perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id kajian pengaruh .../kajian... · rehabilitasi dalam...

78
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user KAJIAN PENGARUH KEKUATAN PEMBUKTIAN TERHADAP DITERIMA ATAU DITOLAKNYA TUNTUTAN GANTI RUGI DAN/ATAU REHABILITASI DALAM PEMERIKSAAN PRAPERADILAN (Studi Kasus terhadap Putusan Praperadilan Nomor : 04/Pid.Pra/2010/PN.Ska di Pengadilan Negeri Surakarta). Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Oleh : FITRA AGUSTIN MAHARDHIKA NIM. E0007130 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011

Upload: truongmien

Post on 14-Mar-2019

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

KAJIAN PENGARUH KEKUATAN PEMBUKTIAN TERHADAP

DITERIMA ATAU DITOLAKNYA TUNTUTAN GANTI RUGI

DAN/ATAU REHABILITASI DALAM PEMERIKSAAN

PRAPERADILAN

(Studi Kasus terhadap Putusan Praperadilan Nomor : 04/Pid.Pra/2010/PN.Ska di

Pengadilan Negeri Surakarta).

Penulisan Hukum

(Skripsi)

Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan Guna

Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh :

FITRA AGUSTIN MAHARDHIKA

NIM. E0007130

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

PERNYATAAN

Nama : Fitra Agustin Mahardhika

NIM : E0007130

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul

KAJIAN PENGARUH KEKUATAN PEMBUKTIAN TERHADAP DITERIMA ATAU DITOLAKNYA TUNTUTAN GANTI RUGI

DAN/ATAU REHABILITASI DALAM PEMERIKSAAN PRAPERADILAN

(Studi Kasus terhadap Putusan Praperadilan Nomor : 04/Pid.Pra/2010/PN.Ska di Pengadilan Negeri Surakarta).

adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam

penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar

pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka

saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum

(skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.

Surakarta, Oktober 2011

yang membuat pernyataan

Fitra Agustin Mahardhika NIM. E0007130

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

ABSTRAK

Fitra Agustin Mahardhika, E0007130. 2011. KAJIAN PENGARUH KEKUATAN PEMBUKTIAN TERHADAP DITERIMA ATAU DITOLAKNYA TUNTUTAN GANTI RUGI DAN/ATAU REHABILITASI DALAM PEMERIKSAAN PRAPERADILAN (Studi Kasus terhadap Putusan Praperadilan Nomor : 04/Pid.Pra/2010/PN.Ska di Pengadilan Negeri Surakarta). Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini bertujuan untuk (1) memberikan penjelasan tentang dalil permohonan praperadilan mempengaruhi kekuatan pembuktian terhadap tuntutan ganti rugi dan/atau rehabilitasi dalam pemeriksaan praperadilan pada putusan praperadilan Nomor : 04/Pid.Pra/2010/PN.Ska di Pengadilan Negeri Surakarta. dan (2) Untuk mengetahui dasar pertimbangan hakim praperadilan menolak permohonan praperadilan dalam putusan Nomor : 04/Pid.Pra/2010/PN.Ska di Pengadilan Negeri Surakarta. .. Wewenang Praperadilan sesuai dengan Pasal 1 butir (10) KUHAP untuk memeriksa dan memutuskan: Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan, Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan, permintaan ganti kerugian dan atau rehabilitasi. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif bersifat preskriptif dengan mempelajari norma-norma hukum. Sumber penelitian sekunder yang digunakan meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder. Teknik pengumpulan dengan studi kepustakaan dari dokumentasi hasil putusan majelis hakim praperadilan putusan Nomor : 04/Pid.Pra/2010/PN.Ska di Pengadilan Negeri Surakarta. Teknik analisis deduksi, dengan mengajukan premis mayor (aturan hukum) dan kemudian premis minor (fakta hukum) dan akhirnya menarik kesimpulan untuk mengetahui dalil permohonan praperadilan mempengaruhi kekuatan pembuktian praperadilan. Berdasarkan hasil penelitian bahwa Kedua dalil permohonan pemohon tersebut lemah, karena adanya bukti yang kuat dari termohon, yakni 1) berkas perkara Nomor : BP218/VIII/2010 Reskrim, tanggal 24 Agustus 2010 atas nama WAWAN ALEX SANTOSO yang melanggar Pasal 351 ayat (2) KUHP telah dinyatakan lengkap (P-21) oleh Kepala Kejaksaan Negeri Surakarta; 2) Bahwa penyidik telah menyerahkan tanggung jawab atas tersangka WAWAN ALEX SANTOSO dan barang bukti kepada Penuntut Umum berdasarkan berita acara serah terima tersangka dan barang bukti pada hari Senin tanggal 20 September 2010; 2) Hakim praperadilan menolak untuk keseluruhan permohonan praperadilan dalam putusan Nomor : 04/Pid.Pra/2010/PN.Ska di Pengadilan Negeri Surakarta. Kata Kunci : Dalil Kekuatan Pembuktian, Pemeriksaan Praperadilan.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

ABSTRACT

Fitria Agustin Mahardhika, E0007130. 2011. A STUDY ON THE EFFECT OF AUTHENTICATION POWER ON WHETHER THE REDRESS AND/OR REHABILITATION PROSECUTION IS ACCEPTED OR REJECTED IN PRE-TRIAL EXAMINATION (A Case Study on the Pre-Trial Verdict Number: 04/Pid.Pra/2010/PN.Ska in Surakarta First Instance Court). Faculty of Law of Surakarta Sebelas Maret University.

This research aims (1) to give explanation about the proposition of pre-trial application affecting the authentication power on the redress and/or rehabilitation prosecution in pre-trial examination in the pre-trial verdict Number: 04/Pid.Pra/2010/PN.Ska in Surakarta First Instance Court.

The pre-trial authority is consistent with the article 1 clause (10) of KUHAP to examine and to decide: whether or not an arrest or detention is legal, whether or not an investigation ceasing or prosecution ceasing, redress and or rehabilitation request is legal.

This study belongs to a normative law research that is descriptive in nature with field study technique. The secondary data source used consisted of primary, secondary and tertiary law materials. Techniques of collecting data used were library study from documentation of the pre-04/Pid.Pra/2010/PN.Ska in Surakarta First Instance Court. The deduction analysis technique was done by connecting the theory to the problem and finally drawing a conclusion to find out the proposition of pre-trial application affecting the pre-trial authentication power.

Considering the result of research it can be found that the two propositions of requester are weak, because there is a strong evidence from the requested, namely 1) case document number: BP218/VIII/2010 Reskrim, August 24, 2010 in the name of WAWAN ALEX SANTOSO who breaks the Article 351 clause (2) of Penal Code has been stated as complete (P-21) by the Chairman of Surakarta District Attorney Office; 2) that the investigator had handed over its responsibility for WAWAN ALEX SANTOSO as well as the evidence to the Public Prosecutor based on the suspect and evidence transfer document on Monday, September 20 2010; 2) The pre-trial judge declines the pre-trial application wholly in the verdict Number: 04/Pid.Pra/2010/PN.Ska in Surakarta First Instance Court.

Keywords: Proposition of Authentication Power, Pre-trial Examination

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur Penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, atas

rahmat-NYA sehingga Penulis dapat menyusun dan menyelesaikan Penulisan

Hukum yang berjudul KAJIAN PENGARUH KEKUATAN

PEMBUKTIAN TERHADAP DITERIMA ATAU DITOLAKNYA

TUNTUTAN GANTI RUGI DAN/ATAU REHABILITASI DALAM

PEMERIKSAAN PRAPERADILAN (Studi Kasus terhadap Putusan

Praperadilan Nomor : 04/Pid.Pra/2010/PN.Ska di Pengadilan Negeri Surakarta) .

Penulisan Hukum (Skripsi) merupakan tugas wajib yang harus diselesaikan oleh

setiap mahasiswa untuk melengkapi syarat memperoleh derajat sarjana dalam

Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Tata

ruang kota merupakan kebijakan yang dilaksanakan pemerintah Kabupaten sragen

sebagai bentuk pelaksanaan prinsip otonomi daerah seluas-luasnya.

Penulis menyadari bahwa terselesainya Penulisan Hukum ini tidak

terlepas dari bantuan baik moril maupun materiil serta doa dan dukungan berbagai

pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Prof. Dr. Hartiwiningsih, SH., M.H. selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Bapak Edy Herdyanto, SH. MH., selaku Ketua Bagian Hukum Acara

3. Bapak Bambang Santoso,S.H.,M.Hum. selaku Dosen Pembimbing I Skripsi,

yang telah banyak memberi pertimbangan yang menentukan selesainya skripsi

ini dengan baik.

4. Bapak Muhammad Rustamaji, S.H., M.H. selaku Pembimbing II yang dengan

sabar dan telaten memberi arahan dan masukan menentukan penyelesaian

skripsi ini..

5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum UNS yang telah memberikan ilmu

pengetahuan kepada penulis sehingga dapat dijadikan bekal dalam penulisan

skripsi ini.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

6. Bapak-Ibu Dosen Tim Pengelola Penulisan Hukum, bagian kemahasiswaan,

bagian akademik, bagian transit, bagian perpustakaan, dan bagian tata usaha

Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

7. Mamah dan Papah tercinta, atas cinta dan kasih sayang, doa, dukungan,

semangat dan segala yang telah diberikan yang tidak ternilai harganya

sehingga Penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum ini.

8. Kakak kandhungku dan seluruh kerabat besar yang selama ini telah

memberikan dukungan moral dan yang membanggakanku, sehingga Penulis

dapat menyelesaikan penulisan hukum.

9. Teuku Mochammad Giffari , semangatku , sosok yang setiap hari memberiku

kasih sayang , cinta , dan dukungan dalam bentuk apapun.

10. Sahabat-sahabatku terdekat yang selama ini memberi motivasi bagi penulis

dan memberi arti tentang sahabat.

11. Semua pihak yang tidak dapat disebut satu persatu yang telah membantu

memberikan informasi berharga bagi percepatan penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa Penulisan Hukum atau Skripsi ini masih jauh

dari sempurna, sehingga saran dan kritik yang membangun akan sangat

diharapkan. Meskipun sederhana, skripsi ini semoga bermanfaat.

Surakarta, Oktober 2011

Penulis

Fitra Agustin Mahardhika

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN ..................................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... iii

HALAMAN PERNYATAAN...................................................................... iv

ABSTRAK ................................................................................................... v

ABSTRACT ................................................................................................ vi

KATA PENGANTAR ................................................................................. vii

DAFTAR ISI ................................................................................................ ix

DAFTAR GAMBAR.................................................................................... xi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1

B. Perumusan Masalah............................................................... 4

C. Tujuan Penelitian .................................................................... 5

D. Manfaat Penelitian .................................................................. 5

E. Metodologi Penelitian ............................................................ 6

F. Sistematika Penulisan Hukum ................................................ 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Ke 1

1. Pengadilan dan Putusan Pengadilan ............................... 11

2. Tinjauan tentang Interpretasi ............................................ 15

3. Tinjauan tentang Pembuktian ........................................... 18

4. Tinjauan tentang Praperadilan .......................................... 21

B. Penelitian yang Relevan ......................................................... 28

C. Kerangka Pemikiran ............................................................... 31

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian ................................................................... 33

1. Kasus yang Dianalisis ...................................................... 33

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

2. Kasus Posisi ....................................................................... 34

3. Pasal yang dikenakan ......................................................... 34

4. Alat Bukti yang Diajukan ................................................. . 35

5. Pengajuan Permohonan Pemeriksaan Praperadilan

di Pengadilan Negeri Surakarta ........................................ 36

B. Pembahasan ............................................................................ 38

1. Analisis Dalil Permohonan Praperadilan yang

Mempengaruhi Kekuatan Pembuktian Terhadap

Tuntutan Ganti Rugi dan/atau Rehabilitasi dalam

Pemeriksaan Praperadilan pada Putusan Praperadilan

Nomor : 04/Pid.Pra/2010/PN.Ska di Pengadilan Negeri

Surakarta ........................................................................... 38

2. Analisis Dasar Pertimbangan Hakim Praperadilan

Menolak Permohonan Praperadilan dalam Putusan

Nomor : 04/Pid.Pra/2010/PN.Ska di Pengadilan Negeri

Surakarta .......................................................................... 52

BAB IV PENUTUP

A. Simpulan ................................................................................. 64

B. Saran ....................................................................................... 67

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Pemikiran 32

2. Skematik Pembahasan.............................................................. 39

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Penegakan hukum yang dewasa ini menjadi isu nasional, sebenarnya

merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan

ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan usaha penegakan maupun

pemidanaan terhadap pelaku pelanggaran hukum. Isu penegakan hukum

memang tidak lepas dari semakin berkembangnya pola kehidupan masyarakat

modern yang penuh dengan persaingan dalam memperoleh peluang usaha dan

kesempatan kerja serta pemenuhan kebutuhan pokok manusia. Dalam

persaingan hidup itulah terjadilah suatu masalah yang bisa merugikan orang

lain. Masalah yang muncul itu umumnya tindakan yang merugikan orang lain

dengan cara-cara melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan.

Peraturan perundang-undangan merupakan ekspresi dari tata hukum

Indonesia terdapat beberapa lapangan hukum yang keberadaannya masing-

masing bertujuan untuk mengatur hubungan hukum yang terjadi di

masyarakat, guna tercapainya suatu hubungan yang ideal atau setidaknya

sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dari masing-masing lapangan hukum

tersebut. Dalam lapangan hukum acara pidana, dapat diterapkan hukum

pidana materiil guna mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran

yang selengkap-lengkapnya adalah merupakan tujuan dari lapangan hukum

itu. Lebih mendetail dapat dikatakan bahwa tujuan dari hukum acara pidana

adalah untuk mencari atau menemukan atau setidaknya mendekati kebenaran

materiil.

Kebenaran materiil adalah kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari

suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana

secara jujur dan tepat. Tujuannya mencari siapakah pelaku yang dapat

didakwakan melakukan pelanggaran hukum. Selanjutnya meminta

pemeriksaan dan penerapan peraturan dari pengadilan guna menentukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

apakah terbukti suatu tindak pidana telah terjadi atau telah dilakukan dan

apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan (Djoko Prakoso, 1996: 9).

Hukum acara pidana yang berisi pengaturan pelaksanaan dan

pengawasan terhadap upaya penegakan hukum, termasuk putusan pengadilan

yang telah dijatuhkan, arahnya untuk memberikan kekuatan hukum tetap dan

melindungi hak-hak asasi tiap-tiap individu baik yang menjadi korban maupun

si pelaku tindak pidana. Hukum acara pidana (KUHAP) sebagai sumber

Hukum Pidana formil di Indonesia, mengatur perlindungan terhadap hak-hak

asasi tiap individu, baik yang menjadi pelaku tindak pidana maupun yang

menjadi korban tindak pidana telah diatur di dalamnya, hal ini dapat dilihat

sama atas diri setiap orang dimuka hukum dengan tidak mengadakan

Acara Pidana ada amanat menghargai dan melindungi hak-hak asasi tiap

warga Negara (Tanusubroto, 1994: 14).

Hukum acara pidana yang berlaku, untuk setiap tindak pidana yang

terjadi, akan langsung mendapat penanganan dari negara melalui alat-alat

negara yang berkompeten menangani masalah-masalah hukum. Polisi sebagai

salah satu alat negara berkompeten dalam menangani masalah-masalah tindak

pidana. Polri dalam menjalankan tugasnya, berhak mengadakan penangkapan

terhadap pelaku tindak pidana dan juga penahanan guna kepentingan

pemeriksaan selanjutnya. Di samping itu polisi juga berhak untuk mengadakan

penyitaan barang-barang yang diduga sebagai alat untuk melakukan tindak

pidana atau barang bukti (Wirjono Prodjodikoro, 1995: 57).

Pelaksanaan tugasnya itu polisi harus mendapat dan membawa surat

perintah seperti yang diatur dalam Pasal 16 KUHAP, kecuali tersangka pelaku

tindak pidana tersebut tertangkap tangan, maka penangkapan dapat dilakukan

tanpa surat perintah, hal ini sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam

Pasal 18 ayat 2 KUHAP.

Selain polisi, jaksa juga merupakan salah satu alat negara yang

bertugas untuk menangani perkara pidana yang terjadi, terutama untuk

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

melakukan penuntutan terhadap pelaku tindak pidana. Menurut hukum acara

pidana, penuntutan yang dilakukan oleh pihak kejaksaan adalah setelah

diadakan penangkapan yang dilanjutkan dengan penyidikan yang dilakukan

oleh penyidik Polri, dan untuk semua kepentingan itu (penyidikan dan

penuntutan), kedua alat negara itu berhak untuk mengadakan penahanan

terhadap tersangka pelaku tindak pidana.

Penangkapan, penahanan, penyidikan dan penuntutan terhadap seorang

tersangka pelaku tindak pidana yang dilakukan oleh alat negara tersebut di

atas, dalam prakteknya kemungkinan terjadi salah tangkap terhadap seseorang

yang diduga kuat melakukan tindak pidana. Namun dalam pelaksanaannya

sering terjadi peristiwa penghentian penahanan, penghentian penyidikan dan

penghentian penuntutan terhadap seorang tersangka pelaku tindak pidana.

Terhadap peristiwa tersebut di atas, dimana terjadi salah tangkap,

penghentian penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penahanan,

penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan terhadap seorang

tersangka/terdakwa, menurut Pasal 79 KUHAP seorang tersangka/terdakwa

atau pihak ketiga (keluarganya atau kuasanya) berhak untuk mengajukan

permintaan pemeriksaan terhadap sah atau tidaknya suatu penangkapan dan

penghentian penahanan kepada ketua Pengadilan Negeri dengan disertai suatu

alasannya.

Adapun terhadap sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan dan

penghentian penuntutan, permintaan pemeriksaaannya menurut Pasal 80 Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana hanya dapat diajukan oleh penuntut

umum atau pihak ketiga yang berkepentingan dengan disertai suatu alasan

kepada Ketua Pengadilan Negeri. Terhadap putusan hakim menyatakan tidak

sahnya suatu penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau

penghentian penuntutan, tersangka/terdakwa atau pihak ketiga atas kuasanya

dapat mengajukan tuntutan ganti rugi dan atau rehabilitasi, hal ini berdasar

pada ketentuan yang terdapat pada Pasal 81 KUHAP.

Wewenang pengadilan untuk memeriksa dan memutus tentang sah

atau tidaknya suatu penangkapan, penahanan, penghentian, penyidikan atau

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

penghentian penuntutan terhadap seorang tersangka/terdakwa dan juga dalam

Pasal 79 KUHAP ini atau mengenai kewenangan pengadilan untuk memeriksa

dan memutus permohonan/tuntutan ganti kerugian dan atau rehabilitasi dari

seseorang yang perkaranya tidak diajukan kesidang pengadilan atau

dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.

Pemeriksaan terhadap kasus sah atau tidaknya suatu pelaksanaan

prosedur merupakan wewenang dari Pengadilan Negeri, hal ini sesuai dengan

ketentuan yang terdapat dalam Pasal 1 butir 10 KUHAP, untuk memberikan

perlindungan dan pengawasan terhadap hak-hak tersangka atau terdakwa.

Wewenang Praperadilan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 butir (10)

KUHAP untuk memeriksa dan memutuskan : Sah atau tidaknya suatu

penangkapan dan atau penahanan, Sah atau tidaknya penghentian penyidikan

atau penghentian penuntutan, permintaan ganti kerugian dan atau rehabilitasi

menurut cara yang diatur oleh KUHAP. Dalam Hukum Acara Pidana yang

berlaku di Indonesia, lembaga yang menangani kasus seperti di atas tersebut

disebut pra-peradilan (Djoko Prakoso, 1996: 178).

Berdasar latar belakang masalah tersebut di atas, maka peneliti tertarik

adap

Diterima atau Ditolaknya Tuntutan Ganti Rugi dan/atau Rehabilitasi dalam

Pemeriksaan Praperadilan (Studi Kasus terhadap Putusan Praperadilan

B. Perumusan Masalah

1. Bagaimana dalil permohonan praperadilan mempengaruhi kekuatan

pembuktian terhadap tuntutan ganti rugi dan/atau rehabilitasi dalam

pemeriksaan praperadilan pada putusan praperadilan Nomor :

04/Pid.Pra/2010/PN.Ska di Pengadilan Negeri Surakarta?

2. Apa yang menjadi dasar pertimbangan hakim praperadilan menolak

permohonan praperadilan dalam putusan praperadilan Nomor :

04/Pid.Pra/2010/PN.Ska di Pengadilan Negeri Surakarta?

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

C. Tujuan Penelitian

Setiap penelitian harus mempunyai tujuan penelitian yang jelas agar

tepat mengenai sasaran yang dikehendaki. Tujuan penelitian merupakan target

yang ingin dicapai baik sebagai solusi atas masalah yang dihadapi, maupun

untuk memenuhi kebutuhan perorangan. Dalam hal ini penelitian yang penulis

lakukan ini mempunyai tujuan sebagai berikut:

1. Tujuan Obyektif

a Memberikan penjelasan tentang dalil permohonan praperadilan

mempengaruhi kekuatan pembuktian terhadap tuntutan ganti rugi

dan/atau rehabilitasi dalam pemeriksaan praperadilan pada putusan

praperadilan Nomor : 04/Pid.Pra/2010/PN.Ska di Pengadfilan Negeri

Surakarta.

b. Untuk mengetahui dasar pertimbangan hakim praperadilan menolak

permohonan praperadilan dalam putusan praperadilan Nomor :

04/Pid.Pra/2010/PN.Ska di Pengadilan Negeri Surakarta.

2. Tujuan Subyektif

a. Untuk memperoleh bahan hukum sebagai dasar utama penyusunan

penulisan hukum (skripsi) agar dapat memenuhi persyaratan akademis

guna memperoleh gelar sarjana hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

b. Untuk menambah, memperluas dan mengembangkan wawasan penulis

di bidang hukum acara pidana, serta pemahaman aspek hukum baik

teori maupun praktek dalam ranah hukum.

c. Untuk menerapkan ilmu dan teori-teori hukum yang telah penulis

dapatkan dalam penelitian ini.

D. Manfaat Penelitian

Dalam suatu penelitian sangat diharapkan dapat memberikan suatu

manfaat dan kegunaan bagi penulis itu sendiri serta masyarakat umum.

Adapun manfaat penelitian yang dapat diambil dari penelitian adalah sebago

berikut:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

1. Manfaat Teoritis

a. Memberikan sumbangan pikiran yang bermanfaat dalam upaya

penegakan hukum yang berkaitan dengan dalil permohonan praperadilan

yang mempengaruhi kekuatan pembuktian terhadap tuntutan ganti rugi

dan/atau rehabilitasi dalam pemeriksaan praperadilan pada putusan

praperadilan Nomor : 04/Pid.Pra/2010/PN.Ska di Pengadilan Negeri

Surakarta.

b. Untuk menambah perbendaharaan ilmu hukum Acara Pidana, khususnya

dasar pertimbangan hakim praperadilan menolak permohonan

praperadilan dalam putusan praperadilan Nomor :

04/Pid.Pra/2010/PN.Ska di Pengadilan Negeri Surakarta.

2. Manfaat Praktis

a. Guna memberi jawaban atas permasalahan yang diteliti.

b. Guna mengembangkan penalaran dan membentuk pola pikir yang

dinamis serta untuk mengetahui sejauh mana kemampuan penulis untuk

dapat menerapkan ilmu yang telah diperoleh.

c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan dan membantu

penelitian bagi pihak-pihak yang terkait dengan masalah yang diteliti.

E. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan salah satu faktor penting yag menunjang

suatu kegiatan dan proses penelitian yaitu berupa penyelesaian suatu

permasalahan yang akan dibahas, dimana metode penelitian merupakan cara

yang utama yang bertujuan untuk mencapai tingkat ketelitian, jumlah, dan

jenis yang akan dihadapi.

Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam penyusunan hukum ini

adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum adalah suatu proses

untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki,

2005 : 35).

2. Sifat Penelitian

Sifat penelitian hukum ini tentunya sejalan dengan sifat ilmu hukum

itu sendiri dan ilmu hukum mempunyai sifat sebagai ilmu yang preskriptif.

Sebagai penelitian yang bersifat preskriptif, maka penelitian ini

mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum,

konsep-konsep hukum dan norma-norma hukum (Peter Mahmud Marzuki,

2005 : 22).

3. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian dalam penulisan hukum ini adalah

menggunakan pendekatan kasus (case approach). Pendekatan kasus

dilakukan dengan cara melakukan telaah terhadap kasus-kasus yang

berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi putusan pengadilan

yang telah mempunyai kekuatan yang tetap (Peter Mahmud Marzuki,

2005 : 94).

4. Jenis Bahan Hukum

Jenis bahan hukum yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini

adalah bahan hukum sekunder yaitu sejumlah data atau fakta atau

keterangan yang digunakan oleh seseorang secara tidak langsung dan

diperoleh melalui bahan bahan kepustakaan,terdiri dari literatur

,dokumen dokumen peraturan perundang undangan yang berlaku,

laporan ,desertasi ,teori teori dan sumber tertulis lainya yang terkait dan

juga relevan . Karena penelitian ini bersifat hukum normatif .

5. Sumber Bahan Hukum

Sumber bahan hukum yang digunakan penelitian normatif adalah

sumber hukum sekunder .yang meliputi bahan bahan kepustakaan

berupa dokumen ,buku buku laporan ,arsip dan literatur yang berkaitan

dengan maaslah yang diteliti .Sumber bahan hukum yang digunakan

dalam penelitian ini meliputi :

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

a. Bahan hukum primer

Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang bersifat

autoritatif atau mempunyai otoritas, yang penulis gunakan yaitu:

1) Undang undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945

2) Kitab Undang undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

3) Kitab Undang undang Hukum Pidana (KUHP)

4) Putusan Pengadilan Negeri Surakarta,

Nomor:04/Pid.Pra/2010/PN.Ska

b. Bahan hukum sekunder

Bahan hukum berupa dokumen dokumen yang bersifat tidak

resmi. Bahan hukum ini biasanya diperoleh melalui studi kepustakaan

yaitu dengan mengumpulkan data-data dengan membaca, mempelajari

dan mencatat dari buku-buku literatur, dokumen-dokumen ,seperti :

1) Buku buku penunjang

2) Hasil ilmiah para sarjana yang relevan dan terkait dalam penelitian

ini .

3) Internet .

6. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Teknik pengumpulan bahan hukum yang dipergunakan oleh

penulis dalam penelitian ini adalah dengan dokumentasi, yaitu teknik

pengumpulan bahan hukum dengan cara mengumpulkan bahan-bahan

yang berupa buku-buku dan bahan pustaka lainnya yang ada

hubungannya dengan masalah yang diteliti dan digolongkan sesuai

dengan katalogisasi. Peneliti mengumpulkan bahan hukum sekunder yang

berhubungan dengan masalah yang diteliti selanjutnya dipelajari

,diklarifikasi ,dan di analisis dari buku buku literatur ,artikel ,karangan

ilmiah ,makalah, jurnal,dan sebagainya yang berkaitan dengan masalah

yang dikaji .

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

7. Teknik Analisis Bahan Hukum

Penelitian ini menggunakan teknik analisis deduksi. Metode

deduksi adalah metode yang berpangkal dari pengajuan premis mayor

(aturan hukum) yang kemudian diajukan premis minor (fakta hukum),

kemudian dari kedua premis tersebut ditarik suatu kesimpulan atau

conclusion (Peter Mahmud Marzuki, 2005 : 47). Di dalam logika

silogistik untuk penalaran hukum yang bersifat premis mayor adalah

aturan hukum sedangkan premis minornya adalah fakta hukum . Menurut

Johny Ibrahim ,mengutip pendapat Bernard Arief Shiharta, logika

deduktif merupakan suatu tehnik untuk menarik kesimpulan dari hal yang

bersifat umum menjadi khusus yang bersifat individual ( Johnny Ibrahim,

2008:249).

F. Sistematika Penulisan Hukum

Untuk memberikan gambaran menyeluruh mengenai sistematika

penulisan karya ilmiah yang sesuai dengan aturan baru dalam penulisan

ilmiah, maka penulis menyiapkan suatu sistematika penulisan hukum.

Adapun sistematika penulisan hukum terbagi dalam 4 (empat) bab

yang saling berhubungan dan berkaitan. Sistematika dalam penulisan hukum

ini adalah sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini, penulis memberikan gambaran awal tentang

penelitian yang meliputi latar belakang masalah, perumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian

dan sistematika penulisan hukum yang digunakan untuk

memberikan pemahaman terhadap isi dari penelitian ini secara

garis besar.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini penulis akan menguraikan mengenai kajian

pustaka danteori yang berkenaan dengan judul dan masalah yang

diteliti serta kerangka pemikirannya, antara lain membahas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

mengenai Tinjauan tentang Pengadilan dan Putusan Pengadilan,

teori interpretasi dalam Putusan hakim Praperadilan, pengertian

Pembuktian, dan Hakikat tentang Praperadilan.

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini akan menguraikan tentang hasil penelitian dan

pembahasan sebagai jawaban perumusan masalah yaitu

bagaimana dalil permohonan praperadilan mempengaruhi

kekuatan pembuktian terhadap tuntutan ganti rugi dan/atau

rehabilitasi dalam pemeriksaan praperadilan pada putusan

praperadilan Nomor:04/Pid.Pra/2010/PN.Ska di Pengadilan

Negeri Surakarta, dan apa yang menjadi dasar pertimbangan

hakim praperadilan menolak permohonan praperadilan dalam

putusan praperadilan Nomor:04/Pid.Pra/2010/PN.Ska di

Pengadilan Negeri Suarakarta.

BAB IV : PENUTUP

Dalam bab ini akan menguraikan mengenai kesimpulan dan

saran terkait dengan permasalahan yang diteliti.

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan tentang Pengadilan dan Putusan Pengadilan

Salah satu paradigma hukum adalah hukum itu sebagai

institusi. Dalam kenyataan sehari-hari hukum diwujudkan melalui

aktifitas atau bekerjanya berbagai badan, seperti pengadilan,

pembuatan hukum, kepolisian dan advokat. Melalui badan-badan

tersebut, sekalian cita-cita hukum, gagasan-gagasan, doktrin

diusahakan menjadi kenyataan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya,

keinginan masyarakat untuk mendapatkan keadilan yang realisasinya

melalui suatu badan yang disebut pengadilan. Untuk mengamati

bagaimana badan-badan atau institusi hukum tersebut bekerja,

memeriksa fakta-fakta hukum dan mendiskusikan hukum. Institusi

hukum mengemban tugas untuk mewujudkan tujuan-tujuan hukum

(Khudzaifah Dimyati,2004:205).

Mengenai tujuan hukum, bahwa hukum itu mengabdi pada

tujuan Negara yang dalam pokoknya ialah mendatangkan kemakmuran

dan kebahagiaan pada rakyatnya (Subekti, 1986: 24). Syarat-syarat

yang pokok untuk mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan

hukum mempunyai tugas untuk menjamin adanya kepastian hukum

dalam masyarakat. Hukum menjaga dan mencegah agar setiap orang

tidak menjadi hakim atas dirinya sendiri (eigenrichting is verboden),

tidak mengadili dan menjatuhi hukuman terhadap setiap pelanggaran

hukum terhadap dirinya. Namun tiap perkara, harus diselesaikan

melalui proses pengadilan, dengan perantaraan hakim berdasarkan

ketentuan hukum yang berlaku (Kansil, 1986: 39-43).

Terkait dengan bekerjanya hukum di bidang pengadilan, maka

setiap pengadilan merupakan respon terhadap susunan masyarakat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

yang menjadi landasannya. Pengadilan disini dimaksudkan sebagai

pranata penyelesaian sengketa yang dipakai oleh suatu masyarakat.

Menurut Chambliss, Ada 2 (dua) unsur yang merupakan faktor yang turut menentukan bekerjanya pengadilan sebagai pranata penyelesaian sengketa (Chambliss, dalam Satjipto Rahardjo, 1980:52-53), yaitu : a. Tujuan yang hendak dicapai dengan penyelesaian sengketa itu.

Apabila tujuan yang hendak dicapai oleh pranata itu adalah untuk merukunkan para pihak sehingga mereka selanjutnya dapat hidup bersama kembali setelah sengketa itu, maka penekanannya akan lebih diletakkan kepada cara-cara mediasi dan kompromi, Sebaliknya apabila tujuan dari pranata itu adalah untuk melakukan penerapan-penerapan peraturan-peraturan (rule-enforcement), maka cara penyelesaian sengketa lebih banyak bersifat birokratis dengan sasaran utamanya adalah untuk menetapkan secara tegas apa yang sesungguhnya menjadi isi dari suatu peraturan itu serta selanjutnya menentukan apakah peraturan itu telah dilanggar.

b. Tingkat perlapisan di dalam masyarakat. Di dalam masyarakat yang kurang terlapis dan kurang kompleks atau sederhana akan cenderung memakai pola penyelesaian sengketa berupa perukunan. Sebaliknya dalam masyarakat dengan perlapisan sosial atau golongan yang tinggi dan lebih kompleks, maka penyelesaian sengketa cenderung pada penerapan peraturan-peraturan dengan pembebanan sanksi.

Bekerjanya pengadilan sebagai lembaga penyelenggara pranata

hukum dalam melayani penyelesaian sengketa hukum termasuk aspek-

aspek dalam kehidupan sosial, maka lembaga pengadilan tidak dilihat

sebagai suatu badan yang otonom di dalam masyarakat, melainkan

diterima sebagai suatu badan yang merupakan bagian dari keseluruhan

nilai-nilai dan proses-proses yang bekerja di dalam masyarakat. Untuk

menggambarkan hal tersebut maka pengadilan dilihat sebagai suatu

lembaga yang menerima bahan-bahan serta tugas-tugas yang harus

digarap yang datangnya dari masyarakat untuk kemudian diolah yang

akhirnya menghasilkan suatu keputusan. Menurut Chambliss yang

dikutip oleh Satjipto Rahardjo, (1980:54-55), ada beberapa unsur yang

mempunyai peranan dalam proses pengolahan bahan-bahan serta

tugas-tugas sehingga menghasilkan suatu keputusan, salah satu unsur

-

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

Unsur alternatif peraturan yang dapat dipakaikan ini

dimaksudkan agar hakim tidak hanya terampil menerapkan hukum

tetapi dapat berbuat lebih kreatif dengan mencari alternatif-alternatif

pengaturan yang lebih baik sesuai dengan perkembangan dan

kebutuhan masyarakat (Satjipto Rahardjo,1980:62).

Kekuasaan Kehakiman di Indonesia dilakukan oleh sebuah

Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dan

oleh Mahkamah Konstitusi. Badan Peradilan yang berada di bawah

Mahkamah Agung tersebut meliputi badan peradilan dalam lingkungan

peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer dan peradilan tata

usaha Negara (Pasal 10 ayat (1) dan (2) Undang-Undang No. 4 Tahun

badan peradilan tersebut biasa disebut dengan pengadilan.

Setiap badan peradilan mempunyai tugas dan wewenang

masing-masing yang diatur menurut undang-undang. Peradilan Umum

diatur dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 2004 Tentang Peradilan

Umum. Peradilan Umum merupakan peradilan yang berlaku bagi

rakyat pencari keadilan pada umumnya mengenai perkara perdata dan

pidana (penjelasan Pasal 2 Undang-Undang No. 8 Tahun 2004).

Adapun Peradilan Umum meliputi Pengadilan Negeri sebagai

peradilan tingkat pertama dan Pengadilan Tinggi sebagai peradilan

tingkat banding.

Semua Pengadilan memeriksa, mengadili dan memutus perkara

dengan sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang hakim kecuali undang-

undang menentukan lain. Hakim adalah pejabat yang melakukan

kekuasan kehakiman yang diatur dalam undang-undang (Pasal 31

Undang-Undang No. 4 Tahun 2004).

Hakim didalam memeriksa dan memutus suatu perkara harus

berlandaskan asas bebas, jujur dan tidak memihak didalam proses

persidangan. The independent of judiciary

(Yahya Harahap, 1997:80), maka :

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

a. fair trial and just trial

b. Peradilan harus memberi putusan yang baik (The right decision).

c. Peradilan harus menjatuhkan putusan yang merefleksikan

Tugas pokok hakim dalam menangani suatu perkara adalah

mengkonstatir, mengkualifisir dan mengkonstituir peristiwa-

peristiwa. Mengkonstatir

peristiwa yang diajukan, mengkualifisi artinya mencari hubungan

hukum bagi peristiwa yang telah dikonstatir tersebut sedangkan

mengkonstituir adalah memberi konstitusi artinya menetapkan hukum

kepada yang bersangkutan (Sudikno Mertokusumo, 2004 : 127).

Setelah melalui proses pemeriksaan suatu perkara maka tahap

selanjutnya adalah menjatuhkan putusan atas perkara tersebut. Putusan

Hakim adalah suatu pernyataan Hakim sebagai pejabat Negara yang

diberi wewenang untuk itu, diucapkan dipersidangan dan bertujuan

untuk menyelesaikan suatu perkara (Krisna Harahap, 2003:108-110).

Putusan yang baik adalah putusan yang memenuhi rasa aman,

nyaman, kedamaian dan keadilan bagi para pihak dan tidak

menimbulkan permusuhan. Adapun upaya untuk menciptakan putusan

yang baik harus memenuhi elemen-elemen sebagai berikut :

a. Pertimbangan dan penilaian setiap bukti yang diajukan dan hal

yang terjadi dalam persidangan selama sengketa itu diperiksa.

Pertimbangan ini dapat meliputi pertimbangan tentang duduknya

perkara dan peertimbangan tentang hukumnya juga pertimbangan

fakta-fakta yang ditemukan dalam persidangan.

b. Alasan hukum yang menjadi dasar dari putusan harus dicantumkan

argument yuridis sehubungan dengan perkara yang diperiksa (W.

Irawan Tjandra , 2002: 123).

c. Selain itu untuk menciptakan putusan yang baik perlu diperhatikan

pula adanya kebebasan hakim dari pengaruh kekuasaan pemerintah

dan pengaruh-pengaruh lainnya. Prinsip kebebasan ini perlu sekali

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

dan mutlak dibutuhkan, sebab manakala dihubungkan dengan tugas

hakim, nampaknya ia harus bersikap tidak memihak agar tercipta

keadilan. Keadilan, apabila dihubungkan/ dikaitkan dengan bidang

hukum terutama putusan pengadilan dan pertimbangan hakim,

mengandung arti impartiality (sikap tidak memihak).

2. Tinjauan tentang Teori Interpretasi (Penafsiran) dalam Putusan

Hakim Praperadilan

Hakim dalam memutuskan sanksi pidana tidak lepas dari

penafsiran atau interpretasi terhadap suatu ketentuan perundang-

undangan. Dalam ajaran hukum pidana telah banyak dikenal tentang

ajaran penafsiran, di mana interpretasi merupakan hal yang tidak dapat

dihindari dalam melaksanakan suatu ketentuan perundang-undangan.

Penafsiran otentik yang paling utama, karena penafsiran ini diberikan

oleh Undang Undang itu sendiri. Apabila Undang Undang itu sudah

memberikan pengertian terhadap suatu istilah, maka pengertian itu

yang harus dianut dalam melaksanakan suatu istilah dalam Undang

Undang tersebut. Jika dalam Undang Undang itu tidak terdapat

pengertian suatu istilah, barulah dicari penafsirannya dalam penjelasan

resminya, baik dalam penjelasan umum maupun penjelasan pasal demi

pasal. Untuk mencapai keberhasilan dalam pelaksanaan perundang-

undangan itu maka diperlukan interpretasi, yakni berusaha untuk

mengerti apa yang dimaksud oleh pembentuk peraturan perundang-

undangan dan mengetahui betul apa dan bagaimana tujuan akhir itu

harus diwujudkan dan yang harus direalisir. Program pelaksanaan,

yaitu rencana yang didukung dengan pendanaan, yang siap untuk

diterapkan, haruslah sesuai dengan ide, keinginan dan motivasi dari

pembentuk kebijakan.

Syarat pertama untuk pelaksanaan Undang-undang yang efektif

adalah bahwa mereka yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan

suatu keputusan hukum mengetahui betul apa yang harus mereka

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

lakukan seperti yang halnya diharapkan oleh pembentuk Undang

Undang untuk kepentingan masyarakat (Carl Patton & David Sawicki,

1986: 289).

Berhubungan dengan itu, maka bekerjanya hukum oleh

penegak hukum haruslah menunjukkan rumusan yang jelas dan mudah

difahami dan dapat dikerjakan (feasible). Oleh karena selanjutnya

perlu dipersiapkan sikap dan kegiatan yang sesuai dengan teori

interpretasi (Carl Patton & David Sawicki, 1986: 291), yaitu :

a) Kemampuan untuk dapat menjelaskan rumusan-rumusan yang

terdapat dalam peraturan perundang-undangan itu dan dapat

dijalankan.

b) Dapat menjelaskan penyelesaian permasalahan yang harus

diselesaikan secara hukum melalui mekanisme penyelesaian

perkara.

c) Dalam memahami cara kerja atau mekanisme hukum yang

dijalankan oleh penegak hukum untuk tercapainya tujuan

diberlakukan hukum tersebut.

Oleh karena itu diperlukan suatu kesatuan pendapat terhadap

hal di mana adanya fakta atau kenyataan dari berbagai kepentingan

dalam menerapkan suatu ketentuan hukum. Bukan saja kepentingan

yang berhubungan dengan permasalahan tertentu dalam suatu sektor

tertentu, akan tetapi seharusnya terdapat suatu kesepakatan tentang apa

yang sebenarnya dikehendaki oleh suatu ketentuan. Dalam praktek

penetapan suatu sanksi pidana atau penelitian yang hendak menkaji

suatu gejala atau sebab musabab suatu peristiwa hukum, menurut

Sudikno Mertokusumo (2004 : 57). diperlukan penafsiran yang terdiri

dari : (a) penafsiran gramatikal. (b) penafsiran historis, (c) penafsiran

sistematis, (d) penafsiran sosiologis, (e) penafsiran teologis, (f)

penafsiran secara resmi (oleh pemerintah), (g) penafsiran

interdisipliner, dan (h) penafsiran multidisipliner.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

Penelitian yang hendak mengkaji pengaruh kekuatan

pembuktian terhadap tuntutan ganti rugi atau rehabilitasi dalam

pemeriksaan praperadilan di Pengadilan Negeri Surakarta ini

menggunakan penafsiran gramatikal dan penafsiran sosiologis.

Penafsiran gramatikal dimaksudkan untuk memperoleh kejelasan

mengenai makna kata atau kalimat serta hubungan makna suatu

rumusan pasal-pasal untuk menentukan suatu putusan hukum. Jika

tidak diketahui penafsiran dalam pasal-pasal, baru dicari melalui

penfsiran yang dilakukan melalui doktrin, di mana penafsiran melalui

doktrin ini seringkali terjadi beda pendapat berdasar adanya

kepentingan. Penafsiran melalui doktrin ini akan lebih berhasil jika

didukung penafsiran melalui aspek kesejarahan, baik sejarah

hukumnya maupun sejarah pembuatan undang undang tersebut.

Menurut Sudikno Mertokusumo (2004: 56) interpretasi adalah

penafsiran oleh hakim, yang dimaksudkan tidak lain adalah penafsiran

atau penjelasan yang harus menuju kepada penerapan (atau tidak

menerapkan) suatu peraturan hukum umum terhadap peristiwa konkrit

yang dapat diterima oleh masyarakat. Ini bukan berarti sekedar

menerapkan peraturan, bukan sekedar melakukan subsumpsi.

Interpretasi merupakan batasan yang digunakan dalam proses

memahami dan menginterpretasikan informasi sensoris atau

kemampuan intelek untuk mencarikan makna dari data yang diterima

oleh indera.

Pengertian lain tentang interpretasi dikemukakan oleh Bimo

Walgito (1993: 54) yaitu, interpretasi merupakan suatu proses

diterimanya stimulus oleh individu melalui alat reseptornya. Perhatian

merupakan pemusatan atau konsentrasi di seluruh aktifitas individu

yang memperhatikan sesuatu. Pada awal pembentukan interpretasi,

orang lebih menentukan sesuatu hal yang akan diperhatikan.

Interpretasi terdiri atas dua aspek yaitu aspek sensualisasi dan aspek

observasi. Aspek sensualisasi adalah penerimaan stimulus oleh panca

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

indra yang berupa rangsangan benda serta peristiwa serta tingkah laku

perbuatan yang terdapat dalam kenyataan. Hasil akhir dari interpretasi

merupakan kesadaran individu terhadap keadaan sekelilingnya dan

mengenali keadaan tersebut. Interpretasi dapat menentukan pola

tingkah laku dan perbuatan seseorang, sehingga interpretasi berperan

sangat penting dalam aktifitas kehidupan sehari-hari.

Interpretasi merupakan hasil pengolahan data yang dapat

diperoleh dari pengalaman dan pengamatan yang bersifat selektif,

karena tergantung pada kepentingan individu. Interpretasi dapat

dibedakan menjadi dua, yaitu (1) interpretasi merupakan hasil

pengamatan, dan (2) interpretasi merupakan hasil pemikiran dan hasil

pengolahan akal terhadap data indrawi atau sensor stimuli yang

diperoleh dari pengamatan. Menurut Bimo Walgito (1993: 54),

interpretasi individu akan berbeda, perbedaan interpretasi ini

dipengaruhi oleh ketajaman alat indra dan akal dalam mengolah data

serta faktor lain yang berasal dari individu itu sendiri maupun dari luar

lingkungan individu tersebut.

3. Tinjauan tentang Pembuktian

a) Pengertian Pembuktian

Menurut R. Subekti yang dimaksud dengan membuktikan

adalah meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil

yang dikemukakan dalam suatu persengketaan (R. Subekti, 1997:

42). Meyakinkan hakim dalam hal ini dapat dilakukan dengan

mengajukan fakta-fakta yang mendukung akan adanya suatu

kebenaran di dalam dalil yang diajukan dalam persengketaan

tersebut, yang mana fakta-fakta tersebut nantinya akan digunakan

oleh hakim sebagai dasar di dalam memberikan suatu putusan

terhadap perkara yang diajukan dan diperiksanya. Kekuatan fakta-

fakta tersebut di dalam mendukung dalil-dalil yang diungkapkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

oleh para pihak sangat berpengaruh terhadap keberadaan para

pihak tersebut dalam proses berperkara di muka pengadilan.

Fakta yang diajukan tersebut apabila kurang mendukung

dalil-dalil yang diungkapkan maka sudah barang tentu hakim

sebagai pemeriksa perkara tersebut kurang dapat meyakini

kebenaran dari dalil yang diajukan oleh para pihak tersebut. Hal

ini mengandung suatu konsekwensi bahwa pihak yang mengajukan

dalil yang kurang didukung oleh fakta-fakta akan kalah dalam

proses berperkara tersebut. Sebaliknya bagi pihak yang

mengajukan suatu dalil dengan di dukung suatu fakta-fakta yang

lengkap, dan hakim dapat meyakini kebenaran dari dalil-dalil yang

diungkapkannya itu, maka pihak tersebut dapat memenangkan

perkara itu.

Jadi dari uraian di atas dapat dikemukakan bahwa yang

dimaksud dengan pembuktian adalah pengajuan fakta-fakta sebagai

alat bukti untuk memberikan keyakinan kepada hakim tentang

kebenaran dari dalil-dalil yang diajukan oleh yang berkepentingan

dalam suatu perkara. Hal ini juga didasarkan pada ketentuan yang

terdapat pada Pasal 183 KUHAP, dalam pasal ini apabila dengan

sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah hakim memperoleh

keyakinan bahwa tindak pidana benar-

bunyi pasal ini kesimpulannya bahwa pembuktian itu pada

dasarnya untuk memberikan suatu keyakinan kepada hakim

tentang kebenaran dari suatu dalil yang diungkapkan oleh pihak

yang berkepentingan dalam suatu perkara atau terhadap

fakta/kejadian-kejadian/tindak pidana yang telah terjadi.

b) Dasar Hukum Pembuktian

Pembuktian sebagaimana telah diuraikan di atas sangat

berpengaruh terhadap keberadaan para pihak dalam suatu proses

berperkara di muka pengadilan. Pembuktian yang akan diajukan

oleh para pihak diatur dan ditentukan oleh Undang-Undang, yaitu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

sebatas mana dan apa saja yang dapat dijadikan sebagai suatu

pembuktian.

Dalam tata hukum yang berlaku di Indonesia, pengaturan

mengenai pembuktian ini dapat kita lihat pada beberapa produk

hukum yang pernah dan masih berlaku, yang mana produk hukum

itu merupakan dasar hukum bagi berlakunya dan pelaksanaan dari

pembuktian dalam proses beracara dimuka pengadilan.

Sebelum berlakunya KUHAP, mengenai pembuktian ini

diatur dalam Pasal 294 RIB (Reglemen Indonesia yang dibaharui),

yang mana dalam pasal ini terkandung suatu sistem pembuktian

yang dipakai dalam Hukum Acara Pidana yaitu yang dikenal

-

1997: 12) dan juga mengenai pembuktian ini juga diatur di dalam

Pasal 183 KUHAP sampai dengan Pasal 189 KUHAP. Di dalam

Pasal 183 KUHAP diatur megnenai jumlah minimum alat bukti

yang harus ada dan diajukan oleh para pihak dalam suatu perkara,

boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila

dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, ia

memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar

beranjak dari sini dapat kita lihat bahwa dalam suatu pembuktian,

pihak yang dikenai beban pembuktian harus dapat mengajukan

sekurang-kurangnya dua alat bukti atau lebih (P.A.F Lamintang,

1984 : 421) Di dalam Pasal 184 KUHAP sampai dengan Pasal 189

KUHAP diatur mengenai jenis-jenis alat-alat bukti yang dapat

diajukan dalam suatu pembuktian di muka pengadilan.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

4. Tinjauan tentang Praperadilan

a) Pengertian Praperadilan

Dalam suatu proses perkara pidana yang disebabkan karena

adanya suatu tindak pidana yang diduga dilakukan oleh seseorang

maka terhadap orang yang diduga sebagai pelaku dari tindak

pidana tersebut terhadapnya akan dilakukan pemeriksaan

(Martiman Prodjohamidjojo, 1984: 14). Pemeriksaan terhadap

orang tersebut akan menyebabkan adanya pengurangan-

pengurangan hak asasinya, namun demikian segala sesuatu

kegiatan pemeriksaan tersebut hendaknya selalu berdasar pada

ketentuan yang diatur di dalam undang-undang, sehingga terhadap

pengurangan-pengurangan itu tidak menyebabkan terlanggarnya

hak-hak asasi dari orang yang baru diduga sebagai pelaku dari

suatu tindak pidana, maka untuk kepentingan pengawasan terhadap

perlindungan hak-hak orang tersebut (tersangka/terdakwa)

Praperadilan tersebut tidak merupakan badan tersendiri,

tetapi merupakan suatu wewenang saja dari pengadilan (Djoko

Prakoso, 1996: 178). Praperadilan sebagaimana ditentukan dalam

Pasal 1 butir (10) KUHAP adalah merupakan wewenang untuk

memeriksa dan memutuskan menurut cara yang diatur oleh

KUHAP. Jadi menurut Pasal 1 butir (10) KUHAP yang dimaksud

dengan praperadilan adalah wewenang dari pengadilan untuk

memeriksa dan memutus tentang :

- Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas

permintaan tersangka atau keluarganya aatau pihak lain atas

kuasa tersangka.

- Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian

penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

- permintaan ganti kerugian dan atau rehabilitasi oleh permintaan

tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang

perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.

Selain pasal tersebut di atas, mengenai pra peradilan juga

diatur di dalam Pasal 77 KUHAP yang menentukan bahwa

pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus

tentang :

- sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian

penyidikan atau penghentian penutuan.

- ganti kerugian dan atau rehabiliasi bagi seseorang yang perkara

pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan

Dari ketentuan Pasal 1 butir (10) dan Pasal 77 tersebut di

atas, jelaslah bahwa dalam praperadilan ini pengadilan negeri

hanya berwenang untuk memeriksa tentang apakah suatu

penangkapan, penahanan, penghentian, penyidikan atau

penghentian penuntutan tersebut sah atau tidak, memeriksa dan

memutuskan tentang perkara ganti rugi dan atau rehabilitasi.

b) Dasar Hukum Praperadilan

Praperadilan sebagai suatu lembaga yang diadakan untuk

kepentingan pengawasan terhadap perlindungan hak-hak

tersangka/terdakwa dalam suatu proses berperkara di dalam hukum

pidana, keberadaannya dalam tata hukum Indonesia adalah sejak

ditetapkannya Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 yang lebih

dikenal dengan sebutan Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Pidana (KUHAP). Di dalam UU No. 8 tahun 1981 ini, praperadilan

yang merupakan suatu lembaga yang baru tersebut diatur di dalam

beberapa pasalnya, yaitu antara lain terdapat di dalam Pasal 1 butir

(10), dan Pasal 77 sampai dengan Pasal 83, yang mana dari Pasal

77 sampai dengan Pasal 83 merupakan bagian pertama dari bab X

Undang-Undang ini, yang khusus mengatur mengenai wewenang

pengadilan untuk mengadili.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

Di dalam Pasal 1 butir (10) KUHAP tersebut diatur

mengenai pengertian tentang apa yang dimaksud dengan

praperadilan tersebut. Selanjutnya, seperti telah diuraikan di atas

bahwa praperadilan juga diatur di dalam Pasal 77 sampai dengan

Pasal 83 KUHAP, pengaturan pasal demi pasal tersebut dapat

diuraikan sebagai berikut :

- Pasal 77 KUHAP

Di dalam pasal ini diuraikan mengenai wewenang

pengadilan untuk memeriksa dan memutus tentang sah atau

tidaknya suatu penangkapan, penahanan, penghentian,

penyidikan atau penghentian penuntutan terhadap seorang

tersangka/terdakwa dan juga dalam pasal ini di atau mengenai

kewenangan pengadilan untuk memeriksa dan memutus

permohonan/tuntutan ganti kerugian dan atau rehabilitasi dari

seseorang yang perkaranya tidak diajukan kesidang pengadilan

atau dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.

- Pasal 78 KUHAP

Di dalam pasal ini dinyatakan bahwa wewenang dari

pengadilan seperti yang diuraikan dalam pasal 77 KUHAP

tersebut adalah wewenang pengadilan negeri yang disebut

Prapreadilan dan menurut pasal ini praperadilan ini dipimpin

oleh hakim tunggal yang ditunjuk oleh ketua Pengadilan Negeri

dan dibantu oleh seorang Panitera.

- Pasal 79 KUHAP

Sah atau tidak suatu penangkapan atau penahanan,

permintaan pemeriksaannya dapat diajukan oleh tersangka,

keluarganya atau kuasanya kepada ketua Pengadilan Negeri, hal

ini diatur di dalam Pasal 79 KUHAP tersebut diatas.

- Pasal 80 KUHAP

Di dalam pasal ini diatur mengenai pemeriksaan tentang

sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

penuntutan, yang mana permintaan pemeriksaan tersebut dapat

diajukan oleh penyidik atau penuntut umum kepada ketua

Pengadilan Negeri dan permintaan tersebut harus disertai alasan.

- Pasal 81 KUHAP

Permintaan ganti rugi dan atau rehabilitasi yang

diakibatkan oleh adanya penangkapan, penahanan, penghentian

penyidikan atau penghentian penuntutan yang tidak sah, menurut

pasal ini dapat diajukan oleh tersangka/terdakwa atau pihak

ketiga yang berkepentingan kepda ketua Pengadilan Negeri dan

permintaan tersebut harus disertai dengan alasan.

- Pasal 82 KUHAP

Dalam ayat 1, yang terdiri dari lima butir ini, yaitu dari

butir (a) sampai dengan butir (e) diatur mengenai acara

pemeriksaan praperadilan untuk hal sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 79, 80, 81, KUHAP, dalam ayat 2 pasal ini diatur

megnenai putusan hakium dalam memeriksa permintaan tersebut

harus jelas dasar dan alasannya, dan ayat 3 yang terdiri dari 3

butir tersebut (butir (a) sampai butir (d)) mengatur tentang isi

putusan dari putusan hakim yang memeriksa permintaan

praperadilan tersebut. Pada ayat 4 yang merupakan ayat terakhir

dari pasal ini mengatur tentang permintaan ganti kerugian, yang

mana menurut ayat ini, permintaan ganti kerugian dapat dimintai

terhadap hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 dan

Pasal 95 KUHAP.

- Pasal 83 KUHAP

Di dalam pasal yang terdiri dari 2 ayat ini, diatur mengenai

putusan praperadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79, 80,

dan Pasal 81 KUHAP tidak dapat dimintakan banding dan juga

diatur mengenai pengecualian terhadap ketentuan pertama, yaitu

terhadap putusan praperadilan yang menetapkan tidak sahnya

suatu penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan dapat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

dimintakan putusan akhir ke pengadilan tinggi dalam daerah

hukum yang bersangkutan.

Sejalan dari pasal-pasal tersebut di atas, praperadilan ini

juga diatur dalam Pasal 95 KUHAP terutama pada ketentuan

yang terdapat pada ayat (5) pasal tersebut, yang mana dalam ayat

tersebut diisyaratkan bahwa untuk pemeriksaan terhadap

permintaan ganti kerugian yang diatur dalam pasal tersebut

mengikuti acara praperadilan.

c) Prosedur dalam Praperadilan

Seperti yang telah diatur di dalam Pasal 79 KUHAP bahwa

untuk pemeriksan tentang sah atau tidaknya suatu penangkapan

atau penahanan, permintaan pemeriksaannya dapat diajukan oleh

tersangka, keluarganya atau pihak ketiga atas kuasa dari tersangka,

permintaan ini diajukan kepada ketua pengadilan Negeri dan

terhadap permintaan tersebut harus disertai alasan. Dari ketentuan

pasal ini dapat kita lihat bahwa dalam pasal ini terdapat syarat-

syarat untuk mengajukan permintaan tentang sah atau tidaknya

penangkapan atau penahanan. Adapun syarat-syarat tersebut :

Seperti Pasal 79 KUHAP dan Pasal 80 KUHAP juga

memuat tentang syarat-syarat untuk mengajukan permintaan

pemeriksaan praperadilan, tetapi di dalam Pasal 80 KUHAP diatur

mengenai syarat-syarat untuk pemeriksaan tentang sah atau

tidaknya suatu penghentian penyidikan atau penghentian

penuntutan, adapun syarat-syarat tersebut antara lain :

- Permintaan tersebut harus diajukan oleh terangka, keluarganya

atau kuasanya kepada ketua pengadilan negeri.

- Permintaan tersebut harus disertai dengan menyebutkan

alasannya.

Seperti Pasal 79 KUHAP, Pasal 80 KUHAP juga memuat

tentang syarat-syarat untuk mengajukan permintaan pemeriksaan

prapreadilan, tetapi didalam Pasal 80 KUHAP diatur mengenai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

syarat-syarat untuk pemeriksaan tentang sah atau tidaknya suatu

penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan, adapun

syarat-syarat tersebut antara lain :

- permintaan pemeriksaan tersebut harus diajukan oleh penyidik,

penuntut umum atau pihak ketiga yang berkepentingan.

- permintaan tersebut diajukan kepada ketua pengadilan negeri.

- dan permintaan tersebut harus disertai alasan

Pasal 81 KUHAP yang mengatur mengenai permitnaan

ganti rugi dan atau rehabilitasi akibat adanya penangkapan-

penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau

penghentian penuntuan yang tidak sah, menurut pasal ini dapat

diajukan oleh tersangka/terdakwa atau pihak ketiga yang

berkepentingan kepada ketua pengadilan negeri dan permintaan

gantirugi dan atau rehabilitasi dalam pemeriksaan praperadilan.

Adapun syarat-syarat tersebut :

- permintaan tersebut (ganti rugi dan atau rehabilitasi) dapat

diajukan oleh tersangka/terdakwa atau pihak ketiga yang

berkepentingan.

- permitnaan tersebut diajukan kepada ketua pengadilan negeri

dan permintaan terseut harus disertai alasan.

Dari ketiga pasal tersebut di atas, untuk proses beracaranya

diatur di dalam Pasal 82 KUHAP. Di dalam pasal ini dinyatakan

bahwa dalam waktu tiga hari hakim yang ditunjuk oleh ketua

pengadilan yang menerima permintaan tersebut harus sudah

menetapkan hari sidang. Dalam memeriksa dan memutus tentang

sah atau tidaknya penangkapan atau penahana, sah atau tidaknya

penghentian penyidikan atau penghetnian penuntutan hakim harus

mendengar keterangan dari tersangka atau pemohon ataupun dari

pejabat yang berwenang dan untuk pemeriksaan permitnaan ganti

rugi dan atau rehabilitasi akibat tidak sahnya penangkapan atau

penahanan, akibat sahnya penghentian suatu penyidikan atau

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

penghentian penuntutan dan ada benda yang disita tidak termasuk

alat pembuktian, maka hakim harus juga mendengar keterangan

dari tersangka atau pemohon maupun dari pejabat yang berwenang.

Hal ini sesuai dengan ketentuan yang terdapat di dalam ayat (1)

butir (b) dari Pasal 80 KUHAP. Seperti telah diuraikan di atas

bahwa pemeriksaan pra peradilan paling lambat dilakukan dalam

waktu tujuh hari atau dengan kata lain dalam tujuh hari hakim yang

memeriksa tersebut sudah harus menjatuhkan putusannya, tetapi

dalam hal suatu perkara sudah mulai diperiksa oleh pengadilan

negeri, sedangkan pemeriksaan pra peradilan belum selesai, maka

permintaan tersebut gugur. Lebih lanjut Pasal 82 KUHAP

menyatakan bahwa untuk pemeriksan praperadilan ini dapat

dilaksanakan pemrintaan pemeriksaannya pada dua tingkat, hal ini

dapat kita lihat dari ketentuan yang terdapat dalam ayat (1) butir

pada tingkat penyidikan tidak menutup kemungkinan untuk

mengadakan pemeriksan praperadilan lagi pada tingkat

pemeriksaan oleh penuntut umum, jika untuk itu diajukan

Terhadap putusan hakim dalam acara pemeriksaan

praperadilan harus memuat dengan jelas dasar dan alasan dari

putusannya tersebut, selain itu putusan tersebut juga harus memuat

hal-hal seperti yang disahkan dalam ayat (3) dari Pasal 82

KUHAP, seperti :

a. Dalam hal putusan menetapkan bahwa suatu penangkapan atau

penahanan tidak sah, maka penyidik atau jaksa penuntut umum

pada tingkat pemeriksaan masing-masing harus segera

membebaskan tersangka.

b. Dalam hal putusan menetapkan bahwa suatu penghetnian

penyidikan atau penututan tidak sah, penyidikan atau

penuntutan terhadap tersangka wajib dilanjutkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

c. dalam hal putusan menetapkan bahwa suatu penangkapan atau

penahanan tidak sah, dalam putusan dicantumkan jumlah

besarnya ganti kerugian dan rehabilitasi yag diberikan,

sedangkan dalam hal suatu penghentian penyidikan atau

penuntutan adalah sah dan tersangkanya tidak ditahan, maka

dalam putusan dicantumkan rehabilitasinya.

d. dalam hal putusan menetapkan bahwa benda yang disita ada

yang tidak termasuk alat pembuktian, maka dalam putusan

dicantumkan bahwa benda tersebut harus segera dikembalikan

kepada tersangka atau dari siapa benda itu disita.

Terhadap putusan praperadilan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 79, Pasal 80, dan Pasal 81 KUHAP tidak dapat

dimintakan banding, kecuali putusan prapreadilan yang

menetapkan tidak sahnya penghentian penyidikan atau penghentian

penuntutan dapat dimintakan putusan akhri ke pengadilan tinggi

dalam daerah hukum yang bersangkutan.

B. Penelitian yang Relevan

1. Penelitian yang dilakukan oleh Wijanarka (UII, 2010) tentang Kekuatan

Pembuktian Terhadap Tuntutan Ganti Rugi dalam Praperadilan (Studi

Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta), hasil penelitian menunjukan

bahwa pengajuan tuntutan ganti rugi dan atau rehabilitasi dalam

pemeriksaan praperadilan, dapat diajukan dalam dua cara, yaitu :

a. Pertama, tuntutan tersebut diajukan bersamaan dengan permohonan

pemeriksaan tentang sah atau tidaknya suatu penangkapan,

penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan.

b. Kedua adalah diajukan setelah adanya putusan pengadilan yang

menyatakan bahwa terhadapnya telah dilaksanakan suatu

penangkapan atau penahanan yang tidak sah atau telah dilakukan

suatu penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan yang sah.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

c. Dalam pemeriksaan praperadilan, beban pembuktian dikenakan pada

kedua belah pihak, yaitu pihak pemohon dan pihak termohon.

d. Pembuktian terhadap tuntutan ganti kerugian adalah secara tidak

langsung, karena pembuktian dalam praperadilan untuk membuktikan

tentang sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian

penyidikan atau pemeriksaannya oleh pemohon, sedangkan terhadap

tuntutan ganti rugi dan akan dikabulkan atau ditolak tergantung dari

hasil pembuktian para pihak dalam pemeriksaan terhadap permohonan

pemeriksaan tentang sah atau tidaknya penangkapan, penahanan,

penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan tersebut.

2. Penelitian Farah Latifa Mahayu (Undip, 2006) tentang Putusan Hakim

Pengadilan Negeri Magelang disimpulkan bahwa :

a. Dalam memutuskan perkara gugatan rehabilitasi dalam praperadilan

Dalam hal putusan menetapkan bahwa suatu penangkapan atau

penahanan tidak sah, maka penyidik atau jaksa penuntut umum pada

tingkat pemeriksaan masing-masing harus segera membebaskan

tersangka.

b. Dalam hal putusan menetapkan bahwa suatu penghentian penyidikan

atau penututan tidak sah, penyidikan atau penuntutan terhadap

tersangka wajib dilanjutkan

c. Dalam hal putusan menetapkan bahwa suatu penangkapan atau

penahanan tidak sah, dalam putusan dicantumkan jumlah besarnya

ganti kerugian dan rehabilitasi yang diberikan, sedangkan dalam hal

suatu penghentian penyidikan atau penuntutan adalah sah dan

tersangkanya tidak ditahan, maka dalam putusan dicantumkan

rehabilitasinya.

d. Dalam hal putusan menetapkan bahwa benda yang disita ada yang

tidak termasuk alat pembuktian, maka dalam putusan dicantumkan

bahwa benda tersebut harus segera dikembalikan kepada tersangka

atau dari siapa benda itu disita.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

e. Terhadap putusan praperadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

79, Pasal 80, dan Pasal 81 KUHAP tidak dapat dimintakan banding,

kecuali putusan prapreadilan yang menetapkan tidak sahnya

penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan dapat

dimintakan putusan akhir ke pengadilan tinggi dalam daerah hukum

yang bersangkutan.

3. Penelitian Suryandari (UNS, 2010), Kajian Terhadap Pemberian Ganti

Rugi dan atau Rehabilitasi dalam Pra-Peradilan di Pengadilan Negeri

Surakarta, disimpulkan bahwa :

a. Mengenai masalah pemberian ganti rugi dan rehabilitasi terhadap

seseorang dalam lapangan hukum perdata merupakan hal yang biasa,

baik dalam hukum tertulisnya maupun didalam hukum tidak

tertulisnya. Namun dalam lapangan hukum pidana tidak demikian

halnya, dalam lapangan hukum pidana pengaturan mengenai

pemberian ganti rugi dan atau rehabilitasi terhadap seseorang

merupakan hal yang baru, yang mana pengaturan ini pertama dalam

hukum pidana dapat dijumpai dalam Undang-Undang no. 14 tahun

1970 yang mengatur mengenai Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman.

b. Dalam Undang-Undang ini, pengaturan mengenai pemberian ganti

rugi dan atau rehabilitasi ini terdapat dalam pasal 9 yang menyatakan

bahwa permintaan/tuntutan ganti rugi dan atau rehabilitasi dapat

diajukan berdasar Peraturan Mahkamah Agung No. 1 tahun 1980,

yang menghidupkan lagi lembaga Herzeining, namun karena Peraturan

Mahkamah Agung tidak menunjuk dengan tegas mengenai aturan

pelaksanaannya, sehingga akhirnya tetap tuntutan ganti rugi tersebut

tidak dapat dilaksanakan. Adanya putusan prapreadilan pengaturannya

dapat kita lihat pada ketentuan yang terdapat dalam Peraturan

pemerintah republik Indonesia No 27 Tahun 1983 tentang pelaksanaan

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, yang mana pengaturan

mengenai ganti rugi dan rehabilitasi dalam peraturan ini terdapat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

dalam Pasal 7, 8, 9, 10 dan Pasal 11, mengenai ganti ruginya dan pasal

12, 13, 14 dan Pasal 15 mengenai permintaan rehabilitasinya

c. Inti dari kewenangan lembaga Praperdilan termaktup dalam Undang-

Undang No. 8 tahun 1981, tentang KUHAP, manifestasi perlindungan

hak-hak asasi tersebut dapat terwujud sebagaimana tercantum dalam

Pasal 95 dalam ayat (2) sampai dengan Pasal 101 KUHAP yang

mengatur mengenai ganti rugi dan rehabilitasi. Permintaan tersebut

akan diperiksa dan diputus bersamaan pula dengan permohonan itu

diputus disidang praperadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77.

C. Kerangka Pemikiran

Pra peradilan adalah suatu lembaga yang disediakan untuk kepentingan

pengawasan terhadap perlindungan hak-hak tersangka/terdakwa. Pra peradilan

berwenang sesuai Pasal 1 butir 10 KUHAP memeriksa dan memutus hal-hal

sebagai berikut :

1. Sah atau tidaknya suatu penghentian penangkapan dan atau penghentian

penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas

kuasa dari tersangka.

2. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan

atas permintaan penuntut umum atau pihak ketiga yang berkepentingan

demi tegaknya hukum dan keadilan.

3. Permintaan ganti rugi dan atau rehabilitasi oleh tersangka/terdakwa atau

keluarganya atau pihak ketiga atas kuasanya yang perkaranya tidak

diajukan ke pengadilan.

Mengenai kerangka pemikiran dalam penelitian ini dibuat dalam suatu bagan

seperti berikut:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

Keterangan :

Di dalam KUHAP mengenai permintaan ganti rugi dan atau

rehabilitasi ini di atur dalam Pasal 81 KUHAP, permintaan tersebut menurut

pasal ini dapat diajukan oleh tersangka atau pihak ketiga yang berkepentingan

kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya

(Hendrastanto, 1997: 186). Permintaan ganti rugi dan atau rehabilitasi yang

diajukan oleh pihak ketiga atas kuasa dari tersangka atau oleh tersangka

sendiri kepada ketua pengadilan negeri harus disertai alasan. Hal ini

dimaksudkan agar permintaan tersebut dapat diterima atau ditolak, karena

dengan alasan-alasan ini hakim dalam acara pemeriksaan. Praperadilan

tersebut mempertimbangkan fakta-faktanya. Adapun alasan dimaksud adalah

berupa bukti-bukti yang meyangkut mengenai sah atau tidaknya suatu

penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian

penuntutan.

Pasal 81 UU No 8 Tahun 1981 tentang KUHAP

Tidak dilakukan pemeriksaan oleh hakim terhadap Tuntutan ganti rugi dan/atau rehabilitasi

Penetapan Hukum Diterima atau Ditolaknya Tuntutan Ganti Rugi dan/atau Rehabilitasi dalam Pemeriksaan Praperadilan

Kekuatan Pembuktian Terhadap Tuntutan Ganti Rugi dan/atau Rehabilitasi Praperadilan

Pasal 81 UU No 8 Tahun 1981 tentang KUHAP

Tuntutan ganti rugi dan/atau rehabiitasi dalam Praperadilan

Dilakukan Pemeriksaan oleh hakim terhadap Tuntutan ganti rugi dan/atau rehabilitasi

Tidak dilakukan pemeriksaan oleh hakim terhadap Tuntutan ganti rugi dan/atau rehabilitasi

Penetapan Hukum Diterima atau Ditolaknya Tuntutan Ganti Rugi dan/atau Rehabilitasi dalam Pemeriksaan Praperadilan

Kekuatan Pembuktian Terhadap Tuntutan Ganti Rugi dan/atau Rehabilitasi Praperadilan

Putusan Praperadilan No. 04/Pid.Pra/PN.Ska.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Kasus yang Dianalisis

Penelitian secara khusus hanya akan membahas mengenai tuntutan

ganti rugi dan atau rehabilitasi yang berkaitan dengan adanya permohonan

pemeriksaan praperadilan. Sebagaimana telah diatur dalam Pasal 81

KUHAP, maka permintaan ganti rugi dan atau rehabilitasi dalam hal ini

dapat diajukan oleh tersangka ata pihak ketiga yang berkepentingan, yang

mana permintaan tersebut harus disertai dengan alsannya. Seperti telah

disebutkan diatas, bahwa yang berhak mengajukan permintaan tersebut

adalah tersangka/terdakwa atau pihak ketiga yang berkepentingan, dalam

hal ini yang dimaksud dengan pihak ketiga adalah mereka yang

merupakan keluarga atau pihak lain yang diberikan kuasa oleh

tersangka/terdakwa, hal ini mengacu pada ketentuan yang terdapat dalam

Pasal 1 ayat (10) butir (c) KUHAP.

Pengajuan tuntutan ganti rugi dan atau rehabilitasi oleh

tersangka/terdakwa atau pihak ketiga atas kuasanya kepada ketua

pengadilan negeri yang berkaitan dengan adanya suatu penangkapan atau

penahanan yang tidak sah atau karena sahnya penghentian penyidikan atau

penghentian penuntutan dapat diajukan dalam dua tahap yaitu yang

pertama adalah diajukan bersamaan dengan permohonan pemeriksaan

praperadilan yaitu bersamaan dengan permohonan pemeriksaan tentang

sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan atau sah atau

tidaknya suatu penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan dan

yang kedua adalah diajukan setelah adanya suatu putusan dari

pemeriksaan praperadilan.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

2. Kasus Posisi

Sesuai dengan permasalahan dan pembahasan terhadap permasalahan

dalam pemeriksaan praperadilan di Pengadilan Negeri Surakarta, maka

untuk menunjang kebenaran dari pernyataan-pernyataan yang telah peneliti

kemukakan dalam pembahasan terhadap permasalahan tersebut, peneliti

akan kemukakan suatu kasus yang relevan dengan permasalahan yang akan

dibahas tersebut. Adapun kasus tersebut adalah mengenai tindakan

teremohon dalam jabatannya selaku penyidik karena tidak melakukan

penahanan terhadap tersangka WAWAN ALEX SANTOSO Bin SUKIMIN

karena disangka melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam

ketentuan pasal 351 ayat (1) KUHP Pidan sesuai laporan Polisi No.Pol :

LP/790/VII/2010/JATENG/TABES/SKA tertanggal 07 Juli 2010 atas nama

Pemohon sebagai Pelapor.

3. Pasal yang Dikenakan

1. Bahwa,permohonan Pemeriksaan Praperadilan ini Pemohon ajukan

berdasarkan Pasal 77-83 KUHAP yang mengatur tentang Permohonan

Praperadilan;

2. Bahwa,berdasarkan Pasal 77 KUHAP yang berbunyi Pengadilan

Negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus sesuai dengan

ketentuan yang diatur dalam Undang-undang ini tentang : (a) sah atau

tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau

penghentian penuntutan, (b) ganti rugi atau rehabilitasi bagi seorang

yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau

penuntutan;

3. Bahwa, berdasarkan Pasal 80 KUHAP yang mengatakan permintaan

pemeriksaan tentang sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan

atau penundaaan dapat diajukan oleh Penyidik atau Penuntut Umum

atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada Ketua Pengadilan

Negeri dengan menyebut alasannya;

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

Bahwa dengan tidak ditahan dapat diartikan atas perkara tersebut telah

dihentikan maka diajukan PERMOHONAN PEMERIKSAAN

PRAPERADILAN;

4. Bahwa,atas laporan Pemohon yang sampai sekarang tidak ada

kelanjutan maka Pemohon mengajukan permohonan pemeriksaan

Praperadilan sesuai dengan pasal 77 KUHAP huruf a dan b;

5. Bahwa,dengan tidak dilanjutkannya penuidikan berkaitan dengan

laporan Pemohon oleh Termohon telah menimbulkan kerugian bagi

Pemohon dan berdasarkan Pasal 80 KUHAP permohonan mengajukan

ganti rugi;

6. Tuntutan ganti kerugian yang diajukan berdasarkan alasan sebagaimana

diatur dalam Pasal 77 huruf (b) dalam Pasal 95 KUHAP, yaitu

mengenai adanya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan,

penghentian penuntutan atau perkaranya yang tidak diajukan ke

pengadilan negeri.

4. Alat Bukti yang Diajukan

Adapun dasar Pemohon dalam mengajukan permohonan Praperadilan

adalah tidak termasuk dalan yuridiksi Praperadilan;

1. Bahwa yang dijadikan sebagai dasar/alasan Pemohon dalam

mengajukan permohonan Praperadilan adalah mengenai tindakan

Termohon dalam jabatannya selaku penyidik karena tidak

melakukan penahanan terhadap tersangka WAWAN ALEX

SANTOSO Bin SUKIMIN karena disangka melakukan tindak

pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 351 ayat (1)

KUHP sesuai laporan

No.Pol:LP/790/VII/2010/JATENG/TABES/SKA tertanggal 07 Juli

2010 atas Pemohon sebagai Pelapor;

2. Bahwa sebagai dasar hukum dalam mengajukan Praperadilan

kepada Pengadilan Negeri yang berwenang memeriksa, mengadili,

dan memutus permohonan pemeriksaan Praperadilan, sesuai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 8 tahub 1981,tentang

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pada Bab

X pada Pasal 77, telah ditentukan secara limitative yakni untuk

memeriksan dan memutus tentang:

a. sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian

penyidikan dan penghentian penuntutan;

b. Ganti rugi dan rehabilitasi bagi seorang yang perkara

pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau

penuntutan.

3. Bahwa karena dasar atau alasan Pemohon dalam mengajukan

Permohonan pemeriksaan Praperadilan tidak termasuk obyek

pemeriksaan Praperadilan sebagaimana dipersyaratkan dalam

ketentuan Pasal 77 KUHAP, maka permohonan

pemeriksaanPraperadilan sebagaimana diajukan oleh Pemohon

adalah tidak termasuk dalam yuridiksi Praperadilan.

5. Pengajuan Permohonan Pemeriksaan Praperadilan di Pengadilan

Negeri Surakarta

Pemberian ganti rugi dan atau rehabilitasi terhadap seseorang

merupakan suatu bentuk perlindungan hak-hak yang dimiliki oleh

seseorang yang terhadapnya telah dikenai suatu perbuatan yang tidak

sesuai/bertentangan dengan aturan-aturan yang berlaku, baik yang

dilakukan oleh seseorang sebagai sesame anggota masyarakat ataupun

yang dilakukan oleh pejabat negara/pemerintah.

Mengenai pengajuan penuntutan ganti rugi dalam peraturan ini

diatur dalam Pasal 7, yang menyatakan bahwa :

(1) Tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 KUHAP

hanya dapat diajukan dalam tenggang waktu 3 (tiga) bulan sejak

putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap.

(2) Dalam hal tuntutan ganti kerugian tersebut diajukan terhadap perkara

yang dihentikan pada tingkat penyidikan atau tingkat penuntutan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 huruf (b) KUHAP, maka dalam

jangka waktu tiga bulan dihitung dari saat pemberitahuan penetapan

praperadilan.

Pengajuan tuntutan ganti rugi dan atau rehabilitasi oleh

tersangka/terdakwa atau pihak ketiga atas kuasanya kepada ketua

pengadilan negeri yang berkaitan dengan adanya suatu penangkapan atau

penahanan yang tidak sah atau karena sahnya penghentian penyidikan atau

penghentian penuntutan dapat diajukan dalam dua tahapan yaitu:

a. diajukan bersamaan dengan permohonan pemeriksaan praperadilan

yaitu bersamaan dengan permohonan pemeriksaan tentang sah atau

tidaknya suatu penangkapan atau penahanan atau sah atau tidaknya

suatu penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan.

b. Diajukan setelah adanya suatu putusan dari pemeriksaan praperadilan.

Terhadap permintaan tersebut akan diperiksa dan diputus

bersamaan pula dengan permohonan itu melalui praperadilan, hal ini

didasarkan pada ketentuan yang terdapat di dalam Pasal 95 KUHAP,

mengenai tuntutan ganti ruginya dan Pasal 97 KUHAP, mengenai

permintaan rehabilitasinya.

Pasal 95 KUHAP uang mengatur tentang ganti rugi, dalam ayat (2)

menyebutkan bahwa : tuntutab ganti kerugian oleh tersangka atau ahli

warisnya atau pihak ketiga atas penangkapan atau penahan serta tindakan

lain tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekliruan

mengenai orang atau hukum yang diterapkan sebagaimana dimaksud dala

ayat (1) yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan negeri, diputus di

sidang praperadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

B. Pembahasan

1. Analisis Dalil Permohonan Praperadilan Mempengaruhi Kekuatan

Pembuktian Terhadap Tuntutan Ganti Rugi dan/atau Rehabilitasi

dalam Pemeriksaan Praperadilan pada Putusan Praperadilan Nomor :

04/Pid.Pra/2010/PN.Ska di Pengadilan Negeri Surakarta

Guna mengetahui dalil permohonan praperadilan yang mampu

mempengaruhi kekuatan pembuktian terhadap tuntutan ganti rugi dan/atau

rehabilitasi dalam pemeriksaan praperadilan sebagaimana pada putusan

praperadilan Nomor : 04/Pid.Pra/2010/PN.Ska di Pengadilan Negeri

Surakarta, maka dikaji ; (a) alasan dan dasar hukum pengajuan permintaan

ganti rugi dan atau rehabilitasi; dan (b) permohonan pemeriksaan tentang

sah atau tidaknya penangkapan atau penahanan atau tentang sah atau

tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan tesebut.

Dasar/alasan Pemohon mengajukan permohonan praperadilan adalah

mengenai tindakan termohon dalam jabatannya selaku penyidik karena tidak

melakukan penahanan terhadap tersangka WAWAN ALEX SANTOSO Bin

SUKIMIN karena disangka melakukan tindak pidana sebagaimana

dimaksud dalam ketentuan Pasal 351 ayat (1) KUHP Pidana sesuai laporan

Polisi No.Pol : LP/790/VII/2010/JATENG/TABES/SKA tertanggal 07 Juli

2010 atas Pemohon sebagai Pelapor.

Pemohon mengajukan tuntutan ganti kerugian dalam permohonannya,

berkaitan dengan tindakan dari termohon maka pihak pemohon harus

mengajukan bukti-bukti yang kuat dari semua yang telah terjadi dalam

proses penyidikan untuk menguatkan permohonan yang diajukannya

tersebut.

Termohon sebagai pihak dituntut juga dikenai beban pembuktian

dalam pemeriksaan praperadilan ini harus sesuai dengan alasan yang telah

dikemukakan dalam jawabannya terhadap permohonan yang diajukan

pemohon. Dalam menerbitkan pembuktian ini, maka bukti-bukti yang

diperlukan tergantung dari tingkat tindakan termohon yang menyebabkan

terjadinya sengketa atau pokok sengketa dari perkara tersebut.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

Permohonan tersebut diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri

Surakarta. Disamping itu pemohon juga mengajukan permintaan ganti rugi

yang mana permintaan ganti rugi yang diajukannya tersebut didasarkan atas

kerugian yang telah dideritanya sebagai akibat dari perbuatan termohon

dalam melaksanakan penyidikan terhadap perkara yang telah diadukannya.

Disamping itu juga, permintaan ganti rugi tersebut juga didasarkan pada

putusan dari pengadilan yang telah dilakukan oleh termohon adalah sah.

Terhadap permintaan tersebut akan diperiksa dan diputus

bersamaan pula dengan permohonan itu melalui praperadilan, hal ini

didasarkan pada ketentuan yang terdapat dalam Pasal 95 KUHAP,

mengenai tuntutan ganti ruginya dan Pasal 97 KUHAP, mengenai

permintaan rehabilitasinya. Pasal 95 KUHAP yang mengatur tentang ganti

rugi, dalam Pasal 95 ayat (2) menyatakan bahwa tuntutan ganti kerugian

oleh tersangka atau ahli warisnya atas penangkapan atau penahanan serta

tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau

kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan sebagaimana

dalam Pasal 95 ayat (1) yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan

negeri, diputus disidang praperadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

77. Berdasar asumsi tersebut, maka dapat di susun skema pemikiran

sebagai berikut :

Skema Permohonan Praperadilan

Gambar 2.Skematik Pembahasan

Dasar permohonan praperadilan

Permohonan Praperadilan

Tuntutan ganti rugi dan/atau rehabilitasi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

Pemohon/kuasanya dengan surat permohonan Praperadilan tertanggal

23 September 2010, yang diterima dan didaftarkan di Kepaniteraan

Pengadilan Negeri Surakarta pada tanggal 23 September 2010 dengan

nomor Register : 04/Pen.Pid.Pra/2010/PN.Ska, telah mengajukan

permohonan yang pada pokoknya sebagai berikut :

a. Bahwa Pemohon dengan surat laporan polisi Nomor :

Pol.LP/790/VII/2010/Jateng/TABES/SKA tertanggal 07 Juli 2010

telah melaporkan tersebut Wawan Alex karena penganiayaan dan

percobaan pembunuha;

b. Bahwa, Pemohon melaporkan Terlapor Wawan Alex karena

Pemohon menjadi korban penganiayaan dan percobaan pembunuhan

yang dilakukan oleh Wawan Alex di Terminal Tirtonadi Kec.

Banjarsari Surakarta;

c. Bahwa, Terlapor Wawan Alex yang sehari-harinya bekerja sebagai

pengurus salah satu bus di Terminal Tirtonadi mempunyai karakter

yang tidak baik karena sudah berkali-kali membuat masalah dengan

Pemohon dengan alasan yang tidak diketahui Pemohon;

d. Bahwa, Terlapor Wawan Alex seorang yang sering membuat ulah

yang berakhir dengan perkelahian karena Terlapor selalu menyerang

e. Bahwa, pada tanggal 7 juli 2010 lagi-lagi Wawan Alex menyerang

Pemohon di Terminal Tirtonadi pada saat Pemohon baru terlibat

Pembicaraan dengan pihak ke tiga ;

f. Bahwa, Wawan Alex tiba-tiba mengayunkan senjata ke kepala

Pemohon dan ditangkis Pemohon dengan tangan sehingga senjata

Wawan mengenai tangan Pemohon sampai telapak tangan Pemohon

mengalami cidera karena luka yang selanjutnya harus menjalani

operasi;

g. Bahwa, atas penganiayaan dan percobaan pembunuhan yang terjadi

Pemohon harus menjalani operasi dengan biaya yang tidak sedikit;

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

h. Bahwa, berkaitan dengan penganiayaan dan percobaan pembunuhan

yang terjadi terhadap Pemohon, untuk selanjutnya Pemohon

mengadukan kepada Termohon sesuai dengan surat laporan Polisi

No. Pol : Pol.LP/790/VII/2010/JATENG/TABES SKA tertanggal 07

Juli 2010.

i. Bahwa, atas laporan Pemohon dimaksudkan telah ditindak lanjuti

oleh Termohon dengan melakukan pemeriksanaan terhadap Terlapor

tersebut Wawan Alex kemudian menahan Wawan Alex kurang lebih

15 hari namun beberapa hari setelah ada pergantian kasat kemudian

ternyata Wawan Alex dilepas padahal tidak pernah ada permintaan

maaf dan perdamaian ;

j. Bahwa, sampai saat ini laporan Pemohon tidak pernah ada

perkembangannya dan ada indikasi dipetieskan dengan alas an yang

tidak diketahu;

k. Bahwa, perbuatan penganiayaan Wawan Alex telah memenuhi

kehendak Pasal 351 ayat (2) KUHP dengan ancaman pidana penjara

5 tahun dan percobaan pembunuhan;

l. Bahwa, perbuatan percobaan pembunuhan dilakukan karena

perbuatan membacok degan benda tajam kearah kepala telah

dilakukan dan tidak matinya Pemohon karena tangkisan yang

menyebabkan tangan Pemohon luka parah dan harus menjalani

operasi;

m. Bahwa, seharusnya perbuatan yang dilakukan Wawan Alex terhadap

Pemohon, dapat dikenai Pasal 354 ayat (1) KUHP dengan ancaman 8

tahun penjara yang sangat dikhawatirkan ada suatu tindakan

rekayasa memperkecil hukuman dan harus tetap ditahan;

n. Bahwa, perbuatan tersebut adalah pidana murni yang tidak bisa

didamaikan sehingga alternative yang lain tidak dimungkinkan;

o. Bahwa, terhadap Pelapor tersebut Wawan Alex harus dilakukan

penahanan dikarenakan karakter terlapor yang tidak baik sehingga

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

yang bersangkutan dapat mengulangi perbuatan, melarikan diri, dan

menghilangkan barang bukti;

p. Bahwa, pada kenyataan justru Termohon mengeluarkan Terlapor

serta tidak pernah melanjutkan pemeriksaan terhadap Terlapor

dengan kata lain TERMOHON tidak melanjutkan penyidikan sesuai

laporan Pemohon;

q. Bahwa, dengan tidak menindak lanjuti laporan Pemohon dengan

demikian Termohon telah menghentikan penyidikan dan merugikan

Pemohon sebagai pihak yang mencari keadilan di Negeri ini;

r. Bahwa, sampai sekarang pedang yang dipakai sebagai alat untuk

melakukan tindak kriminal tersebut dihilangkan dengan tujuan

tertentu sangat mengerikan tindakan Termohon dalam perkara ini;

s. Bahwa, suatu perbandingan orang tidak melakukan kesalahan saja

bisa ditahan namun yang jelas melakukan kejahatan dengan

percobaan pembunuhan tidak ditahan hal ini dapat dibaca sebagai

MAFIA PERADILAN yang berkelanjutan;

t. Bahwa, dalam perkara yang lain polisi dapat membuat BAP PALSU

seperti yang dilakukan oleh KETUT ARJITA dari POLSEK

BANJARSARI sehingga sangat ditakuti BAP BAP PALSU yang

bakal lahir dalam perkara ini untuk meringankan Terlapor;

u. Bahwa, permohonan Pemeriksaan Pra-Peradilan ini Pemohon ajukan

berdasarkan Pasal 77- 83 KUHAP yang mengatur tentang

Permohona Pra-Peradilan;

v. Bahwa, berdasarkan pasa 77 KUHAP yang berbunyi Pengadilan

Negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus sesuai dengan

ketentuan yang diatur dalam Undang-undang ini tentang : a. sah atau

tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau

penghentian penuntutan, b. ganti rugi atau rehabilitasi bagi seorang

yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau

penuntutan;

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

w. Bahwa, berdasarkan Pasal 80 KUHAP yang mengatakan permintaan

pemeriksaan tentang sah tidaknya suatu penghentian penyidikan atau

penundaan dapat diajukan oleh Penyidik atau Penuntut Umum atau

pihak ketiga yang berkepentingan kepada Ketua Pengadilan Negeri

dengan menyebut alasannya;

x. Bahwa dengan tidak ditahan dapat diartikan atas perkara tersebut

telah dihentikan maka diajukan PERMOHONAN PEMERIKSAAN

PRA PERADILAN;

y. Bahwa, atas laporan Pemohon yang saapai sekarang tidak ada

kelanjutan maka Pemohon mengajukan permohonan pemeriksaan

Pra-Peradilan sesuai dengan Pasal 77 KUHAP huruf a dan b;

z. Bahwa, dengan tidak dilanjutkannya penyidikan berkaitan dengn

laporan Pemohon oleh Termohon telah menimbulkan kerugian bagi

Pemohon dan berdasarkan Pasal 80 KUHAP Pemohonan

mengajukan ganti rugi;

aa. Bahwa, dengan tidak dilanjutkannya penyidikan oleh Termohon

telah menimbulkan kerugan bagi Pemohon baik secara materiil

maupun immaterial dengan permohonan pemeriksaan Pra-Peradilan

ini Pemohon menuntut ganti rugi secara materiil sebesar Rp.

100.000.000,- (seratus juta rupiah);

bb. Bahwa, dengan permohonan pemeriksaan Pra-Peradilan ini Pemohon

menuntut ganti rugi secara immaterial sebesar Rp. 500.000.000,-

(lima ratus juta rupiah);

cc. Bahwa, disamping PERMOHONAN PEMERIKSAAN PRA-

PERADILAN ini kami ajukan kami kirimkan pula berkas perkara ini

diambil tindakan dan selanjutnya kami kirim ke :

a. KOMNAS HAM JAKARTA;

b. IRWASUM MABES POLRI;

c. SATGAS MAFIA HUKUM JAKARTA;

d. KOMISI III DPR RI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

Berdasarkan uraian diatas, mohon kepada Ketua Pengadilan Negeri

Surakarta untuk ;

PRIMAIR :

1. Mengabulkan permohonan Pemeriksaan Pra-Peradilan yang

dimohonkan oleh Pemohon untuk seluruhnya;

2. Menyatakan penghentian penyidikan dengan melepas TERLAPOR

tersebut WAWAN ALEX atas perbuatan penganiayaan yang

direncanakan jo. Percobaan pembunuhan adalah tidak sah;

3. Menyatakan Pemohon menuntut ganti rugi secara materiil sebesar

Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dan ganti rugi secara

immaterial sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) secara

tunai dan sekaligus;

4. Menghukum Termohon untuk melanjutkan penyidikan terhadap

laporan Pemohon berupa penganiayaan yang telah direncanakan jo.

Percobaan pembunuhan dengan Terlapor WAWAN ALEX dengan

menahan terlebih dahulu adalah sah berdasarkan hukum;

SUBSIDAIR :

Apabila Hakim Pra Peradilan berpendapat lain mohon putusan yang

seadil-adilnya (Ex Aequo Et Bono);

Dalam pemeriksaan di sidang praperadilanpun, memerlukan

pembuktian. Tujuan dari pembuktian adalah untuk memberikan keyakinan

kepada hakim akan kebenaran dari petanyaan-pertanyaan yang telah

diajukan oleh mereka yang mengajukan pembuktian tersebut. Berdasar

dari tujuan pembuktian tersebut, maka dapat di lihat bahwa pembuktian

memiliki hubungan yang sangat erat dengan segala apa yang telah

diungkapkan oleh para pihak dalam suatu pemeriksaan di sidang

pengadilan.

Hubungan antara pembuktian dengan pernyataan para pihak baik

yang berupa permohonan dari pemohon atau jawaban dari termohon atas

permohonan pemohon sangat berpengaruh terhadap keberadaan dari

permohonan pemohon dalam pemeriksaan dimana permohonan tersebut

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

diperiksa. Hal ini disebabkan karena antara permohonan dengan

pernyataan para pihak dan pembuktian yang dapat mereka ungkapkan

saling berkiatan dan saling mendukung.

Dalam persidangan Termohon untuk mempertahankan dalil-dalil

bantahannya telah mengajukan bukti tertulis berupa surat-surat sebagai

berikut :

1. Foto copy laporan Polisi Nomor Polisi :

LP/790/VII/2010/JATENG/TABES SKA tertanggal 07 Juli 2010

atas nama Pelapor (Pemohon Praperadilan) (bukti T-1);

2. Foto copy Surat Sprint Gas Penyelidikan dan penyidikan Nomor:

SP.GAS/406/VII/2010 Reskrim, tertanggal 07 Juli 2010 (bukti T-1) ;

3. Foto copy Surat Pemberitahuan Perkembangan hasil penelitian

laporan/SP2HP Nomor: SP2HP/403/A.1/VII/2010 Reskrim tertanggal

14 Juli 2010 (bukti T-3);

4. Foto copy Surat Perintah Penangkapan Nomor : SP.KAP/119/VII/2010

Reskrim tertanggal 23 Juli 2010 (bukti T-4)

5. Foto copy Surat Perintah Penahanan Nomor : Sp.Han/222/VII/2010

Reskrim tertanggal 24 Juli 2010 (bukti T-5);

6. Foto copy Surat dimulainya penahanan / SPDP Nomor :

SPDP/405/VII/2010 Reskrim tertanggal 26 Juli 2010 (bukti T-6);

7. Foto copy Surat Permohonan Penangguhan Penahanan dari pihak

tersangka Nomor : 07/ADV-YB/VII/2010, tertanggal 03 Agustus 2010

(bukti T-7);

8. Foto copy pengirim berkas perkara tahap pertama kepada Kepala

Kejaksaan Negeri Surakarta Nomor : B/3558/VIII/2010/Reskrim,

tertanggal 09 Agustus 2010 (bukti T-8);

9. Foto copy Surat Perintah Penangguhan Penahanan dari Termohon

nomor : SP.Han/222.D/VII/Reskrim, tertanggal 20 Agustus 2010

(bukti T-9);

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

10. Foto copy Surat Perintah Pengeluaran tahanan Nomor :

SP.Han/222.D/VII/2010/ Reskrim, tertanggal 20 Agustus 2010 (bukti

T-10);

11. Foto copy Surat bPemberitahuan perkembangan hasil/SP2HP Nomor :

SP2HP/455/A.3/VII/2010/Reskrim, tertanggal 26 Agustus 2010 (bukti

T-11)

12. Foto copy Surat Pemberitahuan berkasa dinyatakan lengkap dari

Kejaksaan Negeri (P-21) Nomor : B-2789/0.3.11/Epp.1/08/2010,

tertanggal 31 Agustus 2010 (bukti T-12);

13. Foto copy pengiriman tersangka dan barang bukti kepada Kejaksaan

Negeri Surakarta/penyerahan berkas tahap ke dua Nomor :

BP.4206/VII/2010/Reskrim, tertanggal 20 September 2010 (bukti T-

13)

14. Foto copy berita acara serah terima tersangka dan barang bukti,

tertanggal 20 September 2010 (bukti T-14);

15.Foto copy Surat Pemberitahuan Perkembangan hasil

penyidikan/SP2HP, Nomor : SP2HP/459/A.5/IX/2010/Reskrim,

tertanggal 25 September 2010 (bukti T-15);

16. Foto copy Tembusan Pelimpahan perkara acara pemeriksaan biasa dari

Kepala Kejaksaan Negeri Surakarta kepada Termohon, Nomor: B-

02/0.3.11/Ep/2010, tertanggal 05 Oktober 2010 (bukti T-16);

Foto copy-foto copy tersebut telah dilegalisir, bermaterai cukup dan telah

dicocokkan sesuai dengan aslinya, maka berlaku sebagai alat bukti yang

sah;

Apabila dengan pembuktian yang telah diungkapkan oleh para

pihak hakim memperoleh suatu keyakinan bahwa apa yang dimohonkan

itu benar atau sesuai dengan kenyataan yang ada maka secara otomatis

permohonan tersebut dikabulkan atau diterima. Sebaliknya apabila

pembuktian yang diajukan oleh para pihak tidak dapat meyakinkan hakim

dalam pemeriksaan tersebut akan apa yang dimohonkan tersebut benar

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

atau sesuai dengan kenyataan yang ada, maka permohonan tersebut akan

ditolak.

Adanya suatu konsekwensi terhadap permohonan yang diajukan ke

pengadilan mendapatkan suatu putusan yang berupa mengabulkan hanya

sebagian dari permohonan yang diajukan kepengadilan mendapatkan suatu

putusan yang berupa mengabulkan hanya sebagai dari permohonan yang

diajukan, hal ini disebabkan karena dengan pembuktian yang diajukan

oleh para pihak tersebut hakim memperoleh suatu keyakinan bahwa hanya

sebagian dari isi permohonan dari pemohon tersebut yang benar atau

sesuai dengan kenyataan yang ada.

Pembuktian dalam persidangan praperadilan disimpulkan dalam

bentuk pertimbangan hakim, sebagai berikut :

Menimbang, bahwa Pasal 1 angka 10 KUHAP menentukan ruang

lingkup kewenangan Praperadilan yaitu wewenang Pengadilan Negeri

untuk memeriksa dan memutus :

a. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas

permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa

tersangka;

b. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian

penuntutan atas permintaan tegaknya hukum dan keadilan;

c. Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau

keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak

diajukan ke Pengadilan;

Menimbang, bahwa Pasal 77 KUHAP menentukan Pengadilan

Negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus sesuai dengan

ketentuan yang diatur dalam Undang-undang ini tentang;

a. Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan

atau penghentian penuntutan;

b. Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkara

pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan;

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

Menimbang, bahwa Pasal 78 ayat (1) KUHAP menentukan yang

melaksanakan wewenang Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 77 adalah Praperadilan;

Menimbang, bahwa atas permohonan Praperadilan tersebut,

Termohon dalam jawabannya tertanggal 04 Oktober 2010, telah

mengajukan eksepsi yang pada pokoknya sebagai berikut :

1. Bahwa dasar/alasan Pemohon dalam Mengajukan permohonannya

Praperadilan adalah tidak termasuk dalam Yurisdiksi Praperadilan;

2. Bahwa permohonan Praperadilan yang diajukan Pemohon secara formal

cacat hukum;

3. Bahwa tuntutan mengenai ganti kerugian yang diajukan Pemohon

belum saatnya untuk diajukan;

Menimbang, bahwa Hakim akan mempertimbangkan eksepsi

Termohon sebagai berikut :

Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan eksepsi/keberatan

dalam ilmu hukum adalah tangkisan/pembelaan yang tidak mengenai

materi pokok perkara, tetapi keberatan ditujukan terhadap cacat formal

surat permohonan Praperadilan;

Menimbang, bahwa setelah membaca dan mempelajari eksepsi

termohon angka 1, 2 dan 3 tersebut diatas, Hakim berpendapat bahwa

eksepsi tersebut telah dinilai masuk materi pokok perkara dan perlu

adanya tahap pembuktian, maka eksepsi Termohon angka 1, 2 dan 3

tersebut haruslah dinyatakan tidak diterima;

DALAM POKOK PERKARA :

Menimbang, bahwa maksud dan tujuan permohonan pemeriksaan

Praperadilan Pemohon adalah sebagaimana tersebut dalam

permohonannya Pemohon;

Menimbang, bahwa berdasarkan jawab menjawab dan bukti0bukti

yang diajukan dipersidangan oleh Pemohon dan Termohon, Hakim dapat

menyimpulkan bahwa antara kedua belah pihak terdapat perbedaan

pendapat dalam hal-hal sebagai berikut :

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49

Menurut Pemohon :

- Bahwa Termohon tidak melanjuti laporan Pemohon yaitu laporan Polisi

No.Pol : LP/790/VII/2010/JATENG/TABES SKA tertanggal 07 Juli

2010, telah melaporkan WAWAN ALEX karena menganiaya dan

percobaan pembunuhan, dengan demikian Termohon telah

menghentikan penyidikan dan merugikan Pemohon sebagai pihak yang

mencari keadilan;

Menurut Termohon :

- Bahwa berkas perkara Nomor : BP218/VIII/2010 Reskrim, tanggal 24

Agustus 2010 atas nama WAWAN ALEX SANTOSO yang melanggar

Pasal 351 ayat (2) KUHP telah dinyatakan lengkap (P-21) oleh Kepala

Kejaksaan Negeri Surakarta;

- Bahwa penyidik telah menyerahkan tanggung jawab atas tersangka

WAWAN ALEX SANTOSO dan barang bukti kepada Penuntut

Umum berdasarkan berita acara serah terima tersangka dan barang

bukti pada hari Senin tanggal 20 September 2010;

- Menimbang, bahwa dari perbedaan pendapat anatara Pemohon dan

Termohon tersebut diatas, ternyata dalil-dalil permohoan Pemohon

telah dibantah oleh Termohon, maka Pemohon wajib membuktikan

dalil-dalil permohonannya tersebut :

- Menimbang, bahwa dari perbedaan pendapat antara Pemohon dan

Termohon tersebut diatas, Hakim berpendapat persoalan pokok antara

Pemohon dan Termohon yaitu : Apakah laporan Polisi No. Polisi :

LP/790/VII/2010/JATENG/TABES SKA, tanggal 07 Juli 2010 yang

isinya telah melaporkan tersangka WAWAN ALEX SANTOSO telah

ditindak lanjuti dengan proses penyelidikan, penyidikan dan

dilanjutkan proses pelimpahan berkas perkara ke Kejaksaan Negeri

Surakarta, sehingga perkara tersangka WAWAN ALEX SANTOSO

tidak dihentikan penyelidikan;

- Menimbang, bahwa terhadap persoalan pokok tersebut, Hakim

mempertimbangkan sebagai berikut :

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50

- Menimbang, bahwa dalam perkara ini Pemohon telah mengajukan

bukti tertulis P-1 sampai dengan P-11, serta bukti saksi HERU

WIBOWO dan saksi BUDI HARYANTO;

- Menimbang, bahwa dari bukti tertulis P-1 sampai P-11, serta bukti

saksi HERU WIBOWO dan saksi BUDI HARYANTO tidak ada yang

menerangkan bahwa laporan Pemohon yaitu laporan Polisi No.Pol :

LP/790/VII/2010/JATENG/TABES SKA, tanggal 07 Juli 2010 yang

isinya telah melaporkan tersangka WAWAN ALEX SANTOSO

karena penganiayaan dan percobaan pembunuhan tidak ditindaklanjuti

dan perkara tersebut dihentikan penyidikan oleh Termohon, sehingga

merugikan saksi korban CHOIRUDIN alias EKO CHOIRUDIN;

- Menimbang, bahwa Termohon dalam perkara ini Termohon telah

mengajukan bukti tertulis T-1 sampai dengan T-16;

- Menimbang, bahwa dari tertulis T-1 sampai dengan T-16, Hakim

berpendapat bahwa Termohon telah menindak lanjuti laporan Polisi

No.Pol : LP/790/VII/2010/JATENG/TABES SKA, tanggal 07 Juli

2010 mulai dari proses penyelidikan dan penyidikan sampai dengan

pengiriman tersangka dan barang bukti kepada Kepala Kejaksaan

Negeri Surakarta yang dibuktikan dengan Berita Acara serah terima

tersangka dan barang bukti yang telah diterima oleh Bambang Sutejo,

Pangkat/NIP: MUDAWIRA/230017315, jabatan staf bagian barang

bukti Kejaksaan Negeri Surakarta;

- Menimbang, bahwa berdasarkan bukti T-16 perkara atas nama

Terdakwa WAWAN ALEX SANTOSO Bin SUKIMIN telah

dilimpahkan Kepala Kejaksaan NEgeri Surakarta ke Pengadilan

Negeri Surakarta dengan acara pemeriksaan biasa dan minta segera

mengadili perkara tersebut, sebagaimana dalam surat pelimpahan

perkara Acara Pemeriksaan biasa Nomor : B-02/0.3.11/Ep.2/10/2010;

- Menimbang, bahwa dari pertimbangan-pertimbangan tersebut

Pemohonan tidak dapat membuktikan dalil-dalil permohonannya,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

51

maka petitum permohonan Pemohon angka 2, 3, 4 dan 5 haruslah

ditolak;

- Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan ersebut

diatas, maka permintaan pemeriksaan Praperadilan yang diajukan oleh

Pemohon terhadap Termohon haruslah dinyatakan ditolak untuk

keseluruhan;

- Mengingat Pasal 77, Pasal 78, Pasal 80 KUHAP serta peraturan-

peraturan lain-lain yang bersangkutan;

M E N G A D I L I

DALAM EKSEPSI :

- Menyatakan eksepsi Termohon tidak dapat diterima;

DALAM POKOK PERKARA :

- Menolak permintaan permintaan pemeriksaan Praperadilan yang

diajukan oleh Pemohon;

- Menetapkan biaya perkara nihil;

Demikianlah diputuskan pada hari Senin tanggal 11 Oktober 2010,

oleh kami M. NAJIB SHOLEH, SH, Hakim Pengadilan Negeri

Surakarta, putusan tersebut diucapkan dalam persidangan yang terbuka

untuk umum pada hari itu juga oleh Hakim tersebut, dengan dibantu oleh

SUMARMIN, SH, PAnitera Pengganti, dengan dihadiri oleh Kuasa

Pemohon dan Kuasa Termohon;

Dalam pemeriksaan praperadilan bahwa yang dimohonkan untuk

diperiksa dalam pemeriksaan ini adalah mengenai sah atau tidaknya suatu

penangkapan dan atau penahanan atau mengenai sah tidaknya penghentian

penyidikan atau penghentian penuntutan. Dalam hal ini dapat juga

dimohonkan untuk diperiksa mengenai tuntuan/pemermintaan ganti rugi

dan atau rehabilitasi berkenaan dengan adanya peristiwa penangkapan dan

atau penahanan yang tidak sah atau karena adanya penghentian penyidikan

atau penghentian penuntuan yang sah yang telah dilakukan oleh termohon

terhadap pemohon.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

52

Apabila putusan pra peradilan tersebut mennyatakan bahwa

penangkapan dan atau penahanan yang dilakukan oleh termohon sah,

maka terhadap permintaan ganti rugi dan atau rehabilitasi yang mengikuti

permohonan tersebut tidak diterima sepanjang tidak bertentangan dengan

ketentuan yang terdapat dalam Pasal 7 dan Pasal 9 PP. No. 27 Tahun 1983

untuk permintaan ganti ruginya dan Pasal 12 PP. No. 27 Tahun 1983untuk

permintgaan rehabilitasinya.

2. Analisis Dasar Pertimbangan Hakim Praperadilan Menolak

Permohonan Praperadilan dalam Putusan Praperadilan Nomor :

04/Pid.Pra/2010/PN.Ska di Pengadilan Negeri Surakarta

Pekerjaan para hakim adalah mengusahakan keadilan yaitu

mewujudkan suatu kebajikan untuk memberikan kepada setiap orang

haknya atau sedekat mungkin dengan haknya, misalnya menjatuhkan

hukuman sesuai dengan kesalahannya, sehingga tidak ada orang yang

mendapatkan keuntungan atas penderitaan orang lain. Sedangkan keadilan

hukum (legal justice) berarti keadilan telah dirumuskan oleh hukum dalam

bentuk hak dan kewajiban, dimana pelanggaran terhadap keadilan ini dapat

ditegakkan melalui proses hukum, yang umumnya di Pengadilan. Keadilan

dapat juga dilihat dari hasil-hasil konkrit yang dapat diberikan kepada

masyarakat. Hasil yang diperoleh itu hendaknya berupa pemuasan

kebutuhan manusia sebanyak-banyaknya dengan mengorbankan yang

sekecil-kecilnya.

Dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan

Kehakiman sebagai hasil revisi Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970, Bab

IV tentang Hakim dan Kewajibannya, Pasal

Hakim wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan

Pasal tusan hakim sesuai

-

undang tersebut sejalan dengan pemahaman bahwa hukum yang baik adalah

hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup di dalam masyarakat. Sesuai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

53

di sini berarti bahwa hukum itu mencerminkan nilai-nilai yang hidup di

dalam masyarakat.

Idealnya setiap hukum (perundang-undangan) termasuk putusan hakim

harus dijiwai oleh ketiga nilai dasar hukum yaitu keadilan, kepastian, dan

kemanfaatan. Namun, realitas menunjukkan bahwa sering kali terjadi

pertentangan antara nilai yang satu dan yang lainnya, misalnya, antara

keadilan dan kepastian hukum ataukah antara kemanfaatan dan kepastian

hukum. Ketiga unsur esensial hukum yaitu keadilan, kemanfaatan, dan

kepastian hukum sulit terwujud secara bersamaan, lebih sering terjadi

konflik antara ketiganya.

Tujuan hukum yang terpenting adalah untuk mencapai keadilan di

dalam masyarakat yang menyebabkan dua hal. Pertama, kaidah-kaidah

hukum merupakan kaidah yang sah (mempunyai validity) dan adil (harus

mempunyai value). Kedua, penegakan hukum dan pelaksanaan hukum itu

tidak boleh dilakukan dengan menghilangkan nilai-nilai etika dan

menghilangkan martabat kemanusiaan.

Penetapan hukum atas perkara pidana mengenai tuntutan ganti rugi

atau rehabilitasi, dipandang sebagai bentuk kongkret penerapan hukum yang

sangat mempengaruhi secara nyata rasa keadilan, memperoleh perlindungan

hukum, manfaat hukum, kebutuhan atau keadilan hukum secara individu

atau sosial. Penetapan hukum sebagai bentuk penegakan hukum tidak

mungkin terlepas dari aturan hukum, pelaku hukum, lingkungan tempat

terjadinya proses penegakan hukum, maka tidak mungkin penegakan hukum

hanya melihat pada aparat penegak hukumnya apalagi hanya dibatasi pada

penyelenggaraan peradilan.

Pertimbangan hakim untuk memutus tuntutan ganti kerugian oleh

tersangka atau ahli warisnya atas penangkapan atau penahanan serta

tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau kekeliruan

mengenai orang atau hukum yang diterapkan, didasarkan atas (a)

pertimbangan atas fakta di persidangan, dan (b) pertimbangan hukum.

Masing-masing dapat dijelaskan sebagai berikut ini.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

54

a. Pertimbangan hakim atas fakta di sidang pengadilan.

1) Bahwa untuk kepentingan pekerjaan penyidikan dan berdasarkan hasil

pemeriksaan diperoleh bukti yang cukup, tersangka diduga keras

melakukan tindak pidana yang dapat dikenakan penahanan, tersangka

dikhawatirkan akan melarikan iri, merusak atau menghilangkan barang

bukti dan atau mengulangi tindak pidana maka Termohon selaku

penyidik telah melakukan penahanan terhada tersangka WAWAN

ALEX SANTOSO Bin SUKIMIN di Rumah Tahanan Negara

Kepolisian Resort Kota Surakarta;

2) Bahwa sehubungan penahanan terhadap tersangka WAWAN ALEX

SANTOSO Bin SUKIMIN di rumah Tahanan Negara Kepolisian

Resort Surakarta tersebut, dengan mempertimbangkan permintaan

tersangka dan memperhatikan syarat-syarat yang ditentukan Undang-

Undang serta situasi masyarakat setempat, maka Termohon telah

melakukan penangguhan penahanan terhadap tersangka WAWAN

ALEX SANTOSO Bin SUKIMIN;

3) Bahwa tindakakn Termohon selaku penyidik dalam tingkat penyelidikan

dan penyidikan dengan tidak melakukan penahahan dan/atau

melakukan penahanan terhadap tersangka WAWAN ALEX SANTOSO

Bin SUKIMIN adalah sah menurut hukum karena tindakan hukum

untuk melakukan penahanan terhadap tersangka karena disangka

melakukan tindak pidana sebagaimana diatut dalam ketentuan Pasal 20,

Pasal 21 ayat (1) dan Pasal 21 ayat (4) huruf a dan b adalah merupakan

kewenangan Termohon selaku penyidik, hal ini dinyatakan dalam

KUHAP sebagai berikut ;

4) Pasal 20 ayat (1) untuk kepentingan penyelidikan, penyidikan atau

penyidik pembantu atas perintah penyidik berwenang melakukan

penahanan;

5) Pasal 21 ayat (1) Perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan

terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang dianggap diduga keras

melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

55

adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa

tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau

menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana;

6) Pasal 21 ayat (4) penahanan tersebut hanya dapat dikenakan terhadap

tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana dan atau

percobaan maupun pemberian bantuan dalam tindak pidana tersebut

dalam hal;

(a) tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara lima tahun atau

lebih;

(b) tindak pidana yang dimaksudkan dalam Pasal 282 ayat (3), Pasal

296, Pasal 335 ayat (1), Pasal 351 ayat (1), Pasal 353 ayat (1), Pasal

455, Pasal 459, Pasal 480 dan Pasal 506 KUHPidana;

7) Bahwa demikian pula mengenai tindak Termohon dalam menangguhkan

penahanan terhadap tersangka WAWAN ALEX SANTOSO Bin

SUKIMIN adalah sah menurut hukum sesuai ketentuan sebagaimana

permintaan tersangka dan terdakwa, penyidik atau Penuntut Umum atau

-masing dapat melakukan

penangguhan dengan atau tanpa jaminan atau jaminan uang atau

jaminan orang, berdasarkan syarat yang ditentukan;

8) Bahwa dengan demikian tindakan Termohon pemeriksaan Praperadilan

selaku penyidik untuk tidak melakukan tindakan hukum berupa

penahanan terhadap tersangka WAWAN ALEX SANTOSO Bin

SUKIMIN karena disangka melakukan tindak pidana dimaksudkan

dalam ketentuan Pasal 351 ayat (2) KUHP sesuai laporan No.Pol :

LP/790/VII/2010/JATENG/TABES/SKA tertanggal 07 Juli 2010 atas

Pemohon sebagai Pelapor untuk selanjutnya dilakukan penangguhan

penahanan adalah sah menurut hukum dan tidak dapat diartikan sebagai

tindakan hukum berupa menghentikan penyidikan;

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

56

9) Bahwa untuk dalil-dalil permohonan pemeriksaan Praperadilan selain

dan selebihnya, oleh karena tidak ada relefansinya dengan permohonan

pemeriksaan Praperadilan, tidak perlu kami tangapi;

Keberadaan hakim yang memiliki integritas menjadi salah satu elemen

dari upaya menegakkan kekuasaan kehakiman yang bebas dari campur

tangan pengaruh dari luar. Hakim terlibat secara langsung dalam

membangun adanya pengadilan yang bebas dan menuntut adanya komitmen

dan peran aktif dari semua komponen pengadilan sebagai bagian dari proses

penegakan keadilan.

Berdasar fakta-fakta yuridis yang terungkap dipersidangan

sebagaimana Putusan Perkara (No.04/Pid.Pra/2010/PN Ska) yang

memeriksa dan mengadili perkara permohonan Praperadilan menjatuhkan

putusan sebagai berikut :

Menimbang, bahwa dari pertimbangan-pertimbangan tersebut Pemohonan

tidak dapat membuktikan dalil-dalil permohonannya, maka petitum

permohonan Pemohon angka 2, 3, 4 dan 5 haruslah ditolak;

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut

diatas, maka permintaan pemeriksaan Praperadilan yang diajukan oleh

Pemohon terhadap Termohon haruslah dinyatakan ditolak untuk

keseluruhan;

Mengingat Pasal 77, Pasal 78, Pasal 80 KUHAP serta peraturan-peraturan

lain-lain yang bersangkutan;

M E N G A D I L I

DALAM EKSEPSI :

Menyatakan eksepsi Termohon tidak dapat diterima;

DALAM POKOK PERKARA :

- Menolak permintaan pemeriksaan Praperadilan yang diajukan oleh

Pemohon;

- Menetapkan biaya perkara nihil;

Demikianlah diputuskan pada hari Senin tanggal 11 Oktober 2010, oleh

kami M. NAJIB SHOLEH, SH, Hakim Pengadilan Negeri Surakarta,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

57

putusan tersebut diucapkan dalam persidangan yang terbuka untuk umum

pada hari itu juga oleh Hakim tersebut, dengan dibantu oleh SUMARMIN,

SH, Panitera Pengganti, dengan dihadiri oleh Kuasa Pemohon dan Kuasa

Termohon;

Berdasar pada keyakinan hakim, kebenaran dan keadilan suatu kasus

atau suatu perkara dapat diputuskan oleh hakim. Putusan pengadilan yang

tidak adil akan dirasakan sebagai kenistaan hidup dan kematian akal sehat

(the death of common sence). Sebaliknya, putusan yang mengandung

kebenaran dan keadilan akan menumbuhkan dan mempersubur nilai-nilai

kehidupan dan peradaban manusia.

Hakim dalam tugasnya untuk menegakkan hukum tidak lepas dari

pola yuridis dan pola sosiologis. Pola yuridis dimaksudkan bahwa dalam

penyelenggaraan hukum dimulai dari pertimbangan suatu kasus berdasar

peraturan hukum, menerapkan sanksi hukum dan seterusnya. Pola sosiologis

lebih menekankan kepada mekanisme untuk memecahkan persoalan dengan

alternatif lain. Pola sosiologis yang ditekankan adalah keberhasilan

mencapai tujuan hukum (efisiensi). Dalam hal ini hakim dalam memeriksa

dan memutuskan perkara pidana memperhatikan dengan seksama faktor-

faktor dan latar belakang perbuatan pidana dan dampaknya jika hakim tidak

memberikan putusan yang adil dari perkara tersebut.

Fakta-fakta di atas menunjukkan bahwa bekerjanya hukum yang

diterapkan terhadap perkara pidana, terutama tercermin lewat fungsi

normatifnya sebagai tatanan operasional, sehingga peranan hakim dalam

penegakan hukum itu ;

1) Masih memerlukan penafsiran agar setiap otoritas hukum menjadi

potensi untuk memahami suatu kaidah hukum dengan makna dan dalam

konteks yang sama.

2) Disamping metode dan prosedur yang tepat, faktor moral (moral justice)

harus dikedepankan.

Dalam memutus perkara tersebut, hakim tidak menangkap adanya

fakta yang mendukung dalil pemohon bahwa termohon melanggar ketentuan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

58

dalam melaksanakan penyidikan (Pasal 106 107 KUHAP). Oleh karena

termohon sebagai penyidik telah memenuhi semua peraturan dan ketentuan

mengenai pelaksanaan penyidikan, maka hakim memutuskan untuk menolak

semua dalil permohonan pemohon agar dilakukan pemeriksaan terhadap

tindakan penyimpangan/pelanggaran termohon selaku penyidik. Dengan

ditolaknya permohonan untuk penetapan termohon melanggar Pasal-pasal

mengenai penyidikan, maka otomatis permohonan tuntutan ganti rugi atau

rehabiitasi pemohon gugur dengan sendirinya.

b. Pertimbangan hukum

Seperti apa yang termuat dalam putusan pengadilan Negeri

Surakarta, dalam pemeriksaan terhadap permohonan dari pemohon tersebut,

beban pembuktiannya dikenakan kepada kedua belah pihak, yaitu pihak

pemohon dan pihak termohon. Pengenaan beban pembuktian terhadap para

pihak tersebut dapat di lihat dari adanya pengajuan surat yang dilampirkan

oleh pemohon dalam permohannya dan pengajuan berkas panggilan dari

termohon dalam pemeriksaan tersebut. Pertimbangan hukum yang dipakai

oleh hakim Praperadilan tersebut sebagai berikut :

DALAM POKOK PERKARA

Menimbang, bahwa maksud dan tujuan permohonan pemeriksaan

Praperadilan Pemohon adalah sebagaimana tersebut dalam permohonannya

Pemohon;

Menimbang, bahwa berdasarkan jawab menjawab dan bukti0bukti yang

diajukan dipersidangan oleh Pemohon dan Termohon, Hakim dapat

menyimpulkan bahwa antara kedua belah pihak terdapat perbedaan pendapat

dalam hal-hal sebagai berikut :

Menurut Pemohon :

- Bahwa Termohon tidak melanjuti laporan Pemohon yaitu laporan polisi

No.Pol : LP/790/VII/2010/JATENG/TABES SKA tertanggal 07 Juli

2010, telah melaporkan WAWAN ALEX karena menganiaya dan

percobaan pembunuhan, Termohon telah menghentikan penyidikan dan

merugikan Pemohon sebagai pihak yang mencari keadilan;

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

59

Menurut Termohon :

- Bahwa berkas perkara Nomor : BP218/VIII/2010 Reskrim, tanggal 24

Agustus 2010 atas nama WAWAN ALEX SANTOSO yang melanggar

Pasal 351 ayat (2) KUHP telah dinyatakan lengkap (P-21) oleh Kepala

Kejaksaan Negeri Surakarta;

- Bahwa penyidik telah menyerahkan tanggung jawab atas tersangka

WAWAN ALEX SANTOSO dan barang bukti kepada Penuntut

Umum berdasarkan berita acara serah terima tersangka dan barang

bukti pada hari Senin tanggal 20 September 2010;

Menimbang, bahwa dari perbedaan pendapat anatara Pemohon dan

Termohon tersebut diatas, ternyata dalil-dalil permohonan Pemohon telah

dibantah oleh Termohon, maka Pemohon wajib membuktikan dalil-dalil

permohonannya tersebut :

Menimbang, bahwa dari perbedaan pendapat antara Pemohon dan

Termohon tersebut diatas, Hakim berpendapat persoalan pokok antara

Pemohon dan Termohon yaitu : Apakah laporan Polisi No. Polisi :

LP/790/VII/2010/JATENG/TABES SKA, tanggal 07 Juli 2010 yang isinya

telah melaporkan tersangka WAWAN ALEX SANTOSO telah ditindak

lanjuti dengan proses penyelidikan, penyidikan dan dilanjutkan proses

pelimpahan berkas perkara ke Kejaksaan Negeri Surakarta, sehingga perkara

tersangka WAWAN ALEX SANTOSO tidak dihentikan penyidikannya;

Menimbang, bahwa terhadap persoalan pokok tersebut, Hakim

mempertimbangkan sebagai berikut :

Menimbang, bahwa dalam perkara ini Pemohon telah mengajukan

bukti tertulis P-1 sampai dengan P-11, serta bukti saksi HERU WIBOWO

dan saksi BUDI HARYANTO;

Menimbang, bahwa dari bukti tertulis P-1 sampai P-11, serta bukti

saksi HERU WIBOWO dan saksi BUDI HARYANTO tidak ada yang

menerangkan bahwa laporan Pemohon yaitu laporan Polisi No.Pol :

LP/790/VII/2010/JATENG/TABES SKA, tanggal 07 Juli 2010 yang isinya

telah melaporkan tersangka WAWAN ALEX SANTOSO karena

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

60

penganiayaan dan percobaan pembunuhan tidak ditindaklanjuti dan perkara

tersebut dihentikan penyidikannya oleh Termohon, sehingga merugikan

saksi korban CHOIRUDIN alias EKO CHOIRUDIN;

Menimbang, bahwa Termohon dalam perkara ini Termohon telah

mengajukan bukti tertulis T-1 sampai dengan T-16;

Menimbang, bahwa dari tertulis T-1 sampai dengan T-16, Hakim

berpendapat bahwa Termohon telah menindak lanjuti laporan Polisi No.Pol :

LP/790/VII/2010/JATENG/TABES SKA, tanggal 07 Juli 2010 mulai dari

proses penyelidikan dan penyidikan sampai dengan pengiriman tersangka

dan barang bukti kepada Kepala Kejaksaan Negeri Surakarta yang

dibuktikan dengan Berita Acara serah terima tersangka dan barang bukti

yang telah diterima oleh Bambang Sutejo, Pangkat/NIP:

MUDAWIRA/230017315, jabatan staf bagian barang bukti Kejaksaan

Negeri Surakarta;

Menimbang, bahwa berdasarkan bukti T-16 perkara atas nama

Terdakwa WAWAN ALEX SANTOSO Bin SUKIMIN telah dilimpahkan

Kepala Kejaksaan NEgeri Surakarta ke Pengadilan Negeri Surakarta dengan

acara pemeriksaan biasa dan minta segera mengadili perkara tersebut,

sebagaimana dalam surat pelimpahan perkara Acara Pemeriksaan biasa

Nomor : B-02/0.3.11/Ep.2/10/2010;

Menimbang, bahwa dari pertimbangan-pertimbangan tersebut

Pemohonan tidak dapat membuktikan dalil-dalil permohonannya, maka

petitum permohonan Pemohon angka 2, 3, 4 dan 5 haruslah ditolak;

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut

diatas, maka permintaan pemeriksaan Praperadilan yang diajukan oleh

Pemohon terhadap Termohon haruslah dinyatakan ditolak untuk

keseluruhan;

Mengingat Pasal 77, Pasal 78, Pasal 80 KUHAP serta peraturan-

peraturan lain-lain yang bersangkutan;

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

61

M E N G A D I L I

DALAM EKSEPSI :

- Menyatakan eksepsi Termohon tidak dapat diterima;

DALAM POKOK PERKARA :

- Menolak Permintaan pemeriksaan Praperadilan yang diajukan oleh

Pemohon;

- Menetapkan biaya perkara nihil;

Demikianlah diputuskan pada hari Senin tanggal 11 Oktober 2010,

oleh kami M. NAJIB SHOLEH, SH, Hakim Pengadilan Negeri Surakarta,

putusan tersebut diucapkan dalam persidangan yang terbuka untuk umum

pada hari itu juga oleh Hakim tersebut, dengan dibantu oleh SUMARMIN,

SH, Panitera Pengganti, dengan dihadiri oleh Kuasa Pemohon dan Kuasa

Termohon;

Dalam perkara ini, yang telah diperiksa dan diputus oleh Hakim

Praperadilan di Pengadilan Negeri Surakarta, bahwa permohonan dari

pemohon tersebut tidak diterima/ditolak, hal ini dIsebabkan karena fakta

yuridis tidak mendukung dalil-dalil pemohon, sedangkan pembuktian dari

pihak termohon dalam pemeriksaan tersebut sangat mendukung pernyataan-

pernyataan yang telah diungkapkannya tersebut, sehingga nantinya

pernyataan-pernyataan yang telah diungkapkannya itu dapat memberikan

suatu gambaran yang mengarah pada suatu keyakinan kepada hakim yang

memeriksa perkara tersebut tentang kebenaran dari apa-apa yang telah

dilakukannya.

Dari uraian tersebut peneliti dapat kemukakan bahwa pembuktian dari

para pihak sangat berpengaruh terhadap permohonan yang diajukan oleh

pemohon. Dalam hal ini peneliti juga dapat kemukakan bahwa pengaruh dari

pembuktian tersebut terhadap permohonan pemeriksaan tentang sah

tidaknya penghentian penyidikan adalah bersifat langsung karena

pembuktian dalam pemeriksaan praperadilan tersebut pada dasarnya adalah

untuk membuktikan kebenaran dari apa yang menjadi pokok sengketa dalam

perkara tersebut.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

62

1). Alat bukti yang diajukan lemah

Dalam putusan tersebut disamping ditolaknya permohonan

pemohon tersebut, permintaan ganti rugi yang diajukan oleh pemohon

otomatis juga ditolak atau gugur. Ditolaknya permintaan tersebut

menurut hemat peneliti disebabkan karena permohonan pemeriksaan

perkara tersebut tidak didukung oleh alat-lat bukti yang mampu

meyakinkan hakim karena lemah atau tidak didukung bukti yang sah,

dan tidak memenuhi ketentuan yang terdapat dalam Pasal 81 KUHAP.

Adapun pengajuan surat dari pemohon tersebut dimaksudkan

sebagai bukti terhadap dugaan pemohon bahwa termohon telah

melakukan penghentian penyidikan terhadap perkara yang telah

diadukannya, sedangkan pengajuan bukti pihak termohon berupa satu

bendel berkas panggilan dari termohon dimaksudkan untuk menyangkal

dan membuktikan bahwa termohon belum atau tidak pernah melakukan

penghentian penyidikan terhadap perkara yang diajukan pemohonan

kepadanya seperti yang diduga oleh pemohon.

Dari tidak diterimanya permohonan pemohon tersebut atau tidak

terbukti adanya penghentian penyidikan yang dimohonkan

pemeriksaannya tersebut maka permohonan pemeriksaan praperadilan

dinyatakan tidak sah dan kemudian berpengaruh terhadap permintaan

ganti rugi yang diajukan oleh pemohon (yaitu ditolaknya permintaan

pemohon tersebut).

b) Pembuktian tidak kuat/tidak sah sehingga tuntutan ganti rugi ditolak

Pengaruh dari pembuktian tersebut, menurut hemat peneliti

adalah bersifat tidak langsung karena apabila melihat dari pemeriksaan

tersebut, pembuktian dari para pihak yang diajukan dalam pemeriksaan

itu pada dasarnya adalah untuk membuktikan tentang apa yang menjadi

pokok sengketa dalam perkara tersebut, yaitu tentang sah atau tidaknya

penghentian penyidikan yang dimohonkan pemeriksaannya oleh

pemohon dan bukan merupakan suatu pembuktian untuk membuktikan

tentang permintaan ganti rugi tersebut, namun demikian pembuktian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

63

yang diajukan tersebut juga berpengaruh keberadaan dari permintaan

ganti kerugian yang diajukan oleh pemohon dalam pemeriksaan

praperadilan itu.

Putusan praperadilan tersebut menyatakan bahwa penangkapan

dan atau penahanan yang dilakukan oleh termohon sah, maka terhadap

permintaan ganti rugi dan atau rehabilitasi yang mengikuti permohonan

tersebut kemungkinan besar tidak diterima hal ini sesuai dengan

ketentuan yang terdapat dalam Pasal 7 dan Pasal 9 PP. No. 27 Tahun

1983 untuk permintaan ganti ruginya dan Pasal 12 PP. No. 27 Tahun

1983 dan apabila putusan dari pemeriksaan tersebut menyatakan bahwa

tindakan penangkapan dan atau penahanan dari termohon sah, maka

secara otomatis permintaan ganti rugi dan atau rehabilitasi yang

mengikuti permohonan tersebut diterima.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

64

BAB IV

P E N U T U P

A. Kesimpulan

Berdasarkan atas pembahasan permasalahan yang telah penulis

uraiakan pada bab-bab terdahulu, maka terhadap permasalahan yang dibahas

tersebut penulis dapat menarik suatu kesimpulan sebagai berikut :

1. Dalil permohonan praperadilan dalam pemeriksaan praperadilan pada

putusan praperadilan Nomor : 04/Pid.Pra/2010/PN.Ska di Pengadilan

Negeri Surakarta melalui dua cara, yaitu :

a. Dalil Pertama, Termohon tidak melanjuti laporan Pemohon yaitu

laporan polisi Nomor : LP/790/VII/2010/JATENG/TABES SKA

tertanggal 07 Juli 2010, telah melaporkan WAWAN ALEX karena

menganiaya dan percobaan pembunuhan, dengan demikian Termohon

telah menghentikan penyidikan dan merugikan Pemohon sebagai

pihak yang mencari keadilan;

b. Dalil Kedua adalah :

1) menyatakan penghentian penyidikan dengan melepas TERLAPOR

WAWAN ALEX atas perbuatan penganiayaan yang direncanakan

jo. Percobaan pembunuhan adalah tidak sah;

2) menghukum Termohon untuk melanjutkan penyidikan terhadap

laporan Pemohon berupa penganiayaan yang telah direncanakan

jo.percobaan penmbunuhan dengan Terlapor WAWAN ALEX

dengan menahan terlebih dahulu;

c.Kedua dalil permohonan tersebut lemah, karena adanya bukti yang

kuat dari termohon, yakni :

1) Bawa berkas perkara Nomor : BP218/VIII/2010 reskrim, tanggal 24

Agustus 2010 atas nama WAWAN ALEX SANTOSO yang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

65

melanngar pasal 351 ayat (2) KUHP telah dinyatakan lengkap (P-

21) oleh kepala Kejaksaan Negeri Surakarta;

2) Bahwa penyidik telah menyerahkan tanggung jawab atas tersangka

WAWAN ALEX SANTOSO dan barang bukti kepada Penuntut

Umum berdasarkan berita acara serah terima tersangka dan barang

bukti pada hari Senin tanggal 20 September 2010.

2. Dasar pertimbangan hakim praperadilan menolak permohonan praperadilan

dalam putusan praperadilan Nomor : 04/pid.Pra/2010/PN.Ska di

Pengadilan Negeri Suarakarta, yakni pertimbangan hakim untuk memutus

menolak permintaan pemeriksaan praperadilan yang diajukan oleh

Pemohon terhadap Termohon dinyatakan ditolak untuk keseluruhan

didasarkan atas :

(a) pertimbangan hukum:

a. Alat bukti yang diajukan lemah.

Ditolaknya permintaan tersebut karena alat-alat bukti untuk

meyakinkan hakim lemah atau tidak didukung bukti yang sah,

sesuai ketentuan yang terdapat dalam pasal 81 KUHAP.

b. Pembuktian tidak kuat/sah sehingga tuntutam ganti rugi ditolak.

Tuntutan ganti rugi/rehabilitasi ditolak karena pembuktian tidak

kuat dasar hukumnya dan tidak mampu membuktikan pokok

sengketa yaitu tentang sah atau tidaknya penghentian penyidikan

yang dimohonkan pemeriksaannya oleh pemohon.

(b) pertimbangan atas fakta di pengadilan

a. Menimbang,bahwa dari bukti tertulis P-1 sampa P-11, serta bukti

saksi HERU WIBOWO dan saksi BUDI HARYANTO tidak ada

yang menerangkan bahwa laporan Pemohon yaitu laporan polisi

Nomor : LP/790/VII/2010/JATENG/TABES SKA, tertanggal 07

Juli 2010 yang isinya telah melaporkan tersangka WAWAN ALEX

SANTOSO karena penganiayaan dan percobaan pembunuhan tidak

ditindaklanjuti dan perkara tersebut dihentikan penyidikan oleh

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

66

Termohon, sehingga merugikan saksi korban CHOIRUDIN alias

EKO CHOIRUDIN;

b. Menimbnag, bahwa Termohon dalam perkara ini telah mengajukan

bukti T-1 sampai dengan T-16;

c. Menimbang, bahwa dari bukti tertulis T-1 sampai dengan T-16,

hakim berpendapat bahwa Termohon telah menindak lanjuti

laporan Polisi No.Pol : LP/790/VII/2010/JATENG/TABES SKA,

tanggal 07 Juli 2010 mulai dari proses penyelidikan dan

penyidikan sampai dengan pengiriman tersangka dan barang bukti

kepada Kepala Kejaksaan Negeri Suarakarta yang dibuktikan

dengan Berita Acara serah terima tersangka dan barang bukti yang

telah diterima oleh Bambang Sutejo, Pangkat/NIP:

MUDAwira/230017315, jabatan staffbagian barang bukti

Kejaksaan Negeri Surakarta;

d. Menimbang, bahwa berdasarka bukti T-16 perkara atas nama

Terdakwa WAWAN ALEX SANTOSO Bin SUKIMIN telah

dilimpahkan Kepala Kejaksaan Negeri Surakarta ke Pengadilan

Negeri Surakarta dengan acara pemeriksan biasa dan minta segera

mengadili perkara tersebut, sebagaimana dalam surat pelimpahan

perkara acara pemeriksaan biasa Nomor : B-

02/0.3.11/Ep.2/10/2010;

e. Menimbang, bahwa dari pertimbangan-pertimbangan tersebut

Pemohon tidak dapat membuktikan dalil-dalil permohonannya,

maka petitumpermohonan Pemohon angka 2,3,4 dan 5 haruslah

ditolak;

f. Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbnagan

tersebut diatas, maka permintaan pemeriksaan prperadilan yang

diajukan oleh Pemohon terhadap Termohon haruslah dinyatakan

ditolak untuk keseluruhan.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

67

(c) pertimbangan yuridis

Mengingat Pasal 77, Pasal 78, Pasal 80 KUHAP serta peraturan -

peraturan lain-lain yang bersangkutan.

B. Saran

1. Perlu adanya sosialisasi tentang praperadilan pada masyarakat, terutama

hak-hak tersangka dalam pemeriksaan penyidikan sesuai KUHAP.

sehingga dapat dihindarkan adanya sengketa antara para penegak hukum

tersebut dengan masyarakat. Tujuannya agar pelaksanaan hukum oleh

aparat penegak hukum tersebut benar-benar bertujuan untuk melindungi

kepentingan hukum dan hak-hak asasi masyarakat.

2. Perlu lebih ditingkatkan profesionalisasi penyidik/penyidik pembantu,

agar tidak terjadi kerugian yang diderita tersangka. Sehingga tidak perlu

adanya pemeriksaan praperadilan.