perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id perbandingan .../per...faktor penyebab masih adanya anak...
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PERBANDINGAN PENGARUH KONSELING DAN PENYULUHAN KELOMPOK TERHADAP PERUBAHAN SIKAP DAN PERILAKU IBU BALITA GIZI BURUK
DI KABUPATEN PONOROGO
TESIS
Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Derajat Magister Kesehatan Program Studi Magister Kedokteran Keluarga Minat Utama Pendidikan Profesi Kesehatan
Oleh :
HESTI SUKMA WIJAYANTI NIM: S540809110
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan dilaksanakan dengan tujuan untuk meningkatkan
kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (Dinkes jatim, 2007).
Kegiatan pembangunan kesehatan dimaksudkan untuk meningkatkan
kualitas sumber daya manusia ( SDM ) dan memberikan kesempatan pada
generasi mendatang untuk tumbuh dan berkembang secara optimal. Anak
merupakan cerminan generasi yang akan datang, yang akan menggambarkan
kualitas SDM di masa depan. Akan tetapi gangguan kesehatan dan gizi pada balita
merupakan faktor utama untuk tercapainya generasi yang berkualitas.
Karena periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah masa balita
dimana pada masa ini terjadi pertumbuhan dasar yang akan mempengaruhi dan
menentukan perkembangan anak selanjutnya. Pada masa balita ini perkembangan
berbahasa, berkreatifitas, berkesadaran sosial, emosional dan intelegensia berjalan
sangat cepat dan merupakan landasan perkembangan berikutnya
(Soetjiningsih,1999)
Harapannya setiap anak balita tumbuh normal yang dapat dilihat dari
indikator status gizinya. Secara nasional ditargetkan anak balita status gizi buruk
max 5% dan Bawah Garis Merah (BGM) kurang dari 20% (Dinkes Jatim,2010).
Dari hasil Survey Pemantauan Status Gizi (PSG) tahun 2009 di Jawa Timur
terdapat 12,7% balita status gizi Kurang Energi Protein (KEP), terdiri dari 2,7%
gizi buruk dan 10,0% gizi kurang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Di Kabupaten Ponorogo tahun 2009 dari 50.124 balita yang menderita gizi buruk
298 balita, sedangkan data terakhir pada bulan juni 2010 yang menderita gizi
buruk 260 balita (0,62%) dan gizi kurang 575 balita(1,32%) (Dinkes
Ponorogo,2010).
Faktor penyebab masih adanya anak balita gizi buruk atau BGM tersebut
dipengaruhi oleh berbagai faktor. Secara umum dipengaruhi oleh konsumsi
makanan dan kesehatan. Konsumsi makanan meliputi zat gizi dalam makanan, ada
tidaknya pemberian makanan di luar keluarga, daya beli keluarga dan kebiasaan
makan. Sedangakan faktor kesehatan meliputi pemeliharaan kesehatan,
lingkungan fisik dan sosial (Supariasa, 2002).
Sedangkan menurut Persagi (Supariasa,2002) adalah karena asupan makanan
dirumah, kemiskinan, kurang pendidikan, kurang ketrampilan dan krisis ekonomi.
Sedangkan penyakit infeksi berkaitan dengan pelayanan kesehatan dan perawatan
anak dan ibu hamil.
Pada umumnya anak-anak yang masih kecil (balita) mendapat makanannya
secara dijah oleh ibunya dan tidak memilih serta mengambil sendiri mana yang
disukainya (Djaeni, 2000). Untuk dapat menyusun menu yang adekuat, seseorang
perlu memiliki pengetahuan mengenai bahan makanan dan zat gizi seseorang serta
pengetahuan hidangan dan pengolahannya. Umumnya menu disusun oleh ibu
(Soegeng dan Anna, 1999).
Menurut Suprihatin Guhardja lewat penelitian yang dilakukan di pedesaan
dan perkotraan ditemukan bahwa kepedulian ibu pada gizi anak baik di kota
maupun dipedesaan pada umumnya masih rendah. Bentuk kepedulian pada gizi
anak merupakan salah satu tanggung jawab dari keluarga dalam hal ini ibu rumah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
tangga dan secara tidak langsung merupakan tanggung jawab masyarakat. Dalam
masyarakat kegiatan-kegiatan yang menyangkut poerbaikan gizi banyak
melibatkan kaum ibu, maka ibu merupakan tokoh utama yang harus peduli pada
gizi anak. Keterbatasan-keterbatasan perilaku ibu dapat berbentuk kurangnya
pengetahuan, tidak adanya motivasi kuat untuk menyelenggarakan atau
menyiapkan makanan yang baik bagi anak, dan persepsi yang salah tentang gizi.
Upaya perbaikan gizi ditentukan oleh berbagai faktoir yang saling berkaitan
erat yang mencakup aspek produksi pangan, distribusi dan pemasaran, daya beli,
pendidikan dan perilaku manusia, lingkungan hidup, kesehatan dan sebagainya.
Selain itu status gizi juga dipengaruhi oleh konsumsi makanan yang kurang
memenuhi kebutuhan dan adanya infeksi penyakit. Konsumsi kalori atau energi
dan protein yang kurang akan dapat mengganggu pertumbuhan anak jadi perlu
adanya perbaikan konsumsi kalori atau energi dan protein.
Kekurangan Energi Protein (KEP) adalah keadaan kurang gizi yang
disebabkan oleh rendahnya konsumsi energy dan protein dalam makanan sehari-
hari, sehinga tidak memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG) (Depkes, 2000).
KEP disebabkan oleh multi factor yang saling terkait, sinergi secara klinis maupun
lingkungan. Faktor resiko langsung adalah asupan makanan yang tidak cukup dan
penyakit yang dikarenakan oleh faktor resiko latar belakang yaitu kekurangan
makanan dalam rumah tangga, perawatan ibu atau pola asuh ibu terhadap anak
yang kurang baik serta pelayanan kesehatan dan keadaan sanitasi yang buruk.
Faktor tersebut adalah merupakan akibat dari timbulnya masalah dasar yaitu krisis
politik, ekonomi dan sosial (Depkes,2000).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
Terdapat tiga faktor utama yang saling terkait mempengaruhi besarnya
masalah gizi dan kesehatan masyarakat. Pertama, ketersediaan pangan di tingkat
rumah tangga yaitu kemampuan keluarga untuk menyediakan makanan yang
berkaitan dengan daya beli keluarga. Kedua, pola asuh gizi keluarga yaitu
kemampuan keluarga untuk memberikan makanan kepada bayi dan anak,
khususnya menyusui secara eksklusif dan pemberian makanan pendamping ASI.
Ketiga, akses terhadap pelayanan kesehatan berkualitas, yaitu pemanfaatan fasilitas
kesehatan dan upaya kesehatan berbasis masyarakat untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan yang bersifat promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif seperti
penimbangan balita di posyandu, pemeriksaan kehamilan, pemeriksaan kesehatan
bayi dan balita, suplementasi vitamin A dan makanan pendamping air sus ibu,
imunisasi, dan sebagainya (Anonim, 2007)
Masalah gizi kurang umumnya banyak diderita oleh kelompok balita
usia 1-5 tahun karena pada masa tersebut mereka balita belum mampu memilih dan
mengkonsumsi makanan sesuai kebutuhan tubuh (Soekirman, 2001). Balita gizi
kurang, khususnya gizi buruk rentan terhadap infeksi, pengurusan otot,
pembengkakan hati, dan berbagai gangguan lain seperti peradangan kulit, infeksi,
serta kelainan bentuk dan fungsi organ akibat pengecilan organ. Kondisi gizi
kurang akan mempengaruhi banyak organ dan sistemnya karena sering disertai
dengan defisiensi asupan gizi mikro dan makro yang sangat diperlukan bagi tubuh.
Kondisi kekurangan gizi yang tidak ditangani lebih lanjut akan berdampak buruk
terhadap perkembangan maupun pertumbuhan balita tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
Mengingat dampak jangka panjang yang akan terjadi pada balita gizi
buruk, maka perhatian khusus perlu diberikan untuk menghindari terjadinya loss
generation. Peran Posyandu dan Puskesmas sebagai garda terdepan dalam
perawatan dan pemulihan sangat diperlukan. Sayangnya, sumber daya Posyandu
dan Puskesmas seringkali kurang memadai sehingga pemulihan balita gizi buruk
menjadi sulit dilakukan.
Berbagai langkah yang dilakukan oleh pihak Puskesmas setempat
dalam membantu pemulihan balita gizi buruk selama ini belum menunjukkan hasil
yang signifikan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya: bantuan
hanya sebatas bantuan fisik berupa susu dan makanan tambahan tanpa
memperhatikan aspek pendidikan gizi ibu balita gizi buruk, ketidakberlanjutan
program pemulihan gizi buruk seperti keterbatasan dana, dan kurangnya tenaga
medis dan non-medis di Puskesmas setempat untuk melakukan home care ke
rumah balita.
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan diatas peneliti ingin
melakukan penelitian tentang : “Perbandingan Pengaruh Konseling dan
Penyuluhan Kelompok terhadap Perubahan Sikap dan Perilaku Ibu Balita Gizi
Buruk Di Kabupaten Ponorogo.”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
B. Rumusan Masalah
Adakah perbedaan pengaruh konseling dan penyuluhan kelompok
terhadap sikap dan perilaku ibu balita gizi buruk ?
C. Tujuan Penelitian
Meneliti perbedaan pengaruh konseling dan penyuluhan kelompok
terhadap sikap dan perilaku ibu balita gizi buruk.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritik.
Diharapkan memberikan bukti empiris bahwa manfaat konseling dalam
merubah sikap dan perilaku juga dapat diterapkan pada masalah gizi buruk
pada anak balita.
2. Manfaat Praktis :
a. Bagi Masyarakat
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi tambahan pengetahuan bagi
masyarakat terutama mengenai perbedaan konseling dan penyuluhan
kelompok dalam merubah sikap dan perilaku ibu balita gizi buruk.
b. Bagi Petugas Kesehatan
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi tambahan informasi bagi
petugas kesehatan baik di Dinas Kesehatan maupun puskesmas mengenai
perbandingan pengaruh konseling dan penyuluhan kelompok terhadap
perubahan sikap dan perilaku ibu balita gizi buruk.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
c. Bagi Pendidikan
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi tambahan kepustakaan untuk
memperkaya pustaka yang sudah ada sehingga dapat dimanfaatkan oleh
peserta didik berikutnya dalam proses pendidikan di profesi pendidikan
kesehatan.
d. Bagi Peneliti
Diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang metodologi penelitian
beserta aplikasinya sehingga dapat diterapkan di masyarakat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Perilaku Kesehatan
Masalah kesehatan masyarakat, terutama di negara-negara berkembang
pada dasarnya menyangkut dua aspek utama, yaitu fisik, seperti misalnya
tersedianya sarana kesehatan dan pengobatan penyakit, dan non-fisik yang
menyangkut perilaku kesehatan. Faktor perilaku ini mempunyai pengaruh
yang besar terhadap status kesehatan individu maupun masyarakat
(Lubis,1990).
Perilaku manusia merupakan hasil daripada segala macam pengalaman serta
interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk
pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan
respon/reaksi seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar
maupun dari dalam dirinya. Respon ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan:
berfikir, berpendapat, bersikap) maupun aktif (melakukan tindakan). Sesuai
dengan batasan ini, perilaku kesehatan dapat dirumuskan sebagai segala
bentuk pengalaman dan interaksi individu dengan lingkungannya, khususnya
yang menyangkut pengetahuan, dan sikap tentang kesehatan, serta tindakannya
yang berhubungan dengan kesehatan.(Lubis,1990)
Keberhasilan upaya pencegahan dan pengobatan penyakit tergantung pada
kesediaan orang yang bersangkutan untuk melaksanakan dan menjaga perilaku
sehat. Banyak dokumentasi penelitian yang memperlihatkan rendahnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
partisipasi masyarakat dalam pemeriksaan kesehatan, imunisasi, serta berbagai
upaya pencegahan penyakit dan banyak pula yang tidak memanfaatkan
pengobatan modern. Karena itu tidaklah mengherankan bila banyak ahli ilmu
perilaku yang mencoba menyampaikan konsep serta mengajukan bukti-bukti
penelitian untuk menggambarkan, menerangkan, dan meramalkan keputusan-
keputusan orang yang berkaitan dengan kesehatan.(Masjkuri,1985)
Becker menuliskan pendapat Kasl dan Cobb yang mengatakan bahwa
biasanya orang terlibat dengan kegiatan medis karena 3 alasan pokok , yaitu:
1) Untuk pencegahan penyakit atau pemeriksaan kesehatan pada saat gejala
penyakit belum dirasakan (perilaku sehat);
2) untuk mendapatkan diagnosis penyakit dan tindakan yang diperlukan jika
ada gejala penyakit yang dirasakan (perilaku sakit);
3) untuk mengobati penyakit, jika penyakit tertentu telah dipastikan, agar
sembuh dan sehat seperti sediakala, atau agar penyakit tidak bertambah
parah (peran sakit).(Masjkuri,1985)
Menurut Notoatmodjo, semua ahli kesehatan masyarakat dalam membicarakan
status kesehatan mengacu kepada Bloom. Dari hasil penelitiannya di Amerika
Serikat sebagai salah satu negara yang sudah maju, Bloom menyimpulkan
bahwa lingkungan mempunyai andil yang paling besar terhadap status
kesehatan, kemudian berturut-turut disusul oleh perilaku mempunyai andil
nomor dua, pelayanan kesehatan dan keturunan mempunyai andil yang paling
kecil terhadap status kesehatan. Bagaimana proporsi pengaruh faktor-faktor
tersebut terhadap status kesehatan di negara berkembang seperti Indonesia
belum ada penelitian. Ahli lain, Lewrence Green dalam Notoatmojo
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
menjelaskan bahwa perilaku itu dilatarbelakangi atau dipengaruhi oleh tiga
faktor pokok yakni: faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), factor–
faktor yang mendukung (enabling factors) dan faktor-faktor yang memperkuat
atau mendorong ( reinforcing factors). Oleh sebab itu pendidikan kesehatan
sebagai faktor usaha intervensi perilaku harus diarahkan kepada ketiga faktor
pokok tersebut.(Notoatmodjo,1997)
a. Bentuk Perilaku
Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan suatu respon organisme atau
seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar subjek tersebut. Respon ini
berbentuk dua macam, yakni: (Notoatmodjo,1997)
1). Pasif adalah respon internal, yaitu yang terjadi di dalam diri manusia dan tidak
secara langsung dapat terlihat oleh orang lain, misalnya berfikir, tanggapan
atau sikap batin, dan pengetahuan. Misalnya seorang ibu tahu bahwa imunisasi
itu dapat mencegah suatu penyakit tertentu, meskipun ibu tersebut tidak
membawa anaknya ke puskesmas untuk diimunisasi. Contoh lain adalah
seorang yang menganjurkan orang lain untuk mengikuti keluarga berencana
meskipun ia sendiri tidak ikut keluarga berencana. Dari kedua contoh tersebut
terlihat bahwa ibu telah tahu gunanya imunisasi, dan contoh kedua orang
tersebut telah mempunyai sikap yang positif untuk mendukung keluarga
berencana, meskipun mereka sendiri belum melakukan secara konkret
terhadap kedua hal tersebut. Oleh sebab itu perilaku mereka ini masih
terselubung (covert behavior) .
2). Aktif yaitu apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi secara langsung.
Misalnya pada kedua contoh tersebut, si ibu sudah membawa anaknya ke
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
puskesmas atau fasilitas kesehatan lain untuk imunisasi, dan orang pada kasus
kedua sudah ikut keluarga berencana dalam arti sudah menjadi akseptor KB.
Oleh karena perilaku mereka ini sudah tampak dalam bentuk tindakan nyata,
maka disebut “overt behavior.”
b. Domain Perilaku Kesehatan
Notoatmodjo berpendapat bahwa perilaku manusia itu sangat kompleks dan
mempunyai ruang lingkup yang sangat luas. Benyamin Bloom seorang ahli
psikologi pendidikan membagi perilaku itu ke dalam 3 domain (ranah/kawasan),
meskipun kawasan-kawasan tersebut tidak mempunyai batasan yang jelas dan
tegas. Pembagian kawasan ini dilakukan untuk kepentingan tujuan pendidikan.
Bahwa dalam tujuan suatu pendidikan adalah mengembangkan atau meningkatkan
ketiga domain perilaku tersebut, yang terdiri dari:
1). ranah kognitif (cognitive domain)
2). ranah afektif (affective domain)
3). ranah psikomotor (psycomotor domain).
Dalam perkembangan selanjutnya oleh para ahli pendidikan, dan untuk
kepentingan pengukuran hasil pendidikan, ketiga domain ini diukur dari:
1). pengetahuan peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan
(knowledge)
2). sikap atau tanggapan peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan
( attitude)
3). praktek atau tindakan yang dilakukan oleh peserta didik sehubungan dengan
materi pendidikan yang diberikan (practice)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
Terbentuknya suatu perilaku baru, terutama pada orang dewasa dimulai pada
domain kognitif, dalam arti subjek tahu terlebih dahulu terhadap stimulus yang
berupa materi atau objek di luarnya, sehingga menimbulkan pengetahuan baru pada
subjek tersebut. Ini selanjutnya menimbulkan respon batin dalam bentuk sikap si
subjek terhadap objek yang diketahui itu. Akhirnya rangsangan yakni objek yang
telah diketahui dan disadari sepenuhnya tersebut akan menimbulkan respon lebih
jauh lagi, yaitu berupa tindakan (action) terhadap atau sehubungan dengan stimulus
atau objek tadi. Namun demikian, di dalam kenyataan stimulus yang diterima
subjek dapat langsung menimbulkan tindakan. Artinya seseorang dapat bertindak
atau berperilaku baru tanpa mengetahui terlebih dahulu makna stimulus yang
diterimanya. Dengan kata lain tindakan (practice) seseorang tidak harus didasari
oleh pengetahuan atau sikap.
a. Pengetahuan (knowledge)
Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui panca indera manusia. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh
melalui mata dan telinga.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang ( overt behavior). Karena itu dari pengalaman
dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih
langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Notoatmodjo
mengungkapkan pendapat Rogers bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku
baru (berperilaku baru) di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang
berurutan, yakni:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
1) Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek)
2). Interest ( merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Di sini sikap
subjek sudah mulai terbentuk
3). Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus
tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi
4). Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa
yang dikehendaki oleh stimulus
5). Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
Namun demikian dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa
perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap tersebut di atas.
b. Sikap (attitude)
Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap
suatu stimulus atau objek. Dari berbagai batasan tentang sikap dapat disimpulkan
bahwa manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat
ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata
menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu.
Newcomb salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap itu
merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan
pelaksana motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas,
akan tetapi merupakan predisposisi tindakan atau perilaku.
Dalam bagian lain Allport, menurut Notoatmodjo, menjelaskan bahwa sikap
itu mempunyai 3 komponen pokok, yakni:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
1). Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek
2). Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek
3). Kecendrungan untuk bertindak
Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh
(total attitude). Dalam penentuan sikap ini, pengetahuan, berfikir, keyakinan, dan
emosi memegang peranan penting. Suatu contoh misalnya, seorang ibu telah
mendengar penyakit polio (penyebabnya, akibatnya, pencegahannya, dan
sebagainya). Pengetahuan ini akan membawa ibu untuk berfikir dan berusaha
supaya anaknya tidak terkena polio. Dalam berfikir ini komponen emosi dan
keyakinan ikut bekerja sehingga ibu tersebut berniat akan mengimunisasikan
anaknya untuk mencegah anaknya terkena polio.
Seperti halnya pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan, yakni:
1). Menerima (receiving)
Subjek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan objek
2). Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya serta mengerjakan dan menyelesaikan
tugas yang diberikan. Lepas jawaban dan pekerjaan itu benar atau salah adalah
berarti orang menerima ide tersebut.
3). Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan terhadap suatu
masalah
4). Bertangguang jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya merupakan tingkat
sikap yang paling tinggi. Pengukuran sikap dilakukan secara langsung dan tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaiamana pendapat atau
pernyataan responden terhadap suatu objek. Secara tidak langsung dapat
dilakukan dengan pernyataan-pernyataan hipotesis, kemudian ditanyakan
pendapat responden.(Sangat setuju, setuju, tidak setuju, sangat tidak setuju)
c. Praktek atau Tindakan (practice)
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt
behavior). Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan
faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain fasilitas.
Sikap ibu yang sudah positif terhadap imunisasi harus mendapat konfirmasi dari
suaminya dan ada fasilitas imunisasi yang mudah dicapai, agar ibu tersebut dapat
mengimunisasikan anaknya.
Tingkat-tingkat Praktek
1). Persepsi (perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan
diambil
2). Respon Terpimpin (guided Respons)
Dapat melakukan sesuatu dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh.
3). Mekanisme (mechanism)
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara
otomatis, atau suatu ide sudah merupakan suatu kebiasaan, maka ia sudah
mencapai praktek tingkat tiga.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
4). Adaptasi (adaptation)
Merupakan praktek yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu
sudah dimodifikasinya sendiri tanpa mengurangi kebenaran tindakannya
tersebut. Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung, yakni
dengan wawancara terhadap kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam,
hari, atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran langsung dengan
mengobservasi tindakan atau kegiatan responden.
2. Penyuluhan Kelompok
Penyuluhan kesehatan adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan dengan
cara menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat tidak
saja sadar, tahu dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu
anjuranyang ada hubungannya dengan kesehatan. Penyuluhan kesehatan adalah
gabungan berbagai kegiatan dan kesempatan yang berlandaskan prinsip-prinsip
belajar untuk mencapai suatu keadaan, dimana individu, keluarga, kelompok atau
masyarakat secara keseluruhan ingin hidup sehat, tahu bagaimana caranya dan
melakukan apayang bisa dilakukan, secara perseorangan maupun secara
kelompok dan meminta pertolongan.
Penyuluhan dalam program promkes terbagi menjadi tiga yaitu:
1). Penyuluhan Masyarakat
Penyuluhan yang diadakan di luar maupun didalam gedung, dengan sasaran
utamanya adalah masyarakat umum.Penyuluhan kesehatan adalah kegiatan
pendidikan yang dilakukan dengan cara menyebarkan pesan, menanamkan
keyakinan, sehingga masyarakat tidak saja sadar, tahu dan mengerti, tetapi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
juga mau dan bisa melakukan suatu anjuranyang ada hubungannya dengan
kesehatan. Penyuluhan kesehatan adalah gabungan berbagai kegiatan dan
Kesadaran masyarakat akan masalah kesehatan masih sangat rendah. Baik
kesehatan diri sendiri, keluarga, maupun kesehatan lingkungan. Untuk itu,
perlu dilakukan penyuluhan kesehatan yang bisa memberikan penjelasan
kepada masyarakat mengenai pentingnya kesehatan.
Penyuluhan kesehatan adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan dengan
cara menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat tidak
saja sadar, tahu dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu
anjuran yang ada hubungannya dengan kesehatan.
Penyuluhan kesehatan adalah gabungan berbagai kegiatan dan kesempatan
yang berlandaskan prinsip-prinsip belajar untuk mencapai suatu keadaan,
dimana individu, keluarga, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan ingin
hidup sehat, tahu bagaimana caranya dan melakukan apa yang bisa dilakukan.
2). Penyuluhan Kelompok Khusus.
Penyuluhan yang diadakan didalam gedung, dengan sasaran utamanya adalah
sekelompok masyarakat dengan ruang lingkup tertentu
3). Penyuluhan Remaja
Penyuluhan yang diadakan di luar maupun didalam gedung, dengan asaran
utamanya adalah para remaja dengan kategori pelajar
sekolah.(Budakbangka,2010)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
Beberapa faktor yang perlu diperhatikan agar penyuluhan kesehatan dapat
mencapai sasaran yaitu :
1). Tingkat Pendidikan
Pendidikan dapat mempengaruhi cara pandang seseorang terhadap
informasi baru yang diterimanya. Maka dapat dikatakan bahwa semakin
tinggi tingkat pendidikannya, semakin mudah seseorang menerima
informasi yang didapatnya.
2). Tingkat Sosial Ekonomi
Semakin tinggi tingkat sosial ekonomi seseorang, semakin mudah pula
dalam menerima informasi baru.
3). Adat Istiadat
Masyarakat kita masih sangat menghargai dan menganggap adat istiadat
sebagai sesuatu yang tidak boleh diabaikan.
4). Kepercayaan Masyarakat
Masyarakat lebih memerhatikan informasi yang disampaikan oleh orang-
orang yang sudah mereka kenal, karena sudah ada kepercayaan masyarakat
dengan penyampai informasi.
5). Ketersediaan Waktu di Masyarakat
Waktu penyampaian informasi harus memperhatikan tingkat aktifitas
masyarakat untuk menjamin tingkat kehadiran masyarakat dalam
penyuluhan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
Metode yang dapat dipergunakan dalam memberikan penyuluhan kesehatan
antara lain :
1). Metode Ceramah
Suatu cara dalam menerangkan suatu ide, pengertian atau pesan secara
lisan kepada sekelompok sasaran sehingga memperoleh informasi
tentang kesehatan.
2). Metode Diskusi Kelompok
Pembicaraan yang direncanakan dan telah dipersiapkan tentang suatu
topik dengan seorang pemimpin diskusi yang telah ditunjuk.
3). Metode Curah Pendapat
Suatu bentuk pemecahan masalah dimana setiap anggota mengusulkan
semua kemungkinan pemecahan masalah yang terpikirkan oleh masing-
masing peserta, dan evaluasi atas pendapat-pendapat tadi dilakukan
kemudian.
4). Metode Panel
Pembicaraan yang telah direncanakan di depan pengunjung atau peserta
tentang sebuah topik, diperlukan 3 orang atau lebih panelis dengan
seorang pemimpin.
5). Metode Bermain peran
Memerankan sebuah situasi dalam kehidupan manusia dengan tanpa
diadakan latihan, dilakukan oleh dua orang atu lebih untuk dipakai
sebagai bahan pemikiran oleh kelompok.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
6). Metode Demonstrasi
Suatu cara untuk menunjukkan pengertian, ide dan prosedur tentang
sesuatu hal yang telah dipersiapkan untuk memperlihatkan bagaimana
cara melaksanakan suatu tindakan, adegan dengan menggunakan alat
peraga. Metode ini digunakan terhadap kelompok yang tidak terlalu
besar jumlahnya.
7). Metode Simposium
Serangkaian ceramah yang diberikan oleh 2 sampai 5 orang dengan
topik yang berlebihan tetapi saling berhubungan erat.
8). Metode Seminar
Suatu cara di mana sekelompok orang berkumpul untuk membahas
suatu masalah dibawah bimbingan seorang ahli yang menguasai
bidangnya.
Penyuluhan kesehatan yang bertujuan mengubah perilaku hidup
sehat masyarakat tidak mudah dilakukan. Mengubah perilaku
memerlukan kesadaran, dan memerlukan proses panjang. Oleh karena
itu, tenaga kesehatan di lapangan tidak boleh bosan apalagi putus asa
melakukan penyuluhan kesehatan. Dampaknya akan menyadarkan
masyarakat tentang hidup sehat, sehingga mereka akan berperan-serta
dalam proses pembangunan kesehatan.(Asian Brain,2010)
3. Konseling
Konseling diartikan sebagai pemberi nasihat, pemberian anjuran dan
pembicaraan dengan bertukar pikiran. Namun konseling dapat juga diartikan
sebagai wahana bagi seseorang yang menempuh dan belajar memahami diri
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
sendiri dengan apa adanya dan menghayati serta menerima keadaan dirinya
yang sedang mengalami kesulitan. Begitu juga untuk memberikan kesadaran
bagi dirinya tentang kemampuan dan potensi yang dimilikinya. (Enjang AS,
2009)
Enjang (2009) menyatakan berdasarkan pengertian itu, maka istilah
konseling tidak sama dengan memberikan informasi dan nasihat saja meskipun
informasi atau nasihat dapat diberikan jika memang dibutuhkan dalam proses
konseling. Juga tidak sama dengan meyakinkan atau membujuk untuk bersikap
dan bertingkah laku tertentu serta tidak sama pula dengan memperingatkan,
mengancam atau memaksa. Justru sebaliknya dalam konseling seseorang
meminta bantuan karena ingin mendapatkan satu perubahan atas kesadaran
serta kemauan sendiri dengan cara meminta bantuan dari konselor. Antara lain
karena konselor sepenuhnya mengaku hak klien untuk membuat pilihannya dan
tidak ingin menggantungkan diri pada pandangan serta kemampuan konselor.
Untuk itu pertemuan yang terjadi antara klien dengan konselor merupakan tatap
muka yang bersifat pribadi.
Sebagaimana dinyatakan oleh Paterson (1959), bahwa konseling adalah
proses yang melibatkan hubungan antar pribadi atau antara seorang terapis
dengan satu atau lebih klien. Berdasarkan pendapat-pendapat ini, dapat
dikatakan bahwa konseling merupakan proses pemecahan masalah psikologis
klien melalui wawancara antar pribadi yang dilakukan antara klien dan
konselor.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
Fungsi Bimbingan dan Konseling adalah :
1). Pemahaman, yaitu fungsi bimbingan dan konseling membantu konseli agar
memiliki pemahaman terhadap dirinya (potensinya) dan lingkungannya
(pendidikan, pekerjaan, dan norma agama). Berdasarkan pemahaman ini,
konseli diharapkan mampu mengembangkan potensi dirinya secara optimal,
dan menyesuaikan dirinya dengan lingkungan secara dinamis dan
konstruktif.
2). Preventif, yaitu fungsi yang berkaitan dengan upaya konselor untuk
senantiasa mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan
berupaya untuk mencegahnya, supaya tidak dialami oleh konseli. Melalui
fungsi ini, konselor memberikan bimbingan kepada konseli tentang cara
menghindarkan diri dari perbuatan atau kegiatan yang membahayakan
dirinya. Adapun teknik yang dapat digunakan adalah pelayanan orientasi,
informasi, dan bimbingan kelompok. Beberapa masalah yang perlu
diinformasikan kepada para konseli dalam rangka mencegah terjadinya
tingkah laku yang tidak diharapkan, diantaranya : bahayanya minuman
keras, merokok, penyalahgunaan obat-obatan, drop out, dan pergaulan
bebas (free sex).
3). Pengembangan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang sifatnya lebih
proaktif dari fungsi-fungsi lainnya. Konselor senantiasa berupaya untuk
menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, yang memfasilitasi
perkembangan konseli. Konselor dan personel Sekolah/Madrasah lainnya
secara sinergi sebagai teamwork berkolaborasi atau bekerjasama
merencanakan dan melaksanakan program bimbingan secara sistematis dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
berkesinambungan dalam upaya membantu konseli mencapai tugas-tugas
perkembangannya. Teknik bimbingan yang dapat digunakan disini adalah
pelayanan informasi, tutorial, diskusi kelompok atau curah pendapat (brain
storming), home room, dan karyawisata.
4). Penyembuhan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang bersifat kuratif.
Fungsi ini berkaitan erat dengan upaya pemberian bantuan kepada konseli
yang telah mengalami masalah, baik menyangkut aspek pribadi, sosial,
belajar, maupun karir. Teknik yang dapat digunakan adalah konseling, dan
remedial teaching.
5). Penyaluran, yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu konseli
memilih kegiatan ekstrakurikuler, jurusan atau program studi, dan
memantapkan penguasaan karir atau jabatan yang sesuai dengan minat,
bakat, keahlian dan ciri-ciri kepribadian lainnya. Dalam melaksanakan
fungsi ini, konselor perlu bekerja sama dengan pendidik lainnya di dalam
maupun di luar lembaga pendidikan.
6). Adaptasi, yaitu fungsi membantu para pelaksana pendidikan, kepala
Sekolah/Madrasah dan staf, konselor, dan guru untuk menyesuaikan
program pendidikan terhadap latar belakang pendidikan, minat,
kemampuan, dan kebutuhan konseli. Dengan menggunakan informasi yang
memadai mengenai konseli, pembimbing/konselor dapat membantu para
guru dalam memperlakukan konseli secara tepat, baik dalam memilih dan
menyusun materi Sekolah/Madrasah, memilih metode dan proses
pembelajaran, maupun menyusun bahan pelajaran sesuai dengan
kemampuan dan kecepatan konseli.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
7).Penyesuaian, yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu
konseli agar dapat menyesuaikan diri dengan diri dan lingkungannya secara
dinamis dan konstruktif.
8). Perbaikan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu konseli
sehingga dapat memperbaiki kekeliruan dalam berfikir, berperasaan dan
bertindak (berkehendak). Konselor melakukan intervensi (memberikan
perlakuan) terhadap konseli supaya memiliki pola berfikir yang sehat,
rasional dan memiliki perasaan yang tepat sehingga dapat mengantarkan
mereka kepada tindakan atau kehendak yang produktif dan normatif.
9). Fasilitasi, memberikan kemudahan kepada konseli dalam mencapai
pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, serasi, selaras dan seimbang
seluruh aspek dalam diri konseli.
10). Pemeliharaan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu
konseli supaya dapat menjaga diri dan mempertahankan situasi kondusif
yang telah tercipta dalam dirinya. Fungsi ini memfasilitasi konseli agar
terhindar dari kondisi-kondisi yang akan menyebabkan penurunan
produktivitas diri. Pelaksanaan fungsi ini diwujudkan melalui program-
program yang menarik, rekreatif dan fakultatif (pilihan) sesuai dengan
minat konseli
Terdapat beberapa prinsip dasar yang dipandang sebagai fundasi atau
landasan bagi pelayanan bimbingan. Prinsip-prinsip ini berasal dari konsep-
konsep filosofis tentang kemanusiaan yang menjadi dasar bagi pemberian
pelayanan bantuan atau bimbingan, baik di Sekolah/Madrasah maupun di luar
Sekolah/Madrasah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
Prinsip-prinsip itu adalah:
1). Bimbingan dan konseling diperuntukkan bagi semua konseli. Prinsip ini
berarti bahwa bimbingan diberikan kepada semua konseli atau konseli, baik
yang tidak bermasalah maupun yang bermasalah; baik pria maupun wanita;
baik anak-anak, remaja, maupun dewasa. Dalam hal ini pendekatan yang
digunakan dalam bimbingan lebih bersifat preventif dan pengembangan
dari pada penyembuhan (kuratif); dan lebih diutamakan teknik kelompok
dari pada perseorangan (individual).
2). Bimbingan dan konseling sebagai proses individuasi. Setiap konseli bersifat
unik (berbeda satu sama lainnya), dan melalui bimbingan konseli dibantu
untuk memaksimalkan perkembangan keunikannya tersebut. Prinsip ini
juga berarti bahwa yang menjadi fokus sasaran bantuan adalah konseli,
meskipun pelayanan bimbingannya menggunakan teknik kelompok.
3). Bimbingan menekankan hal yang positif. Dalam kenyataan masih ada
konseli yang memiliki persepsi yang negatif terhadap bimbingan, karena
bimbingan dipandang sebagai satu cara yang menekan aspirasi. Sangat
berbeda dengan pandangan tersebut, bimbingan sebenarnya merupakan
proses bantuan yang menekankan kekuatan dan kesuksesan, karena
bimbingan merupakan cara untuk membangun pandangan yang positif
terhadap diri sendiri, memberikan dorongan, dan peluang untuk
berkembang.
4). Bimbingan dan konseling Merupakan Usaha Bersama. Bimbingan bukan
hanya tugas atau tanggung jawab konselor, tetapi juga tugas guru-guru dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
kepala Sekolah/Madrasah sesuai dengan tugas dan peran masing-masing.
Mereka bekerja sebagai teamwork.
5). Pengambilan Keputusan Merupakan Hal yang Esensial dalam Bimbingan
dan konseling. Bimbingan diarahkan untuk membantu konseli agar dapat
melakukan pilihan dan mengambil keputusan. Bimbingan mempunyai
peranan untuk memberikan informasi dan nasihat kepada konseli, yang itu
semua sangat penting baginya dalam mengambil keputusan. Kehidupan
konseli diarahkan oleh tujuannya, dan bimbingan memfasilitasi konseli
untuk memper-timbangkan, menyesuaikan diri, dan menyempurnakan
tujuan melalui pengambilan keputusan yang tepat. Kemampuan untuk
membuat pilihan secara tepat bukan kemampuan bawaan, tetapi
kemampuan yang harus dikembangkan. Tujuan utama bimbingan adalah
mengembangkan kemampuan konseli untuk memecahkan masalahnya dan
mengambil keputusan.
6). Bimbingan dan konseling Berlangsung dalam Berbagai Setting (Adegan)
Kehidupan. Pemberian pelayanan bimbingan tidak hanya berlangsung di
Sekolah/Madrasah, tetapi juga di lingkungan keluarga, perusahaan/industri,
lembaga-lembaga pemerintah/swasta, dan masyarakat pada umumnya.
Bidang pelayanan bimbingan pun bersifat multi aspek, yaitu meliputi aspek
pribadi, sosial, pendidikan, dan pekerjaan.
Keterlaksanaan dan keberhasilan pelayanan bimbingan dan konseling sangat
ditentukan oleh diwujudkannya asas-asas berikut.
1). Kerahasiaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menuntut
dirahasiakanya segenap data dan keterangan tentang konseli (konseli) yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
menjadi sasaran pelayanan, yaitu data atau keterangan yang tidak boleh
dan tidak layak diketahui oleh orang lain. Dalam hal ini guru pembimbing
berkewajiban penuh memelihara dan menjaga semua data dan keterangan
itu sehingga kerahasiaanya benar-benar terjamin.
2). Kesukarelaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki
adanya kesukaan dan kerelaan konseli (konseli) mengikuti/menjalani
pelayanan/kegiatan yang diperlu-kan baginya. Dalam hal ini guru
pembimbing berkewajiban membina dan mengembangkan kesukarelaan
tersebut.
3). Keterbukaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar
konseli (konseli) yang menjadi sasaran pelayanan/kegiatan bersifat terbuka
dan tidak berpura-pura, baik di dalam memberikan keterangan tentang
dirinya sendiri maupun dalam menerima berbagai informasi dan materi
dari luar yang berguna bagi pengembangan dirinya. Dalam hal ini guru
pembimbing berkewajiban mengembangkan keterbukaan konseli
(konseli). Keterbukaan ini amat terkait pada terselenggaranya asas
kerahasiaan dan adanya kesukarelaan pada diri konseli yang menjadi
sasaran pelayanan/kegiatan. Agar konseli dapat terbuka, guru pembimbing
terlebih dahulu harus bersikap terbuka dan tidak berpura-pura.
4). Kegiatan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar
konseli (konseli) yang menjadi sasaran pelayanan berpartisipasi secara
aktif di dalam penyelenggaraan pelayanan/kegiatan bimbingan. Dalam hal
ini guru pembimbing perlu mendorong konseli untuk aktif dalam setiap
pelayanan/kegiatan bimbingan dan konseling yang diperuntukan baginya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
5). Kemandirian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menunjuk pada
tujuan umum bimbingan dan konseling, yakni: konseli (konseli) sebagai
sasaran pelayanan bimbingan dan konseling diharapkan menjadi konseli-
konseli yang mandiri dengan ciri-ciri mengenal dan menerima diri sendiri
dan lingkungannya, mampu mengambil keputusan, mengarahkan serta
mewujudkan diri sendiri. Guru pembimbing hendaknya mampu
mengarahkan segenap pelayanan bimbingan dan konseling yang
diselenggarakannya bagi berkembangnya kemandirian konseli.
6). Kekinian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar
objek sasaran pelayanan bimbingan dan konseling ialah permasalahan
konseli (konseli) dalam kondisinya sekarang. Pelayanan yang berkenaan
dengan “masa depan atau kondisi masa lampau pun” dilihat dampak
dan/atau kaitannya dengan kondisi yang ada dan apa yang diperbuat
sekarang.
7). Kedinamisan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar
isi pelayanan terhadap sasaran pelayanan (konseli) yang sama
kehendaknya selalu bergerak maju, tidak monoton, dan terus berkembang
serta berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangannya
dari waktu ke waktu.
8). Keterpaduan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar
berbagai pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang
dilakukan oleh guru pembimbing maupun pihak lain, saling menunjang,
harmonis, dan terpadu. Untuk ini kerja sama antara guru pembimbing dan
pihak-pihak yang berperan dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
dan konseling perlu terus dikembangkan. Koordinasi segenap
pelayanan/kegiatan bimbingan dan konseling itu harus dilaksanakan
dengan sebaik-baiknya.
9). Keharmonisan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki
agar segenap pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling didasarkan
pada dan tidak boleh bertentangan dengan nilai dan norma yang ada, yaitu
nilai dan norma agama, hukum dan peraturan, adat istiadat, ilmu
pengetahuan, dan kebiasaan yang berlaku. Bukanlah pelayanan atau
kegiatan bimbingan dan konseling yang dapat dipertanggungjawabkan
apabila isi dan pelaksanaannya tidak berdasarkan nilai dan norma yang
dimaksudkan itu. Lebih jauh, pelayanan dan kegiatan bimbingan dan
konseling justru harus dapat meningkatkan kemampuan konseli (konseli)
memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai dan norma tersebut.
10). Keahlian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar
pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling diselenggarakan atas
dasar kaidah-kaidah profesional. Dalam hal ini, para pelaksana pelayanan
dan kegiatan bimbingan dan konseling hendaklah tenaga yang benar-benar
ahli dalam bidang bimbingan dan konseling. Keprofesionalan guru
pembimbing harus terwujud baik dalam penyelenggaraan jenis-jenis
pelayanan dan kegiatan dan konseling maupun dalam penegakan kode etik
bimbingan dan konseling.
11). Alih Tangan Kasus, yaitu asas bimbingan dan konseling yang
menghendaki agar pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan
pelayanan bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas atas suatu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
permasalahan konseli (konseli) mengalihtangankan permasalahan itu
kepada pihak yang lebih ahli. Guru pembimbing dapat menerima alih
tangan kasus dari orang tua, guru-guru lain, atau ahli lain ; dan demikian
pula guru pembimbing dapat mengalihtangankan kasus kepada guru mata
pelajaran/praktik dan lain-lain.(Akhmad,2008)
3. Status Gizi
Status gizi balita merupakan hal penting yang harus diketahui oleh
setiap orang tua. Perlunya perhatian lebih dalam tumbuh kembang di usia balita
didasarkan fakta bahwa kurang gizi yang terjadi pada masa emas ini, bersifat
irreversible (tidak dapat pulih).
Ditinjau dari tinggi badan, sebanyak 25,8 persen anak balita Indonesia
pendek (SKRT 2004). Ukuran tubuh yang pendek ini merupakan tanda kurang
gizi yang berkepanjangan. Lebih jauh, kekurangan gizi dapat mempengaruhi
perkembangan otak anak. Padahal, otak tumbuh selama masa balita. Fase cepat
tumbuh otak berlangsung mulai dari janin usia 30 minggu sampai bayi 18
bulan.
Menurut ahli gizi dari IPB, Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS, standar
acuan status gizi balita adalah Berat Badan menurut Umur (BB/U), Berat
Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB), dan Tinggi Badan menurut Umur
(TB/U).
Klasifikasinya adalah normal, underweight (kurus), dan gemuk.Untuk
acuan yang menggunakan tinggi badan, bila kondisinya kurang baik disebut
stunted (pendek). Pedoman yang digunakan adalah standar berdasar tabel
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
WHO-NCHS (National Center for Health Statistics).
Status gizi pada balita dapat diketahui dngan cara mencocokkan umur anak
(dalam bulan) dengan berat badan standar tabel WHO-NCHS, bila berat
badannya kurang, maka status gizinyakurang.
Di Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu), telah disediakan Kartu Menuju
Sehat (KMS) yang juga bisa digunakan untuk memprediksi status gizi anak
berdasarkan kurva KMS. Perhatikan dulu umur anak, kemudian plot berat
badannya dalam kurva KMS. Bila masih dalam batas garis hijau maka status
gizi baik, bila di bawah garis merah, maka status gizi buruk.
Bedanya dengan balita, status gizi orang dewasa menggunakan acuan Indeks
Massa Tubuh (IMT) atau disebut juga Body Mass Index (BMI). Nilai IMT
diperoleh dengan menghitung berat badan (dalam kg) dibagi tinggi badan
kuadrat (dalam meter persegi). IMT normal bila angkanya antara 18,5 dan 25;
kurus bila kurang dari 18,5; dan gemuk bila lebih dari 25. Sebagai contoh
orang bertinggi 1,6 meter, maka berat badan ideal adalah 48-64 kg.
Parameter yang umum digunakan untuk menentukan status gizi pada balita
adalah berat badan, tinggi badan, dan lingkar kepala. Lingkar kepala sering
digunakan sebagai ukuran status gizi untuk menggambarkan perkembangan
otak.Sementara parameter status gizi balita yang umum digunakan di Indonesia
adalah berat badan menurut umur. Parameter ini dipakai menyeluruh di
Posyandu. Menurut Prof. Ali, untuk membedakan balita kurang gizi dan gizi
buruk dapat dilakukan dengan cara berikut. Gizi kurang adalah bila berat badan
menurut umur yang dihitung menurut Skor Z nilainya kurang dari -2, dan gizi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
buruk bila Skor Z kurang dari -3. Artinya gizi buruk kondisinya lebih parah
daripada gizi kurang.
Balita penderita gizi kurang berpenampilan kurus, rambut kemerahan
(pirang), perut kadang-kadang buncit, wajah moon face karena oedema
(bengkak) atau monkey face (keriput), anak cengeng, kurang responsif. Bila
kurang gizi berlangsung lama akan berpengaruh pada kecerdasannya.
Penyebab utama kurang gizi pada balita adalah kemiskinan sehingga
akses pangan anak terganggu. Penyebab lain adalah infeksi (diare),
ketidaktahuan orang tua karena kurang pendidikan sehingga pengetahuan gizi
rendah, atau faktor tabu makanan dimana makanan bergizi ditabukan dan tak
boleh dikonsumsi anak balita.
Kurang gizi pada balita dapat berdampak terhadap pertumbuhan fisik
maupun mentalnya. Anak kelihatan pendek, kurus dibandingkan teman-
temannya sebaya yang lebih sehat. Ketika memasuki usia sekolah tidak bisa
berprestasi menonjol karena kecerdasannya terganggu.
Untuk mengatasi kasus kurang gizi memerlukan peranan dari keluarga,
praktisi kesehatan, maupun pemerintah. Pemerintah harus meningkatkan
kualitas Posyandu, jangan hanya sekedar untuk penimbangan dan vaksinasi,
tapi harus diperbaiki dalam hal penyuluhan gizi dan kualitas pemberian
makanan tambahan, pemerintah harus dapat meningkatkan kesejahteraan
rakyat sehingga dapat terpenuhi kebutuhan pangan dan tidak terganggu.
Para ibu khususnya harus memiliki kesabaran bila anaknya mengalami
problema makan, dan lebih memperhatikan asupan makanan sehari-hari bagi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
anaknya. Anak-anak harus terhindar dari penyakit infeksi seperti diare ataupun
ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Atas). (Khomsan,2008)
Gambar 1. Penyebab kurang gizi.
Gambar 1. Penyebab kurang gizi (Depkes,2000) menunjukkan secara
sistimatis determinan yang berpengaruh pada masalah gizi yang dapat terjadi pada
KURANG GIZI
MakanTidak Seimbang
Penyakit Infeksi
Tidak CukupPersediaan Pangan
Pola Asuh AnakTidak Memadai
Sanitasi dan AirBersih/PelayananKesehatan DasarTidak Memadai
Kurang Pendidikan, Pengetahuan dan Keterampilan
Kurang pemberdayaan wanitadan keluarga, kurang pemanfaatan
sumberdaya masyarakat
Pengangguran, inflasi, kurang pangan dan kemiskinan
Krisis Ekonomi, Politik,dan Sosial
Dampak
Penyebablangsung
Penyebab Tidak langsung
Pokok Masalahdi Masyarakat
Akar Masalah(nasional)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
masyarakat. Sehingga upaya perbaikan gizi akan lebih efektif dengan selalu
mengkaji faktor penyebab tersebut.
Banyak faktor yang menyebabkan timbulnya KEP pada Balita. Depkes (2000)
membedakan factor resiko kurang gizi termasuk malnutrisi menjadi tiga bagian
yaitu factor langsung, latar belakang dan dasar. Faktor resiko langsung adalah
asupan makanan yang tidak cukup dan penyakit yang diakibatkan oleh factor
resiko latar belakang yaitu kekurangan makanan dalam rumah tangga, perawatan
ibu atau pola asuh ibu terhadap pelayanan kesehatan yang kurang baik dan
keadaan sanitasi yang buruk.
Faktor tersebut merupakan akibat dari timbulnya masalah dasar yaitu krisis
politik, ekonomi dan sosial.
Pencegahan KEP
KEP disebabkan oleh multi factor yang saling terkait, sinergis secara klinis
maupun lingkungan. Beberapa tindakan untuk mencegah terjadinya KEP, antara
lain :
1). Mengendalikan penyakit-penyakit infeksi, khususnya diare yaitu dengan
perbaikan sanitasi diri dan lingkungan, pendidikan kesehatan dan program
imunisasi.
2). Memperkecil dampak penyakit infeksi terutama diare yang sanitasi
lingkungannya belum baik.
3). Deteksi dini dan manajemen KEP awal/ringan yaitu dengan memonitor tumbuh
kembang dan status gizi balita.
4). Memelihara Status gizi anak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
Menurut Solihin Pudjiadi (2001), bahwa tindakan pencegahan KEP
bertujuan mengurangi insiden KEP dan menurunkan angka kematian. Adapun
tujuan yang lebih luas dalam pencegahan KEP adalah memperbaiki
pertumbuhan fisik dan perkembangan mental anak.
Penggulangan KEP dibedakan atas penanggulangan makro yang
meliputi perbaikan ekonomi Negara, peningkatan pendidikan umum dan
pendidikan gizi, penerangan serta penyuluhan, peningkatan produksi bahan
makanan, peningkatan upaya pasca panen dan peningkatan hygiene
lingkungan. Sedangkan penanggulangan tahap mikro berkaitan dengan
perbaikan kondisi keluarga dan para anggota keluarga yang meliputi konsumsi
makanan, baik kualitas, perbaikan pendapatan,daya beli, penyakit infeksi,
pendidikan dan pengetahuan gizi. (Jaeni,1999)
B. Penelitian Yang Relavan
Kelurahan Pengasinan merupakan salah satu wilayah kantong gizi buruk yang
terdapat di kota Depok. Sebanyak sembilan balita berstatus gizi buruk terdata di
kelurahan tersebut. Tingkat pendidikan penduduk serta pengetahuan dan kesadaran
masyarakat di bidang kesehatan yang relatif rendah diduga merupakan penyebab
utama timbulnya masalah gizi buruk tersebut. Salah satu langkah yang dapat
dilakukan untuk membantu permasalahan gizi adalah konseling gizi pada ibu balita
gizi buruk. Program ini bertujuan untuk meningkatkan untuk meningkatkan
pengetahuan ibu dari balita gizi buruk. Luaran dari program ini adalah peningkatan
pengetahuan ibu dan peningkatan berat badan balita.(Herviana.dkk,2008)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
C. Kerangka Berpikir
Keterangan :
: Tidak diteliti
: Diteliti
Gambar 2. Kerangka berpikir
Dari kerangka pikir diatas, faktor-faktor yang mempengaruhi
keberhasilan konseling dan penyuluhan kelompok adalah pendidikan ibu,
Konseling dan penyuluhan kelompok
Sikap Ibu balita Gizi Buruk
Perilaku ibu balita Gizi Buruk
Faktor-faktor yang mempengaruhi Konseling :
- Pendidikan - Pengalaman - Usia - IQ - Media Massa - Sosial Budaya
Faktor yang mempengaruhi Sikap:
1. Pengalaman pribadi 2. Kebudayaan 3. Pengaruh orang lain 4. Media massa 5. Lembaga Pendidikan
dan agama 6. Emosi dalam diri
individu
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku :
1. Pengetahuan 2. Motivasi 3. Media Massa 4. Emosi 5. Sosial Budaya 6. Kebutuhan 7. Harapan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
pengalaman, usia, IQ, peran media massa dan sosial budaya yang berlaku di
lingkungannya.
Konseling dan penyuluhan kelompok akan mempengaruhi Sikap ibu
balita penderita gizi buruk terutama sudut pandangnya mengenai penyebab
gizi buruk, cara penanganan gizi buruk, dan akibat dari gizi buruk.
Dan pada akhirnya akan berpengaruh terhadap Perilakunya dalam upaya-upaya
penanganan gizi buruk yang paripurna.
D. Hipotesis
1. Terdapat perbedaan pengaruh konseling dan penyuluhan kelompok terhadap
sikap ibu balita gizi buruk. Ibu yang diberi konseling memiliki sikap yang lebih
baik terhadap gizi dari pada ibu yang diberi penyuluhan kelompok.
2. Terdapat perbedaan pengaruh konseling dan penyuluhan kelompok terhadap
perilaku ibu balita gizi buruk. Ibu yang diberi konseling memiliki perilaku yang
lebih baik terhadap gizi dari pada ibu yang diberi penyuluhan kelompok.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian intervensi terkontrol randomisasi
(randomized control trial).
B. Lokasi dan waktu penelitian
Lokasi penelitian ini adalah di Kecamatan Sukorejo dan Kecamatan
Sampung, Kecamatan Mlarak dan Kecamatan Pulung. Kecamatan dipilih
berdasarkan angka penemuan kasus yang paling tinggi.
Waktu penelitian mulai bulan Mei sampai bulan Desember 2010.
C. Populasi dan sampel
Populasi sumber dalam penelitian ini adalah Semua Ibu yang mempunyai
balita gizi buruk di Kabupaten Ponorogo.
Populasi sampel dalam penelitian ini adalah Semua Ibu yang mempunyai
balita gizi buruk.
Sampel penelitian adalah :
1. Ibu balita gizi buruk di Kecamatan Sukorejo
2. Ibu balita gizi buruk di Kecamatan Sampung
3. Ibu balita gizi buruk di Kecamatan Mlarak
4. Ibu balita gizi buruk di Kecamatan Pulung
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
Besaran sampel:
Besaran sampel minimal 30 ibu balita gizi buruk pada kelompok konseling dan 30
ibu balita gizi buruk pada kelompok penyuluhan. Jadi jumlah seluruh responden
sebanyak 60 ibu balita gizi buruk yang memenuhi kriteria inklusi.
Kriteria Inklusi :
1. Ibu yang mempunyai balita gizi buruk..
2. Bersedia diikutkan dalam penelitian
Kriteria Eklusi:
1. Atas permintaan sendiri ikut dalam penelitian.
Teknik sampling :
1. Exhaustive sampling : 4 Kecamatan yang mempunyai balita gizi buruk yang
semuanya diambil sebagai sampel penelitian.
Dari masing-masng kecamatan dilakukan randomisasi terhadap ibu balita
gizi buruk untuk menentukan kelompok konseling dan kelompok penyuluhan.
D. Identifikasi variabel
1. Variabel Terikat :
Metode Pendidikan Kesehatan:
1. Konseling
2. Penyuluhan kelompok
2. Variabel Bebas ;
- Sikap ibu balita gizi buruk
- Perilaku ibu balita gizi buruk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
E. Definisi operasional variabel dan pengukuran
1. Metode pendidikan kesehatan adalah suatu kegiatan atau usaha menyampaikan
pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok atau individu yang diharapakan
masyarakat, kelompok atau individu dapat memperoleh pengetahuan tentang
kesehatan yang lebih baik sehingga pendidikan tersebut diharapkan dapat
membawa akibat terhadap perubahan sikap dan perilaku ibu balita gizi buruk.
Dengan cara :
a. Konseling adalah pemberian nasihat, pemberian anjuran dan pembicaraan
dengan bertukar pikiran untuk mendapatkan satu perubahan atas kesadaran
serta kemauan sendiri sehingga orang tersebut bertindak atas prakarsa sendiri
untuk membuat pilihannya dan tidak ingin menggantungkan diri pada
pendapat serta pandangan konselor.
Alat ukur menggunakan check list
b. Penyuluhan kelompok adalah suatu kegiatan penyebarluasan informasi dan
penjelasan yang mampu menciptakan pilihan-pilihan baru untuk
memperbaiki kehidupan.
Alat ukur menggunakan check list
2. Sikap ibu balita gizi buruk adalah respon atau tanggapan ibu terhadap
pernyataan penelitian. Analisis sikap ibu dikategorisasikan menjadi lima
kelompok yaitu sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak setuju dan sangat tidak
setuju.
Alat ukur menggunakan kuesioner.
Data skala; kontinu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
3. Perilaku Ibu balita gizi buruk adalah tindakan yang dilakukan ibu terhadap
pernyataan penelitian. Analisis perilaku ibu dikategorisasikan menjadi sangat
sering, sering, kadang-kadang, jarang dan tidak pernah.
Alat Ukur menggunakan kuesioner
Data skala : kontinu
F. Teknik Analisa Data
1) Karakteristik data sampel berskala kontinu dideskripsikan dalam frekuensi,
mean, SD, minimum dan maksimum.
2) Karakteristik data sampel kategorikal di deskripsikan dalam frekuensi dan
persen.
3) Perbedaan pengaruh konseling dan penyuluhan terhadap sikap dan perilaku
yang berskala kontinu diuji dengan uji regresi linier ganda
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
BAB IV
HASIL, ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum
Berdasarkan Profil Kesehatan Kabupaten Ponorogo tahun 2009,
Kabupaten Ponorogo mempunyai luas wilayah sebesar 1.371,78 km² yang
terletak antara 111° 17’ - 111° 15’ Bujur Timur dan 7° 49’ - 8° 20’ Lintang
Selatan dengan ketinggian antara 92 sampai dengan 2563 meter di atas
permukaan laut, yang berbatasan dengan, sebelah utara Kabupaten Madiun,
Magetan, Nganjuk, sebelah Timur Kabupaten Tulungagung dan Trenggalek,
sebelah Selatan Kabupaten Pacitan, serta sebelah Barat Kabupaten Wonogiri.
Adapun jarak dengan ibukota propinsi kurang lebih 200 km ke arah timur laut
dan ke ibukota negara berjarak kurang lebih 800 km kearah barat.
Kabupaten Ponorogo terbagi atas 2 sub area, yaitu dataran tinggi mencakup
kecamatan Ngrayun, Sooko, Pulung, Pudak dan Ngebel serta sisanya merupakan
dataran rendah. Secara administratif wilayah Kabupaten Ponorogo terbagi
menjadi 21 kecamatan yang terdiri dari 26 kelurahan dan 279 desa. Kabupaten
Ponorogo terdiri dari 31 Puskesmas yaitu 15 rawat inap dan 16 puskesmas rawat
jalan. Posyandu aktif berjumlah 1133.
B. Deskripsi Data Hasil Penelitian
1. Karakteristik Responden
Responden dalam penelitian ini adalah ibu balita gizi buruk , sebanyak 60
ibu balita gizi buruk terdiri dari kelompok penyuluhan 30 ibu balita gizi buruk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
dan kelompok konseling 30 ibu balita gizi buruk. Ibu balita memenuhi kriteria
inklusi yaitu: Ibu balita yang mempunyai balita gizi buruk dan bersedia ikut
dalam penelitian. Dan kriteria eklusi adalah ibu balita gizi buruk yang atas
permintaan sendiri ikut dalam sampel penelitian.
Responden bertempat tinggal di wilayah Puskesmas Sukorejo,
Puskesmas Sampung, Puskesmas Mlarak dan Puskesmas Pulung.
Data responden diperoleh dari jumlah kasus gizi buruk bulan juli 2010
berdasarkan laporan gizi buruk tiap-tiap puskesmas pada Dinas Kesehatan
Kabupaten Ponorogo.
Tabel 4.1. Karakteristik sampel (data kontinu)
Variabel n Mean SD Min Maks
Umur (tahun) 60 30,2 6,4 16 45
Sikap gizi 60 33,7 7,4 20 46
Perilaku gizi 60 33,3 8,5 18 50
Sumber : data primer terolah
2. Deskripsi Data Tingkat Pendidikan
Berdasarkan hasil penelitian terhadap responden tentang tingkat
pendidikan disajikan pada table 4.2. Data tingkat pendidikan responden
diklasifikasikan menjadi lima yaitu tidak sekolah, SD, SMP, SMA, Perguruan
Tinggi.
Tabel 4.2. Karakteristik sampel (data kategorikal)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
Sumber : data primer (diolah)
Berdasarkan tabel 4.2 dapat dijelaskan bahwa responden yang memiliki
latar belakang pendidikan perguruan tinggi adalah sebanyak 3,3% yang
dianggap mempunyai sikap dan perilaku gizi yang baik. Dan secara umum
yang menjadi responden adalah mayoritas mempunyai tingkat pendidikan
SMP keatas.
3. Analisis perbandingan pengaruh konseling dan penyuluhan kelompok terhadap
sikap dan perlaku ibu balita gizi buruk.
a. Perbandingan pengaruh konseling dan penyuluhan kelompok terhadap sikap ibu
balita gizi buruk.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap responden tentang
pengaruh konseling dan penyuluhan kelompok terhadap sikap ibu balita gizi buruk
di Kabupaten Ponorogo disajikan pada table 4.3. sebagai berikut:
Tabel. 4.3.Tabel hasil analisa regresi linier ganda terhadap pengaruh konseling dan penyuluhan kelompok terhadap sikap ibu balita gizi buruk dengan mengontrol pendidikan, umur dan pekerjaan
Variabel N %
Tidak sekolah 3 5,0
SD 19 31,7 SMP 25 41,7 SMA 11 18,3 PT 2 3,3
Total 60 100.00
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
Variabel Koefisien regresi
P CI 95% Batas bawah Batas atas
Konseling 13,4 0,001 11,7 15,2 Umur ≥ 30 th 1,8 0,042 0,1 3,7 Ibu SMP + 0,6 0,504 -1,2 2,4 Ibu bekerja 0,6 0,502 -1,2 2,4 n observasi = 60 Ajusted R² = 81,3 % P = < 0,001
Tabel 4.3 menunjukkan terdapat pengaruh secara statistik setelah
mengontrol pengaruh variabel-variabel umur, pendidikan, dan pekerjaan
(p=0,001). Terdapat perbedaan pengaruh yang secara statistik bermakna tentang
pengaruh konseling terhadap sikap ibu tentang gizi balita. Konseling menghasilkan
sikap sebesar 13 poin (b= 13.4; p<0.001)
Adjusted R2 = 81,3% berarti bahwa variabel-variabel independen yang
dimasukkan di dalam model analisis regresi linier ganda, yakni umur, pendidikan
dan pekerjaan secara bersama mampu menjelaskan sikap ibu tentang gizi balita
sebesar 81,3 persen. Dengan kata lain 18,7 persen dijelaskan oleh variabel-variabel
lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
b. Perbandingan pengaruh konseling dan penyuluhan kelompok terhadap perilaku ibu
balita gizi buruk.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap responden tentang
pengaruh konseling dan penyuluhan kelompok terhadap perilaku ibu balita gizi
buruk di Kabupaten Ponorogo disajikan pada table 4.3. sebagai berikut:
Tabel. 4.3.Tabel hasil analisa regresi linier ganda terhadap pengaruh konseling
dan penyuluhan kelompok terhadap perilaku ibu balita gizi buruk dengan mengontrol pendidikan, umur dan pekerjaan
Variabel Koefisien regresi
P CI 95% Batas bawah Batas atas
Konseling 15,2 0,001 13,1 17,3
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
Umur ≥ 30 th -7,4 0,512 -2,9 1,5 Ibu SMP + -1,5 0,895 -2,4 2,1 Ibu bekerja 1,3 0,265 -1,0 3,6 n observasi = 60 Ajusted R² = 78,0 % P = < 0,001
Tabel 4.3 menunjukkan terdapat pengaruh secara statistik setelah
mengontrol pengaruh variabel-variabel umur, pendidikan, dan pekerjaan
(p=0,001). Terdapat perbedaan pengaruh yang secara statistik bermakna tentang
pengaruh konseling terhadap sikap ibu tentang gizi balita. Konseling menghasilkan
perilaku sebesar 15 poin (b= 15.2; p<0.001)
Adjusted R2 = 78,0% berarti bahwa variabel-variabel independen yang
dimasukkan di dalam model analisis regresi linier ganda, yakni umur, pendidikan
dan pekerjaan secara bersama mampu menjelaskan sikap ibu tentang gizi balita
sebesar 78,0 persen. Dengan kata lain 22 persen dijelaskan oleh variabel-variabel
lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
C. Pembahasan
a. Konseling mempengaruhi sikap ibu balita gizi buruk
Dari hasil diketahui bahwa konseling terdapat pengaruh yang secara
statistik bermakna tentang pengaruh konseling dan penyuluhan kelompok terhadap
sikap dan perilaku ibu tentang gizi balita. Konseling menghasilkan sikap sebesar
13 poin (b= 13.4; p<0.001) lebih tinggi daripada penyuluhan kelompok, setelah
mengontrol pengaruh umur, pendidikan dan pekerjaan ibu. Dengan kata lain
terdapat perbedaan yang secara statistik signifikan konseling dan penyuluhan
kelompok terhadap sikap ibu balita gizi buruk.
b. Konseling mempengaruhi perilaku ibu balita gizi buruk
Dari hasil diketahui bahwa konseling terdapat pengaruh yang secara
statistik bermakna tentang pengaruh konseling dan penyuluhan kelompok terhadap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
sikap dan perilaku ibu tentang gizi balita. Konseling menghasilkan perilaku sebesar
15 poin (b= 15,2; p<0.001) lebih tinggi daripada penyuluhan kelompok, setelah
mengontrol pengaruh umur, pendidikan dan pekerjaan ibu. Dengan kata lain
terdapat perbedaan yang secara statistik signifikan konseling dan penyuluhan
kelompok terhadap perilaku ibu balita gizi buruk.
Di dukung dengan penilitian Herviana dkk di Kelurahan Pengasinan yang
merupakan salah satu wilayah kantong gizi buruk yang terdapat di kota Depok.
Sebanyak sembilan balita berstatus gizi buruk terdata di kelurahan tersebut.
Tingkat pendidikan penduduk serta pengetahuan dan kesadaran masyarakat di
bidang kesehatan yang relatif rendah diduga merupakan penyebab utama
timbulnya masalah gizi buruk tersebut. Salah satu langkah yang dapat dilakukan
untuk membantu permasalahan gizi adalah konseling gizi pada ibu balita gizi
buruk.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis sebagaimana telah diuraikan di atas, maka dapat
kesimpulan penelitian sebagai berikut:
1. Konseling berpengaruh signifikan terhadap sikap ibu balita gizi buruk. Karena
itu disimpulkan bahwa hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa “Terdapat
perbedaan pengaruh konseling dan penyuluhan kelompok terhadap sikap ibu
balita gizi buruk, ibu yang diberi konseling memiliki sikap yang lebih baik
terhadap gizi daripada ibu yang diberi penyuluhan kelompok.
2. Konseling berpengaruh signifikan terhadap perilaku ibu balita gizi buruk.
Karena itu disimpulkan bahwa hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa
“Terdapat perbedaan pengaruh konseling dan penyuluhan kelompok terhadap
perilaku ibu balita gizi buruk, ibu yang diberi konseling memiliki perilaku yang
lebih baik terhadap gizi daripada ibu yang diberi penyuluhan kelompok.
B. Implikasi
Berdasarkan kesimpulan penelitian, maka dapat diimplikasikan bahwa
konseling merupakan pemberian konsultasi kepada ibu balita gizi buruk untuk
memberikan pemahaman terhadap masalah dan pemecahannya dirinya.
Pemberian konseling bertujuan agar ibu balita gizi buruk memiliki kesadaran
tentang apa yang akan dihadapinya dan mengetahui sudut pandangnya
mengenai penyebab gizi buruk, cara penanganan gizi buruk , dan akibat dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
gizi buruk. Dan pada akhirnya akan berpengaruh terhadap Perilakunya dalam
upaya-upaya penanganan gizi buruk yang paripurna.
C. Saran
1. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Ponorogo
Disarankan agar dilakukan konseling oleh petugas kesehatan maupun
kader kesehatan kepada ibu-ibu balita lainnya dengan balita bergizi kurang
atau buruk.
2. Kepada Peneliti yang Akan Datang
Kepada peneliti yang akan datang, penelitian ini dapat dijadikan
sebagai inspirasi bagi penelitian sejenis. Selain itu, penelitian dengan topik
yang sama dapat dilakukan di tempat penelitian yang sama atau di tempat
lain. Namun yang perlu dipahami bahwa waktu penelitian dapat dilakukan
lebih lama, Sehingga dapat diperoleh hasil penelitian yang lebih baik
sebagai bahan pertimbangan bagi praktisi kesehatan.