perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id kajian pengaruh .../kajian... · rehabilitasi dalam...
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
KAJIAN PENGARUH KEKUATAN PEMBUKTIAN TERHADAP
DITERIMA ATAU DITOLAKNYA TUNTUTAN GANTI RUGI
DAN/ATAU REHABILITASI DALAM PEMERIKSAAN
PRAPERADILAN
(Studi Kasus terhadap Putusan Praperadilan Nomor : 04/Pid.Pra/2010/PN.Ska di
Pengadilan Negeri Surakarta).
Penulisan Hukum
(Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan Guna
Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh :
FITRA AGUSTIN MAHARDHIKA
NIM. E0007130
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERNYATAAN
Nama : Fitra Agustin Mahardhika
NIM : E0007130
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul
KAJIAN PENGARUH KEKUATAN PEMBUKTIAN TERHADAP DITERIMA ATAU DITOLAKNYA TUNTUTAN GANTI RUGI
DAN/ATAU REHABILITASI DALAM PEMERIKSAAN PRAPERADILAN
(Studi Kasus terhadap Putusan Praperadilan Nomor : 04/Pid.Pra/2010/PN.Ska di Pengadilan Negeri Surakarta).
adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam
penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar
pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka
saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum
(skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.
Surakarta, Oktober 2011
yang membuat pernyataan
Fitra Agustin Mahardhika NIM. E0007130
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ABSTRAK
Fitra Agustin Mahardhika, E0007130. 2011. KAJIAN PENGARUH KEKUATAN PEMBUKTIAN TERHADAP DITERIMA ATAU DITOLAKNYA TUNTUTAN GANTI RUGI DAN/ATAU REHABILITASI DALAM PEMERIKSAAN PRAPERADILAN (Studi Kasus terhadap Putusan Praperadilan Nomor : 04/Pid.Pra/2010/PN.Ska di Pengadilan Negeri Surakarta). Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini bertujuan untuk (1) memberikan penjelasan tentang dalil permohonan praperadilan mempengaruhi kekuatan pembuktian terhadap tuntutan ganti rugi dan/atau rehabilitasi dalam pemeriksaan praperadilan pada putusan praperadilan Nomor : 04/Pid.Pra/2010/PN.Ska di Pengadilan Negeri Surakarta. dan (2) Untuk mengetahui dasar pertimbangan hakim praperadilan menolak permohonan praperadilan dalam putusan Nomor : 04/Pid.Pra/2010/PN.Ska di Pengadilan Negeri Surakarta. .. Wewenang Praperadilan sesuai dengan Pasal 1 butir (10) KUHAP untuk memeriksa dan memutuskan: Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan, Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan, permintaan ganti kerugian dan atau rehabilitasi. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif bersifat preskriptif dengan mempelajari norma-norma hukum. Sumber penelitian sekunder yang digunakan meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder. Teknik pengumpulan dengan studi kepustakaan dari dokumentasi hasil putusan majelis hakim praperadilan putusan Nomor : 04/Pid.Pra/2010/PN.Ska di Pengadilan Negeri Surakarta. Teknik analisis deduksi, dengan mengajukan premis mayor (aturan hukum) dan kemudian premis minor (fakta hukum) dan akhirnya menarik kesimpulan untuk mengetahui dalil permohonan praperadilan mempengaruhi kekuatan pembuktian praperadilan. Berdasarkan hasil penelitian bahwa Kedua dalil permohonan pemohon tersebut lemah, karena adanya bukti yang kuat dari termohon, yakni 1) berkas perkara Nomor : BP218/VIII/2010 Reskrim, tanggal 24 Agustus 2010 atas nama WAWAN ALEX SANTOSO yang melanggar Pasal 351 ayat (2) KUHP telah dinyatakan lengkap (P-21) oleh Kepala Kejaksaan Negeri Surakarta; 2) Bahwa penyidik telah menyerahkan tanggung jawab atas tersangka WAWAN ALEX SANTOSO dan barang bukti kepada Penuntut Umum berdasarkan berita acara serah terima tersangka dan barang bukti pada hari Senin tanggal 20 September 2010; 2) Hakim praperadilan menolak untuk keseluruhan permohonan praperadilan dalam putusan Nomor : 04/Pid.Pra/2010/PN.Ska di Pengadilan Negeri Surakarta. Kata Kunci : Dalil Kekuatan Pembuktian, Pemeriksaan Praperadilan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
ABSTRACT
Fitria Agustin Mahardhika, E0007130. 2011. A STUDY ON THE EFFECT OF AUTHENTICATION POWER ON WHETHER THE REDRESS AND/OR REHABILITATION PROSECUTION IS ACCEPTED OR REJECTED IN PRE-TRIAL EXAMINATION (A Case Study on the Pre-Trial Verdict Number: 04/Pid.Pra/2010/PN.Ska in Surakarta First Instance Court). Faculty of Law of Surakarta Sebelas Maret University.
This research aims (1) to give explanation about the proposition of pre-trial application affecting the authentication power on the redress and/or rehabilitation prosecution in pre-trial examination in the pre-trial verdict Number: 04/Pid.Pra/2010/PN.Ska in Surakarta First Instance Court.
The pre-trial authority is consistent with the article 1 clause (10) of KUHAP to examine and to decide: whether or not an arrest or detention is legal, whether or not an investigation ceasing or prosecution ceasing, redress and or rehabilitation request is legal.
This study belongs to a normative law research that is descriptive in nature with field study technique. The secondary data source used consisted of primary, secondary and tertiary law materials. Techniques of collecting data used were library study from documentation of the pre-04/Pid.Pra/2010/PN.Ska in Surakarta First Instance Court. The deduction analysis technique was done by connecting the theory to the problem and finally drawing a conclusion to find out the proposition of pre-trial application affecting the pre-trial authentication power.
Considering the result of research it can be found that the two propositions of requester are weak, because there is a strong evidence from the requested, namely 1) case document number: BP218/VIII/2010 Reskrim, August 24, 2010 in the name of WAWAN ALEX SANTOSO who breaks the Article 351 clause (2) of Penal Code has been stated as complete (P-21) by the Chairman of Surakarta District Attorney Office; 2) that the investigator had handed over its responsibility for WAWAN ALEX SANTOSO as well as the evidence to the Public Prosecutor based on the suspect and evidence transfer document on Monday, September 20 2010; 2) The pre-trial judge declines the pre-trial application wholly in the verdict Number: 04/Pid.Pra/2010/PN.Ska in Surakarta First Instance Court.
Keywords: Proposition of Authentication Power, Pre-trial Examination
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur Penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, atas
rahmat-NYA sehingga Penulis dapat menyusun dan menyelesaikan Penulisan
Hukum yang berjudul KAJIAN PENGARUH KEKUATAN
PEMBUKTIAN TERHADAP DITERIMA ATAU DITOLAKNYA
TUNTUTAN GANTI RUGI DAN/ATAU REHABILITASI DALAM
PEMERIKSAAN PRAPERADILAN (Studi Kasus terhadap Putusan
Praperadilan Nomor : 04/Pid.Pra/2010/PN.Ska di Pengadilan Negeri Surakarta) .
Penulisan Hukum (Skripsi) merupakan tugas wajib yang harus diselesaikan oleh
setiap mahasiswa untuk melengkapi syarat memperoleh derajat sarjana dalam
Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Tata
ruang kota merupakan kebijakan yang dilaksanakan pemerintah Kabupaten sragen
sebagai bentuk pelaksanaan prinsip otonomi daerah seluas-luasnya.
Penulis menyadari bahwa terselesainya Penulisan Hukum ini tidak
terlepas dari bantuan baik moril maupun materiil serta doa dan dukungan berbagai
pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Prof. Dr. Hartiwiningsih, SH., M.H. selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Bapak Edy Herdyanto, SH. MH., selaku Ketua Bagian Hukum Acara
3. Bapak Bambang Santoso,S.H.,M.Hum. selaku Dosen Pembimbing I Skripsi,
yang telah banyak memberi pertimbangan yang menentukan selesainya skripsi
ini dengan baik.
4. Bapak Muhammad Rustamaji, S.H., M.H. selaku Pembimbing II yang dengan
sabar dan telaten memberi arahan dan masukan menentukan penyelesaian
skripsi ini..
5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum UNS yang telah memberikan ilmu
pengetahuan kepada penulis sehingga dapat dijadikan bekal dalam penulisan
skripsi ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
6. Bapak-Ibu Dosen Tim Pengelola Penulisan Hukum, bagian kemahasiswaan,
bagian akademik, bagian transit, bagian perpustakaan, dan bagian tata usaha
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
7. Mamah dan Papah tercinta, atas cinta dan kasih sayang, doa, dukungan,
semangat dan segala yang telah diberikan yang tidak ternilai harganya
sehingga Penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum ini.
8. Kakak kandhungku dan seluruh kerabat besar yang selama ini telah
memberikan dukungan moral dan yang membanggakanku, sehingga Penulis
dapat menyelesaikan penulisan hukum.
9. Teuku Mochammad Giffari , semangatku , sosok yang setiap hari memberiku
kasih sayang , cinta , dan dukungan dalam bentuk apapun.
10. Sahabat-sahabatku terdekat yang selama ini memberi motivasi bagi penulis
dan memberi arti tentang sahabat.
11. Semua pihak yang tidak dapat disebut satu persatu yang telah membantu
memberikan informasi berharga bagi percepatan penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa Penulisan Hukum atau Skripsi ini masih jauh
dari sempurna, sehingga saran dan kritik yang membangun akan sangat
diharapkan. Meskipun sederhana, skripsi ini semoga bermanfaat.
Surakarta, Oktober 2011
Penulis
Fitra Agustin Mahardhika
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ..................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN...................................................................... iv
ABSTRAK ................................................................................................... v
ABSTRACT ................................................................................................ vi
KATA PENGANTAR ................................................................................. vii
DAFTAR ISI ................................................................................................ ix
DAFTAR GAMBAR.................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1
B. Perumusan Masalah............................................................... 4
C. Tujuan Penelitian .................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian .................................................................. 5
E. Metodologi Penelitian ............................................................ 6
F. Sistematika Penulisan Hukum ................................................ 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Ke 1
1. Pengadilan dan Putusan Pengadilan ............................... 11
2. Tinjauan tentang Interpretasi ............................................ 15
3. Tinjauan tentang Pembuktian ........................................... 18
4. Tinjauan tentang Praperadilan .......................................... 21
B. Penelitian yang Relevan ......................................................... 28
C. Kerangka Pemikiran ............................................................... 31
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ................................................................... 33
1. Kasus yang Dianalisis ...................................................... 33
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
2. Kasus Posisi ....................................................................... 34
3. Pasal yang dikenakan ......................................................... 34
4. Alat Bukti yang Diajukan ................................................. . 35
5. Pengajuan Permohonan Pemeriksaan Praperadilan
di Pengadilan Negeri Surakarta ........................................ 36
B. Pembahasan ............................................................................ 38
1. Analisis Dalil Permohonan Praperadilan yang
Mempengaruhi Kekuatan Pembuktian Terhadap
Tuntutan Ganti Rugi dan/atau Rehabilitasi dalam
Pemeriksaan Praperadilan pada Putusan Praperadilan
Nomor : 04/Pid.Pra/2010/PN.Ska di Pengadilan Negeri
Surakarta ........................................................................... 38
2. Analisis Dasar Pertimbangan Hakim Praperadilan
Menolak Permohonan Praperadilan dalam Putusan
Nomor : 04/Pid.Pra/2010/PN.Ska di Pengadilan Negeri
Surakarta .......................................................................... 52
BAB IV PENUTUP
A. Simpulan ................................................................................. 64
B. Saran ....................................................................................... 67
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kerangka Pemikiran 32
2. Skematik Pembahasan.............................................................. 39
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Penegakan hukum yang dewasa ini menjadi isu nasional, sebenarnya
merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan
ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan usaha penegakan maupun
pemidanaan terhadap pelaku pelanggaran hukum. Isu penegakan hukum
memang tidak lepas dari semakin berkembangnya pola kehidupan masyarakat
modern yang penuh dengan persaingan dalam memperoleh peluang usaha dan
kesempatan kerja serta pemenuhan kebutuhan pokok manusia. Dalam
persaingan hidup itulah terjadilah suatu masalah yang bisa merugikan orang
lain. Masalah yang muncul itu umumnya tindakan yang merugikan orang lain
dengan cara-cara melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan.
Peraturan perundang-undangan merupakan ekspresi dari tata hukum
Indonesia terdapat beberapa lapangan hukum yang keberadaannya masing-
masing bertujuan untuk mengatur hubungan hukum yang terjadi di
masyarakat, guna tercapainya suatu hubungan yang ideal atau setidaknya
sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dari masing-masing lapangan hukum
tersebut. Dalam lapangan hukum acara pidana, dapat diterapkan hukum
pidana materiil guna mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran
yang selengkap-lengkapnya adalah merupakan tujuan dari lapangan hukum
itu. Lebih mendetail dapat dikatakan bahwa tujuan dari hukum acara pidana
adalah untuk mencari atau menemukan atau setidaknya mendekati kebenaran
materiil.
Kebenaran materiil adalah kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari
suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana
secara jujur dan tepat. Tujuannya mencari siapakah pelaku yang dapat
didakwakan melakukan pelanggaran hukum. Selanjutnya meminta
pemeriksaan dan penerapan peraturan dari pengadilan guna menentukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
apakah terbukti suatu tindak pidana telah terjadi atau telah dilakukan dan
apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan (Djoko Prakoso, 1996: 9).
Hukum acara pidana yang berisi pengaturan pelaksanaan dan
pengawasan terhadap upaya penegakan hukum, termasuk putusan pengadilan
yang telah dijatuhkan, arahnya untuk memberikan kekuatan hukum tetap dan
melindungi hak-hak asasi tiap-tiap individu baik yang menjadi korban maupun
si pelaku tindak pidana. Hukum acara pidana (KUHAP) sebagai sumber
Hukum Pidana formil di Indonesia, mengatur perlindungan terhadap hak-hak
asasi tiap individu, baik yang menjadi pelaku tindak pidana maupun yang
menjadi korban tindak pidana telah diatur di dalamnya, hal ini dapat dilihat
sama atas diri setiap orang dimuka hukum dengan tidak mengadakan
Acara Pidana ada amanat menghargai dan melindungi hak-hak asasi tiap
warga Negara (Tanusubroto, 1994: 14).
Hukum acara pidana yang berlaku, untuk setiap tindak pidana yang
terjadi, akan langsung mendapat penanganan dari negara melalui alat-alat
negara yang berkompeten menangani masalah-masalah hukum. Polisi sebagai
salah satu alat negara berkompeten dalam menangani masalah-masalah tindak
pidana. Polri dalam menjalankan tugasnya, berhak mengadakan penangkapan
terhadap pelaku tindak pidana dan juga penahanan guna kepentingan
pemeriksaan selanjutnya. Di samping itu polisi juga berhak untuk mengadakan
penyitaan barang-barang yang diduga sebagai alat untuk melakukan tindak
pidana atau barang bukti (Wirjono Prodjodikoro, 1995: 57).
Pelaksanaan tugasnya itu polisi harus mendapat dan membawa surat
perintah seperti yang diatur dalam Pasal 16 KUHAP, kecuali tersangka pelaku
tindak pidana tersebut tertangkap tangan, maka penangkapan dapat dilakukan
tanpa surat perintah, hal ini sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam
Pasal 18 ayat 2 KUHAP.
Selain polisi, jaksa juga merupakan salah satu alat negara yang
bertugas untuk menangani perkara pidana yang terjadi, terutama untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
melakukan penuntutan terhadap pelaku tindak pidana. Menurut hukum acara
pidana, penuntutan yang dilakukan oleh pihak kejaksaan adalah setelah
diadakan penangkapan yang dilanjutkan dengan penyidikan yang dilakukan
oleh penyidik Polri, dan untuk semua kepentingan itu (penyidikan dan
penuntutan), kedua alat negara itu berhak untuk mengadakan penahanan
terhadap tersangka pelaku tindak pidana.
Penangkapan, penahanan, penyidikan dan penuntutan terhadap seorang
tersangka pelaku tindak pidana yang dilakukan oleh alat negara tersebut di
atas, dalam prakteknya kemungkinan terjadi salah tangkap terhadap seseorang
yang diduga kuat melakukan tindak pidana. Namun dalam pelaksanaannya
sering terjadi peristiwa penghentian penahanan, penghentian penyidikan dan
penghentian penuntutan terhadap seorang tersangka pelaku tindak pidana.
Terhadap peristiwa tersebut di atas, dimana terjadi salah tangkap,
penghentian penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penahanan,
penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan terhadap seorang
tersangka/terdakwa, menurut Pasal 79 KUHAP seorang tersangka/terdakwa
atau pihak ketiga (keluarganya atau kuasanya) berhak untuk mengajukan
permintaan pemeriksaan terhadap sah atau tidaknya suatu penangkapan dan
penghentian penahanan kepada ketua Pengadilan Negeri dengan disertai suatu
alasannya.
Adapun terhadap sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan dan
penghentian penuntutan, permintaan pemeriksaaannya menurut Pasal 80 Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana hanya dapat diajukan oleh penuntut
umum atau pihak ketiga yang berkepentingan dengan disertai suatu alasan
kepada Ketua Pengadilan Negeri. Terhadap putusan hakim menyatakan tidak
sahnya suatu penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau
penghentian penuntutan, tersangka/terdakwa atau pihak ketiga atas kuasanya
dapat mengajukan tuntutan ganti rugi dan atau rehabilitasi, hal ini berdasar
pada ketentuan yang terdapat pada Pasal 81 KUHAP.
Wewenang pengadilan untuk memeriksa dan memutus tentang sah
atau tidaknya suatu penangkapan, penahanan, penghentian, penyidikan atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
penghentian penuntutan terhadap seorang tersangka/terdakwa dan juga dalam
Pasal 79 KUHAP ini atau mengenai kewenangan pengadilan untuk memeriksa
dan memutus permohonan/tuntutan ganti kerugian dan atau rehabilitasi dari
seseorang yang perkaranya tidak diajukan kesidang pengadilan atau
dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.
Pemeriksaan terhadap kasus sah atau tidaknya suatu pelaksanaan
prosedur merupakan wewenang dari Pengadilan Negeri, hal ini sesuai dengan
ketentuan yang terdapat dalam Pasal 1 butir 10 KUHAP, untuk memberikan
perlindungan dan pengawasan terhadap hak-hak tersangka atau terdakwa.
Wewenang Praperadilan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 butir (10)
KUHAP untuk memeriksa dan memutuskan : Sah atau tidaknya suatu
penangkapan dan atau penahanan, Sah atau tidaknya penghentian penyidikan
atau penghentian penuntutan, permintaan ganti kerugian dan atau rehabilitasi
menurut cara yang diatur oleh KUHAP. Dalam Hukum Acara Pidana yang
berlaku di Indonesia, lembaga yang menangani kasus seperti di atas tersebut
disebut pra-peradilan (Djoko Prakoso, 1996: 178).
Berdasar latar belakang masalah tersebut di atas, maka peneliti tertarik
adap
Diterima atau Ditolaknya Tuntutan Ganti Rugi dan/atau Rehabilitasi dalam
Pemeriksaan Praperadilan (Studi Kasus terhadap Putusan Praperadilan
B. Perumusan Masalah
1. Bagaimana dalil permohonan praperadilan mempengaruhi kekuatan
pembuktian terhadap tuntutan ganti rugi dan/atau rehabilitasi dalam
pemeriksaan praperadilan pada putusan praperadilan Nomor :
04/Pid.Pra/2010/PN.Ska di Pengadilan Negeri Surakarta?
2. Apa yang menjadi dasar pertimbangan hakim praperadilan menolak
permohonan praperadilan dalam putusan praperadilan Nomor :
04/Pid.Pra/2010/PN.Ska di Pengadilan Negeri Surakarta?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
C. Tujuan Penelitian
Setiap penelitian harus mempunyai tujuan penelitian yang jelas agar
tepat mengenai sasaran yang dikehendaki. Tujuan penelitian merupakan target
yang ingin dicapai baik sebagai solusi atas masalah yang dihadapi, maupun
untuk memenuhi kebutuhan perorangan. Dalam hal ini penelitian yang penulis
lakukan ini mempunyai tujuan sebagai berikut:
1. Tujuan Obyektif
a Memberikan penjelasan tentang dalil permohonan praperadilan
mempengaruhi kekuatan pembuktian terhadap tuntutan ganti rugi
dan/atau rehabilitasi dalam pemeriksaan praperadilan pada putusan
praperadilan Nomor : 04/Pid.Pra/2010/PN.Ska di Pengadfilan Negeri
Surakarta.
b. Untuk mengetahui dasar pertimbangan hakim praperadilan menolak
permohonan praperadilan dalam putusan praperadilan Nomor :
04/Pid.Pra/2010/PN.Ska di Pengadilan Negeri Surakarta.
2. Tujuan Subyektif
a. Untuk memperoleh bahan hukum sebagai dasar utama penyusunan
penulisan hukum (skripsi) agar dapat memenuhi persyaratan akademis
guna memperoleh gelar sarjana hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
b. Untuk menambah, memperluas dan mengembangkan wawasan penulis
di bidang hukum acara pidana, serta pemahaman aspek hukum baik
teori maupun praktek dalam ranah hukum.
c. Untuk menerapkan ilmu dan teori-teori hukum yang telah penulis
dapatkan dalam penelitian ini.
D. Manfaat Penelitian
Dalam suatu penelitian sangat diharapkan dapat memberikan suatu
manfaat dan kegunaan bagi penulis itu sendiri serta masyarakat umum.
Adapun manfaat penelitian yang dapat diambil dari penelitian adalah sebago
berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
1. Manfaat Teoritis
a. Memberikan sumbangan pikiran yang bermanfaat dalam upaya
penegakan hukum yang berkaitan dengan dalil permohonan praperadilan
yang mempengaruhi kekuatan pembuktian terhadap tuntutan ganti rugi
dan/atau rehabilitasi dalam pemeriksaan praperadilan pada putusan
praperadilan Nomor : 04/Pid.Pra/2010/PN.Ska di Pengadilan Negeri
Surakarta.
b. Untuk menambah perbendaharaan ilmu hukum Acara Pidana, khususnya
dasar pertimbangan hakim praperadilan menolak permohonan
praperadilan dalam putusan praperadilan Nomor :
04/Pid.Pra/2010/PN.Ska di Pengadilan Negeri Surakarta.
2. Manfaat Praktis
a. Guna memberi jawaban atas permasalahan yang diteliti.
b. Guna mengembangkan penalaran dan membentuk pola pikir yang
dinamis serta untuk mengetahui sejauh mana kemampuan penulis untuk
dapat menerapkan ilmu yang telah diperoleh.
c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan dan membantu
penelitian bagi pihak-pihak yang terkait dengan masalah yang diteliti.
E. Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan salah satu faktor penting yag menunjang
suatu kegiatan dan proses penelitian yaitu berupa penyelesaian suatu
permasalahan yang akan dibahas, dimana metode penelitian merupakan cara
yang utama yang bertujuan untuk mencapai tingkat ketelitian, jumlah, dan
jenis yang akan dihadapi.
Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam penyusunan hukum ini
adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum adalah suatu proses
untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki,
2005 : 35).
2. Sifat Penelitian
Sifat penelitian hukum ini tentunya sejalan dengan sifat ilmu hukum
itu sendiri dan ilmu hukum mempunyai sifat sebagai ilmu yang preskriptif.
Sebagai penelitian yang bersifat preskriptif, maka penelitian ini
mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum,
konsep-konsep hukum dan norma-norma hukum (Peter Mahmud Marzuki,
2005 : 22).
3. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian dalam penulisan hukum ini adalah
menggunakan pendekatan kasus (case approach). Pendekatan kasus
dilakukan dengan cara melakukan telaah terhadap kasus-kasus yang
berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi putusan pengadilan
yang telah mempunyai kekuatan yang tetap (Peter Mahmud Marzuki,
2005 : 94).
4. Jenis Bahan Hukum
Jenis bahan hukum yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini
adalah bahan hukum sekunder yaitu sejumlah data atau fakta atau
keterangan yang digunakan oleh seseorang secara tidak langsung dan
diperoleh melalui bahan bahan kepustakaan,terdiri dari literatur
,dokumen dokumen peraturan perundang undangan yang berlaku,
laporan ,desertasi ,teori teori dan sumber tertulis lainya yang terkait dan
juga relevan . Karena penelitian ini bersifat hukum normatif .
5. Sumber Bahan Hukum
Sumber bahan hukum yang digunakan penelitian normatif adalah
sumber hukum sekunder .yang meliputi bahan bahan kepustakaan
berupa dokumen ,buku buku laporan ,arsip dan literatur yang berkaitan
dengan maaslah yang diteliti .Sumber bahan hukum yang digunakan
dalam penelitian ini meliputi :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
a. Bahan hukum primer
Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang bersifat
autoritatif atau mempunyai otoritas, yang penulis gunakan yaitu:
1) Undang undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945
2) Kitab Undang undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
3) Kitab Undang undang Hukum Pidana (KUHP)
4) Putusan Pengadilan Negeri Surakarta,
Nomor:04/Pid.Pra/2010/PN.Ska
b. Bahan hukum sekunder
Bahan hukum berupa dokumen dokumen yang bersifat tidak
resmi. Bahan hukum ini biasanya diperoleh melalui studi kepustakaan
yaitu dengan mengumpulkan data-data dengan membaca, mempelajari
dan mencatat dari buku-buku literatur, dokumen-dokumen ,seperti :
1) Buku buku penunjang
2) Hasil ilmiah para sarjana yang relevan dan terkait dalam penelitian
ini .
3) Internet .
6. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Teknik pengumpulan bahan hukum yang dipergunakan oleh
penulis dalam penelitian ini adalah dengan dokumentasi, yaitu teknik
pengumpulan bahan hukum dengan cara mengumpulkan bahan-bahan
yang berupa buku-buku dan bahan pustaka lainnya yang ada
hubungannya dengan masalah yang diteliti dan digolongkan sesuai
dengan katalogisasi. Peneliti mengumpulkan bahan hukum sekunder yang
berhubungan dengan masalah yang diteliti selanjutnya dipelajari
,diklarifikasi ,dan di analisis dari buku buku literatur ,artikel ,karangan
ilmiah ,makalah, jurnal,dan sebagainya yang berkaitan dengan masalah
yang dikaji .
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
7. Teknik Analisis Bahan Hukum
Penelitian ini menggunakan teknik analisis deduksi. Metode
deduksi adalah metode yang berpangkal dari pengajuan premis mayor
(aturan hukum) yang kemudian diajukan premis minor (fakta hukum),
kemudian dari kedua premis tersebut ditarik suatu kesimpulan atau
conclusion (Peter Mahmud Marzuki, 2005 : 47). Di dalam logika
silogistik untuk penalaran hukum yang bersifat premis mayor adalah
aturan hukum sedangkan premis minornya adalah fakta hukum . Menurut
Johny Ibrahim ,mengutip pendapat Bernard Arief Shiharta, logika
deduktif merupakan suatu tehnik untuk menarik kesimpulan dari hal yang
bersifat umum menjadi khusus yang bersifat individual ( Johnny Ibrahim,
2008:249).
F. Sistematika Penulisan Hukum
Untuk memberikan gambaran menyeluruh mengenai sistematika
penulisan karya ilmiah yang sesuai dengan aturan baru dalam penulisan
ilmiah, maka penulis menyiapkan suatu sistematika penulisan hukum.
Adapun sistematika penulisan hukum terbagi dalam 4 (empat) bab
yang saling berhubungan dan berkaitan. Sistematika dalam penulisan hukum
ini adalah sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini, penulis memberikan gambaran awal tentang
penelitian yang meliputi latar belakang masalah, perumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian
dan sistematika penulisan hukum yang digunakan untuk
memberikan pemahaman terhadap isi dari penelitian ini secara
garis besar.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini penulis akan menguraikan mengenai kajian
pustaka danteori yang berkenaan dengan judul dan masalah yang
diteliti serta kerangka pemikirannya, antara lain membahas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
mengenai Tinjauan tentang Pengadilan dan Putusan Pengadilan,
teori interpretasi dalam Putusan hakim Praperadilan, pengertian
Pembuktian, dan Hakikat tentang Praperadilan.
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini akan menguraikan tentang hasil penelitian dan
pembahasan sebagai jawaban perumusan masalah yaitu
bagaimana dalil permohonan praperadilan mempengaruhi
kekuatan pembuktian terhadap tuntutan ganti rugi dan/atau
rehabilitasi dalam pemeriksaan praperadilan pada putusan
praperadilan Nomor:04/Pid.Pra/2010/PN.Ska di Pengadilan
Negeri Surakarta, dan apa yang menjadi dasar pertimbangan
hakim praperadilan menolak permohonan praperadilan dalam
putusan praperadilan Nomor:04/Pid.Pra/2010/PN.Ska di
Pengadilan Negeri Suarakarta.
BAB IV : PENUTUP
Dalam bab ini akan menguraikan mengenai kesimpulan dan
saran terkait dengan permasalahan yang diteliti.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan tentang Pengadilan dan Putusan Pengadilan
Salah satu paradigma hukum adalah hukum itu sebagai
institusi. Dalam kenyataan sehari-hari hukum diwujudkan melalui
aktifitas atau bekerjanya berbagai badan, seperti pengadilan,
pembuatan hukum, kepolisian dan advokat. Melalui badan-badan
tersebut, sekalian cita-cita hukum, gagasan-gagasan, doktrin
diusahakan menjadi kenyataan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya,
keinginan masyarakat untuk mendapatkan keadilan yang realisasinya
melalui suatu badan yang disebut pengadilan. Untuk mengamati
bagaimana badan-badan atau institusi hukum tersebut bekerja,
memeriksa fakta-fakta hukum dan mendiskusikan hukum. Institusi
hukum mengemban tugas untuk mewujudkan tujuan-tujuan hukum
(Khudzaifah Dimyati,2004:205).
Mengenai tujuan hukum, bahwa hukum itu mengabdi pada
tujuan Negara yang dalam pokoknya ialah mendatangkan kemakmuran
dan kebahagiaan pada rakyatnya (Subekti, 1986: 24). Syarat-syarat
yang pokok untuk mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan
hukum mempunyai tugas untuk menjamin adanya kepastian hukum
dalam masyarakat. Hukum menjaga dan mencegah agar setiap orang
tidak menjadi hakim atas dirinya sendiri (eigenrichting is verboden),
tidak mengadili dan menjatuhi hukuman terhadap setiap pelanggaran
hukum terhadap dirinya. Namun tiap perkara, harus diselesaikan
melalui proses pengadilan, dengan perantaraan hakim berdasarkan
ketentuan hukum yang berlaku (Kansil, 1986: 39-43).
Terkait dengan bekerjanya hukum di bidang pengadilan, maka
setiap pengadilan merupakan respon terhadap susunan masyarakat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
yang menjadi landasannya. Pengadilan disini dimaksudkan sebagai
pranata penyelesaian sengketa yang dipakai oleh suatu masyarakat.
Menurut Chambliss, Ada 2 (dua) unsur yang merupakan faktor yang turut menentukan bekerjanya pengadilan sebagai pranata penyelesaian sengketa (Chambliss, dalam Satjipto Rahardjo, 1980:52-53), yaitu : a. Tujuan yang hendak dicapai dengan penyelesaian sengketa itu.
Apabila tujuan yang hendak dicapai oleh pranata itu adalah untuk merukunkan para pihak sehingga mereka selanjutnya dapat hidup bersama kembali setelah sengketa itu, maka penekanannya akan lebih diletakkan kepada cara-cara mediasi dan kompromi, Sebaliknya apabila tujuan dari pranata itu adalah untuk melakukan penerapan-penerapan peraturan-peraturan (rule-enforcement), maka cara penyelesaian sengketa lebih banyak bersifat birokratis dengan sasaran utamanya adalah untuk menetapkan secara tegas apa yang sesungguhnya menjadi isi dari suatu peraturan itu serta selanjutnya menentukan apakah peraturan itu telah dilanggar.
b. Tingkat perlapisan di dalam masyarakat. Di dalam masyarakat yang kurang terlapis dan kurang kompleks atau sederhana akan cenderung memakai pola penyelesaian sengketa berupa perukunan. Sebaliknya dalam masyarakat dengan perlapisan sosial atau golongan yang tinggi dan lebih kompleks, maka penyelesaian sengketa cenderung pada penerapan peraturan-peraturan dengan pembebanan sanksi.
Bekerjanya pengadilan sebagai lembaga penyelenggara pranata
hukum dalam melayani penyelesaian sengketa hukum termasuk aspek-
aspek dalam kehidupan sosial, maka lembaga pengadilan tidak dilihat
sebagai suatu badan yang otonom di dalam masyarakat, melainkan
diterima sebagai suatu badan yang merupakan bagian dari keseluruhan
nilai-nilai dan proses-proses yang bekerja di dalam masyarakat. Untuk
menggambarkan hal tersebut maka pengadilan dilihat sebagai suatu
lembaga yang menerima bahan-bahan serta tugas-tugas yang harus
digarap yang datangnya dari masyarakat untuk kemudian diolah yang
akhirnya menghasilkan suatu keputusan. Menurut Chambliss yang
dikutip oleh Satjipto Rahardjo, (1980:54-55), ada beberapa unsur yang
mempunyai peranan dalam proses pengolahan bahan-bahan serta
tugas-tugas sehingga menghasilkan suatu keputusan, salah satu unsur
-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
Unsur alternatif peraturan yang dapat dipakaikan ini
dimaksudkan agar hakim tidak hanya terampil menerapkan hukum
tetapi dapat berbuat lebih kreatif dengan mencari alternatif-alternatif
pengaturan yang lebih baik sesuai dengan perkembangan dan
kebutuhan masyarakat (Satjipto Rahardjo,1980:62).
Kekuasaan Kehakiman di Indonesia dilakukan oleh sebuah
Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dan
oleh Mahkamah Konstitusi. Badan Peradilan yang berada di bawah
Mahkamah Agung tersebut meliputi badan peradilan dalam lingkungan
peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer dan peradilan tata
usaha Negara (Pasal 10 ayat (1) dan (2) Undang-Undang No. 4 Tahun
badan peradilan tersebut biasa disebut dengan pengadilan.
Setiap badan peradilan mempunyai tugas dan wewenang
masing-masing yang diatur menurut undang-undang. Peradilan Umum
diatur dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 2004 Tentang Peradilan
Umum. Peradilan Umum merupakan peradilan yang berlaku bagi
rakyat pencari keadilan pada umumnya mengenai perkara perdata dan
pidana (penjelasan Pasal 2 Undang-Undang No. 8 Tahun 2004).
Adapun Peradilan Umum meliputi Pengadilan Negeri sebagai
peradilan tingkat pertama dan Pengadilan Tinggi sebagai peradilan
tingkat banding.
Semua Pengadilan memeriksa, mengadili dan memutus perkara
dengan sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang hakim kecuali undang-
undang menentukan lain. Hakim adalah pejabat yang melakukan
kekuasan kehakiman yang diatur dalam undang-undang (Pasal 31
Undang-Undang No. 4 Tahun 2004).
Hakim didalam memeriksa dan memutus suatu perkara harus
berlandaskan asas bebas, jujur dan tidak memihak didalam proses
persidangan. The independent of judiciary
(Yahya Harahap, 1997:80), maka :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
a. fair trial and just trial
b. Peradilan harus memberi putusan yang baik (The right decision).
c. Peradilan harus menjatuhkan putusan yang merefleksikan
Tugas pokok hakim dalam menangani suatu perkara adalah
mengkonstatir, mengkualifisir dan mengkonstituir peristiwa-
peristiwa. Mengkonstatir
peristiwa yang diajukan, mengkualifisi artinya mencari hubungan
hukum bagi peristiwa yang telah dikonstatir tersebut sedangkan
mengkonstituir adalah memberi konstitusi artinya menetapkan hukum
kepada yang bersangkutan (Sudikno Mertokusumo, 2004 : 127).
Setelah melalui proses pemeriksaan suatu perkara maka tahap
selanjutnya adalah menjatuhkan putusan atas perkara tersebut. Putusan
Hakim adalah suatu pernyataan Hakim sebagai pejabat Negara yang
diberi wewenang untuk itu, diucapkan dipersidangan dan bertujuan
untuk menyelesaikan suatu perkara (Krisna Harahap, 2003:108-110).
Putusan yang baik adalah putusan yang memenuhi rasa aman,
nyaman, kedamaian dan keadilan bagi para pihak dan tidak
menimbulkan permusuhan. Adapun upaya untuk menciptakan putusan
yang baik harus memenuhi elemen-elemen sebagai berikut :
a. Pertimbangan dan penilaian setiap bukti yang diajukan dan hal
yang terjadi dalam persidangan selama sengketa itu diperiksa.
Pertimbangan ini dapat meliputi pertimbangan tentang duduknya
perkara dan peertimbangan tentang hukumnya juga pertimbangan
fakta-fakta yang ditemukan dalam persidangan.
b. Alasan hukum yang menjadi dasar dari putusan harus dicantumkan
argument yuridis sehubungan dengan perkara yang diperiksa (W.
Irawan Tjandra , 2002: 123).
c. Selain itu untuk menciptakan putusan yang baik perlu diperhatikan
pula adanya kebebasan hakim dari pengaruh kekuasaan pemerintah
dan pengaruh-pengaruh lainnya. Prinsip kebebasan ini perlu sekali
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
dan mutlak dibutuhkan, sebab manakala dihubungkan dengan tugas
hakim, nampaknya ia harus bersikap tidak memihak agar tercipta
keadilan. Keadilan, apabila dihubungkan/ dikaitkan dengan bidang
hukum terutama putusan pengadilan dan pertimbangan hakim,
mengandung arti impartiality (sikap tidak memihak).
2. Tinjauan tentang Teori Interpretasi (Penafsiran) dalam Putusan
Hakim Praperadilan
Hakim dalam memutuskan sanksi pidana tidak lepas dari
penafsiran atau interpretasi terhadap suatu ketentuan perundang-
undangan. Dalam ajaran hukum pidana telah banyak dikenal tentang
ajaran penafsiran, di mana interpretasi merupakan hal yang tidak dapat
dihindari dalam melaksanakan suatu ketentuan perundang-undangan.
Penafsiran otentik yang paling utama, karena penafsiran ini diberikan
oleh Undang Undang itu sendiri. Apabila Undang Undang itu sudah
memberikan pengertian terhadap suatu istilah, maka pengertian itu
yang harus dianut dalam melaksanakan suatu istilah dalam Undang
Undang tersebut. Jika dalam Undang Undang itu tidak terdapat
pengertian suatu istilah, barulah dicari penafsirannya dalam penjelasan
resminya, baik dalam penjelasan umum maupun penjelasan pasal demi
pasal. Untuk mencapai keberhasilan dalam pelaksanaan perundang-
undangan itu maka diperlukan interpretasi, yakni berusaha untuk
mengerti apa yang dimaksud oleh pembentuk peraturan perundang-
undangan dan mengetahui betul apa dan bagaimana tujuan akhir itu
harus diwujudkan dan yang harus direalisir. Program pelaksanaan,
yaitu rencana yang didukung dengan pendanaan, yang siap untuk
diterapkan, haruslah sesuai dengan ide, keinginan dan motivasi dari
pembentuk kebijakan.
Syarat pertama untuk pelaksanaan Undang-undang yang efektif
adalah bahwa mereka yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan
suatu keputusan hukum mengetahui betul apa yang harus mereka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
lakukan seperti yang halnya diharapkan oleh pembentuk Undang
Undang untuk kepentingan masyarakat (Carl Patton & David Sawicki,
1986: 289).
Berhubungan dengan itu, maka bekerjanya hukum oleh
penegak hukum haruslah menunjukkan rumusan yang jelas dan mudah
difahami dan dapat dikerjakan (feasible). Oleh karena selanjutnya
perlu dipersiapkan sikap dan kegiatan yang sesuai dengan teori
interpretasi (Carl Patton & David Sawicki, 1986: 291), yaitu :
a) Kemampuan untuk dapat menjelaskan rumusan-rumusan yang
terdapat dalam peraturan perundang-undangan itu dan dapat
dijalankan.
b) Dapat menjelaskan penyelesaian permasalahan yang harus
diselesaikan secara hukum melalui mekanisme penyelesaian
perkara.
c) Dalam memahami cara kerja atau mekanisme hukum yang
dijalankan oleh penegak hukum untuk tercapainya tujuan
diberlakukan hukum tersebut.
Oleh karena itu diperlukan suatu kesatuan pendapat terhadap
hal di mana adanya fakta atau kenyataan dari berbagai kepentingan
dalam menerapkan suatu ketentuan hukum. Bukan saja kepentingan
yang berhubungan dengan permasalahan tertentu dalam suatu sektor
tertentu, akan tetapi seharusnya terdapat suatu kesepakatan tentang apa
yang sebenarnya dikehendaki oleh suatu ketentuan. Dalam praktek
penetapan suatu sanksi pidana atau penelitian yang hendak menkaji
suatu gejala atau sebab musabab suatu peristiwa hukum, menurut
Sudikno Mertokusumo (2004 : 57). diperlukan penafsiran yang terdiri
dari : (a) penafsiran gramatikal. (b) penafsiran historis, (c) penafsiran
sistematis, (d) penafsiran sosiologis, (e) penafsiran teologis, (f)
penafsiran secara resmi (oleh pemerintah), (g) penafsiran
interdisipliner, dan (h) penafsiran multidisipliner.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
Penelitian yang hendak mengkaji pengaruh kekuatan
pembuktian terhadap tuntutan ganti rugi atau rehabilitasi dalam
pemeriksaan praperadilan di Pengadilan Negeri Surakarta ini
menggunakan penafsiran gramatikal dan penafsiran sosiologis.
Penafsiran gramatikal dimaksudkan untuk memperoleh kejelasan
mengenai makna kata atau kalimat serta hubungan makna suatu
rumusan pasal-pasal untuk menentukan suatu putusan hukum. Jika
tidak diketahui penafsiran dalam pasal-pasal, baru dicari melalui
penfsiran yang dilakukan melalui doktrin, di mana penafsiran melalui
doktrin ini seringkali terjadi beda pendapat berdasar adanya
kepentingan. Penafsiran melalui doktrin ini akan lebih berhasil jika
didukung penafsiran melalui aspek kesejarahan, baik sejarah
hukumnya maupun sejarah pembuatan undang undang tersebut.
Menurut Sudikno Mertokusumo (2004: 56) interpretasi adalah
penafsiran oleh hakim, yang dimaksudkan tidak lain adalah penafsiran
atau penjelasan yang harus menuju kepada penerapan (atau tidak
menerapkan) suatu peraturan hukum umum terhadap peristiwa konkrit
yang dapat diterima oleh masyarakat. Ini bukan berarti sekedar
menerapkan peraturan, bukan sekedar melakukan subsumpsi.
Interpretasi merupakan batasan yang digunakan dalam proses
memahami dan menginterpretasikan informasi sensoris atau
kemampuan intelek untuk mencarikan makna dari data yang diterima
oleh indera.
Pengertian lain tentang interpretasi dikemukakan oleh Bimo
Walgito (1993: 54) yaitu, interpretasi merupakan suatu proses
diterimanya stimulus oleh individu melalui alat reseptornya. Perhatian
merupakan pemusatan atau konsentrasi di seluruh aktifitas individu
yang memperhatikan sesuatu. Pada awal pembentukan interpretasi,
orang lebih menentukan sesuatu hal yang akan diperhatikan.
Interpretasi terdiri atas dua aspek yaitu aspek sensualisasi dan aspek
observasi. Aspek sensualisasi adalah penerimaan stimulus oleh panca
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
indra yang berupa rangsangan benda serta peristiwa serta tingkah laku
perbuatan yang terdapat dalam kenyataan. Hasil akhir dari interpretasi
merupakan kesadaran individu terhadap keadaan sekelilingnya dan
mengenali keadaan tersebut. Interpretasi dapat menentukan pola
tingkah laku dan perbuatan seseorang, sehingga interpretasi berperan
sangat penting dalam aktifitas kehidupan sehari-hari.
Interpretasi merupakan hasil pengolahan data yang dapat
diperoleh dari pengalaman dan pengamatan yang bersifat selektif,
karena tergantung pada kepentingan individu. Interpretasi dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu (1) interpretasi merupakan hasil
pengamatan, dan (2) interpretasi merupakan hasil pemikiran dan hasil
pengolahan akal terhadap data indrawi atau sensor stimuli yang
diperoleh dari pengamatan. Menurut Bimo Walgito (1993: 54),
interpretasi individu akan berbeda, perbedaan interpretasi ini
dipengaruhi oleh ketajaman alat indra dan akal dalam mengolah data
serta faktor lain yang berasal dari individu itu sendiri maupun dari luar
lingkungan individu tersebut.
3. Tinjauan tentang Pembuktian
a) Pengertian Pembuktian
Menurut R. Subekti yang dimaksud dengan membuktikan
adalah meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil
yang dikemukakan dalam suatu persengketaan (R. Subekti, 1997:
42). Meyakinkan hakim dalam hal ini dapat dilakukan dengan
mengajukan fakta-fakta yang mendukung akan adanya suatu
kebenaran di dalam dalil yang diajukan dalam persengketaan
tersebut, yang mana fakta-fakta tersebut nantinya akan digunakan
oleh hakim sebagai dasar di dalam memberikan suatu putusan
terhadap perkara yang diajukan dan diperiksanya. Kekuatan fakta-
fakta tersebut di dalam mendukung dalil-dalil yang diungkapkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
oleh para pihak sangat berpengaruh terhadap keberadaan para
pihak tersebut dalam proses berperkara di muka pengadilan.
Fakta yang diajukan tersebut apabila kurang mendukung
dalil-dalil yang diungkapkan maka sudah barang tentu hakim
sebagai pemeriksa perkara tersebut kurang dapat meyakini
kebenaran dari dalil yang diajukan oleh para pihak tersebut. Hal
ini mengandung suatu konsekwensi bahwa pihak yang mengajukan
dalil yang kurang didukung oleh fakta-fakta akan kalah dalam
proses berperkara tersebut. Sebaliknya bagi pihak yang
mengajukan suatu dalil dengan di dukung suatu fakta-fakta yang
lengkap, dan hakim dapat meyakini kebenaran dari dalil-dalil yang
diungkapkannya itu, maka pihak tersebut dapat memenangkan
perkara itu.
Jadi dari uraian di atas dapat dikemukakan bahwa yang
dimaksud dengan pembuktian adalah pengajuan fakta-fakta sebagai
alat bukti untuk memberikan keyakinan kepada hakim tentang
kebenaran dari dalil-dalil yang diajukan oleh yang berkepentingan
dalam suatu perkara. Hal ini juga didasarkan pada ketentuan yang
terdapat pada Pasal 183 KUHAP, dalam pasal ini apabila dengan
sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah hakim memperoleh
keyakinan bahwa tindak pidana benar-
bunyi pasal ini kesimpulannya bahwa pembuktian itu pada
dasarnya untuk memberikan suatu keyakinan kepada hakim
tentang kebenaran dari suatu dalil yang diungkapkan oleh pihak
yang berkepentingan dalam suatu perkara atau terhadap
fakta/kejadian-kejadian/tindak pidana yang telah terjadi.
b) Dasar Hukum Pembuktian
Pembuktian sebagaimana telah diuraikan di atas sangat
berpengaruh terhadap keberadaan para pihak dalam suatu proses
berperkara di muka pengadilan. Pembuktian yang akan diajukan
oleh para pihak diatur dan ditentukan oleh Undang-Undang, yaitu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
sebatas mana dan apa saja yang dapat dijadikan sebagai suatu
pembuktian.
Dalam tata hukum yang berlaku di Indonesia, pengaturan
mengenai pembuktian ini dapat kita lihat pada beberapa produk
hukum yang pernah dan masih berlaku, yang mana produk hukum
itu merupakan dasar hukum bagi berlakunya dan pelaksanaan dari
pembuktian dalam proses beracara dimuka pengadilan.
Sebelum berlakunya KUHAP, mengenai pembuktian ini
diatur dalam Pasal 294 RIB (Reglemen Indonesia yang dibaharui),
yang mana dalam pasal ini terkandung suatu sistem pembuktian
yang dipakai dalam Hukum Acara Pidana yaitu yang dikenal
-
1997: 12) dan juga mengenai pembuktian ini juga diatur di dalam
Pasal 183 KUHAP sampai dengan Pasal 189 KUHAP. Di dalam
Pasal 183 KUHAP diatur megnenai jumlah minimum alat bukti
yang harus ada dan diajukan oleh para pihak dalam suatu perkara,
boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila
dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, ia
memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar
beranjak dari sini dapat kita lihat bahwa dalam suatu pembuktian,
pihak yang dikenai beban pembuktian harus dapat mengajukan
sekurang-kurangnya dua alat bukti atau lebih (P.A.F Lamintang,
1984 : 421) Di dalam Pasal 184 KUHAP sampai dengan Pasal 189
KUHAP diatur mengenai jenis-jenis alat-alat bukti yang dapat
diajukan dalam suatu pembuktian di muka pengadilan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
4. Tinjauan tentang Praperadilan
a) Pengertian Praperadilan
Dalam suatu proses perkara pidana yang disebabkan karena
adanya suatu tindak pidana yang diduga dilakukan oleh seseorang
maka terhadap orang yang diduga sebagai pelaku dari tindak
pidana tersebut terhadapnya akan dilakukan pemeriksaan
(Martiman Prodjohamidjojo, 1984: 14). Pemeriksaan terhadap
orang tersebut akan menyebabkan adanya pengurangan-
pengurangan hak asasinya, namun demikian segala sesuatu
kegiatan pemeriksaan tersebut hendaknya selalu berdasar pada
ketentuan yang diatur di dalam undang-undang, sehingga terhadap
pengurangan-pengurangan itu tidak menyebabkan terlanggarnya
hak-hak asasi dari orang yang baru diduga sebagai pelaku dari
suatu tindak pidana, maka untuk kepentingan pengawasan terhadap
perlindungan hak-hak orang tersebut (tersangka/terdakwa)
Praperadilan tersebut tidak merupakan badan tersendiri,
tetapi merupakan suatu wewenang saja dari pengadilan (Djoko
Prakoso, 1996: 178). Praperadilan sebagaimana ditentukan dalam
Pasal 1 butir (10) KUHAP adalah merupakan wewenang untuk
memeriksa dan memutuskan menurut cara yang diatur oleh
KUHAP. Jadi menurut Pasal 1 butir (10) KUHAP yang dimaksud
dengan praperadilan adalah wewenang dari pengadilan untuk
memeriksa dan memutus tentang :
- Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas
permintaan tersangka atau keluarganya aatau pihak lain atas
kuasa tersangka.
- Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian
penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
- permintaan ganti kerugian dan atau rehabilitasi oleh permintaan
tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang
perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.
Selain pasal tersebut di atas, mengenai pra peradilan juga
diatur di dalam Pasal 77 KUHAP yang menentukan bahwa
pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus
tentang :
- sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian
penyidikan atau penghentian penutuan.
- ganti kerugian dan atau rehabiliasi bagi seseorang yang perkara
pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan
Dari ketentuan Pasal 1 butir (10) dan Pasal 77 tersebut di
atas, jelaslah bahwa dalam praperadilan ini pengadilan negeri
hanya berwenang untuk memeriksa tentang apakah suatu
penangkapan, penahanan, penghentian, penyidikan atau
penghentian penuntutan tersebut sah atau tidak, memeriksa dan
memutuskan tentang perkara ganti rugi dan atau rehabilitasi.
b) Dasar Hukum Praperadilan
Praperadilan sebagai suatu lembaga yang diadakan untuk
kepentingan pengawasan terhadap perlindungan hak-hak
tersangka/terdakwa dalam suatu proses berperkara di dalam hukum
pidana, keberadaannya dalam tata hukum Indonesia adalah sejak
ditetapkannya Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 yang lebih
dikenal dengan sebutan Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana (KUHAP). Di dalam UU No. 8 tahun 1981 ini, praperadilan
yang merupakan suatu lembaga yang baru tersebut diatur di dalam
beberapa pasalnya, yaitu antara lain terdapat di dalam Pasal 1 butir
(10), dan Pasal 77 sampai dengan Pasal 83, yang mana dari Pasal
77 sampai dengan Pasal 83 merupakan bagian pertama dari bab X
Undang-Undang ini, yang khusus mengatur mengenai wewenang
pengadilan untuk mengadili.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
Di dalam Pasal 1 butir (10) KUHAP tersebut diatur
mengenai pengertian tentang apa yang dimaksud dengan
praperadilan tersebut. Selanjutnya, seperti telah diuraikan di atas
bahwa praperadilan juga diatur di dalam Pasal 77 sampai dengan
Pasal 83 KUHAP, pengaturan pasal demi pasal tersebut dapat
diuraikan sebagai berikut :
- Pasal 77 KUHAP
Di dalam pasal ini diuraikan mengenai wewenang
pengadilan untuk memeriksa dan memutus tentang sah atau
tidaknya suatu penangkapan, penahanan, penghentian,
penyidikan atau penghentian penuntutan terhadap seorang
tersangka/terdakwa dan juga dalam pasal ini di atau mengenai
kewenangan pengadilan untuk memeriksa dan memutus
permohonan/tuntutan ganti kerugian dan atau rehabilitasi dari
seseorang yang perkaranya tidak diajukan kesidang pengadilan
atau dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.
- Pasal 78 KUHAP
Di dalam pasal ini dinyatakan bahwa wewenang dari
pengadilan seperti yang diuraikan dalam pasal 77 KUHAP
tersebut adalah wewenang pengadilan negeri yang disebut
Prapreadilan dan menurut pasal ini praperadilan ini dipimpin
oleh hakim tunggal yang ditunjuk oleh ketua Pengadilan Negeri
dan dibantu oleh seorang Panitera.
- Pasal 79 KUHAP
Sah atau tidak suatu penangkapan atau penahanan,
permintaan pemeriksaannya dapat diajukan oleh tersangka,
keluarganya atau kuasanya kepada ketua Pengadilan Negeri, hal
ini diatur di dalam Pasal 79 KUHAP tersebut diatas.
- Pasal 80 KUHAP
Di dalam pasal ini diatur mengenai pemeriksaan tentang
sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
penuntutan, yang mana permintaan pemeriksaan tersebut dapat
diajukan oleh penyidik atau penuntut umum kepada ketua
Pengadilan Negeri dan permintaan tersebut harus disertai alasan.
- Pasal 81 KUHAP
Permintaan ganti rugi dan atau rehabilitasi yang
diakibatkan oleh adanya penangkapan, penahanan, penghentian
penyidikan atau penghentian penuntutan yang tidak sah, menurut
pasal ini dapat diajukan oleh tersangka/terdakwa atau pihak
ketiga yang berkepentingan kepda ketua Pengadilan Negeri dan
permintaan tersebut harus disertai dengan alasan.
- Pasal 82 KUHAP
Dalam ayat 1, yang terdiri dari lima butir ini, yaitu dari
butir (a) sampai dengan butir (e) diatur mengenai acara
pemeriksaan praperadilan untuk hal sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 79, 80, 81, KUHAP, dalam ayat 2 pasal ini diatur
megnenai putusan hakium dalam memeriksa permintaan tersebut
harus jelas dasar dan alasannya, dan ayat 3 yang terdiri dari 3
butir tersebut (butir (a) sampai butir (d)) mengatur tentang isi
putusan dari putusan hakim yang memeriksa permintaan
praperadilan tersebut. Pada ayat 4 yang merupakan ayat terakhir
dari pasal ini mengatur tentang permintaan ganti kerugian, yang
mana menurut ayat ini, permintaan ganti kerugian dapat dimintai
terhadap hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 dan
Pasal 95 KUHAP.
- Pasal 83 KUHAP
Di dalam pasal yang terdiri dari 2 ayat ini, diatur mengenai
putusan praperadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79, 80,
dan Pasal 81 KUHAP tidak dapat dimintakan banding dan juga
diatur mengenai pengecualian terhadap ketentuan pertama, yaitu
terhadap putusan praperadilan yang menetapkan tidak sahnya
suatu penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
dimintakan putusan akhir ke pengadilan tinggi dalam daerah
hukum yang bersangkutan.
Sejalan dari pasal-pasal tersebut di atas, praperadilan ini
juga diatur dalam Pasal 95 KUHAP terutama pada ketentuan
yang terdapat pada ayat (5) pasal tersebut, yang mana dalam ayat
tersebut diisyaratkan bahwa untuk pemeriksaan terhadap
permintaan ganti kerugian yang diatur dalam pasal tersebut
mengikuti acara praperadilan.
c) Prosedur dalam Praperadilan
Seperti yang telah diatur di dalam Pasal 79 KUHAP bahwa
untuk pemeriksan tentang sah atau tidaknya suatu penangkapan
atau penahanan, permintaan pemeriksaannya dapat diajukan oleh
tersangka, keluarganya atau pihak ketiga atas kuasa dari tersangka,
permintaan ini diajukan kepada ketua pengadilan Negeri dan
terhadap permintaan tersebut harus disertai alasan. Dari ketentuan
pasal ini dapat kita lihat bahwa dalam pasal ini terdapat syarat-
syarat untuk mengajukan permintaan tentang sah atau tidaknya
penangkapan atau penahanan. Adapun syarat-syarat tersebut :
Seperti Pasal 79 KUHAP dan Pasal 80 KUHAP juga
memuat tentang syarat-syarat untuk mengajukan permintaan
pemeriksaan praperadilan, tetapi di dalam Pasal 80 KUHAP diatur
mengenai syarat-syarat untuk pemeriksaan tentang sah atau
tidaknya suatu penghentian penyidikan atau penghentian
penuntutan, adapun syarat-syarat tersebut antara lain :
- Permintaan tersebut harus diajukan oleh terangka, keluarganya
atau kuasanya kepada ketua pengadilan negeri.
- Permintaan tersebut harus disertai dengan menyebutkan
alasannya.
Seperti Pasal 79 KUHAP, Pasal 80 KUHAP juga memuat
tentang syarat-syarat untuk mengajukan permintaan pemeriksaan
prapreadilan, tetapi didalam Pasal 80 KUHAP diatur mengenai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
syarat-syarat untuk pemeriksaan tentang sah atau tidaknya suatu
penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan, adapun
syarat-syarat tersebut antara lain :
- permintaan pemeriksaan tersebut harus diajukan oleh penyidik,
penuntut umum atau pihak ketiga yang berkepentingan.
- permintaan tersebut diajukan kepada ketua pengadilan negeri.
- dan permintaan tersebut harus disertai alasan
Pasal 81 KUHAP yang mengatur mengenai permitnaan
ganti rugi dan atau rehabilitasi akibat adanya penangkapan-
penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau
penghentian penuntuan yang tidak sah, menurut pasal ini dapat
diajukan oleh tersangka/terdakwa atau pihak ketiga yang
berkepentingan kepada ketua pengadilan negeri dan permintaan
gantirugi dan atau rehabilitasi dalam pemeriksaan praperadilan.
Adapun syarat-syarat tersebut :
- permintaan tersebut (ganti rugi dan atau rehabilitasi) dapat
diajukan oleh tersangka/terdakwa atau pihak ketiga yang
berkepentingan.
- permitnaan tersebut diajukan kepada ketua pengadilan negeri
dan permintaan terseut harus disertai alasan.
Dari ketiga pasal tersebut di atas, untuk proses beracaranya
diatur di dalam Pasal 82 KUHAP. Di dalam pasal ini dinyatakan
bahwa dalam waktu tiga hari hakim yang ditunjuk oleh ketua
pengadilan yang menerima permintaan tersebut harus sudah
menetapkan hari sidang. Dalam memeriksa dan memutus tentang
sah atau tidaknya penangkapan atau penahana, sah atau tidaknya
penghentian penyidikan atau penghetnian penuntutan hakim harus
mendengar keterangan dari tersangka atau pemohon ataupun dari
pejabat yang berwenang dan untuk pemeriksaan permitnaan ganti
rugi dan atau rehabilitasi akibat tidak sahnya penangkapan atau
penahanan, akibat sahnya penghentian suatu penyidikan atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
penghentian penuntutan dan ada benda yang disita tidak termasuk
alat pembuktian, maka hakim harus juga mendengar keterangan
dari tersangka atau pemohon maupun dari pejabat yang berwenang.
Hal ini sesuai dengan ketentuan yang terdapat di dalam ayat (1)
butir (b) dari Pasal 80 KUHAP. Seperti telah diuraikan di atas
bahwa pemeriksaan pra peradilan paling lambat dilakukan dalam
waktu tujuh hari atau dengan kata lain dalam tujuh hari hakim yang
memeriksa tersebut sudah harus menjatuhkan putusannya, tetapi
dalam hal suatu perkara sudah mulai diperiksa oleh pengadilan
negeri, sedangkan pemeriksaan pra peradilan belum selesai, maka
permintaan tersebut gugur. Lebih lanjut Pasal 82 KUHAP
menyatakan bahwa untuk pemeriksan praperadilan ini dapat
dilaksanakan pemrintaan pemeriksaannya pada dua tingkat, hal ini
dapat kita lihat dari ketentuan yang terdapat dalam ayat (1) butir
pada tingkat penyidikan tidak menutup kemungkinan untuk
mengadakan pemeriksan praperadilan lagi pada tingkat
pemeriksaan oleh penuntut umum, jika untuk itu diajukan
Terhadap putusan hakim dalam acara pemeriksaan
praperadilan harus memuat dengan jelas dasar dan alasan dari
putusannya tersebut, selain itu putusan tersebut juga harus memuat
hal-hal seperti yang disahkan dalam ayat (3) dari Pasal 82
KUHAP, seperti :
a. Dalam hal putusan menetapkan bahwa suatu penangkapan atau
penahanan tidak sah, maka penyidik atau jaksa penuntut umum
pada tingkat pemeriksaan masing-masing harus segera
membebaskan tersangka.
b. Dalam hal putusan menetapkan bahwa suatu penghetnian
penyidikan atau penututan tidak sah, penyidikan atau
penuntutan terhadap tersangka wajib dilanjutkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
c. dalam hal putusan menetapkan bahwa suatu penangkapan atau
penahanan tidak sah, dalam putusan dicantumkan jumlah
besarnya ganti kerugian dan rehabilitasi yag diberikan,
sedangkan dalam hal suatu penghentian penyidikan atau
penuntutan adalah sah dan tersangkanya tidak ditahan, maka
dalam putusan dicantumkan rehabilitasinya.
d. dalam hal putusan menetapkan bahwa benda yang disita ada
yang tidak termasuk alat pembuktian, maka dalam putusan
dicantumkan bahwa benda tersebut harus segera dikembalikan
kepada tersangka atau dari siapa benda itu disita.
Terhadap putusan praperadilan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 79, Pasal 80, dan Pasal 81 KUHAP tidak dapat
dimintakan banding, kecuali putusan prapreadilan yang
menetapkan tidak sahnya penghentian penyidikan atau penghentian
penuntutan dapat dimintakan putusan akhri ke pengadilan tinggi
dalam daerah hukum yang bersangkutan.
B. Penelitian yang Relevan
1. Penelitian yang dilakukan oleh Wijanarka (UII, 2010) tentang Kekuatan
Pembuktian Terhadap Tuntutan Ganti Rugi dalam Praperadilan (Studi
Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta), hasil penelitian menunjukan
bahwa pengajuan tuntutan ganti rugi dan atau rehabilitasi dalam
pemeriksaan praperadilan, dapat diajukan dalam dua cara, yaitu :
a. Pertama, tuntutan tersebut diajukan bersamaan dengan permohonan
pemeriksaan tentang sah atau tidaknya suatu penangkapan,
penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan.
b. Kedua adalah diajukan setelah adanya putusan pengadilan yang
menyatakan bahwa terhadapnya telah dilaksanakan suatu
penangkapan atau penahanan yang tidak sah atau telah dilakukan
suatu penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan yang sah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
c. Dalam pemeriksaan praperadilan, beban pembuktian dikenakan pada
kedua belah pihak, yaitu pihak pemohon dan pihak termohon.
d. Pembuktian terhadap tuntutan ganti kerugian adalah secara tidak
langsung, karena pembuktian dalam praperadilan untuk membuktikan
tentang sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian
penyidikan atau pemeriksaannya oleh pemohon, sedangkan terhadap
tuntutan ganti rugi dan akan dikabulkan atau ditolak tergantung dari
hasil pembuktian para pihak dalam pemeriksaan terhadap permohonan
pemeriksaan tentang sah atau tidaknya penangkapan, penahanan,
penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan tersebut.
2. Penelitian Farah Latifa Mahayu (Undip, 2006) tentang Putusan Hakim
Pengadilan Negeri Magelang disimpulkan bahwa :
a. Dalam memutuskan perkara gugatan rehabilitasi dalam praperadilan
Dalam hal putusan menetapkan bahwa suatu penangkapan atau
penahanan tidak sah, maka penyidik atau jaksa penuntut umum pada
tingkat pemeriksaan masing-masing harus segera membebaskan
tersangka.
b. Dalam hal putusan menetapkan bahwa suatu penghentian penyidikan
atau penututan tidak sah, penyidikan atau penuntutan terhadap
tersangka wajib dilanjutkan
c. Dalam hal putusan menetapkan bahwa suatu penangkapan atau
penahanan tidak sah, dalam putusan dicantumkan jumlah besarnya
ganti kerugian dan rehabilitasi yang diberikan, sedangkan dalam hal
suatu penghentian penyidikan atau penuntutan adalah sah dan
tersangkanya tidak ditahan, maka dalam putusan dicantumkan
rehabilitasinya.
d. Dalam hal putusan menetapkan bahwa benda yang disita ada yang
tidak termasuk alat pembuktian, maka dalam putusan dicantumkan
bahwa benda tersebut harus segera dikembalikan kepada tersangka
atau dari siapa benda itu disita.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
e. Terhadap putusan praperadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
79, Pasal 80, dan Pasal 81 KUHAP tidak dapat dimintakan banding,
kecuali putusan prapreadilan yang menetapkan tidak sahnya
penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan dapat
dimintakan putusan akhir ke pengadilan tinggi dalam daerah hukum
yang bersangkutan.
3. Penelitian Suryandari (UNS, 2010), Kajian Terhadap Pemberian Ganti
Rugi dan atau Rehabilitasi dalam Pra-Peradilan di Pengadilan Negeri
Surakarta, disimpulkan bahwa :
a. Mengenai masalah pemberian ganti rugi dan rehabilitasi terhadap
seseorang dalam lapangan hukum perdata merupakan hal yang biasa,
baik dalam hukum tertulisnya maupun didalam hukum tidak
tertulisnya. Namun dalam lapangan hukum pidana tidak demikian
halnya, dalam lapangan hukum pidana pengaturan mengenai
pemberian ganti rugi dan atau rehabilitasi terhadap seseorang
merupakan hal yang baru, yang mana pengaturan ini pertama dalam
hukum pidana dapat dijumpai dalam Undang-Undang no. 14 tahun
1970 yang mengatur mengenai Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman.
b. Dalam Undang-Undang ini, pengaturan mengenai pemberian ganti
rugi dan atau rehabilitasi ini terdapat dalam pasal 9 yang menyatakan
bahwa permintaan/tuntutan ganti rugi dan atau rehabilitasi dapat
diajukan berdasar Peraturan Mahkamah Agung No. 1 tahun 1980,
yang menghidupkan lagi lembaga Herzeining, namun karena Peraturan
Mahkamah Agung tidak menunjuk dengan tegas mengenai aturan
pelaksanaannya, sehingga akhirnya tetap tuntutan ganti rugi tersebut
tidak dapat dilaksanakan. Adanya putusan prapreadilan pengaturannya
dapat kita lihat pada ketentuan yang terdapat dalam Peraturan
pemerintah republik Indonesia No 27 Tahun 1983 tentang pelaksanaan
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, yang mana pengaturan
mengenai ganti rugi dan rehabilitasi dalam peraturan ini terdapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
dalam Pasal 7, 8, 9, 10 dan Pasal 11, mengenai ganti ruginya dan pasal
12, 13, 14 dan Pasal 15 mengenai permintaan rehabilitasinya
c. Inti dari kewenangan lembaga Praperdilan termaktup dalam Undang-
Undang No. 8 tahun 1981, tentang KUHAP, manifestasi perlindungan
hak-hak asasi tersebut dapat terwujud sebagaimana tercantum dalam
Pasal 95 dalam ayat (2) sampai dengan Pasal 101 KUHAP yang
mengatur mengenai ganti rugi dan rehabilitasi. Permintaan tersebut
akan diperiksa dan diputus bersamaan pula dengan permohonan itu
diputus disidang praperadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77.
C. Kerangka Pemikiran
Pra peradilan adalah suatu lembaga yang disediakan untuk kepentingan
pengawasan terhadap perlindungan hak-hak tersangka/terdakwa. Pra peradilan
berwenang sesuai Pasal 1 butir 10 KUHAP memeriksa dan memutus hal-hal
sebagai berikut :
1. Sah atau tidaknya suatu penghentian penangkapan dan atau penghentian
penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas
kuasa dari tersangka.
2. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan
atas permintaan penuntut umum atau pihak ketiga yang berkepentingan
demi tegaknya hukum dan keadilan.
3. Permintaan ganti rugi dan atau rehabilitasi oleh tersangka/terdakwa atau
keluarganya atau pihak ketiga atas kuasanya yang perkaranya tidak
diajukan ke pengadilan.
Mengenai kerangka pemikiran dalam penelitian ini dibuat dalam suatu bagan
seperti berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Keterangan :
Di dalam KUHAP mengenai permintaan ganti rugi dan atau
rehabilitasi ini di atur dalam Pasal 81 KUHAP, permintaan tersebut menurut
pasal ini dapat diajukan oleh tersangka atau pihak ketiga yang berkepentingan
kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya
(Hendrastanto, 1997: 186). Permintaan ganti rugi dan atau rehabilitasi yang
diajukan oleh pihak ketiga atas kuasa dari tersangka atau oleh tersangka
sendiri kepada ketua pengadilan negeri harus disertai alasan. Hal ini
dimaksudkan agar permintaan tersebut dapat diterima atau ditolak, karena
dengan alasan-alasan ini hakim dalam acara pemeriksaan. Praperadilan
tersebut mempertimbangkan fakta-faktanya. Adapun alasan dimaksud adalah
berupa bukti-bukti yang meyangkut mengenai sah atau tidaknya suatu
penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian
penuntutan.
Pasal 81 UU No 8 Tahun 1981 tentang KUHAP
Tidak dilakukan pemeriksaan oleh hakim terhadap Tuntutan ganti rugi dan/atau rehabilitasi
Penetapan Hukum Diterima atau Ditolaknya Tuntutan Ganti Rugi dan/atau Rehabilitasi dalam Pemeriksaan Praperadilan
Kekuatan Pembuktian Terhadap Tuntutan Ganti Rugi dan/atau Rehabilitasi Praperadilan
Pasal 81 UU No 8 Tahun 1981 tentang KUHAP
Tuntutan ganti rugi dan/atau rehabiitasi dalam Praperadilan
Dilakukan Pemeriksaan oleh hakim terhadap Tuntutan ganti rugi dan/atau rehabilitasi
Tidak dilakukan pemeriksaan oleh hakim terhadap Tuntutan ganti rugi dan/atau rehabilitasi
Penetapan Hukum Diterima atau Ditolaknya Tuntutan Ganti Rugi dan/atau Rehabilitasi dalam Pemeriksaan Praperadilan
Kekuatan Pembuktian Terhadap Tuntutan Ganti Rugi dan/atau Rehabilitasi Praperadilan
Putusan Praperadilan No. 04/Pid.Pra/PN.Ska.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Kasus yang Dianalisis
Penelitian secara khusus hanya akan membahas mengenai tuntutan
ganti rugi dan atau rehabilitasi yang berkaitan dengan adanya permohonan
pemeriksaan praperadilan. Sebagaimana telah diatur dalam Pasal 81
KUHAP, maka permintaan ganti rugi dan atau rehabilitasi dalam hal ini
dapat diajukan oleh tersangka ata pihak ketiga yang berkepentingan, yang
mana permintaan tersebut harus disertai dengan alsannya. Seperti telah
disebutkan diatas, bahwa yang berhak mengajukan permintaan tersebut
adalah tersangka/terdakwa atau pihak ketiga yang berkepentingan, dalam
hal ini yang dimaksud dengan pihak ketiga adalah mereka yang
merupakan keluarga atau pihak lain yang diberikan kuasa oleh
tersangka/terdakwa, hal ini mengacu pada ketentuan yang terdapat dalam
Pasal 1 ayat (10) butir (c) KUHAP.
Pengajuan tuntutan ganti rugi dan atau rehabilitasi oleh
tersangka/terdakwa atau pihak ketiga atas kuasanya kepada ketua
pengadilan negeri yang berkaitan dengan adanya suatu penangkapan atau
penahanan yang tidak sah atau karena sahnya penghentian penyidikan atau
penghentian penuntutan dapat diajukan dalam dua tahap yaitu yang
pertama adalah diajukan bersamaan dengan permohonan pemeriksaan
praperadilan yaitu bersamaan dengan permohonan pemeriksaan tentang
sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan atau sah atau
tidaknya suatu penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan dan
yang kedua adalah diajukan setelah adanya suatu putusan dari
pemeriksaan praperadilan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
2. Kasus Posisi
Sesuai dengan permasalahan dan pembahasan terhadap permasalahan
dalam pemeriksaan praperadilan di Pengadilan Negeri Surakarta, maka
untuk menunjang kebenaran dari pernyataan-pernyataan yang telah peneliti
kemukakan dalam pembahasan terhadap permasalahan tersebut, peneliti
akan kemukakan suatu kasus yang relevan dengan permasalahan yang akan
dibahas tersebut. Adapun kasus tersebut adalah mengenai tindakan
teremohon dalam jabatannya selaku penyidik karena tidak melakukan
penahanan terhadap tersangka WAWAN ALEX SANTOSO Bin SUKIMIN
karena disangka melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan pasal 351 ayat (1) KUHP Pidan sesuai laporan Polisi No.Pol :
LP/790/VII/2010/JATENG/TABES/SKA tertanggal 07 Juli 2010 atas nama
Pemohon sebagai Pelapor.
3. Pasal yang Dikenakan
1. Bahwa,permohonan Pemeriksaan Praperadilan ini Pemohon ajukan
berdasarkan Pasal 77-83 KUHAP yang mengatur tentang Permohonan
Praperadilan;
2. Bahwa,berdasarkan Pasal 77 KUHAP yang berbunyi Pengadilan
Negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus sesuai dengan
ketentuan yang diatur dalam Undang-undang ini tentang : (a) sah atau
tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau
penghentian penuntutan, (b) ganti rugi atau rehabilitasi bagi seorang
yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau
penuntutan;
3. Bahwa, berdasarkan Pasal 80 KUHAP yang mengatakan permintaan
pemeriksaan tentang sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan
atau penundaaan dapat diajukan oleh Penyidik atau Penuntut Umum
atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada Ketua Pengadilan
Negeri dengan menyebut alasannya;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
Bahwa dengan tidak ditahan dapat diartikan atas perkara tersebut telah
dihentikan maka diajukan PERMOHONAN PEMERIKSAAN
PRAPERADILAN;
4. Bahwa,atas laporan Pemohon yang sampai sekarang tidak ada
kelanjutan maka Pemohon mengajukan permohonan pemeriksaan
Praperadilan sesuai dengan pasal 77 KUHAP huruf a dan b;
5. Bahwa,dengan tidak dilanjutkannya penuidikan berkaitan dengan
laporan Pemohon oleh Termohon telah menimbulkan kerugian bagi
Pemohon dan berdasarkan Pasal 80 KUHAP permohonan mengajukan
ganti rugi;
6. Tuntutan ganti kerugian yang diajukan berdasarkan alasan sebagaimana
diatur dalam Pasal 77 huruf (b) dalam Pasal 95 KUHAP, yaitu
mengenai adanya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan,
penghentian penuntutan atau perkaranya yang tidak diajukan ke
pengadilan negeri.
4. Alat Bukti yang Diajukan
Adapun dasar Pemohon dalam mengajukan permohonan Praperadilan
adalah tidak termasuk dalan yuridiksi Praperadilan;
1. Bahwa yang dijadikan sebagai dasar/alasan Pemohon dalam
mengajukan permohonan Praperadilan adalah mengenai tindakan
Termohon dalam jabatannya selaku penyidik karena tidak
melakukan penahanan terhadap tersangka WAWAN ALEX
SANTOSO Bin SUKIMIN karena disangka melakukan tindak
pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 351 ayat (1)
KUHP sesuai laporan
No.Pol:LP/790/VII/2010/JATENG/TABES/SKA tertanggal 07 Juli
2010 atas Pemohon sebagai Pelapor;
2. Bahwa sebagai dasar hukum dalam mengajukan Praperadilan
kepada Pengadilan Negeri yang berwenang memeriksa, mengadili,
dan memutus permohonan pemeriksaan Praperadilan, sesuai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 8 tahub 1981,tentang
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pada Bab
X pada Pasal 77, telah ditentukan secara limitative yakni untuk
memeriksan dan memutus tentang:
a. sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian
penyidikan dan penghentian penuntutan;
b. Ganti rugi dan rehabilitasi bagi seorang yang perkara
pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau
penuntutan.
3. Bahwa karena dasar atau alasan Pemohon dalam mengajukan
Permohonan pemeriksaan Praperadilan tidak termasuk obyek
pemeriksaan Praperadilan sebagaimana dipersyaratkan dalam
ketentuan Pasal 77 KUHAP, maka permohonan
pemeriksaanPraperadilan sebagaimana diajukan oleh Pemohon
adalah tidak termasuk dalam yuridiksi Praperadilan.
5. Pengajuan Permohonan Pemeriksaan Praperadilan di Pengadilan
Negeri Surakarta
Pemberian ganti rugi dan atau rehabilitasi terhadap seseorang
merupakan suatu bentuk perlindungan hak-hak yang dimiliki oleh
seseorang yang terhadapnya telah dikenai suatu perbuatan yang tidak
sesuai/bertentangan dengan aturan-aturan yang berlaku, baik yang
dilakukan oleh seseorang sebagai sesame anggota masyarakat ataupun
yang dilakukan oleh pejabat negara/pemerintah.
Mengenai pengajuan penuntutan ganti rugi dalam peraturan ini
diatur dalam Pasal 7, yang menyatakan bahwa :
(1) Tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 KUHAP
hanya dapat diajukan dalam tenggang waktu 3 (tiga) bulan sejak
putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap.
(2) Dalam hal tuntutan ganti kerugian tersebut diajukan terhadap perkara
yang dihentikan pada tingkat penyidikan atau tingkat penuntutan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 huruf (b) KUHAP, maka dalam
jangka waktu tiga bulan dihitung dari saat pemberitahuan penetapan
praperadilan.
Pengajuan tuntutan ganti rugi dan atau rehabilitasi oleh
tersangka/terdakwa atau pihak ketiga atas kuasanya kepada ketua
pengadilan negeri yang berkaitan dengan adanya suatu penangkapan atau
penahanan yang tidak sah atau karena sahnya penghentian penyidikan atau
penghentian penuntutan dapat diajukan dalam dua tahapan yaitu:
a. diajukan bersamaan dengan permohonan pemeriksaan praperadilan
yaitu bersamaan dengan permohonan pemeriksaan tentang sah atau
tidaknya suatu penangkapan atau penahanan atau sah atau tidaknya
suatu penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan.
b. Diajukan setelah adanya suatu putusan dari pemeriksaan praperadilan.
Terhadap permintaan tersebut akan diperiksa dan diputus
bersamaan pula dengan permohonan itu melalui praperadilan, hal ini
didasarkan pada ketentuan yang terdapat di dalam Pasal 95 KUHAP,
mengenai tuntutan ganti ruginya dan Pasal 97 KUHAP, mengenai
permintaan rehabilitasinya.
Pasal 95 KUHAP uang mengatur tentang ganti rugi, dalam ayat (2)
menyebutkan bahwa : tuntutab ganti kerugian oleh tersangka atau ahli
warisnya atau pihak ketiga atas penangkapan atau penahan serta tindakan
lain tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekliruan
mengenai orang atau hukum yang diterapkan sebagaimana dimaksud dala
ayat (1) yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan negeri, diputus di
sidang praperadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
B. Pembahasan
1. Analisis Dalil Permohonan Praperadilan Mempengaruhi Kekuatan
Pembuktian Terhadap Tuntutan Ganti Rugi dan/atau Rehabilitasi
dalam Pemeriksaan Praperadilan pada Putusan Praperadilan Nomor :
04/Pid.Pra/2010/PN.Ska di Pengadilan Negeri Surakarta
Guna mengetahui dalil permohonan praperadilan yang mampu
mempengaruhi kekuatan pembuktian terhadap tuntutan ganti rugi dan/atau
rehabilitasi dalam pemeriksaan praperadilan sebagaimana pada putusan
praperadilan Nomor : 04/Pid.Pra/2010/PN.Ska di Pengadilan Negeri
Surakarta, maka dikaji ; (a) alasan dan dasar hukum pengajuan permintaan
ganti rugi dan atau rehabilitasi; dan (b) permohonan pemeriksaan tentang
sah atau tidaknya penangkapan atau penahanan atau tentang sah atau
tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan tesebut.
Dasar/alasan Pemohon mengajukan permohonan praperadilan adalah
mengenai tindakan termohon dalam jabatannya selaku penyidik karena tidak
melakukan penahanan terhadap tersangka WAWAN ALEX SANTOSO Bin
SUKIMIN karena disangka melakukan tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Pasal 351 ayat (1) KUHP Pidana sesuai laporan
Polisi No.Pol : LP/790/VII/2010/JATENG/TABES/SKA tertanggal 07 Juli
2010 atas Pemohon sebagai Pelapor.
Pemohon mengajukan tuntutan ganti kerugian dalam permohonannya,
berkaitan dengan tindakan dari termohon maka pihak pemohon harus
mengajukan bukti-bukti yang kuat dari semua yang telah terjadi dalam
proses penyidikan untuk menguatkan permohonan yang diajukannya
tersebut.
Termohon sebagai pihak dituntut juga dikenai beban pembuktian
dalam pemeriksaan praperadilan ini harus sesuai dengan alasan yang telah
dikemukakan dalam jawabannya terhadap permohonan yang diajukan
pemohon. Dalam menerbitkan pembuktian ini, maka bukti-bukti yang
diperlukan tergantung dari tingkat tindakan termohon yang menyebabkan
terjadinya sengketa atau pokok sengketa dari perkara tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
Permohonan tersebut diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri
Surakarta. Disamping itu pemohon juga mengajukan permintaan ganti rugi
yang mana permintaan ganti rugi yang diajukannya tersebut didasarkan atas
kerugian yang telah dideritanya sebagai akibat dari perbuatan termohon
dalam melaksanakan penyidikan terhadap perkara yang telah diadukannya.
Disamping itu juga, permintaan ganti rugi tersebut juga didasarkan pada
putusan dari pengadilan yang telah dilakukan oleh termohon adalah sah.
Terhadap permintaan tersebut akan diperiksa dan diputus
bersamaan pula dengan permohonan itu melalui praperadilan, hal ini
didasarkan pada ketentuan yang terdapat dalam Pasal 95 KUHAP,
mengenai tuntutan ganti ruginya dan Pasal 97 KUHAP, mengenai
permintaan rehabilitasinya. Pasal 95 KUHAP yang mengatur tentang ganti
rugi, dalam Pasal 95 ayat (2) menyatakan bahwa tuntutan ganti kerugian
oleh tersangka atau ahli warisnya atas penangkapan atau penahanan serta
tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau
kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan sebagaimana
dalam Pasal 95 ayat (1) yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan
negeri, diputus disidang praperadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
77. Berdasar asumsi tersebut, maka dapat di susun skema pemikiran
sebagai berikut :
Skema Permohonan Praperadilan
Gambar 2.Skematik Pembahasan
Dasar permohonan praperadilan
Permohonan Praperadilan
Tuntutan ganti rugi dan/atau rehabilitasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
Pemohon/kuasanya dengan surat permohonan Praperadilan tertanggal
23 September 2010, yang diterima dan didaftarkan di Kepaniteraan
Pengadilan Negeri Surakarta pada tanggal 23 September 2010 dengan
nomor Register : 04/Pen.Pid.Pra/2010/PN.Ska, telah mengajukan
permohonan yang pada pokoknya sebagai berikut :
a. Bahwa Pemohon dengan surat laporan polisi Nomor :
Pol.LP/790/VII/2010/Jateng/TABES/SKA tertanggal 07 Juli 2010
telah melaporkan tersebut Wawan Alex karena penganiayaan dan
percobaan pembunuha;
b. Bahwa, Pemohon melaporkan Terlapor Wawan Alex karena
Pemohon menjadi korban penganiayaan dan percobaan pembunuhan
yang dilakukan oleh Wawan Alex di Terminal Tirtonadi Kec.
Banjarsari Surakarta;
c. Bahwa, Terlapor Wawan Alex yang sehari-harinya bekerja sebagai
pengurus salah satu bus di Terminal Tirtonadi mempunyai karakter
yang tidak baik karena sudah berkali-kali membuat masalah dengan
Pemohon dengan alasan yang tidak diketahui Pemohon;
d. Bahwa, Terlapor Wawan Alex seorang yang sering membuat ulah
yang berakhir dengan perkelahian karena Terlapor selalu menyerang
e. Bahwa, pada tanggal 7 juli 2010 lagi-lagi Wawan Alex menyerang
Pemohon di Terminal Tirtonadi pada saat Pemohon baru terlibat
Pembicaraan dengan pihak ke tiga ;
f. Bahwa, Wawan Alex tiba-tiba mengayunkan senjata ke kepala
Pemohon dan ditangkis Pemohon dengan tangan sehingga senjata
Wawan mengenai tangan Pemohon sampai telapak tangan Pemohon
mengalami cidera karena luka yang selanjutnya harus menjalani
operasi;
g. Bahwa, atas penganiayaan dan percobaan pembunuhan yang terjadi
Pemohon harus menjalani operasi dengan biaya yang tidak sedikit;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
h. Bahwa, berkaitan dengan penganiayaan dan percobaan pembunuhan
yang terjadi terhadap Pemohon, untuk selanjutnya Pemohon
mengadukan kepada Termohon sesuai dengan surat laporan Polisi
No. Pol : Pol.LP/790/VII/2010/JATENG/TABES SKA tertanggal 07
Juli 2010.
i. Bahwa, atas laporan Pemohon dimaksudkan telah ditindak lanjuti
oleh Termohon dengan melakukan pemeriksanaan terhadap Terlapor
tersebut Wawan Alex kemudian menahan Wawan Alex kurang lebih
15 hari namun beberapa hari setelah ada pergantian kasat kemudian
ternyata Wawan Alex dilepas padahal tidak pernah ada permintaan
maaf dan perdamaian ;
j. Bahwa, sampai saat ini laporan Pemohon tidak pernah ada
perkembangannya dan ada indikasi dipetieskan dengan alas an yang
tidak diketahu;
k. Bahwa, perbuatan penganiayaan Wawan Alex telah memenuhi
kehendak Pasal 351 ayat (2) KUHP dengan ancaman pidana penjara
5 tahun dan percobaan pembunuhan;
l. Bahwa, perbuatan percobaan pembunuhan dilakukan karena
perbuatan membacok degan benda tajam kearah kepala telah
dilakukan dan tidak matinya Pemohon karena tangkisan yang
menyebabkan tangan Pemohon luka parah dan harus menjalani
operasi;
m. Bahwa, seharusnya perbuatan yang dilakukan Wawan Alex terhadap
Pemohon, dapat dikenai Pasal 354 ayat (1) KUHP dengan ancaman 8
tahun penjara yang sangat dikhawatirkan ada suatu tindakan
rekayasa memperkecil hukuman dan harus tetap ditahan;
n. Bahwa, perbuatan tersebut adalah pidana murni yang tidak bisa
didamaikan sehingga alternative yang lain tidak dimungkinkan;
o. Bahwa, terhadap Pelapor tersebut Wawan Alex harus dilakukan
penahanan dikarenakan karakter terlapor yang tidak baik sehingga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
yang bersangkutan dapat mengulangi perbuatan, melarikan diri, dan
menghilangkan barang bukti;
p. Bahwa, pada kenyataan justru Termohon mengeluarkan Terlapor
serta tidak pernah melanjutkan pemeriksaan terhadap Terlapor
dengan kata lain TERMOHON tidak melanjutkan penyidikan sesuai
laporan Pemohon;
q. Bahwa, dengan tidak menindak lanjuti laporan Pemohon dengan
demikian Termohon telah menghentikan penyidikan dan merugikan
Pemohon sebagai pihak yang mencari keadilan di Negeri ini;
r. Bahwa, sampai sekarang pedang yang dipakai sebagai alat untuk
melakukan tindak kriminal tersebut dihilangkan dengan tujuan
tertentu sangat mengerikan tindakan Termohon dalam perkara ini;
s. Bahwa, suatu perbandingan orang tidak melakukan kesalahan saja
bisa ditahan namun yang jelas melakukan kejahatan dengan
percobaan pembunuhan tidak ditahan hal ini dapat dibaca sebagai
MAFIA PERADILAN yang berkelanjutan;
t. Bahwa, dalam perkara yang lain polisi dapat membuat BAP PALSU
seperti yang dilakukan oleh KETUT ARJITA dari POLSEK
BANJARSARI sehingga sangat ditakuti BAP BAP PALSU yang
bakal lahir dalam perkara ini untuk meringankan Terlapor;
u. Bahwa, permohonan Pemeriksaan Pra-Peradilan ini Pemohon ajukan
berdasarkan Pasal 77- 83 KUHAP yang mengatur tentang
Permohona Pra-Peradilan;
v. Bahwa, berdasarkan pasa 77 KUHAP yang berbunyi Pengadilan
Negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus sesuai dengan
ketentuan yang diatur dalam Undang-undang ini tentang : a. sah atau
tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau
penghentian penuntutan, b. ganti rugi atau rehabilitasi bagi seorang
yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau
penuntutan;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
w. Bahwa, berdasarkan Pasal 80 KUHAP yang mengatakan permintaan
pemeriksaan tentang sah tidaknya suatu penghentian penyidikan atau
penundaan dapat diajukan oleh Penyidik atau Penuntut Umum atau
pihak ketiga yang berkepentingan kepada Ketua Pengadilan Negeri
dengan menyebut alasannya;
x. Bahwa dengan tidak ditahan dapat diartikan atas perkara tersebut
telah dihentikan maka diajukan PERMOHONAN PEMERIKSAAN
PRA PERADILAN;
y. Bahwa, atas laporan Pemohon yang saapai sekarang tidak ada
kelanjutan maka Pemohon mengajukan permohonan pemeriksaan
Pra-Peradilan sesuai dengan Pasal 77 KUHAP huruf a dan b;
z. Bahwa, dengan tidak dilanjutkannya penyidikan berkaitan dengn
laporan Pemohon oleh Termohon telah menimbulkan kerugian bagi
Pemohon dan berdasarkan Pasal 80 KUHAP Pemohonan
mengajukan ganti rugi;
aa. Bahwa, dengan tidak dilanjutkannya penyidikan oleh Termohon
telah menimbulkan kerugan bagi Pemohon baik secara materiil
maupun immaterial dengan permohonan pemeriksaan Pra-Peradilan
ini Pemohon menuntut ganti rugi secara materiil sebesar Rp.
100.000.000,- (seratus juta rupiah);
bb. Bahwa, dengan permohonan pemeriksaan Pra-Peradilan ini Pemohon
menuntut ganti rugi secara immaterial sebesar Rp. 500.000.000,-
(lima ratus juta rupiah);
cc. Bahwa, disamping PERMOHONAN PEMERIKSAAN PRA-
PERADILAN ini kami ajukan kami kirimkan pula berkas perkara ini
diambil tindakan dan selanjutnya kami kirim ke :
a. KOMNAS HAM JAKARTA;
b. IRWASUM MABES POLRI;
c. SATGAS MAFIA HUKUM JAKARTA;
d. KOMISI III DPR RI
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
Berdasarkan uraian diatas, mohon kepada Ketua Pengadilan Negeri
Surakarta untuk ;
PRIMAIR :
1. Mengabulkan permohonan Pemeriksaan Pra-Peradilan yang
dimohonkan oleh Pemohon untuk seluruhnya;
2. Menyatakan penghentian penyidikan dengan melepas TERLAPOR
tersebut WAWAN ALEX atas perbuatan penganiayaan yang
direncanakan jo. Percobaan pembunuhan adalah tidak sah;
3. Menyatakan Pemohon menuntut ganti rugi secara materiil sebesar
Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dan ganti rugi secara
immaterial sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) secara
tunai dan sekaligus;
4. Menghukum Termohon untuk melanjutkan penyidikan terhadap
laporan Pemohon berupa penganiayaan yang telah direncanakan jo.
Percobaan pembunuhan dengan Terlapor WAWAN ALEX dengan
menahan terlebih dahulu adalah sah berdasarkan hukum;
SUBSIDAIR :
Apabila Hakim Pra Peradilan berpendapat lain mohon putusan yang
seadil-adilnya (Ex Aequo Et Bono);
Dalam pemeriksaan di sidang praperadilanpun, memerlukan
pembuktian. Tujuan dari pembuktian adalah untuk memberikan keyakinan
kepada hakim akan kebenaran dari petanyaan-pertanyaan yang telah
diajukan oleh mereka yang mengajukan pembuktian tersebut. Berdasar
dari tujuan pembuktian tersebut, maka dapat di lihat bahwa pembuktian
memiliki hubungan yang sangat erat dengan segala apa yang telah
diungkapkan oleh para pihak dalam suatu pemeriksaan di sidang
pengadilan.
Hubungan antara pembuktian dengan pernyataan para pihak baik
yang berupa permohonan dari pemohon atau jawaban dari termohon atas
permohonan pemohon sangat berpengaruh terhadap keberadaan dari
permohonan pemohon dalam pemeriksaan dimana permohonan tersebut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
diperiksa. Hal ini disebabkan karena antara permohonan dengan
pernyataan para pihak dan pembuktian yang dapat mereka ungkapkan
saling berkiatan dan saling mendukung.
Dalam persidangan Termohon untuk mempertahankan dalil-dalil
bantahannya telah mengajukan bukti tertulis berupa surat-surat sebagai
berikut :
1. Foto copy laporan Polisi Nomor Polisi :
LP/790/VII/2010/JATENG/TABES SKA tertanggal 07 Juli 2010
atas nama Pelapor (Pemohon Praperadilan) (bukti T-1);
2. Foto copy Surat Sprint Gas Penyelidikan dan penyidikan Nomor:
SP.GAS/406/VII/2010 Reskrim, tertanggal 07 Juli 2010 (bukti T-1) ;
3. Foto copy Surat Pemberitahuan Perkembangan hasil penelitian
laporan/SP2HP Nomor: SP2HP/403/A.1/VII/2010 Reskrim tertanggal
14 Juli 2010 (bukti T-3);
4. Foto copy Surat Perintah Penangkapan Nomor : SP.KAP/119/VII/2010
Reskrim tertanggal 23 Juli 2010 (bukti T-4)
5. Foto copy Surat Perintah Penahanan Nomor : Sp.Han/222/VII/2010
Reskrim tertanggal 24 Juli 2010 (bukti T-5);
6. Foto copy Surat dimulainya penahanan / SPDP Nomor :
SPDP/405/VII/2010 Reskrim tertanggal 26 Juli 2010 (bukti T-6);
7. Foto copy Surat Permohonan Penangguhan Penahanan dari pihak
tersangka Nomor : 07/ADV-YB/VII/2010, tertanggal 03 Agustus 2010
(bukti T-7);
8. Foto copy pengirim berkas perkara tahap pertama kepada Kepala
Kejaksaan Negeri Surakarta Nomor : B/3558/VIII/2010/Reskrim,
tertanggal 09 Agustus 2010 (bukti T-8);
9. Foto copy Surat Perintah Penangguhan Penahanan dari Termohon
nomor : SP.Han/222.D/VII/Reskrim, tertanggal 20 Agustus 2010
(bukti T-9);
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
10. Foto copy Surat Perintah Pengeluaran tahanan Nomor :
SP.Han/222.D/VII/2010/ Reskrim, tertanggal 20 Agustus 2010 (bukti
T-10);
11. Foto copy Surat bPemberitahuan perkembangan hasil/SP2HP Nomor :
SP2HP/455/A.3/VII/2010/Reskrim, tertanggal 26 Agustus 2010 (bukti
T-11)
12. Foto copy Surat Pemberitahuan berkasa dinyatakan lengkap dari
Kejaksaan Negeri (P-21) Nomor : B-2789/0.3.11/Epp.1/08/2010,
tertanggal 31 Agustus 2010 (bukti T-12);
13. Foto copy pengiriman tersangka dan barang bukti kepada Kejaksaan
Negeri Surakarta/penyerahan berkas tahap ke dua Nomor :
BP.4206/VII/2010/Reskrim, tertanggal 20 September 2010 (bukti T-
13)
14. Foto copy berita acara serah terima tersangka dan barang bukti,
tertanggal 20 September 2010 (bukti T-14);
15.Foto copy Surat Pemberitahuan Perkembangan hasil
penyidikan/SP2HP, Nomor : SP2HP/459/A.5/IX/2010/Reskrim,
tertanggal 25 September 2010 (bukti T-15);
16. Foto copy Tembusan Pelimpahan perkara acara pemeriksaan biasa dari
Kepala Kejaksaan Negeri Surakarta kepada Termohon, Nomor: B-
02/0.3.11/Ep/2010, tertanggal 05 Oktober 2010 (bukti T-16);
Foto copy-foto copy tersebut telah dilegalisir, bermaterai cukup dan telah
dicocokkan sesuai dengan aslinya, maka berlaku sebagai alat bukti yang
sah;
Apabila dengan pembuktian yang telah diungkapkan oleh para
pihak hakim memperoleh suatu keyakinan bahwa apa yang dimohonkan
itu benar atau sesuai dengan kenyataan yang ada maka secara otomatis
permohonan tersebut dikabulkan atau diterima. Sebaliknya apabila
pembuktian yang diajukan oleh para pihak tidak dapat meyakinkan hakim
dalam pemeriksaan tersebut akan apa yang dimohonkan tersebut benar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
atau sesuai dengan kenyataan yang ada, maka permohonan tersebut akan
ditolak.
Adanya suatu konsekwensi terhadap permohonan yang diajukan ke
pengadilan mendapatkan suatu putusan yang berupa mengabulkan hanya
sebagian dari permohonan yang diajukan kepengadilan mendapatkan suatu
putusan yang berupa mengabulkan hanya sebagai dari permohonan yang
diajukan, hal ini disebabkan karena dengan pembuktian yang diajukan
oleh para pihak tersebut hakim memperoleh suatu keyakinan bahwa hanya
sebagian dari isi permohonan dari pemohon tersebut yang benar atau
sesuai dengan kenyataan yang ada.
Pembuktian dalam persidangan praperadilan disimpulkan dalam
bentuk pertimbangan hakim, sebagai berikut :
Menimbang, bahwa Pasal 1 angka 10 KUHAP menentukan ruang
lingkup kewenangan Praperadilan yaitu wewenang Pengadilan Negeri
untuk memeriksa dan memutus :
a. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas
permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa
tersangka;
b. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian
penuntutan atas permintaan tegaknya hukum dan keadilan;
c. Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau
keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak
diajukan ke Pengadilan;
Menimbang, bahwa Pasal 77 KUHAP menentukan Pengadilan
Negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus sesuai dengan
ketentuan yang diatur dalam Undang-undang ini tentang;
a. Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan
atau penghentian penuntutan;
b. Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkara
pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
Menimbang, bahwa Pasal 78 ayat (1) KUHAP menentukan yang
melaksanakan wewenang Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 77 adalah Praperadilan;
Menimbang, bahwa atas permohonan Praperadilan tersebut,
Termohon dalam jawabannya tertanggal 04 Oktober 2010, telah
mengajukan eksepsi yang pada pokoknya sebagai berikut :
1. Bahwa dasar/alasan Pemohon dalam Mengajukan permohonannya
Praperadilan adalah tidak termasuk dalam Yurisdiksi Praperadilan;
2. Bahwa permohonan Praperadilan yang diajukan Pemohon secara formal
cacat hukum;
3. Bahwa tuntutan mengenai ganti kerugian yang diajukan Pemohon
belum saatnya untuk diajukan;
Menimbang, bahwa Hakim akan mempertimbangkan eksepsi
Termohon sebagai berikut :
Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan eksepsi/keberatan
dalam ilmu hukum adalah tangkisan/pembelaan yang tidak mengenai
materi pokok perkara, tetapi keberatan ditujukan terhadap cacat formal
surat permohonan Praperadilan;
Menimbang, bahwa setelah membaca dan mempelajari eksepsi
termohon angka 1, 2 dan 3 tersebut diatas, Hakim berpendapat bahwa
eksepsi tersebut telah dinilai masuk materi pokok perkara dan perlu
adanya tahap pembuktian, maka eksepsi Termohon angka 1, 2 dan 3
tersebut haruslah dinyatakan tidak diterima;
DALAM POKOK PERKARA :
Menimbang, bahwa maksud dan tujuan permohonan pemeriksaan
Praperadilan Pemohon adalah sebagaimana tersebut dalam
permohonannya Pemohon;
Menimbang, bahwa berdasarkan jawab menjawab dan bukti0bukti
yang diajukan dipersidangan oleh Pemohon dan Termohon, Hakim dapat
menyimpulkan bahwa antara kedua belah pihak terdapat perbedaan
pendapat dalam hal-hal sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
Menurut Pemohon :
- Bahwa Termohon tidak melanjuti laporan Pemohon yaitu laporan Polisi
No.Pol : LP/790/VII/2010/JATENG/TABES SKA tertanggal 07 Juli
2010, telah melaporkan WAWAN ALEX karena menganiaya dan
percobaan pembunuhan, dengan demikian Termohon telah
menghentikan penyidikan dan merugikan Pemohon sebagai pihak yang
mencari keadilan;
Menurut Termohon :
- Bahwa berkas perkara Nomor : BP218/VIII/2010 Reskrim, tanggal 24
Agustus 2010 atas nama WAWAN ALEX SANTOSO yang melanggar
Pasal 351 ayat (2) KUHP telah dinyatakan lengkap (P-21) oleh Kepala
Kejaksaan Negeri Surakarta;
- Bahwa penyidik telah menyerahkan tanggung jawab atas tersangka
WAWAN ALEX SANTOSO dan barang bukti kepada Penuntut
Umum berdasarkan berita acara serah terima tersangka dan barang
bukti pada hari Senin tanggal 20 September 2010;
- Menimbang, bahwa dari perbedaan pendapat anatara Pemohon dan
Termohon tersebut diatas, ternyata dalil-dalil permohoan Pemohon
telah dibantah oleh Termohon, maka Pemohon wajib membuktikan
dalil-dalil permohonannya tersebut :
- Menimbang, bahwa dari perbedaan pendapat antara Pemohon dan
Termohon tersebut diatas, Hakim berpendapat persoalan pokok antara
Pemohon dan Termohon yaitu : Apakah laporan Polisi No. Polisi :
LP/790/VII/2010/JATENG/TABES SKA, tanggal 07 Juli 2010 yang
isinya telah melaporkan tersangka WAWAN ALEX SANTOSO telah
ditindak lanjuti dengan proses penyelidikan, penyidikan dan
dilanjutkan proses pelimpahan berkas perkara ke Kejaksaan Negeri
Surakarta, sehingga perkara tersangka WAWAN ALEX SANTOSO
tidak dihentikan penyelidikan;
- Menimbang, bahwa terhadap persoalan pokok tersebut, Hakim
mempertimbangkan sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
- Menimbang, bahwa dalam perkara ini Pemohon telah mengajukan
bukti tertulis P-1 sampai dengan P-11, serta bukti saksi HERU
WIBOWO dan saksi BUDI HARYANTO;
- Menimbang, bahwa dari bukti tertulis P-1 sampai P-11, serta bukti
saksi HERU WIBOWO dan saksi BUDI HARYANTO tidak ada yang
menerangkan bahwa laporan Pemohon yaitu laporan Polisi No.Pol :
LP/790/VII/2010/JATENG/TABES SKA, tanggal 07 Juli 2010 yang
isinya telah melaporkan tersangka WAWAN ALEX SANTOSO
karena penganiayaan dan percobaan pembunuhan tidak ditindaklanjuti
dan perkara tersebut dihentikan penyidikan oleh Termohon, sehingga
merugikan saksi korban CHOIRUDIN alias EKO CHOIRUDIN;
- Menimbang, bahwa Termohon dalam perkara ini Termohon telah
mengajukan bukti tertulis T-1 sampai dengan T-16;
- Menimbang, bahwa dari tertulis T-1 sampai dengan T-16, Hakim
berpendapat bahwa Termohon telah menindak lanjuti laporan Polisi
No.Pol : LP/790/VII/2010/JATENG/TABES SKA, tanggal 07 Juli
2010 mulai dari proses penyelidikan dan penyidikan sampai dengan
pengiriman tersangka dan barang bukti kepada Kepala Kejaksaan
Negeri Surakarta yang dibuktikan dengan Berita Acara serah terima
tersangka dan barang bukti yang telah diterima oleh Bambang Sutejo,
Pangkat/NIP: MUDAWIRA/230017315, jabatan staf bagian barang
bukti Kejaksaan Negeri Surakarta;
- Menimbang, bahwa berdasarkan bukti T-16 perkara atas nama
Terdakwa WAWAN ALEX SANTOSO Bin SUKIMIN telah
dilimpahkan Kepala Kejaksaan NEgeri Surakarta ke Pengadilan
Negeri Surakarta dengan acara pemeriksaan biasa dan minta segera
mengadili perkara tersebut, sebagaimana dalam surat pelimpahan
perkara Acara Pemeriksaan biasa Nomor : B-02/0.3.11/Ep.2/10/2010;
- Menimbang, bahwa dari pertimbangan-pertimbangan tersebut
Pemohonan tidak dapat membuktikan dalil-dalil permohonannya,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
maka petitum permohonan Pemohon angka 2, 3, 4 dan 5 haruslah
ditolak;
- Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan ersebut
diatas, maka permintaan pemeriksaan Praperadilan yang diajukan oleh
Pemohon terhadap Termohon haruslah dinyatakan ditolak untuk
keseluruhan;
- Mengingat Pasal 77, Pasal 78, Pasal 80 KUHAP serta peraturan-
peraturan lain-lain yang bersangkutan;
M E N G A D I L I
DALAM EKSEPSI :
- Menyatakan eksepsi Termohon tidak dapat diterima;
DALAM POKOK PERKARA :
- Menolak permintaan permintaan pemeriksaan Praperadilan yang
diajukan oleh Pemohon;
- Menetapkan biaya perkara nihil;
Demikianlah diputuskan pada hari Senin tanggal 11 Oktober 2010,
oleh kami M. NAJIB SHOLEH, SH, Hakim Pengadilan Negeri
Surakarta, putusan tersebut diucapkan dalam persidangan yang terbuka
untuk umum pada hari itu juga oleh Hakim tersebut, dengan dibantu oleh
SUMARMIN, SH, PAnitera Pengganti, dengan dihadiri oleh Kuasa
Pemohon dan Kuasa Termohon;
Dalam pemeriksaan praperadilan bahwa yang dimohonkan untuk
diperiksa dalam pemeriksaan ini adalah mengenai sah atau tidaknya suatu
penangkapan dan atau penahanan atau mengenai sah tidaknya penghentian
penyidikan atau penghentian penuntutan. Dalam hal ini dapat juga
dimohonkan untuk diperiksa mengenai tuntuan/pemermintaan ganti rugi
dan atau rehabilitasi berkenaan dengan adanya peristiwa penangkapan dan
atau penahanan yang tidak sah atau karena adanya penghentian penyidikan
atau penghentian penuntuan yang sah yang telah dilakukan oleh termohon
terhadap pemohon.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Apabila putusan pra peradilan tersebut mennyatakan bahwa
penangkapan dan atau penahanan yang dilakukan oleh termohon sah,
maka terhadap permintaan ganti rugi dan atau rehabilitasi yang mengikuti
permohonan tersebut tidak diterima sepanjang tidak bertentangan dengan
ketentuan yang terdapat dalam Pasal 7 dan Pasal 9 PP. No. 27 Tahun 1983
untuk permintaan ganti ruginya dan Pasal 12 PP. No. 27 Tahun 1983untuk
permintgaan rehabilitasinya.
2. Analisis Dasar Pertimbangan Hakim Praperadilan Menolak
Permohonan Praperadilan dalam Putusan Praperadilan Nomor :
04/Pid.Pra/2010/PN.Ska di Pengadilan Negeri Surakarta
Pekerjaan para hakim adalah mengusahakan keadilan yaitu
mewujudkan suatu kebajikan untuk memberikan kepada setiap orang
haknya atau sedekat mungkin dengan haknya, misalnya menjatuhkan
hukuman sesuai dengan kesalahannya, sehingga tidak ada orang yang
mendapatkan keuntungan atas penderitaan orang lain. Sedangkan keadilan
hukum (legal justice) berarti keadilan telah dirumuskan oleh hukum dalam
bentuk hak dan kewajiban, dimana pelanggaran terhadap keadilan ini dapat
ditegakkan melalui proses hukum, yang umumnya di Pengadilan. Keadilan
dapat juga dilihat dari hasil-hasil konkrit yang dapat diberikan kepada
masyarakat. Hasil yang diperoleh itu hendaknya berupa pemuasan
kebutuhan manusia sebanyak-banyaknya dengan mengorbankan yang
sekecil-kecilnya.
Dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan
Kehakiman sebagai hasil revisi Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970, Bab
IV tentang Hakim dan Kewajibannya, Pasal
Hakim wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan
Pasal tusan hakim sesuai
-
undang tersebut sejalan dengan pemahaman bahwa hukum yang baik adalah
hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup di dalam masyarakat. Sesuai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
di sini berarti bahwa hukum itu mencerminkan nilai-nilai yang hidup di
dalam masyarakat.
Idealnya setiap hukum (perundang-undangan) termasuk putusan hakim
harus dijiwai oleh ketiga nilai dasar hukum yaitu keadilan, kepastian, dan
kemanfaatan. Namun, realitas menunjukkan bahwa sering kali terjadi
pertentangan antara nilai yang satu dan yang lainnya, misalnya, antara
keadilan dan kepastian hukum ataukah antara kemanfaatan dan kepastian
hukum. Ketiga unsur esensial hukum yaitu keadilan, kemanfaatan, dan
kepastian hukum sulit terwujud secara bersamaan, lebih sering terjadi
konflik antara ketiganya.
Tujuan hukum yang terpenting adalah untuk mencapai keadilan di
dalam masyarakat yang menyebabkan dua hal. Pertama, kaidah-kaidah
hukum merupakan kaidah yang sah (mempunyai validity) dan adil (harus
mempunyai value). Kedua, penegakan hukum dan pelaksanaan hukum itu
tidak boleh dilakukan dengan menghilangkan nilai-nilai etika dan
menghilangkan martabat kemanusiaan.
Penetapan hukum atas perkara pidana mengenai tuntutan ganti rugi
atau rehabilitasi, dipandang sebagai bentuk kongkret penerapan hukum yang
sangat mempengaruhi secara nyata rasa keadilan, memperoleh perlindungan
hukum, manfaat hukum, kebutuhan atau keadilan hukum secara individu
atau sosial. Penetapan hukum sebagai bentuk penegakan hukum tidak
mungkin terlepas dari aturan hukum, pelaku hukum, lingkungan tempat
terjadinya proses penegakan hukum, maka tidak mungkin penegakan hukum
hanya melihat pada aparat penegak hukumnya apalagi hanya dibatasi pada
penyelenggaraan peradilan.
Pertimbangan hakim untuk memutus tuntutan ganti kerugian oleh
tersangka atau ahli warisnya atas penangkapan atau penahanan serta
tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau kekeliruan
mengenai orang atau hukum yang diterapkan, didasarkan atas (a)
pertimbangan atas fakta di persidangan, dan (b) pertimbangan hukum.
Masing-masing dapat dijelaskan sebagai berikut ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
a. Pertimbangan hakim atas fakta di sidang pengadilan.
1) Bahwa untuk kepentingan pekerjaan penyidikan dan berdasarkan hasil
pemeriksaan diperoleh bukti yang cukup, tersangka diduga keras
melakukan tindak pidana yang dapat dikenakan penahanan, tersangka
dikhawatirkan akan melarikan iri, merusak atau menghilangkan barang
bukti dan atau mengulangi tindak pidana maka Termohon selaku
penyidik telah melakukan penahanan terhada tersangka WAWAN
ALEX SANTOSO Bin SUKIMIN di Rumah Tahanan Negara
Kepolisian Resort Kota Surakarta;
2) Bahwa sehubungan penahanan terhadap tersangka WAWAN ALEX
SANTOSO Bin SUKIMIN di rumah Tahanan Negara Kepolisian
Resort Surakarta tersebut, dengan mempertimbangkan permintaan
tersangka dan memperhatikan syarat-syarat yang ditentukan Undang-
Undang serta situasi masyarakat setempat, maka Termohon telah
melakukan penangguhan penahanan terhadap tersangka WAWAN
ALEX SANTOSO Bin SUKIMIN;
3) Bahwa tindakakn Termohon selaku penyidik dalam tingkat penyelidikan
dan penyidikan dengan tidak melakukan penahahan dan/atau
melakukan penahanan terhadap tersangka WAWAN ALEX SANTOSO
Bin SUKIMIN adalah sah menurut hukum karena tindakan hukum
untuk melakukan penahanan terhadap tersangka karena disangka
melakukan tindak pidana sebagaimana diatut dalam ketentuan Pasal 20,
Pasal 21 ayat (1) dan Pasal 21 ayat (4) huruf a dan b adalah merupakan
kewenangan Termohon selaku penyidik, hal ini dinyatakan dalam
KUHAP sebagai berikut ;
4) Pasal 20 ayat (1) untuk kepentingan penyelidikan, penyidikan atau
penyidik pembantu atas perintah penyidik berwenang melakukan
penahanan;
5) Pasal 21 ayat (1) Perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan
terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang dianggap diduga keras
melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa
tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau
menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana;
6) Pasal 21 ayat (4) penahanan tersebut hanya dapat dikenakan terhadap
tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana dan atau
percobaan maupun pemberian bantuan dalam tindak pidana tersebut
dalam hal;
(a) tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara lima tahun atau
lebih;
(b) tindak pidana yang dimaksudkan dalam Pasal 282 ayat (3), Pasal
296, Pasal 335 ayat (1), Pasal 351 ayat (1), Pasal 353 ayat (1), Pasal
455, Pasal 459, Pasal 480 dan Pasal 506 KUHPidana;
7) Bahwa demikian pula mengenai tindak Termohon dalam menangguhkan
penahanan terhadap tersangka WAWAN ALEX SANTOSO Bin
SUKIMIN adalah sah menurut hukum sesuai ketentuan sebagaimana
permintaan tersangka dan terdakwa, penyidik atau Penuntut Umum atau
-masing dapat melakukan
penangguhan dengan atau tanpa jaminan atau jaminan uang atau
jaminan orang, berdasarkan syarat yang ditentukan;
8) Bahwa dengan demikian tindakan Termohon pemeriksaan Praperadilan
selaku penyidik untuk tidak melakukan tindakan hukum berupa
penahanan terhadap tersangka WAWAN ALEX SANTOSO Bin
SUKIMIN karena disangka melakukan tindak pidana dimaksudkan
dalam ketentuan Pasal 351 ayat (2) KUHP sesuai laporan No.Pol :
LP/790/VII/2010/JATENG/TABES/SKA tertanggal 07 Juli 2010 atas
Pemohon sebagai Pelapor untuk selanjutnya dilakukan penangguhan
penahanan adalah sah menurut hukum dan tidak dapat diartikan sebagai
tindakan hukum berupa menghentikan penyidikan;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
9) Bahwa untuk dalil-dalil permohonan pemeriksaan Praperadilan selain
dan selebihnya, oleh karena tidak ada relefansinya dengan permohonan
pemeriksaan Praperadilan, tidak perlu kami tangapi;
Keberadaan hakim yang memiliki integritas menjadi salah satu elemen
dari upaya menegakkan kekuasaan kehakiman yang bebas dari campur
tangan pengaruh dari luar. Hakim terlibat secara langsung dalam
membangun adanya pengadilan yang bebas dan menuntut adanya komitmen
dan peran aktif dari semua komponen pengadilan sebagai bagian dari proses
penegakan keadilan.
Berdasar fakta-fakta yuridis yang terungkap dipersidangan
sebagaimana Putusan Perkara (No.04/Pid.Pra/2010/PN Ska) yang
memeriksa dan mengadili perkara permohonan Praperadilan menjatuhkan
putusan sebagai berikut :
Menimbang, bahwa dari pertimbangan-pertimbangan tersebut Pemohonan
tidak dapat membuktikan dalil-dalil permohonannya, maka petitum
permohonan Pemohon angka 2, 3, 4 dan 5 haruslah ditolak;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut
diatas, maka permintaan pemeriksaan Praperadilan yang diajukan oleh
Pemohon terhadap Termohon haruslah dinyatakan ditolak untuk
keseluruhan;
Mengingat Pasal 77, Pasal 78, Pasal 80 KUHAP serta peraturan-peraturan
lain-lain yang bersangkutan;
M E N G A D I L I
DALAM EKSEPSI :
Menyatakan eksepsi Termohon tidak dapat diterima;
DALAM POKOK PERKARA :
- Menolak permintaan pemeriksaan Praperadilan yang diajukan oleh
Pemohon;
- Menetapkan biaya perkara nihil;
Demikianlah diputuskan pada hari Senin tanggal 11 Oktober 2010, oleh
kami M. NAJIB SHOLEH, SH, Hakim Pengadilan Negeri Surakarta,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
putusan tersebut diucapkan dalam persidangan yang terbuka untuk umum
pada hari itu juga oleh Hakim tersebut, dengan dibantu oleh SUMARMIN,
SH, Panitera Pengganti, dengan dihadiri oleh Kuasa Pemohon dan Kuasa
Termohon;
Berdasar pada keyakinan hakim, kebenaran dan keadilan suatu kasus
atau suatu perkara dapat diputuskan oleh hakim. Putusan pengadilan yang
tidak adil akan dirasakan sebagai kenistaan hidup dan kematian akal sehat
(the death of common sence). Sebaliknya, putusan yang mengandung
kebenaran dan keadilan akan menumbuhkan dan mempersubur nilai-nilai
kehidupan dan peradaban manusia.
Hakim dalam tugasnya untuk menegakkan hukum tidak lepas dari
pola yuridis dan pola sosiologis. Pola yuridis dimaksudkan bahwa dalam
penyelenggaraan hukum dimulai dari pertimbangan suatu kasus berdasar
peraturan hukum, menerapkan sanksi hukum dan seterusnya. Pola sosiologis
lebih menekankan kepada mekanisme untuk memecahkan persoalan dengan
alternatif lain. Pola sosiologis yang ditekankan adalah keberhasilan
mencapai tujuan hukum (efisiensi). Dalam hal ini hakim dalam memeriksa
dan memutuskan perkara pidana memperhatikan dengan seksama faktor-
faktor dan latar belakang perbuatan pidana dan dampaknya jika hakim tidak
memberikan putusan yang adil dari perkara tersebut.
Fakta-fakta di atas menunjukkan bahwa bekerjanya hukum yang
diterapkan terhadap perkara pidana, terutama tercermin lewat fungsi
normatifnya sebagai tatanan operasional, sehingga peranan hakim dalam
penegakan hukum itu ;
1) Masih memerlukan penafsiran agar setiap otoritas hukum menjadi
potensi untuk memahami suatu kaidah hukum dengan makna dan dalam
konteks yang sama.
2) Disamping metode dan prosedur yang tepat, faktor moral (moral justice)
harus dikedepankan.
Dalam memutus perkara tersebut, hakim tidak menangkap adanya
fakta yang mendukung dalil pemohon bahwa termohon melanggar ketentuan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
dalam melaksanakan penyidikan (Pasal 106 107 KUHAP). Oleh karena
termohon sebagai penyidik telah memenuhi semua peraturan dan ketentuan
mengenai pelaksanaan penyidikan, maka hakim memutuskan untuk menolak
semua dalil permohonan pemohon agar dilakukan pemeriksaan terhadap
tindakan penyimpangan/pelanggaran termohon selaku penyidik. Dengan
ditolaknya permohonan untuk penetapan termohon melanggar Pasal-pasal
mengenai penyidikan, maka otomatis permohonan tuntutan ganti rugi atau
rehabiitasi pemohon gugur dengan sendirinya.
b. Pertimbangan hukum
Seperti apa yang termuat dalam putusan pengadilan Negeri
Surakarta, dalam pemeriksaan terhadap permohonan dari pemohon tersebut,
beban pembuktiannya dikenakan kepada kedua belah pihak, yaitu pihak
pemohon dan pihak termohon. Pengenaan beban pembuktian terhadap para
pihak tersebut dapat di lihat dari adanya pengajuan surat yang dilampirkan
oleh pemohon dalam permohannya dan pengajuan berkas panggilan dari
termohon dalam pemeriksaan tersebut. Pertimbangan hukum yang dipakai
oleh hakim Praperadilan tersebut sebagai berikut :
DALAM POKOK PERKARA
Menimbang, bahwa maksud dan tujuan permohonan pemeriksaan
Praperadilan Pemohon adalah sebagaimana tersebut dalam permohonannya
Pemohon;
Menimbang, bahwa berdasarkan jawab menjawab dan bukti0bukti yang
diajukan dipersidangan oleh Pemohon dan Termohon, Hakim dapat
menyimpulkan bahwa antara kedua belah pihak terdapat perbedaan pendapat
dalam hal-hal sebagai berikut :
Menurut Pemohon :
- Bahwa Termohon tidak melanjuti laporan Pemohon yaitu laporan polisi
No.Pol : LP/790/VII/2010/JATENG/TABES SKA tertanggal 07 Juli
2010, telah melaporkan WAWAN ALEX karena menganiaya dan
percobaan pembunuhan, Termohon telah menghentikan penyidikan dan
merugikan Pemohon sebagai pihak yang mencari keadilan;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
Menurut Termohon :
- Bahwa berkas perkara Nomor : BP218/VIII/2010 Reskrim, tanggal 24
Agustus 2010 atas nama WAWAN ALEX SANTOSO yang melanggar
Pasal 351 ayat (2) KUHP telah dinyatakan lengkap (P-21) oleh Kepala
Kejaksaan Negeri Surakarta;
- Bahwa penyidik telah menyerahkan tanggung jawab atas tersangka
WAWAN ALEX SANTOSO dan barang bukti kepada Penuntut
Umum berdasarkan berita acara serah terima tersangka dan barang
bukti pada hari Senin tanggal 20 September 2010;
Menimbang, bahwa dari perbedaan pendapat anatara Pemohon dan
Termohon tersebut diatas, ternyata dalil-dalil permohonan Pemohon telah
dibantah oleh Termohon, maka Pemohon wajib membuktikan dalil-dalil
permohonannya tersebut :
Menimbang, bahwa dari perbedaan pendapat antara Pemohon dan
Termohon tersebut diatas, Hakim berpendapat persoalan pokok antara
Pemohon dan Termohon yaitu : Apakah laporan Polisi No. Polisi :
LP/790/VII/2010/JATENG/TABES SKA, tanggal 07 Juli 2010 yang isinya
telah melaporkan tersangka WAWAN ALEX SANTOSO telah ditindak
lanjuti dengan proses penyelidikan, penyidikan dan dilanjutkan proses
pelimpahan berkas perkara ke Kejaksaan Negeri Surakarta, sehingga perkara
tersangka WAWAN ALEX SANTOSO tidak dihentikan penyidikannya;
Menimbang, bahwa terhadap persoalan pokok tersebut, Hakim
mempertimbangkan sebagai berikut :
Menimbang, bahwa dalam perkara ini Pemohon telah mengajukan
bukti tertulis P-1 sampai dengan P-11, serta bukti saksi HERU WIBOWO
dan saksi BUDI HARYANTO;
Menimbang, bahwa dari bukti tertulis P-1 sampai P-11, serta bukti
saksi HERU WIBOWO dan saksi BUDI HARYANTO tidak ada yang
menerangkan bahwa laporan Pemohon yaitu laporan Polisi No.Pol :
LP/790/VII/2010/JATENG/TABES SKA, tanggal 07 Juli 2010 yang isinya
telah melaporkan tersangka WAWAN ALEX SANTOSO karena
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
penganiayaan dan percobaan pembunuhan tidak ditindaklanjuti dan perkara
tersebut dihentikan penyidikannya oleh Termohon, sehingga merugikan
saksi korban CHOIRUDIN alias EKO CHOIRUDIN;
Menimbang, bahwa Termohon dalam perkara ini Termohon telah
mengajukan bukti tertulis T-1 sampai dengan T-16;
Menimbang, bahwa dari tertulis T-1 sampai dengan T-16, Hakim
berpendapat bahwa Termohon telah menindak lanjuti laporan Polisi No.Pol :
LP/790/VII/2010/JATENG/TABES SKA, tanggal 07 Juli 2010 mulai dari
proses penyelidikan dan penyidikan sampai dengan pengiriman tersangka
dan barang bukti kepada Kepala Kejaksaan Negeri Surakarta yang
dibuktikan dengan Berita Acara serah terima tersangka dan barang bukti
yang telah diterima oleh Bambang Sutejo, Pangkat/NIP:
MUDAWIRA/230017315, jabatan staf bagian barang bukti Kejaksaan
Negeri Surakarta;
Menimbang, bahwa berdasarkan bukti T-16 perkara atas nama
Terdakwa WAWAN ALEX SANTOSO Bin SUKIMIN telah dilimpahkan
Kepala Kejaksaan NEgeri Surakarta ke Pengadilan Negeri Surakarta dengan
acara pemeriksaan biasa dan minta segera mengadili perkara tersebut,
sebagaimana dalam surat pelimpahan perkara Acara Pemeriksaan biasa
Nomor : B-02/0.3.11/Ep.2/10/2010;
Menimbang, bahwa dari pertimbangan-pertimbangan tersebut
Pemohonan tidak dapat membuktikan dalil-dalil permohonannya, maka
petitum permohonan Pemohon angka 2, 3, 4 dan 5 haruslah ditolak;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut
diatas, maka permintaan pemeriksaan Praperadilan yang diajukan oleh
Pemohon terhadap Termohon haruslah dinyatakan ditolak untuk
keseluruhan;
Mengingat Pasal 77, Pasal 78, Pasal 80 KUHAP serta peraturan-
peraturan lain-lain yang bersangkutan;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
M E N G A D I L I
DALAM EKSEPSI :
- Menyatakan eksepsi Termohon tidak dapat diterima;
DALAM POKOK PERKARA :
- Menolak Permintaan pemeriksaan Praperadilan yang diajukan oleh
Pemohon;
- Menetapkan biaya perkara nihil;
Demikianlah diputuskan pada hari Senin tanggal 11 Oktober 2010,
oleh kami M. NAJIB SHOLEH, SH, Hakim Pengadilan Negeri Surakarta,
putusan tersebut diucapkan dalam persidangan yang terbuka untuk umum
pada hari itu juga oleh Hakim tersebut, dengan dibantu oleh SUMARMIN,
SH, Panitera Pengganti, dengan dihadiri oleh Kuasa Pemohon dan Kuasa
Termohon;
Dalam perkara ini, yang telah diperiksa dan diputus oleh Hakim
Praperadilan di Pengadilan Negeri Surakarta, bahwa permohonan dari
pemohon tersebut tidak diterima/ditolak, hal ini dIsebabkan karena fakta
yuridis tidak mendukung dalil-dalil pemohon, sedangkan pembuktian dari
pihak termohon dalam pemeriksaan tersebut sangat mendukung pernyataan-
pernyataan yang telah diungkapkannya tersebut, sehingga nantinya
pernyataan-pernyataan yang telah diungkapkannya itu dapat memberikan
suatu gambaran yang mengarah pada suatu keyakinan kepada hakim yang
memeriksa perkara tersebut tentang kebenaran dari apa-apa yang telah
dilakukannya.
Dari uraian tersebut peneliti dapat kemukakan bahwa pembuktian dari
para pihak sangat berpengaruh terhadap permohonan yang diajukan oleh
pemohon. Dalam hal ini peneliti juga dapat kemukakan bahwa pengaruh dari
pembuktian tersebut terhadap permohonan pemeriksaan tentang sah
tidaknya penghentian penyidikan adalah bersifat langsung karena
pembuktian dalam pemeriksaan praperadilan tersebut pada dasarnya adalah
untuk membuktikan kebenaran dari apa yang menjadi pokok sengketa dalam
perkara tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
1). Alat bukti yang diajukan lemah
Dalam putusan tersebut disamping ditolaknya permohonan
pemohon tersebut, permintaan ganti rugi yang diajukan oleh pemohon
otomatis juga ditolak atau gugur. Ditolaknya permintaan tersebut
menurut hemat peneliti disebabkan karena permohonan pemeriksaan
perkara tersebut tidak didukung oleh alat-lat bukti yang mampu
meyakinkan hakim karena lemah atau tidak didukung bukti yang sah,
dan tidak memenuhi ketentuan yang terdapat dalam Pasal 81 KUHAP.
Adapun pengajuan surat dari pemohon tersebut dimaksudkan
sebagai bukti terhadap dugaan pemohon bahwa termohon telah
melakukan penghentian penyidikan terhadap perkara yang telah
diadukannya, sedangkan pengajuan bukti pihak termohon berupa satu
bendel berkas panggilan dari termohon dimaksudkan untuk menyangkal
dan membuktikan bahwa termohon belum atau tidak pernah melakukan
penghentian penyidikan terhadap perkara yang diajukan pemohonan
kepadanya seperti yang diduga oleh pemohon.
Dari tidak diterimanya permohonan pemohon tersebut atau tidak
terbukti adanya penghentian penyidikan yang dimohonkan
pemeriksaannya tersebut maka permohonan pemeriksaan praperadilan
dinyatakan tidak sah dan kemudian berpengaruh terhadap permintaan
ganti rugi yang diajukan oleh pemohon (yaitu ditolaknya permintaan
pemohon tersebut).
b) Pembuktian tidak kuat/tidak sah sehingga tuntutan ganti rugi ditolak
Pengaruh dari pembuktian tersebut, menurut hemat peneliti
adalah bersifat tidak langsung karena apabila melihat dari pemeriksaan
tersebut, pembuktian dari para pihak yang diajukan dalam pemeriksaan
itu pada dasarnya adalah untuk membuktikan tentang apa yang menjadi
pokok sengketa dalam perkara tersebut, yaitu tentang sah atau tidaknya
penghentian penyidikan yang dimohonkan pemeriksaannya oleh
pemohon dan bukan merupakan suatu pembuktian untuk membuktikan
tentang permintaan ganti rugi tersebut, namun demikian pembuktian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
yang diajukan tersebut juga berpengaruh keberadaan dari permintaan
ganti kerugian yang diajukan oleh pemohon dalam pemeriksaan
praperadilan itu.
Putusan praperadilan tersebut menyatakan bahwa penangkapan
dan atau penahanan yang dilakukan oleh termohon sah, maka terhadap
permintaan ganti rugi dan atau rehabilitasi yang mengikuti permohonan
tersebut kemungkinan besar tidak diterima hal ini sesuai dengan
ketentuan yang terdapat dalam Pasal 7 dan Pasal 9 PP. No. 27 Tahun
1983 untuk permintaan ganti ruginya dan Pasal 12 PP. No. 27 Tahun
1983 dan apabila putusan dari pemeriksaan tersebut menyatakan bahwa
tindakan penangkapan dan atau penahanan dari termohon sah, maka
secara otomatis permintaan ganti rugi dan atau rehabilitasi yang
mengikuti permohonan tersebut diterima.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
BAB IV
P E N U T U P
A. Kesimpulan
Berdasarkan atas pembahasan permasalahan yang telah penulis
uraiakan pada bab-bab terdahulu, maka terhadap permasalahan yang dibahas
tersebut penulis dapat menarik suatu kesimpulan sebagai berikut :
1. Dalil permohonan praperadilan dalam pemeriksaan praperadilan pada
putusan praperadilan Nomor : 04/Pid.Pra/2010/PN.Ska di Pengadilan
Negeri Surakarta melalui dua cara, yaitu :
a. Dalil Pertama, Termohon tidak melanjuti laporan Pemohon yaitu
laporan polisi Nomor : LP/790/VII/2010/JATENG/TABES SKA
tertanggal 07 Juli 2010, telah melaporkan WAWAN ALEX karena
menganiaya dan percobaan pembunuhan, dengan demikian Termohon
telah menghentikan penyidikan dan merugikan Pemohon sebagai
pihak yang mencari keadilan;
b. Dalil Kedua adalah :
1) menyatakan penghentian penyidikan dengan melepas TERLAPOR
WAWAN ALEX atas perbuatan penganiayaan yang direncanakan
jo. Percobaan pembunuhan adalah tidak sah;
2) menghukum Termohon untuk melanjutkan penyidikan terhadap
laporan Pemohon berupa penganiayaan yang telah direncanakan
jo.percobaan penmbunuhan dengan Terlapor WAWAN ALEX
dengan menahan terlebih dahulu;
c.Kedua dalil permohonan tersebut lemah, karena adanya bukti yang
kuat dari termohon, yakni :
1) Bawa berkas perkara Nomor : BP218/VIII/2010 reskrim, tanggal 24
Agustus 2010 atas nama WAWAN ALEX SANTOSO yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
melanngar pasal 351 ayat (2) KUHP telah dinyatakan lengkap (P-
21) oleh kepala Kejaksaan Negeri Surakarta;
2) Bahwa penyidik telah menyerahkan tanggung jawab atas tersangka
WAWAN ALEX SANTOSO dan barang bukti kepada Penuntut
Umum berdasarkan berita acara serah terima tersangka dan barang
bukti pada hari Senin tanggal 20 September 2010.
2. Dasar pertimbangan hakim praperadilan menolak permohonan praperadilan
dalam putusan praperadilan Nomor : 04/pid.Pra/2010/PN.Ska di
Pengadilan Negeri Suarakarta, yakni pertimbangan hakim untuk memutus
menolak permintaan pemeriksaan praperadilan yang diajukan oleh
Pemohon terhadap Termohon dinyatakan ditolak untuk keseluruhan
didasarkan atas :
(a) pertimbangan hukum:
a. Alat bukti yang diajukan lemah.
Ditolaknya permintaan tersebut karena alat-alat bukti untuk
meyakinkan hakim lemah atau tidak didukung bukti yang sah,
sesuai ketentuan yang terdapat dalam pasal 81 KUHAP.
b. Pembuktian tidak kuat/sah sehingga tuntutam ganti rugi ditolak.
Tuntutan ganti rugi/rehabilitasi ditolak karena pembuktian tidak
kuat dasar hukumnya dan tidak mampu membuktikan pokok
sengketa yaitu tentang sah atau tidaknya penghentian penyidikan
yang dimohonkan pemeriksaannya oleh pemohon.
(b) pertimbangan atas fakta di pengadilan
a. Menimbang,bahwa dari bukti tertulis P-1 sampa P-11, serta bukti
saksi HERU WIBOWO dan saksi BUDI HARYANTO tidak ada
yang menerangkan bahwa laporan Pemohon yaitu laporan polisi
Nomor : LP/790/VII/2010/JATENG/TABES SKA, tertanggal 07
Juli 2010 yang isinya telah melaporkan tersangka WAWAN ALEX
SANTOSO karena penganiayaan dan percobaan pembunuhan tidak
ditindaklanjuti dan perkara tersebut dihentikan penyidikan oleh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
Termohon, sehingga merugikan saksi korban CHOIRUDIN alias
EKO CHOIRUDIN;
b. Menimbnag, bahwa Termohon dalam perkara ini telah mengajukan
bukti T-1 sampai dengan T-16;
c. Menimbang, bahwa dari bukti tertulis T-1 sampai dengan T-16,
hakim berpendapat bahwa Termohon telah menindak lanjuti
laporan Polisi No.Pol : LP/790/VII/2010/JATENG/TABES SKA,
tanggal 07 Juli 2010 mulai dari proses penyelidikan dan
penyidikan sampai dengan pengiriman tersangka dan barang bukti
kepada Kepala Kejaksaan Negeri Suarakarta yang dibuktikan
dengan Berita Acara serah terima tersangka dan barang bukti yang
telah diterima oleh Bambang Sutejo, Pangkat/NIP:
MUDAwira/230017315, jabatan staffbagian barang bukti
Kejaksaan Negeri Surakarta;
d. Menimbang, bahwa berdasarka bukti T-16 perkara atas nama
Terdakwa WAWAN ALEX SANTOSO Bin SUKIMIN telah
dilimpahkan Kepala Kejaksaan Negeri Surakarta ke Pengadilan
Negeri Surakarta dengan acara pemeriksan biasa dan minta segera
mengadili perkara tersebut, sebagaimana dalam surat pelimpahan
perkara acara pemeriksaan biasa Nomor : B-
02/0.3.11/Ep.2/10/2010;
e. Menimbang, bahwa dari pertimbangan-pertimbangan tersebut
Pemohon tidak dapat membuktikan dalil-dalil permohonannya,
maka petitumpermohonan Pemohon angka 2,3,4 dan 5 haruslah
ditolak;
f. Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbnagan
tersebut diatas, maka permintaan pemeriksaan prperadilan yang
diajukan oleh Pemohon terhadap Termohon haruslah dinyatakan
ditolak untuk keseluruhan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
(c) pertimbangan yuridis
Mengingat Pasal 77, Pasal 78, Pasal 80 KUHAP serta peraturan -
peraturan lain-lain yang bersangkutan.
B. Saran
1. Perlu adanya sosialisasi tentang praperadilan pada masyarakat, terutama
hak-hak tersangka dalam pemeriksaan penyidikan sesuai KUHAP.
sehingga dapat dihindarkan adanya sengketa antara para penegak hukum
tersebut dengan masyarakat. Tujuannya agar pelaksanaan hukum oleh
aparat penegak hukum tersebut benar-benar bertujuan untuk melindungi
kepentingan hukum dan hak-hak asasi masyarakat.
2. Perlu lebih ditingkatkan profesionalisasi penyidik/penyidik pembantu,
agar tidak terjadi kerugian yang diderita tersangka. Sehingga tidak perlu
adanya pemeriksaan praperadilan.