diktat draft psha 24 mei 2011_rev
TRANSCRIPT
Part-1 Introduction
Motivasi dalam Seismic Hazard dan Rekayasa Gempa
Meminimalkan Korban Jiwa dan Cedera
Menimialkan kerugian ekonomi
o Secara Langsung (keruntuhan dan kerusakan bangunan/infrastruktur)
o Secara tidak langsung (kehilangan fungsi, interupsi bisnis)
Mempertahankan agar fasilitas vital dan penunjang kehidupan (lifelines) tetap bertahan
Seismistas dan Lempeng Tektonik.
o Seismisitas
Definisi dari Seismistias adalah sesuatu hal yang berhubungan dengan activitas
kegempaan. (Robert W. Day,Geotechnical Earthquake Engineering
Handbook,2002)
o Lempeng Tektonik
Berdasarkan teori lempeng tektonik, permukaan bumi terdiri dari beberapa
lempeng tektonik, yang juga diketahui sebagai lempeng litosfer, dengan setiap
lempeng terdiri dari kerak dan bagian yang lebih kaku pada lapisan yang lebih
atas. Berdasarkan pada arah pergerakan dari lempeng, batas lempeng memiliki
tiga tipe: Batas Divergen, Batas Konvergen dan Batas Transformasi.
Batas Divergen. Hal ini terjadi ketika pergerakan relatif dari kedua
lempeng saling menjauhi sama lainnya.
Batas Konvergen. Hal ini terjadi ketika pergerakan relatif dari dua
lempeng saling mendekati satu sama lainnya. Biasanya disebut zona
Subduksi. Ada tiga tipe batas konvergen: zona subduksi samudera-benua,
zona subduksi samudera-samudera, dan zona keruntuhan benua-benua.
Batas Transfromasi. Batas Transformasi, atau patahan, kejadian dari
lempeng yang saling bergesek relatif satu sama lainnya dan disebut
dengan Patahan.
Gambar 1.1 Lempeng Tektonik
Gambar 1.2 Lempeng Tektonik
Gempa Bumi dan Kerusakan Bangunan
o Gempabumi
Goncangan pada bumi yang dikarenakan oleh keruntuhan tiba – tiba sepanjang
patahan atau zona yang lemah pada kerak atau mantel bumi.
o Kerusakan Bangunan
Bangunan dekat dengan sumber gempa bisa berbahaya dan runtuh akibat dari efek
goncangan dari gempabumi.
Gambar 1.3 Keruntuhan Jembatan di Bengkulu, 2000
Gambar 1.4 Keruntuhan Gedung di Aceh, 2004
Gambar 1.5 Keruntuhan Jembatan di Nias, 2005
Gambar 1.6 Keruntuhan Gedung di Yogyakarta, 2006
Gambar 1.7 Keruntuhan Soft Story di Padang, 2009
Peraturan Kegempaan untuk Indonesia Saat ini.
o SNI-1736-2002
o SNI 2010
Gelombang Gempa
o Gelombang Gempa
Percepatan pada permukaan tanah, seperti yang diindikasikan pada Gambar 1.8
adalah gelombang yang dihasilkan oleh keruntuhan dari zona patahan. Ada dua
tipe dasar dari gelombang gempa: gelombang badan dan gelombang permukaan.
Gelombang Badan adalah gelombang yang bisa melewati bagian dalam dari bumi.
Gelombang Permukaan adalah gelombang yang hanya dapat diobservasi dekat ke
permukaan bumi.
Gelombang P (gelombang badan): Gelombang P yang juga disebut
dengan gelombang utama, atau gelombang longitudinal, adalah
gelombang gempa yang menyebabkan sejumlah tekanan dan
dilatasi dari material yang dilalui gelombang ini. Gelombang P
adalah gelombang tercepat dan yang pertama kali sampai ke site.
Soft storey failure
Karena merupakan tipe gelombang yang menekan dan dilatasi,
Gelombang P bisa bergerak melalui padatan dan cairan. Karena
tanah dan batuan relative tahan terhadap efek tekan-dilatasi,
Gelombang P biasanya memiliki pengaruh yang kecil pada
pergerakan permukaan tanah.
Gelombang S (gelombang badan): Gelombang S yang juga dikenal
dengan gelombang sekunder (secondary), gelombang geser, atau
gelombang transversal. Gelombang S menyebabkan deformasi
geser dari material yang dilaluinya. Karena cairan tidak punya
tahanan terhadap geser, Gelombang S hanya bisa melewati
padatan. Tahanan geser dari tanah dan batuan biasanya lebih kecil
dari tahanan tekan dan dilatasi, dan kemudian Gelombang S akan
bergerak lebih lambat ke permukaan tanah dari pada Gelombang P.
Tanah sangat rentan terhadap geser, dan Gelombang S secara
tipikal mempunyai pengaruh yang besar pada pergerakan
permukaan tanah.
Gelombang Love (geelombang permukaan): Gelombang Love
analog dengan Gelombang S dan mereka gelombang geser
transversal yang bergerak ke dekat permukaan tanah (Yeats et
al.1997).
Gelombang Rayleigh (gelombang permukaan): Gelombang
Rayleigh dideskripsikan mirip riak yang dihasilkan oleh batu yang
dilempar kedalam kolam. Gelombang gempa ini menghasilkan
perpindahan vertikal dan perpindahan horizontal dari tanah dan
sebagai gelombang permukaan yang berpropagasi dari sumber
gempa ke permukaan tanah.
Gambar 1.8 . Kedatangan Gelombang Gempa
Gambar 1.9. Gelombang Badan
Gambar 1.10. Gelombang Permukaan
Identifikasi Sumber Gempa
o Gempa Subduksi
Megathrust
Zona subduksi Megathrust (interplat) untuk sebagai contoh
area dimana Lempeng Hindia – Australia dan Lempeng
Asia Tenggara berhubungan langsung. Zona ini
dimodelkan sebagai tiga area reactilinier, dengan letak
sedalam 50 km.
Benioff
Zona gempa yang lebih kedalam dari porsi subduksi
disebut Zona Benioff. Area ini dimodelkan sebagai tiga
area reactilinear. Zona Benioff ini dimulai pada kedalaman
60 km dan berakhir pada 150 km – 250 km.
Gambar 1.11. Megathrust and Benioff Zone
o Gempa Shallow Crustal
Dip Slip
Patahan yang slip hanya berada pada arah dari dip-nya,
dengan kata lain, pergerakan adalah tegak lurus terhadap
strike. Kemudian patahan bisa dideskripsikan sebagai dip-
slip normal fault, yang mengindikasikan bahwa itu adalah
normal fault dengan slip hanya pada daerah dip-nya..
Normal Fault
Reserve Fault
Strike Slip
Didefinisikan sebagai pergerakan patahan yang parallel
kepada strike dari patahan.
Left Lateral Strike Slip
Right Lateral Strike Slip
,
Gambar 1.12 Tipe Patahan
Notasi Orientasi Bidang Patahan
Gambar 1.13 Notasi bidang Patahan (Kramer,1996)
Type of Faults
(Source: Kramer,
1996)
Normal Fault
Reverse Fault (Thrust)
Strike Slip
(Left or Right Lateral Fault)
IW. Sengara - 2010
Lokasi dari Gempabumi
Gambar 1.14 Lokasi gempa bumi dari suatu Lokasi Peninjauan (Kramer,1996)
Besaran Gempa
o Pada awalnya metode yang digunakan sederhana dan secara kualitatif.
o Saat ini dengan seismograf, pengukuran secara kuantitatif:
Intensitas Gempabumi. Intensitas dari gempabumi didasarkan pada
pengamatan dari kerusakan struktur dan kejadian efek sekunder seperti
gempa yang menyebabkan liquifaksi dan retakan tanah. Intensitas dari
gempabumi juga didasarkan pada derajat kerusakan yang dirasakan oleh
setiap individu, yang ditentukan melalui wawancara. Untuk mengukur
intensitas gempabumi, skala Modified Intensitas Mercalli digunakan.
Magnitudo Gempabumi:
Magnitudo Lokal Richter: Prof. Charles Richter dari California
Institute of Technology mengembangkan skala magnitude gempa
untuk gempa dangkal dan local di bagian selatan California.
Magnituo dihitung sebagai berikut (Richter 1935, 1958):
Focal Depth
Focus or Hypocenter
Site or Observer
Ground Surface
Epicentral Distance
Hypocentric Distance
Epicenter
M L=log A−log A0=log( AA0
)…….(1)
Dimana: M L= Local Magnitude (juga sering merujuk kepada skala
magnitude Richter)
A = Amplitudo maksimum, mm, yang dicatat oleh
seismograf Wood-Anderson standar yang memiliki
perioda alami 0.8 detik, faktor Damping 80%, dan
pembesaran statis 2800. Amplitudo maksimum harus
amplitude yang dicatat, jika seismograf Wood-
Anderson diletakkan pada daerah tanah keras pada
jarak persisnya 100 km dari episenter gempabumi.
Terdapat grafik dan tabel untuk mengatur amplitudo
maksimum untuk kasus yang biasanya seismograf
tidak terletak tepat 100 km dari episenter..
A0 = 0.001 mm. skala magnitude nol yang memiliki
amplitudo tetap yaitu 0.001 mm, yang menerangkan
gempabumi terkecil yang pernah tercatat.
Body Magnitude
The body wave magnitude bisa diekspresikan dengan persamaan:
mb=log A−logT +0.01 Δ+5.9 …… (2)
Dimana: mb = Skala body wave magnitude
A' = Perpindahan tanah maksimum.
∆ = Jarak episenter ke seismograf yang diukur dalam
derajat (3600 yang menerangkan keliling bumi)
Surface Wave Magnitude
Skala the surface wave magnitude didasarkan pada amplitudo dari
gelombang permukaan yang memiliki periode sekitar 20 detik.
Skala the surface wave magnitude, Ms didefinisikan sebagai
berikut ( Gutenberg and Richter 1956):
M S=log A '+1.66 log ∆+2.0 ……(3)
Dimana : MS = Surface wave magnitude scale
A' = Maximum ground displacement
∆ = Jarak episenter ke seismograf yang diukur dalam
derajat (3600 yang menerangkan keliling bumi))
Hubungan antara surface wave magnitude dan body wave
magnitude,
M S=1.33mb−1.98….(4)
Moment Magnitude
Langkah pertama dalam melakukan perhitungan moment
magnitude adalah menghitung seismic moment, M0, terlebih
dahulu. Seismic moment bisa didapatkan dari penggunaan
seismogram yang menggunakan periode gelombang yang sangat
panjang untuk kejadian patahan dengan keruntuhan yang sangat
besar yang terjadi pada titik sumber (Yeats et al.1997). Seismic
moment bisa juga diestimasi dari perpindahan patahan seperti
dalam rumus berikut (Idriss, 1985):
M 0=μ A f D … …(5) atau
log M 0=1.5 M S+ (1.61± 0.1 ) …….(6)
Where: M 0= Seismic Moment Nm
μ = Modulus geser dari material sepanjang bidang patahan
Shear modulus of material along fault plane, N/m2
A f = Luas bidang patahan yang mengalami slip, m2. Hal
ini bisa diestimasi dari panjang permukaan yang
runtuh dikali dengan kedalaman setelah kejadian
gempa.
D = Perpindahan rata – rata dari segmen keruntuhan di
patahan, m. Pekerjaan menentukan seismic moment
merupakan hal terbaik untuk patahan strike-slip
dimana perpindahan lateral pada salah satu bidang
relative terhadap bidang lainnuya bisa diukur.
Kanamori (1977) dan Hanks dan Kanamori (1979) mengenalkan
sakala moment magnitude, MW, dimana magnitudo dihitung dari
seismic moment dengan menggunakan persaamaan berikut:
M W=log M 0
1.5−10.7 ….(7)
Dimana: MW = moment magnitude of earthquake
M0 = seismic moment of earthquake, Nm. Dihitung dari
persamaan (5) atau (6)
Hubungan antara moment magnitude dan surface wave magnitude:
M w=1.10 M b – 0.64 …… (8 )
Dimana:
mb = body wave magnitude
MS = surface wave magnitude
MW = moment magnitude
Getaran dari Goncangan Gempa (Earthquake Ground Motion)\
o Sumber:
Accelerometer: (BMKG, USGS)
o Kegunaan (Bangunan Tahan Gempa):
Evaluasi Karakteristik getaran gempabumi
Pengembangan Response Spectra
Analisis Time-History
Karateristik Goncangan Gempa
o Percepatan (Acceleration), Kecepatan (Velocity), Perpindahan (Displacement)
Diukur dengan akselerograf (accelerograph):
Gambar 1.15 Akselerograf (Accelerograph)
Kegunaan Akselerograf:
1. Merekam percepatan getaran tanah akibat gempa, untuk mempelajari karakteristik
getaran gempa.
2. Sebagai input dalam analisis rambatan gelombang gempa ke permukaan tanah dan input
dalam analisis dinamis bangunan gedung
3. Jika dipasang dalam suatu jaringan yang luas, merupakan input untuk mengembangkan
fungsi atenuasi gempa yang berguna untuk zonasi seismik
Instalasi :
- Referensi batuan
- Referensi tanah keras, sedang, dan lunak)
- Pada bangunan (untuk mengetahui getaran dan evaluasi bangunan itu sendiri)
o Peak Base Acceleration : Peak Acceleration pada Base rock
o Peak Ground Acceleration : Peak Acceleration pada Periode 0 detik
Gambar 1.16 Akselerogram yang diukur oleh akselerograf
o Fourier Spektra
Fourier amplitudo spektrum dari strong ground motion memperlihatkan
bagaimana amplitudo dari motion didistribusikan terhadap frekuensi (atau
periode).
o Durasi
Durasi dari strong ground motion dihubungkan dengan kebutuhan waktu untuk
merilis energi strain yang terakumuluasi disepanjang bidang keruntuhan patahan.
Dengan pembesaran dari panjang atau luas keruntuhan patahan, waktu yang
dibutuhkan untuk runtuh pun naik. Sebagai hasilnya, durasi dari strong motion
naik dengan kenaikan magnitudo gempabumi.
o Respon Spektra
Respon spektra digambarkan sebagai respon maksimum dari sistem single degree
of freedom (SDOF) terhadap input motion tertentu sebagai fungsi frekuensi alami
(atau perioda alami) dan damping ratio dari system SDOF.
Gambar 1.17 Respon Spektra
Gambar 1.18 Ilustrasi Seismic Wave Propagation untuk estimasi besaran
percepatan gempa
PROBABILISTIC SEISMIC HAZARD ANALYSIS UNTUK MASUKAN DALAM REDUKSI
RESIKO BENCANA
Masukan yang dibutuhkan :
- Masukan geologi
- Masukan seismologi
- Deformasi Patahan dengan GPS Monitoring
- Masukan Engineering
o Deterministic + Probabilistic Seismic Hazard Analysis
o Kebutuhan untuk memahami karateristik dari ground motion
(input motions, attenuation functions,uniform hazard spectra)
Gambar 2.1 Ilustrasi Seismic Wave Propagation Untuk Estimasi Peak Acceleration Gempa
Gambar 2.2 Flowchart Probabilistic Seismic Hazard Analysis
Database Seismologi
- Data Historis Gempabumi
o Perkiraan Magnitudo, Lokasi episenter, kedalaman
o Intensitas Maksimum, dan isoseismal contour
o Tipe sumber gempabumi (Patahan, Subduksi)
- Katalog Instrumental Gempabumi
o Magnitudo gempabumi (ms,Mb,Mw)
Historical &
Instrumental
Earthquake Catalog
Geology and
Tectonics
Macroseismic
Intensity & Strong Motion
Records
2. SOURCE ZONES
FaultsArea
SourcesType of Faults
Tomography
1. SEISMICIT
YHistoric Recurrence RateGeologic Recurrence RateMaximum Magnitude
3. ATTENUA
TIONPeak Acceleration (PGA)Acceleration Spectra (PSA)
SEISMOTECTONIC MODEL
Expert Judgmen
t
4. LOGIC TREEAlternate
ModelsParameter UncertaintyRelative Likelihood
5. PSHA (Hazard Curves’; Uniform Hazard Spectra (UHS)
4. GEODETIC CRUSTAL
DEFORMATION
o Lokasi (hipsenter, episenter)
o Kedalaman
o Tipe Sumber Gempabumi (Patahan, Subduksi)
o Evaluasi data Fore-shock dan after shock
- Data Instrumental Site Spesific
o Pencatatan Seismograf
o Pencatatan Strong motion accelerograph
SEISMIC HAZARD ANALYSIS
- DSHA (Deterministic Seismic Hazard Analysis)
- PSHA (Probabilistic Seismic Hazard Analysis)
Gambar 2.3 Contoh Geometri Sumber Gempabumi
Deterministic Seismic Hazard Analysis (DSHA):
- Identifikasi dan karakterisasi dari semua sumber gempa yang dapat
menghasilkan kejadian gempa yang signifikan pada site,
- Pemilihan parameter – parameter seismistias untuk masing – masing
sumber gempa.
- Pemilihan controlling earthquake, yaitu kejadian gempa yang dianggap
menghasilkan getaran yang paling keras digambarkan dengan magnitudo
dan jarak ke site.
- Bahaya gempa pada site.
- Identifikasi Faults atau Patahan (Lokasi, mekanisme, dan tipe sumber
gempabumi)
- Panjang Faults (patahan)
- Estimasi besarnya magnitudo dari panjang Faults (Patahan)
- Jarak terdekat dari sumber
- Pemilihan fungsi atenuasi
Gambar 2.4 Langkah – langkah (step by step) dari DSHA
Gambar 2.5 Contoh Deterministic Analysis (Kramer, 1996)
Probabilistic Seismic Hazard Analysis (PSHA)
1. Identifikasi dan karakterisasi dari semua sumber gempabumi yang mungkin
menghasilkan ground motion yang signifikan di site. Menggunakan distribusi probabilitas
dari lokasi dan geometri (Zonasi Sumber Gempabumi/Seismic Source Zoning)
2. Mengkarakterisasi distribusi sementara dari model periode ulang untuk setiap zona
sumber.
3. Menentukan ground motion menggunakan predictive relationship dan menggunakan
fungsi atenuasi yang sesuai.
4. Mengkombinasian semua sumber kejadian gempa untuk menentukan yield probability
dari parameter ground motion yang akan dilampaui selama waktu periode ulang tertentu.
Menggunakan Logic Tree untuk meliputi variasi ketidakpastian.
5. Deagregasi.
6. Uniform Hazard Spectra.
Gambar 2.6 Proses Probabilistic Seisimic Hazard Analysis (PSHA)
METODOLOGI
PROBABILISTIC SEISMIC HAZARD ANALYSIS
Digunakan Total Probability Theorem: Percepatan gempa tergantung Magnitude (M) dan
hypocenter (r) sebagai continuous independent random variables, dinyatakan dengan:
H (a) = å vi òò P[A > açm, r] ¦Mi (m) ¦RiçMi(r,m)drdm (1)
dimana :
- H(a) : annual frequency dari gempabumi yang menghasilkan ground motion
Amplituda A > a.
- vi : adalah annual rate pada area sumber I
(dengan magnitude lebih besar dari suatu nilai Mo tertentu) pada luasan
sumber I
- ¦Mi (m) dan ¦RiçMi(r,m) fungsi-fungsi kerapatan probabilitas untuk masing-masing
magnitude dan jarak .
- P[A > açm, r probabilitas dari suatu gempa dengan magnidude m pada jarak r
yang menghasilkan PBA A lebih besar dari a
-
Gambar 2.7 Fault source model
Proses PSHA
- Mengkompliasikan informasi penting yang dibutuhkan untuk menjalankan
PSHA yang diantaranya:
o Keadaan geologi regional dan keadaan tektonik, identifikasi dan
pemetaan subduksi dan patahan dangkal aktif
o Mengumpulkan data seismistias ( data sejarah dan instrumental, relokasi)
o Menggunakan tomografi seismis untuk membantu identifikasi geometri
dari zona sumber gempa
o Mengkompilasi deformasi patahan dari data pengamatan GPS untuk
mengidentifikasi laju slip dari sumber gempa (subduksi dan patahan
dangkal)
- Mengembangkan zona sumber gempa untuk masukan ke PSHA.
- Meninjau kembali dan pemanfaatan beberapa fungsi atenuasi yang cocok untuk
sumber gempa yang spesifik.
- Menjalankan probabilistic seismic hazard analysis, yang termasuk menentukan
PBA (Peak Base Acceleration) yang diasosiasikan dengan probabilitasnya.
Gambar 2.8 Karaterisasi Ground Motion
Dari Gambar 2.8 terlihat bahwa setiap magnitudo memiliki akselerasi, durasi getar dan frekuensi
yang berbeda. Begitu pula jika perambatan gelombang tersebut ke permukaan, bukti adanya
perbedaan input motion dapat dilihat pada Gambar 2.9 berikut:
Gambar 2.9 5 buah Accelerometer yang dipasang setiap 4 mile di San Fransisco (Idriss dan
Seed, 1968) kondisi site memiliki kedalamdan dan tipe lapisan tanah yang bervariasi
Gambar 2.10 Atenuasi Getaran Gempa
Jarak dan magnitudo mempengaruhi getaran gempa, sehingga jika ada kejadian gempa dengan
magnitudo dan getaran gempa tertentu, bisa didapatkan parameter ground motion dengan rumus
hasil regresi atenuasi.
Secara umum rumus dasar Ground Motion Attenuation adalah sebgai berikut:
ln Y =ln b1+ f 1 ( M )+ln f 2 ( R )+ ln f 3 ( M , R )+ ln f 4 (Pi )+ ln ε (2)
Dimana:
- Y=Parameter Ground Motion(contoh : PGA)
- b1=Faktor Skala
- f 1 ( M )=Fungsi Magnitudo
- f 2 ( R )=Fungsi Jarak
- f 3 ( M ,R )=Fungsi Magnitudo danJarak
- f 4 (Pi )=Variabel Lainnya
- ε=error
Sumber : FEMA
Fungsi Atenuasi Young
Gamabar 2.11 Data yang digunakan oleh Young, data ini kemudian diregresi dan didapat rumus
fungsi atenuasinya.
Tabel Fungsi Atenuasi Young
Gambar 2.12 Attenuation Relation untuk gempabumi Shallow Crustal
Gambar 2.13 Attenuation Relation untuk gempabumi Shallow Crustal
Gambar 2.14 Distribusi Probabilitas Terhadap Model Atenuasi
Untuk mekanisme subduksi :
- Youngs et al. 1997:
ln (y) = 0.2418 + 1.414 .M + C1 + C2(10 – M)3 + C3 ln(rrup + 1.7818e0.554M) + 0.00607.H +
0.3846.ZT (3)
Untuk Mekanisme Shallow Crustal Fault
- Idriss (2008) NGA
- Campbell-Bozorgnia (2008) NGA
- Boore-Atkinson (2008) NGA
Database Atenuasi Yang Terdapat di EZ-FRISK,(2009)
Abrahamson-Silva (1997)
Al-Tarazi & Qadan (1997)
Ambraseys et al. (1996)
Amrat (1996)
Atkinson (1997)
Atkinson - Boore (2003)
Atkinson - Motazedian (2003)
Atkinson-Silva (2000)
Atkinson-Sonley (2000)
Boore - Joyner - Fumal (1997)
Bray 2002
Campbell (1997)
Campbell - Bozorgnia (2003)
Crouse (1991)
Frankel (1996)
Fukushima-Tanaka (1992)
Gregor (2002)
Huo-Hu (1992)
Idriss (1993)
Joyner-Boore (1981)
Malkawi-Fahmi (1996)
Martin (1990)
Sabetta-Pugliese (1996)
Sadigh et al. (1997)
Silva (1999)
Silva et al. (2002)
Somerville (2001)
Spudich (1997/99)
Toro et al. (1999)
Idriss (2004)
Youngs (1997)
Boore and Atkinson (2007).. [NGA]
Chiou and Youngs (2007).. [NGA]
Campbell - Bozorgnia (2008) [NGA]
Idriss (2004)
EARTHQUAKE RECURRENCE RELATIONSHIP
Analisis Pemisahan Gempa Utama
Data – data yang diperoleh dari berbagai katalog gempa merupakan data – data kejadian gempa
yang terdiri dari gempa utama (main shocks) dan gempa awalan/susulan (foreshock/aftershocks)
dalam analisis akan memberikan hasil perhitungaan yang overestimated dalam penentuan tingkat
seismic hazard (Pacheco & Sykes,1992).
Pemisahan gempa utama (main event) dengan gempa awalan/susulan (dependent event)
dilakukan berdasarkan kriteria waktu (time windows) dan kriteria jarak (distance windows).
Kriteria ini menggunakan kontrol waktu dan jarak dari suatu kejadian gempa terbesar dalam
suatu rangakaian kejadian gempa. Suatu gempa susulan diidentifikasi melalui kriteria ini apabila
berada dalam suatu rrentang waktu dan jarak yang ditentukan menurut suatu magnitudo gempa
tertentu. Terdapat beberapa criteria waktu dan jarak yang diajukan beberapa ahli yaitu seperti
Gardner dan Knopoff (1974), Arabasz and Robinson (1976), Urhammer (1086). Kriteria waktu
dan jarak dari beberapa peneliti dapat dilihat dalam Gambar 2.15 dan Gambart 2.16
Time Windows
1
10
100
1000
10000
1 2 3 4 5 6 7 8Magnitude
Distan
ce (km
)
Jodi Firmansjah (1999)Uhrhammer (1986)Gardner and Knopoff (1974)Wyss (1979)
1
10
100
1000
10000
1 2 3 4 5 6 7 8Magnitude
Tim
e (d
ays)
Jodi Firmansjah (1999)Uhrhammer (1986)Gardner and Knopoff (1974)Arabasz and Robinson (1976)
Gambar 2.15 Kriteria time windows untuk analisis pemisahan gempa utama
1
10
100
1000
10000
1 2 3 4 5 6 7 8Magnitude
Dis
tan
ce (
km
)
Jodi Firmansjah (1999)Uhrhammer (1986)Gardner and Knopoff (1974)Wyss (1979)
1
10
100
1000
10000
1 2 3 4 5 6 7 8Magnitude
Tim
e (
days) Jodi Firmansjah (1999)
Uhrhammer (1986)Gardner and Knopoff (1974)Arabasz and Robinson (1976)
Gambar 2.16 Kriteria distance windows untuk analisis pemisahan gempa utama
Analisis Kelengkapan Data Gempa
Faktor yang menentukan dalam analisis seismic hazard secara probabilistik adalah kelengkapan
data gempa. Pada umumnya catatan untuk kejadian gempa dengan magnitudo besar lebih
lengkap dibandingkan untuk kejadian gempa dengan magnitudo kecil. Hal ini disebabkan oleh
kesensitifan seismograf yang semakin berbeda dari waktu ke waktu hal ini dipengaruhi oleh
keberadaan stasiun seismograf dan kerapatann populasinya. Biasanya kesalahan lebih sering
ditentukan pada periode pengamatan awal dimana data gempa tidak lengkap dan hanya gempa –
gempa besar saja yang tercatat. Apabila data – data gempa seperti ini digunakan untuk
menentukan parameter seismic hazard berupa parameter a-b menggunakan formula Guttenberg-
Richter, maka akan menghasilkan nilai parameter yang overestimated untuk gempa besar dan
underestimated untuk gempa kecil.
Stepp (1973) mengajukan kriteria untuk menganalisis peridode yang lengkap untuk independent
event dari beberapa magnitudo gempa dengan cara membuat kurva hubungan antara frekuensi
independent event dalam interval magnitudo yang berbeda – beda, sebagai fungsi dari waktu.
Frekuensi kejadian yang diamati didefinisikan sebagai jumlah kejadian N yang tercatat selama T
tahun terakhir dibagi dengan T. Apabila diasumsikan seismic rate adalah konstan untuk jangka
waktu yang lama, maka waktu ketika observed rate mulai berkurang secara signifikan adalah
waktu yang lama, maka waktu ketika observed rate mulai berkurang secara signifikan adalah
waktu dimana data pada katalog gempa dianggap tidak lengkap. Contoh pada Gambar 2.17
Berikut:
Gamabar 2.17 Contoh analisis kelengkapan data gempa dengan kriteria Stepp (1973)
0.01
0.10
1.00
10.00
1 10 100Waktu (tahun)
s
5.00 - 6.00
6.00 - 7.00
> 7.00
M 5-6 complete for 43 years
M 6-7 complete for 45 years
M > 7 complete for 103 years
Eksponensial Model
Metode paling sederhana dalam menentukan parameter a-b ini adalah metode Least Square (LS)
yang diperkenalkan oleh Gutenberg-Richter, dimana distribusi kejadian gempa umumnya
diasumsikan mengikuti hubungan frekuensi magnitude. Nilai b dari Gutenberg-Richter
recurrence relationship ini menngambarkan perbandingan probabilitas ukuran magnitude gempa
yang terjadi sehingga parameter ini juga dapat dikatakan sebagai oarameter seismisitas yang
menggambarkan karakteristik tektonik kegempaan suatu daerah. Sedangkan nilai a lebih
menunjukkan karakteristik data pengamatan yang tergantung lamanya pengamatan dan tingkat
seismisitas suatu daerah. Konstanta a dan b didapat dari hasil regresi catatan gempa yang pernah
terjadi pada sumber gempa. Hubungan antara banyaknya kejadian gempa dan parameter a-b
dapat dinyatakan melalui persamaan berikut :
log N(m) = a-bm atau Ln N(m) =α-βm (4)
dimana N(m) adalah banyaknya gempa dengan magnitude lebih besar dari m yang terjadi pada
periode tertentu, α=2,303a dan β=2,303b. Kelemahan dari metoda LS dalam penentuan
parameter a-b adalah metoda ini tidak memperhitungkan kemungkinan digunakannya gabungan
data dari sumber-sumber yang berbeda, misalnya data dari sejarah kegempaan yang digabungkan
dengan data dari informasi geologi. Nilai b yang didapat dengan menggunakan metoda ini juga
umumnya overestimated yang mengakibatkan rate dari gempa-gempa besar akan underestimated.
Gambar 2.18 Metode Least Square
Berdasarkan kondisi di atas beberapa peneliti telah mengajukan metode-metode untuk
menentukan parameter a-bini seperti Weichert (1980) yang , serta Kijko, A. (1989) dan Sellevoll
(1992).
a. Metode Weichert (1980)
Metode ini sangat sesuai digunakan untuk menentukan parameter a-b apabila jumlah data
kejadian gempa cukup banyak (sekitar 40 atau lebih) dan memberikan hasil yang cukup
baik. Metode ini juga dapat digunakan untuk menganalisis gabungan data yang memiliki
rentang pengamatan yang berbeda. Metode Weichert melakukan analisis secara iteratif
dengan metode Newton untuk mendapatkan b-parameter melalui persamaan sebagai
berikut :
∑i
ti miexp (−β . mi)
∑i
t iexp (−β .mi)=∑
i
nimi
N=m(5)
dimana :
N= jumlah data kejadian gempa
Log N = a – bM
ni= jumlah data kejadian gempa dalam suatu interval tertentu
mi= magnitude sentral untuk suatu interval tertentu
ti= periode pengamatan
β= rate kejadian gempa tahunan = 2.303
b. Metode Kijko & Sellevoll (1989)
Metode Kijko & Sellevoll mampu mengkombinasikan data-data gempa besar historik
(gempa-gempa signifikan) dengan data-data gempa yang lebih lengkap yang tercatat
dalam beberapa puluh tahun terakhir.
Parameter β dan λ diperoleh melalui persamaan sebagai berikut :
1λ=ϕ1
E+ϕ1C (6)
1β= ⟨ X ⟩−ϕ2
E−ϕ3C+λ [ϕ3
E+ϕ3C ](7)
Dimana:
ϕ1E=r o B1
ϕ2E=r o ( E (mo ,mmax ))
ϕ3E=r o B2+ϕ2
E B1
ϕ1c=∑
l=1
S T iC i
n
ϕ2c=∑
l=1
S
r i(E (mi ,mmax )+Di
C i)
ϕ3c=∑
l=1
S T i Di
n
⟨ X ⟩ adalah sama dengan magnitude gempa rata-rata yang dihitung dari bagian ekstrem
dan complete catalog, n adalah jumlah total kejadian gempa ri = ni/n dan:
B1 = ((t)A2-(tA))/(A2-A1)
B2 = ((tX0A)-(t)mmaxA2)/(A2-A1)
Ci = 1-F(mi)
Di = E(mmin, mi)-E(mmin, mmax)F(mi),
E(x,y) = [xA(x)-yA(y)]/[A(x)-A2]
Katalog gempa yang ada umumnya memiliki dua jenis informasi observasi
makroseismik dari kejadian gempa besar yang terjadi selama ratusan tahun dan data
instrumental yang lengkap selama periode pengamatan yang relatif lebih singkat.
Metode yang umum digunakan dalam menentukan parameter aktifitas gempa kurang
tepat untuk jenis data seperti ini.
Gaambar 2.19 Global GPS Velocities
(Sumber: Cecep Subarya –Bakosurtanal, 2009)
Gambar 2.20 Slip rate Lembang Fault (Crustal Deformation GPS Monitoring)
Gambar 2.21 Pemodelan Sumber Gempa
Gambar 2.22 Korelasi - besaran gempa -– interval waktu
dan slip-rate patahan
Gambar 2.23 Pemodelan Eksponesnsial
PENENTUAN RECURRENCE RATE DARI SLIP-RATE FAULT
1. Menentukan magnitude maksimum dengan formula Well and Coppersmith (1994)
Mmax = 5.08 + 1.16 log Lf ( 8 )
Mmax = momen magnitude (Mw)
Lf = panjang fault (km)
2. Menentukan perioda ulang untuk kejadian magnitude maksimum dalam kaitannya
dengan slip rate. Digunakan formula Well and Coppersmith (1994).
(9)
Mmax = momen magnitude max (Mw)
Tmax = perioda ulang kejadian momen magnitude max (Mw)
Slip-rate = laju gerakan fault (rate of fault motion in mm/year)
3. Nilai parameter b atau b ditentukan sehing ga parameter a atau a dapat ditentukan
dengan hukum Guternberg-Richter (1954)
a = -b Mmax - log Tmax (10)
atau
a = - b Mmax - ln Tmax (11)
4. Rate (recurrence rate) kejadian gempa berdasarkan parameter a atau a dan b atau b
yang sudah diketahui di atas dengan persamaan.
v = 10a - b m0 (12)
atau
v = exp(a - b mo) (13)
5. Contoh perhitungan: Diketahui slip-rate suatu fault = 70 mm/tahun,
Panjang fault = 250 km dan b = 1.
Tentukan rate (v) untuk M = 6 dan M = 5
Mmax = 5.08 + 1.16 log 250 = 7.9
T max=(1000Slip−rate )10(−5 . 46+0 .82 M max )
T max=(100070 )10(−5. 46+0. 82(7 . 9))=139 tahun
a = -(1) (7.9) - log (139) = 5.757
Rate untuk M = 6
v = 10 (5.757 – (1) (6 )) = 0.5717
Rate untuk M = 5
v = 10 (5.757 – (1) (5 )) = 5.717
Characteristic Recurrence Model
Gambar 2.24 (Schwartz and Coppersmith, 1984 adopted in EZFrisk, Risk Engineering, 2004)
Gambar 2.25 Contoh Tomographical cross section dari Sumatra Barat
Characteristic Magnitudes
Exponential Magnitudes
Gambar 2.26 Contoh Seismic Source Zoning – Kasus Sumatera Barat
Logic Tree
Logic Tree merupakan suatu metode yang dikembangkan oleh Power dkk., 1981; Kulkani
dkk.,1984; Coppersmith & Youngs, 1986 untuk memperhitungkan seluruh ketidakpastian dalam
menentukan parameter – parameter dalam PSHA, yaitu pemilihan reccurence model, fungsi
atenuasi, reccurence rate, dan magnitudo maksimum. Dengan logic tree, setiap alternatif yang
dipilih dalam menentukan parameter – parameter di atas diberi suatu bobot yang
menggambarkan tingkat kepercayaan terhadap parameter yang digunakan. Jumlah faktor bobot
dari semua alternatif metode untuk parameter yang sama harus sama dengan satu seperti pada
contoh Gambar 2.27
Gambar 2.27 Contoh Logic Tree
Deagregasi
Deagregasi diperlukan dalam pemilihan data ground motion/akselerogram untuk analisis respon
dinamik tanah. Deagregasi menghasilkan controlling earthquake, yaitu gempa yang
memberikan kontribusi terbesar dalam analisis seismic hazard probabilistik seperti pada contoh
dalam Gambar 2.28. Controlling earthquake ditentukan dari controlling magnitude (Mcontrolling)
dan controlling distance (Rcontrolling) yang diperoleh berdasarkan konsep titik berat dari kurva
deagregasi.
M controlling=∑M i(kontribusi kejadian/ tahun)
∑ (kontribusi kejadian/ tahun)(14)
Rcontrolling=∑ Ri(kontribusi kejadian/ tahun)
∑ (kontribusi kejadian/ tahun)(15)
Period: PGAAmplitude: 0.30Hazard: 2.562e-003Mean Magnitude: 7.99Mean Distance: 40.11
Magnitude-Distance Deaggregation
Gambar 2.28 Contoh Deagregasi untuk menentukan controlling earthquake
Contoh Cara Perhitungan:
Contoh Banda Aceh