difteri

28
LAPORAN PENDAHULUAN DIFTERI Disusun Oleh: Anggra Gusta M 09.005 PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES HAFSHAWATY ZAINUL HASAN GENGGONG – PROBOLINGGO

Upload: syamsiah-anwar

Post on 14-Aug-2015

37 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: difteri

LAPORAN PENDAHULUANDIFTERI

Disusun Oleh:

Anggra Gusta M

09.005

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN

STIKES HAFSHAWATY ZAINUL HASAN

GENGGONG – PROBOLINGGO

2013

Page 2: difteri

KONSEP TEORI

1. DefinisiDifteri merupakan salah satu penyakit yang sangat menular

(contagious disease). Penyakit ini disebabkan oleh infeksi bakteri

Corynebacterium diphtheriae, yaitu kuman yang menginfeksi saluran

pernafasan, terutama bagian tonsil, nasofaring (bagian antara hidung dan

faring/ tenggorokan) dan laring.

Difteri adalah suatu penyakit infeksi toksik akut yang menular,

disebabkan oleh corynebacteri um diphtheriae dengan ditandai pembentukan

pseudomembran pada kulit dan atau mukosa.

Difteri adalah penyakit saluran pernafasan atas ditandai dengan sakit

tenggorokan, demam rendah, dan membran patuh (sebuah pseudomembran'''')

pada amandel, faring, dan / atau rongga hidung. Suatu bentuk ringan dari

difteri dapat dibatasi pada kulit. Jarang konsekuensi termasuk miokarditis

(sekitar 20% dari kasus) dan neuropati perifer (sekitar 10% dari kasus). Hal

ini disebabkan oleh Corynebacterium diphtheriae'''', sebuah fakultatif

anaerob bakteri Gram-positif.

2. Insidensi

Status Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit Difteri di Jawa Timur

masih belum dicabut. Bahkan penderita difteri pada tahun ini mengalami

peningkatan 46 kasus dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Daerah yang

paling banyak mengidap difteri yakni Situbondo.

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, difteri

sudah menyerang ke seluruh 38 kabupaten dan kota di Jatim. Pada 2011,

jumlah kasus difteri sebanyak 664 penderita dan 20 orang diantaranya

meninggal dunia. Pada saat itu, daerah terbanyak penderita difter adalah Kota

Malang. Kemudian, hingga Oktober 2012, jumlah penderita difteri sebanyak

710 orang dan meninggal dunia 28 orang. Dari jumlah tersebut, penderita

terbanyak ada di Kabupaten Situbondo sebanyak 113 kasus dan meninggal

dunia 7 orang. Kemudian disusul Kabupaten Jombang, sebanyak 87 kasus dan

meninggal 11 orang.

Page 3: difteri

3. Etiologi

Penyebabnya adalah bakteri Corynebacterium diphtheriae. Bakteri ini

ditularkan melalui percikan ludah yang berasal dari batuk penderita atau

benda maupun makanan yang telah terkontaminasi oleh bakteri. Biasanya

bakteri berkembangbiak pada atau di sekitar permukaan selaput lendir mulut

atau tenggorokan dan menyebabkan peradangan.Beberapa jenis bakteri ini

menghasilkan toksin yang sangat kuat, yang dapat menyebabkan kerusakan

pada jantung dan otak.

4. Klasifikasi

1. Difteri Ringan => diawali dengan keluhan nyeri saat menelan

2. Difteri Sedang => keluhan nyeri saat menelat serta membengkaknya laring

hingga mengakibatkan bullnek *leher yg bengkak*

3. Difteri Berat => mulai terjadi komplikasi, selain itu penderita semakin

sulit bernafas *atau sempat mengalami gagal nafas* sehingga danjurkan

pemasangan trakeostomi

5. Patofisiologi

Biasanya bakteri berkembangbiak pada atau di sekitar permukaan

selaput lendir mulut atau tenggorokan dan menyebabkan peradangan. Bila

bakteri sampai ke hidung, hidung akan meler. Peradangan bisa menyebar dari

tenggorokan ke pita suara (laring) dan menyebabkan pembengkakan sehingga

saluran udara menyempit dan terjadi gangguan pernafasan.

Bakteri ini ditularkan melalui percikan ludah dari batuk penderita atau

benda maupun makanan yang telah terkontaminasi oleh bakteri. Ketika telah

masuk dalam tubuh, bakteri melepaskan toksin atau racun. Toksin ini akan

menyebar melalui darah dan bisa menyebabkan kerusakan jaringan di seluruh

tubuh, terutama jantung dan saraf.

Toksin biasanya menyerang saraf tertentu, misalnya saraf di

tenggorokan. Penderita mengalami kesulitan menelan pada minggu pertama

Page 4: difteri

kontaminasi toksin. Antara minggu ketiga sampai minggu keenam, bisa terjadi

peradangan pada saraf lengan dan tungkai, sehingga terjadi kelemahan pada

lengan dan tungkai. Kerusakan pada otot jantung (miokarditis) bisa terjadi

kapan saja selama minggu pertama sampai minggu keenam, bersifat ringan,

tampak sebagai kelainan ringan pada EKG. Namun, kerusakan bisa sangat

berat, bahkan menyebabkan gagal jantung dan kematian mendadak.

Pemulihan jantung dan saraf berlangsung secara perlahan selama berminggu-

minggu. Pada penderita dengan tingkat kebersihan buruk, tak jarang difteri

juga menyerang kulit.

Pada serangan difteri berat akan ditemukan pseudomembran, yaitu

lapisan selaput yang terdiri dari sel darah putih yang mati, bakteri dan bahan

lainnya, di dekat amandel dan bagian tenggorokan yang lain. Membran ini

tidak mudah robek dan berwarna abu-abu. Jika membran dilepaskan secara

paksa, maka lapisan lendir di bawahnya akan berdarah. Membran inilah

penyebab penyempitan saluran udara atau secara tiba-tiba bisa terlepas dan

menyumbat saluran udara, sehingga anak mengalami kesulitan bernafas.

6. Tanda gejala

1. Demam, suhu tubuh meningkat sampai 38,9 derajat Celcius,

2. Batuk dan pilek yang ringan.

3. Sakit dan pembengkakan pada tenggorokan

4. Mual, muntah , sakit kepala, anorexia

5. Adanya pembentukan selaput di tenggorokan berwarna putih

ke abu abuan kotor

7. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium

Pada pemeriksaan darah terdapat penurunan kadar hemoglobin dan

leukositosis polimorfonukleus, penurunan jumlah eritrosit, dan kadar

albumin. Pada urin terdapat albumin ringan.

Page 5: difteri

2. Pemeriksaan bakteriologis mengambil bahan dari membrane atau bahnan

di bawah membrane, dibiak dalam Loffler, Tellurite dan media blood

( Rampengan, 1993 ).

3. Leukosit dapat meningkat atau normal, kadang terkadi anemia karena

hemolisis sel darah merah (Rampengan, 1993 )

4. Pada neuritis difteri, cairan serebrospinalis menunjukkan sedikit

peningkatan protein (Rampengan, 1993 ).

5. Schick Tes: tes kulit untuk menentukan status imunitas penderita, suatu

pemeriksaan swab untuk mengetahui apakah seseorang telah mengandung

antitoksin. Dengan titer antitoksin 0,03 ml satuan permilimeter darah

cukup dapat menahan infeksi difteri. Untuk pemeriksaan ini digunakan

dosis 1/50 MLD (Minimal Letal Dose) yang diberikan intrakutan dalam,

bentuk larutan yang telah diencerkan sebanyak 0,1 ml. Bila orang tersebut

tidak mengandung antitoksin, akan timbul vesikel pada bekas suntikan dan

akan hilang setelah beberapa minggu. Pada orang yang mengandung titer

antitoksin yang rendah, uji shick dapat positif pada orang dengan imunitas

atau mengandung anti toksin yang tinggi. Positif palsu dapat terjadi akibat

reaksi alergi terhadap protein antitoksin yang menghilang dalam 72

jam.Tes ini tidak berguna pada diagnosis dini, baru dapat dibaca beberapa

hari kemudian (Buku kuliah ilmu kesehatan anak FKUI, 1999 ).

8. Penatalaksanaan

1. Farmakologi

Pengobatan spesifik untuk difteri :

- ADS (Antidifteri serum), 20.000 U/hari selama 2 hari berturut-turut

dengan sebelumnya harus dilakukan uji kulit dan mata.

Pemberian anti-toksin ke dalam pembuuh darah atau otot yang berfungsi

untuk menetralkan toksin difteri dalam tubuh yang telah terkontaminasi

beredar di dalam tubuh. Antitoksin diphtheria hanya berpengaruh pada

toksin yang bebas atau yang terabsorbsi pada sel mencegah NAD+ + EF2

(aktif) + toksid yang aktif , tetapi tidak bila telah terjadi penetrasi ke dalam

sel. Ads dapat menimbulkan :

Page 6: difteri

1. Reaksi anafilaktik; jarang terjadi, tetapi bila ada timbulnya dengan

segera atau dalam waktu beberapa jam sesudah suntikan.

2. Serum Sickness ;  dapat  timbul  7 - 10  hari  setelah suntikan dan dapat

berupa kenaikan suhu, gatal-gatal, eksantema, sesak nafas dan gejala alergi

lainnya. Reaksi ini jarang terjadi bila menggunakan serum yang telah

dimurnikan.

3. Demam; dengan menggigil yang biasanya timbul setelah pemberian

serum secara intravena.

4. Rasa nyeri pada tempat suntikan; yang biasanya timbul pada

penyuntikan serum dalam jumlah besar. Reaksi ini biasanya terjadi dalam 

24 jam.

- Antibiotik, diberikan penisillin prokain 5000U/kgBB/hari sampai 3 hari

bebas demam. Pada pasien yang dilakukan trakeostomi ditambahkan

kloramfenikol 75mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis. Antibiotik yang bertujuan

untuk membunuh bakteri dan menghentikan produksi toksin serta

memutus rantai penularan dengan Penisilin Prokain. Penisilin menyerang

sebelum toksid Fragmen A dan B pada difteri penetrasi ke dalam sel.

2. Non farmakologi

Pasien difteri harus dirawat di kamar isolasi yang tertutup. Petugas

harus memakai gaun khusus (celemek) dan masker yang harus diganti tiap

pergantian tugas atau sewaktu-waktu bila kotor (jangan dari pagi sampai

malam hari). Sebaiknya penunggu pasien juga harus memakai celemek

tersebut untuk mencegah penularan ke luar ruangan. Harus disediakan

perlengkapan cuci tangan: desinfektan, sabun, lap, atau handuk yang selalu

kering (bila ada tisu) air bersih jika ada kran juga tempat untuk merendam

alat makan yang diisi dengan desinfektan.

Resiko terjadi komplikasi obstruksi jalan napas, miokarditis, pneumonia.

Pasien difteri walaupun penyakitnya ringan perlu dirawat di rumah sakit

karena potensial terjadi komplikasi yang membahayakan jiwanya yang

disebabkan adanya pseudomembran dan eksotosin yang dikeluarkan oleh

basil difteri tersebut.

-    Sumbatan jalan napas.

Page 7: difteri

Kelainan ini terjadi karena adanya edema pada laring dan trakea serta

adanya pseudomembran. Gejala sumbatan adalah suara serak dan stridor

inspiratoir. Bila makin berat terjadi sesak napas, sianosis, tampak retraksi

otot, kedengaran stridor :

a. Berikan O2

b. Baringkan setengah duduk.

c. Hubungi dokter.

d. Pasang infus (bila belum dipasang).

e. Hubungi orang tua beritahu keadaan anak dan bahaya yang dapat terjadi.

9. Prognosa

Sebelum adanya antitoksin dan antibiotika, angka kematian mencapai

30-50 %. Dengan adanya antibiotik dan antitoksin maka kematian menurun

menjadi 5-10% dan sering terjadi akibat miokarditis.

Prognosa tergantung pada :

1. Usia penderita

Makin rendah makin jelek prognosa. Kematian paling sering

ditemukan pada anak-anak kurang dari 4 tahun dan terjadi sebagai akibat

tercekik oleh membran difterik.

2. Waktu pengobatan antitoksin

Sangat dipengaruhi oleh cepatnya pemberian antitoksin.

3. Tipe klinis difteri

Mortalitas tertinggi pada difteri faring-laring (56,8%) menyusul

tipe nasofaring (48,4%) dan faring (10,5%)

4. Keadaan umum penderita

Prognosa baik pada penderita dengan gizi baik. Difteri yang

disebabkan oleh strain gravis biasanya memberikan prognosis buruk.

Semakin luas daerah yang diliputi membran difteri, semakin berat

penyakit yang diderita. Difteri laring lebih mudah menimbulkan akibat

fatal pada bayi atau pada penderita tanpa pemantauan pernafasan ketat.

Terjadinya trombositopenia amegakariositik atau miokarditis yang disertai

disosiasi atrioventrikuler menggambarkan prognosis yang lebih buruk.

Page 8: difteri

10. Komplikasi

1. Infeksi tumpangan oleh kuman lain

Infeksi ini dapat disebabkan oleh kuman streptokokus dan staphilokokus.

Panas tinggi terutama didapatkan pada penderita difteri dengan infeksi

tumpangan dengan kuman streptokokus.

2. Obstruksi jalan napas akibat membran atau oedem jalan nafas

Obstruksi ini dapat terjadi akibat membaran atau oedem jalan nafas.

Obstruksi jalan nafas dengan sengaja akibatnya, bronkopneumoni dan

atelektasis.

3. Sistemik

Miokarditis

Sering  timbul akibat komplikasi difteri berat tetapi juga dapat terjadi pada

bentuk ringan. Komplikasi terhadap jantung pada anak diperkirakan 10-

20%. Faktor yang mempengaruhi terhadap niokarditis adalah virulensi

kuman. Virulensi makin tinggi komplikasi jantung. Miokarditis dapat

terjadi cepat pada minggu pertama atau lambat pada minggu keenam.

Neuritis

Terjadi 5-10% pada penderita difteri yang biasanya merupakan komplikasi

dari difteri berat. Manifestasi klinik ditandai dengan:

Timbul setelah masa laten

 Lesi biasanya bilateral dimana motorik kena lebih dominan dari pada

sensorik

 Biasanya sembuh sempurna.

Nefritis

4. Susunan saraf

Kira-kira 10% penderita difteri akan mengalami komplikasi yang

mengenai sistem susunan saraf terutama sistem motorik. Paralysis ini

dapat berupa:

Paralysis palatum molle

Manifestasi saraf yang paling sering

Page 9: difteri

 Timbul pada minggu ketiga dan khas dengan adanya suara dan

regurgitasi hidung, tetapi ada yang mengatakan suara ini timbul pada

minggu 1-2

 Kelainan ini biasanya hilang sama sekali dalam 1-2 minggu.

Konsep Keperawatan

1. Pengkajian

1. Biodata

Umur : Biasanya terjadi pada anak-anak umur 2-10 tahun dan jarang

ditemukan pada bayi berumur dibawah 6 bulan dari pada orang dewasa diatas

15 tahun

Suku bangsa : Dapat terjadi diseluruh dunia terutama di negara-negara miskin

Tempat tinggal : Biasanya terjadi pada penduduk di tempat-tempat

pemukiman yang rapat-rapat, higine dan sanitasi jelek dan fasilitas kesehatan

yang kurang

2. Keluhan Utama

Klien marasakan demam yang tidak terlalau tinggi, lesu, pucat, sakit kepala,

anoreksia, lemah

3. Riwayat Kesehatan Sekarang

Klien mengalami demam yang tidak terlalu tinggi, lesu, pucat, sakit kepala,

anoreksia

4. Riwayat Kesehatan Dahulu

Klien mengalami peradangan kronis pada tonsil, sinus, faring, laring, dan

saluran nafas atas dan mengalami pilek dengan sekret bercampur dara

5. Riwayat Penyakit Keluarga

Adanya keluarga yang mengalami difteri

6. Pola Fungsi Kesehatan

a. Pola nutrisi dan metabolisme

Jumlah asupan nutrisi kurang disebabkan oleh anoraksia

b. Pola aktivitas

Klien mengalami gangguan aktivitas karena malaise dan demam

c. Pola istirahat dan tidur

Page 10: difteri

Klien mengalami sesak nafas sehingga mengganggu istirahat dan tidur

d. Pola eliminasi

Klien mengalami penurunan jumlah urin dan feses karena jumlah asupan

nutrisi kurang disebabkan oleh anoreksia

7. Pemeriksaan Umum

Untuk mengetahui kesehatan umum anak, keadaan yang kurang baik,

tekanan darah cenderung menurun 90 – 60 mmHg, nadi, suhu, berat badan

adanya kelaiana yang dapat mempengaruhi kesehatan anak

8. Pemeriksaan Fisik

a. KulitI =  Inspeksi: lihat ada/tidak adanya lesi, hiperpigmentasi (warna

kehitaman/kecoklatan), edema, dan distribusi rambut kulit.

P = Palpasi: di raba dan tentukan turgor kulit elastic atau tidak, tekstur :

kasar /halus, suhu : akral dingin atau hangat.

b. Rambut:

I = disribusi rambut merata atau tidak, kotor atau tidak, bercabang

P = mudah rontok/tidak, tekstur: kasar/halus

c. Kuku:

I =  catat mengenai warna : biru: sianosis, merah: peningkatan visibilitas

Hb, bentuk: clubbing karena hypoxia pada kangker paru, beau’s lines pada

penyakit difisisensi fe/anemia fe

P = catat adanya nyeri tekan, dan hitung berapa detik kapiler refill (pada

pasien hypoxia lambat s/d 5-15 detik.

d. Pemeriksaan kepala:

I=  Lihat kesimetrisan wajah jika, muka ka.ki berbeda atau misal lebih

condong ke kanan atau ke kiri itu menunjukan ada parese/kelumpuhan,

contoh: pada pasien SH.

P = Cari adanya luka, tonjolan patologik, dan respon nyeri dengan

menekan kepala sesuai kebutuhan

Page 11: difteri

e. Mata:

I =  Kelopak mata ada radang atau tidak, simetris ka.ki atau tidak, reflek

kedip baik/tidak, konjungtiva dan sclera: merah/konjungtivitis,

ikterik/indikasi hiperbilirubin/gangguan pada hepar, pupil: isokor ka,ki

(normal), miosis/mengecil, pin point/sangat kecil (suspek SOL), 

medriasis/melebar/dilatasi (pada pasien sudah meninggal)

  Inspeksi gerakan mata:

- Anjurkkan pasien untuk melihat lurus ke depan

- Amati adanya nistagmus/gerakan bola mata ritmis(cepat/lambat)

- Amati apakah kedua mata memandang ke depan atau ada yang deviasi

- Beritahu pasien untuk memandan dan mengikuti jari anda, dan jaga

posisi kepala pasien tetap lalu gerakkan jari ke 8 arah untuk mengetahui

fungsi otot-otot mata.

Inspeksi medan pengelihatan:

- Berdirilah didepan pasien

- Kaji kedua mata secara terpisah yaitu dengan menutup mata yang tidak

di periksa

- Beritahu pasien untuk melihat lurus ke depan dan memfokuskan pada

satu titik pandang, misal: pasien disuruh memandang hidung pemeriksa.

- Kemudian ambil benda/ballpoint dan dekatkan kedepan hidung

pemeriksa kemudian tarik atau jauhkan kesamping ka.ki pasien, suruh

pasien mengatakan kapan dan dititik mana benda mulai tidak terlihat

(ingat pasien tidak boleh melirik untuk hasil akurat). 

Pemeriksaan visus mata:

- Siapkkan kartu snllen (dewasa huruf dan anak gambar)

- Atur kursi pasien, dan tuntukan jarak antara kursi dan kartu, misal 5

meter (sesuai kebijakkan masing ada yang 6 dan 7 meter).

- Atur penerangan yang memadai, agar dapat melihat dengan jelas.

- Tutup mata yang tidak diperiksa dan bergantian kanan kiri

- Memulai memeriksa dengan menyuruh pasien membaca dari huruf yang

terbesar sampai yang terkecil yang dapat dibaca dengan jelas oleh pasien.

- Catat hasil pemeriksaan dan tentukan hasil pemeriksaan.

Page 12: difteri

- Misal: hasil visus:

OD (Optik Dekstra/ka): 5/5

Berarti : pada jarak 5 m, mata masih bisa melihat huruf yang seharusnya

dapat dilihat/dibaca pada jarak 5 m

OS (Optik Sinistra/ki) : 5/2

Berarti : pada jarak 5 m, mata masih dapat melihat/membaca yang

seharusnya di baca pada jarak 2 m.

P = Tekan secara ringan untuk mengetahui adanya TIO (tekanan intra

okuler) jika ada peningkatan akan teraba keras (pasien

glaucoma/kerusakan dikus optikus), kaji adanya nyeri tekan

f. Hidung

I =  Apakah hidung simetris, apakah ada inflamasi, apakah ada secret,

cuping hidung

P = Apakah ada nyeri tekan, massa

g. Telinga

I = Daun telinga simetris atau tidak, warna, ukuran, bentuk, kebresihan,

adanya lesy.

P = Tekan daun telinga apakah ada respon nyeri, rasakan kelenturan

kartilago.

h. Mulut dan faring

I = Amati bibir apa ada klainan kogenital (bibir sumbing), warna,

kesimetrisan, kelembaban, pembengkakkan, lesi.

Amati jumlah dan bentuk gigi, gigi berlubang, warna, plak, dan kebersihan

gigi

Inspeksi mulut dalam dan   faring:

-   Menyuruh pasien membuka mulut amati mucosa: tekstur, warna,

kelembaban, dan adanya lesi

-   Amati lidah tekstur, warna, kelembaban, lesi

-   Untuk melihat faring gunakan tongspatel yang sudah dibungkus kassa

steril, kemudian minta klien menjulurkan lidah dan berkata “AH” 

amati ovula/epiglottis simetris tidak terhadap faring, amati tonsil

meradang atau tidak (tonsillitis/amandel).

Page 13: difteri

P = Pegang dan tekan daerah pipi kemudian rasakan apa ada massa/ tumor,

pembengkakkan dan nyeri.

      Lakukkan palpasi dasar mulut dengan menggunakkan jari telunjuk

dengan memekai handscond, kemudian suruh pasien mengatakan kata

“EL”  sambil menjulurkan lidah, pegang ujung lidah dengan kassa dan

tekan lidah dengan jari telunjuk, posisi ibu jari menahan dagu. Catat

apakah ada respon nyeri pada tindakan tersebut.

i. leherI = Amati mengenai bentuk, warna kulit, jaringan parut

            Amati adanya pembengkakkan kelenjar tirod/gondok, dan adanya

massa.

Amati kesimeterisan leher dari depan, belakang dan samping ka,ki.

j. Dada

I =  Amati kesimetrisan dada ka.ki, amati adanya retraksi interkosta,

amati gerkkan paru.

      Amati klavikula dan scapula simetris atau tidak

P = Letakkan kedua telapak tangan pada leher klien, suruh pasien

menelan dan rasakan adanya kelenjar tiroid (kaji ukuran, bentuk,

permukaanya.) Palpasi trachea apakah kedudukkan trachea simetris

atau tidak.

Pe/Perkusi =

- Atur pasien dengan posisi supinasi

- Untuk perkusi anterior dimulai batas clavikula lalu kebawah

sampai intercosta 5 tentukkan batas paru ka.ki (bunyi paru normal :

sonor seluruh lapang paru, batas paru hepar dan jantung: redup)

- Jika ada edema paru dan efusi plura suara meredup.

Aus/auskultasi =

- Gunakkan diafragma stetoskop untuk dewasa dan bell pada anak

- Letakkan stetoskop pada interkostalis, menginstruksikkan pasien

untuk nafas pelan kemudian dalam dan dengarkkan bunyi nafas:

vesikuler/wheezing/creckels

k. Jantung

Page 14: difteri

I =  Amati denyut apek jantung pada area midsternu lebih kurang 2 cm

disamping bawah xifoideus.

P = Merasakan adanya pulsasi

-   Palpasi spasium interkostalis ke-2 kanan untuk menentukkan area

aorta dan spasium interkosta ke-2 kiri letak pulmonal kiri.

-   Palpasi spasium interkostalis ke-5 kiri untuk mengetahui area

trikuspidalis/ventikuler amati adanya pulsasi

-   Dari interkosta ke-5 pindah tangan secara lateral 5-7 cm ke garis

midklavicula kiri dimana akan ditemukkan daerah apical jantung

atau PMI ( point of maximal impuls) temukkan pulsasi kuat pada

area ini.

-   Untuk mengetahui pulsasi aorta palpasi pada area epigastika atau

dibawah sternum.

Pe =

-   Perkusi dari arah lateral ke medial untuk menentukkan batas

jantung bagian kiri,

-   Lakukan perkusi dari sebelah kanan ke kiri untuk mengetahui

batas jantung kanan.

-   Lakukan dari atas ke bawah untuk mengetahui batas atas dan

bawah jantung

-   Bunyi redup menunjukkan organ jantung ada pada daerah perkusi.

Aus =

-    Menganjurkkan pasien bernafas normal dan menahanya saat

ekspirasi selesai

-    Dengarkkan suara jantung dengan meletakkan stetoskop pada

interkostalis ke-5 sambil menekan arteri carotis

Bunyi S1: dengarkan suara “LUB” yaitu bunyi dari menutupnya

katub mitral (bikuspidalis) dan tikuspidalis pada waktu sistolik.

Bunyi S2: dengarkan suara “DUB” yaitu bunyi meutupnya katub

semilunaris (aorta dan pulmonalis) pada saat diastolic.

l. Perut

Page 15: difteri

I = Amati bentuk perut secara umum, warna kulit, adanya

retraksi, penonjolan, adanya ketidak simetrisan, adanya asites.

Aus= Bu normal 5-35x/menit

P = Palpasi ringan: Untuk mengetahui adanya massa dan respon nyeri

tekan letakkan telapak tangan pada abdomen secara berhimpitan dan

tekan secara merata sesuai kuadran.

      Palpasi dalam: Untuk mengetahui posisi organ dalam seperi

hepar, ginjal, limpa dengan metode bimanual/2 tangan.

Per= tympani

      hepar:

-  Letakkan tangan pemeriksa dengan posisi ujung jari keatas pada

bagian hipokondria kanan, kira;kira pada interkosta ke 11-12

-  Tekan saat pasien inhalasi kira-kira sedalam 4-5 cm, rasakan

adanya organ hepar. Kaji hepatomegali.

      limpa:

- Metode yang digunakkan seperti pada pemeriksaan hapar

- Anjurkan pasien miring kanan dan letakkan tangan pada bawah

interkosta kiri dan minta pasien mengambil nafas dalam kemudian

tekan saat inhalasi tenntukkan adanya limpa.

- Pada orang dewasa normal tidak teraba

m. genetalia

Genetalia laki-laki:

I = Amati penis mengenai kulit, ukuran dan kelainan lain.

Pada penis yang tidak di sirkumsisi buka prepusium dan amati kepala

penis adanya lesi

Amati skrotum apakah ada hernia inguinal, amati bentuk dan ukuran

                  P = Tekan dengan lembut batang penis untuk mengetahui adanya nyeri

Tekan saluran sperma dengan jari dan ibu jari

Genetalia wanita:

I = Inspeksi kuantitas dan penyebaran pubis merata atau tidak

Amati adanya lesi, eritema, keputihan/candidiasis

Page 16: difteri

P = Tarik lembut labia mayora dengan jari-jari oleh satu tangan untuk

mengetahui keadaan clitoris, selaput dara, orifisium dan perineum.

2. Diagnosa keperawatan

1. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas

2. Hipertermi berhubungan dengan suhu tubuh meningkat

3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan

menurun

3. Intervensi keperawatan

1. DX. 1 Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas

- Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperwatan selama 1x24jam diharapkan berrsihan jalan nafas efektif

Kriteria Hasil :

Orang tua klien mengatakan sesak anaknya mulai berkurang2.

Tidak ada retraksi dada.

RR : 16-24 x /menit.

Penurunan produksi sputum.

Tidak sianosis6.

Batuk efektif

- Intervensi :

1. Auskultasi bunyi nafas

R/ Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas

dan dapat dimanifestasikan dengan adanya bunyi nafas

2. Kaji/pantau frekuensi pernafasan.

R/ Tachipnoe biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan

selama / adanya proses infeksi akut

3. Dorong/bantu latihan nafas abdomen atau bibi

R/ Memberikan cara untuk mengatasi dan mengontrol dispoe dan

menurunkan jebakan udara

Page 17: difteri

4. Observasi karakteristik batuk

R/ Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya pada lansia,

penyakit akut atau kelemahan

5. Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari

R/ Hidrasi membantu menurunkan kekentalan sekret mempermudah

pengeluaran.

2. Dx 2. Hipertermi berhubungan dengan suhu tubuh meningkat

- Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam Klien

menunjukan suhu tubuh dalam batas normal

- Kriteria hasil:

Suhu normal ( 36,5- 37,5 c)

Keringat keluar secara wajar

- Intervensi :

1. Pertahankan suhu kamar

R/ Dapat terjadi pertukaran suhu secara konveksi

2. Pantau suhu lingkungan

R/ Suhu ruangan/ jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan

suhu mendekati normal.

3. Berikan kompres dingin

R/ kompres dingin akan membantu mempercepat respon hipotalamus

untuk menghentikan produksi panas.

3. Observasi tanda-tanda vital (Tekanan darah, Suhu, Nadi dan Respirasi)

setiap 2-3 jam.

R/ Tanda-tanda vital memberikan gambaran keadaan umum klien.

5. Lakukan kolaborasi dengan dokter untuk pemberian anti piretik

R/ Terapi yang tepat tentang anti piretik dalam proses penyembuhan

3. Dx 3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake

makanan menurun

- Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam dapat

Page 18: difteri

Meningkatkan nafsu makan sehingga kebutuhan nutrisi terpenuhi.

- Kriteria Hasil

a.Klien dapat meningkat berat badan sesuai tujuan

b.Klien tidak mengalami tanda-tanda malnutrisi

c. klien nafsu makan bertambah

- Intervensi

1. Kaji kemampuan pasien untuk mengunyah, menelan

R/ Faktor ini menentukan pemilihan terhadap jenis makanan

2. Berikan perawatan mulut sering dan sebelum makan

R/ Pasien cenderung mengalami luka dan atau perdarahan gusi dan rasa

tak enak pada mulut dimana menambah anoraksia

3. Berikan makanan sedikit dan sering

R/ mual muntah dapat terjadi jika konsumsi makanan banyak

4. Timbang berat badan sesuai indikasi

R/ Perubahan berat badan mengindikasikan kebutuhan pemberian nutrisi

5. Jaga keamanan saat memberikan makanan pada pasien, seperti tinggikan

kepala tempat tidur selama makan atau selama pemberian makan lewat

selang NGT

R/ Posisi kenyamanan dalam mengkonsumsi makanan menghindari

terjadinya ke selek saat makan

DAFATAR PUSTAKA