perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id analisis .../analisis...bapak drs. supriyono, m.si selaku...

111
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ANALISIS MEKANISME TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER JALUR JUMLAH UANG BEREDAR DENGAN ALAT PEMBAYARAN MENGGUNAKAN KARTU DI INDONESIA Skripsi Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta Disusun Oleh: HAIDAR SETIAWAN NIM. F 0108067 FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

Upload: hakhuong

Post on 01-Apr-2019

226 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ANALISIS MEKANISME TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER JALUR

JUMLAH UANG BEREDAR DENGAN ALAT PEMBAYARAN

MENGGUNAKAN KARTU DI INDONESIA

Skripsi

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat untuk

Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan

Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta

Disusun Oleh:

HAIDAR SETIAWAN

NIM. F 0108067

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2012

Page 2: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 3: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 4: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 5: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

MOTTO

“Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan…” (QS. Al-Alaq :1)

“ Jika Anda tidak bisa menjadi orang pandai, jadilah orang yang baik ”

(Anonim)

“ Kebahagiaan tergantung pada apa yang dapat anda berikan,

bukan pada apa yang anda peroleh”

(Mohandas Ghandi)

“ Hidup dengan melakukan kesalahan akan tampak lebih terhormat dari pada

selalu benar karena tidak melakukan apa-apa “

(George Bernard Shaw)

Page 6: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Persembahan

Skripsi ini dipersembahkan

untuk :

1. Allah ‘Azza Wajalla yang

telah memberikan kekuatan

untuk menyelesaikan amanah

ini.

2. Kedua Orang Tuaku, dan

adikku tersayang yang telah

memberikan dukungan

materiil maupun moril.

3. Semua sahabatku yang selalu

mengisi hariku dengan senyum

dan canda.

4. Almamaterku Universitas

Sebelas Maret

Page 7: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

KATA PENGANTAR

������������

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur kehadirat Allah SWT tak henti-hentinya penulis ucapkan atas

segala rahmat, Hidayah dan InayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

yang berjudul “ANALISIS MEKANISME TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER

JALUR UANG BEREDAR DENGAN ALAT PEMBAYARAN MENGGUNAKAN

KARTU DI INDONESIA” . Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat

guna memperoleh gelar kesarjanaan pada Fakultas Ekonomi Jurusan Ekonomi

Pembangunan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulisan skripsi ini dapat selesai

berkat bantuan dari banyak pihak, maka pada kesempatan ini dengan rendah hati

penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Wisnu Untoro, MS., selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas

Sebelas Maret Surakarta.

2. Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di

Fakultas Ekonomi UNS.

3. Ibu Dra. Izza Mafruhah, M.Si, selaku Sekretaris Jurusan Ekonomi

Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS.

4. Bapak Heri Sulistyo Jati, S.E., MSE, selaku pembimbing skripsi yang telah

banyak membantu dan membimbing penulis dalam penulisan skripsi ini.

Page 8: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

5. Seluruh Dosen Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi UNS yang

telah memberi bekal ilmu, pengetahuan, bimbingan, dan arahan kepada

penulis.

6. Bapak, Ibu dan Adikku yang senantiasa selalu mendoakan, memberi dorongan

dan bimbingan kepada penulis.

7. Teman-temanku terbaikku Tika (@KElistyaElvara), Bria (@FebriaDwiP),

Andi (@wibowoAndy), Adet, Dita (@ayoditayovita), Friza (@ayundafirsta),

Imam (@imam_sannt), Wahyu (@wahyoeee_r), Somad, Bambang, Ica

(@DYuanika), Nurul (@fariana89) terima kasih buat semuanya, segala

bantuan, kebersamaan, semangat, dan pelajaran berharga yang aku dapat dari

kalian. Sangat berkesan untukku.

8. Temen-temen kost ku selama 4 tahun : Om Acid, Ijal, Akbar, Ipul, Deni,

Indra, terima kasih buat bantuan dan kebersamaan kalian selama ini.

9. For all my friend in our beloved faculty of economics specially E.P generation

08.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Surakarta, Mei 2012

Penulis

Page 9: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i

ABSTRAK ...................................................................................................... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................. iii

HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... iv

HALAMAN MOTTO ...................................................................................... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ..................................................................... vi

KATA PENGANTAR .................................................................................... vii

DAFTAR ISI .................................................................................................... viii

DAFTAR TABEL ........................................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1

B. Perumusan Masalah ......................................................................... 5

C. Tujuan Penelitian ............................................................................. 6

D. Manfaat Penelitian .......................................................................... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Kebijakan Moneter .......................................................................... 7

1. Definisi Kebijakan Moneter ....................................................... 7

2. Tujuan Kebijakan moneter ......................................................... 8

3. Terminologi Kebijakan Moneter ................................................ 12

Page 10: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

4. Instrumen Kebijakan Moneter .................................................... 13

B. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter ..................................... 16

C. Sistem Pembayaran ......................................................................... 22

D. Inflasi ............................................................................................... 27

E. Uang ................................................................................................ 32

F. Indeks Produksi Industri ................................................................. 34

G. BI Rate Sebagai Instrumen Kebijakan Moneter .............................. 35

H. Penelitian Terdahulu ....................................................................... 37

I. Kerangka Pemikiran ......................................................................... 42

J. Hipotesis .......................................................................................... 44

BAB III METODE PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian ................................................................ 45

B. Jenis dan Sumber Data ...................................................................... 45

C. Definisi Operasional Variabel ........................................................... 45

D. Metode Analisis Data ....................................................................... 46

1. Uji Stasioneritas ............................................................................ 48

2. Uji Granger Causality ................................................................. 49

3. Uji Lag Optimal ........................................................................... 50

4. Uji VAR ....................................................................................... 50

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Perkembangan Variabel ................................................... 53

1. Perkembangan BI-Rate ................................................................. 53

2. Perkembangan Inflasi ................................................................... 56

Page 11: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

3. Perkembangan Indeks Produksi Industri ...................................... 60

4. Perkembangan Uang beredar dan APMK ..................................... 62

B. Analisis Hasil Penelitian .................................................................. 69

1. Uji Stasioneritas ........................................................................... 69

2. Uji Tingkat Kelambanan (lag) Optimal ....................................... 71

3. Uji Kausalitas Granger .................................................................. 72

4. Hasil Estimasi VAR ..................................................................... 73

a. Impulse Response Function .................................................... 76

b. Variance Decomposition ......................................................... 84

5. Pembahasan Analisis Data ........................................................... 91

BAB V PENUTUP

A Kesimpulan ........................................................................................ 95

B. Saran ................................................................................................... 95

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 12: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Perkembangan Jumlah Uang Beredar di Indonesia tahun 2005-

2006 .......................................................................................... 3

Tabel 4.1 Indeks Produksi Bulanan Industri Besar dan Sedang 2006-

2010 ......................................................................................... 60

Tabel 4.2 Hasil Uji Akar Unit pada Level ............................................... 71

Tabel 4.3 Hasil Uji Akar unit pada 1st Differen ....................................... 71

Tabel 4.4 Lag Optimal ............................................................................. 72

Tabel 4.5 Uji Dekomposisi Varian fungsi BI-Rate .................................. 84

Tabel 4.6 Uji Dekomposisi Varian fungsi Inflasi .................................... 86

Tabel 4.7 Uji Dekomposisi Varian fungsi LIPI ....................................... 87

Tabel 4.8 Uji Dekomposisi Varian fungsi LM2 ...................................... 88

Tabel 4.9 Uji Dekomposisi Varian fungsi LATM ................................... 89

Tabel 4.10 Uji Dekomposisi Varian funsgsi LKKRDT ............................. 90

Page 13: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia ........ 9

Gambar 2.2 Tiga Terminologi Kebijakan Moneter .................................... 13

Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran ............................................................... 42

Gambar 4.1 Tingkat Inflasi di Indonesia tahun 2006-2010 ........................ 57

Gambar 4.2 Perbandingan Nominal Transaksi kartu kredit dengan account based

card (kartu ATM+debet) ......................................................... 67

Gambar 4.3 Peta Hasil Uji Granger ............................................................ 73

Gambar 4.4 Hasil Uji fungsi Respon antar variabel ................................... 75

Gambar 4.5 Response of INFL to RATE ................................................... 77

Gambar 4.6 Response of RATE to LKKRDT ............................................ 78

Gambar 4.7 Response of RATE to LATM ................................................. 79

Gambar 4.8 Response of LKKRDT to LM2 ............................................... 80

Gambar 4.9 Response of LM2 to LATM ................................................... 81

Gambar 4.10 Response of LKKRDT to LIPI ................................................ 82

Gambar 4.11 Response of LATM to LIPI .................................................... 83

Page 14: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

Abstraksi

“ANALISIS MEKANISME TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER JALUR JUMLAH UANG BEREDAR DENGAN ALAT PEMBAYARAN

MENGGUNAKAN KARTU DI INDONESIA”

Haidar Setiawan F0108067

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peranan jalur uang

beredar dengan APMK dalam Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter (MTKM) di Indonesia dan untuk mengetahui pengaruh kebijakan moneter jalur uang beredar dengan APMK terhadap inflasi dan indeks produksi industri di Indonesia. Lingkup data yang digunakan bersifat kuantitatif dengan mengambil data bulanan mulai Januari 2006 sampai Desember 2010. Diambil dari data sekunder bersumber statistik ekonomi dan keuangan bank Indonesia dan BPS. Variabel yang digunakan adalah BI-Rate, inflasi, indeks produksi industri, jumlah uang beredar (M2), nominal penggunaan kartu kredit dan ATM/debet. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode Vector Autoregression (VAR).

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa dalam pencapaian sasaran akhir dari kebijakan moneter yaitu inflasi tidak terdapat jalur uang beredar melalui alat pembayaran menggunakan kartu (APMK). Penggunaan kartu ATM/debet dan kartu kredit dari sistem pembayaran masih belum mampu mempengaruhi inflasi dan indeks produksi di Indonesia.

Implikasi kebijakannya adalah dalam pengambilan kebijakan moneter, maka perlu diikuti adanya pengamatan dan pengawasan terhadap jumlah dan inovasi dari sistem pembayaran terutama sistem pembayaran non tunai dengan menggunakan kartu, meskipun masih rendah pengaruhnya terhadap sasaran akhir kebijakan moneter, Bank Indonesia harus lebih hati-hati dalam menurunkan atau menaikkan tingkat BI Rate, relatif berkontribusi terhadap besaran inflasi dan merupakan cerminan konsistensi dan kredibilitas kebijakan otoritas moneter.

Kata kunci: Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter, Uang beredar, APMK, VAR

Page 15: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Seiring dengan penerapan inflation targeting framework (ITF) pada

Juli 2005, Bank Indonesia memperkenalkan penggunaan BI Rate, BI Rate

digunakan sebagai suku bunga yang menjadi acuan bagi para pelaku di pasar

keuangan untuk membaca sinyal kebijakan moneter ke depan. Setiap sinyal

perubahan arah kebijakan moneter melalui BI Rate seyogyanya diikuti oleh

perubahan suku bunga di pasar keuangan, baik jangka pendek maupun jangka

panjang (J.Nugroho Prastowo:2007).

Meskipun monetary targeting tidak lagi digunakan sebagai sasaran

kebijakan moneter, mengacu pada teori Irving Fisher, mobilitas penggunaan

uang atau peningkatan perputaran uang (velocity of money), berdampak pada

tingkat harga (inflasi). Dari sisi produsen, peningkatan konsumsi yang diikuti

dengan efisiensi biaya transaksi akan meningkatkan profit bagi produsen yang

kemudian berpotensi untuk mendorong aktivitas usaha dan eskpansi usaha.

Semakin efisien biaya transaksi yang diperoleh dari penggunaan alat

pembayaran non tunai semakin besar potensi peningkatan output. Hal ini pada

gilirannya mendorong peningkatan produksi di sektor riil serta dapat

mendorong konsumsi pada masyarakat dan dapat mendorong pertumbuhan

ekonomi. Dari hal tersebut memungkinkan akan terjadi pengaruh terhadap

besaran moneter dan transmisi kebijakan moneter dari Bank Indonesia.

Page 16: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

2

Sejalan dengan perkembangan yang pesat di sektor perbankan dan

keuangan, timbul permasalahan dalam kebijakan moneter terutama

menyangkut pengendalian jumlah uang yang beredar. Pemerintah kesulitan

dalam pengendalaian jumlah uang beredar karena produk-produk perbankan

dan keuangan telah bervariasi dalam bentuk instrumen. Akibatnya terjadi

decoupling (pelepasan) keterkaitan antara sektor keuangan dan sektor riil

sehingga hubungan antara uang beredar dan pendapatan nasional terutama

dalam jangka pendek semakin renggang (Perry Warjiyo dan Solikin:2004).

Dalam menciptakan kestabilan perekonomian khususnya di bidang

moneter maka dibuat suatu kebijakan moneter, kebijakan moneter di Indonesia

sebagai salah satu bagian integral ekonomi mempunyai peran penting dalam

menjaga stabilitas makroekonomi. Kebijakan moneter bank Indonesia

berperan sedemikian besar, hingga merupakan faktor penentu kestabilan

perekonomian keseluruhan. Aliran yang dikenal sebagai mahzab new-

keynesian menganggap peran kebijakan moneter sangat strategis, hingga

kebijakan moneter diberi kedudukan dominan sedangkan fiskal di nomor

duakan. Berdasarkan beberapa laporan Bank Indonesia, meskipun

menggunakan suku bunga sebagai instrumen kebijakan moneter, Bank

Indonesia menjaga jumlah uang beredar (M2) yang sesuai dengan

pertumbuhan ekonomi.

Page 17: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

3

Tabel 1.1. Perkembangan Jumlah Uang Beredar Di Indonesia

Tahun 2005 – 2010 (Miliar Rupiah)

Tahun Uang

Beredar Sempit

Pertumbuhan (%)

Uang Beredar

Luas

Pertumbuhan (%)

Uang Kuasi

Pertumbuhan (%)

2005 271,140 10.24 1,203,215 16.42 932,075 18.35 2006 347,013 27.98 1,382,074 14.87 1,035,061 11.05 2007 450,056 29.69 1,643,203 18.89 1,193,147 15.27 2008 456,787 1.50 1,883,851 14.65 1,427,064 19.61 2009 515,824 12.92 2,141,384 13.67 1,625,560 13.91 2010 605,411 17.36 2,471,206 15.40 1,856,720 14.22

Sumber : Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI), Bank Indonesia

Pengaturan uang beredar tidak dapat dilepaskan dari Undang-undang

Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia

sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 tahun 2004.

Dijelaskan bahwa tugas Bank Indonesia di bidang sistem pembayaran

mencakup sistem pembayaran tunai dan non tunai. Dalam perannya di bidang

pembayaran tunai, Bank Indonesia mempunyai tanggung jawab yang untuk

mengeluarkan dan mengedarkan uang rupiah dalam jumlah dan pecahan yang

cukup dan layak edar serta dapat di distribusikan secara merata.

Dari sisi sistem pembayaran non tunai, Bank Indonesia berkepentingan

untuk memastikan bahwa sistem pembayaran non tunai yang digunakan oleh

masyarakat dapat berjalan secara aman, efisien dan handal. Oleh karena itu,

perkembangan penggunaan alat pembayaran non tunai mendapat perhatian

yang serius dari Bank Indonesia mengingat perkembangan pembayaran non

tunai diharapkan dapat mengurangi beban penggunaan uang tunai dan semakin

meningkatkan efisiensi perekonomian dalam masyarakat.

Page 18: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

4

Dalam upaya meningkatkan pembayaran yang efektif, efisien dan aman

maka perlu adanya sistem yang mendukung pembayaran tersebut, salah

satunya dengan. menggunakan alat pembayaran yang berbasis kartu atau yang

disebut Alat pembayaran Menggunakan Kartu (APMK)1. APMK merupakan

sistem pembayaran yang penggunaannya semakin meluas di masyarakat

karena penggunaanya mudah, praktis dan memiliki fitur yang semakin banyak.

Layanan yang disediakan mulai tarik tunai, transaksi pembayaran, dan

melakukan transfer dana. Proses penggunaan APMK yang praktis dengan

menggunakan mesin ATM dan mesin electronic data capture (EDC) yang

banyak ditemui di pusat keramaian dan pusat pembelanjaan, semakin digemari

para pengguna. Kehadiran alat pembayaran non tunai ini akan memberi

manfaat dari segi efisien dan efektivitas sehingga akan mendorong

perekonomian yang maju serta kesejahteraan masyarakat yang meningkat yang

terlihat dengan velocity of money yang meningkat.

Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK) yang banyak

dipakai oleh masyarakat merupakan bagian integral dari sistem pembayaran

elektronik. Penggunaan alat pembayaran ini memberikan manfaat yang sangat

besar bagi berbagai sektor perekonomian. Dampak tersebut antara lain menurut

Humphrey, Vale dan Kim (2001) dan Stix (2002) dalam (Zainal

Muttaqin:2006) mengungkapkan tersubstitusinya uang tunai oleh APMK,

mempengaruhi pendapatan bank sentral atas penciptaan uang baru

(seigniorage). Kemudahan dalam berbelanja yang diberikan bagi nasabah bank

1Menurut Bank Indonesia ,Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK) adalah alat pembayaran yang berupa kartu kredit, kartu Automated Teller Machine (ATM) dan/atau kartu debet.

Page 19: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

5

yang memiliki alat pembayaran non tunai seperti ATM, kartu debet dan kartu

kredit dapat mendorong kenaikan konsumsi dari nasabah tersebut.

Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter (MTKM) masih merupakan

topik sentral, baik di kalangan akademis maupun para praktisi di bank sentral.

Hal ini disebabkan oleh kemampuan MTKM dalam menjawab dua pertanyaan

berikut ini. Pertama, apakah kebijakan moneter dapat mempengaruhi ekonomi

riil di samping pengaruhnya terhadap harga. Kedua, jika jawabannya ya, maka

melalui mekanisme transmisi apa pengaruh kebijakan moneter terhadap

ekonomi riil tersebut terjadi (Bernanke dan Blinder: 1992) dan Taylor (1995)

dalam (Muh. Natsir :2008).

Kajian mengenai mekanisme transmisi kebijakan moneter umumnya

mengacu pada peranan uang dalam perekonomian. Uang sebagai alat

pembayaran harus didistribusikan dengan baik serta dapat digunakan sebagai

alat pembayaran yang handal, aman, nyaman dan efisien. Oleh karena itu

menjadi penting untuk mengetahui bagaimana mekanisme transmisi kebijakan

moneter jalur jumlah uang beredar dengan Alat Pembayaran Menggunakan

Kartu (APMK) yang terjadi di Indonesia.

B. Perumusan Masalah

Masalah yang akan dibahas dari penelitian ini adalah mengenai:

1. Bagaimana peranan transmisi kebijakan moneter jalur uang beredar

dengan APMK dalam MTKM di Indonesia ?

2. Bagaimana pengaruh kebijakan moneter jalur uang beredar dengan APMK

terhadap inflasi dan indeks produksi industri di Indonesia ?

Page 20: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

6

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan permasalahan penelitian seperti yang diungkapkan sebelumnya,

tujuan dari penelitian ini adalah untuk :

1. Mengetahui peranan jalur uang beredar dengan APMK dalam MTKM di

Indonesia.

2. Mengetahui pengaruh kebijakan moneter jalur uang beredar dengan

APMK terhadap inflasi dan indeks produksi industri di Indonesia.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yan diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini antara lain:

1. Bagi bank sentral dalam hal ini bank Indonesia sebagai regulator sistem

pembayaran dan “policy maker” dari kebijakan moneter, penelitian ini

diharapkan dapat menjadi bahan kajian selanjutnya serta rekomendasi

dalam merumuskan pengembangan dan kebijakan sistem pembayaran

langkah pengambil keputusan kebijakan moneter yang tepat bagi

perekonomian Indonesia.

2. Bagi kalangan akademisi dan praktisi perbankan, penelitian ini diharapkan

dapat menjadi sebuah bahan referensi mengenai pengembangan sistem

pembayaran elektronik dan peran dalam kebijakan moneter di Indonesia.

Page 21: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kebijakan Moneter

1. Definisi Kebijakan Moneter

Kebijakan moneter adalah tindakan yang dilakukan oleh penguasa

moneter (biasanya bank sentral) untuk mempengaruhi jumlah uang

beredar dan kredit yang pada gilirannya akan mempengaruhi kegiatan

ekonomi masyarakat (Nopirin, 1992:45). Bank sentral adalah lembaga

yang berwenang mengambil langkah kebijakan moneter untuk

mempengaruhi jumlah uang beredar. Sementara menurut Mankiw (2003)

kebijakan moneter adalah kontrol atas jumlah uang yang beredar.

Iswardono (2008) mendefinisikan kebijakan moneter merupakan

salah satu bagian integral dari kebijakan ekonomi makro. Kebijakan

moneter ditujukan untuk mendukung tercapainya sasaran ekonomi makro,

yaitu pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan

pembangunan, dan keseimbangan neraca pembayaran.

UU Bank Indonesia menjelaskan bahwa salah satu tujuan akhir

kebijakan moneter adalah menjaga dan memelihara kestabilan nilai rupiah

yang salah satunya tercermin dari tingkat inflasi yang rendah dan stabil.

Untuk mencapai tujuan itu Bank Indonesia menetapkan suku bunga

kebijakan BI Rate sebagai instrumen kebijakan utama untuk

mempengaruhi aktivitas kegiatan perekonomian dengan tujuan akhir

pencapaian inflasi. Meskipun demikian diperlukan jalur atau transmisi

Page 22: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

8

dari keputusan BI Rate sampai dengan pencapaian sasaran inflasi. Jalur

transmisi tersebut sangat kompleks dan memerlukan waktu (time lag)

tertentu (Muh. Natsir:2008).

Kebijakan moneter dapat dibedakan menjadi (i) counter-cyclical

monetary policy yaitu kebijakan moneter yang secara aktif bersifat

memperlunak perkembangan kegiatan ekonomi yang cenderung menuju

titik balik ekstrim. Kebijakan ini biasanya diterapkan agar perekonomian

terhindar dari gejolak struktural (shocks), dan (ii) pro-cyclical monetary

policy atau accomodative monetary policy yaitu kebijakan yang

mengakomodasi fluktuasi ekonomi (Perry Warjiyo dan Solikhin:2003).

2. Tujuan Kebijakan Moneter

Tujuan akhir kebijakan moneter Bank Indonesia adalah menjaga

dan memelihara kestabilan nilai rupiah yang salah satunya tercermin dari

tingkat inflasi yang rendah dan stabil. Untuk mencapai tujuan itu Bank

Indonesia menetapkan suku bunga kebijakan BI Rate sebagai instrumen

kebijakan utama untuk mempengaruhi aktivitas kegiatan perekonomian

dengan tujuan akhir pencapaian inflasi. Namun jalur atau transmisi dari

keputusan BI Rate sampai dengan pencapaian sasaran inflasi tersebut

sangat kompleks dan memerlukan waktu (time lag).

Mekanisme bekerjanya perubahan BI Rate sampai mempengaruhi

inflasi tersebut sering disebut sebagai mekanisme transmisi kebijakan

moneter. Mekanisme ini menggambarkan tindakan Bank Indonesia

melalui perubahan-perubahan instrumen moneter dan target

operasionalnya mempengaruhi berbagai variabel ekonomi dan keuangan

Page 23: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

9

sebelum akhirnya berpengaruh ke tujuan akhir inflasi. Mekanisme tersebut

terjadi melalui interaksi antara Bank Sentral, perbankan dan sektor

keuangan, serta sektor riil. Perubahan BI Rate mempengaruhi inflasi

melalui berbagai jalur, diantaranya jalur suku bunga, jalur kredit, jalur

nilai tukar, jalur harga aset, dan jalur ekspektasi.

Gambar 2.1. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia

Sumber: www.bi.go.id

Bank Indonesia (www.bi.go.id) menjelaskan bahwa pada jalur

suku bunga, perubahan BI Rate mempengaruhi suku bunga deposito dan

suku bunga kredit perbankan. Apabila perekonomian sedang mengalami

kelesuan, Bank Indonesia dapat menggunakan kebijakan moneter yang

ekspansif melalui penurunan suku bunga untuk mendorong aktifitas

ekonomi. Penurunan suku bunga BI Rate menurunkan suku bunga kredit

Page 24: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

10

sehingga permintaan akan kredit dari perusahaan dan rumah tangga akan

meningkat. Penurunan suku bunga kredit juga akan menurunkan biaya

modal perusahaan untuk melakukan investasi. Ini semua akan

meningkatkan aktifitas konsumsi dan investasi sehingga aktifitas

perekonomian semakin bergairah. Sebaliknya, apabila tekanan inflasi

mengalami kenaikan, Bank Indonesia merespon dengan menaikkan suku

bunga BI Rate untuk mengerem aktifitas perekonomian yang terlalu cepat

sehingga mengurangi tekanan inflasi.

Perubahan suku bunga BI Rate juga dapat mempengaruhi nilai

tukar. Mekanisme ini sering disebut jalur nilai tukar. Kenaikan BI Rate,

sebagai contoh, akan mendorong kenaikan selisih antara suku bunga di

Indonesia dengan suku bunga luar negeri. Dengan melebarnya selisih

suku bunga tersebut mendorong investor asing untuk menanamkan modal

ke dalam instrument-instrumen keuangan di Indonesia seperti SBI karena

mereka akan mendapatkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi.

Aliran modal masuk asing ini pada gilirannya akan mendorong apresiasi

nilai tukar rupiah. Apresiasi rupiah mengakibatkan harga barang impor

lebih murah dan barang ekspor kita di luar negeri menjadi lebih mahal

atau kurang kompetitif sehingga akan mendorong impor dan mengurangi

ekspor. Turunnya net eksport ini akan berdampak pada menurunnya

pertumbuhan ekonomi dan kegiatan perekonomian.

Perubahan suku bunga BI Rate mempengaruhi perekonomian

makro melalui perubahan harga aset. Kenaikan suku bunga akan

menurunkan harga aset seperti saham dan obligasi sehingga mengurangi

Page 25: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

11

kekayaan individu dan perusahaan yang pada gilirannya mengurangi

kemampuan mereka untuk melakukan kegiatan ekonomi seperti konsumsi

dan investasi.

Dampak perubahan suku bunga kepada kegiatan ekonomi juga

mempengaruhi ekspektasi publik akan inflasi (jalur ekspektasi).

Penurunan suku bunga yang diperkirakan akan mendorong aktifitas

ekonomi dan pada akhirnya inflasi mendorong pekerja untuk

mengantisipasi kenaikan inflasi dengan meminta upah yang lebih tinggi.

Upah ini pada akhirnya akan dibebankan oleh produsen kepada konsumen

melalui kenaikan harga.

Bank Indonesia menjelaskan bahwa mekanisme transmisi

kebijakan moneter bekerja memerlukan tenggat waktu (time lag). Time

lag masing-masing jalur bisa berbeda dengan yang lainnya. Jalur nilai

tukar biasanya bekerja lebih cepat karena dampak perubahan suku bunga

kepada nilai tukar bekerja sangat cepat. Kondisi sektor keuangan dan

perbankan juga sangat berpengaruh pada kecepatan transmisi kebijakan

moneter. Apabila perbankan melihat risiko perekonomian cukup tinggi,

respon perbankan terhadap penurunan suku bunga BI Rate biasanya sangat

lambat. Apabila perbankan sedang melakukan konsolidasi untuk

memperbaiki permodalan, penurunan suku bunga kredit dan meningkatnya

permintaan kredit belum tentu direspon dengan menaikkan penyaluran

kredit.

Di sisi permintaan, penurunan suku bunga kredit perbankan juga

belum tentu direspon oleh meningkatnya permintaan kredit dari

Page 26: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

12

masyarakat apabila prospek perekonomian sedang lesu. Kesimpulannya,

kondisi sektor keuangan, perbankan, dan kondisi sektor riil sangat

berperan dalam menentukan efektif atau tidaknya proses transmisi

kebijakan moneter.

3. Terminologi Kebijakan moneter

Dalam kerangka kebijakan moneter dikenal tiga terminologi

umum yang biasa digunakan (Aulia Pohan:2008). Pertama adalah apa

yang dikenal sebagai target dari sebuah kebijakan moneter. Target

kebijakan moneter kerap juga disebut sebagai sasaran akhir atau target

akhir (ultimate target). Namun, dalam buku ini akan disebut sebagai

target kebijakan moneter. Target adalah variabel-variabel yang ingin

dicapai dari sebuah kebijakan moneter. Target kebijakan moneter sendiri

umumnya juga merupakan target dari kebijakan ekonomi.

Kedua adalah apa yang dikenal sebagai indikator. Indikator ini

penting untuk mengukur sejauh mana target bisa tercapai atau tidak .

dalam beberapa publikasi, indikator ini juga bisa disebut sebagai sasaran

menengah, sasaran antara, atau target antara (intermediate target). Apa

pun terminologinya, yang jelas indikator adalah variabel yang menjadi

target antara dari sebuah targer akhir kebijakan moneter. Dengan

menggunakan piranti moneter, otoritas moneter berupaya mengendalikan

sasaran antara agar perkembangan dapat mendukung pencapaian sasaran

akhir yang diinginkan.

Page 27: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

13

Terminologi yang ketiga adalah apa yang dikenal sebagai

instrumen. Untuk melakukan kontrol terhadap upaya pencapaian sasaran

antara diperlukan variabel variabel yang disebut sebagai instrumen.

Gambar 2.2. Tiga Termonologi Kebijakan Moneter

Sumber: AuliaPohan (2008)

3. Instrumen Kebijakan Moneter

Alat/instrumen kebijakan moneter yang umum dijelaskan oleh

Aulia Pohan (2008), Mankiw (2003) dan Mishkin (2008) sebagai berikut :

a. Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation)

Kebijakan ini meliputi tindakan menjual dan membeli surat-

surat berharga oleh bank sentral. Tindakan ini memiliki 2 pengaruh

utama terhadap kondisi pasar uang : pertama, menaikkan cadangan

bank-bank umum yang turut dalam transaksi. Hal ini dikarenakan

dalam pembelian surat berharga misalnya, bank sentral akan

menambah cadangan bank umum yang menjual surat berharga

tersebut, akibatnya bank umum dapat menambah jumlah uang yang

beredar (melalui proses penciptaan kredit).

Page 28: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

14

Pada saat bank sentral menjual surat-surat berharga di pasar

terbuka, cadangan bank-bank umum akan menurun. Berikutnya bank-

bank ini dipaksa untuk mengurangi penyaluran kreditnya, dengan

demikian akan mengurangi jumlah uang beredar. Pengaruh yang

kedua, tindakan pembelian atau penjualan surat berharga akan

mempengaruhi harga (dan dengan demikian juga tingkat bunga) surat

berharga, sehingga mengakibatkan menurunnya jumlah uang beredar

dan meningkatkan tingkat suku bunga.

Berdasarkan tujuannya, operasi pasar terbuka dibagi menjadi 2 jenis,

yaitu :

1) Dynamic open market operation, yang bertujuan untuk mengubah

jumlah cadangan dan monetary base.

2) Defensive open market operation, yang bertujuan untuk

mengontrol faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi jumlah

cadangan dan monetary base.

b. Penetapan Tingkat Diskonto (Discount Policy)

Kebijakan ini meliputi tindakan untuk mengubah tingkat bunga

yang harus dibayar oleh bank umum dalam hal meminjam dana dari

bank sentral. Kebijakan ini pada dasarnya bertujuan untuk

mempengaruhi tingkat diskonto yang selanjutnya akan berpengaruh

terhadap jumlah uang beredar melalui perubahan tingkat bunga

pinjaman. Semakin kecil tingkat diskonto, semakin murah cadangan

yang dipinjamkan, dan semakin banyak bank yang meminjam

dengan fasilitas discount window bank sentral (Mankiw:2003). Jadi

Page 29: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

15

penurunan tingkat diskonto meningkatkan basis moneter dan jumlah

uang beredar.

Dengan menaikkan diskonto, maka biaya untuk meminjam

dana dari bank sentral akan naik sehingga akan mengurangi

keinginan bank umum untuk melakukan peminjaman ke bank

sentral. Akibatnya, jumlah uang yang beredar dapat ditekan /

dikurangi. Di samping itu, posisi jumlah cadangan juga dapat

dipengaruhi melalui instrumen ini. Apabila tingkat diskonto

mengalami kenaikan, maka akan meningkatkan biaya pinjaman pada

bank. Peningkatan jumlah cadangan ini merupakan indikasi bahwa

bank sentral menerapkan kebijakan moneter yang ketat.

c. Penetapan Cadangan Wajib Minimum (Reserves Requirements)

Adalah peraturan bank sentral yang menuntut bank-bank untuk

memiliki rasio deposito cadangan minimum. Kebijakan perubahan

cadangan minimum dapat mempengaruhi jumlah uang yang beredar.

Apabila cadangan wajib minimum diturunkan, maka akan

mengakibatkan terjadinya peningkatan jumlah deposito sehingga

jumlah uang beredar cenderung meningkat, dan sebaliknya apabila

cadangan wajib minimum dinaikkan, maka akan mengurangi jumlah

deposito yang akhirnya akan menurunkan jumlah uang yang beredar.

Selain ketiga diatas menurut Aulia Pohan (2008) juga

menambahkan adanya:

Page 30: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

16

1. Foreign exchange intervention

Intervensi valuta asing adalah kebijakan bank sentral

untuk mempengaruhi jumlah uang beredar atau likuiditas di pasar

uang melalui jaul beli valuta asing atau cadangan devisa.

2. Moral suasion

Selain instrument-instrument di atas, bank sentral juga

dapat melakukan imbauan kepada bank-bank untuk melakukan

kebijakan tertentu. Imbauan ini bersifat tidak mengikat, tetapi

sebagai lembaga yang kredibel imbauan bank sentral biasanya

memiliki dampak cukup efektif dalam kebijakan moneter.

B. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter (MTKM).

Kebijakan moneter adalah semua upaya atau tindakan Bank Sentral

dalam mempengaruhi perkembangan variabel moneter (uang beredar, suku

bunga, kredit dan nilai tukar) untuk mencapai tujuan ekonomi tertentu

(Mishkin, 2004). Taylor (1995) dalam Perry Warjiyo (2004) menyatakan

bahwa mekanisme transmisi kebijakan moneter adalah :

“the process through which monetary policy decision are

transmitted into changes in real GDP and inflation”.

Mekanisme transmisi kebijakan moneter dimulai dari tindakan bank

sentral dengan menggunakan instrumen moneter, yang kemudian tindakan

tersebut berpengaruh terhadap aktivitas perekonomian dan keuangan melalui

berbagai saluran transmisi. Yang berarti bahwa mekanisme transmisi

kebijakan moneter merupakan jalur-jalur yang dilalui oleh kebijakan moneter

Page 31: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

17

dalam mempengaruhi sasaran akhir kebijakan moneter berupa perubahan

output serta tingkat inflasi.

Melalui pengendalian jumlah uang yang beredar, bank sentral

berupaya mengubah kondis pasar uang sedemikian rupa sehingga

perkembangannya dapat tercapainya tujuan dari kebijakan moneter. Tujuan

kebijakan moneter adalah untuk mencapai sasaran-sasaran kebijakan

makroekonomi antara lain: pertumbuhan ekonomi, penyediaan lapangan

kerja, stabilitas harga dan keseimbangan neraca pembayaran.

Selain melalui pengendalian jumlah uang beredar kebijakan yang

lainnya adalah melalui pengendalian suku bunga. Kebijakan moneter melalui

pengendalian uang beredar dimulai dengan menetapkan tujuan akhir terlebih

dahulu yaitu tingkat inflasi, pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja.

Tujuan akhir tersebut diselaraskan dengan kapasitas perekonomian, misalnya

inflasi yang ditetapkan sejalan dengan kondisi dan kapasitas ekonomi.

Kemudian, berdasarkan tujuan akhir tersebut, diproyeksikan permintaan uang

dimasyarakat dan semuanya dijabarkan secara rinci dalam program moneter.

Proyeksi moneter tersebut sangat berguna untuk memberikan

informasi berkaitan dengan tindakan apa yang harus di ambil bank sentral

agar sasaran dari kebijakan tersebut dapat tercapai. Penyusunan proyeksi

moneter harus dilakukan oleh orang yang mempunyai pengetahuan dan

kemampuan analisis yang cermat dalam membuat kebijakan dan proyeksi

tersebut.

Langkah langkah penyusunan proyeksi moneter biasanya mengikuti

tahapan sebagai berikut (Aulia Pohan:2008).

Page 32: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

18

1. Pertama-tama ditetapkan terlebih dahulu sasaran makro (macro objective)

perekonomian untuk suatu periode yang akan dating. Sasaran makro

tersebut berupa tingkat pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi dan tingkat

suku bunga.

2. Setelah ditetapkan sasaran pertumbuhan, harga, dan suku bunga, melalui

hubungan fungsional dapat dilakukan proyeksi berapa besar permintaan

masyarakat akan uang (demand for money) untuk kebutuhan transaksi,

berjaga-jaga dan spekulasi. Sebagaimana diketahui bahwa komponen

uang beredar terdiri dari uang kartal, uang giral dan uang kuasi.

3. Dalam program moneter, perkiraan jumlah uang yang diminta oleh

masyarakat disebut “sasaran perencanaan moneter”. Artinya, jumlah

uang penawaran uang akan diatur oleh bank sentral sesuai dengan

“sasaran perencanaan moneter” agar sasaran ekonomi makro yaitu

tingkat pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi dan suku bunga yang

sebelumnya telah ditetapkan dapat dicapai dengan baik.

Atas dasar program moneter tersebut, bank Indonesia mengendalikan

jumlah uang beredar agar sejalan dengan money demand dalam perekonomian

melalui instrument yang dimilikinya (Aulia Pohan:2008).

1. Strategi Kebijakan Moneter

Untuk mendapatkan indikator moneter seperti disyaratkan di atas,

pemerintah yang dalam hal ini otoritas moneter, memerlukan strategi yang

tepat dan sesuai dengan kondisi di Indonesia.

Secara umum, strategi moneter yang dapat dipilih antara lain adalah :

Page 33: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

19

a. Strategi kebijakan moneter longgar (Easy Monetary Policy) dan

strategi kebijakan moneter ketat (Tight Monetary Policy)

Kebijakan moneter longgar akan ditempuh untuk

menggiatkan kembali perekonomian yang sedang lesu, dengan cara

mempermudah dan menambah jumlah uang beredar, agar

permintaan konsumsi naik maka perekonomian akan terdorong.

Pada Negara-negara yang menganut sistem perekonomian terbuka

dan sistem devisa bebas, kebijakan moneter longgar dapat

memberikan pengaruh dan tekanan tehadap neraca pembayaran.

Karena peningkatan jumlah uang beredar mengakibatkan kenaikan

inflasi di dalam negeri sehingga menurunkan daya saing produk

dalam negeri. Selain itu kebijakan moneter longgar dapat

menyebabkan suku bunga riil dalam negeri menjadi lebih rendah

dibandingkan negara lain (Aulia Pohan:2008), hal ini dapat

mengakibatkanaliran modal ke luar negeri, yang pada gilirannya

akan menambah tekanan pada neraca pembayaran.

Sementara itu, kebijakan moneter ketat akan memberi

dampak sebaliknya, terutama dalam rangka menjaga kestabilan

harga dan meredam kenaikan harga atau inflasi yang berlebihan,

sehingga tekanan terhadap neraca pembayaran berkurang karena

produk dalam negeri kembali dapat bersaing, meskipun dengan

kebijakan ini akan berdampak pula pada menurunnya pertumbuhan

ekonomi, karena jumlah uang yang beredar dikurangi, yang berarti

Page 34: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

20

permintaan juga berkurang sehingga menyebabkan produksi

berkurang.

Sebuah dilema memang akan terjadi dalam menentukan

suatu kebijakan moneter, ketika perekonomian Indonesia

menghadapi dua kondisi yang bersamaan, yakni lesunya ekonomi

dalam negeri dan tertekannya neraca pembayaran atau melemahnya

daya saing produk lokal. Penerapan kebijakan moneter longgar

memang akan menyelamatkan ekonomi yang lesu, namun akan

memperparah kondisi neraca pembayaran Indonesia, sementara

penerapan kebijakan moneter ketat akan menyelamatkan neraca

pembayaran dan manikkan daya saing, namun akan berdampak

pada menurunnya/lesunya perekonomian.

Dengan dilema tersebut, pemerintah kemudian memang

dituntut untuk dapat meramu kebijakan yang paling pas dan

menetapkan skala prioritas mana yang sesuai dalam pemecahan

masalah yang ada, sehingga lesunya perekonomian dapat diatasi

dan daya saing produk ekspor Indonesia juga membaik, dan ini

memang bukan pekerjaan yang mudah.

b. Countercyclical Monetary Policy atau Accomodative Monetary

Policy

1) Countercyclical Monetary Policy

Untuk memperlunak konjungtur/naik turunnya

perekonomian, pemerintah perlu secara aktif malakukan intervensi

di pasar uang, yaitu dengan melakukan ekspansi moneter disaat

Page 35: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

21

perekonomian mengahadapi masa resesi dan melakukan konstraksi

moneter saat perekonomian mengalami boom/laju yang terlalu

cepat.

Lebih jelasnya, saat akan perekonomian cenderung

mengalami resesi, maka pemerintah harus segera melaksanakan

kebijakan moneter yang lebih ekspansif dengan tujuan

meningkatkan jumlah uang beredar di masyarakat. Dengan

demikian, hasrat masyarakat berkonsumsi dalam masyarakat

diharapkan akan meningkat, yang berarti akan memberi dorongan

bagi dunia usaha untuk meningkatkan produksinya. Pada

gilirannya, kondisi ini akan mendorong tumbuhnya ekonomi di

Indonesia.

Sementara itu, di saat perekonomian mengalami boom,

yang cenderung memicu naiknya harga-harga atau inflasi,

pemerintah perlu segera menerapkan kebijakan moneter yang ketat,

dengan tujuan memperlambat dan mengurangi tingkat konsumsi

dan permintaan masyarakat, sehingga laju perekonomian dapat

diperlambat.

2) Accomodatice Monetery Policy

Pendapat kedua mengatakan, bahwa sebaiknya bank sentral

menghindari intervensi untuk memperlunak konjungtur

perekonomian yang terjadi, dan membiarkannya terjadi secara

alami atau melakukan kebijakan yang pasif. Kelompok

accommodative monetary policy berpendapat bahwa expectation

Page 36: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

22

effect dan kebijakan moneter lebih dominan daripada substitution

effect, interest rate effect, dan wealth effect. Sehingga tindakan

ekspansi moneter dalam keadaan resesi tidak akan mendorong

produksi dan investasi dan hanya meningkatkan harga karena

masyarakat telah mengantisipasi tindakan moneter yang dilakukan

bank sentral.

Kebijakan pemerintah tidak dapat memberi dampak secara

langsung dan segera tetapi membutuhkan kesenjangan waktu (lag).

Sebagai contoh; kebijakan moneter longgar yang ekspansif yang

diterapkan saat ekonomi lesu/resesi, tidak akan segera kelihatan

dampaknya saat itu juga, namun butuh waktu dan itu dapat terjadi

justru ketika perekonomian telah mencapai tahap boom. Begitu

pula kebijakan moneter ketat/konstraksi yang diterapkan untuk

mengatasi kondisi boom, baru akan terasa dampaknya justru saat

ekonomi sedang resesi. Dengan demikian kelompok ini

berpendapat bahwa kebijakan moneter sebaiknya diarahkan untuk

mengatur uang beredar yang sesuai dengan pertumbuhan ekonomi

dan membiarkan siklus bisnis berjalan secara wajar.

C. Sistem Pembayaran

Menurut Purusitawati (2000) dalam Zainal Muttaqin (2006), sistem

pembayaran adalah suatu sistem yang terdiri atas sekumpulan ketentuan

hukum, standar, prosedur dan mekanisme teknis operasional pembayaran

yang dipergunakan untuk pertukaran suatu nilai uang antara dua pihak

dalam suatu wilayah negara maupun secara internasional dengan memakai

Page 37: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

23

instrumen pembayaran yang diterima sebagai alat pembayaran. Dalam

pengertian ini tercakup pengertian mengenai kelembagaan/organisasi yang

terkait dalam mekanisme pembayaran seperti bank, lembaga kliring, atau

lembaga perantara pembayaran lainnya serta bank sentral. Selanjutnya di

dalam pengertian standar, prosedur dan mekanisme teknik operasional

pembayaran tercakup didalamnya proses penunjukkan, pemeriksaan

kebenaran dan penerimaan perintah pembayaran diikuti

pelaksanaan/penyelesaian kewajiban finansial melalui pertukaran suatu nilai

uang antara para pihak yang terkait.

Dalam Pengantar Sistem Pembayaran & Instrumen Pembayaran

oleh DASP BI dijelaskan bahwa, Instrumen pembayaran saat ini dapat

diklasifikasikan atas tunai dan non-tunai. Instrumen pembayaran tunai

adalah uang kartal yang terdiri dari uang kertas dan uang logam yang sudah

kita kenal selama ini. Sementara instrumen pembayaran non-tunai, dapat

dibagi lagi atas alat pembayaran non-tunai dengan media kertas atau lazim

disebut paper-based instrument seperti, cek, bilyet giro, wesel dan lain-lain

serta alat pembayaran non-tunai dengan media kartu atau lazim disebut

card-based instrument seperti kartu kredit, kartu debit, kartu ATM dan lain-

lain. Dengan semakin berkembangnya teknologi, saat ini mulai

dikembangkan pula berbagai alat pembayaran yang menggunakan teknologi

microchips yang dikenal dengan electronic money. Penggunaan masing-

masing alat pembayaran ini mempunyai implikasi yang berbeda-beda

terhadap berbagai aspek, seperti aspek hukum, teknis, sistem dan

mekanisme operasional dan lain-lain.

Page 38: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

24

Perkembangan ekonomi dan tekhnologi yang semakin maju telah

menciptakan kemudahan dan efisiensi dalam sistem pembayaran. Dari yang

dulu kita ketahuai alat pembayaran dengan menggunakan uang komoditas

yaitu pembayaran transaksi dilakukan dengan logam berharga atau

komoditas lainnya yang dirasa hal ini kurang efektif karena logam berharga

atau komoditas tersebut berat dan sulit di bawa dari suatu tempat ke tempat

lain. Kemudian muncul apa yang dinamakan sistem pembayaran dengan

menggunakan uang kertas dan berevolusi lagi kedalam uang fiat yaitu uang

kertas yang dikeluarkan pemerintah sebagai alat pembayaran yang syah.

Uang kertas ini dianggap lebih praktis dan efisian karena ringan dan mudah

dibawa kemana-mana, dari sisi inilah yang memungkinkan uang logam dan

uang kertas mudah dicuri dan cukup beresiko dibawa dalam jumlah yang

besar. Kemudian muncul evolusi sistem pembayaran seiring dengan

perkembangan dari perbankan modern yaitu penemuan cek. Cek menurut

Mishkin (2008) adalah suatu instruksi dari nasabah ke nasabah untuk

mengirimkan uang dari rekening nasabah ke rekening nasabah lain ketika

orang tersebut menyetorkan cek yang diterimanya. Cek memungkinkan

transaksi tanpa harus membawa sejumlah mata uang. Selain itu sistem

pembayaran yang lain yang berkembang saat ini adalah pembayaran secara

elektroni. Pembayaran secara elektronik dilakukan dengan secara otomatis

mengurangi saldo pada rekening di bank. Pembayaran ini biasanya berbasis

kartu seperti penggunaan kartu ATM, kartu kredit dan E-money.

Page 39: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

25

1. Pengertian APMK

Peraturan Bank Indonesia (PBI) NOMOR : 6/30/PBI/2004

menjelaskan definisi Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu

adalah alat pembayaran yang berupa Kartu Kredit, Kartu Automated

Teller Machine (ATM), Kartu Debet, Kartu Prabayar, dan atau yang

dipersamakan dengan itu. Penjelasan mengenai Kartu kredit, ATM dll

ditunjukan sebagai berikut:

2. ATM dan Kartu ATM

ATM, automated teller machine atau anjungan tunai mandiri ini

adalah satuan e-banking paling popular yang kita kenal. Kartu ATM

adalah APMK yang dapat digunakan untuk melakukan penarikan

tunai dan/atau pemindahan dana dimana kewajiban pemegang kartu

dipenuhi seketika dengan mengurangi secara langsung simpanan

pemegang kartu pada Bank atau Lembaga Selain Bank yang

berwenang untuk menghimpun dana sesuai ketentuan perundang-

undangan yang berlaku. Hampir setiap orang mempunyai kartu ATM

dan menggunakan fasilitas tersebut. Selain bertransaksi melalui mesin

ATM, kartu ATM dapat pula digunakan untuk berbelanja di tempat

perbelanjaan, berfungsi sebagai kartu debit.

3. Kartu Kredit

Kartu kredit adalah APMK yang dapat digunakan untuk

melakukan pembayaran atas kewajiban yang timbul dari suatu

kegiatan ekonomi, termasuk transaksi pembelanjaan dan/atau untuk

melakukan penarikan tunai, dimana kewajiban pembayaran

Page 40: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

26

pemegang kartu dipenuhi terlebih dahulu oleh acquirer atau

penerbit, dan pemegang kartu berkewajiban untuk melakukan

pembayaran pada waktu yang disepakati baik dengan pelunasan

secara sekaligus (charge card) ataupun dengan pembayaran secara

angsuran. Dalam penyelenggaraan kartu kredit ini terdapat beberapa

pihak yang terlibat yaitu :

a. Penerbit (Issuer), yaitu pihak yang menerbitkan kartu kredit. Dalam

hal ini, issuer merupakan pihak yang mengadakan perjanjian

dengan dan yang memberikan fasilitas kredit kepada pemegang

kartu.

b. Pengelola (Acquirer), yaitu pihak yang mengadakan hubungan atau

kerjasama dengan pedagang.

c. Principal adalah pihak pemilik hak tunggal atas merk dalam

penyelenggaraan kartu kredit seperti Visa, MasterCard, Dinners

dan lain-lain.

Setiap transaksi pembayaran dengan menggunakan kartu

kredit memerlukan proses otorisasi terlebih dahulu oleh penerbit

mengenai keabsahan dari kartu yang digunakan serta batas limit

nominal transaksi yang dilakukan. Otorisasi ini biasanya dilakukan

secara on-line dengan meng-insert kartu melalui terminal EDC/POS

(Electronic Data Capture/Point of Sales) yang ada di pedagang.

4. Kartu Debet

Kartu debet adalah APMK yang dapat digunakan untuk

melakukan pembayaran atas kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan

Page 41: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

27

ekonomi, termasuk transaksi pembelanjaan dimana kewajiban

pemegang kartu dipenuhi seketika dengan mengurangi secara

langsung simpanan pemegang kartu pada Bank atau Lembaga

Selain Bank yang berwenang untuk menghimpun dana sesuai

ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

D. Inflasi

Menurut Bank Indonesia Secara sederhana inflasi diartikan sebagai

meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga

dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan

itu meluas (atau mengakibatkan kenaikan harga) pada barang lainnya.

Kebalikan dari inflasi disebut deflasi. Mishkin (2008), mendefinisikan inflasi

yaitu kenaikan tingkat harga yang terjadi secara terus menerus, memengaruhi

individu, pengusaha, dan pemerintah. Sedangkan Mankiw (2003) inflasi

diartikan sebagai penigkatan harga secara agregat.

Indikator yang sering digunakan untuk mengukur tingkat inflasi adalah

Indeks Harga Konsumen (IHK). Perubahan IHK dari waktu ke waktu

menunjukkan pergerakan harga dari paket barang dan jasa yang dikonsumsi

masyarakat. Sejak Juli 2008, paket barang dan jasa dalam keranjang IHK telah

dilakukan atas dasar Survei Biaya Hidup (SBH) Tahun 2007 yang

dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Kemudian, BPS akan

memonitor perkembangan harga dari barang dan jasa tersebut secara bulanan

di beberapa kota, di pasar tradisional dan modern terhadap beberapa jenis

barang/jasa di setiap kota.

Page 42: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

28

1. Teori Kuantitas

Teori ini menekankan pada peranan jumlah uang beredar dan

harapan (ekspektasi) masyarakat mengenai kenaikan harga terhadap

timbulnya inflasi. Dengan kata lain, teori ini mengatakan bahwa inflasi itu

bisa terjadi jika ada penambahan volume uang beredar.

Inti dari teori ini adalah sebagai berikut :

a. Inflasi hanya bisa terjadi kalau ada penambahan volume uang

beredar, baik uang kartal maupun giral.

b. Laju inflasi juga ditentukan oleh laju pertambahan jumlah uang

beredar dan oleh harapan (ekspektasi) masyarakat mengenai

kenaikan harga di masa mendatang.

2. Keynesian Model

Dasar pemikiran model inflasi dari Keynes ini, bahwa terjadinya

inflasi karena masyarakat ingin hidup di luar batas kemampuan

ekonomisnya. Hal ini menyebabkan permintaan efektif masyarakat

terhadap barang-barang (permintaan agregat) melebihi jumlah barang-

barang yang tersedia (penawaran agregat), akibatnya akan timbul

inflationary gap. Keterbatasan jumlah persediaan barang yang diminta

(penawaran agregat) ini terjadi karena dalam jangka pendek kapasitas

produksi tidak dapat dikembangkan untuk mengimbangi kenaikan

permintaan agregat. Oleh karenanya sama seperti pandangan kaum

monetarist, Keynesian models ini lebih banyak dipakai untuk

menerangkan fenomena inflasi dalam jangka pendek.

Page 43: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

29

Dengan keadaan daya beli antara golongan yang ada di masyarakat

tidak sama (heretogen), maka selanjutnya akan terjadi realokasi barang-

barang yang tersedia dari golongan masyarakat yang memiliki daya beli

yang relatif rendah kepada golongan masyarakat yang memiliki daya beli

yang lebih besar. Kejadian ini akan terus terjadi di masyarakat. Sehingga,

laju inflasi akan berhenti hanya apabila salah satu golongan masyarakat

tidak bisa lagi memperoleh dana (tidak lagi memiliki daya beli) untuk

membiayai pembelian barang pada tingkat harga yang berlaku, sehingga

permintaan efektif masyarakat secara keseluruhan tidak lagi melebihi

supply barang (inflationary gap menghilang).

3. Jenis Inflasi

Dalam ilmu ekonomi, inflasi dapat dibedakan menjadi beberapa

jenis dalam pengelompokan tertentu, dan pengelompokan yang akan

dipakai akan sangat bergantung pada tujuan yang hendak dicapai.

Jenis inflasi :

a. Menurut Derajatnya

1) Inflasi ringan di bawah 10% (single digit)

2) Inflasi sedang 10% - 30%.

3) Inflasi tinggi 30% - 100%.

4) Hyperinflasion di atas 100%.

Laju inflasi tersebut bukanlah suatu standar yang secara mutlak dapat

mengindikasikan parah tidaknya dampak inflasi bagi perekonomian di

suatu wilayah tertentu, sebab hal itu sangat bergantung pada berapa

Page 44: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

30

bagian dan golongan masyarakat manakah yang terkena imbas ( yang

menderita ) dari inflasi yang sedang terjadi.

b. Menurut Penyebabnya

1) Demand pull inflation

Demand pull inflation, yaitu inflasi yang disebabkan oleh

terlalu kuatnya peningkatan aggregate demand masyarakat terhadap

komoditi-komoditi hasil produksi di pasar barang. Akibatnya, akan

menarik (pull) kurva permintaan agregat ke arah kanan atas,

sehingga terjadi excess demand , yang merupakan inflationary gap.

Dalam kasus inflasi jenis ini, kenaikan harga-harga barang biasanya

akan selalu diikuti dengan peningkatan output (GNP riil) dengan

asumsi bila perekonomian masih belum mencapai kondisi full-

employment.

Pengertian kenaikkan aggregate demand seringkali

ditafsirkan berbeda oleh para ahli ekonomi. Golongan moneterist

menganggap aggregate demand mengalami kenaikkan akibat dari

ekspansi jumlah uang yang beredar di masyarakat. Sedangkan,

menurut golongan Keynesian kenaikkan aggregate demand dapat

disebabkan oleh meningkatnya pengeluaran konsumsi; investasi;

government expenditures, atau net export, walaupun tidak terjadi

ekspansi jumlah uang beredar.

Page 45: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

31

2) Cost push inflation

Cost push inflation, yaitu inflasi yang dikarenakan

bergesernya aggregate supply curve ke arah kiri atas. Faktor-faktor

yang menyebabkan aggregate supply curve bergeser tersebut adalah

meningkatnya harga faktor-faktor produksi (baik yang berasal dari

dalam negeri maupun dari luar negeri) di pasar faktor

produksi,sehingga menyebabkan kenaikkan harga komoditi di pasar

komoditi. Dalam kasus cost push inflation kenaikan harga seringkali

diikuti oleh kelesuan usaha.

c. Menurut Asalnya

1) Domestic inflation

Domestic inflation, yaitu inflasi yang sepenuhnya

disebabkan oleh kesalahan pengelolaan perekonomian baik di

sektor riil ataupun di sektor moneter di dalam negeri oleh para

pelaku ekonomi dan masyarakat.

2) Imported inflation

Imported inflation, yaitu inflasi yang disebabkan oleh

adanya kenaikan harga-harga komoditidari luar negeri (dinegara

asing yang memiliki hubungan perdagangan dengan negara yang

bersangkutan). Inflasi ini hanya dapat terjadi pada negara yang

menganut sistem perekonomian terbuka (open economy system).

Page 46: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

32

E. Uang

1. Definisi dan Fungsi Uang

Mankiw (2003) uang diartikan sebagai persediaan asset yang dapat

dengan segera digunakan untuk melakukan transaksi. Sedangkan menurut

Mishkin (2008) Uang yaitu sesuatu yang secara umum diterima dalam

pembayaran barang dan jasa atau pembayaran atas utang. Mendefinisikan

uang semata-mata sebagai mata uang terlalu sederhana bagi para ekonomi.

Oleh karena cek, rekening giro atau bahkan alat pembayaran

menggunakan kartu juga dapat berfungsi sebagai uang.

2. Jumlah Uang Beredar

Perubahan jumlah uang beredar ditentukan oleh hasil interaksi

antara masyarakat, lembaga keuangan dan bank sentral (Muh Z.

Fahrudin:2006). Jumlah uang beredar adalah hasil kali uang primer

(monetary base) dengan pengganda uang (money multiplier). Penciptaan

uang / besarnya uang beredar dalam masyarakat dapat digambarkan

sebagai proses dari pasar. Jumlah Uang Beredar juga mempunyai

keterikatan dengan suku bunga deposito. Semakin banyak jumlah uang

yang beredar dimasyarakat, investasi menjadi lebih menarik bila

dibandingkan dengan menyimpan dalam bentuk tabungan.

Definisi jumlah uang beredar terbagi menjadi dua yaitu :

a. Uang dalam arti sempit (M1).

M1 diartikan sebagai uang tunai (uang kartal dan logam) yang

dipegang oleh masyarakat, tidak termasuk uang yang ada di kas bank

serta kas negara. Uang tersebut dikenal dengan uang kartal. Kemudian

Page 47: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

33

ditambah uang yang berada dalam rekening giro perbankan yang

dapat langsung digunakan untuk menguangkan cek, dan biasa disebut

dengan uang giral, sehingga bentuk persamaan m1 adalah :

M1 = C + DD

Dimana M1 = uang dalam arti sempit

C = currency, uang kartal

DD = Demand deposit, uang kartal

Pengertian uang giral (DD) diatas hanya mencakup saldo rekening

koran atau giro milik masyarakat umum yang disimpan di bank dan

belum digunakan pemiliknya untuk berbelanja atau membayar

(Boediono : 1994)

b. Uang Dalam Arti Luas (M2)

M2 merupakan perluasan dari definisi M1 dengan uang

kuasi. Uang kuasi adalah bentuk kekayaan yang sangat likuid yang

terdiri dari deposito berjangka atau rekening tabungan pada bank,

sehingga persamaan M2 adalah :

M2 = M1 + TD + SD

Dimana M2 = uang dalam arti luas

M1 = uang dalam arti sempit

TD = time deposits (deposito berjangka)

SD = saving deposits (saldo tabungan)

Page 48: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

34

F. Indeks Produksi Industri

Menurut BPS konsep Industri Pengolahan adalah suatu kegiatan

ekonomi yang melakukan kegiatan mengubah suatu barang dasar secara

mekanis, kimia, atau dengan tangan sehingga menjadi barang

jadi/setengah jadi, dan atau barang yang kurang nilainya menjadi barang

yang lebih tinggi nilainya, dan sifatnya lebih dekat kepada pemakai akhir.

Termasuk dalam kegiatan ini adalah jasa industri/makloon dan pekerjaan

perakitan (assembling). Jasa industri adalah kegiatan industri yang

melayani keperluan pihak lain. Pada kegiatan ini bahan baku disediakan

oleh pihak lain sedangkan pihak pengolah hanya melakukan

pengolahannya dengan mendapat imbalan sejumlah uang atau barang

sebagai balas jasa (upah makloon), misalnya perusahaan penggilingan padi

yang melakukan kegiatan menggiling padi/gabah petani dengan balas jasa

tertentu. Perusahaan atau usaha industri adalah suatu unit (kesatuan) usaha

yang melakukan kegiatan ekonomi, bertujuan menghasilkan barang atau

jasa, terletak pada suatu bangunan atau lokasi tertentu, dan mempunyai

catatan administrasi tersendiri mengenai produksi dan struktur biaya serta

ada seorang atau lebih yang bertanggung jawab atas usaha tersebut.

Perusahaan Industri Pengolahan dibagi dalam 4 golongan yaitu :

1. Industri Besar (banyaknya tenaga kerja 100 orang atau lebih)

2. Industri Sedang (banyaknya tenaga kerja 20-99 orang)

3. Industri Kecil (banyaknya tenaga kerja 5-19 orang)

4. Industri Rumah Tangga (banyaknya tenaga kerja 1-4 orang)

Page 49: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

35

Penggolongan perusahaan industri pengolahan ini semata-mata hanya

didasarkan kepada banyaknya tenaga kerja yang bekerja, tanpa

memperhatikan apakah perusahaan itu menggunakan mesin tenaga atau

tidak, serta tanpa memperhatikan besarnya modal perusahaan itu.

G. BI Rate sebagai Instrumen Kebijakan Moneter

BI Rate menurut bank Indonesia adalah suku bunga kebijakan yang

mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh bank

Indonesia dan diumumkan kepada publik. BI Rate diumumkan oleh Dewan

Gubernur Bank Indonesia setiap Rapat Dewan Gubernur bulanan dan

diimplementasikan pada operasi moneter yang dilakukan Bank Indonesia

melalui pengelolaan likuiditas (liquidity management) di pasar uang untuk

mencapai sasaran operasional kebijakan moneter. Sasaran operasional

kebijakan moneter dicerminkan pada perkembangan suku bunga Pasar Uang

Antar Bank Overnight (PUAB O/N). Pergerakan di suku bunga PUAB ini

diharapkan akan diikuti oleh perkembangan di suku bunga deposito, dan pada

gilirannya suku bunga kredit perbankan.

Dengan mempertimbangkan pula faktor-faktor lain dalam

perekonomian, Bank Indonesia pada umumnya akan menaikkan BI Rate

apabila inflasi ke depan diperkirakan melampaui sasaran yang telah

ditetapkan, sebaliknya Bank Indonesia akan menurunkan BI Rate apabila

inflasi ke depan diperkirakan berada di bawah sasaran yang telah ditetapkan.

Joko N. Prastowo (2007) menjelaskan sejak Juli 2005, Bank Indonesia

secara resmi mengimplementasikan inflation targeting framework (ITF) secara

Page 50: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

36

penuh. Untuk mendukung pelaksanaan ITF tersebut,Bank Indonesia

mengubah target operasional kebijakan moneter dari besaran uang beredar

(base money/M0) menjadi target suku bunga, yakni BI Rate. Sebelum

penggunaan BI Rate, Bank Indonesia juga menggunakan suku bunga SBI

untuk memberikan sinyal ke pasar. Namun sejak Juli 2005, Bank Indonesia

hanya menggunakan BI Rate sebagai policy rate untuk memberikan sinyal

arah kebijakan moneter dan referensi suku bunga kepada pelaku pasar

keuangan.

Perbedaan antara BI Rate dan suku bunga SBI terletak pada sifat dan

controlability-nya. BI Rate bersifat exogenous, sementara suku bunga SBI

lebih bersifat endogeneous karena ditetapkan dalam sebuah lelang. Walaupun

Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk menetapkan hasil lelang, namun

terdapat potensi dimana Bank Indonesia dipojokkan oleh para bidder ketika

harga yang ditawarkan tidak sesuai dengan ekspektasi Bank Indonesia.

Dengan demikian, BI Rate lebih mudah dikontrol dibanding suku bunga SBI.

Walaupun memiliki karakteristik yang berbeda, BI Rate tidak dapat

dipisahkan dengan suku bunga SBI. Dari sisi kebijakan moneter, BI Rate

merupakan kelanjutan dari suku bunga SBI. Sebaliknya, sejak dicanangkannya

penggunaan BI Rate sebagai policy rate, hasil lelang SBI selalu mengacu dan

konvergen terhadap BI Rate. Joko Nugroho Prastowo (2006) menyatakan

bahwa BI Rate lebih ditujukan sebagai ‘benchmark’ tingkat diskonto SBI

dengan tenor 1 bulan, sehingga diskonto hasil lelang SBI 1 bulan tidak

berbeda jauh dari BI Rate. Perbedaan yang cukup mencolok hanya terjadi

diawal penggunaan BI Rate, yaitu sebesar 6 bps di bawah BI Rate, karena

Page 51: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

37

pelaku pasar belum yakin bahwa BI akan menerima penawaran diskonto SBI 1

bulan pada level BI Rate. Perbedaan tersebut sirna seiring dengan semakin

‘credible-nya’ BI Rate.

H. Penelitian Terdahulu

Dari hasil penelitian Zainal Muttaqin (2006) yang berjudul “

Analisis Pengaruh Pengguanaan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan

Kartu Dan Variabel-Variabel Makro Ekonomi Terhadap Permintaan Uang

Di Indonesia” bahwa terdapat pengaruh yang berbeda antara penggunaan

APMK non-tunai (kartu kedit dan kartu debet) dan kartu ATM terhadap

permintaan uang. Hasil penelitian ini membuktikan adanya hubungan jangka

panjang antara penggunaan ATM terhadap permintaan uang M1 dan uang

tunai. Sementara itu, penggunaan kartu kredit dan debet tidak signifikan

mempengaruhi permintaan uang M1 dan uang tunai. Perbedaan ini terjadi

karena intensitas volume dan nilai transaksi kartu ATM jauh lebih tinggi

daripada kartu kredit dan kartu debet. Selain itu, pengguna kartu ATM jauh

lebih besar daripada pengguna kartu kredit dan kartu debet. Berdasarkan hasil

penelitian di atas telah dibuktikan bahwa keberadaan APMK (kartu kredit dan

kartu debet) dan ATM berpengaruh secara nyata terhadap permintaan uang.

Stix dalam Z. Mutaqin (2006) berkesimpulan bahwa pembayaran

dengan kartu kredit, ATM, kecuali electronic purse payments secara

signifikan berpengaruh terhadap permintaan jumlah uang tunai yang dipegang

masyarakat, dan tidak berpengaruh terhadap jumlah uang yang beredar. Hasil

estimasinya menunjukkan bahwa seseorang yang selalu menggunakan kartu

debit dan ATM untuk transaksi permintaan uang tunainya berturut-turut lebih

Page 52: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

38

kecil 20 persen dan 18 persen dibandingkan kelompok orang yang lain.

Sementara itu seseorang yang selalu menarik dananya di bank (withdraw) dan

melakukan pembayaran secara elektronis memiliki memiliki uang tunai 30

persen lebih kecil daripada kelompok orang yang lain.

Syarifuddin dkk (2009) dalam jurnal yang berjudul “Impact of non-

cash payment increase on the economy and implication for monetary control

in Indonesia” Dengan menggunakan metode structural cointegrating vector

autoregresion (SCVAR), variabel terdiri dari GDP riil, tingakat harga, M1

dan M2, non-cash (ncs) ; yang terdiri dari kliring, RTGS dan alat pembayaran

menggunakan kartu, variabel lainnya seperti BI Rate , upah riil, nilai tukar

nominal dan tingkat suku bunga internasional. Dari dampak terhadap

perekonomian menunjukkan bahwa kas menurun, sedangkan persediaan uang

m1 dan m2 meningkat, peningkatan pembayaran non tunai juga menginduksi

pertumbuhan GDP dan sedikit terjadi penurunan harga. Implikasinya pada

kebijakan moneter menunjukkan penurunan BI Rate dan biaya kebijakan

moneter. Kesimpulannya menunjukan bahwa pembayaran non tunai

penyebab peningkatan substitusi dan efek efisiensi. Efek substitusi

menyebabkan penurunan permintaan mata uang dan meningkatnya m1 dan

m2 yang akan meningkatkan GDP dan harga . Secara umum dari respon

impuls terlihat bahwa guncangan pada persamaan pembayaran non tunai akan

menyebabkan peningkatan permintaan uang, menurunkan BI-Rate,

meningkatkan GDP riil dan menurunkan tingkat harga.

Imaduddin Sahabat (2009) dalam tesis yang berjudul “ Pengaruh

inovasi pembayaran terhadap permintaan uang di Indonesia” dengan model

Page 53: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

39

yang digunakan yaitu VECM untuk melihat hubungan permintaan uang

dengan inovasi system pembayaran, gross domestik produk, inflasi dan

tingkat suku bunga. Dari hasil studi diperoleh bahwa inovasi sistem

pembayaran memiliki hubungan jangka panjang dengan permintaan uang.

Inovasi dalam sistem pembayaran dapat menimbulkan komplikasi dalam

penggunaan target kuantitas dalam pengendalian moneter (Woodford dalam

Imadudin Sahabat:2009). Perkembangan sistem pembayaran berupa kartu

ATM dan kartu debet memberi implikasi perubahan konsep perhitungan uang

beredar dalam arti sempit (M1) dan dalam arti luas (M2). Perkembangan

sistem pembayaran menggunakan kartu seperti ATM dan kartu debet dengan

tabungan sebagai underlying-nya menyebabkan terjadinya pergeseran fungsi

tabungan dari simpanan yang tidak dapat ditarik sewaktu-waktu menjadi jenis

tabungan yang dapat ditarik sewaktu-waktu sebagaimana halnya simpanan

giral. Memperhatikan degree of money dari jenis tabungan tersebut diatas,

perlu dipertimbangkan pengklasifikasian tabungan yang menggunakan ATM

atau kartu debet sebagai bagian dari narrow money (M1) dalam kategori uang

giral bukan lagi M2.

Diantara komponen dasar M1, para ahli ekonomi berkeyakinan bahwa

inovasi dalam sistem pembayaran lebih berpengaruh terhadap komponen giro

(demand deposit) yang menjadi perhatian dalam stabilitas uang (Aubry,et

al,2000). Namun demikian,beberapa studi sebelumnya menunjukan juga

bahwa inovasi sistem pembayaran juga dapat menjadi subtitusi dari

penggunaan uang tunai dalam hal ini berpengaruh terhadap komponen uang

kartal dalam M1.

Page 54: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

40

Lieberman (1977) dalam Arqam (2011) menunjukkan bahwa

perubahan teknologi dapat mempengaruhi permintaan uang dan mungkin

perkiraan regresi akan bias jika perubahan struktural karena teknologi inovasi

tidak di perhitungkan.

Roseline dkk (2010) menjelaskan bahwa inovasi keuangan

mengimbangi saluran suku bunga dalam mekanisme transmisi

moneter. Dalam makalahnya juga menyimpulkan bahwa inovasi keuangan

menimbulkan tantangan kompleks untuk pelaksanaan kebijakan moneter yang

akan memerlukan revisi konstan dalam kebijakan dan instrumen, penargetan

kerangka kerja dan prosedur operasi untuk meningkatkan efektivitas

kebijakan moneter. Skenario kedua dalam makalahnya, menyebutkan bahwa

bank sentral mengoperasikan kebijakan moneter efisien hanya dalam jangka

pendek. Setelah beberapa waktu kemudian, ketika instrumen baru

diperkenalkan ke pasar, tantangan baru muncul yang mengganggu dalam

melaksanakan kebijakan moneter. Selain itu, perkembangan baru dalam

sistem keuangan juga memerlukan peraturan baru untuk menjamin efektivitas

kebijakan moneter tidak terganggu. Inovasi keuangan dan perubahan dalam

prosedur pengendalian moneter dan mengikuti satu sama lain. Oleh karena itu

bank sentral disarankan untuk mengubah alat-alat mereka, target dan prosedur

operasi dari waktu ke waktu sehingga dapat mengatasi inovasi dan

menjamin keberlanjutan sistem keuangan.

M. Natsir (2008) menjelaskan hasil studinya yaitu bahwa rSBI secara

efektif berfungsi sebagai instrumen moneter bagi BI dalam

mengkomunikasikan stance kebijakan moneter di Indonesia. Respons rPUAB

Page 55: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

41

terhadap shock rSBI diteruskan ke variabel suku bunga pasar uang lainnya.

Peranan jalur suku bunga dalam MTKM di Indonesia efektif mewujudkan

sasaran akhir. Kebijakan moneter di Indonesia periode 1990:2-2007:1.

Melalui jalur ini dibutuhkan time lag sekitar 10 triwulan atau dua tahun enam

bulan hingga terwujudnya sasaran akhir kebijakan moneter.

Sutikno (2005) menjelaskan bahwa, hasil estimasi VAR menunjukkan

adanya kontribusi negatif pertumbuhan suku bunga SBI terhadap inflasi.

Hasil estimasi ini menunjukkan adanya hubungan kausalitas satu arah dari

pertumbuhan suku bunga SBI ke arah inflasi. Dengan demikian kenaikan

suku bunga SBI dapat digunakan sebagai variabel indikator untuk menekan

inflasi.

Dumadi Restiyanto (2008) dalam penelitiannya dengan menggunakan

Parsial Adjusment Model (PAM), membandingkan persamaan fungsi Jumlah

Uang Beredar (M1) dan fungsi kredit (L). Sebelum krisis moneter Jumlah

Uang Beredar (M1) lebih efektif dari Kredit (L) dalam mekanisme transmisi

moneter, ditunjukkan dengan variance residual Jumlah Uang Beredar ( M1)

lebih kecil dari kredit (L). Sesudah krisis moneter kebijakan moneter pasca

krisis dianggap mampu mengembalikan kestabilan moneter. Kredit lebih

efektif dari Jumlah Uang Beredar (M1) dalam mekanisme transmisi moneter

ditunjukkan dengan variance residual Jumlah Uang Beredar (M1) lebih besar

dari kredit sesudah krisis moneter.

Dalam penelitian Lukman Hakim dan Nopirin (2001) dengan

menggunakan model VAR. Metode VAR yang terdiri atas metode estimasi

kausalitas, dekomposisi varian dan Impulse Respons terhadap adanya inovasi

Page 56: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

42

telah berhasil menunjukkan dominasi peranan jalur kredit dibandingkan jalur

tingkat suku bunga. Kesimpulan dari metode dekomposisi varian, juga

ditemukan bahwa jalur kredit lebih berperan dalam mempengaruhi output dari

pada tingkat suku bunga. Respon terhadap adanya inovasi sebuah variabel

dependen, bekerja jika terdapat inovasi atau goncangan (shock) variabel

independen variabel sebesar 1 % standar deviasi. Respon terhadap adanya

inovasi inilah yang menunjukkan simulasi transmisi sebuah kebijakan.

Analisis respon terhadap adanya inovasi ini dapat membandingkan peranan

jalur kredit dan jalur tingkat suku bunga pada mekanisme transmisi kebijakan

moneter, pada periode jangka panjang (1990.1-1999.3). Hasil dari metode ini,

menunjukkan bahwa pada model jalur kredit, pendapatan nasional riil

memberikan respon positif terhadap adanya inovasi dari kredit riil ,

sebaliknya pada model jalur tingkat suku bunga hal itu tidak terjadi.

I. Kerangka Pemikiran

Gambar 2.3. Kerangka Pemikiran

Penggunaan APMK

Money Demand

BI Rate

Indeks Produksi Industri

Inflasi

Page 57: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

43

Kebijakan moneter yang dilakukan oleh otoritas moneter akan

mempengaruhi aktivitas perekonomian. Mekanisme Transmisi kebijakan

ini dapat dilakukan melalui beberapa jalur transmisi, diantarannya adalah

dengan jalur langsung yaitu jalur uang beredar. Dalam pendekatan

monetary targeting bank sentral akan menggunakan uang beredar sebagai

sasaran operasional untuk mencapai tujuan akhir, yaitu inflasi dan

pertumbuhan ekonomi.

Keterkaitan langsung sistem pembayaran juga berpengaruh

terhadap penggunaan uang di masyarakat. Dalam sistem pembayaran

dengan menggunakan APMK (alat pembayaran menggunakan kartu) dapat

menyebabkan permintaan uang di masyarakat menjadi berkurang. Hal ini

karena penggunaan APMK menjadi subtitusi untuk bertransaksi dari

penggunaan uang tunai ke pembayaran berbasis kartu akibat majunya

perkembangan tekhnologi dan pertumbuhan ekonomi. Bukan tak mungkin

tingkat transaksi atau perputaran uang (velocity of money) menjadi

bertambah pula dengan semakin efisiensi dan kemudahan dalam

bertransaksi. Hal ini juga berdampak terhadap permintaan akan suatu

komoditas dan berimbas kepada inflasi. Selain itu penggunaan APMK dan

perubahan permintaan uang akan mempengaruhi transmisi moneter

melalui BI Rate di Indonesia yang di lakukan oleh Bank Indonesia. Dalam

proses penetapan nilai BI-rate, BI akan mempertimbangkan pula faktor-

faktor lain dalam perekonomian. Hal tersebut dilakukan agar penetapan

BI-rate sesuai dengan kondisi inflasi yang ada. Karena Bank indonesia

pada umumnya akan menaikan Bi rate apabila inflasi kedepan

Page 58: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

44

diperkirakan melampaui sasaran yang telah ditetapkan, sebaliknya bank

indonesia akan menurunkan BI-rate apabila inflasi ke depan diperkirakan

berada di bawah sasaran yang telah ditetapkan.

Fokus pembahasan pada penelitian ini ialah menganalisis

mekanisme transmisi kebijakan moneter jalur jumlah uang beredar dengan

Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK) yang terjadi di Indonesia.

J. HIPOTESIS

Berdasarkan perumusan masalah dan kajian empiris yang telah dilakukan

sebelumnya, dapat ditarik hipotesis yaitu:

Hipotesis-1: Dari hasil uji Granger diduga terdapat peranan jalur uang beredar

dengan APMK dalam MTKM di Indonesia.

Hipotesis-2: Hasil hasil uji impulse response function dan variance

decomposition diduga jalur jumlah uang beredar dengan APMK berpengaruh

signifikan terhadap Indeks Produksi Industri dan Inflasi.

Page 59: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

45

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang menggunakan

data runtun waktu (time series) yaitu variabel : inflasi , indeks produksi

industri, jumlah uang beredar (m2), BI-Rate dan alat pembayaran

menggunakan kartu (APMK) meliputi nominal transaksi kartu kredit, kartu

debit/ATM, nominal tunai kartu kredit dan debit/ATM. Keseluruhan data-

data yang digunakan merupakan data time series bulanan dengan sampel

waktu dari 2006:1 sampai 2010:12.

B. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data

sekunder. Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi jumlah uang

beredar, inflasi, Bi-Rate bulanan, nominal transaksi kartu kredit, kartu debet,

kartu ATM yang diperoleh dari publikasi Bank Indonesia (www.bi.go.id), dan

data mengenai indeks produksi industri sedang dan besar di peroleh dari

publikasi Badan Pusat Statistik (www.bps.go.id).

C. Definisi Operasional Variabel

Variabel - variabel yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

1. Total nominal tunai dan belanja Kartu ATM/Debet adalah

nilai/nominal dari transaksi pembelanjaan dan penarikan tunai yang

dilakukan dengan menggunakan kartu ATM dan/atau kartu debet

pada periode 2006-2010.

Page 60: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

46

2. Total nominal tunai dan belanja kartu kredit adalah nilai/nominal

daripenarikan tunai dan belanja yang dilakukan dengan menggunakan

kartu kredit pada periode 2006-2010.

3. Angka inflasi berdasarkan IHK yang terjadi selama kurun waktu

2006-2010.

4. Jumlah uang yang beredar yaitu jumlah uang dalam arti luas (M2)

yang terdiri dari uang kartal dan uang giral yang terdapat diluar bank

umum dan BPR, atau bisa dikatakan M2 adalah penjumlahan M1

dengan deposito berjangka (time deposito) dan tabungan ( saving

deposito). M2= M1+TD+SD

5. BI rate adalah suku bunga dengan tenor satu bulanan yang di

umumkan oleh Bank Indonesia secara periodik untuk jangka waktu

tertentu yang berfungsi sebagai sinyal kebijakan moneter .

6. Indeks produksi industri (IPI) yang merupakan ukuran output dari

industri besar dan industri sedang secara bulanan yang dinyatakan

dengan indeks.

D. Metode Analisis Data

Studi ini menggunakan metode kuantitatif berupa vector

autoregresion (VAR) karena metode ini dapat menjelaskan ada-nya

kausalitas (hubungan timbal balik) antara variabel-variabel yang terkait.

Pemilihan model ini disesuaikan dengan tujuan untuk mengetahui impulse

response dan variance decomposition dari pengaruh jalur uang beredar

dengan APMK terhadap output dan inflasi sebagai sasaran akhir dari

kebijakan moneter.

Page 61: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

47

Uji statistik menggunakan metode Vector Autoregression (VAR)

merupakan metode estimasi yang apriori terhadap teori ekonomi. Metode ini

digunakan untuk mengatasi kesulitan pendekatan struktural yang terkadang

tidak cukup kaya menyediakan spesifikasi yang tepat atas hubungan antar

variabel sesuai dengan teori ekonomi yang melandasi model tersebut.

Tujuan dari analisis VAR adalah untuk menilai adanya hubungan timbal

balik diantara variabel yang diamati.

Keunggulan dari analisis VAR antara lain adalah (Hadi:2003):

(1) Metode ini sederhana, kita tidak perlu khawatir untuk membedakan

mana variabel endogen, mana variabel eksogen; (2) Estimasinya

sederhana, dimana metode OLS biasa dapat diaplikasikan pada tiap-tiap

persamaan secara terpisah; (3) Hasil perkiraan (forecast) yang diperoleh

dengan menggunakan metode ini dalam banyak kasus lebih bagus

dibandingkan dengan hasil yang didapat dengan menggunakan model

persamaan simultan yang kompleks sekalipun. Selain itu, analisis VAR

juga merupakan alat analisis yang sangat berguna, baik di dalam

memahami adanya hubungan timbal balik (interrelationship) antara

variabel variabel ekonomi maupun di dalam pembentukan model ekonomi

berstruktur.

MODEL VAR

= α + ∑ + ∑ + ∑ +∑ + t

= α + ∑ + ∑ + ∑ +∑ + t

Page 62: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

48

= α + ∑ + ∑ +∑ +∑ + t

= α + ∑ +∑ + ∑ +∑ + t

= α + ∑ +∑ +∑ +∑ + t

C = APMK (volume dan nominal kartu kredit+atm+debet)

α = konstanta

m = Jumlah Uang Beredar

I = inflasi

y = output (IPI)

i = BI Rate

t = faktor gangguan

1. Uji Stasioneritas

Kajian empiris yang menggunakan data runtut waktu

mengasumsikan bahwa data yang digunakan adalah stasioner. Uji akar

unit ini digunakan untuk melihat apakah data yang diamati stationer atau

tidak. Test ini sebenarnya hanya merupakan pelengkap dari analisis

VAR, mengingat tujuan dari analisis VAR adalah untuk menilai adanya

hubungan timbal balik di antara variabel-variabel yang diamati, dan

bukan test untuk data. Akan tetapi, apabila data yang diamati adalah

stationer, hal ini akan meningkatkan akurasi dari analisis VAR

(Hadi:2003).

Page 63: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

49

Untuk menguji stasioneritas data digunakan Uji Augmented

Dickey-Fuller (Uji ADF).Formulasi umum Uji ADF adalah sebagai

berikut:

Yt adalah bariabel yang diamati pada periode t, Yt-1 adalah nilai variabel

Y pada satu periode sebelumnya. b1 adalah konstanta, b2 adalah koefisien

tren, ai adalah koefisien variabel lag Y, m adalah panjangnya lag, dan et

adalah white noise error terms. Hipotesis nol menyatakan bahwa d = 0.

Artinya Yt memiliki unit root. Jika data suatu variabel memiliki unit root,

maka dapat disimpulkan bahwa data variabel tersebut tidak stasioner.

2. Uji Granger Causality

Granger Causality merupakan pendekatan yang lazim digunakan

untuk mendeteksi hubungan atau arah pemengaruh antara dua variabel

(Prastowo:2008). Uji ini dilakukan untuk mengetahui jalur dari suatu

kebijakan moneter dalam hubungannya dengan jumlah uang beredar.

Adapun metode regresi dari Granger Causality sama dengan metode

VAR, yaitu meregres dengan lag dari masing-masing variabel. Karena

Granger Causality hanya melibatkan dua variabel, maka pendekatan ini

juga dikenal dengan bivariate VAR. Secara garis besar, persamaan dari

Granger Causality test dapat dinotasikan sebagai berikut:

Page 64: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

50

dimana, x, y : variabel yang dites hubungannya

n :banyaknya lag yang diikutsertakan dalam regresi

ε, υ : error term

Dengan menggunakan lag dari variabel itu sendiri dan lag dari

variabel yang lainnya, model tersebut mencoba mengestimasi seberapa

besar variabilitas dari variabel tersebut dapat dijelaskan yang kemudian

diartikan dengan ‘dipengaruhi’. Terdapat tempat kemungkinan

hubungan pemengaruhan yang mungkin diperoleh dari hasil estimasi

Granger Causality tersebut, yaitu (i) variabel x mempengaruhi y; atau

(ii) variabel y mempengaruhi x; (iii) variabel x dan y saling

mempengaruhi, atau (iv) variabel x dan y tidak berhubungan sama

sekali.

3. Uji Lag Optimal

Untuk menetapkan tingkat kelambanan yang optimal, model

VAR harus diestimasi dengan lag berbeda beda tingkat kelambanannya.

Penentuan jumlah lag dalam model VAR ditentukan pada kriteria

informasi yang direkomendasikan oleh Final Prediction Error (FPE),

Aike Information Criterion (AIC), Schwarz Criterion (SC), dan Hannan-

Quinn (HQ). Menentukan jumlah lag yang paling sesuai dengan model,

bisa juga dengan hanya melihat kriteria yang digunakan pada nilai uji

Akaike Information Criterion (AIC) dan Schwarz Information Criterion

Page 65: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

51

(SIC) yang menghasilkan nilai minimum. Hal ini bisa langsung dilakukan

dengan menggunakan Eviews.

4. Uji Vector Autoregression (VAR).

Penelitian ini akan mengolah dan menganalisis data dengan

mempergunakan alat analisis Vector Autoregression (VAR). Pada model

VAR mensyaratkan bahwa antar variabel yang diamati memiliki

hubungan kausalitas. VAR merupakan sistem persamaan dinamis yang

menguji hubungan antara variabel-variabel ekonomi dengan

menggunakan asumsi minimal atas struktur/teori ekonomi yang

mendasarinya.

Bentuk umum model VAR:

Dimana adalah vektor kolom pada saat t untuk semua observasi,

adalah vektor kolom nilai random disturbance, yang mungkin berkolerasi

pada saat sekarang satu sama lain tetapi tidak berkorelasi sepanjang

waktu.

Setelah diketahui besarnya komposisi variabel, langkah selanjutnya

adalah perlu diketahui respon pengaruh variabel terhadap variabel

lainnya Impuls Respon Function. Secara mendasar dalam analisis ini

akan diketahui respon positif atau negatif dari suatu variabel terhadap

variabel lainnya. Respon tersebut dalam jangka pendek biasanya cukup

Page 66: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

52

signifikan dan cenderung berubah. Dalam jangka panjang akan

cenderung konsisten dan terus mengecil.

Impulse response, adalah salah satu metode VAR (VAR atau

VECM?) yang digunakan untuk melihat respons variabel endogen

terhadap adanya pengaruh inovasi (shock) variabel endogen yang lain.

Fungsi impulse response juga menggambarkan tingkat laju dari shock

variabel yang satu terhadap variabel yang lainnya pada suatu rentang

periode tertentu. Sehingga kita dapat melihat lamanya pengaruh dari

shock suatu variabel terhadap variabel lain sampai pengaruhnya hilang

atau kembali ke titik keseimbangan.

Kemudian dilakukan uji Variance Decomposition untuk

mengetahui variabel mana yang shocknya mempunyai peranan paling

besar dalam menjelaskan perubahan prediksi error. Dekomposisi varian

(variance decomposition) dalam model VAR bertujuan untuk

memisahkan pengaruh masing-masing variabel inovasi secara individual

terhadap respon yang diterima suatu variabel termasuk inovasi dari

variabel itu sendiri. Pembahasan dekomposisi varian dalam hal ini dapat

diketahui dari kemampuan suatu variabel dalam menjelaskan variabel

lainnya (Sutikno:2009).

Page 67: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

53

BAB IV

ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Perkembangan Variabel

1. Perkembangan BI-Rate

BI Rate adalah suku bunga dengan tenor satu bulanan yang

diumumkan Bank Indonesia yang berfungsi sebagai sinyal dalam

kebijakan moneter. Seperti yang dikutip dalam beberapa pranala siaran

pers BI Rate yang dipublikasikan dalam situs Bank Indonesia, berikut

adalah perkembangan BI Rate: Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank

Indonesia pada tanggal 9 Januari 2006 menetapkan untuk tetap

melanjutkan kebijakan moneter cenderung ketat sebagai upaya

pengendalian inflasi jangka menengah panjang. Sehubungan dengan hal

tersebut, RDG Bank Indonesia memutuskan untuk mempertahankan BI

Rate pada level 12,75%. Tekanan inflasi ke depan masih tetap tinggi

terkait dengan masih tingginya ekspektasi inflasi kedepan, meskipun pada

Page 68: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

54

bulan Desember 2005 terjadi deflasi. Selain itu juga masih terdapat

beberapa risiko yang dapat memberikan tekanan terhadap kestabilan nilai

tukar seperti harga minyak dunia yang belum stabil, ketidakseimbangan

global dan masih berlangsungnya siklus moneter ketat pada perekonomian

global.

Pada akhir kuartal kedua RDG Bank Indonesia memutuskan

untuk menurunkan BI Rate sebesar 50 bps atau turun dari 12,25% menjadi

11,75%. Keputusan tersebut diambil setelah memperhatikan masih

terjaganya stabilitas makroekonomi Indonesia, berkurangnya faktor risiko

eksternal, serta hasil berbagai survei dan prospek ekonomi moneter ke

depan. Keputusan tersebut juga tetap memperhatikan upaya pencapaian

sasaran inflasi ke depan yaitu 8%±1% untuk tahun 2006 dan 6%±1%

untuk tahun 2007.

Pada akhir tahun 2006 BI Rate diturunkan sebesar 50 bps dari

10,25% menjadi 9,75%. Keputusan tersebut diambil setelah melakukan

evaluasi kondisi makroekonomi terkini, mencermati hasil berbagai survei,

dan memandang prospek ekonomi moneter ke depan, termasuk upaya

pencapaian sasaran inflasi ke depan, yaitu 6±1% untuk tahun 2007.

Keputusan tersebut juga diambil untuk mempertahankan persepsi positif

pelaku ekonomi, mendukung perbaikan iklim usaha, sekaligus menjaga

stabilitas di pasar keuangan.

Dengan terjaganya stabilitas makroekonomi, tingkat inflasi dapat

mencapai sasaran dan memberi peluang Bank Indonesia untuk

menurunkan tingkat suku bunga kebijakan (BI rate) secara bertahap guna

Page 69: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

55

mendorong aktivitas perekonomian. Selama tahun 2007 Bank Indonesia

secara bertahap menurunkan BI Rate. Kebijakan tersebut telah memberi

sinyal positif terhadap ekspansi ekonomi yang tengah berlangsung. Bank

Indonesia secara bertahap menurunkan BI Rate sejak awal tahun 2007 dari

9,5% menjadi 8,25% di bulan Juli 2007. Penurunan tersebut sempat

tertahan selama Agustus-November 2007 seiring dengan tekanan inflasi ke

depan yang dikhawatirkan meningkat akibat melambungnya harga minyak

dunia dan timbulnya sentimen negatif terhadap nilai tukar yang dipicu oleh

krisis subprime mortgage di Amerika Serikat. Meredanya tekanan inflasi

dan meningkatnya optimisme terhadap perkembangan dinamika

perekonomian nasional kedepan mendorong Bank Indonesia kembali

menurunkan BI Rate di bulan Desember sebesar 25 basis point (bps).

Dengan demikian, pada akhir tahun 2007 BI Rate mencapai level 8,0%

atau turun 175 bps selama 2007.

Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia, Juni 2008,

memutuskan untuk menaikkan BI Rate sebesar 25 bps menjadi 8,50%.

Kenaikan BI Rate ini ditetapkan setelah mencermati perkembangan terkini

baik perekonomian global maupun domestik. Pada akhir tahun 2008 BI

Rate diturunkan sebesar 25 bps menjadi 9,25 %. Keputusan tersebut

diambil setelah melakukan evaluasi yang menyeluruh terhadap

perkembangan dan prospek ekonomi dan keuangan, baik domestik maupun

global.

Pada awal Januari 2009 RDG menurunkan BI Rate sebesar 50 bps

menjadi 8,75%. Keputusan ini diambil setelah dilakukan evaluasi

Page 70: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

56

menyeluruh kondisi ekonomi dan moneter di dalam dan luar negeri saat ini

dan prospeknya pada tahun 2009. Pada bulan maret 2009 Bank Indonesia

memutuskan untuk menurunkan BI Rate sebesar 50 bps menjadi 7,75%.

Keputusan tersebut diambil setelah mencermati dan melakukan evaluasi

menyeluruh terhadap perkembangan ekonomi dan keuangan di dalam dan

luar negeri, khususnya terkait dengan masih berlanjutnya krisis keuangan

global. Perkembangan ekonomi global masih menunjukkan perlambatan

yang lebih dalam, tercermin dari prakiraan merosotnya perekonomian

negara-negara maju yang lebih besar dari perkiraan semula. Kondisi pasar

keuangan global pun masih rapuh dengan semakin banyaknya laporan

kerugian lembaga keuangan dunia.

Pada bulan Agustus 2009 RDG menurunkan BI Rate sebesar 25

bps menjadi 6,50 %. RDG menyimpulkan bahwa tren penurunan inflasi

masih berlanjut seiring dengan masih terbatasnya permintaan domestik dan

terus menurunnya ekspektasi inflasi. Dewan Gubernur juga berpandangan

bahwa penurunan BI rate ini masih konsisten dengan sasaran inflasi Bank

Indonesia ke depan.

Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada awal 2010

memutuskan untuk mempertahankan BI Rate pada level 6,5%. Keputusan

diambil setelah mempertimbangkan bahwa BI Rate pada tingkat tersebut

dipandang masih konsisten dengan pencapaian sasaran inflasi tahun 2010

sebesar 5%±1%. Dewan Gubernur melihat bahwa balance of risk tekanan

inflasi belum akan muncul setidaknya pada semester I-2010. BI rate

tersebut juga dipandang masih kondusif bagi upaya untuk memperkuat

Page 71: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

57

proses pemulihan perekonomian, menjaga stabilitas keuangan, dan

mendorong intermediasi perbankan. Pada akhir tahun 2010 RDG

mempertahankan BI Rate pada level 6,5%. Keputusan tersebut didasari

pada evaluasi menyeluruh terhadap kinerja perekonomian terkini, beberapa

faktor risiko yang masih dihadapi, dan prospek ekonomi ke depan.

2. Perkembangan Inflasi

Memasuki tahun 2006 tingkat inflasi mengalami penurunan yang

sangat signifikan. Inflasi pada tahun tersebut menurun hingga 1,35 persen.

Hal ini cukup memuaskan walaupun tingkat inflasi masih terbilang tinggi

yaitu 17,03 persen. Inflasi sampai dengan November tetap terkendali dan

terus menurun. Selain kondisi makroekonomi yang kondusif dengan

permintaan domestik yang tetap terkendali, berlanjutnya trend penurunan

inflasi tersebut disebabkan oleh minimalnya dampak administered prices

dan rendahnya inflasi kelompok volatile foods. Sementara itu, inflasi inti

masih berada pada level yang tinggi yakni sebesar 9,13% (yoy) meski

lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (9,58%, yoy).

Tingginya inflasi inti tersebut terutama disebabkan oleh ekspektasi

masyarakat yang masih tinggi. Sementara itu, tekanan dari faktor eksternal

dan kesenjangan output (output gap) masih relatif minimal. Tingkat inflasi

yang pada awal tahun 2006 sangat tinggi secara berangsur menurun hingga

mencapai 6,6% (yoy) pada akhir tahun 2006 atau di bawah sasaran 8,0% ±

1%.

Gambar 4.1. Tingkat Inflasi di Indonesia Tahun 2006-2010

Page 72: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

58

Sumber : Bank Indonesia

Inflasi IHK juga mengalami penurunan menjadi sebesar

6,01%(yoy) di bulan Mei 2007, dibandingkan 6,29% (yoy) pada April

2007. Beberapa faktor yang menyumbang pada penurunan inflasi IHK

adalah terjaganya harga beras, tidak adanya kenaikan administered prices

oleh Pemerintah, dan penguatan nilai tukar rupiah. Dalam bulan November

2007, laju inflasi tercatat 0.18 % atau menurun dari bulan sebelumnya

yang mencapai 0,79%. Secara tahunan, inflasi IHK dan inflasi inti pada

bulan November 2007 masing-masing tercatat sebesar 6,71% dan 6,25%.

Tekanan inflasi dari kelompok makanan bergejolak (volatile food) dan

harga-harga yang ditentukan Pemerintah (administered prices) relatif

rendah dibandingkan bulan sebelumnya. Selain itu, tekanan kenaikan

harga yang berasal dari peningkatan permintaan juga relatif rendah, seiring

dengan penambahan kapasitas produksi nasional terkait dengan kegiatan

investasi.

Inflasi bulan April 2008 tercatat sebesar 0,57% (mtm) atau secara

tahunan (April 2007-April 2008) menjadi 8,96%. Angka ini meningkat

Page 73: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

59

cukup tinggi dibandingkan inflasi tahunan pada bulan Maret 2008

(8,17%). Kelompok harga barang yang ditentukan pemerintah

(administered price) secara bulanan meningkat signifikan dibandingkan

bulan sebelumnya, terkait dengan tersendatnya pasokan dan distribusi

minyak tanah di beberapa daerah. Angka inflasi pada Juli 2008 secara

bulanan tercatat 1,37% sehingga realisasi inflasi tahunan menjadi sebesar

11,90% meningkat dari bulan sebelumnya sebesar 11,03%. Dengan

perkembangan tersebut, inflasi Januari-Juli 2008 mencapai 8,85%, jauh

lebih tinggi dibanding periode yang sama tahun sebelumnya (2,72%).

Dengan memperhitungkan beberapa faktor risiko serta tekanan inflasi

yang masih akan timbul hingga akhir tahun. Pada bulan Desember 2008,

justru terjadi deflasi sebesar 0,04%, sehingga laju inflasi tahun 2008

tercatat sebesar 11,06%.

Dalam tahun 2009, laju inflasi diprakirakan terus menurun menuju

kisaran 5%-7%. Menurunnya laju inflasi sepanjang tahun 2009, sangat

dipengaruhi oleh rendahnya laju inflasi pada bahan makanan dan

komponen barang-barang yang harganya ditetapkan pemerintah.

Perekonomian Indonesia di tahun 2009 juga ditandai oleh tekanan inflasi

yang rendah. Indeks Harga Konsumen (IHK) pada November 2009

tercatat mengalami deflasi 0,03% (mtm) atau secara tahunan tercatat

sebesar 2,41% (yoy). Mencermati perkembangan tersebut, inflasi 2009

berpotensi lebih rendah dari sasaran inflasi Bank Indonesia 4,5±1%. Inflasi

di tahun 2010 dan tahun 2011 diperkirakan dapat dikendalikan pada

kisaran 5%±1%.

Page 74: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

60

Inflasi IHK pada Juli 2010 tercatat cukup tinggi yakni mencapai

1,57% (mtm) atau 6,22% (yoy). Sumber tekanan inflasi terutama berasal

dari kenaikan inflasi kelompok bahan-bahan makanan, khususnya beras,

akibat ketidakpastian musim. Sedangkan tekanan inflasi yang bersumber

dari inflasi inti (core inflation) sejauh ini masih pada tingkat yang rendah

didukung oleh terjaganya kecukupan respon penawaran terhadap

peningkatan permintaan dan nilai tukar yang cenderung terapresiasi. Laju

inflasi cenderung meningkat sebesar 6,96 persen sejalan dengan

perkembangan perekonomian dunia yang mendorong kenaikan harga-

harga barang dan jasa di Indonesia. Selain itu, perubahan iklim juga telah

berdampak pada menurunnya produksi barang dan jasa.

3. Perkembangan Indeks Produksi Industri (IPI)

Sebuah indikasi peningkatan kinerja industri manufaktur

digambarkan oleh indeks produksi industri (IPI). Indeks Produksi Industri

(IPI) telah menjadi sangat penting ekonomi makro indikator untuk

memantau kemajuan dan fluktuasi produksi sektor industri di Indonesia.

Perusahaan Industri yang dicakup dalam survei ini adalah perusahaan

industri besar dan sedang, yaitu perusahaan yang mempunyai tenaga kerja

20 orang atau lebih, termasuk perusahaan industri yang baru mulai

berproduksi secara komersial. Indeks Produksi Industri dihitung

berdasarkan tahun 2000 = 100.

Tabel 4.1. Indeks Produksi Bulanan Industri Besar dan Sedang 2006-2010 (2000=100)

2006 2007 2008 2009 2010

Page 75: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

61

Januari 109.89 119.31 126.28 124.17 130.69

Februari 108.75 112.63 123.3 124.38 129.38

Maret 110.19 120.44 123.41 125.13 129.52

April 110.37 120.57 124.83 126.36 131.16

Mei 114.73 122.29 127.22 127.41 132.6

Juni 119.12 125.15 128.1 128.82 135.27

Juli 122.03 127.81 131.36 131.05 138.25

Agustus 122.09 128.14 131.83 132.72 138.91

September 127.53 130.62 129.55 129.32 130.36

Oktober 113.41 119.77 127.05 133.03 139.51

November 121.2 126.73 127.54 132.39 138.59

Desember 123.69 127.77 125.34 131.44 140.46

Sumber: www.bps.go.id

Perkembangan Indek produksi di awal tahun 2006 sebesar 109.89,

angka ini terus meningkat hingga akhir triwulan ketiga tahun 2006 yang

mencapai angka 127,53. Di Indonesia, dalam triwulan III, secara umum

sektor industri menunjukkan indikasi awal adanya perbaikan. Kenaikan

produksi industri ini sebagian untuk memenuhi kebutuhan domestik dan

sebagian lagi ditujukan untuk memenuhi pasar ekspor yang penjualannya

menunjukkan tren peningkatan. Pada bulan oktober 2006 terjadi

penurunan yang tajam mencapai angka 14 point yaitu pada angka 113,41,

tetapi kemudian mengalami peningkatan lagi pada angka 123,69 di akhir

tahun 2006.

Pada awal triwulan pertama tahun 2007 angka IPI sebesar 119,31,

menurun dari bulan desember tahun lalu. Pada bulan kedua mencapai titik

terendah yaitu pada angka 112.63. hal ini menurut pranala pers RDG pada

bulan februari respon sisi penawaran tampak masih terkendala, baik untuk

peningkatan kapasitas (karena adanya masalah infrastruktur, energi dan

iklim investasi) maupun untuk peningkatan efisiensi dan produktifitas

Page 76: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

62

(karena biaya tinggi dalam perekonomian, rendahnya kualitas tenaga kerja

dan semakin menurunnya usia produktif kapital). Dari bulan Februari

angka ini terus meningkat hingga pada bulan September yang mencapai

130,62.

Pertumbuhan ekonomi 2008 diprakirakan sesuai dengan asumsi

APBN 2007, yaitu sekitar 6,3% Pada awal 2008 pertumbuhan tersebut

didorong oleh meningkatnya konsumsi rumah tangga serta ekspor. Di sisi

lain, respon yang memadai terhadap peningkatan permintaan masih terus

diperlihatkan oleh sisi penawaran. Angka IPI ditahun 2008 dari bulan

februari hingga awal triwulan ketiga yang terus meningkat pada angka

131,83.

Pada tahun 2009 angka IPI cenderung bergerak tidak stabil

disemester kedua, dalam pranala pers RDG pada bulan Februari 2009

menyebutkan bahwa berbagai indikator mutakhir menunjukkan

perkembangan ekonomi global ternyata lebih suram daripada yang

diperkirakan beberapa bulan yang lalu. Dampaknya makin terasa di dalam

negeri, terutama sektor-sektor yang terkait dengan perdagangan luar negeri

(sektor tradables). Sementara di sektor non-tradables perkembangannya

relatif stabil.

Pada tahun 2010 cenderung mengalami peningkatan pada januari

dengan angka 130,69 dan akhir tahun yang mencapai angka 140. Hal ini

dikarenakan terus membaiknya kondisi perekonomian di Indonesia .

Perbaikan ekonomi tersebut ditopang oleh masih kuatnya konsumsi rumah

tangga , tingginya permintaan ekspor, dan membaiknya investasi. Di sisi

Page 77: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

63

Neraca Pembayaran, pertumbuhan ekspor yang tetap kuat serta aliran

modal masuk, baik dalam bentuk PMA maupun investasi portfolio yang

masih kuat membawa dampak pada peningkatan surplus Neraca

Pembayaran Indonesia.

4. Perkembangan Uang beredar dan APMK

a. Perkembangan Pengedaran Uang

Selama tahun 2006, uang beredar mengalami peningkatan

yang cukup tinggi. Pada akhir desember 2006, M2 tercatat mencapai

1.382 triliun rupiah atau meningkat 178,9 triliun dari akhir tahun lalu.

Kenaikan tersebut berasal dari menigkatnya uang kuasi (tabungan dan

deposito). Dari faktor yang mempengaruhi peredaran uang, kenaikan

M2 disumbang oleh kenaikan kredit kepada dunia usah dan rumah

tangga.

Tahun 2007 juga mencatat fenomena pertumbuhan aktifitas

pembayaran dan pengedaran uang yang sangat signifikan

dibandingkan dengan pertumbuhan tahunan dalam beberapa tahun

terakhir. Maraknya aktifitas ekonomi masyarakat karena membaiknya

kondisi perekonomian merupakan salah satu faktor yang mendorong

peningkatan aktifitas tersebut.

Untuk mengurangi risiko apabila terjadi ketiadaan bahan

uang akibat kegagalan produksi oleh salah satu pemasok, maka pada

tahun 2008 pelaksanaan pengadaan setiap jenis bahan uang juga

dilakukan dengan menunjuk lebih dari satu pemasok dengan

komposisi tertentu. Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran

Page 78: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

64

Uang Bank Indonesia (2008) menyebutkan pada tahun 2008, BI

melaksanakan pengadaan UK sebanyak 5.277,6 miliar bilyet atau

turun 4,0% dari pengadaan tahun sebelumnya. Adapun pengadaan UL

naik sebesar 4,4% dari tahun sebelumnya yaitu sebesar 667 juta

keping. Secara nominal, nilai uang yang dicetak menurun sebesar

6,1%. Berdasarkan komposisinya, pengadaan uang kertas rupiah

selama 2008 didominasi pecahan Rp1.000, Rp50.000 dan Rp5.000

yang mencapai masing-masing sebesar 36,4%, 18,5% dan 16,1% dari

total bilyet pengadaan uang kertas rupiah. Sedangkan untuk uang

logam didominasi oleh pecahan Rp200 dan Rp500 yang masing-

masing mencapai sebesar 48,4% dan 28,5% dari total keping

pengadaan uang logam rupiah. Secara nominal, pangsa pecahan

terbesar untuk uang kertas adalah pecahan Rp100.000 dan Rp50.000

masing-masing sebesar 41,3% dan 40,4% dari total nominal

pengadaan uang kertas. Adapun pangsa pengadaan uang logam

terbesar adalah pecahan Rp500 dan Rp200 masing-masing sebesar

56,8% dan 38,6% dari total nominal pengadaan uang logam. kebijakan

BI dalam tahun 2009 mengacu pada 3 pilar manajemen pengedaran

uang yaitu ketersediaan uang Rupiah yang berkualitas, layanan kas

prima, dan pengedaran uang yang aman, handal, dan efisien.

Dalam Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang

(LSPPU) Bank Indonesia Pada tahun 2009, BI merencanakan untuk

melaksanaan pencetakan UK sebanyak 6,45 miliar lembar uang kertas

dan 1,55 miliar keping uang logam. Realisasi pengadaan uang kertas

Page 79: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

65

tahun 2009 sebesar 86,1% dan uang logam 108,6%. Realisasi

pengadaan uang logam yang melebihi rencana disebabkan adanya

carry over sebagian uang logam tahun sebelumnya yaitu 386,09 juta

keping. Selanjutnya pengadaan uang logam tahun 2009 pun masih ada

yang dilakukan carry over ke tahun 2010 sebanyak 252,66 juta keping.

Adapun realisasi pengadaan uang kertas tidak tercapai 100% sehingga

dilakukan carry over ke 2010 sebanyak 912,73 juta lembar uang

kertas. Realisasi pencetakan uang kertas (dalam lembar) terbesar

adalah pecahan Rp2.000 dan pecahan Rp50.000, masing-masing

30,3% dan 25,6% dari total pengadaan tahun 2009. Terdapat

penurunan pencetakan uang kertas pecahan Rp1.000 secara signifikan,

sehubungan dengan dikeluarkan dan diedarkannya pecahan Rp2.000

serta rencana untuk melakukan koinisasi pecahan Rp1.000 pada tahun

2010. Realisasi pencetakan uang logam (dalam keping) terbesar

adalah pecahan Rp500 dan Rp100 masing-masing sebesar 40,5% dan

38,6% dari total keping uang logam yang dicetak.

Strategi kebijakan pengedaran uang pada tahun 2010

diarahkan pada upaya untuk meningkatkan kehandalan pengedaran

uang dan penyempurnaan kualitas uang, yang meliputi pemenuhan

uang, optimalisasi layanan kas, pengelolaan uang dan

pendistribusiannya, serta peningkatan pengamanan elemen dan unsur

pengaman uang, serta kelayakan uang yang beredar di berbagai

wilayah termasuk di daerah terpencil dan terdepan Negara Kesatuan

Republik Indonesia (NKRI). Pertumbuhan uang kartal yang beredar

Page 80: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

66

(UYD) meningkat dengan laju pertumbuhan rata-rata dari 10,7% pada

tahun 2009 menjadi 12,1% pada tahun 2010 yaitu dari Rp244,4 triliun

menjadi Rp274,0 triliun. Meskipun meningkat dibanding tahun 2009,

laju pertumbuhan rata-rata UYD pada tahun 2010 tersebut masih

dibawah angka historis sebelum krisis (2005-2008) yang berkisar

antara 13,5% sampai 26,3%.

b. Perkembangan APMK

Kegiatan alat pembayaran dengan menggunakan kartu

(APMK) merupakan bagian dari perkembangan sistem pembayaran

non tunai dan inovasi dari produk perbankan. Yang termasuk dalam

APMK adalah aktivitas penggunaan instrumen pembayaran

menggunakan kartu seperti kartu ATM, kartu kredit, kartu debet.

Perkembangan jumlah pemegang APMK mengalami peningkatan dari

waktu ke waktu baik disisi volume dan nilai transaksi (Working paper

BI:2006). Perkembangan tersebut diprediksikan terus berlangsung

sejalan dengan semakin beragamnya fasilitas/fungsi APMK. Dengan

kemajuan teknologi dalam sistem pembayaran dan keinginan

perbankan untuk meningkatkan layanan kepada nasabah, penggunaan

fungsi APMK menjadi lebih beragam.

Pesatnya pertumbuhan kartu kredit tercermin pada trend

peningkatan jumlah kartu beredar tiap tahunnya. Laporan Sistem

Pembayaran dan Pengedaran Uang 2008, Bank Indonesia (LSPPU

Page 81: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

67

2008) menyebutkan bahwa pada tahun 2003 jumlah kartu baru sekitar

4,5 juta kartu, saat ini telah mencapai 11,5 juta kartu, atau rata-rata

pertumbuhan pertahun sebesar 20,8% .

Gambar 4.2. Perbandingan Nominal Transaksi Kartu Kredit dengan Account-Based Cards (Kartu ATM+Debet)

Sumber:www.bi.go.id ,diolah

Naiknya trend jumlah kartu tersebut selama kurun waktu 5

tahun tersebut turut pula mendorong peningkatan penggunaannya

rata-rata pertumbuhan jumlah kartu per tahun mencapai 16,1%,

sedangkan di sisi nilai tumbuh lebih tinggi lagi yaitu 60,3% dan di sisi

volume mencapai 22,9%. Jumlah tersebut masih dimungkinkan untuk

tumbuh lebih pesat lagi mengingat prosentase kartu per penduduk

produktif3 masih 31,5%.

Page 82: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

68

Aktivitas transaksi pembayaran non tunai baik dari sisi nilai

maupun volume selama tahun 2007 menunjukkan tren meningkat.

Perkembangan transaksi tersebut didorong oleh peningkatan kegiatan

ekonomi, semakin bervariasinya instrumen pembayaran dan semakin

luasnya jangkauan pelayanan sistem transfer dana. Selain itu,

pergeseran preferensi bertransaksi dari sistem cash and carry ke

metode pembayaran non tunai, terutama di kota-kota besar, yang

diikuti semakin beragamnya jenis kartu pembayaran ritel, membuat

aktivitas transaksi pembayaran non tunai semakin marak.

Sementara itu, dalam rangka meningkatkan pelayanan jasa

pembayaran kepada Pemerintah, pada tahun 2007 Bank Indonesia

telah mengembangkan sistem layanan Government Electronic

Banking (BIG-eB) sebagai bagian dari upaya efisiensi penatausahaan

keuangan Pemerintah.

Berbagai langkah kebijakan juga diambil oleh Bank

Indonesia selama tahun 2009 untuk menjaga koridor keamanan dan

efisiensi penyelenggaraan sistem pembayaran serta pemenuhan aspek

perlindungan konsumen. Produk kebijakan utamanya adalah

penerbitan ketentuan baru mengenai penyelenggaraan Alat

Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK) dan Uang

Elektronik atau Electronic Money, inisiasi pengembangan

infrastruktur sistem BI-RTGS dan BI-SSSS generasi II, pembentukan

Self Regulation Organization (SRO) dan peningkatan pelayanan jasa

perbankan kepada pemerintah. LSPPU (2009) menyebutkan bahwa

Page 83: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

69

total account based card yang beredar mencapai 44,5 juta kartu.

Jumlah tersebut apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya

meningkat 4% (dari 42,8 juta kartu). Dari jumlah tersebut 92,4%

merupakan kartu ATM yang sekaligus dapat digunakan sebagai kartu

debet (kartu ATM/debet) yang diterbitkan oleh 42 bank. Sisanya

5,8%, berupa kartu ATM murni atau hanya dapat digunakan untuk

tarik tunai dan transfer, yang diterbitkan oleh 47 bank dan 3 BPR.

Peningkatan jumlah kartu tersebut turut pula mendorong peningkatan

aktivitas transaksi. Pada periode laporan, nilai transaksi mencapai

Rp1.811,5 triliun, atau turun 11,9% dibanding tahun 2008 (Rp2.056,2

triliun).

Sementara itu, di sisi volume mencapai 1.561 ribu transaksi

atau meningkat 15,3% dibanding tahun sebelumnya (1.353 ribu

transaksi). Untuk kartu ATM/Debet, dengan semakin banyaknya

transaksi yang menggunakan kartu ATM/Debet yakni sebesar 1,8

milyar transaksi dengan nilai sebesar Rp 2 ribu trilyun selama tahun

2010, penggunaan teknologi chip untuk meningkatkan keamanan

semakin dibutuhkan dan perlu didukung oleh suatu standar bersama

yang dapat digunakan oleh industri, sehingga ke depan dapat lebih

memudahkan dalammewujudkan interoperability.

B. Analisis Hasil Penelitian

Pada sub bab ini dibahas hasil penelitian mengenai analisis transmisi

kebijakan moneter melalui jalur jumlah uang beredar dengan Alat

Pembayaran Menggunakan Kartu. Sistematika pengujian diawali dengan uji

Page 84: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

70

stasioneritas, uji kelambanan (lag) optimal, uji kausalitas granger, hasil

estimasi VAR, respons terhadap adanya inovasi (impulse response) dan

dekomposisi varian (variance decomposition).

1. Uji Stasioneritas (Akar Unit)

Uji akar unit ini digunakan untuk melihat apakah data yang

diamati stationer atau tidak. Test ini sebenarnya hanya merupakan

pelengkap dari analisis VAR, mengingat tujuan dari analisis VAR adalah

untuk menilai adanya hubungan timbal balik di antara variabel-variabel

yang diamati, dan bukan test untuk data. Akan tetapi, apabila data yang

diamati adalah stationer, hal ini akan meningkatkan akurasi dari analisis

VAR (Hadi:2003).

Uji stasioner variabel dilakukan dengan uji akar unit metode

Augmented Dickey Fuller Test(ADF) dengan membandingkan nilai

kritikal Mckinnon pada level 1%, 5% dan 10%. Dari uji stasioner pada

level disimpulkan tidak menolak Ho artinya keenam variabel

mengandung akar unit, kecuali variabel RATE, LIPI, LM2 dan LATM

yang sudah stasioner. Untuk alasan itu, maka dilakukan uji stasioner pada

first difference.

Dari hasil uji akar unit terhadap variabel yang diamati, ternyata

variabel BI-rate (RATE) sudah stationer pada data dasarnya (level), atau

stationer pada order 0, pada tingkat kepercayaan 90%. Pada variabel

LIPI, LATM dan LM2 sudah stasioner pada tingkat level 1%. Sedangkan

variabel lainnya yaitu INFL dan LKKRDT belum stasioner di tingkat

level dan baru stationer pada turunan pertamanya (first difference). Untuk

Page 85: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

71

jelasnya hasil pengujian akar unit variabel yang dianalisis berdasarkan

metode Augmented Dickey- Fuller Test (ADF-Test) dapat dilihat pada

tabel 4.2 dan 4.3.

Tabel 4.2. Hasil Uji Akar Unit Pada Level

Variabel T-Statistik Keterangan McKinnon RATE -3.175466 Stasioner 10% INFL -2.335159 Belum - LIPI -4.657149 Stasioner 1% LM2 -4.503092 Stasioner 1% LATM -6.371100 Stasioner 1% LKKRDT -1.810595 Belum -

Nilai kritis McKinnon 1% level -4.121303 -4.130526 5% level -3.487845 -3.492149 10% level -3.172314 -3.174802

Sumber: eviews diolah

Tabel 4.3. Hasil Uji Akar Unit 1st Difference

Variabel T-Statistik Keterangan McKinnon RATE -2.157096 Stasioner 5% INFL -5.999464 Stasioner 1% LIPI -10.68911 Stasioner 1% LM2 -6.726474 Stasioner 1% LATM -12.02655 Stasioner 1% LKKRDT -3.976977 Stasioner 1%

Nilai kritis McKinnon: 1% level -2.605442 5% level -1.946549 10% level -1.613181

Sumber: Eviews diolah

2. Uji Tingkat Kelambanan (Lag) Optimal

Page 86: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

72

Lag optimal merupakan jumlah lag yang memberikan pengaruh

atau respons yang signifikan (Natsir:2008).Penentuan jumlah lag dalam

model VAR ditentukan pada kriteria informasi yang direkomendasikan

oleh Final Prediction Error (FPE), Aike Information Criterion (AIC),

Schwarz Criterion (SC), dan Hannan-Quinn (HQ). Menentukan jumlah

lag yang palingsesuai dengan model, bisa juga dengan hanya melihat

kriteria yang digunakan pada nilai uji Akaike Information Criterion (AIC)

dan Schwarz Information Criterion (SIC) yang menghasilkan nilai

minimum.

Dapat dilihat dari tabel 4.4 tanda bintang menunjukkan lag

optimal yang direkomendasikan oleh kriteria diatas. Untuk LR seperti

terlihat pada tabel merekomendasikan lag ketiga begitu pula pada FPE,

HQ dan AIC. sedangkan SC merekomendasikan lag pertama. Dan

penulis mengambil lag 3 karena jumlah rekomendasi (tanda bintang)

yang terbanyak. Pemilihan lag ini berdasarkan pada hasil analisis dengan

eviews.

Tabel 4.4. Lag Optimal

Lag LogL LR FPE AIC SC HQ 0 126.5714 NA 5.43e-10 -4.306121 -4.089119 -4.221990 1 401.8712 481.7747 1.06e-13 -12.85254 -11.33353* -12.26362 2 446.6953 68.83696 8.11e-14 -13.16769 -10.34666 -12.07398 3 503.6882 75.31207* 4.30e-14* -13.91743* -9.794398 -12.31894* 4 532.1410 31.50128 7.15e-14 -13.64789 -8.222842 -11.54461

Sumber: Eviews diolah

*tingkat lag yang direkomendasikan

3. Uji Kausalitas Granger

Page 87: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

73

The Granger Causality Test menguji apakah suatu variabel bebas

(independent variable) meningkatkan kinerja fore-casting dari variabel

tidak bebas (dependent variable) (Hadi:2003). Uji kausalitas antar

variabel penelitian dimaksudkan untuk mengetahui dan membuktikan

arah hubungan jangka pendek antar variabel (Widarjono:2007). Uji ini

dilakukan untuk mengetahui jalur dari kebijakan moneter.

Dari hasil uji kausalitas granger dapat disimpulkan bahwa

RATE dengan INFL, LIPI dengan LATM, LATM dengan LM2, LATM

dengan RATE, LIPI dengan LKKRDT, LM2 dengan LKKRDT dan

LKKRDT dengan RATE memiliki hubungan satu arah yaitu signifikan

pada tingkat α 5%.

Untuk LATM dengan INFL, LKKRDT dengan INFL, LIPI

dengan INFL, LKKRDT dengan LATM, LM2 dengan LIPI, RATE

dengan LIPI, dan RATE dengan LM2 tidak memiliki hubungan yang

signifikan. Dari gambar peta hasil uji granger dapat disimpulkan bahwa

tidak terdapat jalur langsung dari jumlah uang beredar baik M2 atau

dengan kartu kredit dan ATM mempengaruhi sasaran akhir dari

kebijakan. Gambaran hubungan kausalitas dapat dilihat pada gambar 4.3.

Gambar 4.3. Peta Hasil Uji Granger

INFLASI

BI RATE

LM2

LIPI

LATM LKKRDT

Page 88: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

74

4. Hasil Estimasi VAR

Berdasarkan hasil pengujian untuk menentukan model VAR

dimana keputusan yang diambil didasarkan pada tingkat signifikansi

pada kesalahan yang dapat ditolerir α = 0,05 yaitu dengan

membandingkan nilai t-hitung (nilai pada baris ke tiga) dibandingkan

dengan t-tabel di mana pada α =0,05. Jika t-hitung lebih besar pada t-

tabel maka dinyatakan berpengaruh secara signifikan.

Secara individu parameter hasil estimasi pada sistem persamaan

model VAR sulit untuk diinterpretasikan dan tidak memiliki makna

khususnya untuk tujuan analisis efektivitas kebijakan moneter. Untuk

alasan itu, para ahli moneter dan praktisi di bank sentral fokus pada

impulse response function (IRF) dan variance decomposition (VD)

(Solikin dan Widarjono dalam Natsir:2008). Dalam model VAR terdapat

dua bentuk estimasi, yaitu impulse response function (IRF) dan variance

decomposition (VD). Impulse response function berfungsi untuk melihat

efek gejolak (shock) suatu standar deviasi dari variabel invovasi terhadap

nilai sekarang (current time values) dan nilai yang akan datang (future

values) dari variabel-variabel endogen yang ter-dapat dalam model yang

diamati (Yonathan Hadi:203). Variance Decomposition memberikan

informasi mengenai variabel inovasi yang relatif lebih penting dalam

VAR. Pada dasarnya test ini merupakan metode lain untuk

Page 89: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

75

menggambarkan sistem dinamis yang terdapat dalam VAR. Test ini

digunakan untuk menyusun perkiraan error variance suatu variabel, yaitu

seberapa besar perbedaan antara variance sebelum dan sesudah shock,

baik shock yang berasal dari diri sendiri maupun shock dari variabel lain

(Yonathan Hadi:2003).

Analisa Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Jalur Uang

Beredar dengan APMK di Indonesia didasarkan pada hasil Uji IRF yang

terangkum pada Gambar 4.4 dibawah ini .

Gambar 4.4. Hasil Uji Fungsi Respon Antar Variabel

Page 90: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

76

-.04

.00

.04

.08

.12

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

D(RAT E) D(INFL) D(LIPI)D(LM2) D(LATM) D(LKKRDT)

Response of D(RATE) to CholeskyOne S.D. Innovations

-0.4

0.0

0.4

0.8

1.2

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

D(RATE) D(INFL) D(LIPI)D(LM2) D(LATM) D(LKKRDT)

Respons e of D(INFL) to CholeskyOne S.D. Innovations

-.02

-.01

.00

.01

.02

.03

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

D(RAT E) D(INFL) D(LIPI)D(LM2) D(LATM) D(LKKRDT)

Response of D(LIPI) to CholeskyOne S.D. Innovations

-.008

-.004

.000

.004

.008

.012

.016

.020

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

D(RATE) D(INFL) D(LIPI)D(LM2) D(LATM) D(LKKRDT)

Response of D(LM2) to CholeskyOne S.D. Innovations

-.06

-.04

-.02

.00

.02

.04

.06

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

D(RAT E) D(INFL) D(LIPI)D(LM2) D(LATM) D(LKKRDT)

Response of D(LATM) to CholeskyOne S.D. Innovations

-.04

-.02

.00

.02

.04

.06

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

D(RATE) D(INFL) D(LIPI)D(LM2) D(LATM) D(LKKRDT)

Respons e of D(LKKRDT) to CholeskyOne S.D. Innovations

a. Impulse Response Function

Page 91: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

77

Dalam membaca tabel impulse response (IR) perlu diketahui

terlebih dahulu bahwa garis vertikal adalah besarnya respons dalam

persentase, sedangkan garis horisontal menunjukkan waktu dalam

studi ini adalah bulanan. Jika grafik impulse response berada diatas

garis dasar (base line), maka respon variabel yang dianalisi adalah

positif. Sedangkan jika grafik impulse response berada dibawah garis

dasar (base line), maka respon variabel yang dianalisis cenderung

memberikan respon negative.

Selain itu, jika grafik impulse respons menunjukan

pergerakan mendekati garis dasar (base line) atau kembali ke titik

keseimbangan berarti bahwa respon suatu variabel akibat suatu

goncangan (shock) makin lama cenderung menghilang sehingga shock

tersebut tidak meninggalkan pengaruh permanen terhadap variabel

tersebut.

Gambar 4.5. Response of INFL to RATE

Page 92: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

78

-.2

.0

.2

.4

.6

.8

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

Sumber:Eviews, diolah

Pada gambar 4.5 diatas diuraikan mengenai hubungan antara

INFL dengan RATE bahwa respon INFL terhadap perubahan (shock)

mengalami penurunan satu standar deviasi RATE. Pada awal periode,

adanya shock pada RATE cenderung direspon negatif oleh INFL.

Setelah periode itu sedikit mengalami kenaikan hingga periode ketiga.

Dari periode ketiga respon INFL terus bergerak menurun menuju titik

keseimbangan (konvergen) hingga pada periode keduapuluh.

Hasil estimasi Granger Causality juga menunjukkan hasil

yang sama. Perubahan BI rate secara signifikan mempengaruhi

perubahan inflasi. Namun tidak terdapat hubungan timbale balik antar

keduanya. Secara empiris dapat dijelaskan bahwa perubahan inflasi

secara signifikan mengikuti perubahan BI rate, khususnya pada saat

terjadi penurunan BI Rate.

Page 93: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

79

Gambar 4.6. Response of RATE to LKKRDT

-.05

-.04

-.03

-.02

-.01

.00

.01

.02

.03

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

Sumber:Eviews, diolah

Gambar 4.6 menunjukkan hubungan antara LKKRDT dengan

RATE, bahwa respon RATE terhadap perubahan (shock) mengalami

penurunan terendah pada periode ketiga dan pada periode keempat

setelah terjadinya shock pada posisi titik tertinggi. Setelah periode ke

empat, RATE berangsur-angsur menunju ke posisi keseimbangan dan

selanjutnya mengalami penurunan yang mencapai titik dibawah

keseimbangan setelah itu pada periode keenam, kemudian naik

kembali menuju posisi keseimbangan (konvergen). Pergerakan kurva

terus mengalami naik turun dan semakin mendekati titik

keseimbangan hingga periode keduapuluh. Gambar 4.6 juga

menunjukkan bahwa diperlukan time lag satu periode bagi RATE

untuk dapat merespon shock nilai LKKRDT.

Page 94: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

80

Gambar 4.7. Response of RATE to LATM

-.04

-.02

.00

.02

.04

.06

.08

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

Sumber:Eviews, diolah

Pada gambar 4.7 diuraikan mengenai analisis hubungan

antara RATE dengan LATM. Pada gambar di atas menunjukan

terdapat kenaikan satu standar deviasi. Gambar 4.7 tersebut juga

melihatkan bahwa respon RATE dari periode ke dua yaitu titik yang

tertinggi turun menuju ke titik keseimbangan dan terus menurun pada

titik terendah yaitu di periode ke tiga. Dari periode ke tiga terus

meningkat dan mencapai titik puncak di periode ke empat dan

kemudian turun dam berhenti di period e ke enam. Hal ini terus

berfluktuasi diatas garis keseimbangan dan menurun berhimpit

mendekati garis keseimbangan sampai pada periode keduapuluh. Dari

gambar 4.7 tampak bahwa diperlukan time lag satu periode untuk

merespon RATE terhadap LATM.

Page 95: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

81

Gambar 4.8. Response of LKKRDT to LM2

-.04

-.03

-.02

-.01

.00

.01

.02

.03

.04

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

Sumber:Eviews, diolah

Gambar 4.8 menunjukkan hubungan antara LKKRDT dengan

LM2, bahwa respon LKKRDT terhadap perubahan (shock) mengalami

penurunan tertinggi pada periode kedua. Setelah periode kedua

pergerakan kurva LKKRDT merespon positif dan mencapai puncak

balik diatas garis keseimbangan diperiode keempat. Hal tersebut

berulang dan semakin mengecil tingkat fluktuasinya hingga periode

keduapuluh yang berimpit mendekati titik keseimbangan. Gambar 4.8

juga menunjukkan bahwa diperlukan time lag satu periode bagi

LKKRDT untuk dapat merespon shock nilai LM2.

Page 96: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

82

Gambar 4.9. Response of LM2 to LATM

-.008

-.004

.000

.004

.008

.012

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

Sumber:Eviews, diolah

Gambar 4.9 diatas menunjukkan hubungan antara LM2 dan

LATM, bahwa respon LM2 terhadap shock perubahan mengalami

penurunan hingga periode kedua. Kemudian berangsur menuju titik

keseimbangan setelah itu dan terus meningkat diatas titik

keseimbangan hingga periode ketiga yang mencapai puncak tertinggi.

Hal ini berulang diperiode berikutnya dengan rentang yang lebih lebar

dan mengerucut hingga periode keduapuluh berimpit di titik

keseimbangan. Gambar 4.9 di atas menunjukan bahwa diperlukan time

lag waktu satu periode untuk LM2 untuk merespon shock nilai

LATM.

Page 97: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

83

Gambar 4.10. Response of LKKRDT to LIPI

-.05

-.04

-.03

-.02

-.01

.00

.01

.02

.03

.04

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

Sumber:Eviews, diolah

Gambar 4.10 diatas menunjukkan perubahan variabel

LKKRDT dalam merespon adanya shock/perubahan variabel LIPI.

Pada awal periode, adanya shock pada LKKRDT direspon negative

oleh LIPI hingga dibawah garis keseimbangan. Setelah periode itu

kemudian mengalami kenaikan hingga periode kelima hingga diatas

garis keseimbangan. Dari periode kelima terus bergerak dan

berfluktuasi dengan pola yang sama berimpit menuju titik

keseimbangan sampai pada periode keduapuluh.

Page 98: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

84

Gambar 4.11. Response of LATM to LIPI

-.03

-.02

-.01

.00

.01

.02

.03

.04

.05

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

Sumber:Eviews, diolah

Gambar 4.11 menunjukan hubungan antara perubahan

variael LATM dalam merespon adanya shock/perubahan LIPI yang

mengalami penurunan satu standar deviasi LIPI. Pada awal di LATM

direspon negative bergerak menurun sampai dibawah garis

keseimbangan hingga periode keempat. Setelah periode keempat

LATM bergerak naik dan terus hingga diatas garis keseimbangan

yang mencapai titik puncak diperiode kelima. Peregerakan seperti ini

terus berlanjut dan semakin mengerucut hingga berimpit sampai pada

periode keduapuluh.

Page 99: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

85

b. Variance Decomposition

Dekomposisi varian (variance decomposition) dalam model

VAR bertujuan untuk memisahkan pengaruh masing-masing variabel

inovasi secara individual terhadap respon yang diterima suatu variabel

termasuk inovasi dari variabel itu sendiri (Sutikno:2005).

Tabel 4.5. Hasil Uji Dekomposisi Fungsi BI Rate

Period S.E. D(RATE) D(INFL) D(LIPI) D(LM2) D(LATM) D(LKKRDT) 1 0.118626 100.0000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 2 0.173186 89.77359 4.736710 0.054523 0.859933 4.491003 0.084240 3 0.209365 86.71007 9.006210 0.273274 0.666844 3.147695 0.195905 4 0.224773 86.96221 8.545313 0.503225 0.591388 3.226461 0.171401 5 0.233582 87.31436 8.171721 0.594310 0.596949 3.157601 0.165062 6 0.238868 87.24482 8.376146 0.571162 0.575335 3.025213 0.207326 7 0.241559 87.12860 8.348183 0.654210 0.562945 3.103015 0.203046 8 0.243219 87.16514 8.334291 0.664864 0.557529 3.076035 0.202146 9 0.244138 87.16771 8.352119 0.660195 0.554272 3.054716 0.210991

10 0.244623 87.14817 8.336131 0.678376 0.552771 3.073657 0.210899 11 0.244937 87.15337 8.338670 0.678293 0.551522 3.066594 0.211556 12 0.245102 87.15181 8.343175 0.677583 0.551092 3.063368 0.212969 13 0.245195 87.14659 8.339366 0.682112 0.551008 3.067728 0.213202 14 0.245255 87.14717 8.340400 0.681809 0.550739 3.066211 0.213674 15 0.245284 87.14688 8.340930 0.681761 0.550675 3.065932 0.213820 16 0.245302 87.14571 8.340138 0.682769 0.550709 3.066771 0.213907 17 0.245314 87.14546 8.340554 0.682710 0.550658 3.066508 0.214112 18 0.245319 87.14535 8.340555 0.682750 0.550643 3.066585 0.214112 19 0.245322 87.14517 8.340399 0.682938 0.550660 3.066702 0.214130 20 0.245325 87.14502 8.340522 0.682939 0.550654 3.066667 0.214200

Sumber: Eviews, diolah

Tabel 4.5 diatas menunjukkan urutan sumber penting variasi

BI Rate adalah kejutan terhadap perubahan BI Rate itu sendiri dengan

proporsi paling besar diantara variabel lainnya yaitu 87.14 – 100

persen. Kondisi ini menunjukkan bahwa sampai pada periode ke-20

peran variabel itu sendiri masih sebesar 87,14% terhadap terjadinya

penetapan BI rate. Hal ini berarti besaran BI Rate yang terjadi

dipengaruhi oleh tingkat BI Rate sebelumnya. Selanjutnya, pada

Page 100: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

86

periode kedua BI rate dapat dijelaskan oleh BI Rate itu sendiri sebesar

89,77% berarti dalam jangka pendek maupun jangka panjang faktor

yang mempunyai kontribusi besar tehadap BI Rate adalah kenaikan BI

Rate itu sendiri. Sementara porsi yang dapat dijelaskan oleh inflasi

pada periode ke dua sebesar 4,73 %, penggunaan kartu ATM sebesar

4,49%. Sampai duapuluh periode mendatang variasi BI Rate yang

dapat dijelaskan oleh BI Rate itu sendiri semakin menurun sebesar

87,14% sementara porsi yang dijelaskan oleh inflasi semakin

meningkat pada angkat 8,34% di periode keduapuluh. Demikian pula

yang terjadi pada porsi yang bisa dijelaskan oleh LKKRDT dan indeks

produksi industri (LIPI) yang menunjukan angka yang semakin

meningkat untuk sepuluh periode kedepan. Dengan demikian variabel

lain relatif tidak memberikan kontribusi berarti bagi

peningkatan/penurunan BI Rate. Variabel yang relatif dominan dalam

memberikan variasi pada perubahan BI Rate adalah perubahan

variabel inflasi dengan kisaran angka 8,3% dan variasi LATM diposisi

kedua dengan kisaran angka 3%.

Page 101: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

87

Tabel 4.6. Hasil Uji Dekomposisi Fungsi INFL

Period S.E. D(RATE) D(INFL) D(LIPI) D(LM2) D(LATM) D(LKKRDT) 1 1.247221 9.502712 90.49729 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 2 1.332197 14.28949 80.26680 3.300615 0.143365 1.999733 5.91E-07 3 1.396883 18.78989 75.99863 3.155863 0.170245 1.842730 0.042636 4 1.422855 21.23988 73.30628 3.241207 0.175931 1.831589 0.205119 5 1.441899 21.87153 72.45925 3.348658 0.173334 1.947277 0.199955 6 1.451639 22.49896 71.67268 3.440133 0.172646 2.012173 0.203407 7 1.456761 22.97902 71.18750 3.427937 0.171819 2.007866 0.225851 8 1.458682 23.14831 71.00060 3.425932 0.171632 2.027826 0.225699 9 1.460175 23.26896 70.87472 3.428289 0.172475 2.030220 0.225334

10 1.461270 23.34082 70.80278 3.423770 0.173561 2.028022 0.231043 11 1.461710 23.36874 70.76095 3.427844 0.173650 2.036994 0.231821 12 1.461987 23.39544 70.73557 3.426979 0.173937 2.036312 0.231757 13 1.462165 23.40785 70.72238 3.426533 0.174272 2.035965 0.233009 14 1.462259 23.41209 70.71339 3.428097 0.174345 2.038654 0.233421 15 1.462320 23.41745 70.70836 3.427818 0.174359 2.038525 0.233484 16 1.462350 23.41957 70.70615 3.427724 0.174438 2.038444 0.233672 17 1.462370 23.42028 70.70421 3.428137 0.174486 2.039067 0.233822 18 1.462383 23.42131 70.70313 3.428089 0.174483 2.039103 0.233884 19 1.462388 23.42165 70.70278 3.428068 0.174499 2.039101 0.233901 20 1.462392 23.42178 70.70237 3.428169 0.174518 2.039223 0.233942

Sumber: Eviews, diolah

Pada periode pertama, BI Rate hanya menyumbang varian

kepada inflasi sebesar 9,5%. Untuk inflasi dapat dijelaskan oleh inflasi

itu sendiri pada periode pertama sebesar 90,49% dan mengalami

goncangan/penurunan pada periode kedua di angka 80,26%, hingga

periode keduapuluh dengan angka 70,70%. Dalam jangka pendek

maupun jangka panjang faktor yang mempunyai kontribusi besar

tehadap Inflasi adalah kenaikan Infasi itu sendiri. Porsi yang

mempunyai pengaruh signifikan kedua adalah BI Rate, yang

memberikan porsi diperiode pertama sebesar 9,5 %. Angka ini

meningkat cukup tinggi diperiode kedua dengan angka 14,28% dan

cukup signifikan diperiode ketiga sebesar 18,78%. Variasi inflasi yang

dapat dijleaskan BI Rate terus meningkat hingga periode keduapuluh

Page 102: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

88

dengan porsi yang diberikan sebesar 23,42%. Porsi yang lain seperti

LIPI diperode kedua memberi kontribusi sebesar 3,3%, hingga periode

keduapuluh mencapai angka 3,42%. Untuk variasi yang dapat

dijelaskan oleh LATM pada periode kedua sebesar 1,99%, dan pada

periode ketiga mengalami penurunan di angka 1,84%. Pada porsi LM2

yang dapat dijelaskan sebesar 0,14% pada periode kedua dan

meningkat hingga periode duapuluh dengan angka 0,17 %.

Tabel 4.7. Hasil Uji Dekomposisi Fungsi LIPI

Period S.E. D(RATE) D(INFL) D(LIPI) D(LM2) D(LATM) D(LKKRDT) 1 0.031886 0.547510 24.30770 75.14479 0.000000 0.000000 0.000000 2 0.035337 0.455118 27.58254 70.89287 0.060137 0.004230 1.005100 3 0.036191 0.444754 28.50474 68.97668 1.001980 0.058263 1.013584 4 0.036451 0.466882 28.99320 68.06648 1.174698 0.069528 1.229212 5 0.036645 0.468483 29.16110 67.70428 1.162296 0.137047 1.366794 6 0.036665 0.473748 29.23008 67.63144 1.161033 0.137415 1.366286 7 0.036700 0.480697 29.19677 67.59671 1.164178 0.175246 1.386397 8 0.036713 0.483194 29.17559 67.56997 1.167374 0.202069 1.401806 9 0.036717 0.485596 29.18316 67.55656 1.167162 0.204799 1.402722

10 0.036719 0.485735 29.18098 67.55279 1.169690 0.205925 1.404878 11 0.036723 0.485786 29.18019 67.54095 1.171066 0.212841 1.409167 12 0.036725 0.486816 29.17858 67.53666 1.170967 0.216751 1.410231 13 0.036725 0.486862 29.17855 67.53598 1.171443 0.216779 1.410377 14 0.036726 0.486844 29.17758 67.53401 1.171803 0.218343 1.411423 15 0.036727 0.487156 29.17688 67.53232 1.171793 0.219897 1.411953 16 0.036727 0.487212 29.17681 67.53213 1.171838 0.220059 1.411951 17 0.036727 0.487209 29.17665 67.53180 1.171941 0.220257 1.412140 18 0.036727 0.487270 29.17647 67.53126 1.171961 0.220704 1.412340 19 0.036727 0.487297 29.17642 67.53113 1.171959 0.220841 1.412359 20 0.036727 0.487301 29.17640 67.53108 1.171985 0.220849 1.412382

Sumber: Eviews, diolah

Hasil uji VD diatas menunjukan bahwa pada periode

pertama variasi Indeks produksi industri (LIPI) yang dapat dijelaskan

oleh variasi LIPI sendiri sebesar 75,14%. Sementara porsi yang dapat

dijelaskan oleh inflasi (INFL) sebesar 24,3% diperiode yang sama.

Page 103: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

89

Sampai pada duapuluh periode mendatang porsi LIPI yang dapat

dijelaskan oleh LIPI sendiri cenderung mengalami penurunan

dikisaran angka 67,5% dari periode ke-7 sampai ke-20. Hal ini

berbanding terbalik dengan porsi yang dapat dijelaskan oleh INFL

yaitu menunjukan trend yang sedikit meningkat pada angka 29,17%

diperiode ke-20. Dengan melihat tabel 4.7 dapat disimpulkan bahwa

fungsi inflasi memberi kontribusi yang cukup besar pada perubahan

LIPI setelah kontribusi dari perubahan LIPI itu sendiri. Sementara

variabel lain BI Rate, M2, kartu kredit dan ATM relatif tidak

memberikan kontribusi berarti bagi perubahan LIPI.

Tabel 4.8. Hasil Uji Dekomposisi Fungsi LM2

Period S.E. D(RATE) D(INFL) D(LIPI) D(LM2) D(LATM) D(LKKRDT) 1 0.020034 0.004211 5.368842 0.569809 94.05714 0.000000 0.000000 2 0.021289 0.093357 4.775545 1.651647 91.91281 1.532373 0.034263 3 0.022254 0.140271 7.503823 1.749753 84.90224 5.397631 0.306277 4 0.022905 1.815637 9.042338 1.818378 80.67749 6.200146 0.446016 5 0.023021 1.814205 9.823519 1.804657 79.92109 6.143867 0.492661 6 0.023279 1.778575 10.22231 2.247811 78.17774 6.824183 0.749375 7 0.023416 2.059361 10.13803 2.514088 77.26604 7.161177 0.861300 8 0.023424 2.058895 10.17043 2.512551 77.22762 7.165785 0.864716 9 0.023470 2.054507 10.14751 2.649423 76.95237 7.265081 0.931105

10 0.023509 2.102284 10.15255 2.711981 76.70281 7.352542 0.977833 11 0.023511 2.101974 10.15140 2.713406 76.68590 7.368772 0.978554 12 0.023518 2.103623 10.15029 2.730955 76.64976 7.375949 0.989423 13 0.023530 2.110768 10.15703 2.749833 76.57893 7.398122 1.005323 14 0.023532 2.110812 10.15624 2.753771 76.56234 7.409281 1.007560 15 0.023533 2.112270 10.15597 2.755329 76.55883 7.408997 1.008606 16 0.023536 2.113141 10.15728 2.760613 76.54242 7.413673 1.012870 17 0.023537 2.113169 10.15718 2.763003 76.53400 7.418257 1.014387 18 0.023537 2.113814 10.15707 2.762992 76.53339 7.418351 1.014386 19 0.023538 2.113859 10.15736 2.764081 76.53042 7.419000 1.015279 20 0.023538 2.113844 10.15741 2.765052 76.52734 7.420424 1.015934

Sumber: Eviews, diolah

Page 104: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

90

Dari Tabel 4.8 terlihat bahwa pada periode pertama, variasi M2 yang dapat

dijelaskan oleh M2 sendiri adalah sebesar 94,05 % dan INFL sebesar 5,36% serta

LIPI sebesar 0,56%. Selanjutnya pada periode ketiga variasi M2 yang dapat

dijelaskan oleh M2 sendiri menurun menjadi sebesar 84,09 % dan INFL

meningkat menjadi 7,5 % serta RATE meningkat menjadi sebesar 0,14%. Sampai

sepuluh periode mendatang variasi M2 yang dapat dijelaskan oleh M2 sendiri

semakin menurun menjadi sebesar 76,52 %, dan masih mendominasi dari pada

yang dapat dijelaskan oleh variabel lain. Sementara variasi M2 yang dapat

dijelaskan oleh RATE meningkat menjadi sebesar 2,11 % dan INFL meningkat

menjadi 10,15 % serta ATM sebesar 7,42%.

Tabel 4.9. Hasil Uji Dekomposisi Fungsi LATM

Period S.E. D(RATE) D(INFL) D(LIPI) D(LM2) D(LATM) D(LKKRDT) 1 0.062331 1.074966 0.604450 15.31445 3.119428 79.88671 0.000000 2 0.079122 6.863224 2.590736 9.832036 6.242629 74.46097 0.010404 3 0.081943 7.849350 6.282687 9.211548 5.831356 70.76869 0.056367 4 0.082754 7.728855 6.289708 9.431693 6.684496 69.76412 0.101124 5 0.084834 7.386016 7.776511 9.802780 6.806915 67.78741 0.440371 6 0.085706 7.480811 7.995238 10.02517 6.684575 67.19113 0.623072 7 0.085771 7.480680 8.037155 10.01224 6.714115 67.13138 0.624437 8 0.086040 7.434503 8.075792 10.14597 6.727914 66.87709 0.738729 9 0.086291 7.442226 8.081445 10.23857 6.698682 66.71302 0.826050

10 0.086320 7.445241 8.079206 10.23914 6.696617 66.71078 0.829011 11 0.086356 7.440736 8.079623 10.25906 6.704244 66.66985 0.846491 12 0.086427 7.437173 8.091241 10.28306 6.699462 66.61422 0.874847 13 0.086447 7.436871 8.092240 10.28736 6.696285 66.60711 0.880125 14 0.086451 7.437748 8.092264 10.28847 6.698496 66.60151 0.881511 15 0.086468 7.435951 8.095102 10.29498 6.698416 66.58672 0.888837 16 0.086477 7.435333 8.095676 10.29793 6.697126 66.58195 0.891984 17 0.086478 7.435999 8.095541 10.29774 6.697391 66.58136 0.891969 18 0.086481 7.435543 8.096047 10.29907 6.697679 66.57824 0.893423 19 0.086484 7.435203 8.096372 10.30027 6.697349 66.57613 0.894683 20 0.086485 7.435411 8.096373 10.30028 6.697279 66.57589 0.894771

Sumber: Eviews, diolah

Page 105: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

91

Dari tabel 4.9 diatas menunjukan bahwa variasi LATM yang dapat

dijelaskan oleh LATM itu sendiri diperiode pertama yaitu sebesar 79,88 %.

Sedangkan LATM yang dapat dijelaskan oleh LIPI sebesar 15,31% , INFL

sebesar 0,6 % , serta RATE sebesar 1,07 %. Porsi LATM yang dapat dijelaskan

oleh LATM itu sendiri semakin menurun hingga pada periode keduapuluh

mencapai angka 66,57%. Hal ini berbanding terbalik pada porsi yang dapat

dijelaskan oleh LIPI yang sedikit mengalami peningkatan dari periode dua sebesar

9,08 % dan 10,3 % pada periode keduapuluh. Begitu pula yang terjadi pada porsi

yang dijelaskan oleh LKKRDT dan INFL yang meningkat masing-masing di

angka 0,89% dan 8,09 % di periode keduapuluh.

Tabel 4.10. Hasil Uji Dekomposisi Fungsi LKKRDT

Period S.E. D(RATE) D(INFL) D(LIPI) D(LM2) D(LATM) D(LKKRDT) 1 0.057917 0.292075 1.410019 4.625330 2.627067 22.72258 68.32293 2 0.077989 2.625642 0.920792 4.847749 1.579006 35.58404 54.44278 3 0.081945 3.386464 2.175393 4.884874 5.181002 34.73974 49.63253 4 0.088201 2.937120 2.173677 8.882370 8.354029 32.49607 45.15674 5 0.096958 2.999850 5.638573 10.71342 7.638192 32.83648 40.17348 6 0.099469 3.334226 6.233426 10.87543 7.271920 33.61935 38.66565 7 0.099962 3.394025 6.376468 10.93232 7.543737 33.29339 38.46007 8 0.101965 3.324934 6.795933 11.53668 7.481729 33.15016 37.71056 9 0.103057 3.397224 6.851939 11.79294 7.335344 33.40314 37.21941 10 0.103133 3.447917 6.841941 11.77579 7.364567 33.40417 37.16562 11 0.103494 3.427038 6.888281 11.90642 7.382594 33.33913 37.05654 12 0.103874 3.433695 6.929886 12.00186 7.344659 33.38103 36.90887 13 0.103933 3.452754 6.930809 12.00033 7.338832 33.40303 36.87425 14 0.103982 3.449795 6.938238 12.01756 7.349502 33.38373 36.86118 15 0.104090 3.447806 6.952281 12.04827 7.343111 33.38520 36.82333 16 0.104127 3.453062 6.954731 12.05315 7.337911 33.39518 36.80597 17 0.104131 3.453765 6.954936 12.05391 7.340642 33.39240 36.80436 18 0.104156 3.452639 6.958250 12.06178 7.340520 33.39027 36.79654 19 0.104172 3.453644 6.959844 12.06508 7.338567 33.39294 36.78992 20 0.104173 3.454266 6.959708 12.06483 7.338820 33.39331 36.78907

Sumber: Eviews, diolah

Page 106: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

92

Tabel 4.10 di atas menunjukan hasil uji VD pada LKKRDT yang

dapat dijelaskan oleh LKKRDT sendiri diawal periode sebesar

68,32%, sedangkan porsi kedua yang berpengaruh yaitu LATM

menjelaskan sebesar 22,72% diawal periode. Untuk variasi INFL yang

dapat dijelaskan yaitu sebesar 1,4 % di awal periode dan menurun

cukup signifikan pada periode kedua sebesar 0,92%. Untuk variasi

RATE yang dapat menjelaskan LKKRDT yaitu pada awal periode

sebesar 0,29% dan perubahan yang cukup tajam pada LKKDT

diperiode kedua denagn angka 54,44% yang sebelumnya 68,32%

direspon juga dengan meningkat cukup signifikan LATM diperiode

kedua yaitu pada angka 35,58%. RATE bergerak cenderung naik

hingga periode keduapuluh dengan angka 3,45%. Pada variasi yang

dapat dijelaskan oleh LIPI direspon positif yaitu terus meningkat dari

awal periode sebesar 4,62% hingga pada periode keduapuluh sebesar

12,06 %. Dapat dilihat pada tabel 4.10 peran LATM dan indeks

produksi industri (LIPI) memberikan kontribusi berarti pada

perubahan LKKRDT selain dari LKKRDT itu sendiri.

C. Pembahasan Analisis Data

Pada bagian ini dilakukan pembahasan mengenai bagaimana

transmisi kebijakan moneter jalur uang beredar dengan APMK serta

dampak kebijakan pada jalur tersebut terhadap inflasi dan indeks produksi

industri (output) di Indonesia. Hasil dari uji analisis data menyimpulkan

bahwa terdapat peran jalur uang beredar dalam kebijakan moneter, namun

Page 107: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

93

peran atau pengaruh tersebut sangat kecil pengaruhnya terhadap sasaran

akhir dari kebijakan yaitu tingkat inflasi dan indeks produksi industri.

Dari hasil penelitian diatas ditemukan hal yang menarik, dimana

dugaan awal jalur uang beredar dengan APMK berpengaruh terhadap

indeks produksi industri (IPI) yang terjadi adalah sebaliknya, indeks

produksi industri (IPI) mempengaruhi penggunaan kartu ATM dan kartu

Kredit.

Dalam pendekatan monetary targeting, bank sentral akan

menggunakan uang beredar sebagai sasaran operasional. Untuk mencapai

sasaran akhir dari kebijakan moneter yaitu tingkat inflasi. Apabila bank

sentral menjalankan kebijakan moneter yang ekspansif, misalnya

menurunkan suku bunga acuan yang tujuannya mendorong pertumbuhan

ekonomi serta dapat berdampak pada kestabilan harga dan akan

menimbulkan inflasi.

Perubahan pada shock LATM direspon cepat oleh INFL. Dari hasil

uji variance decomposition yang terdapat pada tabel 4.6 menunjukan

bahwa BI Rate sebagai sasaran operasional mampu menjelaskan variasi

inflasi sebagai sasaran akhir kebijakan sebesar 23,42%. Sementara,

variabel LIPI sebesar 3,42%, LM2 sebesar 0,17%, LKKRDT sebesar

0,23% dan LATM sebesar 2,03%.

Hasil penelitian ini juga merupakan konfirmasi yang baik dan

sejalan yang terdapat dalam hubungan pada uji kausalitas yang

menunjukan hubungan yang kuat antara BI Rate sebagai sasaran

operasional dengan inflasi sebagai sasaran akhir dari kebijakan. Namun

Page 108: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

94

pada jalur uang beredar menunjukan pengaruh yang tidak kuat yaitu 0,17%

pada variabel LM2, 0,23 % pada variabel LKKRDT dan 2,03% pada

variabel LATM.

Hasil uji VD fungsi LM2 pada tabel 4.8 mengindikasi bahwa

kenaikan penggunaan kartu kredit dan kartu atm akan menurunkan

permintaan uang. Hasil ini memperkuat studi yang ditemukan oleh Sahabat

(2009) yang menyatakan bahwa kenaikan pada kartu kredit sebesar 1

persen akan menyebabkan penurunan permintaan uang (M1) sebesar 0,180

persen.

Pada tabel 4.9 variasi kedua terbesar yang dapat menjelaskan

LATM yaitu LIPI hal ini mengindikasi bahwa kemudahan dalam sistem

pembayaran akan mendorong tingkat konsumsi yang pada gilirannya akan

meningkatkan sector riil. Hal ini juga sejalan seperti apa yang ditemukan

dalam working paper bank Indonesia (2006) yang menyebutkan bahwa

kehadiran alat pembayaran non tunai berbentuk kartu menghilangkan

kendala dalam hal keamanan serta kepraktisan dan berpotensi untuk

mendorong kenaikan tingkat konsumsi. Kemudahan dalam berbelanja

yang diberikan bagi nasabah bank yang memiliki alat pembayaran non

tunai seperti ATM, kartu debet dan kartu kredit dapat mendorong kenaikan

konsumsi dari nasabah tersebut. Hal ini dapat mendorong menigkatnya

perputaran uang (velocity of money). Untuk LATM mempunyai pengaruh

lebih besar dari pada LM2, hal ini dikarenakan untuk penggunaan kartu

ATM yang terus meningkat. Seperti dalam penelitian BI dalam working

paper yang menyebutkan bahwa sebagian besar responden (68 persen)

Page 109: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

95

sudah pernah memanfaatkan sistem pembayaran non tunai, dan hanya

sebagian kecil saja (32 persen) yang belum pernah memanfaatkannya.

Mereka yang belum memanfaatkan instrumen non tunai sebagian besar

karena belum perlu, belum mengerti prosedurnya atau karena lokasi

tempat tinggal yang masih kurang terlayani dengan baik.

Page 110: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

96

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Studi ini menerapkan model VAR untuk mengetahui mekanisme

transmisi kebijakan moneter melalui jalur uang beredar berkaitan dengan

inovasi di bidang keuangan yaitu penggunaan kartu kredit dan kartu

ATM/debet. Untuk mencapai sasaran akhir kebijakan moneter di Indonesia.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Dalam pencapaian sasaran akhir dari kebijakan moneter yaitu inflasi tidak

terdapat jalur uang beredar melalui Alat pembayaran menggunakan kartu

(APMK).

2. Penggunaan kartu ATM/debet dan kartu kredit dari sistem pembayaran

masih belum berpengaruh terhadap inflasi di Indonesia.

3. Penggunaan kartu ATM dan kartu kredit dari sistem pembayaran masih

belum berpengaruh terhadap indeks produksi industri di Indonesia.

B. Saran

1. Dalam upaya meningkatkan efektivas dalam pengambilan kebijakan

moneter, maka perlu diikuti adanya pengamatan dan pengawasan terhadap

jumlah dan inovasi dari sistem pembayaran terutama sistem pembayaran

non tunai dengan menggunakan kartu, meskipun masih rendah

pengaruhnya terhadap sasaran akhir kebijakan moneter.

2. Bank Indonesia harus lebih hati-hati dalam menurunkan atau menaikkan

tingkat BI Rate, relatif berkontribusi terhadap besaran inflasi dan

Page 111: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis...Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Ibu Dra. Izza Mafruhah,

97

merupakan cerminan konsistensi dan kredibilitas kebijakan otoritas

moneter. Target inflasi yang tepat memberikan insentif dorongan bagi

pertumbuhan ekonomi mengingat kausalitas positif negatif inflasi terhadap

indeks produksi industri (output).