dinamika kriteria penetapan awal bulanrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30110/1/ai...
TRANSCRIPT
DINAMIKA KRITERIA PENETAPAN AWAL BULANKAMARIAH
(Studi Terhadap Organisasi Kemasyarakatan Persatuan Islam)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah SatuSyarat Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh:
AI SITI WASILAH
NIM. 1111044100067
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA( A H W A L S Y A K H S I Y Y A H )FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERISYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A1437 H/2015 M
DINAMIKA KRITERIA PENETAPAN AWAL BULANKAMARIAH
(Studi Terhadap Organisasi Kemasyarakatan Persatuan Islam)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah SatuSyarat Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh:
AI SITI WASILAH
NIM. 1111044100067
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA( A H W A L S Y A K H S I Y Y A H )FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERISYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A1437 H/2015 M
DINAMIKA KRITERIA PENETAPAN AWAL BULANKAMARIAH
(Studi Terhadap Organisasi Kemasyarakatan Persatuan Islam)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah SatuSyarat Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh:
AI SITI WASILAH
NIM. 1111044100067
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA( A H W A L S Y A K H S I Y Y A H )FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERISYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A1437 H/2015 M
ii
iii
iv
v
ABSTRAK
Ai Siti Wasilah. 1111044100067. “Dinamika Kriteria Penetapan Awal BulanKamariah (Studi Terhadap Organisasi Kemasyarakatan Persatuan Islam).”Konsentrasi Peradilan Agama, Program Studi Hukum Keluarga, Fakultas Syariah danHukum, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2015, xii halaman + 96 halaman + 12halaman lampiran.
Salah satu ormas Islam di Indonesia yang memperhatikan masalah penetapanawal bulan Kamariah, dan mengeluarkan penetapan selain ketetapan pemerintahadalah Persatuan Islam atau yang dikenal dengan Persis. Perlu diketahui bahwa dalammasalah penetapan awal bulan Kamariah, pada awalnya Persis menganut mazhabHisab, namun ternyata selama setengah abad almanak Persis beredar dikalanganummat Persis selalu mengalami perubahan atau pergantian metode dan kriteriapenetapan awal bulan Kamariah. Berangkat dari sinilah penulis mencoba menelaahbagaimana pemikiran atau metode yang digunakan Persis serta dalil hukumnya dalammenetapkan awal bulan Kamariah.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui metode serta dalil yangdigunakan oleh Persatuan Islam (Persis) dalam menetapkan awal bulan Kamariah,serta mengetahui apa saja yang menjadi faktor perubahan dan pergantian kriteria awalbulan Kamariah yang digunakan oleh Persis. Metode penelitian yang digunakanadalah metode deskriptif-kualitatif dengan pendekatan yuridis sosiologis. Sumberpenelitian terdiri dari data primer berupa hasil wawancara dengan Dewan Hisab danRukyat Persis dan data sekundernya adalah seluruh dokumen berupa buku, tulisan,hasil wawancara, dan makalah-makalah yang berkaitan dengan obyek penelitian.Obyek dalam penelitian ini adalah Dewan Hisab dan Rukyat Persis. Teknikpengumpulan data yang digunakan adalah penelitian kepustakaan dan penelitianlapangan berupa wawancara, dan observasi.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi penulis maka dapat diambilkesimpulan bahwa metode yang digunakan oleh Persis ialah metode hisab, sesuaidengan pemahaman ahli hisabnya Persis (KH. Abdurrahman). Kriteria penetapanawal bulan Kamariah yang digunakan oleh Persis sudah mengalami beberapa kaliperubahan, diantaranya: Ijtima’ Qoblal Ghurub, Wujudul Hilal Muhammadiyah,Wujudul Hilal di seluruh Indonesia, Imkanur Rukyat versi MABIMS, Imkanur Rukyatversi LAPAN. Faktor yang mempengaruhi perubahan kriteria tersebut ialah faktorinternal dan eksternal yang bersifat ijtihad di Jam’iyah Persis. Kalender Persis daritahun 1434 H sampai sekarang sudah menggunakan kriteria Imkanur Rukyat ahliastronomi (LAPAN 2010).Kata Kunci : Kamariah, Persatuan Islam (Persis), Ijtima’ Qoblal
Ghurub, Wujudul Hilal, Wujudul Hilal di seluruhIndonesia, Imkanur Rukyat versi MABIMS, ImkanurRukyat versi LAPAN.
Pembimbing : Dra. Hj. Maskufa, M.A.Daftar Pustaka : 1976-2013 M
vi
KATA PENGANTAR
بسم هللا الر حمن الر حیم
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang
senantiasa memberi rahmat, taufik, hidayah dan ‘inayahnya. Sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: Dinamika Kriteria Penetapan Awal
Bulan Kamariah (Studi Terhadap Organisasi Kemasyarakatan Persatuan
Islam), dalam rangka memenuhi persyaratan mencapai gelar Sarjana Syariah
(S.Sy) pada Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Shalawat dan salam senantiasa penulis sanjungkan kepada
Nabi Muhammad saw beserta keluarganya, sahabat-sahabatnya, dan para
pengikutnya yang telah membawa Islam dan mengembangkannya hingga
sekarang ini.
Selama proses dan perjalanan untuk menyelesaikan skripsi ini tidaklah
mudah. Banyak hambatan dan rintangan yang penulis temui dan alami. Penulis
menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini bukanlah hasil jerih payah penulis
secara pribadi. Tetapi semua itu merupakan wujud akumulasi dari usaha dan
bantuan, pertolongan serta do’a dari berbagai pihak yang telah membantu penulis
dalam menyelesaikan skripsi tersebut. Oleh karena itu, penulis sampaikan banyak
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA., Dekan Fakultas Syariah dan Hukum beserta
staf jajaran Dekan Fakultas dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
vii
2. Dr. H. Abdul Halim, M.Ag. dan Arip Purkon, S.HI., M.A., Ketua dan
Sekretaris Program Studi Hukum Keluarga Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dra. Hj. Maskufa, M.A., Dosen Pembimbing skripsi yang tak pernah lelah
membimbing dan meluangkan waktunya untuk memberikan arahan dan saran-
saran, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
4. Afwan Faizin, M.A., Dosen Pembimbing akademik yang selama menjalani
aktifitas di kampus selalu memberikan motivasi dan dukungan serta dorongan
agar selalu bekerja dan berusaha maksimal demi menggapai impian.
5. Seluruh Dosen, Staf dan Karyawan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan pemberitahuan, pemahaman dan
pelayanan selama melaksanakan studi.
6. Seluruh staf karyawan Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum serta staf
karyawan Perpustakaan Umum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
menyediakan buku, jurnal, dan lain sebagainya yang bisa dijadikan sumber
oleh penulis dalam penulisan skripsi ini.
7. Syarief Ahmad Hakim, selaku Sekretaris Dewan Hisab dan Rukyat Persatuan
Islam (Persis) yang telah membantu dan memberikan izin kepada penulis
untuk melaksanakan observasi dan wawancara selama penulis mengadakan
penelitian.
8. Teristimewa untuk kedua orangtua tercinta Ayahanda H. Salman Pahad, yang
telah ikhlas memotivasi dengan moril maupun materil dan selalu menjadi
inspirasi penulis dalam penulisan sekripsi ini. Demikian pula, Ibunda tercinta
viii
Hj. Nurjannah, yang dengan ikhlas mencurahkan kasih sayang untuk penulis,
yang tiada henti-hentinya mendoakan agar penulis menjadi wanita yang tegar
dalam menghadapi cobaan hidup dan menjadi kebanggaan keluarga. Aamiin.
9. Untuk kakak dan kakak iparku tersayang: Mamay Rohmayati, Hj. Enung
Hadiati, H. Abdul Wahid Mujahid, SKM, Erni Nurbayati, S.Farm. Apt,
Ahmad Muhaemin, Mujahidin, H. Oma Sukma, Lia Mega Mulia, SKM,
Wawan Setiawan, S.Ag, yang dengan ikhlas mendo’akan, memberikan
semangat dan dukungan kepada penulis. Semua keponakan-keponakanku:
Muhammad Yusuf Kurniawan, Ai Teni Murhatani, Arrafi Hadi Sukma, Abdul
Hamid Fauzi, Alif Al-Farishi Mujahid, Ilham Khairul Azzam, Abdul Wahab
Mubarok, Najwa Khaira Nurfadila, Ghaly Shidiq Al-Farishi, yang selalu
memberikan hiburan kepada penulis ketika sedang menghadapi kendala.
10. Teruntuk Chaidar Alif, S.Sy yang selalu memberikan semangat dan motivasi,
serta mendengarkan keluh kesah penulis. Untuk sahabat-sahabatku: Juniarti
Harahap, S.Sy, Vemi Zauhara, Nadia Nur Syahida, Zahrotul Kamilah, S.Sy,
Ulfah Abdullah, Aida Makbullah Suti Halwan, Weely, Kicky Mayanti, dan
teman-teman kosan yang selalu setia mendengarkan keluh kesah penulis
selama penyusunan skripsi tiada hentinya memberikan semangat, motivasi dan
dukungan kepada penulis dikala penulis sedang terpuruk dalam penyusunan
skripsi.
11. Kawan-kawan seperjuangan Keluarga Besar Peradilan Agama kelas A dan B,
Administrasi Keperdataan Islam Angkatan 2011, dan seluruh kader PMII
cabang Ciputat khususnya PMII Komfaksyahum yang telah memberikan
ix
warna serta pengalaman dalam menjalani perkuliahan selama ini. Serta semua
pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, penulis ucapkan
terimakasih atas dukungan dan bantuannya.
Akhirnya tiada kata yang paling berharga kecuali ycapan
Alhamdulillah atas Rahmat dan Karunia serta Ridha-Nya dan ucapan
terimakasih penulis kepada semua pihak yang terlibat dalam penyelesaian
skripsi ini. Penulis hanya mampu berdo’a semoga Allah menerima sebagian
amal kebaikan dan membalasnya dengan balasan yang lebih baik.
Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan. Semua itu karena keterbatasan kemampuan penulis. Oleh
karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca demi
sempurnanya skripsi ini.
Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya
dan para pembaca umumnya. Aamiin.
Jakarta, 02 Oktober 2015
Penulis
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................... ii
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................. iii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ................................................... iv
ABSTRAK .............................................................................................................. v
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi
DAFTAR ISI .......................................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................ 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ....................................... 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................. 8
D. Review Studi Terdahulu ........................................................... 9
E. Metode Penelitian .................................................................... 11
F. Sistematika Penulisan .............................................................. 15
BAB II TINJAUAN TEORITIS HISAB RUKYAT
A. Pengertian Hisab Rukyat .......................................................... 17
B. Landasan Hukum Hisab Rukyat .............................................. 24
C. Sejarah Singkat dan Perkembangan Pemikiran Hisab Rukyat
di Indonesia .............................................................................. 33
xi
D. Persoalan Seputar Penetapan Awal Bulan Kamariah di
Indonesia ................................................................................... 41
BAB III GAMBARAN UMUM PERSATUAN ISLAM (PERSIS)
A. Sejarah Singkat Persis .............................................................. 45
B. Sejarah Almanak Persis ........................................................... 53
BAB IV DINAMIKA KRITERIA PENETAPAN AWAL BULAN
KAMARIAH PERSATUAN ISLAM (PERSIS)
A. Metode, Dasar Hukum dan Landasan Yuridis Hisab Rukyat
Persis dalam Menentukan Awal Bulan Kamariah ................... 59
B. Faktor yang Melatar Belakangi Perubahan Kriteria Awal
Bulan Kamariah Persis ............................................................. 74
C. Aplikasi Metode Imkanur Rukyat Ahli Astronomi (LAPAN
2010) di Kalender Persis .......................................................... 78
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .............................................................................. 91
B. Saran-saran ............................................................................... 92
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 94
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Data Pokok Almanak Islam tahun 1434 H ............................................... 79
Tabel 2 Data Pokok Almanak Islam tahun 1435 H ............................................... 82
Tabel 3 Data Pokok Almanak Islam tahun 1436 H ............................................... 84
xii
Tabel 4 Data Perbedaan Penetapan Awal Bulan Kamariah tahun 1436 H, 1437 H
antara Persis dengan Pemerintah ............................................................................ 87
LAMPIRAN-LAMPIRAN ................................................................................... 98
Surat Mohon Kesediaan Menjadi Dosen Pembimbing Skripsi
Surat Permohonan Data/Wawancara
Surat Keterangan Wawancara
Transkip Wawancara
Dokumentasi Wawancara
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Umat Islam di seluruh dunia, khususnya di Indonesia dalam menjalankan
ibadahnya selalu berhubungan dengan waktu, seperti: shalat, puasa ramadhan,
zakat fitrah, ibadah haji, penetapan awal bulan Kamariah dan lain sebagainya.
Ada dua benda angkasa yang mempengaruhi waktu-waktu tersebut, yakni
Matahari dan Bulan,1 dan untuk menetukan waktu-waktu tersebut diperlukan
suatu cabang ilmu pengetahuan yang memuat suatu rumus atau metode-metode
tertentu, yakni ilmu hisab atau Ilmu Falak.2
Ilmu Falak menempati kedudukan yang sangat penting sebagai alat atau
ilmu bantu yang berfungsi memberikan kemudahan dan sekaligus ketepatan
dalam melaksanakan syari’at Islam. Dengan ilmu falak, segala sesuatu mengenai
keluar dan masuknya waktu-waktu shalat dapat diketahui dengan akurat.3 Begitu
pula dalam penentuan awal bulan Kamariah khususnya bulan Ramadhan (kapan
hari pertama wajib berpuasa), penentuan awal bulan Syawal sebagai hari ‘Idul
Fitri dan awal bulan Zulhijjah sebagai ibadah haji yang sering menjadi kontroversi
di kalangan umat Islam, khususnya di Indonesia, sehingga peranan ilmu ini
menjadi menonjol.
1 Hendro Setyanto, Membaca Langit, (Jakarta: Al-Ghuraba, 2008), cet. Ke-1, h. v.
2 Ilmu Falak merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari lintasan benda-benda langitseperti matahari, bulan, bintang-bintang dan benda-benda langit lainnya dengan tujuan untukmengetahui posisi dari benda-benda langit itu serta kedudukannya dari benda-benda langit yanglain. Lihat Maskufa, Ilmu Falak, (Jakarta: Gaung Persada, 2008), cet. Ke-2, h. 1.
3 Ibrahim Salamun, Ilmu Falak Cara Mengetahui Awal Bulan, Awal Tahun, Musim,Kiblat dan Perbedaan Waktu, (Surabaya: Pustaka Progresif, 2003), h. ix.
2
Penentuan awal bulan Kamariah merupakan salah satu lahan ilmu hisab
rukyat yang lebih kerap diperdebatkan dibanding dengan lahan-lahan lain seperti
penentuan arah kiblat dan penentuan waktu shalat. Menurut Ibrahim Husein,
persoalan ini dikatakan sebagai persoalan klasik nan aktual. Klasik, karena
persoalan ini sudah mendapatkan perhatian dan pemikiran yang cukup mendalam
serta serius dari para pakar hukum Islam (fuqaha’) sejak masa-masa awal Islam,
dan dikatakan aktual, karena setiap tahun selalu muncul dan mengandung polemik
terutama menjelang bulan Ramadhan, Syawal, dan Zulhijjah, persoalan ini selalu
mengundang polemik berkenaan dengan pengaplikasian pendapat-pendapat
tersebut, sehingga nyaris mengancam persatuan dan kesatuan umat.4
Perdebatan ini terjadi disebabkan oleh perbedaan pemahaman terhadap
ayat-ayat al-Qur’an, hadits Nabi Muhammad SAW serta disebabkan oleh
kemajuan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan awal bulan Kamariah. Hal
inilah yang menjadi akar dari lahirnya perbedaan aliran dan mazhab dalam
penetapan awal bulan Kamariah, sebagaimana hadits Nabi saw yang diriwayatkan
oleh Imam al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah yang berbunyi:
ي عليكم فاكمل ة شعبان ثالثني صوموا لرؤيته وأفطروا لرؤيته فان غم 5)رواه البخاري مسلم(وا عد
Artinya: “Berpuasalah kamu karena melihat hilal (tanggal) dan berbukalah(berlebaranlah) kamu karena melihat hilal. Bila kamu tertutup oleh mendungmaka sempurnakanlah bilangan bulan Sya’ban tiga puluh hari” (HR. BukhariMuslim)
4 Ahmad Izzuddin, Fiqih Hisab Rukyat Menyatukan NU dan Muhammadiyah dalamPenentun Awal Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha, (Jakarta: Erlangga, 2007), h. 2.
5 Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Baari buku II, Penerjemah Amiruddin, dkk, (Jakarta:Pustaka Azzam, 2006), cet. ke-2, h. 56.
3
Ketika terjadi perbedaan dalam memahami dan memenuhi perintah hadits
tersebut, tidak sedikit masyarakat luas pada umumnya beranggapan bahwa sumber
keragaman tersebut hanya perbedaan antara hisab (perhitungan astronomis) dan
rukyat (pengamatan bulan). Saat ini permasalahannya tak sesederhana itu lagi.
Perdebatannya pun tidak lagi terbatas antara penganut hisab dan rukyat,
melainkan antara penganut hisab dengan hisab, atau rukyat dengan rukyat.6
Penentuan awal bulan Kamariah khususnya bulan Ramadhan, Syawal, dan
Zulhijjah di Indonesia memang sangat menarik untuk dikaji. Meskipun penetapan
awal bulan Kamariah sudah diserahkan kepada Departemen Agama, namun sejak
dahulu selalu terjadi perbedaan pendapat, baik antara pemerintah dengan suatu
organisai kemasyarakatan maupun antar organisasi kemasyarakatan itu sendiri.
Hal ini terlihat dalam beberapa kasus munculnya dua hari raya, seperti yang
terjadi pada tahun 1985, 1992, 1993, 1994, 1998, 2002, 2006, 2007, 2008. Bahkan
berdasarkan perhitungan ahli hisab, kasus tersebut akan terulang lagi pada tahun
2016, 2019, dan 2020 M.7
Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa perbedaan penentuan awal bulan
Kamariah, terutama penetapan awal Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha tidak
sepenuhnya karena perbedaan di kalangan hisab ataupun kalangan rukyat, karena
6 BJ. Habibie, Rukyat dengan Teknologi Upaya Mencari Kesamaan Pandangan tentangPenentuan Awal Ramadhan dan Syawal, (Jakarta: Gema Insani Press, 1994), cet. Ke-1, h. 79.
7 Susiknan Azhari, Pemikiran Hisab di Indonesia: Problema Menuju Solusi, (JurnalPenelitian Agama, No. 18 th. VII), h. 143.
4
terdapat kelompok yang berpedoman pada kelompok hisab dan kelompok rukyat.8
Selain itu, perbedaan tersebut disebabkan oleh adanya kriteria yang berbeda-beda,
baik antara ahli rukyat maupun antara ahli hisab itu sendiri.
Perbedaan penentuan awal bulan ini pun kerap kali terjadi di organisasi
Islam di Indonesia, yang terbagi ke dalam beberapa mazhab, diantaranya:
1. Mazhab rukyat yang dipresentasikan oleh organisasi kemasyarakatan Islam
terbesar di Indonesia (NU);
2. Mazhab hisab dengan sponsor utama Muhammadiyah;
3. Mazhab imkanur rukyat yang dimunculkan oleh Pemerintah;9
4. Mazhab Imkanur Rukyat ahli astronomi (LAPAN 2010) oleh Persatuan Islam
(PERSIS), serta berbagai organisasi kemasyarakatan Islam lainnya.
Organisasi kemasyarakatan Islam terbesar Nahdlatul Ulama (NU)
berkesimpulan bahwa penetapan-penetapan awal bulan Ramadhan, Idul Fitri, dan
awal Zulhijjah yaitu dengan ru’yah al-hilal bi al-fi’li atau istikmal. Sedangkan
kedudukan hisab hanyalah sebagai pembantu dalam melaksanakan rukyat.10
Muhammadiyah, organisasi kemasyarakatan terbesar kedua, menegaskan bahwa
di dalam menentukan awal dan akhir bulan Ramadhan melalui Majelis Tarjih
menggunakan hisab wujud al-hilal (milad al-hilal). Kendatipun demikian,
Muhammadiyah menyatakan “apabila ahli hisab menetapkan bahwa (tanggal)
8 Wahyu Widiana, “Penentuan Awal Bulan Qamariyah dan Permasalahannya diIndonesia”, dalam Choirul Fuad Yusuf dan Bashori A. Hakim, ed., Hisab Rukyat danPerbedaannya, (T. tt., Proyek Peningkatan Pengkajian Kerukunan Hidup Umat Beragama,Puslitbang Kehidupan Beragama, Badan Litbang Agam dan Diklat Keagamaan, DepartemenAgama RI, 2004), h. 5.
9 Ahmad Rofiq, “Mungkinkah Hisab dan Rukyah Dipersatukan?”, h. xiv.
10 Ahmad Izzuddin, Fiqih Hisab Rukyat, h. 110.
5
bulan belum tampak, atau sudah wujud tetapi belum kelihatan, padahal
kenyataannya ada orang yang melihat pada malam itu juga, Majelis Tarjih
memutuskan bahwa rukyatlah yang muktabar.” Karena itulah, Muhammadiyah
lebih mengidentifikasikan dirinya sebagai mazhab hisab.11
Dengan keadaan yang beragam tersebut, Kementrian Agama berusaha
mempersatukan sistem-sistem yang telah dipergunakan. Kementrian Agama
berusaha mengembangkan sistem rukyat yang berpadukan hisab, dan sistem hisab
yang berpadukan rukyat. Hasilnya, dalam banyak kasus perbedaan tersebut dapat
berhasil dihilangkan atau setidak-tidaknya terkurangi atau dapat diminimalisirkan.
Meskipun demikian, dalam beberapa kasus perbedaan tersebut tidak dapat
teratasi.
Menurut penelitian awal yang penulis lakukan, Persatuan Islam
merupakan salah satu organisasi tertua yang berdiri di Indonesia sejak tahun 1923
H yang berpusat di Bandung, dalam penentuan awal bulan Kamariah Persatuan
Islam menggunakan hisab hakiki dan tidak menggunakan rukyat, karena hisab
hakiki dianggap sudah bisa menggantikan rukyat.12 Setelah itu hisab yang
digunakan oleh Persatuan Islam adalah hisab wujudul hilal (mirip dengan yang
digunakan oleh Muhammadiyah sekarang). Pada saat itu kriteria wujudul hilal
Persatuan Islam, ialah awal bulan hijriah dapat ditetapkan jika setelah ijtima di
seluruh wilayah Indonesia “saat magrib posisi bulan harus berada di atas ufuk”,
ternyata saat maghrib setelah ijtima bulan tidak selalu terbenam mengikuti
matahari, atau adakalanya saat maghrib setelah ijtima, bulan terbenam mendahului
11 Ahmad Izzuddin, Fiqih Hisab Rukyat, h. xv.
12 www.persatuanislam.or.id diakses pada tanggal 15 Juni 2015 pada pukul 13:45 WIB.
6
matahari, saat itu dasar hukum wujudul hilal tidak dijelaskan dengan tegas.
Meskipun kriteria wujudul hilal sangat sederhana dan relatif mudah, akan tetapi
tidak didukung argumen ilmiah dan dalil yang qat’i, hanya berdasarkan
ijtihadiyah.13
Karena berbagai kekurangan hisab wujudul hilal tersebut, Persatuan Islam
kemudian menggunakan hisab hakiki dengan kriteria imkanur rukyat, karena
hisab imkanur rukyat mempunyai landasan dalil yang kuat serta berdasarkan
argumentasi ilmiah yang teruji. Awalnya hisab imkanur rukyat yang digunakan
Persis menggunakan kriteria kesepakatan MABIMS, tetapi kriteria MABIMS
tersebut banyak digugat, maka sejak tahun 2008 sudah tidak digunakan lagi oleh
Persis. Penolakan Persis terhadap kriteria MABIMS tersebut karena kesepakatan
MABIMS lebih menonjol sebagai “kompromi politis” bukan atas dasar prinsip
ilmiah, apalagi dalam banyak kasus kriteria tersebut bertentangan dengan hasil
pengamatan empirik di lapangan. Oleh karena itu, saat ini Persis cenderung
menggunakan kriteria yang dirumuskan oleh Prof. Dr. T. Djamaluddin (astronom
senior LAPAN). Kriteria hisab Imkanur Rukyat Persis saat ini adalah: awal bulan
hijriyah dapat ditetapkan jika setelah terjadi ijtima, posisi bulan pada waktu
ghurub (terbenam matahari) di wilayah Indonesia sudah memenuhi syarat: beda
13 M. Iqbal Santoso, ”Hisab Imkanur Rukyat Kriteria Awal Bulan Hijriyyah PersatuanIslam”, artikel diakses pada 11 Januari 2015 dari https://pemudapersisjabar.com//hisab-imkanur-rukyat-kriteria-awal-bulan-hijriyyah-persatuan-islam.html.
7
tinggi antara bulan dan matahari minimal 4 derajat, dan jarak busur antara bulan
dan matahari minimal sebesar 6.4 derajat.14
Melihat pemikiran serta pengaplikasian sistem perhitungan dan metode
hisab rukyat yang digunakan oleh Persatuan Islam (Persis), penulis tertarik untuk
mengangkat fenomena tersebut menjadi sebuah penelitian dengan mengambil
judul “DINAMIKA KRITERIA PENETAPAN AWAL BULAN KAMARIAH
(Studi Terhadap Organisasi Kemasyarakatan Persatuan Islam)”
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Kriteria penetapan awal bulan Kamariah yang dikenal dikalangan
ormas-ormas Islam Indonesia sangatlah beragam. Agar permasalahan dalam
penelitian skripsi ini tidak meluas, maka dalam penelitian ini, penulis
memfokuskan dan membatasi pada dinamika kriteria penetapan awal bulan
Kamariah yang dipegang oleh ormas Persatuan Islam (Persis) mengenai
perubahan kriteria awal bulan Kamariah dari tahun ke tahun.
2. Perumusan Masalah
Dari permasalahan di atas, penulis dapat merumuskan masalah sebagai
berikut:
1) Bagaimana metode dan dasar hukum yang digunakan oleh Persatuan Islam
(Persis) dalam penetapan awal bulan Kamariah?
2) Faktor apa yang melatar belakangi perubahan kriteria awal bulan
Kamariah Persatuan Islam (Persis)?
14 M. Iqbal Santoso, ”Hisab Imkanur Rukyat Kriteria Awal Bulan Hijriyyah PersatuanIslam”, artikel diakses pada 11 Januari 2015 dari https://pemudapersisjabar.com//hisab-imkanur-rukyat-kriteria-awal-bulan-hijriyyah-persatuan-islam.html.
8
3) Bagaimana aplikasi metode Imkanur Rukyat ahli astronomi (LAPAN
2010) dalam kalender Persis?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Dengan menganalisis latar belakang dan perumusan masalah tersebut
maka penelitian ini bertujuan:
1) Mengetahui metode dan dasar hukum yang digunakan oleh Persatuan
Islam (Persis) dalam menetapkan awal bulan Kamariah.
2) Mengetahui faktor yang melatar belakangi perubahan kriteria awal bulan
Kamariah Persatuan Islam (Persis).
3) Mengetahui pengaplikasian metode Imkanur Rukyat ahli astronomi
(LAPAN 2010) dalam kalender Persis.
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini memuat antara lain:
a. Untuk Penulis: memberikan wawasan kepada penulis, dalam rangka
memanfaatkan ilmu yang sedikit mengenai metode, dasar hukum serta
kriteria penetapan awal bulan Kamariah yang digunakan oleh Persatuan
Islam (Persis).
b. Untuk kalangan akademis: seperti mahasiswa dan pengamat akademis
dengan adanya skripsi ini memberikan hasil penelitian guna memperkaya
khazanah kemajemukan metode awal bulan Kamariah tanpa mengabaikan
sikap kritis dan selektif dalam ilmu falak di Fakultas Syari’ah dan Hukum
9
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, serta menambah literature kepustakaan
khususnya mengenai organisasi kemasyarakatan Persatuan Islam (Persis).
c. Untuk masyarakat: memberikan informasi mengenai kriteria serta metode
penetapan awal bulan Kamariah menurut perspektif Persatuan Islam
(Persis), NU, Muhammadiyah, serta ormas-ormas lainnya.
D. Review Studi Terdahulu
Setelah penulis melakukan penelusuran terhadap karya ilmiah yang
bertema tentang penentuan awal bulan Kamariah di Perpustakaan Fakultas
Syariah dan Hukum, penulis menemukan tiga skripsi yang berkaitan. Tiga skripsi
yang berkaitan akan dikemukakan oleh penulis secara ringkas untuk mengetahui
sisi perbedaan dengan skripsi penulis, antara lain:
No Identitas Substansi Pembeda
1. Muadz Junizar, KajianTentang Penentuan AwalBulan QamariyahMenurut Persis, ProgramStudi Ahwal Asy-Syakhsiyyah, FakultasSyari’ah, Institut AgamaIslam Negeri SunanKalijaga Yogyakarta,2001.
Skripsi ini membahasbahwa dalampenyusunan kalenderHijriyah yangdimulai pada tahun1422/1423 H, Persismenggunakankriteria ImkanurRukyat denganberlandaskan kepadahadits NabiMuhammad sawtentang pelaksanaanawal puasa karenamelihat hilal(Ramadhan) danberlebaran karenamelihat hilal (bulanSyawal).
Disini penulismembahas bahwasejak tahun 1434 Hdalam penyusunankalender HijriyahPersis menggunakankriteria ImkanurRukyat ahli astronomi(LAPAN 2010)dengan kriteria: tinggibulan minimal 4° danjarak elongasi antarabulan dan matahariminimal 6,4°.
2. H. Rohmat, PenentuanAwal Bulan QamariyahMenurut
Hasil penelitian inimembahas kriteriapenetapan awal bulan
Disini penulismembahas dinamikakriteria penetapan
10
Muhammadiyah,Program Pascasarjana,Fakultas Syari’ah,Institut Agama IslamNegeri Raden IntanLampung, 2015.
Kamariah yangdigunakan olehMuhammadiyahialah wujudul hilaldenganmenggunakanprinsip: Ijtimak(konjungsi) telahterjadi sebelummatahari terbenam(Ijtima’ QablalGhurub).
awal bulan Kamariahyang dipakai olehPersatuan Islam(Persis) dari tahun ketahun, diantaranya:Ijtima’ QablalGhurub, WujudulHilal, Wujudul Hilaldi seluruh wilayahIndonesia, ImkanurRukyat MABIMS,dan pada saat iniImkanur Rukyat ahliastronomi (LAPAN2010).
3. Arrikah Imeldawati,Studi Analisis MetodeHisab Awal BulanKamariah Dalam KitabSair Al-Kamar, ProgramStudi Ahwal Al-Syakhsiyyah, FakultasSyari’ah, Institut AgamaIslam Negeri WalisongoSemarang, 2010.
Dalam kitab Sair al-Kamar memakaimetode yang dinukildari kitab fathu al-rauf al-mannan yangmetodenyamengambil data daritabel-tabel yang telahada. Metodeperhitungan dalamkitab sair al-kamartermasuk dalam hisabhakiki bi al-taqribkarena masihberpangkal padadata-data Zaij UlughBeik, sama dengankitab sullam al-nayyiroin, dan fathual-rauf al-mannan.
Dalam menetapkanawal bulan KamariahPersis memakaikriteria ImkanurRukyat ahli astronomi(LAPAN 2010)dengan menggunakanmetode hisabephemeris, danperhitungannyadengan softwareaccurate time 5.3.
Didin Syawaludin,Pemahaman KriteriaWujud al-Hilal di PDPersis Cianjur dalamTinjuan Syar’i danAstronomi, ProgramMagister, Institut AgamaIslam Negeri Walisongo,2012
PD Persis Cianjurdalam menetapkanawal bulan Kamariahmasih menggunakankriteria Wujud al-hilal, padahal secarainstitusi Persismenggunakankriteria MABIMS.Hal ini terjadi karenatidak tepatnya
Pada saat ini dalammenetapkan awalbulan KamariahPersis menggunakankriteria ImkanurRukyat ahli astronomi(LAPAN 2010) danberlaku untuk seluruhJamiyah Persis.Kriteria tersebutditetapkan untuk
11
memaknai kata Ra’adari hadits-haditstentang rukyat yangmengakibatkanbanyak permasalaha.
menyatukanperbedaan pendapatmengenai kriteriaawal bulan Kamariahdikalangan JamiyahPesis.
E. Metode Penelitian
1. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan ialah dengan memakai pendekatan
yuridis sosiologis. Penelitian yuridis sosiologis adalah suatu penelitian yang
didasarkan pada suatu ketentuan hukum dan fenomena atau kejadian yang
terjadi dilapangan.15 Sehingga dapat menggambarkan secara mendalam
terhadap masalah yang diteliti,16 dengan melakukan metode kualitatif, seperti
observasi dimana peneliti mengumpulkan data dengan cara bertatap muka
langsung dan berinteraksi dengan data-data di tempat penelitian.17
Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode deskriptif
kualitatif, yakni bertujuan untuk mengetahui apa yang terjadi dilingkungan
yang akan diteliti,18 hal ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran yang
baik, jelas, dan dapat memaparkan hasil-hasil penelitian yang bersumber dari
dokumen tertulis berupa almanak Persis serta hasil wawancara yang
15 Soejono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: RajaGrafindo, 2001), h. 26.
16 Faisal Sanapiah, Format-format Penelitian Sosial, Dasar-Dasar dan Aplikasinya,(Jakarta: PT. Rajawali Pers, 2003), cet. Ke-6, h. 20.
17 Syamsudin dan Vismala S. Damaianti, Metode Penelitian Pendidikan Bahasa,(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), h. 73.
18 Emzir, Metodologi Penelitian Pendidikan: Kuantitatif dan Kualitatif, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2008), h. 174.
12
dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana dinamika kriteria penetapan awal
bulan Kamariah yang dipakai oleh Persatuan Islam (Persis).
2. Sumber Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan data yang berhubungan
dengan permasalahan dan tujuan penelitian. Sumber data yang penulis
gunakan terbagi menjadi tiga bagian, yaitu:
a. Data Primer
Data primer adalah data yang penulis dapatkan dari petugas atau
sumber pertamanya.19 Data tersebut penulis dapatkan dari almanak Islam
Persis dan hasil wawancara dengan Dewan Hisab dan Rukyat Persis serta
data-data atau dokumen yang berkaitan dengan Persatuan Islam (Persis).
Data tersebut dianalisis dengan cara menguraikan dan menghubungkan
dengan masalah yang dikaji.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah seluruh literatur yang berhubungan dengan
ilmu falak secara umum atau literatur lain yang dapat memberikan
informasi tambahan pada judul yang diangkat dalam skripsi ini, yaitu:
buku, kitab, hasil penelitian, majalah, artikel, dan lain sebagainya.
c. Data tersier
Data ini diperoleh dengan cara mengumpulkan dan menelaah
beberapa literatur buku-buku ilmiah, kamus, ensiklopedia ataupun internet.
3. Teknik Pengumpulan Data
19 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Raja GrafindoPersada, 2007), h. 37.
13
Sebagai tindak lanjut dalam rangkat memperoleh data sebagaimana
diharapkan, maka penulis melakukan pengumpulan data dengan dua teknik
penelitian, diantaranya:
a. Penelitian kepustakaan (library research), dalam hal ini penulis
mengadakan penelitian terhadap beberapa literatur yang ada kaitannya
dengan penulisan skripsi ini, yang berupa almanak atau kalender Hijriyah
Persatuan Islam dari tahun 1434 H, 1435 H, 1436 H, 1437 H, surat
keputusan Dewan Hisab dan Rukyat Persis, buku, artikel, jurnal, skripsi,
surat kabar, dan lain sebagainya. Hal yang dilakukan dalam melaksanakan
penelitian kepustakaan ini adalah dengan cara membaca, mengutip,
menganalisa dan merumuskan hal-hal yang dianggap perlu dalam
memenuhi data penelitian ini.
b. Penelitian lapangan (field research), dalam hal ini untuk mendapatkan
data-data dan informasi tentang dinamika kriteria penetapan awal bulan
Kamariah yang dipakai Persis, penulis langsung turun kelapangan pada
obyek penelitian yaitu Dewan Hisab dan Rukyat Persis, dengan
menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
1) Wawancara
Wawancara adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh
pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara.20
Dalam penelitian ini, teknik yang digunakan untuk mengumpulkan
data yaitu dengan cara tanya jawab secara langsung dengan
20 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), h. 205.
14
menggunakan instrumen pengumpulan data. Wawancara ini
dimaksudkan untuk memperoleh data atau informasi dari pihak terkait
yaitu Dewan Hisab dan Rukyat Persatuan Islam (Persis).
2) Observasi
Observasi adalah teknik pengumpulan data dengan melakukan
pengamatan langsung pada kalender Hijriyah Persis tahun 1434 H,
1435 H, 1436 H, 1437 H, dan Surat Keputusan Dewan Hisab Rukyat
Persis tentang penetapan awal bulan Kamariah, yang kemudian
dianalisis sesuai dengan tujuan penulisan skripsi ini.
4. Analisis Data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara
sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, data lapangan dan
bahan-bahan lain sehingga mudah dipahami dan temuannya dapat
diinformasikan kepada orang lain.21 Analisis data dalam penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif yaitu menganalisis
dengan cara menguraikan dan mendeskripsikan tentang profil organisasi
kemasyarakatan Persatuan Islam (Persis), bagaimana cara organisasi
kemasyarakatan tersebut menentukan awal bulan Kamariah dan bagaimana
dinamika perubahan kriteria awal bulan Kamariah Persatuan Islam, serta
bagaimana pengaplikasian metode Imkanur Rukyat ahli astronomi
(LAPAN 2010) yang digunakannya saat ini.
5. Teknik Penulisan
21 Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, (Bandung: Alfabeta, 2004), h.244.
15
Adapun dalam tehnik penulisan pada skripsi ini menggunakan
tehnik dasar dalam penulisan karya ilmiah yang dalam hal ini berpedoman
kepada buku pedoman penulisan skripsi Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2012.
F. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan dalam memahami dan mempelajari skripsi ini, maka
disini penulis akan menjelaskan mengenai sistematika penulisan laporan
penelitian, dimana penelitian ini terdiri dari lima bab dengan rancangan sebagai
berikut:
Bab I merupakan bab pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah,
pembatasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, review studi
terdahulu, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II membahas tentang tinjauan teoritis hisab rukyat, yang meliputi
pengertian hisab rukyat, landasan hukum hisab rukyat, sejarah singkat dan
perkembangan pemikiran hisab rukyat di Indonesia, dan persoalan seputar
penetapan awal bulan Kamariah di Indonesia.
Bab III merupakan gambaran umum mengenai Persatuan Islam, yang
meliputi sejarah singkat Persatuan Islam, dan Sejarah Almanak Persatuan Islam.
Bab IV merupakan bab analisis penulis mengenai dinamika kriteria
penetapan awal bulan Kamariyah Persatuan Islam, yang meliputi metode, dasar
hukum dan landasan yuridis hisab rukyat Persis dalam menentukan awal bulan
Kamariah, faktor yang melatarbelakangi perubahan kriteria awal bulan Kamariah
16
Persis, dan aplikasi kriteria Imkanur Rukyat ahli astronomi (LAPAN 2010) di
kalender Persis.
Bab V merupakan bab penutup yang meliputi kesimpulan dan saran-saran.
17
BAB II
TINJAUAN TEORITIS TENTANG HISAB RUKYAT
A. Pengertian Hisab Rukyat
Sebelum penulis mendeskripsikan prihal hisab rukyat secara mendalam,
terlebih dahulu penulis menjelaskan apa makna hisab rukyat secara etimologis
maupun terminologis. Karena seringkali kalimat “hisab rukyat” disebutkan dalam
pembahasan penetapan awal bulan Kamariah, namun kalimat tersebut terasa
kurang mengena tatkala tidak diketahui pengertian yang sesungguhnya
berdasarkan penelitian empiris. Pada dasarnya kalimat “hisab rukyat” terdiri dari
dua kata, yaitu: “hisab” dan “rukyat”.
1. Pengertian Hisab
Secara etimologi “hisab” identik dengan ilmu hitung (aritmatik).1
Sementara “hisab” (حساب) merupakan kata masdar dari kata kerja (fi’il
madhi) “hasaba” ( حسابا -يحسب -حسب ( .
Kata “al-hisab” (الحساب) dapat bermakna “al-‘add” (الع دد) yang
mempunyai arti menghitung.2 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata
1 Ahmad Warson Munawir, Kamus al-Munawir, (Surabaya: Pustaka Progresif, 1997), cet,ke-14, h. 262.
2 Kamus Munjid, (Bairut: Dar al-Masyriq, 1986), h. 132.
18
“hisab” mempunyai arti aneka ragam, antara lain: hitungan, perhitungan,
perkiraan.3
Dalam al-Qur’an kata hisab banyak digunakan untuk menjelaskan hari
perhitungan (yaumul hisab) dimana Allah akan memperhitungkan dan
menimbang semua amal dan dosa manusia dengan adil. Kata hisab muncul
dalam al-Qur’an sebanyak 37 kali yang semuanya berarti perhitungan dan
tidak memiliki penggunaan definisi yang kabur.4
Secara terminologis hisab berarti penentuan awal bulan Kamariah yang
didasarkan kepada perhitungan peredaran bulan mengelilingi bumi.5 Sistem
ini dapat menetapkan awal bulan jauh sebelumnya, sebab tidak bergantung
kepada terlihatnya hilal pada saat matahari terbenam menjelang masuknya
tanggal satu.
Pada dasarnya perhitungan dengan cara hisab ini berasal dari revolusi
(berputarnya) bulan terhadap bumi dalam satu tahun penuh (354-355 hari).
Dalam sistem penanggalan Kamariah bulan mengelilingi bumi dalam satu
tahun terdapat 354 hari tahun basithah6 atau 355 hari tahun kabisat.7 Sistem
3 Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,2008), cet. Pertama edisi ke-4, h. 503.
4 Tono Saksono, Mengkompromikan Rukyat dan Hisab, (Jakarta: Amythas Publitica,2007), h. 120.
5 Tim Penyusun, Pedoman Perhitungan Awal Bulan Qamariyah, (Jakarta: Depag RI,1994/1995), h. 7.
6 Tahun Basithah adalah tahun pendek, dimana sistem penanggalan kamariah jumlah haridalam satu tahun berjumlah 345 hari. Sebagai krierianya bahwa tahun tersebut tahun basithah yaitujumlah hari dalam bulan zulhijjahnya terdapat 29 hari, sebagaimana perhitungan biasanya.
7 Tahun Kabisat merupakan kebalikan dari tahun Basithah, dimana jumlah hari terdapat355 hari dalam satu tahun. Sebagai kriterianya bahwa tahun tersebut tahun kabisat yaitu jumlahhari dalam bulan zulhijjahnya terdapat 30 hari.
19
penanggalan ini populer dengan sebutan sistem kamariah, lunar sistem, atau
tahun candra.8
Dikalangan umat Islam ilmu falak dan ilmu faraid dikenal dengan ilmu
hisab, karena kegiatan yang menonjol dalam keduanya adalah menghitung.
Namun di Indonesia ketika disebutkan ilmu hisab maka yang dimaksud adalah
ilmu falak.9
Secara bahasa (etimologi), Falak artinya orbit atau lintasan benda-
benda langit, dalam al-Qur’an di sebutkan kata falak ini sebanyak dua kali
yang masing-masing ayat tersebut mengartikannya sebagai “garis edar” atau
“orbit”; hal tersebut dijelaskan di dalam QS. Yasin (36): 40
وكل في فـلك يسبحون ◌ ها أن تدرك القمر وال الليل سابق النـهار ال الشمس يـنبغي ل (36: 40)
Artinya: “Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan danmalampun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar padagaris edarnya.” (Q.S Yasin: 40)
Dan QS. Al-Anbiya’ (21): 33
(33 :21)كل في فـلك يسبحون ◌ وهو الذي خلق الليل والنـهار والشمس والقمر
Artinya: “Dan dialah yang menciptakan malam dan siang, matahari danbulan. Masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya.”(Q.S al-Anbiya’: 33)
Sehingga ilmu falak adalah ilmu yang mempelajari lintasan benda-
benda langit, khususnya bumi, bulan dan matahari, pada orbitnya masing-
8 Depag RI, Pedoman Perhitungan Awal Bulan Qamariyah, h. 1.
9 Badan Hisab dan Rukyah Dep. Agama, Almanak Hisab Rukyah, (Jakarta: ProyekPembinaan Badan Peradilan Islam, 1981), h. 14.
20
masing dengan tujuan untuk diketahui posisi benda-benda langit antara satu
dengan yang lainnya, agar dapat diketahui waktu-waktu di permukaan bumi
ini.10
Pengertian di atas sejalan dengan yang di definisikan oleh Susiknan
Azhari yaitu “Ilmu pengetahuan yang mempelajari lintasan benda-benda
langit, seperti matahari, bulan, bintang-bintang dan benda-benda langit
lainnya, dengan tujuan untuk mengetahui posisi dari benda-benda langit itu
serta kedudukannya dari benda-benda langit yang lain.” Dalam literatur-
literatur klasik ilmu falak biasa disebut dengan Ilmu al-Hai’ah, Ilmu Hisab,
Ilmu Rosd, Ilmu Miqat dan Astronomi.11
Ilmu falak atau ilmu hisab pada garis besarnya ada dua macam yaitu
‘ilmiy dan ‘amaliy. Ilmu falak ‘ilmiy yaitu ilmu yang membahas teori dan
konsep benda-benda langit, sedangkan ilmu falak ‘amaliy adalah ilmu yang
melakukan perhitungan untuk mengetahui posisi dan kedudukan benda langit
antara satu dengan yang lainnya. Ilmu falak ‘amaliy inilah yang oleh
masyarakat umum dikenal dengan Ilmu Falak atau Ilmu Hisab.12
Menurut Ahmad Izzuddin idealnya dalam penamaan Ilmu Falak ini
ditinjau dari kerja ilmiahnya, yaitu disebut Ilmu Hisab Rukyah, tidak disebut
ilmu hisab (saja), karena pada dasarnya ilmu ini menggunakan dua
10 Muhyiddin Khazim, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktek, (Yogyakarta: BuanaPustaka, 2004), cet. ke-I, h. 3.
11 Susiknan Azhari, Ensiklopedi Hisab Rukyah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), cet.ke-I, h. 55.
12 Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktek, h. 4.
21
pendekatan kerja ilmiahnya dalam mengetahui waktu-waktu ibadah dan
posisi benda-benda langit, yakni pendekatan hisab (perhitungan) dan
pendekatan rukyah (observasi) benda-benda langit.13
Hisab tidak hanya proses menghitung dengan rumus ataupun
mencocokkan pola-pola saja, namun mencakup analisis numeris mengenai
model-model, persamaan-persamaan, rumus-rumus serta pola-pola numeris
sifat-sifat benda.
2. Pengertian Rukyat
Kata “rukyat” secara etimologi merupakan masdar dari kata kerja (fi’il
madhi) “Raa ) رؤیة- رؤبا- رأبا-یرى-رأى ) dan kata bendanya رأبا berarti melihat
dengan akal (rasional), رؤبا berarti melihat dalam tidur (mimpi), dan رؤیة
yang artinya melihat dengan mata kepala.14 Dalam ungkapan lain adalah
observasi. Sedangkan pengertian asli dalam Bahasa Arab Rukyat bisa berarti
melihat dengan mata dan bisa juga melihat dengan hati (orang Indonesia
menyebutnya sebagai rukyat bilfi’li atau rukyat bil’ilmi). Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia, kata rukyat berarti penglihatan, pengamatan.15 Sedangkan
dalam khazanah fiqih, kata rukyat lazim disertai dengan kata hilal sehingga
menjadi rukyatul hilal yang berarti melihat bulan baru.16
13 Ahmad Izzuddin, Ilmu Falak Praktis (Metode Hisab Rukyah Praktis dan SolusiPermasalahannya), (Semarang: Komala Grafika, 2006), h. 1.
14 Kamus Munjid, (Bairut: Dar al-Masyriq, 1986), h. 243.
15 Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, h. 1187.
16 Maskufa, Ilmu Falak, (Jakarta: Gaung Persada, 2010), cet. ke-II, h. 149.
22
Secara terminologis kata “rukyat” adalah melihat hilal pada saat
matahari terbenam tanggal 29 Kamariah. Jika hilal berhasil dirukyat maka
sejak matahari terbenam tersebut sudah dihitung bulan baru. Kalau tidak maka
malam itu dan keesokan harinya masih merupakan bulan yang berjalan dengan
digenapkan (diistikmalkan) menjadi 30 hari.17
Sedangkan dalan Kamus Besar Bahasa Indonesia “rukyat” adalah
melihat bulan tanggal satu untuk menentukan hari permulaan dan penghabisan
bulan Ramadhan,18 atau dengan istilah lain “rukyatul hilal” adalah melihat
bulan untuk menentukan mulai masuknya bulan Ramadhan dan masuknya
bulan Syawal; rukyat.19
Arti rukyat secara istilah, kaitannya dalam penentuan awal bulan
Kamariah mengalami berbagai perkembangan sesuai dengan fungsi dan
kepentingan penggunaannya.
Semua pengertian rukyat adalah melihat hilal pada saat matahari
terbenam pada akhir bulan Sya’ban atau Ramadhan dalam rangka menentukan
awal bulan Kamariah berikutnya. Jika pada saat matahari terbenam tersebut
hilal dapat dilihat maka malam itu dan keesokan harinya merupakan tanggal
satu bulan baru, sedangkan jika hilal tidak tampak maka malam itu dan
17 Badan Hisab dan Rukyat Dep. Agama, Almanak Hisab Rukyat, (Jakarta: ProyekPembinaan Badan Peradilan Agama Islam, 1981), h. 15.
18 Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, h. 1187.
19 Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, h. 1187.
23
keesokan harinya merupakan tanggal 30 bulan yang sedang berlangsung, atau
dengan kata lain di istikmalkan (disempurnakan) menjadi tiga puluh hari.20
Dalam perkembangan selanjutnya, “melihat hilal” tersebut tidak hanya
dilakukan pada akhir bulan Sya’ban dan Ramadhan saja, namun juga pada
bulan-bulan lainnya terutama menjelang awal-awal bulan yang ada kaitannya
dengan waktu pelaksanaan ibadah atau hari-hari besar Islam. Bahkan untuk
kepentingan pengecekan hasil hisab.21
Jika kita lihat dari segi sarana yang dipergunakan semula pelaksanaan
rukyat hanya dilakukan dengan mata telanjang, tanpa alat, dan hanya melihat
kearah ufuk bagian barat, tidak tertuju pada posisi tertentu. Dari keadaan
seperti ini timbul istilah rukyah bil’aini atau rukyah bilfi’li. Namun, setelah
kebudayaan manusia semakin maju, maka pelaksanaan rukyatpun secara
berangsur dilengkapi dengan sarana serta berkembang terus menuju
kesempurnaan sesuai dengan perkembangan teknologi.
Rukyat merupakan metode ilmiah yang klasik dan besar manfaatnya.
Galileo Gailei, besar jasanya dalam memajukan ilmu pengetahuan setelah ia
menemukan metode observasi sebagai metode ilmiah yang paling efektif.
Namun jauh sebelum itu Nabi Muhammad Saw telah bersabda: “berpuasalah
kamu dengan melihat hilal, jangan berpuasa sebelum melihat hilal...”, dari
segi ilmu pengetahuan hadits tersebut mendorong kita untuk lebih banyak
melakukan observasi (melihat). Dengan metode “melihat” dari jarak jauh, ahli
20 Departemen Agama, Pedoman Tehnik Rukyat, (Direktoral Jenderal PembinaanKelembagaan Agama Islam Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam: 1994), h. 1.
21 Departemen Agama, Pedoman Tehnik Rukyat, h. 2.
24
astronomi dapat menentukan susunan rasi atau suatu tata surya, mereka dapat
mengukur besarnya bintang-bintang, mengukur jarak, bahkan dapat mengukur
berat benda langit dengan kesalahan yang relatif kecil. Betapa penting dan
bermanfaatnya metode ini.22
Hisab rukyat merupakan dua kata yang saling berkaitan, keduanya
mempunyai arti yang saling terkolerasi antara yang satu dengan yang lainnya.
Hisab rukyat merupakan media dalam hal penentuan awal bulan kamariah.
Namun, secara fungsional terdapat perbedaan yang mendasar, dimana hisab
sebagai media penetapan awal bulan Kamariah dengan menggunakan
perhitungan, sementara rukyat lebih mengacu ke dalam penglihatan mata
secara dhahir (mata telanjang) dalam mengobservasi hilal.
B. Landasan Hukum Hisab Rukyat
Segara garis besar ada dua metode dalam menentukan awal bulan
Kamariah khususnya pada bulan-bulan yang ada kaitannya dengan ibadah seperti
Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah, yaitu metode rukyat dan metode hisab.
Metode rukyat inilah yang pertama kali digunakan oleh umat Islam sejak masa
Nabi Muhammad SAW.
Adapun landasan digunakannya hisab dan rukyat dalam penentuan awal
bulan Kamariah berdasarkan kepada al-Qur’an dan Hadits Nabi, sebagai berikut:
1. Landasan Dalam al-Qur’an
Adapun ayat-ayat yang dijadikan acuan dalam menentukan awal bulan
Kamariah antara lain:
22 Departemen Agama, Pedoman Tehnik Rukyat, h. 19.
25
a. Firman Allah SWT dalam surah Al-Baqarah (2): 189
(2:189)
Artinya: “Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang bulan sabit.Katakanlah: “itu adalah (petunjuk) waktu bagi manusia dan (bagi ibadah)haji, dan bukanlah suatu kebajikan memasuki rumah dari atasnya, tetapikebajikan adalah (kebajikan) orang yang bertakwa. Masukilah rumah-rumah dari pintu-pintunya, dan bertakwalah kepada Allah agar kamuberuntung.” (Q.S. Al-Baqarah: 189)
Dalam firman Allah di atas dapat diketahui bahwa bulan sabit
(hilal) dapat dijadikan pedoman waktu untuk manusia (umat Islam) dalam
ibadah-ibadahnya, seperti penentuan awal bulan Ramadhan, Idul Fitri, dan
Idul Adha.23 Ayat ini dijadikan dasar oleh mazhab rukyat sebagai metode
dalam menetapkan awal bulan Kamariah.
b. Firman Allah Swt dalam surat Yunus (10): 5
(10:5)
Artinya: “Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulanbercahaya dan ditetapkan manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagiperjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun danperhitungan (waktu).” (QS. Yunus: 5)
23 Abdul Karim Kassim, Menentukan Awal dan Akhir Puasa Ramadhan Dengan Rukyatdan Hisab, (Bandung: PT. Al-Ma’arif, tth), h. 150.
26
Ayat diatas merangkum kata wa qaddarahu yang artinya dan
ditetapkannya dan al-hisaba yang artinya perhitungan (waktu) dijadikan
dasar bahwa posisi kedudukan dan saat hilal itu dapat dihitung, karena
Allah menganjurkan manusia untuk mengetahui waktu dan
mendayagunakan kemampuan inteleknya sebagai mahluk cerdas.24
c. Firman Allah Swt dalam Surat al-Isra’ (17): 12
(17:12)
Artinya: “Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda, laluKami jadikan tanda siang itu terang agar kamu mencari karunia dariTuhanmu, dan supaya kamu mengetahui bilangan tahun-tahun danperhitungan.” (QS. Al-Isra’: 12)
Dalam kitab-kitab tafsir disebutkan bahwa ayat tersebut
menerangkan tentang susunan dan hukum yang berlaku diruang angkasa
yang juga menunjukkan akan kekuasaan dan kebesaran Allah SWT dalam
mengatur alam semesta dengan harmonis. Dengan ayat ini pula manusia
dapat memahami manfaat dari sinar matahari dan cahaya bulan, malam
untuk beristirahat dan siang hari untuk mencari penghidupan (bekerja) dan
melakukan perjalanan. Juga ditetapkan pada masing-masing benda langit
itu garis edar masing-masing sehingga memudahkan manusia dalam
menghitung dan mengetahui bilangan tahun, bulan, hari dan seterusnya
yang pada akhirnya manusia dapat membuat perencanaan-perencanaan
24 Tono Saksono, Mengkompromikan Rukyat dan Hisab, h. 121.
27
bagi diri, keluarga, dan masyarakat dalam menjalani hidup dan
kehidupannya sebagai anggota masyarakat dan hamba Allah SWT.25
Selanjutnya, dengan ayat ini manusia berdasarkan pada adanya
peredaran bulan dan matahari yang tetap dan harmonis dapat mengetahui
perhitungan tahun, bulan, dan hari. Manusia juga dapat melakukan
perhitungan terhadap waktu shalat, waktu berpuasa, berhari raya, dan
waktu pelaksanaan haji sehingga kewajiban-kewajiban agama itu dapat
dilaksanakan tepat waktu.26
d. Firman Allah Swt dalam Surat Al-Baqarah (2): 185
(2:185)
Artinya: “(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan,bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur’an sebagaipetunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itudan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapadiantara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu. Makahendaklah ia berpuasa pada bulan itu.” (QS. Al-Baqarah: 185)
Ayat di atas menjelaskan bahwa cara melaksanakan puasa adalah
dengan mengetahui dirinya menyaksikan hilal atau rukyatul hilal karena
syahida dalam ayat itu bermakna melihat atau menyaksikan. Muhammad
25 Maskufa, Ilmu Falak, h. 153.
26 Maskufa, Ilmu Falak, h. 154.
28
Ali As-Sayis menjelaskan dalam tafsirnya bahwa term syahida itu
mempunyai dua makna yaitu hadir di bulan Ramadhan dan menyaksikan
bulan dengan akalnya dan pengetahuannya. Hadir disini dimaknai sebagai
mengetahui hadirnya bulan Ramadhan yakni dengan jalan rukyat.27
Sedangkan, menurut golongan hisab kata syahida dalam ayat di atas bisa
diartikan melihat dengan keyakinan tidak hanya dengan mata kepala.28
e. Firman Allah Swt dalam Surat at-Taubah (9): 36
(9:36)
Artinya: “Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belasbulan dalam ketetapan Allah, diwaktu Dia menciptakan langit dan bumi.”(QS. al-Taubah: 36)
Ayat ini menjelaskan tentang satu tahun terdiri dari 12 bulan,
dengan demikian dalam kalender Islam satu tahun terdiri dari 12 bulan.
Sampai pada aras ini para ulama bersepakat bulat tak ada perbedaan.
Beberapa ayat di atas merupakan dasar yang menjadi pijakan
hukum syar’i oleh kelompok-kelompok tertentu yang menjadikan hisab
dan rukyat sebagai media dalam menetapkan awal bulan Kamariah. Ayat-
ayat lain yang mengandung makna serupa masih banyak lagi, yang tidak
mungkin penulis paparkan satu per satu mengingat keterbatasan.
Diantaranya yang terdapat dalam surah Al-An’am ayat 96-97, al-Nahl ayat
27 Maskufa, Ilmu Falak, h. 151.28 Abdul Karim Kassim, Menentukan Awal dan Akhir Puasa Ramadhan Dengan Rukyat
dan Hisab, h. 7.
29
16, al-Hijr ayat 16, al-Anbiya ayat 33, al-Rahman ayat 5 dan 33, dan surat
Yasin ayat 38, 39 dan 40.
2. Landasan dalam Hadits
Adapun hadits-hadits yang berhubungan dengan hisab rukyat antara
lain berbunyi sebagai berikut:
قال ابو القسم : او قال , قال النيب صلى اهللا عليه وسلم : هريرة رضي اهللا عنه يـقول عن ايب ة شع , صلى اهللا عليه وسلم بان صوموا لرؤيته وأفطروا لرؤيته فان غمي عليكم فاكملوا عد
29)رواه البخاري(ثالثني
Artinya: “Dari Abu Hurairah R.A. berkata, Nabi SAW, bersabda atau betkata(Abu Hurairah) , bersabda Abul Qasim saw. “Puasalah kamu ketika melihathilal dan berbukalah ketika melihat hilal, apabila hilal tidak terlihat olehmumaka sempurnakan bilangan Sya’ban tiga puluh hari.” (HR. Bukhari)
Hadits di atas menetapkan bahwa mengawali berpuasa dan berhari
raya hendaklah dengan rukyat. Mereka (golongan hisab) memahami rukyat
dalam arti melihat dengan ilmu dan akal (rukyat bil ilmi).30
31)رواه مسلم(فصوموا واذا رأيـتموه فأفطروا فان غم عليكم فاقدرواله اذا رأيـتموا الـهالل
Artinya: “Bila kamu melihat hilal, maka berpuasalah, dan bila kamu melihathilal maka berbukalah. Bila hilal itu tertutup awan maka kira-kirakanlah ia”(Diriwayatkan oleh Muslim)
Kalimat “faqdurulah” pada hadits di atas dimaknai oleh kalangan
penganut hisab sebagai kira-kirakanlah yaitu dengan jalan hisab. Diperkuat
juga oleh pendapat Mithraf bin Abdullah (kibaruttabi’iin), Abdul Abbas bin
29 Al-Imam Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Baari Buku II, PenerjemahAmiruddin, dkk, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2006), cet. ke-2, h. 56.
30 Maskufa, Ilmu Falak, h. 155.
31 Al-Imam Abu Husain Muslim bin al-Hijaaji al-Qusyairi an-Naisaburi, Shahih Muslim,(Beirut: Darul Kitab al-‘Araby, tth), h. 421.
30
Suraji, Ibnu Qutaibah dan lainnya, mengatakan makna “faqdurulah” ialah
perkiraan hilal itu berdasarkan dengan hisab.32
Sementara bagi kalangan penganut rukyat kalimat tersebut masih
mujmal sedangkan hadits dengan teks “... faakmiluu’idata Sya’ban
tsalaatsiina” adalah mufasar. Maka yang mujmal harus dibawa ke yang
mufasar. Jadi makna faqdurulah dalam hadits itu adalah istikmal, yaitu bila
rukyat tidak berhasil maka genapkanlah bilangan bulan Sya’ban itu 30 hari.33
صوموا لرؤيته وأفطروا لرؤيته : أن النيب صلى اهللا عليه وسلم قال , عن ايب هريرة رضي اهللا عنه ي عليكم فاكملوا العدد 34)رواه مسلم(فان غم
Artinya: “Dari Abu Hurairah R.A. Sesungguhnya Nabi Muhammad SAW.,bersabda “Puasalah kamu tatkala melihat hilal dan berbukalah tatkalamelihat hilal, bila hilal tidak terlihat olehmu maka sempurnakan bilangan.”(HR. Muslim)
Lafadz-lafadz: فان غم dan ي علیكم فان غم dalam hadits di atas
mengandung makna bahwa jika hilal tidak terlihat atau terhalang walaupun
berada di atas ufuk maka hilal dianggap tidak atau belum wujud. Artinya
posisi hilal zaman Rasul tidak hanya berada di atas ufuk mar’i saja tetapi hilal
dapat terlihat sebagai cahaya pertama yang dipantulkan bulan setelah ijtima’.
Berdasarkan hadits-hadits di atas, penetapan awal bulan Kamariah
khususnya awal bulan Ramadhan, Syawwal, dan Dzulhijjah adalah dengan
jalan rukyatul hilal yaitu melihat secara langsung hilal sesaat setelah matahari
32 Abdul Karim Kassim, Menentukan Awal dan Akhir Puasa Ramadhan Dengan Rukyatdan Hisab, h. 45.
33 Maskufa, Ilmu Falak, h. 155.
34 Al-Imam Abi Husain Muslim bin al-Hijaaji al-Qusyairi al-Naisaburi, Shahih Muslim,(Beriut: Dar al-Fikr, 1991), Juz I, h. 472.
31
terbenam pada hari ke 29 atau dengan jalan istikmal yakni menggenapkan
bilangan bulan itu menjadi 30 hari manakala rukyat yang dilakukan itu tidak
berhasil.35
Jadi, menurut kelompok rukyat bil fi’li yang disebut hilal itu adalah
“cahaya” yang dipantulkan bulan setelah ijtima’, pada saat maghrib terlihat
berupa garis lengkung putih. Sedangkan menurut kelompok Wujudul Hilal,
hilal didefinisikan sebagai “posisi bulan” setelah ijtima’ dan pada saat
maghrib berada di atas ufuk mar’i walau belum terlihat berupa garis lengkung
putih.
3. Pendapat Ulama Mengenai Penetapan Awal Bulan Kamariah
Awal bulan Kamariah memang harus ditetapkan, karena hal ini erat
kaitannya dengan pelaksanaan ibadah yang harus kita lakukan. Dasar
penetapan awal bulan Kamariah dalam al-Qur’an dan hadits yang sudah
dipaparkan di atas, ada beberapa kalangan fuqaha yang berbeda pendapat
dalam menafsirkan dasar hukum tersebut, diantaranya:
a. Jumhur Ulama (Hanafi, Maliki, dan Hambali) berpendirian bahwa
penetapan awal bulan Kamariah harus berdasarkan rukyat. Menurut Hanafi
dan Maliki apabila terjadi rukyat disuatu negeri maka rukyat tersebut
berlaku untuk semua daerah atau wilayah kekuasaannya. Sedangkan
menurut Hambali, rukyat tersebut berlaku untuk seluruh dunia Islam.
b. Sebagian aliran dari golongan Syafi’i berpendirian sama dengan Jumhur,
yakni awal Ramadhan tersebut ditetapkan berdasarkan rukyat.
35 Maskufa, Ilmu Falak, h. 152.
32
Perbedaannya dengan Jumhur ialah bahwa menurut golongan ini apabila
terjadi rukyat didalam suatu negeri maka rukyat tersebut hanya berlaku
untuk daerah/wilayah yang berdekatan dengannya, tidak berlaku untuk
daerah/wilayah yang jauh. Kriteria dekat disini ialah yang satu
mathla’/sama mathla’nya. Golongan ini berpegang kepada hadits kuraib.
Dan menurut golongan ini penetapan rukyat tersebut harus dilakukan oleh
qadli/pemerintah.
c. Sebagian ahli fiqh mazhab Syafi’i berpendirian bahwa penetapan awal
bulan Kamariah tersebut dilakukan berdasarkan hisab. Golongan ini bisa
bekerjasama dengan golongan kedua, karena golongan kedua
menggunakan mathla’, disamping itu mereka masih dalam satu lingkaran
mazhab, dimana kelompok ketiga ini terdiri dari pemuka-pemuka mazhab
Syafi’i sendiri.36
Tegasnya dalam mazhab Syafi’i ada yang berpegang kepada rukyat
semata, tidak membenarkan campur tangan hisab sebagaimana pendapat
Jumhur dan ada yang berpegang kepada hisab Imkanur Rukyat.
Persis dalam memahami dasar hukum penetapan awal bulan Kamariah
tidak mengikuti mazhab manapun, karena pada dasarnya Persis tidak
bermazhab, dalam menetapkan awal bulan Kamariah Persis langsung
mentalfiq kepada sumber aslinya yaitu tafsir al-Qur’an dan syara’ hadits
36 Ditjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji , Selayang Pandang Hisab Rukyat,(Jakarta: Direktorat Pembinaan Peradilan Agama, 2004), h. 31.
33
tentang awal bulan Kamariah dalam artian mengambil mana sistem yang
sesuai dengan pemahaman Persis.37
Perbedaan pendapat dalam memahami dasar hukum penetapan awal
bulan Kamariah apakah hilal itu harus ditetapkan berdasarkan rukyat ataukah
hisab tidak perlu kita perdebatkan, karena pada dasarnya antara dua
pandangan saling mengisi dan saling melengkapi serta dapat disatukan.
Apalagi kalau dalam hal ini penetapan itu telah dilakukan oleh qadhi atau
pemerintah.
C. Sejarah Singkat dan Perkembangan Pemikiran Hisab Rukyat di Indonesia
Berbicara mengenai sejarah dan perkembangan pemikiran hisab rukyat
yang berkembang di Indonesia ini, tentunya tidak lepas dari sejarah Islam itu
sendiri di Indonesia, karena hisab rukyat merupakan suatu fan ilmu yang erat
kaitannya dengan Islam itu sendiri terutama dalam hal ibadah-ibadah yang
mempunyai waktu tersendiri. Dalam sejarah Islam di Indonesia sendiri terdapat
dua periode yang mendapat perhatian khusus, yaitu periode masuknya Islam di
Indonesia dan periode reformisme pada abad ke-20.38
Sejak jaman kekuasaan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia, umat Islam
sudah terlibat dalam pemikiran hisab, dimana para raja menggunakan kalender
Hijriyah sebagai kalender resmi. Namun setelah adanya penjajahan Belanda di
Indonesia terjadi pergeseran penggunaan kalender resmi pemerintah. Semula
37 Wawancara pribadi dengan Bapak Syarief Ahmad Hakim, tanggal 08 Oktober 2015 diJakarta.
38 Susiknan Azhari, Pembaharuan Pemikiran Hisab di Indonesia (Studi AnalisisPemikiran Saadoeddin Djambek), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), cet. ke-I, h. 9.
34
kalender Hijriyah di ubah menjadi kalender Masehi (Miladiyyah).39 Meskipun
demikian, umat Islam tetap menggunakan kalender Hijriyah, terutama di daerah-
daerah kerajaan Islam. Tindakan ini tidak dilarang oleh Pemerintah Kolonial
bahkan penetapannya diserahkan kepada penguasa kerajaan-kerajaan Islam yang
masih ada, terutama penetapan terhadap hari-hari yang berhubungan dengan
persoalan peribadatan, seperti tanggal 1 Ramadhan, 1 Syawal, dan 10 Dzulhijjah.
Sebagaimana dinyatakan di atas bahwa pada masa penjajahan persoalan
penentuan awal bulan yang berkaitan dengan peribadatan diserahkan kepada
kerajaan-kerajaan Islam yang masih ada. Lalu setelah Indonesia
memproklamirkan kemerdekaannya, secara berangsur-angsur mulai diadakan
perubahan, dan setelah terbentuknya Departemen Agama pada tanggal 2 Januari
1946, persoalan-persoalan yang berkaitan dengan hari libur (termasuk penetapan 1
Ramadhan, 1 Syawal, dan 10 Dzulhijjah) diserahkan kepada Departemen Agama.
Wewenang ini tercantum dalam penetapan Pemerintah tahun 1946 No. 2/Um,
7/Um, 9/Um, dan dipertegas dengan Keputusan Presiden No. 25 tahun 1946, No.
148 tahun 1968 dan No. 10 tahun 1971.40
Pengaturan hari-hari libur termasuk tanggal 1 Ramadhan, Idul Fitri dan
Idul Adha itu berlaku untuk seluruh Indonesia. Namun demikian perbedaan masih
belum dapat dihindari sama sekali karena adanya dua pendapat yang mendasarkan
tanggal satu bulan Kamariah masing-masing dengan hisab, dan dengan rukyat.
39 Ahmad Izzuddin, Fiqh Hisab Rukyat di Indonesia (Upaya Penyatuan Mazhab Rukyatdengan Mazhab Hisab), (Yogyakarta: Logung Pustaka, 2003), cet. ke-I, h. 48.
40 Susiknan Azhari, Pembaharuan Pemikiran Hisab di Indonesia (Studi AnalisisPemikiran Saadoeddin Djambek), h. 12.
35
Melihat fenomena tersebut pemerintah mendirikan Badan Hisab Rukyat
yang berada di bawah naungan Departemen Agama. Pada dasarnya kehadiran
Badan Hisab Rukyat untuk menjaga persatuan dan ukhuwah Islamiyyah
khususnya dalam beribadah. Dalam hal ini Departemen Agama selalu berusaaha
untuk mempertemukan faham para ahli hisab dan rukyat dalam masyarakat
Indonesia terutama di kalangan ulama-ulamanya dengan mengadakan
musyawarah-musyawarah, konperensi-konperensi untuk membicarakan hal-hal
yang mungkin menimbulkan pertentangan di dalam menentukan hari-hari besar
Islam, terutama penentuan awal bulan Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha. Kalau
dapat disatukan, dan kalau ternyata tak dapat berhasil diusahakan untuk
menetralisir, jangan sampai menimbulkan pertentangan-pertentangan dikalangan
masyarakat luas.
Musyawarah tersebut dilakukan setiap tahun, pada tanggal 12 Oktober
1971 diadakan musyawarah dimana waktu itu terjadi perbedaan pendapat
mengenai jatuhnya tanggal 1 Ramadhan 1391 H. Dalam musyawarah ini
perbedaan-perbedaan dapat dinetralisir dan dapat meniadakan ketegangan-
ketegangan di kalangan masyarakat. Dan yang lebih penting lagi pada
musyawarah ini Menteri Agama didesak untuk mengadakan Lembaga Hisab dan
Rukyat.41
Musyawarah pada tahun berikutnya diadakan pada tanggal 20 Januari
1972, dalam menghadapi tanggal 1 Dzulhijjah 1972/1391 yang juga terdapat
perbedaan. Musyawarah inipun dapat meredakan suasana pertentangan dan
41 Badan Hisab dan Rukyah Dep. Agama, Almanak Hisab Rukyah, h. 23.
36
selanjutnya para peserta mengulangi desakannya lagi supaya didirikan Lembaga
Hisab dan Rukyat. Musyawarah ini diikuti oleh ormas-ormas Islam, Pusroh
ABRI, Lembaga Meteorologie dan Geofisika, Planetarium, IAIN, dan dari
Departemen Agama.42
Untuk membentuk Lembaga Hisab dan Rukyat Departemen Agama
menunjuk team perumus yang terdiri dari lima orang yaitu:
a. A. Wasit Aulawi, M.A (dari Departemen Agama)
b. H. Z. A. Noeh (dari Departemen Agama)
c. H. Sa’aduddin Djambek (dari Departemen Agama)
d. Drs. Susanto (dari Lembaga Meteorologie dan Geofisika)
e. Drs. Santoso Nitisastro (dari Planetarium).43
Setelah mengadakan beberapa kali pertemuan maka dalam rapat tanggal
23 Maret 1972 team Perumus mengambil keputusan sebagai berikut:
a. Bahwa tujuan dari Hisab dan Rukyat ialah mengusahakan bersatunya ummat
Islam dalam menentukan tanggal 1 Ramadhan, 1 Syawal, dan 1 Zulhijjah.
b. Bahwa setatus daripada Lembaga Hisab dan Rukyat ini adalah Resmi
(Pemerintah) dan berada dibawah Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat
Islam dan berkedudukan di Jakarta.
c. Bahwa tugas dari Lembaga Hisab dan Rukyat ini adlah memberikan advis
dalam hal penentuan permulaan tanggal bulan Kamariah kepada Menteri
Agama.
42 Badan Hisab dan Rukyah Dep. Agama, Almanak Hisab Rukyah, h. 23.
43 Ditjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji , Selayang Pandang Hisab Rukyat, h.51.
37
d. Bahwa keanggotaan Lembaga Hisab dan Rukyat ini terdiri dari 1 Anggota
tetap (inti) yang mencerminkan 3 unsur, diantaranya:
1) Unsur Departemen Agama;
2) Unsur ahli-ahli Falak/Hisab;
3) Unsur ahli Hukum Islam/Ulama.44
Pelantikan Badan Hisab dan Rukyat Departemen Agama dilaksanakan
pada waktu menjelang bulan puasa. Oleh karena itu dalam waktu 2 hari setelah
pelantikan badan Hisab dan Rukyat sudah mulai mengadakan kegiatannya dalam
rangka menghadapi bulan Ramadhan tahun 1391 H. Dari data yang diterima
mengenai tinggi hilal pada waktu matahari terbenam dan hasil perhitungan-
perhitungan ormas-ormas Islam dapat diambil kesimpulan bahwa hilal masih
dibawah ufuk. Sehingga dalam rapatnya badan hisab, memutuskan tidak usah
melakukan rukyat karena hilal tidak mungkin terlihat, dan akhirnya
mengistikmalkan bulan Sya’ban 30 hari.
Sebulan kemudian yaitu tanggal 14 Oktober 1972 Badan Hisab
mengadakan rapatnya yang kedua, membicarakan tentang akan datangnya 1
Syawal 1392 H dalam rapat kedua ini, sama seperti rapat ke satu Badan Hisab dan
Rukyat menerima catatan dari ormas-ormas, lembaga-lembaga dan perseorangan
yang semuanya sepakat bahwa bulan sudah mungkin untuk dirukyat.45
Tahun-tahun berikutnya, yaitu tahun 1395 H. penetapan 1 Ramadhan, 1
Syawal juga dapat berjalan dengan lancar, tidak mengalami kesulitan-kesulitan.
44 Ditjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji , Selayang Pandang Hisab Rukyat, h.51.
45 Badan Hisab dan Rukyah Dep. Agama, Almanak Hisab Rukyah, h. 26.
38
Pada tanggal 5 s.d Juli 1974 Ditjen Bimas Islam menyelenggarakan Musyawarah
Badan Hisab dan Rukyat Departemen Agama yang mengambil kesimpulan-
kesimpulan, yaitu; menyambut baik prakarsa Menteri Agama untuk merintis
hubungan kerja sama dengan Malaysia dan Singapura di bidang hisab dan rukyat.
Kemudian, pada tanggal 9 s.d 11 Juli 1974 diadakan musyawarah Hisab dan
Rukyat antar Negara Malaysia, Singapura, dan Indonesia di Jakarta. Hasil dari
musyawarah tersebut antara lain: Badan Hisab dan Rukyat Indonesia bekerjasama
dengan Malaysia, Singapura dalam bidang hisab dan rukyat, saling memberikan
informasi mengenai hisab dan rukyat, kaidah-kaidah dan istilah-istilah falak
syar’i, kerjasama tersebut hendaknya dapat dikembangkan di negara-negara
Islam.46
Badan Hisab dan Rukyat Departemen Agama, pada tanggal 26 April 1976
telah mengirimkan surat kepada para ulama-ulama dan cerdik pandai di bidang
hisab di Indonesia untuk memohon kesediaan mereka menyampaikan perhitungan
dan data hisab tanggal 1 Syawal 1397 H (1977) dan tanggal 10 Zulhijjah 1397 H
(1997). Data perhitungan tersebut dijadikan bahan dalam musyawarah hisab dan
rukyat yang diselenggarakan Direktoral Jendral Bimbingan Masyarakat Islam
tanggal 9 s.d 11 Maret 1977 di Jakarta.47
Badan Hisab dan Rukyat Departemen Agama dalam upaya meminimalisir
perbedaan diantara ahli hisab dan ahli rukyat diadakanlah musyawarah yang
melibatkan ulama-ulama ahli hisab dan rukyat serta ormas-ormas Islam tentang
kriteria Imkan al-rukyat di Indonesia pada tanggal 24 s.d 26 Maret 1998,
46 Badan Hisab dan Rukyah Dep. Agama, Almanak Hisab Rukyah, h. 27.
47 Badan Hisab dan Rukyah Dep. Agama, Almanak Hisab Rukyah, h. 28.
39
kemudian dilanjutkan dengan Musyawarah Imkan al-rukyat antara Pimpinan
Ormas Islam, MUI, dan Pemerintah pada hari senin, 28 September 1998 di
Jakarta, yang memutuskan:
Menetapkan:
1. Penentuan awal bulan Kamariah didasarkan pada sistem Hisab Hakiki Tahkiki
dan atau Rukyat.
2. Penentuan awal bulan Kamariah yang terkait dengan pelaksanaan ibadah
mahdhah yaitu awal Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah di tetapkan dengan
mempertimbangkan hisab hakiki tahkiki dan rukyat.
3. Kesaksian rukyat dapat diterima apabila ketinggian hilal mencapai 2 derajat
dan jarak ijtima’ ke ghurub matahari minimal 8 jam.
4. Kesaksian hilal dapat diterima, apabila ketinggian hilal kurang dari 2 derajat,
maka awal bulan ditetapkan berdasarkan istikmal.
5. Apabila ketinggian hilal mencapai 2 derajat atau lebih, maka awal bulan dapat
ditetapkan.
6. Kriteria Imkan al-rukyat tersebut di atas akan dilakukan penelitian lebih
lanjut.
7. Menghimbau kepada seluruh pimpinan Ormas Islam mensosialisasikan
keputusan ini.
8. Dalam pelaksanaan itsbat, pemerintah mendengar pendapat-pendapat dari
ormas-ormas Islam dan para ahli.48
48 Depag RI, Jurnal Hisab Rukyat, (Jakarta: Direktorat Jenderal PembinaanKelembagaan Agama Islam, 2000), h. 79-85.
40
Setiap tahun Badan Hisab dan Rukyat selalu mengadakan musyawarah
bersama ulama-ulama ahli hisab, ormas-ormas Islam, lembaga-lembaga, serta
perseorangan untuk membahas mengenai penetapan awal bulan Kamariah
khususnya penetapan tanggal 1 Ramadhan, 1 Syawal, 1 Zulhijjah. Tujuan dari
musyawarah tersebut ialah untuk menggali dan membahas masalah hisab dan
rukyat sehubungan dengan penentuan awal tanggal 1 Ramadhan, 1 Syawal, dan 1
Zulhijjah. Selalu ada perbedaan pendapat dalam musyawarah tersebut, meskipun
bebeda kriteria, hasil perhitungan dan lain sebagainya. Badan Hisab dan Rukyat
selalu mencoba untuk meminimalisir perbedaan tersebut supaya tidak adanya
perpecahan antara umat Islam di Indonesia.
D. Persoalan Seputar Penetapan Awal Bulan Kamariah di Indonesia
Penentuan awal bulan Kamariah penting artinya bagi umat Islam sebab
selain untuk menentukan hari-hari besar juga yang lebih penting adalah untuk
menentukan awal dan akhir bulan Ramadhan dan Dzulhijjah, karena masalah ni
menyangkut masalah “wajib ain” bagi setiap umat Islam, yaitu kewajiban
menjalankan ibadah puasa dan haji.
Kita sering mengalami adanya perbedaan dalam memulai dan mengakhiri
puasa Ramadhan serta perbedaan berhari raya. Perbedaan ini baik dikalangan
umat Islam Indonesia maupun antar umat Islam Indonesia dengan umat Islam di
luar negeri, seperti Malaysia atau Saudi Arabia. Perbedaan tersebut tidak jarang
menimbulkan keresahan, bahkan menimbukan adanya pertentangan fisik
dikalangan umat Islam. Perbedaan seperti ini merugikan persatuan dan ukhuwah
umat Islam khususnya umat Islam Indonesia.
41
Perbedaan penetapan awal bulan Kamariah ini, khususnya di Indonesia
merupakan suatu hal yang sangat wajar. Karena di Indonesia terdapat dua
pemikiran besar yang secara institusi selalu disimbolkan pada dua organisasi
kemasyarakatan Islam di Indonesia yang sangat sulit untuk disatukan. Nahdlatul
Ulama’ menganut mazhab Rukyat, sedangkan Muhammadiyah menganut mazhab
hisab. Begitu juga dengan Persatuan Islam (Persis) juga menggunakan hisab dan
rukyat dalam menentukan awal bulan Kamariah. Hanya saja Persis memakai
kriteria ahli astronomi (LAPAN 2010) dalam penetapan awal bulan Kamariah
sehingga walaupun memakai hisab dan rukyat namun banyak kemungkinan tidak
mendahului hasil sidang isbat, seperti yang sering terjadi di Muhammadiyah.
Ada beberapa hal yang menjadikan perbedaan penetapan awal bulan
Kamariah, diantaranya:
a. Perbedaan antara hisab dan rukyat
Dalam penentuan awal bulan terdapat kelompok masyarakat yang
berpedoman pada hisab dan kelompok yang berpedoman pada rukyat. Kedua
kelompok ini sangat sulit untuk disatukan karena mempunyai argumen fiqh
yang berbeda satu sama lain. Dalam kenyataannya, perbedaan tersebut tidak
selamanya menimbulkan perbedaan dalam memulai puasa dan hari raya.
Bahkan cenderung sedikit kasus perbedaan yang dipicu oleh perbedaan
kelompok hisab rukyat ini.
Berdasarkan kasus yang tercatat di Direktorat Pembinaan Peradilan
Agama, sejak tahun 1962 M ada kesimpulan bahwa; jika ahli hisab sepakat
menyatakan hilal di bawah ufuk, maka tidak pernah ada yang melaporkan
42
bahwa hilal berhasil dirukyat. Sebaliknya, jika ahli hisab sepakat bahwa hilal
di atas ufuk, maka hampir selalu dilaporkan hilal bisa diobservasi (dirukyat).49
b. Perbedaan di kalangan ahli hisab
Perbedaan di kalangan ahli hisab bermuara pada dua hal, pertama
karena bermacam-macamnya sistem dan referensi hisab, dan kedua karena
berbeda-beda kriteria hasil hisab yang dijadikan pedoman.50
Selain berbeda-beda dalam menggunakan sistem hisab, para ahli hisab
pun berbeda dalam menerapkan kriteria hasil hisab. Sebagian berpedoman
pada Ijtima’ qoblal ghurub, sebagian berpegang pada posisi hilal di atas ufuk.
Yang berpegang pada posisi hilal di atas ufuk juga berbeda-beda. Ada yang
berpendapat pada wujudul hilal, ada yang berpedoman pada imkan al-rukyah,
dan ada yang berpedoman pada rukyat bil fi’li.
c. Perbedaan di kalangan ahli rukyat
Di kalangan ahli rukyat belum satu kata dalam menetapkan mathla’
tentang batasan wilayah berlakunya hasil rukyat suatu tempat. Ada yang
menganggap hasil rukyat suatu tempat hanya berlaku untuk satu wilayah
hukum (negara). Pemikiran ini terkenal dengan Rukyat Fi Wilayatil Hukmi
sebagaimana pemikiran yang selama ini dipegang oleh Nahdlatul Ulama
secara institusi. Sebagiannya lagi berpendapat bahwa rukyat suatu tempat
berlaku untuk seluruh dunia. Pemikiran inilah yang terkenal dengan Rukyat
49 Wahyu Widiana, Sambutan dalam Buku Menggagas Fiqh Astronomi (telaah HisabRukyat dan Pencarian Solusi Perbedaan Hari Raya), (Bandung: Kaki Langit, 2005), h. x.
50 Wahyu Widiana, Sambutan dalam Buku Menggagas Fiqh Astronomi (telaah HisabRukyat dan Pencarian Solusi Perbedaan Hari Raya), h. xi.
43
Internasional atau Rukyat Global. Perbedaan ini berimbas pada perbedaan
mengawali puasa dan berhari raya.51
Kasus seperti ini banyak terjadi jika Saudi Arabia dikabarkan telah
berhasil rukyat, maka Indonesia akan terpengaruh dengan informasi hasil
rukyat tersebut.52
d. Perbedaan di luar teknis hisab rukyat
Penyebab diluar teknis hisab rukyat tersebut antara lain adalah adanya
pemahaman fiqh yang berbeda. Sebagian menghendaki agar Idul Adha di
Indonesia mengikuti penetapan hari wukuf di Saudi Arabia, sedangkan yang
lainnya menghendaki agar penetapan Idul Adha di Indonesia berdasarkan
keadaan di Indonesia. Faktor lain di luar teknis hisab rukyat adalah sulitnya
melakukan kesepakatan tentang pedoman penentuan awal bulan Kamariah
yang dapat mengikat semua fihak.53
Perbedaan-perbedaan yang terjadi dalam menentukan awal bulan
Kamariah karena banyaknya sistem dalam hisab dan permasalahan dalam
pelaksanaan rukyat, maka pantaslah jika sering timbul perbedaan dalam penetapan
1 Ramadhan, 1 Syawal, dan 1 Dzulhijjah. Hal ini akan menjadi lebih parah lagi
jika setiap kelompok yang berpegang pada sistem dan pendapatnya sendiri
51 Ahmad Izzuddin, Fiqh Hisab Rukyat di Indonesia (Upaya Penyatuan Mazhab Rukyatdengan Mazhab Hisab), h. 76-77.
52 Ahmad Izzuddin, Fiqh Hisab Rukyat di Indonesia (Upaya Penyatuan Mazhab Rukyatdengan Mazhab Hisab), h. 76-77.
53 Ahmad Izzuddin, Fiqh Hisab Rukyat di Indonesia (Upaya Penyatuan Mazhab Rukyatdengan Mazhab Hisab), h. xii.
44
mengumumkan sendiri-sendiri hasil penetapannya tanpa koordinasi, baik dengan
kelompok lainnya atau dengan Kementrian Agama.
45
BAB III
GAMBARAN UMUM PERSATUAN ISLAM (PERSIS)
A. Sejarah Singkat Persis
1. Sejarah Kelahiran Persis
Tampilnya jam’iyyah Persatuan Islam (Persis) dalam pentas sejarah di
Indonesia pada awal abad ke-20 telah memberikan corak dan warna baru
dalam gerakan pembaruan Islam. Persatuan Islam (Persis) lahir sebagai
jawaban atas tantangan dari kondisi umat Islam yang tenggelam dalam
kejumudan (kemandegan berfikir), terperosok ke dalam kehidupan mistisisme
yang berlebihan, tumbuh suburnya khurafat, bid’ah, takhayul, syirik, musyrik,
rusaknya moral, dan lebih dari itu, umat islam terbelenggu oleh penjajahan
kolonial Belanda yang berusaha memadamkan cahaya Islam.
Situasi demikian kemudian mengilhami munculnya gerakan
“reformasi” Islam, yang pada gilirannya, melalui kontak-kontak intelektual,
mempengaruhi masyarakat Islam Indonesia untuk melakukan pembaharuan
Islam. Lahirnya Persis diawali dengan terbentuknya suatu kelompok tadarusan
penelaahan agama Islam di kota Bandung yang dipimpin oleh H. Zamzam dan
H. Muhammad Yunus,1 dan kesadaran akan kehidupan berjamaah,
berimamah, berimarah dalam menyebarkan syiar Islam, menumbuhkan
semangat kelompok tadarus ini untuk mendirikan sebuah organisasi baru
dengan ciri dan karakteristik yang khas.
1 Howard M. Federspiel, Persatuan Islam Pembaharuan Islam Indonesia Abad XX, JudulAsli, Persatuan Islam; Islamic Reform in Twentieth Century Indonesia, Penerjemah; Yudian W.Asmin dan H. Afandi Mochtar, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1996), h. 14-15.
46
Pada tanggal 12 September 1923, bertepatan dengan tanggal 1 Shafar
1242 H, kelompok tadarus ini secara resmi mendirikan organisasi yang diberi
nama “Persatuan Islam” (Persis).2 Nama Persis ini diberikan dengan maksud
untuk mengarahkan ruhul ijtihad dan jihad, berusaha dengan sekuat tenaga
untuk mencapai harapan dan cita-cita yang sesuai dengan kehendak dan cita-
cita organisasi, yaitu persatuan pemikiran Islam, persatuan rasa Islam,
persatuan suara Islam, dan persatuan usaha Islam. Falsafah ini didasarkan
kepada firman Allah Swt dalam Al-Qur’an Surat Ali Imron (103): “Dan
berpegang teguhlah kamu sekalian kepada tali (undang-undang/aturan Allah
seluruhnya dan janganlah kamu bercerai berai.” Serta sebuah hadits Nabi
Saw, yang diriwayatkan oleh Tirmidzi, “Kekuatan Allah itu bersama al-
jama’ah”. Firman Allah dan hadits Nabi tersebut menjadi motto Persis dan
menjadi lambang Persis dalam lingkatan bintang bersudut dua belass buah
yang di bagian tengahnya tertera tulisan Persatuan Islam, ditulis memakai
huruf Arab melayu.3
2. Tujuan dan Aktifitas Persis
Pada dasarnya, perhatian Persis ditujukan terutama pada faham Al-
Qur’an dan Sunnah. Hal ini dilakukan dengan berbagai macam aktifitas
diantaranya dengan mengadakan pertemuan-pertemuan umum, tabligh,
khutbah, kelompok studi, tadarus, mendirikan sekolah-sekolah (pesantren),
menerbitkan majalah-majalah dan kitab-kitab, serta berbagai aktifitas
2 Qanun Asasi, Pedoman Kerja Program Jihad 2005-2010 Persatuan Islam (Persis), BabI Pasal I No. 1 dan 2, (Bandung, Pimpinan Pusat Persatuan Islam (Persis), 2005), h. 6.
3 Uyun Kamiluddin, Menyorot Ijtihad Persis (Fungsi dan Peranan dalam PembinaanHukum Islam di Indonesia), (Bandung; Tafakur, 2006), h. 66.
47
keagamaan lainnya. Tujuan utamanya adalah terlaksananya syariat Islam
secara kaffah dalam segala aspek kehidupan.
Untuk mencapai tujuan tersebut, Persis melaksanakan berbagai
kegiatan antara lain pendidikan yang dimulai dengan mendirikan Pesantren
Persis pada tanggal 4 Maret 1936, dari pesantren Persis ini kemudian
berkembang berbagai lembaga pendidikan mulai dari Raudlatul Athfal
(Taman kanak-kanan) hingga perguruan tinggi. Kemudian menerbitkan
berbagai buku, kitab-kitab, dan majalah antara lain majalah Pembela Islam
(1929), majalah al-Fatwa (1931), majalah al-Lissan (1935), majalah at-Taqwa
(1937), majalah berkala al-Hikam (1939), majalah Aliran Islam (1948),
majalah Risalah (1962), majalah berbahasa Sunda (Iber), serta berbagai
majalah yang diterbitkan di cabang-cabang Persis lainnya.4 Selain pendidikan
dan penerbitan majalah, kegiatan rutin adalah menyelenggarakan pengajian
dan diskusi yang banyak digelar di daerah-daerah, baik atas inisiatif Pemimpin
Pusat Persis maupun permintaan dari cabang-cabang Persis, undangan-
undangan dari organisasi Islam lainnya, serta masyarakat luas.
3. Kepemimpinan Persis
Kepemimpinan Persis periode pertama (1923-1942) berada di bawah
pimpinan H. Zamzam, H. Muhammad Yunus, Ahmad Hassan, dan
Muhammad Natsir yang menjalankan roda organisasi pada masa penjajahan
kolonial Belanda, dan menghadapi tantangan yang berat dalam menyebarkan
ide-ide dan pemikirannya.
4 Uyun Kamiluddin, Menyorot Ijtihad Persis (Fungsi dan Peranan dalam PembinaanHukum Islam di Indonesia), h. 73-74.
48
Pada masa pendudukan Jepang (1942-1945 H), ketika semua
organisasi Islam dibekukan, para pimpinan dan anggota Persis bergerak
sendiri-sendiri menentang usaha Niponisasi dan pemusyrikan ala Jepang
hingga menjelang proklamasi kemerdekaan Pasca kemerdekaan. Persis mulai
melakukan reorganisasi untuk menyusun kembali sistem organisasi yang telah
dibekukan selama pendudukan Jepang. Melalui reorganisasi tahun 1941,
kepemimpinan Persis dipegang oleh para ulama generasi kedua diantaranya
KH. Muhammad Isa Anshari sebagai ketua umum Persis (1948-1960 H),5
Pada masa ini Persis dihadapkan pada pergolakan politik yang belum stabil.
Pemerintah Republik Indonesia sepertinya mulai tergiring ke arah demokrasi
terpimpin yang dirancang oleh Presiden Soekarno dan mengarah pada
pembentukan negara dan masyarakat dengan ideologi Nasionalis, Agama,
Komunis (Nasakom).
Setelah berakhirnya periode kepemimpinan K.H. Muhammad Isa
Anshary, kepemimpinan Persis dipegang oleh K.H.E. Abdurahman (1962-
1983 H) yang dihadapkan pada berbagai persoalan internal dalam organisasi
maupun persoalan eksternal dengan munculnya berbagai aliran keagamaan
yang menyesatkan seperti aliran pembaharu Isa Bugis, Islam Jama’ah, Darul
Hadits, Inkarus Sunnah, Syi’ah, Ahmadiyyah dan faham sesat lainnya.6
5 Uyun Kamiluddin, Menyorot Ijtihad Persis (Fungsi dan Peranan dalam PembinaanHukum Islam di Indonesia), h. 77.
6 Uyun Kamiluddin, Menyorot Ijtihad Persis (Fungsi dan Peranan dalam PembinaanHukum Islam di Indonesia), h. 79.
49
Kepemimpinan K.H.E. Abdurahman dilanjutkan oleh K.H.A. Latif
Muchtar, MA. (1983-1997) dan K.H. Shiddiq Amien (1997-2009) yang
merupakan proses regenerasi dari tokoh-tokoh Persis kepada eksponen
organisasi otonom kepemudaannya (Pemuda Persis). Pada masa ini terdapat
perbedaan yang cukup mendasar, jika pada awal berdirinya Persis muncul
dengan isu-isu kontroversial yang bersifat gebrakan shock therapy, pada masa
ini Persis cenderung ke arah low profile yang bersifat persuasuve edukatif
dalam menyebarkan faham-faham al-Qur’an dan Sunnah.7
Setelah K.H. Shiddiq Amien meninggal dunia pada tanggal 31 Oktober
2009, kepemimpinan Persis digantikan oleh Prof. Dr. K.H. Maman
Abdurrahman yang menjabat dari tahun 2010-2015. Prof. Dr. K.H. Maman
Abdurrahman bertekad membangun Persis sebagai pemersatu umat Islam
dengan berpegang teguh kepada al-Qur’an dan Sunnah. Persis tetap memberi
perhatian pada tatacara beribadah yang sesuai dengan al-Qur’an dan Sunnah.
Cara itu, menurut dia mampu mengatasi berbagai konflik yang berpotensi
memecah belah umat Islam.8
7 Uyun Kamiluddin, Menyorot Ijtihad Persis (Fungsi dan Peranan dalam PembinaanHukum Islam di Indonesia), h. 79.
8 Abdul Aziz, Islam 4 All (Doing the Right Thing and Doing it Right), (Cianjur; 29September 2010), h. 2.
50
51
52
53
B. Sejarah Almanak Persis
Dari catatan yang ada diperoleh informasi bahwa sejak tahun 1960-an
Persis telah membuat almanak Islam khususnya untuk keperluan anggota dan
sispatisan Persis, namun sayang informasi tersebut tidak menyebutkan tahun
berapa hijrah almanak yang dibuat pertama kalinya itu. Almanak tersebut dibuat
oleh perorangan yaitu al-Ustadz K.H.E. Abdurrahman yang pada waktu itu telah
menjadi ketua umum Persis hasil referendum tahun 1962 di Bandung, pasca
Muktamar VII (2-5 Agustus 1962) di Bangil. Pada tahun-tahun berikutnya beliau
dibantu oleh muridnya yang sangat berminat kepada ilmu hisab yaitu Ali Ghazali,
namun pada pertengahan tahun 1970-an K.H.E. Abdurrahman menyerahkan tugas
pembuatan almanak Persis tersebut kepada al-Ustadz Ali Ghazali adapun beliau
hanya berperan sebagai korektor saja.9
Pada saat itu buku yang dijadikan rujukan untuk membuat kalender hanya
Sullamun Nayyiroin karangan Muhammad Manshur bin Abdul Hamid ad-
Dumairi, Jakarta. Selanjutnya pada awal tahun 1980-an ditambah dengan buku
Fathu Roufil Manan karangan Abu Hamdan Abdul Jalil bin Abdul Hamid,
Semarang dan Khulashatul Wafiyah karangan Zubair Umar al-Jailani, Salatiga.
Dengan diangkatnya ustadz Ali Ghazali sebagai anggota tersebar di Badan Hisab
dan Rukyat Departemen Agama sejak tahun 1973 dan menjadi anggota tetap pada
periode berikutnya, maka beliau sering mengikuti pelatihan-pelatihan hisab dan
rukyat yang diadakan Depag sampai tingkat mahir (advance). Dari sinilah
9 www.persatuanislam.or.id diakses pada tanggal 15 Juni 2015 pukul 13:45 WIB.
54
terbukanya cakrawala pengetahuan ilmu hisab beliau sampai beliau menguasai
berbagai aliran hisab yang berkembang di Indonesia.10
Namun penguasaan ustadz Ali Ghazali terhadap berbagai sistem hisab di
atas tidak diimbangi dengan pemahaman beliau dalam menentukan kriteria
penentuan awal bulan Kamariah, karena dari semenjak almanak Persis dibuat
sampai awal tahun 1990-an beliau masih berpegang kepada kriteria Ijtima’ Qoblal
Ghurub sebagai mana yang diwarisi dari guru beliau, yaitu K.H.E. Abdurrahman.
Hal ini terbukti dengan peristiwa berbedanya 1 Ramadhan 1411 H antara almanak
Persis dengan kalender resmi pemerintah cq Departemen Agama.
Menurut almanak Persis, 1 Ramadhan 1411 H jatuh pada hari Ahad
tanggal 17 Maret 1991 sedangkan dalam almanak pemerintah jatuh pada hari
Senin tanggal 18 Maret 1991. perbedaan ini menggugah perhatian Kasubdit IV
Direktorat Peradilan Agama Departemen Agama yang membidangi hisab dan
rukyat dan sumpah jabatan pada waktu itu, yaitu Drs. Wahyu Widiana, MA. untuk
meluruskan kesalahan kriteria ijtima’ qoblal ghurub yang dipegang Persis selama
ini. Dengan ditemani beberapa stafnya beliau pergi ke kantor Pimpinan Pusat
Persis di Bandung untuk menjelaskan posisi hilal awal Ramadhan tahun tersebut.
Beliau menyampaikan data hilal awal Ramadhan 1411 H menurut hisab
kontemporer, yaitu sebagai berikut: ijtima’ terjadi pada hari Sabtu, 16 Maret 1991,
pukul 15:12:03 WIB, maghrib di Sabang pukul 18:50:04 WIB dengan ketinggian
10 Persatuan Islam, Almanak Islam (1408-1429), (Bandung: Risalah Press, 1987-2008), h.13.
55
hilal -0° 22’ 56”, maghrib di Merauke pukul 17:12:03 WIT dengan ketinggian
hilal -2° 53’ 43”.11
Dari data yang ada memang ijtima’ telah terjadi pada hari Sabtu, 16 Maret
1991, pada pukul 15:12:03 WIB. Bagi yang berpegang kepada ijtima’ qoblal
ghurub seperti almanak Persis, malam itu dan esok harinya sudah masuk tanggal 1
Ramadhan 1411 H, tetapi ternyata pada saat maghrib di seluruh wilayah Indonesia
hilal masih di bawah ufuk, oleh karena itu kalender pemerintah menetapkan
tanggal 1 Ramadhan 1411 H jatuh pada hari berikutnya, yaitu hari Senin, 18
Maret 1991.12 Kemudian beliau menjelaskan kenapa tidak setiap ijtima’ terjadi
sebelum maghrib hilal sudah di atas ufuk.
Namun setelah peristiwa di atas almanak Persis tidak serta merta dirubah
berdasarkan kriteria wujudul hilal tetapi kriteria ini baru dipakai dalam almanak
1416 H, artinya selama 5 tahun kesalahan tersebut dibiarkan. Menurutnya hal
tersebut masih dapat dipahami karena ust. Ali Ghazali yang seorang diri belum
mampu meyakinkan Dewan Hisbah yang masih menghormati kriteria peninggalan
KHE. Abdurrahman sebagai guru dan panutan mereka. Adapun yang dijadikan
markaz untuk kriteria ini adalah kota Bandung, artinya kalau pada saat maghrib di
kota Bandung hilal sudah di atas 0° dari ufuk mar’i atau matahari lebih dulu
terbenam dari pada terbenam bulan, maka malam itu dan keesokan harinya
ditetapkan tanggal 1 bulan baru hijriyah dan diberlakukan untuk seluruh wilayah
11 Syarief Ahmad Hakim, Sekilas Sejarah Almanak Persis, (Jakarta: tp, 2013), h. 1.
12 Badan Hisab dan Rukyah, Almanak Hisab Rukyat, (Jakarta: Depag RI, 1988/1999), h.98.
56
Indonesia, meskipun ada kota atau daerah lain yang posisi hilalnya masih di
bawah ufuk.13
Dengan semakin bertambahnya usia ust. Ali Ghazali dan semakin banyak
masalah yang berkaitan dengan hisab dan rukyat, maka pada muktamar ke XI (2-4
September 1995) di Jakarta dibentuklah Dewan Hisab dan Rukyat. Dimana tugas
lembaga ini memberi masukan kepada PP Persis tentang masalah hisab dan rukyat
disamping tugas pokoknya membuat almanak Islam. Badan ini dipimpin oleh KH.
Ali Ghazali dengan staf dan anggotanya yang berjumlah empat orang. Namun
dalam pembuatan almanak masih dipegang oleh ust. Ali Ghazali sendiri.
Pada muktamar XII (9-11 September 2000) di Jakarta terbentuklah taskil
Dewan Hisab dan Rukyat baru dengan beberapa tambahan orang sebagai anggota,
tetapi ketuanya masih dipegang ust. Ali Ghazali. Dengan masuknya anggota baru
membawa implikasi positif untuk perkembangan Dewan. di antaranya ada wacana
tentang keabsahan kriteria wujudul hilal. Sesuai dengan latar pendidikan dan
lingkungan pergaulannya, anggota baru tersebut berpendapat bahwa kriteria
wujudul hilal itu tidak sesuai dengan tuntunan syar’i, yang sesuai dengan tuntunan
syar’i menurut pendapat mereka adalah kriteria imkanur ru’yah. Kedua pendapat
ini terus menjadi problem internal DHR PP Persis yang tidak bisa disatukan,
sehingga akhirnya pada akhir tahun 2000, PP Persis berinisiatif untuk
13 Persatuan Islam, Pedoman Jam’iyah Persatuan Islam, (Bandung: Persis Press, 2002),h. 22.
57
mendiskusikan masalah ini dengan mengundang Dewan Hisbah, DR. T,
Djamaluddin dari LAPAN dan DR. Mudji Raharto dari ITB.14
Musyawarah tersebut menghasilkan dua diktum keputusan, yaitu: Pertama,
Almanak Persis didasarkan kepada kriteria wujudul hilal. Kedua, hilal tersebut
sudah positif di seluruh wilayah Indonesia. Keputusan ini merupakan thoriqotul
jam’i (jalan tengah) dari dua pendapat yang bertentangan, karena di kalangan
Dewan Hisbah pun terpecah menjadi dua kelompok, dimana kelompok pertama
tetap ingin mempertahankan kriteria wujudul hilal sebagaimana yang berjalan
selama ini, tetapi kelompok yang kedua berpendapat bahwa kriteria imkanur
ru’yah lah yang sesuai dengan tuntunan syar’i sesuai dengan dalil-dalil yang
mereka dapatkan.
Almanak Persis 1421 H dan 1422 H dibuat berdasarkan kriteria ini sampai
muncul keputusan baru untuk menggunakan kriteria imkanur ru’yah pada tahun
2002. Beralihnya kriteria Wujudul Hilal ke Imkanur Rukyat versi MABIMS
merupakan hasil musyawarah Dewan Hisab dan Ru’yat dengan Dewan Hisbah PP
Persis pada awal tahun 2002 di Bandung. Almanak tahun 1423 H sampai tahun
1433 H mengunakan kriteria Imkanur Rukyat versi MABIMS.15
Adanya kritikan dari para ahli astronomi dan juga pihak lain terhadap
kriteria imkanur rukyah versi MABIMS tentang batasan: ketinggian hilal, jarak
busur bulan-matahari dan umur hilal yang terlalu minim menyebabkan DHR
Persis mengkaji ulang kriteria tersebut dan melakukan pengkajian terhadap hasil
14 Persatuan Islam, Qanun Asasi-Qanun Dakhili Program Jihad 2005-2010, (Bandung:Persis Press, 2005), h. 7.
15 Syarief Ahmad Hakim, Sekilas Sejarah Almanak Persis, (Jakarta: tp, 2013), h. 3.
58
penelitian ahli astronomi terhadap hilal yang paling muda yang teramati oleh alat
optik.
Atas dasar pemikiran di atas maka Persis pada tanggal 31 Maret 2012 telah
merubah kriteria imkanur rukyah versi MABIMS menjadi kriteria imkanur rukyat
ahli astronomi (LAPAN 2010) dengan alasan telah teruji secara ilmiyah.
Kemudian kriteria ini mulai diterapkan dalam penyusunan almanak 1434 H.
Kriteria astronomi yang ditetapkan Persis adalah awal bulan hijriyyah ditetapkan
jika setelah terjadi ijtima, posisi bulan pada waktu ghurub (terbenam matahari) di
wilayah Indonesia sudah memenuhi syarat: Beda tinggi antara bulan dan matahari
minimal 4ᵒ, dan Jarak busur antara bulan dan matahari minimal sebesar 6,4ᵒ.16
Konsekuensi dari penggunaan kriteria di atas menyebabkan adanya perbedaan
antara almanak Persis dengan kalender Pemerintah.
Perubahan kriteria penetapan awal bulan Kamariah yang digunakan oleh
Persis disesuaikan dengan perkembangan zaman saat ini, dan dilandaskan dengan
argumen yang kuat serta adanya sikap kritis dari anggota Dewan Hisab dan
Rukyat Persis. Kriteria penetapan awal bulan Kamariah versi asli astronomi
(LAPAN 2010) yang digunakan oleh Persis mengikuti penelitian Mr. Odeh yang
mengatakan bahwa jarak elongasi yang dapat dilihat minimal sebesar 6,4°. Dewan
Hisab dan Rukyat Persis tidak menutup kemungkinan pada suatu hari nanti akan
merubah lagi kriteria penetapan awal bulan Kamariahnya.
16 Syarief Ahmad Hakim, Sekilas Sejarah Almanak Persis, h. 4.
59
BAB IV
DINAMIKA KRITERIA PENETAPAN AWAL BULAN
KAMARIAH PERSATUAN ISLAM (PERSIS)
A. Metode, Dasar Hukum dan Landasan Yuridis Hisab Rukyat Persis dalam
Menentukan Awal Bulan Kamariah
1. Metode Hisab Rukyat Persatuan Islam (Persis) dalam Menentukan Awal
Bulan Kamariah
Dalam menetapkan awal bulan Kamariah Nabi Muhammad telah
memberikan petunjuk dengan haditsnya yaitu dengan terlihatnya hilal, hal ini
disepakati oleh semua ulama maupun semua ormas yang ada di Indonesia,
namun kriteria hilal itu sendiri ternyata terjadi sebuah perbedaan persepsi
dalam mengartikan ‘melihat’, yang sampai sekarang belum bisa tersatukan,
apakah ‘melihat’ dengan mata atau bisa diartikan ‘melihat’ dengan ilmu,
sehingga muncul dua pendapat besar yaitu dengan ‘rukyat dan dengan hisab’,
dan ini adalah suatu hal yang wajar karena termasuk masalah ijtihadiyah.
Metode hisab rukyat Persatuan Islam (Persis) dalam menetapkan awal
bulan Kamariah ialah dengan hisab, itu artinya Persis memaknai ‘melihat’,
tidak hanya melihat dengan mata kepala saja melainkan bisa melihat dengan
ilmu yaitu ilmu hisab. Hal ini mengikuti seorang ahli hisab Persis sendiri yaitu
KH. Abdurrahman. Persis pertamakalinya menerbitkan Almanak pada tahun
1962 M, dan baru kemudian pada saat melakukan mu’tamar pada tahun 1995,
60
Persis diketuai oleh Siddiq Amien dan berdirilah Dewan Hisab Rukyat
(DHR).1
Berbeda dengan Muhammadiyah yang pemikirannya dalam hal
penetapan awal bulan Kamariah ini tertuang dalam keputusan majlis tarjih di
Pencongan Wiradesa Pekalongan pada tahun 1972. Dan Nahdlatul Ulama
(NU) yang secara formal pemikiran hisab rukyatnya tertuang dalam keputusan
Muktamar NU ke-27 di Situbondo 1984, Munas alim ulama di Cilacap 1987
dan rapat kerja Lajnah Falakiyah NU di Pelabuhan Ratu 1992.2
Adapun kriteria yang dipakai Persis mulai tahun 2000 M adalah Imkan
Al-Rukyat (kemungkinan hilal dapat dilihat) yang artinya pergantian bulan itu
ditentukan dengan hasil hisab dan posisi hilal atau ketinggian hilal sekian
derajat dari ufuk, sama seperti yang dipakai oleh Pemerintah yang dalam hal
ini adalah Departemen Agama.
Kriteria yang dipakai oleh Persis mengalami beberapa perubahan, pada
awalnya Persis menggunakan Kriteria Ijtima’ Qoblal Ghurub, yaitu ketika
ijtima’ terjadi sebelum matahari terbenam maka besoknya ditetapkan tanggal
bulan baru. Kriteria ini pada saat Ketua Dewan Hisab Rukyat Persis di pegang
oleh KH. Abdurrahman dengan menggunakan kitab rujukan Sullamun
Nayyirain, berlangsung dari tahun 1962-1970 M.3 Periode berikutnya beliau
1 Wawancara pribadi dengan Syarief Ahmad Hakim (Sekretaris Dewan Hisab danRukyat PP Persis) di Jakarta pada tanggal 13 Juni 2015.
2 Ahmad Izzuddin, Fiqh Hisab Rukyat di Indonesia (Upaya Penyatuan Mazhab Rukyatdengan Mazhab Hisab), (Yogyakarta: Logung Pustaka, 2003), h. 94.
3 Wawancara pribadi dengan Syarief Ahmad Hakim (Sekretaris Dewan Hisab danRukyat PP Persis) di Jakarta pada tanggal 25 Maret 2015.
61
digantikan oleh muridnya yaitu KH. A Ghazali, kriteria yang digunakan masih
Ijtima’ Qoblal Ghurub dengan menggunakan kitab rujukan Sullamun
Nayyirain, Fathu Raufil Manan, Khulashatul Wafiyah, kriteria ini berlangsung
dari tahun 1970-1995 M, namun karena KH. A Ghazali merasakan adanya
ketidak tepatan dengan kriteria itu akhirnya mengadakan pertemuan dengan
semua pengurus dan anggota Dewan Hisab Rukyat dan menghasilkan kriteria
baru yaitu Wujud al-hilal seperti yang di pakai oleh Muhammadiyah yaitu
wujud al-hilal disebagian wilayah Indonesia dengan menggunakan kitab
rujukan Khulashatul Wafiyah yang berlangsung dari tahun 1996-1999 M.4
Kemudian pada tahun 2000 s/d 2001 M kriteria itu berubah lagi
menjadi Wujud al hilal diseluruh wilayah Indonesia yaitu diseluruh wilayah
Indonesia harus positif atau wujud walaupun kenyataannya mungkin tidak
nampak ketika di rukyat.5 Perubahan ini merupakan hasil ijtihad beliau,
sebagaimana yang pernah diungkapkannya bahwa Bandung itu bukan
Indonesia dan Indonesia itu bukan Bandung. Lebih lanjut beliau mengatakan
bahwa seharusnya puasa dan lebarannya orang Islam itu setelah hilal wujud di
tempat mereka bukan karena sudah wujudnya hilal di tempat lain.6 Kriteria ini
menggunakan kitab rujukan Ephemeris Hisab Rukyat yang dihisab oleh
Dewan Hisab dan Rukyat Persis.
4 Wawancara pribadi dengan Syarief Ahmad Hakim (Sekretaris Dewan Hisab danRukyat PP Persis) di Jakarta pada tanggal 25 Maret 2015.
5 Wawancara pribadi dengan Syarief Ahmad Hakim (Sekretaris Dewan Hisab danRukyat PP Persis) di Jakarta pada tanggal 25 Maret 2015.
6 Syarief Ahmad Hakim, Almanak Persis Antara Cita dan Realita, (Jakarta: November2011), h. 3.
62
Kriteria di atas (wujud al hilal) diseluruh wilayah Indonesia dapat
diposisikan seperti ihtiyaty dalam awal waktu-waktu shalat wajib, ihtiyaty
maksudnya penambahan 1 sampai 2 menit pada awal waktu shalat, supaya
waktu shalat tersebut bisa dijadikan pedoman untuk muslim yang bermukim
disebelah barat dari pusat kota. Karena ketika menghitung awal waktu shalat
data geografis yang dijadikan acuan adalah pusat kotanya, sehingga hasil dari
perhitungan tersebut hanya bisa diberlakukan dari pusat kota ke arah timur.
Tanpa ada ihtiyati berarti muslim yang berada diwilayah barat melakukan
shalat sebelum waktunya, tentu saja hukumnya tidak sah. Oleh karena itu bagi
muslim yang ada disebelah timur lebih baik sabar menunggu 1 sampai 2 menit
untuk melakukan shalat atau berbuka puasa daripada saudara kita disebelah
barat batal puasanya dan shalatnya gara-gara mengikuti kita. Hal ini kiranya
dapat dijadikan sebagai latar belakang terbentuknya kriteria tersebut, yaitu
membelokkan garis ketinggian hilal 0 derajat kearah barat jika garis tersebut
memotong suatu daerah atau wilayah dalam satu kekuasaan hakim, artinya
muslim diwilayah bagian barat mengikuti awal bulannya muslim sebelah
timur.7
Semenjak tahun 2000 M dan setelah DHR diketuai oleh KH. M.
Abdurrahman KS. Kriteria itu diganti lagi, karena dianggap kurang akurat
yaitu Persis memakai Kriteria yang dipakai Pemerintah dalam hal ini
Departemen Agama yaitu Imkan al-rukyat atau Kriteria MABIMS, yaitu:
1) Tinggi (irtifa’) hilal minimal 2°
7 Syarief Ahmad Hakim, Kriteria Wujudul Hilal dan Imkan al-Rukyat Dalam TinjauanSyara’, Makalah disampaikan dalam acara Muthala’ah dan Mubahasah PW Pemuda Persis DKIJakarta, di Masjid al-Husaini, Johar baru, Ahad, 26 Agustus 2007, h. 8.
63
2) Selisih Azimuth matahari dan bulan minimal 3° (jarak horizontal bulan-
matahari)
3) Umur bulan minimal 8 jam dihitung sejak ijtima’ sampai matahari
terbenam.
Bergantinya satu kriteria ke kriteria lain yang dilakukan oleh Persis ini
menunjukkan bahwa metode dalam menetapkan awal bulan Kamariah ini
terutama awal bulan Syawal, Ramadhan, Dzulhijjah adalah bersifat Ijtihadiy,
dan kebenaran dari hasil ijtihad adalah relatif. Kebenaran muthlak hanya Allah
yang tau tetapi orang yang berijtihad dan orang-orang yang mengikutinya
meyakini kebenaran suatu keputusan ijtihad itu berdasarkan dalil-dalil syari’ah
dan empirik yang di peroleh.
Beralihnya kriteria persis dari Wujudul Hilal ke Imkanur rukyat versi
MABIMS ini bukan tanpa alasan, melainkan ada beberapa hal yang menjadi
pertimbangan. Diantaranya; dari segi sumber dalil yang dijadikan landasan
untuk penentuan awal bulan Kamariah wujudul hilal ini hanya berdasarkan al-
Qur’an saja. Adapun hadits-hadits yang menjelaskan tentang praktek
penentuan awal bulan Kamariah pada masa rasul tidak dijadikan landasan
hukum. Pergantian kriteria tersebut merupakan hasil musyawarah Dewan
Hisab dan Rukyat dengan Dewan Hisbah PP Persis pada awal tahun 2002 di
Bandung. Maka Almanak tahun 1423 H sampai tahun 1433 H menggunakan
kriteria ini. Kriteria ini dihisab oleh Dewan Hisab Rukyat dan Rukyat Persis
dengan menggunakan buku rujukan Ephemeris Hisab Rukyat.
64
Adanya kritikan dari para ahli astronomi dan juga pihak lain terhadap
kriteria Imkanur Rukyat versi MABIMS tentang batasan: ketinggian hilal,
jarak busur bulan-matahari dan umur hilal yang terlalu minim menyebabkan
DHR Persis mengkaji ulang kriteria tersebut dan melakukan pengkajian
terhadap hasil penelitian ahli astronomi terhaadap hilal yang paling muda yang
teramati oleh alat optik.
Atas dasar pemikiran di atas maka Persis pada tanggal 31 Maret 2012
telah merubah kriteria Imkanur Rukyat versi MABIMS menjadi kriteria
Imkanur Rukyat ahli Astronomi (LAPAN 2010) dengan alasan telah teruji
secara ilmiah. Kemudian kriteria ini mulai diterapkan dalam penyusunan
almanak 1434 H. Kriteria astronomi yang ditetapkan Persis adalah awal bulan
Kamariah ditetapkan jika setelah ijtima, posisi bulan pada waktu ghurub
(terbenam matahari) di wilayah Indonesia sudah memenuhi syarat, sebagai
berikut:
1) Beda tinggi antara bulan dan matahari minimal 4°
2) Jarak busur antara bulan dan matahari minimal sebesar 6,4°.8
Kriteria Imkanur rukyat astronomi ini masih digunakan sampai
sekarang, kriteria tersebut dihisab oleh Dewan Hisab dan Rukyat Persis
dengan menggunakan software rujukan Accurate Times 5.3.
Menurut penulis hisab yang digunakan oleh Persis ini sudah termasuk
hisab yang mutakhir, karena Persis menggunakan hisab Ephemeris, yang
datanya selalu terbaru dan tersedia dalam setiap jam. Disamping hisab
8 Syarief Ahmad Hakim, Sekretaris Dewan Hisab Rukyat PP Persis, Metode PenentuanAwal Bulan Kamariah di Persatuan Islam (Persis), makalah ini dipresentasikan di AuditoriumH.M. Rasyidi Kemenag RI tahun 2014, h. 10.
65
ephemeris ini tergolong hisab kontemporer, hisab ephemeris ini telah diakui
keakurasiannya sehingga termasuk salah satu hisab yang dipakai oleh
Departemen Agama dalam menetapkan awal bulan Kamariah. Sehingga dapat
dikatakan pula bahwa metode hisab yang digunakan oleh Persis ini merupakan
metode yang bisa digunakan untuk penetapan awal bulan Kamariah dan dapat
dipertanggung jawabkan.
Kriteria yang digunakan oleh Persis adalah suatu kriteria yang cukup
aman dari adanya perbedaan. Kriteria Imkanur Rukyat ahli Astronomi (LAPAN
2010) yang digunakan oleh Persis memiliki kriteria; beda tinggi antara bulan
dan matahari minimal 4° dan jarak busur antara bulan dan matahari minimal
sebesar 6.4°.
Seiring perkembangan waktu dan teknologi tidak menutup
kemungkinan Persis ini akan merubah kembali kriteria hisabnya, seperti yang
disampaikan oleh Syarief Ahmad Hakim selaku Sekretaris Dewan Hisab dan
Rukyat PP Persis bahwasanya kriteria yang digunakan oleh Persis bukan
kriteria yang tetap karena bisa saja sewaktu-waktu berubah sesuai dengan
kebutuhan dan perkembangan zaman.
2. Dasar Hukum Hisab Rukyat Persatuan Islam (Persis) Dalam
Menentukan Awal Bulan Kamariah
Adapun dalil atau dasar hukum yang digunakan oleh Persis dalam
menetapkan awal bulan Kamariah sama seperti dasar hukum yang digunakan
ormas lainnya ataupun pemerintah. Hanya saja penafsiran yang berbeda
sehingga menghasilkan pemahaman yang berbeda pula, antara lain:
66
a) QS. Al-Baqarah (2): 189
(2:189)
Artinya:“Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit, katakanlahBulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadah)haji, dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya,akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa, danmasuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya; dan bertakwalahkepada Allah agar kamu beruntung.” (QS. Al-Baqarah: 189)
Ayat ini mengandung pengertian bahwa hilal 9bulan sabit muda)
dapat dijadikan pedoman waktu untuk manusia, terutama dalam
melaksanakan ibadah haji harus dijadikan acuan miqat zamani. Mengenai
kapan, bagaimana, kearah mana kita melihat hilal, ayat ini tidak
membicarakannya.
b) QS. Yaasiin (36) 39-40
(36:39) (36:40)
Artinya:“Dan telah kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilahsehingga (setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah diasebagai bentuk tandan yang tua. Tidakklah mungkin bagi mataharimendapatkan bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang danmasing-masing beredar pada garis edarnya.” (QS. Yaasiin: 39-40)
Saadoeddin Djambek dalam bukunya Hisab Awal Bulan
menjelaskan tentang ayat ke-39 surat Yaasiin tersebut menjadi petunjuk
bahwa kembalinya bentuk bulan seperti tandan tua sebagai awal
pergantian bulan Hijriyah. Bentuk bulan seperti itu dapat dilihat dari bumi
67
menjelang dan setelah bulan mati (Ijtima’), untuk mengetahui bulan sabit
yang mana yang dimaksud dalam ayat ini, maka ayat selanjutnya
menerangkan “Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan (mengejar)
bulan.”9
Ayat di atas memberikan isyarat kepada kita atas perjalanan
bulanan bulan dan perjalanan tahunan matahari, yang arahnya sama-sama
dari barat ke timur. Bulan menempuh setiap hari 13° dan matahari 1°,
sehingga bulan lebih cepat (12°), dan tidak ada kemungkinan bagi
matahari mengejar, apalagi mendahuluinya.10
c) QS. Yunus (10): 5
(10:5)
Artinya: “Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulanbercahaya dan ditetapkannya manzilah-manzilah bagi perjalanan bulanitu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu).Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Diamenjelaskan tanda-tanda (kebesarannya) kepada orang-orang yangmengetahui.” (QS. Yunus: 5)
d) QS. Al-Taubat (9): 36
(9:36)
Artinya:“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belasbulan dalam ketentuan Allah pada waktu Dia menciptakan langit danbumi, diantaranya ada empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama
9 Saadoe’ddin Djambek, Hisab Awal Bulan, (Jakarta: Tintamas, 1976), h. 10.
10 Saadoe’ddin Djambek, Hisab Awal Bulan, h. 11.
68
yang lurus, maka janganlah kamu menzalimi dirimu dalam (bulan yangempat) itu, dan perangilah kaum musyrikin semuanya sebagaimanamereka pun memerangi kamu semuanya. Dan ketahuilah bahwa Allahbeserta orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Taubah: 36)
e) Hadits riwayat Bukhari
قال ابو القسم : او قال , قال النيب صلى اهللا عليه وسلم : ول عن ايب هريرة رضي اهللا عنه يـق ة شعبان , صلى اهللا عليه وسلم ي عليكم فاكملوا عد صوموا لرؤيته وأفطروا لرؤيته فان غم
11)رواه البخاري(ثالثني
Artinya: “Dari Abu Hurairah R.A. berkata: Nabi SAW, bersabda atauberkata (Abu Hurairah), bersabda Abul Qosim saw. “Puasalah kamuketika melihat hilal dan berbukalah ketika melihat hilal, apabila hilaltidak terlihat olehmu maka sempurnakan blangan Sya’ban tiga puluhhari.” (HR. Bukhari)
f) Hadits riwayat Bukhari
هما ال : انه دكر رمضان فـقال , عن النيب صلى اهللا عليه وسلم , عن ابن عمر رضي اهللا عنـرواه (فان اغمي عليكم فاقدرواله , تصوموا حيت تـرو اهلالل وال تـفطروا حيت تـروه
12)البخاري
Artinya: “Dari Ibnu Umar R.A., dari Nabi SAW. Sesungguhnya Nabimenyebut (bulan) Ramadhan, maka dia bersabda, Jangan kamu berpuasasehingga kamu melihat hilal, dan janganlah berbuka hingga kamumelihatnya, apabila hilal tertutup olehmu maka perkirakanlah.” (HR.Bukhari)
g) Hadits riwayat Muslim
صوموا لرؤيته وأفطروا : أن النيب صلى اهللا عليه وسلم قال , عن ايب هريرة رضي اهللا عنه ي عليكم فاكملوا العدد 13)رواه مسلم(لرؤيته فان غم
11 Al-Imam Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Baari Buku II, PenerjemahAmiruddin, dkk, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2006), cet. ke-2, h. 56.
12 Muhammad ibn Isma’il al-Bukhari, Shahih Bukhari, (Beirut: Dar al-Fikr, tt), Juz II, h.34.
13 Al-Imam Abi Husain Muslim bin al-Hijaaji al-Qusyairi al-Naisaburi, Shahih Muslim,(Beriut: Dar al-Fikr, 1991), Juz I, h. 472.
69
Artinya: “Dari Abu Hurairah R.A. Sesungguhnya Nabi Muhammad SAW.,bersabda “Puasalah kamu tatkala melihat hilal dan berbukalah tatkalamelihat hilal, bila hilal tidak terlihat olehmu maka sempurnakanbilangan.” (HR. Muslim)
h) Hadits riwayat Abu Dawud
فـقدمت الشام، : ية بالشام، قال عن كريب، أن أم الفضل بنت احلارث، بـعثته إىل معاو لة اجلمعة، مث ق دمت فـقضيت حاجتـها، واستهل علي رمضان وأنا بالشام، فـرأيت اهلالل ليـ
هما، مث ذكر اهلالل فـقال المدينة يف آخر الشهر، فسألين عبد اهللا بن عباس رض : ي اهللا عنـلة اجلمعة، فـقال : مىت رأيـتم اهلالل؟ فـقلت نـعم، ورآه الناس، : أنت رأيـته؟ فـقلت : رأيـناه ليـ
لة السبت، فال نـزال نصوم حىت نكمل لكنا رأيـناه ليـ : " وصاموا وصام معاوية، فـقال ال، هكذا أمرنا رسول : أو ال تكتفي برؤية معاوية وصيامه؟ فـقال : ثالثني، أو نـراه، فـقلت
نسائى وأمحد والبيهقي رواه مسلم وأبوداود والرتمذي وال(عليه وسلم اهللا صلى اهللا 14)والدرقطىن وإبن خزمية
Artinya:“Dari Kureb; sesungguhnya Ummul Fadhal binti Al Haritsmenyeru kepada Kureb ke Muawiyah di Syam, Kureb berkata; aku telahsampat di Syam terus menyelesaikan hajatnya Ummul Fadhal, dankelihatan hilal Ramadhan kepadaku, sedang aku di Syam, aku melihathilal pada malam Jum’at. Selanjutnya aku datang di Madinah pada akhirbulan (Ramadhan), maka Abdullah bin Abbas tanya kepadaku. Abdullahbin Abbas membicarakan soal hilal (seraya bertanya; kapan kamu(Kureb) dan teman-temanmu melihat hilal? Maka aku jawab, kita melihathilal hari jum’at. Maka Abdullah bertanya lagi; kamu sendiri melihathilal? Maka jawab Kureb; ya.. dan orang-orang juga melihat hilal danberpuasa dan Muawiyah juga berpuasa). Maka Abdullah bin Abbasberkata; tapi kita melihat hilal pada malam sabtu, maka kita selaluberpuasa sehingga bertakmil (menyempurnakan) tiga puluh hari. Aku(Kureb) bertanya: apakah kamu (Abdullah) tidak cukup mengikutirukyahnya Muawiyah di Syam dan puasanya? Abdullah bin Abbasmenjawab; Tidak, demikian inilah perintah Rasulullah saw.” (HR. AbuDawud)
Dari hadits yang diriwayatkan Bukhori dan Muslim di atas Persis
menafsirkan kata faqdurulahu dengan “hitunglah” yang pelaksanaannya
14 Abu Dawud Sulaiman bin Al Asy’ab Al-Sajstaani, Sunan Abi Dawud, (Beirut: Daar AlFikr, tt), h. 540
70
adalah dengan hisab.15 Dari pemahaman di ataslah yang menjadikan
pemikiran Persis ini berbeda dengan Jumhur Ulama’, mazhab rukyat
(Nahdlatul Ulama) mengartikan faqdurulahu dengan “istikmal”
(menyempurnakan umur bulan menjadi 30 hari) dengan dalil itu
ditafsirkan dengan hadits lain yang secara visual jelas dan menyebutkan
menyempurnakan umur bulan menjadi 30 hari.
Kemudian hadits yang diriwayatkan dari Kuraib dipahami oleh
Persis atas berlakunya hasil hisab itu sendiri, yang mana apabila salah satu
diantara tempat yang menjadi wilayatul hukmi untuk melaksanakan rukyat
hilal yaitu Pelabuhanratu dan Sabang sudah menunjukkan keberadaan hilal
maka dari kedua tempat tersebut yang diambil tinggi hilal yang mendekati
kriteria Imkanur Rukyat ahli astronomi (LAPAN 2010).
Dari beberapa penjelasan dasar hukum di atas baik al-Qur’an
maupun al-Hadits, yang menjadi penyebab perbedaan dikalangan ormas-
ormas Islam di Indonesia ialah penafsiran ayat al-Qur’an dan Hadits
tersebut. Sehingga menimbulkan perbedaan pemahaman, metode serta
kriteria dalam menetapkan awal bulan Kamariah di setiap ormas Islam.
Sesungguhnya pada jaman dahulu yaitu masa Nabi dan sahabat
belum berkembang bahkan belum menguasai tentang ilmu hisab, sehingga
suatu hal yang wajar bila dalam menentukan awal bulan Kamariah dengan
metode yang sangat sederhana yaitu dengan melihat bulan dan dengan
menyempurnakan bilangan bulan (istikmal) bila bulan terhalang untuk
15 Syarief Ahmad Hakim, Kriteria Wujudul Hilal dan Imkanur Rukyat menurut Syar’i,(Jakarta: tp, 2007), h. 10
71
dilihat, namun di era sekarang sudah berbeda dengan dulu, sekarang ilmu
hisab yang dapat memastikan keberadaan bulan, sehingga hisab
merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk menetapkan
awal bulan Kamariah.
Dari beberapa ayat al-Qur’an yang dijadikan dalil oleh Persis
dalam penetapan awal bulan Kamariah, tidak secara tegas ayat-ayat di atas
menunjukkan bahwa penetapan awal bulan Kamariah dengan hisab, hanya
ayat-ayat tersebut memberikan isyarat bahwa bulan dan matahari bisa
dijadikan pedoman dalam menetapkan waktu-waktu beribadah. Dengan
kata lain bahwa apa yang ditunjukkan dalam al-Qur’an tersebut masih
umum atau masih global, sehingga munculah hadits hisab rukyat yang
sudah tidak asing lagi, yaitu:
ي عليكم فاقدرواله صوموا لرؤيته وأفطروا لرؤيته فان غم
Dan hadits-hadits yang sejenis dengan ini yang mungkin
menggunakan redaksi yang agak sedikit berbeda namun mempunyai
maksud dan tujuan yang sama. Hadits inilah yang memperjelas keglobalan
yang terkandung dalam al-Qur’an tersebut.
Persis beranggapan dengan adanya hadits tersebut maka nampak
bahwa yang dimaksudkan dalam al-Qur’an di atas dan yang lebih
mendekati kebenaran adalah dengan rukyat, bukan dengan hisab. Karena
dengan adanya kata fain ghumma kata rukyat dalam hadits di atas
seharusnya diartikan melihat dengan mata kepala bukan dengan ilmu (ilmu
hisab), karena bila diartikan melihat dengan ilmu (hisab), maka tidak akan
72
pernah ada kata fain ghumma, karena ada dan tidak adanya mendung tidak
akan pernah berpengaruh dengan hisab atau dengan kata lain hisab tidak
akan pernah terhalangi. Sedangkan hadits di atas meskipun dengan redaksi
yang berbeda selalu disertai dengan kata fain ghumma atau fain ughbiya.
Namun demikian, bukan berarti metode yang digunakan Persis ini
tidak dapat dijadikan pedoman dalam menetapkan awal bulan Kamariah,
terutama bulan Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah yang sering
menimbulkan perbedaan. Dengan kriteria Imkanur Rukyat Astronomi yang
digunakan dalam hisabnya Persis ini menjadikan metode hisabnya lebih
mendekati metode Imkanur Rukyat Pemerintah. Meskipun begitu bukan
berarti Persis mengesampingkan hasil perhitungan hisab, hisab sangat
penting untuk memandu dalam melaksanakan rukyat dengan
menggunakan sistem perhitungan yang terbaru.
3. Landasan Yuridis Kriteria Awal Bulan Kamariah Persatuan Islam
(Persis)
Almanak Persatuan Islam (Persis) ini didasarkan kepada dua Surat
Keputusan sebagai berikut:
1) Surat Keputusan Bersama Dewan Hisab dan Rukyat dan Dewan Hisbah
Nomor 005/PP-C.1/A.3/2012 dan Nomor 019/PP-C/A.2/2012 tentang
Kriteria Hisab Imkanur Rukyat, Memutuskan:
73
a. Kriteria Hisab Imkanur Rukyat Harus didasarkan pada prinsip
visibilitas hilal yang dapat dipertanggungjawabkan.
b. Kriteria Hisab Imkanur Rukyat yang dimaksud pada poin kesatu pada
saat ini adalah: awal bulan hijriyyah bisa ditetapkan jika di wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia posisi bulan pada waktu ghurub
(terbenam matahari) setelah terjadinya ijtima:
Beda tinggi antara bulan dan matahari minimal 4 derajat, dan
Jarak sudut (elongasi) antara bulan dan matahari minimal 6,4
derajat.
c. Apabila terjadi kekeliruan dalam surat keputusan ini, maka akan
diadakan perbaikan seperlunya.
2) Hasil Musyawarah Dewan Hisab dan Rukyat Nomor 003/PP-C.1/A.3/2011
tentang Menyikapi Perbedaan 1 Syawal 1432 H, Memutuskan:
a. Bahwa kita tetap berpegang kepada almanak Islam 1432 H hasil
perhitungan Dewan Hisab dan Rukyat PP Persis, yaitu 1 Syawal 1432
H jatuh pada hari Rabu, 31 Agustus 2011.
b. Apabila berdasarkan hasil rukyat, pemerintah menetapkan tanggal 1
Syawal jatuh pada hari Selasa, 30 Agustus 2011, maka hasil rukyat
tersebut dapat kita terima dengan syarat kesaksian lebih dari satu
tempat dan dibuktikan dengan citra visual hilal.
74
c. Apabila dua syarat di atas tidak terpenuhi, maka kita tetap pada
almanak yang telah dibuat.16
B. Faktor yang Melatar Belakangi Perubahan Kriteria Awal Bulan Kamariah
Persis
Perubahan kriteria awal bulan Kamariah yang digunakan oleh Persis
selama setengah abad ini sudah mengalami beberapa kali perkembangan. Faktor
yang mempengaruhi perubahan kriteria tersebut diantaranya: pada awalnya Persis
hanya menggunakan hisab hakiki dan tidak menggunakan rukyat, karena hisab
hakiki dianggap sudah bisa menggantikan rukyat. Dengan bersadarkan kepada
Ijtima qobla ghurub yaitu awal bulan ditetapkan jika ijtima terjadi sebelum
maghrib tapi bila ijtima terjadi setelah maghrib maka dilakukan istikmal. Dasar
hukumnya adalah penafsiran terhadap lafadz “manzil” dalam Q.S Yunus: 5 dan
QS. Yaasiin: 39, yang ditafsirkan bahwa ijtima adalah manzilah awal bulan
(munculnya hilal). Akan tetapi, Dewan Hisab dan Rukyat berkeyakinan bahwa
hisab dan rukyat memiliki kedudukan yang sama dalam penetapan awal bulan
hijriyyah. Karena selain hisab memiliki dasar dalil yang kuat dalam al-Qur’an,
rukyat juga merupakan sunnah di’liyyah Rasulullah yang tidak bisa dihilangkan,
tidak aada dalil dan alasan yang kuat untuk menghapuskan rukyat. Rukyat juga
sangat diperlukan untuk menguji akurasi kesahihan hasil hisab, sehingga
berdasarkan pengujian rukyat tersebut hisab bisa disempurnakan. Oleh karena itu,
16 Hasil sidang Dewan Hisab dan Rukyat Persis di atas telah dikukuhkan menjadi SuratKeputusan Bersama dengan Dewan Hisbah pada sidang hari Sabtu, 31 Agustus 2013, pukul 10:30WIB di PP Persis, Bandung dan selanjutnya ditetapkan menjadi keputusan PP Persis melalui RapatPimpinan Tasykil PP Persis pada hari Sabtu, 31 Agustus 2013, pukul 15.00 WIB di PP Persis,Bandung.
75
DHR beristinbat bahwa penetapan awal bulan Hijriyyah dengan hisab dan rukyat,
sah untuk melaksanakan ibadah.
Selanjutnya hisab yang digunakan Persatuan Islam berkembang menjadi
hisab wujudul hilal (mirip dengan yang digunakan oleh Muhammadiyah
sekarang), kriteria wujudul hilal Persis saat itu, adalah awa bulan Hijriyah dapat
ditetapkan jika setelah ijtima diseluruh wilayah Indonesia “saat maghrib poisisi
bulan harus berada di atas ufuk”, pada kenyataannya saat maghrib setelah ijtma
bulan tidak selalu terbenam mengikuti matahari, atau adakalanya saat maghrib
setelah ijtima, bulan terbenam mendahului matahari, saat itu dasar hukum wujudu;
hilal tidak dijelaskan dengan tegas. Oleh karena itu, walaupun kriteria wujudul
hilal sangat sederhana dan relatif mudah, tetapi tidak didukung argumen ilmiah
dan dalil yang qath’i, tetapi hanya berdasarkan ijtihadiyah. Selain itu, kriteria
wujudul hilal mempunyai kelemahan yaitu variabelnya terlalu disederhanakan,
hanya mengandalkan variabel ijtima dan irtifa saja serta mengabaikan faktor atau
variabel lain yang berpengaruh pada penampakan hilal.
Karena berbagai kekurangan hisab wujudul hilal tersebut, Persatuan Islam
kemudian menggunakan hisab hakiki dengan kriteria Imkanur Rukyat, karena
hisab imkanur rukyat punya landasan dalil yang kuat serta berdasarkan
argumentasi ilmiah yang teruji. Hisab Imkanur-rukyat merupakan upaya
menghisab kapan bulan berubah wujud menjadi hilal atau kapan bentuk bulan
tampak menyerupai urjunil qadim seperti yang digambarkan dalam QS. Yaasiin
ayat 39. Awalnya hisab Imkanur Rukyat yang digunakan Persis menggunakan
kriteria kesepakatan MABIMS, tetapi kriteria MABIMS tersebut banyak digugat,
76
Persis beranggapan bahwa kriteria tersebut lebih menonjol sebagai “kompromi
politis” bukan dasar prinsip ilmiah, apalagi dalam banyak kasus kriteria tersebut
bertentangan dengan hasil pengamatan empirik di lapangan.
Kemudian saat ini Pesis menggunakan kriteria Imkanur Rukyat ahli
astronomi (LAPAN 2010) karena dirumuskan berdasarkan data empirik, yaitu
data hasil pengamatan hilal puluhan tahun oleh astronom profesional yang
dihimpun dari berbagai belahan dunia serta telah mengalami beberapa pengujian
dan penyempurnaan.
Dari pemaparan di atas perubahan kriteria penetapan awal bulan
Kamariah Persis didasari oleh berbagai faktor, diantaranya: ditemukannya dalil
atau penemuan astronomi yang sudah teruji secara ilmiah dan sudah dilakukan
penelitian terhadap data-data empirik tersebut. Selain itu dengan semakin
berkembangnya IPTEK selain mengembangkan Hisab Imkanur Rukyat Persatuan
Islam juga akan terus mengembangkan teknik dan dokumentasi rukyat, yaitu
dengan penggunaan teknologi dan alat bantu rukyat serta dokumentasinya,
sehingga hasil rukyat bisa diuji keabsahannya. Bagi Persatuan Islam, rukyat juga
tidak hanya digunakan untuk penentuan awal bulan semata, tetapi akan
dikembangkan untuk menguji keabsahan hisab awal waktu shalat, gerhana dan
bayangan arah qiblat. Dalam pelaksanaannya Persis menjalin kerjasama dengan
berbagai pihak yang memiliki kepedulian tentang pengembangan teknologi hisab
dan rukyat.
Sampai saat ini rukyat masih tetap perlu dilakukan selain karena sunnah
Rasul, tetapi karena masih adanya variabel lain yang belum dimasukkan dalam
77
hisab, misalnya faktor cuaca dan kecerlangan langit yang tidak mudah untuk
dihisab. Sementara itu teknologi observasi perlu terus dikembangkan sehingga
dapat mengenali hilal dengan akurat meskipun cahayanya masih lemah. Teknologi
rukyat juga diperlukan untuk membantu agar kesalahan rukyat bisa diminimalisir
dan diperoleh hasil rukyat yang optimal dan akurat.
Seiring dengan berkembangnya teknologi dan pemahaman seseorang yang
semakin luas pada saat ini, faktor utama atas perubahan kriteria awal bulan
Kamariah Persis disebabkan oleh dinamika pemahaman dari anggota Dewan
Hisab dan Rukyat Persis yang dipengaruhi oleh faktor internal di Jam’iyah Persis
dan juga faktor eksternal.17 Yang menjadi faktor internal dalam perubahan kriteria
tersebut ialah perbedaan pemahaman yang dianut oleh Jam’iyah Persis, sebagian
Jam’iyah masih mengikuti hisab wujudul hilal, namun sebagian Jam’iyah lainnya
sudah mengikuti kriteria hisab Imkanur Rukyat Persis yang terbaru yaitu Imkanur
Rukyat ahli astronomi (LAPAN 2010). Perbedaan tersebut menimbulkan
terganggunya keutuhan Jam’iyah Persis. Selain itu, meskipun Persis sudah
menetapkan almanak Islam untuk Jam’iyah Persis, akan tetapi pada prakteknya
masih ada sebagian dari Jam’iyah tidak mengikuti almanak Persis tersebut dan
memutuskan untuk melaksanakan hari raya sesuai dengan keputusan Pemerintah.
Sedangkan, faktor eksternal yang menjadi dasar perubahan kriteria awal
bulan Kamariah Persis karena adanya kritikan dan saran dari berbagai pihak
mengenai kriteria awal bulan yang digunakan oleh Persis, ditemukannya
kelemahan kriteria tersebut, serta adanya penemuan baru yang menjelaskan bahwa
17 Wawancara pribadi dengan Syarief Ahmad Hakim, di Jakarta pada tanggal 13 Juni2015.
78
hilal dapat dilihat dengan dengan kriteria seperti apa. Oleh karena itu, seiring
dengan perkembangan IPTEK, Persis merubah kriteria awal bulan Kamariah
dengan pemahaman ahli astronomi yaitu T. Djamaludin (LAPAN 2010) dengan
menggunakan data yang berubah-ubah dalam tiap detiknya dan sudah melalui
pengujian data empirik, sehingga dapat dipertanggungjawabkan.
Perubahan kriteria awal bulan Kamariah didasari dengan adanya keinginan
kesatuan pikiran, gerak langkah dan pola tindakan di Jam’iyah Persis yang telah
memenuhi relung hati dan pikiran tokoh-tokoh Persis sejak dulu, hal ini tercermin
dari adanya berbagai regulasi (aturan yang senantiasa diperbaharui) di bidang
dakwah, tarbiyah, sosial, ekonomi, politik, dan lain sebagainya. Sejak dulu sampai
sekarang, tak terkecuali dalam bidang aqidah dan ibadah, yang semua aturan itu
harus dijadikan pedoman dan dilaksanakan oleh segenap anggota Persis.
C. Aplikasi Metode Imkanur Rukyat Ahli Astronomi (LAPAN 2010) di
Kalender Persis
Persis dalam menetapkan awal bulan Kamariah membuat almanak Islam
sendiri sesuai dengan kriteria yang terbaru yaitu Imkanur Rukyat ahli astronomi
(LAPAN 2010). Kriteria yang dipakai oleh Persis dalam menetapkan awal bulan
Kamariah ialah sebagai berikut:
a. Telah terjadi ijtima’ sebelum ghurub matahari,
b. Beda tinggi, matahari bulan minimal 4°
c. Jarak elongasi matahari bulan minimal 6,4
Mengenai tempat untuk merukyat hilal, Pelabuhanratu dan Sabang
menjadi pilihan Persis. Dari dua tempat tersebut dipilih mana yang lebih besar
79
tinggi hilalnya untuk kemudian ditetapkan awal bulan Kamariahnya. Berikut
penulis paparkan almanak Persis dari tahun 1434, 1435, 1436 H:
Data Pokok Almanak Islam 1434 H
Bulan Waktu Ijtima(WIB)
Pelabuhan Ratu SubangTinggiHilal Elongasi
TinggiHilal Elongasi
Muharram
Rabu14 Nov 201205:08 WIB 6°29'57" 6°31'23"
Shafar
Kamis13 Des 201215:42 WIB 0°59'34" 2°20'56"
Rabi'ul Awal
Sabtu12 Jan 201302:44 WIB 6°08'25' 9°26'45"
Rabi'ul Akhir
Ahad10 Feb 201314:20 WIB -0°13'33" 5°35’27”
Jumadil Awal
Selasa12 Maret 2013
02:51 WIB 5°46’17” 8°23’33”
Jumadil Akhir
Rabu10 April 2013
16:35 WIB -01°27’20” 2°42’51”
Rajab
Jum’at10 Mei 201307:28 WIB 3°45’11” 3°56’31”
Sya'ban
Sabtu8 Juni 201322:56 WIB +08°08’57’ 08°17’54”
Ramadhan
Senin8 Juli 201314:14 WIB 0°45’58” 4°34’24”
Syawal
Rabu7 Agt 201304:51 WIB 4°15’49” 7°18’48”
Dzulqa'dah
Kamis5 Sept 201318:36 WIB +09°09’28” 11°14’58”
Dzulhijjah
Sabtu5 Okt 201307:34 WIB 3°39’48” 4°51’28”
80
Tabel 1
Dalam menetapkan awal bulan Kamariah yang selalu menjadi perhatian
ialah awal bulan Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah karena berkaitan dengan
ibadahnya umat Islam. Penjelasan mengenai awal bulan Ramadhan, Syawal dan
Dzulhijjah pada almanak 1434 H sebagai berikut:
1. Ramadhan 1434 H
Ijtima’ akhir Sya’ban 1434 H. pada hari Senin, 8 Juli 2013, pukul 14:14
WIB.
Di Pelabuhanratu tinggi hilal waktu Maghrib 0° 45’ 58” dan jarak sudut
Bulan-Matahari 4° 34’ 24”.
Senin, 8 Juli 2013, Saat maghrib (malam Selasa) di wilayah Indonesia
hilal ghair imkanur ru’yah, maka bulan Sya’ban 1434 digenapkan 30
hari (istikmal) dan 1 Ramadhan 1434 H ditetapkan Rabu, 10 Juli 2013
M.
2. Syawal 1434 H
Ijtima’ akhir Romadhan 1434 H. pada hari Rabu, 7 Agustus 2013, pukul
4:51 WIB.
Di Pelabuhanratu tinggi hilal waktu maghrib 4° 15’ 49” dan jarak sudut
Bulan-Matahari 7° 18’ 48”.
Rabu, 7 Agustus 2013, saat maghrib (malam Kamis) di wilayah Indonesia
hilal sudah imkanur ru’yah, maka 1 Syawwal 1433 H. ditetapkan Kamis, 8
Agustus 2013 M.
3. Dzulhijjah 1434 H
81
Ijtima’ akhir Dzulqa’dah 1434 H. pada hari Sabtu, 5 Oktober 2013, pukul
7:34 WIB.
Di Pelabuhanratu tinggi hilal waktu maghrib 3° 39’ 48” dan jarak sudut
Bulan-Matahari 4° 51’ 28”.
Sabtu, 5 Oktober 2013, saat maghrib (malam Ahad) di wilayah Indonesia
hilal ghair imkanir ru’yah, maka bulan Dzulqa’dah 1434 H digenapkan
30 hari (istikmal) dan 1 Dzulhijjah 1434 H. ditetapkan Senin, 7
Oktober 2013 M.
Dari data di atas antara almanak Persis dengan takwim standar Kemenag
RI tidak terjadi perbedaan dalam menetapkan awal bulan Ramadhan dan Syawal
tahun 1434 H, akan tetapi dalam penetapan awal bulan Dzulhijjah terjadi
perbedaan, hal ini dikarenakan hilal yang berhasil dirukyat pada ijtima’ akhir
Dzulqa’dah belum memenuhi kriteria Imkanur Rukyat ahli astronomi (LAPAN
2010) yang digunakan oleh Persis. Tanggal 1 Dzulhijjah menurut Pemerintah
jatuh pada tanggal 6 Oktober 2013, sedangkan menurut Persis jatuh pada tanggal
7 Oktober 2013 (hasil istikmal).
Data Pokok Alamanak Islam tahun 1435 H
BulanWaktu Ijtima
(WIB)
Pelabuhan Ratu SubangTinggiHilal Elongasi
TinggiHilal Elongasi
Muharram
Ahad3 Nov 201319:50 WIB -2°01'27" 2°03'54"
82
Shafar
Selasa3 Des 20137:22 WIB 5°59'27" 6°14'42"
Rabi'ulAwal
Rabu1 Jan 201418:14 WIB -0°41'40' 4°38'52"
Rabi'ulAkhir
Jum’at31 Jan 20144:39 WIB 6°24'25" 8°55’12”
JumadilAwal
Sabtu1 Maret 201415:00 WIB 0°05’05” 4°11’15”
JumadilAkhir
Senin31 Maret 2014
1:45 WIB 7°39’06” 8°24’11”
Rajab
Selasa29 April 2014
13:14 WIB 1°05’16” 2°10’25”
Sya'ban
Kamis29 Mei 2014
1:20 WIB 7°32’22” 8°19’30”
Ramadhan
Jum’at27 Juni 201425:08 WIB 0°43’50” 4°41’43”
Syawal
Ahad27 Juli 20145:42 WIB 4°03’32” 6°45’33”
Dzulqa'dah
Senin25 Agst 201421:13 WIB -3°17’12” 4°44’35”
Dzulhijjah
Rabu24 Sept 201413:14 WIB 0°44’35” 2°06’56”
Tabel 2
Sesuai dengan data di atas, berikut penjelasan mengenai penetapan awal
bulan Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah tahun 1435 H menurut Persis:
1. Ramadhan 1435 H
Ijtima’ akhir Sya’ban 1435 H. pada hari Jum’at, 27 Juni 2014, pukul 15:08
WIB.
83
Saat maghrib di Pelabuhanratu beda tinggibulan-matahari 0° 43’ 50” dan
jarak sudut Bulan-Matahari 4° 41’ 43”.
Jum’at, 27 Juni 2014, Saat maghrib (malam Sabtu) di wilayah Indonesia
hilal belumm imkanur ru’yah, maka 1 Ramadhan 1435 H. ditetapkan
Ahad, 29 Juni 2014 M.
Bayang-bayang mengarah kiblat terjadi pada tanggal 16 Juli 2013, pukul
16:27 WIB.
2. Syawal 1435 H
Ijtima’ akhir Ramadhan 1435 H. pada hari Ahad, 27 Juli 2014, pukul 5:42
WIB.
Saat maghrib di Pelabuhanratu beda tinggi bulan-matahari 4° 03’ 32” dan
jarak sudut Bulan-Matahari 6° 45’ 33”.
Ahad, 27 Juli 2014, saat maghrib (malam Senin) di wilayah Indonesia
hilal sudah imkanur ru’yah, maka 1 Syawwal 1435 H. ditetapkan Senin,
28 Juli 2014 M.
3. Dzulhijjah 1435 H
Ijtima’ akhir Dzulqa’dah 1435 H. pada hari Rabu, 24 September 2014,
pukul 13:14 WIB.
Saat maghrib di Pelabuhanratu beda tinggi bulan-matahari 0° 44’ 35” dan
jarak sudut Bulan-Matahari 2° 06’ 56”.
Rabu, 24 September 2014, saat maghrib (malam Kamis) di wilayah
Indonesia hilal belum imkanur ru’yah, maka 1 Dzulhijjah 1435 H.
ditetapkan Jum’at, 26 September 2014 M.
84
Penetapan awal bulan Ramadhan, Syawal dan Dzuhijjah tahun 1435 H
antara Persis dengan Pemerintah, terjadi perbedaan, diantaranya: penetapan awal
Ramadhan dan Dzulhijjah, hal ini terjadi karena belum terpenuhinya kriteria yang
dipakai oleh Persis sehingga Persis mengistikmalkan bulan Sya’ban dan
Dzulqa’dah menjadi 30 hari. Akan tetapi penetapan tanggal 1 Syawal tahun 1435
H antara Persis dengan Pemerintah tidak terjadi perbedaan, tinggi hilal serta jarak
elongasi pada ijtima’ akhir Ramadhan 1435 H sudah memenuhi kriteria penetapan
awal bulan Kamariah Persis. Almanak Islam 1435 H ini didasarkan kepada dua
surat keputusan, yaitu: surat keputusan bersama Dewan Hisab dan Rukyat dan
Dewan Hisbah No. 005/PP-C.1/A.3/2012 dan No. 019/PP-C.1/A.2/2012, dan hasil
musyawarah Dewan Hisab dan Rukyat No. 003/PP-C.1/A.3/2013 tentang
menyikapi perbedaan 1 Syaw 1432 H.
Data Pokok Almanak Islam tahun 1436 H
Bulan Waktu Ijtima(WIB)
Pelabuhan Ratu SubangTinggiHilal Elongasi
TinggiHilal Elongasi
Muharram
Jum’at24 Okt 201404:57 WIB 5°42'25" 5°52'50"
Shafar
Sabtu22 Nov 201419:32 WIB -0°29'59" 3°26'04"
Rabi'ulAwal
Senin22 Des 2014
8:36 WIB 5°00'07' 6°38'47"
Rabi'ulAkhir
Selasa20 Jan 201520:14 WIB -2°23'16" 5°16’32”
JumadilAwal
Kamis19 Feb 2015
6:47 WIB 5°11’11” 6°54’49”JumadilAkhir
Jum’at20 Maret 2015 -0°00’55” 1°11’51”
85
16:36 WIB
Rajab
Ahad19 April 2015
1:57 WIB 8°55’45” 8°55’45”
Sya'ban
Senin18 Mei 201511:13 WIB 3°35’57” 5°03’56”
Ramadhan
Selasa16 Jun 201521:05 WIB -1°50’43” 5°25’21”
Syawal
Kamis16 Juli 20158:24 WIB 3°28’04” 5°55’23”
Dzulqa'dah
Jum’at14 Agst 201521:53 WIB -3°24’47” 4°33’26”
Dzulhijjah
Ahad13 Sept 201513:41 WIB 0°41’46” 1°53’47”
Muharram1437
Selasa13 Okt 2015
7:06 WIB 4°38’16” 4°39’59”Tabel 3
Dari data pokok almanak Islam tahun 1436 H di atas, berikut penjelasan
mengenai penetapan awal bulan Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah:
1. Ramadhan 1436 H
Ijtima’ akhir Sya’ban 1436 H. pada hari Selasa, 16 Juni 2015, pukul 21:05
WIB.
Saat maghrib di Pelabuhanratu beda tinggi bulan-matahari-1° 50’ 43” dan
jarak sudut Bulan-Matahari 5° 25’ 21”.
Selasa, 16 Juni 2015, Saat maghrib (malam Rabu) di wilayah Indonesia
hilal belum imkanur ru’yah, maka 1 Ramadhan 1436 H. ditetapkan
Kamis, 18 Juni 2015 M.
86
Bayang-bayang mengarah kiblat terjadi pada tanggal 16 Juli 2015, pukul
16:27 WIB.
2. Syawal 1436 H
Ijtima’ akhir Ramadhan 1436 H. pada hari Kamis, 16 Juli 2015, pukul
8:24 WIB.
Saat maghrib di Pelabuhanratu beda tinggi bulan-matahari 3° 28’ 04” dan
jarak sudut Bulan-Matahari 5° 55’ 23”
Kamis, 16 Juli 2015, saat maghrib (malam Jum’at) di wilayah Indonesia
hilal belum imkanur ru’yah, maka 1 Syawal 1436 H. ditetapkan Sabtu, 18
Juli 2015 M.
3. Dzulhijjah 1436 H
Ijtima’ akhir Dzulqa’dah 1436 H. pada hari Ahad,13cSeptember 2015,
pukul 13:41 WIB.
Saat maghrib di Sabang beda tinggi bulan-matahari 0° 41’ 46” dan jarak
sudut Bulan-Matahari 1° 53’ 47”
Ahad, 13 September 2015, saat maghrib (malam Senin) di wilayah
Indonesia hilal belum imkanur ru’yah, maka 1 Dzulhijjah 1436 H.
ditetapkan Selasa, 15 September 2015 M.
4. Muharram 1437 H
Ijtima’ akhir Dzulhijjah 1436 H. pada hari Selasa, 13 Oktober 2015, pukul
7:06 WIB.
Saat maghrib di Sabang beda tinggi bulan-matahari 4° 38’ 16” dan jarak
sudut Bulan-Matahari 4° 39’ 59”.
87
Selasa, 13 Oktober 2015, (malam Rabu) di wilayah Indonesia hilal belum
imkanur ru’yah, maka 1 Muharram 1437 H. ditetapkan Kamis, 15
Oktober 2015 M.
Dari penjelasan di atas antara almanak Persis dengan takwin standar
Kemenag RI terjadi beberapa perbedaan, diantaranya:
Tabel 4
Pada almanak Islam tahun 1436 H terjadi perbedaan penetapan tanggal 1
Syawal antara Persis dengan Pemerintah, hal ini dikarenakan hasil dari ijtima’ akhir
Ramadhan belum memenuhi batas minimal kriteria awal bulan Kamariah Persi.
Mengingat hal tersebut mungkinkah 1 Syawal 1436 H Persis bersamaan dengan
Pemerintah? Kemungkinan itu sangat sulit terwujud mengingat:
a. Dua data posisi hilalnya belum mencapai batas minimal
1. Beda tinggi bulan matahari = 3°28’04” (minimal 4°
2. Jarak sudut bulan matahari = 5°55’23’ (minimal 6,4°)
b. Kondisi cuaca di Indonesia yang tidak mendukung
1. Kelembaban yang tinggi
Awal Bulan Pemerintah PERSIS Keterangan
Muharram
1436 H
Sabtu,
25 Okt 2014
Ahad,
26 Okt 2014
Beda tinggi >4°; Elongasi<6,4°
Syawal
1436 H
Jum’at,
17 Juli 2015
Sabtu,
18 Juli 2015
Beda tinggi<4°; Elongasi<6,4°
Muharram
1437 H
Rabu,
14 Okt 2015
Kamis,
15 Okt 2015
Beda tinggi >4°; Elongasi<6,4°
88
2. Polusi udara yang parah
Dengan demikian awal Syawal 1436 H, ditetapkan oleh Persis dalam
kalender Persis yaitu pada hari Sabtu 18 Juli 2015. Akan tetapi ketika sidang isbat
pimpinan Persis sepakat menetapkan tanggal 1 Syawal 1436 H sama dengan
Pemerintah yaitu tanggal 17 Juli 2015. Hal ini berdasarkan kepada:18
1. Landasan empiris
Adanya keberhasilan melihat awal Syawal 1434 H di Makassar yang
dibuktikan dengan foto dan video padahal beda tinggi bulan-matahari masih di
bawah 4° yang berhasil di rukyat oleh Agus Trino PJ dan Muhammad
Zainuddin Arifin dari Bosscha ITB di atas atap Mall GTC Makassar (5°10’07”
LS dan 119°23’25” BT) dengan menggunakan alat Teleskop William Optic
dilengkapi dengan kamera CCD dan filter inframerah. Terlihat pada pukul
18:11 WITA atau sekitar 5 menit setelah matahari terbenam.
Berdasarkan software Accurate Times 5.3.8 saat itu beda tinggi bulan-
matahari adalah 3°40’40” dan jarak sudut bulan matahari adalah 7°04’04”.
2. Landasan Yuridis
Surat edaran PP Persis No. 1314/H.2-C.3/PP/2013 menyatakan:
a. Bahwa Pimpinan Pusat Persis berpegang kepada almanak Islam 1434 H
hasil perhitungan Dewan Hisab dan Rukyat PP Persis, yaitu 10 Dzulhijjah
1434 H jatuh pada hari Rabu, 16 Oktober 2013.
b. Apabila berdasarkan hasil rukyat, pemerintah menetapkan tanggal 1
Dzulhijjah 1434 H jatuh pada hari Ahad, 7 Oktober 2013 maka hasil
18 Syarief Ahmad Hakim, Metode Penentuan Awal Bulan Kamariah Persis, Makalahdisampaikan pada Pengajian PC. Persis Bogor Tengah di Masjid Adz-Dzikraa, Ahad 4 Ramadhan1436 H/21 Juni 2015 M.
89
rukyat tersebut dapat kita terima dengan syarat kesaksian lebih dari satu
tempat dan dibuktikan dengan citra visual hilal.
c. Apabila dua syarat di atas tidak terpenuhi, maka Pimpinan Pusat Persis
tetap kembali kepada almanak yang telah dibuat oleh DHR PP Persis.
d. Untuk selanjutnya, PP Persis akan mengumumkan hari dan tanggal Idul
Adha 1434 H setelah menunggu hasil sidang itsbat, Kemenag RI.
Dalam penyusunan kalender harus disesuaikan dengan kriteria
Imkanur Rukyat ahli astronomi (LAPAN 2010) yaitu; tinggi hilal minimal 4°
dan jarak elongasi 6,4°, kedua kriteria tersebut harus terpenuhi secara
keseluruhan. Oleh karena penerapan kriteria tersebut bersifat kumulatif,
apabila salah satu dari kriteria tersebut tidak terpenuhi maka Persis
menggunakan ijtima’ untuk menetapkan awal bulan Kamariah.
Dari penjelasan di atas kalender Persis sudah sesuai dengan aplikasi
metode Imkanur Rukyat ahli astronomi (LAPAN 2010) akan tetapi pada
prakteknya ada beberapa penetapan awal bulan Kamariah yang masih
mengikuti Pemerintah, seperti tanggal 1 Syawal 1436 H. Menurut Pimpinan
Persis dalam sidang itsbat penetapan 1 Syawal 1436 H mengatakan bahwa
apabila hasil rukyat Persis diterima oleh Pemerintah maka Persis akan berhari
raya sesuai dengan hasil sidang itsbat. Jadi, setiap tahun Dewan Hisab dan
Rukyat Persis akan menyusun almanak Islam sesuai dengan perhitungan
kriteria Imkanur Rukyat ahli astronomi (LAPAN 2010) namun tidak menutup
kemungkinan perbedaan hasil perhitungan dalam kalender tersebut tidak
dilaksanakan oleh Persis, karena Persis setiap menetapkan awal bulan
90
Kamariah khususnya Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah akan mengikuti
sidang itsbat terlebih dahulu dan menyampaikan hasil rukyat hilalnya.
91
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah menganalisis kriteria penetapan awal bulan Kamariah yang
digunakan oleh Persatuan Islam (Persis), maka penulis dapat mengambil beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
Dalam menetapkan awal bulan Kamariah Persatuan Islam (Persis)
menggunakan metode hisab, sesuai dengan pemahaman ahli hisabnya Persis (KH.
Abdurrahman) yaitu hisab Sullam Al-Nayyiroin, namun sesuai dengan
perkembangan dan akurasi data yang dapat dipercaya saat ini Persis menggunakan
hisab Ephemeris. Kriteria awal bulan Kamariah Persis mengalami beberapa kali
perubahan diantaranya: Ijtima’ Qoblal Ghurub, Wujudul Hilal, Wujudul Hilal
diseluruh wilayah Indonesia, Imkanur Rukyat versi MABIMS, dan Imkanur Rukyat
ahli astronomi (LAPAN 2010). Dasar hukum dalam menetapkan awal bulan
Kamariah yang digunakan oleh Persatuan Islam (Persis) tercantum dalam al-
Qur’an dan Hadits yang menjelaskan tentang awal bulan Kamariah.
Faktor yang melatar belakangi terjadinya perubahan kriteria penetapan
awal bulan Kamariah Persis dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal di
Jam’iyah Persis. Faktor internal tersebut ialah perbedaan pemahaman kriteria
yang dianut oleh Jam’iyah Persis yang menimbulkan terganggunya keutuhan
Jam’iyah Persis. Sedangkan faktor eksternal yang menjadi faktor perubahan
kriteria ialah adanya kritikan dan saran dari berbagai pihak mengenai kriteria awal
bulan yang digunakan oleh Persis, selain itu perkembangan IPTEK pada saat ini
92
mempengaruhi perubahan kriteria awal bulan Kamarian Persis. Seiring
berkembangnya zaman Persis tidak menutup kemungkinan akan merubah kembali
kriteria untuk menetapkan awal bulan Kamariah.
Dalam menyusun kalender hijriyah tahun 1434 H, 1435 H, dan 1436 H
Persis sudah mengaplikasikan Imkanur Rukyat ahli astronomi (LAPAN 2010),
namun pada prakteknya ketika ada perbedaan penetapan awal bulan Kamariah
khususnya Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah Persis tetap menunggu hasil sidang
itsbat dengan Pemerintah.
B. Saran-saran
Dari kesimpulan yang telah dipaparkan maka diajukan beberapa saran
yang perlu disampaikan sebagai berikut:
1. Untuk seluruh organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam yang ada di Indonesia
yang biasanya mengeluarkan ketetapan sendiri dalam menentukan awal bulan
Kamariah selain ketetapan Pemerintah, seperti Nahdlatul Ulama’,
Muhammadiyah, Persatuan Islam dan Hisbut Tahrir, terutama menjelang awal
Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah, hendaknya menunggu hasil sidang itsbat
Departemen Agama baru mengumumkan kepada anggotanya masing-masing
bagaimana ketetapan ormas tersebut. Sehingga tidak lagi terjadi perbedaan
berhari raya Idul Fitri, Ramadhan, Idul Adha yang dapat memecah-belah
persatuan umat Islam di Indonesia. Sebaiknya perbedaan tersebut menjadi
ilmu dan warna tersendiri bagi seluruh umat muslim di Indonesia.
2. Perbedaan penetapan awal bulan Kamariah yang terjadi, sebenarnya bukan
semata-mata karena perbedaan metode hisab dan metode rukyat saja.
93
Melainkan sebenarnya timbul perbedaan antara hisab sendiri dan rukyat itu
sendiri, masih ada hal-hal yang belum disepakati. Perbedaan kriteria bukan
menjadi alasan untuk memutuskan ukhuwah diantara ormas satu dengan yang
lainnya.
3. Karena ilmu hisab dan ilmu falak merupakan ilmu yang masih langka, maka
marilah kita pelihara dan kita kembangkan ilmu hisab ini, sehingga semua
masyarakat di Indonesia mengetahuinya, karena ilmu ini sangat bergunam,
penting dan bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari seperti waktu shalat dan
arah qiblat, dan juga dalam setiap bulan dan tahun seperti bulan-bulan yang
ada kaitannya dengan pelaksanaan ibadah wajib.
94
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’anulkarim.
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. 2002.
Azhari, Susiknan. Ensiklopedi Hisab Rukyah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2005.
Azhari, Susiknan. Pembaharuan Pemikiran Hisab di Indonesia (Studi AnalisisPemikiran Saadoeddin Djambek). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2002.
Badan Hisab dan Rukyah Dep. Agama. Almanak Hisab Rukyah. Jakarta: ProyekPembinaan Badan Peradilan Islam. 1981.
Bukhari (al), Muhammad ibn Isma’il. Shahih Bukhari. Beirut: Dar al-Fikr. tt.
Syamsudin dan Vismala S. Damaianti, Vismala S dan Syamsudin. MetodePenelitian Pendidikan Bahasa. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2006.
Depag RI. Almanak Hisab Rukyat. Jakarta: Badan Hisab dan Rukyat. 1988/1999.
Depag RI. Jurnal Hisab Rukyat. Jakarta: Direktorat Jenderal PembinaanKelembagaan Agama Islam. 2000.
Depag RI. Pedoman Perhitungan Awal Bulan Qamariyah. Jakarta: 1994.
Depag RI. Pedoman Tehnik Rukyat. Direktoral Jenderal Pembinaan KelembagaanAgama Islam Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam: 1994.
Depdikbud. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama. 2008.
Djambek, Saadoeddin. Hisab Awal Bulan,. Jakarta: Tintamas. 1976.
Emzir. Metodologi Penelitian Pendidikan: Kuantitatif dan Kualitatif. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada. 2008.
Federspiel, Howard M. Persatuan Islam Pembaharuan Islam Indonesia AbadXX. Penerjemah Yudian W. Asmin dan H. Afandi Mochtar. Yogyakarta:Gajah Mada University Press. 1996.
95
Fuad Yusuf, Choirul dan Bashori A. Hakim. Hisab Rukyat dan Perbedaannya. T.tp., Proyek Peningkatan Pengkajian Kerukunan Hidup Umat Beragama,Puslitbang Kehidupan Beragama, Badan Litbang Agama dan DiklatKeagamaan, Departemen Agama RI. 2004.
Habibie, BJ. Rukyat dengan Teknologi Upaya Mencari Kesamaan Pandangantentang Penentuan Awal Ramadhan dan Syawal. Jakarta: Gema InsaniPress. 1994.
Ibnu Hajar Al-Asqalani. Fathul Baari Buku II. Penerjemah Amiruddin, dkk.Jakarta: Pustaka Azzam. 2006.
Izzuddin, Ahmad. Fiqih Hisab Rukyat Menyatukan NU dan Muhammadiyahdalam Penentun Awal Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha. Jakarta:Erlangga. 2007.
Izzuddin, Ahmad. Ilmu Falak Praktis (Metode Hisab Rukyah Praktis dan SolusiPermasalahannya). Semarang: Komala Grafika. 2006.
Izzuddin, Ahmad. Fiqh Hisab Rukyat di Indonesia (Upaya Penyatuan MazhabRukyat dengan Mazhab Hisab). Yogyakarta: Logung Pustaka. 2003.
Jayusman, “Isyarat Penentuan Awal Bulan Kamariyah dalam Al-Quran;Mencermati Perbedaan Kriteria dan Metode Penetapan Awal BulanKamariyah di Indonesia,” Al-Dzikra, Vol. 5, No. 9. 2011.
Kamiluddin, Uyun. Menyorot Ijtihad Persis (Fungsi dan Peranan dalamPembinaan Hukum Islam di Indonesia). Bandung; Tafakur. 2006.
Kamus Munjid. Bairut: Dar al-Masyriq. 1986.
Kassim, Abdul Karim. Menentukan Awal dan Akhir Puasa Ramadhan DenganRukyat dan Hisab. Bandung: PT. Al-Ma’arif, tt.
Khazim, Muhyiddin. Ilmu Falak dalam Teori dan Praktek. Yogyakarta: BuanaPustaka. 2004.
Maskufa. Ilmu Falak Teori dan Praktek. Jakarta: Gaung Persada. 2008.
Munawir, Ahmad Warson. Kamus al-Munawir. Surabaya: Pustaka Progresif.1997.
96
Naisaburi (al), Abi Husain Muslim bin al-Hijaaji al-Qusyairi. Shahih Muslim.Beriut: Dar al-Fikr. 1991.
Naisaburi (al), Abu Husain Muslim bin al-Hijaaji al-Qusyairi. Shahih Muslim.Beirut: Darul Kitab al-‘Araby. tt.
Qanun Asasi, Pedoman Kerja Program Jihad 2005-2010 Persatuan Islam(Persis). Bandung, Pimpinan Pusat Persatuan Islam (Persis). 2005.
Sajstaani (al), Abu Dawud Sulaiman bin Al Asy’ab. Sunan Abi Dawud. Beirut:Dar al-Fikr. tt.
Saksono, Tono. Mengkompromikan Rukyat dan Hisab. Jakarta: AmythasPublicita. 2007.
Salamun, Ibrahim. Ilmu Falak Cara Mengetahui Awal Bulan, Awal Tahun,Musim, Kiblat dan Perbedaan Waktu. Surabaya: Pustaka Progresif. 2003.
Sanapiah, Faisal. Format-format Penelitian Sosial, Dasar-Dasar dan Aplikasinya.Jakarta: PT. Rajawali Pers, 2003.
Setyanto, Hendro. Membaca Langit. Jakarta: Al-Ghuraba. 2008.
Soekanto, Soejono. Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat. Jakarta:Raja Grafindo. 2001.
Sugiyono. Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif. Bandung: Alfabeta. 2004.
Sulaiman bin Al Asy’ab Al-Sajstaani, Abu Dawud. Sunan Abi Dawud. Beirut:Daar Al Fikr. tt.
Sunggono, Bambang. Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: PT. Raja GrafindoPersada. 2007.
Widiana, Wahyu. Sambutan dalam Buku Menggagas Fiqh Astronomi (telaahHisab Rukyat dan Pencarian Solusi Perbedaan Hari Raya). Bandung:Kaki Langit. 2005.
Jurnal dan Internet
Abdul Aziz, Abdul. Islam 4 All (Doing the Right Thing and Doing it Right).Cianjur; 29 September 2010.
97
Azhari, Susiknan. Pemikiran Hisab di Indonesia: Problema Menuju Solusi. JurnalPenelitian Agama, No. 18. VII.
Persatuan Islam. Almanak Islam (1408-1429). Bandung: Risalah Press. 1987-2008.
Persatuan Islam. Pedoman Jam’iyah Persatuan Islam. Bandung: Persis Press.2002.
Persatuan Islam. Qanun Asasi-Qanun Dakhili Program Jihad 2005-2010.Bandung: Persis Press. 2005.
Santoso, M. Iqbal. Hisab Imkanur Rukyat Kriteria Awal Bulan HijriyyahPersatuan Islam, artikel diakses pada 11 Januari 2015 darihttps://pemudapersisjabar.com//hisab-imkanur-rukyat-kriteria-awal-bulan-hijriyyah-persatuan-islam.html.
Syarief Ahmad Hakim. Almanak Persis Antara Cita dan Realita. Jakarta: tp,2011.
Syarief Ahmad Hakim. Kriteria Wujudul Hilal dan Imkan al-Rukyat DalamTinjauan Syara’. Jakarta: 2007.
Syarief Ahmad Hakim. Metode Penentuan Awal Bulan Kamariah di PersatuanIslam (Persis). Jakarta: Kemenag RI. 2014.
Syarief Ahmad Hakim. Sekilas Sejarah Almanak Persis. Jakarta: 2013.
www.persatuanislam.or.id.
Wawancara
Wawancara pribadi dengan Syarief Ahmad Hakim (Sekretaris Dewan Hisab danRukyat PP Persis) di Jakarta pada tanggal 13 Juni 2015.
Wawancara dengan Syarief Ahmad Hakim (Sekretaris Dewan Hisab dan RukyatPP Persis) di Jakarta pada tanggal 25 Maret 2015.
Wawancara dengan Syarief Ahmad Hakim (Sekretaris Dewan Hisab dan RukyatPP Persis) di Jakarta pada tanggal 08 Oktober 2015.
SURAT KETERANGANNomor:008/PP-C.3/D.1/2015
Ketua Dewan Hisab dan Rukyat Pimpinan Pusat Persatuan Islam (Persis) yang berkedudukan di Bandung,
dengan ini menerangkan bahwa:
NO NAMA NIM FAKULTAS /JURUSAN
1 AI SITI WASILAH 1111044100067 SYARIAH / AKHWAL SYAKHSIYAH
Talah melakukan wawancara ke saudara Sekretaris Dewan Hisab dan Rukyat PP Persis di Pesantren Persis 69,
Utan Kayu, Matraman, Kota Jakarta Timur pada tanggal 13 Juni 2015 dan 8 Oktober 2015.
Demikian surat keterangan ini kami buat dengan sebenarnya agar dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.
Bandung, 10 Oktober 2015
H. M. Iqbal SantosoNIAT : 12088
الرأیةوالحسابھیئة
اإلسالمىاإلتحادجمعیة
إندونیسیاباندونج
DEWAN HISAB DAN RUKYATPIMPINAN PUSATPERSATUAN ISLAM (PERSIS)Jl. Perintis Kemerdekaan No. 2 BandungTlp. (022) 4220704, Fax. 4220702, Kode Pos 40117
تفرقواوالجمیعاهللابحبلواعتصموا
SURAT KETERANGANNomor:008/PP-C.3/D.1/2015
Ketua Dewan Hisab dan Rukyat Pimpinan Pusat Persatuan Islam (Persis) yang berkedudukan di Bandung,
dengan ini menerangkan bahwa:
NO NAMA NIM FAKULTAS /JURUSAN
1 AI SITI WASILAH 1111044100067 SYARIAH / AKHWAL SYAKHSIYAH
Talah melakukan wawancara ke saudara Sekretaris Dewan Hisab dan Rukyat PP Persis di Pesantren Persis 69,
Utan Kayu, Matraman, Kota Jakarta Timur pada tanggal 13 Juni 2015 dan 8 Oktober 2015.
Demikian surat keterangan ini kami buat dengan sebenarnya agar dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.
Bandung, 10 Oktober 2015
H. M. Iqbal SantosoNIAT : 12088
الرأیةوالحسابھیئة
اإلسالمىاإلتحادجمعیة
إندونیسیاباندونج
DEWAN HISAB DAN RUKYATPIMPINAN PUSATPERSATUAN ISLAM (PERSIS)Jl. Perintis Kemerdekaan No. 2 BandungTlp. (022) 4220704, Fax. 4220702, Kode Pos 40117
تفرقواوالجمیعاهللابحبلواعتصموا
SURAT KETERANGANNomor:008/PP-C.3/D.1/2015
Ketua Dewan Hisab dan Rukyat Pimpinan Pusat Persatuan Islam (Persis) yang berkedudukan di Bandung,
dengan ini menerangkan bahwa:
NO NAMA NIM FAKULTAS /JURUSAN
1 AI SITI WASILAH 1111044100067 SYARIAH / AKHWAL SYAKHSIYAH
Talah melakukan wawancara ke saudara Sekretaris Dewan Hisab dan Rukyat PP Persis di Pesantren Persis 69,
Utan Kayu, Matraman, Kota Jakarta Timur pada tanggal 13 Juni 2015 dan 8 Oktober 2015.
Demikian surat keterangan ini kami buat dengan sebenarnya agar dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.
Bandung, 10 Oktober 2015
H. M. Iqbal SantosoNIAT : 12088
الرأیةوالحسابھیئة
اإلسالمىاإلتحادجمعیة
إندونیسیاباندونج
DEWAN HISAB DAN RUKYATPIMPINAN PUSATPERSATUAN ISLAM (PERSIS)Jl. Perintis Kemerdekaan No. 2 BandungTlp. (022) 4220704, Fax. 4220702, Kode Pos 40117
تفرقواوالجمیعاهللابحبلواعتصموا
SURAT KETERANGANNomor:008/PP-C.3/D.1/2015
Ketua Dewan Hisab dan Rukyat Pimpinan Pusat Persatuan Islam (Persis) yang berkedudukan di Bandung,
dengan ini menerangkan bahwa:
NO NAMA NIM FAKULTAS /JURUSAN
1 AI SITI WASILAH 1111044100067 SYARIAH / AKHWAL SYAKHSIYAH
Talah melakukan wawancara ke saudara Sekretaris Dewan Hisab dan Rukyat PP Persis di Pesantren Persis 69,
Utan Kayu, Matraman, Kota Jakarta Timur pada tanggal 13 Juni 2015 dan 8 Oktober 2015.
Demikian surat keterangan ini kami buat dengan sebenarnya agar dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.
Bandung, 10 Oktober 2015
H. M. Iqbal SantosoNIAT : 12088
الرأیةوالحسابھیئة
اإلسالمىاإلتحادجمعیة
إندونیسیاباندونج
DEWAN HISAB DAN RUKYATPIMPINAN PUSATPERSATUAN ISLAM (PERSIS)Jl. Perintis Kemerdekaan No. 2 BandungTlp. (022) 4220704, Fax. 4220702, Kode Pos 40117
تفرقواوالجمیعاهللابحبلواعتصموا
TRANSKIP WAWANCARA
A. Indentitas Narasumber
Nama Lengkap : Syarief Ahmad Hakim
Jabatan di Persis : Sekretaris Dewan Hisab dan Rukyat PP Persis
Hari/Tanggal : Rabu, 25 Maret 2015 dan Sabtu, 13 Juni 2015
Waktu : Pukul 15.00 – 16.00 WIB
B. Pertanyaan-pertanyaan
1. Apa yang melatarbelakangi berdirinya Dewan Hisab dan Rukyat Persis?
Dewan Hisab dan Rukyat Persis berdiri dikarenakan semakin
bertambahnya usia ust Ghazali sehingga sering sakit-sakitan, sementara
persoalan yang harus dihadapi berkaitan dengan hisab rukyat semakin banyak.
2. Bagaimana sejarah berdirinya Dewan Hisab dan Rukyat Persis?
Dengan semakin bertambanhnya usia ust. Ali Ghazali dan semakin
banyak masalah berkaitan dengan hisab dan rukyat, maka pada muktamar ke
XI (2-4 September 1995) di Jakarta dibentuklah Dewan Hisab dan Rukyat.
Badan ini dipimpin oleh KH. Ali Ghazali dengan staf dan anggotanya yang
berjumlah empat orang. Namun dalam pembuatan almanak masih dipegang
oleh ust Ali Ghazali sendiri.
Pada muktamar XII (9-11 September 2000) di Jakarta terbentuklah
taskil Dewan Hisab dan Rukyat baru dengan beberapa tambahan orang
sebagai anggota, tetapi ketuanya masih dipegang ust Ali Ghazali. Dengan
masuknya anggota baru membawa implikasi positif untuk perkembangan
dewan, diantaranya ada wacana tentang keabsahan kriteria wujudul hilal.
Sesuai dengan latar pendidikan dan lingkungan pergaulannya, anggota baru
tersebut berpendapat bahwa kriteria wujudul hilal itu tidak sesuai dengan
tuntutan syar’i, yang sesuai dengan tuntutan syar’i menurut pendapat mereka
adalah kriteria imkanur rukyat. Kedua pendapat ini terus menjadi problem
internal DHR PP Persis yang tidak bisa disatukan, sehingga akhirnya pada
akhir tahun 2000, PP Persis berinisiatif untuk mendiskusikan masalah ini
dengan mengundan Dewan Hisbah, Dr. T. Djamaluddin dari LAPAn dan Dr.
Mudji Raharto dari ITB.
Musyawarah tersebut menghasilkan dua diktum keputusan, yaitu:
pertama, almanak Persis didasarkan kepada kriteria wujudul hilal. Kedua,
hilal tersebut sudah positif diseluruh wilayah Indonesia. Keputusan ini
merupakan thoriqotul jam’i (jalan tengan) dari dua pendapat yang
bertentangan, karena dikalangan Dewan Hisbah pun terpecah menjadi dua
kelompok, dimana kelompok pertama tetap ingin mempertahankan kriteria
wujudul hilal sebagaimana yang berjalan selama ini, tetapi kelompok yang
kedua berpendapat bahwa kriteria imkanur rukyatlah yang sesuai dengan
tuntutan syar’i sesuai dengan dalil-dalil yang mereka dapatkan.
3. Apa saja wewenang dan tugas dari Dewan Hisab dan Rukyat Persis?
Dewan Hisab dan Rukyat Persis memiliki wewenang dan tugas untuk
memberikan masukan kepada PP Persis tentang masalah hisab dan rukyat
disamping tugas pokoknya membuat almanak Islam.
4. Apa dasar hukum yang dijadikan oleh Dewan Hisab dan Rukyat Persis dalam
menentukan pergantian kriteria awal bulan Kamariah?
Berdasarkan al-Qur’an dan Hadits tentang awal bulan Kamariah,
diantaranya: ar-Rahman ayat 5, al-An’am ayat 96, Yunus ayat 5, Yaasiin ayat
38, 39, 40, at-Taubah ayat 36, al-Baqarah ayat 189 serta hadits-hadits shahih
lainnya. Perbedaan penentuan awal bulan Kamariah hanya berbeda
pemahaman memahami al-Qur’an dan hadits tentang awal bulan Kamariah
serta berbedanya kriteria yang digunakan.
Pergantian kriteria awal bulan Kamariah Persis didasarkan kepada
adanya kritikan dari para ahli astronomi dan juga pihak lain terhadap kriteria
Imkanur Rukyat versi MABIMS tentang batasan: ketinggian hilal, jarak busur
bulan-matahari dan umur hilal yang terlalu minim menyebabkan DHR Persis
mengkaji ulang kriteria tersebut dan melakukan pengkajian terhadap hasil
penelitian ahli astronomi terhadap hilal yang paling muda yang teramati oleh
alat optik.
Atas dasar pemikiran di atas maka Persis pada tanggal 31 Maret 2012
telah merubah kriteria Imkanur Rukyat versi MABIMSnya menjadi kriteria
Imkanur Rukyat astronomis dengan alasan telah teruji secara ilmiah.
Kemudian kriteria ini mulai diterapkan dalam penyusunan almanak 1434 H.
Kriteria astronomi yang ditetapkan Persis adalah awal bulan hijriyyah
ditetapkan jika setelah terjadi ijtima, posisi bulan pada waktu ghurub
(terbenam matahari) di wilayah Indonesia sudah memenuhi syarat; beda tinggi
antara bulan dan matahari 4°, dan jarak busur antara bulan dan matahari
minimal sebesar 6,4°.
5. Dalam menafsirkan ayat al-Qur’an dan hadits tentang awal bulan Kamarian
para mazhab memiliki pemahaman tersendiri. Oleh karena itu, Persis
mengikuti mazhab yang mana, dan apa alasannya?
Dalam menafsirkan dasar hukum tentang awal bulan Kamariah Persis
tidak mengikuti mazhab manapun, Persis langsung melihat kepada tafsir dan
syara’ asli al-Qur’an dan Hadits tersebut. Karena pada dasarnya Persis tidak
bermazhab dalam masalah apapun.
6. Dari segi sejarahnya metode apa saja yang digunakan oleh Persis dalam
menentukan awal bulan Kamariah?
Metode yang digunakan oleh Persis dalam menentukan awal bulan
Kamariah telah mengalami beberapa kali perubahan, diantaranya:
a. Metode yang pertama kali dipakai oleh Persis ialah Ijtima’ Qoblal Ghurub
dengan rujukan Sullamun Nayyirain.
b. Metode kedua yang dipakai oleh Persis ialah Wujudul Hilal (sama dengan
yang dipakai oleh Muhammadiyah saat ini) dengan rujukan kitab
Khulashatul Wafiyah.
c. Metode ketiga yang dipakai oleh Persis ialah Wujudul Hilal untuk seluruh
wilayah di Indonesia dengan menggunakan buku rujukan Ephemeris
Hisab Rukyat.
d. Metode keempat yang dipakai oleh Persis ialah Imkanur Rukyat versi
MABIMS (sama dengan Pemerintah) dengan menggunakan buku rujukan
Ephemeris Hisab Rukyat.
e. Metode kelima, yang sampai sekarang masih dipakai oleh Persis ialah
Imkanur Rukyat ahli astronomi (LAPAN 2010) dengan menggunakan
software Accurate Times 5.3.
7. Bagaimana dinamika perubahan kriteria awal bulan Kamariah Persis?
Perubahan dinamika kriteria awal bulan Kamariah Persis didasari
adanya keinginan kesatuan pikiran, gerak langkah dan pola tindakan di
Jam’iyah Persis. Setelah setengah abad almanak Persis beredar di ummat
Persis ternyata telah mengalami beberapa kali perubahan kriteria penentuan
awal bulan Kamariahnya, diantaranya:
a. Dari tahun 1960 s.d 1970:
Kriteria yang dipakai: Ijtima’ Qoblal Ghurub
Kitab rujukan: Sullamun Nayyirain
Yang menghisab: Ust. E. Abdurrahman (Ketua Umum Persis tahun
1962-1983)
b. Dari tahun 1970 s.d 1980
Kriteria yang dipakai: Ijtima’ Qoblal Ghurub
Kitab rujukan: Sullamun Nayyirain, Fathu Raufil Manan
Yang menghisab: Ust. Ali Ghazaly
c. Dari tahun 1980 s.d 1995
Kriteria yang dipakai: Ijtima’ Qoblal Ghurub
Kitab rujukan: Fathu Raufil Manan, Khulashatul Wafiyah
Yang menghisab: Ust. Ali Ghazaly
d. Dari tahun 1996 s.d 1999
Kriteria yang dipakai: Wujudul Hilal
Kitab rujukan: Khulashatul Wafiyah
Yang menghisab: Ust. Ali Ghazaly
e. Dari tahun 2000 s.d 2001
Kriteria yang dipakai: Wujudul hilal untuk seluruh Indonesia
Buku rujukan: Ephemeris Hisab Rukyat
Yang menghisab: Dewan Hisab dan Rukyat Persis
f. Dari tahun 2002 s.d 2012
Kriteria yang dipakai: Imkanur Rukyat versi MABIMS
Buku rujukan: Ephemeris Hisab Rukyat
Yang menghisab: Dewan Hisab dan Rukyat Persis
g. Dari tahun 2013 s.d sekarang
Kriteria yang digunakan: Imkanur Rukyat ahli astronomi (LAPAN
2010)
Software rujukan: Accurate Times 5.3
Yang memproses: Dewan Hisab dan Rukyat Persis.
8. Perubahan metode yang digunakan dipengaruhi oleh faktor apa saja?
Perubahan metode tersebut dipengaruhi oleh dinamika pemahaman
dari anggota Dewan Hisab dan Rukyat Persis yang telah dipengaruhi oleh
faktor internal di Jam’iyah Persis dan juga faktor eksternal.
9. Apa buku astronomi atau kalender astronomi yang digunakan oleh Persis
dalam proses hisab?
Gambar 1 dan 2 Bersama Bapak Syarief Ahmad Hakim (Sekretaris DHR Persis)
Gambar 3 Proses wawancara di Pesantren Persis Matraman
Gambar 4 Pak Syarief menunjukan kalender Persis
Gambar 5 Pak Syarief menjelaskan kalender Persis tahun 1436 H