perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5....

100
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KETIMPANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI ANTAR PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2006 – 2009 Skripsi Diajukan Untuk Melengkapi dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta Oleh : SESILIA NUNGKI WIJAYANTI NIM. F0107086 FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011

Upload: others

Post on 16-Jul-2020

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT

KETIMPANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI

ANTAR PROVINSI DI INDONESIA

TAHUN 2006 – 2009

Skripsi

Diajukan Untuk Melengkapi dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Mencapai

Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh :

SESILIA NUNGKI WIJAYANTI

NIM. F0107086

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011

Page 2: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT

KETIMPANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI

ANTAR PROVINSI DI INDONESIA

TAHUN 2006 – 2009

Skripsi

Diajukan Untuk Melengkapi dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Mencapai

Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh :

SESILIA NUNGKI WIJAYANTI

NIM. F0107086

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011

Page 3: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

Page 4: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

Page 5: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

PERSEMBAHAN

Aku persembahkan karya kecil ini untuk:

1. Tuhan Yang Maha Esa 2. Papa dan Mamaku

3. Dosen-Dosenku 4. Kakak dan Adik-Adikku

5. Lilo-Loli 6. Sahabat-sahabatku

7. Almamaterku

Page 6: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

MOTTO

“Selalu berusaha untuk mengatakan iya jika iya dan tidak jika tidak ☺”

“Janganlah hendaknya kamu khawatir tentang apa pun juga, tetapi nyatakanlah

segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan

syukur.” (Filipi 4:6)

“Semakin banyak hal yang direncanakan, semakin perlu untuk melibatkan Tuhan

di dalamnya. Jadi, Sudahkah Anda melibatkan Tuhan dalam perencanaan Anda

hari ini?” (SL, Renungan Harian)

“Dendam tak menyelesaikan masalah, hanya menjadikan kita orang kalah”

(OLV, Renungan Harian)

“Kita membutuhkan pengampunan Tuhan lagi dan lagi, maka mengapa kita tak

mengampuni sesama kita lagi dan lagi?”

(AW, Renungan Harian)

Page 7: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME, karena

rahmat dan petunjuk-Nya, penulis selalu diberikan kekuatan dan keteguhan iman

sehingga dapat menyelesaikan karya ini.

Selama penulisan skripsi ini banyak hambatan yang dihadapi penulis, namun

berkat doa, bimbingan, dukungan, dan bantuan dari orang–orang luar biasa,

penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Sehingga dalam kesempatan ini

penulis ingin mengucapkan banyak terimakasih kepada:

1. Bapak Drs. Supriyono, MSi. selaku Kepala Jurusan Ekonomi Pembangunan

FE UNS dan pembimbing skripsi yang berkenan meluangkan waktu untuk

memberikan bimbingan, pengarahan dan saran yang sangat membantu penulis

dalam proses menyelesaikan penelitian ini.

2. Bapak Dr. Wisnu Untoro, MS., selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas

Sebalas Maret Surakarta.

3. Bapak Drs. Sutanto, Msi. selaku pembimbing akademik, yang telah

memberikan pengarahan selama penulis melakukan study di Fakultas

Ekonomi UNS.

4. Badan Pusat Statistik Provinsi DIY, Maluku Utara, Papua, Sulawesi Barat,

Jawa Tengah, Kalimantan Barat, dan DKI Jakarta yang telah memberikan

kemudahan penulis dalam memperoleh data dan berkenan mengirim data

melalui email.

Page 8: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang

selalu mendoakan penulis, sehingga penulis termotivasi untuk melakukan

yang terbaik.

6. Teman–teman seperjuangan yang selama ini memberikan semangat, dan

bantuan diskusi-diskusi kecil, serta mengisi hari–hari selama study menjadi

menyenangkan.

7. Lilo-Loli yang selalu menemani saat suka dan duka selama proses penulisan

skripsi.

8. Seluruh tenaga Administrasi Fakultas Ekonomi UNS.

9. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini yang tidak

dapat penulis sebutkan satu – satu.

Penulis menyadari meskipun telah berusaha semaksimal mungkin dalam

menyelesaikan dan menyusun penelitian ini, akan tetapi karya ini masih jauh dari

sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang

membangun. Dan semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi akademi dan

pemerintah, serta pembaca yang budiman.

Surakarta, April 2011

Penulis

Page 9: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

Thank’s o:

1. Tuhan Yang Maha Esa, ^^ .

2. Dosen – dosen EP FE UNS yang selama ini memberikan ilmu kepada saya, khususnya Bapak Supriyono.

3. Papa Prahen dan Mama Christin, terimakasih atas kerja keras papa dan mama untuk biaya sekolahku selama ini, ^^ semoga Tuhan selalu memberkati dan memberkahi keluarga papa dan mama.

4. Mas Gandi, Edu dan Marsel, ^^

5. Lilo Loli, ^^ trimakasih karna selalu menemaniku saat aku sedih dan senang. Berumurlah panjang, dan tenanglah, anak2mu akan baik2 saja bersamaq,, ☺

6. ^^ Mz Japrak (aq lupa namamu iq mz, maaph ya) dan Mas Dhanang Suta Wijaya ☺

7. Tetua (MFC, Bapema dll): Mas Dhanang PN (Makase atas semua ☺), mas Doni Prawira Yudha ^^ (makase ya ms udah bntuin aq hehehehe), Mas Tery, Mas Ian, Mas Adhit, Mas Muki, Mas Phutut, Mas Budi, Mas Lison, Mas Hevy (tak tuakan, ben hehehehe), Mas Muklas, Mas Kuncung, Mas Setyo, Mas Rori, Mas Sidiq, Mbak Dwi, Mbak Ajeng, Mbak Fitri, Mbak Isma, Mbak Risa, mb Ghea, mb Mawar, Mb Putri, Mb Hili, dan mas2/mbak2 lainnya,,

8. Bapemania: Bimo ^^, Daynis, Resti, An In Un En On (anneq saying ^^), Gempil, Fa Fadian, Simex (maafkan aq mex T,T), Ega, Fany, Herman, Bolang, Hira, Iwa, Haram, Antok, Sunu, all bapema 2007, Eva (^^ Semangat ya), DJ, Nila, Menik, Navis, Nunu, Putri, Aulia, 0,0 sopo neh yo,, ooo Ponari ^^ {tak akan terlupakan lagi gung ☺}, Arif, Boti, Ciput, Angga dan sejawatny (=.=)a,, terspecial untuk seluruh redaktur dan staff VALUTAq ^^ terimakasih telah memberikanq kesempatan menjadi PIMRED dan ikut berjuang bersamaq hingga siVal muncul, kalian Hebat,, ☺

Page 10: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

9. EP’07 Kelas B dan A, ^^.. Dari Johan, Rendi, Ari, Ebi, Thitut, Satya, Andika, Eko, Angga Bunting, Fafa, Rafiqa, Wia, Nastiti (kami ada disini untukmu nas ^^, jadi tersenyumlah), Iis, Muth, Ratih, Tarni, Fanya, Khurul, Desta, Anin, Eliza, Risti, Fitri, Ratna, Yeyen, Andri, Vina, Erna, mb Janti, Sony, dan lain – lain yang banyak sekali,, ^^ khususnya untuk Aris dan Sely, :D akhirnyaaaa,,, rampung,,

10. MFC: ☺ banyak sekali kenangan indah bersama mu MFC,, Kenangan terindah bersamamu ketika qta ke Klayar,, T,T hiks hiks it adalah touring pertamaq yg paling mengesankan,, Terimaksih. Kalo ndak ketemu kamu kegiatan q di Solo hanya Tidur dan Makan :D

11. Ijo Pompong: Mb Nesha (mb gigimu ko putih tho mba :D hehehehe), Mb Lusila Purimas ^^, Mb Warih, Kak Boy, Mb Reisya, Mb Momontea (seneng sebelahan kmr sm mb mon), mz Sulis, Mb Lita Mz Andre (pacare mb Lucy), dan Mz Indro.. ^^ trimakasih sudah menemaniq dikontrakan,, GB Us,, ☺

12. Seluruh dosen dan staf karyawan FE UNS, ☺

13. Si Merahq yang selalu mengantarq kemana aku mau,, T.T maaf karna selalu aku lupakan..

14. Kos Putri SALITA dan Kos Putri Anggrek.

 

-Sesilia eN We- ☺

Page 11: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN ....................................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... iv

HALAMAN MOTTO .................................................................................... v

KATA PENGANTAR ................................................................................... vi

DAFTAR ISI .................................................................................................. x

DAFTAR TABEL .......................................................................................... xii

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xiii

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiv

ABSTRAKSI ................................................................................................. xv

BAB

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1

B. Perumusan Masalah .......................................................................... 7

C. Tujuan Penelitian ............................................................................... 8

D. Manfaat Penelitian ............................................................................ 8

II. TELAAH PUSTAKA

A. Kajian Teori .................................................................................... 10

1. Pembangunan Ekonomi ............................................................. 10

Page 12: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xii

2. Teori Pembangunan Ekonomi .................................................... 12

3. Ketimpangan Ekonomi ............................................................... 15

4. Keuangan Daerah ....................................................................... 21

5. Dana Alokasi Umum (DAU) ..................................................... 22

6. Belanja Modal ........................................................................... 25

7. Pengeluaran Pemerintah ............................................................. 27

8. Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah

Dengan Pembangunan Ekonomi ............................................... 30

9. Indeks Williamson ...................................................................... 33

B. Penelitian Terdahulu ....................................................................... 33

C. Kerangka Pemikiran ........................................................................ 36

D. Hipotesis .......................................................................................... 37

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian ............................................................... 38

B. Jenis dan Sumber Data .................................................................... 38

C. Definisi Operasional Data ............................................................... 39

D. Metode Analisis Data ...................................................................... 39

1. Tingkat Ketimpangan Pembangunan

Ekonomi di Indonesia ............................................................... 39

2. Pemilihan Model ....................................................................... 40

3. Uji Asumsi Klasik ..................................................................... 45

4. Uji Statistik ............................................................................... 47

5. Koefisien Determinasi ............................................................... 50

Page 13: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiii

IV. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum ........................................................................... 52

B. Analisis Data ................................................................................. 66

C. Pembahasan Hasil Penelitian ........................................................ 76

V. PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................... 79

B. Saran .............................................................................................. 80

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 82

LAMPIRAN .................................................................................................. 85

Page 14: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1.1 Pertumbuhan Ekonomi Negara-negara Berkembang

di Asia Timur Tahun 2006 – 2008 .................................................... 1

1.2 Indeks Williamson untuk PDRB Tahun 2002 – 2007 ........................ 3

1.3 Pertumbuhan Ekonomi Per Provinsi di Indonesia

tahun 2007 – 2008 ............................................................................. 4

4.1 Distribusi Penduduk menurut pulau di Indonesia tahun 2010 .......... 58

4.2 Peranan Wilayah/Pulau dalam pembentukan PDB

Nasional tahun 2007-2009 (%) ......................................................... 59

4.3 Proporsi Dana Alokasi Umum Tiap Provinsi

Di Indonesia Tahun 2006-2009 ......................................................... 61

4.4 Rasio Belanja Modal Provinsi dengan Total

Pengeluaran Pemerintah Pusat Indonesia tahun 2006-2009 ............. 63

4.5 Rasio Pengeluaran Pemerintah Provinsi dengan Total

Pengeluaran Pemerintah Pusat Indonesia Tahun 2006-2009 ............ 65

4.6 Indeks Williamson di Indonesia Tahun 2006-2009 .......................... 66

4.7 Hasil Fixed Effect Models ................................................................. 70

4.8 Hasil Konstanta Dummy Variable Dengan Fixed Effects Model ....... 72

4.9 Hasil Uji t .......................................................................................... 75

4.10 Hasil Uji F ......................................................................................... 75

Page 15: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman 2.1 Kerangka Pemikiran ............................................................................. 36

3.1 Kriteria Durbin-Watson Test ................................................................ 46

3.2 Kriteria Uji t ......................................................................................... 48

3.3 Kriteria Uji F ........................................................................................ 50

4.1 Peta Indonesia menurut provinsi .......................................................... 53

Page 16: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Data Proporsi Dana Alokasi Umum Per Provinsi di Indonesia

Tahun 2006 – 2009

Lampiran 2 : Data Realisasi Belanja Modal Per Provinsi di Indonesia Tahun

2006 – 2009

Lampiran 3 : Data Realisasi Pengeluaran Pemerintah Per Provinsi di Indonesia

Tahun 2006 – 2009

Lampiran 4 : Data Realisaasi Total Pengeluaran Pemerintah Pusat Indonesia

Tahun 2006 – 2009

Lampiran 5 : Data Penelitian

Lampiran 6 : Hasil Common Effecr Model GLS

Lampiran 7 : Hasil Fixed Effect Model GLS

Lampiran 8 : Hasil Random Effect Model

Page 17: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ABSTRAKSI

FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KETIMPANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI

ANTAR PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2006 – 2009

Sesilia Nungki W. (NIM. F 0107086)

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh proporsi dana

alokasi umum (DAU), rasio belanja modal provinsi dengan total pengeluaran pemerintah pusat (RBM), dan rasio pengeluaran pemerintah provinsi dengan pemerintah pusat (RPP) terhadap tingkat ketimpangan antar provinsi di Indonesia pada tahun 2006 s/d 2009.

Tingkat ketimpangan sebagai variabel dependen didapatkan dengan menggunakan Indeks Williamson. Metode yang digunakan yaitu metode Generalized Least Square (GLS). Untuk mengetahui model yang digunakan dalam panel data dilakukan pengujian terlebih dahulu. Kemudian, dilakukan Pengujian Ekonometrika dan statistik. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data panel yang merupakan gabungan antara data time series (dari tahun 2006 s/d 2009) dan data cross section (33 provinsi di Indonesia). Program yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Eviews 3.0.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat ketimpangan antar provinsi di Indonesia tinggi, karena sebagian besar provinsi memiliki nilai Indeks Williamson lebih dari 0,5 dengan provinsi tertinggi tingkat ketimpangannya dimiliki oleh Jawa Timur. Dari hasil pengujian, Fixed Effects Model merupakan model terbaik yang digunakan dalam penelitian ini dengan metode GLS dan dilakukan setelah White-Heteroskedacity. Hasil Uji statistik menunjukkan bahwa variabel RBM berpengaruh negatif dan signifikan, variabel RPP berpengaruh positif dan signifikan, sedangkan variabel DAU tidak berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat ketimpangan pembangunan ekonomi antar provinsi di Indonesia pada tahun 2006 s/d 2009.

Kebijakan dalam meningkatkan kegiatan ekonomi di masyarakat diharapkan dapat mengurangi tingkat ketimpangan pembangunan ekonomi antar provinsi di Indonesia. Selain itu, lebih terkonsentrasinya pemerintah daerah pada potensi di daerahnya masing – masing baik saat ini maupun di masa yang akan datang dan lebih efisien dan bijaksana dalam mengalokasikan pengeluaran pemerintah, sehingga pemerintah daerah dapat mengoptimalkan pembangunan ekonomi di daerahnya. Kata Kunci: Tingkat Ketimpangan, Pembangunan Ekonomi, Indeks Williamson,

Proporsi Dana Alokasi Umum, Belanja Modal, Pengeluaran Pemerintah.

Page 18: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ABSTRAKSI

FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KETIMPANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI

ANTAR PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2006 – 2009

Sesilia Nungki W. (NIM. F 0107086)

The purpose of this study was to determine the effect of the proportion of the

general allocation fund (DAU), the ratio of capital expenditure to total expenditure of the provincial government (RBM), and the ratio of provincial government expenditures by the central government (RPP) on the level of inequality among provinces in Indonesia in 2006 - 2009.

Inequality as the dependent variable obtained using the Williamson Index. The method used is Generalized Least Square (GLS). To find the model used in the panel data test conducted first. Then, the testing econometrics and statistics. The data used in this study is that panel data are a combination of time series data (year 2006 - 2009) and cross section (33 provinces in Indonesia). Programs used in this research that Eviews 3.0.

The results showed that the level of inequality among provinces in Indonesia is high, because most provinces have Williamson index value greater than 0.5 with the highest provincial level limp owned by East Java. From the test results, the Fixed Effects Model is the best model used in this study with the GLS method and carried out after White-Heteroskedacity. The results of statistical tests showed that the RBM variable negative and significant effect, variable RPP and a significant positive effect, while variable DAU does not significantly affect the level of economic development disparities between provinces in Indonesia in 2006 - 2009.

Policy in enhancing economic activities in the community is expected to reduce the level of economic development disparities between provinces in Indonesia. In addition, more concentrated on the potential of local governments in their areas - each both now and in the future and more efficient and prudent in allocating government spending, so local governments can optimize economic development in their regions. Keywords: Level of Inequality, Economic Development, Williamson Index,

proportion of the General Allocation Fund, Capital Expenditure, Government Expenditure.

Page 19: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1  

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi seringkali dijadikan indikator

tercapainya pembangunan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi di Negara – negara

Asia Timur pada tahun 2008 mengalami perlambatan sebesar -15,7 persen.

Filipina sebagai salah satu negara yang memiliki perlambatan pertumbuhan

ekonomi tertinggi pada tahun 2008 yaitu sebesar 19,1 persen. Perlambatan yang

dialami Indonesia lebih baik daripada Malaysia. Malaysia pada tahun 2008

mengalami perlambatan sebesar 12,7 persen. Sedangkan, Indonesia hanya

mengalami perlambatan sebesar 4,8 persen. Dapat dikatakan bahwa pertumbuhan

ekonomi Indonesia cukup baik dibandingkan dengan negara-negara berkembang

lainnya di Asia Timur. Namun, pertumbuhan ekonomi pada prinsipnya harus

dinikmati penduduk secaranya merata.

TABEL 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Negara – Negara Berkembang di Asia Timur

Tahun 2006 – 2008

Kelompok Negara 2006 2007 2008 Perubahan 2007/2008 Negara Berkembang

Asia Timur 9,8 10,2 8,6 -15,7

Indonesia 5,5 6,3 6,0 -4,8 Malaysia 5,9 6,3 5,5 -12,7 Filipina 5,4 7,3 5,9 -19,1 Thailand 5,1 4,8 5,0 -4,2 Vietnam 8,2 8,5 8,0 -5,9 Korea 5,0 4,9 4,6 -6,1 Cina 11,1 11,4 9,4 -17,5 Sumber: World Bank, “East Asia: Testing Times Ahead, April, 2008”

.

Page 20: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

Pada hakikatnya, pembangunan ekonomi merupakan suatu upaya untuk

melakukan perubahan ekonomi menjadi lebih baik dari sebelumnya. Perubahan

ekonomi yang dimaksud tidak hanya meningkatnya pertumbuhan ekonomi dan

kesejahteraan masyarakat, tetapi juga distribusi pendapatan yang merata. Hal ini

dikarenakan tidak meratanya distribusi pendapatan merupakan salah satu masalah

dalam pembangunan ekonomi (Purwanto, 2009).

Ketimpangan ekonomi telah menjadi fenomena wajar yang terjadi di

negara miskin dan berkembang. Indonesia sebagai negara berkembang,

ketimpangan tidak hanya tampak di antar pulau, tetapi juga antar provinsi,

kabupaten, dan kecamatan. Ketimpangan ini dikenal sebagai ketimpangan

pembangunan ekonomi regional. Penyebab utamanya karena kandungan

sumberdaya alam dan kondisi demografi yang berbeda di tiap wilayah. Selain itu,

arus modal yang diterima tiap daerah cenderung lebih terkonsentrasi pada daerah

dengan sumberdaya alam yang lebih kaya, sumberdaya manusia yang lebih maju,

dan kota – kota besar yang prasarana dan sarananya lebih lengkap. Akibat dari

perbedaan ini, kemampuan suatu daerah dalam mendorong proses pembangunan

ekonomi juga menjadi berbeda (Sjafrizal dalam Priyanto, 2009).

Ketimpangan ekonomi di Indonesia yang diukur dengan menggunakan

indeks Williamson pada tahun 2002 hingga 2007 terus mengalami penurunan.

Pada tahun 2003, tingkat ketimpangan di Indonesia sebesar 0,691. Pada tahun

2004, tingkat ketimpangan sebesar 0,677, 0,613 pada tahun 2005. Tingkat

ketimpangan menurun sebesar 0,587 pada tahun 2006 dan 0,558 pada tahun 2007.

Walaupun terus mengalami penurunan, tingkat ketimpangan di Indonesia masih

melebihi 0,5, yang berarti bahwa tingkat ketimpangan di Indonesia masih tinggi.

Page 21: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

Pulau Jawa (tidak termasuk DKI Jakarta) merupakan pulau yang memiliki

tingkat ketimpangan paling rendah daripada pulau – pulai lainnya, yaitu sebesar

0,70 pada tahun 2007. Tingkat ketimpangan tertinggi pada tahun 2003 sampai

dengan 2007 adalah Pulau Sumatra, sebesar 0,912 pada tahun 2007. Kemudian

disusul oleh Pulau Kalimantan, Pulau Maluku dan Papua, Pulau Bali, NTT dan

NTB, dan Pulau Sulawesi, dengan tingkat ketimpangan pada tahun 2007 masing –

masing sebesar 0,912; 0,823; 0,516; 0,420; dan 0,191. Tabel di bawah ini akan

semakin memperjelas tingkat ketimpangan antar pulau di Indonesia.

Tabel 1.2 Indeks Williamson untuk PDRB di Indonesia Tahun 2003 – 2007

2003 2004 2005 2006 2007 Indonesia 0,691 0,677 0,613 0,589 0,561 Sumatera 0,931 0,932 0,914 0,914 0,912 Jawa 0,168 0,171 0,175 0,169 0,170 Kalimantan 0,919 0,899 0,886 0,856 0,823 Sulawesi 0,183 0,178 0,204 0,193 0,191 Maluku dan Papua 0,623 0,625 0,611 0,568 0,516 Bali, NTB dan NTT 0,381 0,380 0,395 0,416 0,420 Sumber: Nota Keuangan Pemerintah Tahun 2009

Perbandingan PDRB yang didapat dan sebaran penduduk menjadi salah

satu penyebab ketimpangan antar pulau di Indonesia. Hal itu disebabkan karena

perkembangan penduduk Pulau Jawa baik yang menyangkut kuantitas maupun

kualitas merupakan faktor utama dari eksistensi kota itu sendiri. Komponen

demografis seperti kelahiran, kematian, dan migrasi penduduk akan

mempengaruhi pertumbuhan daerah. Sementara itu, struktur penduduk Pulau Jawa

yang meliputi umur dan jenis kelamin, jumlah dan kepadatan penduduk, tingkat

pendidikan serta struktur ekonomi (pekerjaan dan pendapatan) berperan dalam

terciptanya dinamika pertumbuhan daerah (Rahayu, 2007).

Page 22: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

TABEL 1.3 PERTUMBUHAN EKONOMI PER PROVINSI DI INDONESIA

TAHUN 2007 DAN 2008

PROVINSI TAHUN 2007 2008

INDONESIA 6,3 6,1 Nanggro Aceh Darusalam -4,6 -5,8 Sumatera Utara 7,3 7,0 Sumatera Barat 6,7 6,3 Riau 4,5 16,3 Kepulauan Riau 8,5 3,0 Jambi 6,2 8,8 Sumatera Selatan 7,0 4,0 Kep. Bangka Belitung 6,5 -1,2 Bengkulu 6,5 4,9 Lampung 6,3 4,0 DKI Jakarta 6,7 6,2 Jawa Barat 7,5 4,5 Banten 6,3 5,0 Jawa Tengah 6,1 4,1 DIY 7,2 5,1 Jawa Timur 6,3 6,0 Bali -2,0 18,3 NTB 6,3 46 NTT 4,5 30 Kalimatan Barat 7,3 61 Kalimantan Tengah 7,1 61 Kalimantan Selatan 5,0 30 Kalimatan Timur 4,5 20 Sulawesi Selatan 11,2 41 Gorontalo 7,3 78 Sulawesi Utara 7,3 65 Sulawesi Barat 7,6 61 Sulawesi Tengah 4,6 90 Sulawesi Tenggara 8,5 65 Maluku 4,5 42 Maluku Utara 6,0 41 Papua Barat 8,0 72 Papua -27,0 36,2 Sumber: Nota Keuangan Pemerintah Tahun 2010

Pertumbuhan Indonesia per provinsi pada tahun 2007 dan 2008 cukup

baik. Pada tahun 2007 pertumbuhan ekonomi per provinsi di Indonesia, hanya

beberapa daerah yang mengalami perlambatan pada pertumbuhan ekonominya,

Page 23: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

yaitu Papua, NAD dan Bali. Namun, pada tahun 2008 pertumbuhan ekonomi

provinsi Papua dan Bali mengalami peningkatan yang cukup signifikan, bahkan

dapat melebihi pertumbuhan ekonomi nasional yang sebesar 6,1 persen pada

tahun 2008. Sedangkan provinsi NAD masih mengalami perlambatan, walaupun

perlambatan tersebut mengalami penurunan menjadi sebesar -0,6%. Pertumbuhan

ekonomi per provinsi pada tahun 2007 sebesar 6,3 persen. Terdapat beberapa

provinsi yang memiliki pertumbuhan ekonomi diatas pertumbuhan Nasional, yaitu

NTB, Jatim, Kep. Bangka Belitung, Bengkulu, DKI Jakarta, Sumatera Barat,

Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah, Sulawesi Utara, DI Yogyakarta,

Gorontalo, Kalimantan Barat, Jawa barat, Sulawesi Utara, Kep. Riau, dan

Sulawesi Barat merupakan provinsi yang memiliki pertumbuhan ekonomi

tertinggi pada tahun 2007, yaitu sebesar 11,2 persen. Hal ini semakin diperjelah

pada gambar 1,1, pertumbuhan ekonomi per provinsi di Indonesia pada tahun

2007 dan 2008.

Walaupun otonomi daerah telah diberlakukan, upaya penyelenggaraan

pemerintahan dan pelayanan masyarakat antara pemerintah pusat dan pemerintah

daerah tidak dapat dilakukan pemisahan (Adisasmita, 2011). Apabila negara

mengalami krisis, daerah juga akan mengalami krisis, dan sebaliknya. Otonomi

daerah yang pada hakikatnya adalah penyerahan wewenang segala urusan

pemerintahan ke kabupaten, pemerintah daerah diharapkan dapat meningkatkan

pelayanan kepada masyarakat (lebih lancar, lebih mudah, dan lebih cepat)

menuntut pemerintah daerah untuk dapat menyiapkan daerahnya sedemikian rupa

sehingga mampu menarik investasi, orang, dan industri ke daerahnya. Selain itu,

pengembangan sumberdaya manusia dan infrastruktur fisik sehingga

Page 24: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

pembangunan ekonomi yang dibarengi dengan pemerataan ekonomi di daerahnya

dapat terwujud. Adapun kekhawatiran bahwa otonomi daerah akan meningkatkan

ketimpangan ekonomi antara daerah yang kaya SDA dengan yang miskin, kiranya

akan terkompensasi dengan kualitas SDM dan SDE (Mubyarto, 2001).

Pengalokasikan sejumlah besar dana dan/atau sumber-sumber daya

ekonomi dari pemerintah pusat kepada daerah untuk dikelola menurut

kepentingan dan kebutuhan daerah itu sendiri. Salah satunya Dana Alokasi Umum

yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah

untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi yang

dibagi sesuai dengan kebutuhan daerah. Ketidakadilan perimbangan pendapatan

daerah atas eksplorasi sumber daya alam juga masih terjadi di beberapa wilayah,

khususnya di wilayah-wilayah yang menjadi produsen migas di Indonesia seperti

Riau dan Kalimantan Timur. Porsi kecil yang diterima daerah tidak berdampak

signifikan terhadap pertumbuhan dan perkembangan pembangunan di daerah-

daerah tersebut, karena sebagian besar hasil eksplorasi SDA lebih banyak

dialokasikan di pusat dibanding di daerah. Kondisi akan semakin buruk lagi,

apabila daerah-daerah tersebut menghadapi penghapusan DAU karena peringkat

‘kaya’ dari pemerintah pusat hanyalah sebatas peringkat, sebab daerah-daerah

tersebut tidak merasakan secara signifikan hasil SDA-nya sendiri dan pemerintah

dianggap menjadi predatory state yang mengeksploitasi daerah secara besar-

besaran tanpa menyelaraskan dengan peningkatan pembangunan prasarana

ekonomi terlebih lagi dengan penghapusan DAU terhadap daerah-daerah tersebut.

Selain itu, berbedanya alokasi belanja modal dan pengeluaran tiap daerah juga

menyebabkan ketimpangan pembangunan ekonomi di Indonesia.

Page 25: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

Oleh karena itu, diperlukan partisipasi dan campur tangan pemerintah

pusat, terhadap hubungan antara keuangan pusat dengan keuangan daerah. Dalam

penelitian ini, membahas mengenai pengaruh proporsi pengalokasian DAU

provinsi, belanja modal provinsi dan pengeluaran provinsi terhadap ketimpangan

di Indonesia. Sehingga pembangunan ekonomi yang juga bertujuan meningkatkan

kesejahteraan masyarakat dengan distribusi pendapatan yang merata dapat

tercapai. Oleh karena itu, peneliti memilih topik: “Faktor–Faktor yang

Mempengaruhi Ketimpangan Pembangunan Ekonomi Antar Provinsi di

Indonesia Tahun 2006 – 2009”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka perumusan masalah pada

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana tingkat ketimpangan pembangunan ekonomi antar provinsi di

Indonesia tahun 2006 sampai 2009?

2. Apakah proporsi dana alokasi umum provinsi berpengaruh terhadap tingkat

ketimpangan antar provinsi di Indonesia tahun 2006 sampai 2009?

3. Apakah rasio belanja modal provinsi dengan total pengeluaran pemerintah

pusat berpengaruh terhadap tingkat ketimpangan antar provinsi di Indonesia

tahun 2006 sampai 2009?

4. Apakah rasio pengeluaran pemerintah provinsi dengan total pengeluaran

pemerintah pusat berpengaruh terhadap tingkat ketimpangan antar provinsi di

Indonesia tahun 2006 sampai 2009?

Page 26: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

C. Tujuan Penelitian

Dalam penelitian ini, tujuan yang ingin dicapai adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui tingkat ketimpangan pembangunan ekonomi antar provinsi di

Indonesia tahun 2006 sampai 2009.

2. Mengetahui pengaruh proporsi dana alokasi umum provinsi terhadap tingkat

ketimpangan di Indonesia tahun 2006 sampai 2009.

3. Mengetahui pengaruh rasio belanja modal provinsi dengan total pengeluaran

pemerintah pusat terhadap tingkat ketimpangan di Indonesia tahun 2006

sampai 2009.

4. Mengetahui pengaruh rasio pengeluaran pemerintah provinsi dengan total

pengeluaran pemerintah pusat terhadap tingkat ketimpangan di indonesia

tahun 2006 sampai 2009.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi :

1. Penulis

Dapat memberikan manfaat berupa pengetahuan praktis dan empiris dalam

menerapkan teori-teori yang didapatkan semasa perkuliahan. Serta,

mengetahui secara nyata mengenai ketimpangan pembangunan ekonomi antar

provinsi di Indonesia.

2. Akademisi

Dapat menambah referensi bagi Lembaga Fakultas Ekonomi Jurusan

Ekonomi Pembanguan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diharapkan

Page 27: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

untuk tambahan bacaan dan referensi pihak-pihak yang membutuhkan dan

berminat mengembangkannya dalam taraf lebih lanjut.

3. Pemerintah Daerah

Dapat dijadikan pedoman dalam pengambilan kebijakan dalam rangka

mengatasi ketimpangan pembangunan ekonomi antar provinsi di Indonesia.

Page 28: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

BAB II

TELAAH PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Pembangunan Ekonomi

Pembangunan ekonomi sebagai usaha untuk meningkatkan taraf hidup

masyarakat di suatu bangsa, seringkali hanya diukur melalui tinggi rendahnya

pendapatan perkapita. Pengalaman pada tahun 1950-an dan 1960-an

menunjukkan bahwa pembangunan ekonomi yang hanya berorientasi pada

kenaikan PDB saja tidak mampu memecahkan permasalahan pembangunan

secara mendasar. Hal ini tampak pada taraf dan kualitas hidup sebagian besar

masyarakat yang tidak mengalami perbaikan kendatipun target kenaikan PDB

per tahun telah tercapai. Menurut Todaro, keberhasilan pembangunan

ekonomi ditunjukan oleh 3 nilai pokok, yaitu: (1) berkembangnya

kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pokoknya (basic needs),

(2) meningkatnya rasa harga diri (self-es-teem) masyarakat sebagai manusia,

dan (3) meningkatnya kemampuan masyarakat untuk memilih (freedom rom

servitude) yang merupakan salah satu hak asasi manusia.

Definisi dari pembangunan ekonomi yaitu suatu proses

multidimensional yang mencakup perubahan struktur, sikap hidup dan

kelembagaan, selain mencakup peningkatan pertumbuhan ekonomi,

pengurangan ketidakmerataan distribusi pendapatan dan pemberantasan

kemiskinan yang absolut (Todaro, Michael P. 1982 : 124). Dalam hal ini,

pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan

Page 29: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11  

kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu negara dalam jangka

panjang yang disertai oleh perbaikan sistem kelembagaan.

Dari definisi di atas jelas bahwa pembangunan ekonomi mempunyai

pengertian:

a. Suatu proses yang berarti perubahan yang terjadi terus – menerus.

b. Usaha untuk menaikkan pendapatan per kapita, dan

c. Kenaikan pendapatan per kapita tersebut harus terus berlangsung dalam

jangka panjang.

d. Perbaikan sistem kelembagaan di segala bidang (misalnya ekonomi,

politik, hukum, sosial, dan budaya). Sistem kelembagaan ini bisa

ditinjau dari 2 aspek yaitu: aspek perbaikan di bidang organisasi

(institusi) dan perbaikan di bidang regulasi (baik formal maupun

informal).

Jadi pembangunan ekonomi harus dipandang sebagai suatu proses

dimana saling keterkaitan dan saling mempengaruhi antara faktor – faktor

yang menyebabkan terjadinya pembangunan ekonomi tersebut dapat

teridentifikasi dan dianalisis dengan seksama. Dengan cara tersebut dapat

diketahui runtutan peristiwa yang timbul yang akan mewujudkan peningkatan

kegiatan ekonomi dan taraf kesejahteraan masyarakat dari satu tahap

pembangunan ke tahap pembangunan berikutnya.

Selanjutnya, pembangunan ekonomi tersebut perlu dipandang sebagai

kenaikan dalam pendapatan perkapita, karena kenaikan itu merupakan

penerimaan dan timbulnya perbaikan dalam kesejahteraan ekonomi

Page 30: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12  

masyarakat. Biasanya laju pembangunan ekonomi suatu negara ditunjukkan

dengan menggunakan tingkat pertumbuhan PDB/PNB.

Dalam jangka waktu tertentu, pada saat PDB/PNB dihitung, selain akan

terjadi pertumbuhan kegiatan ekonomi masyarakat juga terjadi pertambahan

penduduk. Dengan demikian, sebagian pertumbuhan hasil kegiatan ekonomi

tersebut harus digunakan untuk mempertinggi kesejahteraan ekonomi

masyarakat. Jika tingkat pertumbuhan PDB/PNB sama dengan atau lebih

rendah daripada tingkat pertumbuhan penduduk, maka pendapatan perkapita

akan tetap sama atau bahkan menurun. Ini berarti bahwa pertumbuhan

PDB/PNB tidak memperbaiki tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat.

2. Teori Pembangunan ekonomi

Pembangunan ekonomi memiliki beberapa teori yang secara parsial

dapat membantu untuk memahami arti penting pembangunan ekonomi

daerah. Masing – masing teori mengemukakan faktor – faktor apa yang

mendorong perkembangan ekonomi, baik yang bersifat ekonomi maupun

non-ekonomi. Apabila dibuat suatu fungsi, teori – teori tersebut dapat

disajikan sebagai berikut:

Pembangunan Daerah = f (sumberdaya alam, tenaga kerja, investasi,

entrepreneurship, transportasi, komunikasi,

komposisi industri, teknologi, luas daerah,

pasar ekspor, situasi ekonomi internasional,

pengeluaran pemerintah pusat, dan bantuan –

Page 31: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13  

bantuan pembangunan). (Arsyad, Lincolin.

1999: 115)

a. Teori Ekonomi NeoKlasik

Peranan teori ekonomi Neoklasik tidak besar dalam menganalisis

pembangunan daerah karena teori ini tidak memiliki dimensi spasial

yang signifikan. Namun demikian, teori ini memberikan dua konsep

pokok dalam pembangunan ekonomi daerah, yaitu keseimbangan dan

mobilitas faktor produksi. Artinya sistem perekonomian akan mencapai

keseimbangan alamiahnya jika modal mengalir tanpa pembatas. Oleh

karena itu, modal akan mengalir dari daerah yang berupah tinggi

menuju ke daerah yang berupah rendah.

b. Teori Basis Ekonomi

Teori ini menyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan

ekonomi suatu daerah adalah permintaan akan barang dan jasa dari luar

daerah. Pertumbuhan industri – industri yang menggunakan

sumberdaya lokal akan menghasilkan kekayaan daerah dan penciptaan

peluang kerja. Strategi pembangunan daerah yang berdasar pada teori

ini adalah pentingnya bantuan kepada dunia usaha yang mempunyai

pasar secara nasional maupun internasional.

Model ini memiliki kelemahan karena berdasarkan pada

permintaan eksternal yang menyebabkan ketergantungan terhadap

kekuatan pasar secara nasional maupun global. Namun demikian,

model ini berguna untuk menentukan keseimbangan antara jenis – jenis

Page 32: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14  

industri dan sektor yang dibutuhkan masyarakat untuk mengembangkan

stabilitas ekonomi.

c. Teori Lokasi

Para ekonom regional sering mengatakan bahwa ada tiga faktor

yang mempengaruhi pertumbuhan daerah, yaitu lokasi, lokasi, dan

lokasi. Karena perusahaan cenderung untuk memilih lokasi yang

mendekati pasar untuk meminimumkan biaya. Ada beberapa variabel

yang mempengaruhi kualitas suatu lokasi, misalnya upah tenaga kerja,

ketersediaan bahan baku, komunikasi. Keterbatasan teori ini pada saat

sekarang adalah teknologi dan komunikasi telah mengubah suatu lokasi

tertentu untuk kegiatan produksi.

d. Teori Tempat Sentral

Teori tempat sentral (central place theory) menganggap bahwa

ada hirarki tempat (hierarchy of place). Setiap tempat sentral didukung

oleh sejumlah tempat yang lebih kecil yang menyediakan sumberdaya.

Sedangkan tempat sentral menyediakan jasa – jasa bagi penduduk

daerah yang mendukung.

Teori ini dapat diterapkan pada pembangunan ekonomi daerah.

Misal, perlunya melakukan perbedaan fungsi daerah – daerah yang

berbatasan. Beberapa daerah bisa menjadi wilayah penyedia jasa,

sedangkan daerah lainnya sebagai daerah pemukiman.

e. Teori Kausasi Kumulatif

Kondisi daerah disekitar kota yang semakin memburuk

menunjukkan konsep dari tesis kausasi kumulatif ini. Kekuatan pasar

Page 33: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15  

cenderung memperparah kesenjangan antar daerah maju dan

terbelakang. Hal ini yang disebut Myrdal (1957) sebagai Backwash

effects.

f. Model Daya Tarik

Adalah model pembangunan ekonomi yang paling banyak

digunakan. Teori ekonomi yang mendasarinya adalah masyarakat dapat

memperbaiki posisi pasarnya terhadap industrialisasi melalui pemberian

subsidi dan insentif.

3. Ketimpangan Ekonomi

Kesenjangan ekonomi atau ketimpangan dalam distribusi pendapatan

antara kelompok masyarakat berpendapatan tinggi dengan masyarakat

berpendapatan rendah dan tingkat kemiskinan atau jumlah orang yang berada

di bawah garis kemiskinan (proverty line) merupakan dua masalah besar di

banyak negara berkembang, tidak terkecuali Indonesia. Di Indonesia, isu

kesenjangan ekonomi antar daerah telah lama menjadi bahan kajian para

pakar ekonomi regional. Hendra Esmara (1975) merupakan peneliti pertama

yang mengukur kesenjangan ekonomi antar daerah di Indonesia (Wie, 1983).

Berdasarkan data tahun 1950 sampai dengan 1960, ia menyimpulkan bahwa

Indonesia merupakan negara dengan kategori kesenjangan daerah yang

rendah apabila sektor migas diabaikan.

Menurut Wie (1983), masalah ketimpangan dalam pembagian

pendapatan dapat ditinjau dari tiga segi, yaitu:

Page 34: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16  

a. Pembagian pendapatan antara golongan pendapatan (size distribution of

income) atau ketimpangan relatif

Ketimpangan yang terjadi antar golongan ini sering kali diukur

dengan menggunakan koefisien Gini. Kendati koefisien Gini bukan

merupakan indikator yang ideal mengenai ketimpangan pendapatan antar

berbagai golongan, namun sedikitnya angka ini dapat memberikan

gambaran mengenai kecenderungan umum dalam pola distribusi

pendapatan.

b. Pembagian pendapatan antara daerah perkotaan dan daerah pedesaan

(urban-rural income disparities)

Ketimpangan dalan distribusi pendapatan dapat juga ditinjau dari

segi perbedaan pendapatan antara masyarakat desa dengan masyarakat

perkotaan (urban-rural income disparities). Untuk membedakan hal ini,

digunakan dua indikator: (1) perbandingan antara tingkat pendapatan per

kapita di daerah perkotaan dan pedesaan, dan (2) disparitas pendapatan

daerah perkotaan dan daerah pedesaan (perbedaan pendapatan rata-rata

antara kedua daerah sebagai persentase dari pendapatan nasional rata-

rata). Menurut Bank Dunia, pola pembangunan Indonesia memang

memperlihatkan suatu urban bias dengan tekanan berat pada sektor

industri, yang merupakan landasan bagi ketimpangan distribusi

pendapatan di kemudian hari.

c. Pembagian pendapatan antara daerah (regional income disparities)

Satu lagi sisi lain dalam melihat ketimpangan distribusi pendapatan

nasional, adalah ketimpangan dalam perkembangan ekonomi antar

Page 35: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17  

berbagai daerah di Indonesia, yang mengakibatkan pula terjadinya

ketimpangan pendapatan per kapita antar daerah (regional income

disparities). Ketimpangan pendapatan seperti ini disebabkan oleh karena

penyebaran sumberdaya alam yang tidak merata serta perbedaan dalam

laju pertumbuhan antar daerah, dan belum berhasilnya usaha-usaha

pembangunan yang merata antar daerah di Indonesia.

Banyak perhatian telah diberikan terhadap bagaimana distribusi

pendapatan berubah dalam masa pembangunan. Simon Kuznets (1995)

membuat hipotesis adanya kurva U terbalik (Interved U Curve) bahwa mula –

mula ketika pembangunan dimulai, distribusi pendapatan akan makin tidak

merata. Namun, setelah mencapai suatu tingkat distribusi tertentu, distribusi

pendapatan semakin merata.

Pertumbuhan ekonomi dengan distribusi pendapatan, menurut para

pengeritik pembangunan ekonomi terdapat suatu trade off. Dengan implikasi

bahwa pemerataan dalam distribusi pendapatan hanya dapat tercapai apabila

pertumbuhan ekonomi diturunkan. Sebaliknya, pertumbuhan ekonomi yang

tinggi selalu akan disertai menurunnya distribusi pendapatan yang rata atau

meningkatnya ketimpangan relatif (Wie, 1983).

Faktor–faktor yang menyebabkan timbulnya ketimpangan

pembangunan antara lain, sebagai berikut (Tambunan, 2001: 190-199):

a. Konsentrasi Kegiatan Ekonomi Wilayah

Ekonomi daerah dengan konsentrasi kegiatan ekonomi tinggi

cenderung tumbuh pesat. Ketimpangan pembangunan sektor industri

manufaktur antar propinsi sebagai salah satu faktor terjadinya

Page 36: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18  

ketimpangan ekonomi antar daerah. Dibandingkan dengan sektor

ekonomi yang lain, industri manufaktur merupakan sektor yang sangat

produktif, dilihat dari kontribusinya terhadap PDB atau PDRB. Majunya

sektor industri di suatu daerah akan memberi dampak positif terhadap

kegiatan ekonomi sektor lain di wilayah tersebut baik secara langsung

maupun tidak langsung. Dengan asumsi, tidak ada distorsi terhadap

economic linkages antar sektor.

b. Alokasi Investasi

Berdasarkan Teori Pertumbuhan Harrod–Domar yang menerangkan

bahwa ada korelasi positif antara investasi dengan laju pertumbuhan

ekonomi. Dapat dikatakan bahwa kurangnya investasi di suatu daerah

menyebabkan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita

masyarakat juga rendah, karena tidak ada kegiatan ekonomi yang

produktif seperti industri manufaktur.

Terpusatnya alokasi investasi di Jawa dan kebijakan birokrasi yang

terpusat selama orde baru, serta keterbatasan infrastruktur dan SDM di

luar Jawa adalah penyebab terjadinya ketimpangan pembangunan antar

propinsi di Indonesia.

c. Tingkat Mobilisasi Yang Rendah Antar Daerah

Kurang lancarnya mobilitas faktor produksi seperti tenaga kerja dan

kapital antar daerah juga merupakan penyebab terjadinya ketimpangan

ekonomi regional. Perbedaan laju pertumbuhan ekonomi antar propinsi

menyebabkan terjadinya perbedaan tingkat pendapatan perkapita.

Page 37: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19  

d. Perbedaan Sumberdaya Alam Antar Daerah

Aliran Klasik sering mengatakan bahwa pembangunan ekonomi

pada daerah yang kaya SDA akan lebih maju dan masyarakatnya lebih

makmur dibandingkan dengan daerah yang miskin SDA. Pada tingkat

tertentu, anggapan tersebut masih bisa dibenarkan, namun pada

perkembangan selanjutnya diperlukan adanya faktor-faktor yang lain.

Faktor-faktor tersebut adalah SDM dan teknologi serta infrastruktur

lainnya.

e. Perbedaan Kondisi Demografi Antar Wilayah

Ketimpangan ekonomi regional juga disebabkan oleh perbedaan

kondisi demografis antar daerah. Terutama dalam hal jumlah dan

pertumbuhan penduduk, tingkat kepadatan penduduk, pendidikan,

kesehatan, tingkat kedisiplinan masyarakat, dan etos kerja. Faktor-faktor

ini mempengaruhi tingkat pembangunan lewat sisi penawaran dan

permintaan. Dari sisi permintaan, jumlah penduduk yang besar

merupakan potensi bagi pertumbuhan pasar dan juga sebagai pendorong

bagi pertumbuhan kegiatan ekonomi. Dari sisi penawaran, populasi yang

besar dengan tingkat pendidikan, kesehatan, kedisiplinan serta etos kerja

yang tinggi merupakan aset yang penting dalam kegiatan produksi.

Perbedaan kondisi geografis suatu daerah juga bisa mengakibatkan

adanya kesenjangan. Semakin luas suatu daerah maka efek penyebaran

hasil-hasil pembangunan akan semakin lambat, apalagi kalau sarana

transportasi dan komunikasi kurang memadai (Williamson dalam

Jhingan, 1994).

Page 38: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20  

f. Kurang Lancarnya Perdagangan Antar Wilayah.

Perdagangan antardaerah meliputi perdagangan barang jadi, barang

modal, input perantara, bahan baku, serta material-material lain untuk

keperluan produksi barang dan jasa. Keterbatasan transportasi dan

komunikasi menyebabkan tidak lancarnya perdagangan antar propinsi.

Jadi tidak lancarnya arus barang dan jasa antar daerah dapat menghambat

Ketimpangan pada kenyataannya tidak dapat dihilangkan dalam

pembangunan suatu daerah. Adanya ketimpangan, akan memberikan

dorongan kepada daerah yang terbelakang untuk dapat berusaha

meningkatkan kualitas hidupnya agar tidak jauh tertinggal dengan daerah

sekitarnya. Selain itu daerah-daerah tersebut akan bersaing guna

meningkatkan kualitas hidupnya, sehingga ketimpangan dalam hal ini

memberikan dampak positif. Akan tetapi ada pula dampak negatif yang

ditimbulkan dengan semakin tingginya ketimpangan antar wilayah. Dampak

negatif tersebut berupa inefisiensi ekonomi, melemahkan stabilitas sosial dan

solidaritas, serta ketimpangan yang tinggi pada umumnya dipandang tidak

adil (Todaro dalam Angelia, 2010).

Upaya dalam menanggulangi ketimpangan adalah dengan strategi

campur tangan pemerintah. Apabila pemerintah tidak secara aktif campur

tangan di dalam kegiatan ekonomi yang berarti bahwa perekonomian tersebut

diatur oleh mekanisme pasar, tingkat pembangunan yang berbeda diantara

berbagai daerah akan memberikan akibat yang buruk pada corak

pembangunan selanjutnya. Dari masa ke masa tingkat kesejahteraan dan

tingkat pembangunan antara daerah yang miskin dengan kaya menjadi

Page 39: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21  

semakin tinggi perbedaannya. Dalam hal ini diupayakan pembagian yang

merata dari sumberdaya-sumberdaya yang ada kepada golongan masyarakat

termiskin, sehingga kesejahteraan mereka dapat meningkat. (Wie, 1983)

4. Keuangan Daerah

Keuangan daerah merupakan semua hak dan kewajiban daerah dalam

rangka penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang,

termasuk di dalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak

dan kewajiban daerah tersebut dalam kerangka Anggaran Pendapatan dan

Belanja Daerah. Dalam upaya penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan

masyarakat, antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah tidak dapat

dilakukan pemisahan dan merupakan satu kesatuan.

Ketentuan tentang pokok – pokok pengelolaan dan pertanggungjawaban

keuangan daerah telah diatur dengan dengan Peraturan Pemerintah (PP) no.

65 tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan

Daerah. Pokok – pokok peraturan pemerintah tersebut antara lain:

a. Prinsip – prinsip transparansi dan akuntan bilitas mengenai penyusunan,

perubahan dan perhitungan APBD, pengelolaan, kas, tata cara pelaporan,

pengawasan internal ptoritas dan sebagainya, serta merupakan pedoman

bagi system dan prosedur pengelolaan;

b. Pedoman laporan pertanggungjawaban yang berkaitan dengan pelayanan

yang dicapai, biaya satuan komponen kegiatan, dan standar akuntansi

pemerintah daerah, serta persentase jumlah penerimaan APBD untuk

membiayai administrasi umum dan pemerintah umum.

Page 40: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22  

Pengelolaan keuangan daerah dapat dilakukan secara tertib, taat pada

peraturan perundang – undangan yang berlaku, efisien, efektif, transparan,

dan bertanggungjawab dengan memperhatikan asas keadilan dan kepatuhan.

(Adisasmita, 2010; 42)

Dalam upaya untuk mengoptimalkan sumber – sumber pembiayaan

untuk pembangunan daerah, baik yang bersumber dari luar daerah (negeri)

maupun yang bersumber dari dalam negeri adalah:

1) Pendapatan Asli Daerah

a) Hasil Pajak Daerah

b) Hasil Retribusi Daerah

c) Hasil pengelolaan kekayaan daerah

d) Pendapatan lain yang sah

2) Dana Perimbangan

a) Dana Bagi Hasil

b) Dana Alokasi Umum (DAU)

c) Dana Alokasi Khusus (DAK)

3) Lain – lain penerimaan yang sah, antara lain hibah, dana darurat, dan

penerimaan lainnya sesuai dengan peraturan perundang – undangan yang

berlaku.

5. Dana Alokasi Umum (DAU)

Dana alokasi umum adalah dana yang berasal dari APBN yang

dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah

untuk membiayai kebutuhan pembelanjaan. Dana ini diserahkan kepada

Page 41: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23  

daerah dalam bentuk block grand yang pemanfaatannya diserahkan

sepenuhnya kepada daerah. Adapun cara menghitung dana alokasi umum

menurut ketentuan adalah sebagai berikut:

a. Dana alokasi umum (DAU) ditetapkan sekurang-kurangnya 26% dari

penerimaan dalam negeri yang sitetapkan dalam APBN.

b. Dana alokasi umum (DAU) untuk daerah propinsi dan untuk daerah

kabupaten/kota ditetapkan masing-masing 10% dan 90% dari dana alokasi

umum sebagaimana ditetapkan diatas.

c. Dari dana alokasi (DAU) untuk suatu daerah kabupaten/kota tertentu

ditetapkan berdasarkan perkalian jumlah dana alokasi umum untuk daerah

kabupaten/kota yang ditetapkan APBN denga porsi daerah kabupaten/kota

yang bersangkutan.

d. Porsi daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud diatas merupakan

proporsi bobot daerah kabupaten/kota diseluruh indonesia.

Dana Alokasi Umum untuk suatu daerah propinsi tertentu ditetapkan

berdasarkan jumlah Dana Alokasi Umum untuk suatu daerah Propinsi yang

ditetapkan dalam APBN dikalikan dengan rasio bobot daerah propinsi yang

bersangkutan terhadap jumlah bobot seluruh propinsi (Adisasmita, 2011;177).

Porsi daerah propinsi ini merupakan persentase bobot daerah propinsi yang

bersangkutan terhadap jumlah bobot semua daerah propinsi di seluruh

Indonesia. Rumus Dana Alokasi Umum untuk suatu propinsi tertentu, yaitu:

Perhitungan Dana Alokasi Umum berdasarkan rumus di atas dilakukan

oleh Sekretariat Bidang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Landasan

Page 42: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24  

hukum pelaksanaan DAU adalah UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang

Perimbangan Keuangan Pusat dan Keuangan Daerah. Sebagai amanat UU

No.33 Tahun 2004, alokasi yang dibagikan kepada Pemerintah Daerah oleh

Pemerintah Pusat minimal 26 persen dari total penerimaan dalam negri netto.

Dengan ketentuan tersebut maka, bergantung pada kondisi APBN dan Fiscal

Sustainability Pemerintah Indonesia, alokasi DAU dapat lebih besar dari 26

persen dari total pendapatan dalam negeri netto.

DAU diberikan berdasarkan celah fiskal dan alokasi dasar. Celah fiskal

merupakan kebutuhan daerah yang dikurangi dengan kapasitas fiskal daerah,

kebutuhan daerah dihitung berdasarkan variabel-variabel yang ditetapkan

undang-undang sedangkan perhitungan kapasitas fiskal didasarkan atas

Penerimaan Asli Daerah (PAD) dan Dana Bagi Hasil yang diterima daerah.

Sementara Alokasi Dasar dihitung berdasarkan gaji PNS daerah.

Kebutuhan Fiskal dapat diartikan sebagai kebutuhan daerah untuk

membiayai semua pengeluaran daerah dalam rangka menjalankan

fungsi/kewenangan daerah dalam penyediaan pelayanan publik. Dalam

perhitungan DAU, kebutuhan daerah tersebut dicerminkan dari variabel-

variabel kebutuhan fiskal sebagai berikut :

a. Jumlah Penduduk

b. Luas Wilayah

c. Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK)

d. Indeks Kemiskinan Relatif (IKR)

Kapasitas fiskal daerah merupakan kemampuan pemerintah daerah untuk

menghimpun pendapatan berdasarkan potensi yang dimilikinya. Potensi

Page 43: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25  

penerimaan daerah merupakan penjumlahan dari potensi PAD dengan DBH

Pajak dan SDA yang diterima oleh daerah.

Berdasarkan UU no. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah, setiap daerah yang memiliki

kapasitas fiskal yang lebih besar dari kebutuhan fiskal maka dapat menerima

penurunan DAU, dan atau tidak menerima sama sekali pada tahun berikutnya.

Dasar inilah yang digunakan pemerintah untuk memberikan predikat daerah

“kaya” (DKI Jakarta, Riau dan Kaltim) dan memperoleh penghapusan DAU.

6. Belanja Modal

Aset tetap yang dimiliki sebagai akibat adanya belanja modal merupakan

prasayarat utama dalam memberikan pelayanan publik oleh pemerintah

daerah. Untuk menambah aset tetap, pemerintah daerah mengalokasikan dana

dalam bentuk anggaran belanja modal dalam APBD. Alokasi belanja modal

ini didasarkan pada kebutuhan daerah akan sarana dan prasarana, baik untuk

kelancaran pelaksanaan tugas pemerintahan maupun untuk fasilitas publik.

Biasanya setiap tahun diadakan pengadaan aset tetap oleh pemerintahan

daerah, sesuai dengan prioritas anggaran dan pelayanan publik yang

memberikan dampak jangka panjang secara finansial.

Belanja modal dimaksudkan untuk mendapatakan aset tetap pemerintah

daerah, yakni peralatan, bangunan, infrastruktur, dan harta tetap lainnya.

Secara teoretis ada tiga cara untuk memperoleh aset tetap tersebut, yakni

dengan membangun sendiri, menukarkan dengan asset tetap lain, dan

membeli. Namun, untuk kasus di pemerintahan, biasanya cara yang dilakukan

Page 44: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26  

adalah dengan cara membeli. Proses pembelian yang dilakukan umumnya

dilakukan melalui sebuah proses lelang atau tender yang cukup rumit. Belanja

modal sendiri terdiri dari :

a. Belanja Modal Tanah

Adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/

pembelian/ pembebasan, penyelesaian, balik nama dan sewa tanah,

pengosongan, pengurugan, perataan, pematangan tanah, pembuatan

sertifikat dan pengeluaran lainya sehubungan dengan perolehan hak atas

tanah dimaksud dalam kondisi siap pakai.

b. Belanja Modal Peralatan dan Mesin

Adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/

penambahan/ penggantian, dan peningkatan kapasitas peralatan dan mesin

serta inventaris kantor yang memberikan manfaat lebih dari dua belas

bulan dan sampai peralatan dan mesin dimaksud dalam kondisi siap pakai.

c. Belanja Modal Gedung dan Bangunan

Adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/

penambahan/ penggantian, termasuk pengeluaran untuk perencanaan,

pengawasan dan pengelolaan pembangunan gedung dan bangunan yang

menambah kapasitas sampai gedung dan bangunan dimaksud dalam

kondisi siap pakai.

d. Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan

Adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/

penambahan/ penggantian/ peningkatan, pembangunan/pembuatan serta

perawatan dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan

Page 45: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27  

pengelolaan jalan irigasi dan jaringan yang menambah kapasitas sampai

jalan irigasi dan jaringan dimaksud dalam kondisi siap pakai.

e. Belanja Modal Fisik Lainya

Adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pegadaan/

penambahan/ penggantian/ peningkatan pembangunan/ pembuatan serta

perawatan terhadap fisik lainya yang tidak dapat dikategorikan dalam

kriteria balanja modal tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan,

dan jalan irigasi dan jaringan termasuk dalam belanja ini adalah belanja

kontrak sewa beli, pembelian barang-barang kesenian, barang purbakala

dan barang untuk museum, hewan ternak dan tanaman, buku-buku dan

jurnal ilmiah.

7. Pengeluaran Pemerintah

Menurut Musgrave (1993; 6), pengeluaran pemerintah memiliki tiga

tujuan kebijakan, yaitu:

a. Fungsi Alokasi, penyedian barang sosial atau proses pembagian

keseluruhan sumber daya untuk digunakan sebagai barang pribadi dan

barang sosial, dan bagaimana bauran/komposisi barang social ditentukan;

b. Fungsi Distribusi, penyesuaian terhadap distribusi pendapatan dan

kekayaan untuk menjamin terpenuhinya apa yang dianggap oleh

masyarakat sebagai suatu keadaan distribusi yang ‘merata’ dan ‘adil’.

c. Fungsi Stabilisasi, penggunaan kebijakan anggaran sebagai suatu alat

untuk mempertahankan tingkat kesempatan kerja yang tinggi, tingkat

stabilitas yang semestinya dan laju pertumbuhan ekonomi yang tepat,

Page 46: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28  

dengan memperhitungkan segala akibatnya terhadap perdagangan dan

neraca pembayaran.

Pengeluaran pemerintah untuk membiayai pemerintahan, pelayanan

umum dan pembangunan meningkat terus menerus dari tahun ke tahun, maka

harus dilakukan evaluasi mengenai efisiensinya dalam pengeluaran negara.

Peningkatan kegiatan pemerintah membawa dampak pada peningkatan

pengeluaran pemerintah. Pengeluaran pemerintah dalam arti riil dapat dipakai

sebagai indikator besarnya kegiatan pemerintah. Semakin besar kegiatan

pemerintah maka semakin besar pula biaya yang dikeluarkan pemerintah

untuk kegiatan tersebut.

Pengeluaran pemerintah dapat bersifat ekhaustive yaitu merupakan

pembelian barang dan jasa dalam perekonomian dapat langsung dikonsumsi

maupun dapat pula menghasilkan barang dan jasa yang lain. Selain itu

pengeluaran pemerintah dapat berupa transfer, yaitu pemindahan uang kepada

individu-individu untuk kepentingan sosial kemasyarakatan, perusahaan-

perusahaan sebagai subsidi, atau kepada negara lain sebagai hadiah.

Adolph Wagner dalam sebuah penelitiannya pada abad ke-19,

mengemukakan bahwa pengeluaran pemerintah di beberapa negara-negara

maju selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pernyataan Wagner

di atas lebih dikenal dengan “low of ever increasing state activity” atau

hukum tentang selalu meningkatnya kegiatan pemerintah. Faktor-faktor yang

menjadi penyebab meningkatnya kegiatan serta pengeluaran pemerintah

adalah:

Page 47: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29  

a. Adanya Perang

Perang menyebabkan meningkatnya permintaan pemerintah akan

senjata dan personel tentara. Pada saat terjadi perang pemerintah juga

harus mensuplai bahan makanan dan obat-obatan untuk tentara dan korban

perang. Kemudian, meskipun perang telah usai, pemerintah harus

membangun kembali berbagai kerusakan yang terjadi selama perang, dan

masih banyak lagi pengeluaran-pengeluaran yang harus dikeluarkan oleh

pemerintah akibat adanya perang.

b. Meningkatnya Penghasilan Masyarakat

Meningkatnya penghasilan masyarakat menyebabkan meningkatnya

kebutuhan masyarakat akan barang dan jasa serta fasilitas publik lainnya

yang lebih baik. Dalam hal ini, mungkin terdapat banyak barang dan jasa

yang tidak bisa disediakan oleh swasta. Oleh karena itu, pemerintah harus

turun tangan secara langsung untuk mengusahakan atau memenuhi

permintaan masyarakatnya.

c. Urbanisasi dan Perkembangan Ekonomi

Perpindahan penduduk dari desa ke kota atau urbanisasi harus

dilayani oleh pemerintah. Pemerintah perlu menyediakan lapangan

pekerjaan, fasilitas listrik, air bersih, perumahan, keamanan dan kesehatan.

Biasanya perkembangan ekonomi ditandai dengan industrialisasi, dan

urbanisasi terjadi besama-sama dengan industrialisasi yang terjadi di kota-

kota besar.

Orang bersedia pindah dari desa ke kota karena banyak hal yang

menarik, seperti peluang kerja di kota lebih banyak, tingkat upah lebih

Page 48: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30  

tinggi, serta fasilitas hiburan yang bervariasi. Namun, terkadang urbanisasi

justru menimbulkan dampak negatif seperti munculnya pengangguran,

meningkatnya tindak kriminal, gelandangan dan perkampungan kumuh

dan lain sebagainya. Oleh karena itu, perlu adanya penanganan serius dari

pemerintah untuk mengantisipasi dampak negatif dari perkembangan

ekonomi dan urbanisasi.

d. Perkembangan Demokrasi

Perkembangan demokrasi menuntut pemerintah untuk mengatur,

menjaga dan mengelola kepentingan semua pihak baik individu maupun

masyarakat. Dalam sebuah negara demokrasi, tidak sedikit dana yang

dibutuhkan pemerintah dalam rangka pengambilan keputusan atau

pemungutan suara, musyawarah atau rapat, dan sebagainya.

e. Ketidakefektifan Kinerja Pemerintah

Sering kali berkembangnya peran pemerintah justru mengakibatkan

kinerja pemerintah menjadi tidak efektif dan efisien. Pemborosan-

pemborosan yang terjadi pada birokrat menyebabkan pengeluaran

pemerintah semakin besar.

8. Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah Dengan

Pembangunan Ekonomi

Gejala reformasi di Indonesia telah membawa dampak yang luas di

berbagai bidang kehidupan baik ekonomi, sosial budaya, politik, maupun

hukum. Salah satu bentuk perubahan yang cukup mendasar adalah mulai

ditanggapinya berbagai tuntutan daerah yang selama ini terkooptasi oleh

Page 49: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31  

pemerintah pusat. Bentuk tanggapan (respon), dari pemerintah tersebut

seperti tercermin dalam bentuk reformasi hubungan dan perimbangan

keuangan pemerintah pusat dan daerah yang merupakan esensi dari otonomi

daerah.

Reformasi hubungan pemerintah pusat dan daerah telah memberi angin

baru dan segar bagi masyarakat daerah untuk mengolah dan membangun

daerahnya sendiri. Daerah akan diberikan peran yang semakin menonjol,

tidak saja dalam hal penyelenggaraan akan tetapi juga dalam hal membiayai

sumber – sumber kekayaan alamnya.

Penyelenggaraan pemerintah daerah dalam hal ini sebagai sub system

pemerintah negara dimaksudkan untuk meningkatkan daya guna dan hasil

guna penyelenggaraan pemerintah dan pelayanan masyarakat. Sebagai daerah

otonomi seyogyanya daerah mempunyai kewenangan dan tanggungjawab

penyelenggaraan kepentingan masyarakat berdasarkan prinsip – prinsip

keterbukaan, partisipasi masyarakat dan pertanggungjawaban kepada

masyarakat. Peningkatan peran daerah sama sekali tidak berarti daerah –

daerah yang miskin sumberdayanya akan terbengkalai.

Pembangunan yang dilaksanakan di daerah bertujuan meningkatkan

taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat seiring dengan tujuan

pembangunan nasional yaitu membangun manusia Indonesia seutuhnya dan

masyarakat Indonesia seluruhnya.

Kenyataan menunjukkan profil hubungan keuangan pusat dan daerah di

Indonesia pada umumnya hingga kini dominiasi pemerintah pusat yang

teramat besar atas pemerintah daerah. Hal ini dapat terlihat dalam pembagian

Page 50: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32  

baik sumber – sumber pendapatan maupun kewenangan pengurusan dan

pengalokasiannya diantara pemerintah pusat dan daerah. (Adisasmita, 2011)

Mobilisasi dan sentralisasi manajemen sumber – sumber keuangan yang

berjalan selama ini cenderung mempertinggi derajat pengawasan pusat

terhadap pelaksanaan pembangunan. Salah satu alasan mengapa hal tersebut

dilakukan adalah membuat kesinambungan dari pemanfaatan sumberdaya

alam (seperti minyak, gas bumi dan timah) diantara propinsi – propinsi yang

ada. Oleh karena itu, pemerintah pusat merasa perlu untuk mengeksploitasi

sumber – sumber daya alam tersebut dan mengalokasikan dana itu kepada

daerah – daerah. Sedangkan di sisi lain, meningkatkan daerah yang hanya

mempunyai sedikit kesmpatan untuk meningkatkan pendapatan mereka. Oleh

karena itu, pada saat penghasilan – penghasilan yang pasti belum diperoleh,

pemerintah daerah tetap menggantungkan pada bantuan dan subsidi dari

pemerintah pusat, dan tetap tidak akan mampu menggerakkan sumber

penghasilan setempat guna membiayai program – programnya sendiri.

Oleh karena itu, untuk mendukung pembangunan ekonomi yang juga

bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan distribusi

pendapatan yang merata diperlukan kewenangan yang luas, nyata dan

bertanggungjawab di daerah secara proporsional yang diwujudkan dengan

pengaturan, pemberian dan pemanfaatan sumber daya nasional yang

terkendali, serta perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah. dan

dilaksanakan atas desentarlisasi, dekonsentralisasi dan pembantuan.

Page 51: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33  

9. Indeks Williamson

Indeks Williamson pertama kali digunaan oleh Jeffrey G. Williamson.

Indeks ini merupakan salah satu alat yang digunakan untuk mengukur tingkat

ketimpangan pembangunan ekonomi antar wilayah. Rumus yang digunakan,

sebagai berikut:

dimana,

Yi = PDRB per kapita di Kabupaten i

Y = PDRB per kapita rata – rata di Provinsi

Fi = jumlah penduduk di Kabupaten i

N = jumlah penduduk di provinsi

Kriteria yang digunakan dalam penelitian yaitu apabila nilai Indeks

Williamson kurang dari 0,30 termasuk ketimpangan rendah, dan apabila

Indeks Williamson berada diantara 0,30 – 0,50 termasuk ketimpangan

sedang. Sedangkan, apabila Indeks Williamson lebih dari 0,50 termasuk

ketimpangan tinggi (Nuraini, 2000).

B. Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan Joko Waluyo pada tahun 2007, berjudul “Dampak

Desentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan

Pendapatan Antar Daerah di Indonesia”. Tujuan penelitian ini adalah untuk

menganalisis dampak desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi dan

ketimpangan pendapatan antar daerah. Metode penelitian yang digunakan adalah

Page 52: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34  

model ekonometrika persamaan simultan dengan menggunakan data panel antar

propinsi. Asumsi utama yang digunakan dalam model penelitian adalah tidak ada

keterkaitan antar daerah (tak ada migrasi penduduk antardaerah, pergerakan

modal dan barang antar daerah). Teknik estimasi yang digunakan adalah Two

Stage Least Square (TSLS). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data

atas dasar harga konstan tahun 2003 dan berupa data level pada tingkat propinsi.

Hasil menunjukkan bahwa desentralisasi fiskal berdampak pertumbuhan

ekonomi tinggi yang relatif terjadi di daerah pusat bisnis dan daerah yang kaya

sumberdaya alam daripada daerah bukan pusat bisnis dan miskin sumberdaya

alam. Mekanisme alokasi dana bagi hasil SDA untuk investasi sektor kunci dalam

perekonomian akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah. Selain itu,

desentralisasi fiskal akan berdampak mengurangi ketimpangan pendapatan antar

daerah terutama antara daerah – daerah di Pulau Jawa dengan Luar Pulau Jawa

dan antara Kawasan Barat Indonesia (KBI) dengan Kawasan Timur Indonesia

(KTI).

Penelitian yang dilakukan Charlos Chrisyanto pada tahun 2006, berjudul

“Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Ketimpangan Perekonomian Antar Daerah

Di Indonesia”. Terjadinya perbedaan dari distribusi pendapatan antar daerah dan

distribusi pengeluaran pemerintah pusat dan daerah merupakan suatu

permasalahan dalam pelaksanaan pembangunan di berbagai daerah di Indonesia.

Perbedaan tersebut terjadi selama bertahun – tahun lamanya sehingga

menyebabkan terjadinya ketimpangan daerah satu dengan daerah yang lain.

Penelitian bertujuan untuk menganalisa faktor – faktor yang mempengaruhi

ketimpangan ekonomi daerah melalui Indeks Williamson, faktor – faktor yang

Page 53: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35  

dianalisa adalah PDRB, pendapatan per kapita dan pengeluaran daerah untuk

pembangunan selama masa dan sebelum krisis ekonomi. Metode analisa yang

digunakan adalah regresi linier berganda dengan menggunakan data 30 provinsi di

Indonesia tahun 1989 – 2003, dengan variabel terikat adalah ketimpangan daerah

(yang diukur dengan Indeks Williamson), dan variabel bebas adalah pendapatan

per kapita, pengeluaran pembangunan dan dummy krisis untuk pembangunan.

Pendugaan dilakukan dengan Metode Ordinary Least Square (OLS).

Hasil analisa Christianto menunjukkan bahwa terjadinya ketimpangan

ekonomi antar daerah disebabkan oleh tingginya pendapatan per kapita DKI

Jakarta yang menyebabkan ketimpangan di Pulau Jawa dan tingginya pendapatan

di Kalimantan Timur yang menyebabkan ketimpangan di Luar Pulau Jawa.

Interpretasi analisa model regresi menunjukkan bahwa ketimpangan daerah

dengan melihat faktor migas dipengaruhi oleh pengeluaran pemerintah daerah

pada saat dua tahun sebelumnya dan terjadinya krisis ekonomi. Sedangkan

ketimpangan daerah tanpa melihat faktor migas dipengaruhi oleh pendapatan per

kapita daerah dan pengeluaran pemerintah.

Pada tahun 2009, Purwanto melakukan penelitian yang diberi judul

“Pembiayaan Pembangunan Daerah Dalam Perekonomian Regional Di

Indonesia”. Analisis dilakukan di tingkat regional. Tujuan dari penelitian ini

adalah untuk menganalisis peran belanja modal pemerintah daerah terhadap

kinerja perekonomian daerah. Penelitian ini bersifat deskriptif dan kuantitatif.

Model regresi dalam bentuk analisis cross section dengan periode analisis tahun

2007. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah pertumbuhan pendapatan per

kapita regional dan variabel bebas yang diambil adalah belanja modal (CXP),

Page 54: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36  

proporsi usia produktif (PAG), angka tidak melek huruf (ILI), dan dummy

variabel (DUMM). Standar prosedur untuk tes statistic dari model akan dihitung

dengan menggunakan standar asumsi klasik regresi yang kemudian dilakukan uji

asumsi klasik.

Hasil penelitian Purwanto menunjukkan bahwa belanja modal berpengaruh

positif dan signifikan, proporsi usia produktif berpengaruh positif dan signifikan,

angka tidak melek huruf berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap

pertumbuhan pendapatan per kapita regional. Koefisien determinasi yang

dihasilkan sebesar 0,59. Sedangkan, uji F yang dihasilkan adalah bahwa secara

bersama-sama variabel independen berpengaruh secara signifikan terhadap

variabel dependen. Uji asumsi klasik yang dilakukan dalam penelitian ini

menunjukkan bahwa dalam penelitian tidak terdapat masalah heteroskedastisitas.

C. Kerangka Pemikiran

Adapun kerangka pemikiran dari penelitian ini adalah:

Proporsi Dana Alokasi Umum Provinsi (DAU)

Indeks Ketimpangan

Pembangunan Ekonomi

(IW)

Rasio Belanja Modal Provinsi dengan total pengeluaran pemerintah pusat

(RBM)

Rasio total Pengeluaran provinsi dengan total pengeluaran pemerintah

pusat (RPP)

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

Page 55: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37  

Banyak variabel dalam keuangan daerah di propinsi yang mempengaruhi

tingkat ketimpangan di Indonesia. Dalam penelitian ini, variabel yang diduga

mempengaruhi besarnya tingkat ketimpangan pembangunan ekonomi antar

provinsi di Indonesia yaitu proporsi Dana Alokasi Umum, Rasio Belanja Modal

Provinsi dengan total pengeluaran pemerintah pusat dan rasio pengeluaran

provinsi dengan total pengeluaran pemerintah pusat. Faktor – faktor lain yang

mempengaruhi tinggi rendahnya tingkat ketimpangan pembangunan ekonomi

antar provinsi di Indonesia dianggap konstan. Hal ini mengingat dalam penelitian

ekonomi, faktor – faktor yang mempengaruhi gejala ekonomi selalu mengalami

perubahan dari waktu ke waktu.

D. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Tingkat ketimpangan pembangunan ekonomi antar provinsi di Indonesia yang

dihitung dengan Indeks Williamson masih relatif tinggi atau lebih dari 0,5;

2. Proporsi dana alokasi umum signifikan berpengaruh negatif terhadap

ketimpangan pembangunan ekonomi di Indonesia;

3. Rasio belanja modal dengan total pengeluaran pemerintah signifikan

berpengaruh negatif terhadap ketimpangan pembangunan ekonomi di

Indonesia;

4. Rasio pengeluaran dengan pengeluaran pemerintah signifikan berpengaruh

positif terhadap ketimpangan pembangunan ekonomi di Indonesia.

Page 56: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38  

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini merupakan analisis mengenai ketimpangan pembangunan

ekonomi antar kabupaten/kota di provinsi – provinsi di Indonesia. Data diambil

secara tahunan tiap provinsi di Indonesia. Sehingga, data dalam penelitian ini

terdiri dari 33 provinsi dari tahun 2006 sampai dengan 2009.

B. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan penelitian ini seluruhnya menggunakan data sekunder,

dengan jenis datanya adalah pooled data. Pooled data adalah sekelompok data

individu yang diteliti selama rentan waktu tertentu. Data diperoleh dari Badan

Pusat Statistik Provinsi di Indonesia yang terdiri dari:

1. Data jumlah penduduk tiap provinsi mulai tahun 2006 sampai tahun 2009;

2. Data PDRB atas dasar harga konstan 2000 tiap kabupaten/kota di provinsi–

provinsi di Indonesia pada tahun 2006 sampai dengan 2009;

3. Data Statistik Keuangan Daerah untuk tiap provinsi di Indonesia pada tahun

2006 sampai dengan 2009.

Selain berasal dari Badan Pusat Statistik, data juga diperoleh dari nota

keuangan pemerintah tahun 2009 - 2010 dan LKPD tiap provinsi tahun 2010.

Page 57: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

C. Definisi Operasional Variabel

1. Indeks Ketimpangan Pembangunan Ekonomi

Merupakan tingkat penyebaran PDRB per kapita kabupaten, terhadap

tingkat rata – rata PDRB per kapita provinsi. Tingkat ketimpangan

pembangunan ekonomi diukur dengan menggunakan Indeks Williamson.

Ditunjukkan oleh angka.

2. Proporsi Dana Alokasi Umum

Merupakan perbandingan realisasi dana alokasi umum provinsi yang

telah dialokasikan oleh pemerintah pusat kepada daerah dengan total

penerimaan pemerintah pusat. Proporsi Dana Alokasi Umum dinyatakan

dalam persen.

3. Rasio Belanja Modal Provinsi Terhadap Pengeluaran Pemerintah

Merupakan realisasi belanja modal provinsi dibagi dengan realisasi total

pengeluaran pemerintah pusat. Rasio belanja modal dinyatakan dalam persen.

4. Rasio Pengeluaran Daerah Dengan Total Pengeluaran Pemerintah

Diperoleh dari perbandingan antara realisasi pengeluaran provinsi

dengan total pengeluaran pemerintah. Rasio pengeluaran daerah dinyatakan

dalam persen.

D. Metode Analisis Data

1. Ketimpangan Pembangunan Ekonomi di Indonesia

Untuk mengetahui tingkat ketimpangan pembangunan ekonomi antar

provinsi di Indonesia digunakan Indeks Williamson. Perhitungan Indeks

Williamson digunakan rumus, sebagai berikut:

Page 58: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

..………………….(3.1)

Dimana,

Yi = PDRB per kapita di kabupaten i

Y = PDRB per kapita rata – rata di provinsi

fi = jumlah penduduk di kabupaten i

N = jumlah penduduk di provinsi

Kriteria yang digunakan dalam penelitian yaitu apabila nilai Indeks

Williamson kurang dari 0,30 termasuk ketimpangan rendah, dan apabila

Indeks Williamson berada diantara 0,30 – 0,50 termasuk ketimpangan

sedang. Sedangkan, apabila Indeks Williamson lebih dari 0,50 termasuk

ketimpangan tinggi (Nuraini, 2000).

2. Pemilihan Model

Pengaruh proporsi dana alokasi umum provinsi, rasio belanja modal

provinsi dengan total pengeluaran pemerintah pusat dan rasio pengeluaran

provinsi dengan total pengeluaran pemerintah pusat terhadap tingkat

ketimpangan pembangunan ekonomi antar provinsi di Indonesia dianalisis

menggunakan panel data (Pooled Data). Panel data merupakan sekelompok

data individu dalam beberapa tahun. Fungsi matematis dalam penelitian ini

yaitu

………………..…(3.2)

Page 59: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

Fungsi (3.2) dapat dimodifikasi ke dalam model ekonometrika menjadi,

berikut ini:

… (3.3)

Dimana,

IW = Indeks Williamson

DAU = Proporsi Dana Alokasi Umum

RBM = Rasio Belanja Modal provinsi dengan total pengeluaran pemerintah

RPP = Rasio Pengeluaran pemerintah daerah dengan pemerintah pusat

µit = gangguan stokastik

Penelitian ini menggunakan Generalized Least Square (GLS). GLS

dipilih karena dalam metode OLS yang umum tidak mengasumsikan bahwa

varian variabel adalah heterogen, pada kenyataannya variasi data pada data

campuran cenderung heterogen (Gujarati, 2004). Metode GLS yang

memperhitungkan heterogenitas yang terdapat pada variabel independen

secara eksplisit sehingga metode ini mampu menghasilkan estimator yang

memenuhi kriteria BLUE (Best Linier Unbiased Estimator). Dalam Metode

GLS dilakukan dengan memilih Cross Section Weight. Dengan model ini

diharapkan akan mengetahui perubahan pembentukan variabel dependen

(tingkat ketimpangan pembangunan ekonomi) sebagai akibat perubahan

variabel – variabel independen yang mempengaruhinya.

Dalam analisa model data panel dikenal, tiga macam pendekatan yang

terdiri dari Common Effect Model (CEM), Fixed Effect Model (FEM), dan

Random Effect Model (REM).

a. Common Effect Model (CEM)

Page 60: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

Merupakan pendekatan paling sederhana yang disebut estimasi

CEM atau pooled least square. Pada pendekatan ini diasumsikan bahwa

nilai intersep masing-masing variabel adalah sama, begitu pula slope

koefisien untuk semua unit cross-section dan time series (Sukendar

dalam Yuniarti, 2008).

b. Fixed Effect Model (FEM).

Menurut Gujarati (2004), salah satu cara untuk memperhatikan

unit cross section pada model regresi panel adalah dengan mengijinkan

nilai intersep berbeda-beda untuk setiap unit cross section tetapi

masih mengasumsikan slope koefisien tetap. Model FEM dapat

dinyatakan sebagai berikut:

……………... (3.4)

i = 1, 2, 3, …, N

t = 1, 2, 3, …, T

model di atas dikenal sebagai model Fixed Effects karena meskipun

itersep berbeda untuk setiap unit cross section, namun intersep ini tidak

berbeda atau konstan untuk setiap time series (Gujarati, 2004).

c. Random Effects Model (REM)

Pada model REM diasumsikan αi merupakan variabel random

dengan mean α0. Sehingga intersep dapat dinyatakan sebagai (Gujarati,

2004) αi = αi + εi, dimana εi adalah error random yang mempunyai mean

nol dan varian , εi tidak secara langsung diobservasi atau disebut juga

laten. Berikut persamaan dari REM (Gujarati, 2004):

……………... (3.5)

Page 61: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

i = 1, 2, 3, …, N

t = 1, 2, 3, …, T

Dengan , suku error memuat dua komponen

error yaitu komponen error cross section dan yang merupakan

kombinasi komponen error cross section dan time series.

Ketiga model tersebut dipilih yang terbaik untuk dijadikan model dalam

penelitian ini. Pemilihan model dilakukan dengan membandingkan antara

model yang satu dengan yang lain, berikut ini:

a. CEM dengan FEM

Untuk membandingkan antara model CEM dengan FEM, mana

yang lebih cocok dipakai dalam penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan Uji Chow. Hipotesis dalam Uji Chow, sebagai berikut:

Ho : Model CEM

H1 : Model FEM

Dasar penolakan terhadap hipotesa nol tersebut adalah dengan

menggunakan F Statistik seperti yang dirumuskan oleh Chow:

…….………. (3.6)

Dimana:

RSS1 = Residual Sum Square (Merupakan Sum of Square Residual yang

diperoleh dari estimasi data panel dengan metode pooled least

square/common intercept (CEM).

Page 62: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

RSS2 = Residual Sum Square (Merupakan Sum of Square Residual yang

diperoleh dari estimasi data panel dengan Fixed Effect Model

(FEM).

N = Jumlah data cross section.

T = Jumlah data time series.

K = Jumlah variabel penjelas.

Apabila nilai Fhitung > Ftabel, maka model yang seharusnya digunakan

adalah FEM. Sebaliknya, apabila nilai Fhitung < Ftabel (N-1, NT – N – K),

maka model yang sebaiknya digunakan adalah CEM.

b. FEM dengan REM

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan untuk menentukan

pendekatan mana yang dipilih antara Fixed Effects Model dengan

Random Effect Model (Judge dalam Aisyah, 2007), sebagai berikut:

1) Jika εi dan X berkorelasi lebih baik digunakan FEM, dan jika εi dan X

tidak berkorelasi lebih baik digunakan CEM.

2) Jika T besar dan N kecil, perbedaan antara keduanya relatif kecil.

Tapi FEM lebih disukai.

3) Jika N besar dan T kecil, digunakan FEM jika unit tidak random dari

sampel yang besar dan digunakan CEM jika unit diambil secara

random.

4) Jika N besar dan T kecil dan jika asumsi CEM terpenuhi, estimator

CEM lebih efisien dibanding FEM.

Dimana,

εi = Random Error Term dengan rata – rata nol dan varian 2εσ

Page 63: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

X = Variabel bebas

N = Jumlah cross section yang diambil dalam penelitian

T = Jumlah time series yang diambil dalam penelitian

3. Uji Asumsi Klasik

a. Uji Multikolinier

Multikolinieritas adalah adanya hubungan antara beberapa atau

semua variabel yang menjelaskan dalam model regresi. Jika dalam model

terdapat multikolinearitas maka model tersebut memiliki kesalahan standar

yang besar sehingga koefisien tidak dapat ditaksir dengan ketepatan tinggi.

Salah satu cara mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas adalah

dengan menggunakan korelasi parsial. Metode ini dilakukan dengan

melihat hasil olah data, apabila R2 yang dihasilkan besar, namun terdapat

variabel independen yang tidak signifikan, maka dapat disimpulkan bahwa

model penelitian tersebut terdapat Multikolineritas. Selain itu, apabila R2

yang dihasilkan sangat kecil, namun semua variabel independen memiliki

probabilitas t yang signifikan, maka dapat disimpulkan bahwa dalam

penelitian terdapat masalah multikolinieritas (Pyndick dan Rubinfeld

dalam Purwanto, 2009).

b. Uji Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas terjadi jika kesalahan atau residual yang diamati

tidak memiliki varians yang konstan dari satu observasi ke observasi

lainnya. Gejala hetetoskedastisitas lebih sering dijumpai dalam data silang

Page 64: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

tempat daripada runtut waktu, maupun sering juga muncul dalam analisis

yang menggunakan data rata-rata. (Kuncoro, 2007)

c. Uji Autokorelasi

Autokerelasi adalah adanya korelasi antara variabel gangguan

sehingga penaksir tidak lagi efisien baik dalam sampel kecil maupun

dalam sampel besar. Salah satu metode yang dapat menguji ada tidaknya

autokorelasi adalah dengan Durbin – Watson d test dan B – G test.

Hipotesis untuk menguji ada tidaknya autokorelasi dalam D-W test

adalah

Ho : tidak ada serial autokorelasi baik positif maupun negatif.

Gambar 3.3, Kriteria Durbin-Watson Test

Sumber: Gujarati, 1999; 216.

Gambar 3.1 Kriteria Durbin-Watson Test

Kriteria hasil perhitungan D-W statistik dibandingkan dengan tabel

DW, sebagai berikut:

Jika d < dL, maka Ho ditolak

Jika dU < d < 4 – dU, maka Ho diterima

Page 65: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

Jika dL ≤ d ≤ dU atau 4 – dU ≤ d ≤ 4 – dL, maka pengujian dinyatakan

tidak meyakinkan (inconclusive).

4. Uji Statistik

Uji statistik dilakukan untuk menentukan tingkat signifikansi variabel.

Uji yang digunakan adalah

a. Uji t

Uji t merupakan pengujian koefisien regresi secara individual atau

sendiri – sendiri. Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui

tingkat signifikan masing – masing variabel independen terhadap

variabel dependen, dengan menganggap variabel independen lainnya

konstan. Hipotesis yang hendak diuji, yaitu:

i. Ho : βi = 0

(variabel independen ke-i tidak memiliki pengaruh signifikan

terhadap variabel dependen);

ii. Ha : βi ≠ 0

(variabel independen ke-i memiliki pengaruh signifikan terhadap

variabel dependen)

Rumus yang digunakan Uji t adalah sebagai berikut:

………………..………… (3.7)

dimana,

α = Derajat Signifikansi

n = Jumlah data

k = Jumlah parameter dalam model termasuk konstanta

Page 66: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

……………………..…… (3.8)

dimana,

Βi = Koefisien regresi variabel independen ke-i

Se(βi)= Standar eror variabel independen ke-i

Kriteria Pengujian dari Uji t adalah sebagai berikut:

Sumber: Fleming, Michael and Joseph Nellis (1996)

Gambar 3.2 Kriteria Uji t

Jika thitung < ttabel atau thitung > ttabel, maka pada tingkat kepercayaan

α, Ha diterima dan Ho ditolak. Berarti setiap variabel independen

berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Sedangkan, jika ttabel

≤ thitung ≤ ttabel, maka pada tingkat kepercayaan α, Ho diterima dan Ha

ditolak. Hal ini berarti variabel independen tidak signifikan terhadap

variabel dependen.

Cara lain untuk mengetahui signifikan tidaknya koefisien regresi,

dengan bantuan program Eviews 3.0 dapat dilihat dari nilai

probabilitasnya (Aisyah, 2007:175):

1) Jika nilai probabilitasnya kurang dari 0,01 maka koefisien regresi

dari variabel signifikan pada tingkat kepercayaan (α) 1%;

Page 67: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49

2) Jika nilai probabilitas kurang dari 0,05 maka koefisien regresi dari

variabel signifikan pada tingkat kepercayaan 5%;

3) Jika nilai probabilitas kurang dari 0,10 maka koefisien regresi dari

variabel signifikan pada tingkat kepercayaan 10%.

b. Uji F

Uji F merupakan pengujian regresi koefisiensi secara bersama –

sama, yang bertujuan untuk mengetahui apakah variabel independen

secara bersama – sama berpengaruh terhadap variabel dependen.

Hipotesis yang diajukan dalam uji F, sebagai berikut:

Ho : β0 = β1 = β2 = β3 = … = βi = 0

Ha : β0 ≠ β1 ≠ β2 ≠ β3 ≠ … ≠ βi ≠ 0

Uji F dirumuskan, sebagai berikut:

……..………………. (3.9)

dimana,

N = jumlah observasi

k = jumlah variabel bebas

α = derajat signifikansi

…….………………… (3.10)

dimana,

R2 = Koefisien Determinasi

Page 68: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50

Kriteria pengujian dari Uji F adalah sebagai berikut:

Sumber: Fleming, Michael and Joseph Nellis (1996)

Gambar 3.3 Kriteria Uji F

Apabila Fhitung > Ftabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima, atau

berbeda dengan nol. Dapat disimpulkan bahwa pada tingkat signifikansi

α, variabel independen secara bersama – sama berpengaruh terhadap

variabel dependen. Sebaliknya, apabila Fhitung < Ftabel, maka Ho diterima

dan Ha ditolak, atau sama dengan nol. Dapat disimpulkan bahwa pada

tingkat signifikansi α, variabel independen secara bersama – sama

berpengaruh terhadap variabel dependen.

5. Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi menunjukkan derajat ketepatan model, yang

biasa dinyatakan dalam persen (%). Semakin mendekati 100%, variabel

independen semakin berpengaruh terhadap variabel dependen. Koefisen

determinasi dapat dirumuskan, sebagai berikut:

………… (3.11)

Page 69: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

51

dimana,

N = Jumlah observasi

k = Jumlah variabel bebas

R2 = Koefisien Determinasi

Page 70: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

52

BAB IV

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

E. Gambaran Umum

1. Keadaan Alam

Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak di kawasan Asia

Tenggara. Luas daratan di Indonesia adalah 1.922.570 km2, sedangkan luas

perairan 3.257.483 km2 Berdasarkan posisi geografisnya, negara Indonesia

memiliki batas-batas, berikut ini:

Utara = Negara Malaysia, Singapura, Filipina, Laut Cina Selatan.

Selatan = Negara Australia, Samudera Hindia.

Barat = Samudera Hindia.

Timur = Negara Papua Nugini, Timor Leste, Samudera Pasifik.

Sesuai dengan posisi astronomis dan geografisnya, Indonesia memiliki

arti penting dalam kaitannya dengan iklim dan perekonomian. Menurut posisi

astronomis, Indonesia terletak diantara 6oLU – 11oLS dan 95oBT – 141oBT.

Kepulauan Indonesia dilewati oleh garis khatulistiwa yang terletak di lintang

0o. Sedangkan posisi geografisnya, kepulauan Indonesia terletak di antara

Benua Asia dan Benua Australia, dan di antara Samudera Hindia dan

Samudera Pasifik.

Indonesia terdiri dari 5 pulau besar, yaitu: Jawa, Sumatera,

Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Rangkaian pulau-pulau ini disebut pula

sebagai kepulauan Nusantara atau kepulauan Indonesia. Berdasarkan Garis-

Page 71: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

53

garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1993, maka wilayah Indonesia dibagi

menjadi 2 kawasan pembangunan:

a. Kawasan Barat Indonesia. Terdiri dari Jawa, Sumatera, Kalimantan, Bali.

b. Kawasan Timur Indonesia. Terdiri dari Sulawesi, Maluku, Papua, Nusa

Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur

Gambar 4.1

Peta Indonesia Menurut Provinsi

Pulau – pulau di Indonesia, sebagai berikut:

a. Pulau Sumatera

Pulau Sumatera terletak di bagian barat Indonesia, yang merupakan

salah satu pulau terbesar keenam di dunia. Batas bagian utara Pulau

Sumatera adalah Laut Andaman dan di bagian selatan adalah Selat Sunda.

Pulau ini membujur dari barat laut ke arah tenggara dan melintasi

khatulistiwa, seolah membagi pulau Sumatra atas dua bagian, Sumatera

belahan bumi utara dan Sumatra belahan bumi selatan.

Pulau Sumatra merupakan kawasan episentrum gempa bumi

karena dilintasi oleh patahan kerak bumi disepanjang Bukit Barisan, yang

Page 72: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

54

disebut Patahan Sumatra; dan patahan kerak bumi di dasar Samudra

Hindia disepanjang lepas pantai sisi barat Sumatra. Danau terbesar di

Indonesia, Danau Toba terdapat di pulau Sumatra.

Secara administratif, Pulau Sumatera terbagi atas 8 provinsi yaitu:

Aceh, Sumatra Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan,

Bengkulu dan Lampung dan 2 provinsi lain yang merupakan pecahan dari

provinsi induk di pulau Sumatera yaitu Kepulauan Riau dan Kepulauan

Bangka Belitung.

b. Pulau Kalimantan

Berdasarkan luasnya, Pulau Kalimantan merupakan salah satu

pulau terbesar ketiga di dunia, setelah Irian Jaya yang bergati nama

menjadi Papua) dan Greenland. Di Pulau Kalimantan tidak hanya terdapat

wilayah Indonesia, tetapi juga terdapat wilayah yang termasuk dalam

Negara Malaysia dan Brunei. wilayah tersebut terletak di bagian utara

Pulau Kalimantan, yaitu Sarawak dan Sabah yang merupakan wilayah

Malaysia, dan Negara Brunei. Batas bagian selatan Pulau Kalimantan

adalah Laut Jawa, dan batas bagian barat adalah Laut China Selatan dan

Selat Karimata. Sedangkan di bagian timur dipisahkan dengan Pulau

Sulawesi oleh Selat Makassar.

Tingkat kesuburan tanah di Pulau Kalimantan kurang subur

dibandingkan dengan tanah di Pulau Sumatera. Namun Pulau Kalimantan

sama halnya dengan Pulau Sumatera, diliputi oleh hutan tropik yang lebat

(primer dan sekunder). Secara geologik Pulau Kalimantan stabil, relatif

aman dari gempa bumi (tektonik dan vulkanik) karena tidak dilintasi oleh

Page 73: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

55

patahan kerak bumi dan tidak mempunyai rangkaian gunung berapi aktif

seperti halnya pulau Sumatera, pulau Jawa dan pulau Sulawesi. Sungai

terpanjang di Indonesia, Sungai Kapuas, 1.125 kilometer, berada di Pulau

Kalimantan.

Pulau Kalimantan secara administratif terbagi atas 4 provinsi yaitu:

Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan

Kalimantan Timur.

c. Pulau Jawa

Pulau Jawa melintang dari barat ke timur dan berada di bagian

selatan Indonesia. Berbeda dengan Pulau Kalimantan dan Sumatera yang

merupakan salah satu pulau terbesar, Pulau Jawa memiliki Penduduk lebih

banyak dibandingkan dengan pulau – pulau lainnya di Indonesia.

Batas bagian selatan Pulau Jawa adalah Samudera Hindia, dan

batas bagian utara adalah Laut Jawa dan dipisahkan dengan Pulau Madura

oleh Selat Madura. Batas bagian barat Pulau Jawa adalah Selat Sunda yang

merupakan pemisah antara Pulau Sumatera dan Pulau Jawa. Sedangkan

batas bagian timur adalah Selat Bali, yang merupakan pemisah antara

Pulau Jawa dengan Pulau Bali.

Secara geologik, Pulau Jawa merupakan kawasan episentrum

gempa bumi karena dilintasi oleh patahan kerak bumi lanjutan patahan

kerak bumi dari Pulau Sumatera, yang berada dilepas pantai selatan Pulau

Jawa.

Page 74: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

56

Pulau Jawa secara administratif terbagi atas 6 provinsi yaitu:

Banten, Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah

Istimewa Yogyakarta dan Jawa Timur.

d. Pulau Sulawesi

Pulau Sulawesi bagian utara dibatasi oleh Laut Sulawesi, yang

merupakan pemisah antara Pulau Sulawesi dengan Pulau Mindanao,

Filipina. Di Bagian Selatan dibatasi oleh Laut Flores, dan di bagian barat

dibatasi oleh Selat Makasar, yang merupakan pemisah antara Pulau

Sulawesi dengan Pulau Kalimantan. Sedangkan di bagian timur Pulau

Sulawesi dibatasi olehLaut Banda.

Pulau Sulawesi merupakan habitat banyak satwa langka dan satwa

khas Sulawesi; di antaranya Anoa, Babi Rusa, Kera Tarsius. Secara

geologik Pulau Sulawesi sangat labil secara karena dilintasi patahan kerak

bumi lempeng Pasifik dan merupakan titik tumbukan antara Lempeng

Asia, Lempeng Australia dan Lempeng Pasifik.

Pulau Sulawesi secara administratif terbagi atas enam provinsi

yaitu: Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi

Tenggara, Gorontalo dan Sulawesi Utara.

e. Kepulauan Sunda Kecil

Kepulauan Sunda Kecil terdiri dari beberapa pulau kecil yang

terpisah – pisah yang terletak di selatan Khatulistiwa. Sebagian besar,

Kepulauan Suda Kecil merupakan merupakan barisan gunung berapi aktif

dengan tinggi sekitar 2.000 sampai 3.700 meter di atas permukaan laut.

Diantaranya yang terkenal adalah Gunung Agung di Bali, Gunung Rinjani

Page 75: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

57

di Lombok, Gunung Tambora di Sumbawa dan Gunung Lewotobi di

Flores.

Batas bagian utara gugus kepulauan adalah Laut Flores dan Laut

Banda. Di bagian selatan kepulauan ini dibatasi oleh Samudera Hindia. Di

bagian barat dibatasi dengan Selat Bali. Sedangkan, di bagian timur

berbatasan dengan Kepulauan Maluku dan Papua yang dipisahkan

oleh Laut Banda.

Hutan di Kepulauan Sunda Kecil sangat sedikit, bahkan semakin

ke timur gugus pulau maka hutan telah berganti dengan sabana. Secara

geologik, kawasan Sunda Kecil juga termasuk labil karena dilintasi

oleh patahan kerak bumi di selatan gugusan Kepulauan Sunda Kecil yang

merupakan lanjutan patahan kerak bumi diselatan pulau Jawa.

Secara administratif, Kepulauan Sunda kecil dibagi atas 3 provinsi

yaitu: Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.

f. Kepulauan Maluku dan Papua

Merupakan kepulauan Indonesia yang terletak di sebelah timur

Indonesia. Kepulauan ini terdiri dari satu pulau besar dan ribuan pulau-

pulau kecil, baik yang berpenghuni maupun tidak. Satu pulau besar

tersebut bernama Pulau Papua yang merupakan pulau terbesar di dunia.

Secara administratif, Kepulauan Maluku dan Papua dibagi atas:

Maluku Utara, Maluku, Papua Barat, dan Papua.

Page 76: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

58

2. Penduduk

Hasil sensus penduduk tahun 2010 menunjukkan bahwa jumlah

penduduk di Indonesia meningkat menjadi sebanyak 237.556.363 orang.

Jumlah tersebut terdiri dari 119.507.580 orang berjenis kelamin laki – laki dan

118.048.783 orang berjenis kelamin perempuan. Rata – rata laju pertumbuhan

penduduk per tahun di Indonesia sebesar 1,49 persen per tahun. Sedangkan,

rata – rata kepadatan penduduk di Indonesia sebesar 124 orang per km2.

Sebagaian besar penduduk Indonesia bertempat tinggal di Pulau Jawa,

dengan jumlah penduduk terbanyak berada di Jawa barat, Jawa Timur, dan

Jawa Tengah, masing – masing berjumlah 43.021.826 orang, 37.476.011

orang dan 32.380.687 orang. Sedangkan kepadatan peduduk tertinggi di

Indonesia juga terdapat di Pulau Jawa yaitu DKI Jakarta, sebesar 14.440 orang

per km2.

Tabel 4.1 Distribusi Penduduk menurut Pulau

di Indonesia Tahun 2010 Pulau Persentase

Pulau Jawa 58% Pulau Sumatera 21% Pulau Sulawesi 7% Pulau Kalimantan 6% Pulau Bali dan Nusa Tenggara 6% Pulau Maluku dan Papua 3% Sumber: Berita Resmi Statistik BPS Tahun 2010

3. Struktur Perekonomian

Struktur perekonomian Indonesia juga didominasi oleh Pulau Jawa

yang memberikan kontribusi terhadap PDRB sebesar 57,6 persen, kemudian

diikuti oleh Pulau Sumatera sebesar 23,5 persen, Pulau Kalimantan 9,5 persen,

Page 77: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

59

dan Pulau Sulawesi 4,6 persen dan sisanya 4,8 persen di provinsi-provinsi

lainnya.

Provinsi DKI Jakarta, Jawa Timur dan Jawa Barat merupakan

penyumbang tertinggi dalam pembentukan PDB nasional. Ketiganya

memberikan kontribusi sebesar 45,7% terhadap PDRB Indonesia. Dapat

dirinci DKI Jakarta sebesar 16,6 persen, Jawa Timur 14,7 persen dan Jawa

Barat 14,4 persen. Selanjutnya provinsi dengan kontribusi terbanyak di Pulau

Sumatera adalah Provinsi penyumbang terbesar di Pulau Kalimantan adalah

Kalimantan Timur sebesar 6,4 persen, sedangkan provinsi penyumbang

terbesar di Pulau Sulawesi adalah Sulawesi Selatan sebesar 2,2 persen.

Tabel 4.2 Peranan Wilayah/Pulau dalam Pembentukan PDB-Nasional

Di Indonesia Tahun 2007 – 2009 (%) Wilayah/Pulau 2007 2008 2009

Sumatera 22,9 23,3 23,5 Jawa 58,8 57,7 58,1 Bali dan Nusa Tenggara 2,7 2,5 2,7 Kalimantan 9,4 10,5 9,2 Sulawesi 4,1 4,2 4,5 Maluku dan Papua 2,1 1,8 2,0 Indonesia 100,0 100,0 100,0 Sumber: Berita Resmi Statistik BPS Tahun 2010

4. Proporsi Dana Alokasi Umum

Data proporsi dana alokasi umum yang didapat dari Nota Keuangan

Pemerintah Tahun 2009, menunjukkan bahwa proporsi dana alokasi umum

yang diberikan pemerintah pusat kepada tiap daerah berbeda – beda tiap

tahunnya. Berdasarkan UU no. 33 tahun 2004, setiap daerah yang memiliki

kapasitas fiskal yang lebih besar dari kebutuhan fiskal akan menerima

penurunan DAU, dan atau tidak menerima sama sekali pada tahun berikutnya.

Page 78: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

60

Dasar inilah yang digunakan pemerintah untuk memberikan predikat daerah

kaya salah satunya DKI Jakarta dan memperoleh penghapusan DAU. DKI

Jakarta menjadi salah satu provinsi yang dua tahun berturut-turut tidak

mendapatkan Dana Alokasi Umum oleh Pemerintah Pusat yaitu pada tahun

2008 dan 2009. Selain itu, Kalimantan Timur yang mendapatkan proporsi

DAU sebesar 1,40 pada tahun 2006 dan terus menurun tiap tahunnya menjadi

sebesar 1,10 pada tahun 2009.

Tahun 2009, provinsi yang mendapatkan proporsi dana alokasi umum

paling tinggi adalah Jawa Tengah, yaitu sebesar 6,10 persen. Kemudian Jawa

Timur, yang mendapatkan proporsi DAU sebesar 6,00 persen. Selain itu, rata-

rata perolehan proporsi DAU tertinggi dari tahun 2006 sampai dengan 2009

juga didapatkan Provinsi Jawa Tengah, yaitu 6,13 persen. Sedangkan, rata-rata

per tahun yang terendah didapatkan oleh Kalimantan Timur.

Tahun 2006 – 2009, proporsi DAU yang didapat provinsi cenderung

mengalami penurunan. Hanya beberapa provinsi yang mengalami

peningkatan. Salah satunya adalah Jawa Timur, yang terus mengalami

peningkatan proporsi DAU, pada tahun 2006 sebesar 5,60 menjadi 6,00 pada

tahun 2009. Kemudian provinsi Nusa Tenggara Timur, pada tahun 2006

sebesar 3,30 menjadi 3,50 pada tahun 2009. selain itu, peningkatan proporsi

DAU dari tahun ke tahun juga dialami provinsi Jawa Tengah. Pengalokasian

DAU yang berbeda tiap provinsi dan kabupaten/kota diharapkan dapat

mengurangi ketimpangan horisontal di Indonesia.

Page 79: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

61

TABEL 4.3 PROPORSI DANA ALOKASI UMUM PER PROVINSI DI INDONESIA

TAHUN 2006 - 2009

PROVINSI TAHUN RATA - RATA 2006 2007 2008 2009

Nanggro Aceh Darusalam 3,20 3,00 3,10 2,60 2,98Sumatera Utara 3,70 4,00 4,10 4,10 3,98Sumatera Barat 3,30 3,30 3,50 3,50 3,40Riau 0,80 1,70 1,10 1,20 1,20Kepulauan Riau 1,60 2,00 1,60 0,20 1,35Jambi 2,60 2,50 2,60 2,60 2,58Sumatera Selatan 2,90 3,10 3,00 2,70 2,93Kep. Bangka Belitung 1,90 1,90 2,20 2,20 2,05Bengkulu 2,60 2,50 2,70 2,60 2,60Lampung 3,20 3,10 3,20 3,40 3,23DKI Jakarta 5,30 0,70 0,00 0,00 1,50Jawa Barat 3,90 5,70 5,00 5,20 4,95Banten 1,70 2,00 1,90 1,90 1,88Jawa Tengah 6,10 6,40 5,90 6,10 6,13DIY 2,80 2,70 2,80 2,80 2,78Jawa Timur 5,60 6,60 5,70 6,00 5,98Bali 2,40 2,60 2,50 2,50 2,50NTB 2,80 2,70 2,80 3,00 2,83NTT 3,30 3,40 3,40 3,50 3,40Kalimatan Barat 4,00 3,70 4,10 4,00 3,95Kalimantan Tengah 3,80 3,50 3,70 3,80 3,70Kalimantan Selatan 2,60 2,60 2,60 0,30 2,03Kalimatan Timur 1,40 1,40 0,70 0,10 0,90Sulawesi Selatan 3,50 3,60 3,70 3,60 3,60Gorontalo 2,70 1,80 2,10 2,10 2,18Sulawesi Utara 2,80 2,70 3,00 3,00 2,88Sulawesi Barat 1,80 1,70 2,00 2,10 1,90Sulawesi Tengah 3,30 3,00 3,40 3,40 3,28Sulawesi Tenggara 2,90 2,80 3,20 3,20 3,03Maluku 2,90 2,90 3,10 3,10 3,00Maluku Utara 2,30 2,20 2,50 2,50 2,38Papua Barat 2,40 2,20 3,20 3,20 2,75Papua 5,60 5,30 5,60 5,70 5,55Sumber: Nota Keuangan Indonesia

Page 80: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

62

5. Rasio belanja modal provinsi dengan pengeluaran pemerintah

Belanja modal yang merata perlu dilakukan oleh pemerintah. Hal ini

dikarenakan untuk mengantisipasi pertumbuhan ekonomi tinggi yang

diinginkan pemerintah tidak menimbulkan masalah, yaitu ketimpangan

ekonomi. Belanja modal yang dimaksud dalam penelitian ini adalah rasio dari

belanja modal provinsi terhadap pengeluaran pemerintah pusat, sebagai tolak

ukur untuk melihat sejauh mana belanja modal di provinsi dibandingkan

dengan pengeluaran pemerintah pusat.

Tabel 4.4 menunjukkan bahwa rasio belanja modal provinsi-provinsi

di Indonesia cenderung mengalami peningkatan dari tahun 2006 sampai

dengan 2009. Provinsi yang memiliki rata-rata pertahun rasio belanja modal

tertinggi pada tahun 2009 yaitu Kalimantan Timur sebesar 3,028. Dengan

rasio belanja modal pada tahun 2006 sebesar 2,5777 menjadi 3,5715 pada

tahun 2009. Sedangkan, daerah dengan rata-rata per tahun rasio belanja modal

terendah adalah Provinsi Gorontalo sebesar 0,1310. Dengan rasio belanja

modal pada tahun 2006 sebesar 0,1161 turun menjadi 0,0516 pada tahun 2009.

Tahun 2008 dan 2009, DKI Jakarta tidak mendapatkan dana alokasi

umum. Namun belanja modal yang dikeluarkan tidak mengalami penurunan

yang terlalu banyak, bahkan rasio belanja modal dari tahun 2008 ke tahun

2009 mengalami peningkatan. Tahun 2006, rasio belanja modal DKI Jakarta

sebesar 1,4969 mengalami penurunan pada tahun 2007 dan 2008 menjadi

sebesar 1,4844 dan 0,8196. Sedangkan tahun 2009, rasio belanja modal

meningkat menjadi sebesar 1,4401.

Page 81: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

63

TABEL 4.4 RASIO BELANJA MODAL PROVINSI DENGAN PENGELUARAN PEMERINTAH

PUSAT DI INDONESIA TAHUN 2006 – 2009

PROVINSI TAHUN RATA – RATA 2006 2007 2008 2009

Nanggro Aceh Darusalam 0,896236 0,968323 0,938608 0,780296 0,89587Sumatera Utara 0,988393 1,202065 1,291116 1,173340 1,16373Sumatera Barat 0,867656 0,609306 0,749565 1,381454 0,90200Riau 2,250964 1,540724 1,934470 1,346937 1,76827Kepulauan Riau 0,150768 0,427275 0,323490 0,811166 0,42817Jambi 0,460258 0,548675 0,601654 0,435581 0,51154Sumatera Selatan 0,995661 1,321977 1,415811 1,915557 1,41225Kep. Bangka Belitung 0,249139 0,308301 0,387484 0,711968 0,41422Bengkulu 0,259304 0,390471 0,414625 0,744930 0,45233Lampung 0,403691 0,526598 0,487087 0,697527 0,52873DKI Jakarta 1,496927 1,484406 0,819621 1,440142 1,31027Jawa Barat 1,416075 1,614974 1,573020 1,383882 1,49699Banten 0,697578 0,530410 0,444588 0,040842 0,42835Jawa Tengah 1,237317 1,573122 1,533348 1,635680 1,49487DIY 0,187948 0,168183 0,219587 0,576876 0,28815Jawa Timur 1,587069 1,763954 2,210906 2,503489 2,01635Bali 0,222268 0,276789 0,374673 0,619091 0,37321NTB 0,243575 0,409922 0,364476 0,400095 0,35452NTT 0,439781 0,512137 0,616361 0,613687 0,54549Kalimatan Barat 0,555945 0,625556 0,748005 0,082093 0,50290Kalimantan Tengah 0,689097 0,816940 0,876231 1,874214 1,06412Kalimantan Selatan 0,504421 0,572732 0,742843 1,873403 0,92335Kalimatan Timur 2,577710 2,396195 3,569842 3,571549 3,02882Sulawesi Selatan 0,828577 1,002154 1,238062 0,884616 0,98835Gorontalo 0,116106 0,148369 0,208234 0,051648 0,13109Sulawesi Utara 0,215987 0,326686 0,323591 0,721427 0,39692Sulawesi Barat 0,175391 0,177741 0,169950 0,722983 0,31152Sulawesi Tengah 0,379709 0,505211 0,482370 0,633318 0,50015Sulawesi Tenggara 0,326312 0,429253 0,458611 0,914834 0,53225Maluku 0,351525 0,294873 0,469630 0,362182 0,36955Maluku Utara 0,283858 0,355191 0,428603 0,081405 0,28726Papua Barat 0,512120 0,060920 0,708588 0,033316 0,32874Papua 0,877564 1,314508 1,353609 0,358642 0,97608Sumber: data diolah

Page 82: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

64

6. Rasio pengeluaran pemerintah provinsi dengan pengeluaran pemerintah

Salah satu hal yang dibutuhkan dalam pembangunan adalah

koefisiennya dana yang dikeluarkan. Dalam penelitian ini dana pengeluaran

provinsi yang digunakan dibandingkan terlebih dahulu terhadap pengeluaran

pemerintah pusat. Tabel 4.5, menunjukkan bahwa rasio pengeluaran

pemerintah provinsi terhadap pengeluaran pemerintah pusat di Indonesia

cenderung meningkat dari tahun ke tahun khususnya pada tahun 2009. Tahun

2009, rasio pengeluaran provinsi mengalami peningkatan yang signifikan.

Rasio pengeluaran pemerintah di provinsi Jawa timur cukup besar bila

dibandingkan dengan pengeluaran pemerintah pusat. Rata – rata rasio

pengeluaran pemerintah per tahun Jawa Timur sebesar 10,1217 persen.

Sedangkan, terendah dialami oleh Kepulauan Bangka Belitung yaitu sebesar

0,7116 persen.

DKI Jakarta dan Kalimantan Timur yang merupakan salah satu provinsi

yang kaya memiliki rata – rata rasio pengeluaran pemerintah tiap tahunnya

masing-masing sebesar 5,94 persen dan 6,75 persen. Walaupun dana alokasi

umum DKI Jakarta telah dihapus, rasio pengeluaran provinsi DKI Jakarta

tetap mengalami peningkatan dari tahun 2007 ke 2008 yaitu dari 5,4335

menjadi 6,1026. Sedangkan pada tahun 2009 mengalami penurunan sebesar

5,8337. Kemudian, Rasio pengeluaran pemerintah provinsi Kalimantan Timur

mengalami peningkatan tahun 2008 dari 6,7454 menjadi 7,0721 dan

mengalami penurunan tahun 2009 sebesar 0,35 yaitu menjadi sebesar 6,7218.

Page 83: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

65

TABEL 4.5 RASIO PENGELUARAN PROVINSI DENGAN PENGELUARAN

PEMERINTAH PUSAT INDONESIA TAHUN 2006 – 2009

PROVINSI TAHUN RATA -

RATA 2006 2007 2008 2009 Nanggro Aceh Darusalam 3,6674 3,5071 3,3247 3,0665 3,3914 Sumatera Utara 4,9410 4,7689 4,8423 4,8290 4,8453 Sumatera Barat 2,8120 2,7984 2,9304 2,9841 2,8812 Riau 5,6776 5,8554 4,8698 4,6489 5,2629 Kepulauan Riau 1,2446 1,6520 1,2021 1,3690 1,3669 Jambi 1,7282 1,7794 1,7580 1,5748 1,7101 Sumatera Selatan 3,2641 3,3623 3,5189 7,0004 4,2864 Kep. Bangka Belitung 0,8114 0,9077 0,9672 0,1601 0,7116 Bengkulu 1,1267 1,1130 1,2217 1,5590 1,2551 Lampung 2,3392 2,1734 2,2425 2,5113 2,3166 DKI Jakarta 6,3763 5,4335 6,1026 5,8337 5,9365 Jawa Barat 8,7806 8,5477 8,5000 8,5856 8,6035 Banten 2,2297 2,0087 1,9439 2,4997 2,1705 Jawa Tengah 8,7806 8,6792 8,5289 8,1777 8,5416 DIY 1,2947 1,2040 1,2645 3,3759 1,7848 Jawa Timur 10,995 9,7874 9,8367 9,8678 10,1217 Bali 1,7661 1,7889 1,8320 1,4146 1,7004 NTB 1,6633 1,5543 1,5848 2,7996 1,9005 NTT 2,2402 2,2407 2,1998 2,8434 2,3810 Kalimatan Barat 2,3156 2,1458 2,2646 2,4569 2,2957 Kalimantan Tengah 2,0950 2,3696 2,3347 2,8540 2,4133 Kalimantan Selatan 2,0934 2,0418 2,3114 2,0921 2,1347 Kalimatan Timur 6,4745 6,7454 7,0721 6,7218 6,7535 Sulawesi Selatan 3,7661 3,7569 3,8770 3,2607 3,6652 Gorontalo 0,6889 0,5608 0,6408 1,7376 0,9070 Sulawesi Utara 1,2885 1,2866 1,2355 1,1223 1,2332 Sulawesi Barat 0,5894 0,5689 0,5940 1,6986 0,8627 Sulawesi Tengah 1,5572 1,5859 1,5470 1,1685 1,4647 Sulawesi Tenggara 1,4187 1,4260 1,4150 1,3652 1,4062 Maluku 1,2062 1,1375 1,3212 1,2786 1,2359 Maluku Utara 0,9541 1,0379 1,0326 1,2260 1,0627 Papua Barat 1,7238 1,7094 1,6845 1,8863 1,7510 Papua 3,0713 4,4930 3,9974 3,5829 3,7862 Sumber: data diolah

Page 84: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

66

F. Analisis Data

1. Ketimpangan Pembangunan Ekonomi di Indonesia

TABEL 4.6 INDEKS WILLIAMSON DI INDONESIA TAHUN 2006 – 2009

PROVINSI TAHUN RATA – RATA KET. 2006 2007 2008 2009

Nanggro Aceh Darusalam 0,9314 0,8600 0,7488 0,8709 0,8528 Tinggi Sumatera Utara 0,5211 0,5493 0,5827 0,8513 0,6261 Tinggi Sumatera Barat 0,3664 0,4126 0,3844 0,4398 0,4008 Sedang Riau 0,7390 0,7094 0,6991 0,7832 0,7327 Tinggi Kepulauan Riau 0,7122 0,7079 0,7038 0,6800 0,7010 Tinggi Jambi 0,4087 0,4060 0,4019 0,3701 0,3967 Sedang Sumatera Selatan 0,6698 0,6501 0,6379 0,8452 0,7008 Tinggi Kep. Bangka Belitung 0,3096 0,3104 0,3130 0,3026 0,3089 Sedang Bengkulu 0,4176 0,4171 0,3822 0,3873 0,4011 Sedang Lampung 0,2259 0,2878 0,2299 0,2410 0,2462 Rendah DKI Jakarta 0,4989 0,4458 0,5474 0,5127 0,5012 Tinggi Jawa Barat 0,6913 0,6899 0,6941 0,7125 0,6970 Tinggi Banten 0,6644 0,6700 0,7909 0,6754 0,7002 Tinggi Jawa Tengah 0,6466 0,6462 0,6436 0,6706 0,6518 Tinggi DIY 0,3948 0,3984 0,4022 0,3696 0,3913 Sedang Jawa Timur 1,1076 1,2462 1,0157 1,0012 1,0927 Tinggi Bali 0,4242 0,4404 0,4453 0,3771 0,4218 Sedang NTB 0,9422 0,9322 0,8708 0,7529 0,8745 Tinggi NTT 0,5183 0,5507 0,5399 0,5203 0,5323 Tinggi Kalimatan Barat 0,4444 0,4175 0,4311 0,3475 0,4101 Sedang Kalimantan Tengah 0,2321 0,2074 0,2058 0,2999 0,2363 Rendah Kalimantan Selatan 0,4463 0,4493 0,4523 0,4511 0,4498 Sedang Kalimatan Timur 07942 0,8155 0,7799 1,1029 0,8731 Tinggi Sulawesi Selatan 0,7036 0,7086 0,7570 0,7432 0,7281 Tinggi Gorontalo 0,3307 0,2639 0,2593 0,2485 0,2756 Rendah Sulawesi Utara 0,4062 0,3853 0,4144 0,3156 0,3804 Sedang Sulawesi Barat 0,1208 0,1227 0,1027 0,1090 0,1138 Rendah Sulawesi Tengah 0,2456 0,2613 0,2700 0,3841 0,2903 Rendah Sulawesi Tenggara 0,6298 0,4903 0,4661 0,4773 0,5159 Tinggi Maluku 0,5533 0,6116 0,5381 0,5448 0,5620 Tinggi Maluku Utara 0,2386 0,2386 0,2615 0,2953 0,2585 Rendah Papua Barat 0,6216 0,4656 0,4473 0,3823 0,4792 Sedang Papua 0,5817 0,5749 0,5683 0,6854 0,6026 Tinggi Rata-rata provinsi 0,5315 0,5255 0,5148 0,5379 0,5274 Tinggi Sumber: data diolah

Page 85: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

67

Ketimpangan merupakan salah satu masalah yang selalu terjadi di Negara

berkembang, tak terkecuali Indonesia. Walaupun ketimpangan sudah biasa

terjadi, ketimpangan harus ditangani secara dini agar persoalan sosial yang

timbul akibat adanya ketimpangan menjadi tidak semakin parah. Oleh karena

itu, kajian tentang ketimpangan antar provinsi sangatlah diperlukan sebagai

dasar pengambilan kebijakan di masa yang akan datang.

Tingkat ketimpangan dalam penelitian ini didapat dengan menggunakan

Indeks Williamson. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa tingkat

ketimpangan antar provinsi di Indonesia masih tinggi. Hal ini terbukti dari

banyaknya provinsi yang memiliki tingkat ketimpangan di atas 0,5 dan

tingginya rata – rata tingkat ketimpangan provinsi. Rata – rata tingkat

ketimpangan provinsi senderung menurun pada tahun 2006 – 2008, dan

meningkat pada tahun 2009. Rata-rata tingkat ketimpangan provinsi tahun

2006 sebesar 0,5315, menurun menjadi sebesar 0,5255 tahun 2007 dan

0,5148 tahun 2009. Kemudian meningkat menjadi sebesar 0,5379 di tahun

2009. Kondisi ini memperlihatkan bahwa ketimpangan baik SDA maupun

SDE antara daerah yang kaya dengan yang rendah masih mengalami

peningkatan yang relatif rendah.

Dari 33 provinsi terdapat 6 provinsi yang memiliki Indeks Williamson

dibawah 0,3 (rendah); 10 provinsi diantara 0,3 dengan 0,5 (sedang); dan 17

provinsi lebih dari 0,5 (tinggi). Provinsi yang memiliki tingkat ketimpangan

tertinggi adalah Jawa Timur, yaitu sebesar 1,0012 pada tahun 2009.

Sedangkan, tingkat ketimpangan terendah adalah provinsi Sulawesi Barat

yaitu sebesar 0,1090. Tingkat ketimpangan Sulawesi Barat yang rendah

Page 86: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

68

bukan berarti bahwa dapat dibiarkan begitu saja. Pemerintah tetap melakukan

kajian ulang terhadap perencanaan pembangunan ekonomi yang telah

dilakukan selama ini dan melakukan perencanaan yang lebih baik sehingga

tingkat ketimpangan tidak semakin melebar dan konsekuensi dari

ketimpangan tersebut dapat dihindari.

2. Hasil Estimasi Model

Dalam panel data terdapat tiga model, yaitu Common Effect Model,

Fixed Effect Model, dan Random Effect model. Ketiga model tersebut akan

dipilih satu yang terbaik untuk dijadikan model dalam penelitian ini.

Sehingga diharapkan akan mengetahui perubahan pembentukan variabel

dependen (tingkat ketimpangan pembangunan ekonomi) sebagai akibat

perubahan variabel – variabel independen yang mempengaruhinya, yaitu

Proporsi Dana Alokasi Umum (DAU), Rasio Belanja Modal provinsi dengan

pengeluaran pemerintah pusat (RBM) dan Rasio Pengeluaran Pemerintah

Provinsi dengan pengeluaran pemerintah pusat (RPP). Pengujian dalam

memilih model, dilakukan berikut ini:

a. Common Effects Model dengan Fixed Effects Model

CEM dengan FEM diuji dengan menggunakan Uji Chow. Uji

Chow digunakan untuk mendapatkan model terbaik antara FEM dengan

CEM. Hasil dari Uji Chow, sebagai berikut:

Page 87: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

69

Fhitung = [(3,713261-0,345316)/(33-1)]/[0,345316/(132-33-4)]

= [3,367945/32]/[0,345316/96]

= 0,105248/0,003597

= 29,25968

Ftabel = 1,55

Hasil Uji Chow menunjukkan bahwa Fhitung > Ftabel, sehingga

dapat disimpulkan bahwa model yang sebaiknya digunakan adalah Fixed

Effects Model (FEM).

b. Fixed Effects Model dengan Random Effects Model

Jumlah data cross section (N) dalam penelitian ini sebanyak 33,

dan jumlah data time series (t) sebanyak 4 tahun. Sampel yang digunakan

dalam penelitian ini tidak diambil secara random tetapi digunakan

seluruhnya untuk penelitian yaitu 33 provinsi. Sesuai dengan point ketiga

menurut Judge (dalam Aisyah, 2007), yang menyatakan bahwa Jika N

besar dan t kecil, digunakan FEM jika unit tidak random dari sampel yang

besar dan digunakan REM jika unit diambil secara random. Maka model

yang sebaiknya digunakan dalam menganalisis faktor–faktor yang

mempengaruhi tingkat ketimpangan pembangunan antar provinsi di

Indonesia pada tahun 2006 – 2009 adalah Fixed Effects Model (FEM).

c. Hasil Estimasi Fixed Effect Model

Hasil pengolahan data menggunakan program Eviews 3.0, dengan

fixed effects Model, adalah sebagai berikut:

Page 88: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

70

Tabel 4.7 Hasil Fixed Effect Models

Dependent Variable: IW? Method: GLS (Cross Section Weights) Date: 02/25/11 Time: 07:49 Sample: 2006 2009 Included observations: 4 Total panel observations 132 White Heteroskedasticity-Consistent Standard Errors & Covariance

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.DAU? -1.64E-05 0.000632 -0.025988 0.9793 RBM? -0.004399 0.002053 -2.142510 0.0336 RPP? 0.007776 0.001423 5.462710 0.0000

Fixed Effects _NAD—C 0.830430

_SUMUT—C 0.593656 _SUBAR—C 0.382474 _RIAU—C 0.699584_KEPRI—C 0.692310 _JAMBI—C 0.385700

_SUMSEL—C 0.673727 _KEPBABEL--C 0.305257 _BENGKULU--C 0.393382 _LAMPUNG--C 0.230554

_DKI—C 0.460870 _JABAR—C 0.636743

_BANTEN—C 0.685277 _JATENG—C 0.592049

_DIY—C 0.378764 _JATIM—C 1.022969 _BALI—C 0.410232 _NTB—C 0.861417 _NTT—C 0.516300

_KALBAR—C 0.394574 _KALTENG--C 0.222294 _KALSEL—C 0.437263 _KALTIM—C 0.834014 _SULSEL—C 0.704066 _GTALO—C 0.269191 _SULUT—C 0.372640

_SULBAR—C 0.108537 _SULTENGH--C 0.281150 _SULTENGG--C 0.507372 _MALUKU—C 0.554048 _MALKUT—C 0.251569 _PAPBAR—C 0.467122 _PAPUA—C 0.577598

Weighted Statistics R-squared 0.999190 Mean dependent var 1.271097 Adjusted R-squared 0.998895 S.D. dependent var 1.803981 S.E. of regression 0.059975 Sum squared resid 0.345316 F-statistic 59211.75 Durbin-Watson stat 2.079038 Prob(F-statistic) 0.000000

Lanjutan ...

Page 89: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

71

Lanjutan …

Unweighted Statistics R-squared 0.944029 Mean dependent var 0.527467 Adjusted R-squared 0.923623 S.D. dependent var 0.227282 S.E. of regression 0.062813 Sum squared resid 0.378759 Durbin-Watson stat 1.891451Sumber: Print out komputer (Lihat Lampiran)

Persamaan regresi yang dihasilkan berikut ini:

IW_X= C_X – (1.64E-05) * DAU_X – 0.0043 * RBM_X + 0.0077 * RPP_X + µit

t-stat -0.025988 -2.142510 5.462710

Prob t-stat (0.9793) (0.0336) (0.0000)

R squared = 0.999190

F-stat = 59211.75

Prob F-stat = (0.0000)

D-W stat = 2.079038

dimana,

IW_X = Indeks Williamson provinsi x.

C_X = Konstanta provinsi x.

DAU_X = Proporsi Dana Alokasi Umum provinsi x.

RBM_X = Rasio Belanja Modal Provinsi x dengan Pengeluaran Pemerintah

Pusat.

RPP_X = Rasio Pengeluaran Pemerintah Provinsi x dengan Pengeluaran

Pemerintah Pusat.

µit = Kombinasi komponen error cross section dan time series

Page 90: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

72

TABEL 4.8 Hasil Konstanta Dummy variable Dengan Fixed Effects Model

Provinsi Konstanta(C_X) Provinsi Konstanta

(C_X) _NAD—C 0.830430 _NTB--C 0.861417

_SUMUT--C 0.593656 _NTT--C 0.516300 _SUBAR--C 0.382474 _KALBAR--C 0.394574 _RIAU—C 0.699584 _KALTENG--C 0.222294 _KEPRI—C 0.692310 _KALSEL--C 0.437263 _JAMBI--C 0.385700 _KALTIM--C 0.834014

_SUMSEL--C 0.673727 _SULSEL--C 0.704066 _KEPBABEL--C 0.305257 _GTALO--C 0.269191 _BENGKULU--C 0.393382 _SULUT--C 0.372640 _LAMPUNG--C 0.230554 _SULBAR--C 0.108537

_DKI—C 0.460870 _SULTENGH--C 0.281150 _JABAR--C 0.636743 _SULTENGG--C 0.507372

_BANTEN--C 0.685277 _MALUKU--C 0.554048 _JATENG--C 0.592049 _MALKUT--C 0.251569

_DIY—C 0.378764 _PAPBAR--C 0.467122 _JATIM—C 1.022969 _PAPUA--C 0.577598 _BALI—C 0.410232

Sumber: Hasil estimasi model analisis dengan program computer Eviews 3.0

Dummy variable dalam penelitian ini terdiri dari 33 provinsi di

Indonesia. Konstanta yang dihasilkan dari hasil regresi menunjukkan bahwa

33 provinsi di Indonesia memiliki tingkat ketimpangan tinggi tanpa pengaruh

dari DAU, RBM, dan RPP (DAU = RPP = RBM = 0) . Provinsi Jawa Timur

merupakan provinsi yang memiliki konstanta tertinggi yaitu sebesar 1,0229.

Hal ini berarti bahwa apabila variabel DAU, RBM dan RPP adalah nol maka

tingkat ketimpangan di Jawa Timur sebesar 1,0229. Sedangkan, provinsi

yang memiliki konstanta terkecil adalah Sulawesi Barat yaitu besar 0,1085.

Hal ini berarti bahwa apabila variabel DAU, RBM dan RPP adalah nol, maka

tingkat ketimpangan Sulawesi Barat yaitu sebesar 0,1085.

Page 91: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

73

3. Uji Asumsi Klasik

d. Uji Multikolinier

Uji Multikolinieritas dilakukan guna mengetahui apakah dalam

penelitan ini terdapat hubungan korelasi sempurna diantara variabel-

variabel yang terdapat dalam model. Uji Multikolinier dalam penelitian ini

tidak dilakukan karena penelitian ini sudah menggunakan metode

Generalized Least Square (GLS) (Samanhudi, 2009).

e. Uji Heteroskedastisitas

Uji Heteroskedastisitas dilakukan guna mengetahui ada tidaknya

kesalahan atau residual yang diamati tidak memiliki varians yang konstan

dari satu observasi ke observasi lainnya (Hanke & Reitsch, 1998: 259

dalam Mudrajad Kuncoro, 2004: 96). Dalam penelitian menggunakan data

cross section, memungkinkan kecenderungan terdapat heteroskedastisitas.

Maka penelitian menggunakan teknik estimasi Fixed Effects Method

dengan Weight Least Square atau yang biasa disebut metode Generalized

Least Square (GLS). Teknik estimasi ini diharapkan dapat menghilangkan

atau memperbaiki heteroskedastisitas.

f. Uji Autokorelasi

uji Autokorelasi dalam penelitian ini dilakukan menggunakan

Durbin-Watson test yang bertujuan untuk mengetahui apakah diantara

kesalahan pengganggu yang saling berurutan terjadi autokorelasi atau

tidak. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa nilai Durbin-Watson stat

sebesar 2,0790. Sedangkan nilai Durbin-Watson tabel pada α=5%

(N=132;k=3) diperoleh nilai dL= 1,61 dan dU=1,74. Berarti D-W stat

Page 92: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

74

terletak diantara Jika dU dan 4 – dU (dU < d < 4 – dU), yaitu

1,74<2,0790<2,39. Hal ini menunjukkan bahwa Ho diterima dan model

yang digunakan dalam penelitian ini tidak terdapat autokorelasi, baik

positif maupun negatif.

4. Uji Statistik

a. Uji t (t Test)

Hasil uji t yang didapat dari pengolahan data menggunakan Eviews

3.0, berikut ini:

1) Variabel proporsi dana alokasi umum (DAU) secara sendiri – sendiri

tidak berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat ketimpangan

pembangunan ekonomi di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari nilai

probabilitas dari DAU lebih besar dari tingkat signifikan yang dipakai

dalam penelitian ini yaitu 5%. Nilai probabilitas dari DAU sebesar

0,9793.

2) Variabel Rasio Belanja Modal Provinsi dengan Pengeluaran

Pemerintah Pusat berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat

ketimpangan pembangunan ekonomi di Indonesia. Hal ini dapat dilihat

dari nilai probabilitas dari variabel RBM, yaitu 0,0336 yang nilainya

lebih kecil dari tingkat signifikansinya yaitu 5%.

3) Variabel rasio pengeluaran pemerintah provinsi dengan pengeluaran

pemerintah pusat (RPP) berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat

ketimpangan pembangunan ekonomi di Indonesia. Hal ini ditunjukkan

Page 93: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

75

oleh nilai probabilitas RPP yang nilainya lebih besar dari 5%, yaitu

0,0000.

TABEL 4.9 Hasil Uji t

Variabel Probabilitas α  ket

DAU 0,9793 0,0500 tidak signifikan RBM 0,0336 0,0500 signifikan RPP 0,0000 0,0500 signifikan Sumber: Data diolah

b. Uji F (F Test)

Hasil olah data dengan menggunakan program Eviews 3.0

menunjukkan bahwa nilai F stat > F tabel, yaitu 59211,75>19,50 artinya

Ho ditolak dan Ha diterima atau tidak sama dengan nol. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa pada tingkat signifikansi 5% secara bersama – sama

variabel Proporsi Dana Alokasi Umum (DAU), Rasio Belanja Modal

Provinsi dengan Pengeluaran Pemerintah Pusat (RBM) dan Rasio

Pengeluaran Pemerintah Provinsi dengan Pengeluran Pemerintah Pusat

berpengaruh signifikan terhadap Tingkat Ketimpangan Pembangunan

Ekonomi di Indonesia.

Tabel 4.10 Hasil Uji F

F stat tanda F tabel ket

59211,75 > 19,50 signifikan Sumber: Data diolah

5. Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien Determinasi dilakukan guna mengetahui berapa persen (%)

variasi variabel dependen dapat dijelaskan oleh variasi variabel independen.

Page 94: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

76

Dari hasil olah data menggunakan Eviews 3.0, nilai Adjusted R-squared yang

didapatkan adalah sebesar 0,998895. Hal ini berarti bahwa dalam penelitian

ini variabel DAU, RBM dan RPP secara bersama – sama mampu

menjelaskan variabel ketimpangan pembangunan ekonomi (IW) sebesar

99,89%, sedangkan 1,11% sisanya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak

termasuk dalam model.

G. Pembahasan Hasil Penelitian

Interpretasi hasil dari pengaruh Proporsi DAU, Rasio Belanja Modal

provinsi dengan Pengeluaran Pemerintah Pusat dan Rasio Pengeluaran Provinsi

dengan Pengeluaran Pemerintah Pusat terhadap Tingkat Ketimpangan

Pembangunan Ekonomi antar provinsi di Indonesia pada tahun 2006 sampai

dengan 2009, sebagai berikut:

a. Pengaruh proporsi DAU terhadap tingkat ketimpangan

Berdasarkan hasil uji t terlihat bahwa variabel proporsi dana alokasi

umum (DAU) pada tahun 2006 – 2009 tidak berpengaruh secara signifikan.

Tidak signifikannya proporsi DAU terhadap tingkat ketimpangan dilihat dari

probabilitas variabel DAU yang nilainya lebih besar dari 5%.

Menurut penelitian Sidik, Machfud dkk, (2002), terdapat dua hal yang

menyebabkan belum tercapainya tujuan DAU sebagai alat pemerataan.

Pertama, Model formulasi yang digunakan pemerintah masih jauh dari

sempurna. Tidaksempurnanya formula DAU yang digunakan oleh

pemerintah dikarenakan tidak tersedianya data yang dibutuhkan pada

waktunya. Salah satu dasar terpenting dalam perhitungan DAU adalah

Page 95: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

77

potensi fiskal tiap daerah, dimana potensi fiskal membutuhkan data bagi hasil

sumberdaya alam. Walaupun data yang tersedia sudah merupakan data

terbaik dari beberapa instansi teknis, tetapi data yang kurang jelas atau relatif

rumit cara menghitungnya. Hal tersebut menimbulkan ketidakpastian di

kalangan pemerintah. Selain itu, penyederhanaan formula DAU atas berbagai

faktor yang menjadi ciri khas dari daerah – daerah dilakukan. Artinya, satu

atau beberapa faktor yang sangat menonjol di daerah terpaksa untuk

diabaikkan. Karena apabila semua faktor ditampung menyebabkan formulasi

DAU menjadi rumit. Hal tersebut memerlukan solusi komputer dan

rangkaian data yang untuk Negara seperti Indonesia cenderung tidak realistis.

Kedua, pengaruh fakor non-ekonomi yang lebih dominan sehingga

menyebabkan formulasi yang telah diberlakukan menjadi berubah secara

tidak langsung. Kepetingan politisi yang cenderung lebih dominan, terutama

dalam tahap – tahap penentuan formula, menyebabkan keputusan menjadi

bersifat adhoc. Hal tersebut menyebabkan formula DAU termodifikasi yang

pada gilirannya mengganggu pula sasaran pemerataan tersebut.

b. Pengaruh rasio belanja modal terhadap tingkat ketimpangan

Berdasarkan hasil uji t terlihat bahwa variabel rasio belanja modal

provinsi terhadap total pengeluaran pemerintah pusat pada tahun 2006 – 2009

berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat ketimpangan pembangunan

ekonomi antar provinsi di Indonesia. Nilai koefisien yang dihasilkan rasio

belanja modal sebesar -0,004399. Hal ini berarti bahwa apabila Rasio Belanja

Modal provinsi terhadap Total Pengeluaran Pemerintah Pusat meningkat

sebesar 1%, maka tingkat ketimpangan akan menurun sebanyak 0,004399,

Page 96: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

78

apabila variabel lainnya dianggap konstan. Berarti bahwa belanja modal

memberikan dampak terhadap tingkat ketimpangan tahun 2006 – 2009.

c. Pengaruh rasio pengeluaran pemerintah terhadap tingkat ketimpangan

Berdasarkan hasil uji t terlihat bahwa variabel rasio pengeluaran

pemerintah daerah pada tahun 2006 – 2009 positif berpengaruh secara

signifikan terhadap tingkat ketimpangan pembangunan antar provinsi di

Indonesia. nilai koefisien yang dihasilkan rasio pengeluaran pemerintah

sebesar 0,007776. Hal ini berarti bahwa apabila rasio pengeluaran pemerintah

provinsi terhadap total pengeluaran pemerintah pusat meningkat sebesar 1%,

maka tingkat ketimpangan antar provinsi di Indonesia juga akan mengalami

peningkatan sebanyak 0,007776, apabila faktor – faktor lainnya dianggap

konstan. Berarti bahwa pada tahun 2006 – 2009 pengeluaran pemerintah pada

tiap provinsi memberikan dampak terhadap tingkat ketimpangan

pembangunan ekonomi antar provinsi di Indonesia.

Page 97: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

79

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini akan dikemukakan beberapa kesimpulan yang berhubungan dengan

hasil penelitian yang telah dibahas pada bab sebelumnya. Kemudian dari

penelitian tersebut peneliti mencoba memberikan saran bagi pemerintah, baik

pemerintah pusat maupun pemeritah daerah.

H. Kesimpulan

Pembahasan terhadap analisis data pada bab sebelumnya, dapat

disimpulkan beberapa hal yang berhubungan dengan rumusan masalah dalam

penelitian ini, sebagai berikut:

5. Hasil olah data menggunakan perhitungan Indeks Williamson, didapatkan

bahwa di Indonesia terdapat 6 provinsi yang memiliki Indeks Williamson

dibawah 0,3 (rendah); 10 provinsi diantara 0,3 dengan 0,5 (sedang); dan

17 provinsi lebih dari 0,5 (tinggi). Sehingga dapat disimpulkan bahwa

tingkat ketimpangan antar provinsi di Indonesia tahun 2006 – 2009

cenderung tinggi atau nilainya lebih dari 0,5.

6. Variabel proporsi dana alokasi umum provinsi yang diberikan oleh

pemerintah tidak berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat

ketimpangan pembangunan ekonomi antar provinsi di Indonesia tahun

2006 – 2009.

7. Variabel rasio belanja modal provinsi dengan total pengeluaran

pemerintah pusat berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat

Page 98: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

80

ketimpangan pembangunan Ekonomi antar provinsi di Indonesia dengan

nilai probabilitas yang didapat sebesar 0,0336.

8. Variabel rasio pengeluaran pemerintah provinsi dengan total pengeluaran

pemerintah berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap tingkat

ketimpangan pembangunan ekonomi antar provinsi di Indonesia pada

tahun 2006 – 2009, dengan nilai probabilitas sebesar 0,000.

9. Secara bersama-sama, variabel proporsi dana alokasi umum, rasio belanja

modal dengan pengeluaran pemerintah, dan rasio pengeluaran pemerintah

provinsi dengan pemerintah pusat berpengaruh signifikan terhadap tingkat

ketimpangan antar provinsi di Indonesia pada tahun 2006 – 2009.

I. Saran

Adapun beberapa saran yang diberikan penulis kepada pemerintah,

berikut ini:

1. Sebagian besar provinsi di Indonesia pada tahun 2006 – 2009 memiliki

tingkat ketimpangan yang tinggi. Sebaiknya pemerintah daerah dengan

serius meningkatkan kegiatan ekonomi masyarakat atau sentra ekonomi di

daerah melalui pemberdayaan kegiatan ekonomi masyarakat.

2. Proporsi dana alokasi umum yang diberikan pemerintah pusat kepada

pemerintah provinsi tidak memberikan dampak yang nyata terhadap

tingkat ketimpangan. Oleh karena itu, sebaiknya pemerintah daerah tidak

hanya terpusat pada peningkatan keuangan daerah tetapi pada potensi dan

kondisi daerah masing – masing, saat ini dan masa yang akan datang.

Page 99: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

81

3. Rasio belanja modal provinsi dengan total pengeluaran pemerintah

memberikan dampak nyata yang negatif terhadap tingkat ketimpangan

pembangunan ekonomi. Sebaiknya, pemerintah daerah lebih

meningkatkan belanja modal karena berkaitan dengan fasilitas publik.

Dengan adanya fasilitas tersebut, daerah yang kurang dalam sumberdaya

alam bisa ditingkatkan dengan menambahkan fasilitas – fasilitas lain.

4. Rasio pengeluaran pemerintah provinsi dengan total pengeluaran

pemerintah pusat memberikan dampak yang positif terhadap tingkat

ketimpangan antar provinsi di Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah

daerah sebaiknya lebih bijaksana dalam penyusunan pengeluaran

pemerintah, lebih mengutamakan sektor – sektor yang dianggap unggul di

daerahnya, sehingga dapat menimbulkan Multiplier Effect terhadap

sektor–sektor lainnnya.

5. Proporsi dana alokasi umum, rasio belanja modal dan rasio pengeluaran

pemerintah secara bersama-sama memberikan dampak yang nyata

terhadap tingkat ketimpangan ekonomi di Indonesia. Oleh karena itu,

pengendalian pengeluaran pemerintah, dan pengembangan program–

program desentralisasi fiskal, salah satunya dengan melakukan peninjauan

kembali dalam mengalokasikan dana alokasi umum dan dilaksanakan

secara optimal oleh pemerintah, baik pemerintah daerah maupun

pemerintah pusat.

Page 100: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.acperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user viii 5. Ayahanda dan Ibunda terkasih, serta kakak dan adik–adiku tercinta yang selalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

82

DAFTAR PUSTAKA Adjusted R-squared 0.940046 S.D. dependent var 0.227282 S.E. of regression 0.055651 Sum squared resid 0.396424 Durbin-Watson stat 1.932417