diajukan sebagai salah satu persyaratan memperoleh gelar...

75
i RAHASIA DI BALIK PENGULANGAN KATA DALAM SURAHAL- AN’AM AYAT 76-78(STUDI ATAS PENAFSIRAN IMAM AL-GHAZALI TENTANG PROSES PENCARIAN KEBENARAN OLEH NABI IBRAHIM) SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S.1) dalam Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama Oleh: MAIMUNAH NIM : 150210 PROGRAM STUDIILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA UNIVERSITASISLAM NEGERI SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI 2019

Upload: others

Post on 12-Feb-2021

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • i

    RAHASIA DI BALIK PENGULANGAN KATA DALAM SURAHAL-

    AN’AM AYAT 76-78(STUDI ATAS PENAFSIRAN IMAM AL-GHAZALI

    TENTANG PROSES PENCARIAN KEBENARAN OLEH NABI IBRAHIM)

    SKRIPSI

    Diajukan sebagai salah satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana

    Strata Satu (S.1) dalam Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir

    Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama

    Oleh:

    MAIMUNAH

    NIM : 150210

    PROGRAM STUDIILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

    FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA

    UNIVERSITASISLAM NEGERI SULTHAN THAHA SAIFUDDIN

    JAMBI

    2019

  • ii

  • iii

  • iv

  • v

    PERSEMBAHAN

    ِٓ اٌّشِح١ُْ َّ ْح ُِ ّللّاِ اٌشَّ ثِْغ

    Dengan Rahmat Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang. Dengan

    ini aku persembahkan karya ini untuk (Alm) Ayahanda tercinta ( Ishaq ),

    terimakasih atas limpahan kasih sayangnya yang telah medidik dan mengajarkan

    hal-hal baik kepadaku semasa hidup, terutama mengajarkan sabar dan ikhlas, serta

    bersyukur atas apa yang sudah di dapat. Untuk Emak tersayang ( Eliya) terima

    kasih atas limpahan do‟a dan kasih sayangnya yang tak terhingga dan selalu

    memberikan yang terbaik untukku, berkat ridho dan do‟a emak lah aku bisa

    seperti ini, engkau adalah Rangking-1 ku di Dunia. Untuk semua kakakku terkasih

    ( Housni, Zuhro, Zuhria, dan Rahma ) terima kasih atas dukungannya baik

    moril dan materil yang tak terhingga, berkat dukungan kalianlah aku bisa seperti

    ini.Untuk adik-adikku tersayang ( Misa dan Fajri ) yang selalu menanyakan

    kapan acik wisuda, karya ini acik persembahkan untuk kalian juga. Untuk

    suamiku ( Hendra ) yang aku cintai, terima kasih atas segala jerih payah dan

    dukungannmu. Terima kasih atas waktu dan tenagamu untuk menemaniku

    membuat skripsi ini hingga Subuh, semoga Allah melimpahkan rahmat dan

    kasihnya kepada keluarga kecil kita AMIN... Dan beribu-ribu syukur kupanjatkan

    atas rezeki yang Allah berikan kepadaku berupa anak laki-laki yang sangat aku

    sayangi ( Zafran Aqsa Mahendra ), yang membuat aku lebih semangat dalam

    menyelesaikan skripsi ini. Teman-teman IAT A senasib, seperjuangan dan

    sepenanggungan, terima kasih atas gelak tawa dan solidaritas yang luar biasa

    sehingga membuat hari-hari semasa kuliah penuh dengan kebahagiaan. Dan

    terima kasih juga saya ucapkan kepada bapak Drs.H.Moh.Yusuf Hm, M.Ag dan

    Ibu Ermawati Hasan, M.A yang telah membimbing, Menasehati, Sehingga

    terselesainya skripsi ini.

    Yang utama dari segalanya sembah sujud serta syukur kepada Allah

    taburan cinta dan kasih sayangmu telah memberikanku kekuatan, membekaliku

    dengan ilmu serta memperkenalkanku dengan cinta. Atas karunia serta

    kemudahan yang engkau berikan akhirnya skrispi yang sederhana ini dapat

    terselesaikan. Sholawat dan salam selalu terlimpahkan kepada Rasulullah

    Muhammad SAW. Kupersembahkan karya sederhana ini kepada orang yang

    sangat kukasihi dan kusayangi. (Emak dan Ayah Tercinta) dan keluarga besarku.

    Sebagai tanda bakti, hormat, dan rasa terima kasih yang tiada terhingga

    kupersembahkan karya ku ini kepada emak dan ayah yang telah memberikan

    kasih sayang, segala dukungan, dan cinta kasih yang tiada terhingga yang tiada

    mungkin dapat kubalas hanya dengan selembar kertas yang bertuliskan kata cinta

    dan persembahan. Semoga ini menjadi langkah awal untuk membuat emak dan

    ayah bahagia karna kusadar,selama ini belum bisa berbuat yang lebih. untuk emak

    dan ayah yang selalu membuatku termotivasi dan selalu menyirami kasih sayang,

    selalu mendo‟akanku, selalu menasehatiku menjadi lebih baik. Terima kasih emak

    Terima kasih Ayah. I LOVE YOU MORE THAN I SAY

  • vi

    MOTTO

    اْْلَْثَصبسَ َٚ غَ ّْ ُُ اٌغَّ ًَ ٌَُى َخَؼ َٚ َْ َش١ْئًب ُّٛ ُْ َل رَْؼٍَ َٙبرُِى َِّ ِْ أُ ْٓ ثُطُٛ ِِ ُْ ُ أَْخَشَخُى ّللاَّ َٚ

    َْ ُْ رَْشُىُشٚ اْْلَْفئَِذحَ ٌََؼٍَُّى َٚ

    Artinya: “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak

    mengetahui sesuatuapapun, dan Dia ( Allah) memberi kamu pendengaran,

    penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.…….…..”…

    Artinya: “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.”

  • vii

    ABSTRAK

    Tulisan ini mengkaji tentang rahasia dibalik pengulangan kata/ayat dalam

    al-Qur`an surah al-A‟am ayat 76-78 tentang ketauhidan Nabi Ibrahim A.S.

    menurut penafsiran Imam al-ghazali. Penelitian ini merupakan jenis penelitian

    kepustakaan dengan menggunakan metode tahlili. Dalam hal ini, sangatlah

    penting bagi manusia untuk memahami dan mengetahui hakikatnya Allah sebagai

    pencipta karena dengan mendalami dan mencaritahu apa yang tersurat dan tersirat

    pada ayat-ayat yang diturunkan sebagai mukjizat dari Allah itu untuk

    mengokohkan ketauhidan/keimanan kita.

    Rahasia dibalik pengulangan dalam ayat tersebu tadalah 1). Pada ayat

    tersebut menjelaskan tentang kisah perjalanan seorang nabi yang mencari

    kebenaran tuhannya dan untuk mengokohkan keimaman dan ketauhidannya. 2).

    Rahasia dibalik pengulangan kata ”Hadza rabbi” dalam surah al-An‟amayat 76-

    78 yang diungkapkan oleh nabi bermaksud untuk menyangkal dengan membawa

    kesan keingkaran, karena benda-benda yang dapat sirna/tenggelam itu tidak dapat

    dijadikan tuhan/dipertuhankan. 3). Hikmah yang dapat diambil dari ayat tersebut

    ialah hendaklah kita sebagai manusia untu kterus belajar mencari ilmu dan

    berfikir. Sebagaimana yang dilakukan nabi Ibrahim, sekalipun beliau calon nabi

    dan rasul Allah yang sekiranya dia tidak mencari pun Allah akan menurunkan

    ilmu kepadanya. Akan tetapi, nabi Ibrahim tidak berdiam diri menunggu

    datangnya wahyu melainkan beliau berupaya terlebih dahulu mencaritahu

    walaupun akhirnya Allah menurunkan wahyu kepadanya.

  • viii

    KATA PENGANTAR

    ِٓ َّ ْح ُِ ّللّاِ اٌشَّ اٌّشِح١ُْثِْغ

    Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah

    SWT, yang telah memberikan nikmat dan karunianya berupa kesehatan,

    kesempatan, dan kekuatan lahir batin sehingga penulis dapat menyelesaikan

    skripsi ini dengan judul “Rahasia di Balik Pengulangan Kata dalam Surah al-

    An‟am ayat 76-78 (Studi Atas Penafsiran Imam al-Ghazali Tentang Proses

    Pencarian Kebenaran Oleh Nabi Ibrahim). Shalawat dan salam semoga senantiasa

    tercurahkan kepada baginda Yakni Nabi Muhammad SAW, untuk seluruh

    keluarga, serta para sahabat beliau, yang senantiasa istiqamah dalam perjuangan

    Agama Islam. Semoga kita menjadi hamba-hamba pilihan seperti mereka Amin ya

    Rabbal A‟lamin.

    Selanjutnya penulis menyadari dalam proses penyelesaian skripsi ini,

    penulis telah di bantu oleh berbagai pihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan

    rasa terima kasih yang tak terhingga kepada beberapa pihak yang telah membantu

    penulisan skripsi ini hingga selesai. Penulis juga menyampaikan rasa terima kasih

    yang sebesar-besarnya kepada orang tua dan keluarga yang telah menjaga,

    mendidik, menyayangi, dan senantiasa mensupport serta mendo‟akan penulis

    sehingga karya ini dapat diselesaikan.

    pada kesempatan ini, penulis juga mengucapkan rasa terima kasih yang

    sebesar-besarnya kepada:

    1. Bapak Drs.H.Moh.Yusuf Hm,M.Ag Selaku Pembimbing I, dan Ibu Ermawati

    Hasan, M.A Selaku Pembimbing II.

    2. Ibu Ermawati Hasan M.A, Selaku Ketua Prodi Ilmu Al-Qur‟an Dan Tafsir

    UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.

    3. Bapak Dr.H.Abdul Ghaffar, M.Ag Selaku Dekan Fakultas Ushuluddin Dan

    Studi Agama UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.

    4. Bapak Dr. Masyan M.Syam, M.Ag, Bapak H. Abdullah Firdaus, Lc,MA, Ph.D

    dan bapak Dr. Pirhat Abbas, M.Ag Selaku Wakil Dekan I,II,III Fakultas

    Ushuluddin Dan Studi Agama UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.

  • ix

    5. Bapak Prof. Dr. H. Su‟aidi Asy‟ari. Selaku Rektor UIN Sulthan Thaha

    Saifuddin Jambi.

    6. Bapak Dr. H. Hidayat, M.Pd dan Ibu Dr.Hj. Fadilah, M.Pd Selaku Wakil

    Rektor II,III UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.

    7. Seluruh Dosen Fakultas Ushuluddin Dan Studi Agama UIN Sulthan Thaha

    Saifuddin Jambi, Semoga Ilmu yang diajarkan selama ini dapat diamalkan dan

    diterima sebagaimana mestinya amin ya rabbal „alamin.

    8. Seluruh Karyawan Karyawati dilingkungan Akademik Fakultas Ushuluddin

    Dan Studi Agama UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.

    9. Bapak kepala Pusat Perpustakaan UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi beserta

    staf-staf, terima kasih yang telah memberikan Pinjaman buku-buku kepada

    penulis selama ini.

    10. Seluruh Teman-teman Seperjuangan,Seangkatan 2015 Jurusan Ilmu Al-Qur‟an

    Dan Tafsir UIN STS Jambi.

    Dan akhirnya penulis hanya bisa berdo‟a, semoga selalu dalam lindungan

    Allah SWT. Semoga kebaikan dari semua pihak di catat oleh Allah SWT.Sebagai

    amal Sholeh dan mendapatkan balasan yang baik, Amin ya Rabbal „Alamin.

    Tidak ada yang sempurna di dunia melainkan Allah SWT yang maha sempurna

    lagi maha pengasih dan maha penyayang. Oleh karena itu penulis mengharapkan

    kepada seluruh pihak untuk memberikan kritikan atau saran dalam masalah

    penulisan skripsi ini. Dan penulis sangat berharap semoga tulisan ini mempunyai

    nilai guna, manfaat terutama penulis khususnya, dan para pembaca umumnya.

    Jambi, Oktober 2019

    MAIMUNAH

    UT.150210

  • x

    PEDOMAN TRANSLIRASI

    A. Alfabet

    Arab Indonesia Arab Indonesia

    ط „ ا ظ B ب ‘ ع T ت gh غ Ts ث f ف J ج q ق ح k ك Kh خ l ل D د m م Dz ذ n ن R ر h ه Z ز w و S س , ء Sy ش y ي ص ض

    B. Vokal dan Harakat

    Arab Indonesia Arab Indonesia Arab Indonesia

    iˉ ِاى Ā ا A اَ Aw ا و Á ا ى U اَ

    Ay ا ى Ū ا و I اَِ

  • xi

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Al-Qur‟an adalah kitab suci bagi umat Islam yang berisi pokok-pokok

    ajaran tentangakidah, syariah, akhlak, kisah-kisah, dan hikmah dengan fungsi

    pokoknya sebagai petunjuk bagi manusia.1 Al-Qur‟an yang secara bahasa

    berarti “bacaan” merupakan suatu nama pilihan Allah yang sungguh tepat,

    karena tiada satu bacaan pun dapat menandingi Al- Quran al-Karim. Al-

    Qur‟an yang dipelajari bukan hanya susunan redaksi dan pemilihan

    kosakatanya, tetapi juga kandungannya yang tersurat, tersirat bahkan sampai

    kepada kesan yang ditimbulkannya.2

    Al-Qur‟an merupakan landasan hukum Islam paling sentral yang

    berfungsi sebagai pedoman hidup manusia agar selamat di dunia dan di

    akhirat. Tidak bisa dipungkiri bahwa Al-Qur‟an memiliki mutu sastra yang

    tinggi dan gaya bahasa yang indah, sehingga tidak mudah bagi seseorang

    dalam memahami makna yang terkandung di dalamnya. Oleh karena itu,

    dibutuhkan penafsiran yang mendalam agar makna yang terkandung dalam

    Al-Qur‟an dapat dipahami.3

    Diantara kemu‟jizatan Al-Qur‟an adalah dari segi bahasanya.

    Keindahan bahasa Al-Qur‟an dapat dilihat dari keserasian ayat-ayat yang

    saling menguatkan, kalimatnya yang spesifik, balagahnya di luar kemampuan

    akal,dan sesuai dengan setiap keadaan, serta sifat-sifat lain yang menunjukkan

    kesempurnaan Al-Qur‟an sebagai mu‟jizat. Al-Qur‟an mempunyai gaya

    bahasa khas yang tidak dapat ditiru oleh siapapun, karena adanya susunan

    yang indah yang berlainan dengan setiap susunan yang diketahui dalam

    bahasa Arab. Salah satu gaya bahasa Al-Quran adalah dengan mengulang-

    1 Departemen agama RI , al-qur‟an dan tafsirnya , Jilid III (Jakarta-2007), h. 2.

    2 Quraish Shihab, Wawasan al-Qur‟an; Tafsir Maudhu‟i atas berbagai Persoalan Umat

    (Bandung: Mizan,1998), h. 3. 3 Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur‟an: Fungsi dan Peran Wayu dalam Kehidupan

    Masyarakat (Bandung: Mizan, 1994), h. 3.

    1

  • 2

    ulang redaksi ayat-ayat atau kisah tertentu sehingga banyak dijumpaidalam

    Al-Qur‟an ayat-ayat yang mempunyai redaksi mirip bahkan banyak juga

    pengulangan redaksi yang sama.4

    Sering ditemukan dalam Al-Qur‟an bentuk kata dan kalimat yang

    berulang, bahkan berulangnya bentuk ayat sekalipun. Berulang kata, kalimat

    dan ayat tersebut merupakan gaya bahasa yang unik yang dimiliki Al-Quran.

    Gaya bahasa seperti ini disebut “uslub al-Takrar”.5

    Ulama mempunyai banyak istilah yang semantik dengan al-takrar

    ialah al-Ithnab, al-taukid, al-Tardid, dan al-tasdir. Namun dengan banyaknya

    istilah yang semantik dengan al-Takrar , pada dasarnya semua bermuara pada

    satu makna yaitu al-Takrar itu sendiri. Dari aspek etimologial takrar

    merupakan bentuk masdar dari kata ” karrara “ yang berarti mengulangi.

    Adapun menurut istilah, Ibnu Katsir mendefenisikannya yaitu sebuah

    lafadz yang menunjukan pada sesuatu makna yang berulang-ulang. Defenisi

    lain yaitu: dari Ibnu Naqib beliau mengartikan al-takrar adalah lafadz yang

    keluar dari seorang pembicara lalu mengulanginya dengan lafadz yang sama,

    baik lafadz yang diulanginya tersebut semantik dengan lafadz yang ia

    keluarkan ataupun tidak, atau ungkapan tersebut hanya dengan maknanya

    bukan dengan lafadz yang sama.

    Bentuk pengulangan redaksi merupakan fenomena yang menarik yang

    terdapat dalam Al-Qur‟an. Al-Qur‟an yang menggunakan kalam tentu dalam

    seni pengungkapannya juga menggunakan teori dan kaedah-kaedah yang ada

    dalam bahasa induknya. Begitu juga dengan kaedah dan seni pengungkapan

    model pengulangan.

    Model dan seni pengulangan Al-Qur‟an ini telah banyak para ulama

    yang membukukannya, seperti al-Karmani ia membuat karya khusus

    mengenai “Rahasia Pengulangan dalam Al-Qur‟an (Asrar at-Takrar fi al-

    Qur‟an), karya ini merupakan tema khusus yang memuat tentang pengulangan

    (takrar) dalam Al-Qur‟an. Az-Zarkasyi dalam “al-Burhan fiUlum al-Qur‟an”,

    4 Sayyid Muhammad Alwi al-Maliki, Keistimewaan-keistimewaan Al-Qur‟an, terj. Nur

    Fauzin, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2001), h. 9. 5Syafrijal“Tafsir Lughowi”, Jurnal al-Ta‟lim, Jilid. 1 Nomor. 5 (Juli, 2013), h. 17.

  • 3

    begitu juga dengan Ibnu Qutaibah dalam karyanya “Ta‟wil Musykil al-

    Quran”. Namun ada sebagian ulama yang berkecimpung dalam kajian ilmu

    Al-Qur‟an mengingkari pengulangan (takrar) merupakan bagian dari uslub

    fashahah, hal itu dilandasi oleh anggapan bahwa pengulangan tak ada

    gunanya.6

    Az-Zarkasyi membantah anggapan itu dengan mengatakan bahwa

    justru pengulangan dapat memperindah kalimat atau kata-kata, terutama yang

    saling berkaitan satu sama lainnya. Hal ini dikuatkan oleh kebiasaan orang

    Arab dalam beretorika dan berdialek, ketika mereka menaruh perhatian

    terhadap suatu perkara agar dapat terealisasi dan menjadi kenyataan, atau

    dalam retorika mereka mengharap sesuatu (do‟a), maka mereka selalu

    mengulang-ulangnya sebagai penguat.

    Pengulangan erat hubungannya dengan penegasan dan penetapan

    (ta‟kid), sebab penegasan merupakan faktor-faktor yang mendukung

    bersemayamnya pikiran dalam jiwa masyarakat dan tetapnya dalam hati

    mereka. Nilai penetapan adalah dengan selalu mengadakan pelafalan dengan

    mengulang-ulang secara terus-menerus. Ketika sesuatu itu diulangi secara

    terus menerus, maka akan tertanam dalam benak, dan akan dapat diterima

    akal. Pengulangan juga berpengaruh besar bagi nalar orang yang tercerahkan.

    Hal itu disebabkan karena sesuatu yang diulang berpengaruh dalam tabiat

    alam dibawah sadar yang mematangkan sebab-sebab perbuatan manusia.

    Pengulangan dalam Al-Qur‟an mempunyai bentuk yang khusus yang

    berbeda dengan pengulangan yang terdapat dalam kalam Arab, sebagaimana

    disinyalir oleh para ulama balaghah. Al-Qur‟an turun dengan lisan kaumnya

    dan sesuai dengan kaedah bahasa Arab. Dalam kaedah bahasa Arab terdapat

    pengulangan yang berfungsi untuk mengukuhkan dan memahamkan

    percakapan, sebagaimana dalam kaedah bahasa Arab juga terdapat ringkasan

    yang berfungsi untuk meringankan dan menyingkat perkataan.

    6 Nasruddin Baidan,Metode Penafsiran Ayat-ayat yang Beredaksi Mirip dalam Al-

    Quran, (Pekan Baru: Fajarr Harapan :1993), h. 21.

  • 4

    Pada pembahasan ini, penulis akan mengkaji macam-macam

    pengulangan ayat (al-takrar) dalam Al-Qur`an dengan tidak menyebutkan

    semua al-Takrar yang ada dalam Al-Qur`an, karena al-Takrar dalam Al-

    Qur`an sangat banyak jumlahnya. Namun penulis akan menyebutkan macam

    al-Takrar dengan sedikit contoh yang representatif. Diantara macam al-Takrar

    dalam Al-Qur`an adalah:

    1. Pengulangan yang terjadi pada lafadz. Maksud pengulangan yang

    dimaksud pada jenis ini adalah pengulangan yang ada pada satu tema dan

    siyaq-korelitas. Seperti pengulangan yang ada pada beberapa ayat yang

    berdekatan atau pada pembahasan yang sama di surat yang berbeda atau

    surat yang sama

    2. Pengulangan pada kalimat. Pengulangan inilah yang mendapat perhatian

    besar dari kalangan ulama Tafsir dan Balaghah. Seperti tafsir al-Kasyaf

    yang disusun oleh Zamakhsyari dan juga studi dari ulama al-

    Mutaqaddimin dan buku yang berjudul “Durratu al-Tanzil wa Gurratu al-

    Ta`wil” karya Khatib al-Iskafi.

    Al-Kirmani dengan bukunya al-Burhan yang menyatakan secara umum

    pengulangan pada kalimat dalam Al-Qur`an terbagi menjadi dua yaitu:

    (a) Pengulangan pada kalimat yang berdekatan, contoh pada surat al-Rahman,

    al-Mursalat dan al-Kafirun.

    (b) Pengulangan pada kalimat yang berjauhan. Pada pengulangan ini kembali

    menunjukkan kepad kita I`jaz Balaghi yang dimilki oleh al-Qur`an. Ayat-

    ayat berulang namun disertai perbedaan lafadz dari segi taqdim wa ta`khir

    atau mengganti huruf dengan makna yang berbeda. Ini semua

    menunjukkan segi balagatul-Qur`an. Namun untuk mengetahui ini tentu

    dengan mencermati siyaq ayat tersebut antar ayat sebelumnya dan

    sesudahnya. Seperti pengulangan yang terjadi pada surah al-Baqarah ayat

    49, al-A`raf ayat 141 dan surat Ibrahim ayat 6.7

    Diantara hikmah dari tikrar adalah sebagai berikut:

    7Sayyid Khadar, al-Tikrar al Uslubifial-Lugahal-Arabiyah, (Cetakan Darul-Wafa, 2003), h. 6.

  • 5

    a. Menganjurkan manusia agar men-tadabburi Al-Qur`an lalu kemudian

    mengambil ibrah dari pengulangan ayat tersebut. Seperti pada ayat-ayat

    yang menjelaskan tentang kekuasaan Allah dari penciptaan langit, bumi

    angkasa raya dan sebagainya. Seperti pada surat al-Syua`ra ayat 8 dan 9

    ayat ini diulangi sebanyak delapan kali

    b. Menjelaskan tentang urgensi masalah tersebut agar lebih meresap ke

    dalam hati manusia.

    c. Menunjukkan kebenaran Al-Qur‟an sebagai wahyu yang berasal dari Allah

    Subhanahu wa Ta‟ala.

    Al-Qur‟an disamping menggunakan pola komunikasi kisah juga

    menggunakan pola komunikasi secara berulang. Maksudnya adalah ada hal-

    hal yang sudah disebut dalam ayat atau surah sebelumya kemudian diulang

    kembali dengan maksud dan tujuan tertentu. Termasuk yang juga diulang

    adalah kisah para nabi.8

    Setiap nabi yang diutus Allah selalu dibekali dengan mukjizat.

    Diantara fungsi mukjizat adalah meyakinkan manusia yang ragu dan tidak

    percaya terhadap apa yang dibawa oleh nabi tersebut. Mukjizat ini selalu

    dikaitkan dengan perkembangan dan keahlian masyarakat yang dihadapi oleh

    tiap-tiap nabi. Dalam hal ini kisah nabi Ibrahim A.S menemukan dan

    membina keyakinannya melalui pencarian dan pengalaman-pengalaman

    keruhanian yang dilaluinya

    Sebagaimana dalam surat al-An‟am ayat 76-78.

    َوجً ْٛ ًُ َسٰا َو ِٗ ا١ٌَّْ َّٓ َػ١ٍَْ ب َخ َّّ )فٍََ َٓ ف١ٍِِْ ًَ لَبَي َلٓ اُِحتُّ اْلٰ بٓ اَفَ َّّ ْْٟۚ فٍََ َزا َسثِّ ٰ٘ َزا 76ب ۗلَبَي ٰ٘ َش ثَبِصًغب لَبَي َّ ٌْمَ ب َساَ ا َّّ ( فٍََ

    ۤب١ٌِّْٓ) َِ اٌضَّ ْٛ ٌْمَ َٓ ا ِِ َّٓ َٔ ْٛ ْٟ َلَُو ْٟ َسثِّ ِذِٔ ْٙ َ٠ ُْ ٌَّ ْٓ ًَ لَبَي ٌَى ِ بٓ اَفَ َّّ ْٟ ْۚفٍََ ب َساَ 77َسثِّ َّّ َزااٌشَّ ( َفٍَ ٰ٘ َظ ثَبِصَغخً لَبَي ّْ ْٟ َسثِّ

    ب رُْشِشن) َّّ ِِّ ٌء ْۤٞ ْٟ ثَِش َِ أِِّ ْٛ بٓ اَفٍََْذ لَبَي ٠ٰمَ َّّ فٍََ

    َزآ اَْوجَُشْۚ ٰ٘78ُ)

    ”Ketika malam telah menutupinya (menjadi gelap), dia (ibrahim) melihat

    sebuat bintang (lalu) dia berkata: “Inilah Tuhanku.” Tetapi, tatkala bintang

    itu tenggelam dia berkata, “Aku tidak suka yang tenggelam.” Kemudian,

    tatkala dia melihat bulan terbit, dia berkata, “Inilah Tuhanku.” Tetapisetelah

    bulan itu terbenam dia berkata, “Sesungguhnya jika Tuhanku memberi

    petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat.”

    8Rosihon Anwar, Ulum al-Qur‟an (Bandung: CV Pustaka Setia, 2007), h. 183.

  • 6

    Kemudian tatkala dia melihat matahari terbit, dia berkata, “Inilah Tuhanku,

    ini yang lebih besar,” maka tatkala ia terbenam, dia berkata,“Hai kaumku,

    sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamupersekutukan”.9

    Pada ayat ini mengandung takrar/pengulangan pada kata” hadza

    rabbi”. Jika dilihat sepintas ayat di atas mengekspos bahwa nabi Ibrahim

    pernah mengalami masa-masa transisi dalam proses mencari kebenaran

    tuhannya. Hal itu jelas terlihat dari perkataan “hadza rabbi” ketika melihat

    bulan, bintang, dan matahari. Namun persoalannya, benarkah seorang nabi

    mengalami kebingungan mencari Tuhannya? Sedangkan nabi adalah manusia

    yang terjaga (ma‟shum) dari perbuatan dosa besar apalagi syirik. Bukankah ini

    merupakan hal yang kontradiktif? seorang nabi melakukan kesyirikan. Lantas

    apa sebenarnya rahasia dibalik ucapan Nabi Ibrahim “hadza rabbi”

    sebagaimana termaktub dalam surat al-An‟am diatas.10

    Dalam penelitian ini akan menjawab persoalan diatas dengan

    mencantumkan pendapat para ulama mengenai surah al-An‟an ayat 76-78

    tersebut. Dengan menggunakan metode konten analisis, penulis mencoba

    mencermati dan melakukan penelitian terhadap redaksi ayat-ayat yang diulang

    untuk menemukan sesuatu yang tersembunyi dibalik pesan ayat-ayat tersebut.

    Maka dari itu penulis tertarik ingin mengungkap lebih dalam mengenai

    makna dibalik pengulangan ayat Al-Qur‟an dengan mengangkat judul skripsi :

    “RAHASIA DI BALIK PENGULANGAN KATA DALAM SURAH

    AL-AN’AM AYAT 76-78 (STUDI ATAS PENAFSIRAN IMAM AL-

    GHAZALI TENTANG PROSES PENCARIAN KEBENARAN OLEH

    NABI IBRAHIM”

    9Kementrian Agama RI, Al-Qur‟an dan Tafsirnyanya, jilid 3, (Jakarta: Widya Cahaya),

    h.160. 10

    Imam Jalaluddin al-Suyuthi, Samudera Ulumil Qur‟an, Jilid 1 (Surabaya: PT Bina Ilmu,

    2006), h. 196.

  • 7

    B. Rumusan Masalah

    Dari latar belakang masalah yang telah di paparkan di atas ada hal yang

    menarik untuk dikaji dan diteliti lebih lanjut, yang kemudian dirumuskan

    permasalahannya sebagai berikut:

    1. Bagaimana penafsiran pengulangan lafal “ Hadza Rabbi “ dalam surah al-

    An‟am ayat 76-78 tentang pencarian tuhan oleh nabi Ibrahim?

    2. Apa rahasia dibalik surah al-An‟am ayat 76-78 tentang pencarian Tuhan

    oleh nabi Ibrahim menurut imam al-Ghazali?

    3. Apa hikmah dan pelajaran yang bisa diambil dari surah al-An‟am ayat 76-

    78?

    C. Batasan Masalah

    Guna menghindari terjadinya perluasan masalah pada pokok

    pembahasan ini maka penulis akan menitik beratkan penelitian pada konsep

    penafsiran Imam al-Ghazali terhadap pengulangan kata dalam surah al-

    An‟am ayat 76-78.

    D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

    1. Tujuan penelitian

    Berdasarkan pada pokok permasalahan di atas , maka tujuan yang

    ingin di capai dalam penelitian ini adalah :

    a. Untuk mengetahui makna yang tersirat dalam lafadz “hadz rabbi”

    menurut Imam al-Ghazali dalam surah al-An‟am ayat 76-78.

    b. Untuk mengetahui rahasia yang terkandung dalam surah al-An‟am ayat

    76-78 tentang pencaraian Tuhan oleh nabi Ibrahim.

    c. Untuk mengambil hikmah dan pelajaran dibalik surah al-An-am ayat

    76-78.

    2. Kegunaan Penelitian

    Dari hasil penelitian ini, penulis berharap agar hasil penelitian ini

    di harapkan dapat berguna :

    a. Penelitian diharapkan menjadi kepentingan akademisi sebagai

    penambah informasi dan khazanah Qur‟ani.

  • 8

    b. Sebagai bahan bacaan bagi para pencinta Al-Qur‟an untuk lebih

    meneliti Al-Qur‟an secara mendalam khususnya mahasiswa Tafsir.

    c. Dengan penelitian ini mudah-mudahan akan menambah keimanan kita

    terhadap kandungan Al-Qur‟an.

    d. Sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Strata

    (S 1) pada Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama UIN Sulthan Thaha

    Saifuddin Jambi

    E. Tinjauan Kepustakaan

    Setelah melakukan penelusuran beberapa penelitian sebelumnya yang

    menyangkut ayat yang penulis bahas ataupun tema yang penulis angkat, ada

    beberapa jurnal skripsi dan buku yang sedikit membahas mengenai hal ini,

    adapun buku-bukunya adalah :

    Pertama, beberapa terjemahan tafsir, Diantaranya Tafsir Ibnu Katsir yang

    ditulis oleh Dr. Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq yang

    diterjemahkan oleh M. Abdul Gaffar E.M dkk.

    Kedua, buku dengan judul “Tafsir Al-Imam Al-Ghazali” yang ditulis oleh

    Abi Hamid Muhammad Ibnu Muhammad Al-Azily yang disusun oleh

    Muhammad Al-Rihani yang akan menafsirkan tentang ayat 76-78 surah Al-

    An‟am. Buku ini membahas tentang perjalanan dan kisah Nabi Ibrahim.

    Ketiga, buku dengan judul “Jawahirul Qur‟an” yang ditulis oleh Abi

    Hamid Muhammad Ibnu Muhammad Al-Azily dan diterjemahkan oleh

    Mohammad Luqman Hakiem merupakan terjemahan dari buku aslinya yang

    berjudul “permata ayat-ayat suci”. Buku ini membahas tentang ketuhanan,

    penciptaan, akal, jiwa, dan lain-lain.

    Keempat, jurnal Muhammad luthfil Anshori “Al-takrar fii Ulumul Qur‟an

    (kajian tentang fenomena pengulangan dalam al-Qur‟an). Skripsi ini mengkaji

    secara eksploratif dan analitis tentang fenomena pengulangan (al-takrâr) yang

    terdapat di dalam al-Qur`an.

  • 9

    F. Metode Penelitian

    1. Jenis dan pendekatan penelitian

    Jenis penelitian ini termasuk penelitian tekstual atau studi teks yang

    berbasis kepustakaan (library research). Yakni, penelitian yang

    pengumpulan datanya dilakukan dengan menghimpun data dari berbagai

    literatur, baik primer maupun sekunder yang mempunyai relevansi dengan

    penelitian. Penekanan pada penelitian ini membahas tentang penerapan

    kaidah takrar dan bukti kebenaran Ibrahim dalam pencarian Tuhan di

    dalam surat al- An‟am ayat 76-78 menurut Imam al-Ghazali dalam buku

    tafsir imam al-Ghazali. Adapun pendekatan penelitian ini adalah linguistik

    Al- Qur‟an dengan menggunakan metodologi kualitatif. Adapun langkah

    (metode) yang dilakukan dalam penelitian ini adalah diskriptif analisis,

    yakni memaparkan data fakta dan variable kemudian dianalisis secara

    ilmiah. Dengan demikian penelitian pada data akan berisi kutipan

    langsung maupun tidak langsung, guna memberikan gambaran penelitian

    tersebut.

    2. Teknik Pengumpulan Data

    a. Data primer

    Data primer yang dijadikan sumber rujukan adalah buku Ihya‟ „Ulumuddin

    dan Khulasah al-Tasanif fi al-Tashawwuf dalam Majmu‟ah Rasail al-

    Imam al-Ghazali.

    b. Data skunder

    Sementara data skunder yang digunakan adalah skripsi, jurnal, serta artikel

    yang berkaitan dengan penafsiran dan kaidah-kaidah pengulangan

    (takrar).

    G. Sistematika penulisan

    Penelitian yang berjudul “ Rahasia di Balik Pengulangan Kata dalam

    Surah al-An‟am Ayat 76-78 (Studi atas Penafsiran Imam al-Ghazali Tentang

    Pencarian Kebenaran oleh Nabi Ibrahim A.S) ini, penulis membaginya ke

    dalam tiap bab dan dalam tiap bab tersebut terdapat sub bab yang dijadikan

    sebagai berikut:

  • 10

    Bab pertama, berisi Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Batasan

    Masalah,Tujuan dan Kegunaan Penelitian, Metode Penelitian, Kajian Pustaka,

    dan Sistematika Penulisan.

    Bab kedua, Defenisi, Fungsi, Kaidah-kaidah Pengulangan, Jenis-jenis

    Pengulangan, dan Ayat-ayat yang diturunkan secara berulang-ulang.

    Bab ketiga, Biografi Imam al-Ghazali, Perjalanan Akademik Imam al-

    Ghazali, Karya-karyanya, dan Metode Penafsiran Imam al-Ghazali.

    Bab keempat, Penafsiran Lafadz “Hadza Rabbi” Dalam Surah al-An‟am

    ayat 76-78, dan Penerapan Kaidah Takrar Pada Lafadz “Hadza Rabbi” Dalam

    Surah al-An‟am ayat 76-78

    Bab kelima, Kesimpulan

  • 11

    BAB II

    PENGULANGAN DALAM AL-QUR’AN

    A. Pengertian dan Fungsi Pengulangan dalam Al-qur’an

    1. Pengertian

    Secara bahasa, kata at-tikrar ( التكساز ) merupakan masdar dari kata ” كسز ”

    yang berarti mengulang atau mengembalikan sesuatu berulang kali.Ibnu katsir

    mengartikan al-tikrar sebagai sebuah lafadz yang menunjukkan kepada suatu

    makna dengan berulang-ulang. 11

    Adapun menurut istilah al-tikrar berarti اعبدة اللفظ او مسادفة لتقسيس المعنى “

    mengulangi lafadz atau yang sinonimnya untuk menetapkan (taqrir) makna.

    Selain itu, ada juga yang memaknai al-tikrar dengan “ “ ذكس الشي مستين فصبعدا

    menyebutkan sesuatu dua kali berturut-turut atau penunjukan lafal terhadap

    sebuah makna secara berulang. Sedangkan yang di maksud dengan al-

    tikrar dalam Al-Qur‟an adalah pengulangan redaksi kalimat atau ayat dalam

    Al-Qur‟an dua kali atau lebih, baik itu terjadi pada lafalnya ataupun maknanya

    dengan tujuan dan alasan tertentu.

    Sedangkan Ibnu Naqib mengartikan at-tikrar sebagai sebuah lafadz yang

    keluar dari seorang pembicara, kemudian mengulanginya dengan lafadz yang

    sama, baik lafadz yang diulanginya tersebut semantik dengan lafadz yang

    dikeluarkan maupun tidak, atau ungkapan tersebut hanya dengan maknanya

    bukan dengan lafadz yang sama.

    Secara umum, at-tikrar (pengulangan) dapat dibagi menjadi dua macam.

    Pertama, at-ikrar al-lafdzi (pengulangan lafadz), yaitu pengulangan redaksi

    dalam Al-Qur‟an baik berupa pengulangan huruf, pengulangan kata, maupun

    pengulangan ayat. Kedua, at-takrar al-ma‟nawi (pengulangan makna) yaitu

    pengulangan redaksi dalam Al-Qur‟an yang lebih menitik beratkan pada

    makna atau maksud dan tujuan tertentu.12

    11

    Khalid ibn Usman as Sabt, Qawa‟id at Tafsir, Jam‟an wa Dirasah, Juz II, ( tt: Dar ibn

    „Affan:1997), h. 152. 12

    Hasani Ahmad Said, Studi Islam 1: kajian Islam Kontemporer (Jakarta: PT Rajawali

    Pers, 2016), h. 146

    10

  • 12

    Ditinjau dari unsur-unsur yang ada dalam fenomena al-takrâr fî al-Qur`ân

    dan fungsinya, kita bisa merumuskan sebuah definisi baru, yaitu:

    “Pengulangan yang terdapat dalam al-Qur`an (kalâmullâh), baik berupa

    lafadz, ayat, maupun topik-topik tertentu seperti: kisah para nabi; pembahasan

    surga dan neraka; kabar gembira dan peringatan serta pengulangan turunnya

    ayat ataupun surat, dengan tujuan-tujuan tertentu, seperti untuk ta`kîd

    (menguatkan makna), ta‟dhîm (memuliakan), tahwîl (memberikan gambaran

    buruk dan menakutkan) dan lain sebagainya, yang hal ini merupakan salah

    satu bentuk i‟jâz al-Qur`an, dalam segi gaya bahasa dan kandungan

    maknanya.13

    2. Fungsinya

    Menyikapi adanya fenomena takrâr dalam Al-Qur`an, Ibnu Taimiyyah

    berkata: “ Tidaklah pengulangan yang terjadi dalam Al-Qur`an itu sia-sia saja,

    namun tentunya ada hikmah dan makna di dalamnya”.14

    karena Al-Qur‟an

    adalah kalâmullah yang mengandung nilai i‟jâz. Jika ada satu sisi saja dari Al-

    Qur`an yang lemah, misalnya dalam fenomena takrâr yang diangggap oleh

    sebagian kalangan merupakan sesuatu yang sia-sia, maka eksistensi Al-Qur`an

    akan menjadi lemah.

    Ibnu Taimiyyah lalu memberikan keterangan tentang pengulangan kisah

    nabi Musa bersama kaumnya misalnya Allah SWT telah menyebutkan kisah

    nabi Musa dalam berbagai tempat yang berbeda dalam Al-Qur`an. Setiap

    kisah yang disebutkan di satu tempat tertentu, mengandung nilai pelajaran

    serta argumentasi yang khusus, yang tidak sama dengan penyebutan kisah nabi

    Musa di tempat yang berbeda.

    Begitu juga Allah SWT telah memberikan penamaan terhadap Dzat-Nya

    sendiri dengan nama yang berbeda-beda, begitupula Dia menyebutkan nama

    nabi Muhammad dengan nama yang berbeda-beda,dan penyebutan nama dari

    kitab suci Al-Qur`an dengan nama yang berbeda-beda, tentu antara nama satu

    dengan yang lainnya tidak sama, karena ada makna khusus di balik setiap

    penyebutan tersebut, yang tidak dapat terangkup dalam nama lainnya. Dalam

    13

    Ibid h. 121 14

    Ibnu Taimiyyah, Majmû‟ al-Fatâwâ(Beirût: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, 2000), jilid.14,

    h. 408.

  • 13

    hal ini, yang terjadi sebetulnya bukanlah takrâr, melainkan tanwî‟ al-âyât

    (variasi ayat).”15

    Memang benar, bahwa terkadang pengulangan itu menyebabkan

    kebosanan, akan tetapi hal itu bukan merupakan hal yang mutlak. Maka,

    pengulangan itu terkadang justru menjadi bagus dan indah meski terkadang

    juga membosankan.

    Seperti halnya ketika manusia makan, dengan mengulangi makan, manusia

    akan menjadi kenyang dan memiliki tenaga. Seperti juga ketika seseorang

    makan buah-buahan, ketika mengulangi makan buah tersebut, bisa saja dia

    merasakan kelezatan, namun pada saat tertentu ia akan merasa bosan. Lalu

    dalam sebuah kalâm, ia akan bisa menjadi gizi bagi fikiran, begitu juga bisa

    menjadi vitamin bagi ruh, ketika kalâm tersebut diulangi dan diulangi lagi

    dengan yang sejenisnya. Ia akan menghasilkan cahaya sebagaimana cahaya

    matahari.”16

    Dalam karyanya yang lain, Sa‟id Nursi juga menjelaskan bahwa, Al-

    Qur`an adalah kitab pengingat, kitab do‟a dan kitab dakwah. Maka

    pengulangan yang ada di dalamnya merupakan sesuatu yang indah, luar biasa

    dan tegas. Karena dengan itu, peringatan menjadi diulang-ulang, do‟a pun

    selalu terpanjatkan, dan dakwah atau ajakan itu semakin kuat mengikat. Sebab

    dalam pengulangan pengingat terdapat percerahan, dalam pengulangan do‟a

    terdapat ketetapan dan dalam pengulangan ajakan terdapat penguatan.17

    Lalu Imam Suyuti memaparkan dalam karyanya berjudul “al-Itqan fi

    „ulum al-Qur‟an”, setidaknya terdapat empat fungsi berkaitan dengan

    penggunaan at-tikrar dalam Al-Qur‟an yaitu :18

    a. sebagai Taqrir (penetapan) Dikatakan, َُ س إَِرا اٌَىََل َس رََىشَّ artinya رَمَشَّ

    “perkataan jika terulang berfungsi menetapkan”. Maka pengulangan dalam

    hal tersebut dapat menjadi satu ketetapan yang berlaku. Sebagaimana

    firman-Nya :

    ُْ ِْلُ ٌْمُْشآ َزا ا َٰ٘ َّٟ َٟ إٌَِ أُِٚح َٚ ْۚ ُْ ث١ََُْٕى َٚ ١ٌِٙذ ث١َِْٕٟ ُ ۖ َش ًِ ّللاَّ َٙبَدحً ۖ لُ ٍء أَْوجَُش َش ْٟ ُّٞ َش ًْ أَ ْٓ ثٍَََغ ْۚ لُ َِ َٚ ِٗ ُْ ثِ ِْٔزَسُو

    َٙذُ ُْ ٌَزَْش غَ أَئَُِّٕى َِ َّْ َْ أَ ب ٚ َّّ ِِ ِٟ ثَِشٌٞء إَِّٕٔ َٚ اِحٌذ َٚ ٌَٗٛ إٌَِٰ ب ُ٘ َّ ًْ إَِّٔ َُٙذ ْۚ لُ ًْ َل أَْش ٰٜ ْۚ لُ َٙخً أُْخَش ِ آٌِ ّللاَّ

    (94) رُْشِشُوْٛ

    15

    Ibid., jilid. 19, h. 167-168. 16

    Badiuzzaman Sa‟id Nursi, Isyarat al-I‟jaz fî Madhanni al-ijaz,(Kairo:Sozler

    Publications : 2008) cet.V, h. 39. 17

    Badiuzzaman Sa‟id Nursi, al-Maktubat (Kairo: Sozler Publications:2008), cet.V, h.

    261. 18

    Jalaluddin al-Suyuthi, al-Itqan fî „Ulum al-Qur‟an, h. 170-176

    .

  • 14

    "Katakanlah:“Siapakah yang lebih kuat persaksiannya?” Katakanlah: “Allah”. Dia menjadi saksi antara aku dan kamu. Dan Al Quran ini

    diwahyukan kepadaku supaya dengan dia aku memberi peringatan

    kepadamu dan kepada orang-orang yang sampai Al-Quran (kepadanya).

    Apakah sesungguhnya kamu mengakui bahwa ada tuhan-tuhan lain di

    samping Allah?” Katakanlah: “Aku tidak mengakui”. Katakanlah:

    “Sesungguhnya Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa dan sesungguhnya aku

    berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan (dengan Allah) ”. (Q.S Al-

    An‟am: 19)

    Pengulangan pada ayat tersebut, terletak pada kata “Qul” (katakanlah).

    Kata tersebut merupakan jawaban atas pertanyaan sebelumnya, fungsinya

    sebagai penetapan kebenaran bahwasanya tidak adanya Tuhan (sekutu)

    apapun selain Allah,

    b. Sebagai Ta’kid (penegasan) dan Ziadah At-Tanbih (menuntut

    perhatian lebih) Imam Suyuti berpandangan bahwa penekanan dengan

    menggunakan pola tikrar setingkat lebih kuat dibanding dengan

    bentukta‟kid. Beliau beralasan bahwa tikrar terkadang mengulang lafal

    yang sama, sehingga makna yang dimaksud lebih mengena. Selain itu,

    tikrar berfungsi untuk memberikan perhatian lebih. Sebagaimana firman-

    Nya:

    َشبدِ ًَ اٌشَّ ُْ َعج١ِ ِذُو ْ٘ ِْ أَ َِ ارَّجِؼُٛ ْٛ َٓ ٠َب لَ َِ لَبَي اٌَِّزٞ آ َٚ (83) َ١ْٔ ٌَْح١َبحُ اٌذُّ ِٖ ا ِز َٰ٘ ب َّ َِ إَِّٔ ْٛ زَب٠َب لَ َِ إَِّٔب٢ِْخَشحَ ب َٚ

    ٌْمََشاس َٟ َداُس ا ِ٘(84)

    ”Orang yang beriman itu berkata: “Hai kaumku, ikutilah aku, aku akan

    menunjukkan kepadamu jalan yang benar. Hai kaumku, sesungguhnya

    kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya

    akhirat itulah negeri yang kekal”.(Q.S Al-Mu‟min: 38-39)”.19

    Pengulangan kata “ya qaumi” (hai kaumku) pada kedua ayat tersebut,

    mempunyai kaitan dalam hal maknanya yaitu mengandung panggilan yang

    berulang-ulang. Fungsinya untuk memperjelas dan memperkuat peringatan

    yang terkandung dalam ayat tersebut.20

    19

    Q.s al-mu‟min : 38-39 20

    Jalâluddîn al-Suyûthî, al-Itqân fî „Ulûm al-Qur`ân, h. 87

  • 15

    c. Sebagai Tajdid Li’ahdihi (Pembaruan terhadap penyampaian yang

    telah lalu) Ketika terdapat redaksi yang terlalu panjang lebar dan bertele-

    tele serta dikhawatirkan pendengar menjadi lupa terhadap redaksi yang

    pertama, maka diulangilah redaksi tersebut untuk kedua kalinya.

    Fungsinya tidak lain untuk menyegarkan kembali ingatan para pendengar.

    Sebagaimana firman-Nya:

    ُْ فِ ُ ََ أََّٔٙ ٌَْخبِعُشَْٚل َخَش ُُ ا َُّ ( 904) ٟ ا٢ِْخَشِح ُ٘ ب فُزُِٕٛا ثُ َِ ْٓ ثَْؼِذ ِِ َ٘بَخُشٚا َٓ َّْ َسثََّه ٌٍَِِّز٠ َُّ إِ َُ٘ذٚا ثُ َخب

    َ٘ب ٌََغفٌُٛس َسِح١ُ ْٓ ثَْؼِذ ِِ َّْ َسثََّه َصجَُشٚا إِ َٚ (990)

    “Pastilah bahwa mereka di akhirat nanti adalah orang-orang yang

    merugi. Dan sesungguhnya Tuhanmu (pelindung) bagi orang-orang yang

    berhijrah sesudah menderita cobaan, kemudian mereka berjihad dan

    sabar; sesungguhnya Tuhanmu sesudah itu benar-benar maha pengampun

    lagi maha penyayang”.(Q.S An-Nahl : 109-110)".21

    Pengulangan pada ayat tersebut, terletak pada kata “inna rabbaka”

    (sesungguhnya Tuhanmu), fungsinya untuk mengingatkan atau

    mengembalikan pada inti perkataan yang sebelumnya telah terpisah oleh

    perkataan yang lain.

    d. sebagai Ta‘zhim (menggambarkan agung dan besarnya satu

    perkara

    ketika menggambarkan besarnya suatu hal, maka diulangilah redaksi

    tersebut. Sebagaimana pemberitaan tentang hari kiamat dalam firman-Nya:

    ٌْمَبِسَػخُ ٌْمَبِسَػخُ (9) ا ب ا ٌْمَبِسَػخُ (2) َِ ب ا َِ ب أَْدَساَن َِ َٚ (8)

    “Hari kiamat. Apakah hari kiamat itu?. Tahukah kamu pakah hari kiamat

    itu?”.(Q.S al-Qari‟ah:1-3)

    21

    Q.s qn-Nahl :109-110

  • 16

    Pengertian pada ayat tersebut, terletak pada kata “al-qari‟ah” (hari

    kiamat), fungsinya memberikan pengertian bahwa kiamat adalah suatu

    kejadian yang besar dan termasuk perkara yang agung.22

    B. Macam-macam Pengulangan dalam al-Qur’an

    Dalam Al-Qur‟an ditemukan beberapa jenis pengulangan ditinjau dari

    beberapa sudut. Di antara jenis pengulangan yang penting adalah :

    1. Pengulangan dari segi redaksi/lafadz

    Maksud pengulangan yang dimaksud pada jenis ini adalah

    pengulangan yang ada pada satu tema dansiyaq-korelitas. Seperti pengulangan

    yang ada pada beberapa ayat yang berdekatan atau pada pembahasan yang

    sama di surat yang berbeda atau surat yang sama. Contohnya pengulangan

    yang terjadi pada lafdzu al-jalalah. Pada lafdzu al-Jalalahهللا) pengulangan

    terjadi beragam, diantaranya terulang lebih dari dua kali dalam satu ayat atau

    bahkan tiga kali seperti yang terjadi pada surat al-Baqarah ayat 247 yang

    berbunyi: 23

    ٌَ ُْ ٰٝ ٠َُىٛ ًٍِىب ْۚ لَبٌُٛا أََّٔ َِ ُْ طَبٌَُٛد َ لَْذ ثََؼَث ٌَُى َّْ ّللاَّ ُْ إِ ُ ُْ َٔج١ُِّٙ لَبَي ٌَُٙ َْٔحُٕ َٚ َٚ ١ٍََْٕب ٍُْه َػ ُّ ٌْ ٍْهُٗ ا ُّ ٌْ ُْٕٗ ؤََحكُّ ثِب ِِ

    ُْ ٌَ بِي ْۚ َٚ َّ ٌْ َٓ ا ِِ ٍَْىُٗ ٠ُْؤَد َعَؼخً ُِ ُ ٠ُْؤرِٟ ّللاَّ َٚ ۖ ُِ ٌِْدْغ ا َٚ ُِ ٍْ ِؼ ٌْ َصاَدُٖ ثَْغطَخً فِٟ ا َٚ ُْ َ اْصطَفَبُٖ َػ١ٍَُْى َّْ ّللاَّ لَبَي إِ

    اِعٌغ َػ١ٍُِ َٚ ُ ّللاَّ َٚ ْٓ ٠ََشبُء ْۚ َِ (242)

    “Nabi mereka mengatakan kepada mereka: "Sesungguhnya Allah telah

    mengangkat Thalut menjadi rajamu". Mereka menjawab: "Bagaimana Thalut

    memerintah kami, padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan

    daripadanya, sedang diapun tidak diberi kekayaan yang cukup banyak?" Nabi

    (mereka) berkata: "Sesungguhnya Allah telah memilih rajamu dan

    menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa". Allah

    memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah

    maha luas pemberian-Nya lagi maha mengetahui)”.)Q.S al-Baqarah: 247).24

    22

    Abu al-Husain Ahmad ibn Faris ibn Zakariya, Maqayis al-Lughah, (Beirut: Ittihad al-

    Kitab al„Arabi, 2002) Juz.V, h. 126. Lihat juga Muhammad Ibn Manzhur, Lisan al„Arab, (Beirut:

    Dar al-Shdir, t.th) Juz.V, h. 135. 23

    Sayyid Khadar, al-Tikrar al Uslubi fi al-Lugah al-Arabiyah,(cet Darel-Wafa, tahun

    2003), h. 12 24

    https://tafsirweb.com/983-surat-al-baqarah-ayat-247.html

  • 17

    Menggunakan redaksi yang berulang-ulang baik dalam satu surah maupun

    dalam surah yang berbeda. Contoh yang paling mudah dapat dilihat dalam

    surah ar-Rahman “Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu

    dustakan? ْثَب ب رَُىزِّ َّ ِّٜ َءاَلِٓء َسثُِّى َ فَجِؤ

    Redaksi ayat tersebut diulang sampai 31 kali. Demikian juga dalam surah

    al-Qamar.

    ذَِّوش ُِ ْٓ ِِ ًْ َٙ ْوِش فَ َْ ٌٍِزِّ ٌْمُْشآ ْشَٔب ا ٌَمَْذ ٠َغَّ َٚ

    “Dan sungguh, telah Kami mudahkan Al-Qur‟an untuk peringatan, maka

    adakah orang yang mau mengambil pelajaran?”

    Redaksi ayat tersebut diulang sebanyak empat kali masing-masing dalam

    ayat 17, 22, 32 dan 40. Cukup banyak pengulangan dari segi redaksi ini

    baik diulang penuh satu ayat maupun diulang dalam bentuk

    redaksi kalimat.25

    2. Pengulangan pada mode gramatikal bahasa arab (al-Numt al-nahwi)

    Pengulangan pada jenis ini lebih kepada keindahan alunan musik yang

    ditimbulkan bukan pada berapa kali diulangnya suatu kalimat. Keindahan ini

    membuat Al-Qur`an begitu indah sehingga jiwa pun rindu untuk selalu

    mentadaburinya dan juga mudah untuk dihafal. Jenis pengulangan ini sering

    kita dapatkan pada surat-surat yang bercorak al-Makkiy yang mempunyai

    potongan-potongan surat relatif pendek. Contohnya pada surat al-Naziat ayat

    1-5 yang berbunyi:

    ِذ َغْشلًب ِضَػٰٱٌَّٰٕ َٚ

    “Demi (malaikat-malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan keras,” (An-

    Nazi‟at 79:1)

    (Demi yang mencabut nyawa) atau demi malaikat-malaikat yang mencabut

    nyawa orang-orang kafir (dengan keras) atau mencabutnya dengan kasar.

    (Tafsir Al-Jalalain, An Nazi‟at 79:1)

    ِذ َْٔشطًب ِشطَٰٱٌَّٰٕ َٚ

    “Dan (malaikat-malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan lemah-lembut,”

    (An-Nazi‟at 79:2)

    25Muhammad Fuad Abd al-Baqi Mu‟jam Mufahras li al-Fadz al-Qur‟an, h. 246

  • 18

    (Dan demi yang mencabut nyawa dengan lemah lembut) maksudnya, demi

    malaikat-malaikat yang mencabut nyawa orang-orang mukmin secara pelan-

    pelan. (Tafsir Al-Jalalain, An-Nazi‟at 79:2)

    ِذ َعْجًحب جَِحٰ ٱٌغَّٰ َٚ

    “Dan (malaikat-malaikat) yang turun dari langit dengan cepat,” (An-Nazi‟at

    79:3)

    (Dan demi yang turun dari langit dengan cepat) yakni demi malaikat-malaikat

    yang melayang turun dari langit dengan membawa perintah-Nya. (Tafsir Al-

    Jalalain, An-Nazi‟at 79:3)

    ِذ َعْجمًب جِمَٰ فَٲٌغَّٰ

    “Dan (malaikat-malaikat) yang mendahului dengan kencang,”(An-Nazi‟at

    79:4)

    (Dan demi yang mendahului dengan kencang) yaitu malaikat-malaikat yang

    mendahului dengan kencang membawa arwah orang-orang yang beriman ke

    surga. (Tafsir Al-Jalalain, An-Nazi‟at 79:4)

    ًشا ِْ ِد أَ َذثَِّشٰ ُّ ٌْ فَٲ

    “Dan (malaikat-malaikat) yang mengatur urusan (dunia). ”(An-Nazi‟at

    79:5).26

    C. Jenis-jenis Pengulangan dalam al-Qur’an

    Secara umum, para ulama membagi fenomena al-takrâr dalam Al-Qur`an

    menjadi dua jenis, yaitu pengulangan lafadz dan makna (takrâr al-lafdz wa al-

    ma‟nâ) dan pengulangan makna saja, tanpa lafadz (takrâr al-lafdz dûna al-

    ma‟nâ).

    1. Takrar al-Lafzh wa al-Ma’na

    Yang dimaksud dengan pengulangan lafadz dan makna di sini adalah:

    pengulangan suatu lafadz, ayat maupun ungkapan dengan redaksi yang sama,

    begitu juga makna yang serupa, di beberapa tempat dalam Al-Qur`an. Jenis

    pengulangan ini terbagi lagi menjadi 2 macam, yaitu: maushul (yang

    tersambung) dan mafshul (yang terputus atau terpisah).

    26

    Ibid h. 13

  • 19

    a. Pengulangan yang tersambung (al-maushûl) contohnya adalah

    sebagai berikut:

    Pengulangan lafazh yang terdapat di dalam satu ayat dan

    disebutkan di muka, misalnya seperti yang terdapat dalam surat al-

    Mu‟minûn ayat 36:

    َْ ب رَُٛػُذٚ َّ َٙبَد ٌِ ١َْ٘ َٙبَد ١َْ٘

    “Jauh, jauh sekali (dari kebenaran) apa yang diancamkan kepada

    kamu itu.”27

    Pada ayat di atas lafazh “Haihâta” diulangi dua kali. Jika kita lihat

    secara harfiyyah, keduanya bermakna sama, yaitu jauh. Namun jika

    dirasakan dan diresapi, keduanya memiliki fungsi masing-masing yang

    berbeda; saling menguatkan, saling menegaskan. Sebab jika ia hanya

    disebutkan sekali misalnya “haihâta limâ tû‟adûn”, maka orang yang

    mendengarnya akan merasakan sesuatu yang kurang, terkesan hambar,

    lemah. Namun ketika ia disebutkan dua kali, pendengar akan

    merasakan suatu penekanan yang lebih kuat dan dalam.

    Pengulangan lafadz yang terletak di akhir suatu ayat dan

    disebutkan lagi di awal ayat setelahnya, misalnya seperti dalam surat

    al-Insân ayat 15-16:

    اِس٠َشا َٛ اٍة َوبَْٔذ لَ َٛ أَْو َٚ ٍخ ْٓ ِفضَّ ِِ ُْ ثِآ١ٍَِٔخ ِٙ ٠ُطَبُف َػ١ٍَْ َٚ

    “Dan Diedarkan kepada mereka bejana-bejana dari perak dan piala-

    piala yang bening laksana kaca”.

    َ٘ب رَْمِذ٠ًشا ٍخ لَذَُّسٚ ْٓ فِضَّ ِِ اِس٠َش َٛ لَ

    “(Yaitu) kaca-kaca (yang terbuat) dari perak yang telah diukur

    mereka dengan sebaik-baiknya.”28

    27

    https://tafsirweb.com/5928-surat-al-muminun-ayat-36.html

    28https://tafsirweb.com/11743-surat-al-insan-ayat-15.html

  • 20

    Lafazh “qawarira” disebutkan di akhir ayat, lalu diulangi

    penyebutannya di awal ayat selanjutnya. Ini terjadi sebagai bentuk

    penjelasan atas lafadz “qawarira” yang pertama, terkait jenis dan

    bahannya. Maka pengulangan ini diperlukan untuk memberi

    penjelasan kepada pembaca agar tidak bingung dalam memahaminya

    Pengulangan lafazh yang terdapat dalam satu ayat dan disebutkan

    di belakang, contohnya seperti dalam surat al-Fajr ayat 21:

    ب َدّوًب َوَلَّ إَِرا ُدوَِّذ اْْلَْسُض َدّوً

    “Jangan (berbuat demikian). apabila bumi digoncangkan berturut-

    turut.”29

    Pengulangan lafazh “dakkan dakkâ” yang terjadi pada ayat di atas

    dimaksudkan untuk menunjukkan makna ketercaku-pan atau

    keseluruhan (li al-dilalati „ala al-isti‟ab).30

    Dengan demikian ayat di atas menyiratkan makna bahwa, bumi

    akan digoncangkan secara berturut-turut di semua belahannya, tanpa

    terkecuali. Ditilik dari segi ilmu nahwu, kedudukan lafadz “dakkan”

    yang pertama dan yang kedua juga berbeda. Dakkan yang pertama

    dibaca nashab karena merupakan mashdar mu`akkad li al-fi‟il (ism

    mashdar) yang menguatkan kata kerja, sedangkan yang kedua dibaca

    nashab karena ia merupakan ta`kîd untuk mashdar yang pertama.31

    Pengulangan dua ayat yang beredaksi (hampir) sama secara

    berturut-turut, contohnya terdapat dalam surat al-Insyirâh ayat 5-6:

    ٌْؼُْغِش ٠ُْغًشا َغ ا َِ َّْ ِ فَئ

    “Karena Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.”

    29

    https://tafsirweb.com/12657-surat-al-fajr-ayat-21.html

    30Muhammad Sayyid Thantâwî, al-Tafsîr al-Wasîth li al-Qur`ân al-Karîm (Kairo: Dâr al-

    Sa‟âdah )jilid. 15, h. 392. 31

    Ibid h.139.

  • 21

    ٌْؼُْغِش ٠ُْغًشا َغ ا َِ َّْ إِ

    “Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.”32

    Seperti yang terdapat juga dalam surat al-Takâtsur ayat 3-4:

    َف ْٛ َْ َوَلَّ َع ْٛ ُّ رَْؼٍَ

    “Sekali-kali tidak! Kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu

    itu”

    َْ ْٛ ُّ َف رَْؼٍَ ْٛ َُّ َوَلَّ َع ثُ

    “kemudian sekali-kali tidak! Kelak kamu akan mengetahui”

    Terdapat juga misalnya dalam surat al-Infithâr ayat 17-18:

    ِٓ ٠ َُ اٌذِّ ْٛ ب ٠َ َِ ب أَْدَساَن َِ َٚ

    “Tahukah kamu Apakah hari pembalasan itu?”

    ِٓ ٠ َُ اٌذِّ ْٛ ب ٠َ َِ ب أَْدَساَن َِ َُّ ثُ

    “ Tahukah kamu Apakah hari pembalasan itu?”

    Contoh-contoh seperti ini, menurut al-Suyuthi merupakan bentuk

    takrâr yang berfungsi untuk menguatkan makna dari kalimat yang

    disebutkan lebih awal (al-ta`kid al-lafdzi)33

    Namun demikian, ada sisi

    lain yang dapat kita tadaburi dan resapi dari ayat-ayat di atas, yang

    mana pengulangan yang terjadi tidak sekedar berfungsi sebagai bentuk

    ta`kîd atau penguat sebagaimana disampaikan oleh Imam al-Suyuthi.

    Lafazh “al-„usr”, baik pada ayat ke-5 maupun 6, keduanya disebutkan

    dalam bentuk ma‟rifat (dengan tambahan alif lâm di depannya).

    Sedangkan lafadz “yusran”, pada keduanya disebutkan dalam

    bentuk nakirah (tanpa tambahan alif lâm). Hal ini mengandung isyarat

    tentang sedikit dan minimnya jalan kesusahan serta sebab-sebabnya,

    32

    https//tafsirweb.com/37702-surat-al-insyirah-ayat-5-6.html

    33Jalâluddîn al-Suyûthî, al-Itqân fî „Ulûm al-Qur`ân, jilid. 3, h. 168.

  • 22

    dan memberi kabar gembira akan banyaknya jalan kemudahan serta

    hal-hal yang mendukungnya.34

    Maka, kedua ayat dalam surat al-Syarh yang diulang tersebut

    seakan memberi semangat dan motivasi, bahwa hakikatnya kesulitan

    yang kita rasakan sungguh amat kecil dan sedikit jika dibandingkan

    dengan kemudahan-kemudahan yang akan kita raih setelahnya.

    Dengan ungkapan lain, bahwa nikmat Allah yang kita terima sejatinya

    jauh lebih banyak dari ujian, cobaan dan kesulitan yang kita alami.35

    Jadi, meskipun terjadi pengulangan pada ayat ke-5 dan 6 dalam surat

    al-Syarh, namun memiliki makna dan hikmah yang berbeda.

    b. Pengulangan terpisah (mafshul). Yang dimaksud pengulangan jenis

    ini adalah pengulangan terpisah yang terjadi dalam satu surat tertentu,

    maupun pengulangan yang terjadi di dalam Al-Qur`an secara

    keseluruhan.

    Pengulangan yang terjadi dalam satu surat contohnya antara lain

    sebagaimana berikut: Dalam surat asy-Syu‟arâ`: 175

    ُُ ِح١ ٌَْؼِض٠ُض اٌشَّ َٛ ا َّْ َسثََّه ٌَُٙ إِ َٚ

    “Dan sesungguhnya tuhanmu benar-benar Dialah yang maha perkasa

    lagi maha penyayang”.

    Ayat di atas, disebutkan secara berulang-ulang di dalam surat asy-

    Syu‟arâ` sebanyak 8 kali. Contoh lain misalnya terdapat dalam surat

    al-Rahmân, yaitu ayat yang berbunyi :

    ِٓ ٰث ب رَُىزِّ َّ ِء َسثُِّى ِّٞ ٰاَلۤ َ فَجِب

    “Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?”.

    Ayat ini disebutkan secara berulang-ulang di dalam surat al-Rahmân

    sebanyak 31 kali, dengan perincian 8 ayat disebutkan setelah ayat-ayat

    34

    Muhyiddîn Abi Muhammad Abdil Qâdir al-Jailânî, Tafsîr al-Jailânî (Istanbul: Markaz

    al-Jailâni li al-Buhûts al-„Ilmiyyah, cet. I, 2009), jilid.6, h. 391. 35

    Abil Qâsim Mahmûd bin Umar al-Zamakhsyarî, al-Kasysyâf (Kairo: Maktabah Obikan,

    cet. I, 1998), jilid.6, h. 397.

  • 23

    yang menjelaskan tentang beragam ciptaan Allah dan keindahannya,

    serta awal mula penciptaan dan keberakhirannya. Lalu 7 ayat

    disebutkan setelah ayat-ayat yang berbicara tentang neraka dan

    pendihnya adzab didalamnya. Kemudian 8 ayat berikutnya disebutkan

    setelah ayat-ayat yang berbicara tentang sifat-sifat surga dan para

    penghuninya, serta bilangan pintu-pintu surga. Lalu 8 ayat berikutnya

    menjelaskan tentang dua surga lainnya.

    Barangsiapa yang mengimani tentang ayat-ayat yang berbicara

    tentang dua surga yang pertama dan melakukan hal-hal yang terkait

    dengannya, maka Allah akan memberinya dua surga berikutnya. Dan

    dengan itu, seseorang akan terhindar dari api neraka, sebagaimana

    disebutkan dalam ayat-ayat sebelumnya.36

    Menurut al-Suyuthi, setiap penyebutan ayat “fabiayyi âlâ`i”

    memiliki keterkaitan khusus dengan ayat-ayat sebelumnya. Maka

    penekanan maknanyapun berbeda-beda antara satu dengan yang

    lainnya. Jikalau ayat ini memiliki makna yang sama karena dikaitkan

    dengan satu hal tertentu, maka ia tidak perlu diulang sebanyak itu. Lalu

    jika ada yang bertanya, bahwa ayat ini merupakan satu pertanyaan

    yang terkait dengan nikmat Tuhan, sementara adakalanya ayat ini

    terletak setelah ayat yang berbicara tentang cobaan bahkan ancaman?

    Ibnu Abdissalâm dan lainnya menjelaskan, bahwa penyebutan

    ancaman dan cobaan sebagai bentuk peringatan adalah merupakan

    sebentuk kenikmatan. Sebab dengan adanya peringatan itu seseorang

    diharapkan akan berubah menjadi lebih baik.37

    Lalu di dalam surat al-Mursalât juga terdapat satu ayat yangg

    diulang-ulang, yaitu:

    َٓ ث١ِْ َىزِّ ُّ ٍْ ى ٍِز ٌِّ َِ ْٛ َّ٠ ًٌ ٠ْ َٚ

    “Kecelakaan yang besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang

    mendustakan”.

    36

    Mahmûd bin Hamzah al-Kirmânî, Asrâr al-Takrâr fî al-Qur`ân, studi analisis oleh:

    Abdul Qâdir Ahmad Athâ (Dâr al-Fadlîlah, t.th), h. 231. 37

    Jalâluddîn al-Suyûthî, al-Itqân fî „Ulûm al-Qur`ân, h. 171.

  • 24

    Ayat ini disebutkan secara berulang-ulang di dalam surat al-Mursalât

    sebanyak 10 kali.Lalu dalam surat al-Kâfirûn, terdapat ayat yang

    diulangi secara persis sebanyak dua kali, yaitu ayat ke 3 dan 4:

    بٓ اَْػجُُذْۚ َِ َْ ْٚ ُْ ٰػجُِذ ْٔزُ َلٓ اَ َٚ

    “( Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah)”.

    Jika ditilik dari segi ilmu nahwu, “ma” pada ayat ke- 2 dan 3 adalah

    mâ maushulah, yang menunjukkan arti Dzat yang disembah.

    Sedangkan mâ pada ayat ke-3 dan 5 adalah “ma mashdariyyah”, yang

    menunjukkan makna jenis atau bentuk ibadah. Maka dengan demikian,

    makna dari ayat 3 dan 5 juga berbeda, penekanannya. Jika ayat ketiga

    menekankan tentang perbedaan Dzat yang disembah antara kaum

    muslim dengan orang kafir, maka ayat kelima memberi penegasan

    tentang perbedaan jenis, bentuk dan cara ibadah diantara keduanya.38

    Dari sini kita dapat melihat, bahwa pengulangan yang terjadi

    tidaklah sekedar pengulangan yang sia-sia, namun pada tiap-tiap

    tempat memiliki makna dan tujuan khusus yang tidak bisa dinafikan

    begitu saja.

    Adapun pengulangan yang terjadi dalam satu kesatuan Al-Qur`an

    contohnya adalah sebagaimana berikut:

    َٓ ُْ ٰصِذِل١ْ ْٕزُ ْْ ُو ْػُذ اِ َٛ ٌْ َزا ا ٰ٘ ٰزٝ َِ َْ ْٛ ٌُ ْٛ ٠َمُ َٚ

    “Dan mereka berkata: "Bilakah (terjadinya) janji ini (hari berbangkit)

    jika kamu adalah orang-orang yang benar?".

    Ayat ini disebutkan secara berulang sebanyak 6 kali, masing-masing

    pada surat Yûnus: 48; al-Anbiyâ`: 38; an-Naml: 71; Saba`: 29; Yâsîn:

    48; al-Mulk: 25. Contoh lain ayat yang berbunyi:

    38

    Muhammad Sayyid Thantâwî, al-Tafsîr al-Wasîth li al-Qur`ân al-Karîm, jilid. 15, h.

    526.

  • 25

    ۗ ُْ ِٙ اْغٍُْع َػ١ٍَْ َٚ َٓ ِفم١ِْ ٰٕ ُّ ٌْ ا َٚ ٌُْىفَّبَس ِِ٘ذ ا ُّٟ َخب َٙب إٌَّجِ ِص١ْشُ ٠ٰٓب٠َُّ َّ ٌْ ثِْئَظ ا َٚ ُُ ََّٕٙ ُْ َخ ىُٙ ٰٚ ؤْ َِ َٚ

    “Hai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang

    munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka. tempat mereka

    ialah Jahannam. dan itu adalah tempat kembali yang seburuk-

    buruknya”.

    Ayat ini diulangi sebanyak 2 kali di dalam Al-Qur`an, yaitu pada surat

    al-Taubah: 73; dan al-Tahrîm: 9.39

    2. Takrâr fî al-Ma’nâ dûna al-Lafzh

    Takrâr jenis ini banyak terdapat dalam ayat-ayat yang bercerita tentang

    kisah para nabi beserta para kaumnya, ayat-ayat tentang hari kiamat, surga

    dan neraka, juga ayat-ayat yang terkait dengan al-wa‟du wa al-wa‟îd.

    Untuk memberikan gambaran tentang pengulangan jenis ini, sebagai

    contoh misalnya yang terkait dengan kisah nabi Adam As., yang terdapat

    dalam surat al-Baqarah dan surat al-A‟râf.

    Dalam surah al-Baqarah ayat : 34-35

    اِرْ ٍَْٕب َٚ ئَِىخِ لُ ٍٰ َّ ٍْ ٌِ ََ َد اِلٰ ْٚ ا اْعُدُذ ْٓٚ اْعزَْىجَشَۖ اَٰثٝ إِْث١ٍِْظَۗ ا٢َِّ فََغَدُذ َٚ َْ َوب َٚ َٓ ِِ َٓ ٌْٰىفِِش٠ْ (84) ا

    “Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat,

    "Sujudlah kamu kepada Adam!" Dan mereka pun sujud kecuali Iblis. Ia

    menolak dan menyombongkan diri, dan ia termasuk golongan yang

    kafir.40

    (Q.S Al-Baqarah:34)

    ٍَْٕب لُ َُ ٠ٰٓبٰ َٚ ْٓ َد ْٔذَ اْعُى ُخهَ اَ ْٚ َص ٌَْدَّٕخَ َٚ ُوََل ا َٙب َٚ ْٕ بۖ َح١ْثُ َسَغًذا ِِ َّ ِٖ رَْمَشثَب َل َٚ ِشْئزُ ِز َٔب اٌشََّدَشح ٰ٘ ْٛ فَزَُى

    َٓ ِِ َٓ ١ْ ِّ ٍِ (83) اٌظّٰ

    ”Dan kami berfirman, "Wahai Adam! tinggallah engkau dan istrimu di

    dalam surga, dan makanlah dengan nikmat (berbagai makanan) yang

    ada di sana sesukamu. (Tetapi) janganlah kamu dekati pohon ini , nanti

    kamu termasuk orang-orang yang zalim!".

    Dalam surah al-A‟raf ayat : 11 dan 19

    ٌَمَْذ َٚ َ٠ ُْ ٓ إِْث١ٍَِظ ٌَ ۟ا إِلَّ ٓٚ ََ فََغَدُذ ئَِىِخ ٱْعُدُذٚ۟ا ِيَءاَدٓ ٍَٰ َّ ٍْ ٍَْٕب ٌِ َُّ لُ ُْ ثُ ُى

    ْسَٰٔ َّٛ َُّ َص ُْ ثُ ُىِدِذ٠ٓ ُىَٓخٍَْمَٰٕ َٓ ٱٌغَّٰ ِِّ

    ”Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu (Adam), lalu Kami bentuk

    tubuhmu, kemudian Kami katakan kepada para malaikat: "Bersujudlah

    39

    Ibid h.194. 40

    Al-baqarah:34

  • 26

    kamu kepada Adam", maka merekapun bersujud kecuali iblis. Dia tidak

    termasuk mereka yang bersujud”. (Al-A‟raf 7:11)

    ـ َ ٓ َٰ٠ َٓ ٱَٚ ِِ ِٖ ٱٌشََّدَشحَ فَزَُىَٛٔب ِز َٰ٘ َل رَْمَشثَب َٚ ب َّ ْٓ َح١ُْث ِشْئزُ ِِ ٌَْدَّٕخَ فَُىََل ُخَه ٱ ْٚ َص َٚ ْٓ أََٔذ َُ ٱْعُى ١ٓبَد ِّ ٍِ

    ٌظَّٰ

    ”Dan Allah berfirman: "Hai Adam bertempat tinggallah kamu dan

    isterimu di surga serta makanlah olehmu berdua (buah-buahan) di mana

    saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu berdua mendekati pohon ini,

    lalu menjadilah kamu berdua termasuk orang-orang yang zalim". (Al-

    A‟raf 7:19)41

    Baik dalam surat al-Baqarah maupun al-A‟raf sebagaimana di atas,

    sama-sama membahas tentang kisah nabi Adam di surga dan larangan

    untuk mendekati satu pohon tertentu. Hal ini jika dilihat secara sekilas

    memang seperti pengulangan biasa, namun jika diteliti lagi, antara satu

    dengan yang lainnya ada hubungan saling menjelaskan dan merinci. Maka,

    tak ada yang sia-sia dalam pengulangan ini, melainkan justru memberi

    fungsi saling melengkapi. Begitu juga dengan kisah-kisah para nabi

    lainnya yang terdapat dalam Al-Qur`an.

    Selain bentuk di atas, ada juga konsep lain dalam takrâr ma‟nawi ini,

    hal ini akan menjadi jelas setelah kita melihat contoh sebagaimana berikut:

    Surat al-Baqarah ayat 98:

    ٖٗ ُسُعٍِ َٚ ٖٗ ى َِىزٍِٰۤ َِ َٚ ِ

    ّٰ ا لِّلِّ ًّٚ َْ َػُذ ْٓ َوب َِ َٓ ٍْٰىفِِش٠ْ ٌِّ ٌّٚ َ َػُذَّْ ّللّاٰ ًَ فَبِ ١ْٰىى ِِ َٚ ًَ ِخْجِش٠ْ َٚ

    “Barangsiapa menjadi musuh Allah, malaikat-malaikat-Nya, rasul-

    rasul-Nya, Jibril dan Mikail, maka sesungguhnya Allah musuh bagi

    orang-orang kafir”. (Q.S Al-Baqarah: 98)42

    Membaca ayat di atas, sebagian orang mungkin akan bertanya,

    “Bukankah Jibril dan Mikail juga termasuk golongan malaikat, lalu

    mengapa keduanya disebutkan secara khusus?” Jawaban dari pertanyaan

    ini adalah, bahwa di dalam kaidah bahasa arab terdapat suatu konsep untuk

    membuang (hadzf) yang berfungsi untuk meringkas atau memadatkan

    41

    Al-a‟raf: 11-19 42

    Al-baqarah:98

  • 27

    ungkapan, dan terdapat pula konsep pengulangan (takrâr) dengan tujuan

    untuk pembagian dan perincian. Maka tujuan penyebutan Jibril dan Mikail

    di sini adalah untuk merinci malaikat yang disebutkan sebelumnya. Di

    samping itu, penyebutan Jibril dan Mikail secara khusus di sini juga

    memberikan arti untuk memuliakan keduanya, di antara malaikat-malaikat

    lainnya.43

    Surat al-Baqarah ayat 282

    ا اَِرا ْٓٛ ُٕ َِ َٓ ٰا َٙب اٌَِّز٠ْ ُْ َوب٠ٰٓب٠َُّ ١ٌَْْىزُْت ث١ََُّْٕى َٚ ُٖۗ ْٛ ٝ فَبْوزُجُ ًّّ َغ ُِّ ًٍ ٓٝ اََخ ٌٰ ٍٓ اِ ُْ ثَِذ٠ْ ْٕزُ َل ٠َؤْةَ رََذا٠َ َٚ ٌَْؼْذِيۖ ثِب

    رٌِتٌۢ

    ْْ َ ١ٍَْْىزُْتْۚ َوبرِجٌب ُ فَُٗ ّللّاٰ َّ ب َػٍَّ َّ ًِ ٠َّْىزَُت َو ٍِ ّْ ُ١ٌْ َٚ ِٗ ْٞ َػ١ٍَْ ١ٌَْزَّ اٌَِّز َٚ ٌَْحكُّ َل كِ ا َٚ ٗٗ َ َسثَّ

    ْْ ٠َ ّللّاٰ ِ ُْٕٗ َش١ْـ ًۗبفَب ِِ ْجَخْظ

    َْ اْعزَ اٌَِّز٠ْ َوب َٛ ٌَْؼْذٌِۗ ٗٗ ثِب ُّ١ٌِ َٚ ًْ ٍِ ّْ ُ١ ٍْ َٛ فَ ُ٘ ًَّ ِّ ُّ٠ ْْ ْٚ َل ٠َْغزَِط١ُْغ اَ ْٚ َضِؼ١ْفًب اَ ًٙب اَ ٌَْحكُّ َعف١ِْ ِٗ ا ا َؼ١ٍَْ ْٚ ُذ ِٙ ْش

    ِٓ ١َِْٙذ٠ْ ًٌ ِِٓ َش ِٓ فََشُخ ١ٍَْ َٔب َسُخ ْٛ ُْ ٠َُى ٌَّ ْْ ُْْۚ فَبِ َخبٌُِى اءِ سَِّذۤ َٙ َٓ اٌشُّ ِِ َْ ْٛ ْٓ رَْشَض َّّ ِِ ِٓ َشاَٰر ِْ ا ْْ رَ َّٚ ًَّ اَ ِض

    شَ ب فَزَُزوِّ َّ َل اِْحذٰ اِْحٰذىُٙ َٚ ا ۗ ْٛ ب ُدُػ َِ اُء اَِرا َذۤ َٙ َل ٠َؤَْة اٌشُّ َٚ ٜۗ ب اْلُْخٰش َّ ٖ ىُٙ ْٛ ْْ رَْىزُجُ ا اَ ْٓٛ ُّ ْٚ رَْغـ َ َصِغ١ًْشا اَ

    ُْ ۗ ٰرٌُِى ٖٗ ٓٝ اََخٍِ ٌٰ َْ ِرَدبَسحً َحبِضَشحً اَْلَغظ َوج١ًِْشا اِ ْٛ ْْ رَُى ٓ اَ ا اِلَّ ْٓٛ ٝٓ اَلَّ رَْشرَبثُٰٔ اَْد َٚ َٙبَدحِ َُ ٌٍِشَّ َٛ اَْل َٚ ِ

    َْٕذ ّللّاٰ ِػ

    ُْ ف١ٍََْظَ َٙب ث١ََُْٕى َٔ ْٚ َل ٠َُضۤبسَّ َوبرِ رُِذ٠ُْش َٚ ۖ ُْ ا اَِرا رَجَب٠َْؼزُ ْٓٚ ُذ ِٙ اَْش َٚ َ٘ۗب ْٛ ُْ ُخَٕبٌحبَلَّ رَْىزُجُ ١ٌِْٙذ ەۗ َػ١ٍَُْى َل َش َّٚ ٌت

    ۗ ُ ُُ ّللّاٰ ُى ُّ ٠َُؼٍِّ َٚ ۗ َارَّمُٛاّللّاٰ َٚ ۗ ُْ ثُِى

    ٌقٌۢ ْٛ ٗٗ فُُغ ا فَبَِّٔ ْٛ ْْ رَْفَؼٍُ اِ َٚ ٌُ ٍء َػ١ٍِْ ْٟ ًِّ َش ُ ثُِىّللّاٰ َٚ (232)

    ”Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu melakukan utang

    piutang untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.

    Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan

    benar. Janganlah penulis menolak untuk menuliskannya sebagaimana

    Allah telah mengajarkan kepadanya, maka hendaklah dia menuliskan.

    Dan hendaklah orang yang berutang itu mendiktekan, dan hendaklah dia

    bertakwa kepada Allah, Tuhannya, dan janganlah dia mengurangi sedikit

    pun daripadanya. Jika yang berutang itu orang yang kurang akalnya atau

    lemah (keadaannya), atau tidak mampu mendiktekan sendiri, maka

    hendaklah walinya mendiktekannya dengan benar. Dan persaksikanlah

    dengan dua orang saksi laki-laki di antara kamu. Jika tidak ada (saksi)

    dua orang laki-laki, maka (boleh) seorang laki-laki dan dua orang

    perempuan di antara orang-orang yang kamu sukai dari para saksi (yang

    ada), agar jika yang seorang lupa, maka yang seorang lagi

    mengingatkannya. Dan janganlah saksi-saksi itu menolak apabila

    dipanggil. Dan janganlah kamu bosan menuliskannya, untuk batas

    waktunya baik (utang itu) kecil maupun besar. Yang demikian itu, lebih

    adil di sisi Allah, lebih dapat menguatkan kesaksian, dan lebih

    43

    Abi al-Nashr Ahmad bin Muhammad bin Ahmad al-Samarqandi, al-Madkhal li „Ilm

    Tafsîr Kitâbillâh Ta‟âlâ (Damaskus: Dâr al-Qalam, cet. I, 1988), h, 295.

  • 28

    mendekatkan kamu kepada ketidakraguan, kecuali jika hal itu merupakan

    perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada

    dosa bagi kamu jika kamu tidak menuliskannya. Dan ambillah saksi

    apabila kamu berjual beli, dan janganlah penulis dipersulit dan begitu

    juga saksi. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sungguh, hal itu

    suatu kefasikan pada kamu. Dan bertakwalah kepada Allah, Allah

    memberikan pengajaran kepadamu, dan Allah maha mengetahui segala

    sesuatu”.44

    (Q.S al-Baqarah:282).

    Lafazh “daîn” disebutkan lagi dalam ayat di atas sebagai bentuk

    penguatan sekaligus memberikan pemahaman bahwa yang dimaksudkan

    oleh ayat di atas adalah perihal hutang-piutang. Hal ini penting karena

    terkadang shighat mudâyanah dapat berarti hutang dan bisa berarti

    imbalan.45

    Surah Âli Imrân ayat 167:

    ا ٌَ ْٛ ا ۗ لَبٌُ ْٛ ِٚ اْدفَؼُ ِ اًَِ ّللّاٰ ْٟ َعج١ِْ ا فِ ْٛ ا لَبِرٍُ ْٛ ُْ رََؼبٌَ ٌَُٙ ًَ ل١ِْ َٚ ا ۖ ْٛ َٓ َٔبفَمُ َُ اٌَِّز٠ْ ١ٌَِْؼٍَ َٚ َٔ ْٛ ۗ ُْ ُى ٰٕ رَّجَْؼ ُُ لِزَبًل لَّ ُْ ْؼٍَ ُ٘

    ى ِزٍ َِ ْٛ ٍُْىْفِش ٠َ ب ٠َْىزُ ٌِ َّ ُُ ثِ ُ اَْػٍَّللّاٰ َٚ ۗ ُْ ِٙ ثِ ْٛ ْٟ لٍُُ ب ١ٌََْظ فِ َِّ ُْ ِٙ ِ٘ ا َٛ َْ ثِبَْف ْٛ ٌُ ْٛ ِْ ْۚ ٠َمُ ب َّ ٠ْ ُْ ٌَِْلِ ُْٕٙ ِِ ْاَْلَشُة ْٛ ُّ(962)

    ”Dan untuk menguji orang-orang yang munafik, kepada mereka

    dikatakan,“Marilah berperang di jalan Allah atau pertahankanlah

    (dirimu).” Mereka berkata, “Sekiranya kami mengetahui (bagaimana

    cara) berperang, tentulah kami mengikuti kamu.” Mereka pada hari itu

    lebih dekat kepada kekafiran dari pada keimanan. Mereka mengatakan

    dengan mulutnya apa yang tidak sesuai dengan isi hatinya. Dan Allah

    lebih mengetahui apa yang mereka sembunyikan”. (Q.S al-Imran: 167).

    Penyebutan lafazh “bi afwahihim” setelah “yaquluna” adalah untuk

    memberikan pamahaman bahwa yang dimaksud adalah berbicara dengan

    lisan mereka. Hal ini menjadi penting karena qaûl terkadang juga bisa

    diungkapkan dengan selain lisan, misalnya dengan kepala, tangan atau

    bahkan persangkaan hati.46

    Selain dua jenis takrâr yang telah dijelaskan di

    atas, ada juga jenis pengulangan lain yang terjadi dalam Al-Qur`an. Yaitu

    adanya pengulangan turunnya ayat ataupun surat. Hal inilah yang

    44

    Al-baqarah : 282 45

    Ibid., h. 296. 46

    Ibid h.113.

  • 29

    dijelaskan oleh al-Suyûthi dalam kitabnya al-Itqân dengan tema“mâ

    takarrara nuzûluhu”.47

    Dalam hal ini ia menjelaskan adanya beberapa ayat atau surat dalam

    Al-Qur`an yang turun dua kali, seperti ayat tentang ruh, ayat-ayat terakhir

    surat al-Nahl, ayat-ayat pertama surat al-Rûm, dan surat al-Fâtihah, al-

    Ikhlâsh serta yang lainnya. Fenomena ini sebagaimana yang ia kutip dari

    Ibnu al-Hashshâr, tiada lain bertujuan sebagai pengingat dan pelajaran

    bagi manusia. Sedangkan menurut al-Zarkasyi, hal ini bertujuan untuk

    menunjukkan kemuliaan ayat-ayat tertentu maupun surat-surat tertentu,

    karena ia diturunkan lebih dari sekali. Di samping itu, hal ini juga

    bertujuan untuk mengantisipasi sifat lupa manusia. Sehingga dengan

    pengulangan itu, manusia bisa selalu ingat.48

    Imam al-Khatabi membagi takrar pada dua jenis:

    a. Takrar al-Madzhmum (pengulangan tercela), yaitu

    pengulangan“kata” yang tidak memberikan faidah. Pengulangan

    “kata/ayat” semacam ini sia-sia belaka, sementara di dalam al-Qur'an

    sedikitpun tidak mengandung “kata kata” demikian.

    b. Takrar al-Mamduh (pengulangan terpuji), sesuatu yang tidak mungkin

    dihindari, dan itu mustahil adanya, justru mengabaikan takrar seperti

    ini akan berdampak pada “persamaan” dengan pembuangan “kata”,

    oleh karenanya takrar jenis ini sangat diperlukan.49

    Ibn al-Jauzi melalui karya-karyanya, ketika menilai jenis takrar yang

    pertama, ia melihat “perbedaan” yang tampak pada pengulangan ini :

    1. Ketika dalam satu posisi ada kesesuaian, namun dalam posisi (ayat)

    lainnya, terjadi sebaliknya. Jenis inilah akan menunjukkan pada

    kelemahan (ketidak sesuaian) pada ayat yang pertama, kasus seperti ini

    banyak ditemukan dalam al-Qur‟an, sebagai bukti firman Allah; Q.s

    Al-baqarah : 2:58 dan surah al-a‟raf: 7:161

    47

    Lihat: Jalâluddîn al-Suyûthî, al-Itqân fî ‘Ulûm al-Qur`ân, jilid. 1, h. 127. 48

    Ibid h.119. 49

    Hasan makhluf, takrar fii al-Qur‟anul kariim wa asrohul balaghah, h. 65.

  • 30

    لٌُُٛٛا ِحطَّخٌ َٚ ًذا ٌْجَبَة ُعدَّ اْدُخٍُٛا ا َٚ

    “masukilah pintu gerbangnya sambil bersujud, dan katakanlah:

    "Bebaskanlah kami dari dosa". (Q.S Al-Baqarah:58)

    ًذا ٌْجَبَة ُعدَّ اْدُخٍُٛا ا َٚ لٌُُٛٛا ِحطَّخٌ َٚ

    “Dan katakanlah: "Bebaskanlah kami dari dosa kami dan masukilah

    pintu gerbangnya sambil membungkuk". (Q.S Al-A‟raf: 161).50

    2. Mengalami tambahan dan pengurangan, contoh ayat dengan

    pengurangan, seperti firman Allah swt dalam surat al-Baqarah

    tanpa wawu. Sedangkan contoh dalam surat Yasin ”َسَىاٌءَعلَْيهِم“

    Imam al-Zarkashi memberi alasan bahwa kalimat yang .”وَسَىاٌءَعلَْيهِم“

    terdapat dalam surat al-Baqarah menjadi jumlah, yakni menjadi khabar

    dari isimnya “Inna”, sedangkan dalam surat Yasin adalah menjadi

    jumlah yang menggunakan perantarahuruf “wawu”, yang disandarkan

    pada jumlah lainnya.51

    3. Salah satu “lafadz” ada yang diletakkan di awal dan ada pula

    diakhirkan yaitu dekat dari awal seperti firman Allah SWT dalam

    surah al-Baqarah: 129

    ْۚ ُْ ِٙ ١ ٠َُضوِّ َٚ خَ َّ ٌِْحْى ا َٚ ٌِْىزَبَة ُُ ا ُٙ ُّ ٠َُؼٍِّ َٚ ُْ آ٠َبِرَه ِٙ ١ٍَْ ٠َْزٍُٛ َػ

    “Yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau dan

    mengajarkan Kitab (Al-Quran) dan Hikmah (as-Sunnah) serta

    mensucikan mereka”. (Q.S Al-baqarah:129).

    خَ َّ ٌِْحْى ا َٚ ٌِْىزَبَة ُُ ا ُٙ ُّ ٠َُؼٍِّ َٚ ُْ ِٙ ١ ٠َُضوِّ َٚ ِٗ ُْ آ٠َبرِ ِٙ ١ٍَْ ٠َْزٍُٛ َػ

    “Yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, menyucikan (jiwa)

    mereka dan mengajarkan kepada mereka kitab dan Hikmah (as

    Sunnah”.

    4. Lafadznya diberlakukan jamak dan mufrad seperti pada surah al

    Baqarah: 80 dan al-Imran : 24

    ْؼُذَٚدحً َِ ب ًِ غََّٕب إٌَّبُس إِلَّ أ٠ََّب َّ ْٓ رَ لَبٌُٛا ٌَ َٚ

    50

    https://tafsirweb.com/364-surat-al-baqarah-ayat-58.html 51

    Hasan diya‟uddin „Amr, Fuyun al-Afnan fi „Uyun „Ulum al-Qur‟anIbn al-Jauzi (Beirut:

    Dar al-Basha‟ir al-Islamiyah, 1987), h. 198.

  • 31

    “Dan mereka berkata: "Kami sekali-kali tidak akan disentuh oleh api

    neraka, kecuali selama beberapa hari saja". (Q.S Al-Baqarah: 80).

    ْؼُذَٚدادٍ َِ ب ًِ غََّٕب إٌَّبُس إِلَّ أ٠ََّب َّ ْٓ رَ لَبٌُٛا ٌَ

    “mereka berkata: "Kami sekali-kali tidak akan disentuh oleh api

    neraka, kecuali selama beberapa hari saja". (Q.S Al-Imran:24).

    5. Mengganti susunan kata dengan kata yang lain seperti dalam surah al

    baqarah : 170 dan luqman :21

    ِٗ آثَبَءَٔب ١ٍَْ َف١َْٕب َػ ٌْ ب أَ َِ ًْ َٔزَّجُِغ لَبٌُٛا ثَ

    “Mereka menjawab :Tapi Kami (hanya) mengikuti apa yang kami

    dapati dari (perbuatan ) nenek moyang kami”. (Q.S Al-baqarah:170)

    ِٗ َءاثَبَٓءَٔبٓ َخْذَٔب َػ١ٍَْ َٚ ب َِ ًْ َٔزَّجُِغ لَبٌُٛا ثَ

    “Mereka menjawab :Tapi Kami (hanya) mengikuti apa yang kami

    dapati dari nenek moyang kami”. (Q.S Al-luqman:21)

    D. Kaidah-kaidah Pengulangan

    Ada beberapa kaidah yang berkaitan dengan tikrar fi al-Qur‟an, sebagai

    berikut:

    1. Kaidah pertama

    ٠شداٌزىشا سٌزؼذ داٌّزؼٍك لًذ

    “Terkadang Adanya pengulangan karena banyaknya hal yangberkaitan

    dengannya (maksud yang ingin disampaikan)”.52

    pengulangan dalam Al-Qur‟an adalah bukan hal yangsia-sia dan tidak

    memiliki arti. Bahkan menurut mereka setiap lafadz yang berulang tadi

    memiliki kaitan erat dengan lafadz sebelumnya. Sebagai contoh ayat-ayat

    dalam surah ar –Rahman ayat 22-27:

    52

    Khalid ibn Usman as Sabt, Qawa„id at Tafsir,Op,Cit, h. 702.

  • 32

    ب ٱٌٍُّْؤٌُُؤ َّ ُْٕٙ ِِ ُْ ٠َْخُشُج ْشَخب َّ ٌْ ٱ َٚ(22 ِّٜ َ )( فَجِؤ ِْ ثَب ب رَُىزِّ َّ ٌْجَْحِش َوٲْْلَ 28َءاَلِٓء َسثُِّى َٕشـ َبُد فِٝ ٱ ُّ ٌْ اِس ٱ َٛ ٌَْد ٌَُٗ ٱ َٚ )

    ( ُِِّٜ 24ْػٍَٰ َ )( فَجِؤ ِْ ثَب ب رَُىزِّ َّ ٍْ (23َءاَلِٓءَسثُِّى َٙب فَب ْٓ َػ١ٍَْ َِ ًُّ ِْ (26) ُو ثَب ب رَُىزِّ َّ ِّٜ َءاَلِٓء َسثُِّى َ (22) فَجِؤ

    ”Dari keduanya keluar mutiara dan marjan (22) Maka nikmat Tuhan kamu

    yang manakah yang kamu dustakan? (23) Dan kepunyaan-Nya lah bahtera-

    bahtera yang tinggi layarnya di lautan laksana gunung-gunung (24) Maka

    nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?(25) Semua yang ada

    di bumi itu akan binasa (26) Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang

    kamu dustakan?(27)”. ( Q.S ar-Rahman 22-27) 53

    Dalam surah di atas terdapat ayat yang berulang lebih dari 30 kali yang

    kesemuanya menuntut adanya ikrar dan pernyataan rasa syukur manusia atas

    berbagai nikmat Allah. Jika dilihat, tiap pengulangan ayat ini didahului

    dengan penjelasan berbagai jenis nikmat yang Allah berikan kepada

    hambanya. Jenis nikmat ini pun berbeda-beda, maka setiap pengulangan ayat

    yang dimaksud berkaitan erat dengan satu jenis nikmat. Dan ketika ayat

    tersebut berulang kembali, maka kembalinya kepada nikmat lain yang disebut

    sebelumnya.54

    Inilah yang dimaksud oleh kaidah, bahwa terkadang

    pengulangan lafal karena banyaknya hal yang berkaitan dengannya. Contoh

    lain dalam surah al-mursalat :19,24.

    َٓ ث١ِ َىزِّ ُّ ٍْ ئٍِز ٌِّ َِ ْٛ َ٠ ًٌ ٠ْ َٚ

    “Kecelakaan yang besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang

    mendustakan”. (Q.S Al-Mursalat: 24)

    Lafadz diatas berulang sampai 10 kali. Hal itu dikarenakan Allah

    menyebutkan kisah yang berbeda pula. Setiap kisah diikuti oleh lafal tersebut

    yang menunjukkan bahwa celaan itu dimaksudkan kepada orang-orangyang

    berkaitan dengan kisah sebelumnya.55

    53

    Departemen Agama R.I,alQur‟an dan Terjemahannya,(Jakarta:CV.Kathoda, 2005), h.

    55. 54

    Khalid ibn Usman as Sabt, Qawa„id at Tafsir,Op,Cit, h. 702. 55

    Ibid h. 713

  • 33

    2. Kaidah kedua

    ل ٠خبٌف ث١ٓ ال ٌفب ظ ال لخزَل ف اٌّؼٕٟ

    “Tidak ada perbedaan lafal kecuali karena adanya perbedaan makna”

    Allah berfirman dalam surah al-Kafirun ayat : 1-6

    ٓ٠ٰ ًْ َْ َلٓ لُ ْٚ ٌْٰىفُِش َٙب ا َْ ب٠َُّ ْٚ ب رَْؼجُُذ َِ بٓ اَْػجُُذ (1)اَْػجُُذ َِ َْ ْٚ ُْ ٰػجُِذ ْٔزُ َلٓ اَ ب (5)َٚ َِّ َلٓ أََ۠ب َػبثٌِذ َٚ ُْ ْٔزُُ(3)َػجَْذرُّ َلٓاَ َٚ

    بٓ اَْػجُذُ َِ َْ ْٚ َٟ ِد٠ْٓ (4)ٰػجُِذ ٌِ َٚ ُْ ُْ ِد٠ُُْٕى (5) ٌَُى

    ”Katakanlah (Muhammad),“Wahai orang-orang kafir, aku tidak akan

    menyembah apa yang kamu sembah, dan kamu bukan penyembah apa yang

    aku sembah, dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu

    sembah, dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah apa yang aku

    sembah. Untukmu agamamu, dan untukku agamaku”.56

    (Q.S. Al-Kafirun: 1-5).

    E. Ayat-ayat Yang di Turunkan Secara Berulang-ulang

    Dalam Al-Qur‟an banyak terdapatayat yang diturunkan secara berulang-

    ulang, baik dalam satu surah ataupun diulang dalam surah yang lain.

    Contoh ayat yang diturunkan berulang dalam satu surah :

    a. Surah ar-Rahman, dalam surah ar-Rahman pada ayat “ ِٓ ٰث ب رَُىزِّ َّ ِء َسثُِّى ِّٞ ٰاَلۤ َ “ فَجِب

    pada ayat ini diulang sebanyak 31 kali.57

    b. Dalam surah al-Qomar, diulang sebanyak 4 kali pada ayat : 17, 22, 32, dan

    pada ayat 40 . “ ٍِوش ذَّ ُِّ ْٓ ِِ ًْ َٙ ْوِش فَ َْ ٌٍِزِّ ٌْمُْشٰا ْشَٔب ا ٌَمَْذ ٠َغَّ َٚ “ 58

    c. Surah al-Kafirun pada ayat “, ْۚبٓ اَْػجُُذ َِ َْ ْٚ ُْ ٰػجُِذ ْٔزُ َلٓ اَ َٚ . 59

    d. Surah al-Insyirah “ ٌْؼُْغِش ٠ُْغًشا َغ ا َِ َّْ ِ “ فَب

    e. Surah al-Qomar ayat : 16, 21, 30 “ ُُِٔزس َٚ ْٟ َْ َػَزاثِ “ فََى١َْف َوب

    f. Surah al-Mursalat ayat : 15, 19, 24, 28, 34, 37, 40, 45, 47, 49 “ ى ٍِز َِ ْٛ َّ٠ ًٌ ٠ْ َٚ

    َٓ ث١ِْ َىزِّ ُّ ٍْ ٌِّ “

    g. surah Asy-Syu‟ara ayat 109,127,145,164 dan 180.” ْْ ْٓ أَْخٍش ۖ إِ ِِ ِٗ ُْ َػ١ٍَْ ب أَْعؤٌَُُى َِ َٚ

    َٓ ١ ِّ ٌَْؼبٌَ ٰٝ َسةِّ ا َٞ إِلَّ َػٍَ أَْخِش

    Contoh ayat yang redaksi sama , namun surahnya berbeda:

    56

    Al-kafirun :1-5 57

    https://litequran.net/ar-rahman 58

    Al-Qomar : 17 59

    Al-kafirun : 3

  • 34

    a. Dalam surah al-Baqarah ayat :6 dan surah Yaasiin ayat: 10“ ُْ ِٙ ۤاٌء َػ١ٍَْ َٛ َع َٚ

    َْ ْٛ ُٕ ِِ ُْ َل ٠ُْؤ ِْٕزْسُ٘ ُْ رُ ٌَ َْ ُْ اَ َْٔزْسرَُٙ “ َءاَ

    b. Surah al-anfal ayat : 13 dan surah al-Imran ayat : 24“ َا ّللّاٰ ُْ َشۤبلُّٛ ُ ٰرٌَِه ثِبََّٔٙ

    ٌِْؼمَبةِ َ َشِذ٠ُْذ اَّْ ّللّاٰ ِ ٗٗ فَب ٌَ ْٛ َسُع َٚ َ

    ْٓ ٠َُّشبلِِك ّللّاٰ َِ َٚ ْۚ ٗٗ ٌَ ْٛ َسُع َٚ “

    c. Surah al-Baqarah ayat : 126 dan surah Ibrahim ayat : 35“ َِّسة ُُ ٖ٘ اِْر لَبَي اِْثٰش َٚ

    ًٕباخْ ِِ َزا ثًٍََذا ٰا ٰ٘ ًْ َؼ

    d. Surah al-Maidah ayat : 9 dan surah al-Fath ayat : 29“ ٍُٛا ِّ َػ َٚ ا ْٛ ُٕ َِ َٓ ٰا ُ اٌَِّز٠َْػَذ ّللّاٰ َٚ

    ٌُ اَْخٌش َػِظ١ْ َّٚ ْغفَِشحٌ َِّ ُْ ٍِٰحِذ ٌَُٙ ”اٌّصٰ

    e. Surah al-Maidah ayat : 20 dan surah Ibrahim ayat : 6“ ٰعٝ ٌِمَ ْٛ ُِ اِْر لَبَي َٚ َِ ْٛ ٖٗ ٠ٰمَ ِِ ْٛ

    ُْ ِ َػ١ٍَُْىخَ ّللّاٰ َّ ا ِْٔؼ ْٚ ”اْرُوُش

    f. Surah al-Qolam ayatn: 46 dan surah at-thur ayat : 40 “ ْٓ ِِّ ُْ ُْ اَْخًشا فَُٙ َْ رَْغـ ٍَُُٙ اَ

    َْْۚ ْٛ ْثمٍَُ ُِّ ٍَ ْغَش َِّ “

    g. Surah al- Muthaffifiin ayat 10 dan surah al-mursalat ayat 15 “ ًٌ ٠ْ ى ٍِز َٚ َِ ْٛ َّ٠

    َٓ ث١ِْ َىزِّ ُّ ٍْ ٌِّ “

    h. Surah ad-Dukhan ayat : 2 dan surah az-Zukhruf : 2 “ ِٓ ج١ِْ ُّ ٌْ ٌِْىٰزِت ا ا َٚ “

    i. Surah al-Ma‟arij ayat 32 dan surah al-Mu‟minun : 8 “ ُْ ِٙ بَٔبرِ َِ ُْ ِْلَ ُ٘ َٓ اٌَِّز٠ َٚ

    َْ ُْ َساُػٛ ِ٘ ِذ ْٙ َػ َٚ

    j. surah Al-A‟raaf ayat 122 dan Asy-Syu‟araa‟ ayat 48. “ َْ َ٘بُسٚ َٚ َُِٛعٝ َسةِّ

    k. surah Al-Haaqqah ayat 52 dan Al-Waaqi‟ah ayat 96.” ُِ ٌَْؼِظ١ ُِ َسثَِّه ا فََغجِّْح ثِبْع

    l. surah Al-Haaqqah ayat 40 dan At-Takwiir ayat 19 “ ٍُ ُي َسُعٍٛي َوِش٠ ْٛ