diktat

120
DAFTAR ISI JUDUL………………………………………………………………………………………………...... DAFTAR ISI ………………………………………………………………………………………....... BUKU 1 BAB 1 : PENDAHULUAN BAB 2 : LUBE OIL COMPLEX KILANG UP IV CILACAP BAB 3 : HIGH VACUUM UNIT (HVU) BAB 4 : PROPANE DEASPHALTING UNIT (PDU) BAB 5 : FURFURAL EXTRACTION UNIT (FEU) BAB 6 : HYDROTREATING UIT (HTU/RDU) BAB 7 : MEK DEWAXING UNIT (MDU) BAB 8 : PENUTUP BUKU 2 LAMPIRAN……………………………………………………………………………….................... LAMPIRAN 1 : PENGATURAN KONDISI OPERASI DI UNIT MDU LAMPIRAN 2 : PRODUKSI LUBE BASE OIL DARI PRODUK BOTTOM UNIT HYDROCRACKER (REF. UOP) LAMPIRAN 3 : PROCESS FLOW DIAGRAM UNIT HVU I, UNIT PDU II, UNIT FEU II, UNIT HTU, DAN UNIT MDU III

Upload: rioo-dp

Post on 05-Dec-2014

104 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

berisi

TRANSCRIPT

Page 1: Diktat

DAFTAR ISI

JUDUL………………………………………………………………………………………………......DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………………….......

BUKU 1

BAB 1 : PENDAHULUANBAB 2 : LUBE OIL COMPLEX KILANG UP IV CILACAPBAB 3 : HIGH VACUUM UNIT (HVU)BAB 4 : PROPANE DEASPHALTING UNIT (PDU)BAB 5 : FURFURAL EXTRACTION UNIT (FEU)BAB 6 : HYDROTREATING UIT (HTU/RDU)BAB 7 : MEK DEWAXING UNIT (MDU)BAB 8 : PENUTUP

BUKU 2

LAMPIRAN………………………………………………………………………………....................

LAMPIRAN 1 : PENGATURAN KONDISI OPERASI DI UNIT MDULAMPIRAN 2 : PRODUKSI LUBE BASE OIL DARI PRODUK BOTTOM UNIT HYDROCRACKER (REF. UOP)LAMPIRAN 3 : PROCESS FLOW DIAGRAM UNIT HVU I, UNIT PDU II, UNIT FEU II, UNIT HTU, DAN UNIT MDU III

Page 2: Diktat

1. PENDAHULUAN

1.1 Prinsip Dasar Pelumasan

Fungsi utama dari pelumas adalah membentuk lapisan antara dua komponen yang bergerak sehingga gesekan yang terjadi antara dua permukaan padat tersebut digantikan dengan gesekan internal dari pelumas. Gesekan internal ini sebagai tolok ukurnya adalah viskositas dari pelumas. Untuk meyakinkan lapisan tersebut dapat selalu terdapat diantara dua permukaan tersebut maka perlu dilakukan pemilihan pelumas dengan tepat bergantung pada kondisi pemakaian mesin dan prinsip utama semakin tinggi viskositas maka semakin besar energi yang diperlukan mesin. Untuk itu mesin dengan kecepatan tinggi memerlukan viskositas yang lebih rendah dibandingkan mesin dengan kecepatan rendah.

Sifat utama dari pelumas adalah kemampuan pelumas tersebut untuk tidak banyak mengalami perubahan vikositas pada saat terjadi perubahan temperatur. Sebagai contoh adalah saat awal mesin mobil dalam kondisi stop sampai dengan kondisi beroperasi maka akan terjadi perubahan temperatur dari temperatur sekitar (± 37 oC) sd 150 – 200 oC. Sifat pelumas tersebut dapat diperoleh dengan melakukan proses pengolahan serta menambahkan aditive. Fungsi penting lain dari pelumas adalah untuk menghilangkan (menyerap) panas, untuk menjaga partikel padatan di dalam mesin yang dapat terbentuk akibat erosi pada komponen mesin, degradasi bahan bakar maupun pelumas itu sendiri, menjauh dari bagian mesin yang berputar, dan meminimalkan korosi akibat produk pembakaran dari bahan bakar yang bersifat asam. Degradasi dari pelumas bergantung dari stabilitas oksidasi dari pelumas yang dipengaruhi terutama dari proses pengolahan (refinery). Sedangkan sifat dispersant dan anti-corrosive dari pelumas diperoleh dengan menambahkan aditive ”detergent” dan alkaline. Kesesuaian antara pelumas dan aditive merupakan hal yang sangat penting sehingga perlu dilakukan pemilihan aditive yang sesuai (compatible). Adapun karakteristik dari pelumas itu sendiri sangat bergantung pada jenis crude yang digunakan.

Dengan demikian pemilihan jenis crude oil dan proses pengolahan yang diperlukan adalah untuk mendapatkan karaktersitik pelumas (selanjutnya disebut lube base oil) utama sbb :

Viskositas base oil. Tingat perubahan viskositas sebagai fungsi temperatur. Memiliki ketahanan terhadap oksidasi. Memiliki kesesuaian (compatibility) dengan aditive

1.2 Sifat Umum Pelumas

Sifat umum pelumas yang dimaksud disini adalah pada pelumas yang sudah menjadi produk jadi (seperti Fastron, Prima XP). Namun demikian sifat pelumas jadi ini akan sangat dipengaruhi dari sifat lube base oil (bahan baku pelumas) tersebut. Parameter utama karakteristik lube base oil disamping sebagaimana telah disampaikan di uraian 1.1 adalah sbb:

Viscositas. Viscositas Index (VI). Oxidation stability. Low temperature behaviour. Solvency.

Parameter utama tersebut telah diwakili secara langsung dengan spesifikasi lube base oil UP IV Cilacap untuk keempat grade kecuali parameter solvency dengan rincian sbb:

2

Page 3: Diktat

Tabe.1.1 Spesifikasi Lube Base Oil UP IVParameter HVI-60 HVI-95 HVI-160 S/B HVI-650

Appearance C&B C&B C&B C&BAsh Content Max., %-wt 0.01 0.01 0.01 0.01Cloud Test Min. (No Cloud at 0 oC), hrs 7 7 7 3Colour ASTM Max. 1.5 2 3 4Max Colour Stability Increase 48 hrs at 100 oC 1 1 1 1Flash Point Min., PMCC, oC 204 210 228 267Total Acidity Max., mg KOH/g 0.05 0.05 0.05 0.05Pour Point Min., oC -15 -9 -9 -9SG at 60/60 oF Reported Reported Reported ReportedKin. Visc. at 100 oC, cSt 4.4-4.9 6.7-7.4 10.7-11.8 30.5-33.5VI Min. 95 95 95 95

Parameter viscosity diwakili dengan spesifikasi rentang kinematic viscosity. Parameter VI diwakili dengan spesifikasi VI minimum. Parameter oxidation stability diwakili dengan spesifikasi max. colour stability increase. Parameter low temperature behaviour diwakili dengan spesifikasi min. pour point.

Sedangkan spesifikasi yang lain seperi appearance, ash content, cloud test, colour, flash point, dan total acidity sekalipun bukan parameter utama, namun tetap merupakan parameter yang diperlukan dalam menunjukkan kualitas dari lube base oil.

Adapun penjelasan singkat masing-masing parameter terkait dengan kualitas lube base oil dari berbagai literatur adalah sbb:

Appearance. Parameter ini menunjukkan bahwa dalam suatu lube base oil tidak terdapat komponen impurities air atau wax.

Max. Ash Content. Parameter ini menunjukkan bahwa suatu lube base oil tidak terdapat komponen impurities terutama metal dan asphaltene.

Min. Cloud Test. Parameter ini menunjukkan bahwa suatu lube base oil tidak terdapat komponen impurities wax yang dapat mempengaruhi sifat viscometry lube base oil pada temperatur rendah dan filter blocking pada mesin kendaraan. Komponen wax disini terutama yang bersifat microcrystalline yang terdapat pada komponen DAO, yang tidak terdeteksi pada parameter appearance.

Max Colour ASTM. Parameter ini sekalipun tidak terlalu berpengaruh pada kinerja lube base oil namun umumnya digunakan untuk kepentingan pemasaran , dimana trend saat ini adalah mengarah pada lube base dengan warna yang cerah (light colour).

Max. Colour Stability Increase. Parameter ini menunjukkan bahwa suatu lube base oil tidak terdapat komponen impurities aromatic dan nitrogen yang mengakibatkan suatu lube base oil mudah mengalami oksidasi. Proses oksidasi selain dapat mengakibatkan perubahan warna (semakin gelap), juga menimbulkan timbulnya sludge dan komponen yang bersifat asam pada temperatur tinggi.

Min. Flash Point. Parameter ini menunjukkan bahwa suatu lube base oil tidak terdapat komponen fraksi ringan yang dapat mengakibatkan banyaknya penguapan base oil pada temperatur tinggi. Fraksi ringan ini dapat berasal dari feed distillate atau solvent yang digunakan untuk pemisahan lube base oil.

Max. Total Acidity. Parameter ini menunjukkan bahwa suatu lube base oil tidak terdapat komponen impurities yang mengakibatkan korosi sepeti komponen sulphur tertentu (mercaptan).

Max. Pour Point. Parameter ini menunjukkan bahwa suatu lube base oil tidak terdapat komponen impurities wax yang dapat mempengaruhi sifat viscometry lube base oil pada temperatur rendah dan filter blocking pada mesin kendaraan. Parameter ini berhubungan dengan parameter cloud test namun dengan grade wax lebih luas meliputi macro dan microcrytalline wax.

3

Page 4: Diktat

Range Viscosity. Parameter ini menunjukkan aplikasi lube base oil yang sesuai dengan kebutuhan tertentu seperti karakteristik mesin. Terdapat dua jenis pengukuran viskositas yaitu absolute (dynamic) viscosity dimana pengukuran tidak bergantung pada parameter spesific gravity (SG) dengan satuan yang umum adalah poise. Jenis lainnya adalah kinematic viskosity dimana hasil pengukuran bergantung pada perubahan SG dengan satuan yang umum adalah stoke. Hubungan antara kedua parameter ini adalah sbb :

Centi Poise (cP) = Centi Stoke (cSt) x Spesific Gravity (SG)

Untuk istilah penamaan jenis lube base oil umumnya berdasarkan parameter kinematic viscosity (Vk) yaitu Redwood. Sebagai contoh pengertian HVI-160 dikaitkan dengan kinematic viscosity adalah hasil pengukuran viskositas Redwood I pada temperatur 60 oC adalah 160 seconds. Umumnya cara yang dilakukan untuk mendapatkan Vk Redwood I adalah konversi dari hasil pengukuran dalam cSt. Sedangkan konversi dari hasil analisa Redwood menjadi cSt tidak diperbolehkan mengingat hasil pengukuran yang ralatif kurang akurat dengan metode Redwwod.

Min. Viscosity Index (VI). Parameter ini menunjukkan perubahan viscosity lube base oil sebagai fungsi dari temperature. Semakin kecil perubahan viscosity suatu lube base akibat perubahan temperatur, maka harga VI dari komponen lube base tersebut akan semakin tinggi. Dengan demikian pelumas tersebut dapat digunakan dalam rentangtemperatur yang semakin lebar. Dalam penentuan viskositas index suatu lube base oil dengan cara membandingkan dengan viskositas dari suatu standar pada temperatur yang sama. Standar yang digunakan adalah base oil dari Pennysylvania yang dianggap memiliki viscosity index 100 disebabkan mengalami sedikit perubahan viskositas dengan berubahnya temperatur, serta base oil dari Timur Tengah yang dianggap memiliki vicosity index 0 disebabkan mengalami banyak perubahan viskositas dengan perubahan temperatur yang sama.

Untuk mendapatkan produk lube base oil dengan kualitas tersebut di atas diperlukan pemahaman komponen penyusun fraksi feed lube base oil yang akan disampaikan pada uraian berikut.

1.3 Komposisi Lube Base Oil

Fraksi terberat dari crude oil dengan titik didih lebih tinggi dari gas oil dapat dikatakan sebagai bahan baku untuk pembuatan lube base oil. Karena sifat dari komponen tersebut yang memiliki titik didih yang tinggi pada tekanan atmospherik, maka fraksi ditillate yang didapat harus dilakukan secara vakum. Jika proses distilasi dilakukan pada tekanan atmospherik maka temperatur yang diperlukan akan sangat tinggi sehingga akan terjadi proses cracking. Dengan demikian dari proses distilasi vakum maka akan didapat produk distillate dengan titik didih dan juga viskositas yang semakin tinggi yang dikenal dengan istilah Spindle Oil (SPO), Light Machine Oil (LMO), dan Medium Machine Oil (MMO). Fraksi terberat yang tidak dapat diuapkan produk bottom dari distilasi vakum disebut short residue yang akan digunakan sebagai bahan baku lube base oil yang sangat kental (viscous) dikenal dengan istilah bright stock.

Komponen peyusun feed untuk lube base oil terdiri dari fraksi dengan kelompok sbb:

Parafinik terdiri dari normal parafin dan iso parafin. Naphtenik atau cycloparafin. Aromatic meliputi mono, di, serta polyaromatic.

Adapun pengaruh dari masing-masing komponen terhadap karakteristik utama lube base oil di atas adalah sbb :

4

Page 5: Diktat

Tabel 1.2 Karakteristik Utama Komponen Hidrokarbon Penyusun Lube Base Oil

Komponen Viscosity VIOxidation Stability

Pour Point Solvency

Normal Parafin Rendah Tinggi Baik Tinggi RendahIso Parafin Rendah Tinggi Baik Medium RendahCyclo Parafin Medium Medium Medium Rendah BaikAromatics Tinggi Rendah Rendah Rendah Baik

Adapun secara umum komposisi “ideal” yang diharapkan dalam fraksi produk lube base oil berdasarkan “Shell’s Lube Oil Manufacturing Course” serta tabel di atas adalah sbb:

1. Komponen normal parafin perlu dihilangkan disebabkan sifat komponen ini menimbulkan tingginya parameter pour point (wax) produk lube base.

2. Komponen iso parafin tetap dipertahankan mengingat sifat komponen ini yang sesuai dengan karakteristik produk lube base.

3. Komponen cyclo parafin sebagian besar dipertahankan disebabkan komponen ini memiliki sifat solvency yang baik.

4. Komponen aromatic sebagian perlu tetap dipertahankan. Sejumlah komponen monoaromatic dan sebagian kecil komponen polyaromatic perlu tetap dipertahankan untuk menjaga sifat solvency produk lube base.

5. Komponen heterocompound yaitu komponen hidrokarbon yang mengikat gugus lain dalam hal ini komponen nitrogen dan sulphur. Komponen nitrogen perlu dihilangkan karena dapat mengakibatkan pembentukan sludge dan komponen bersifat asam hasil degradasi pada saat temperatur tinggi dan menurunkan oxidation stability. Komponen sulphur dalam batasan tertentu perlu dipertahankan mengingat komponen sulphur dapat mencegah proses oksidasi.

1.4 Penggolongan Pelumas

Lube oil berdasarkan jenis komponen feed dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu sebagai distilate oil dan residual oil. Distilate diolah melalui vacuum distilation dan residual diperoleh dari proses extraction produk bottom proses vacuum distilation (bright stock).

Residual bright stocks biasanya diperoleh dari paraffinic crudes dan melalui proses Propane deasphalting, aromatic extraction dan dewaxing, kecuali bright stock yang diperoleh dari proses asphalt vacuum residue (sebagai contoh untuk crude Pennsylvanian) tidak diperlukan proses propane deasphalting. Disebabkan sifatnya yang tidak mudah menguap dan mempunyai viskositas yang tinggi, komponen bright stock terutama digunakan sebagai blending component pada pelumas motor dan diesel, selain kegunaan utama sebagai pelumas pada steam silinder.

Umumnya penggolongan pelumas umunya dibagi berdasarkan kategori parameter viskositas index (VI) sbb :

1. Low Viscosity Index ( LVI ) dengan VI < 40. Lube base oil jenis ini diproduksi dari napthenic distilate dan digunakan utnuk mesin- mesin industri yang bergerak lambat, sehingga spesifikasi kestabilan oksidasi dan sensitivitas viskositas/ temperatur merupakan prioritas kedua. Untuk memproduksi pelumas jenis ini tidak diperlukan proses aromatic extraction dan dewaxing, hanya diperlukan proses treatment menggunakan acid dan clay untuk memperbaiki colour dan unstable component seperti nitrogen dan oksigen.

2. Naphthenic/Parafinic Medium Viscosity Inedex ( MVIN) dengan VI 40 – 80. j Lube base oil jenis ini diproduksi dari parafinic / naphthenic distilate. Untuk Naphtenic MVIN diperlukan proses aromatic extraction untuk meningkatkan paramater VI. Naphthenic oil biasa digunakan secara luas pada industri grease. Untuk Parafinic MVIN diperlukan proses dewaxing dan colour improvement. Terkadang diperlukan ekstraksi ringan (mild extraction) untuk kestabilan oksidasi. Ahir-akhir ini proses hydrofinishing digunakan untuk

5

Page 6: Diktat

menggantikan proses acid-clay treating sebagai teknologi yang lebih baik untuk meningkatkan kualitas colour dan stability.

3. High Viscosity Index ( HVI) dengan VI > 80 diperoleh dari paraffinic distilate dan diperlukan proses ekstraksi dan dewaxing untuk mencapai finish product. Diperlukannya proses treatment colour dan colour stability tergantung pada perfomance fraksinasi di high vacuum unit, design furnace, dan penggunaan hot oil sebagai pemanas pada solvent recovery sistem. Untuk mengingkatkan yield, fleksibilitas jenis crude yang diolah, fsn kualitas lube base oil yang dihasilkan, maka pada upstream unit proses dewaxing dilengkapi dengan proses hydroprocessing/hydrotreating raffinate dari unit ekstraksi aromatic.

Dengan berkembangnya teknologi mesin otomotif/industri dimana tuntutan konsumen akan mesin dengan efisiensi yang tinggi, maka hal tersebut juga menuntut peningkatan kualitas dari lube base oil seperti :

Ketahanan pada temp. operasi mesin yang lebih tinggi (terkait terutama dengan parameter VI yang semakin tinggi dan thermal stability).

Daya tahan terhadap degradasi dan oksidasi (terkait terutama dengan kandungan komponen sulphur dan nitrogen yang semakin rendah).

Dengan tuntutan tersebut maka harapan akhir dari konsumen adalah disamping pelumas sesuai dengan spesifikasi kebutuhan mesin, juga pelumas dengan interval waktu penggantian yang semakin lama dan losses yang rendah (volatility yang minimum). Untuk memenuhi tuntutan tersebut maka timbul spesifikasi baru lube base oil (LBO) dengan parameter VI yang semakin tinggi yang sering disebut dengan istilah Group I, II, III, dst dengan klasifikasi sesuai Standar API adalah sbb :

Tabel 1.3 Penggolongan Group Lube Base OilKategori LBO Sulphur (%-wt) Saturates (%-wt) VI

Group I > 0.03 dan /atau < 90 80 – 120Group II ≤ 0.03 dan ≥ 90 80 – 120

Group IIII ≤ 0.03 dan ≥ 90 > 120Group IV Seluruh Polyalphaolefin (PAO)Group V Seluruh lainnya diluar Group I, II, III, dan IV

Dari tabel di atas antara LBO Gr. I dan Gr. II memiliki rentang VI yang sama, namun demikian LBO Gr. II umumnya memiliki rentang VI minimum yang lebih tinggi dari Gr. I. Adapun keiga jenis pelumas di atas yaitu LVI, MVIM, dan HVI masuk ke dalam kategori lube base oil Gr. I.

1.4 Sekilas Unit Operasi Kilang LOC’s UP IV CilacapKilang LOC’s UP IV Cilacap didisain menghasilkan produk LBO dengan VI min 95. Pada bab selanjutnya akan disampaikan rincian mengenai unit-unit proses di Kilang LOC’s UP-IV Cilacap. Sebagai pengantar akan disampaikan sekilas proses yang digunakan di Kilang UP IV sbb :

1. Proses Deasphalting adalah proses ekstraksi untuk memisahkan bright stock dari fraksi asphalt dengan menggunakan solvent propane dari komponen feed short residue yang merupakan produk bottom dari unit vacuum distilation.

2. Solvent extraction adalah proses ekstraksi untuk meningkatkan VI dari feed komponen distilate atau bright stock dengan menggunakan solvent antara lain furfural, phenol atau liquid sulfur dioxide. Untuk Kilang UP IV Cilacap menggunakan furfural sebagai solvent. Solvent ratio yang digunakan sekitar 1,5 – 3,5 vol. Produk utama raffinate yang dihasilkan hampir semuanya terdiri dari saturated paraffinic mono-aromatic, dan sedikit di-aromatic. Sebagian besar komponen di-aromatic dan polyaromatic menjadi produk ekstrak. Komponen sulfur, nitrogen dan metal yang terdapat pada struktur heteroatom di feed akan dihilangkan pada proses ekstraksi tersebut menjadi produk samping ekstrak. Suhu

6

Page 7: Diktat

ekstraksi yang diperlukan dengan menggunakan solvent furfural tergantung pada viskositas feed stock dan ketajaman proses yang diperlukan, biasanya sekitar 40-1300 C.

3. Hydroprocessing adalah suatu proses pengolahan raffinate (kecuali SPO) dengan proses reaksi pada reaktor dengan menggunakan katalis dan gas hydrogen yang bertujuan untuk meng-konversi fraksi aromatic menjadi naphthenic, dan untuk menghilangkan komponen impurities seperti nitrogen dan sulfur. Dengan proses ini akan dihasilkan produk yang memiliki VI dan colur stability yang lebih tinggi. Kelebihan proses ini disamping akan meningkatkan yield lube base oil on feed distillate, juga fleksibilitas untuk mengolah berbagai macam jenis crude.

4. Dewaxing adalah proses untuk meningkatkan spesifikasi pour point dengan cara mengambil/ memisahkan fraksi yang mempunyai pour point tinggi yaitu fraksi parrafine. Proses ini adalah gabungan proses chilling dari filtrasi dengan menggunakan solvent campuran MEK (Methyl ethyl kelone) dengan toluene. Pemisahan wax/ paraffine dari base oil dengan cara filtrasi pada tempetur rendah. Adapun uraian prosesnya sebagai berikut :

Normal paraffine dan beberapa iso dan cyclo praffine dengan berat molekul yang tinggi akan megkristal pada suhu rendah. Penghilangan lilin (dewaxing) dari fraksi lube oil akan menurunkan pour pointnya. Dewaxing juga memberikan efek penurunan VI dan sebaliknya untuk SG, refractive index, dan CCR akan naik. Proses dewaxing pada prinsinya terdiri dari :

Pendinginan minyak, sehingga wax mengkristal. Pemisahan solid wax dari cairan dengan cara filtrasi atau centrifuge.

Untuk feed stock yang mempunyai viskositas tinggi dan memiliki micro cristalline wax, pada komponen feed perlu diinjeksikan solvent yang mempunyai viskositas rendah sebagai pengencer. Solvent pengencer harus dipilih sedemikan rupa sehingga dapat memberikan kristalisasi yang baik untuk semua jenis wax yang diperoleh pada suhu dewaxing. Dengan menggunakan solvent dimungkinkan untuk mendapat campuran dengan viskositas rendah pada suhu filtrasi dan proses kristalisasi wax yang baik. Proses filtrasi pada umumnya menggunakan rotary drum vacuum filter dibantu dengan campuran solvent MEK dan Toluene. Toluene akan melarutkan base oil dan MEK yang bersifat melarutkan sedikit wax pada suhu rendah akan berlaku sebagai “ wax presipitating agent “ (pengendap wax). Proses filtrasi berlangsung pada suhi sekitar 100 C lebih rendah dari target spesifikasi pour point. Proses dewaxing terdiri atas tiga langkah sbb:

1. Pencampuran solvent dan pendinginan (chilling)2. Pemisahan wax dari oil dalam sistem campuran dengan filtrasi dan3. Recovery dan sirkulasi solvent

7

Page 8: Diktat

2. LUBE OIL COMPLEX KILANG UP IV CILACAP

2.1 Basis Disain Pasca DPC

Pada tahun 1998 Kilang UP IV Cilacap telah menyelesaikan Proyek Debottlenecking yang dikenal dengan Debottlenecking Project Cilacap (DPC). Tujuan daripada Cilacap Debottlenecking Project adalah meningkatkan jumlah produksi lube base dari 175 KTA menjadi 428 KTA. Untuk mencapai hal tersebut dilakukan perubahan pola proses pengolahan lube base oil dari solvex mode menjadi hybrid mode yaitu dengan menambahkan satu unit baru HTU ( Hydrotreating Unit ). Pada existing proses ( solvex mode) proses pengolahan bersifat physical separation (distilasi,ekstraksi, dan filtrasi) sedangkan untuk proses hybrid dengan tambahan menggunakan proses kimia (chemical conversion). Proses kimia / konversi ini adalah proses konversi komponen yang tidak diinginkan menjadi komonen lube base menggunakan bantuan katalis dan hydrogen.

Dengan adanya penambahan unit pengolahan baru tersebut, maka Kilang Cilacap mempunya tiga kilang lube oil yaitu Lube Oil Complex – I / II / III. Ketiga kilang tersebut terintegrasi dan dirancang untuk mengolah komponen feed berupa Arabian Light Long Residue produk bottom dari CDU (Crude Distilling Unit) I sebanyak 2.194.000 TPA untuk menghasilkan total produk lube base oil sebesar 428.000 TPA dan blended bitumen/ asphalt sebesar 750.00 TPA. Adapun simplified process flow diagram dapat dilihat pada Gambar 1 sbb:

Gambar 1.1 Process Flow Diagram Kilang LOC’s (I, II, III) UP IV Cilacap

Long residu dari CDU – I digunakan sebagai feed Unit HVU I (874.000TPA) dan Unit HVU II (1.320.000 TPA). Unit HVU I didisain mengolah 437.000 TPA long residu pada “lube oil mode” dan 437.000 TPA pada “bitumen mode“. Sedangakan Unit HVU II didisain hanya mengolah feed long residu pada “lube oil mode”. Adapun unit-unit proses yang terdapat di Kilang LOC’s sbb:

Unit-unit proses yang ada di Kilang LOC I adalah Unit HVU I, PDU I, FEU I, dan MDU I. Unit-unit proses yang ada di Kilang LOC II adalah Unit HVU II, PDU II, FEU II, dan MDU II. Unit-unit proses yang ada di Kilang LOC III adalah Unit PDU III,HTR/RDU, MDU III.

Asphalt Blending

HVU - I/ II

FEU- H

TU

I

PDU-I/II/III

II

MDU-

I

II

III

VGO

ADO

HVI-60

HVI-95

HVI-160s

HVI-650

Slack Wax

Minarex (Aromatic)

Short Residue

Long Residue

Propane Asphalt

HDT Raffinate

Raffinate Distillate Base Oil

8

Page 9: Diktat

Untuk memproduksi HVI lube oil, diperlukan tahapan-tahapan proses melalui unit-unit proses sebagai berikut :

High Vacuum Distilation (HVU) yaitu unit operasi yang berfungsi memisahkan feed long residu menjadi fraksi-fraksi gas oil, waxy ditillate ( SPO, LMO dan MMO ) dan short residu.

Propane Deashalting (PDU) yaitu unit proses yang berfungsi untuk memisahkan fraksi deasphalting oil dan propane asphalt yang akan digunakan sebagai bitumen blending dari feed short residu dari HVU.

Furfural Extraksi (FEU) yaitu unit operasi yang berguna untuk mengekstraksi fraksi yang mempunyai VI rendah ( waxy distilate SPO, LMO, MMO dan DAO) menjadi fraksi yang mempunyai VI yang tinggi ( Waxy raffinate) dan ekstraknya digunakan sebagai komponen blending fuel oil (IFO) dan bitumen blending (khusus untuk DAO ekstrak).

Hydtrotreating (HTU/RDU) yaitu unit untuk meningkatkan parameter VI dengan cara melakukan proses konversi komponen yang memiliki VI rendah yaitu aromatik dan senyawa heteroatom yang mengandung nitrogen dan sulphur pada feed waxy raffinate (LMO, MMO, dan DAO) ex Unit FEU menjadi produk hydrotreated waxy raffinate.

MEK Dewaxing ( MDU) suatu unit proses untuk mengambil komponen- komponen yang mempunyai pour point yang tinggi yaitu normal parafine dari SPO Raffinate dan hydrotreated raffinate (LMO, MMO dan DAO ) sehingga diperoleh produk akhir lube base oil sesuai spesifikasi (HVI-60 dari grade SPO, HVI-95 dari grade LMO, HVI-160S dari grade MMO, dan HVI-650 dari grade DAO).

Intergrasi yang terjadi antara Kilang LOC I, II, dan III adalah sbb:

Seluruh produk SPO dari Unit HVU I dan II diproses di Kilang LOC I yaitu Unit FEU I dan MDU I. Untuk grade SPO tidak memerlukan proses hydrotreating. Ekses SPO distillate ex Unit HVU I / II yang tidak diolah di Unit FEU I dan Unit MDU I dijadikan produk IFO.

Seluruh produk LMO dan MMO dari Unit HVU I dan II diproses di Kilang LOC II dan III yaitu dengan rangkaian Unit FEU II , Unit HTU/ RDU, Unit MDU II / MDU III. Ekses produk LMO dan MMO distillate ex Unit HVU I / II dikirim ke refinery fuel ( IFO).

Seluruh produk short residu dari HVU I / II selain diolah di Unit PDU I, PDU II, dan PDU III, juga digunakan sebagai komponen blending asphalt/ bitumen.

Seluruh produk DAO dari Unit PDU I / II / III diolah di Kilang LOCII / III yaitu dengan rangkaian Unit FEU II, Unit HTU/ RDU, Unit MDU II / III.

Jenis-jenis dan jumlah produk lube base oil yang dihasilkan oleh Kilang LOC’s tersebut adalah sbb :

Tabel 2.1 Disain Produksi Lube Base Oil UP IVGrade Kuatitas, TPAHVI-60 69.400

HVI-100 108.500HVI-160S 104.600HVI -650 145.500

2.2 Process & Engineering design

Sesudah debotlenecking, kapasitas produksi total Kilang Lube Oil Complex menjadi 428.000 TPA base oil dengan kapaitas pengolahan sebesar 2.194.000 TPA long residu dari crude jenis Arabian Light Crude ( ALC). Unit operasi dirancang untuk beroperasi selama minimum 340 hari pertahun, kecuali untuk Unit FEU II dan Unit HTU/RDU yang dirancang untuk beroperasi minimum 320 hari/ tahun. Kilang LOC I selain mempunyai tanki untuk intermediate dan finish produk juga dilengkapi dengan fasilitas blending untuk memproduksi HVI-160B dan SN-200, meskipun saat ini tidak dipergunakan untuk proses tersebut. Sedangkan Area Tanki Kilang LOC II / III hanya dilengkapi fasilitas untuk blending HVI-160B. Area Tanki LOC-I/II dilengkapi dengan fasilitas untuk loading lube base oil ke tanker. Sedangkan Area Tanki LOC I / III dilengkapi dengan fasilitas untuk loading asphalt/ bitumen blending ke tanker.

9

Page 10: Diktat

LOC-II yang terdiri dari Unit HVU II, PDU II, FEU II dan MDU II dirancang sebagai unit yang terintegrasi dengan minimum kapasitas tanki intermediate produk. Rancangan ini untuk mencegah waktu tinggal yang lama di tanki yang dapat menyebabkan perubahan warna akibat keitdakstabilitan. Begitu juga dengan Kilang LOC III yang memiliki fasilitas tanki intermediate yang ter-integrasi dengan Kilang LOC II hanya mempunyai intermediate tank dengan minimum kapasitas untuk memperkecil waktu tinggal.

Dalam kaitannya dengan konservasi energi yaitu untuk mengurangi jumlah fire heater/ furnace dan menghindari degradasi thermal stream proses selama pemanasan, maka unit –unit yang terintegrasi tersebut dilengkapi dengan fasilitas sirkuslasi hot oil sistem. Unit HOS-II dirancang sebagai alat pemanas stream pada beberapa heat exchanger baik di LOC-II maupun LOC-III.

Sistem Double Efect Evaporation and Heat Recovery System terdapat di Unit FEU’s dan MDU’s . Adapun konsep basis design yang digunakan adalah sebagai berikut:

Proses stream terdiri dari campuran komponen solvent yang mempunyai boiling point rendah (MEK atau furfural) dan komponen hydrocarbon yang mempunyai boiling point tinggi, dipanskan dan di-flash pada LP Flash Column, dimana sekitar 50 % solvent akan terpisah. Bottom LP Flash Column dipanaskan lebih lanjut pada temperatur tinggi dan di-flash unutk kedua kalinya di HP Flash Column dimana sebagian besar solvent yang tersisa diuapkan. Panas yang dipakai di HP Flash Column diperoleh dari hot oil system. Dengan merancang 50% flashing terjadi di LP Flash Column, maka beban panas di sistem feed LP Flash Column dapat dijaga minimum dan sumber panas dari luar dapat diminimalkan. Unit- unit proses yang ada di Kilang Lube Oil Complex Cilacap adalah sbb :

Kilang LOC I : High Vacuum Unit (HVU I) Unit 21 Propane Deasphalting Unit (PDU I) Unit 22 Furfural Extraction Unit (FEU I) Unit 23 MEK Dewaxing Unit (MDU I) Unit 24 Hot Oil System (HOS I) Unit 25

Kilang LOC II : High Vacuum Unit (HVU II) Unit 021 Propane Deasphalting Unit (PDU II) Unit 022 Furfural Extraction Unit (FEU II) Unit 023 MEK Dewaxing Unit (MDU II) Unit 024 Hot Oil System (HOS II) Unit 025

Kilang LOC III : Propane Deasphalting Unit (PDU III) Unit 220 MEK Dewaxing Unit (MDU III) Unit 240 Hydrotreating / Redistilling Unit (HTU/RDU) Unit 260

2.3 Gambaran Umum Proses di Unit-Unit

2.3.1 High Vacuum Unit (HVU I/II)

Unit HVU I beroperasi dalam dua mode, yaitu “lube oil mode“ dan “bitumen mode”, sedangkan Unit HVU II hanya beroperasi dengan “lube oil mode”. Arabian Light Long Residu berasal dari bottom Unit CDU I digunakan sebagai umpan di Unit HVU I / II setelah melewati preheat exchanger dan furnace langsung ke 1st Vacuum Column. Dua stream produk dari vacuum column tersebut di strip lebih lanjut di side stripper dan dimasukkan ke intermediate tank sebagai produk light machine oil (LMO) dan spindel Oil (SPO), side stream lainnya berupa vacuum gas oil dan intermediate resiude dipompakan ke pool refinery fuel oil.

10

Page 11: Diktat

Bottom produk dari 1st Vacuum Column dipanaskan kembali pada furnace kedua sebelum masuk ke 2nd Vacuum Column dengan tekanan flash zone yang lebih rendah (vacuum) dibandingkan 1st Vacuum Column. Stripping steam diinjeksikan ke furnace inlet transfer line dan bottom column. Produk dari 2nd Vacuum Column yaitu MMO (Medium Machine Oil) langsung dimasukkan ke intermediate tank tanpa melalui side stripper. Sebagian top circulating reflux digunakan Light MMO (LMMO), dimana sebagian diambil sebagai bahan blending MMO rundown stream setelab bergabung dengan Heavy MMO (HMMO) . Sedangkan produk lainnya short residu dari bottom column dikirim ke intermediate tank dan digunakan sebagai feeddi Unit Propane Deasphalting dan sebagian lainnya sebagai komponhen blending asphalt.

Tabel 2.2 Disain Feed dan Yield Produk Unit HVU I

StreamLube Oil mode Lube Oil mode

QuantityKTA

Quantity T/SD

Yield%-wt

QuantityKTA

Quantity T/SD

Yield%-wt

Feed ALC Long Residue 437 2574 100 437 2574 100Output :Waste gas to fuel 2 7 0.3 2 5 0.4Slop 3 18 0.8 2 13 0.5Gas Oil 46 273 10.6 45 267 10.3SPO distilate 48 280 10.9 48 280 11.0Intermediate distilate 37 216 8.4 38 226 8.7LMO distilate 46 273 10.6 40 234 9.2MMO distilate 53 310 12.0 39 229 8.9Black Oil 0 0 0 0 0 0Short residue 203 1196 46.4 223 1314 51.0

Tabel 2.3 Disain Feed dan Yield Produk Unit HVU II

StreamLube Oil mode

QuantityKTA

Quantity T/SD

Yield%-wt

Feed ALC Long Residue 1320 3883 100Output :Waste gas to fuel 3 10 0.3Slop 10 28 0.8Gas Oil 140 412 10.6SPO distilate 144 422 10.9Intermediate distilate 111 326 8.4LMO distilate 140 412 10.6MMO distilate 159 468 12.0Black Oil 0 0 0Short residue 613 1804 46.4

2.3.2 Propane Deasphalting Unit (PDU I / II / III)

Feed short residu dari intermideater tank dikontakkan secara counter current dengan solvent propane di Rotating Dics Contacor (RDC). Solvent tersebut akan melarutkan hydrocarbon ringan sehingga akan terjadi pemisahan dari fraksi asphaltene. Hydrocarbon ringan tersebut keluar sebagai produk atas dan asphaltene sebagai produk bawah. Kedua produk tersebut dikirim ke solvent recovery system untuk mengambil kembali solvent. Energi panas untuk pemisahan di solvent recovery section tersebut disediakan oleh dua evaporator dimana sebagai media pemanasnya adalah steam dan hot oil. Hydrocarbon ringan tersebut yang dikenal denganamana deasphlating oil (DAO) setelah didinginkan disimpan di tanki intermediate sedangkan fraksi asphaltene yang disebut dengan propane asphalt dikirim ke tanki bitumen blending.

11

Page 12: Diktat

Tabel 2.4 Disain Feed dan Yield Produk Unit PDU ISTREAM Quantity TPA Yield %-wt on Feed

Short Residu Intake , TPADeasphalted Oil (DAO) Output, TPA Propane Asphalt Output, TPA

183.00068.000

115.000

1003763

Tabel 2.5 Disain Feed dan Yield Produk Unit PDU IISTREAM Quantity TPA Yield %-wt on Feed

Short Residu Intake , TPADeasphalted Oil (DAO) Output, TPA Propane Asphalt Output, TPA

260.00068.000

115.000

1003763

Tabel 2.6 Disain Feed dan Yield Produk Unit PDU IIISTREAM Quantity TPA Yield %-wt on Feed

Short Residu Intake , TPADeasphalted Oil (DAO) Output, TPA Propane Asphalt Output, TPA

238.00088.000

150.000

1003763

2.3.3 Furfural Extraction Unit (FEU I / II)

Sesudah proyek debottlenecking, Unit FEU I dirancang hanya mengolah SPO waxy distillate dari Unit HVU I / II. Unit FEU I tetap sesuai design aslinya beroperasi dengan “solvex mode” dan tidak ada modifikasi selama debottlenecking melainkan pompa feed karena terjadi kenaikan Vk short residue pasca DPC dari 440 cSt (pada 99 oC) menjadi 830 – 890 cSt (pada 100 oC). Unit FEU II mengolah LMO, MMO waxy raffinate dari Unit HVU I / II dan DAO dari PDU I / II / III. Unit FEU II telah dimodifikasi agar dapat beroperasi dengan ‘hybrid mode’. Berikut disampaikan gambaran operasional Unit FEU II :

LMO, MMO vacuum disitilate dan DAO diolah secara terpisah/batch process dengan proses ekstraksi menggunakan furfural unutk meningkatkan viskositas index dan stability.

Dengan “ hybrid mode” yield produk raffinate meningkat menjadi 80% dari sebelumnya saat solvex mode yang hanya 50 sampai 65 %- wt. Yield raffinate Unit FEU II yang mengalami peningkatkan menimbulkan konsekuensi bertambahnya komponen dengan VI yang rendah seperti komponen aromatic dan heteroatom. Untuk itu produk raffinate ex Unit FEU II akan diproses lebih lanjut di Unit HTU/ RDU LOC III.

Feed dari intermediate tank diumpankan secara countercurrent terhadap furfural di RDC (Rotating Disc Contactor). Furfural akan melarutkan komponen polyaromatic dan keluar sebagai extract produk bottom RDC, sedangkan komponen raffinate yang mempunyai viskositas index lebih tinggi keluar sebagai top produk RDC. Furfural di-recovery baik di fase ekstrak dan rafinate dengan pemanasan dan proses stripping pada kondisi vacuum. Sebagai media pamanas digunakan hot oil.

Raffinate didinginkan dan dipompakan ke intermediate tank, sedangkan produk ekstraknya dipompakan sebagai komponen blending IFO dan bitumen blending (khusus DAO ekstrak).

Tabel 2.7 Disain Feed dan Yield Produk Unit FEU I / II

STREAMFEU-I Solvex FEU-II Hybrid

HVI-60 HVI-100 HVI -160S HVI-650Feed intake t/aRaffinate output, t/aExtract output, t/aRaffinate yield, %wt

141.000*84.60056.400

60

185.000**148.00037.000

80

211.000**168.80042.200

80

252.000***206.600.45.400

82* Feed intake dari HVU-II : SOP = 93 kt/a** Feed intake dari HVU-III : LMO = 46 kt/a dan MMO 53 kt/a*** Feed intake DAO dari PDU-I = 68 kt/a dan PDU-III = 88 kt/a

12

Page 13: Diktat

2.3.4 Hydrotreating / Residitillation Unit (HTU/RDU)

LMO, MMO dan DAO waxy raffinate produk dari Unit FEU II digunakan sebagai feed Unit HTU/RDU. Proses di HTU dilakukan pada tekanan dan temperatur tinggi dengan melewatkan pada katalis bed dan dalam suasana hydrogen kemurnian tinggi. Tujuan proses di HTU/RDU adalah untuk melakukan konversi komponen hydrocarbon yang mempunyai VI rendah seperti hydrocarbon aromatic menjadi komponen hydrocarbon yang mempunyai VI lebih tinggi (saturate). Disamping itu juga terjadi reaksi penghilangan komponen heteroatom yang mengandung gugus sulphur dan nitrogen. Kedua komponen tersebut menimbulkan ketidakstabilan lube base oil baik akibat oksigen, temperatur tinggi dan menimbulkan pembentukan sludge (lumpur) pada mesin.

Selain itu unit ini juga menghasilkan produk samping light distillate dari reaksi samping cracking dimana produk ini dikirim ke pool refinery fuel oil. Hydrogen dengan purtiy tinggi disediakan oleh Unit PSA (Pressure Swing Adsorption) yang juga merupakan bagian Unit HTU/RDU. Feed Unit PSA berasal dari gas hidrogen ex Unit CCR/ Platformer Kilang Paraxylene dan FOC-II.

Tabel 2.8 Disain Feed dan Yield Produk Unit HTU/RDUSTREAM LMO MMO DAO

Feed intake, t/aHDT product, t/aLight distillate output, t/a

148.000126.00022.000

169.000127.00042.000

207.000176.00031.000

2.3.5 MEK dewaxing Unit (MDU I / II / III)

Unit MDU I pasca DPC didisain hanya mengolah SPO waxy raffinate dari Unit FEU I. Sedangakan Unit MDU II dan MDU III didisain mengolah hydrotreated (HDT) raffinate dari Unit HTU/RDU dengan sistem blocked / batch. Setiap jenis HDT raffinate yang diolah di Unit MDU II / III dilakukan secara bergantian.

Komponen feed HDT raffinate dipisahkan dari komponen wax-nya dengan proses chilling dan filtering dengan menggunakan solvent untuk melarutkan oil secara sempurna dan menurunkan viskositas base oil. Solvent yang digunakan adalah campuran methyl ethyl ketone (MEK) dan toluene. Campuran feed/solvent didinginkan dengan pertukaran panas dengan aliran dingin produk dari filtrasi dan dilanjutkan pendinginan lebih lanjut dengan proses regrigerated chilling. Slurry dingin dilakukan filtrasi secara kontinyu di rotary drum vacuum filter sehingga diperoleh produk dewaxing oil dan campuran slackwax. Solvent kemudian di-recovery kembali dengan proses evaporasi dan steam stripping

Feed, solvent dan inert gas didinginkan pada temperatur filtrasi dengan propane refrigeration system . Sistim vacuum pada rotary filter dipertahankan dengan menggunakan vacuum pump ( comprssor) pada suction filtrate receiver dan dikeluarkan dengan meniupkan inert gas di bawah filter cloth unutk membebaskan wax cake di permukaan kain filter pada proses filtrasi final. Filter hood, solvent, tank, slop drum dan akumulator di blanket dengan inert gas unutk mencegah akumulasi explosive campuran solvent/udara

Dewaxed oil setelah dikeringkan di 1st Vacuum Column Drier kemudian dikirim ke finish product tank. Sedangkan slack wax dipompkan sebagai komponen blending refinery fuel oil di area utilities. Disain untuk Unit MDU II dan MDU III hampir identik dan kedua unit tersebut memungkinkan untuk mengolah feed hydrotreated LMO, MMO dan DAO. Angka-angka pada material balance berikut merupakan refleksi dari operational total Unit MDU I, MDU II dan MDU III untuk menghasilkan produk lube base oil sebanyak 428.000 t/a.

13

Page 14: Diktat

Servis LOC I LOC II LOC III

Long residue 43T-1 35T-2 ---Short Residue (Lube Oil Mode) 42T-1 041T-121 041T-310Short Residue (Bitumen Mode) 42T-5 --- 041T-311SPO Waxy Distillate 41T-16 ---LMO Waxy Distillate 41T-15 041T-116 041T-301MMO Waxy Distillate 41T-17 041T-117 041T-302DAO 41T-18 041T-118 041T-303SPO Raffinate 41T-14 --- ---Minarex B 41T-7 041T-119 ---LMO Raffinate --- 041T-111/112 ---MMO Raffinate --- 041T-113 041T-315DAO Raffinate --- 041T-114 041T-316DAO Extract 41T-12 --- ---LMO HDT --- --- 041T-304/305MMO HDT --- --- 041T-306/307DAO HDT --- --- 041T-308/309HVI-60 41T-5/6/13 --- ---

Tabel 2.9 Disain Feed dan Yield Produk Unit MDU ISTREAM HVI-60

Feed intake, t/aDewaxed oil output, t/aSlack wax output, t/aDewaxed oil yield, % wt on feed

84.60069.40015.20082.00

Tabel 2.10 Disain Feed dan Yield Produk Unit MDU II / III

STREAMMDU-II MDU-IIIHVI-650 HVI-95 HVI-160S HVI-650

Feed intake t/aDewaxed oil output, t/aSlack wax output, t/aDewaxed oil yield, % wt on feed

170.000140.90029.100

82.9

126.000108.60017.400

86.2

127.000104.80022.200

82.5

6.0004.9701.03082.9

* Fasilitas yang ada untuk mengolah ketiga grade tsb.

2.3.6 Hot Oil System (HOS I/ II)

Unit HOS I didisain untuk men-supply kebutuhan panas di Kilang LOCI serta area tanki short residue dan blending asphalt di Area 42. Adapun untuk Unit HOS II didisain untuk men-supply kebutuhan panas di Unit PDU II / III, Unit FEU-II, Unit MDU II / III, dan tanki short residue pada Area LOC III.

Hot oil ini biasanya adalah waxy spindle desitilate yang disupply langsung dari HVU-II. Hot oil circulation pump memompakan feed dari hot oil drum menuju ke main heater. Aliran hot oil melewati peralatan penukar panas diatru/ dikontrol dengan tempertur controller. Seluruh aliran hot oil loop diatur denganflow control melalui bypass flow control valve yang terletak di downstream hor oil user yang paling akhir. Hot oil return masuk ke hot oil vessel melalui vapour disengagin device.

2.3.7 Tankage ( LOC-I/II/III)

Feed tank (Long Residu) terletak untuk feed Unit HVU I dari Tanki 43T-1 dan untuk feed Unit HVU II dari Tanki 35T-2.Tanki intermediate storage dan finish produk untuk Kilang LOC I terletak di Area 41. Tanki feed / intermediate storage dan finish produk untuk Kilang LOC II dan LOC III terletak di Area 041 (termasuk tanki baru). Tanki blending asphalt/ bitumen terletak di Area 42 dan Area 041. Berikut data keseluruhan tanki LOC’s.

Tabel 2.11 Disain Konfigurasi Tanki Kilang LOC’s Pasca DPC

14

Page 15: Diktat

2.3.8 Pengoperasian Kilang LOC’s saat Ini

Berdasarkan pengalaman operasional yang didapat maka akan didapat pengalaman untuk melakukan pola operasi yang optimal di Kilang LOC’s. Hal ini mengingar Kilang pengoperasian Kilang LOC’s dilakukan secara block mode operation atau secara batch dimana Unit FEU’s, Unit HTU/RDU, dan Unit MDU’s dapat mengolah beberapa grade feed. Dengan berdasarkan pada hal tersebut dan kajian yang dilakukan maka pola operasi saat ini di Kilang LOC’s adalah sbb :

Kilang LOC I yang disain pasca DPC hanya memproduksi HVI-60, saat ini juga dapat menghasilkan HVI-95 dengan feed LMO distillate ke Unit 23 FEU I merupakan campuran antara LMO dengan IDIS distillate produk Unit HVU I.

Unit MDU II mayotitas dikhususkan untuk memproduksi grade HVI-160S, sedangkan Unit MDU III mayoritas dikhususkan untuk memproduksi HVI-650 sekalipun kedua unit ini mampu untuk mengolah 3 grade LMO, MMO, dan DAO HDT. Disamping itu kedua unit tersebut secara berkala juga mengolah grade LMO. Dengan pengaturan hal tersebut maka jumlah pergantian feed dapat diminimalkan.

Kilang LOC’s UP IV yang didisain untuk menghasilkan LBO Gr. I, saat ini juga dapat menghasillkan LBO Gr. II dengan produksi skala besar dilakukan pada Bulan November 2006. Produksi skala besar ini terlebih dahulu melalui tahapan field test yang dilakukan pada Tahun 2003. Jenis LBO Gr. II yang mamapu dihasilkan Kilang LOC’s UP IV adalah grade LMO yaitu VCBS-95 (Very High Viscosity Index Cilacap Base Oil Stock) dan grade MMO yaitu VCBS-160S. Adapun pola pengoperasian saat produksi LBO gr. II adalah sbb :

Pola operasi dilakukan tandem Unit FEU → Unit HTU → Unit MDU. Pengaturan kondis operasi unit Unit FEU beroperasi dengan ekstraksi yang lebih tajam

terutama pada grade LMO. Unit HTU beroperasi dengan severity tinggi untuk mempertinggi tingkat konversi. Unit MDU beroperasi dengan temp. chilling normal 18 oC mengingat spek Pour Point yang

sama antara LBO Gr. I vs Gr. II.

Adapun LBO Gr. II VCBS-95 dan VCBS-160S digunakan oleh Unit Pelumas Pertamina untuk membuat pelumas mesin industri Turbolube 32 dan Turbolube 46. Turbolube 46 menggunakan VCBS-160S relatif lebih banyak dibanding Turbolube 32 disebabkan viskositas Turbolube 46 yang lebih tinggi dari Turbolube 32.

Servis LOC I LOC II LOC III

HVI-95 41T-1/2/3/4/8 041T-101/102 ---41T-20/21/23 041T-104 ---

HVI-160S --- 041T-103 ------ 041T-107/108 ---

HVI-650 --- 041T-105 ------ 041T-109/110 ---

MDU I Slops 41T-19 --- ---MDU II & III Slops --- 041T-120 041T-317LOC I Off-Grade Lube Oils 41T-10 --- ---HVI-160B --- 041T-106 ---Fuel Oil --- 041T-122 ---IFO 34T-1/2 37T-101/102 ---

35T-1/3/4 --- ---Bitumen Product 42T-2/3/4/6/7 --- 041T312

42T-9/10 --- 041T31349T-1/2 --- 041T314

Line Flushing (SR) 42T-8 --- ---Unassigned 41T-11 041T-115 ---

15

Page 16: Diktat

Pola Operasi Produksi VCBS-95 bulan Nov. 2006 ( Gambar 2.1 ) adalah sbb :

Pola Operasi Produksi VCBS-160S bln Nov. 2006 ( Gambar 2.2 ) adalah sbb :

Kualitas produk yang dihasilkan untuk VCBS-95 adalah sbb (Tabel. 2.12) :

Feed Ex041T-116 FEU II MDU IIIHTU

Excess Raff.041T-111

Excess HDT.041T-305

Produk ON.41T-8

Produk Off.41T-3

Feed Ex041T-117 FEU II MDU IIIHTU

Excess Raff.041T-113

Excess HDT.041T-307

Produk ON.041T-103

Produk Off.041T-108

< 0.06max. 0.01ASTM D - 2622% wtSulfur12.

30.43reportedASTM D - 445cStViscosity, kinematic 40 ° C 10.

117112 - 120ASTM D - 2270Viscosity Index13.

0.4Max. 2.0ASTM D - 2007% wtAromatic Content14.

99.6Min. 98ASTM D - 2007% wtSaturated content15.

1A1AASTM D - 130Copper Strip16.

0.4Max. 13ASTM D - 5800% wtNOACK Volatility17.

0.8554

C & B

77SMS - 2556hoursCloud Test ( No Cloud at 0 o C )3.

< 0.01Max. 0.01ASTM D - 189% wtCCR18.

5.4925.02 – 6.14ASTM D - 445cStViscosity, kinematic 100 ° C 11.

reportedASTM D - 1298Specific Gravity at 60 / 60 ° F9.

- - 12- 9ASTM D - 97° C Pour Point8.

0.01Max. 0.02ASTM D - 974mg KOH/gTotal Acidity7.

216Min. 210ASTM D - 93° CFlash Point PMcc6.

0.5-SMS - 260Colour stability, 48 hours at 100 ° C5.

0.51.0ASTM D - 1500Colour ASTM 4.

< 0.0010.005ASTM D - 482% wtAsh Content2.

C & BVisualAppearance1.

ACTUALSPECMETODAANALISANO.

< 0.06max. 0.01ASTM D - 2622% wtSulfur12.

30.43reportedASTM D - 445cStViscosity, kinematic 40 ° C 10.

117112 - 120ASTM D - 2270Viscosity Index13.

0.4Max. 2.0ASTM D - 2007% wtAromatic Content14.

99.6Min. 98ASTM D - 2007% wtSaturated content15.

1A1AASTM D - 130Copper Strip16.

0.4Max. 13ASTM D - 5800% wtNOACK Volatility17.

0.8554

C & B

77SMS - 2556hoursCloud Test ( No Cloud at 0 o C )3.

< 0.01Max. 0.01ASTM D - 189% wtCCR18.

5.4925.02 – 6.14ASTM D - 445cStViscosity, kinematic 100 ° C 11.

reportedASTM D - 1298Specific Gravity at 60 / 60 ° F9.

- - 12- 9ASTM D - 97° C Pour Point8.

0.01Max. 0.02ASTM D - 974mg KOH/gTotal Acidity7.

216Min. 210ASTM D - 93° CFlash Point PMcc6.

0.5-SMS - 260Colour stability, 48 hours at 100 ° C5.

0.51.0ASTM D - 1500Colour ASTM 4.

< 0.0010.005ASTM D - 482% wtAsh Content2.

C & BVisualAppearance1.

ACTUALSPECMETODAANALISANO.

16

Page 17: Diktat

Adapun kualitas produk yang dihasilkan untuk VCBS-160S (Tabel. 2.13) adalah sbb :

Dari tabel di atas seluruh parameter produk VCBS-95 dan 160S memenuhi batasan spesifikasi. Untuk hasil analisa sulphur content berada di atas batasan maks. 0.01 yaitu < 0.06 %-wt disebabkan batasan dari kemampuan peralatan laboratorium.

Berdasarkan hasil diskusi dan presentasi dengan Laboratorium Penelitian dan Pengembangan Produk UPP Jakarta pada tgl 30 November 2006 maka didapatkan penjelasan sbb :

1. Laboratorium UPP Jakarta melakukan dua macam pengujian untuk dibandingkan antara VCBS-95/160S dan 150N/500N yaitu pengujian sifat fisis berdasarkan (1) parameter spesifikasi lube base oil dan (2) pengujian spesifik untuk spesifikasi Turbolube (turbin oil). Berdasarkan hasil penelitian dalam hal sifat fisis yaitu parameter spesifikasi, kualitas Lube Base Oil VCBS-95/160S relatif sama dengan 150N/500N dengan beberapa kelebihan dan kekurangan sbb :

a. Ditinjau dari parameter viscositas indek untuk VCBS-95 (118) lebih rendah 2 point dibandingkan dengan Mobil Jurong 150 N (120) vs spek VCBS-95 113 -120, sedangkan untuk VCBS-160S (108) lebih tinggi 9 point dibandingkan dengan Mobil Jurong 150 N (99) vs spek VCBS-160S 100 -110.

b. Ditinjau dari parameter Flash point untuk VCBS-95 (214°C) lebih tinggi dibandingkan dengan Mobil Jurong 150 N (213°C) vs spek VCBS-95 min. 210°C, sedangkan untuk VCBS-160S (236°C) lebih tinggi dibandingkan dengan Mobil Jurong 150 N (217°C) vs spek VCBS-160S min. 210°C.

c. Ditinjau dari parameter No. Ack Volatilty untuk VCBS-95 (13,54 wt) sekalipun lebih tinggi di atas spek VCBS-95 maks. 13 % wt, namun lebih baik dibandingkan dengan Mobil Jurong 150N yang memiliki hasil lebih tinggi (13,98°C). Sedangkan untuk VCBS-160S (4,07 % wt) lebih rendah dibandingkan dengan Mobil Jurong 150N (6,58 % wt) vs spec max. 5 % wt. Hal ini mengindikasikan pada waktu pemakaian losses yang terjadi pada produk yang menggunakan lube base oil VCBS-95/160S lebih sedikit bila dibandingkan produk yang menggunakan lube base oil 150N/500N.

2. Ditinjau dari pengujian spesifik terkait dengan penggunaan Turbolube sebagai turbin oil yaitu dengan melakukan pengujian RBOT/RPVOT (pengujian oksidasi yang dipercepat), hasil pengujian produk Turbolube 32 dan 46 adalah sbb :

< 0.06max. 0.01ASTM D - 2622% wtSulfur12.

73.74reportedASTM D - 445cStViscosity, kinematic 40 ° C 10.

109100 - 110ASTM D - 2270Viscosity Index13.

0.4Max. 2.0ASTM D - 2007% wtAromatic Content14.

99.6Min. 98ASTM D - 2007% wtSaturated content15.

1A1AASTM D - 130Copper Strip16.

3Max. 5ASTM D - 5800% wtNOACK Volatility17.

0.8692

C & B

77SMS - 2556hoursCloud Test ( No Cloud at 0 o C )3.

< 0.01Max. 0.01ASTM D - 189% wtCCR18.

9.659.10 – 11.76ASTM D - 445cStViscosity, kinematic 100 ° C 11.

reportedASTM D - 1298Specific Gravity at 60 / 60 ° F9.

- 9- 9ASTM D - 97° C Pour Point8.

0.01Max. 0.02ASTM D - 974mg KOH/gTotal Acidity7.

248Min. 215ASTM D - 93° CFlash Point PMcc6.

0.5-SMS - 260Colour stability, 48 hours at 100 ° C5.

L 1.01.5ASTM D - 1500Colour ASTM 4.

< 0.0010.005ASTM D - 482% wtAsh Content2.

C & BVisualAppearance1.

ACTUALSPECMETODAANALISANO.

< 0.06max. 0.01ASTM D - 2622% wtSulfur12.

73.74reportedASTM D - 445cStViscosity, kinematic 40 ° C 10.

109100 - 110ASTM D - 2270Viscosity Index13.

0.4Max. 2.0ASTM D - 2007% wtAromatic Content14.

99.6Min. 98ASTM D - 2007% wtSaturated content15.

1A1AASTM D - 130Copper Strip16.

3Max. 5ASTM D - 5800% wtNOACK Volatility17.

0.8692

C & B

77SMS - 2556hoursCloud Test ( No Cloud at 0 o C )3.

< 0.01Max. 0.01ASTM D - 189% wtCCR18.

9.659.10 – 11.76ASTM D - 445cStViscosity, kinematic 100 ° C 11.

reportedASTM D - 1298Specific Gravity at 60 / 60 ° F9.

- 9- 9ASTM D - 97° C Pour Point8.

0.01Max. 0.02ASTM D - 974mg KOH/gTotal Acidity7.

248Min. 215ASTM D - 93° CFlash Point PMcc6.

0.5-SMS - 260Colour stability, 48 hours at 100 ° C5.

L 1.01.5ASTM D - 1500Colour ASTM 4.

< 0.0010.005ASTM D - 482% wtAsh Content2.

C & BVisualAppearance1.

ACTUALSPECMETODAANALISANO.

17

Page 18: Diktat

Turbolube 32 dengan LBO VCBS 95/160S = 1038 menit Turbolube 32 dengan LBO 150N/500N = 1336 menit Turbolube 46 dengan LBO VCBS 95/160S = 972 menit Turbolube 46 dengan LBO 150N/500N = 1272 menit

Dengan demikian ketahanan terhadap oxidasi Turbolube 32 dengan menggunakan LBO VCBS-95/160S lebih rendahdibandingkan dengan Turbolube 32 dengan LBO 150N/500N. Kondisi ini akan ditelti lebih lanjut oleh Penelitian UPP Jakarta dimana salah satu kemungkinan disebabkan sulfur di LBO VCBS-95/160S yang lebih rendah dibandingkan dengan LBO 150N/500N. Hal ini disebabkan komponen sulfur yang dapat berfungsi sebagai komponen antioksidan alami.

Dengan demikian secara keseluruhan LBO Gr. II VCBS-95 dan 160S yang diproduksi pada bulan November 2006 memiliki kualitas yang sebanding dengan LBO Gr. II yang digunakan selama ini produk ex Mobil Jurong. Mengenai lebih rendahnya daya tahan terhadap oksidasi untuk pelumas Turbolube 32 dan 46 kemungkinan besar disebabkan kandungan sulphur yang terlalu rendah dimana sulphur dapat berfungsi sebagai antioksidan yang alami. Untuk meningkatkan stabilitas RBOT/RPVOT, maka telah disarankan untuk melakukan uji coba blending produk VCBS 95/160S dengan komponen yang memiliki kandungan sulphur yang tinggi dari LBO Gr. I (misal HVI-650).

Tabel 2.14

Tabel 2.15

SPEC. Test Result Mobil JurongVCBS 95 Lab. UPP Cilacap 150 N

1 Appearance Visual Bright & Clear Bright & Clear Clear2 Cloudiness, 3 hrs SMS 2556 No Cloud - -3 Specific Gravity ASTM D-1298 Reported 0.8560 0.85214 Viscosity Kinematic at 40 °C cSt ASTM D-445 Reported 30.31 30.935 Viscosity Kinematic at 100 °C cSt ASTM D-455 5,02 - 6,14 5.48 5.586 Viscosity Index ASTM D-2270 115 - 120 118 1207 Sulfur Content, %w, max ASTM D-2622 0.01 0.0012 0.0048 Aromatic Content, %w, max ASTM D-2007 2.0 - -9 Saturated Content, %w, min ASTM D-2007 98.0 - -

10 Flash Point PMcc, min ASTM D-92 210 214 21311 Pour Point, max ASTM D-97 -9 -9 -1512 Color, max ASTM D-1500 L0,5 L 0.5 L.0,513 Copper Corrosion max ASTM D-130 1-A 1-A -14 TAN mgKOH/g, max ASTM D-974 0.02 0.005 0.01615 Con. Carbon Residue, %w, max ASTM D-189 0.01 0.002 0.0116 Ash Content ASTM D-482 0.005 0.003 0.005

No

SIFAT-SIFAT FISIKA DAN KIMIA BASE OIL GROUP IIMOBIL JURONG 150N VS VCBS 95 EX CILACAP

Item Test Method

SPEC. Test Result Mobil JurongVCBS 160S Lab. UPP Cilacap 500 N

1 Appearance Visual Bright & Clear Clear Clear2 Cloudiness, 3 hrs SMS 2556 No Cloud - -3 Specific Gravity ASTM D-1298 Reported 0.8686 0.87744 Viscosity Kinematic at 40 °C cSt ASTM D-445 Reported 73.46 91.735 Viscosity Kinematic at 100 °C cSt ASTM D-455 9.10 11.76 9.576 10.696 Viscosity Index ASTM D-2270 100 - 110 108 997 Sulfur Content, %w, max ASTM D-2622 0.01 nil 0.0088 Aromatic Content, %w, max ASTM D-2007 2.0 - -9 Saturated Content, %w, min ASTM D-2007 98.0 - -

10 Flash Point PMcc, min ASTM D-92 215 236 21711 Pour Point, max ASTM D-97 -9 -9 -1512 Color, max ASTM D-1500 1.5 L1,0 L0,513 Copper Corrosion max ASTM D-130 1-A 1-A -14 TAN mgKOH/g, max ASTM D-664 0.02 0.005 0.01415 Con. Carbon Residue, %w, maxASTM D-189 0.01 0.008 0.0116 Ash Content ASTM D-482 0.005 0.0008 Nil

NoItem Test Method

SIFAT-SIFAT FISIKA DAN KIMIA BASE OIL GROUP IIMOBIL JURONG 500N VS VCBS 160S EX CILACAP

18

Page 19: Diktat

3. HIGH VACUUM UNIT

3.1 Teori dan Uraian Proses

High Vacuum Unit (HVU) memproduksi tiga jenis produk waxy distillate utama dan short residu dengan menggunakan distilasi vakum untuk mengolah feed long residu yang merupakan produk bottom dari Unit CDU I. Ketiga macam produk waxy distilate tersebut adalah

Spindle Oil ( SPO) Light Machine Oil ( LMO) Medium Machine Oil ( MMO)

Disamping ketiga macam distillate utama tersebut, juga terdapat produk lainnya yaitu light oil, vacuum gas oil, itnermediate distillate (IDIS), LMMO (kondisi normal tidak ada), dan black oil (kondisi normal tidak ada). Semua jenis produk tersebut harus diolah lebih lanjut sehingga memperoleh produk akhir yaitu HVI lube base oil

3.1.1 Teori Proses 3.1.1.1 Umum

Disain dan pengoperasian lube oil HVU sangat berpengaruh terhadap kualitas daripada intermediate maupun final produk serta perfomance downstream unit. Berikut adalah beberapa hal penting berkaitan dengan hal tersebut :

Distilate yang ter-fraksinasi dengan Baik

Distilate yang terfraksinasi dengan baik dan dilakukan cutting pada viskositas tertentu, dapat diproses pada Unit-unit FEU dan MDU dengan jumlah yield yang lebih besar daripada distillate yang kurang baik ter-fraksinasi pada viskositas distillate yang sama. Hal ini juga berlaku untuk short residu dimana cutting antara short residu dan MMO diharapkan setajam mungkin. Suatu distilate yang ter-fraksinasi dengan baik akan memiliki titik didih akhir yang lebih rendah dari distillate yang tidak ter-fraksinasi dengan baik. Distillate yang ter-fraksinasi dengan baik mempunyai karakter filtrasi yang lebih baik pada proses di Unit MDU. Hal ini disebabkan komponen iso dan cyclo-paraffine dengan rantai atom tertentu yang memiliki titik didih lebih tinggi akan membentuk krisal-kristal wax kecil dan di Unit MDU akan terpisah dari komponen n-paraffine dengan rantai atom lebih besar pada suhu pendinginan yang sama, dapat dihilangkan. Dengan jalan ini penyumbatan permukaan filter oleh kristal – kristal wax kecil dapat dihindari dan laju aliran dan kecepatan filtrasi menjadi tinggi.

Degradasi Thermal

Salah satu spesifikasi penting dari produk lube base oil adalah warna. Pengaruh panas dapat merusak warna dan kestabilan warna pada produk intermediate maupun produk akhir. Hal ini dapat disebabkan karena temperatur yang berlebihan di dapur dan flash zone dari vacuum unit. Pemrosesan dengan temperatur yang lebih rendah dan dengan menurunkan waktu tinggal (residence time) minyak di daerah temperatur tinggi seperti di dapur dan dasar kolom akan menghasilkan produk intermediate dan produk akhir dengan warna dan kestabilan warna yang lebih baik. Dari keterangan tersebut diatas, jelas bahwa komponen-komponen residu tidak boleh terikut dalam fraksi distillate karena warna distillate akan terganggu.

Viskositas Distilate yang Konstan

Viskositas yang selalu berubah dapat menyebabkan penurunan feed ke Unit MDU karena keterbatasan proses filtrasi. Selektivitas furfural terhadap berat / ringan di FEU juga akan berubah yang akhirnya menghasilakan ketidakteraturan dalam pemrosesannya.

19

Page 20: Diktat

3.1.1.2 Disain Unit HVU Modern

Disain pada Unit-unit HVU modern telah mempertimbangkan hal-hal tersebut diatas. Proses distilasi dilakukan dengan menggunakan 2 kolom fraksinasi untuk menurunkan biaya investai (terkait ukuran kolom dan kapasitas condenser) dam biaya operasi (stripping steam). Temperatur dan tekanan pada kedua flash zone dibatasi untuk mencegah terjadinya cracking dan dapat mengurangi pemakaian steam. Dengan melakukan injeksi steam ke dalam pipa-pipa dapur, maka kecepatan aliran akan bertambah sehingga waktu tinggal di dalam tube dapur akan berkurang. Dengan suhu keluar dapur yang rendah, maka proses cracking dapat dihindari dan colour stability dapat lebih baik. Dengan selalu mengikuti prosedur ini maka memungkinkan memperoleh lube oil dari berbagai crude oil tanpa harus dilakukan proses hydrofinishing. Dengan penyesuaian kondisi operasi seperti disain tersebut, salah satu fasilitas yang penting adalah black oil draw off, yaitu stream antara MMO distilate dan short residu. Fungsi dari fasilitas tersebut adalah agar dapat diperoleh MMO distilate dan short residu dengan boiling range yang sempit. Hal ini diperlukan dan penting untuk proses selanjutnya di Unit PDU, FEU dan MDU.

3.1.2 Uraian Proses

Lihat Proses Flow Diagram Gambar 3.1 (Unit HVU I) / 3.2 (Unit HVU II). Feed Long Residu dari bottom Unit CDU I dipompakan dari feed tank melalui rangakaian preheat exchanger dan kemudian dipanaskan di dalam furnace F1 masuk ke 1st Vacuum Column. MP steam diinjeksikan pada radian section furnace dan LP superheated LP steam diinjeksikan ke bottom column.

1st Vacuum Column C1 terdiri dari stripping section di bawah flash zone dan lima packed bed section diatas flash zone. Kelima packed bed tersebut dari urutan bottom ke atas adalah : Wash Oil Bed, LMO Bed, Bottom Circulating Reflux (BCR) Bed, SPO Bed dan Top Circulating Reflux (TCR) Bed. Semua bed tersebut berstruktur packing dan dilengkapi dengan sistem total draw-off dan sistem upper reflux yang dilengkapi dengan gravity distributor. Stream dari SPO Bed dan LMO Bed dilakukan proses stripping lebih lanjut menggunakan steam di side-stripper column sebelum dipompakan ke intermediate tank untuk memisahkan fraksi SPO dari VGO dan fraksi LMO dari SPO. Side stripper SPO menggunakan struktur packing dan side stripper LMO menggunakan tray untuk melakukan pemisahan.

Vacuum gas oil (VGO) dan intermediate distilate (IDIS) diambil sebagai slip stream melalui TCR dan BCR bed dan dipompakan ke pool industrial fuel Oil (IFO) . Ketiga circulating reflux (TCR, upper dan lower BCR) berfungsi sebagai pengontrol proses fraksinasi di kolom. Intermediate Residue (Ires) setelah di-strip dengan steam dan di-quench di bottom 1st

Vacuum Column C1 melalui aliran Ires yang digunakan untuk memanaskan aliran feed long resdiue, selanjutnya dipompakan ke 2nd Vacuum Column C2 setelah dipanaskan lebih dahulu di furnace F2. Kevakuman pada flash zone 2nd Vacuum Column C2 lebih tinggi (lebih vacuum) daripada di 1st Vacuum Column C1. Steam diinjeksikan ke inlet furnace coil dan ke transfer line unutk menurunkan partial pressure dari uap hydrocarbon dan untuk menurunkan waktu tinggal minyak di dalam tube furnace. Stripping steam juga diinjeksikan ke bottom column.

2nd Vacuum Column C2 terdiri dari seksi stripping di bawah flash zone dan tiga seksi diatas flash zone. Ketiga seksi tesebut adalah : Wash Oil Bed, BCR Bed dan TCR Bed. Wash oil dan BCR Bed menggunakan struktur packing, sedangkan TCR Bed menggunakan tray. Ketiga bed dilengkapi dengan total draw off pada bagian bottom. Untuk Wash Oil Bed dilengkapi dengan spray distributor pada bagian top, sedangkan pada BCR Bed dilengkapi dengan gravity distributor pada bagian top. MMO yang merupakan kombinasi Heavy Medium Machine Oil ( HMMO) dari BCR Bed dan Light Medium Machine Oil (LMMO) dari TCR, selanjutnya diambil sebagai produk dan masuk ke intermediate tank. Sedangkan kelebihan daripada LMMO (jika ada dan kondisi normal tidak ada aliran) sebagai produk blending IFO. Produk black oil dari wash oil draw off pada dipompakan kembali ke flash zone dan eksesnya sebagai produk IFO. Short residu setelah di-strip dengan steam dan di-quench di bottom

20

Page 21: Diktat

section column dengan sebagian aliran short residue yang telah didinginkan melalui pertukaran panas dengan aliran feed long residue, kemudian dipompakan ke intermediate tank dan selanjutnya digunakan sebagai feed di Unit PDU’s. Sedangkan sisa dari short residue digunakansebagai bitumen blending atau dikirim ke pool IFO.

Untuk menjaga kevakuman di tekanan flash zone kedua Vacuum Column digunakan dua stage ejector yang dilengkapi dengan pre-condenser. Condesable gas dan steam dari stripping steam dan injeksi steam ke transfer line akan dipisahkan dimana fraksi minyak akan dipompakan ke wet slop tank sebagai light oil produk dan fraksi air akan dipompakan ke Unit Sour Water Stripper. Fraksi non-condensable gas dari verhead condensor dibakar di long residue furnace untuk mencegah polusi udara.

Tabel 3.1 Disain Spesifikasi Feed Long Residue Unit HVU’sParameter Unit Nilai

SG 15/4 oC 0.9525

Kin. Visc. at 100 oC cSt 33.9Sulphur Content %-wt 3.0

Flash Point oC 152

Fraction TBP 350 oC Minus %-wt 4.3

Fraction TBP 370 oC Minus %-wt 7.3

Max. Fraction TBP 370 oC Minus %-wt 6.5Yield on Crude %-wt 45.1Short Residue Yield on Crude %-wt 23.0

TBP Distillation, %-wt

IBP oC 321

5 oC 356

10 oC 386

30 oC 454

50 oC 534

70 oC 654

90 oC 833

95 oC 887

FBP oC 1021

Tabel 3.2 Disain Feed Yield Produk Unit HVU’s

ParameterHVU I (Lube Oil Mode) HVU I (Bitumen Mode) HVU II (Lube Oil Mode)

Flow (T/D)

Yield (%-wt)

Flow (T/D)

Yield (%-wt)

Flow (T/D)Yield

(%-wt)Feed Long Residue 2574 100.0 2574 100.0 3883 100.0Waste Gas to Furnace 7 0.3 5 0.2 10 0.3Light Oil to Slops 18 0.7 13 0.5 28 0.7VGO 273 10.6 267 10.4 412 10.6SPO 280 10.9 280 10.9 422 10.9IDIS 216 8.4 226 8.8 326 8.4LMO 273 10.6 234 9.1 412 10.6MMO (LMMO + HMMO) 310 12.0 229 8.9 468 12.1Black Oil 0 0.0 0 0.0 0 0.0Short Residue 1197 46.5 1320 51.3 1804 46.5

Tabel 3.3 Disain Kondisi Operasi Utama di Unit HVU I

21

Page 22: Diktat

StreamOperating Conditions

Lube Oil Mode Bitumen Mode

Long Residue Feed @ Battery Limit 95 oC 95 oCLong Residue Furnace, F1- Inlet 307 oC 299 oC

- Outlet 388 oC 380 oC- Cross Over Steam 52 T/D 52 T/D1st Vacumm Column, C1- Flash Zone Temp. 380 oC 380 oC- Flash Zone Pressure. 112.5 mm Hg Abs 112.5 mm Hg Abs- Overhead Temp. 90 oC 90 oC- Overhead Pressure. 95 mm Hg Abs 95 mm Hg Abs- VGO Draw-off Tray 13 148 oC 148 oC

- SPO Draw-off Tray 12 275 oC 275 oC

- BCR Draw-off Tray 11 305 oC 305 oC

- LMO Draw-off Tray 10 337 oC 337 oC

- Intermediate Residue / Bottom 360 oC 360 oC- Stripping Steam to Tray 1 30 T/D 30 T/DIntermediate Residue Furnace, F2- Inlet 360 oC 360 oC

- Outlet 395 oC 395 oC- Cross Over Steam+ Inlet 52 T/D 52 T/D+ Transfer Line 105 T/D 105 T/D2nd Vacumm Column, C2- Flash Zone Temp. 385 oC 385 oC- Flash Zone Pressure. 101.2 mm Hg Abs 101.2 mm Hg Abs- Overhead Temp. 150 oC 150 oC- Overhead Pressure. 80 mm Hg Abs 80 mm Hg Abs- TCR Draw-off Tray 9 150 oC 150 oC

- BCR Draw-off Tray 8 289 oC 289 oC

- Black Oil Draw-off Tray 7 355 oC 355 oC

- Short Residue / Bottom 351 oC 351 oC- Stripping Steam to Tray 1 48 T/D 48 T/D

3.2 Pengaturan Kondisi Operasi

3.2.1 Pengaruh Variable Operasi

3.2.1.1 Kualitas Feed

Unit HVU dirancang untuk memproses feed long residu dengan batasan kandungan fraksi cut range 350 oC minus maximum 6.5 %-wt dan kandungan fraksi 370 oC minus maksimum 10 %-wt. Jika long residu memiliki fraksi ringan yang lebih banyak, produksi VGO akan meningkat sehingga beban dapur F1 dan 1st Vacum Column C1 akan juga meningkat. Kondisi tersebut akan mengakibatkan penurunan feed sehubungan dengan keterbatasan peralatan tersebut.

3.2.1.2 Furnace Outlet Temperatur (FOT) dan Injeksi Steam

Long residu heater F1 dan intermediate residu heater F2 dirancang dengan outlet temperatur masing-masing 388 oC dan 395 oC. Injeksi crossover steam masing-masing adalah 52 t/d dan 157 t/d. Kondisi ini dipilah secara hati-hati untuk menjaga agar cracking hydrocarbon dalam kondisi minimum. Temperatur outlet dan flow steam normalnya dalam kondisi konstan, akan tetapi pada kondisi tertentu dapat diatur untuk menjaga kualitas produk. Penurunan temperatur outlet furnace (temp. flash. Zone) akan mengakibatkan turunnya yield distillate.

22

Page 23: Diktat

3.2.1.3 Column Reflux

Untuk mendapatkan pengaturan yang optimum pada column reflux, semua draw-off tray baik pada 1st maupun 2nd Vacuum Column menggunakan tipe total draw-off. Sistem ini memungkinkan untuk mengontrol internal reflux stream pada fraksinasi di bagian lower atau condensing di upper section pada column dengan menggunakan flow controller. Pada umumnya kenaikan flow refluks akan menambah ketajaman fraksinasi.

3.2.1.4 Tekanan Column

Kedua vacuum column dilengkapi dengan sejumlah common ejector untuk menjaga tekanan flash zone masing-masing 1st dan 2nd Vacuum Columnmasing-masing pada 112.5 mm Hg abs dan 101.2 mm Hg abs. Penurunan vacuum atau kenaikan tekanan akan menyebabkan yield distilate menurun dan terikut sebagai bottom produk. Untuk menaikkan kembali distillate dapat dilakukan dengan cara menaikkan stripping steam ke bottom column atau menaikkan temp. outlet furnace. Akan tetapi menaikkan temperatur outlet heater diatas 388 oC untuk F1 dan 395 oC untuk F2 tidak diijinkan.

3.2.1.5 Stripping Steam

Stripping steam yang diinjeksikan pada bottom kedua vacuum column adalah untuk menghilangkan light end dari flashed residu di bottom column stripping section. Pada 1st

Vacuum Column C1 injeksi stripping steam akan membantu proses pemisahan fraksi LMO dan MMO dan pada 1nd Vacuum Column C2 injeksi stripping steam akan membantu proses pemisahan fraksi MMO dan short residu. Pada SPO dan LMO Side Stripper, stripping steam membantu fraksinasi antara SPO dan VGO di Column C4 dan antara SPO dengan LMO di Column C3.

3.2.2 Proses Operasi

3.2.2.1 C1 Top Circulating Reflux

VGO dari tray ke 13 dikembalikan sebagai reflux pada dua posisi yang berbeda ke dalam column (upper dan lowe refluks). Salah satu stream reflux didinginkan hingga temperatur 80 oC dan dikembalikan sebagai TCR pada top column dengan dengan flow control. Tujuan utama TCR adalah untuk mengkondensasi uap hydrocarbon pada top column sehingga tidak mencapai overhead condenser. Flow dan temperatur TCR harus tetap dipertahankan pada kondisi disain pada kondisi feed berapapun. Stream reflux yang lain tidak didinginkan setelah melewati T-type strainer dikembalikan sebagai VGO under reflux dengan flow control diatas SPO Bed pada temperatur 148 oC. Temperatur control pada SPO Bed akan menentukan jumlah flow VGO under refluks tersebut. Beda tekanan daripada strainer dimonitor dengan Pressue Differential Indicator (PDI) yang dapat dimonitor dari DCS (control room).

3.2.2.2 Bottom Circulating Refluxes

BCR dari tray ke 11, dipisah menjadi dua aliran yaitu upper dan lower BCR. Upper BCR didinginkan sampai temperatur 230 oC dan dikembalikan diatas BCR Bed. Lower BCR tidak didinginkan dan dikembalikan langsung dengan pompa dengan level kontrol ke bagian atas LMO Bed.

3.2.2.3 LMO Under Reflux

Excess LMO dari tray ke 10 dikembalikan sebagai internal reflux pada wash oil bed. Aliran reflux ini untuk mencegah entrainment residu masuk ke LMO produk. Flow daripada stream ini dikontrol dengan level control di bottom C3. LMO under reflux tidak boleh kurang dari nilai tertentu (580 T/D untuk Unit HVU I dan 880 t/d untuk Unit HVU II). Hal ini untuk meyakinkan minimum wetting pada wash oil bed dan mencegah coking pada struktur packing.3.2.2.4 MMO Reflux System

MMO keluar dari tray no. 8 dikumpulkan pada reflux drum V3 pada temperatur 289 oC. Sebagian aliran ini dipompakan ke duplex basket strainer S-103 A/B dan dikembalikan

23

Page 24: Diktat

sebagai hot internal reflux ke wash oil bed melalui spray nozzle assembly distributor. Beda tekanan pada strainer diindikasikan dengan PDI-704 yang dihubungkan ke DCS. MMO under reflux sebaiknya ditahan agar tidak dibawah kondisi minimum (170 t/d untuk Unit HVU I dan 230 t/d untuk Unit HVU II). Hal ini untuk meyakinkan bahwa masih ada minimum wetting pada wash oil bed untuk mencegah coking pada structur packing. Sebagian stream yang tersisa didinginkan hingga temperatur 210 oC dan dikembalikan ke column di atas BCR Bed. Viskometer pada MMO produk rundown dihubungkan dengan flow MMO under reflux ke wash oil bed. Aliran refluks akan dipertahankan stabil untuk meyakinkan tidak terjadi entrainment komponen black residual terhadap stream MMO.

3.2.2.5 Short Residue Quench

Sejumlah tertentu short residu yang telah didinginkan hingga 278 oC dari E-104 direcycle kembali ke bottom C2 sebagai quench short residu di bottom column C2. Flow rate diatur secara manual untuk mempertahankan bottom temperatur 351 oC.

3.2.2.6 Vacuum Equipment

Dua ejector dipasang secara terpisah, yaitu J-101A yang berkapasitas 1/3 kapasitas design dan J-101B yang berkapasitas 2/3 design. Ejector harus dioperasikan dengan valve cooling water dan MP steam full open. Takanan vacuum pada C1 dijaga tetap pada 112.5 mm Hg abs. Tekanan vacuum pada flash zone C2 sekalipun tidak langsung dikontrol, namun demikian tekanan inlet ejetor dijaga pada 60 mm Hg abs sehingga diperoleh tekanan flash zone C2 pada 101.2 mm Hg abs.

3.2.2.7 Gas Oil Spray to E-121Aliran gas oil harus selalu dilewatkan ke condenser E-121. Hal ini terutama untuk menjaga agar tube condenser selalu tercuci dan terbebas dari waxy material yang dapat mengakibatkan hambatan aliran dan transfer panas. Keuntungan lainnya adalah transfer panas untuk proses kondensasi terbantu dengan menjaga kondisi tube tetap basah. Aliran ini dikontrol manual dengan bantuan flow indikator lokal.

3.2.2.8 Memasukkan Stripping Steam

Injeksi stripping steam ke C1,C2, C3, dan C5 harus dilaksanakan secara hati-hati dan hsrud dijaga agar steam tidak basah karena akan merusakan internal column. Line stripping steam harus dilakukan drain, dipanaskan dulu dan diyakinkan telah dalam kondisi kering (bebas air) sebelum dimasukkan ke dalam column.

3.2.2.9 Operasi Furnace

Pada saat menurunkan atau menaikkan termperatur di furnace F-1 dan F-2, viscometer akan melakukan koreksi secara otomatis. Akan tetapi perlu dicatat bahwa gangguan ini akan membuat kondisi operasi di column tidak stabil sehingga akan menghasilkan distillate dengan viskositas yang bervariasi. Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa kualitas distilate akan sangat mempengaruhi di downstream proses. Peristiwa ini biasanya terjadi pada saat penggantian burner atau terjadi coking pada tip burner.

3.2.2.10 Minimum Wetting Rates pada Structured Packing.

Karena proses berlangsung pada temperatur tinggi, struktur packing sangat sensitive terhadap wetting rate, Terlalu rendah reflux rate akan menyebabkan terjadinya coke laydown dipacking. Struktur packing ini jika telah mengalami coking maka tidak dapat dilakukan proses decoking, jadi harus dilakukan penggantian dan hal ini memakan biaya yang besar. Semua aliran reflux wash oil bed dipasang flow controller yang dilengkapi dengan sistem alarm dan dihubungkan dengan DCS sehingga operator daapt segera melakukan action jika terjadi penurunan flow reflux.

Sebagai catatan penting set point alarm tidak boleh diturunkan dengan alasan apapun. Wash oil bed merupakan daerah yang berpotensi untuk terjadinya coke laydown. Oleh karena itu

24

Page 25: Diktat

control vlve yang untuk mengontrol reflux ke bed ini diharapkan dan diupayakan agar dilengkapi dengan minimum stop.

3.2.3 Pengaturan Kualitas Produk dan Yield

Target utama dari pengaturan kondisi operasi di Unit HVU’s adalah didapatnya produk distillate SPO, LMO dan MMO serta produk short residue sesuai dengan target spesifikasi dan yield produk juga sesuai dengan target. Target spesifikasi utama produk distillate ex Unit HVU’s dan short residue adalah sbb :

Viskositas Kinematic. Flash Point.

Berikut pengaturan kondisi operasi yang utama untuk mendapat target spesifikasi produk :

3.2.3.1 SPO Distillate :

Flash Point : Untuk menaikkan flash point SPO dengan menambah flow stripping steam ke bottom C4 (SPO Side Stripper Column) dan sebaliknya untuk menurunkan flash point.

Viskositas : Untuk menaikkan visko SPO dengan (1) menambah flow produk IDIS sehingga flow BCR under refluks akan mengalami penurunan dan jika diperlukan dengan (2) mengurangi flow BCR Upper Refluks juga sehingga fraksi yang lebih berat akan naik ke atas. Disamping itu juga dapat dilakukan dengan (3) menaikkan set point TIC di SPO Bed sehingga produk VGO akan bertambah. Untuk menurunkan visko SPO maka langkah yang dilakukan adalah kebailkannya.

Yield : Untuk menaikkan yield SPO dengan mengurangi flow BCR Upper Refluks sehingga fraksi yang lebih berat akan naik ke atas. Jika diperlukan flow produk IDIS juga perlu ditambah untuk mengurangi flow BCR under refluks sehingga yield LMO akan menurun. Dengan bertambahnya fraksi berat ke bagian upper column maka TIC di SPO Bed akan mengalami kenaikan sehingga flow VGO under refluks akan bertambah dan yield VGO akan menurun. Untuk menurunkan yield SPO maka langkah yang dilakukan adalah kebalikannya.

3.2.3.2 LMO Distillate :

Flash Point : Untuk menaikkan flash point LMO dengan menambah flow stripping steam ke bottom C3 (LMO Side Stripper Column) dan sebaliknya untuk menurunkan flash point.

Viskositas : Untuk menaikkan visko LMO dengan (1) mengurangi flow LMO Under Refluks ke wash oil bed dan jika diperlukan dengan (2) menambah flow produk IDIS sehingga flow BCR under refluks akan mengalami penurunan sehingga fraksi yang lebih berat akan naik ke atas. Untuk menurunkan visko LMO maka langkah yang dilakukan adalah kebailkannya.

Yield : Untuk menaikkan yield LMO dengan (1) mengurangi flow LMO Under Refluks ke wash oil bed dan jika diperlukan dengan (2) mengurangi flow produk IDIS sehingga flow BCR under refluks akan semakin banyak. Untuk menurunkan yield LMO maka langkah yang dilakukan adalah kebailkannya.

3.2.3.3 MMO Distillate :

25

Page 26: Diktat

Flash Point : Untuk menaikkan flash point MMO dengan menambah flow stripping steam ke bottom C1 (1st Vacuum Column) dan sebaliknya untuk menurunkan flash point.

Viskositas : Untuk menaikkan visko MMO dengan mengurangi flow BCR Upper Refluks ke BCR bed. Untuk menurunkan visko MMO maka langkah yang dilakukan adalah kebailkannya.

Yield : Untuk menaikkan yield MMO dengan mengurangi flow BCR Upper Refluks ke BCR bed. Untuk menurunkan yield MMO maka langkah yang dilakukan adalah kebailkannya.

3.2.3.4 Short Residue :

Flash Point : Untuk menaikkan flash point Short Residue dengan menambah flow stripping steam ke bottom C2 (2nd Vacuum Column) dan sebaliknya untuk menurunkan flash point.

Viskositas : Untuk menaikkan visko Short Residue dengan (1) menambah flow stripping steam ke bottom C2 (2nd Vacuum Column) dan (2) mengurangi flow wash oil kembali ke flash zone dengan membuka / menambah flow black oil. Untuk menurunkan visko Short Residue maka langkah yang dilakukan adalah kebailkannya.

Pada akhirnya, pengaturan viskositas maupun yield dari produk tertentu akan mempengaruhi yield dari produk yang berdekatan, yaitu :

Untuk menaikkan yield SPO dengan target visko SPO yang tetap akan mengurangi fraksi yang lebih berat yaitu IDIS / LMO dan bersamaan akan mengurangi fraksi yang lebih ringan VGO.

Untuk menaikkan yield LMO dengan target visko LMO yang tetap akan mengurangi fraksi yang lebih ringan yaitu SPO / IDIS dan bersamaan akan mengurangi fraksi yang lebih berat yaitu MMO (LMMO).

Untuk menaikkan yield MMO hanya dapat dilakukan dengan juga menurunkan target visko MMO sehingga akan mengurangi yield LMO.

Target spesifikasi produk Unit HVU I dan HVU II pasca DPC dan tahap optimasi dapat dilihat pada tabel sbb :

26

Page 27: Diktat

27

Page 28: Diktat

21 V-2

21-V-521-V-3 21-V-4

MMO TO STORAGE

21-V-6

BLACK OILTO STG

21-C-1

21-P-5

21-F-1

21-P-12 A/B

21-P-17

21-E-3 AB

21-E-2 AB 21-E-1 AB 21-E-16 AB

TW

TW

21-P-3 AB21-E-8 AB

21-C-3

21-C-4

21 V-1

21-P-4

21-E-17 AB

21-P-6 AB

21-E-10

VGO TO STORAGE

SPO TO STORAGE

LMO TO STORAGE

SHORT RES. TO STORAGE

SOUR WTRTO SWS

LIGHT OILTO SLOP

21-E-2

1 AB

21-E-1

4

21-E-2

021-

E-22 A

21-E-1

1 AB

21-E-6 AB

21-P-12 21-P-11

MPS

21-P-10 AB21-P-9

43-P-1 AB43-T-1

21-P-8

21-E-15

21-E-9

21-P-7 AB

21-F-2

21-C-2

PROCESS FLOW DIAGRAMHVU ( 21 ) LOC - I

REV

I

INTERMEDIATE DIST.TO IFO HEADER

MPS

21-E-4 ABCD

21-V-8

21-E-30

TEMP

ERED

WATE

RRE

TURN

TEMP

ERED

WATE

RSU

PPLY

21-E-2

2 B

MPS

LMMO TOIFO HEADER

21-E-16 ABC

21-S-2 AB 21-S-1

Gambar 2.1 Process Flow Diagram Unit HVU I

28

Page 29: Diktat

021-P-105

021-F-101

021 V-101

INTERMEDIATE DIST.TO IFO HEADER

TW

021 V-107

021-P-103

021-C-104

021-C-103

021-P-104

021 V-102

021-F-102

021-V-108

021-P-113 AB

021-E-130

021-P-107 AB

BLACK OILTO STORAGE 35-P-101 AB

35-T-2

021 V-105 021 V-103 021 V-103

MMO TOSTORAGE

MPS

MPS

021 V-106

MPS

SOUR WATERTO SLOP

LIGHT OILTO SLOP

LMO TOSTORAGE

LMO TOIFO HEADER

SPO TOSTORAGE

SPO TOIFO HEADER

VGO TOIFO HEADER

SHOR

T RES

.TO

SLOP

LM

MOTO

SLOP

021-P-114 AB

021-E-1

18 AB

021-C-101

021-V-110

021-V-109

021-E-103

021-E-114 021-E-104 ABCD

021-P-102 ABC 021-E-102 AB

021-E-101 ABC 021-E-108 AB

021-E-108 AB

021-E-105 C 021-E-105 AB

021-E-117 021-E-107 AB

021-P-106 AB

021-E-106 AB

021-S-101 AB

021-C-102

021-P-108 021-P-109 AB 021-P-110 AB

021-E-106 ABC

021-E-1

11 AB

021-E-1

21 ABC

D021

-E-120

021-E-1

22 A

021-E-1

22 B 021-E-122 C

021-J-101 AB

021-J-102 AB

021-J-103 AB

021-P-112 AB 021-P-111

PROCESS FLOW DIAGRAMHVU ( 021 ) LOC - II

REV

I

021-S-102 AB

MPS

TEMPE

RED

WTR S

UPPLY

TEMPE

RED

WTR R

ETURN

Gambar 2.2 Process Flow Diagram Unit HVU II

29

Page 30: Diktat

4. PROPANE DEASPHALTING UNIT

4.1 Teori dan Uraian Proses

Metode paling lama dan biasa digunakan untuk memisahkan oil dari asphalt adalah dengan proses distilasi. Tetapi keterbatasan proses ini adalah tidak dapat diaplikasikan pada fraksi minyak yang lebih berat dan tidak dapat diuapkan/didistilasi pada vacuum distilasi tanpa terjadi cracking. Untuk mengatasi keterbatasan itu maka proses pemisahan menggunakan proses ekstraksi yaitu propane deasphalting. Pada proses ini liquid propane digunakan sebagai solvent untuk mengekstrak heavy residual oil yang dikenal dengan nama Deasphalted Oil (DAO) dari short residu dan meninggalkan material asphaltic yang dikenal sebagai propane asphalt.

4.1.1 Teori Proses

4.1.1.1 Umum

Pada propane deasphalting proses, short residu dikontakkan dengan cairan propane pada kondisi temperatur dan tekanan tertentu. Propane mudah melarutkan hydrocarbon dengan titik didih rendah, tetapi solvent power-nya terbatas terhadap hydrocarbon dengan titik didih tinggi, khususnya komponen aromatic (asphaltic compound). Dengan mengkontakkan cairan propane dengan short residu pada temperatur esktraksi antara 38 oC s/d 70 oC akan terbentuk dua fase liquid yaitu fase liquid yang kaya propane dan mengandung extracted oil (DAO) dan fase liquid asphalt yang mengandung sedikit propane dan oil.

4.1.1.2 Propane Cair sebagai Solvent

Liquid propane mempunyai sifat-sifat yang berbeda dibanding kebanyakan solvent, teruatama pengaruh terhadap temperatur dan tekanan terhadap solvent power-nya. Pada kebanyakan solvent dengan meningkatnya temperatur ekstraksi, solvent power akan meningkat dan yield ekstraksi meningkat pula. Pada propane berlaku sebaliknya yaitu jika temperatur meningkat dan tekanan menurun maka solubility / daya larut terhadap minyak akan menurun. Fenomena yang agak lain dari biasanya ini dapat dijelaskan sebagai berikut :

Pada tekanan tertentu peningkatan temperatur akan menyebabkan perubahan yang cepat pada physical properties (i.e density) propane menuu ke fase uap. Pada temperatur 96.8 0C dan tekanan 43.4 kg/cm2 abs cairan dan uap propane menjadi indentik. Pada kondisi tersebut merupakan temperatur kritis propane pada tekanan tersebut. Karena solvent power uap propane adalah nol, maka kelarutan minyak dalam propane akan menurun dan akan terpisah dimulai dari fraksi yang paling berat. Dari keterangan diatas pengaruh tekanan terhadap solvent power propane sangat besar, terutama pada temperatur tinggi. Pada temperatur yang konstan dan tekanan dinaikkan, solvent power propane akan naik dan propane akan cenderung ke sifat liquidnya. Pada intinya semakin propane menjadi bentuk cairan (temperatur semakin rendah pada tekanan yang tetap atau tekanan yang makin tinggi pada temperatur yang tetap) maka solvent power akan meningkat.

4.1.1.3 Unit Propane Deasphalting Komersial

Pada proses propane deaphalting secara komersial, selectivity atau pemisahan anatara DAO dan asphalt diatur dengan temperatur gradien apda top RDC (diatas inlet feed). Dengan demikian akan terjadi perbedaan kelarutan minyak di dalam propane di seksi RDC ini. Pada temperatur yang tinggi akan terjadi penolakan terhadap fraksi yang lebih berat (asphalt) dan akan mengikat fraksi yang lebih ringan (DAO). Untuk mencegah pemakaian solvent ratio yang terlalu tinggi, proses ekstraksi diatur pada tekanan imana solvent power propane dalam kondisi yang optimum.

30

Page 31: Diktat

4.1.2 Uraian proses

4.1.2.1 Seksi Ekstraksi

Feed short residu dicampur dengan sedikit propane (predillution propane), didinginkan sampai temperatur ekstraksi dan masuk melalui top ekstraktro (RDC). Propane predilution diperlukan karena short residu mempunyai viskositas sangat tinggi pada temperatur rendah pada seksi ini sehingga penambahan propane juga dapat meningkatkan transfer panas (viskositas campuran menurun). Cairan propane yang telah didinginkan diumpankan ke bottom ekstraktor. Propane masuk melalui bottom RDC mengalir ke atas sedangkan short residue yang masuk dari top ektraktor mengalir ke bawah kemudian bertemu dan membentuk fase dispersi. Propane yang mengalir ke atas akan mengkstrak fraksi oil (DAO), sedangkan material asphalt yang tidak terlarut bersama sama dengan fraksi minyak berat akan mengalir ke bagian bottom ekstraktor dan keluar sebagai bottom produk/ propane asphalt. Ekstraksi dilaksanakan pada tekanan 31.5 kg/cm2 G dan temperatur 70 oC pada top ekstraktor (RDC) dan temperatur 38 oC pada bottom RDC. Untuk memperoleh temperatur tinggi pada top RDC steam coil dipasang diatas inlet feed.

4.1.2.2 Solvent Recovery Section

Fase DAO yang mengandung 90 %-wt propane meninggalkan top ekstraktor dan masuk ke propane evaporator. Disini propane dipisahkan dengan proses flasing dalam dua tahap. pada temperatur yang berbeda. Pada tahap pertama digunakan LP steam sebagai mendium pemanas dan hot oil pada tahap kedua. DAO yang terpisah masih mengandung sedikit propane dan dialirkan ke atmospheric stripping column di mana propane yang tertinggal diuapkan dengan stripping steam dan DAO yang telah terbebas dari propane dikirim ke storage tank yang sebelumnya digunakan untuk memanaskan campuran DAO dan propane (DAO mix) dari RDC sebelum dipanaskan lebih lanjut dengan LP Steam dan hot oil. Untuk Unit PDU II Kilang LOC 2 selain LP Steam dan hot oil, juga digunakan sumber panas dari aliran slop wax ex Unit Visbreaker.

Campuran propane dan asphalt yang mengandung 23 %-wt propane dipanaskan dengan hot oil dan propane dipisahkan dengan double effect evaporation yaitu proses flashing pada tekanan tinggi di flash column. Sisa-sisa propane ( ± 1%wt ) diambil dengan striping steam pada atmosferic (tekanan rendah) stripping column dan asphalt yang telah terbebas dari propane dipompakan ke fuel blending atau bitumen blending yang sebelumnya untuk konservasi energi digunakan untuk menghasilkan LP Steam.

4.1.2.3 Sirkulasi Propane

Propane yang telah dipisahkan (flash-off) dari evaporator dan high pressure flash column dikondensasikan dengan water condenser dan dikumpulkan di propane akumulator. Propane /steam overhead dari kedua stripping column dilewatkan ke cooling water heat exchanger, dimana steam dikondensasikan dan dikumpulkan di overhead KO vessel dan secara kontinyu dikirim ke sewer. Uap propane yang bebas dari air/oil kemudian ditekan dengan reciprocating compressor dan dikembalikan ke high pressure system bergabung dengan aliran uap propane dari high pressure flash column dan evaporator di mana akan terjadi kondensasi dan dikumpulkan di propane akumulator. Propane dari propane akumulator didinginkan dan dilakukan sirkulasi ke bottom RDC dan feed predilution menggunakan pompa sirkulasi propane.

4.2 Basis Disain

4.2.1 Umum

Unit Propane Deasphalting (Unit PDU II dan III) dirancang untuk mengolah feed Arabian Light Short Residue produk bottom dari Unit HVU’s sebesar 784 t/d dengan produks Deasphalted Oil (DAO) sebesar 290 t/d (yield 37%-wt) dan 494 T/D Propane Asphalt dan sirkulasi rate propane sebanyak 3058 T/D.

31

Page 32: Diktat

Proses esktraksi berlangsung secara counter current di ekstraktor yang dilengkapi dengan Rotating Disc Contactor (RDC) dan sumber panas untuk propane recovery menggunakan LP steam dan Hot Oil system untuk PDU II dan III dan khusus untuk PDU II menggunakan stream slop wax dari Unit Visbreaker. Untuk mencegah terjadinya entrainment asphalt pada uap propane dari asphalt flash tower, maka dilakukan injeksi silicon based anti-foam ke stream asphalt mix dari bottom ekstraktor.

4.2.2 Disain Kondisi Ekstraksi

Rasio Total Propane /Short Residue 3.9 wt/wtRasio Solvent Predillution/Short Residue 0.3 – 0.6 wt/wtRasio Solvent/Asphalt Bottom RDC 0.3 wt/wtRasio Solvent/DAO Top RDC 10 wt/wt

RDC:- Normal tekanan operasi - Normal temperatur operasi :

- Top- Feed- Bottom

31.5 kg/cm2 g

70 oC dan -42 oC65 oC dan -42 oC38 oC dan -42 oC

Temperatur Inlet DAO Stripper 230 s/d 260 oC

Temperatur Inlet Asphalt Flash Tower 260 oC

Dosis Injeksi anti foam 1 – 10 ppm-wt on asphalt

4.2.3 Sifat Feed dan Produk

Tabel 4.1Parameter Unit Short Res. DAO Asphalt

SG 70/4 oC 0.9800 0.9000 1.0300Sulphur Content %-wt 4.3 2.4 5.3Nitrogen Content ppm-wt - 1200 -Color - 6.5 -

Kin. Visc. at 100 oC cSt 830 - 890 41 - 44 12500

Kin. Visc. at 80 oC cSt - 87 -

Flash Point PMCC oC - 290 -

Pour Point oC - 50 -CCR %-wt - 3.0 -

4.2.4 Data Solvent

Sifat Fisik Propane :

SG at 15/4 oC : 0.585 Boiling Point : - 42.2 oC Tekanan uap pada 40 oC : 14.05 kg/cm2 abs. Tekanan uap pada 80 oC : 32.03 kg/cm2 abs. Temperatur Kritis : 96.8 oC Tekanan Kritis : 43.4 kg/cm2 abs.

Spesifikasi Propane yang diperlukan adalah sbb :

Ethane : Max. 2.0 %-wt Propane : Min. 94.0 %-wt I-Butane : Max. 4.0 %-wt

32

Page 33: Diktat

4.2.5 Kondisi Batery Limit

Feed Short Residue : 125 oC DAO Rundown : 80 oC Propane Asphalt : 190 oC

4.3 Pengaturan Kondisi Operasi

4.3.1 Umum

Target pengaturan kondisi operasi di Unit PDU adalah sbb :

1. Untuk mendapatkan kualitas dan kuantitas produk utama (dalam hal ini DAO). Kuantitas DAO ditunjukkan dengan parameter yield sedangkan kualitas produk DAO meliputi parameter sbb :

Min. Viskositas Kinematic DAO (Vk @ 100 oC) : parameter ini diperlukan untuk mendapatkan target viskositas lube base oil HVI-650 sesuai dengan spesifikasi.

Max. CCR Content : parameter ini digunakan sebagai tolok ukur banyaknya fraksi asphaltene yang terikut ke DAO produk. Semakin banyak fraksi asphaltene maka akan dapat mempercepat deaktivasi katalis di Unit HTU/RDU LOC III.

Max. Refractive Index (RI) : parameter ini sebagai tolok ukur banyaknya kandungan komponen dengan VI yang rendah (komponen aromatic). Makin tinggi parameter RI maka semakin tinggi kandungan aromatic di DAO. Semakin tinggi RI maka proses ekstraksi di Unit 023 FEU akan semakin dalam.

2. Meminimalkan terjadinya loss solvent propane baik melalui stream produk DAO maupun produk propane asphalt. Untuk meminimalkan terjadinya loss propane maka dilakukan monitoring parameter flash point di aliran produk DAO dan asphalt. Disamping itu parameter flash point ini juga diperlukan untuk menjaga tetap sesuai spesifikasinya produk akhir lube base HVI-650.

4.3.2 Pengaruh Kualitas Feed

Semakin rendah vikositas feed short residue maka dengan tingkat ekstraksi yang sama maka visco DAO akan semakin rendah.Dengan demikian diperlukan proses ekstraksi yang lebih dalam untuk menaikkan visco DAO sebelum mencapai batasan kandungan maksimum CCR di DAO. Kebalikannya dengan kondisi jika viskositas short residue semakin tinggi. Dengan demikian semakin tinggi viskositas shor residue, maka secara umum akan semakin baik.

PROPANE DEASPHALTING UNIT PDU-I (22), PDU-II (022), PDU-III (220)

Stream Short ResidueDe-Asphalted

Oil (DAO)Propane Asphalt

Color ASTMFlash Point oC Min. 280 Min. 330Cond. Carbon Residue, %wt Maks. 3.2Penetrasi 25°C, 0.1 mm Maks. 11Refractive Index at 70 oC 1.4950 - 1.5003Softening Point R & B, oC Min. 65Specific gravity at 70 oC 0.985 - 0.998 0.870 - 0.9910 1.03 - 1.07Viscosity at 100 oC, (*) 43 - 46Viscosity at 100 oC, (**) 830 - 1500 42 - 46Note :( * ) = optimasi kualitas & kuantitas HVI-650( ** ) = optimasi produk Asphalt

(Tabel 4.2)

33

Page 34: Diktat

4.3.3 Variabel Operasi

Temperatur Top RDC : semakin tinggi temp. Top RDC maka viskositas dan yield DAO akan semakin rendah.

Temperatur Bottom RDC : semakin tinggi temp. Bottom RDC maka yield DAO akan semakin rendah.

Tekanan RDC : semakin tinggi tekanan RDC maka yield dan viskositas DAO akan semakin tinggi. Tekanan maksimum umumnya dibatas oleh tekanan disain dari RDC (36.4 kg/cm2 g untuk Unit PDU II). Tekanan di bawah 30 kg/cm2 g akan menimbulkan DAO dengan warna yang gelap.

Sirkulasi Propane : sirkulasi solvent umumnya dijaga pada kondisi maksimum aliran (disain rasio total 3.9 wt/wt on feed short residue. Perubahan rasio solvent akan sengat berpengaruh pada proses ekstraksi di RDC.

Kualitas Propane : beberapa komponen impurities pada solvent propane meliputi :

Propylene : memiliki selektivitas yang rendah sehingga mengakibatkan proses pemisahan yang rendah. Disamping itu adanya komponen ini menimbulkan tekanan yang tinggi di sistem (tekanan uap lebih tinggi dari ethane).

Butane : memiliki solvent power yang terlalu tinggi sehingga perlu dibatasi kandungan maks. 4 %-wt.

Ethane : menimbulkan tekanan yang terlalu tinggi di sistem disebabkan tekanan uap yang tinggi dari komponen ini. Ethane cendenrung terakumulasi di E-112 (propane condenser) dan V-103 (propane acumulator). Kandungan propane perlu dijaga maks. 2 %-wt.

H2S : cenderung akan terakumulasi di E-112 dan V-103 yang dapat mengakibatkan korosi. Kandungan komponen H2S perlu dijaga kurang dari 250 ppm-wt

Untuk menjaga kualitas propane dari komponen impurities tersebut di atas maka hal yang dilakukan adalah :

Menjaga kualitas make-up (fresh) propane. Melakukan venting dari V-103 untuk mengurangi akumulasi komponen impurities.

Kecepatan Rotor RDC : variabel ini bergantung pada kapasitas feed unit. Pada kapasitas feed rendah (misal 60 %), maka kecepatan rotor RDC sampai dengan 20 rpm dapat digunakan. Pada kondisi feed disain kecepatan rotor tidak boleh lebih dari 5 ppm atau akan terjadi flooding di RDC yang mengakibatkan warna DAO menjadi hitam. Pada umumnya semakin tinggi speed RDC maka yield DAO akan semakin baik, namun perlu hati-hati pada saat menggunakan speed yang tinggi pada feed unit yang tinggi untuk menghindari terjadinya flooding di top RDC.

Ringkasan variabel operasi di RDC dan pengaruhnya terhadap kualitas dan yield DAO dapat dilihat pada tabel sbb :

Tabel 4.3 Variabel Operasi di RDC

Parameter OperasiDAO

Yield Viskositas Color CCRTemp. Top RDC Naik - - - -Temp. Top RDC Turun + + + +Temp. Bottom RDC Naik - - - -Temp. Bottom RDC Turun + + + +Sirkulasi Propane Naik + + + +Sirkulasi Propane Turun - - - -Tekanan RDC Naik + + + +Tekanan RDC Turun - - - -

34

Page 35: Diktat

4.4 Proses Operasi

Terdapat dua hal utama yang perlu diperhatikan dalam operasional di Unit PDU sbb :

4.4.1 Foaming di Sistem Solvent Recovery

Foaming sekalipun dapat terjadi baik pada sistem DAO maupun asphalt recovery, namun demikian foaming pada sistem asphalt recovery akan menimbulkan dampak yang sangar berpengaruh kepada kinerja unit. Proses foaming terjadi jika temperatur berada di bawah 180 oC. Jika terjadi foaming pada sistem asphalt recovery maka asphalt akan terbawa ke ke overhead C-104 yang dapat menimbulkan buntuan pada V-107 sehingga air (condensate) tidak dapat keluar. Air ini kemudian akan terbawa ke suction KO Drum compressor V-101 mengakibatkan high level dan trip kompressor K-101. Untuk itu pada outlet asphalt mix heater dilengkapi dengan low temp. alarm pada 220 oC. Sebagai antisipasi terjadinya entrainment asphalt maka pada vessel2x tersebut dilengkapi dengan steam coil untuk melelehkan asphalt. Asphalt maupun DAO yang terbawa ke sistem sirkulasi solvent juga akan menimbulkan buntuan pada propane condenser E-112 maupun propane circulation cooler E-102.

Beberapa hal yang dapat menimbulkan foaming adalah sbb :

Temperatur rendah di outlet E-109 (asphalt-mix heater)

Rendahnya temperatur outlet E-109 yang menggunakan media pemanas hot oil disebabkan oleh beberapa hal sbb :

Temperatur hot oil yang rendah. Rendahnya aliran hot oil. Aliran asphalt mix yang terlalu tinggi (jika level bottom RDC rendah yang

mengakibatkan bertambahnya aliran propane ke stream asphalt mix). Kegagalan operasional temp. control pada E-109.

Steam Basah ke Stripper C-102 (DA) dan C-104 (Asphalt)

Air dapat mengakibatkan proses foaming. Untuk itu steam yang masuk ke dalam sistem harus kering. Stripping steam tidak boleh masuk ke Asphalt atau DAO Stripper jika temperatur pada kedua stripper tsb di bawah 200 oC.

High Level di Stripper

Level yang terlalu tinggi di Stripper akan mengakibatkan entrainment fraksi DAO/asphalt ke line sirkulasi propane. Untuk itu level bottom keduanya perlu diperiksa secara berkala dengan level glass.

4.4.2 Flooding di RDC

Jika feed Unit PDU dalam kapasitas yang tinggi dan begitu juga speed RDC, maka flooding akan terjadi pada top RDC. Hal ini akan mengakibatkan terbawanya fraksi residue ke sistem DAO recovery dan hal tersebut dapat terdeteksi oleh beberapa parameter sbb:

Kenaikan level di evaporator. Warna DAO hitam. Penurunan temperatur Top RDC.

4.4.3 Temp. Top RDC

Pengaturan temp. ini sangat penting dan harus dijaga pada rentang 0.5 oC dan tidak boleh diatur atau berubah lebih dari 1 oC setiap kali proses tuning.

4.4.4 Akumulasi Asphalt di RDC

Akumulasi aphalt di RDC dapat terjadi akibat tingginya kandungan asphalt di feed, asphalt tidak terdispersi dengan baik akibat kecepatan rotor yang terlalu rendah, atau indikasi level

35

Page 36: Diktat

bottom RDC yang tidak tepat. Akumasi ini dapat mengakibatkan warna yang hitam pada DAO.

4.4.5 Bypass RDC

Top RDC dilengkapi dengan sistem bypass berupa double block dan bleed. Jika bypass ini tidak beroperasi (posisi tutupan), maka valve bleed perlu dalam posisi bukaan.

4.4.6 Pengoperasian Pompa Asphalt P-103 A/B

Pompa asphalt terdiri dari dua jenis penggerak yaitu dengan menggunakan steam (B) dan motor (A). Pada kondisi normal pompa dengan penggerak motor yang akan digunakan dan pompa steam sebagai spare.

4.4.7 Shut-off Valve antara HP Sistem (C-1043 dan LP Sistem (C-104)

Terdapat isolation valve antara bottom HP dan LP sistem untuk menghindari terjadinya vapour breakthrough uap propane bertekanan tinggi ke tekanan rendah Asphalt LP Flash Tower. Isolation valve ini bekerja jika terjadi low level di C-103 Asphalt HP Flash Tower.

4.4.8 Operasi Propane Evaporator (E-106 dan E-107)

Dalam kondisi normal 1st Stage Evaporator E-106 harus dapat menguapkan 95 % propane di aliran DAO mix dan sisanya diuapkan di 2nd Stage Evaporator E-107. Pengoperasian evaporator ini penting untuk menjadga flash point dari DAO. E-106 menggunakan pemanas LP Steam dan E-107 menggunakan pemanas hot oil sehingga keduanya dapat beroperasi secara independen.

4.4.9 Pengoperasian Asphalt Cooler (E-108)

Pengoperasian asphalt cooler untuk membangkitkan LP Steam dari Boiler Feed Water (BFW) perlu dijaga stabil disebabkan dapat mempengaruhi balance LP Steam.

36

Page 37: Diktat

LPS

PRO

CES

S F

LOW

DIA

GR

AMPD

U (

22 )

LO

C -

I

RE

V I

LPS

CW

42 P

-4

S. R

ESID

UE

22 P

-2AB

22 P

-522

P-3

A22

P-3

B

22 P

-4

22 E

-3

22 E

-522

E-6

22 E

-7

R D

C

C-1

HO

RH

OR

22 V

-6H

OS

C-2

C-3

C-4

22 E

-9AB HO

R

LPS

LPS

BFW

C-5

V-2

22 E

-8V-

1

LPS

LPS

CW

S

K-1

CW

SC

WR

CW

S

22 E

-2

22 V

-5

V-3 AS

PH

ALT

DAO

CW

TO R

ELIE

F SY

STE

M

42 P

-4AB

S. R

ESID

UE

FEED

PU

MP

22 C

-1D

EASP

HAL

TIN

G R

DC

22 V

-1C

OM

PRES

SOR

SU

CT.

KO

DR

UM

22 E

-3FE

ED P

REC

OO

LER

22 P

-2AB

DAO

PR

OD

UC

T PU

MP

22 C

-2D

AO S

TRIP

PER

CO

LUM

N22

V-2

STEA

M D

RU

M22

E-5

AB

RD

C O

VHD

EXC

HAN

GER

22 P

-3AB

ASPH

ALT

PRO

DU

CT

PUM

P22

C-3

ASPH

ALT

FLAS

H T

OW

ER22

V-3

PRO

PAN

E AC

CU

MU

LATO

R22

E-6

DAO

EVA

POR

ATO

R22

P-4A

BPR

OPA

NE

CIR

C. P

UM

P22

C-4

ASPH

ALT

STR

IPPE

R C

OLU

MN

22 V

-5D

.O.

POT

22 E

-7D

AO E

VAPO

RAT

OR

22 P

-5AN

TI F

OAM

INJE

CTI

ON

PU

MP

22 C

-5ST

RIP

PER

OVH

D C

ON

DEN

SER

22 V

-6AN

TI F

OAM

AG

ENT

DR

UM

22 E

-9AB

ASPH

ALT

HEA

TER

22 K

-1PR

OPA

NE

CO

MPR

ESSO

R22

E-1

2AB

PRO

PAN

E C

OO

LER

S22

E-8

ASPH

ALT

CO

OLE

R22

E-2

PRO

PAN

E C

OO

LER

Process Flow Diagram Unit PDU I

37

Page 38: Diktat

HOT OILRETURN

SLOP WAXFROM FOC-II

SLOP WAXTO 041-T-122

HOT OILSUPPLY

D A OPRODUK

PROPANEASPHALT

022-C-101

RDC

C-101

LPS

C.W.S

C.W.R

022-E-103

022-E-105 ABC

041-P-107 AB

E-113

V-106

H.O.S

H.O.R

E-107E-107

E-106

C-102

C-104

C-103

022-E-109 AB

H.O.R H.O.S

022-P-102 AB

022-P-105

022-P-104 AB

C.W.R

C.W.S

022-E-111

E-108

V-102

V-103

TO R.V

C.W.R C.W.S

022-E-112 AB

022-E-112 AB

V-105

022-K-101

V-101

C.W

LPS

022-P-103 AB

041-P-107 AB : S. RESIDUE FEED PUMP 022-P-102 AB : DAO PRODUCT PUMP 022-P-103 AB : ASPHALT PRODUCT PUMP 022-P-104 AB : PROPANE CIRCULATION PUMP 022-P-105 : ANTI FOAM INJECTION PUMP 022-K-101 : PROPANE COMPRESSOR

022-C-101 : RDC 022-C-102 : DAO STRIPPER COLLUMN 022-C-103 : ASPHALT FLASH COLLUMN 022-C-104 : ASPHALT STRIPPER COLLUMN

022-V-101 : COMP. SUCT KO DRUM 022-V-102 : STREAM DRUM 022-V-103 : PROPANE ACCUMULUTOR 022-V-105 : D.O. POT 022-V-106 : ANTI FOAM AGENT DRUM 022-V-107 : STRIPPER OVHD CONDENSER

022-E-103 : FEED PRECOOLER 022-E-105 AB : RDC OVHD

022-E-106 : 1st DAO EVAPORATOR

022-E-107 : 2nd DAO EVAPORATOR 022-E-113 : DAO EVAPORATOR

022-E-109 A : ASPHALT HEATER 022-E-108 : ASPHALT COOLER 022-E-102 AB : PROPANE COOLER 022-E-111 : STRIPPER OVHD CONDENSER 022-E-112 AB : PROPANE CONDENSER

PROCESS FLOW DIAGRAMPDU ( 022 ) LOC - II

REV

I

H.O.S

H.O.R

V-107

SHORT RESIDUE Process Flow Diagram Unit PDU II

38

Page 39: Diktat

D A OPRODUK

PROPANEASPHALT

220-C-101

RDC

C-101

LPS

C.W.S

C.W.R

220-E-103

220-E-105 ABC

FEED PUMPV-106

H.O.S

H.O.R

E-107E-107

E-106

C-102

C-104

C-103

220-E-109 AB

H.O.R H.O.S

220-P-102 AB

220-P-105

220-P-104 AB

C.W.R

C.W.S

220-E-111

E-108

V-102

V-103

TO R.V

C.W.R C.W.S

220-E-112 AB

220-E-112 AB

V-105

220-K-101

V-101

C.W

LPS

220-P-103 AB

041-P-107 AB : S. RESIDUE FEED PUMP 220-P-102 AB : DAO PRODUCT PUMP 220-P-103 AB : ASPHALT PRODUCT PUMP 220-P-104 AB : PROPANE CIRCULATION PUMP 220-P-105 : ANTI FOAM INJECTION PUMP 220-K-101 : PROPANE COMPRESSOR

220-C-101 : RDC 220-C-102 : DAO STRIPPER COLLUMN 220-C-103 : ASPHALT FLASH COLLUMN 220-C-104 : ASPHALT STRIPPER COLLUMN

220-V-101 : COMP. SUCT KO DRUM 220-V-102 : STREAM DRUM 220-V-103 : PROPANE ACCUMULUTOR 220-V-105 : D.O. POT 220-V-106 : ANTI FOAM AGENT DRUM 220-V-107 : STRIPPER OVHD CONDENSER

220-E-103 : FEED PRECOOLER 220-E-105 AB : RDC OVHD

220-E-106 : 1st DAO EVAPORATOR

220-E-107 : 2nd DAO EVAPORATOR

220-E-109 A : ASPHALT HEATER 220-E-108 : ASPHALT COOLER 220-E-102 AB : PROPANE COOLER 220-E-111 : STRIPPER OVHD CONDENSER 220-E-112 AB : PROPANE CONDENSER

PROCESS FLOW DIAGRAMPDU ( 220 ) LOC - III

REV

I

H.O.S

H.O.R

V-107

SHORT RESIDUE Process Flow Diagram Unit PDU III

39

Page 40: Diktat

5. FURFURAL EXTRACTION UNIT

5.1 Teori dan Uraian Proses

5.1.1 Pengenalan Proses

Unit Furfural Extraction dirancang untuk meningkatkan parameter viscosity index (VI) produk waxy distilate dari Unit HVU’s dengan cara mengambil komponen yang memilki nilai VI rendah yaitu komponen aromatic. Unit ini juga dirancang untuk melakukan ekstraksi komponen yang mempunya VI rendah dari feed deasphalted oil (DAO) yang merupakan produk dari Unit PDU’s. Produk Unit FEU adalah komponen waxy raffinate yang mempunyai nilai VI tinggi dan mempunyai colour dan stabilitas yang baik.

Furfural dikontakkan dengan feed di Rotating Disc Contactor (RDC) dimana furfural akan mengikat atau melarutkan komponen aromatic sehingga terpisah dari produk waxy raffinate. Produk ekstrak yang kaya akan komponen aromatic dikirim ke pool refinery fuel oil setelah sebelumnya dilakukan proses solvent recovery. Recovery furfural baik di fase ekstrak maupun fase raffinate menggunakan proses evaporasi dan stripping steam pada kondisi tekanan vacuum dan kemudian solvent ini dilakukan sirkulasi kembali ke RDC.

Unit FEU didisain dapat dioperasikan dengan dua mode yaitu solvex mode (disain awal) dan hybrid mode (pasca DPC). Unit FEU II pasca DPC dirancang untuk dioperasikan dengan hybrid mode sedangkan Unit FEU I tetap dengan pola solvex mode. Dengan hybrid mode maka severity / ketajaman proses ekstraksi akan lebih rendah dibandingkan solvex mode yaitu pada rasio solvent / feed yang lebih rendah dengan menghasilkan yield waxy raffinate yang lebih tinggi. Namun demikian penambahan yield raffinate ini mengakibatkan semakin banyaknya komponen aromatik di produk raffinate, sehingga parameter VI untuk raffinate produk dari solvex mode menjadi lebih rendah dibandingkan dengan VI raffinate produk dari solvex mode. Untuk mendapatkan produk akhir lube base oil dengan VI sesuai spesifikasi min. 95 (solvex maupun hybrid mode), maka produk raffinate hybrid mode akan dilakukan proses konversi lebih lanjut untuk menaikkan angka VI melalui proses konversi di Unit HTU/RDU.

Unit FEU (I dan II) dirancang untuk dapat mengolah empat jenis grade feedstock (SPO, LMO, MMO, dan DAO) pada saat beroperasi dengan solvex (sebelum DPC). Pada pola operasi dengan hybrid mode, Unit FEU II didisain hanya mengolah tiga jenis grade feed (LMO, MMO, DAO) dengan sistem pengolahan block-out operation (secara bergantian) dan Unit FEU I didisain hanya mengolah grade SPO.

5.1.2 Teori Proses

5.1.2.1 Umum

Dengan meningkatnya boiling range dan viskositas dari komponen feed waxy distillate ke Unit FEU maka berat molekul dan ukuran komponen juga semakin besar. Komponen feed distillate masih mengandung berbagai macam jenis molekul hydrocarbon seperti : saturated hydrocarbon (parafinic dan naphthenic), monoaromatic dan polyaromatic. Selain komponen tersebut juga terdapat komponen hydrocarbon yang mengikat atom sulfur, nitrogen dan oksigen yang disebut dengan komponen heteroatom. Komponen heteroatom tersebut sangat berpengaruh terhadap colour, colour stability dan oxygen stability dari produk lube base oil.

Komponen non-aromatic sekalipun memiliki parameter VI yang relatif tinggi namun mempunyai kecenderungan mudah teroksidasi dan membentuk asam. Adanya sejumlah kecil komponen aromatic akan mengurangi kecenderungan tersebut dan mengurangi laju terbentuknya asam. Pembentukan sludge di mesin disebabkan adanya senyawa sulphur dan nitrogen yang relatif tinggi. Namun demikian terdapat senyawa sulphur yang dapat memperlambat proses oksidasi yaitu komponen sulphide, sehingga dengan adanya komponen sulfur dan aromatic (dalam hal ini komponen monoaromatic) dalam jumlah tertentu

40

Page 41: Diktat

akan bermanfaat untuk menghambat laju oksidasi dan pembentukan asam. Dengan demikian penentuan komposisi komponen dalam lube base oil yang optimum sangat diperlukan sehingga diperoleh kualitas lube base oil yang memenuhi seluruh parameter spesifikasi.

Nilai viskositas dan viskositas index (VI) fraksi lube base oil sangat tergantung pada komposisi tipe molekulnya seperti :

Saturates ( paraffine dan naphthene) Mono-aromatic Di-aromatic Poly-aromatic

Disamping itu juga terdapat senyawa hydrocarbon yang mengandung atom sulfur, nitrogen dan oksigen yang dikenal dengan komponen heteroatom. Mengingat sifat fisika utama produk lube base oil yaitu viskositas index, colour, colour stability dan oxygen stability sangat tergantung pada komposisi tipe molekul tersebut di atas, maka sifat-sifat ini dapat dihasilkan dengan membatasi jumlah berbagai komponen tersebut dalam jumlah tertentu.

Selama proses untuk meningkatkan properties lube base oil akan terjadi beberapa efek samping, antara lain viskositas oil akan turun dan pour point akan meningkat pada saat komponen aromatic-nya berkurang (feed distillate menjadi produk raffinate di Unit FEU’s). Dengan demikian boiling range dan vikositas produk dari Unit HVU’s, Unit FEU II, Unit HTU/RDU, dan Unit Dewaxing harus dikombinasikan dengan baik untuk mendapatkan finish produk lube base oil yang memenuhi spesifikasi.

5.1.2.2 Prinsip Ekstraksi

Proses ekstraksi adalah proses pemisahan secara fisik dalam fasa cairan berdasarkan pada perbedaan kelarutan dari suatu solvent (solvent power) terhadap suatu komponen tertentu di dalam campuran. Dengan adanya penambahan solvent pada campuran maka akan terbentuk dua fase cairan, yaitu :

fase ekstrak yang kaya akan solvent. fase raffinate yang mengadung sedikit solvent.

Tidak semua komponen yang ada di dalam feed akan terdistribusi penuh pada fase raffinate dan ektrak. Agar terjadi pemisahan maka proses yang diharapkan adalah terakumulasinya komponen tertentu hanya pada fase ektrak atau fase raffinate saja. Pada proses ekstraksi yang paling sederhana yaitu proses ekstraksi satu tahap secara batch, cairan (oil) dan solvent akan dicampur di dalam vessel berpengaduk sehingga kedua cairan tersebut akan bercampur secara sempurna dan terbentuk kontak area yang luas sehingga memungkinkan terjadinya transfer massa antar fase sampai dengan tercapai kesetimbangan komposisi pada fase ekstrak-raffinate. Campuran tersebut kemudian ditransfer ke settler dimana akan terjadi proses pemisahan secara gravitasi berdasarkan perbedaan berat jenis. Kedua fase tersebut kemudian dipisahkan dari solvent dengan proses distilasi menjadi produk ekstrak dan raffinate.

5.1.2.3 Rotating Dics Contactor ( RDC )

Disain unit ekstraksi pada awalnya dengan menggunakan packed column yang terdiri dari beberapa packing bed. Efisiensi yang dapat dicapai dengan menggunakan sistem ini tidak terlalu baik dimana dibutuhkan kolom ekstraksi yang tingginya mencapai 30 m dan terdiri dari sembilan bed “packing”.

Pada unit ekstraksi modern saat ini seperti Unit FEU sistem yang digunakan adalah Rotating Disc Contactor ( RDC) dimana dengan cara ini effisiensi proses ekstraksi menjadi tinggi. RDC terdiri dari sebuah kolom vertikal yang dibagi dalam beberapa kompartemen dengan rotating

41

Page 42: Diktat

disc yang ditempatkan di tengah kompartemen dan di-support dengan rotating shaft. Perancangan ini sudah mempertimbangkan bahwa tidak diperlukan lagi setling space, karena derajat dispersi sudah mencukupi pada seluruh column. Column dilengkapi dengan stator ring yang dipasang secara seri untuk menghubungkan antar kompartemen dengan terdapat horizontal disc contactor di antaranya pada rotating shaft.

Gambar 4.1 RDC

Inlet feed dan solvent diposisikan dibagian yang berlawanan (opposite; upper dan lower) dari RDC. Cairan dengan berat jenis rendah masuk ke RDC melalui bottom dan mengalir ke atas yang kemudian mengalami kontak secara countercurrent dengan cairan yang mempunyai berat jenis lebih besar/berat yang akan mengalir ke bawah. Dengan mengoperasikan rotor di RDC akan menyebabkan cairan di RDC terdispersi. Kecepatan rotor dapat divariasikan untuk mengatur ukuran droplet pada fase dispersi.

Jika level interface terbentuk pada bagian bottom RDC maka cairan dengan berat jenis yang lebih tinggi akan berada di dalam fase dispersi dan begitu pula sebaliknya. RDC dirancang sesuai dengan jumlah tahap yang diperlukan untuk proses ekstraksi. Sebagai contoh jika RDC mempunyai empat tahap ekstraksi maka kualitas produk raffinate yang dihasilkan sama dengan apabila proses ekstraksi ideal dengan menggunakan empat buah settler.

5.1.2.4 Ekstraksi Furfural

Pada proses ekstraksi dengan menggunakan solvent furfural komponen feed yang terdiri dari campuran hydrocarbon aromatic, naphtenic, dan parafinic dikontakkan dengan solvent furfural. Furfural mempunyai solvent power yang lebih tinggi terhadap hydrocarbon aromatic daripada pariffinic. Dengan kata lain furfural akan mengikat komponen aromatik yang mempunyai VI lebih rendah dan tidak mengikat komponen yang non aromatik yang mempunyai VI lebih tinggi sebagai produk raffinate dimana komponen ini juga mempunyai kestabilan lebih tinggi.

42

Page 43: Diktat

Furfural memiliki selektivitas yang baik pada range lube oil karena sifat light-heavy selektivitas-nya yang rendah. Sifat light-heavy selektivitas ini sangat penting terhadap komponen feed distillate yang memiliki boiling range yang lebar. Kelarutan heavy aromatic akan sama dengan light parrafin. Pada proses dengan hybrid mode, rasio solvent/ feed lebih rendah daripada pada solvex mode sehingga RDC beroperasi pada ketejaman pemisahan yang lebih rendah dan mempunyai yield produk raffinate yang lebih tinggi.

5.1.2.5 Campuran Azeotrop

Air secara kontinyu dimasukkan ke dalam sistem dalam bentuk strpping steam pada seksi raffinate dan ekstrak solvent recovery. Air dan furfural saling melarutkan secara partial dan membentuk dua fase yaitu fase ringan yang kaya air mengandung 10.8 %-wt furfural dan fase berat yang kaya furfrual mengandung 9.0 %-wt air (pada temperatur 60o C). Adanya air yang terlarut ini akan menurunkan solvent power furfural terhadap hydrocarbon, oleh karena itu perlu dipisahkan dahulu sebelum dilakukan recycle ke RDC. Begitu juga dengan furfural perlu dilakukan proses recovery dari fase sebelum air tersebut dibuang. Hal ini bertjujuan untuk mengurangi solvent loss.

Secara teoritis air dan furfural mudah dipisahkan dengan distilasi biasa karena mempunyai perbedaan titik didih yang cukup tinggi yaitu 100 o C dan 162 o C. Tetapi pada kenyataannya air dan furfural membentuk campuran azeotrop pada temperatur rendah. Komposisi azeotrop air-furfural adalah pada 35 %-wt furfural dan mempunyai boiling point 98oC. Karena fraksinasi hanya dapat dilakukan sejauh pada komposisi yang mempunyai perbedaan titik didih yang cukup tinggi, maka tidak memungkinkan dilakukan pemisahan secara distilasi dengan single column.

Proses pemisahan yang paling baik antara campuran azeotrop dan air murni atau furfural murni di overhead atau di bottom column tergantung pada komposisi feed column apakah mempunyai komponen furfural lebih tinggi atau lebih rendah dibanding campuran azeotrop-nya. Untuk memisahkan furfural dan water secara sempurna maka diperlukan dua column pemisah. Fase berat yang kaya furfural diumpankan pada column pertama dimana furfural diambil sebagai bottom produk dan campuran azeotrop sebagai produk overhead. Fase ringan yang kaya air diumpankan pada column kedua dimana air dipisahkan pada bottom colunm dan azeotrop pada overhead column. Overhead kedua column kemudian bergabung dan dikondasasi dengan pendinginan sampai dengan temperatur 60oC. Pada temperatur ini azetrop akan terpisah menjadi dua fase liquid.

5.1.3 Uraian Proses

5.1.3.1 Seksi Ekstraksi

Feed dari intermediate tank dipompakan melalui charge oil preheater atau charge oil cooler ke bottom RDC. Dry furfural dari bottom fraksinasi column didinginkan dengan pertukaran panas dan air cooler sesuai temperatur ekstraksi sebelum masuk ke Top RDC. Furfural yang lebih berat dari feed distillate mengalir secara gravitasi setelah kontak dengan feed secara countercurrent serta mengikat hydrocarbon aromatic dan keluar sebagai produk bawah pada fase ekstrak. Komponen hydrocarbon yang tidak terlarut seperti pafaffin dan mono-aromatic terkumpul di top RDC sebagi produk raffinate dan dikirim ke seksi raffinate recovery. Gradien temperatur di RDC diperoleh dengan cara memasukkan feed dengan temperatur yang lebih rendah dibanding furfural. Dengan demikian furfural mempunyai solvent power yang tinggi pada top RDC dan selectivity yang tinggi pada feed section RDC.

Produk ekstrak-mix yang meninggalkan bottom RDC masih mengandung komponen parafinic. Aliran ekstrak-mix setelah didinginkan di air cooler akan terjadi pemisahan di settler antara komponen parafin dari larutan dan membentuk layer. Kedua layer tersebut terpisah di settler menjadi (1) pseudo-raffinate yang berada di bagian atas dan (2) ekstrak yang berada di bagian bawah. Pseudo-raffinate dipompakan kembali ke bottom RDC untuk menaikkan

43

Page 44: Diktat

raffinate recovery sedangkan campuran ekstrak dikirim ke seksi ekstrak recovery. Aliran keluar dari RDC baik extract-mix maupun raffinate-mix ke seksi solvent recovery menggunakan tekanan dari Kolom RDC.

5.1.3.2 Seksi Raffinate Recovery

Fase raffinate-mix meninggalkan top RDC mengandung 15 sampai dengan 28 %-wt furfural, tergantung pada mode operasi “solvex“ atau “hybrid” serta jenis grade feed yang diolah. Setelah dipanaskan aliran raffinate-mix kemudian dikirim ke raffinate vacuum flash dan stripping column Panasan diperoleh dari sirkulasi hot oil.

Furfural diambil dengan proses flashing secara vacuum, di-strip dengan superheated LP steam dan dilewatkan ke furfural drying section . Sistem vacuum dipertahankan dengan steam ejector . Raffinate yang telah terbebas dari furfural didinginkan dan dipompa ke intermediate tank untuk proses lebih lanjut di Unit HTU/RDU (hybrid mode) atau langsung ke Unit MDU (solvex mode). Pada hybrid mode yield raffinate lebih tinggi sehingga diperlukan dua train recovery raffinate (Unit FEU II). Sedangkan untuk solvex mode hanya membutuhkan satu train (Unit FEU I). Dengan demikian jika Unit FEU II dioperasikan dengan solvex mode maka cukup menggunakan satu train.

5.1.3.3 Seksi Extract Recovery

Aliran ekstrak-mix keluar dari bottom extraction settler mengandung 80 sampai dengan 90 %- wt furfural. Proses recovery furfural di seksi recovery ekstrak dengan menggunakan double-effect evaporation untuk mencapai heat maksimum yang ekonomis. Selain dengan evaporasi, pemisahan solvent juga disempurnakan dengan vacuum flash dan dilakukan proses steam stripping. Campuran ekstrak dari settler dipanaskan dengan rangkaian pemanas sebelum masuk ke LP Flash Column yaitu menggunakan aliran sirkulasi solvent dari bottom furfural fractionator (furfural accumulator) dan memanfaatkan panas yang dilepas pada saat mengkondensasi uap furfural dari HP dan LP Flash Column. Di LP Flash Column yang bertekanan sedikit diatas atmosfer sekitar 40 % furfural akan mengalami penguapan.

Cairan dari bottom LP Flash Column kemudian dipanaskan menggunakan hot oil sampai dengan dengan temperatur 230 oC dan diumpankan ke HP Flash Column yang dioperasikan pada tekanan 2 kg/cm 2 g. Di HP Flash Column sekitar 90 % furfural akan ter-flash dan selanjutnya bottom HP Flash Column dipanaskan dengan hot oil sampai dengan 204 o C sebelum diumpankan ke vacuum flash stripping column. Disini furfural akan dipisahkan dengan flashing dan stripping menggunakan superheated LP steam (seperti pada raffinate recovery section). Ekstrak dari produk bottom column didinginkan dan dikirim sebagai komponen blending refinery/industrial fuel oil atau sebagai komponen blending bitumen (khusus DAO ekstrak). Produk overhead stripping column kemudian dikirim ke Seksi Furfural Drying dan Water Removal.

5.1.3.4 Seksi Furfural Drying dan Water Removal

Wet furfural vapor dari extract dan raffinate stripping column dikondensasikan menggunakan cooling water dan dikumpulkan di vessel decanter. Recovery furfural dari overhead stripper sangat kompleks karena furfural dan air membentuk campuran azeotrop (constant boiling mixture). Untuk memisahkan keduanya maka diterapkan dua proses yaitu kombinasi distilasi dengan pemsiahan fisika. Pada proses pemisahan fisika (gravity) overhead stream dikondensasi dilanjutkan dengan pendinginan dan dikumpulkan di decanter yang akan memisah menjadi dua layer yaitu:

Lapisan atas (air) yang masih mengandung sedikit furfural. Lapisan bawah (furfural) lyang masih mengandung sedikit air.

44

Page 45: Diktat

Lapisan atas dari decanter yangbanyak mengandung air dipompakan ke furfural stripper, dan dilakukan proses stripping dengan menggunakan LP steam. Di sripper column ini furfural distrip off sebagai overhead vapour dan setelah dikondensasi, didinginkan, dikembalikan ke decanter. Decanter beroperasi pada tekanan atmosfer dan diblanket dengan inert gas. Bottom produk berupa air yang bebas furfural dilakukan drain.

Lapisan bawah decanter yang banyak mengandung furfural dipompakan dari decanter ke bagian atas Furfural Fractionator. Sebagian aliran dikembalikan ke bagian overhead ekstrak dan raffinate stripping column sebagai aliran refluks. Hasil kondensasi vapor dari LP flash column juga digunakan sebagai feed di fraksinator furfural. Sejumlah kecil HP vapor dari ekstrak HP flash column juga dikirim ke fraksinator furfural sebagai pengontrol kesetimbangan panas. Campuran furfural / air meninggalkan top column setelah dikondensasi dan didinginkan selanjutnya dikembalikan lagi ke decanter. Dry furfural murni dikumpulkan di bottom fraksinator furfural sebagai penampung furfural (furfural accumulator). Dari furfural accumulator tersebut kemudian dipompakan melalui heat exchanger untuk pendingiinan dengan memanaskan aliran extract-mix dari bottom settler sebelum kembali ke RDC. Untuk mengganti furfural yang hilang selama proses (melalui aliran produk raffinate, ekstrak dan drain air), maka dilakukan make up dari furfural storage ke furfural fractionator. Chemical sodium bicarbonate diinjeksikan ke furfural sistem untuk menetralisir komponen bersifat asam yang terbentuk akibat dekomposisi furfural.

5.2 Basis Disain

5.2.1 Umum

Unit ini dirancang untuk menghilangkan komponen yang tidak stabil dan VI yang rendah yaitu komponen aromatic dan menghasilkan produk waxy distillate dari feed waxy distillate ex Unit HVU’s dan DAO ex Unit PDU. Pasca DPC Unit FEU II dirancang beroperasi dengan hyrid mode mengolah 3 grade feed LMO, MMO dan DAO serta Unit FEU I beroperasi dengan solvax mode mengolah hanya grade SPO.

5.2.2 Kapasitas Disain Unit

Tabel 5.1 Kapasitas Disain Unit FEU I Pasca DPC

CaseFeedT/A

RaffinateT/A

ExtractT/A

Opr. Days

Solvex Mode :- HVI 60 141100 84660 56440 340

Tabel 5.2 Kapasitas Disain Unit FEU II Pasca DPC

CaseFeedT/A

RaffinateT/A

ExtractT/A

Opr. Days

Solvex Mode :- HVI 60 50555 30333 20222 32- HVI 95 82776 51321 31455 54- HVI 160 174964* 82233 92731 151- HVI 650 97162 64127 33035 98Hybrid Mode :- HVI 100 185300 148240 37060 85- HVI 160 211110 168888 42222 93- HVI 650 251826 206565 45261 141

* Feed MMO waxy raffinate berasal dari HVU-I (33.354 t/a) dan HVU-II ( 141.610 t/a)

Dari crude Arabian Light Unit FEU menghasilkan sekitar 228.000 t/a waxy raffinates dengan solvex mode dan sekitar 524.000 t/a waxy raffinates dengan hybrid mode. Unit FEU’s dirancang dengan minimum hari on stream 320 hari kalender per tahun (berdasarkan on stream hari operasi Unit HTU/RDU).

45

Page 46: Diktat

5.2.3 Disain Kondisi Operasi Unit FEU II -Tabel 5.3

Furfural Recovey Section

Extract mix hot-oil heater outlet (E-105’s)Temperatur on pocess side , oC max 225

Decanter (V-103) temperature , oC 60

Furfural Fractionator (C-104)- Furfural content of overheac % wt 62 - 80- Bottom temperature , oC 166

Extract / Raffinate Vacuum Flash- Columns (C-106, C-107, C-108) feed inlet temperature , oC 204

Furfural Stripper (C-105)- Top temperature , oC 100-109- Furfural content of overheads, %-wt 29.3- Furfural content of bottoms, ppm max 100

5.2.4 Properties Feed dan Produk Unit FEU II– Tabel 5.4

HVI 60 HVI 95 HVI 160 HVI 650 HVI 95 HVI 160 HVI 650

Feed Intake T/D 1580 1533 1159 991 2180 2270 1786Produk Raffinate T/D 948 950 545 654 1744 1816 1465Produk Ekstrak T/D 632 583 614 337 436 454 321Raffinate Yield on Feed %-wt 60 62 47 66 80 80 82Furfural / Feed Ratio wt/wt 2.5 2.7 3.5 4.3 1.35 1.2 1.8Furfural content of Raff. Mix %-wt 20 20 25 30 15 20 28Pseudo Raffinate on Feed %-wt 20 20 25 30 6 6 9Furfural Content of Psudo Raff. %-wt 15 15 18 20 20 20 20Top Temp. of RDC oC 100 105 120 135 70 90 120Settler Temp. oC 60 60 85 100 50 70 85

Parameter UnitSolvex Mode Hybrid Mode

SPO LMO MMO DAO LMO MMO DAO

SG 70/4 oC - 0.8670 0.8890 0.9000 0.8900 0.8900 0.9100 0.9000Kin. Visc. at 60 oC cSt 13.4 27.0 65.5 177.0 41.5 84.0 -Kin. Visc. at 100 oC cSt 4.9 8.0 15.0 35.1 10.7 17.7 41 - 44

Flash Point PMCC oC 205 235 250 290 - - -Pour Point oC 27 35 43 50 - - -Sulphur Content %-wt 1.9 2.1 2.5 1.9 2.4 2.7 2.4Nitrogen Content ppm-wt - - - - 900 1200 1200RI at 70 oC - - - - - 1.499 1.509 1.500

SPO LMO MMO DAO LMO MMO DAO

SG 70/4 oC - 0.8200 0.8400 0.8440 0.8600 0.8700 0.8900 0.8900Kin. Visc. at 60 oC cSt 10.5 18.2 32.0 118.0 31.5 58.4 -Kin. Visc. at 100 oC cSt 4.4 6.6 10.3 29.0 9.3 14.5 38.0

Flash Point PMCC oC 205 240 250 290 - - -Pour Point oC 31 40 48 55 - - -Sulphur Content %-wt 0.6 0.8 0.6 1.0 1.5 1.9 1.7Nitrogen Content ppm-wt - - - - 150 370 500RI at 70 oC - 1.452 1.460 1.464 1.476 1.480 1.490 1.490

Produk Waxy Raffinate Unit

Feed Waxy Distillate Unit

Solvex Mode Hybrid Mode

Solvex Mode Hybrid ModeSPO LMO MMO DAO LMO MMO DAO

SG 70/4 oC 0.9490 1.0080 0.9640 0.9550 0.9800 1.0000 -Kin. Visc. at 60 oC cSt - - - - - - -Kin. Visc. at 100 oC cSt 7.0 17.0 30.0 52.0 35.0 110.0 140.0Sulphur Content %-wt 3.9 4.2 4.2 3.6 6.0 6.0 5.6Pour Point oC 10 15 25 30 - - -Flash Point PMCC oC 200 230 245 285 - - -RI at 70 oC - - - - 1.580 1.600 1.550

Produk Extract UnitSolvex Mode Hybrid Mode

46

Page 47: Diktat

5.2.5 Data Yield Unit FEU II dan Unit FEU II

Tabel 5.5 Disain Yield Unit FEU I Pasca DPC

CaseFeedT/D

RaffinateT/D

ExtractT/D

Yield (%-wt)Raffinate Extract

Solvex Mode :- HVI 60 415 249 166 60.0 40.0

Tabel 5.6 Disain Yield Unit FEU II Pasca DPC

CaseFeedT/D

RaffinateT/D

ExtractT/D

Yield (%-wt)Raffinate Extract

Solvex Mode :- HVI 60 1580 948 632 60.0 40.0- HVI 95 1533 950 583 62.0 38.0- HVI 160 1159 545 614 47.0 53.0- HVI 650 991 654 337 66.0 34.0Hybrid Mode :- HVI 100 2180 1744 436 80.0 20.0- HVI 160 2270 1816 454 80.0 20.0- HVI 650 1786 1465 321 82.0 18.0

5.2.6 Kondisi Batery Limit – Tabel 5.7

Stream Temp. (oC) Dari / KeFeed Waxy Distillate :- HVI-60 (Solvex)- HVI-95 (Solvex/Hybrid)- HVI-160 (Solvex)- HVI-650 (Solvex)

Max. 80Max. 80Max. 80Max. 90

Dari Tanki IntermediateDari Tanki IntermediateDari Tanki IntermediateDari Tanki Intermediate

Deasphalted Oil (DAO)- HVI-650 (Solvex)- HVI-650 (Hybrid)

Max. 80Max. 90

Dari Tanki IntermediateDari Tanki Intermediate

Raffinate Rundown 75 Ke Tanki IntermediateExtract Rundown (kecuali HVI-650) 90 Ke Refinery Fuel

Extract Rundown (HVI-650) 90Ke Refinery Fuel dan Bitumen Blending

Unit 5.2.7 Batasan Furfural dari Slops dan Air di Feed

Unit FEU II dirancang untuk melakukan handling :

- Furfural dari slops : 0.5 %-wt. on flow sirkulasi furfural- Air di feed distllate : 1.0 %-wt, on flow feed

Unit 5.2.8 Sifat Fisis Furfural

Struktur Molekul Furfural (C5H4O2)

47

Page 48: Diktat

Sifat Fisika Furfural :

- Molecular Weight 96.1- Melting Point, oC -36.5 (tekanan atmospheric)- Boiling Point, oC 161.7 (tekanan atmospheric)- Specific Gravity 15 oC 1.165- Panas Penguapan, kcal/kg 108 (tekanan atmospheric)- Kelarutan pada suhu 60 oC

+ Air di Furfural, %-wt 9+ Furfural di Air, %-wt 11

- Flash Point, oF (oC) 152 – 159 (66.7 – 70.6)- Ignition Tempereature, oF (oC) 739 (393)- Cloud Point, oC 57- Refractive Index at 20 oC 1.5261- Temp. Kritis, oC 387- Tekanan Kritis, kg/cm2 51

Spesifkasi Pembelian Furfural UP IV – Tabel 5.8

Parameter Unit Metode Limits

Density at 15 oC g/ml ASTM D 4052 Min. 1,159Water Content %-wt UOP 481 Max. 0,20Flash Point PMcc oC ASTM D 93 Min. 55Ref. Index at 20 oC - ASTM D 1218 1,521 – 1,527Acidity mg KOH/gr ASTM D 974 Max. 0,40Colour ASTM - ASTM D 1500 Max. 3,0Solubility at 60 oC :- Water in Furfural %-wt - 8,0 – 9,0- Furfural in Water %-wt - 10,0 – 12,0Distillation -

ASTM D 1078

-IBP oC Min. 149DP oC Max. 170Recovery %-Vol Min. 98,5Appearance - Visual C & BDemulsification Min. - Max. 10

Furfural memiliki group selectivity yang baik dan dalam range komponen lube oil memiliki light-heavy selectivity yang rendah. Karena memiliki solvent power yang baik, temperatur ekstraksi yang diperlukan furfural pada tingkat yang tidak sulit dilakukan yaitu antara 70 oC s/d 140 oC. Dengan memiliki sifat selektivitas dan solubilitas tersebut, rasio solvent yang diperlukan ralatif rendah yaitu antara 1.1 s/d 4.1 basis volume.

The spesific gravity dari furfural cukup tinggi untuk meyakinkan beda berat jenis yang mencukupi sehingga didapat settling rate yang memadai. Tegangan permukaan dari furfural dengan minyak cukup tinggi untuk menghindari pembentukan emulsi. Titik didih furfueal juga cukup rendah sehingga mudah dipisahkan dari komponen lube base oil dengan proses distilasi. Furfural memiliki keterbatasan operasi disebabkan dapat mengalami degradasi pada temperature tinggi (misal 230 oC) yang membentuk material asam dan polimer seperti coke.

Inhibitor

Disain inhibitor yang digunakan adalah sodium bicarbonate-Sobi (NaHCO3). Sebelum digunakan untuk injeksi inhibitor ini akan dilarutkan terlebih dahulu menggunakan air dengan

48

Page 49: Diktat

konsentrasi inhibitor 10 %-wt dengan jumah injeksi sebanyak 5 ppm-wt on sirkulasi furfural pada basis konsentrasi Sobi 100 %. Alternatif posisi injeksi Sobi adalah sbb :

Line outlet dari furfural-water condenser E-108 ke Decanter V-103. Line extract mix ke exchanger E-107.

5.3 Pengaturan Kondisi Operasi

5.3.1 Umum

Target pengaturan kondisi operasi di Unit FEU adalah sbb :

1. Untuk mendapatkan kualitas dan kuantitas produk utama (dalam hal ini Raffinate). Kuantitas produk Raffinate ditunjukkan dengan parameter yield sedangkan kualitas produk raffinate meliputi parameter sbb :

Min. Viskositas Kinematic (Vk @ 100 oC) : parameter ini diperlukan untuk mendapatkan target viskositas lube base oil HVI-650 sesuai dengan spesifikasi.

Max. Refractive Index (RI) : parameter ini sebagai tolok ukur banyaknya kandungan komponen dengan VI yang rendah (komponen aromatic) dimana semakin tinggi parameter RI maka semakin tinggi kandungan aromatic di raffinate.

Min. Flash Point : parameter ini untuk menjaga tercapainya spesifikasinya flash point produk akhir lube base oil.

2. Meminimalkan terjadinya loss solvent furfural baik melalui stream produk Raffinate, produk ekstrak, water to drain ex furfural stripper column (C-105). Untuk meminimalkan terjadinya loss furfural maka dilakukan monitoring kandungan parameter furfural content di stream tersebut dan analisa flash point di stream ekstrak juga dapat menjadi indikasi tingginya kandungan furfural.

3. Memonitor kondisi sirkulasi solvent furfural dengan melakukan analisa pH air di outlet decanter V-103 (sisi air) dan produk bottom C-105 (water to drain) sebagai basis pengaturan injeksi inhibitor Sobi.

Target spesifikasi stream feed dan produk di atas untuk Unit FEU I (solvex mode) dan Unit FEU II (hybrid mode) pasca DPC pada seluruh grade dapat dilihat pada tabel di halaman berikut.

5.3.2 Pengaruh Kualitas Feed

Mengingat furfural memiliki keterbatasan dalam light-heavy selectivity, maka jika umpan feed waxy distillate dari Unit HVU’s memiliki rentang distilasi yang terlalu lebar akan mengakibatkan yield raffinate mengalami penurunan. Jika rentang distilasi terlalu sempit hal ini tidak menimbulkan permasalahan untuk Unit FEU’s namun akan menimbulkan rendahnya yield distillate dari Unit HVU’s yang pad akhirnya akan berpengaruh pada jumlah feed Unit FEU’s. Kondisi yang sama juga terjadi untuk feed DAO dari Unit PDU’s. Jika ekstraksi di PDU terlalu dalam akan mengakibatkan produk DAO memiliki viskositas yang terlalu tinggi serta rentang titik didih yang lebar.

49

Page 50: Diktat

4.3.3 Variabel Operasi

Temperatur Top RDC : semakin tinggi temperature diperlukan dengan semakin bertambahnya viskositas feed untuk mendapatkan kelarutan yang baik oil di furfural sehingga dapat menurunkan penggunaan solvent. Namun perlu diingat semakin tinggi temp. maka kelarutan furfural di oil juga bertambah juga solvent power.Semakin tinggi temperature maka kelarutan fasa kontinu dan terdispersi akan berdekatan sehingga komponen raffinate akan semakin mudah terbawa dengan aliran ekstrak (bottom RDC). Disamping itu dengan bertambahnya kelarutan furfural dalam oil dengan bertambahnya tempeture maka beban di seksi furfural recovery akan bertambah.

Temperatur Settler : jumlah komponen pseudo-raffinate yang terbentuk di settler bergantung pada delta temp. antara bottom RDC dengan temp. settler. Pada prinsipnya semakin rendah temp. maka semakin banyak pseudo-raffinate yang di-recycle ke RDC sehingga menambah yield raffinate. Namun hal ini dapat mengakibatkan flooding di bottom RDC jika jumlah aliran pseudo-raffinate terlalu besar sehingga akan mengakibatkan terbawanya pseudo-raffinate ke gross extract-mix keluar dari settler.

Gradien Temp. Ekstraksi : hal ini dapat dicapai dengan memasukkan furfural ke RDC pada temp. yang lebih tinggi daripada feed dan dengan melakukan pendinginan di settler (lihat Tabel 5.3).

Rasio Solvent : menaikkan rasio solvent akan menaikkan kelarutan dari solvent dan mengurangi kandungan aromatik pada raffinate sehingga menaikkan VI. Namun hal tersebut akan mengurangi yield raffinate. Namun juga perlu diperhatikan penambahan beban di sistem solvent recovery.

Kecepatan Rotor RDC : pada saat feed unit maksimum umumnya rotor tidak perlu dijalankan disebabkan hal tsb dapat mengakibatkan flooding di RDC.

Tekanan RDC : tekanan operasi di RDC tidak berpengaruh terhadap proses ekstraksi. Namun variabel ini diperlukan untuk mengalirkan raffinate dan extract ke Seksi Solvent Recovery.

Ringkasan variabel operasi di RDC dan pengaruhnya terhadap kualitas dan yield DAO dapat dilihat pada tabel sbb :

Unit

Feed DistillateSPO Dist.

SolvexLMO Dist.

SolvexLMO Dist. Hybride

MMO Dist. Hybride

DAO Hybride

Refractive Index at 70 oC 1.488 - 1.492 1.495 - 1.498 1.496 - 1.500 1.509 - 1.512 1.4950 - 1.5003Specific gravity at 70 oC 0.872 - 0.879 0.885 - 0.895 0.889 - 0.896 0.910 - 0.916 0.8700 - 0.9910Viscosity at 100 oC, cSt 42 - 46Viscosity at 60 oC, cSt 12.5 - 15.0 26 - 31 31 - 35 78 - 95

RaffinateSPO Raff.

SolvexLMO Raff.

SolvexLMO Raff. Hybride

MMO Raff. Hybride

DAO Raff. Hybride

Color ASTM Maks. 1.0 Maks. 1.0 Maks. 2.5 Maks. 8.0 Maks. 7.5Refractive Index at 70 oC 1.4520 - 1.4540 1.4585 - 1.4640 1.488 - 1.489 1.476 - 1.481 1.485 - 1.491Specific gravity at 70 oC 0.8200 - 0.8235 0.8430 - 0.8450 0.8600 - 0.8700 0.8770 - 0.9000 0.8900 - 0.8920Flash Point, PMCC °C Min. 215 Min. 240 Min. 240 Min. 240 Min. 240Viscosity at 100 oC, cSt 7.7 - 8.2 14.5 - 15 34 - 40Viscosity at 60 oC, cSt 10 - 11 17.3 - 20Furfural content, ppm Maks. 100 Maks. 100 Maks. 100 Maks. 100 Maks. 100

Extract Minarex-A Minarex-B Minarex-H Minarex-C Minarex-DAniline Point, oC 35.4 - 36.2 26.8 - 47 32.8 - 47Refractive Index at 70 oC 1.5730 - 1.5755 1.5625 - 1.5830 1.6000 - 1.6100 1.6000 - 1.800 1.554 - 1.650Specific gravity at 70 oC 0.9725 - 0.9745 1.02 - 1.050 0.95 - 1.020Specific gravity at 60/60 oC 0.9800 - 1.0200 1.0450 - 1.0470 Viscosity at 210 oC, cSt 7.322 - 7.480 15 - 17.6 29 - 33 100 - 110 130 - 150Furfural content, ppm Maks. 100 Maks. 100 Maks. 100 Maks. 100 Maks. 100

Water ex 23V-3 ex 23C-5 ex 023V-103 ex 023C-105pH 6 - 8 6 - 8.5 6 - 8 6 - 8.5Furfural content, ppm Maks. 10 Maks. 10

Tabel- 5.9 Spesifikasi Feed dan Produk Unit FEU'sFEU - IIFEU - I

50

Page 51: Diktat

Tabel 5.10 Variabel Operasi di RDC

Parameter OperasiRaffinate

Yield RI VI Colour Sulphur NitrogenTemp. Top RDC Naik - - + - - -Temp. Top RDC Turun + + - + + +Rasio Solvent Naik - - + - - -Rasio Solvent Turun + + - + + +Temp. Settler Naik - - + - - -Temp. Settler Turun + + - + + +

5.4 Proses Operasi

Berikut beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses operasional di Unit FEU’s :

5.4.1 Kondisi Ekstraksi

Dari uraian sebelumnya telah disampaikan pengaturan kondisi operasi untuk mendapatkan kualitas raffinate sesuai dengan target. Namun demikian dalam kondisi normal, variabel yang umumnya diopearasikan untuk menjaga proses ekstraksi yang konstan adalah dengan memvariasikan temp. top RDC. Semakin tinggi temp. ekstraksi akan meningkatkan VI produk lube base oil. Temp. settler juga divariasikan untuk menjaga aliran pseodo-raffinate yang konstan. Semakin tinggi temp. settler maka aliran pseudo-raffinate akan menurun.

5.4.2 Temp. dari Heater Ekstrak Mix (E-105)

Sebagaimana telah disampaikan sebelumnya furfural akan terdegradasi pada temp. di atas 230 oC membentuk lapisan coke yang keras di dalam internal tube sehingga mengurangi transfer panas dan pada akhirnya mengurangi kapasitas feed unit. Untuk itu di E-105 dilengkapi dengan temp. alarm di aliran outlet furfural. Adapun heater lainnya E-111, 115, 121 di LOC II juga dilengkapi dengan alarm, namun mengingat kapasitas transfer panas dan kondis temp. tidak setinggi di E-105 maka hal tersebut tidak banyak menjadi masalah.

Dua hal penting yang harus diperhatikan dalam pengoperasian heater dengan hot oil sebagai pemanas :

Kecepatan Aliran

Untuk mencegah terjadinya pembentukan coke di tube maka kecepatan aliran di dalam tube tidak kurang dari 80 % disain, jika kecepatan berada di bawah 60 % disain maka terjadi proses coking yang sangat cepat. Pada saat unit beroperasi pada feed yang lebih rendah maka beberapa hal yang dapat dilakukan adalah sbb :

Menaikkan solvent ratio (menurunkan temp. ekstraksi untuk menjaga proses ekstraksi pada kedalaman yang sama).

Mengurangi penguapan di LP Column Melakukan injeksi furfural ke bottom LP Column melalui line refluks ke LP Column. Menurunkan tekanan HP Column untuk menjaga laju alir volumetrik uap. Membuka recycle dari bottom HP Col. ke recycle LP Col. feed. Mengoperasikan hanya dua train ekstrak mix heater di LOC II (total 3 train).

Temperature

Sekalipun dilakukan kontrol pada temp. outlet furfural dari ekstrak mix heater, namun temperatur tertinggi terjadi saat furfural mulai teruapkan. Kondisi ini bergantung pada tekanan sistem dimana tekanan ini akan bertambah sebagai konsekuensi terjadinya proses fouling di tube ekstrak-mix. Sebagai gambaran kenaikan tekanan 1 kg/cm2 akan meningkatkan boiling point sebanyak 10 oC.

51

Page 52: Diktat

5.4.3 Loss Furfural

Furfural merupakan solvent yang mahal sehingga diperlukan upaya semaksimal mungkin untuk mengurangi loss.

Menjaga sirkulasi furfural konstan dan berubah jika kapasitas feed berubah. Temp. maks. di sistem solvent recovery adalah 225 oC. Untuk meminimalkan temp. film

proses maka temp. hot oil dijaga serendah mungkin namun tidak melampaui 315 oC. Tekanan flash point produk yang rendah merupakan indikasi tingginya solvent. Upaya

yang dapat dilakukan adalah menambah stripping steam. Level interface yang tinggi di Decanter sisi kaya furfural yang kemudian akan mengalir ke

sisi kaya air. Furfural kemudian akan membebani furfural stripper C-105 dan sebagian furfural akan mengalir bersama aliran water-to drain dari bottom C-105.

Blanketing dengan inert gas untuk meminimalkan degradasi.

5.4.4 Tekanan HP Flash Column (C-103 A)

Sehubungan dengan temp. maks inlet HP Flash Col. C-103 A adalah 225 oC, sehingga satu-satunya variabel operasi adalah tekanan. Penurunan tekanan akan menambah penguapan sehingga akan menambah beban E-105 (temp. inlet E-105 turun). Untuk menjaga tingkat penguapan maka dapat dengan menurunkan temp. outlet E-105 dengan penurunan tekanan di C-103 A.

5.4.5 Refluks

- C-103 A Refluks digunakan untuk desuperheating uap di overhead, mencegah entrainment extract, dan meyakinkan seluruh tray tercuci dengan furfural untuk menghindari coking.

- C-103 B Refluks hanya digunakan jika terjadi indikasi entrainment extract; jika tidak hal ini akan menambah beban dari E-105.

- C-106,107, dan 108 (LOC II)

Refluks digunakan untuk desuperheating uap di overhead, mencegah entrainment extract. Minimun flow sebaiknya digunakan jika tidak akan menambah flow stripping steam.

5.4.6 Refractive Index dan Yield Raffinate

Parameter refractive index selain berguna untuk monitoring kualitas, juga dapat digunakan untuk memeriksa yield raffinate dengan persamaan sbb :

Parameter RI yang digunakan pada temp. 70 oC.

52

Page 53: Diktat

LPS

LPS

HO

S

CW

SM

PS

CW

HO

S

LPSCW

CW

R

LPS

HO

S CW

RAF

FIN

ATE

EXTR

ACT

23 E

-1

23 E

-4

C-2

V-1

23 E

-5AB

41 P

-3AB

23 P

-3In

j. SO

BI

23 P

-4

23 E

-723

P-5

AB23

P-7

AB23

P-8

23 P

-9

C-3

B

C-3

A

C-4

23 E

-7

23 E

-6AB

V-3

C-5

23 E

-9AB

23 E

-11

C-6

23 E

-10A

B

23 E

-12

23 E

-15

23 E

-13A

B

LT

PRO

CES

S F

LOW

DIA

GR

AMFE

U (

23 )

LO

C -

IR

EV I

C-7

23 E

-8

KET

ERA

NG

AN

:41

P-3

AB

FE

ED P

UM

PS U

NIT

23

23 C

-2

RO

TATI

NG

DIS

C. C

ON

TRAC

TOR

23 E

-1

SO

LVEN

T TR

IM C

OO

LER

23 E

-11

EX

TRAC

T VA

CU

UM

TW

R H

OT

OIL

23 P

-3

PSE

UD

O R

AFF.

CIR

C. P

UM

P23

C-3

AB

EXT

RAC

T C

OLU

MN

23 E

-4

RD

C IN

TER

COO

LER

23 E

-12

FI

NIS

H E

XTR

ACT

CO

OLE

R23

P-4

E

XTR

ACT

HEA

TER

CH

ARG

E PU

MP

23 C

-4

FUR

F. F

RAC

TIO

NAT

OR

23 E

-5AB

HO

T O

IL &

EXT

RAC

T M

IX E

XCHA

NGER

S23

E-1

3AB

F

INIS

HED

RAF

F. C

OO

LER

23 P

-5AB

SOLV

ENT

CHA

RG

E PU

MPS

23 C

-5

FUR

F. S

TRIP

PER

23 E

-6AB

HP

VAPO

UR

EXT

RAC

T M

IX E

XCH

ANG

ER23

E-1

4AB

R

AFF.

MIX

/ FI

NIS

HED

RAF

F. E

XCH

ANG

ER23

P-7

AB

FU

RF.

FR

ACT.

CH

ARG

E PU

MPS

23 C

-6

EXTR

ACT

VAC

UU

M C

OLU

MN

23 E

-7

LP

VAPO

UR

EXT

RAC

T M

IX E

XCH

ANG

ER23

E-1

5

RAF

F. M

IX /

HO

T O

IL H

EATE

R23

P-8

F

UR

F. S

TRIP

PER

CH

ARG

E PU

MP

23 C

-7

RAF

F. V

ACU

UM

CO

LUM

N23

E-8

C

BM C

ON

DEN

SER

23 E

-17

SO

LVEN

T / E

XTR

ACT

MIX

EXC

HAN

GER

23 P

-9

FIN

ISH

EXT

RAC

T PU

MP

23 V

-1

CO

NTR

ACTO

R S

ETLI

NG

DRU

M23

E-9

AB

W

ET F

UR

FUR

AL C

OND

ENSE

R23

P-1

0AB

FI

NIS

HED

RAF

F. P

UM

PS23

V-3

D

ECAN

TER

23 E

-10A

B

VAC

UU

M E

JEC

TOR

CO

ND

ENSE

RS

Gambar 4.2 PFD Unit FEU I

53

Page 54: Diktat

RA

FF

INA

TE

EX

TR

AC

T

RA

FF

INA

TE

E-1

03

CW

S

LP

S

E-1

02

02

3-P

-10

3

V-1

01

02

3-E

-10

4

C-1

02

02

3-E

-10

1

C-1

03

A

02

3-E

10

7

02

3-E

10

6

AB

C-1

03

B

02

3-E

11

7

023-E105 ABCD

HO

R

HO

S

BA

C-1

04

LP

S

V-1

03

02

3-E

-10

8

HO

RH

OS

E-1

09

A

BC

-10

5

LP

S

MP

S

LP

S

C-1

06

CW

E-110 AB

CW

S0

23

-P-1

05

AB

02

3-P

-10

7 A

B0

23

-P-1

09

C-1

08

LP

S

02

3-P

-11

8(

NE

W )

CW

R

CW

S

E-1

20

AB

( N

EW

)

E-1

19

( N

EW

)

HO

R

HO

S

E-1

21

( N

EW

)

02

3-P

-10

AB

CW

S

CW

R

E-113 AB

E-1

15

C-1

07

LP

S

CW

S

CW

R

PR

OC

ES

S F

LO

W D

IAG

RA

MF

EU

( 0

23 )

L

OC

- II

RE

V I

04

1-P

-10

1 A

B0

23

-P-1

04

02

3-P

-10

8

E-1

14

AB

E-1

18

02

3-P

-11

6 A

B

02

3-E

-11

1

02

3-E

-11

2

041-

P-1

01 A

B:

FEE

D P

UM

PS

023-

C-1

02:

RO

TATI

NG

DIS

C. C

ON

TAC

TOR

023-

E-1

01:

SO

LVE

NT

TRIM

CO

OLE

R02

3-E

-112

: FI

NIS

HE

D E

XTR

AC

T C

OO

LER

023-

P-1

03:

PS

EU

DO

RA

FF. C

IRC

. PU

MP

023-

C-1

03 A

B:

EX

TRA

CT

HP

/LP

FLA

SH

CO

LUM

N02

3-E

-102

: C

HA

RG

E O

IL P

RE

HE

ATE

R02

3-E

-113

AB

: FI

NIS

HE

D R

AFF

INA

TE C

OO

LER

023-

P-1

04:

EX

TRA

CT

HE

ATE

R C

HA

RG

E P

UM

P02

3-C

-104

: FU

RFU

RA

L FR

AC

TIN

ATI

ON

023-

E-1

04:

RD

C IN

TER

CO

OLE

R02

3-E

-114

AB

: FI

NIS

HE

D R

AFF

INA

TE /

RA

FF. M

IX E

XC

HA

NG

ER

S02

3-P

-105

: S

OLV

EN

T C

HA

RG

E P

UM

P02

3-C

-105

: FU

RFU

RA

L S

TRIP

PE

R02

3-E

-105

AB

: E

XTR

AC

T M

IX E

XC

HA

NG

ER

023-

E-1

15:

RA

FFIN

ATE

MIX

/ H

. OIL

HE

ATE

R02

3-P

-107

AB

: FU

RFU

RA

L C

HA

RG

E P

UM

P02

3-C

-106

: E

XTR

AC

T V

AC

UU

M C

OLU

MN

023-

E-1

06 A

B:

HP

VA

PO

UR

EX

TRA

CT

MIX

EX

CH

AN

GE

R02

3-E

-117

: FU

RFU

RA

L / E

XTR

AC

T M

IX E

XC

HA

NG

ER

S02

3-P

-108

: FU

RFU

RA

L S

TRIP

PE

R C

HA

RG

E P

UM

P02

3-C

-107

: R

AFI

NA

TE V

AC

UU

M C

OLU

MN

023-

E-1

07:

LP V

AP

OU

R E

XTR

AC

T M

IX E

XC

HA

NG

ER

023-

E-1

19:

FIN

ISH

ED

RA

FFIN

ATE

CO

OLE

R02

3-P

-109

: FI

NIS

H E

XTR

AC

T P

UM

PS

023-

C-1

08:

RA

FIN

ATE

VA

CU

UM

CO

LUM

N02

3-E

-108

: C

ON

DE

NS

ER

023-

E-1

20 A

B:

RA

FFIN

ATE

MIX

EX

CH

AN

GE

RS

023-

P-1

10 A

B:

FIN

ISH

RA

FFIN

ATE

PU

MP

S02

3-V

-101

: C

ON

TRA

CTO

R S

ETL

ING

DR

UM

023-

E-1

09 A

B:

WE

T FU

RFU

RA

L C

ON

DE

NS

ER

023-

E-1

21:

RA

FFIN

ATE

MIX

/ H

. OIL

HE

ATE

R02

3-P

-118

(NE

W)

: FI

NIS

HE

D R

AFF

INA

TE P

UM

P02

3-V

-103

: D

EC

AN

TER

023-

E-1

10 A

B:

VA

CU

UM

EJE

CTO

R C

ON

DE

NS

ER

023-

E-1

18:

FUR

FUR

AL

STR

IPP

ER

BO

TTO

M /

FEE

D E

XC

HA

NG

ER

023-

E-1

11:

EX

TRA

CT

MIX

/ H

. OIL

HE

ATE

R

Gambar 4.3 PFD Unit FEU II

54

Page 55: Diktat

6. HYDROTREATING UNIT (HTU / RDU)

6.1 Pengenalan Proses

Di dalam proses produksi lube base oil, pengambilan komponen yang tidak diinginkan seperti aromatik atau komponen lain yang mempunyai viskositas index rendah selain dapat dipisahkan dengan proses ekstrasi dengan menggunakan solvent, dapat juga dengan cara melakukan konversi komponen yang tidak diinginkan tersebut di reaktor dengan menggunakan katalis dan gas hydrogen menjadi lube base yang mempunyai viskositas index tinggi dan produk samping BBM yang mempunyai nilai tambah tinggi.

Pada Lube oil Hydrotreater (HTU LOC – III ) feed dicampur dengan hydrogen direaksikan di reaktor menggunakan katalis jenis Nickel – Molibdenum (Ni-Mo) dengan support material Alumina. Selama proses konversi dengan pengontrolan terhadap temperatur dan pressure, terjadi reaksi – reaksi sebagai berikut :

Reaksi pemurnian (hydrogenation komponen sulphur, oksigen, nitrogen). Reaksi penjenuhan hydrogen (Saturation reaction: hydrogenation of aromatic and poly-

aromatic, alkyl group transfer, hydrogenation olefin and condensation of aromatic). Reaksi perengkahan (hydrocracking reaction, isomerization ).

6.2 Pengaruh Hydrotreating terhadap Kualitas Lube Base

Dengan terjadinya reaksi pemurnian, penjenuhan, dan cracking pada proses hydrotreating mengakibatkan perubahan pada produk HTU dibandingkan terhadap kualitas feednya sbb :

Tabel 6.1 Pengaruh Proses HydrotreatingTerjadi Penurunan Terjadi Peningkatan

ViskositasColour

Sulfur contentCarbon residue

Aromatic contentNitrogen contentSpesific gravity

Respon terhadap additiveNaphtene content

Viscosity indexIso – paraffin content

Stabilitas oksidasi

Typical nilai viscosity Iidex beberapa senyawa hydrocarbon komponen penyusun lube base oil ditampilkan seperti dalam tabel dibawah ini :

Tabel 6.2 Viscosity Index Senyawa HydrocarbonHydrocarbon Viscosity IndexN – paraffins 175

Iso – paraffins 155Mono – naphtenes 142

Di – naphtenes 70Aromatics 50

6.2 Lube Oil Hydrotreating

Tujuan daripada Cilacap Debottlenecking Project adalah meningkatkan kapasitas produksi lube base dari 255 KTA menjadi 428 KTA dimana untuk mencapai hal tersebut Pertamina Cilacap telah memodifikasi proses pengolahan lube base oil dari solvex mode menjadi hybrid mode yaitu dengan menambahkan satu unit baru yaitu Unit HTU/RDU (Hydrotreating/Redistilling Unit). Pada existing proses (solvex mode) proses pengolahan bersifat physical separation (distilasi, ekstrasi, dan filtrasi) sedangkan pada Unit HTU/RDU

55

Page 56: Diktat

disamping menggunakan proses distilasi pada Unit RDU juga dengan menggunakan proses kimia (hemical conversion). Proses kimia / konversi ini adalah proses mengubah atau mengkonversi komponen yang tidak diinginkan / tidak dapat lagi diproses melalui proses fisika menjadi komponen lube base oil dengan menggunakan katalis dan bantuan gas hydrogen. Dalam hybrid proses ini katalis merupakan hal yang sangat vital dan penting untuk diperhatikan, karena dengan gagalnya kinerja katalis dapat mengakibatkan kehilangan produksi minimal sepertiga dari total produksi. Untuk itu perlu selalu dilakukan monitoring, optimasi dan evaluasi kinerja katalis sehingga proses produksi dan target produksi dapat tercapai. Berikut uraian singkat macam-macam reaksi Selama proses konversi dengan variabel utama temperatur dan pressure akan terjadi reaksi – reaksi sebagai berikut :

6.2.1 Reaksi Pemurnian (Hydrogenasi Komponen S,O,N)

Reaksi ini terjadi pada tingkat severity reaksi yang rendah hingga moderate untuk menghilangkan senyawa sulfur, nitrogen dan oksigen. Kondisi operasi tekanan 200 – 2000 psi, tempera 500 oF -700 oF (260 oC - 370 oC), dan space velocity (LHSV) antara 1 – 5 hr-1. Jumlah konsumsi hydrogen berkisar 100 -1000 scuft / bbl feed. Reaksi yang paling sulit dilakukan adalah de-nitrifikasi sehingga diantara ketiga reaksi tersebut akan memerlukan temp. reaksi yang paling tinggi. Mekanisme reaksi pemurnian adalah sbb :

Gambar 6.1 Reaksi Pemurnian

6.2.2 Reaksi Penjenuhan

Pada reaksi ini terjadi konversi senyawa – senyawa olefin ke paraffin dan konversi senyawa – senyawa aromatic ke senyawa cycloparaffin. Kondisi operasi pada tekanan 500 – 3000 psi, temperatur 450 oF – 750 oF (232 oC – 400 oC), dan space velocity (LHSV) antara 0.5 – 3 hr-1. Jumlah konsumsi hydrogen berkisar 100 – 1000 scuft/bbl feed. Mekanisme reaksi penjenuhan adalah sbb :

Gambar 6.2 Reaksi Penjenuhan

56

Page 57: Diktat

6.2.3 Reaksi Cracking

Pada reaksi ini terjadi pemutusan rantai karbon, pemotongan rantai lingkar hydrocarbon dan perubahan struktur molekul melalui isomerisasi. Kondisi operasi pada tekanan 500 – 4500 psi, temperaur 625 oF – 850 oF (330 oC – 455 oC), dan space velocity (LHSV) antara 0.5 – 3 hr-1. Jumlah konsumsi hydrogen berkisar 500 – 2000 scuft / bbl feed. Mekanisme reaksi cracking adalah sbb :

Gambar 6.3 Reaksi Cracking

6.3 Process Flow Unit Hydrotreating

Proses flow diagram sederhana Unit Hydrotreating ditampilkan dalam gambar. Umpan dipanaskan untuk mencapai temperatur reaksi dicampur dengan hydrogen masuk ke dalam reaktor dan mengalir secara downflow (dari atas ke bawah ). Reaktor terdiri dari bed – bed (segmen) katalis yang terpasang secara seri di dalam reaktor. Hydrogen quench dialirkan diantara bed katalis untuk menurunkan temperatur karena sifat reaksi yang reaksi eksotermis sehingga dapat mengontrol temperatur reaksi. Produk dari reaktor kemudian dialirkan ke beberapa separator yang dipasang seri atau paralel untuk memisahkan hydrogen dan light hydrocarbon. Produk liquid separator dfraksinasi pada kolom distilasi vakum (Unit Redistilling) untuk memperoleh hydroterated oil dan hasil samping (Gas Oil). Produk gas dari separator (hydrogen) masuk ke kompresor untuk dialirkan balik ke feed system. Produk hydroterated oil selanjutnya diolah di Unit MDU’s (MEK Dewaxing Unit) untuk dipisahkan wax-nya sehingga diperoleh produk akhir lube base oil.

6.4 Basis Disain Unit HTU

HTU didisain untuk memproses tiga jenis feedstock waxy raffinate Arabian Light Crude melalui pola operasi yang disebut “hybrid process” dengan pengolahan feed dilakukan secara bergantian (blockout operation) menghasilkan produk waxy hydrotreated (HDT) raffinate. Waxy HDT raffinate dari Unit HTU selanjutnya diolah lebih lanjut di MDU’s :

Case A : LMO Raffinate LMO HDT Raffinate HVI - 95 Case B : MMO Raffinate MMO HDT Raffinate HVI - 160s Case C : DAO Raffinate DAO HDT Raffinate HVI - 650

Berdasarkan total produksi lube base pasca debottlenecking sebesar 428 KTA, kapasitas feed HTU dipilih 1700 Ton / hari. Untuk mendapatkan maksimum fleksibilitas pengolahan HTU, unit ini didesign dengan turndown ratio (kapasitas terendah unit masih dapat beroperasi) pada 67 % dari kapasitas disain.

Kondisi Operasi Utama di Unit HTU adalah sbb:

- Intake ( semua grade ) 1700 Ton / Hari- Space Velocity (Ton feed / m3 Catalyst.hr ) 0.8- Reactor WABT (SOR- EOR )

+ HVI – 100 + HVI – 160S + HVI – 650

350 – 365 0C370 – 385 0C370 – 385 0C

57

Page 58: Diktat

- Reactor Inlet Hydrogen Partial Pressure 143 bar ( min )- Recycle Gas Rate 1000 Nm3 / Ton feed- Wash Oil Recycle Flow 1700 Ton / Hari- Fresh Wash Water Flow 130 Ton / Hari- Wash Water Injection ke HP Circuit (recycle) 170 Ton / Hari Keterangan :

- WABT : Weighted Average Bed Temperature.- SOR : Start of Run.- EOR : End of Run.

Jenis katalis yang pada awalnuya digunakan adalah Criterion C – 424 yang mengandung metal Nickel dan Molybdenum. Namun sejak Tahun 2002 jenis katalis yang digunakan adalah tipe baru DN-3100 pada Bed 1, 2, dan 3 serta tipe LH-22 pada Bed 4. Pada bagian top reaktor di daerah inlet sebelum Bed 1 terdapat basket distributor yang juga tempat untuk katalis demetalization (metal guard).

6.5 Deskripsi Proses

Referensi Drawing Process Flow Diagram Hydrotreating Unit (Lihat Lampiran) :

429400 – A1 – 260 – 001 : Reactor section. 429400 – A1 – 260 – 002 : HP Separator Section. 429400 – A1 – 260 – 003 : Stripper and LP Separator Section. 429400 – A1 – 260 – 004 : Compressor Section. 429400 – A1 – 260 – 005 : Heat exchanger and Furnace Section. 429400 – A1 – 260 – 006 : Vacuum Column Section. 429400 – A1 – 260 – 007 : Overhead System Section. 429400 – A1 – 260 – 008 : Hydrogen Supply and PSA Unit.

6.5.1 Feed System

Feed Raffinate (LMO, MMO, DAO Raffinate) hasil ekstrasi Unit FEU (Furfural Extraction Unit) dari tangki raffinate dipompa dengan 041P – 302 A/B (HTU charge oil booster pump) ke 260V-101(Charge Oil Surge Drum). Total aliran feed tersebut diatur menggunakan level control pada 260V–101. Untuk mengantisipasi kemungkinan unit mengolah feedstock di luar batas kualitas design disediakan fasilitas bypass hingga 5% dari aliran feed ke produk hydrotreated oil. Pada kondisi normal tidak diperlukan aliran bypass ini.

Aliran ke 260V–101 dipanaskan menggunakan aliran “RDU bottom rundown stream” di 260E–101 (HTU charge oil / redistilled product exchanger) , kemudian disaring di 260S–101 A/B (charge oil filter), untuk memisahkan solid material. Filter 260S–101 A/B ini dilengkapi dengan “Pressure Differential Recorder” dan alarm untuk memonitor adanya akumulasi padatan.

Charge Oil Surge Drum 260V–101 diblanket menggunakan fuel gas, aliran fuel gas ke 260V–101 diatur menggunakan “gap acting pressure controller” yang akan menambah aliran gas bila tekanan di vessel rendah dan akan membuang aliran gas ke blowndown system bila tekanan di vessel tinggi.

6.5.2 Reactor Section

Dari feed surge drum 260V–101 charge oil dipompa menggunakan 260P–102A/B (charge oil feed pump) ke reaktor bertekanan tinggi. Jumlah aliran di atur menggunakan flow controller yang berada pada discharge pompa 260P–102A/B dilengkapi dengan proteksi minimum flow, berupa aliran balik dari discharge pompa ke vessel 260V–101 , pada normal operasi tidak ada

58

Page 59: Diktat

aliran balik ke vessel. 260V–101 dilengkapi dengan fasilitas drain air, untuk membuang sewaktu – waktu adanya ikutan air dari tangki feed.Sejumlah kecil DFE ( 1,1 – difluoroethane ) diijeksikan dari 260V–108 ( DFE feed vessel ) ke suction pompa 260P–102A/B menggunakan pompa 260P–106 (DFE injection pump), untuk mengkompensasi hilangnya fluorine dari katalis selama normal operasi. Karena tekanan uap DFE berada dalam temperatur kamar, maka adanya tekanan berlebihan di suction pompa 260P–102A/B dicegah dengan menggunakan pressure controller di discharge pompa injeksi. Jumlah uap DFE masuk suction pompa 260P–102 sangat kecil sehingga tidak menyebabkan vapor lock. (Sebagai catatan mengingat katalis HTU saat ini menggunakan tipe baru DN-3100/LH-22 dan tidak memerlukan injeksi fluor sebagaimana pada katalis tipe sebelumnya C-424, maka fasilitas injeksi DFE ini tidak lagi digunakan.

Charge Oil selanjutnya dipanaskan di 260E–103 (Hot gas / charge oil exchanger). Pada heat exchanger ini dilengkapi dengan fasilitas bypass pada aliran charge oil untuk mencegah adanya pendinginan berlebihan (di bawah 170 oC) pada HP gas yang dapat mengakibatkan pembentukan garam amonium di heat exchanger. Fasilitas bypass juga dapat digunakan untuk menjaga temperatur di 260V–102 (Hot High Pressure Separator) sehingga ada pada range temperatur yang dikehendaki.

Charge Oil kemudian dicampur dengan gas Hydrogen dari 260K-101A/B (fresh gas compressor) dan 260K–102A/B (recycle gas compressor) , selanjutnya dipanaskan di 260E– 102 A/B/C/D (reactor feed / effluent exchanger).

Gas hydrogen di injeksikan pada upstream dan downstream 260E–102 untuk mengontrol temperatur 260V–102. Aliran gas hydrogen pada upstream 260E–102 diatur menggunakan temperatur controller, dengan setting temperatur pada reaktor effluent, sedangkan aliran gas hydrogen ke downstream 260E–102 diatur menggunakan pressure differential controller.Charge Oil setelah dipanaskan di 260E–102 kemudian dipanaskan di 260F–101 (reactor feed heater). Temperatur keluar heater dikontrol menggunakan temperatur kontroller yang beraksi melalui pengaturan jumlah aliran fuel ke burner.

Charge oil kemudian masuk ke 260R–101 (reactor) dengan inlet temperatur sesuai kebutuhan, dimana berbeda untuk setiap grade feed dan meningkat sesuai umur katalis. Reaktor terdiri dari 4 (empat) katalis bed. Pada top bed dipasang ”filtering tray” dan ”distributor tray”. Diantara katalis bed dipasang ”gas quench/mixing tray” dan ”distributor tray”.

Temperatur reaktor harus dijaga untuk mencegah panas berlebihan (overheating) dari bed katalis karena adanya pelepasan dari reaksi hydrotreating (exothermis). Temperatur top bed katalis diatur menggunakan temperatur controller pada inlet – bed – pertama, yang beraksi melalui pengaturan jumlah injeksi recycle gas (quench gas ) ke reaktor. Temperatur pada tiga bed-katalis lainnya masing-masing diatur menggunakan temperatur controller yang beraksi melalui pengaturan injeksi recycle gas ke inlet masing-masing bed – katalis. Kenaikan temperatur maksimum untuk setiap bed adalah 20 oC.

6.5.3 Separator System

Aliran outlet reaktor didinginkan di 260E–102A/B/C/D (reaktor feed /effluent exchanger). Aliran ini dalam bentuk dua fasa (cair – uap) kemudian masuk ke 260V–102 (Hot LP Separator) melalui sebuah control valve yang bekerja berdasar level controller pada 260V–102. uap dari 260V–102 didinginkan menggunakan charge oil pada 260E–103.

Pada 260C–101 cairan hydrocarbon distripping menggunakan MPS (Medium Pressure Steam) yang bekerja berdasarkan ”flow ratio controller” terhadap aliran bottom 260C–101 (Stripper bottom stream). Stripping ini berfungsi untuk memisahkan gas terlarut (hydrogen sulphide) dan hydrocarbon fraksi ringan. Aliran bottom stripper selanjutnya dialirkan ke seksi Redistillation Unit (RDU) diatur melalui aksi level controller di bottom 260C–101 yang bekerja pada aliran masuk 260F–151 (Redistillation feed heater). Aliran uap dari 260C–101

59

Page 60: Diktat

didinginkan di 260E–121 (Low Pressure Gas Air Cooler) selanjutnya mengalir ke 260V–105 (Cold Low Separator). Air diinjeksikan pada upstream 260E–121 menggunakan 260P– 105A/B (fresh water pump) untuk menyerap garam – garam amonium dari fase uap. Temperatur ke luar 260E–121 diatur menggunakan temperatur controller yang beraksi dengan pengaturan kecepatan fan. Aliran injeksi air ke 260E–121 diatur oleh level controller pada water-boot 260V–105. Sour water yang terkumpul pada water-boot 260V–105 sebagian diinjeksikan ke aliran uap 260V–102 yang telah melewati 260E–103, atau pada upstream 260M–101 (Static Mixer) menggunakan 260P–104A/B (Wash Water Injection Pump). Pada 260M–101 garam-garam amonium dalam bentuk uap akan larut ke fase cair apabila didinginkan. Campuran dari gas, hydrocarbon terkondensasi dan sour-water dari 260M–101 selanjutnya didinginkan di 260E–120 (Hot HP Gas Air Cooler). Outlet temperatur dari 260E-120 diatur menggunakan temperatur controller yang beraksi melalui pengaturan kecepatan fan 260E–120.

Wash oil diinjeksikan ke outlet stream 260E–120 menggunakan 260P–103 (Wash oil pump), terjadi pencampuran, hydrocarbon fraksi berat diserap dari fase uapnya (terkondensasi). 260E–125 (Wash Oil Cooler ) digunakan untuk mendinginkan wash oil dari 260P–103. Temperatur downstream injeksi wash oil diatur menggunakan temperatur controller yang beraksi melakukan pengaturan kecepatan fan 260E–125.

Selanjutnya effluent dingin masuk ke 260V–104 (Cold HP Separator ), dimana uapnya dipisahkan dari wash oil dan air. Uap dari vessel ini digunakan sebagai recycle gas. Di bagian bawah 260V–104 wash oil dan air dipisahkan secara settling ( pengendapan) dan kedua fase cairan secara individual dikirim ke 260V – 105 ( Cold LP Separator). Jumlah aliran kedua fase diatur secara terpisah menggunakan level controller pada 260V–104.

Sour water dari 260V–104 masuk ke 260V–105 pada salah satu ujung vessel, dimana merupakan tempat penampungan sour water. Cairan hydrocarbon yang terikut sour water meluap (overflows) melewati baffle ke wash oil compartement 260V–105. Cairan minyak dari 260V–104 dialirkan ke wash oil compartement 260V–105, dimana uap dan minyak terpisah dan cairan minyak di settling dipisahkan dari sour water (sour water dikumpulkan di “waterboot” 260V–105).

Campuran minyak dan air dari 260E–121 dialirkan ke 260V–105 dimana uap minyak terpisah. Settling di wash oil compartement 260V–105 menggunakan “perforated baffle” , cairan minyak terkumpul pada wash oil compartement sedangkan sebagian sour water tersettling di waterboot 260V–105.

Sour gas yang teruap dari 260V–105 dikirim ke off-site. Tekanan dari 260V–105 diatur menggunakan pressure controller yang beraksi melakukan pengaturan aliran sour gas dari vessel.

Minyak dari 260V–105 sebagian dialirkan kembali sebagai wash oil menggunakan 260P– 103. Pada normal operasi akan terjadi (kelebihan) excess wash oil. Kelebihan wash oil dalam keadaan normal dialirkan ke 11V – 15 ( Crude Preflush Drum CDU – I ) untuk diproses ulang. Jika CDU – I stop maka kelebihan wash oil dialirkan ke tangki crude. Level minyak di 260V–105 diatur menggunakan level controller yang beraksi melakukan pengaturan aliran excess wash oil. Make up wash oil pada saat start up diperoleh dari CDU – II. Sebagian sour water yang di settling di 260V-105 di alirkan kembali ke 260M–101 (Static Mixer) menggunakan 260P-104A/B (wash water recycle pump), pompa tersebut keduanya menggunakan jenis pompa torak. Aliran wash water make-up diatur secara automatic untuk mendapatkan kapasitas yang tetap menggunakan level controller pada aliran wash water make – up.

Sour water yang terkumpul di 260V–105 (Cold LP Separator) dialirkan ke SWS ( Sour Water Stripper Unit) di FOC II. Level sour water compartement diatur menggunakan level controller yang beraksi melakukan pengaturan aliran sour water.

60

Page 61: Diktat

6.5.4 Hydrogen Rich Gas

Hydrogen rich gas dari PSA ( Pressure swing Adsorption) Unit, digabung dengan dari gas spill back kompressor masuk ke 260V–107 ( Fresh Gas Compressor Suction KO Drum) dipisahkan cairan ikutannya. Gas kemudian masuk suction 260K–101 A/B ( Fresh Gas Compressor ). Kompressor berfungsi meningkatkan tekanan fresh gas, yang akan dialirkan ke system tekanan tinggi sebagai make up hydrogen yang dibutuhkan untuk reaksi hydrotreating. Satu dari dua 260K–101 A/B (satu beroperasi dan satu spare) , setiap kompressor dilengkapi dengan “individual interstage cooler” dan “knock out drums”.

Recycle gas dari 260V–104 (Cold HP Separator) masuk ke 260V–106 (Recycle gas KO drum ) dipisahkan cairan ikutannya. Gas kemudian mengalir ke suction 260K–102 A/B ( Recycle Gas Compressor). Kompressor berfungsi meningkatkan tekanan recycle gas yang akan memasuki system tekanan tinggi.

Sebagian dari aliran recycle gas ke luar 260K–102 digunakan sebagai “quench gas” untuk mengatur temperatur bed – bed katalis. Sebagian lagi digabung dengan fresh gas dari 260K-101 ( Fresh Gas Compressor) dialirkan ke seksi reaksi dimana dicampur dengan charge oil sebagai feed reaktor.

6.5.5 PSA Unit

Dua sumber gas digunakan sebagai feed PSA yaitu hydrogen-rich gas dari CCR Platforming Paraxylene dan CCR Platforming FOC – II. Hydrogen rich gas dari Paraxylene merupakan sumber utama sedangkan dari FOC – II sebagai pendukung.

Feed gas dari dua sumber tersebut masuk 260V -112 (PSA Feed KO Drum) untuk dipisahkan cairan ikutannya. Gas bebas cairan kemudian masuk ke PSA.

PSA menggunakan 5 (lima) bed adsorbent untuk memproduksi gas hydrogen kemurnian tinggi. Selama normal operasi 1 (satu) dari 5 (lima) bed tersebut berada pada proses adsorpsi, sedangkan keempat lainnya berada pada beberapa tahap regenerasi. Tidak ada perubahan temperatur yang terjadi kecuali yang disebabkan panas adsorpsi dan desorpsi. Selama tahap adsorpsi, sebagian besar zat pengotor terjebak didalam adsorbent, sehingga dapat diproduksi hydrogen kemurnian tinggi. Selama tahap regenerasi zat pengotor dibersihkan dari adsorbent sehingga pergantian (cycle) adsorpsi – regenerasi dapat diulang. Cycle adsorpsi – regenerasi secara automatic diatur menggunakan PLC (Programmable Logic Controller). Pada PSA dilengkapi pula dengan filter 260S–102 (PSA Hydrogen Filter) yang berfungsi memisahkan kotoran, padatan dari produk hydrogen selama periode strart up. Filter ini kemungkinan dapat di bypass selama operasi normal.

Hydrogen yang telah dimurnikan di PSA kemudian dialirkan ke 260K–101 A/B (Fresh Gas Compressor). Tekanan produk hydrogen diatur dengan menggunakan ”split – range pressure controller” yang beraksi melakukan pengaturan aliran hydrogen rich gas dari Paraxylene ( sebagai sumber utama ) dan hydrogen dari FOC – II sebagai sumber pendukung. Pressure control yang sama juga dapat membuang excess produk hydrogen ke blowdown system.

Tail gas (produksi samping HTU) dari bed adsorpsi PSA masuk 260V–113 (PSA Tail Gas Drum). Tail gas dialirkan ke 025F–101 (Hot Oil Heater) LOC II, yang merupakan sumber tujuan utama tail gas. Secara typical, tail gas mensupply sekitar 30 – 70% dari beban panas hot Oil heater, kekurangannya disupply menggunakan fuel gas atau fuel oil. Tekanan tail gas dikendalikan oleh tekanan fuel gas yang dibutuhkan oleh Hot Oil Heater.

6.5.6 Seksi Feed Redistillation Unit ( RDU )

61

Page 62: Diktat

Pada seksi feed redistillation, feed dari bottom 260C–101 (Hot LP Stripper) dipompa menggunakan 260P–151 A/B (RDU Feed Pump) dipanaskan oleh ”aliran bottom vacuum column” di 260E–151 A/B/C (Vacuum Column Feed / Bottom Exchanger), dan dipanaskan di 260F–151 (RDU Feed Heater). Aliran ke 260F–101 dijaga menggunakan level controller 260C–101 yang mengatur jumlah aliran feed heater. RDU feed heater didisain untuk meningkatkan penguapan, menjaga film temperatur di bawah 340 0C untuk mencegah kerusakan warna oil. Aliran keluar heater diinjeksikan LPS ( Low Pressure Steam).

6.5.7 Seksi Vacuum Column

Untuk meminimize pressure drop dan konsumsi energi pada operasi column vacuum , pada seksi rectifying 260C–151 (Vacuum Column) dilengkapi dengan struktur packing (250Y Mellapak). Diantara ketiga packed bed, terdapat VGO fractionation, side produck fractination. Pada vacuum column terdapat 3 (tiga) buah total draw off tray :

Bottom draw – off tray no. 9 - terletak pada wash oil bed (bottom packed bed).

Cairan meninggalkan Wash oil bed dialirkan melalui total draw – off tray (yang berada di dalam column) menuju bottom column. Tujuan utama draw – off tray no.9 adalah untuk mendapatkan distribusi uap yang baik.

Was Oil draw – off tray no.10 - terletak dibawah packed bed tengah.

Oil dialirkan dari bawah bed tengah (VGO Rectifying bed) melalui total draw – off tray no.10 dan mengalir ke 260V–152 (wash oil draw – off vessel). Dari vessel ini cairan di pompa menggunakan 260P–153 A/B (wash oil pump). Menuju bagian atas bottom packed bed sebagai total reflux untuk mode operasi HVI - 95 dan HVI – 160S. Jumlah aliran reflux diatur menggunakan level controller.

Untuk mode operasi HVI - 650, sebagian wash oil dialirkan sebagai side product. Side product didinginkan menggunakan tempered water (air hangat) di 260E – 153A/B (side product cooler) untuk mendapatkan tamperatur pada battery limit 80 oC. jumlah aliran side product diatur menggunakan level controller 260V – 152 , sedangkan wash oil reflux diatur dengan flow controller.

Top Circulating reflux ( TCR ) draw – off tray no.11 , terletak dibawah TCR Packed Bed (Top Packed Bed ).

Cairan diambil dari bottom top packed bed melalui total draw – off tray no.11 dan dialirkan ke 260V–151 ( TCR vessel). Cairan dari vessel dipompa menggunakan 260P–152 A/B ( TCR pump) dan sebagian dikembalikan ke column di atas packed bed tengah, yang diatur menggunakan flow controller. Sebagian besar aliran VGO dan aliran TCR return didinginkan oleh 260E–171 (TCR Air Cooler). Aliran TCR return dialirkan ke top column didistribusikan menggunakan liquid distributor “Sulzer Splash Plate Type VEP gravity”. Produk VGO dialirkan ke tangki ADO pool diatur menggunakan level controller.

Wash oil reflux dan TCR reflux didistribusikan ke column melalui spray distributor untuk meyakinkan distribusi cairan yang merata. Filter type basket dipasang pada upstream distributor pada kedua reflux tersebut untuk mencegah terjadinya penyumbatan spray nozzle olah partikel padatan seperti scale dan coke. Masing-masing strainer mempunyai spare untuk memudahkan mantenance rutin. Wash oil reflux disaring oleh 260S–151 A/B (wash oil under reflux filter) sedangkan TCR reflux disaring oleh 260S–152 A/B (TCR under reflux filter). Strainer dan pipa downstream reflux dibuat dari stainless steel untuk mengurangi pembentukan padatan dan scale.

Pada seksi bottom column terdiri dari seksi stripping yang terdiri dari 8 (delapan) “Hi – Fi calming section Sieve Tray”. Untuk mencegah design tray dengan lobang sangat kecil dan rendahnya ketajaman pemisahan, maka seksi stripping didesign dengan diameter kecil

62

Page 63: Diktat

dibandingkan main column. LPS (Low Pressure Steam) diinjeksikan ke seksi stripping dari column untuk memisahkan / menguapkan oil fraksi ringan dari bottom column.

Jumlah aliran produk cairan bottom column (hydrotreated base oil) diatur menggunakan level controller dan dipompa menggunakan 260P–154 A/B (RDU Bottom Pump) didinginkan di ketiga buah heat exchanger yang dipasang secara seri 260E–151 A/B/C (Vacuum Column Feed / Redistilled Product Exchanger) dan didinginkan lagi menggunakan tempered water di 260E–152 A/B/C (Redistillation Bottom Cooler), untuk mencapai temperatur baterry limit 75 oC dan selanjutnya dialirkan hydrotreated tank.

6.5.8 Seksi Sistem Overhead

Uap overhead dari vacuum column dilairkan melalui 260E–154 (Precondenser) menuju ejector tiga tahap. Pada precondenser sebagian besar uap minyak dan steam terkondensasi. Uap yang tidak terkondensasi ditekan pada ejektor tiga tahap ( 260J–151 A/B, 260J–152 A/B, dan 260J–153 A/B) yang dilengkapi intercondensors (260E–155, 260E-156) dan after condenser (260E–157). Setiap tahap ejector terdiri dari dua buah ejector yang berkapasitas 2/3 dan 1/3 kapasitas split. Pengaturan ini ditujukan mengurangi penggunaan steam pada kapasitas (operasional) ejektor yang disesuaikan apabila beban penguapan column rendah.

Uap yang tidak terkondensasi dari ke tiga tahap ejektor dikirim ke 260V–154 (waste gas seal vessel) melalui ”barometric leg” yang mempunyai tinggi 17 meter. Fungsi dari “seal leg” dalah untuk mencegah aliran balik dari udara apabila ada hambatan proses. Uap tersebut masuk dari bawah vessel (di bawah permukaan air).

Waste gas dari 260V–154 selanjutnya dialirkan ke 260V–155 ( waste gas KO Vessel) untuk memisahkan cairan dari waste gas. Waste gas dari 260V–155 dialirkan ke 260F–101(Reaktor Feed Heater) untuk dibakar. Dua buah flame arrestors (260 – 153 A/B) dipasang pada pipa waste gas dekat 260F–101, maka alarm high-high level dipasang pada 260V -105 dan dilengkapi pula dengan ”shut off valve (TSO) ” yang akan menutup aliran waste gas ke furnace dan membuka aliran ke atmosfer dilokasi yang aman melalui 260V–156 ( Water seal flame arrestor). Cairan dari setiap tahap ejector mengalir ke 260V-153 ( Ejector Effluent Separator) dimana terjadi pemisahan minyak dan air.

Slop oil yang terkumpul dari separator dapat dialirkan ke salah satu dari tiga kemungkinan menggunakan 260P – 155 A/B ( Slop Oil Pump) :

ke tangki slop, 43T–2 / 43T–3 , melalui LOC – I slop header (aliran normal). ke diesel pool (begabung dengan VGO rundown). ke tangki refinery fuel oil melalui LOC III off – grade header.

Air yang terkumpul dari separator mengandung kurang dari 10 ppm H2S ( Hydrogen Sulphide) dan tidak menjadi perhatian penting selama operasi normal. Air yang terkumpul dialirkan menggunakan 260P – 156 A/B ( sour water pump) ke Sour Water Stripper (SWS) FOC II.

Sebagian air dari separator disirkulasikan melewati “Waste gas seal vessel” , “Waste gas KO vessel” dan “Water seal flame arrestor” untuk meyakinkan adanya cairan di vessel tersebut dan untuk menahan waste gas ke astmosphere. Penambahan air ke vessel tersebut untuk memperbarui inventory dan sekaligus mencegah meningkatnya korosi dan fouling. Air dari “Ejector Effluent Separator” dialirkan ke “waste gas KO vessel” dan “Water seal flame arrestor”. Air dari vessel tersebut digabungkan dan mengalir ke “waste gas seal vessel” dengan aliran gravitasi. Dari vessel ini air mengalir kembali ke Separator.

6.5.9. Sistem Tempered Water

63

Page 64: Diktat

Sistem tempered water di RDU adalah sistem sirkulasi tertutup yang mensupply air hangat untuk pendinginan aliran produk yang mempunyai por point tinggi. Vessel 260V–160 (Tempered water expansion vessel) adalah vessel yang bekerja pada tekanan atmosphere terletak di bagian teratas jaringan heat exchanger. Vessel tersebut mengakomodasi pemuaian dan pengkerutan air selama beroperasi. Vessel tersebut juga berfungsi sebagai tempat pengisian awal untuk memasukkan “treated water” dan “chemical inhibitor” jika dibutuhkan ke system.

Pompa 260P–157 (Tempered water circulation pump) mengalirkan tempered water melewati jaringan heat exchanger. Pompa tersebut dilengkapi dengan fasilitas resirkulasi (pipa 2 inch) yang mengembalikan aliran tempered water dari discharge pompa ke vessel sekaligus merupakan fasilitas make – up kontinyu.

Dari discharge pompa, tempered water dialirkan secara paralel ke 260E–152 A/B/C (Redistillation bottom cooler) dan ke 260E–153B (Side Product Cooler). Aliran tempered water yang kontinyu diatur untuk setiap cooler dengan menggunakan “globe valve yang dioperasikan secara manual” pada setiap inlet aliran tempered water ke cooler. Sebagian besar beban pendinginan digunakan oleh “Redistillation bottom cooler” sedangkan untuk “Side product cooler” bekerja hanya pada mode operasi HVI - 650. Setelah tempered water yang digunakan sebagai pendingin (aliran panas) didinginkan hingga 60 oC di 260E–172 A/B (Tempered water Cooler) dan kemudian dialirkan kembali ke suction pompa sirkulasi.

6.5 Variabel Proses dan Kondisi Operasi

Variabel – variabel utama yang perlu diperhatikan dalam proses hydrotreating adalh sebagai berikut :

6.5.1 Temperatur reaktor ( WABT )

Temperatur merupakan hal yang sangat penting pada variabel operasi Lube Oil Hydroterater. Pada reaksi desulfurisasi, denitrifikasi, deoxigenasi dan penjenuhan olefin dan aromatik yang merupakan reaksi eksothermis sangat bergantung pada temperatur. Jika temperatur terlalu rendah, desulfurisasi tidak terjadi, temperatur terlalu tinggi akan menurunkan life time katalis karena terbentuk coke, dan terjadi reaksi samping hydrocracking yang tidak dikehendaki. Untuk memperpanjang life time, temperatur reaktor biasanya diatur serendah mungkin selama kualitas produk masih tercapai. Keaktifan katalis akan turun sejalan dengan waktu pemakaian, sehingga dibutuhkan kenaikan temperatur untuk mengkompensasi keaktifan katalis, namum demikian temperatur operasi (oulet reaktor) tidak boleh melewati designnya yaitu 400 0C atau WABT sekitar 385 0C.

6.5.2 Tekanan Reaktor / Tekanan Parsial Hydrogen

Untuk mencapai tingkat reaksi desulfurisasi yang tinggi dan menurunkan potensi pembentukan coke, hal yang penting diperhatikan adalah menjaga tekanan parsial hydrogen pada zona reaksi. Tekanan parsial hydrogen merupakan fungsi dari tekanan operasi reaktor dan kemurnian gas hydrogen. Selama operasi tekanan parsial hydrogen dijaga minimum 143 kg/cm2.

6.5.3 Recycle Gas rate dan Purity

Tujuan daripada recycling hydrogen rich gas sekitar reaktor sistem adalah untuk mencapai tekanan partial hydrogen semaksimum mungkin dan dengan make up fresh gas seminimum mungkin. Recycle gas rate biasanya ditentukan oleh kebutuhan quench gas dan kapasitas recycle gas compressor. Purity recycle gas secara langsung memberi dampak terhadap tekanan partial hydrogen di reaktor, dan purity tersebut tergantung pada:

Purity fresh gas.

64

Page 65: Diktat

Chemical hydrogen consumption. CHPS temperature. Wash oil performance. Performance of absorber column. Kuantitas bleed gas.

6.5.4 Fresh Gas Rate dan Purity

Hydrogen partial pressure tergantung purity dan kualitas fresh gas yang masuk ke unit. Dan kualitas tersebut tergantung chemical consumption, tipe feed, severity proses dan feed rate.

6.5.5 Rasio Wash Oil

Didefinisikan sebagai ratio wash oil terhadap liquid feed. Wash oil digunakan untuk melarutkan secara selectif ligh hydrocarbon gas dan hydrogen sulphide (H2S) dari recycle gas. Semakin tinggi wash oil ratio, purity recycle gas akan semakin meningkat.

6.5.6 Space velocity

Space velocity didefinisikan sebagai ratio dari jumlah aliran feed charge oil dalam ton/jam terhadap jumlah catalyst dalam m3, space velocity mempunyai pengaruh yang besar pada kualitas produk. Penurunan space velocity akan meningkatkan kecepatan reaksi / high severity. Perubahan space velocity dapat dikompensasikan dengan pengaturan temperatur.

6.5.7 Pressure Drop Reaktor

Pressure drop reaktor merupakan indikator utama untuk menentukan terjadinya fouling atau plugging. Fouling ini akan menyebabkan deaktifasi katalis, untuk mengkompensasinya maka temperatur perlu dinaikkan. Sehingga sangat penting untuk menjaga tekanan partial hydrogen yang baik untuk menghindari deaktifasi katalis yang premature.

Perhatian harus dilakukan untuk menghindari perubahan kondisi operasi yang mendadak pada perubahan temperatur, tekanan, dan laju air. Selama situasi emergency (darurat), operator perlu mencoba untuk menjaga aliran recycle gas jika memungkinkan untuk mencegah “local hot spot” yang terjadi di dalam reaktor.Juga sangat penting peralatan dan pipa sebelum aliran ke reaktor dibersihkan sebelum dilakukan start up untuk mengurangi fouling pada top bed catalyst.

6.5.8 Temperatur Feed masuk Kolom Vakum

RDU feed heater didisain untuk mendukung penguapan, untuk mencegah kondisi aliran miss-flow didalam coil maka film temperatur dijaga di bawah 340 0C untuk mencegah kerusakan warna lube oil. Temperatur keluar heater dijaga pada temperatur yang konstan sesuai dengan grade lube oil yang sedang diolah. Penurunan temperatur keluar heater akan mengakibatkan menurunnya flash point “RDU bottom product” dan meningkatkan yield distillate, namun tidak dijamin karena resiko kerusakan warna produk.

6.5.9 Tekanan Kolom Vakum (RDU)

Tekanan flash zone di kolom vakum diatur konstan untuk semua grade yang diproses. Tekanan flash zone diatur pada 71 mm Hg absolute, menggunakan sistem overhead ejector. Penurunan tekanan vakum (peningkatan tekanan) akan menghasilkan banyak fraksi ringan di bottom produk. Pada kejadian tersebut fraksi ringan kemungkinan masih dapat diuapkan dari bottom produk dengan melakukan penambahan laju air stripping steam.

6.5.10 Stripping Steam Kolom Vakum

65

Page 66: Diktat

Pada seksi redistillation, Low Pressure Steam dimasukkan ke kolom vakum untuk men-strip fraksi ringan dari bottom product. Penambahan laju air stripping steam dapat memperbaiki pengambilan fraksi ringan dari bottom product, begitu sebaliknya.6.5.11 Reflux Kolom Vakum

Draw-off tray didalam kolom vakum adalah total draw-off. Konfigurasi ini memungkinkan pengaturan “wash oil reflux” dan “top circulating reflux” yang tepat. Secara umum penambahan aliran reflux dapat mengakibatkan meningkatnya efektivitas fraksinasi, namun dapat meningkatkan beban panas pada kolom.

6.6 Catalyst & Chemical

6.6.1 Catalyst Type

Pada awalnya tipe / jenis katalis yang dipakai di HTU adalah Criterion C–424, dengan komposisi Nickel Molybdenum (Ni-Mo) dengan base (support material) Alumina. Mempunyai ukuran 1.6 mm trilobe. Menggunakan zat pengaktif / activated agent Fluor (DFE / difluoroethane 3% wt).

Baik katalis fresh maupun regenerated perlu perlakuan yang yang sama yaitu melalui tahapan – tahapan penyiapan (preconditioning) sebelum digunakan, yang meliputi tahapan : Commisioning Charge Oil Pump, presulfiding pada fase liquid menggunakan sour gas oil, Hot Hydrogen Strip Catalyst dan prefluoriding pada fase gas menggunakan DFE.

Sebagian fluoride yang terikat dikatalis akan hilang selama normal operasi, oleh karena itu diperlukan make up DFE untuk mempertahankan agar kandungan fluor katalis tetap 3% wt.

Jumlah katalis yang diperlukan adalah ± 88.5 m3. Cara loading katalis ada dua yaitu dense loading dan sock loading dimana soack loading ini dilakukan jika tidak dapat lagi digunakan cara dense loading.

Sebagaimana telah disampaikan sebelumnya saat ini Unit HTU menggunakan katalis yang tidak memerlukan injeksi fluor (DFE). Namun demikian hal ini tetap disampaikan sebagai bahan informasi.

6.6.2 Catalyst Cycle

Katalis HTU didisain dengan basis cycle satu tahun, dengan rincian sbb :

Tabel 6.3 Disain Hari Operasi di Unit HTUCatalyst Cycle Hari

Cycle satu tahun 365Kehilangan hari untuk shut down terencana termasuk penggantian katalis

21

Kehilangan hari operasi untuk grade switching / Upset condition

16

Kehilangan hari operasi untuk start up dan shut down unit

4

Kehilangan hari operasi untuk preconditioning katalis

4

Total on-stream day per tahun 320

Basis perhitungan cycle satu tahun adalah katalis menurun keaktifannya disebabkan grade switching dan adanya upset operasional. Aktual life time dapat lebih panjang jika unit beroperasi normal / smooth.

66

Page 67: Diktat

Adapun untuk katalis baru disain dari cycle katalis adalah 3 tahun dengan demikian on stream factor dari Unit HTU mengalami peningkatan dan yield produk lube base oil akan mengalami peningkatan dalam satuan waktu yang sama.

6.6.3 Catalyst Regeneration Aspects

Katalis Criterion C – 424 maupun katalis tipe baru DN-3100/LH-22 dapat dilakukan regenerasi untuk mengembalikan keaktifan dan selectivitasnya. Karena tidak tersedia fasilitas untuk regenerasi in–situ, maka regenerasi dilakukan secara ex–situ.

Selain itu pada saat HTU mengolah feed DAO (Deasphalting Oil) ada kemungkinan metal (terutama nikel dan vanadium) yang ada dalam feedstock akan terdeposit di katalis pada bagian top bed, metal tersebut merupakan racun permanen katalis. Oleh karena itu pada suatu saat tertentu dimana hal tersebut terjadi maka perlu dilakukan skimming / penggantian katalis dengan fresh katalis pada bagian top bed reactor (metal guard).

6.6.4 Presulphiding Catalyst

Komponen aktif daripada hydrotreating katalis di HTU adalah metal sulfides. Katalis biasanya dikirim oleh manufacturer dalam bentuk metal oxide baik fresh catalyst maupun regenerated catalyst. Agar katalis bisa digunakan maka perlu dilakukan sulphiding terlebih dahulu. Pada proses presulphiding ini metal oxides dikonversikan menjadi metal sulfides dimana metal sulfide ini merupakan salah satu fungsi yang diperlukan pada proses hydrogenasi.

Proses reduksi metal oxide dengan hydrogen pada temperatur tinggi dengan tiadanya sulfiding agent akan menyebabkan penyimpangan temperatur, metal agglomeration, dan cooking pada metal site. Kerusakan ini tidak dapat dihilangkan dengan proses regenerasi kembali. Oleh karena itu diperlukan perhatian yang lebih untuk meyakinkan bahwa proses sulfiding berjalan baik.

Presulphiding dimulai pada temperatur dibawah 2500C, untuk mencegah proses reduksi metal oxide daripada katalis. Temperatur maksimum presulfiding adalah 3500C, karena pada temperatur diatas 3500C sudah tidak ada sulfur yang diambil. Kebutuhan katalis akan sulfur adalah 9.8%wt.

Apabila kita menggunakan feed rate 1700 T/D (kapasitas design) maka dibutuhkan 1500 s/d 2500 ton untreated Gas oil. Proses presulfiding ini biasanya memakan waktu antara 24–30 jam.

Table 6.4 Main Process Condition for Gas Oil Presulfiding- Presulfiding Gas Oil Rate ( max). 1700 T/D- Space Velocity 0.8 Ton Feed / m3 catalyst – hour- Reactor WABT : Start of Procedure Initial plateu End of Procedure

180 oC250 oC350 oC

- Reactor Inlet Hydrogen Partial Pressure 40 – 50 kg/cm2A (average)- Recycle Gas Rate 1000 Nm3 / T feed- Wash oil Flow 0 T/D

Table 6.5 Typical Stripped Product Properties for Gas Oil PresulfidingProperty Stripped Product

ASTM Distillation ( D2887)( % wt recovery ) IBP 10% 20% 30% 40%

250276285293300

67

Page 68: Diktat

50% 60% 70% 80% 90%FBPSp.gr (d15/4)Sulfur (% wt)Nitrogen ( ppmw )H2S ( ppmv )Viscosity @ 50 0C (cSt)Flash Point (oC)

3073143203283393560.87

0.01< 1< 1

Approx. 2 – 10125

6.6.5 Hot Hydrogen Strip Catalyst

Hot Hydrogen stripping diperlukan pada saat :

Men–strip oil dari katalis persiapan prefluoriding, proses ini dilakukan dalam fase gas. Men–strip oil dari katalis untuk persiapan unloading katalis yaitu meminimize ptensi

bahaya / hazard pada saat handling sebelum ex – situ regenerasi. Mengambil atau mengusir soft coke yang terjadi setelah back feed upset atau loss

hydrogen partial pressure yang signifikan. Mengurangi pressure drop katalis bed / pressure drop reaktor.

6.6.6 Prefluoriding Catalyst

Keaktifan katalis Criterion C- 24 dapat ditingkatkan dengan menambahkan fluor sehingga mencapai level optimum yaitu 3 %-wt, proses penambahan fluor ini yang disebut dengan Prefluoriding. Fresh katalis harus di–fluorided sebelum start up memaksimise keaktifan katlais sejak Start of Run. Fluoriding agent yang digunakan adalah DFE (1.1–difluoroethane ).

Proses ini dilaksanakan dalam fase gas. Sesuai prosedur pada sebelum dilakukan prefluoriding harus dilakukan presulfiding dan hot hydrogen stripped. Proses hot hydrogen stripped ini memakan waktu sekitar 6 – 12 jam pada temperatur 3800C untuk melepas oil dari permukaan katalis, sebab adanya oil yang tertinggal di katalis akan menghalangi proses prefluoriding. Proses prefluoriding dilakukan dalam dua tahap :

Mula-mula pada temperatur / WABT rendah sekitar 140 0C, tahapan ini disebut adsorption step.

Dilanjutkan pada temperatur tinggi / WABT tinggi yaitu sekitar 180 – 220 0C, tahapan ini disebut conversion step.

Proses ini dilaksanakan sampai dengan level fluor di katalis 3% dan biasanya memakan waktu sekitar 50 – 60 jam. Selama normal operasi, terjadi losses sejumlah fluor karena proses, untuk itu maka diperlukan injeksi / make up secara kontinyu untuk menjaga level fluor di katalis.

6.6.7 Catalyst Activity

Keaktifan katalis akan menurun sejalan dengan waktu karena terjadi pembentukan coke. Cara yang digunakan untuk memonitor deactivation rate ini adalah dengan menghitung delta WABT ( WABT actual – WABT fresh ) dari waktu ke waktu.

Terjadinya fluktuasi daripada penurunan keaktifan katalis dimana kadang-kadang kelihatan naik dan suatu saat kelihatan turun untuk jenis feed yang sama dan kapasitas yang sama, hal ini dapat disebabkan karena :

68

Page 69: Diktat

Fluktuasinya level fluor di katalis yang berakibat berfluktuasinya reaksi. Level fluor di katalis disusahakan agar tetap 3% wt yaitu dengan menginjeksi DFE balance dengan Fluor yang losses selama proses melalui wash water.

Fluktuasi kandungan nitrogen, poly – aromatic, dan molecular size. Karena katalis sangat peka dengan hal tersebut.

6.6.8 Dual Function Type of Catalyst :

Katalis Criterion termasuk tipe dual function yaitu jenis katalis yang mampunyai dua active ingredients yaitu metal function dan acid function. Yamg berfungsi sebagai metal function adalah kandungan metal komponen pembentuk katalis yaitu Nickel dan Molybdenum, sedang sebagai acid function ingredient adalah fluorine.

Komponen metal dalam katalis ini akan mengkatalisa reaksi hydrogenasi jika dalam bentuk metal sulphide. Sebagai metal murni akan mempromote reaksi cracking dan akan terbentuk coke. Oleh karena itu diperlukan recycle gas untuk mempertahankan kandungan minimum H2S, sehingga akan tetap dalam bentuk sulphide.

Acid akan mengkatalisa reaksi cracking dan reaksi isomeri, akan tetapi fluorine juga diperlukan untuk membantu meningkatkan reaksi hydrogenasi sehingga tidak memerlukan kenaikan temperatur yang berlebihan, dengan demikian dapat dikatakan bahwa acid function / fluorine ini diperlukan untuk mengendalikan temperatur.Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa metal function dan acid function harus balance, seperti digambarkan dibawah ini :

6.6.9 Di-Fluoro-Ethane (DFE)

Injeksi DFE ke katalis akan meningkatkan aktifitas katalis dengan mengaktifkan acid function. Level optimum untuk HTU adalah 3%wt.

C2H4F2 + H2 + catalyst (O) → C2H6 + H2O + Catalyst (2F)

Selama beroperasi, DFE ini akan berkurang, untuk perlu dilakukan make up DFE dengan dosis 10 – 30 ppmwt, tergantung pada jumlah DFE yang hilang. Jumlah DFE yang loss ini dapat diketahui dari analisa terhadap wash water / sour water.

6.6.10 Caustic Soda

Desired Metal Acide Balance

Metal Function Acid Function

Demethylation Cracking

DehydrogenationDehydrocyclization

Isomerization

69

Page 70: Diktat

Larutan caustic soda 10%wt diperlukan untuk proses Prefluoriding untuk menetralkan wash water circuit. Konsumsi larutan caustic soda adalah : 50 – 200 liter yang harus disiapkan ke drum portable isi 200 liter.

6.6.11 Nitrogen

Sejumlah kecil Nitrogen diperlukan untuk blanketing DFE vessel 260V – 108 selama normal operasi. Nitrogen juga diperlukan untuk keperluan load / unload catalyst serta pressurizing HP system pada saat start up.

6.7 Start-up dan Shut-Down

6.7.1 Prosedur Normal Start Up

Initial start up adalah start up yang pertama sesudah “construction completion” dan “commisioning unit”. Ada beberapa jenis start up, antara lain start up setelah penggantian katalis , start up setelah minor shut down yang disebabkan oleh kerusakan peralatan tau kekurangan feed, atau start up sesudah emergency shut down. Walaupun demikian filosofi start up secara umum diberlakukan untuk kesemua jenis start up, walaupun tahapan aktual start up yang dilakukan kemungkinan sangat bervariasi bergantung keadaan.Typical initial precommisioning, commisioning, dan operasi start up meliputi garis besar tahapan-tahapan di bawah ini :

1. Persiapan – persiapan peralatan untuk start – up , commisioning, utility systems, loading katalis reaktor.

2. Purging reaktor circuit menggunakan gas nitrogen untuk menghilangkan oksigen di dalam system.

3. Purging HTU Low Pressure circuit menggunakan steam untuk menghilangkan oksigen, dan test kebocoran peralatan.

4. Purging seksi feed HTU menggunakan steam untuk menghilangkan oksigen, test kebocoran peralatan, dan lakukan pengisian dengan gas oil.

5. Test Vacuum Column. Lakukan vacuum test, dan pressure test menggunakan udara tekan untuk meyakinkan tidak ada udara yang akan masuk ke system vacuum selama operasi normal.

6. Flush seksi Redistillation menggunakan Gas Oil dingin. Flush LP Stripper dan seksi redistillation menggunakan gas oil dingin untuk membuang air ikutan.

7. Flush seksi Redistillation menggunakan Gas Oil panas.Flush LP stripper dan seksi redistillation menggunakan gas oil panas untuk menguapkan sisa air dalam system sirkulasi.

8. Test kebocoran HTU High Pressure Circuit menggunakan Nitrogen dan Dry Out Catalyst. Lakukan test kebocoran HTU HP Circuit menggunakan Nitrogen dan dry out catalyst.

9. Jalankan PSA Unit. Jalankan PSA Unit untuk mendapatkan supply hydrogen sehingga dapat dilakukan test kebocoran HP system.

10. Lakukan test kebocoran Jaringan HP HTU. Lakukan test kebocoran jaringan HP HTU menggunakan gas hydrogen yang telah dimurnikan di PSA.

11. Lakukan test terhadap “Emergency Depressuring Valves” (kerangan darurat penurun tekanan). Lakukan test pada kecepatan penurunan tekanan yang tinggi dan rendah pada sistem jaringan tekanan tinggi.

12. Jalankan pompa feed charge oil. Jalankan pompa feed charge oil ke seksi feed HTU menggunakan gas oil.

13. Lakukan presulfide catalyst. Masukkan HGO (Heavy Gas Oil ) dari CDU – I dan lakukan presulfide catalyst.

14. Lakukan Hot Hydrogen Stripping Catalyst. Lakukan Hot Hydrogen Stripping Catalyst untuk menghilangkan oil dalam rangka persiapan prefluoriding.

70

Page 71: Diktat

15. Lakukan Prefluoriding Catalyst. Prefluoriding catalyst menggunakan DFE untuk meningkatkan keaktifan catalyst.

16. Start up seksi Reaktor.Start up menggunakan gas oil dialirkan ke seksi reaksi dan kemudian dimasukkan ke seksi Redistillation.

17. Masukkan feed Raffinate ex. FEU. Ganti feed gas oil ke Raffinate dan lakukan pengaturan seksi reaktor dan seksi redistillation hingga menuju operasi normal.

Catatan : prosedur untuk seksi reaksi dan seksi redistillation ditampilkan secara terpisah, maksudnya adalah bahwa kedua seksi tersebut dapat dilakukan secara independent. Sebagai contoh seksi redistillation dapat harus dipurging dan sirkulasi ketika feed telah siap masuk ke seksi reaksi.

6.7.2 Prosedur Shutdown Unit

Terdapat dua tipe prosedure shutdown :

Normal Shutdown. Emegency Shutdown.

Normal Shutdown

Di bawah ini penanggulangan umum yang harus dilakukan selama normal shutdown :

1. Selalu mengkoordinasikan kegiatan shut down dengan seluruh personel HTU / RDU dan juga dengan personel utilities, offsite, dan unit proses yang berhubungan dengan HTU / RDU.

2. Hindari thermal shock pada peralatan proses dan perpipaan. Jangan mendinginkan reaktor dengan kecepatan lebih dari 40 0C/jam untuk menghindari thermal stress. Secara umum, untuk type shutdown yang bukan bersifat emergency, direkomendasikan untuk mendinginkan peralatan secara bertahap. Cara tersebut akan memperpanjang umur peralatan dan membantu mencegah kebocoran selama shutdown dan start up.

3. Jangan melakukan penurunan temperatur reaktor bed di bawah 150 0C jika tekanan masih tinggi, hal tersebut dapat mengakibatkan kerusakan struktur metal reaktor (brittle).

4. Jaga level cairan di dalam vessel untuk meyakinkan bahwa “vapour break through” tidak terjadi.

5. Hindari pompa kavitasi (ngocok), khususnya pada pompa charge oil, dengan menjaga level cairan pada vessel surge drum.

6. Yakinkan bahwa perpipaan dan peralatan yang telah digunakan oleh stream yang mempunyai pour point tinggi diflush dengan flushing oil atau purging menggunakan recycle gas sebelum didinginkan sehingga penyumbatan dapat dihindari.

7. Jangan membuka sistem reaktor circuit selama masih mengandung hydrogen, karena kontak dengan udara akan berbahaya.

8. Periksa kandungan CO dari recycle gas dan fresh gas, pada kasus dilakukan cool down, maksimum kandungan CO yang diperbolehkan adalah 40 ppmv.

9. Hindari masuknya air ke dalam katalis selama cooling down.

Di bawah ini disampaikan secara garis besar tahapan-tahapan untuk normal shutdown. Untuk instruksi detail per peralatan, ditampilkan dalam operating manual :

1. Periksa level 041T–122 (Central refinery Fuel Oil Tank) dan yakinkan cukup volumenya untuk mengalirkan minyak dari HTU.

2. Stop injeksi DFE.3. Turunkan WABT reaktor sekitar 300 oC (dengan penurunan temperatur 40 oC/jam),

turunkan kapasitas feed menjadi 67 % kapasitas disain, pada periode penurunan temperatur tersebut. Turunkan beban fresh gas kompressor sebanding dengan penurunan feed.

71

Page 72: Diktat

4. Ganti feed secara perlahan ke gas oil, perhatian pada saat pergantian service pompa jangan sampai terjadi thermal shock.

5. Flush unit dengan gas selama kurang lebih 2 jam.6. Jika sudah di flush, stop gas oil feed dan bersihkan pipa dengan flushing oil (tekanan

rendah ) sampai bebas dari waxy raffinate.7. Jaga tekanan reaktor circuit pada 10 – 20 kg/cm2 dibawah operasi normal.8. Jaga sirkulasi recycle gas selama 2 (dua ) jam atau sampai tidak ada penambahan level

cairan di 260V–102 ( Hot HP Separator).9. Stop aliran steam ke 260C–101 (Hot HP Separator).10. Turunkan level pada 260V–102 dan tutup kerangan penghubung antara 260V–102 dan

260C–101 (Hot LP Stripper).11. Turunkan WABT reaktor hingga 170 – 200 oC dengan maksimum rate 40 oC/jam,

turunkan tekanan hingga sekitar 63 kg / cm2 g.12. Matikan burner di 260F–101 (Reaktor Feed Heater).13. Stop injeksi wash water dan system sirkulasi.14. Stop system sirkulasi wash oil.15. Turunkan level pada 260V–104 (Cold HP Separator) dan 260V–105 (Cold LP Separator)

dan tutup kerangan diantara kedua vessel.16. Turunkan temperatur reaktor menggunakan gas hydrogen.17. Turunkan WABT reaktor sampai dengan 50 0C menggunakan gas hydrogen.18. Turunkan tekanan, stop dan isolir 260K–102 A/B (Recycle Gas Compressor) dan purging

kompressor menggunakan nitrogen.19. Turunkan sirkuit reaktor menggunakan valve penurun tekanan ( depressuring valve)

hingga tekanan kira – kira 10 kg/cm2 g, teruskan penurunan tekanan sirkuit reaktor ke blowdown kemudian tutup kerangan depressuring.

20. Tekan kembali dengan nitrogen hingga 5 kg/cm2 g dan turunkan tekanan dengan menggunakan venting. Ulangi beberapa kali dan purging dengan nitrogen hingga kandungan hydrogen di sirkuit reaktor di bawah 1% volume.

Di bawah ini tahapan shut down Seksi Redistillasi :

1. Selama flush gas oil pada HTU , pompa- pompa pada seksi redistillasi harus beroperasi sehingga kolom vakum terikut terflaush dengan hot gas oil. Aliran produk harus di line up, dari flushing oil hingga 041T–122 (Central Refinery Fuel Oil Tank ).

2. Stop cross over steam pada outlet furnace RDU.3. Stop MP steam ke ejektor dan break vakum menggunakan fuel gas yang dimasukkan ke

pipa overhead. Aliran air/udara pendingin ke kondenser / cooler harus tetap beroperasi sampai seluruhnya telah di flush secara lengkap.

4. Lakukan venting waste gas dari 260V–155 (Waste Gas KO Drum) ke atmosfir melalui 260V–156 (Water Seal Flame Arrestor) sebelum dilakukan shutdown 260F–101 (Reactor feed heater).

5. Sirkulasikan gas oil ke 260V–151 (TCR vessel), 260V-152 (Wash Oil Vessel), 260C–151 (Vacuum Column ) dan semua draw – off dan return line sehingga semua terflush.

6. Semua filter, exchanger dan pompa-pompa dan pipa proses harus diflush untuk menghilangkan komponen yang mempunyai pour point tinggi.

7. Pompa keluar gas oil dari 260C–151, 260V–151, dan 260V–152 ke 041T–122.8. Pompa keluar gas oil dari 260V–153 (ejector effluent separator) ke system wet slops.9. Drain sisa cairan dari vessel dan kolom ke sewer.10. Untuk mengurangi emisi hydrocarbon, steaming out dapat dilakukan pada system tertutup

dengan maksimum aliran cooling water ke ejector condenser, namun jika cara ini yang dipilih, lakukan pengamatan bahwa kolom vacuum dan peralatan lainnya tidak terjadi over pressure.

11. Steaming out tube – tube 260F–151 (Redistillation Unit Feed Heater).12. Steaming out kolom, vessel, exchanger, filter, peralatan lainnya dan perpipaan kembali ke

drain – drain lower pointnya.13. Buka semua venting di vessel dan column dan mulai purging dengan steam hingga bebas

hydrocarbon.

72

Page 73: Diktat

Tabel 6.6 Disain Feed dan Produk Unit HTUParameter Unit LMO MMO DAO

SG 70/4 oC - 0.87 0.89 0.89Kin. Visc. at 60 oC cSt 31.5 58.4 -Kin. Visc. at 100 oC cSt 9.3 14.5 38Sulphur %-wt 1.5 1.9 1.7Nitrogen ppm-wt 150 370 500Oxygen ppm-wt 150 370 500Ni+V ppm-wt < 1.0 < 1.0 < 2.0Na ppm-wt < 1.0 < 1.0 < 1.5Iron ppm-wt < 1.0 < 1.0 < 1.0Other Metal ppm-wt < 1.0 < 1.0 < 1.0Cl ppm-wt < 1.0 < 1.0 < 1.0TAN mg KOH/g < 1.0 < 1.0 < 1.0Total Water ppm-wt < 0.05 < 0.05 < 0.05C5 Asphaltene %-wt < 0.05 < 0.05 < 0.05Particulate Matter < 30 Micron ppm-wt < 1.0 < 1.0 < 1.0Particulate Matter > 30 Micron ppm-wt < 1.0 < 1.0 < 1.0

TBP Distillation, %-wt Temp. LMO MMO DAO

IBP oC 428 438 5035 oC 433 451 51910 oC 438 463 53530 oC 461 498 56950 oC 476 520 59270 oC 492 540 61390 oC 514 566 64895 oC 527 586 669FBP oC 536 601 692

Feed RaffinateLMO Raff. Hybride

MMO Raff. Hybride

DAO Raff. Hybride

Refractive Index at 70 oC 1.4780 - 1.4810 1.4880 - 1.4890 1.4850 - 1.4910Specific gravity at 70 oC 0.889 - 0.896 0.8770 - 0.900 0.8900 - 08980Viscosity at 100 oC, cSt 7.7 - 8.2 14.5 - 15 34 - 40

Produk LMO Raff.

HydrotreatedMMO Raff.

HydrotreatedDAO Raff.

HydrotreatedFlash Point, oC Min. 210 Min. 228 Min. 265Refractive Index at 70 oC (*) 1.4610 - 1.4620 1.4615 - 1.4635 1.4715 - 1.4735Refractive Index at 70 oC (**) 1.4610 - 1.4620 1.4640 - 1.4645 1.4735 - 1.4740Specific gravity at 70 oC Aromatic, m mol/100 gr :- Mono 38 - 46 39 - 48 48 - 55- Poly < 6Sulfur, % wt Maks. 0.1 Maks. 0.1 Maks. 0.1Viscosity at 100 oC, cSt 6.3 - 6.8 10 - 11 28 - 30Note : ( * ) = Untuk acuan tebakan VI produk HVI di MDU's( ** ) = Untuk optimum yield Treated Raffinate

Tabel 6.7 Target Spesifikasi Feed Unit HTU

Tabel 6.8 Target Spesifikasi Produk Unit HTU

73

Page 74: Diktat

WASTE GASTO 260F-101

SOU R WATERTO SWS

SLOP OILTO STORAGE

C AU STIC WASH WATER

SOU R GASSOU R WATER

FRESH GAS

RAFFIN ATE FROM

SIDE PRODU C T

VGO TO STORAGE

260V-107

260K-101 A/B 260K-102 A/B

260E-122 A/B

260E-124

260V-109 A/B

260E-123 A/B

260V-110 A/B260V-106

260V-153

260P-156 A/B

260P-155 A/B

260E-154

260V-154

260V-155

260V-156

260S-153 A/B

260S-201 A/B

260S-202 A/B

260C -151

260P-203 A/B

260E-152 ABC

260P-152 A/B

260V-152 260V-151

260E-153 A/B

260E-171 A/B

260E-151A/B/C

260F-151

260E-121

260V-105

260C -101

260P-151 A/B 260P-154 A/B260P-105 A/B260P-107260P-104 A/B

260P-103

260V-104

260E-120 A/B

260E-125

260M -101260E-103

260V-102

260E-102 A-D

260V-101

260R-101

260F-101

260S-101 A/B

260V-108

260E-101 A/B

260P-101 A/B260P-106

260P-108260P-102 A/B

H DT PRODU C TEXCESS WASH

OIL TO CDU I

OR CRUDE

WASH OILM AKE U P

FROM C DU II

M PS

260J-151 A/B 260J-152 A/B 260J-153 A/B

260E-155 260E-156 260E-157

PROCESS FLOW DIAGRAMHTU / RDU ( LOC - III )

REV

I

74

Page 75: Diktat

TO FUEL GAS TO FLARE N H T

UNIT 012UNIT 018

2nd AH UNIBON

UNIT 013

1st AH UNIBON

UNIT 013

PSA C ON TROLU N IT

FRESH GAS

TO 260V-107

TO FLARE

260M E-101

260V-113FU EL TO025F-101

FU EL GASSU PPLY

260V-112

DRAIN LIQU ID

NAPHTHA

HYDOTREATER

AREA 82

ISOMAR/TATORA

Y

AREA 89/86

TO FUEL GAS

84V-203

SECOND STAGE

RECONTACT

DRUM

SPILL BACK

TO 1ST STAGE

NET GAS

COMPRESSOR

014V-103

RECONRACT

DRUM

TO FLARE

PROCESS FLOW DIAGRAMHYDROGEN SUPPLY AND PSA UNIT

LOC - III

REV

I

75

Page 76: Diktat

7. MEK DEWAXING UNIT (MDU)

7.1 Teori dan Uraian Proses

7.1.1 Pengenalan Proses

Pada proses produksi lube base oil, komponen feed yang digunakan adalah yang mempunyai komponen hydrocarbon paraffin yang relatif tinggi mengingat komponen parafin memiliki angka VI yang tinggi. Akan tetapi dalam fraksi paraffin ini terdapat komponen yang mempunyai boiling point yang tinggi yaitu komponen normal paraffin yang akan menyebabkan tingginya pour point lube oil. Untuk itu dilakukan proses untuk memisahkan / mengambil komponen yang mempunyai pour point tinggi tersebut yang disebut dengan proses dewaxing.

7.1.2 Teori Proses

7.1.2.1 Solvent Dewaxing

Metode yang paling tua dan sederhana dalam proses dewaxing adalah dengan cara mendinginkan waxy oil, mengkristalkan wax tanpa menambahkan diluent, dan memisahkan oil dengan wax-nya dengan proses filtrasi pada filter press tekanan tinggi. Tetapi cara ini sesuai untuk memproses heavy oil karena viskositasnya yang tinggi.

Viskositas oil dapat dikurangi dengan menambahkan diluent misalkan naphta. Tetapi karena wax sangat mudah larut dalam naphta bahkan pada temperatur rendah, maka pada saat proses pemisahan diluent, pour point oil akan lebih tinggi daripada dewaxing temperatur. Beda temperatur dewaxing (pour point differential) akan mencapai 20 oC bahkan lebih.

Pada proses dewaxing yang modern dilakukan dengan menggunakan jenis solvent yang dapat menghilangkan kerugian – kerugian dengan menggunakan diluent naphta dimana solvent tersebut :

Mampu menjaga oil tetap dalm larutan pada kondisi temperatur dewaxing. Solubity terhadap wax rendah bahkan tidak ada. Memisahkan wax yang memungkinkan untuk dilakukan proses filtrasi yang efisien.

7.1.2.2 Komposisi Solvent

Solvent yang digunakan dalam proses dewaxing di Unit MDU’s Kilang UP IV Cilacap adalah campuran methyl ethyl ketone (MEK) dan toluene dengan komposisi 52 / 48% vol/vol ratio. MEK sebagai wax precipitating agent, hanya sedikit melarutkan wax dalam temperatur rendah. Tetapi solvent power-nya terhadap oil terbatas sehingga akan membentuk dua fase liquid (oil dan solvent) jika tidak ditambahkan pelarut / solvent untuk minyak / oil. Dengan kondisi seperti ini maka pemisahan minyak dengan wax menjadi tidak sempurna akibatnya oil content di slack wax akan tinggi dan yield dewaxed oil rendah.

Pelarut minyak paling baik adalah komponen aromatic seperti benzene, toluene, atau xylene karena mempunyai solvent power yang tinggi tanpa melarutkan terlalu banyak wax. Pelarut yang dipilih adalah toluene dengan pertimbangan mempunyai solvent power yang lebih tinggi, kadar toxicity rendah, delta boliling point-nya terhadap MEK cukup jauh, mempunyai

76

Page 77: Diktat

crystalizing / freezing point yang rendah dibanding benzene. Xylene tidak digunakan karena mempunyai boiling point yang cukup tinggi sehingga akan sulit pada proses recovery-nya.

7.1.2.3 Solvent Dilution

Jumlah total solvent yang ditambahkan ke charge oil dipengaruhi oleh viskositas feed dan temperatur filtrasi. Kondisi yang paling baik adalah dengan menggunakan solvent seminimum mungkin untuk mengurangi cost.Tata cara penambahan solvent adalah sangat penting karena pembentukkan dan pertumbuhan kristal wax merupakan fungsi viskositas “mother liquor” (larutan minyak di mana kristal terbentuk) dan rate filtrasi.

Pada solvent ratio yang tinggi, viskositas charge oil akan menurun dan kristal wax akan semakin besar. Kristal yang besar akan menghasilkan rate filtrasi yang baik, tetapi filter cake akan lepas akibatnya efisiensi pencucian akan rendah. Kristal yang kecil akan membentuk tighty packed cake, rate filtrasi rendah tetapi efisiensi pencucian akan meningkat.

Pada single dilution system, solvent ditambahkan ke oil feed sebelum chilling (sebagai primary dilution). Dengan metode ini akan menghasilkan pembentukan kristal yang paling besar terhadap feedstock. Sistem ini digunakan jika mengolah grade yang paling berat (bright stock) karena biasanya kristal wax yang terbentuk sangat kecil.

Double dilution system, pada sistem ini hanya sebagian solvent ditambahkan ke oil feed sebelum chilling dan sisanya ditambahkan sebagai secondary dilution selama atau sesudah chilling. Pada double dilution system akan menghasilkan kristal yang lebih banyak dan lebih kecil dibanding single dilution (karena viskositas “mother liqour” yang tinggi selama proses kristalisasi / initial chilling). Secondary dilution solvent ditambahkan setelah proses kristalisasi secara substansial selesai.

Perlu diperhatikan bahwa temperatur secondary solvent yang ditambahkan harus sama dengan temperatur charge mix stream di mana solvent tersebut diinjeksikan, hal ini untuk mencegah terjadinya “shock chilling” karena solvent dilution yang terlalu rendah, diikuti dengan pembentukan kristal yang tidak merata. Jika temperatur solvent terlalu tinggi akan menyebabkan kristal wax meleleh dan mengakibatkan penyumbatan pada filter. Double dilution system digunakan untuk feed yang mempunyai kecenderungan membentuk kristal yang terlalu besar, misal distilate ringan.

Multiple Dilution System, solvent diinjeksikan pada feed sedikit demi sedikit sebelum dan selama chilling. Penambahan solvent dengan cara ini untuk memastikan bahwa ikatan antar kristal wax terpisah sehingga tidak terjadi gabungan kristal yang besar. Kristal-kristal individual yang dihasilkan ini akan meningkatkan rate filtrasi, dan mendapatkan cake dengan pori-pori kecil sehingga pencucian lebih efisien. Keuntungan lain dengan menggunakan sistem injeksi ini adalah akan mengurangi pressure drop antar chiller.

7.1.2.4 Cooling Rate

Cooling rate juga berpengaruh terhadap pembentukan kristal wax. Dengan solvent MEK cooling rate yang tinggi dimungkinkan dimana rate rata-rata mencapai 3 oC/menit. Meskipun demikian laju pendinginan harus dilakukan hati-hati untuk menghindari terjadinya “shock chilling”.

7.1.2.5 Filtration

Untuk memperoleh filtrasi yang baik di rotary filter, campuran chilled wax/oil solvent harus pada viskositas yang sesuai untuk meyakinkan rate filtrasi yang baik.Hal ini dapat dilakukan dengan meyakinkan solvent dilution rate yang optimum dan menggontrol secara hati-hati proses kristalisasi wax. Kristal wax yang besar cenderung akan menghasilkan filter cake

77

Page 78: Diktat

dengan pori-pori yang besar yang berisi oil di dalamnya dan tidak dapat dipisahkan dengan cara cold wash. Hal ini akan menurunkan yield produk dewaxed oil. Sebaliknya jika kristal yang terbentuk terlalu kecil dan padat dengan pori-pori yang kecil akan menyebabkan kebuntuan pada filter (susah difiltrasi).

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa untuk memperoleh operasi yang optimum pada filter tergantung pada kecakapan dalam mengatur filtrasi rate dan washability daripada filter cake.7.1.2.6 Cut Range of Feed Stock

MEK / Toluene merupakan solvent yang sesuai untuk memproses berbagai type feedstock, bahkan terhadap iso/cycloparaffin. Tetapi jika n-paraffin dan iso/cycloparaffin terpisah secara simultan, maka filtrasi menjadi jelek.

N – paraffin dengan berat molekul kecil dan iso/cyclo paraffin yang mempunyai berat molekul yang besar bercampur dalam feedstock maka akan saling mempengaruhi, dimana pada proses dewaxing dengan cut range yang lebar kedua paraffin tersebut akan terpisah bersama – sama karena sekalipun ukuran kirstal berbeda namun akan mempunyai melting point yang sama sehingga akan terpisahkan pada temp. yang sama. Hal ini akan mempersulit proses filtrasi, karena kedua jenis paraffin itu mempunyai sifat yang berbeda. Hal ini dapat terjadi di mana ruang diantara kristal – kristal n- paraffin yang besar akan terisi oleh partikel-partikel mikrokristal iso-paraffin yang rapat sehingga terbentuk filter cake yang sulit ditembus dengan filtrasi rate rendah dan pencucian yang jelek.

Pada distilate dengan cut range yang sempit, perbedaan titik leleh (melting point) senyawa-senyawa n-paraffin dan iso-paraffin sekalipun lebih besar namun yang paling berpengaruh adalah struktur wax yang terpisah umumnya lebih seragam sehingga proses filtrasi akan berjalan lebih baik. Dengan alasan di atas maka dewaxing distilate dengan cut range yang lebar tidak dianjurkan, dan selama proses agar diperhatikan jangan sampai terjadi kontaminasi terhadap feedstock oleh distilate lainnya yang berbeda cut range.

7.1.2.7 Solvent Recovery

Salah satu aspek ekonomi yang penting dalam proses adalah recovery solvent yang efisien. Karena pemakaian solvent dalam proses cukup besar dan harganya mahal. Dalam rangka untuk mengurangi konsumsi steam dan fuel dalam recovery solvent maka dilakukan sistem evaporasi ”double effect” sebagaimana juga dilakukan di Unit PDU’s dan Unit FEU’s dimana proses pemisahan dilakukan pada dua tekanan yang berbeda.

7.1.2.8 Rasio Cold Wash

Efisiensi pemisahan minyak dengan pencucian filter cake tergantung pada jumlah wash solvent yang digunakan. Ratio antara volume wash solvent dan liquid dalam pori-pori cake dikenal sebagai cold wash ratio. Semakin tinggi ratio berarti semakin banyak solvent yang digunakan dan pencucian secara cepat akan menjadi tidak efektif, serta akan meningkatkan beban daripada seksi dewaxed oil solvent recovery.

7.1.2.9 Recycle Filtrate

Untuk meyakinkan pengoperasian rotating filter yang memuaskan, ketebalan cake harus dijaga dalam batasan tertentu. Beberapa cara dapat dilakukan untuk mencapai hal tersebut, antara lain dengan mengatur speed filter drum. Tetapi jika masih kurang cukup maka dapat dilakukan sirkulasi kembali filtrate untuk mendapatkan liquid to solid ratio yang sesuai. Recycle filtrate juga dapat dipertimbangkan sebagai pengurangan fresh solvent. Recycle filtrate akan mengurangi oil content daripada liquid di dalam pori-pori wax cake, yang berarti juga akan menurunkan oil content di dalam slack wax.

78

Page 79: Diktat

7.1.2.10 Warm wash

Selama normal operasi filter cloth akan menjadi buntu oleh kristal-kristal wax yang kecil akibat penurunan daripada rate filtrasi. Untuk itu peru dilakukan warm wash secara periodik.

7.1.3 Uraian Proses

Mula-mula feed dengan kandungan wax (waxy oil) dipanaskan dulu untuk menghilangkan inti kristal yang masih ada pada temperatur 70 oC, kemudian didinginkan lagi pada temperatur 50 oC dan dicampur dengan solvent, kemudian bersama-sama dengan solvent didinginkan sampai suhu dewaxing yaitu -21 oC dengan atau tanpa diikuti penambahan solvent tergantung feed stock-nya.

Pendinginan dilakukan pada double pipe heat exchanger/chiller yang dilengkapi dengan scrapper dengan media pendingin (refrigerant) propane. Campuran yang telah didinginkan kemudian di tampung dalam feed tank dan wax content diatur dengan menambahkan minyak yang telah disaring (filtrasi) dingin dengan cara resirkulasi atau mengembalikan wax ke feed. Filtrasi dilakukan pada alat yang disebut dengan rotary drum filter pada tekanan vacuum dan bekerja secara kontinyu. Pada proses filtrasi wax ini kristal-kristal wax akan dipisahkan dalam bentuk lapisa tipis (cake) yang menempel pada kain filter (filter cloth), dicuci dengan dry solvent dingin dan dilepas dari kain filter dengan cara dihembus dengan inert gas. Filter cake di-scrap dan dipindahkan dengan scroll ke penampung wax (wax boot), kemudian dipanaskan dengan campuran cake yang mengandung solvent (slack wax mix) yang terlebih dulu telah dipanaskan dengan steam.

Dari sini wax cake slurry dipompakan via steam heater ke surge tank untuk selanjutnya dipisahkan dari solvent di seksi pengambilan solvent (slack wax recovery). Minyak hasil filtrasi (filtrate oil) langsung dipompakan ke seksi pengambilan solvent (dewaxed oil recovery). Pada kedua seksi tersebut solvent dipisahkan dengan menggunakan evaporasi double effect. Dan sebagai media pemanasnya adalah hot oil dari hot oil sistem. Dari distilasi column (tekanan tinggi), minyak atau slack wax dialirkan ke stripper column dan diinjeksi dengan steam di mana solvent akan terambil. Air yang terikut dalam solvent dipisahkan dan selanjutnya solvent dari recovery sistem dikembalikan lagi untuk proses dewaxing selanjutnya. Karena adanya loss solvent selama beroperasi maka perlu dilakukan make up fresh solvent.

7.2 Basis Disain

7.2.1 Umum

Unit ini dirancang untuk menghilangkan komponen yang memiliki pour point yang tinggi yaitu komponen normal parafin (wax). Adapun spesifikasi feed untuk Unit MDU baik Unit MDU I yang beroperasi dengan solvex mode dan Unit MDU II/III yang beroperasi dengan hybride mode relatif sama, termasuk parameter wax content di waxy raffinate (ex Unit FEU I) maupun waxy HDT raffinate (ex Unit HTU/RDU).

7.2.2 Kapasitas Disain Unit – Tabel 7.1

Unit 

GradeProduk

FeedT/D

DOT/D

Slack WaxT/D

Yield DO%-wt Feed

Opr. Days 

MDU I HVI-60 340 279 61 82.1 249MDU II HVI-650 501 415 86 82.8 340MDU III HVI-100 841 725 116 86.2 150  HVI-160S 777 641 136 82.5 163

79

Page 80: Diktat

  HVI-650 501 415 86 82.8 12

7.2.3 Kondisi Operasi Utama – Tabel 7.2

7.2.4 Kondisi Batery Limit – Tabel 7.3

Stream Temp. (oC) Dari / KeFeed Waxy Raffinate 75 Dari Tanki IntermediateDewaxed Oil Rundown 70 Ke Tanki IntermediateSlack Wax Rundown 100 Ke Refinery Fuel Oil

7.2.5 Solvent dan Data Refrigerant

Inventori normal MEK / Tol untuk Unit MDU II / III sekitar 210 ton dengan rasio solvent yang digunakan 52 / 48 vol / vol.

Sifat Fisika MEK :

- Rumus Kimia CH3COC2H5- Molecular Weight 72.1- Boiling Point, oC 80.1- Specific Gravity 20/4 oC 0.805- Flash Point, oC - 5.5- Kelarutan pada suhu 38 oC

+ MEK di Air, %-wt 19+ Air di MEK, %-wt 10.2

- Explotion Limit %-vol in air 1.81 – 11.5

Sifat Fisika Toluene :

- Rumus Kimia C7H8- Molecular Weight 92- Boiling Point, oC 111

Deskripsi Unit HVI-60 HVI-95 HVI-160S HVI-650

Total Rasio Solvent / Feed vol/vol 3.2 3.5 4.0 5.6Rasio Wash Solvent / Feed vol/vol 1.1 1.3 1.4 1.5Rasio Primary Solvent / Feed vol/vol 0.4 0.4 0.5 4.1Secondary Dilution vol/vol 0.4 0.4 0.5 -Tertieary Dillution vol/vol 0.4 0.4 0.5 -

Quartenary Dillution vol/vol 0.9 1.0 1.1 -Solvent Content of Slack Wax Mix %-vol 50 - 65 55 - 70 65 - 80 70 - 85Filtration Rate of Dewaxed Oil (DO) m3 DO/m2

filter area0.130 0.155 0.090 0.057

Inert Gas Circulation through Filter Nm3/min/ m2 filter area

0.12 0.12 0.12 0.12

Solvent Composition MEK / Tol vol/vol 52 / 48 53 / 48 54 / 48 55 / 48Rasio Maximum Solid (wax) / Filter Feed vol/vol 1:15 1:15 1:15 1:20Filter Feed Temperature oC -25 -25 -25 -25Max. Temp. Process Side Dewaxed Oil Mix Heater oC 204 204 204 204Max. Temp. Process Side Slack Wax Mix Heater oC 204 204 204 204Catatan : Seluruh volume yang disebutkan pada tem. 70 oC.

80

Page 81: Diktat

- Specific Gravity 20/4 oC 0.866- Flash Point, oC 15

Spesifikasi Refrigerant (Propane) :

Ethane : Max. 2.0 %-wt Propane : Min. 94.0 %-wt I-Butane : Max. 4.0 %-wt7.3 Pengaturan Kondisi Operasi

7.3.1 Umum

Target pengaturan kondisi operasi di Unit MDU adalah sbb :

1. Untuk mendapatkan kualitas dan kuantitas produk utama (dalam hal ini Dewaxed Oil). Kualitas produk DO yang bisa dilakukan pengaturan adalah :

Max. Pour Point : dengan melakukan pengaturan temp. chilling. Min. Flash Point : parameter ini untuk menjaga tercapainya spesifikasinya flash point

produk akhir lube base oil.

2. Meminimalkan terjadinya loss solvent MEK/TOL baik melalui stream produk dewaxed oil, slack wax,dan water to draom. Untuk meminimalkan terjadinya loss solvent maka dilakukan monitoring kandungan parameter solvent content di stream tersebut dengan melakukan analisa flash point di stream DO dan slack wax serta analisa kandungan MEK di aliran water to drain.

3. Mendapatkan yield yang optimal dengan meminimalkan oil content di slack wax.

Target spesifikasi stream feed dan produk untuk Unit MDU I, II, dan III dapat dilihat pada halaman berikut. Sebagai perbandingan juga diberikan data disain feed dan produk Unit MDU.

8. Penutup

Akhir kata kami sebagai penyusun mengharapkan materi yang tidak terlalu rinci ini dapat menjadi pengantar rekan-rekan BPST-XVII Pengolahan jika ditempatkan di Kilang Lube Oil Complex UP IV Cilacap. Namun demikian prinsip dasar dari materi Unit MEK Dewaxing juga dapat dijadikan tambahan materi untuk Unit Dewaxing Kilang Wax Plant UP IV Cilacap. Disamping itu materi ini paling tidak dapat menjadi wawasan keberagaman unit proses dan konfigurasi kilang di Pertamina.

Sebagai pelengkap di Bagian Lampiran bersama ini kami sampaikan materi pelengkap yang tidak sempat kami terjemahkan yang sangat bermanfaat bagi rekan-rekan dengan rincian lampiran sbb :

Lampiran 1 kami sampaikan rincian pengoperasian di Unit MEK/Dewaxing Lampiran 2 kami sampaikan sekilas teknologi perkembangan pengolahan lube base oil

yang memanfaatkan produk bottom dari Unit Hydrocracker mengambil informasi dari licensor UOP. Produk lube base oil yang dihasilkan dari unit ini mencapai lube base oil Group III dengan VI > 120. Sebagai informasi saat ini proyek ini sedang dalam tahap pelaksanaan di Unit UP II Dumai yang memiliki Unit Hydrocracker. Dengan demikian kedepannya Pertamina memiliki produk Lube Base Oil Gr. I dan II dari Cilacap dan Group III dari UP II Dumai.

Lampiran 3 kami sampaikan process flow diagram yang lebih rinci untuk Unit HVU, PDU, FEU, HTU, dan MDU.

Sekian dan terima kasih.

81

Page 82: Diktat

Ttd.

Penyususun

Nugroho – 739874Process Eng. UP IV Cilacap.

82

Page 83: Diktat

Unit

FeedLMO Raff.

HydrotreatedMMO Raff.

HydrotreatedDAO Raff.

HydrotreatedSpecific gravity at 70 oCViscosity at 100 oC, cSt 6.3 - 6.8 10 - 11 28 - 30Viscosity at 60 oC, cStRefractive index, at 70 °C 1.4610 - 1.4620 1.46240 - 1.4645 1.4725 - 1.4735

Produk HVI-60 Parafinic-60 HVI-95 Parafinic-95 HVI-95 HVI-160 HVI-650Color ASTM Maks. 1.5 Maks. 2.0 Maks. 2.0 Maks. 3.0 Maks. 4.0Flash Point, oC Min. 204 Min. 204 Min. 210 Min. 210 Min. 210 Min. 228 Min. 267Sulfur %wt Maks. 0.7Viscosity at 100 oC, cSt 4.4 - 4.9 6.7 - 7.4 6.7 - 7.4 10.7 - 11.8 30.5 - 33.5Viscosity at 210 oF, cSt 4.5 - 5 6.9 - 7.6Viscosity Index Min. 95 Min. 95 Min. 95 Min. 95 Min. 95Viscosity Gravity Constant (VGC) 0.8096 - 0.8152 0.8132 - 0.8221Pour Point, °C Maks. -15 Maks. -9 Maks. -9 Maks. -9 Maks. -9Pour Point, °F 5 15Refraktive Index at 20 °C 1.4750 - 1.4795 1.4800 - 1.4860Aniline Point, °C 96.9 - 102.0 100 - 108.8Cloudiness, hours Min. 7.0 Min. 7.0 Min. 7.0 Min. 7.0 Min. 3.0

Slack Wax MMO Slack Wax DAO Slack Wax

Specific gravity at 70 oC 0.7850 - 0.8450 0.8250 - 0.8750Flash Point, oC Min. 220 Min. 240Sulphur , % wt Maks. 0.2 Maks. 0.2Oil Content, % wt Maks. 45 Maks. 20Viscosity at 100 oC, cSt 8.2 - 9.4 18.50 - 22.50Melting Point, °C 58 - 64 69 - 74Congealing Point, °C 58 - 64 69 - 74Color ASTM Max. 4.5 Max. 5.0Max L 1.0 Max. 1.5

Tabel 7.4 - Target Spesifikasi Feed dan Produk Unit MDU'sMDU - II/III

LMO Raff. Solvex

0.8200 - 0.8235

Min. 145 Min. 2000.7950 - 0.8500

SPO Slack Wax

0.7700 - 0.8300

17.3 - 201.4585 - 1.46401.4520 - 1.4540

0.8430 - 0.8450

MDU - I

10 - 11

SPO Raff. Solvex

46 - 53

Maks. 0.3Maks. 283.1 - 4.247 - 53

53 - 58

LMO Slack Wax

Maks. 0.2Maks. 354.7 - 5.753 - 58

83

Page 84: Diktat

ParameterWaxy HDT DO Slack Wax Waxy HDT DO Slack Wax Waxy HDT DO Slack Wax Waxy HDT DO Slack Wax

SG 70/4 oC 0.8200 0.8300 0.7800 0.8550 0.8650 0.8000 0.8650 0.8750 0.8200 0.8750 0.8900 0.8300Kin. Visc. at 40 oC, cSt - 24.8 - - 55.5 - - 99.9 - - 499 -Kin. Visc. at 60 oC, cSt 10.5 - - 21.0 - - 34.5 - - - - -Kin. Visc. at 100 oC, cSt 4.4 4.65 3.0 7.1 7.6 4.8 10.4 11.2 7.3 28.0 32 15.0VI Min. - 103 - - 99 - - 98 - - 95 -Flash Point Min. PMCC, oC - 204 204 - 210 210 - 228 228 - 267 267Pour Point Max., oC - -15 - - -9 - - -9 - - -9 -Wax Content, %-wt 14.5 - - 11.2 - - 11.3 - - 14.3 - -Max. Oil Content, %-wt - - 20 - - 20 - - 35 - - 16Sulphur, %-wt 0.5 0.6 0.2 < 0.1 < 0.1 < 0.1 < 0.1 < 0.1 < 0.1 < 0.1 < 0.1 < 0.1Color (ASTM) - L 1.5 - - L 1.0 - - 1 - - 3 -

Tabel 7.5 - Data Sifat Fisk Disain Feed/Produk MDU I/II/III Pasca DPC Ref. Operating Manual

HVI-60 HVI-100 HVI-160 HVI-650

84

Page 85: Diktat

S.T

Fro

m V

-13

/ V

-14

CW

S

LP

S

24

E-3

41

P-4

AB

24

E-6

AB

Va

p. T

o2

4 V

-132

4 V

-13

24

E-1

AB

24

E-2

AB

24

V-1

4

24

E-8

24

E-7

AB

24

S-4

AB 2

4 P

-2A

B

24

V-2

24

V-1

24

S-1

AB

C

24

P-3

AB

C

24

E-5

LP

S2

4 E

-27

LP

S

To

24

V-1

5

To

24

V-1

5

24

P-9

AB2

4 C

-1B

24

C-1

A

24

E-1

2

24

E-1

6

24

C-2

24

E-1

52

4 E

-11 24

E-1

3A

B

24

P-1

02

4 P

-17

24

C-6

24

E-

CW

24

J-1

AB

C

MP

S

24

E-2

5

24

V-1

1

24

P-1

52

4 P

-16

Fro

m 2

4 V

-17

LP

S

24

C-5

24

P-1

2A

B

24

C-4

HO

S

24

E-1

7

24

P-1

1

24

C-3

A

24

C-3

B

24

E-1

8

24

E-2

0

24

E-1

9

24

E-2

2

24

P-1

3A

B

24

V-1

7

24

E-2

3

S. W

AX

PR

OD

.

24

V-1

12

4 P

-82

4 P

-7A

B

24

V-1

52

4 V

-16

SOLVENT

To

Su

ct. K

-1

Co

ld W

as

h S

olv

en

t

Blo

w B

ack

Ine

rt G

as

fro

m V

-6

PR

OC

ES

S

FL

OW

D

IAG

RA

MM

DU

( 2

4 )

L

OC

- I

RE

V I

FE

ED

D. O

IL P

RO

D.

41 P

-4AB

FEED

PU

MPS

24 P

-15

SO

LVEN

T ST

RIPP

ER P

UM

PS24

V-1

DEW

AX F

ILTE

R FE

ED V

ESSE

L24

E-3

C

HAR

GE

MIX

HEA

TER

24 E

-16

D.O

LP

SOLV

ENT

COO

LER

24 P

-2AB

OIL

FIL

TRAT

E PU

MPS

24 P

-16A

B

WET

SO

LVEN

T PU

MPS

24 V

-2

D

EWAX

ING

FIL

TRAT

E RE

CEIV

ER24

E-4

C

HAR

GE

MIX

CO

OLE

R24

E-2

7D

.O M

IX H

P H

EATE

R24

P-3

ABC

S.

WAX

MIX

PU

MPS

24 P

-17A

B

D.O

DRI

ER B

OTT

OM

PU

MPS

24 V

-7

W

ARM

WAS

H R

ECEI

VER

24 E

-5

S. W

AX M

IX H

EATE

R24

E-4

0VA

CUU

M E

JECT

. CO

OLE

R24

P-5

W

ARM

WAS

H S

LOP

PUM

P24

C-1

A

D

.O M

IX F

LASH

CO

LUM

N24

V-1

0

SU

MP

VESS

EL24

E-6

AB

SO

LV./

D.O

MIX

EXC

HAN

GER

S24

E-1

7S.

WAX

MIX

FLA

SH H

EATE

R24

P-7

AB

D

RY S

OLV

ENT

PUM

PS24

C-1

B

D

.O M

IX F

LASH

CO

LUM

N24

V-1

1

STR

IP O

VHD

REC

EIVE

R24

E-7

AB

D

RY S

OLV

ENT

CHIL

LER

24 E

-18

S.W

AX M

IX /

HP

SOL.

EXC

H.

24 P

-8

WET

SO

LVEN

T CH

ARG

E PU

MP

24 C

-2

D.O

STR

IPPE

R CO

LUM

N

24 V

-17

S

. WAX

SU

RGE

VESS

EL24

E-8

D

RY S

OLV

ENT

CHIL

LER

24 E

-19

S.W

AX H

P SO

LV. C

OO

LER

24 P

-9AB

DEW

AXED

MIX

HEA

TER

PUM

PS24

C-3

A

S

. WAX

MIX

FLA

SH C

OLU

MN

24 V

-18A

H

IGH

MEK

STO

RAG

E VE

SSEL

24 E

-11

D.O

MIX

SO

LVEN

T EX

CHAN

GER

24 E

-20

S. W

AX M

IX E

XCH

ANG

ER24

P-1

0

D

.O P

ROD

UCT

PU

MP

24 C

-3B

S. W

AX M

IX F

LASH

CO

LUM

N24

V-1

8B

LO

W M

EK S

TORA

GE

VESS

EL24

E-1

2

D

.O H

P SO

LVEN

T CO

OLE

R24

E-2

2S.

WAX

MIX

SO

L. E

XCH

ANG

ER24

P-1

1

S

. WAX

MIX

CH

ARG

E PU

MP

24 C

-4

S. W

AX S

TRIP

PER

COLU

MN

24 V

-19

D

.O M

IX V

ESSE

L 24

E-1

3AB

D

.O M

IX /

D.O

EXC

HAN

GER

24 E

-23

S. W

AX L

P SO

L. C

OO

LER

24 P

-12A

B

S. W

AX P

ROD

UCT

PU

MPS

24

C-5

S

OLV

ENT

STRI

P CO

LUM

N24

E-1

AB

SCR

AP. S

URF

ACE

D.P

. EXC

H.

24 E

-14

D.O

CO

OLE

R24

P-1

3AB

S.

WAX

MIX

CH

ARG

E PU

MPS

24 C

-6

D.O

DRI

ER C

OLU

MN

24 E

-2AB

S

CRAP

. SU

RFAC

E D

.P. C

HIL

LER

24 E

-15

D.O

MIX

/LP

SOLV

ENT

EXCH

.

85

Page 86: Diktat

S.T

From V-113 / V-114

CWS

LPS

024 E-103

041 P-104AB

024 E-106AB

Vap. To024 V-113

024 V-113

24 E-1AB

024 E-102ABCD

024 V-114

024 E-108

024 E-107AB

024 S-104AB

024 P-102AB

024 V-102

024 V-101

024 S-101ABCD

024 P-103ABC

024 E-105

LPS24 E-27

LPS

To 024 V-115 /

24 P-9AB

024 C-101B

024 C-101A

024 E-112

024 E-116 024 C-102

024 E-024 E-

024 E-

024 P- 024 P-117

024 C-

024 E-140ABC

CW

024 J-101ABC

MPS

024 E-125

024 V-

024 P- 024 P-

From 024 V-117

LPS

024 C-

024 P-112AB

024 C-

HOS

024 E-117

024 P-111

024 C-

024 C-103B

024 E-118

024 E-120

024 E-119

024 E-122

024 P-

024 V-117

024 E-123

S. WAX PROD.

024 V-111024 P-108024 P-

024 V-115 024 V-116

SOLVE

NT

To Suct. K-101

Cold Wash Solvent

Blow Back Inert Gas from V-106

PROCESS FLOW DIAGRAMMDU ( 024 ) LOC - II

REV

I

FEED

D. O. PRODUCT

From 024 V-

024 P-119

024 V-119

041 P-103AB024 P-102AB024 P-103ABC024 P-105024 P-107AB024 P-108024 P-109AB024 P-110024 P-111024 P-112AB024 P-113AB

FEED PUMPSOIL FILTRATE PUMPSS.W. MIX PUMPSWARM WASH SLOP PUMPDRY SOLVENT PUMPSWET SOLVENT CHARGE PUMPDEWAXED MIX HEATER PUMPSD.O. PRODUCT PUMPS.W. MIX CHARGE PUMPS.W. PRODUCT PUMPSS.W. MIX CHARGE PUMPS

024 P-115024 P-116AB024 P-117AB024 C-101A024 C-101B024 C-102024 C-103A024 C-103B024 C-104024 C-105024 C-106

SOLVENT STRIPPER PUMPSWET SOLVENT PUMPSD.O. DRIER BOTTOM PUMPSD.O. MIX FLASH COLUMND.O. MIX FLASH COLUMND.O. STRIPPER COLUMNS.W. MIX FLASH COLUMNS.W. MIX FLASH COLUMNS.W. STRIPPER COLUMNSOLVENT STRIPPER COLUMND.O. DRIER COLUMN

024 V-101024 V-102024 V-107024 V-110024 V-111024 V-117024 V-118A024 V-118B024 V-119024 E-101AB024 E-102ABCD

DEWAX.FILTER FEED VESSELDEWAXING FILTRATE RECEIVERWARM WASH RECEIVERSUMP VESSELSTRIPPER OVHD. RECEIVERS.W. SURGE VESSELHIGH MEK STORAGE VESSELLOW MEK STORAGE VESSELD.O. MIX VESSELSCRAP. SURFACE D.P. ECXH.SCRAP. SURFACE D.P. CHILLER

024 E-103024 E-104024 E-105024 E-106AB024 E-107AB024 E-108024 E-111024 E-112024 E-113AB024 E-114024 E-115024 E-116

CHARGE MIX HEATERCHARGE MIX COOLERS.W. MIX HEATERSOLV./D.O. MIX EXCHANGERSDRY SOLVENT CHILLERDRY SOLVENT CHILLERD.O. MIX SOLVENT EXCHANGERD.O. HP SOLVENT COOLERD.O. MIX/D.O. EXCHANGERD.O. COOLERD.O. MIX/LP SOLVENT EXCH.D.O. LP SOLVENT COOLER

024 E-127024 E-140024 E-117024 E-118024 E-119024 E-120024 E-122024 E-123024 E-125

D.O. MIX HP HEATERVACUUM EJECT. COOLERS.W. MIX FLASH HEATERS.W. MIX/HP SOLVENT EXCH.S.W. HP SOLVENT COOLERS.W. MIX EXCHANGERS.W. MIX SOLVENT EXCHANGERS.W. LP SOLVENT COOLERWET SOVENT CONDENSER

86

Page 87: Diktat

S.T

From V-113 / V-114

CWS

LPS

240 E-103

FEED PUMP

240 E-106AB

Vap. To240 V-113

240 V-113

240 E-1AB

240 E-102ABCD

240 V-114

240 E-108

240 E-107AB

240 S-104AB

240 P-102AB

240 V-102

240 V-101

240 S-101ABCD

240 P-103ABC

240 E-105

LPS

240 E-27

LPS

To 240 V-115 /

240 P-9AB

240 C-101B

240 C-101A

240 E-112

240 E-116 240 C-102

240 E-240 E-

240 E-

240 P- 240 P-117

240 C-

240 E-140ABC

CW

240 J-101ABC

MPS

240 E-125

240 V-

240 P- 240 P-

From 240 V-117

LPS

240 C-

240 P-112AB

240 C-

HOS

240 E-117

240 P-111

240 C-

240 C-103B

240 E-118

240 E-120

240 E-119

240 E-122

240 P-

240 V-117

240 E-123

S. WAX PROD.

240 V-111240 P-108240 P-

240 V-115 240 V-116

SOLVE

NT

To Suct. K-101

Cold Wash Solvent

Blow Back Inert Gas from V-106

PROCESS FLOW DIAGRAMMDU ( 2400 ) LOC - III

REV

I

FEED

D. O. PRODUCT

From 240 V-

240 P-119

240 V-119

041 P-103AB240 P-102AB240 P-103ABC240 P-105240 P-107AB240 P-108240 P-109AB240 P-110240 P-111240 P-112AB240 P-113AB

FEED PUMPSOIL FILTRATE PUMPSS.W. MIX PUMPSWARM WASH SLOP PUMPDRY SOLVENT PUMPSWET SOLVENT CHARGE PUMPDEWAXED MIX HEATER PUMPSD.O. PRODUCT PUMPS.W. MIX CHARGE PUMPS.W. PRODUCT PUMPSS.W. MIX CHARGE PUMPS

240 P-115240 P-116AB240 P-117AB240 C-101A240 C-101B240 C-102240 C-103A240 C-103B240 C-104240 C-105240 C-106

SOLVENT STRIPPER PUMPSWET SOLVENT PUMPSD.O. DRIER BOTTOM PUMPSD.O. MIX FLASH COLUMND.O. MIX FLASH COLUMND.O. STRIPPER COLUMNS.W. MIX FLASH COLUMNS.W. MIX FLASH COLUMNS.W. STRIPPER COLUMNSOLVENT STRIPPER COLUMND.O. DRIER COLUMN

240 V-101240 V-102240 V-107240 V-110240 V-111240 V-117240 V-118A240 V-118B240 V-119240 E-101AB240 E-102ABCD

DEWAX.FILTER FEED VESSELDEWAXING FILTRATE RECEIVERWARM WASH RECEIVERSUMP VESSELSTRIPPER OVHD. RECEIVERS.W. SURGE VESSELHIGH MEK STORAGE VESSELLOW MEK STORAGE VESSELD.O. MIX VESSELSCRAP. SURFACE D.P. ECXH.SCRAP. SURFACE D.P. CHILLER

240 E-103240 E-104240 E-105240 E-106AB240 E-107AB240 E-108240 E-111240 E-112240 E-113AB240 E-114240 E-115240 E-116

CHARGE MIX HEATERCHARGE MIX COOLERS.W. MIX HEATERSOLV./D.O. MIX EXCHANGERSDRY SOLVENT CHILLERDRY SOLVENT CHILLERD.O. MIX SOLVENT EXCHANGERD.O. HP SOLVENT COOLERD.O. MIX/D.O. EXCHANGERD.O. COOLERD.O. MIX/LP SOLVENT EXCH.D.O. LP SOLVENT COOLER

240 E-127240 E-140240 E-117240 E-118240 E-119240 E-120240 E-122240 E-123240 E-125

D.O. MIX HP HEATERVACUUM EJECT. COOLERS.W. MIX FLASH HEATERS.W. MIX/HP SOLVENT EXCH.S.W. HP SOLVENT COOLERS.W. MIX EXCHANGERS.W. MIX SOLVENT EXCHANGERS.W. LP SOLVENT COOLERWET SOVENT CONDENSER

87

Page 88: Diktat

LAMPIRAN 1

PENGATURAN KONDISI OPERASI DI UNIT MDU

88

Page 89: Diktat

LAMPIRAN 2

PRODUKSI LUBE BASE OIL DARI PRODUK BOTTOM UNIT HYDROCACKER

(REF. UOP)

89

Page 90: Diktat

LAMPIRAN 3

PROCESS FLOW DIAGRAM UNIT HVU I, UNIT PDU II, UNIT FEU II, UNIT HTU,

UNIT MDU III

90