-
i
RAHASIA DI BALIK PENGULANGAN KATA DALAM SURAHAL-
AN’AM AYAT 76-78(STUDI ATAS PENAFSIRAN IMAM AL-GHAZALI
TENTANG PROSES PENCARIAN KEBENARAN OLEH NABI IBRAHIM)
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Strata Satu (S.1) dalam Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir
Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama
Oleh:
MAIMUNAH
NIM : 150210
PROGRAM STUDIILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA
UNIVERSITASISLAM NEGERI SULTHAN THAHA SAIFUDDIN
JAMBI
2019
-
ii
-
iii
-
iv
-
v
PERSEMBAHAN
ِٓ اٌّشِح١ُْ َّ ْح ُِ ّللّاِ اٌشَّ ثِْغ
Dengan Rahmat Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang. Dengan
ini aku persembahkan karya ini untuk (Alm) Ayahanda tercinta ( Ishaq ),
terimakasih atas limpahan kasih sayangnya yang telah medidik dan mengajarkan
hal-hal baik kepadaku semasa hidup, terutama mengajarkan sabar dan ikhlas, serta
bersyukur atas apa yang sudah di dapat. Untuk Emak tersayang ( Eliya) terima
kasih atas limpahan do‟a dan kasih sayangnya yang tak terhingga dan selalu
memberikan yang terbaik untukku, berkat ridho dan do‟a emak lah aku bisa
seperti ini, engkau adalah Rangking-1 ku di Dunia. Untuk semua kakakku terkasih
( Housni, Zuhro, Zuhria, dan Rahma ) terima kasih atas dukungannya baik
moril dan materil yang tak terhingga, berkat dukungan kalianlah aku bisa seperti
ini.Untuk adik-adikku tersayang ( Misa dan Fajri ) yang selalu menanyakan
kapan acik wisuda, karya ini acik persembahkan untuk kalian juga. Untuk
suamiku ( Hendra ) yang aku cintai, terima kasih atas segala jerih payah dan
dukungannmu. Terima kasih atas waktu dan tenagamu untuk menemaniku
membuat skripsi ini hingga Subuh, semoga Allah melimpahkan rahmat dan
kasihnya kepada keluarga kecil kita AMIN... Dan beribu-ribu syukur kupanjatkan
atas rezeki yang Allah berikan kepadaku berupa anak laki-laki yang sangat aku
sayangi ( Zafran Aqsa Mahendra ), yang membuat aku lebih semangat dalam
menyelesaikan skripsi ini. Teman-teman IAT A senasib, seperjuangan dan
sepenanggungan, terima kasih atas gelak tawa dan solidaritas yang luar biasa
sehingga membuat hari-hari semasa kuliah penuh dengan kebahagiaan. Dan
terima kasih juga saya ucapkan kepada bapak Drs.H.Moh.Yusuf Hm, M.Ag dan
Ibu Ermawati Hasan, M.A yang telah membimbing, Menasehati, Sehingga
terselesainya skripsi ini.
Yang utama dari segalanya sembah sujud serta syukur kepada Allah
taburan cinta dan kasih sayangmu telah memberikanku kekuatan, membekaliku
dengan ilmu serta memperkenalkanku dengan cinta. Atas karunia serta
kemudahan yang engkau berikan akhirnya skrispi yang sederhana ini dapat
terselesaikan. Sholawat dan salam selalu terlimpahkan kepada Rasulullah
Muhammad SAW. Kupersembahkan karya sederhana ini kepada orang yang
sangat kukasihi dan kusayangi. (Emak dan Ayah Tercinta) dan keluarga besarku.
Sebagai tanda bakti, hormat, dan rasa terima kasih yang tiada terhingga
kupersembahkan karya ku ini kepada emak dan ayah yang telah memberikan
kasih sayang, segala dukungan, dan cinta kasih yang tiada terhingga yang tiada
mungkin dapat kubalas hanya dengan selembar kertas yang bertuliskan kata cinta
dan persembahan. Semoga ini menjadi langkah awal untuk membuat emak dan
ayah bahagia karna kusadar,selama ini belum bisa berbuat yang lebih. untuk emak
dan ayah yang selalu membuatku termotivasi dan selalu menyirami kasih sayang,
selalu mendo‟akanku, selalu menasehatiku menjadi lebih baik. Terima kasih emak
Terima kasih Ayah. I LOVE YOU MORE THAN I SAY
-
vi
MOTTO
اْْلَْثَصبسَ َٚ غَ ّْ ُُ اٌغَّ ًَ ٌَُى َخَؼ َٚ َْ َش١ْئًب ُّٛ ُْ َل رَْؼٍَ َٙبرُِى َِّ ِْ أُ ْٓ ثُطُٛ ِِ ُْ ُ أَْخَشَخُى ّللاَّ َٚ
َْ ُْ رَْشُىُشٚ اْْلَْفئَِذحَ ٌََؼٍَُّى َٚ
Artinya: “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatuapapun, dan Dia ( Allah) memberi kamu pendengaran,
penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.…….…..”…
Artinya: “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.”
-
vii
ABSTRAK
Tulisan ini mengkaji tentang rahasia dibalik pengulangan kata/ayat dalam
al-Qur`an surah al-A‟am ayat 76-78 tentang ketauhidan Nabi Ibrahim A.S.
menurut penafsiran Imam al-ghazali. Penelitian ini merupakan jenis penelitian
kepustakaan dengan menggunakan metode tahlili. Dalam hal ini, sangatlah
penting bagi manusia untuk memahami dan mengetahui hakikatnya Allah sebagai
pencipta karena dengan mendalami dan mencaritahu apa yang tersurat dan tersirat
pada ayat-ayat yang diturunkan sebagai mukjizat dari Allah itu untuk
mengokohkan ketauhidan/keimanan kita.
Rahasia dibalik pengulangan dalam ayat tersebu tadalah 1). Pada ayat
tersebut menjelaskan tentang kisah perjalanan seorang nabi yang mencari
kebenaran tuhannya dan untuk mengokohkan keimaman dan ketauhidannya. 2).
Rahasia dibalik pengulangan kata ”Hadza rabbi” dalam surah al-An‟amayat 76-
78 yang diungkapkan oleh nabi bermaksud untuk menyangkal dengan membawa
kesan keingkaran, karena benda-benda yang dapat sirna/tenggelam itu tidak dapat
dijadikan tuhan/dipertuhankan. 3). Hikmah yang dapat diambil dari ayat tersebut
ialah hendaklah kita sebagai manusia untu kterus belajar mencari ilmu dan
berfikir. Sebagaimana yang dilakukan nabi Ibrahim, sekalipun beliau calon nabi
dan rasul Allah yang sekiranya dia tidak mencari pun Allah akan menurunkan
ilmu kepadanya. Akan tetapi, nabi Ibrahim tidak berdiam diri menunggu
datangnya wahyu melainkan beliau berupaya terlebih dahulu mencaritahu
walaupun akhirnya Allah menurunkan wahyu kepadanya.
-
viii
KATA PENGANTAR
ِٓ َّ ْح ُِ ّللّاِ اٌشَّ اٌّشِح١ُْثِْغ
Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah
SWT, yang telah memberikan nikmat dan karunianya berupa kesehatan,
kesempatan, dan kekuatan lahir batin sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan judul “Rahasia di Balik Pengulangan Kata dalam Surah al-
An‟am ayat 76-78 (Studi Atas Penafsiran Imam al-Ghazali Tentang Proses
Pencarian Kebenaran Oleh Nabi Ibrahim). Shalawat dan salam semoga senantiasa
tercurahkan kepada baginda Yakni Nabi Muhammad SAW, untuk seluruh
keluarga, serta para sahabat beliau, yang senantiasa istiqamah dalam perjuangan
Agama Islam. Semoga kita menjadi hamba-hamba pilihan seperti mereka Amin ya
Rabbal A‟lamin.
Selanjutnya penulis menyadari dalam proses penyelesaian skripsi ini,
penulis telah di bantu oleh berbagai pihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan
rasa terima kasih yang tak terhingga kepada beberapa pihak yang telah membantu
penulisan skripsi ini hingga selesai. Penulis juga menyampaikan rasa terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada orang tua dan keluarga yang telah menjaga,
mendidik, menyayangi, dan senantiasa mensupport serta mendo‟akan penulis
sehingga karya ini dapat diselesaikan.
pada kesempatan ini, penulis juga mengucapkan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Drs.H.Moh.Yusuf Hm,M.Ag Selaku Pembimbing I, dan Ibu Ermawati
Hasan, M.A Selaku Pembimbing II.
2. Ibu Ermawati Hasan M.A, Selaku Ketua Prodi Ilmu Al-Qur‟an Dan Tafsir
UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
3. Bapak Dr.H.Abdul Ghaffar, M.Ag Selaku Dekan Fakultas Ushuluddin Dan
Studi Agama UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
4. Bapak Dr. Masyan M.Syam, M.Ag, Bapak H. Abdullah Firdaus, Lc,MA, Ph.D
dan bapak Dr. Pirhat Abbas, M.Ag Selaku Wakil Dekan I,II,III Fakultas
Ushuluddin Dan Studi Agama UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
-
ix
5. Bapak Prof. Dr. H. Su‟aidi Asy‟ari. Selaku Rektor UIN Sulthan Thaha
Saifuddin Jambi.
6. Bapak Dr. H. Hidayat, M.Pd dan Ibu Dr.Hj. Fadilah, M.Pd Selaku Wakil
Rektor II,III UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
7. Seluruh Dosen Fakultas Ushuluddin Dan Studi Agama UIN Sulthan Thaha
Saifuddin Jambi, Semoga Ilmu yang diajarkan selama ini dapat diamalkan dan
diterima sebagaimana mestinya amin ya rabbal „alamin.
8. Seluruh Karyawan Karyawati dilingkungan Akademik Fakultas Ushuluddin
Dan Studi Agama UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
9. Bapak kepala Pusat Perpustakaan UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi beserta
staf-staf, terima kasih yang telah memberikan Pinjaman buku-buku kepada
penulis selama ini.
10. Seluruh Teman-teman Seperjuangan,Seangkatan 2015 Jurusan Ilmu Al-Qur‟an
Dan Tafsir UIN STS Jambi.
Dan akhirnya penulis hanya bisa berdo‟a, semoga selalu dalam lindungan
Allah SWT. Semoga kebaikan dari semua pihak di catat oleh Allah SWT.Sebagai
amal Sholeh dan mendapatkan balasan yang baik, Amin ya Rabbal „Alamin.
Tidak ada yang sempurna di dunia melainkan Allah SWT yang maha sempurna
lagi maha pengasih dan maha penyayang. Oleh karena itu penulis mengharapkan
kepada seluruh pihak untuk memberikan kritikan atau saran dalam masalah
penulisan skripsi ini. Dan penulis sangat berharap semoga tulisan ini mempunyai
nilai guna, manfaat terutama penulis khususnya, dan para pembaca umumnya.
Jambi, Oktober 2019
MAIMUNAH
UT.150210
-
x
PEDOMAN TRANSLIRASI
A. Alfabet
Arab Indonesia Arab Indonesia
ط „ ا ظ B ب ‘ ع T ت gh غ Ts ث f ف J ج q ق ح k ك Kh خ l ل D د m م Dz ذ n ن R ر h ه Z ز w و S س , ء Sy ش y ي ص ض
B. Vokal dan Harakat
Arab Indonesia Arab Indonesia Arab Indonesia
iˉ ِاى Ā ا A اَ Aw ا و Á ا ى U اَ
Ay ا ى Ū ا و I اَِ
-
xi
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Al-Qur‟an adalah kitab suci bagi umat Islam yang berisi pokok-pokok
ajaran tentangakidah, syariah, akhlak, kisah-kisah, dan hikmah dengan fungsi
pokoknya sebagai petunjuk bagi manusia.1 Al-Qur‟an yang secara bahasa
berarti “bacaan” merupakan suatu nama pilihan Allah yang sungguh tepat,
karena tiada satu bacaan pun dapat menandingi Al- Quran al-Karim. Al-
Qur‟an yang dipelajari bukan hanya susunan redaksi dan pemilihan
kosakatanya, tetapi juga kandungannya yang tersurat, tersirat bahkan sampai
kepada kesan yang ditimbulkannya.2
Al-Qur‟an merupakan landasan hukum Islam paling sentral yang
berfungsi sebagai pedoman hidup manusia agar selamat di dunia dan di
akhirat. Tidak bisa dipungkiri bahwa Al-Qur‟an memiliki mutu sastra yang
tinggi dan gaya bahasa yang indah, sehingga tidak mudah bagi seseorang
dalam memahami makna yang terkandung di dalamnya. Oleh karena itu,
dibutuhkan penafsiran yang mendalam agar makna yang terkandung dalam
Al-Qur‟an dapat dipahami.3
Diantara kemu‟jizatan Al-Qur‟an adalah dari segi bahasanya.
Keindahan bahasa Al-Qur‟an dapat dilihat dari keserasian ayat-ayat yang
saling menguatkan, kalimatnya yang spesifik, balagahnya di luar kemampuan
akal,dan sesuai dengan setiap keadaan, serta sifat-sifat lain yang menunjukkan
kesempurnaan Al-Qur‟an sebagai mu‟jizat. Al-Qur‟an mempunyai gaya
bahasa khas yang tidak dapat ditiru oleh siapapun, karena adanya susunan
yang indah yang berlainan dengan setiap susunan yang diketahui dalam
bahasa Arab. Salah satu gaya bahasa Al-Quran adalah dengan mengulang-
1 Departemen agama RI , al-qur‟an dan tafsirnya , Jilid III (Jakarta-2007), h. 2.
2 Quraish Shihab, Wawasan al-Qur‟an; Tafsir Maudhu‟i atas berbagai Persoalan Umat
(Bandung: Mizan,1998), h. 3. 3 Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur‟an: Fungsi dan Peran Wayu dalam Kehidupan
Masyarakat (Bandung: Mizan, 1994), h. 3.
1
-
2
ulang redaksi ayat-ayat atau kisah tertentu sehingga banyak dijumpaidalam
Al-Qur‟an ayat-ayat yang mempunyai redaksi mirip bahkan banyak juga
pengulangan redaksi yang sama.4
Sering ditemukan dalam Al-Qur‟an bentuk kata dan kalimat yang
berulang, bahkan berulangnya bentuk ayat sekalipun. Berulang kata, kalimat
dan ayat tersebut merupakan gaya bahasa yang unik yang dimiliki Al-Quran.
Gaya bahasa seperti ini disebut “uslub al-Takrar”.5
Ulama mempunyai banyak istilah yang semantik dengan al-takrar
ialah al-Ithnab, al-taukid, al-Tardid, dan al-tasdir. Namun dengan banyaknya
istilah yang semantik dengan al-Takrar , pada dasarnya semua bermuara pada
satu makna yaitu al-Takrar itu sendiri. Dari aspek etimologial takrar
merupakan bentuk masdar dari kata ” karrara “ yang berarti mengulangi.
Adapun menurut istilah, Ibnu Katsir mendefenisikannya yaitu sebuah
lafadz yang menunjukan pada sesuatu makna yang berulang-ulang. Defenisi
lain yaitu: dari Ibnu Naqib beliau mengartikan al-takrar adalah lafadz yang
keluar dari seorang pembicara lalu mengulanginya dengan lafadz yang sama,
baik lafadz yang diulanginya tersebut semantik dengan lafadz yang ia
keluarkan ataupun tidak, atau ungkapan tersebut hanya dengan maknanya
bukan dengan lafadz yang sama.
Bentuk pengulangan redaksi merupakan fenomena yang menarik yang
terdapat dalam Al-Qur‟an. Al-Qur‟an yang menggunakan kalam tentu dalam
seni pengungkapannya juga menggunakan teori dan kaedah-kaedah yang ada
dalam bahasa induknya. Begitu juga dengan kaedah dan seni pengungkapan
model pengulangan.
Model dan seni pengulangan Al-Qur‟an ini telah banyak para ulama
yang membukukannya, seperti al-Karmani ia membuat karya khusus
mengenai “Rahasia Pengulangan dalam Al-Qur‟an (Asrar at-Takrar fi al-
Qur‟an), karya ini merupakan tema khusus yang memuat tentang pengulangan
(takrar) dalam Al-Qur‟an. Az-Zarkasyi dalam “al-Burhan fiUlum al-Qur‟an”,
4 Sayyid Muhammad Alwi al-Maliki, Keistimewaan-keistimewaan Al-Qur‟an, terj. Nur
Fauzin, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2001), h. 9. 5Syafrijal“Tafsir Lughowi”, Jurnal al-Ta‟lim, Jilid. 1 Nomor. 5 (Juli, 2013), h. 17.
-
3
begitu juga dengan Ibnu Qutaibah dalam karyanya “Ta‟wil Musykil al-
Quran”. Namun ada sebagian ulama yang berkecimpung dalam kajian ilmu
Al-Qur‟an mengingkari pengulangan (takrar) merupakan bagian dari uslub
fashahah, hal itu dilandasi oleh anggapan bahwa pengulangan tak ada
gunanya.6
Az-Zarkasyi membantah anggapan itu dengan mengatakan bahwa
justru pengulangan dapat memperindah kalimat atau kata-kata, terutama yang
saling berkaitan satu sama lainnya. Hal ini dikuatkan oleh kebiasaan orang
Arab dalam beretorika dan berdialek, ketika mereka menaruh perhatian
terhadap suatu perkara agar dapat terealisasi dan menjadi kenyataan, atau
dalam retorika mereka mengharap sesuatu (do‟a), maka mereka selalu
mengulang-ulangnya sebagai penguat.
Pengulangan erat hubungannya dengan penegasan dan penetapan
(ta‟kid), sebab penegasan merupakan faktor-faktor yang mendukung
bersemayamnya pikiran dalam jiwa masyarakat dan tetapnya dalam hati
mereka. Nilai penetapan adalah dengan selalu mengadakan pelafalan dengan
mengulang-ulang secara terus-menerus. Ketika sesuatu itu diulangi secara
terus menerus, maka akan tertanam dalam benak, dan akan dapat diterima
akal. Pengulangan juga berpengaruh besar bagi nalar orang yang tercerahkan.
Hal itu disebabkan karena sesuatu yang diulang berpengaruh dalam tabiat
alam dibawah sadar yang mematangkan sebab-sebab perbuatan manusia.
Pengulangan dalam Al-Qur‟an mempunyai bentuk yang khusus yang
berbeda dengan pengulangan yang terdapat dalam kalam Arab, sebagaimana
disinyalir oleh para ulama balaghah. Al-Qur‟an turun dengan lisan kaumnya
dan sesuai dengan kaedah bahasa Arab. Dalam kaedah bahasa Arab terdapat
pengulangan yang berfungsi untuk mengukuhkan dan memahamkan
percakapan, sebagaimana dalam kaedah bahasa Arab juga terdapat ringkasan
yang berfungsi untuk meringankan dan menyingkat perkataan.
6 Nasruddin Baidan,Metode Penafsiran Ayat-ayat yang Beredaksi Mirip dalam Al-
Quran, (Pekan Baru: Fajarr Harapan :1993), h. 21.
-
4
Pada pembahasan ini, penulis akan mengkaji macam-macam
pengulangan ayat (al-takrar) dalam Al-Qur`an dengan tidak menyebutkan
semua al-Takrar yang ada dalam Al-Qur`an, karena al-Takrar dalam Al-
Qur`an sangat banyak jumlahnya. Namun penulis akan menyebutkan macam
al-Takrar dengan sedikit contoh yang representatif. Diantara macam al-Takrar
dalam Al-Qur`an adalah:
1. Pengulangan yang terjadi pada lafadz. Maksud pengulangan yang
dimaksud pada jenis ini adalah pengulangan yang ada pada satu tema dan
siyaq-korelitas. Seperti pengulangan yang ada pada beberapa ayat yang
berdekatan atau pada pembahasan yang sama di surat yang berbeda atau
surat yang sama
2. Pengulangan pada kalimat. Pengulangan inilah yang mendapat perhatian
besar dari kalangan ulama Tafsir dan Balaghah. Seperti tafsir al-Kasyaf
yang disusun oleh Zamakhsyari dan juga studi dari ulama al-
Mutaqaddimin dan buku yang berjudul “Durratu al-Tanzil wa Gurratu al-
Ta`wil” karya Khatib al-Iskafi.
Al-Kirmani dengan bukunya al-Burhan yang menyatakan secara umum
pengulangan pada kalimat dalam Al-Qur`an terbagi menjadi dua yaitu:
(a) Pengulangan pada kalimat yang berdekatan, contoh pada surat al-Rahman,
al-Mursalat dan al-Kafirun.
(b) Pengulangan pada kalimat yang berjauhan. Pada pengulangan ini kembali
menunjukkan kepad kita I`jaz Balaghi yang dimilki oleh al-Qur`an. Ayat-
ayat berulang namun disertai perbedaan lafadz dari segi taqdim wa ta`khir
atau mengganti huruf dengan makna yang berbeda. Ini semua
menunjukkan segi balagatul-Qur`an. Namun untuk mengetahui ini tentu
dengan mencermati siyaq ayat tersebut antar ayat sebelumnya dan
sesudahnya. Seperti pengulangan yang terjadi pada surah al-Baqarah ayat
49, al-A`raf ayat 141 dan surat Ibrahim ayat 6.7
Diantara hikmah dari tikrar adalah sebagai berikut:
7Sayyid Khadar, al-Tikrar al Uslubifial-Lugahal-Arabiyah, (Cetakan Darul-Wafa, 2003), h. 6.
-
5
a. Menganjurkan manusia agar men-tadabburi Al-Qur`an lalu kemudian
mengambil ibrah dari pengulangan ayat tersebut. Seperti pada ayat-ayat
yang menjelaskan tentang kekuasaan Allah dari penciptaan langit, bumi
angkasa raya dan sebagainya. Seperti pada surat al-Syua`ra ayat 8 dan 9
ayat ini diulangi sebanyak delapan kali
b. Menjelaskan tentang urgensi masalah tersebut agar lebih meresap ke
dalam hati manusia.
c. Menunjukkan kebenaran Al-Qur‟an sebagai wahyu yang berasal dari Allah
Subhanahu wa Ta‟ala.
Al-Qur‟an disamping menggunakan pola komunikasi kisah juga
menggunakan pola komunikasi secara berulang. Maksudnya adalah ada hal-
hal yang sudah disebut dalam ayat atau surah sebelumya kemudian diulang
kembali dengan maksud dan tujuan tertentu. Termasuk yang juga diulang
adalah kisah para nabi.8
Setiap nabi yang diutus Allah selalu dibekali dengan mukjizat.
Diantara fungsi mukjizat adalah meyakinkan manusia yang ragu dan tidak
percaya terhadap apa yang dibawa oleh nabi tersebut. Mukjizat ini selalu
dikaitkan dengan perkembangan dan keahlian masyarakat yang dihadapi oleh
tiap-tiap nabi. Dalam hal ini kisah nabi Ibrahim A.S menemukan dan
membina keyakinannya melalui pencarian dan pengalaman-pengalaman
keruhanian yang dilaluinya
Sebagaimana dalam surat al-An‟am ayat 76-78.
َوجً ْٛ ًُ َسٰا َو ِٗ ا١ٌَّْ َّٓ َػ١ٍَْ ب َخ َّّ )فٍََ َٓ ف١ٍِِْ ًَ لَبَي َلٓ اُِحتُّ اْلٰ بٓ اَفَ َّّ ْْٟۚ فٍََ َزا َسثِّ ٰ٘ َزا 76ب ۗلَبَي ٰ٘ َش ثَبِصًغب لَبَي َّ ٌْمَ ب َساَ ا َّّ ( فٍََ
ۤب١ٌِّْٓ) َِ اٌضَّ ْٛ ٌْمَ َٓ ا ِِ َّٓ َٔ ْٛ ْٟ َلَُو ْٟ َسثِّ ِذِٔ ْٙ َ٠ ُْ ٌَّ ْٓ ًَ لَبَي ٌَى ِ بٓ اَفَ َّّ ْٟ ْۚفٍََ ب َساَ 77َسثِّ َّّ َزااٌشَّ ( َفٍَ ٰ٘ َظ ثَبِصَغخً لَبَي ّْ ْٟ َسثِّ
ب رُْشِشن) َّّ ِِّ ٌء ْۤٞ ْٟ ثَِش َِ أِِّ ْٛ بٓ اَفٍََْذ لَبَي ٠ٰمَ َّّ فٍََ
َزآ اَْوجَُشْۚ ٰ٘78ُ)
”Ketika malam telah menutupinya (menjadi gelap), dia (ibrahim) melihat
sebuat bintang (lalu) dia berkata: “Inilah Tuhanku.” Tetapi, tatkala bintang
itu tenggelam dia berkata, “Aku tidak suka yang tenggelam.” Kemudian,
tatkala dia melihat bulan terbit, dia berkata, “Inilah Tuhanku.” Tetapisetelah
bulan itu terbenam dia berkata, “Sesungguhnya jika Tuhanku memberi
petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat.”
8Rosihon Anwar, Ulum al-Qur‟an (Bandung: CV Pustaka Setia, 2007), h. 183.
-
6
Kemudian tatkala dia melihat matahari terbit, dia berkata, “Inilah Tuhanku,
ini yang lebih besar,” maka tatkala ia terbenam, dia berkata,“Hai kaumku,
sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamupersekutukan”.9
Pada ayat ini mengandung takrar/pengulangan pada kata” hadza
rabbi”. Jika dilihat sepintas ayat di atas mengekspos bahwa nabi Ibrahim
pernah mengalami masa-masa transisi dalam proses mencari kebenaran
tuhannya. Hal itu jelas terlihat dari perkataan “hadza rabbi” ketika melihat
bulan, bintang, dan matahari. Namun persoalannya, benarkah seorang nabi
mengalami kebingungan mencari Tuhannya? Sedangkan nabi adalah manusia
yang terjaga (ma‟shum) dari perbuatan dosa besar apalagi syirik. Bukankah ini
merupakan hal yang kontradiktif? seorang nabi melakukan kesyirikan. Lantas
apa sebenarnya rahasia dibalik ucapan Nabi Ibrahim “hadza rabbi”
sebagaimana termaktub dalam surat al-An‟am diatas.10
Dalam penelitian ini akan menjawab persoalan diatas dengan
mencantumkan pendapat para ulama mengenai surah al-An‟an ayat 76-78
tersebut. Dengan menggunakan metode konten analisis, penulis mencoba
mencermati dan melakukan penelitian terhadap redaksi ayat-ayat yang diulang
untuk menemukan sesuatu yang tersembunyi dibalik pesan ayat-ayat tersebut.
Maka dari itu penulis tertarik ingin mengungkap lebih dalam mengenai
makna dibalik pengulangan ayat Al-Qur‟an dengan mengangkat judul skripsi :
“RAHASIA DI BALIK PENGULANGAN KATA DALAM SURAH
AL-AN’AM AYAT 76-78 (STUDI ATAS PENAFSIRAN IMAM AL-
GHAZALI TENTANG PROSES PENCARIAN KEBENARAN OLEH
NABI IBRAHIM”
9Kementrian Agama RI, Al-Qur‟an dan Tafsirnyanya, jilid 3, (Jakarta: Widya Cahaya),
h.160. 10
Imam Jalaluddin al-Suyuthi, Samudera Ulumil Qur‟an, Jilid 1 (Surabaya: PT Bina Ilmu,
2006), h. 196.
-
7
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang telah di paparkan di atas ada hal yang
menarik untuk dikaji dan diteliti lebih lanjut, yang kemudian dirumuskan
permasalahannya sebagai berikut:
1. Bagaimana penafsiran pengulangan lafal “ Hadza Rabbi “ dalam surah al-
An‟am ayat 76-78 tentang pencarian tuhan oleh nabi Ibrahim?
2. Apa rahasia dibalik surah al-An‟am ayat 76-78 tentang pencarian Tuhan
oleh nabi Ibrahim menurut imam al-Ghazali?
3. Apa hikmah dan pelajaran yang bisa diambil dari surah al-An‟am ayat 76-
78?
C. Batasan Masalah
Guna menghindari terjadinya perluasan masalah pada pokok
pembahasan ini maka penulis akan menitik beratkan penelitian pada konsep
penafsiran Imam al-Ghazali terhadap pengulangan kata dalam surah al-
An‟am ayat 76-78.
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan penelitian
Berdasarkan pada pokok permasalahan di atas , maka tujuan yang
ingin di capai dalam penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui makna yang tersirat dalam lafadz “hadz rabbi”
menurut Imam al-Ghazali dalam surah al-An‟am ayat 76-78.
b. Untuk mengetahui rahasia yang terkandung dalam surah al-An‟am ayat
76-78 tentang pencaraian Tuhan oleh nabi Ibrahim.
c. Untuk mengambil hikmah dan pelajaran dibalik surah al-An-am ayat
76-78.
2. Kegunaan Penelitian
Dari hasil penelitian ini, penulis berharap agar hasil penelitian ini
di harapkan dapat berguna :
a. Penelitian diharapkan menjadi kepentingan akademisi sebagai
penambah informasi dan khazanah Qur‟ani.
-
8
b. Sebagai bahan bacaan bagi para pencinta Al-Qur‟an untuk lebih
meneliti Al-Qur‟an secara mendalam khususnya mahasiswa Tafsir.
c. Dengan penelitian ini mudah-mudahan akan menambah keimanan kita
terhadap kandungan Al-Qur‟an.
d. Sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Strata
(S 1) pada Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama UIN Sulthan Thaha
Saifuddin Jambi
E. Tinjauan Kepustakaan
Setelah melakukan penelusuran beberapa penelitian sebelumnya yang
menyangkut ayat yang penulis bahas ataupun tema yang penulis angkat, ada
beberapa jurnal skripsi dan buku yang sedikit membahas mengenai hal ini,
adapun buku-bukunya adalah :
Pertama, beberapa terjemahan tafsir, Diantaranya Tafsir Ibnu Katsir yang
ditulis oleh Dr. Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq yang
diterjemahkan oleh M. Abdul Gaffar E.M dkk.
Kedua, buku dengan judul “Tafsir Al-Imam Al-Ghazali” yang ditulis oleh
Abi Hamid Muhammad Ibnu Muhammad Al-Azily yang disusun oleh
Muhammad Al-Rihani yang akan menafsirkan tentang ayat 76-78 surah Al-
An‟am. Buku ini membahas tentang perjalanan dan kisah Nabi Ibrahim.
Ketiga, buku dengan judul “Jawahirul Qur‟an” yang ditulis oleh Abi
Hamid Muhammad Ibnu Muhammad Al-Azily dan diterjemahkan oleh
Mohammad Luqman Hakiem merupakan terjemahan dari buku aslinya yang
berjudul “permata ayat-ayat suci”. Buku ini membahas tentang ketuhanan,
penciptaan, akal, jiwa, dan lain-lain.
Keempat, jurnal Muhammad luthfil Anshori “Al-takrar fii Ulumul Qur‟an
(kajian tentang fenomena pengulangan dalam al-Qur‟an). Skripsi ini mengkaji
secara eksploratif dan analitis tentang fenomena pengulangan (al-takrâr) yang
terdapat di dalam al-Qur`an.
-
9
F. Metode Penelitian
1. Jenis dan pendekatan penelitian
Jenis penelitian ini termasuk penelitian tekstual atau studi teks yang
berbasis kepustakaan (library research). Yakni, penelitian yang
pengumpulan datanya dilakukan dengan menghimpun data dari berbagai
literatur, baik primer maupun sekunder yang mempunyai relevansi dengan
penelitian. Penekanan pada penelitian ini membahas tentang penerapan
kaidah takrar dan bukti kebenaran Ibrahim dalam pencarian Tuhan di
dalam surat al- An‟am ayat 76-78 menurut Imam al-Ghazali dalam buku
tafsir imam al-Ghazali. Adapun pendekatan penelitian ini adalah linguistik
Al- Qur‟an dengan menggunakan metodologi kualitatif. Adapun langkah
(metode) yang dilakukan dalam penelitian ini adalah diskriptif analisis,
yakni memaparkan data fakta dan variable kemudian dianalisis secara
ilmiah. Dengan demikian penelitian pada data akan berisi kutipan
langsung maupun tidak langsung, guna memberikan gambaran penelitian
tersebut.
2. Teknik Pengumpulan Data
a. Data primer
Data primer yang dijadikan sumber rujukan adalah buku Ihya‟ „Ulumuddin
dan Khulasah al-Tasanif fi al-Tashawwuf dalam Majmu‟ah Rasail al-
Imam al-Ghazali.
b. Data skunder
Sementara data skunder yang digunakan adalah skripsi, jurnal, serta artikel
yang berkaitan dengan penafsiran dan kaidah-kaidah pengulangan
(takrar).
G. Sistematika penulisan
Penelitian yang berjudul “ Rahasia di Balik Pengulangan Kata dalam
Surah al-An‟am Ayat 76-78 (Studi atas Penafsiran Imam al-Ghazali Tentang
Pencarian Kebenaran oleh Nabi Ibrahim A.S) ini, penulis membaginya ke
dalam tiap bab dan dalam tiap bab tersebut terdapat sub bab yang dijadikan
sebagai berikut:
-
10
Bab pertama, berisi Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Batasan
Masalah,Tujuan dan Kegunaan Penelitian, Metode Penelitian, Kajian Pustaka,
dan Sistematika Penulisan.
Bab kedua, Defenisi, Fungsi, Kaidah-kaidah Pengulangan, Jenis-jenis
Pengulangan, dan Ayat-ayat yang diturunkan secara berulang-ulang.
Bab ketiga, Biografi Imam al-Ghazali, Perjalanan Akademik Imam al-
Ghazali, Karya-karyanya, dan Metode Penafsiran Imam al-Ghazali.
Bab keempat, Penafsiran Lafadz “Hadza Rabbi” Dalam Surah al-An‟am
ayat 76-78, dan Penerapan Kaidah Takrar Pada Lafadz “Hadza Rabbi” Dalam
Surah al-An‟am ayat 76-78
Bab kelima, Kesimpulan
-
11
BAB II
PENGULANGAN DALAM AL-QUR’AN
A. Pengertian dan Fungsi Pengulangan dalam Al-qur’an
1. Pengertian
Secara bahasa, kata at-tikrar ( التكساز ) merupakan masdar dari kata ” كسز ”
yang berarti mengulang atau mengembalikan sesuatu berulang kali.Ibnu katsir
mengartikan al-tikrar sebagai sebuah lafadz yang menunjukkan kepada suatu
makna dengan berulang-ulang. 11
Adapun menurut istilah al-tikrar berarti اعبدة اللفظ او مسادفة لتقسيس المعنى “
mengulangi lafadz atau yang sinonimnya untuk menetapkan (taqrir) makna.
Selain itu, ada juga yang memaknai al-tikrar dengan “ “ ذكس الشي مستين فصبعدا
menyebutkan sesuatu dua kali berturut-turut atau penunjukan lafal terhadap
sebuah makna secara berulang. Sedangkan yang di maksud dengan al-
tikrar dalam Al-Qur‟an adalah pengulangan redaksi kalimat atau ayat dalam
Al-Qur‟an dua kali atau lebih, baik itu terjadi pada lafalnya ataupun maknanya
dengan tujuan dan alasan tertentu.
Sedangkan Ibnu Naqib mengartikan at-tikrar sebagai sebuah lafadz yang
keluar dari seorang pembicara, kemudian mengulanginya dengan lafadz yang
sama, baik lafadz yang diulanginya tersebut semantik dengan lafadz yang
dikeluarkan maupun tidak, atau ungkapan tersebut hanya dengan maknanya
bukan dengan lafadz yang sama.
Secara umum, at-tikrar (pengulangan) dapat dibagi menjadi dua macam.
Pertama, at-ikrar al-lafdzi (pengulangan lafadz), yaitu pengulangan redaksi
dalam Al-Qur‟an baik berupa pengulangan huruf, pengulangan kata, maupun
pengulangan ayat. Kedua, at-takrar al-ma‟nawi (pengulangan makna) yaitu
pengulangan redaksi dalam Al-Qur‟an yang lebih menitik beratkan pada
makna atau maksud dan tujuan tertentu.12
11
Khalid ibn Usman as Sabt, Qawa‟id at Tafsir, Jam‟an wa Dirasah, Juz II, ( tt: Dar ibn
„Affan:1997), h. 152. 12
Hasani Ahmad Said, Studi Islam 1: kajian Islam Kontemporer (Jakarta: PT Rajawali
Pers, 2016), h. 146
10
-
12
Ditinjau dari unsur-unsur yang ada dalam fenomena al-takrâr fî al-Qur`ân
dan fungsinya, kita bisa merumuskan sebuah definisi baru, yaitu:
“Pengulangan yang terdapat dalam al-Qur`an (kalâmullâh), baik berupa
lafadz, ayat, maupun topik-topik tertentu seperti: kisah para nabi; pembahasan
surga dan neraka; kabar gembira dan peringatan serta pengulangan turunnya
ayat ataupun surat, dengan tujuan-tujuan tertentu, seperti untuk ta`kîd
(menguatkan makna), ta‟dhîm (memuliakan), tahwîl (memberikan gambaran
buruk dan menakutkan) dan lain sebagainya, yang hal ini merupakan salah
satu bentuk i‟jâz al-Qur`an, dalam segi gaya bahasa dan kandungan
maknanya.13
2. Fungsinya
Menyikapi adanya fenomena takrâr dalam Al-Qur`an, Ibnu Taimiyyah
berkata: “ Tidaklah pengulangan yang terjadi dalam Al-Qur`an itu sia-sia saja,
namun tentunya ada hikmah dan makna di dalamnya”.14
karena Al-Qur‟an
adalah kalâmullah yang mengandung nilai i‟jâz. Jika ada satu sisi saja dari Al-
Qur`an yang lemah, misalnya dalam fenomena takrâr yang diangggap oleh
sebagian kalangan merupakan sesuatu yang sia-sia, maka eksistensi Al-Qur`an
akan menjadi lemah.
Ibnu Taimiyyah lalu memberikan keterangan tentang pengulangan kisah
nabi Musa bersama kaumnya misalnya Allah SWT telah menyebutkan kisah
nabi Musa dalam berbagai tempat yang berbeda dalam Al-Qur`an. Setiap
kisah yang disebutkan di satu tempat tertentu, mengandung nilai pelajaran
serta argumentasi yang khusus, yang tidak sama dengan penyebutan kisah nabi
Musa di tempat yang berbeda.
Begitu juga Allah SWT telah memberikan penamaan terhadap Dzat-Nya
sendiri dengan nama yang berbeda-beda, begitupula Dia menyebutkan nama
nabi Muhammad dengan nama yang berbeda-beda,dan penyebutan nama dari
kitab suci Al-Qur`an dengan nama yang berbeda-beda, tentu antara nama satu
dengan yang lainnya tidak sama, karena ada makna khusus di balik setiap
penyebutan tersebut, yang tidak dapat terangkup dalam nama lainnya. Dalam
13
Ibid h. 121 14
Ibnu Taimiyyah, Majmû‟ al-Fatâwâ(Beirût: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, 2000), jilid.14,
h. 408.
-
13
hal ini, yang terjadi sebetulnya bukanlah takrâr, melainkan tanwî‟ al-âyât
(variasi ayat).”15
Memang benar, bahwa terkadang pengulangan itu menyebabkan
kebosanan, akan tetapi hal itu bukan merupakan hal yang mutlak. Maka,
pengulangan itu terkadang justru menjadi bagus dan indah meski terkadang
juga membosankan.
Seperti halnya ketika manusia makan, dengan mengulangi makan, manusia
akan menjadi kenyang dan memiliki tenaga. Seperti juga ketika seseorang
makan buah-buahan, ketika mengulangi makan buah tersebut, bisa saja dia
merasakan kelezatan, namun pada saat tertentu ia akan merasa bosan. Lalu
dalam sebuah kalâm, ia akan bisa menjadi gizi bagi fikiran, begitu juga bisa
menjadi vitamin bagi ruh, ketika kalâm tersebut diulangi dan diulangi lagi
dengan yang sejenisnya. Ia akan menghasilkan cahaya sebagaimana cahaya
matahari.”16
Dalam karyanya yang lain, Sa‟id Nursi juga menjelaskan bahwa, Al-
Qur`an adalah kitab pengingat, kitab do‟a dan kitab dakwah. Maka
pengulangan yang ada di dalamnya merupakan sesuatu yang indah, luar biasa
dan tegas. Karena dengan itu, peringatan menjadi diulang-ulang, do‟a pun
selalu terpanjatkan, dan dakwah atau ajakan itu semakin kuat mengikat. Sebab
dalam pengulangan pengingat terdapat percerahan, dalam pengulangan do‟a
terdapat ketetapan dan dalam pengulangan ajakan terdapat penguatan.17
Lalu Imam Suyuti memaparkan dalam karyanya berjudul “al-Itqan fi
„ulum al-Qur‟an”, setidaknya terdapat empat fungsi berkaitan dengan
penggunaan at-tikrar dalam Al-Qur‟an yaitu :18
a. sebagai Taqrir (penetapan) Dikatakan, َُ س إَِرا اٌَىََل َس رََىشَّ artinya رَمَشَّ
“perkataan jika terulang berfungsi menetapkan”. Maka pengulangan dalam
hal tersebut dapat menjadi satu ketetapan yang berlaku. Sebagaimana
firman-Nya :
ُْ ِْلُ ٌْمُْشآ َزا ا َٰ٘ َّٟ َٟ إٌَِ أُِٚح َٚ ْۚ ُْ ث١ََُْٕى َٚ ١ٌِٙذ ث١َِْٕٟ ُ ۖ َش ًِ ّللاَّ َٙبَدحً ۖ لُ ٍء أَْوجَُش َش ْٟ ُّٞ َش ًْ أَ ْٓ ثٍَََغ ْۚ لُ َِ َٚ ِٗ ُْ ثِ ِْٔزَسُو
َٙذُ ُْ ٌَزَْش غَ أَئَُِّٕى َِ َّْ َْ أَ ب ٚ َّّ ِِ ِٟ ثَِشٌٞء إَِّٕٔ َٚ اِحٌذ َٚ ٌَٗٛ إٌَِٰ ب ُ٘ َّ ًْ إَِّٔ َُٙذ ْۚ لُ ًْ َل أَْش ٰٜ ْۚ لُ َٙخً أُْخَش ِ آٌِ ّللاَّ
(94) رُْشِشُوْٛ
15
Ibid., jilid. 19, h. 167-168. 16
Badiuzzaman Sa‟id Nursi, Isyarat al-I‟jaz fî Madhanni al-ijaz,(Kairo:Sozler
Publications : 2008) cet.V, h. 39. 17
Badiuzzaman Sa‟id Nursi, al-Maktubat (Kairo: Sozler Publications:2008), cet.V, h.
261. 18
Jalaluddin al-Suyuthi, al-Itqan fî „Ulum al-Qur‟an, h. 170-176
.
-
14
"Katakanlah:“Siapakah yang lebih kuat persaksiannya?” Katakanlah: “Allah”. Dia menjadi saksi antara aku dan kamu. Dan Al Quran ini
diwahyukan kepadaku supaya dengan dia aku memberi peringatan
kepadamu dan kepada orang-orang yang sampai Al-Quran (kepadanya).
Apakah sesungguhnya kamu mengakui bahwa ada tuhan-tuhan lain di
samping Allah?” Katakanlah: “Aku tidak mengakui”. Katakanlah:
“Sesungguhnya Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa dan sesungguhnya aku
berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan (dengan Allah) ”. (Q.S Al-
An‟am: 19)
Pengulangan pada ayat tersebut, terletak pada kata “Qul” (katakanlah).
Kata tersebut merupakan jawaban atas pertanyaan sebelumnya, fungsinya
sebagai penetapan kebenaran bahwasanya tidak adanya Tuhan (sekutu)
apapun selain Allah,
b. Sebagai Ta’kid (penegasan) dan Ziadah At-Tanbih (menuntut
perhatian lebih) Imam Suyuti berpandangan bahwa penekanan dengan
menggunakan pola tikrar setingkat lebih kuat dibanding dengan
bentukta‟kid. Beliau beralasan bahwa tikrar terkadang mengulang lafal
yang sama, sehingga makna yang dimaksud lebih mengena. Selain itu,
tikrar berfungsi untuk memberikan perhatian lebih. Sebagaimana firman-
Nya:
َشبدِ ًَ اٌشَّ ُْ َعج١ِ ِذُو ْ٘ ِْ أَ َِ ارَّجِؼُٛ ْٛ َٓ ٠َب لَ َِ لَبَي اٌَِّزٞ آ َٚ (83) َ١ْٔ ٌَْح١َبحُ اٌذُّ ِٖ ا ِز َٰ٘ ب َّ َِ إَِّٔ ْٛ زَب٠َب لَ َِ إَِّٔب٢ِْخَشحَ ب َٚ
ٌْمََشاس َٟ َداُس ا ِ٘(84)
”Orang yang beriman itu berkata: “Hai kaumku, ikutilah aku, aku akan
menunjukkan kepadamu jalan yang benar. Hai kaumku, sesungguhnya
kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya
akhirat itulah negeri yang kekal”.(Q.S Al-Mu‟min: 38-39)”.19
Pengulangan kata “ya qaumi” (hai kaumku) pada kedua ayat tersebut,
mempunyai kaitan dalam hal maknanya yaitu mengandung panggilan yang
berulang-ulang. Fungsinya untuk memperjelas dan memperkuat peringatan
yang terkandung dalam ayat tersebut.20
19
Q.s al-mu‟min : 38-39 20
Jalâluddîn al-Suyûthî, al-Itqân fî „Ulûm al-Qur`ân, h. 87
-
15
c. Sebagai Tajdid Li’ahdihi (Pembaruan terhadap penyampaian yang
telah lalu) Ketika terdapat redaksi yang terlalu panjang lebar dan bertele-
tele serta dikhawatirkan pendengar menjadi lupa terhadap redaksi yang
pertama, maka diulangilah redaksi tersebut untuk kedua kalinya.
Fungsinya tidak lain untuk menyegarkan kembali ingatan para pendengar.
Sebagaimana firman-Nya:
ُْ فِ ُ ََ أََّٔٙ ٌَْخبِعُشَْٚل َخَش ُُ ا َُّ ( 904) ٟ ا٢ِْخَشِح ُ٘ ب فُزُِٕٛا ثُ َِ ْٓ ثَْؼِذ ِِ َ٘بَخُشٚا َٓ َّْ َسثََّه ٌٍَِِّز٠ َُّ إِ َُ٘ذٚا ثُ َخب
َ٘ب ٌََغفٌُٛس َسِح١ُ ْٓ ثَْؼِذ ِِ َّْ َسثََّه َصجَُشٚا إِ َٚ (990)
“Pastilah bahwa mereka di akhirat nanti adalah orang-orang yang
merugi. Dan sesungguhnya Tuhanmu (pelindung) bagi orang-orang yang
berhijrah sesudah menderita cobaan, kemudian mereka berjihad dan
sabar; sesungguhnya Tuhanmu sesudah itu benar-benar maha pengampun
lagi maha penyayang”.(Q.S An-Nahl : 109-110)".21
Pengulangan pada ayat tersebut, terletak pada kata “inna rabbaka”
(sesungguhnya Tuhanmu), fungsinya untuk mengingatkan atau
mengembalikan pada inti perkataan yang sebelumnya telah terpisah oleh
perkataan yang lain.
d. sebagai Ta‘zhim (menggambarkan agung dan besarnya satu
perkara
ketika menggambarkan besarnya suatu hal, maka diulangilah redaksi
tersebut. Sebagaimana pemberitaan tentang hari kiamat dalam firman-Nya:
ٌْمَبِسَػخُ ٌْمَبِسَػخُ (9) ا ب ا ٌْمَبِسَػخُ (2) َِ ب ا َِ ب أَْدَساَن َِ َٚ (8)
“Hari kiamat. Apakah hari kiamat itu?. Tahukah kamu pakah hari kiamat
itu?”.(Q.S al-Qari‟ah:1-3)
21
Q.s qn-Nahl :109-110
-
16
Pengertian pada ayat tersebut, terletak pada kata “al-qari‟ah” (hari
kiamat), fungsinya memberikan pengertian bahwa kiamat adalah suatu
kejadian yang besar dan termasuk perkara yang agung.22
B. Macam-macam Pengulangan dalam al-Qur’an
Dalam Al-Qur‟an ditemukan beberapa jenis pengulangan ditinjau dari
beberapa sudut. Di antara jenis pengulangan yang penting adalah :
1. Pengulangan dari segi redaksi/lafadz
Maksud pengulangan yang dimaksud pada jenis ini adalah
pengulangan yang ada pada satu tema dansiyaq-korelitas. Seperti pengulangan
yang ada pada beberapa ayat yang berdekatan atau pada pembahasan yang
sama di surat yang berbeda atau surat yang sama. Contohnya pengulangan
yang terjadi pada lafdzu al-jalalah. Pada lafdzu al-Jalalahهللا) pengulangan
terjadi beragam, diantaranya terulang lebih dari dua kali dalam satu ayat atau
bahkan tiga kali seperti yang terjadi pada surat al-Baqarah ayat 247 yang
berbunyi: 23
ٌَ ُْ ٰٝ ٠َُىٛ ًٍِىب ْۚ لَبٌُٛا أََّٔ َِ ُْ طَبٌَُٛد َ لَْذ ثََؼَث ٌَُى َّْ ّللاَّ ُْ إِ ُ ُْ َٔج١ُِّٙ لَبَي ٌَُٙ َْٔحُٕ َٚ َٚ ١ٍََْٕب ٍُْه َػ ُّ ٌْ ٍْهُٗ ا ُّ ٌْ ُْٕٗ ؤََحكُّ ثِب ِِ
ُْ ٌَ بِي ْۚ َٚ َّ ٌْ َٓ ا ِِ ٍَْىُٗ ٠ُْؤَد َعَؼخً ُِ ُ ٠ُْؤرِٟ ّللاَّ َٚ ۖ ُِ ٌِْدْغ ا َٚ ُِ ٍْ ِؼ ٌْ َصاَدُٖ ثَْغطَخً فِٟ ا َٚ ُْ َ اْصطَفَبُٖ َػ١ٍَُْى َّْ ّللاَّ لَبَي إِ
اِعٌغ َػ١ٍُِ َٚ ُ ّللاَّ َٚ ْٓ ٠ََشبُء ْۚ َِ (242)
“Nabi mereka mengatakan kepada mereka: "Sesungguhnya Allah telah
mengangkat Thalut menjadi rajamu". Mereka menjawab: "Bagaimana Thalut
memerintah kami, padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan
daripadanya, sedang diapun tidak diberi kekayaan yang cukup banyak?" Nabi
(mereka) berkata: "Sesungguhnya Allah telah memilih rajamu dan
menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa". Allah
memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah
maha luas pemberian-Nya lagi maha mengetahui)”.)Q.S al-Baqarah: 247).24
22
Abu al-Husain Ahmad ibn Faris ibn Zakariya, Maqayis al-Lughah, (Beirut: Ittihad al-
Kitab al„Arabi, 2002) Juz.V, h. 126. Lihat juga Muhammad Ibn Manzhur, Lisan al„Arab, (Beirut:
Dar al-Shdir, t.th) Juz.V, h. 135. 23
Sayyid Khadar, al-Tikrar al Uslubi fi al-Lugah al-Arabiyah,(cet Darel-Wafa, tahun
2003), h. 12 24
https://tafsirweb.com/983-surat-al-baqarah-ayat-247.html
-
17
Menggunakan redaksi yang berulang-ulang baik dalam satu surah maupun
dalam surah yang berbeda. Contoh yang paling mudah dapat dilihat dalam
surah ar-Rahman “Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu
dustakan? ْثَب ب رَُىزِّ َّ ِّٜ َءاَلِٓء َسثُِّى َ فَجِؤ
Redaksi ayat tersebut diulang sampai 31 kali. Demikian juga dalam surah
al-Qamar.
ذَِّوش ُِ ْٓ ِِ ًْ َٙ ْوِش فَ َْ ٌٍِزِّ ٌْمُْشآ ْشَٔب ا ٌَمَْذ ٠َغَّ َٚ
“Dan sungguh, telah Kami mudahkan Al-Qur‟an untuk peringatan, maka
adakah orang yang mau mengambil pelajaran?”
Redaksi ayat tersebut diulang sebanyak empat kali masing-masing dalam
ayat 17, 22, 32 dan 40. Cukup banyak pengulangan dari segi redaksi ini
baik diulang penuh satu ayat maupun diulang dalam bentuk
redaksi kalimat.25
2. Pengulangan pada mode gramatikal bahasa arab (al-Numt al-nahwi)
Pengulangan pada jenis ini lebih kepada keindahan alunan musik yang
ditimbulkan bukan pada berapa kali diulangnya suatu kalimat. Keindahan ini
membuat Al-Qur`an begitu indah sehingga jiwa pun rindu untuk selalu
mentadaburinya dan juga mudah untuk dihafal. Jenis pengulangan ini sering
kita dapatkan pada surat-surat yang bercorak al-Makkiy yang mempunyai
potongan-potongan surat relatif pendek. Contohnya pada surat al-Naziat ayat
1-5 yang berbunyi:
ِذ َغْشلًب ِضَػٰٱٌَّٰٕ َٚ
“Demi (malaikat-malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan keras,” (An-
Nazi‟at 79:1)
(Demi yang mencabut nyawa) atau demi malaikat-malaikat yang mencabut
nyawa orang-orang kafir (dengan keras) atau mencabutnya dengan kasar.
(Tafsir Al-Jalalain, An Nazi‟at 79:1)
ِذ َْٔشطًب ِشطَٰٱٌَّٰٕ َٚ
“Dan (malaikat-malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan lemah-lembut,”
(An-Nazi‟at 79:2)
25Muhammad Fuad Abd al-Baqi Mu‟jam Mufahras li al-Fadz al-Qur‟an, h. 246
-
18
(Dan demi yang mencabut nyawa dengan lemah lembut) maksudnya, demi
malaikat-malaikat yang mencabut nyawa orang-orang mukmin secara pelan-
pelan. (Tafsir Al-Jalalain, An-Nazi‟at 79:2)
ِذ َعْجًحب جَِحٰ ٱٌغَّٰ َٚ
“Dan (malaikat-malaikat) yang turun dari langit dengan cepat,” (An-Nazi‟at
79:3)
(Dan demi yang turun dari langit dengan cepat) yakni demi malaikat-malaikat
yang melayang turun dari langit dengan membawa perintah-Nya. (Tafsir Al-
Jalalain, An-Nazi‟at 79:3)
ِذ َعْجمًب جِمَٰ فَٲٌغَّٰ
“Dan (malaikat-malaikat) yang mendahului dengan kencang,”(An-Nazi‟at
79:4)
(Dan demi yang mendahului dengan kencang) yaitu malaikat-malaikat yang
mendahului dengan kencang membawa arwah orang-orang yang beriman ke
surga. (Tafsir Al-Jalalain, An-Nazi‟at 79:4)
ًشا ِْ ِد أَ َذثَِّشٰ ُّ ٌْ فَٲ
“Dan (malaikat-malaikat) yang mengatur urusan (dunia). ”(An-Nazi‟at
79:5).26
C. Jenis-jenis Pengulangan dalam al-Qur’an
Secara umum, para ulama membagi fenomena al-takrâr dalam Al-Qur`an
menjadi dua jenis, yaitu pengulangan lafadz dan makna (takrâr al-lafdz wa al-
ma‟nâ) dan pengulangan makna saja, tanpa lafadz (takrâr al-lafdz dûna al-
ma‟nâ).
1. Takrar al-Lafzh wa al-Ma’na
Yang dimaksud dengan pengulangan lafadz dan makna di sini adalah:
pengulangan suatu lafadz, ayat maupun ungkapan dengan redaksi yang sama,
begitu juga makna yang serupa, di beberapa tempat dalam Al-Qur`an. Jenis
pengulangan ini terbagi lagi menjadi 2 macam, yaitu: maushul (yang
tersambung) dan mafshul (yang terputus atau terpisah).
26
Ibid h. 13
-
19
a. Pengulangan yang tersambung (al-maushûl) contohnya adalah
sebagai berikut:
Pengulangan lafazh yang terdapat di dalam satu ayat dan
disebutkan di muka, misalnya seperti yang terdapat dalam surat al-
Mu‟minûn ayat 36:
َْ ب رَُٛػُذٚ َّ َٙبَد ٌِ ١َْ٘ َٙبَد ١َْ٘
“Jauh, jauh sekali (dari kebenaran) apa yang diancamkan kepada
kamu itu.”27
Pada ayat di atas lafazh “Haihâta” diulangi dua kali. Jika kita lihat
secara harfiyyah, keduanya bermakna sama, yaitu jauh. Namun jika
dirasakan dan diresapi, keduanya memiliki fungsi masing-masing yang
berbeda; saling menguatkan, saling menegaskan. Sebab jika ia hanya
disebutkan sekali misalnya “haihâta limâ tû‟adûn”, maka orang yang
mendengarnya akan merasakan sesuatu yang kurang, terkesan hambar,
lemah. Namun ketika ia disebutkan dua kali, pendengar akan
merasakan suatu penekanan yang lebih kuat dan dalam.
Pengulangan lafadz yang terletak di akhir suatu ayat dan
disebutkan lagi di awal ayat setelahnya, misalnya seperti dalam surat
al-Insân ayat 15-16:
اِس٠َشا َٛ اٍة َوبَْٔذ لَ َٛ أَْو َٚ ٍخ ْٓ ِفضَّ ِِ ُْ ثِآ١ٍَِٔخ ِٙ ٠ُطَبُف َػ١ٍَْ َٚ
“Dan Diedarkan kepada mereka bejana-bejana dari perak dan piala-
piala yang bening laksana kaca”.
َ٘ب رَْمِذ٠ًشا ٍخ لَذَُّسٚ ْٓ فِضَّ ِِ اِس٠َش َٛ لَ
“(Yaitu) kaca-kaca (yang terbuat) dari perak yang telah diukur
mereka dengan sebaik-baiknya.”28
27
https://tafsirweb.com/5928-surat-al-muminun-ayat-36.html
28https://tafsirweb.com/11743-surat-al-insan-ayat-15.html
-
20
Lafazh “qawarira” disebutkan di akhir ayat, lalu diulangi
penyebutannya di awal ayat selanjutnya. Ini terjadi sebagai bentuk
penjelasan atas lafadz “qawarira” yang pertama, terkait jenis dan
bahannya. Maka pengulangan ini diperlukan untuk memberi
penjelasan kepada pembaca agar tidak bingung dalam memahaminya
Pengulangan lafazh yang terdapat dalam satu ayat dan disebutkan
di belakang, contohnya seperti dalam surat al-Fajr ayat 21:
ب َدّوًب َوَلَّ إَِرا ُدوَِّذ اْْلَْسُض َدّوً
“Jangan (berbuat demikian). apabila bumi digoncangkan berturut-
turut.”29
Pengulangan lafazh “dakkan dakkâ” yang terjadi pada ayat di atas
dimaksudkan untuk menunjukkan makna ketercaku-pan atau
keseluruhan (li al-dilalati „ala al-isti‟ab).30
Dengan demikian ayat di atas menyiratkan makna bahwa, bumi
akan digoncangkan secara berturut-turut di semua belahannya, tanpa
terkecuali. Ditilik dari segi ilmu nahwu, kedudukan lafadz “dakkan”
yang pertama dan yang kedua juga berbeda. Dakkan yang pertama
dibaca nashab karena merupakan mashdar mu`akkad li al-fi‟il (ism
mashdar) yang menguatkan kata kerja, sedangkan yang kedua dibaca
nashab karena ia merupakan ta`kîd untuk mashdar yang pertama.31
Pengulangan dua ayat yang beredaksi (hampir) sama secara
berturut-turut, contohnya terdapat dalam surat al-Insyirâh ayat 5-6:
ٌْؼُْغِش ٠ُْغًشا َغ ا َِ َّْ ِ فَئ
“Karena Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.”
29
https://tafsirweb.com/12657-surat-al-fajr-ayat-21.html
30Muhammad Sayyid Thantâwî, al-Tafsîr al-Wasîth li al-Qur`ân al-Karîm (Kairo: Dâr al-
Sa‟âdah )jilid. 15, h. 392. 31
Ibid h.139.
-
21
ٌْؼُْغِش ٠ُْغًشا َغ ا َِ َّْ إِ
“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.”32
Seperti yang terdapat juga dalam surat al-Takâtsur ayat 3-4:
َف ْٛ َْ َوَلَّ َع ْٛ ُّ رَْؼٍَ
“Sekali-kali tidak! Kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu
itu”
َْ ْٛ ُّ َف رَْؼٍَ ْٛ َُّ َوَلَّ َع ثُ
“kemudian sekali-kali tidak! Kelak kamu akan mengetahui”
Terdapat juga misalnya dalam surat al-Infithâr ayat 17-18:
ِٓ ٠ َُ اٌذِّ ْٛ ب ٠َ َِ ب أَْدَساَن َِ َٚ
“Tahukah kamu Apakah hari pembalasan itu?”
ِٓ ٠ َُ اٌذِّ ْٛ ب ٠َ َِ ب أَْدَساَن َِ َُّ ثُ
“ Tahukah kamu Apakah hari pembalasan itu?”
Contoh-contoh seperti ini, menurut al-Suyuthi merupakan bentuk
takrâr yang berfungsi untuk menguatkan makna dari kalimat yang
disebutkan lebih awal (al-ta`kid al-lafdzi)33
Namun demikian, ada sisi
lain yang dapat kita tadaburi dan resapi dari ayat-ayat di atas, yang
mana pengulangan yang terjadi tidak sekedar berfungsi sebagai bentuk
ta`kîd atau penguat sebagaimana disampaikan oleh Imam al-Suyuthi.
Lafazh “al-„usr”, baik pada ayat ke-5 maupun 6, keduanya disebutkan
dalam bentuk ma‟rifat (dengan tambahan alif lâm di depannya).
Sedangkan lafadz “yusran”, pada keduanya disebutkan dalam
bentuk nakirah (tanpa tambahan alif lâm). Hal ini mengandung isyarat
tentang sedikit dan minimnya jalan kesusahan serta sebab-sebabnya,
32
https//tafsirweb.com/37702-surat-al-insyirah-ayat-5-6.html
33Jalâluddîn al-Suyûthî, al-Itqân fî „Ulûm al-Qur`ân, jilid. 3, h. 168.
-
22
dan memberi kabar gembira akan banyaknya jalan kemudahan serta
hal-hal yang mendukungnya.34
Maka, kedua ayat dalam surat al-Syarh yang diulang tersebut
seakan memberi semangat dan motivasi, bahwa hakikatnya kesulitan
yang kita rasakan sungguh amat kecil dan sedikit jika dibandingkan
dengan kemudahan-kemudahan yang akan kita raih setelahnya.
Dengan ungkapan lain, bahwa nikmat Allah yang kita terima sejatinya
jauh lebih banyak dari ujian, cobaan dan kesulitan yang kita alami.35
Jadi, meskipun terjadi pengulangan pada ayat ke-5 dan 6 dalam surat
al-Syarh, namun memiliki makna dan hikmah yang berbeda.
b. Pengulangan terpisah (mafshul). Yang dimaksud pengulangan jenis
ini adalah pengulangan terpisah yang terjadi dalam satu surat tertentu,
maupun pengulangan yang terjadi di dalam Al-Qur`an secara
keseluruhan.
Pengulangan yang terjadi dalam satu surat contohnya antara lain
sebagaimana berikut: Dalam surat asy-Syu‟arâ`: 175
ُُ ِح١ ٌَْؼِض٠ُض اٌشَّ َٛ ا َّْ َسثََّه ٌَُٙ إِ َٚ
“Dan sesungguhnya tuhanmu benar-benar Dialah yang maha perkasa
lagi maha penyayang”.
Ayat di atas, disebutkan secara berulang-ulang di dalam surat asy-
Syu‟arâ` sebanyak 8 kali. Contoh lain misalnya terdapat dalam surat
al-Rahmân, yaitu ayat yang berbunyi :
ِٓ ٰث ب رَُىزِّ َّ ِء َسثُِّى ِّٞ ٰاَلۤ َ فَجِب
“Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?”.
Ayat ini disebutkan secara berulang-ulang di dalam surat al-Rahmân
sebanyak 31 kali, dengan perincian 8 ayat disebutkan setelah ayat-ayat
34
Muhyiddîn Abi Muhammad Abdil Qâdir al-Jailânî, Tafsîr al-Jailânî (Istanbul: Markaz
al-Jailâni li al-Buhûts al-„Ilmiyyah, cet. I, 2009), jilid.6, h. 391. 35
Abil Qâsim Mahmûd bin Umar al-Zamakhsyarî, al-Kasysyâf (Kairo: Maktabah Obikan,
cet. I, 1998), jilid.6, h. 397.
-
23
yang menjelaskan tentang beragam ciptaan Allah dan keindahannya,
serta awal mula penciptaan dan keberakhirannya. Lalu 7 ayat
disebutkan setelah ayat-ayat yang berbicara tentang neraka dan
pendihnya adzab didalamnya. Kemudian 8 ayat berikutnya disebutkan
setelah ayat-ayat yang berbicara tentang sifat-sifat surga dan para
penghuninya, serta bilangan pintu-pintu surga. Lalu 8 ayat berikutnya
menjelaskan tentang dua surga lainnya.
Barangsiapa yang mengimani tentang ayat-ayat yang berbicara
tentang dua surga yang pertama dan melakukan hal-hal yang terkait
dengannya, maka Allah akan memberinya dua surga berikutnya. Dan
dengan itu, seseorang akan terhindar dari api neraka, sebagaimana
disebutkan dalam ayat-ayat sebelumnya.36
Menurut al-Suyuthi, setiap penyebutan ayat “fabiayyi âlâ`i”
memiliki keterkaitan khusus dengan ayat-ayat sebelumnya. Maka
penekanan maknanyapun berbeda-beda antara satu dengan yang
lainnya. Jikalau ayat ini memiliki makna yang sama karena dikaitkan
dengan satu hal tertentu, maka ia tidak perlu diulang sebanyak itu. Lalu
jika ada yang bertanya, bahwa ayat ini merupakan satu pertanyaan
yang terkait dengan nikmat Tuhan, sementara adakalanya ayat ini
terletak setelah ayat yang berbicara tentang cobaan bahkan ancaman?
Ibnu Abdissalâm dan lainnya menjelaskan, bahwa penyebutan
ancaman dan cobaan sebagai bentuk peringatan adalah merupakan
sebentuk kenikmatan. Sebab dengan adanya peringatan itu seseorang
diharapkan akan berubah menjadi lebih baik.37
Lalu di dalam surat al-Mursalât juga terdapat satu ayat yangg
diulang-ulang, yaitu:
َٓ ث١ِْ َىزِّ ُّ ٍْ ى ٍِز ٌِّ َِ ْٛ َّ٠ ًٌ ٠ْ َٚ
“Kecelakaan yang besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang
mendustakan”.
36
Mahmûd bin Hamzah al-Kirmânî, Asrâr al-Takrâr fî al-Qur`ân, studi analisis oleh:
Abdul Qâdir Ahmad Athâ (Dâr al-Fadlîlah, t.th), h. 231. 37
Jalâluddîn al-Suyûthî, al-Itqân fî „Ulûm al-Qur`ân, h. 171.
-
24
Ayat ini disebutkan secara berulang-ulang di dalam surat al-Mursalât
sebanyak 10 kali.Lalu dalam surat al-Kâfirûn, terdapat ayat yang
diulangi secara persis sebanyak dua kali, yaitu ayat ke 3 dan 4:
بٓ اَْػجُُذْۚ َِ َْ ْٚ ُْ ٰػجُِذ ْٔزُ َلٓ اَ َٚ
“( Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah)”.
Jika ditilik dari segi ilmu nahwu, “ma” pada ayat ke- 2 dan 3 adalah
mâ maushulah, yang menunjukkan arti Dzat yang disembah.
Sedangkan mâ pada ayat ke-3 dan 5 adalah “ma mashdariyyah”, yang
menunjukkan makna jenis atau bentuk ibadah. Maka dengan demikian,
makna dari ayat 3 dan 5 juga berbeda, penekanannya. Jika ayat ketiga
menekankan tentang perbedaan Dzat yang disembah antara kaum
muslim dengan orang kafir, maka ayat kelima memberi penegasan
tentang perbedaan jenis, bentuk dan cara ibadah diantara keduanya.38
Dari sini kita dapat melihat, bahwa pengulangan yang terjadi
tidaklah sekedar pengulangan yang sia-sia, namun pada tiap-tiap
tempat memiliki makna dan tujuan khusus yang tidak bisa dinafikan
begitu saja.
Adapun pengulangan yang terjadi dalam satu kesatuan Al-Qur`an
contohnya adalah sebagaimana berikut:
َٓ ُْ ٰصِذِل١ْ ْٕزُ ْْ ُو ْػُذ اِ َٛ ٌْ َزا ا ٰ٘ ٰزٝ َِ َْ ْٛ ٌُ ْٛ ٠َمُ َٚ
“Dan mereka berkata: "Bilakah (terjadinya) janji ini (hari berbangkit)
jika kamu adalah orang-orang yang benar?".
Ayat ini disebutkan secara berulang sebanyak 6 kali, masing-masing
pada surat Yûnus: 48; al-Anbiyâ`: 38; an-Naml: 71; Saba`: 29; Yâsîn:
48; al-Mulk: 25. Contoh lain ayat yang berbunyi:
38
Muhammad Sayyid Thantâwî, al-Tafsîr al-Wasîth li al-Qur`ân al-Karîm, jilid. 15, h.
526.
-
25
ۗ ُْ ِٙ اْغٍُْع َػ١ٍَْ َٚ َٓ ِفم١ِْ ٰٕ ُّ ٌْ ا َٚ ٌُْىفَّبَس ِِ٘ذ ا ُّٟ َخب َٙب إٌَّجِ ِص١ْشُ ٠ٰٓب٠َُّ َّ ٌْ ثِْئَظ ا َٚ ُُ ََّٕٙ ُْ َخ ىُٙ ٰٚ ؤْ َِ َٚ
“Hai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang
munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka. tempat mereka
ialah Jahannam. dan itu adalah tempat kembali yang seburuk-
buruknya”.
Ayat ini diulangi sebanyak 2 kali di dalam Al-Qur`an, yaitu pada surat
al-Taubah: 73; dan al-Tahrîm: 9.39
2. Takrâr fî al-Ma’nâ dûna al-Lafzh
Takrâr jenis ini banyak terdapat dalam ayat-ayat yang bercerita tentang
kisah para nabi beserta para kaumnya, ayat-ayat tentang hari kiamat, surga
dan neraka, juga ayat-ayat yang terkait dengan al-wa‟du wa al-wa‟îd.
Untuk memberikan gambaran tentang pengulangan jenis ini, sebagai
contoh misalnya yang terkait dengan kisah nabi Adam As., yang terdapat
dalam surat al-Baqarah dan surat al-A‟râf.
Dalam surah al-Baqarah ayat : 34-35
اِرْ ٍَْٕب َٚ ئَِىخِ لُ ٍٰ َّ ٍْ ٌِ ََ َد اِلٰ ْٚ ا اْعُدُذ ْٓٚ اْعزَْىجَشَۖ اَٰثٝ إِْث١ٍِْظَۗ ا٢َِّ فََغَدُذ َٚ َْ َوب َٚ َٓ ِِ َٓ ٌْٰىفِِش٠ْ (84) ا
“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat,
"Sujudlah kamu kepada Adam!" Dan mereka pun sujud kecuali Iblis. Ia
menolak dan menyombongkan diri, dan ia termasuk golongan yang
kafir.40
(Q.S Al-Baqarah:34)
ٍَْٕب لُ َُ ٠ٰٓبٰ َٚ ْٓ َد ْٔذَ اْعُى ُخهَ اَ ْٚ َص ٌَْدَّٕخَ َٚ ُوََل ا َٙب َٚ ْٕ بۖ َح١ْثُ َسَغًذا ِِ َّ ِٖ رَْمَشثَب َل َٚ ِشْئزُ ِز َٔب اٌشََّدَشح ٰ٘ ْٛ فَزَُى
َٓ ِِ َٓ ١ْ ِّ ٍِ (83) اٌظّٰ
”Dan kami berfirman, "Wahai Adam! tinggallah engkau dan istrimu di
dalam surga, dan makanlah dengan nikmat (berbagai makanan) yang
ada di sana sesukamu. (Tetapi) janganlah kamu dekati pohon ini , nanti
kamu termasuk orang-orang yang zalim!".
Dalam surah al-A‟raf ayat : 11 dan 19
ٌَمَْذ َٚ َ٠ ُْ ٓ إِْث١ٍَِظ ٌَ ۟ا إِلَّ ٓٚ ََ فََغَدُذ ئَِىِخ ٱْعُدُذٚ۟ا ِيَءاَدٓ ٍَٰ َّ ٍْ ٍَْٕب ٌِ َُّ لُ ُْ ثُ ُى
ْسَٰٔ َّٛ َُّ َص ُْ ثُ ُىِدِذ٠ٓ ُىَٓخٍَْمَٰٕ َٓ ٱٌغَّٰ ِِّ
”Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu (Adam), lalu Kami bentuk
tubuhmu, kemudian Kami katakan kepada para malaikat: "Bersujudlah
39
Ibid h.194. 40
Al-baqarah:34
-
26
kamu kepada Adam", maka merekapun bersujud kecuali iblis. Dia tidak
termasuk mereka yang bersujud”. (Al-A‟raf 7:11)
ـ َ ٓ َٰ٠ َٓ ٱَٚ ِِ ِٖ ٱٌشََّدَشحَ فَزَُىَٛٔب ِز َٰ٘ َل رَْمَشثَب َٚ ب َّ ْٓ َح١ُْث ِشْئزُ ِِ ٌَْدَّٕخَ فَُىََل ُخَه ٱ ْٚ َص َٚ ْٓ أََٔذ َُ ٱْعُى ١ٓبَد ِّ ٍِ
ٌظَّٰ
”Dan Allah berfirman: "Hai Adam bertempat tinggallah kamu dan
isterimu di surga serta makanlah olehmu berdua (buah-buahan) di mana
saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu berdua mendekati pohon ini,
lalu menjadilah kamu berdua termasuk orang-orang yang zalim". (Al-
A‟raf 7:19)41
Baik dalam surat al-Baqarah maupun al-A‟raf sebagaimana di atas,
sama-sama membahas tentang kisah nabi Adam di surga dan larangan
untuk mendekati satu pohon tertentu. Hal ini jika dilihat secara sekilas
memang seperti pengulangan biasa, namun jika diteliti lagi, antara satu
dengan yang lainnya ada hubungan saling menjelaskan dan merinci. Maka,
tak ada yang sia-sia dalam pengulangan ini, melainkan justru memberi
fungsi saling melengkapi. Begitu juga dengan kisah-kisah para nabi
lainnya yang terdapat dalam Al-Qur`an.
Selain bentuk di atas, ada juga konsep lain dalam takrâr ma‟nawi ini,
hal ini akan menjadi jelas setelah kita melihat contoh sebagaimana berikut:
Surat al-Baqarah ayat 98:
ٖٗ ُسُعٍِ َٚ ٖٗ ى َِىزٍِٰۤ َِ َٚ ِ
ّٰ ا لِّلِّ ًّٚ َْ َػُذ ْٓ َوب َِ َٓ ٍْٰىفِِش٠ْ ٌِّ ٌّٚ َ َػُذَّْ ّللّاٰ ًَ فَبِ ١ْٰىى ِِ َٚ ًَ ِخْجِش٠ْ َٚ
“Barangsiapa menjadi musuh Allah, malaikat-malaikat-Nya, rasul-
rasul-Nya, Jibril dan Mikail, maka sesungguhnya Allah musuh bagi
orang-orang kafir”. (Q.S Al-Baqarah: 98)42
Membaca ayat di atas, sebagian orang mungkin akan bertanya,
“Bukankah Jibril dan Mikail juga termasuk golongan malaikat, lalu
mengapa keduanya disebutkan secara khusus?” Jawaban dari pertanyaan
ini adalah, bahwa di dalam kaidah bahasa arab terdapat suatu konsep untuk
membuang (hadzf) yang berfungsi untuk meringkas atau memadatkan
41
Al-a‟raf: 11-19 42
Al-baqarah:98
-
27
ungkapan, dan terdapat pula konsep pengulangan (takrâr) dengan tujuan
untuk pembagian dan perincian. Maka tujuan penyebutan Jibril dan Mikail
di sini adalah untuk merinci malaikat yang disebutkan sebelumnya. Di
samping itu, penyebutan Jibril dan Mikail secara khusus di sini juga
memberikan arti untuk memuliakan keduanya, di antara malaikat-malaikat
lainnya.43
Surat al-Baqarah ayat 282
ا اَِرا ْٓٛ ُٕ َِ َٓ ٰا َٙب اٌَِّز٠ْ ُْ َوب٠ٰٓب٠َُّ ١ٌَْْىزُْت ث١ََُّْٕى َٚ ُٖۗ ْٛ ٝ فَبْوزُجُ ًّّ َغ ُِّ ًٍ ٓٝ اََخ ٌٰ ٍٓ اِ ُْ ثَِذ٠ْ ْٕزُ َل ٠َؤْةَ رََذا٠َ َٚ ٌَْؼْذِيۖ ثِب
رٌِتٌۢ
ْْ َ ١ٍَْْىزُْتْۚ َوبرِجٌب ُ فَُٗ ّللّاٰ َّ ب َػٍَّ َّ ًِ ٠َّْىزَُت َو ٍِ ّْ ُ١ٌْ َٚ ِٗ ْٞ َػ١ٍَْ ١ٌَْزَّ اٌَِّز َٚ ٌَْحكُّ َل كِ ا َٚ ٗٗ َ َسثَّ
ْْ ٠َ ّللّاٰ ِ ُْٕٗ َش١ْـ ًۗبفَب ِِ ْجَخْظ
َْ اْعزَ اٌَِّز٠ْ َوب َٛ ٌَْؼْذٌِۗ ٗٗ ثِب ُّ١ٌِ َٚ ًْ ٍِ ّْ ُ١ ٍْ َٛ فَ ُ٘ ًَّ ِّ ُّ٠ ْْ ْٚ َل ٠َْغزَِط١ُْغ اَ ْٚ َضِؼ١ْفًب اَ ًٙب اَ ٌَْحكُّ َعف١ِْ ِٗ ا ا َؼ١ٍَْ ْٚ ُذ ِٙ ْش
ِٓ ١َِْٙذ٠ْ ًٌ ِِٓ َش ِٓ فََشُخ ١ٍَْ َٔب َسُخ ْٛ ُْ ٠َُى ٌَّ ْْ ُْْۚ فَبِ َخبٌُِى اءِ سَِّذۤ َٙ َٓ اٌشُّ ِِ َْ ْٛ ْٓ رَْشَض َّّ ِِ ِٓ َشاَٰر ِْ ا ْْ رَ َّٚ ًَّ اَ ِض
شَ ب فَزَُزوِّ َّ َل اِْحذٰ اِْحٰذىُٙ َٚ ا ۗ ْٛ ب ُدُػ َِ اُء اَِرا َذۤ َٙ َل ٠َؤَْة اٌشُّ َٚ ٜۗ ب اْلُْخٰش َّ ٖ ىُٙ ْٛ ْْ رَْىزُجُ ا اَ ْٓٛ ُّ ْٚ رَْغـ َ َصِغ١ًْشا اَ
ُْ ۗ ٰرٌُِى ٖٗ ٓٝ اََخٍِ ٌٰ َْ ِرَدبَسحً َحبِضَشحً اَْلَغظ َوج١ًِْشا اِ ْٛ ْْ رَُى ٓ اَ ا اِلَّ ْٓٛ ٝٓ اَلَّ رَْشرَبثُٰٔ اَْد َٚ َٙبَدحِ َُ ٌٍِشَّ َٛ اَْل َٚ ِ
َْٕذ ّللّاٰ ِػ
ُْ ف١ٍََْظَ َٙب ث١ََُْٕى َٔ ْٚ َل ٠َُضۤبسَّ َوبرِ رُِذ٠ُْش َٚ ۖ ُْ ا اَِرا رَجَب٠َْؼزُ ْٓٚ ُذ ِٙ اَْش َٚ َ٘ۗب ْٛ ُْ ُخَٕبٌحبَلَّ رَْىزُجُ ١ٌِْٙذ ەۗ َػ١ٍَُْى َل َش َّٚ ٌت
ۗ ُ ُُ ّللّاٰ ُى ُّ ٠َُؼٍِّ َٚ ۗ َارَّمُٛاّللّاٰ َٚ ۗ ُْ ثُِى
ٌقٌۢ ْٛ ٗٗ فُُغ ا فَبَِّٔ ْٛ ْْ رَْفَؼٍُ اِ َٚ ٌُ ٍء َػ١ٍِْ ْٟ ًِّ َش ُ ثُِىّللّاٰ َٚ (232)
”Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu melakukan utang
piutang untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.
Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan
benar. Janganlah penulis menolak untuk menuliskannya sebagaimana
Allah telah mengajarkan kepadanya, maka hendaklah dia menuliskan.
Dan hendaklah orang yang berutang itu mendiktekan, dan hendaklah dia
bertakwa kepada Allah, Tuhannya, dan janganlah dia mengurangi sedikit
pun daripadanya. Jika yang berutang itu orang yang kurang akalnya atau
lemah (keadaannya), atau tidak mampu mendiktekan sendiri, maka
hendaklah walinya mendiktekannya dengan benar. Dan persaksikanlah
dengan dua orang saksi laki-laki di antara kamu. Jika tidak ada (saksi)
dua orang laki-laki, maka (boleh) seorang laki-laki dan dua orang
perempuan di antara orang-orang yang kamu sukai dari para saksi (yang
ada), agar jika yang seorang lupa, maka yang seorang lagi
mengingatkannya. Dan janganlah saksi-saksi itu menolak apabila
dipanggil. Dan janganlah kamu bosan menuliskannya, untuk batas
waktunya baik (utang itu) kecil maupun besar. Yang demikian itu, lebih
adil di sisi Allah, lebih dapat menguatkan kesaksian, dan lebih
43
Abi al-Nashr Ahmad bin Muhammad bin Ahmad al-Samarqandi, al-Madkhal li „Ilm
Tafsîr Kitâbillâh Ta‟âlâ (Damaskus: Dâr al-Qalam, cet. I, 1988), h, 295.
-
28
mendekatkan kamu kepada ketidakraguan, kecuali jika hal itu merupakan
perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada
dosa bagi kamu jika kamu tidak menuliskannya. Dan ambillah saksi
apabila kamu berjual beli, dan janganlah penulis dipersulit dan begitu
juga saksi. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sungguh, hal itu
suatu kefasikan pada kamu. Dan bertakwalah kepada Allah, Allah
memberikan pengajaran kepadamu, dan Allah maha mengetahui segala
sesuatu”.44
(Q.S al-Baqarah:282).
Lafazh “daîn” disebutkan lagi dalam ayat di atas sebagai bentuk
penguatan sekaligus memberikan pemahaman bahwa yang dimaksudkan
oleh ayat di atas adalah perihal hutang-piutang. Hal ini penting karena
terkadang shighat mudâyanah dapat berarti hutang dan bisa berarti
imbalan.45
Surah Âli Imrân ayat 167:
ا ٌَ ْٛ ا ۗ لَبٌُ ْٛ ِٚ اْدفَؼُ ِ اًَِ ّللّاٰ ْٟ َعج١ِْ ا فِ ْٛ ا لَبِرٍُ ْٛ ُْ رََؼبٌَ ٌَُٙ ًَ ل١ِْ َٚ ا ۖ ْٛ َٓ َٔبفَمُ َُ اٌَِّز٠ْ ١ٌَِْؼٍَ َٚ َٔ ْٛ ۗ ُْ ُى ٰٕ رَّجَْؼ ُُ لِزَبًل لَّ ُْ ْؼٍَ ُ٘
ى ِزٍ َِ ْٛ ٍُْىْفِش ٠َ ب ٠َْىزُ ٌِ َّ ُُ ثِ ُ اَْػٍَّللّاٰ َٚ ۗ ُْ ِٙ ثِ ْٛ ْٟ لٍُُ ب ١ٌََْظ فِ َِّ ُْ ِٙ ِ٘ ا َٛ َْ ثِبَْف ْٛ ٌُ ْٛ ِْ ْۚ ٠َمُ ب َّ ٠ْ ُْ ٌَِْلِ ُْٕٙ ِِ ْاَْلَشُة ْٛ ُّ(962)
”Dan untuk menguji orang-orang yang munafik, kepada mereka
dikatakan,“Marilah berperang di jalan Allah atau pertahankanlah
(dirimu).” Mereka berkata, “Sekiranya kami mengetahui (bagaimana
cara) berperang, tentulah kami mengikuti kamu.” Mereka pada hari itu
lebih dekat kepada kekafiran dari pada keimanan. Mereka mengatakan
dengan mulutnya apa yang tidak sesuai dengan isi hatinya. Dan Allah
lebih mengetahui apa yang mereka sembunyikan”. (Q.S al-Imran: 167).
Penyebutan lafazh “bi afwahihim” setelah “yaquluna” adalah untuk
memberikan pamahaman bahwa yang dimaksud adalah berbicara dengan
lisan mereka. Hal ini menjadi penting karena qaûl terkadang juga bisa
diungkapkan dengan selain lisan, misalnya dengan kepala, tangan atau
bahkan persangkaan hati.46
Selain dua jenis takrâr yang telah dijelaskan di
atas, ada juga jenis pengulangan lain yang terjadi dalam Al-Qur`an. Yaitu
adanya pengulangan turunnya ayat ataupun surat. Hal inilah yang
44
Al-baqarah : 282 45
Ibid., h. 296. 46
Ibid h.113.
-
29
dijelaskan oleh al-Suyûthi dalam kitabnya al-Itqân dengan tema“mâ
takarrara nuzûluhu”.47
Dalam hal ini ia menjelaskan adanya beberapa ayat atau surat dalam
Al-Qur`an yang turun dua kali, seperti ayat tentang ruh, ayat-ayat terakhir
surat al-Nahl, ayat-ayat pertama surat al-Rûm, dan surat al-Fâtihah, al-
Ikhlâsh serta yang lainnya. Fenomena ini sebagaimana yang ia kutip dari
Ibnu al-Hashshâr, tiada lain bertujuan sebagai pengingat dan pelajaran
bagi manusia. Sedangkan menurut al-Zarkasyi, hal ini bertujuan untuk
menunjukkan kemuliaan ayat-ayat tertentu maupun surat-surat tertentu,
karena ia diturunkan lebih dari sekali. Di samping itu, hal ini juga
bertujuan untuk mengantisipasi sifat lupa manusia. Sehingga dengan
pengulangan itu, manusia bisa selalu ingat.48
Imam al-Khatabi membagi takrar pada dua jenis:
a. Takrar al-Madzhmum (pengulangan tercela), yaitu
pengulangan“kata” yang tidak memberikan faidah. Pengulangan
“kata/ayat” semacam ini sia-sia belaka, sementara di dalam al-Qur'an
sedikitpun tidak mengandung “kata kata” demikian.
b. Takrar al-Mamduh (pengulangan terpuji), sesuatu yang tidak mungkin
dihindari, dan itu mustahil adanya, justru mengabaikan takrar seperti
ini akan berdampak pada “persamaan” dengan pembuangan “kata”,
oleh karenanya takrar jenis ini sangat diperlukan.49
Ibn al-Jauzi melalui karya-karyanya, ketika menilai jenis takrar yang
pertama, ia melihat “perbedaan” yang tampak pada pengulangan ini :
1. Ketika dalam satu posisi ada kesesuaian, namun dalam posisi (ayat)
lainnya, terjadi sebaliknya. Jenis inilah akan menunjukkan pada
kelemahan (ketidak sesuaian) pada ayat yang pertama, kasus seperti ini
banyak ditemukan dalam al-Qur‟an, sebagai bukti firman Allah; Q.s
Al-baqarah : 2:58 dan surah al-a‟raf: 7:161
47
Lihat: Jalâluddîn al-Suyûthî, al-Itqân fî ‘Ulûm al-Qur`ân, jilid. 1, h. 127. 48
Ibid h.119. 49
Hasan makhluf, takrar fii al-Qur‟anul kariim wa asrohul balaghah, h. 65.
-
30
لٌُُٛٛا ِحطَّخٌ َٚ ًذا ٌْجَبَة ُعدَّ اْدُخٍُٛا ا َٚ
“masukilah pintu gerbangnya sambil bersujud, dan katakanlah:
"Bebaskanlah kami dari dosa". (Q.S Al-Baqarah:58)
ًذا ٌْجَبَة ُعدَّ اْدُخٍُٛا ا َٚ لٌُُٛٛا ِحطَّخٌ َٚ
“Dan katakanlah: "Bebaskanlah kami dari dosa kami dan masukilah
pintu gerbangnya sambil membungkuk". (Q.S Al-A‟raf: 161).50
2. Mengalami tambahan dan pengurangan, contoh ayat dengan
pengurangan, seperti firman Allah swt dalam surat al-Baqarah
tanpa wawu. Sedangkan contoh dalam surat Yasin ”َسَىاٌءَعلَْيهِم“
Imam al-Zarkashi memberi alasan bahwa kalimat yang .”وَسَىاٌءَعلَْيهِم“
terdapat dalam surat al-Baqarah menjadi jumlah, yakni menjadi khabar
dari isimnya “Inna”, sedangkan dalam surat Yasin adalah menjadi
jumlah yang menggunakan perantarahuruf “wawu”, yang disandarkan
pada jumlah lainnya.51
3. Salah satu “lafadz” ada yang diletakkan di awal dan ada pula
diakhirkan yaitu dekat dari awal seperti firman Allah SWT dalam
surah al-Baqarah: 129
ْۚ ُْ ِٙ ١ ٠َُضوِّ َٚ خَ َّ ٌِْحْى ا َٚ ٌِْىزَبَة ُُ ا ُٙ ُّ ٠َُؼٍِّ َٚ ُْ آ٠َبِرَه ِٙ ١ٍَْ ٠َْزٍُٛ َػ
“Yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau dan
mengajarkan Kitab (Al-Quran) dan Hikmah (as-Sunnah) serta
mensucikan mereka”. (Q.S Al-baqarah:129).
خَ َّ ٌِْحْى ا َٚ ٌِْىزَبَة ُُ ا ُٙ ُّ ٠َُؼٍِّ َٚ ُْ ِٙ ١ ٠َُضوِّ َٚ ِٗ ُْ آ٠َبرِ ِٙ ١ٍَْ ٠َْزٍُٛ َػ
“Yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, menyucikan (jiwa)
mereka dan mengajarkan kepada mereka kitab dan Hikmah (as
Sunnah”.
4. Lafadznya diberlakukan jamak dan mufrad seperti pada surah al
Baqarah: 80 dan al-Imran : 24
ْؼُذَٚدحً َِ ب ًِ غََّٕب إٌَّبُس إِلَّ أ٠ََّب َّ ْٓ رَ لَبٌُٛا ٌَ َٚ
50
https://tafsirweb.com/364-surat-al-baqarah-ayat-58.html 51
Hasan diya‟uddin „Amr, Fuyun al-Afnan fi „Uyun „Ulum al-Qur‟anIbn al-Jauzi (Beirut:
Dar al-Basha‟ir al-Islamiyah, 1987), h. 198.
-
31
“Dan mereka berkata: "Kami sekali-kali tidak akan disentuh oleh api
neraka, kecuali selama beberapa hari saja". (Q.S Al-Baqarah: 80).
ْؼُذَٚدادٍ َِ ب ًِ غََّٕب إٌَّبُس إِلَّ أ٠ََّب َّ ْٓ رَ لَبٌُٛا ٌَ
“mereka berkata: "Kami sekali-kali tidak akan disentuh oleh api
neraka, kecuali selama beberapa hari saja". (Q.S Al-Imran:24).
5. Mengganti susunan kata dengan kata yang lain seperti dalam surah al
baqarah : 170 dan luqman :21
ِٗ آثَبَءَٔب ١ٍَْ َف١َْٕب َػ ٌْ ب أَ َِ ًْ َٔزَّجُِغ لَبٌُٛا ثَ
“Mereka menjawab :Tapi Kami (hanya) mengikuti apa yang kami
dapati dari (perbuatan ) nenek moyang kami”. (Q.S Al-baqarah:170)
ِٗ َءاثَبَٓءَٔبٓ َخْذَٔب َػ١ٍَْ َٚ ب َِ ًْ َٔزَّجُِغ لَبٌُٛا ثَ
“Mereka menjawab :Tapi Kami (hanya) mengikuti apa yang kami
dapati dari nenek moyang kami”. (Q.S Al-luqman:21)
D. Kaidah-kaidah Pengulangan
Ada beberapa kaidah yang berkaitan dengan tikrar fi al-Qur‟an, sebagai
berikut:
1. Kaidah pertama
٠شداٌزىشا سٌزؼذ داٌّزؼٍك لًذ
“Terkadang Adanya pengulangan karena banyaknya hal yangberkaitan
dengannya (maksud yang ingin disampaikan)”.52
pengulangan dalam Al-Qur‟an adalah bukan hal yangsia-sia dan tidak
memiliki arti. Bahkan menurut mereka setiap lafadz yang berulang tadi
memiliki kaitan erat dengan lafadz sebelumnya. Sebagai contoh ayat-ayat
dalam surah ar –Rahman ayat 22-27:
52
Khalid ibn Usman as Sabt, Qawa„id at Tafsir,Op,Cit, h. 702.
-
32
ب ٱٌٍُّْؤٌُُؤ َّ ُْٕٙ ِِ ُْ ٠َْخُشُج ْشَخب َّ ٌْ ٱ َٚ(22 ِّٜ َ )( فَجِؤ ِْ ثَب ب رَُىزِّ َّ ٌْجَْحِش َوٲْْلَ 28َءاَلِٓء َسثُِّى َٕشـ َبُد فِٝ ٱ ُّ ٌْ اِس ٱ َٛ ٌَْد ٌَُٗ ٱ َٚ )
( ُِِّٜ 24ْػٍَٰ َ )( فَجِؤ ِْ ثَب ب رَُىزِّ َّ ٍْ (23َءاَلِٓءَسثُِّى َٙب فَب ْٓ َػ١ٍَْ َِ ًُّ ِْ (26) ُو ثَب ب رَُىزِّ َّ ِّٜ َءاَلِٓء َسثُِّى َ (22) فَجِؤ
”Dari keduanya keluar mutiara dan marjan (22) Maka nikmat Tuhan kamu
yang manakah yang kamu dustakan? (23) Dan kepunyaan-Nya lah bahtera-
bahtera yang tinggi layarnya di lautan laksana gunung-gunung (24) Maka
nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?(25) Semua yang ada
di bumi itu akan binasa (26) Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang
kamu dustakan?(27)”. ( Q.S ar-Rahman 22-27) 53
Dalam surah di atas terdapat ayat yang berulang lebih dari 30 kali yang
kesemuanya menuntut adanya ikrar dan pernyataan rasa syukur manusia atas
berbagai nikmat Allah. Jika dilihat, tiap pengulangan ayat ini didahului
dengan penjelasan berbagai jenis nikmat yang Allah berikan kepada
hambanya. Jenis nikmat ini pun berbeda-beda, maka setiap pengulangan ayat
yang dimaksud berkaitan erat dengan satu jenis nikmat. Dan ketika ayat
tersebut berulang kembali, maka kembalinya kepada nikmat lain yang disebut
sebelumnya.54
Inilah yang dimaksud oleh kaidah, bahwa terkadang
pengulangan lafal karena banyaknya hal yang berkaitan dengannya. Contoh
lain dalam surah al-mursalat :19,24.
َٓ ث١ِ َىزِّ ُّ ٍْ ئٍِز ٌِّ َِ ْٛ َ٠ ًٌ ٠ْ َٚ
“Kecelakaan yang besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang
mendustakan”. (Q.S Al-Mursalat: 24)
Lafadz diatas berulang sampai 10 kali. Hal itu dikarenakan Allah
menyebutkan kisah yang berbeda pula. Setiap kisah diikuti oleh lafal tersebut
yang menunjukkan bahwa celaan itu dimaksudkan kepada orang-orangyang
berkaitan dengan kisah sebelumnya.55
53
Departemen Agama R.I,alQur‟an dan Terjemahannya,(Jakarta:CV.Kathoda, 2005), h.
55. 54
Khalid ibn Usman as Sabt, Qawa„id at Tafsir,Op,Cit, h. 702. 55
Ibid h. 713
-
33
2. Kaidah kedua
ل ٠خبٌف ث١ٓ ال ٌفب ظ ال لخزَل ف اٌّؼٕٟ
“Tidak ada perbedaan lafal kecuali karena adanya perbedaan makna”
Allah berfirman dalam surah al-Kafirun ayat : 1-6
ٓ٠ٰ ًْ َْ َلٓ لُ ْٚ ٌْٰىفُِش َٙب ا َْ ب٠َُّ ْٚ ب رَْؼجُُذ َِ بٓ اَْػجُُذ (1)اَْػجُُذ َِ َْ ْٚ ُْ ٰػجُِذ ْٔزُ َلٓ اَ ب (5)َٚ َِّ َلٓ أََ۠ب َػبثٌِذ َٚ ُْ ْٔزُُ(3)َػجَْذرُّ َلٓاَ َٚ
بٓ اَْػجُذُ َِ َْ ْٚ َٟ ِد٠ْٓ (4)ٰػجُِذ ٌِ َٚ ُْ ُْ ِد٠ُُْٕى (5) ٌَُى
”Katakanlah (Muhammad),“Wahai orang-orang kafir, aku tidak akan
menyembah apa yang kamu sembah, dan kamu bukan penyembah apa yang
aku sembah, dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu
sembah, dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah apa yang aku
sembah. Untukmu agamamu, dan untukku agamaku”.56
(Q.S. Al-Kafirun: 1-5).
E. Ayat-ayat Yang di Turunkan Secara Berulang-ulang
Dalam Al-Qur‟an banyak terdapatayat yang diturunkan secara berulang-
ulang, baik dalam satu surah ataupun diulang dalam surah yang lain.
Contoh ayat yang diturunkan berulang dalam satu surah :
a. Surah ar-Rahman, dalam surah ar-Rahman pada ayat “ ِٓ ٰث ب رَُىزِّ َّ ِء َسثُِّى ِّٞ ٰاَلۤ َ “ فَجِب
pada ayat ini diulang sebanyak 31 kali.57
b. Dalam surah al-Qomar, diulang sebanyak 4 kali pada ayat : 17, 22, 32, dan
pada ayat 40 . “ ٍِوش ذَّ ُِّ ْٓ ِِ ًْ َٙ ْوِش فَ َْ ٌٍِزِّ ٌْمُْشٰا ْشَٔب ا ٌَمَْذ ٠َغَّ َٚ “ 58
c. Surah al-Kafirun pada ayat “, ْۚبٓ اَْػجُُذ َِ َْ ْٚ ُْ ٰػجُِذ ْٔزُ َلٓ اَ َٚ . 59
d. Surah al-Insyirah “ ٌْؼُْغِش ٠ُْغًشا َغ ا َِ َّْ ِ “ فَب
e. Surah al-Qomar ayat : 16, 21, 30 “ ُُِٔزس َٚ ْٟ َْ َػَزاثِ “ فََى١َْف َوب
f. Surah al-Mursalat ayat : 15, 19, 24, 28, 34, 37, 40, 45, 47, 49 “ ى ٍِز َِ ْٛ َّ٠ ًٌ ٠ْ َٚ
َٓ ث١ِْ َىزِّ ُّ ٍْ ٌِّ “
g. surah Asy-Syu‟ara ayat 109,127,145,164 dan 180.” ْْ ْٓ أَْخٍش ۖ إِ ِِ ِٗ ُْ َػ١ٍَْ ب أَْعؤٌَُُى َِ َٚ
َٓ ١ ِّ ٌَْؼبٌَ ٰٝ َسةِّ ا َٞ إِلَّ َػٍَ أَْخِش
Contoh ayat yang redaksi sama , namun surahnya berbeda:
56
Al-kafirun :1-5 57
https://litequran.net/ar-rahman 58
Al-Qomar : 17 59
Al-kafirun : 3
-
34
a. Dalam surah al-Baqarah ayat :6 dan surah Yaasiin ayat: 10“ ُْ ِٙ ۤاٌء َػ١ٍَْ َٛ َع َٚ
َْ ْٛ ُٕ ِِ ُْ َل ٠ُْؤ ِْٕزْسُ٘ ُْ رُ ٌَ َْ ُْ اَ َْٔزْسرَُٙ “ َءاَ
b. Surah al-anfal ayat : 13 dan surah al-Imran ayat : 24“ َا ّللّاٰ ُْ َشۤبلُّٛ ُ ٰرٌَِه ثِبََّٔٙ
ٌِْؼمَبةِ َ َشِذ٠ُْذ اَّْ ّللّاٰ ِ ٗٗ فَب ٌَ ْٛ َسُع َٚ َ
ْٓ ٠َُّشبلِِك ّللّاٰ َِ َٚ ْۚ ٗٗ ٌَ ْٛ َسُع َٚ “
c. Surah al-Baqarah ayat : 126 dan surah Ibrahim ayat : 35“ َِّسة ُُ ٖ٘ اِْر لَبَي اِْثٰش َٚ
ًٕباخْ ِِ َزا ثًٍََذا ٰا ٰ٘ ًْ َؼ
d. Surah al-Maidah ayat : 9 dan surah al-Fath ayat : 29“ ٍُٛا ِّ َػ َٚ ا ْٛ ُٕ َِ َٓ ٰا ُ اٌَِّز٠َْػَذ ّللّاٰ َٚ
ٌُ اَْخٌش َػِظ١ْ َّٚ ْغفَِشحٌ َِّ ُْ ٍِٰحِذ ٌَُٙ ”اٌّصٰ
e. Surah al-Maidah ayat : 20 dan surah Ibrahim ayat : 6“ ٰعٝ ٌِمَ ْٛ ُِ اِْر لَبَي َٚ َِ ْٛ ٖٗ ٠ٰمَ ِِ ْٛ
ُْ ِ َػ١ٍَُْىخَ ّللّاٰ َّ ا ِْٔؼ ْٚ ”اْرُوُش
f. Surah al-Qolam ayatn: 46 dan surah at-thur ayat : 40 “ ْٓ ِِّ ُْ ُْ اَْخًشا فَُٙ َْ رَْغـ ٍَُُٙ اَ
َْْۚ ْٛ ْثمٍَُ ُِّ ٍَ ْغَش َِّ “
g. Surah al- Muthaffifiin ayat 10 dan surah al-mursalat ayat 15 “ ًٌ ٠ْ ى ٍِز َٚ َِ ْٛ َّ٠
َٓ ث١ِْ َىزِّ ُّ ٍْ ٌِّ “
h. Surah ad-Dukhan ayat : 2 dan surah az-Zukhruf : 2 “ ِٓ ج١ِْ ُّ ٌْ ٌِْىٰزِت ا ا َٚ “
i. Surah al-Ma‟arij ayat 32 dan surah al-Mu‟minun : 8 “ ُْ ِٙ بَٔبرِ َِ ُْ ِْلَ ُ٘ َٓ اٌَِّز٠ َٚ
َْ ُْ َساُػٛ ِ٘ ِذ ْٙ َػ َٚ
j. surah Al-A‟raaf ayat 122 dan Asy-Syu‟araa‟ ayat 48. “ َْ َ٘بُسٚ َٚ َُِٛعٝ َسةِّ
k. surah Al-Haaqqah ayat 52 dan Al-Waaqi‟ah ayat 96.” ُِ ٌَْؼِظ١ ُِ َسثَِّه ا فََغجِّْح ثِبْع
l. surah Al-Haaqqah ayat 40 dan At-Takwiir ayat 19 “ ٍُ ُي َسُعٍٛي َوِش٠ ْٛ