Melanesia dalam

mencari pertolongan terhadap masalah kesehatannya. Schwartz (1969)

menjelaskan bahwa walaupun masyarakat telah mendapatkan pemahaman dan

kebudayaan ala eropa, sebagian dari mereka tetap memilih untuk menggunakan

pengobatan tradisional untuk menyembuhkan beberapa jenis penyakit. Hal yang

sama dilakukan oleh keluarga caregiver skizofrenia. Responden keluarga

caregiver menunjukan bahwa upaya mencari pertolongan mereka tidak hanya

ditunjukan kepada satu jenis layanan saja, namun kepada berbagai jenis layanan

kesehatan jiwa.

Tabel 1. Perbandingan Jumlah Tenaga Profesional Kesehatan Jiwa Per Satu Juta

Penduduk

Indonesia

(2010)

Thailand

(2008)*

Amerika Serikat

(2005)**

Psikiater 2,5 orang 6,6 orang 137 orang

Perawat Jiwa 8,8 orang 38,1 orang 65 orang

Psikolog Klinis

(bekerja pada

Pelayanan Kesehatan

JIwa)

0,2 orang 28 orang 311 orang

Pekerja Sosial Psikiatrik Tidak ada Tidak ada data 213 orang

Salah satu sumber dalam upaya pencarian pertolongan merupakan

sumber pelayanan profesional. Pelayanan profesional kesehatan jiwa di

indonesia pada umumnya masih didominasi oleh pelayanan kesehatan berbasis

pengobatan. Data yang diperoleh dari Naskah akademik RUU Kesehatan Jiwa

membandingkan beberapa data rasio pelayanan kesehatan jiwa di Indonesia

dengan beberapa negara lain seperti Thailand dan Amerika Serikat. Berdasarkan

6

Page 7: Dinamika perilaku mencari pertolongan keluarga caregiver pasien skizofrenia

data tersebut, terlihat masih kurangnya jumlah pelayan kesehatan jiwa di

Indonesia bila dibandingkan dengan negara negara lain. Rasio antara psikiater,

perawat jiwa dan psikolog klinis di Indonesia juga masih belum berimbang. Hal ini

menunjukan kesesuaian dengan penelitian pendahuluan, bahwa sebagian besar

responden lebih memilih untuk mengkonsultasikan permasalahan kesehatan

mental kepada psikiater daripada profesi kesehatan mental lainnya.

Selain mencari pertolongan ke pelayanan kesehatan umum, terdapat

sumber pencarian pertolongan lain yang digunakan keluarga caregiver yaitu

sumber pertolongan tradisional. Bentuk dari sumber pertolongan tradisional ini

antara lain dapat berupa pengobatan tradisional maupun pengobatan

kepercayaan. Menurut data yang diambil dari penelitian pendahuluan, dalam

menggunakan sumber ini lebih banyak keluarga menggunakan pengobatan

tradisional daripada mencari pengobatan kepercayaan dan pemimpin agama.

Keputusan keluarga untuk mencari pertolongan kepada pemimpin agama

merupakan sebuah langkah menarik yang harus digali, karena hal ini berkaitan

dengan kepercayaan masyarakat yang mempercayai bahwa berbagai jenis

gangguan jiwa disebabkan oleh kekuatan metafisik dan supranatural.

Salah satu temuan menarik yang muncul dari penelitian pendahuluan

yaitu keberadaan komunitas yang sangat penting dalam mendukung upaya

penyembuhan orang dengan skizofrenia. Komunitas ini bernama Komunitas

Peduli Skizofrenia Indonesia (KPSI). Schwartz (1969), mengkategorikan

komunitas sebagai salah satu bagian dari hirarki pencarian pertolongan yaitu

sektor awam. Namun berbeda dengan konsep sektor awam yang dijelaskan

Schwartz, KPSI menghimpun berbagai elemen dari profesional dam masyarakat

yang memiliki pemahaman dan pengalaman mengenai skizofrenia, sehingga

informasi yang didapat dari komunitas ini lebih dapat dipercaya.

Berbagai dinamika perilaku yang terjadi pada keluarga caregiver pasien

7

Page 8: Dinamika perilaku mencari pertolongan keluarga caregiver pasien skizofrenia

skizofrenia membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian pada

permasalahan ini. Peneliti tertarik untuk menggali dinamika perilaku pencarian

pertolongan pada keluarga caregiver pasien skizofrenia. Harapan dari penelitian

ini dapat ditemukan sebuah pola yang digunakan masyarakat dalam melakukan

pencarian pertolongan pada gangguan skizofrenia.

B. Tinjauan Pustaka

1. Perilaku Mencari Pertolongan

a. Pertolongan

Kamus Oxford mendefinisikan kata “Help” dalam bentuk kata kerja

sebagai “make it easier for (someone) to do something’’ atau “improve (a

situation or problem)” (Cornally dan McCarthy, 2011). Hal ini menunjukan bahwa

pertolongan merupakan sebuah usaha yang dilakukan untuk memberikan

kemudahan kepada seseorang atau sekelompok orang untuk melakukan sesuatu

atau menyelesaikan sebuah permasalahan. Pengertian tersebut mencantumkan

kata “easier” dan “improve” yang memberikan gambaran bahwa terdapat tujuan

yang spesifik dalam pemberian pertolongan yaitu usaha untuk memberikan

kemudahan atau meningkatkan sebuah keadaan.

Sementara itu Kamus online farlex mendefinisikan “Help” lebih lanjut

sebagai “The activity of contributing to the fulfilment of a need or furtherance of

an effort or purpose, to do something with or for someone that he cannot do

alone” (Cornally dan McCarthy, 2011). Dalam definisi mengenai pertolongan ini,

digambarkan bahwa terdapat pemenuhan kebutuhan dan usaha yang dilakukan

dengan disengaja ditujukan kepada seseorang yang tidak dapat

menyelesaikannya seorang diri. Oleh karena itu dapat diambil kesimpulan bahwa

pertolongan tidak hanya digambarkan untuk meningkatkan sebuah keadaan, tapi

juga dapat dilakukan ketika seseorang atau sekelompok orang membutuhkan

bantuan untuk memenuhi kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi seorang diri.

8

Page 9: Dinamika perilaku mencari pertolongan keluarga caregiver pasien skizofrenia

b. Mencari Pertolongan

Mencari merupakan sebuah kata kerja, yang berasal dari kata “Cari”.

Dalam bahasa inggris, kata mencari dapat disepadankan dengan kata “Seek”

yang berarti “to go in search of, to look for, to try to acquire, to gain, to ask for ”

(Cornally dan McCarthy, 2011). Mencari dapat berarti melakukan usaha

pencarian, mencoba untuk mendapatkan, memperoleh atau mencoba untuk

menanyakan. Makna yang didapat dari penjelasan tersebut adalah mencari

bukan hanya digunakan untuk menunjukan sebuah usaha untuk mendapatkan,

namun juga untuk mendapatkan informasi atau menanyakan. Sehingga bentuk

pertolongan yang akan digunakan dalam pendefinisian ini juga dapat menjadi

lebih luas, tidak hanya berupa aktifitas yang secara langsung dilakukan untuk

memberikan pertolongan, namun dapat berupa informasi yang dapat digunakan

untuk mendapatkan pertolongan yang lebih nyata.

Perubahan bahasa dari kata “Help Seeking” dari bahasa inggris secara

bebas dapat diartikan sebagai “Mencari Pertolongan”. Berdasarkan beberapa

pemaparan sebelumnya mengenai pertolongan dan pencarian, maka upaya

mencari pertolongan dapat didefinisikan sebagai “usaha yang dilakukan secara

sadar untuk mendapatkan bantuan atau informasi untuk meningkatkan atau

mempermudah upaya pemenuhan kebutuhan”. Hal ini sesuai dengan gambaran

yang diberikan oleh Cornally dan McCarthy (2011) dalam analisisnya mengenai

“Help Seeking” yang didefinisikan sebagai “the act of looking for or going in

search of a relief or cure to fulfil a need”.

c. Aspek Perilaku mencari Pertolongan

Aspek aspek yang menjadi bagian dari perilaku mencari pertolongan

antara lain adalah pemusatan perhatian pada masalah, aksi yang disengaja dan

9

Page 10: Dinamika perilaku mencari pertolongan keluarga caregiver pasien skizofrenia

interaksi interpersonal (Cornally dan McCarthy, 2011).

1) Pemusatan perhatian pada masalah

Lee (Cornally dan McCarthy, 2011), mengatakan bahwa permasalahan

merupakan kunci utama munculnya perilaku mencari pertolongan, sehingga

tanpa adanya masalah maka tidak akan ada pertolongan yang dapat diberikan.

Pada beberapa orang, perilaku mencari pertolongan baru muncul setelah adanya

kegagalan dalam memanajemen diri, sedangkan pada kasus lainnya pencarian

pertolongan dilakukan sebagai upaya pertama dalam merespon masalah.

Persepsi yang digunakan oleh setiap orang dalam mendefinisikan

masalahnya dapat berbeda-beda, pemahaman dan metode dalam

merencanakan solusi juga berbeda. Usaha yang dilakukan untuk melakukan

pemecahan masalah mungkin dapat menimbulkan beban yang dirasakan akibat

kekurangan sumber daya yang dibutuhkan untuk menyelesaikannya, karena itu

munculah persepsi bahwa masalah yang dihadapi melebihi kemampuan yang

dimiliki. Permasalahan seperti inilah yang dinilai sebagai permasalahan yang

menantang kemampuan diri. Penilaian ini dapat terjadi sebelum maupun setelah

upaya merealisasikan sebuah upaya pemecahan masalah telah dilakukan.

2) Aksi yang disengaja

Usaha yang dilakukan secara sadar dan sukarela merupakan kunci

utama munculnya proses pencarian pertolongan (Cornally dan McCarthy, 2011).

Sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya bahwa proses pencarian

pertolongan merupakan sebuah respon dari adanya masalah. Maka dalam

proses pencarian pertolongan, terjadi sebuah kesadaran bahwa masalah yang

dihadapi telah melebihi kemampuan yang dimiliki dan secara sukarela

melakukan sebuah aksi untuk mencari pertolongan.

10

Page 11: Dinamika perilaku mencari pertolongan keluarga caregiver pasien skizofrenia

3) Interaksi Interpersonal

Salah satu karakteristik yang terdapat pada perilaku mencari

pertolongan adalah adanya interaksi intepersonal untuk menceritakan

permasalahan pada pihak yang memiliki kemungkinan untuk menjadi penolong.

Interaksi yang terjadi digunakan untuk memberikan pemaparan diri, karena

menurut Hinson dan Swanson hal ini sangat penting sebagai bagian dari upaya

mencari pertolongan (Cornally dan McCarthy, 2011). Self-disclosure atau

pengungkapan diri merupakan salah satu elemen kunci dalam pembangunan

hubungan interpersonal yang konstruktif pada saat mencari pertolongan. Myers

(2010) mendefinisikan Self-disclosure sebagai pengungkapan aspek-aspek yang

intim dari diri ke orang lain. Jourard (Hogan, Jhonson dan Briggs, 1997)

menambahkan bahwa pengungkapan tersebut dapat berupa fikiran, perasaan,

harapan dan reaksi terhadap masa lalu. Kurangnya keinginan untuk

mengungkapkan permasalahan pada pihak ketiga berhubungan negatif dengan

perilaku mencari pertolongan (Cornally dan McCarthy, 2011).

2. Keluarga Caregiver

a. Keluarga

Budiwati (2010), menjelaskan bahwa pengertian keluarga telah meluas

bukan hanya sekedar kelompok yang terdiri dari laki-laki dan perempuan yang

diikat oleh perkawinan beserta anak anaknya, namun harus mempertimbangkan

bahwa ikatan bisa terjadi melalui ikatan darah lain maupun adopsi. Oleh karena

itu definisi keluarga yang dapat digunakan lebih umum adalah “jaringan orang

orang yang tinggal bersama-sama dalam jangka waktu tertentu dan mempunyai

ikatan perkawinan dan kekerabatan antara yang satu dengan yang lainnya.”

Menurut Horton dan Hunt (Setiadi dan Kolip, 2011) istilah keluarga

digunakan untuk menunjukan beberapa pengertian kelompok misalnya:

1) Kelompok yang memiliki nenek moyang yang sama

11

Page 12: Dinamika perilaku mencari pertolongan keluarga caregiver pasien skizofrenia

2) Kelompok kekerabatan yang disatukan oleh ikatan darah dan perkawinan

3) Pasangan perkawinan dengan atau tanpa anak

4) Pasangan nikah yang mempunyai anak

5) Satu orang duda atau janda dengan beberapa anak

Menurut Setiadi dan Kolip (2011), terdapat dua tipe keluarga yang dapat

dipahami berdasarkan kedekatannya dalam menjalani hubungan keluarga:

1) Keluarga Batih (Conjugal Family)

Bentuk keluarga batih merupakan keluarga yang paling sederhana dan

utama, yaitu keluarga yang didasarkan atas hubungan perkawinan suami dan

istri dan memiliki anak yang belum menikah. Anak tiri maupun anak angkat juga

dapat termasuk dalam bagian keluarga batih.

2) Keluarga Kerabat (Consanguine Family)

Keluarga yang terhubung secara kekerabatan tidak perlu terkait secara

ikatan perkawinan namun berdasarkan pertalian darah maupun keturunan dari

sejumlah kerabat.

Santrock (2003), memaparkan sebuah model untuk menggambarkan

daur hidup keluarga yaitu tahapan yang dimulai dari meninggalkan rumah sampai

menjadi orang dewasa yang mandiri. Ringkasan mengenai tahapan ini adalah

sebagai berikut:

1) Meninggalkan rumah dan menjadi orang dewasa mandiri

2) Penggabungan keluarga melalui pernikahan: Pasangan baru

3) Menjadi orang tua dan keluarga dengan anak anak

4) Keluarga dengan remaja

5) Keluarga paruh baya

6) Keluarga lanjut usia

12

Page 13: Dinamika perilaku mencari pertolongan keluarga caregiver pasien skizofrenia

Keluarga merupakan kelompok sosial yang sangat penting

keberadaannya bagi kehidupan individu. Oleh karena itu Setiadi dan Kolip (2011)

menggambarkan beberapa fungsi keluarga yaitu:

1) Fungsi pengaturan keturunan

Keberadaan keluarga menjamin suatu masyarakat untuk terus berkembang

melalui upaya reproduksi.

2) Fungsi Sosialisasi atau pendidikan

Keluarga berperan untuk mendidik anak mulai dari awal hingga terbentuknya

kepribadian, sehingga anak mampu untuk mengenal norma yang ada di

masyarakat.

3) Fungsi Ekonomi atau Unit Produksi

Keluarga bertindak sebagai unit yang terkoordinasi dalam produksi ekonomi

untuk memenuhi kebutuhan hidup anggotanya.

4) Fungsi Pelindung

Keluarga melindungi seluruh anggota keluarganya dari berbagai bahaya yang

dialami oleh sebuah keluarga.

5) Fungsi Penentuan Status

Keluarga memberikan dan mewariskan status yang berbeda-beda di

masyarakat, yang dapat digunakan untuk memiliki hak hak istimewa tertentu.

6) Fungsi Pemeliharaan

Keluarga pada dasarnya berkewajiban untuk memelihara anggotanya yang

sakit, menderita dan tua.

7) Fungsi Afeksi

Keluarga berfungsi untuk memberikan kebutuhan manusia akan kasih sayang

dan rasa dicintai.

b. Caregiver Keluarga

Secara literal kata Caregiver berasal dari dua suku kata yaitu “Care”

yang memiliki arti “Memelihara” atau dapat disepadankan dengan merawat,

13

Page 14: Dinamika perilaku mencari pertolongan keluarga caregiver pasien skizofrenia

menjaga, memperhatikan, dan “Give” yang memiliki arti “Memberi” (Wojowasito

dan Poerwadarminta, 2007). Oleh karena itu, Caregiver dapat dipahami sebagai

“orang yang memberi perawatan” atau “orang yang memelihara”. Frey

mendefinisikan konsep Caregiver Secara sederhana dalam Gale Encyclopedia of

Senior Health (2009), sebagai “someone who is responsible for the care of

another person” atau dapat diartikan secara bebas sebagai “seseorang yang

bertanggung jawab untuk memberikan perawatan”. Penelitian ini menggunakan

istilah caregiver secara langsung tanpa menggunakan kata serapan dalam

bahasa indonesia. Hal ini dilakukan mempertimbangkan kesesuaian dengan

sumber referensi penelitian yang sebagian besar menggunakan istilah yang

sama.

Secara umum, caregiver dibedakan menjadi dua jenis yaitu formal

caregiver dan informal caregiver.

1) Formal Caregiver

Formal Caregiver dapat diartikan sebagai “seseorang yang bertanggung

jawab untuk memberikan perawatan secara formal atau resmi”. Caregiver ini

biasanya merupakan orang orang yang secara resmi bekerja atau diperkerjakan

dibidang pelayanan perawatan atau pemeliharaan dalam bidang kesehatan.

Caregiver ini bekerja secara profesional, memiliki latar belakang pendidikan pada

bidang perawatannya dan dibayar secara resmi untuk mengganti jasa

perawatannya.

2) Informal Caregiver

Informal Caregiver dapat diartikan sebagai “seseorang yang

bertanggung jawab untuk memberikan perawatan secara tidak formal atau

sukarela”. Perbedaan yang mendasar dengan antara caregiver ini dengan formal

caregiver adalah hubungan yang dekat yang dimiliki dengan orang yang

diberikan perawatan. Hubungan yang dimiliki biasanya dapat berupa hubungan

14

Page 15: Dinamika perilaku mencari pertolongan keluarga caregiver pasien skizofrenia

pertemanan, kekeluargaan atau pernikahan. Caregiver ini tidak diharuskan

memiliki pengetahuan dan kemampuan khusus dalam memberikan perawatan.

Family Caregiver atau Caregiver keluarga dapat dikategorikan sebagai

informal caregiver. Laizner (Chan dan Chang, 1999) mendefinisikan istilah “family

caregiver” sebagai “orang yang secara khusus bertanggung jawab terhadap

tugas harian dalam memberikan perawatan untuk memenuhi kebutuhan fisik,

emosional dan sosial dari keluarga mereka yang sakit di rumah”. Sama seperti

informal caregiver lainnya, caregiver keluarga bukanlah profesional kesehatan

dan memberikan perawatan tanpa balasan imbalan (Houts, Nezu, Nezu dan

Bucher, 1996).

Bantuan yang diberikan oleh caregiver keluarga dapat dipandang

sebagai salah satu dukungan sosial yang memiliki tiga dimensi dukungan (Bevan

dan Pechioni, 2008) yaitu:

1) Dukungan informasi, yaitu bentuk dukungan berupa pembagian atau

pemberian informasi mengenai problem atau isu yang sedang dihadapi.

2) Dukungan instrumental, yaitu bentuk dukungan yang secara langsung

berkaitan dengan tugas-tugas atau perilaku yang dapat membantu.

3) Dukungan emosional, yaitu bentuk dukungan yang berkaitan dengan bantuan

untuk mengatasi ketakutan, dukungan untuk merasa dihargai, disayangi dan

dicintai.

Dalam memberikan perawatan, caregiver keluarga memiliki beberapa fungsi

penting (Bevan dan Pechioni, 2008) antara lain yaitu:

1) Melakukan kegiatan tukar menukar informasi antar pihak yang terkait;

2) Menginterpretasi bahasa atau memberikan pengertian terhadap informasi

yang sulit dimengerti;

15

Page 16: Dinamika perilaku mencari pertolongan keluarga caregiver pasien skizofrenia

3) Memberikan sudut pandang tambahan, penjelasan dan pengertian mengenai

diagnosa medis yang diberikan;

4) Berkolaborasi untuk memberikan perawatan secara personal dan mempelajari

tehnik dan prosedur perawatan yang dibutuhkan;

5) Mengambil bagian dalam sesi-sesi terapi;

6) Memberikan dukungan kepada pasien untuk menjalankan perawatan medis

mereka dengan baik.

Given (Chan dan Chang, 1990) menggambarkan bahwa terdapat beberapa jenis

tugas yang biasanya harus dilakukan oleh caregiver keluarga untuk membantu

pasien, yaitu:

1) Aktivitas Harian, yaitu tugas tugas dasar yang harus dibutuhkan secara

mendasar oleh pasien antara lain makan, memakai pakaian, mandi dan buang

air.

2) Aktivitas Harian Bantuan, yaitu tugas tugas yang harus dilakukan untuk

mendukung dipenuhinya kebutuhan dasar pasien, seperti memasak,

pengantaran, mencuci dan mengatur keuangan.

3. Skizofrenia

a. Gambaran umum Skizofrenia

Davison (dkk, 2004) menyebutkan bahwa skizofrenia merupakan

sebuah gangguan kejiwaan yang ditandai dengan gangguan-gangguan utama

dalam sistem kognitif, afektif dan perilaku. Fungsi kognitif yang terganggu

tersebut salah satunya muncul dalam bentuk pemikiran yang tidak saling

berhubungan secara logis, persepsi dan perhatian yang keliru, afek atau respon

emosi yang datar atau tidak sesuai dan berbagai gangguan aktivitas motorik lain

yang aneh.

Kraeplin (Kaplan, Sadock dan Grebb, 2010) merupakan salah satu

16

Page 17: Dinamika perilaku mencari pertolongan keluarga caregiver pasien skizofrenia

tokoh yang pertama kali mengklasifikasikan gangguan jiwa ini sebagai gangguan

dengan gejala halusinasi dan waham yang bertahan lama. Kraeplin (Davison

dkk, 2004) menyebut istilah untuk gangguan ini dengan Dementia Praecox

(Dementia = sebuah gangguan kemunduran fungsi kognitif dan Precox = dini,

muncul pada onset awal). Pada fase penemuan ini Kraeplin sudah dapat

membedakan diagnosa terhadap pasien dengan gangguan manic depresif dan

pasien dengan skizofrenia.

Sedangkan istilah skizofrenia muncul melalui usulan oleh seorang tokoh

lainnya yaitu Eugen Bleuler. Bleuler (Davison dkk, 2004) berpendapat bahwa

pasien skizofrenia tidak selalu terjadi pada usia dini dan tidak selalu berkembang

menjadi demensia yang tak dapat dihindari. Oleh karena itu Bleuler mengusulkan

sebuah istilah baru untuk mengganti istilah dementia praecox yang sudah tidak

relavan yaitu Schizophrenia yang berasal dari bahasa yunani Schizein

(membelah) dan Phren (akal pikiran).

b. Penyebab Skizofrenia

Penyebab pasti gangguan skizofrenia masih belum diketahui pasti.

Berbagai hipotesis terkait penyebab gangguan ini telah bermunculan mulai dari

faktor biologis, genetik, psikologis dan lingkungan. Munculnya berbagai hipotesis

terkait penyebab gangguan ini karena gangguan ini masih belum dapat diketahui

penyebabnya secara pasti.

1) Faktor Genetika

Pada banyak penelitian, telah diketahui bahwa faktor genetika memberikan

sumbangan terhadap kerentanan individu untuk terkena gejala skizofrenia (Purin

dkk, 2011; Kaplan dkk, 2010; Maramis, 2009; Pinel, 2009; Plotnik, 2011)

2) Faktor Neurologis

Dopamin merupakan salah satu neurotransmiter yang diduga memiliki peranan

dalam pengembangan gangguan skizofrenia. Temuan mengenai hal ini biasa

17

Page 18: Dinamika perilaku mencari pertolongan keluarga caregiver pasien skizofrenia

disebut sebagai hipotesis gangguan skizofrenia yang bernama teori dopamin

untuk skizofrenia (Maramis, 2009; Pinel, 2009).

3) Faktor Perkembangan syaraf

Penelitian menggunakan studi pencitraan otak menunjukan sebuah temuan

bahwa terdapat pembesaran ventrikel yang dialami oleh hampir 80 persen dari

pasien skizofrenia (Pinel, 2009; Plotnik, 2011). Hal ini menunjukan terjadinya

pengurangan berat otak, sebesar enam persen dari berat otak rata rata

(Maramis, 2009).

4) Faktor Psikososial

Freud menjelaskan bahwa skizofrenia disebabkan oleh fiksasi dalam

fase perkembangan yang terjadi lebih awal sehingga menyebabkan munculnya

perkembangan yang neurosis (Kaplan dkk, 2010). Terjadinya pelemahan ego,

pengesampingan superego dan munculnya Id yang menguasai semua (Maramis,

2009). Sedangkan Sullivan, menyatakan bahwa skizofrenia disebabkan oleh

kesulitan interpersonal awal yang berhubungan dengan pengasuhan masa kecil

yang salah dan terlalu mencemaskan (Kaplan, 2010).

Teori Diatesis Stress menyatakan bahwa beberapa orang yang memiliki

predisposisi genetik yang berinteraksi dengan stressor kehidupan menghasilkan

kemunculan dan perkembangan dari skizofrenia (Plotnik, 2011). Kejadian yang

menimbulkan stress seperti orang tua yang mengancam, kemiskinan hubungan

interpersonal, kematian orang tua atau orang yang dicintai dan permasalahan

karir atau personal dapat memberikan kontribusi terhadap perkembangan

skizofrenia.

c. Gejala Skizofrenia

Tidak terdapat sebuah gejala yang benar benar penting yang harus ada

untuk menegakan diagnosis untuk gangguan skizofrenia. Hal ini terjadi karena

perbedaan secara individual pada gejala yang ada pada masing masing pasien

18

Page 19: Dinamika perilaku mencari pertolongan keluarga caregiver pasien skizofrenia

yang mengalami gangguan skizofrenia. Namun secara keseluruhan gejala-gejala

yang terdapat pada pasien skizofrenia dapat dibedakan menjadi dua jenis gejala,

yaitu gejala positif dan gejala negatif.

1) Gejala Positif

Gejala positif adalah gangguan-gangguan relatif menjadi ciri khas pada

pasien skizofrenia akut (Purin dkk, 2011). Gejala ini mencangkup hal hal yang

berlebihan, dan distorsi seperti halusinasi dan waham (Davison dkk, 2011).

Delusi atau waham adalah keyakinan yang berlawanan dengan kenyataan.

Beberapa jenis waham tersebut antara lain misalnya adalah waham kejaran,

waham cemburu, waham bersalah, waham kebesaran, waham dikendalikan,

waham membaca pikiran dan lain lain (Davison dkk, 2011) Sedangkan Halusinasi

adalah persepsi sensoris yang palsu yang tidak disertai dengan stimuli eksternal

yang nyata. Beberapa jenis halusinasi yang umum dilaporkan adalah halusinasi

suara, halusinasi dengar dan halusinasi penglihatan (Kaplan, 2010).

2) Gejala Negatif

Gejala negatif adalah gejala yang secara khas muncul pada pasien

skizofrenia kronis (Purin, 2011). Gejala ini mencangkup berbagai defisit perilaku

seperti Apati, alogia, anhedonia, afek datar dan asosialitas (Davison dkk, 2011).

Anhedonia adalah hilangnya minat dan penarikan diri dari semua aktivitas rutin

dan menyenangkan, seringkali disertai dengan depresi. Apati adalah irama emosi

yang tumpul yang disertai dengan pelepasan ikatan (detachment) dan ketidak

acuhan (Kaplan dkk, 2011). Alogia adalah gangguan pikiran negatif yang dapat

terwujud dalam berbagai bentuk antara lain kemiskinan isi percakapan,

pengulangan kata-kata dan membingungkan (Davison dkk, 2011).

d. Klasifikasi Skizofrenia

International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problems

(ICD) ke 10, yang diterbitkan oleh WHO mengklasifikasikan Skizofrenia dan

19

Page 20: Dinamika perilaku mencari pertolongan keluarga caregiver pasien skizofrenia

beberapa gangguan waham sebagai berikut (Purin, Laking dan Treasaden,

2011):

F20 Skizofrenia

F20.0 Skizofrenia Paranoid

F20.1 Skizofrenia Hebefrenik

F20.2 Skizofrenia Katatonik

F20.3 Skizofrenia Tak Terinci (Undiffrentiated)

F20.4 Depresi Pasca Skizofrenik

F20.5 Skizofrenia Residual

F20.6 Skizofrenia Simpel

F20.8 Skizofrenia Lain-lain

F20.9 Skizofrenia Tak Tergolongkan (unspecified)

F22 Gangguan Waham Menetap

F22.0 Gangguan Waham

F22.8 Gangguan Waham Menetap Lain

F22.9 Gangguan Waham Menetap, Tak Tergolongkan

F23 Gangguan Psikotik Akut dan Sementara

F23.0 Gangguan Psikotik Polimorfik Akut tanpa Gejala-gejala

Skizofrenia

F23.1 Gangguan Psikotik Polimorfik Akut dengan Gejala-gejala

Skizofrenia

F23.2 Gangguan Psikotik menyerupai Skizofrenia Akut

F23.3 Gangguan Psikotik Akut Lainnya dengan Predominan Waham

F23.4 Gangguan Psikotik Akut dan Sementara Lainnya

F23.5 Gangguan Psikotik Akut dan Sementara yang Tak

Tergolongkan

F24 Gangguan Waham Terinduksi

F25 Gangguan Skizoafektif

F25.0 Gangguan Skizoafektif Tipe Manik

20

Page 21: Dinamika perilaku mencari pertolongan keluarga caregiver pasien skizofrenia

F25.1 Gangguan Skizoafektif Tipe Depresi

F25.2 Gangguan Skizoafektif Tipe Campuran

F25.8 Gangguan Skizoafektif Lain

F25.9 Gangguan Skizoafektif Tak Tergolongkan

F28 Gangguan Psikotik Nonorganik Lain

F29 Gangguan Nonorganik Tak Tergolongkan

C. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan mengenai perilaku

mencari pertolongan, maka dapat digambarkan bahwa perilaku mencari

pertolongan pada keluarga pasien skizofrenia merupakan fenomena yang sangat

penting. Oleh karena itu penelitian ini dibuat untuk memberikan jawaban

berdasarkan pengkajian teoretik mengenai gambaran dinamika perilaku mencari

pertolongan pada keluarga pasien skizofrenia.

BAB II

PEMBAHASAN

Kajian mengenai perilaku mencari pertolongan di Indonesia masih

sangat minim. Dalam pencarian yang dilakukan terhadap “Help Seeking

Behaviour” menggunakan beberapa portal pencarian jurnal ilmiah seperti

Springer Link, Science Direct, Proquest dan Libgen didapatkan beberapa hasil

yang cukup signifikan. Namun kajian mengenai perilaku mencari pertolongan

tersebut masih sangat didominasi oleh kajian yang dilakukan oleh peneliti dari

dunia kesehatan. Bahkan dalam kajian psikologi sendiri, belum terdapat sebuah

21

Page 22: Dinamika perilaku mencari pertolongan keluarga caregiver pasien skizofrenia

definisi yang baku, mengenai perilaku mencari pertolongan.

Perilaku mencari pertolongan dalam kajian psikologi dapat dikategorikan

termasuk kedalam kajian psikologi kesehatan. Dalam psikologi kesehatan kajian

mengenai perilaku mencari pertolongan dapat dikelompokan berada bersama

dengan beberapa fenomena lain seperti perilaku yang membahas mengenai

perilaku individu yang mendapatkan penyakit (becoming ill). Namun tidak hanya

dapat dikelompokan kedalam kajian psikologi kesehatan, kajian mengenai

perilaku mencari pertolongan sebenarnya secara mendasar merupakan sebuah

kajian mengenai perilaku interpersonal, oleh karena itu dapat dikategorikan

termasuk dalam kajian psikologi sosial.

Hal yang berbeda dari fenomena yang berupaya di ungkap pada

penelitian ini dengan kajian yang relatif dibahas pada kajian psikologi kesehatan

adalah mengenai subjek dari penyakit itu sendiri. Pada banyak kajian perilaku

mencari pertolongan, subjek yang dibahas dalam upaya mencari pertolongan

adalah subjek yang mengalami penyakit itu sendiri. Kajian tersebut berupaya

untuk mencari tahu mengenai mengapa, bagaimana dan kepada siapa orang

biasa mencari pertolongan ketika diri mereka sendiri mengalami penyakit atau

gangguan. Sedangkan dalam kajian ini, perilaku mencari pertolongan yang akan

diungkap adalah perilaku mencari pertolongan dari caregiver untuk memberikan

pertolongan kepada orang yang dirawatnya.

Beberapa penelitian mengenai perilaku mencari pertolongan pada

gangguan mental, misalnya seperti penelitian oleh van der Ham dkk (2011),

Mackenzie (2008), Thomas (2014) dll lebih banyak mengungkap gangguan jiwa

ringan seperti depresi, kecemasan dan stress harian. Berbeda dengan gangguan

jiwa tersebut, pada kasus skizofrenia terjadi sebuah hendaya kognitif yang

menyebabkan hilangnya fungsi kontrol dan fungsi kognitif lain yang dibutuhkan

oleh pasien untuk mencari pertolongan sesuai dengan inisiatifnya sendiri.

22

Page 23: Dinamika perilaku mencari pertolongan keluarga caregiver pasien skizofrenia

Walaupun tidak selamanya pasien gangguan skizofrenia tidak dapat mengurus

dirinya sendiri, namun pada fase awal gangguan peran caregiver keluarga

sangatlah penting dalam memberikan perawatan kepada pasien skizofrenia.

Perbedaan pola pencarian pertolongan dan dinamika interpersonal yang terjadi

antara pasien, caregiver dengan praktisi kesehatan adalah sebuah fenomena

unik yang menyebabkan penelitian mengenai hal ini sangatlah penting untuk

dilakukan.

Keberadaan perilaku mencari pertolongan dalam salah satu kajian

psikologi kesehatan memberikan sebuah dasar pengkajian secara teoretis

mengenai fenomena ini. Dalam psikologi kesehatan beberapa teori yang biasa

digunakan untuk menganalisis perilaku sehat maupun perilaku sakit individu

antara lain teori Health Belief Model dan Teori Planned Behavior. Teori Health

Belief Model merupakan salah satu teori yang paling sering digunakan,

berdasarkan teori ini seseorang dipercaya membentuk sebuah perilaku yang

berhubungan dengan kesehatan berdasarkan dua faktor yaitu pemahaman

terhadap ancaman kesehatan yang dimilikinya, dan pemahaman bahwa sebuah

perilaku sehat dapat mengurangi ancaman tersebut (Taylor, 2012). Sedangkan

Teori Planned Behavior yang dikemukakan oleh Ajzen dan Fishbein tahun 1980,

menggambarkan perilaku sehat sebagai sebuah perilaku yang lebih luas, yaitu

sebuah perilaku yang dapat terbentuk berdasarkan tiga faktor yaitu sikap yang

tertuju kepada sebuah perilaku tertentu, norma subjektif yang menilai perilaku

tersebut dan perceived behavioral control/ kendali perilaku yang dimiliki

(terjemahan bebas) (Taylor, 2012).

Health Belief Model dikemukakan pertama kali oleh Rosenstock pada

tahun 1966 (Ogden, 2012) Berdasarkan teori Health Belief Model, pemahaman

mengenai ancaman kesehatan setidaknya dapat dipengaruhi oleh tiga faktor

yaitu penilaian secara menyeluruh terhadap kondisi kesehatan yang dimiliki,

23

Page 24: Dinamika perilaku mencari pertolongan keluarga caregiver pasien skizofrenia

pemahaman terhadap resiko ancaman yang dimiliki dan pemahaman mengenai

tingkat keparahan yang dapat disebabkan oleh penyakit tersebut. Sedangkan

pemahaman mengenai perilaku sehat dapat dipengaruhi oleh pemahaman

terhadap efektifitas perilaku yang dilakukan dan harga yang harus dibayar untuk

melakukan usaha sehat tersebut (Taylor, 2012). Pemahaman mengenai perilaku

sehat tersebut dikembangkan selanjutnya oleh Becker dan rekan-rekannya pada

tahun 1980. Beberapa faktor lain seperti Perceived control dan pemicu untuk

beraksi ditambahkan kedalam kerangka Health Belief Model.

Berbeda dengan fenomena gangguan fisik, pada kasus gangguan

psikologis banyak individu tidak dapat menilai keparahan yang disebabkan

secara tepat. Sebuah kajian yang dilakukan oleh Biddle dkk (2007) mengenai

tekanan mental yang dirasakan oleh orang dewasa muda berusia antara 16 – 24

tahun menghasilkan fakta bahwa pemahaman yang dimiliki mengenai keparahan

dari sebuah gangguan psikologis yang dirasakan terkadang dapat bergeser

sesuai dengan usaha yang dilakukan untuk menghindar dan menormalisasi

keadaan yang terjadi, fenomena ini disebut oleh Biddle sebagai sebuah Cycle of

Avoidance. Pada kasus skizofrenia, Cycle of Avoidance juga dapat terjadi untuk

menggambarkan fenomena yang terjadi ketika pihak keluarga berusaha

menghindari kenyataan bahwa anggota keluarganya terkena gangguan mental.

Upaya membiarkan atau menilai bahwa gejala gejala yang muncul pada anggota

keluarga mereka di fase awal psikosis membuat tingkat keparahan gangguan

yang terjadi pada anggota keluarga mereka tersebut dapat meningkat seiring

dengan berjalannya waktu. Banyak keluarga yang menilai keparahan sebuah

gangguan kejiwaan, berdasarkan resiko Self Harming (melukai diri sendiri) yang

dimiliki oleh anggota keluarganya tersebut. Namun pada kasus kasus lain yang

tidak menimbulkan gejala yang menonjol seperti Skizofrenia katatonis, perilaku

pembiaran sering terjadi karena menilai resiko yang dapat ditimbulkan lebih kecil.

24

Page 25: Dinamika perilaku mencari pertolongan keluarga caregiver pasien skizofrenia

Pemahaman mengenai efektifitas perlakuan dan harga yang harus

dibayar untuk mendapatkan kesehatan mental juga secara langsung

berhubungan dengan pemahaman masyarakat mengenai gangguan mental.

Vanheusden (2009) menemukan bahwa pemahaman mengenai gangguan

mental sebagai gangguan permanen dan tidak dapat disembuhkan dapat

menjadi sebuah barrier (penghalang) terhadap proses pencarian pertolongan.

Persepsi mengenai efektifitas penanganan juga dapat dipengaruhi oleh aspek

budaya setempat. Penelitian yang dilakukan oleh van der Ham (2011) dan

Mohamad (2012) menggambarkan bahwa pemahaman masyarakat asia

tenggara pada umumnya masih dipengaruhi pemahaman tradisional mengenai

gangguan jiwa. Hal ini menyebabkan masyarakat asia tenggara pada umumnya

masih mempertimbangkan untuk memberikan perawatan secara tradisional

kepada anggota keluarganya yang mengalami gangguan jiwa.

Secara umum analisis mengenai perilaku mencari pertolongan yang

dilakukan oleh keluarga caregiver pasien skizofrenia dengan menggunakan

kerangka Health Belief model dapat dijelaskan dengan menggunakan skema

berikut:

25

Page 26: Dinamika perilaku mencari pertolongan keluarga caregiver pasien skizofrenia

Perilaku mencari pertolongan juga dapat dianalisis dengan

menggunakan Teori Planned Behavior. Teori yang dikemukakan oleh Ajzen dan

Fishbein ini sebenarnya merupakan teori yang aplikasinya luas tidak nya pada

bidang kesehatan, karena pada dasarnya teori ini dikemukakan untuk

mengungkap intensi seseorang dalam melakukan sebuah perilaku. Oleh karena

itu, dengan menggunakan kerangka model teori Planned Behavior dapat

dianalisis intensi yang mendasari keluarga caregiver pasien skizofrenia untuk

melakukan perilaku mencari pertolongan untuk anggota keluarganya.

Menurut Ajzen (Sarafino, 2006) perilaku seseorang dapat diprediksi

26

1. Pemahaman mengenai efektifitas dari perilaku yang dilakukan untuk mengatasi skizofrenia

2. Pemahaman mengenai keuntungan yang didapat dari perilaku yang dilakukan

3. Pemahaman mengenai upaya atau harga yang harus dibayar untuk melakukan perilaku tersebut

Pemahaman mengenai perilaku yang dilakukan untuk mengurangi ancaman skizofrenia

1. Pemahaman umum mengenai Skizofrenia2. Pemahaman mengenai resiko probabilitas

anggota keluarga terkena skizofrenia3. Pemahaman mengenai tingkat keparahan

dampak apabila terkena skizofrenia

Pemahaman mengenai ancaman kesehatan dari Skizofrenia

Perilaku Mencari Pertolongan pada Keluarga Caregiver

Pasien Skizofrenia

Gambar 1. Skema Perilaku Mencari Pertolongan Pada Keluarga Caregiver Pasien Skizofrenia dengan menggunakan Kerangka Health Belief Model

Page 27: Dinamika perilaku mencari pertolongan keluarga caregiver pasien skizofrenia

dengan mengetahui intensinya dalam melakukan sebuah perilaku. Intensi

tersebut dapat terjadi dengan mempertimbangkan tiga faktor antara lain:

1. Sikap terhadap perilaku yang akan dilakukan yaitu penilaian baik atau buruk

terhadap perilaku tersebut dan harapan pada luaran yang akan dihasilkan.

2. Norma subjektif yaitu persepsi dari norma yang dianut pada lingkungan sosial,

tuntutan sosial yang dirasakan untuk melaksanakan atau tidak melaksanakan

sebuah perilaku dan motivasi atau keinginan untuk melaksanakan tuntutan

sosial tersebut.

3. Perceived behavioural control yaitu keyakinan yang dimiliki seseorang untuk

dapat melakukan sebuah perilaku yang diharapkan berdasarkan faktor kontrol

internal dan eksternal yang dimilikinya. Faktor kontrol internal meliputi

keahlian, kemampuan dan informasi yang dimiliki, sedangkan faktor eksternal

meliputi tantangan dan kesempatan yang muncul.

Menurut Ajzen (Sarafino, 2006), sikap terhadap sebuah perilaku dapat

terbentuk berdasarkan (1) harapan dari hasil luaran dari sebuah perilaku dan (2)

pertimbangan bahwa hasil luaran dari perilaku dapat memuaskan kebutuhan.

Sikap mencari pertolongan yang positif berasal dari harapan mengenai

keuntungan yang akan didapatkan apabila perilaku mencari pertolongan berhasil

dilakukan. Sementara di sisi lain, sikap pencarian pertolongan yang negatif

muncul dari kepercayaan bahwa pencarian pertolongan dapat memberikan

konsekuensi yang kurang menyenangkan (Vanheusden dkk, 2009).

Norma yang dimiliki oleh masyarakat terhadap gangguan mental tentu

mempengaruhi penanganan gangguan mental yang biasa diberikan dalam

sebuah komunitas masyarakat. Kajian yang dilakukan oleh Youssef (2006),

terhadap komunitas masyarakat arab di Australia menunjukan bahwa rasa malu

dan stigma terhadap orang yang mengalami gangguan mental menjadi alasan

utama masyarakat arab di Australia untuk menghindari akses kepada layanan

27

Page 28: Dinamika perilaku mencari pertolongan keluarga caregiver pasien skizofrenia

kesehatan mental profesional. Dalam banyak kajian, masyarakat yang cenderung

lebih terikat kepada suatu budaya dan tradisi tertentu lebih memiliki

kecenderungan untuk mengakses layanan kesehatan mental tradisional baik

sebagai pelayanan utama maupun komplementer.

Faktor terakhir terhadap perilaku yang direncanakan adalah adanya

persepsi terhadap kontrol dari perilaku (Perceived Behavior Control). Konsep

persepsi ini menyerupai konsep efikasi diri yang digagas oleh Bandura (Sarafino,

2006; Taylor, 2012). Berdasarkan ketiga faktor yang telah dijabarkan tersebut,

dapat diambil gambaran bahwa teori Planned Behavior memiliki kerangka model

perilaku untuk mengungkap intensi sebuah perilaku. Oleh karena dengan

menggunakan kerangka model ini, dapat dianalisis intensi yang dimiliki

seseorang untuk memilih sebuah layanan kesehatan mental yang digunakan

untuk memberikan pertolongan terhadap anggota keluarganya yang mengalami

gangguan skizofrenia.

Dengan menggunakan kerangka model intensi perilaku diatas, dapat

diperoleh sebuah gambaran mengenai perbedaan dinamika perilaku yang terjadi

28

Perceived Behavior Control yang dimiliki terhadap pelayanan kesehatan mental

Norma subjektif yang berkembang terhadap pelayanan kesehatan mental

Sikap yang dimiliki terhadap pelayanan kesehatan mental

Intensi untuk mengakses layanan kesehatan mental

Gambar 2. Kerangka Model Intensi untuk mengakses Layanan kesehatan mental berdasarkan teori

Page 29: Dinamika perilaku mencari pertolongan keluarga caregiver pasien skizofrenia

pada keluarga caregiver yang memutuskan untuk mengakses layanan kesehatan

professional dan tradisional untuk mencari pertolongan. Perbedaan sikap, norma

subjektif dan kepercayaan control perilaku yang dimiliki dapat terjadi karena

adanya perbedaan gender, ras dan agama. Sehubungan dengan kajian yang

dilakukan oleh Youssef, kajian yang dilakukan oleh Snowden (1998) juga

memberikan gambaran mengenai pengaruh perbedaan ras terhadap upaya

pencarian pertolongan. Responden yang berasal dari ras kulit hitam lebih

memiliki kecenderungan untuk mengakses layanan kesehatan mental tradisional

bersamaan dengan layanan kesehatan mental professional. Di Indonesia sendiri,

kecenderungan untuk mengakses layanan kesehatan mental tradisional masih

cukup tinggi, bahkan untuk masyarakat yang tinggal di perkotaan dengan asumsi

telah memiliki informasi yang cukup mengenai gangguan mental. Perbedaan

yang biasanya terjadi hanyalah pada akses primer layanan, masyarakat

perkotaan lebih cenderung menggunakan layanan dokter umum sebagai akses

primer layanan kesehatan, sedangkan pada masyarakat pedesaan banyak akses

primer layanan kesehatan mental langsung ditujukan kepada layanan kesehatan

mental tradisional.

Salah satu perbedaan penting yang terdapat pada aspek yang

dikemukakan oleh Cornally dan McCarthy, (2011) mengenai perilaku mencari

pertolongan dengan kajian teoretik dari teori Health Belief Model dan Planned

Behavior adalah adanya aspek interaksi interpersonal yang unik pada perilaku

mencari pertolongan. Berbeda dengan beberapa perilaku sehat lainnya, pada

perilaku mencari pertolongan interaksi interpersonal merupakan salah satu aspek

penting yang menjadi inti dari fenomena ini. Keberadaan penolong dan orang

yang mencari pertolongan menghasilkan sebuah interaksi dua arah yang aktif.

Pada fenomena pencarian pertolongan dari keluarga caregiver, pada

dasarnya terjadi dua jenis interaksi tolong menolong. Interaksi yang pertama

29

Page 30: Dinamika perilaku mencari pertolongan keluarga caregiver pasien skizofrenia

adalah upaya perilaku mencari pertolongan dari pasien kepada caregiver yang

merawatnya. Kedua, interaksi yang terjadi antara caregiver keluarga dengan

pihak penolong. Adanya dua jenis interaksi yang saling berhubungan ini

merupakan salah satu keunikan yang terdapat dalam fenomena perilaku mencari

pertolongan pada keluarga caregiver pasien skizofrenia. Pada umumnya

interaksi interpersonal pertolongan hanya terjadi antara pasien dengan pihak

penolong yang dapat langsung memberikan pertolongan, namun pada fenomena

ini keberadaan caregiver menjadi jembatan dalam upaya pencarian pertolongan

karena terdapatnya hendaya kognitif pada pasien skizofrenia. Keberadaan

caregiver yang melakukan upaya pencarian pertolongan untuk anggota

keluarganya terjadi karena terdapat kekurangan sumber daya yang dimiliki oleh

caregiver yang bersangkutan untuk memberikan perawatan atau intervensi yang

memadai untuk mengurangi beban yang dirasakan oleh pasien karena gangguan

skizofrenia yang dialami. Oleh karena itu kekurangan sumber daya ini berupaya

ditutupi dengan upaya pencarian pertolongan kepada pihak yang dipahami

memiliki pemahaman dan kemampuan yang memadai untuk memberikan

intervensi kepada pasian skizofrenia.

Berikut merupakan gambaran dinamika pencarian pertolongan pada

keluarga caregiver pasien skizofrenia dengan menggunakan kerangka model

yang dikaji oleh Cornally dan McCarthy:

30

Page 31: Dinamika perilaku mencari pertolongan keluarga caregiver pasien skizofrenia

Mengambil kesimpulan berdasarkan analisa teoretik yang dilakukan

terhadap perilaku mencari pertolongan pada gangguan skizofrenia yang

dilakukan dengan menggunakan tiga jenis teori memberikan gambaran bahwa

terdapat beberapa faktor penting yang mempengaruhi munculnya perilaku

mencari pertolongan pada keluarga caregiver pasien skizofrenia yaitu antara lain:

1. Pemahaman yang memadai mengenai permasalahan gangguan mental

yang dialami oleh anggota keluarga yang bersangkutan.

2. Pemahaman yang memadai mengenai tindakan yang dapat dilakukan

untuk mengatasi gangguan yang terjadi pada anggota keluarga yang

bersangkutan.

3. Norma dan kepercayaan yang dianut oleh keluarga terhadap

permasalahan gangguan mental dan penanganannya.

4. Interaksi yang terjadi antara pasien, caregiver keluarga dan dengan pihak

31

Gambar 3 Gambaran aspek pencarian pertolongan pada keluarga pasien skizoferenia menggunakan kerangka model Cornally dan McCarthy

Interaksi interpersonal yang terjadi antara caregiver dengan pasien, dan antara caregiver dengan pihak penolong

Aksi yang disengaja dilakukan untuk mengurangi beban yang dirasakan karena melakukan perawatan kepada anggota keluarga yang mengalami skizofrenia tanpa memiliki sumber daya yang memadai

pemusatan perhatian yang diberikan oleh keluarga caregiver kepada masalah kejiwaan yang dimiliki oleh anggota keluarganya yang diduga mengalami gangguan skizofrenia

Perilaku Mencari Pertolongan pada Keluarga Caregiver

Pasien Skizofrenia

Page 32: Dinamika perilaku mencari pertolongan keluarga caregiver pasien skizofrenia

penolong.

5. Persepsi mengenai kemampuan yang dimiliki untuk melakukan upaya

pencarian pertolongan kepada anggota keluarga tersebut.

32

Page 33: Dinamika perilaku mencari pertolongan keluarga caregiver pasien skizofrenia

BAB III

KESIMPULAN

Skizofrenia merupakan sebuah gangguan kejiwaan berat yang paling

umum terjadi di masyarakat Indonesia. Pasien yang mengalami skizofrenia

mengalami gangguan keberfungsian yang berat sehingga membutuhkan bantuan

caregiver dalam memberikan perawatan dan pengobatan. Keluarga sebagai

salah satu caregiver utama yang dimiliki pasien skizofrenia memiliki keterbatasan

sumberdaya dalam memberikan interevensi yang memadai kepada pasien

skizofrenia, sehingga keluarga caregiver membutuhkan pertolongan dari pihak

ahli yang memiliki pemahaman dan kemampuan yang memadai untuk

memberikan intervensi kepada pasien skizofrenia.

Perilaku mencari pertolongan merupakan salah satu fenomena yang

menjadi bahasan dalam psikologi kesehatan. Menggunakan dua teori yang

paling umum digunakan di psikologi kesehatan dalam menjelaskan dinamika

perilaku sehat, yaitu teori health belief model dan teori planned model maka

dapat dijelaskan faktor faktor yang melandasi terjadinya perilaku pencarian

pertolongan pada keluarga caregiver pasien skizofrenia. Menggunakan kerangka

teori yang dikaji oleh Cornally dan McCarthy maka didapatkan aspek pelengkap

untuk mendefinisikan perilaku mencari pertolongan. Faktor faktor tersebut adalah

pemahaman yang memadai mengenai permasalahan gangguan mental yang

dialami oleh anggota keluarga yang bersangkutan; pemahaman yang memadai

mengenai tindakan yang dapat dilakukan untuk mengatasi gangguan yang terjadi

pada anggota keluarga yang bersangkutan; Norma dan kepercayaan yang dianut

oleh keluarga terhadap permasalahan gangguan mental dan penanganannya;

Interaksi yang terjadi antara pasien, caregiver keluarga dan dengan pihak

penolong; Persepsi mengenai kemampuan yang dimiliki untuk melakukan upaya

pencarian pertolongan kepada anggota keluarga tersebut.

33

Page 34: Dinamika perilaku mencari pertolongan keluarga caregiver pasien skizofrenia

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. (2009). Filsafat Manusia: Memahami manusia melalui filsafat.

Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan

Republik Indonesia. (2013). Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan

Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan

Republik Indonesia.

Biddle, L., Donovan, D., Sharp, D. & Gunnell, D. (2007). Explaining non-help-

seeking amongst young adults with mental distress: a dynamic

interpretive model of illness behavior. Sociology of Health & Illness,

27(7), 983– 1002.

Cornally, N. & McCarthy, G. (2011). Help-seeking behaviour: A concept analysis.

International Journal of Nursing Practice, 17, 280-288.

Davison, G.C., Neale, J.M. & Kring, A.M. (2006). Psikologi Abnormal. Jakarta: PT

Raja Grafindo Persada.

Frey, J.R. (2009). Caregiver. In J.L. Longe. (Eds), Gale Encyclopedia of Senior

Health: A Guide for Seniors and Their Caregivers (pp 452-455).

Cengage Learning.

Hogan, R., Jhonson, J. & Briggs, S. (1997). Handbook of personality psychology.

San Diego: Academic Press.

Kompas. (2011). 80 Persen Penderita Skizofrenia Tak Diobati. Diperoleh dari

http://health.kompas.com/read/2011/06/03/07014272/80.

Persen.Penderita.Skizofrenia.Tak.Diobati

Kaplan, H.I., Sadock, B.J. & Grebb, J.A. (2010). Sinopsis Psikiatri: Ilmu

Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis, Jilid Satu. Tangerang: Binarupa

Aksara Publisher.

Maramis, W.F. & Maramis, A.A. (2009). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa.

34

Page 35: Dinamika perilaku mencari pertolongan keluarga caregiver pasien skizofrenia

Surabaya: Airlangga University Press.

Mackenzie, Corey S., Scott, T., Mather, A. & Sareen, J. (2008). Older adults help

seeking attitudes and treatment belief concerning mental health

problems. The American Journal of Geriatric Psychiatry, 16(12): 1010 –

1019. American Association for Geriatric Psychiatry.

Mohamad, M. S., Zabidah, P., Fauziah, I. & Sarnon, N. (2012). Mental Health

Literacy among Family Caregivers of Schizophrenia Patients. Asian

Social Science, 8(9), 74-82. doi:10.5539/ass.v8n9p74

Myers, D.G. (2010). Social Psychology, 10th Edition. New York: McGraw-Hill.

Ogden, J. (2012). Health Psychology, Fifth Edition. Berkshire: McGraw-Hill Open

University Press.

Parwitaningsih, Febriana, E. & Budiwati, Y. (2010). Materi Pokok pengantar

sosiologi. Jakarta: Universitas Terbuka.

Pinel, J.P.J. (2012). Biopsikologi, Edisi ketujuh. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Platz, C., Umbricht, D.S., Ludewig, K.C., Dvorsky, D., Arbach, D., …, Brenner,

H.D. (2006). Help-seeking pathways in early psychosis. Social

psychiatry and psychiatric epidemiology journal, 46, 967 – 974.

Plotnik, R. & Kouyoumdijan, H. (2011). Introduction to Psychology, 9th Edition.

Wadsworth Cengage Learning.

Puri, B.K., Laking, P.J. & Treasaden, I.H. (2008). Buku Ajar Psikiatri, Edisi 2.

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Rafiyah, I., Suttharangsee, W. & Sangchan, H. (2011). Social Support and

Coping of Indonesian Family Caregivers Caring for Persons with

Schizophrenia. Nurse Media Journal of Nursing, 1(2), 159-169.

Safaria, T. (2007). Manajemen Emosi. Jakarta: Bumi aksara

Sarafino, E.P. (2006). Health Psychology: Biopsychosocial Interaction, Fifth

Edition. New Jersey: John Willey & Sons, Inc.

35

Page 36: Dinamika perilaku mencari pertolongan keluarga caregiver pasien skizofrenia

Santrock, J.W. (2003). Adolescence perkembangan remaja. Jakarta: Penerbit

Erlangga.

Schwartz, L.R. (1968). The Hierarchy of Resort in Curative Practices: The

Admiralty Island, Melanesia. Journal of Health and Social Behaviour.

Diperoleh dari http://libgen.org

Setiadi, E.M. & Kolip, U. (2011). Pengantar Sosiologi Pemahamahan fakta dan

Gejala permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi dan Pemecahannya.

Jakarta: Kencana.

Snowden, Lonnie R. (1998). Racial differences in informal help seeking for

mental health problems. Journal of Community Psychology, 26(5), 429 –

438. Jhon willey & Sons, Inc.

Taylor, S.E. (2012). Health Psychology, Eighth Edition. New York: McGraw-Hill.

Van der Ham, Lia, Wright, P., Vo Van, T., Doan, V. D. K., & Broerse, J. E. W.

(2011). Perception of Mental health and Help-seeking behavior in an

urban community in Vietnam: An Explorative Study. Community Mental

Health Journal, 47: 574 – 584. DOI 10.1007/s10597-011-9393-x

Vanheusden, Kathleen., Van der ende, J., Mulder, C. J., Van Lenthe, F. J., …

(2009). Belief about mental health problems and help-seeking behavior

in Dutch young adults. Social Psychiatry Epidemiology, 44: 239 – 246.

DOI 10.1007/s00127-008-0428-8.

WHO.(n.d.). Schizophrenia: What is schizophrenia?. Diperoleh dari:

http://www.who.int/mental_health/management/schizophrenia/en/. 10

April 2014.

Wojowasito, S. & Poerwadarminta, W.J.S. (2007). Kamus Lengkap Inggeris –

Indonesia, Indonesia – Inggeris Dengan Ejaan Yang Disempurnakan.

Bandung: Penerbit Hasta.

36

Page 37: Dinamika perilaku mencari pertolongan keluarga caregiver pasien skizofrenia

Ybarraa, M.L. & Suman, M. (2006). Help seeking behavior and the Internet: A

national survey. International Journal of Medical Informatics, 75, 29-41.

Youssef, Jacqueline & Deane, Frank P. (2006). Factors influencing mental-health

help-seeking in Arabic-speaking communities in Sydney, Australia.

Mental Health, Religion & Culture, 9(1): 43 – 66. Routledge.

37