perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id perbedaan efek ......ekstrak etanolik kunyit, temulawak,...
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PERBEDAAN EFEK HEPATOPROTEKTIF EKSTRAK ETANOLIK
KUNYIT, TEMULAWAK, DAN KOMBINASINYA
PADA MENCIT BALB/C YANG DIINDUKSI PARASETAMOL
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
ATIKA ZAHRO NIRMALA
G.0009032
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
Surakarta
2013
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi dengan judul: Perbedaan Efek Hepatoprotektif
Ekstrak Etanolik Kunyit, Temulawak, dan Kombinasinya
pada Mencit Balb/C yang Diinduksi Parasetamol
Atika Zahro Nirmala, NIM: G.0009032, Tahun:2013
Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
Pada Hari Jumat, Tanggal 4 Januari 2013
Pembimbing Utama
Nama : S. Bambang Widjokongko, dr., PAK, M.Pd.
NIP : 19481231 197609 1 001 (……………………...)
Pembimbing Pendamping
Nama : Dyah Ratna Budiani, Dra., M.Si.
NIP : 19670215 199403 2 001 (.………………..……)
Penguji Utama
Nama : Suyatmi, dr., M. Biomed Sci.
NIP : 19720105 200112 2 001 (…………………...…)
Anggota Penguji
Nama : Siti Aisyah, Dra., Apth., M.Si.
NIP : 19511111 197903 2 002 (……………………...)
Surakarta,
Ketua Tim Skripsi
Muthmainah, dr., M.Kes.
NIP 19660702 199802 2 001
Dekan FK UNS
Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM
NIP 19510601 197903 1 002
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PERSETUJUAN
Skripsi dengan judul : Perbedaan Efek Hepatoprotektif Ekstrak Etanolik
Kunyit, Temulawak, dan Kombinasinya pada Mencit Balb/C
yang Diinduksi Parasetamol
Atika Zahro Nirmala, G0009032, Tahun 2013
Telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Validasi Skripsi
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada Hari Jumat, Tanggal 4 Januari 2013
Pembimbing Utama Penguji Utama
S. Bambang Widjokongko, dr., PAK, M.Pd Suyatmi, dr., M.Biomed Sci. NIP. 19481231 197609 1 001 NIP. 19720105 200112 2 001
Pembimbing Pendamping Anggota Penguji
Dyah Ratna Budiani, Dra., M.Si. Siti Aisyah, Dra., Apth., M.Si NIP. 19670215 199403 2 001 NIP. 19511111 197903 2 002
Tim Skripsi
Muthmainah, dr., M.Kes
NIP. 19660702 199802 2 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi
dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang
pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali yang secara tertulis diacu
dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, 4 Januari 2013
Atika Zahro Nirmala
NIM. G0009032
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
ABSTRAK
Atika Zahro Nirmala, G0009032, 2013. Perbedaan Efek Hepatoprotektif
Ekstrak Etanolik Kunyit, Temulawak, dan Kombinasinya pada Mencit Balb/C
yang Diinduksi Parasetamol. Skripsi. Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas
Maret, Surakarta
Latar Belakang: Angka kejadian kerusakan hepar terutama karena konsumsi
obat anti inflamasi non steroid secara berlebihan termasuk tinggi di beberapa
negara. Di sisi lain, kunyit dan temulawak sering dikonsumsi sebagai obat herbal.
Kedua rimpang tersebut dilaporkan mengandung senyawa yang bersifat
antioksidan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui makna perbedaan efek
hepatoprotektif ekstrak etanolik kunyit, temulawak, dan kombinasinya pada
mencit Balb/C yang diinduksi parasetamol.
Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik
dengan the post test only control group design. Peneliti menggunakan hewan uji
25 mencit Balb/C yang dibagi dalam 5 kelompok, kelompok kontrol negatif [KK
(-)] dan kelompok kontrol positif [KK (+)] diberi aquades per oral 0,2 ml, KP1
diberi ekstrak etanolik kunyit 2,8 mg/20 gr BB mencit, KP2 diberi ekstrak etanolik
temulawak 14 mg/20 gr BB mencit, dan KP3 diberi kombinasi ekstrak etanolik
kunyit dan temulawak. Perlakuan selama 14 hari. Parasetamol dosis toksik
diberikan pada KK (+), KP1, KP2, dan KP3. Efek hepatoprotektif dinilai melalui
jumlah kerusakan sel hepar. Data dianalisis dengan One Way ANOVA dilanjutkan
uji LSD.
Hasil Penelitian: Hasil uji One Way ANOVA menunjukkan terdapat perbedaan
signifikan pada lima kelompok dengan p = 0,03. Uji LSD menunjukkan terdapat
perbedaan signifikan antara KK (-), KP1, dan KP3 dengan KK (+) dan KP2.
Simpulan Penelitian: Terdapat perbedaan efek hepatoprotektif ekstrak etanolik
kunyit, temulawak, dan kombinasinya pada mencit Balb/C yang diinduksi
parasetamol. Potensi hepatoprotektif ditunjukkan pada kelompok KP1 dan KP3.
Kata Kunci : hepatoprotektif, kunyit, temulawak, parasetamol
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ABSTRACT
Atika Zahro Nirmala, G0009032, 2013. The Difference of The Hepatoprotective
Effect of Ethanolic Extract of Turmeric, Curcuma, and The Combination in Mice
Balb/C Induced by Paracetamol. Mini Thesis. Faculty of Medicine, Sebelas Maret
University, Surakarta.
Background: The occurance of liver damage especially caused by cosuming non
steroidal anti inflammatory medicine is high in some countries. In the other hand,
turmeric and curcuma are frequently consumed as a herbal treatment. Those
herbals contain antioxidant. The purposes of this experiment are to know the
differences meaning of hepatoprotective effect of ethanolic extract of turmeric,
curcuma, and the combination in mice Balb/C induced by paracetamol.
Method: This research was a laboratory experimental study with the post test
only control group design. The researcher used 25 male Balb/C mice that were
devided into 5 groups: negative [KK (-)] and positif control group [KK (+)] were
given aquades 0.2 ml, group treatment 1 (KP1) was given turmeric ethanolic
extract 2.8 mg/20 gr weight of mice, group treatment 2 (KP2) was given curcuma
ethanolic extract 14 mg/20 gr weight of mice, group treatment 3 (KP3) was given
the combination of turmeric and curcuma. Those treatments were conducted in 14
days. The dose of paracetamol toxic was given to KK (+), KP1, KP2, and KP3.
Hepatoprotective effect was considered by the number of disfunctional cell of
liver. Data was analized by One Way ANOVA and continued by LSD test.
Results: The result of One Way ANOVA shows that a significant difference in
the five groups with p = 0.03. LSD test shows a significant difference among KK
(-), KP1, and KP3 with KK (+) and KP2.
Conclusion: There are some differences of the hepatoprotective effect of
ethanolic extract of turmeric, curcuma, and their combinations in mice Balb/C
induced by paracetamol. Hepatoprotective potential is showed by KP1 and KP3.
Keywords: hepatoprotective, turmeric, curcuma, paracetamol
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
PRAKATA
Alhamdulillahirobbil’aalamiin, puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat
dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini yang
berjudul ‘Perbedaan Efek Hepatoprotektif Ekstrak Etanolik Kunyit,
Temulawak, dan Kombinasinya pada Mencit Balb/C yang Diinduksi
Parasetamol’.
Penulis menyadari bahwa penelitian tugas karya akhir ini tidak akan berhasil
tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu, dengan penuh rasa hormat
ucapan terima kasih saya berikan kepada:
1. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., SpPD-KR-FINASIM, selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. S. Bambang Widjokongko, dr., PAK, M.Pd selaku Pembimbing Utama yang
telah menyediakan waktu untuk membimbing, memberi masukan dan motivasi
bagi penulis hingga terselesainya skripsi ini.
3. Dyah Ratna Budiani, Dra., M.Si., selaku Pembimbing Pendamping, yang telah
menyediakan waktu untuk membimbing, memberi masukan dan motivasi bagi
penulis hingga terselesainya skripsi ini.
4. Suyatmi, dr., M. Biomed Sci., selaku Penguji Utama yang telah memberikan
kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini.
5. Siti Aisyah, Dra.,Apth., M.Si., selaku Penguji Pendamping yang telah
memberikan kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini.
6. Muthmainah, dr., M.Kes, S. Enny N, SH., MH, dan Mas Sunardi selaku Tim
Skripsi FK UNS, atas kepercayaan, bimbingan, koreksi dan perhatian yang
sangat besar sehingga terselesainya skripsi ini.
7. Dosen dan Staf Laboratorium Histologi FK UNS yang telah banyak membantu
penelitian serta penyusunan skripsi ini.
8. Kedua orang tuaku tersayang, Bapak Gelik Setyo Sudiato dan Ibu Mudriyah serta
kakakku mas Dhani Andrianto, atas doa, motivasi, dan semangat yang diberikan.
9. Sahabat-sahabat terbaikku (Dian Rina, Paramita Riski, Nilam Hesti, Nita
Prasasti, Qonita Sakinatul J, teman-teman kelompok 14, serta seluruh keluarga
besar PD UNS 2009) terima kasih atas kesediaannya menjadi sahabat terbaik.
10. Organisasi tempat saya pernah menjadi bagian di dalamnya: LKMI, SKI, Kastrat,
MER-C, keluarga besar Asisten Mikrobiologi, keluarga besar AAI FK UNS,
Kesuma, BSMI, dan CIMSA, semoga tetap menjadi keluarga.
11. Semua pihak yang telah membantu proses penelitian serta penyusunan skripsi ini
yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Meski tulisan ini belum sempurna, penulis berharap semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi pembaca. Saran dan koreksi dari semua pihak sangat diharapkan.
Surakarta, Januari 2013
Atika Zahro Nirmala
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
DAFTAR ISI
PRAKATA ................................................................................................................ vi
DAFTAR ISI ............................................................................................................. vii
DAFTAR TABEL ..................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. x
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. xi
BAB I. PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Perumusan Masalah ............................................................................. 4
C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 4
D. Manfaat Penelitian ............................................................................... 5
BAB II. LANDASAN TEORI ................................................................................. 6
A. Tinjauan Pustaka ...................................... ........................................... 6
1. Kunyit (Curcuma Longa L.) ........................................................... 6
2. Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) ................................... 9
3. Hepar/Hati ....................................................................................... 11
4. Parasetamol ..................................................................................... 13
5. Mekanisme Perlindungan Kunyit dan Temulawak terhadap keru-
sakan Hepar Akibat Induksi Parasetamol ....................................... 16
B. Kerangka Pemikiran ........................................................................... 18
C. Hipotesis ............................................................................................. 19
BAB III. METODE PENELITIAN ........................................................................... 20
A. Jenis Penelitian ................................................................................... 20
B. Lokasi dan Waktu Penelitian .............................................................. 20
C. Subjek Penelitian ................................................................................ 20
D. Teknik Sampling .................................................................................. 21
E. Desain Penelitian ................................................................................ 21
F. Alat dan Bahan Penelitian ................................................................... 23
G. Identifikasi Variabel Penelitian .......................................................... 24
H. Definisi Operasional Variabel Penelitian .......................................... 24
I. Penentuan Dosis ................................................................................... 27
J. Cara Kerja Penelitian ........................................................................... 29
K. Teknik Analisis Data Statistik.............................................................. 34
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
BAB IV. HASIL PENELITIAN ................................................................................ 35
A. Data Hasil Penelitian .......................................................................... 35
B. Analisis Data ....................................................................................... 37
BABV. PEMBAHASAN ....................................................................................... 40
BABVI. PENUTUP .................................................................................................. 47
A. Simpulan ............................................................................................. 47
B. Saran ................................................................................................... 47
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 49
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Hasil Analisis Uji Normalitas................................................................... 37
Tabel 4.2 Ringkasan Hasil Uji LSD ......................................................................... 38
Tabel 4.3 Ringkasan Hasil Analisis Uji One Way ANOVA dan LSD ..................... 39
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kunyit ................................................................................................... 6
Gambar 2.2 Temulawak ........................................................................................... 9
Gambar 2.3 Hepar..................................................................................................... 11
Gambar 2.4 Metabolisme Parasetamol ..................................................................... 15
Gambar 2.5 Skema Kerangka Pemikiran ................................................................. 18
Gambar 3.1 Skema Rancangan Penelitian ................................................................ 21
Gambar 3.2 Skema Langkah-Langkah Penelitian .................................................... 32
Gambar 4.1 Diagram Mean Jumlah Kerusakan Sel Hepar pada Setiap Kelompok . 36
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Gambaran Histologis Sel Hepar
Lampiran 2. Data Primer Hasil Penelitian
Lampiran 3. Hasil Uji Statistik
Lampiran 4. Nilai Konversi Dosis untuk Manusia dan Hewan
Lampiran 5. Daftar Volume Maksimal Bahan Uji pada Pemberian Per Oral
Lampiran 6. Foto Kegiatan Penelitan
Lampiran 7. Surat Keterangan Selesai Penelitian dari LPPT UGM
Lampiran 8. Prosedur Pembuatan Ekstrak Etanolik Kunyit
Lampiran 9. Prosedur Pembuatan Ekstrak Etanolik Temulawak
Lampiran 10. Data Pembuatan Ekstrak Etanolik Kunyit dan Temulawak
Lampiran 11. Ethical Clearance
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hepar atau hati merupakan organ penting dalam tubuh manusia.
Organ ini berperan dalam pengaturan homeostatis tubuh. Apabila terjadi
gangguan ringan, hepar masih dapat mempertahankan fungsinya. Namun
apabila terjadi gangguan yang berat, hepar akan mengalami kerusakan.
Kerusakan hepar tersebut bisa menyebabkan hepar gagal melakukan
fungsinya (Depkes RI, 2007).
Kerusakan hepar bisa disebabkan oleh beberapa hal, antara lain
hepatitis, konsumsi alkohol, maupun karena penggunaan obat anti inflamasi
non steroid berlebihan. Angka kejadian kerusakan hepar yang disebabkan
hepatitis termasuk tinggi (Sutadi, 2003; UNODC, 2012). Begitu pula angka
kejadian kerusakan hepar karena penggunaan obat anti inflamasi non steroid
berlebihan. Salah satu jenis obat Anti Inflamasi Non Steroid (AINS) yang
sering digunakan adalah parasetamol. Parasetamol atau biasa disebut
asetaminofen adalah obat analgesik dan antipiretik yang telah lama
digunakan di dunia. Obat ini merupakan golongan obat bebas yaitu obat
yang bisa dibeli tanpa resep dokter (Bizofi dan Smilkstein, 2002; Wilmana
dan Gan, 2007). Parasetamol sering dipakai karena efektif meredakan rasa
nyeri dan dianggap sebagai obat yang relatif aman apabila dikonsumsi
sesuai dosis yang dianjurkan. Berbagai kelebihan ini serta ketersediaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
parasetamol yang mudah didapat mengakibatkan risiko terjadinya
penyalahgunaan obat ini menjadi semakin besar (Gilman dan Roll, 1991;
Bizofi dan Smilkstein, 2002). Di sisi lain, pemakaian parasetamol secara
terus-menerus dapat merusak hepar karena obat ini dimetabolisme oleh
mikrosom hepar (Wilmana dan Gan, 2007).
Kejadian overdosis parasetamol dapat menyebabkan nekrosis
hepatik sentrolobular yang dapat bersifat fatal (Prescott, 1980). Overdosis
parasetamol merupakan salah satu dari bentuk keracunan obat yang banyak
terjadi di Amerika Serikat (Litovitz et al.,2002). Berdasarkan laporan dari
United States Regional Poisons Centre, lebih dari 100.000 kasus tiap
tahunnya menghubungi pusat informasi keracunan, 56.000 kasus datang ke
unit gawat darurat, 2.600 kasus menjalani perawatan intensif di rumah sakit,
dan 450 orang meninggal karena keracunan parasetamol (Moynihan, 2002).
Selain itu parasetamol menjadi penyebab tertinggi kegagalan hepar di
Amerika Serikat dengan insidensi sebanyak 605 atau sekitar 46% dari
seluruh penyebab kegagalan hepar (Lee dan Larson, 2009). Begitu pula di
Inggris, parasetamol juga menjadi penyebab utama kegagalan hepar di
negara tersebut (Farrell, 2012). Sedangkan di Indonesia, jumlah kasus
keracunan parasetamol yang dilaporkan ke Sentra Informasi Keracunan
Badan POM dari tahun 2002-2005 adalah sebanyak 201 kasus (BPOM,
2006).
Melihat tingginya angka kerusakan hepar, diperlukan suatu solusi
untuk mencegah hal tersebut. Salah satu solusi yang dapat dipilih adalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
dengan mengkonsumsi kunyit. Kunyit merupakan salah satu rempah dan
fitofarmaka asli yang berasal dari wilayah Asia Tenggara (Yuniati et al.,
2001). Rimpang tanaman ini memiliki kandungan utama antioksidan yaitu
kurkumin yang terbukti bermanfaat mengurangi gejala kolitis ulseratif,
osteoarthritis, dan irritable bowel syndrome (Bundy et al, 2004; Hanai et al.,
2006; Kuptniratsaikul et al., 2009). Selain itu Perwitasari (2010) dan
Somchit et al. (2005), melaporkan bahwa kunyit memiliki efek
hepatoprotektif pada hewan coba yang diinduksi parasetamol. Berdasarkan
penelitian Somchit et al. (2005) pemberian ekstrak kunyit dosis 100 mg/kg
BB dapat memperbaiki gambaran histologis sel hepar pada tikus yang
diinduksi parasetamol.
Selain itu, solusi lain yang dapat dipilih adalah dengan
mengkonsumsi temulawak. Temulawak banyak ditemukan di wilayah Asia
Tenggara termasuk Indonesia. Temulawak memiliki kandungan utama
xanthorrhizol dalam minyak atsirinya dan diikuti kurkumin. Xanthorrhizol
dan kurkumin juga merupakan antioksidan yang dapat mencegah
meningkatnya radikal bebas. Rimpang tanaman ini terbukti memiliki efek
immunostimulan, antidiabetik, antihepatotoksik, antiinflamasi, antidiuretik,
dan antioksidan (Purnomowati dan Yoganingrum, 1997; Rosita et al., 2005),
efek antimikroba khususnya untuk Streptococcus mutans (Hwang dan Shim,
2000; Hong et al., 2005; Rukayadi dan Hwang, 2006), serta efek
hepatoprotektif terhadap tikus yang diinduksi parasetamol maupun CCl4
(Lin et al.,1995). Berdasarkan penelitian Devaraj et al. (2010) ekstrak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
temulawak dapat menurunkan kadar ALT tikus secara signifikan pada dosis
500 mg/kg BB.
Selain dua rimpang tersebut yang dikonsumsi secara tunggal,
masyarakat Indonesia juga terbiasa dengan konsumsi jamu yang berisi
campuran dari beberapa bahan alam. Konsumsi campuran antara kunyit dan
temulawak juga bisa menjadi pilihan agar didapatkan efek yang maksimal
dari kurkumin maupun xanthorrhizol. Campuran kunyit dan temulawak
terbukti memiliki efek antimikroba (Samsundari, 2006), serta mampu
menurunkan angka leukosit pada penderita osteoarthritis (Kertia et al,
2005). Dengan adanya campuran dua rimpang ini diharapkan kerja
kurkumin dan xanthorrizol maupun zat aktif lain dalam ekstrak kunyit dan
ekstrak temulawak dapat bekerja bersama-sama.
Oleh karena berdasarkan penelitian, kunyit dan temulawak memiliki
efek hepatoprotektif, menarik bagi peneliti ingin menguji perbedaan efek
hepatoprotektif ekstrak etanolik kunyit, temulawak, dan kombinasinya pada
mencit Balb/C yang diinduksi parasetamol.
B. Perumusan Masalah
Apakah terdapat perbedaan efek hepatoprotektif ekstrak etanolik
kunyit, temulawak, dan kombinasinya pada mencit Balb/C yang diinduksi
parasetamol?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
C. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui makna perbedaan efek hepatoprotektif ekstrak
etanolik kunyit, temulawak, dan kombinasinya pada mencit Balb/C yang
diinduksi parasetamol.
D. Manfaat Penelitian
1. Aspek Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah yang
lebih mendalam mengenai perbedaan efek hepatoprotektif ekstrak
etanolik kunyit, temulawak, dan kombinasinya pada mencit Balb/C yang
diinduksi parasetamol.
2. Aspek Aplikatif
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai dasar penelitian lebih lanjut
mengenai konsumsi kunyit, temulawak, maupun kombinasinya sebagai
hepatoprotektor.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Kunyit (Curcuma longa L.)
Gambar 2.1 Kunyit (Plantamor, 2008)
a. Taksonomi
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Curcuma
Spesies : Curcuma longa L. atau Curcuma domestica Val.
(Chattopadhyay et al., 2004)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
b. Nama Lain
Nama lain kunyit adalah turmeric atau saffron (Inggris), haldi
(India), kurkuma (Belanda), kunir (Jawa), konyet (Sunda), dan lain
sebagainya (Olivia et al., 2006; Singh et al., 2011).
c. Deskripsi Tanaman
Tanaman kunyit merupakan tanaman obat yang berasal dari Asia
Tenggara (Yuniati et al., 2001). Tanaman ini banyak dibudidayakan
di Srilangka, Belgia, Indonesia, Perancis, dan India bagian selatan
(Singh et al., 2011). Tanaman ini tumbuh bercabang dengan tinggi
mencapai 40-100 cm; memiliki batang semu, tegak, dan bulat; daun
berbentuk bulat telur memanjang hingga 10-40 cm dan lebar 8-12,5
cm serta berwarna hijau kekuningan dengan tulang daun menyirip
berwarna hijau pucat, ujung dan pangkal daun runcing, dan tepi daun
rata. Bunga tanaman ini merupakan bunga majemuk dengan panjang
10-15 cm sedangkan mahkota bunganya mencapai 3 cm dan lebar
1,5 cm dan berwarna putih atau kekuningan (Scartezzini dan
Speroni, 2000). Rimpang kunyit berukuran 3 cm x 4 cm, daging
rimpang berwarna orange (WHO, 1999). Warna kulit luar rimpang
jingga kecoklatan dan bagian dalam rimpang berwarna merah jingga
kekuning-kuningan (Scartezzini dan Speroni, 2000).
d. Kandungan Kimia
Kunyit memiliki beberapa kandungan kimia antara lain, karbohidrat
(69,4%), protein (6,3%), mineral (3,5), lemak (5,1%), serta moisture
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
(13,1%). Kandungan yang memberikan warna kuning pada kunyit
adalah kurkumin yang terdiri atas kurkumin I (94%), kurkumin II
(6%), serta kurkumin III (0,3%) (Chattopadhyay et al., 2004).
e. Manfaat
Di Indonesia, khususnya di Jawa, kunyit dimanfaatkan sebagai
bumbu rempah atau bahan jamu tradisional (Olivia, et al., 2006).
Berdasarkan penelitian, kunyit dapat mengurangi gejala kolitis
ulseratif, osteoarthritis, dan irritable bowel syndrome (Bundy et al.,
2004; Hanai et al., 2006; Kuptniratsaikul et al., 2009). Kurkumin
yang merupakan zat pemberi warna kuning pada kunyit juga
memiliki efek antiinflamasi. Selain itu kunyit mampu melindungi
ginjal dari paparan parasetamol (Atmaja, 2008; Prakoso, 2008),
mengurangi rasa nyeri (Ayurini dan Gunardi, 2010), serta mampu
mengurangi keluhan dismenorea primer pada remaja putri jika
dikonsumsi bersama asam jawa (Anindita, 2010).
f. Efek Samping
Dari berbagai uji yang dilakukan pada manusia, belum ada yang
melaporkan efek samping yang membahayakan dari pemberian
ekstrak maupun serbuk kunyit pada manusia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
2. Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)
Gambar 2.2 Temulawak (Warintek, 2006)
a. Taksonomi
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Curcuma
Spesies : Curcuma xanthorrhiza Roxb. (Plantamor, 2008)
b. Nama Lain
Nama lain temulawak adalah Javanese turmeric, giant curcuma,
false turmeric (Inggris); temulawas (Malaysia); dilaw, dilao
(Thailand) (Chu, 2012). Sering disebut juga koneng gedhe (Sunda)
dan temu labak (Madura).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
c. Deskripsi Tanaman
Tanaman temulawak banyak tumbuh di India, China bagian Selatan,
Afrika, Malaysia, Srilangka, Filipina, Indonesia, dan Thailand
(Sears, 2005; Chu, 2012). Ketinggian tanaman temulawak ini
mencapai 1 meter. Tanaman ini dapat tumbuh dengan baik pada
daerah dataran rendah sampai ketinggian 1500 meter di atas
permukaan air laut dan habitatnya di hutan tropis. Rimpang
temulawak dapat tumbuh serta berkembang di tanah yang gembur
(Dalimartha, 2006).
d. Kandungan Kimia
Menurut Cheah et al. (2009) kandungan utama dari temulawak
adalah xanthorhizol, dan kandungan utama kedua menurut Sharin et
al. (2007) adalah kurkumin. Sedangkan menurut Chu (2012),
kandungan temulawak antara lain: 1.Minyak atsiri (6-11%): (a) 1-
siklo-isopren myrsen (mencapai 85%); (b) sesquiterpen fenol
aromatik, xanthorrhizol, (mencapai 20%) ; (2) kurkuminoid :
kurkumin 62% dan demetoksikurkumin 38%; (3) Pati (30-40%).
e. Manfaat
Bagian rimpang dari tumbuhan ini bermanfaat sebagai
immunostimulan, antidiabetik, antihepatotoksik, antiinflamasi,
antidiuretik, dan antioksidan. (Purnomowati dan Yoganingrum,
1997; Rosita et al., 2005). Selain itu rimpang ini juga memiliki efek
antimikroba khususnya untuk Streptococcus mutans sehingga dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
digunakan sebagai pencegahan gigi berlubang (Hwang dan Shim,
2000; Rukayadi dan Hwang, 2006; Kim et al., 2008). Berdasarkan
penelitian yang dilakukan Chany et al. (2009), campuran temulawak
dengan kulit batang mimba memiliki efek gastroprotektif.
f. Efek Samping
Dari berbagai penelitian yang dilakukan, belum ada yang
melaporkan efek samping yang membahayakan dari penggunaan
temulawak.
3. Hepar/ Hati
Gambar 2.3 Hepar (Putz dan Pabst, 2005)
Hepar atau hati merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh manusia
dan beratnya mencapai ± 1,5 kg. Hepar merupakan organ lunak dan
lentur, memiliki permukaan superior yang berbentuk cembung, terletak
di bawah diafragma bagian kanan dan sebagian di bawah diafragma kiri.
Hepar terdiri dari dua lobus, lobus kanan dan lobus kiri. Lobus kanan
terbagi menjadi dua segmen oleh fissura segmentalis kanan. Sedangkan
lobus kiri terbagi menjadi segmen medial dan lateral oleh ligamentum
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
falsiformis hepatis. Seluruh permukaan hepar diliputi oleh peritoneum
visceralis kecuali sebagian kecil pada permukaan posterior yang melekat
langsung dengan diafragma. Pada bagian bawah dari peritoneum
terdapat kapsula Glisson yang merupakan jaringan ikat padat yang
memiliki bagian paling tebal pada daerah porta hepatis. Porta hepatis
adalah suatu alur pada hati tempat keluar masuknya vena porta dan arteri
hepatika serta tempat keluarnya duktus hepatikus. Setiap lobus hati
terbagi menjadi struktur yang disebut lobulus, bentuknya heksagonal,
terdiri atas lempeng-lempeng sel hati (hepatosit) berbentuk kubus yang
tersusun secara radial mengelilingi vena sentralis. Di antara lempengan
hepatosit, terdapat kapiler yang disebut sinusoid yang dibatasi oleh sel
Kupffer atau sel fagositik, yang berfungsi menelan bakteri dan benda
asing lain dalam darah (Price dan Wilson, 2006).
Posisi hepar dalam sistem sirkulasi optimal dalam menampung,
mengubah, menimbun metabolit, menetralisir, dan mengeluarkan
substansi yang bersifat toksik (Juncqueira et al.,1998). Selain itu, hepar
berfungsi mempertahankan kadar glukosa dalam darah dengan
mengambil dan menyimpan glukosa darah dalam bentuk glikogen
melalui proses glikogenesis, dan memecah kembali glikogen menjadi
glukosa saat tubuh memerlukan glukosa melalui proses glikogenolisis.
Hepar juga dapat membentuk glukosa dari sumber non karbohidrat
seperti asam amino melalui proses glukoneogenesis. Semua bentuk
makanan yang telah diabsorbsi dalam usus kecuali lipid, menuju hati
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
melalui vena porta hepatis lalu mengalami detoksifikasi dari racun-racun
yang berbahaya bagi tubuh (Giannini et al., 2005).
4. Parasetamol
a. Farmakodinamik
Parasetamol merupakan derivat dari para-aminofenol.
Parasetamol memiliki efek analgesik yang mirip dengan salisilat
yaitu menghilangkan atau mengurangi rasa sakit tingkat ringan
sampai sedang. Efek antiinflamasi parasetamol sangat lemah.
Parasetamol merupakan penghambat biosintesis prostaglandin yang
lemah (Wilmana dan Gan, 2007).
b. Farmakokinetik
Parasetamol diabsorbsi secara cepat melalui saluran cerna.
Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu ½ jam.
Masa paruh plasma 1-3 jam. Dalam plasma, sebanyak 25%
parasetamol terikat oleh protein plasma. Parasetamol dimetabolisme
oleh enzim mikrosom hati. Obat ini dapat mengalami hidroksilasi.
Metabolit hasil hidroksilasi dapat menyebabkan methemoglobinemia
dan hemolisis eritrosit. Obat ini diekskresi melalui ginjal, sebagian
kecil dalam bentuk parasetamol (3%) dan sebgaian besar dalam
bentuk terkonjugasi (Wilmana dan Gan, 2007).
Parasetamol dimetabolisme melalui 3 jalur yaitu
glukuronidasi, sulfatasi, dan oksidasi oleh sitokrom P450 (C-P450),
(Burke et al., 2006). Parasetamol dimetabolisme melalui konjugasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
dengan asam glukoronat, asam sulfat dan sistein. Sedangkan
sebagian kecil melalui jalur lainnya yaitu oleh sistem enzim
mikrosomsitokrom P450. Obat ini dimetabolisme menjadi metabolit
reaktif antara yaitu N asetil-p-benzokuinonimin (NAPQI).
Pemakaian parasetamol dosis pemakaian akan menjadi metabolit
reaktif terbentuk dalam jumlah kecil dan diinaktivasi melalui
konjugasi dengan glutation dan selanjutnya diekskresi dalam urin
sebagai asam merkapturat. Akan tetapi penggunaan parasetamol
pada dosis toksik, jalurnya berbeda, jalur utama metabolisme
parasetamol terlampaui, sehingga metabolisme jalur lain meningkat.
Akibatnya glutation habis terpakai untuk menetralkan NAPQI yang
terbentuk dalam jumlah berlebihan. Selanjutnya NAPQI akan
berikatan dengan makromolekul unsur-unsur sel hati yang berikatan
secara kovalen dengan radikal bebas yang mendorong terjadinya
peroksidasi lipid sebagai awal terjadinya kerusakan sel sampai
kematian sel atau nekrosis (Burke et al., 2006).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
Gambar di bawah ini menjelaskan metabolisme parasetamol.
Gambar 2.4 Metabolisme Parasetamol (Mycek et al.,2001)
c. Indikasi
Indikasi pemberian parasetamol adalah sebagai analgesik dan
antipiretik. Obat ini efektif pada nyeri ringan sampai sedang. Jika
dosis terapi tidak membantu, maka dosis yang lebih besar tidak dapat
menolong. Parasetamol tidak mengiritasi lambung sehingga
penggunaannya sering dikombinasi dengan obat Anti Inflamasi Non
Steroid (AINS) untuk efek analgesik (Wilmana dan Gan, 2007).
Nyeri akut dan demam dapat diatasi dengan 325-500 mg empat kali
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
sehari dan secara proporsional dikurangi untuk anak-anak (Furst dan
Ulrich, 2007).
d. Efek Samping
Jarang terjadi reaksi alergi terhadap derivat para-aminofenol.
Jika terjadi, manifestasinya adalah urtikaria atau eritema dan gejala
yang lebih berat adalah demam dan lesi pada mukosa (Wilmana dan
Gan, 2007).
Namun apabila terjadi overdosis parasetamol, hal ini menjadi
suatu keadaan darurat medis. Kerusakan hati yang parah terjadi pada
90% pasien dengan konsentrasi plasma parasetamol lebih dari 300
gr/ml pada 4 jam atau 45 gr/ml pada 15 jam setelah menelan obat
(Burke et al., 2006). Tidak hanya berefek pada hepar, tetapi juga
pada ginjal. Nekrosis tubulus renalis dan hipoglikemia juga dapat
terjadi setelah menelan dosis tunggal sebanyak 10-15 gr (150-250
mg/kg BB). Sekitar 10% pasien keracunan yang tidak mendapatkan
pengobatan yang spesifik akan berkembang menjadi kerusakan hati
yang hebat dan sebanyak 10-20% akhirnya meninggal karena
kegagalan fungsi hati. Kegagalan ginjal akut juga terjadi pada
beberapa pasien (Burke et al, 2006; Ghosh et al., 2010).
5. Mekanisme Perlindungan Kunyit dan Temulawak terhadap
Kerusakan Hepar Akibat Induksi Parasetamol
Kandungan utama dalam rimpang temulawak dan rimpang kunyit
yang berperan dalam mencegah kerusakan hepar akibat pemberian
parasetamol dosis toksik adalah antioksidan. Antioksidan yang dimiliki
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
temulawak antara lain xanthorrhizol (Cheah et al., 2009) dan kurkumin
(Sharin et al., 2007). Sedangkan antioksidan yang dimiliki oleh kunyit
adalah kurkumin yang terdiri atas kurkumin I, kurkumin II, serta
kurkumin III (Chattopadhyay et al., 2004).
Antioksidan dari kurkumin maupun xanthorrhizol mampu
mendonorkan elektron ke radikal bebas. Kurkumin maupun xanthorrhizol
juga mampu secara signifikan menghambat pembentukan Reactive
Oxigen Spesies (ROS) seperti anion superoksida, H2O2, dan nitrit radikal
yang diaktivasi makrofag, yang memerankan peran penting dalam
inflamasi. Selain itu kurkumin juga menurunkan produksi ROS.
Derivatnya yaitu demetoksikurkumin dan bis-demetoksikurkumin juga
memiliki efek antioksidan. Kurkumin memiliki potensi untuk
mengendalikan penyakit melalui aktivitas antioksidan yang kuat
(Chattopadhyay et al., 2004).
Aktivitas antioksidan mineral berpengaruh sebagai kofaktor
enzim antioksidan endogenus. Beberapa mineral merupakan kofaktor
aktivasi superoksida dismutase (SOD) yang dapat menghambat ROS,
hasil persenyawaan NAPQI (Winarsi, 2007).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
B. Kerangka Pemikiran
Gambar 2.5 Skema Kerangka Pemikiran
Kunyit Temulawak Parasetamol dosis toksik
Mengandung
antioksidan:
kurkumin
Mengandung
antioksidan:
kurkumin dan
xantorrhizol
Bioaktivasi
sitokrom
Peningkatan
NAPQI
(elektrofilik)
Deplesi
glutation
Radikal bebas
(spesies oksigen
reaktif)
Radikal bebas
hilang
Masuk melalui
membran sel
1. Menetralisir oksidan
reaktif secara langsung
2. Meningkatkan
pertahanan antioksidan
endogen
3. Memodulasi keadaan
redoks seluler
Tidak terjadi
kerusakan
oksidatif
makromolekul sel
Stabilisasi
membran sel
Mempertahankan
sel hepar
Keterangan:
= menghambat
Dinetralisir
glutation
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
C. Hipotesis
Terdapat perbedaan efek hepatoprotektif ekstrak etanolik kunyit,
temulawak, dan kombinasinya pada mencit Balb/C yang diinduksi
parasetamol.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik. Peneliti
memberikan perlakuan terhadap hewan coba di laboratorium.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret Surakarta pada bulan Juni–September 2012.
C. Subjek Penelitian
1. Populasi: Subjek penelitian adalah mencit (Mus musculus) galur Balb/C
dengan jenis kelamin jantan, umur ± 2-3 bulan, berat badan ± 20 gram, dan
sehat.
2. Sampel : Sampel merupakan sejumlah mencit yang diambil dari populasi.
Jumlah sampel yang digunakan berdasarkan rumus Federer (1963) yaitu:
(k-1) (n-1) > 15
(5-1) (n-1) > 15
4 (n-1) > 15
4n > 15 + 4
n > 4,75
Keterangan: k adalah jumlah kelompok dan n adalah jumlah sampel dalam
tiap kelompok Pada penelitian ini jumlah sampel untuk tiap kelompok
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
sebanyak 5 ekor tikus (n > 4,75). Jumlah kelompok tikus ada 5 sehingga
penelitian ini membutuhkan 25 ekor tikus dari populasi yang ada.
D. Teknik Sampling
Teknik sampling yang dipakai adalah simple random sampling.
Pemilihan anggota sampel dilakukan dengan cara undian (Taufiqqurohman,
2008).
E. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah the post test only control
group design.
Gambar 3.1 Skema Rancangan Penelitian
Keterangan :
X : Populasi
I : Simple random sampling
Y : Sampel
R : Randomisasi
K(-) : Kelompok kontrol negatif, diberi makanan minuman standard
dan aquades 0,2 ml/20 gr BB mencit selama 14 hari berturut-
turut, tanpa ekstrak etanolik kunyit, ekstrak etanolik temulawak,
X
K(+)
K1
O0+
Y
R
I
K2 O2
Analisis
statistik O1
K(-) O0-
K3 O3
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
kombinasi ekstrak etanolik kunyit dan temulawak, maupun
parasetamol.
K(+) : Kelompok kontrol positif, diberi makanan minuman standard
dan aquades 0,2 ml/20 gr BB mencit selama 14 hari berturut-
turut, tanpa ekstrak etanolik kunyit, ekstrak etanolik temulawak,
kombinasi ekstrak etanolik kunyit temulawak. Lalu diberi
parasetamol sebanyak 5,07 mg/0,1 ml/20 gr BB mencit pada
hari ke 12, 13, dan 14.
K1 : Kelompok perlakuan 1, diberi makanan minuman standard,
diberi ekstrak etanolik kunyit 2,8 mg/0,2 ml/20 gram BB
mencit/hari selama 14 hari berturut-turut serta diberi
parasetamol sebanyak 5,07 mg/0,1 ml/20 gr BB mencit pada
hari ke 12, 13, dan 14.
K2 : Kelompok perlakuan 2, diberi makanan minuman standard,
diberi ekstrak etanolik temulawak 14 mg/0,2 ml/20 gram BB
mencit/hari selama 14 hari berturut-turut serta diberi
parasetamol sebanyak 5,07 mg/0,1 ml/20 gr BB mencit pada
hari ke 12, 13, dan 14.
K3 : Kelompok perlakuan 3, diberi makanan minuman standard,
diberi campuran ekstrak etanolik kunyit (1,4 mg/0,1 ml) dan
ekstrak etanolik temulawak (7 mg/0,1 ml) selama 14 hari
berturut-turut serta diberi parasetamol sebanyak 5,07 mg/0,1
ml/20 gr BB mencit pada hari ke 12, 13, dan 14.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
O0- : Pengamatan kerusakan sel hepar kelompok kontrol negatif
O0+ : Pengamatan kerusakan sel hepar kelompok kontrol positif
O1 : Pengamatan kerusakan sel hepar kelompok K1
O2 : Pengamatan kerusakan sel hepar kelompok K2
O3 : Pengamatan kerusakan sel hepar kelompok K3
Pengamatan kerusakan sel hepar tikus dilakukan pada hari ke-15 setelah
perlakuan pertama dikerjakan.
F. Alat dan Bahan Penelitian
1. Alat
a. Kandang mencit
b. Sonde lambung
c. Minor set
d. Deck glass
e. Pipet tetes, gelas beker, pengaduk
f. Timbangan digital
g. Timbangan tikus
h. Mikroskop cahaya
i. Spuit
j. Optilab viewer
2. Bahan
a. Parasetamol
b. Makanan hewan coba
c. Aquades
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
d. Bahan pembuatan preparat histologi dengan pengecatan HE
(Hematoxylin Eosin)
e. Ekstrak etanolik kunyit
f. Ekstrak etanolik temulawak
G. Identifikasi Variabel Penelitian
1. Variabel bebas : Ekstrak etanolik kunyit, ekstrak etanolik temulawak,
kombinasi ekstrak etanolik kunyit dan temulawak
2. Variabel terikat : Kerusakan sel hepar
3. Variabel luar :
a. Terkendali
Variasi genetik, jenis kelamin, umur, suhu udara, berat badan, dan jenis
makanan dan minuman mencit semuanya diseragamkan.
b. Tak terkendali
Sensitivitas subjek terhadap zat yang diberikan, kondisi psikologis
subjek, keadaan awal hepar mencit.
H. Definisi Operasional Variabel Penelitian
1. Variabel bebas: Ekstrak etanolik kunyit, ekstrak etanolik temulawak,
kombinasi ekstrak etanolik kunyit dan temulawak
a. Ekstrak etanolik kunyit
Ekstrak etanolik kunyit diperoleh dengan cara mengekstrak
rimpang kunyit yang dibeli di Pasar Beringharjo, Yogyakarta.
Pengekstrakan rimpang kunyit dilakukan melalui bantuan
Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu Universitas Gadjah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
Mada (LPPT UGM). Skala ukuran variabel ini adalah skala
kategorikal (nominal).
b. Ekstrak etanolik temulawak
Ekstrak etanolik temulawak diperoleh dengan cara mengekstrak
rimpang temulawak yang dibeli di Pasar Beringharjo, Yogyakarta.
Pengekstrakan rimpang temulawak dilakukan melalui bantuan LPPT
Universitas Gadjah Mada. Skala ukuran variabel ini adalah skala
kategorikal (nominal).
c. Kombinasi ekstrak etanolik kunyit temulawak
Kombinasi ekstrak etanolik kunyit dan temulawak adalah
perpaduan antara ekstrak etanolik kunyit dan temulawak. Kunyit dan
temulawak didapatkan di Pasar Beringharjo, Yogyakarta.
Pengekstrakan dilakukan melalui bantuan LPPT Universitas Gadjah
Mada. Skala ukuran variabel ini adalah skala kategorikal (nominal).
2. Variabel terikat: kerusakan sel hepar
Kerusakan sel hepar adalah gambaran mikroskopis sel hepar mencit
yang diinduksi parasetamol setelah diberi ekstrak etanolik kunyit,
temulawak, maupun kombinasi keduanya. Kerusakan sel hepar dinilai
melalui jumlah sel hepar yang mengalami piknosis, karioreksis, dan
kariolisis yang dihitung dari 100 sel pada zona sentrolobuler. Kemudian
dari jumlah sel yang mengalami kerusakan dihitung jumlah skor
kerusakannya. Skala ukuran variabel ini adalah skala numerik (rasio).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
3. Variabel luar
Variabel luar terdiri atas variabel yang dapat dikendalikan dan
variabel yang tidak dapat dikendalikan.
a. Variabel yang dapat dikendalikan
Variabel ini dapat dikendalikan melalui homogenisasi
1) Variasi genetik
Jenis hewan coba yang digunakan adalah mencit galur Balb/C
2) Jenis kelamin
Jenis kelamin mencit yang digunakan adalah jantan.
3) Umur
Umur mencit pada penelitian ini adalah ± 2-3 bulan.
4) Suhu udara
Hewan percobaan diletakkan dalam ruangan dengan suhu sama
5) Berat badan
Berat badan hewan percobaan ± 20 gram
6) Jenis makanan
Makanan yang diberikan berupa pelet dan minuman dari air PAM
(Perusahaan Air Minum).
b. Variabel yang tidak dapat dikendalikan
1) Reaksi sensitivitas mencit yang berbeda-beda dapat terjadi karena
adanya variasi kepekaan mencit terhadap zat yang digunakan.
2) Kondisi psikologis mencit dipengaruhi oleh lingkungan sekitar.
Lingkungan yang terlalu ramai, pemberian perlakuan yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
berulang kali, dan perkelahian antarmencit dapat mempengaruhi
kondisi psikologis mencit.
3) Keadaan awal hepar mencit tidak diperiksa pada penelitian ini
sehingga mungkin saja ada mencit yang sebelum perlakuan,
heparnya sudah mengalami kelainan.
I. Penentuan Dosis
1. Penghitungan dosis parasetamol
Dosis fatal Lethal Dose-50 (LD-50) yang telah diketahui untuk
mencit secara peroral adalah 338 mg/kg BB atau 6,76 mg/20 gr BB
mencit. Dosis parasetamol yang menimbulkan efek kerusakan hepar
berupa nekrosis sel hepar tanpa menyebabkan kematian mencit adalah ¾
LD-50 perhari (Alberta dan Canada, 2006). Jadi dosis yang digunakan
adalah 338 mg/kg BB x 0,75 = 253,5 mg/kg BB = 5,07 mg/20 gr BB
mencit. Sebanyak 5,07 mg parasetamol akan dilarutkan dalam 0,1 ml
aquades. Untuk itu parasetamol sebanyak 500 mg perlu dilarutkan dalam
aquades sebanyak 9,86 ml, sehingga dalam 0,1 ml larutan parasetamol
mengandung 5,07 mg parasetamol.
Preparat parasetamol yang telah dilarutkan diberikan satu kali
sehari pada hari ke-12, 13, dan 14 pada 1 jam setelah pemberian ekstrak
etanolik kunyit, ekstrak etanolik temulawak, maupun kombinasi
keduanya. Pemberian parasetamol dengan cara ini dimaksudkan untuk
menimbulkan kerusakan berupa nekrosis pada sel hepar tanpa
menimbulkan kematian pada mencit.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
2. Penghitungan dosis ekstrak etanolik kunyit, temulawak, dan
kombinasinya
a. Ekstrak etanolik kunyit
Berdasarkan penelitian Somchit et al. (2005) dosis ekstrak
kunyit yang memiliki efek hepatoprotektif pada tikus yang diinduksi
parasetamol adalah 100 mg/kg BB, sehingga tikus dengan masa 200
gr memerlukan 20 mg ekstrak etanolik kunyit. Berikut ini perhitungan
dosis untuk mencit dengan masa ± 20 gr berdasarkan nilai konversi
dari tikus ke mencit (Ngatidjan, 1991).
Dosis ekstrak etanolik kunyit = nilai konversi x 20 mg
= 0,14 x 20 mg
= 2,8 mg
Kemudian ekstrak etanolik kunyit tersebut dilarutkan dalam aquades
menjadi 0,2 ml.
Pemberian ekstrak etanolik kunyit dilakukan satu kali setiap hari
selama 14 hari berturut-turut untuk memaksimalkan efek
hepatoprotektif sehingga saat diinduksi parasetamol dosis toksik,
kerusakan dapat dicegah.
b. Ekstrak etanolik temulawak
Berdasarkan penelitian Devaraj et al. (2010) dosis ekstrak
temulawak yang diberikan pada tikus sehingga dapat menyebabkan
penurunan kadar ALT secara signifikan adalah 500 mg/kg BB,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
sehingga tikus dengan masa 200 gr memerlukan 100 mg ekstrak
temulawak. Berikut ini perhitungan dosis untuk mencit dengan masa ±
20 gr berdasarkan nilai konversi dari tikus ke mencit (Ngatidjan,
1991).
Dosis ekstrak etanolik temulawak = nilai konversi x 100 mg
= 0,14 x 100 mg
= 14 mg
Kemudian ekstrak etanolik temulawak tersebut dilarutkan dalam
aquades menjadi 0,2 ml.
Pemberian ekstrak etanolik temulawak dilakukan satu kali setiap
hari selama 14 hari berturut-turut untuk memaksimalkan efek
hepatoprotektif sehingga saat diinduksi parasetamol dosis toksik,
kerusakan dapat dicegah.
c. Kombinasi ekstrak etanolik kunyit dan temulawak
Kombinasi ekstrak etanolik kunyit dan temulawak adalah
campuran antara ekstrak etanolik kunyit dan ekstrak etanolik
temulawak dengan dosis 1,4 mg ekstrak etanolik kunyit dicampur
dengan 7 mg ekstrak etanolik temulawak untuk mencit dengan masa ±
20 gram. Masing-masing dilarutkan dalam aquades menjadi 0,1 ml.
Kemudian dua larutan tersebut disondekan ke lambung tikus
Pemberian kombinasi ekstrak etanolik kunyit dan temulawak
dilakukan satu kali setiap hari selama 14 hari berturut-turut untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
memaksimalkan efek hepatoprotektif sehingga saat diinduksi
parasetamol dosis toksik, kerusakan dapat dicegah.
J. Cara kerja
1. Hewan coba diperoleh dari Laboratorium Histologi FK UNS. Kemudian
diadaptasikan di tempat penelitian selama 1 minggu.
2. Mencit ditimbang lalu dilakukan pengelompokan secara randomisasi
menjadi 5 kelompok. Masing-masing kelompok 5 ekor mencit:
a. Kelompok kontrol negatif
b. Kelompok kontrol positif
c. Kelompok perlakuan 1
d. Kelompok perlakuan 2
e. Kelompok perlakuan 3
3. Membuat ekstrak etanolik kunyit atau ekstrak etanolik temulawak
Metode yang digunakan dalam ekstraksi ini adalah metode maserasi.
Kunyit atau temulawak sebagai bahan baku, dibersihkan dan dicuci dengan
aquades. Bahan yang sudah bersih dikeringkan dalam almari pengering
dengan suhu 450C selama 48 jam. Kemudian ditambahkan ethanol 70%,
direndam selama 3 jam, di-blender selama 30 menit, didiamkan selama 24
jam, lalu disaring. Prosedur tersebut diulangi sebanyak 3 kali. Filtrat hasil
penyaringan diuapkan dengan vacuum rotary evaporator, pemanas water
bath suhu 700C. Dari proses tersebut akan didapatkan ekstrak kental yang
dituang dalam cawan porselin. Selanjutnya ekstrak kental dalam cawan
porselin dipanaskan dengan pemanas water bath suhu 700C sambil terus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
diaduk sehingga didapatkan ekstrak etanolik kunyit atau ekstrak etanolik
temulawak. Ekstrak etanolik kunyit, temulawak, maupun kombinasi
keduanya ini diberikan peroral sekali sehari menggunakan sonde lambung.
Dalam penelitian ini digunakan tiga macam ekstrak, yaitu ekstrak etanolik
kunyit 2,8 mg/20 gr BB/hari, ekstrak etanolik temulawak 14 mg/20 gr
BB/hari, dan kombinasi ekstrak etanolik kunyit dan ekstrak etanolik
temulawak (ekstrak etanolik kunyit 1,4 mg/20 gr BB dicampur dengan
ekstrak etanolik temulawak 7 mg/20 gr BB). Ketiga ekstrak tersebut
diberikan selama 14 hari.
4. Membuat larutan uji
a. Larutan ekstrak etanolik kunyit dosis 2,8 mg/0,2 ml/20 gr BB
mencit/hari dibuat sebanyak 20 ml, sehingga dibutuhkan sebanyak 2,8
mg x 20/0,2 = 280 mg = 0,28 gr ekstrak etanolik kunyit. Kemudian
ekstrak etanolik kunyit dilarutkan dalam aquades menjadi 20 ml
larutan ekstrak etanolik kunyit.
b. Larutan ekstrak etanolik temulawak dosis 14 mg/0,2 ml/20 gr BB
mencit/hari dibuat sebanyak 20 ml, sehingga dibutuhkan sebanyak 14
mg x 20/0,2 = 1400 mg = 1,4 gr ekstrak etanolik temulawak.
Kemudian ekstrak etanolik temulawak dilarutkan dalam aquades
menjadi 20 ml larutan ekstrak etanolik temulawak.
c. Larutan kombinasi ekstrak etanolik kunyit dan temulawak terdiri dari
ekstrak etanolik kunyit dosis 1,4 mg/0,1 ml/20 gr BB dan ekstrak
etanolik temulawak dosis 7 mg/0,1 ml/20 gr BB. Tidak perlu membuat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
larutan kombinasi ekstrak etanolik kunyit dan temulawak lagi karena
tinggal mengambil 0,1 ml larutan ekstrak etanolik kunyit yang telah
dibuat sesuai cara pembuatan pada point a dan 0,1 ml larutan ekstrak
etanolik temulawak yang telah dibuat sesuai cara pembuatan pada
point b.
Sehingga total ekstrak yang diperlukan adalah 0,28 gr ekstrak
etanolik kunyit dan 1,4 gr ekstrak etanolik temulawak.
5. Pemberian perlakuan
Gambar 3.2 Skema Langkah-Langkah Penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
6. Pengukuran Hasil
Pada hari ke-15 setelah perlakuan pertama, seluruh hewan coba
dikorbankan dengan cara dislokasi vertebra servikalis, organ hepar
diambil, selanjutnya dibuat preparat histologi dengan metode blok parafin
dengan pengecatan Hematoxylin Eosin (HE). Pembuatan preparat
dilakukan pada hari ke-15 agar efek perlakuan tampak nyata. Lobus hepar
yang diambil adalah lobus kanan dan irisan untuk preparat diambil pada
bagian tengah dari lobus tersebut. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan
preparat yang seragam. Dari setiap lobus kanan hepar, dibuat tiga irisan
dengan tebal setiap irisan 3-8 μm. Jarak antara irisan yang satu dengan
yang lain kira-kira 25 irisan. Dari tiga irisan tersebut, diambil salah satu
preparat secara acak untuk dilakukan pengamatan di zona sentrolobuler.
Dari 1 zona tersebut akan didapatkan 1 nilai untuk setiap 100 sel
sentrolobuler.
Pengamatan preparat dilakukan dengan perbesaran 100x dan 400x
untuk mengamati seluruh lapang pandang, kemudian ditentukan daerah
yang akan diamati pada zona sentrolobuler lobulus hepar. Dari tiap zona
sentrolobuler lobulus hepar tersebut, dengan perbesaran 1000 kali
ditentukan jumlah inti yang mengalami piknosis, karioreksis, dan kariolisis
dari tiap 100 sel, kemudian dilakukan penghitungan nilai total. Misalkan
dari satu daerah zona sentrolobuler dari 100 sel yang diamati, ternyata
terdapat 20 sel dengan inti piknosis, 10 dengan karioreksis, dan 5 dengan
kariolisis, maka jumlah nilai dari satu daerah zona sentrolobuler tersebut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
adalah 20 + 10 + 5 = 35. Selanjutnya, nilai dari masing-masing kelompok
dibandingkan dengan uji Oneway ANOVA dan jika terdapat perbedaan
yang bermakna, dilanjutkan dengan uji LSD.
K. Teknik Analisis Data Statistik
Normalitas data diuji menggunakan Kolmogorov Smirnov test. Uji
secara statistik menggunakan SPSS for windows menggunakan uji parametrik
One-Way ANOVA (Analysis of Variance). Jika terdapat perbedaan yang
bermakna, maka dilanjutkan dengan uji Least Significant Difference (LSD)
untuk mengetahui perbedaan antarkelompok. Derajat kemaknaan yang
digunakan adalah p < 0,05. Jika ternyata data yang diperoleh tidak memenuhi
syarat uji statistik parametrik One-Way ANOVA, maka akan digunakan uji
statistik non parametrik Kruskal Wallis (Dahlan, 2007). Kemudian
dilanjutkan dengan Mann-Whitney test untuk mengetahui perbedaan
antarkelompok.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Data Hasil Penelitian
Penelitian dengan judul perbedaan efek hepatoprotektif ekstrak
etanolik kunyit, temulawak, dan kombinasinya pada mencit Balb/C yang
diinduksi parasetamol telah selesai dilaksanakan pada bulan September 2012.
Subjek penelitian berupa 25 ekor mencit yang dibagi menjadi 5
kelompok, yaitu: kelompok kontrol negatif (aquades), kelompok kontrol
positif (parasetamol), kelompok perlakuan 1 (ekstrak etanolik kunyit),
perlakuan 2 (ekstrak etanolik temulawak), serta kelompok perlakuan 3
(kombinasi ekstrak etanolik kunyit dan temulawak). Masing-masing
kelompok terdiri dari 5 ekor mencit. yang diberi perlakuan selama 2 minggu,
lalu organ hepar mencit diambil, setiap organ hepar mencit dibuat tiga irisan,
dan dijadikan preparat.
Tiga irisan hepar yang dijadikan preparat, dipilih satu preparat acak
yang kemudian dilakukan pengamatan mikroskopis di zona sentrolobuler
menggunakan mikroskop cahaya dan optilab viewer. Kemudian dicari 100 sel
pada zona sentrolobuler lalu diidentifikasi apakah inti sel berupa sel hepar
normal atau sel yang rusak seperti piknosis, karioreksis, dan kariolisis.
Berikut ini disajikan diagram yang menggambarkan mean jumlah sel hepar
yang mengalami kerusakan pada setiap kelompok perlakuan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
Dari Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa mean jumlah kerusakan sel
hepar yang paling tinggi adalah kelompok KK (+) yaitu sebesar 63,00.
Sedangkan mean jumlah kerusakan sel hepar yang paling rendah adalah
kelompok KK (-) yaitu sebesar 35,00.
Gambaran histologis zona sentrolobuler lobulus hepar mencit pada
setiap kelompok perlakuan yang ditandai dengan inti sel piknosis (inti sel
terkondensasi dan tercat lebih basofil), inti sel karioreksis (inti sel mengalami
fragmentasi), dan inti sel kariolisis (inti sel menghilang) dapat dilihat pada
Lampiran 1.
B. Analisis Data
Setelah didapatkan data jumlah sel hepar yang rusak, data dianalisis
dengan program Statistical Product service Solution (SPSS) for Windows
versi 16.0. Uji statistik yang direncanakan adalah uji One way ANOVA.
Untuk dapat menggunakan uji statistik One way ANOVA, ada syarat yang
harus terpenuhi: data harus terdistribusi normal dan data harus memiliki
variansi yang sama (homogen). Oleh karena itu, data harus diuji normalitas
dan uji homogenitas terlebih dahulu.
010203040506070
KK (-) (Aquades)
K(+) (Parasetamol)
KP 1 (Kunyit) KP 2 (Temulawak)
KP 3 (Kombinasi
Kunyit & Temulawak)
35
6343,8
55,441,6
MeanGambar 4.1 Diagram Mean Jumlah Kerusakan Sel Hepar pada Setiap Kelompok
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
1. Uji Normalitas
Tabel 4.1 Hasil Analisis Uji Normalitas
Kelompok Perlakuan p Keterangan
KK (+) 0.335 Distribusi Normal
KK (-) 0.644 Distribusi Normal
KP 1 0.406 Distribusi Normal
KP 2 0.868 Distribusi Normal
KP 3 0.174 Distribusi Normal
Pada uji normalitas didapatkan nilai p untuk masing-masing
kelompok > 0,05 , maka dapat disimpulkan bahwa sebaran kelima
kelompok data adalah normal.
2. Uji Homogenitas
Pada uji homogenitas didapatkan p = 0,199, karena p > 0,05 maka
dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan variansi antara
kelompok yang dibandingkan. Berdasarkan simpulan uji normalitas dan
uji homogenitas tersebut, data peneliti memenuhi syarat uji One Way
ANOVA.
3. Uji One Way ANOVA
Berdasarkan uji statistik One Way ANOVA terdapat perbedaan yang
bermakna antara 5 kelompok yang dibandingkan, dengan nilai p = 0,03 (p
< 0,05). Lalu dilanjutkan dengan uji LSD untuk mengetahui perbedaan
antarkelompok.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
Tabel 4.2 Ringkasan Hasil Uji LSD
Kelompok Perlakuan p Perbedaan
KK (-) KK (+) 0,000 Signifikan
KK (-) KP I 0,198 Tidak signifikan
KK (-) KP II 0,006 Signifikan
KK (-) KP III 0,330 Tidak signifikan
KK (+) KP I 0,009 Signifikan
KK (+) KP II 0,263 Tidak signifikan
KK (+) KP III 0,004 Signifikan
KP I KP II 0,094 Signifikan
KP I KP III 0,743 Tidak signifikan
KP II KP III 0,050 Signifikan
Tabel 4.2 tersebut menunjukkan bahwa: (1) hubungan antara kontrol
negatif dan kontrol positif terdapat perbedaan yang signifikan, dengan nilai p
= 0,000; (2) hubungan antara kunyit dan kontrol negatif, tidak ada perbedaan
signifikan, nilai p = 0,198; (3) hubungan antara kunyit dan kontrol positif
(parasetamol), ada perbedaan yang signifikan dengan nilai p = 0,009. Ini
artinya, dari percobaan yang telah dilakukan, ekstrak etanolik kunyit memiliki
efek hepatoprotektif.
Hasil selanjutnya: (4) hubungan antara temulawak dan kontrol
negatif, ada perbedaan signifikan dengan nilai p = 0,006; (5) hubungan
antara temulawak dan kontrol positif, tidak ada perbedaan signifikan dengan
nilai p = 0,263. Ini artinya, dari percobaan yang telah dilakukan ini, ekstrak
etanolik temulawak tidak memiliki efek hepatoprotektif.
Hasil berikutnya: (6) hubungan antara kombinasi kunyit temulawak
dan kontrol negatif, tidak ada perbedaan yang signifikan, dengan nilai p =
0,330 ; (7) hubungan antara kombinasi kunyit temulawak dan kontrol positif,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
ada perbedaan yang signifikan, dengan nilai p = 0,004. Artinya, dalam
percobaan ini, kombinasi ekstrak etanolik kunyit dan temulawak memiliki
efek hepatoprotektif.
Berikut ini tabel yang menyajikan ringkasan hasil analisis uji One
Way ANOVA dan LSD.
Tabel 4.3 Ringkasan Hasil Analisis Analisis Uji One Way ANOVA dan LSD
Kelompok Mean SD
KK (-) (Aquades) 35,00 a 10,271
KK (+) (Parasetamol) 63,00 b 8,426
KP 1 (Kunyit) 43,80 a 15.320
KP 2 (Temulawak) 55,40 b 7,733
KP 3 (Kombinasi) 41,60 a 8,620
Keterangan:
1. Huruf yang sama menandakan tidak terdapat perbedaan yang
signifikan antara 2 kelompok
2. Huruf yang tidak sama menandakan terdapat perbedaan yang
signifikan antara 2 kelompok
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
BAB V
PEMBAHASAN
Penelitian yang berjudul ‘Perbedaan Efek Hepatoprotektif Ekstrak
Etanolik Kunyit, Temulawak, dan Kombinasinya pada Mencit Balb/C yang
Diinduksi Parasetamol’ telah selesai dilaksanakan pada bulan September 2012 di
Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran UNS. Subjek penelitian adalah
mencit (mus musculus) dengan kriteria yang telah ditentukan dan jumlah sampel
adalah 25 ekor mencit.
Setelah mencit diberi perlakuan, dimatikan, diambil heparnya, dan hepar
tersebut dibuat preparat, data diambil melalui pengamatan sel-sel hepar mencit.
Data yang didapatkan, diolah secara statistik. Uji statistik yang direncanakan
adalah uji One way ANOVA. Untuk dapat menggunakan uji statistik tersebut,
beberapa syarat harus terpenuhi, yaitu: data harus terdistribusi normal dan data
harus memiliki variansi yang sama (homogen). Pada uji normalitas didapatkan
hasil nilai p untuk masing masing kelompok > 0,05 maka dapat disimpulkan
bahwa sebaran kelima kelompok data adalah normal. Pada uji homogenitas
didapatkan p = 0,199, karena p > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak
terdapat perbedaan variansi antara kelompok yang dibandingkan (data homogen).
Data kemudian diolah menggunakan uji statistik One Way ANOVA.
Hasilnya terdapat perbedaan yang bermakna antara 5 kelompok dengan nilai
p = 0,03. Kemudian dilakukan uji LSD untuk mengetahui perbedaan
antarkelompok. Dari uji LSD didapatkan hasil: hubungan antara kontrol negatif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
(aquades) dengan kontrol positif (parasetamol), terdapat perbedaan yang
signifikan, nilai p = 0,000; hubungan antara kunyit dengan kontrol negatif, tidak
terdapat perbedaan signifikan, nilai p = 0,198; sedangkan hubungan antara kunyit
dan kontrol positif (parasetamol), terdapat perbedaan signifikan dengan nilai p =
0,009. Artinya, pada penelitian yang telah dilakukan, ekstrak etanolik kunyit
terbukti memiliki efek hepatoprotektif pada dosis 2,8 mg/20 gr BB mencit
Penelitian sebelumnya yaitu penelitian yang dilakukan Perwitasari
(2010) dan Somchit et al. (2005), juga melaporkan bahwa sari kunyit memiliki
efek hepatoprotektif pada hewan coba yang diinduksi parasetamol. Kunyit juga
dilaporkan mampu melindungi ginjal dari paparan parasetamol (Atmaja, 2008;
Prakoso, 2008). Efek hepatoprotektif kunyit diperoleh dari zat aktif dalam kunyit
yang berperan sebagai antioksidan yaitu kurkumin yang terdiri atas kurkumin I,
kurkumin II, serta kurkumin III. Kurkumin memiliki potensi untuk melawan stres
oksidatif melalui aktivitas antioksidan yang kuat (Motterlini et al., 2000).
Antioksidan pada kurkumin mampu mendonorkan elektron ke radikal bebas.
Selain itu kurkumin dapat menurunkan produksi Reactive Oxigen Spesies (ROS)
bahkan dapat menghambat secara signifikan pembentukan ROS seperti anion
superoksida, H2O2, dan nitrit radikal yang diaktivasi makrofag yang memerankan
peran penting dalam inflamasi. Tidak hanya itu, derivat kurkumin yaitu
demetoksikurkumin dan bis-demetoksikurkumin juga memiliki efek antioksidan.
(Chattopadhyay et al., 2004). Kurkumin juga dilaporkan dapat mengatasi deplesi
glutation diinduksi parasetamol (Donatus et al., 1990). Meskipun jenis
pemupukan mempengaruhi kualitas kunyit (Rosita dan Nurhayati, 2007), kunyit
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
yang digunakan peneliti diperkirakan berkualitas baik karena terbukti memiliki
efek hepatoprotektif.
Hasil uji LSD berikutnya, pada hubungan antara temulawak dengan
kontrol negatif (aquades) terdapat perbedaan signifikan, nilai p = 0,006;
sedangkan hubungan antara temulawak dengan kontrol positif (parasetamol),
tidak terdapat perbedaan signifikan dengan nilai p = 0,263. Artinya, pada
percobaan, ekstrak etanolik temulawak yang digunakan peneliti tidak memiliki
efek hepatoprotektif pada dosis 14 mg/20 gr BB mencit.
Hasil ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan Devaraj et al.
(2010), pada penelitian tersebut ekstrak temulawak dilaporkan dapat menurunkan
kadar ALT tikus secara signifikan pada dosis 500 mg/Kg BB. Penelitian Lin et
al.(1995) juga melaporkan ekstrak kunyit memiliki efek hepatoprotektif terhadap
tikus yang diinduksi parasetamol maupun CCl4. Begitu juga penelitian Latif et al.
(2012) yang melaporkan ekstrak kunyit dapat melindungi hepar yang diinduksi
CCl4.
Temulawak mengandung senyawa antioksidan yaitu xanthorrhizol
(Cheah et al., 2009) dan kurkumin (Sharin et al., 2007). Aktivitas antioksidan
xanthorrhizol dan kurkumin sama seperti aktivitas kurkumin pada kunyit yaitu
antioksidan pada kurkumin mampu mendonorkan elektron ke radikal bebas.
Xanthorrhizol merupakan salah satu jenis minyak atsiri, senyawa ini dilaporkan
dapat menekan enzim siklooksigenase-2 (Kang et al., 2009) ini berarti
xanthorrhizol juga memiliki efek antiinflamasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
Pada beberapa penelitian temulawak dilaporkan memilik efek
hepatoprotektif (Lin et al., 1995; Devaraj et al., 2010; Latif et al., 2012). Namun
pada penelitian yang telah dilakukan peneliti, ekstrak etanolik temulawak dosis
yang diteliti tidak terbukti memiliki efek hepatoprotektif. Hal ini bisa disebabkan
beberapa hal, antara lain: jumlah temulawak yang digunakan kurang mencukupi
(Rum, 2006), kondisi ekstraksi temulawak yang berbeda (Basalmah, 2006), serta
kandungan dan kualitas temulawak yang dipakai peneliti tidak sama dengan
kandungan temulawak penelitian sebelumnya karena perbedaan masa tanam
(Adzkiya, 2006), tempat tumbuh (Tjitrosoepomo, 2005), dan jenis lahan
penanaman (Munir, 1996). Beberapa hal tersebut dapat menjadi faktor-faktor yang
menyebabkan ekstrak etanolik temulawak pada penelitian ini tidak memiliki efek
hepatoprotektif.
Berdasarkan penelitian oleh Rum (2006), peningkatan jumlah temulawak
yang diberikan berbanding lurus dengan peningkatan aktivitas penangkapan
radikal bebas (DPPH) dan kadar total fenol. Dengan adanya peningkatan jumlah
temulawak, semakin banyak terekstrak senyawa-senyawa fenolik larut air yaitu
xanthorrhizol yang bekerja sebagai antioksidan. Selain itu, hal yang dapat
mempengaruhi ketidakefektifan temulawak sebagai hepatoprotektor adalah
kondisi ekstrak temulawak yang berbeda. Menurut Basalmah (2006), kadar
optimum kurkumin pada temulawak didapat jika ekstraksi temulawak dilakukan
pada suhu 35 °C, perbandingan bahan baku-pelarut 1:4,8799 , dan waktu ekstraksi
1,4 jam.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
Kandungan temulawak bisa berbeda-beda tergantung beberapa hal,
antara lain masa tanam. Masa tanam temulawak mempengaruhi kandungan
kurkumin (Adzkiya, 2006). Sedangkan dalam penelitian ini, peneliti membeli
temulawak secara bebas di pasar tradisional sehingga tidak dapat mengidentifikasi
masa tanam temulawak. Hal ini bisa menjadi salah satu faktor yang menyebabkan
kandungan dalam temulawak belum memiliki efek hepatoprotektif pada dosis
yang digunakan peneliti.
Tempat tumbuh sangat mempengaruhi kualitas rimpang temulawak yang
dihasilkan. Pada temulawak yang ditanam pada dataran rendah kandungan patinya
akan lebih tinggi dibandingkan yang ditanam di dataran tinggi, sedangkan
temulawak yang ditanam di daerah dataran tinggi kandungan minyak atsirinya
lebih besar dibanding di dataran rendah (Tjitrosoepomo, 2005). Pada penelitian
yang dilakukan peneliti, temulawak yang digunakan tidak diketahui secara pasti
apakah ditanam di dataran rendah atau di dataran tinggi.
Jenis lahan penanaman juga menjadi faktor yang mempengaruhi kualitas
temulawak. Sebagian besar tanah yang digunakan untuk menanam tanaman
temulawak memiliki kandungan unsur hara makro dan bahan organik yang
rendah. Banyak tanaman temulawak yang ditanam secara sembarangan, tidak
menggunakan teknik budidaya yang baik (Munir, 1996). Pada penelitian yang
dilakukan peneliti, temulawak yang digunakan tidak diketahui apakah ditanam
secara sembarangan atau dengan teknik budidaya yang baik. Temulawak yang
ditanam secara sembarangan akan tidak baik kualitasnya sehingga mempengaruhi
kandungan senyawa aktifnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
Pada hasil uji LSD selanjutnya, hubungan antara kombinasi ekstrak
etanolik kunyit dan temulawak dengan kontrol negatif (aquades) tidak ada
perbedaan yang signifikan, nilai p = 0,330; sedangkan hubungan antara kombinasi
ekstrak etanolik kunyit dan temulawak dengan kontrol positif (parasetamol),
terdapat perbedaan yang signifikan dengan nilai p = 0,004. Artinya, pada
percobaan ini, kombinasi ekstrak etanolik kunyit dan temulawak terbukti memiliki
efek hepatoprotektif pada dosis 1,4 mg/20 gr BB mencit (ekstrak etanolik kunyit)
dan 7 mg/20 gr BB mencit (ekstrak etanolik temulawak).
Kunyit banyak mengandung senyawa kurkumin, sedangkan temulawak
mengandung senyawa kurkumin dan xanthorrhizol, kedua senyawa tersebut
memiliki sifat antioksidan, dengan adanya kombinasi dua senyawa antioksidan
tersebut efek antioksidan kurkumin dan xanthorrhizol menjadi lebih kuat.
Penelitian mengenai kombinasi kurkumin dan temulawak pernah dilakukan Cheah
et al. (2009). Menurut penelitian tersebut, kombinasi kurkumin dengan
xanthorrhizol mampu menghambat pertumbuhan sel kanker payudara manusia
melalui induksi apoptosis. Kombinasi minyak atsiri temulawak dan ekstrak kunyit
juga dilaporkan mampu menurunkan angka leukosit cairan sinovial penderita
dengan osteoartritis lutut (Kertia et al, 2005). Meskipun penelitian mengenai efek
kombinasi ekstrak kunyit dan temulawak sebagai hepatoprotektor belum ada,
banyak literatur yang menjelaskan efek antioksidan kurkumin dan xanthorrhizol.
Xanthorrhizol dilaporkan mampu menghambat aktivitas radikal bebas
(Widiastuty, 2006). Sementara itu kurkumin memiliki potensi untuk melawan
stres oksidatif melalui aktivitas antioksidan yang kuat (Chattopadhyay et al.,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
2004; Motterlini et al., 2000). Menurut Timmerman, seperti yang disitasi oleh
Kertia et al. (2005), kurkumin juga memiliki aktivitas antiinflamasi melalui
penghambatan lipid peroksidase dan penghambatan aktivitas enzim
siklooksigenase dan lipooksigenase.
Pada penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan, antara lain: cara
mendapatkan kunyit dan temulawak yang terlalu umum dengan membeli secara
bebas di pasar tradisional Beringharjo, Yogyakarta, bukan di tempat khusus yang
membudidayakan tanaman kunyit dan temulawak, irisan preparat hepar yang
kurang tipis sehingga kesulitan dalam mengidentifikasi beberapa sel hepar, serta
pengamatan sel hepar yang belum terlalu cermat. Sehingga pada penelitian
selanjutnya diperlukan beberapa kecermatan dalam memilih bahan baku, dalam
pengirisan preparat, serta dalam mengidentifikasi preparat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
BAB VI
PENUTUP
A. Simpulan
Terdapat perbedaan efek hepatoprotektif ekstrak etanolik kunyit,
temulawak, dan kombinasinya pada mencit Balb/C yang diinduksi
parasetamol. Potensi hepatoprotektif ditunjukkan pada kelompok KP1
(Kunyit) dan KP3 (Kombinasi). Rincian simpulan adalah sebagai berikut:
1. Pemberian ekstrak etanolik kunyit dengan dosis 2,8 mg/0,2 ml/20 gr BB
mencit/hari selama 14 hari berturut-turut memberikan efek
hepatoprotektif pada mencit Balb/C yang diinduksi parasetamol.
2. Pemberian kombinasi ekstrak etanolik kunyit dan temulawak dengan
dosis 1,4 mg/0,1 ml/20 gr BB mencit/hari (kunyit) dan 7 mg/0,1 ml/20 gr
BB mencit/hari (temulawak) selama 14 hari berturut-turut memberikan
efek hepatoprotektif pada mencit Balb/C yang diinduksi parasetamol.
3. Pemberian ekstrak etanolik temulawak dengan dosis 14 mg/0,2 ml/20 gr
BB mencit/hari selama 14 hari berturut-turut tidak memberikan efek
hepatoprotektif pada mencit Balb/C yang diinduksi parasetamol.
B. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan lama pemberian ekstrak
kunyit atau kombinasi ekstrak etanolik kunyit dan temulawak yang lebih
bervariasi sehingga diketahui waktu pemberian yang efektif untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
mencegah atau mengurangi kerusakan sel hepar akibat paparan
parasetamol.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai dosis ekstrak etanolik
temulawak yang efektif sebagai hepatoprotektor.
3. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan parameter
selain aspek histologis yaitu parameter biokimiawi seperti SGOT dan
SGPT.