diagram batas mampu bentuk pada lembaran logam (aa)
TRANSCRIPT
1
ABRIANTO AKUAN
DIAGRAM BATAS MAMPU BENTUK PADA LEMBARAN
LOGAM
Diagram batas mampu bentuk adalah suatu diagram yang menggambarkan batas-
batas kemampuan lembaran logam untuk diubah bentuk. Diagram ini merupakan
himpunan data keadaan regangan yang berhasil dan gagal, himpunan data tersebut sangat
berguna dalam operasi press forming yaitu sebagai metoda bantu untuk mengkoreksi
bentuk dan konstruksi perkakas/ cetakan (dies).
Diagram batas mampu bentuk yang dihasilkan secara eksperimen adalah
dikembangkan oleh Goodwin dan Keeler. Diagram Goodwin dan Keeler tersebut, dibuat
atas dasar kumpulan data-data percobaan pada dies di press shop yang merupakan data
nyata yang sangat bermanfaat untuk mengetahui batas mampu bentuk dari satu jenis
lembaran logam(1). Sebagai langkah awal, dilakukan penggambaran pola-pola geometris
yang berupa lingkaran-lingkaran kecil (± 2,5 mm)(2) pada permukaan lembaran. Pola
lingkaran tersebut dibuat dengan cara etching atau printing. Metoda etching akan
menghasilkan pola yang tidak mudah terhapus bila dibandingkan dengan cara printing.
Selanjutnya pelat yang permukaannya telah diberi pola-pola geometris, dicoba di press
forming saat trial terhadap dies yang baru saja dibuat. Besar kemungkinan benda kerja
tersebut belum memenuhi syarat, mungkin ada bagian yang sobek atau ada bagian yang
bentuknya belum mencapai yang dikehendaki. Analisa untuk melakukan perbaikan pada
konstruksi dies justru didasarkan pada pengamatan dan pengukuran deformasi berbagai
lokasi pada benda kerja, baik pada lokasi yang utuh maupun daerah dekat sobekan. Data
tersebut diplot pada diagram Goodwin dan Keeler.
Arti fisik dari daerah-daerah diagram Goodwin dan Keeler dijelaskan melalui
gambar. 1, yang terlihat perubahan pola lingkaran menjadi ellips. Perubahan bentuk pada
sumbu minornya menyatakan modus deformasi yang terjadi, yaitu:
Deep drawing
Stretching
Gabungan antara stretching dan deep drawing
ABRIANTO AKUAN
Gambar. 1 Modus deformasi pada diagram batas pembentukan Goodwin dan Keeler
1 Batas Mampu Bentuk Lembaran Logam
Pada umumnya operasi
dan dapat dipandang sebagai gabungan dari empat proses dasar yaitu :
Proses pemotongan (
Proses pembengkokan (
Proses tarik regang (
Proses tarik dalam (
Proses press forming atau proses
ketiga proses terakhir diatas. Hal ini menunjukka
yang rumit, dapat terjadi gabungan ketiga modus deformasi.
Pada proses bending
keberhasilannya adalah radius bengkokan minimum yang belum menimbulkan retakan
pada daerah deformasi. Ukuran ini sangat tergantung pada ketebalan dan keuletan
lembaran tersebut.
Pada proses stretching
tarikan, baik satu arah (uniaksial
deformasi pada diagram batas pembentukan Goodwin dan Keeler
Batas Mampu Bentuk Lembaran Logam
Pada umumnya operasi press forming terhadap lembaran logam adalah kompleks
dan dapat dipandang sebagai gabungan dari empat proses dasar yaitu :
emotongan (shearing)
Proses pembengkokan (bending)
Proses tarik regang (stretching)
Proses tarik dalam (deep drawing)
atau proses sheet metal forming ini dapat ditinjau sebagai gabungan
ketiga proses terakhir diatas. Hal ini menunjukkan bahwa pada satu bentuk benda kerja
yang rumit, dapat terjadi gabungan ketiga modus deformasi.
bending, suatu pelat atau lembaran, yang menjadi ukuran
keberhasilannya adalah radius bengkokan minimum yang belum menimbulkan retakan
deformasi. Ukuran ini sangat tergantung pada ketebalan dan keuletan
stretching, hakekatnya adalah memberikan deformasi plastis berupa
uniaksial) maupun dua arah (biaksial). Secara teoritis, batas
2
deformasi pada diagram batas pembentukan Goodwin dan Keeler(2).
terhadap lembaran logam adalah kompleks
ini dapat ditinjau sebagai gabungan
n bahwa pada satu bentuk benda kerja
, suatu pelat atau lembaran, yang menjadi ukuran
keberhasilannya adalah radius bengkokan minimum yang belum menimbulkan retakan
deformasi. Ukuran ini sangat tergantung pada ketebalan dan keuletan
, hakekatnya adalah memberikan deformasi plastis berupa
). Secara teoritis, batas
3
ABRIANTO AKUAN
deformasi yang dapat diterima benda kerja adalah sampai mulai terjadinya penipisan
setempat atau sama dengan regangan yang terjadi ketika spesimen uji tarik mulai
mengalami necking. Peristiwa penipisan setempat tersebut mulai terjadi bila beban
maksimum tercapai, hal ini adalah akibat terjadinya keseimbangan antara kenaikan
kekuatan material akibat pengerasan regangan (strain hardening) dengan laju pengurangan
luas penampang:
F = σ . A ......................................................... (1)
dF = σ . dA + A . dσ
pada beban maksimum, berarti dF = 0 sehingga:
σ dA = -A dσ
dσ / σ = -dA / A = dl / 1
dσ / σ = dε
dσ / dε = σ
dari persamaan tegangan alir, σ = K εn harga n adalah:
n = d log σ / d log ε = d ln σ / d ln ε = ε dσ / σ dε
sehingga
n = ε ......................................................... (2)
maka harga n yang tinggi akan memberikan deformasi seragam yang besar pula. Bila pada
specimen tarik ada suatu tempat yang akan mengecil penampangnya, maka tegangan alir
dislokasi itu segera meningkat sehingga penipisan setempat terjadi. Pada pelat atau
lembaran dengan kondisi tegangan dua arah (biaksial), khususnya bila σ2 / σ1 = 0,5 maka
peristiwa necking seperti tersebut diatas tidak akan terjadi. Penipisan yang terjadi tidak
akan begitu mencolok, bahkan tidak mudah teramati dengan mata. Peristiwa ini disebut
difusi necking. Pada pelat atau lembaran yang dikenai tegangan tarik, pengecilan
penampang akan terjadi dalam dua modus, yang pertama kali terjadi adalah difusi necking.
Daerah yang mengalami difusi necking ini cukup lebar. Penipisan berikutnya akan terjadi
pada daerah yang sempit dan disebut local necking. Lokal necking ini terjadi pada saat
regangan mencapai ε = 2 n, hal tersebut secara fisik dijelaskan pada gambar. 2.
4
ABRIANTO AKUAN
Gambar. 2 Skematik difusi necking dan lokal necking(1).
Pada proses deep drawing, geometri prosesnya secara skematis terlihat pada
gambar. 3, proses deep drawing yang murni terjadi bila ujung punch berbentuk datar.
Sehingga bagian lembaran dibawah ujung punch tidak mengalami deformasi, sedangkan
bagian dinding mengalami penarikan. Dilain pihak bila ujung punch membentuk bagian dari
bola, maka proses keseluruhannya adalah gabungan antara deep drawing dan stretching
(gambar. 4).
Gambar. 3 Skematis proses deep drawing murni (ujung punch datar)(3).
5
ABRIANTO AKUAN
Gambar. 4 Gabungan proses deep drawing dan stretching (ujung punch berbentuk bagian bola).
Tinjauan tahapan deformasi gambar. 5 berikut ini, didasarkan pada proses deep drawing
murni:
Gambar. 5 Tahapan deformasi pada proses deep drawing(1).
Bagian flens (flange) akan mengalami pengecilan diameter, hal ini dimungkinkan
oleh tegangan tarik dalam arah radial (gambar. 6). Selain itu muncul pula dengan sendirinya
tegangan tekan dalam arah tangensial. Tegangan tangensial tekan inilah yang dapat
6
ABRIANTO AKUAN
menimbulkan buckling pada flens. Bila ini terjadi maka terbentuklah keriput pada flens. Dan
proses deep drawing akan gagal. Oleh karena itu maka keriput harus dihindari dengan jalan
memberikan tegangan tekan pada permukaan flens. Gaya tekan ini diberikan oleh
pemegang bakalan (blank holder). Pada saat proses deep drawing berlangsung, dinding
tabung akan mengalami penarikan.
Deep Drawability atau kemampuan tarik dalam dari suatu lembaran logam
dinyatakan dengan perbandingan diameter bakalan, do maksimum yang masih bias
diproses menjadi tabung berdiameter, di. Batas proses deep drawing tersebut dikenal
dengan nama LDR (limiting drawing ratio).
LDR = [ do / di ]maks ......................................................... (3)
Besarnya LDR dibatasi oleh gaya penarikan yang dapat ditahan oleh dinding tabung.
Berdasarkan harga gaya penarikan ideal:
F = A തߪ ε
Pada kondisi regangan bidang (εz = 0) tegangan alir pada flens adalah:
σof = (σx – σy)
dan gaya penarikan pada flens:
F = 2 π r t σof ln [ do / di ]
Dengan demikian tegangan yang terjadi pada dinding tabung adalah
σx = F / 2 π r t σof ln [ do / di ]
batas deep drawing tercapai bila tegangan yang bekerja pada dinding mencapai harga
tegangan alirnya:
σx = σow = σof ln [ do / di ]
maka, [ do / di ]maks = exp [σow / σof]
bila pada material pelat atau lembaran tersebut dianggap tidak terjadi strain hardening,
maka tegangan alir pada flens dan dinding tabung adalah sama :
σow = σof
sehingga,
σow / σof = 1
oleh karena itu:
7
ABRIANTO AKUAN
[ do / di ]maks = LDR = e = 2,7 ......................................................... (4)
Jika pengaruh bending dan unbending serta pengaruh gesekan antara benda kerja dengan
perkakas diperhitungkan, maka persamaan (2-4) diatas dikoreksi menjadi:
LDR = eη ......................................................... (5)
Dimana η menyatakan faktor efisiensi deformasi, bila radius dies kecil ataupun koefisien
gesekan cukup besar maka η akan mengecil. Harga η diambil dari kondisi proses deep
drawing yang normal adalah 0,7. Dengan angka tersebut maka LDR akan bernilai 2.
Tegangan-tegangan yang bekerja pada flens tersebut, yaitu tegangan tarik radial
dan tegangan tekan tangensial, dan dengan adanya tekanan dari blank holder yang
mencegah terjadinya keriput, dapat pula dianggap sebagai yang menghalangi penebalan
flens. Dengan demikian deformasi pada flens dapat dianggap sebagai regangan bidang,
yaitu memanjang pada arah radial dan memendek pada arah tangensial. Selanjutnya, pada
dinding tabung bekerja tegangan tarik pada arah vertikal yang dengan sendirinya disertai
pula oleh tegangan tarik pada arah keliling tabung (arah tangensial). Dengan kondisi ini
deformasi yang terjadi pada dinding tabung adalah memanjang pada arah vertikal yang
disertai penipisan. Dengan demikian material yang mempunyai ketahanan terhadap
penipisan yang tinggi, akan memiliki Deep Drawability yang tinggi pula. Ketahanan
terhadap penipisan ini dinyatakan oleh nilai r, yaitu rasio regangan plastis:
r = εw / εt ......................................................... (6)
dimana , εw adalah regangan dalam arah lebar dan εt adalah regangan dalam arah tebal.
Pada material yang isotrop:
εw = - ½ ε1
εt = - ½ ε1
sehingga material isotrop mempunyai harga r = 1. Bila diinginkan material pelat atau
lembaran yang lebih tahan terhadap penipisan, maka regangan dalam arah lebar harus
lebih kecil daripada dalam arah lebar, sehingga
r = εw / εt > 1 ......................................................... (7)
Anisotropi semacam ini disebut anisotropy normal.
ABRIANTO AKUAN
Harga LDR untuk material pelat atau lembaran yang bersifat anisotropy adalah:
LDR = [ do / di ]maks = exp [
Sehingga makin tinggi harga r
dan geometri proses diperhitungkan, maka persamaan tersebut dikoreksi sehingga
menjadi:
LDR = [ do / di ]maks = exp 1 / (1+μ)
Dimana μ adalah faktor proses, biasanya sekitar 0,2
proses atau perkakas dan kondisi gesekannya.
Gambar. 6 Keadaan tegangan dan perubahan bentuk pada flens dan dinding tabung.
Gambar. 7 Korelasi antara harga r dengan LDR untuk berbagai jenis logam.
untuk material pelat atau lembaran yang bersifat anisotropy adalah:
= exp [σow / σof] = exp √ [(1+r) / 2] ..................... (
Sehingga makin tinggi harga r akan meningkatkan LDR (gambar. 7). Jika pengaruh gesekan
tri proses diperhitungkan, maka persamaan tersebut dikoreksi sehingga
= exp 1 / (1+μ) √ [(1+r) / 2] ..................... (
μ adalah faktor proses, biasanya sekitar 0,2 – 0,3 yang tergantung pada geometri
atau perkakas dan kondisi gesekannya.
Keadaan tegangan dan perubahan bentuk pada flens dan dinding tabung.
Korelasi antara harga r dengan LDR untuk berbagai jenis logam.
8
untuk material pelat atau lembaran yang bersifat anisotropy adalah:
............... (8)
7). Jika pengaruh gesekan
tri proses diperhitungkan, maka persamaan tersebut dikoreksi sehingga
..................... (9)
0,3 yang tergantung pada geometri
Keadaan tegangan dan perubahan bentuk pada flens dan dinding tabung.
Korelasi antara harga r dengan LDR untuk berbagai jenis logam.
9
ABRIANTO AKUAN
2 Anisotrop Dalam Sifat Mekanik dan Sifat Mampu Bentuk
Butir logam (grain) adalah kumpulan dari banyak sel satuan yang memiliki orientasi.
Logam polikristalin, memiliki banyak butir yang orientasinya berbeda-beda. Sel satuan
logam (FCC, BCC, HCP, BCT) menunjukkan sifat anisotrop antara lain pada sifat mekanik dan
perilaku deformasi plastis. Hal ini terlihat pada sistem slip yang dinyatakan dengan bidang
atom yang kerapatan atomnya paling padat serta arah slip pada arah yang terpadat pula.
Dengan demikian “kekuatan” sel satuan akan tergantung pada orientasi pembebanan
relatif terhadap sel satuan tersebut.
Logam yang orientasi butir-butirnya acak akan bersifat isotrop, artinya sifatnya
sama pada semua arah. Proses pengerjaan logam seringkali menghasilkan logam yang
anisotrop baik disengaja maupun tidak disengaja, misalnya pada proses pembuatan pelat
atau lembaran logam baja yang diharapkan memiliki sifat mampu bentuk yang tinggi.
Sifat anisotrop pada logam terjadi karena dua hal yaitu karena penyeratan mekanis
(mechanical fibering) dan tekstur kristalografi (crystallographic texture). Penyeratan
mekanis lebih disebabkan oleh terarahnya inklusi, aliran material akibat proses deformasi
serta terarahnya struktur mikro. Tekstur kristalografi merupakan petunjuk bahwa butir-
butir logam memiliki kesamaan arah orientasi, meskipun orientasi seluruh butir tidak sama,
sifat mekanik logam tersebut sudah menunjukkan adanya anisotropi. Makin tajam
teksturnya, makin jelas pula sifat anisotropinya. Adanya crystallographic texture
berpengaruh terhadap nilai r (plastic starin ratio) dan pengaruh nilai r terhadap kekuatan
luluh ditunjukkan dalam yield locus seperti pada gambar. 8.
Gambar. 8 Pengaruh nilai
r terhadap yield locus.
10
ABRIANTO AKUAN
Pada pelat yang ditarik akan mengalami pertambahan panjang dan disertai dengan
penipisan (gambar. 9). Secara kualitatif deep drawability akan lebih baik jika material yang
digunakan mempunyai ketahanan terhadap penipisan yang lebih tinggi.
Gambar. 9 Skema perubahan bentuk pelat yang ditarik.
3 Pengujian Mampu Bentuk Lembaran Logam
3.1 Pengujian Secara Non Simulasi
Strain hardening coefficient, n dan plastic strain ratio, r adalah sifat-sifat yang
muncul bila logam dikenai deformasi plastis. Cara yang praktis untuk mengamati sifat
logam yang dideformasi plastis adalah dengan pengujian tarik. Pengujian non simulasi ini
hanya bersifat teoritis karena hanya membandingkan keadaan tegangan dan regangan
material tanpa pendekatan peralatan dan kondisi proses sebenarnya. Dalam pengujian
tarik, specimen diberi regangan dan sebagai reaksinya adalah gaya yang diukur dengan
load cell atau alat pengukur gaya lainnya. Dalam gambar. 10 ditunjukkan deformasi yang
terjadi pada spesimen dalam grafik tegangan dan regangan teknis.
L
W
L
t
t
W
o
o
i
i
o
i
ABRIANTO AKUAN
Gambar. 10
Diagram tegangan-regangan teknik (
pula pada gambar. 11 dibawah ini yang menjelaskan data
Gambar. 11
Dari gambar. 10 dan
strain) dan deformasi tidak seragam. Harga koefisien
pengujian tarik dengan daerah pengukuran yang teliti terletak antara σ
kurva antara daerah σys dan σ
10 Tahapan deformasi pada specimen uji tarik.
regangan teknik (engineering stress-strain diagram
11 dibawah ini yang menjelaskan data-data kekuatan dan keuletannya.
11 Diagram tegangan teknik vs regangan teknik.
10 dan 11 dapat ditunjukkan daerah deformasi seragam (
seragam. Harga koefisien strain hardening dapat diukur melalui
pengujian tarik dengan daerah pengukuran yang teliti terletak antara σ
dan σuts dapat didekati dengan persamaan garis:
11
strain diagram) ditunjukkan
data kekuatan dan keuletannya.
11 dapat ditunjukkan daerah deformasi seragam (uniform
dapat diukur melalui
pengujian tarik dengan daerah pengukuran yang teliti terletak antara σys, σuts. Rentang
12
ABRIANTO AKUAN
Y = aXn
Dengan harga n berkisar antara 0 sampai dengan 1. Sehingga bentuk persamaannya
dapat dituliskan sebagai:
Σ = K εn ....................................................... (10)
persamaan ini disebut persamaan tegangan alir yang memperlihatkan kenaikan kekuatan
akibat deformasi plastis. Bila persamaan tersebut dinyatakan dalam skala log σ vs log ε
maka kemiringannya akan menunjukkan harga n.
log σ = log K + n log ε
n = d log σ / d log ε
prosedur untuk mengukur dan menghitung harga n untuk lembaran baja dapat dilakukan
dengan menggunakan standar ASTM E.646-78. Harga K dan n dari beberapa logam
ditunjukkan pada tabel. 1 berikut ini.
Tabel. 1 Harga K dan n dari beberapa logam.
Logam Kondisi n K, psi
Baja 0,05% C Dilunakkan (annealed) 0,26 77,000
Baja SAE 4340 Dilunakkan 0,15 93,000
Baja 0,06% C Celup dingin dan distemper 1000°F 0,1 228,000
Baja 0,06% C Celup dingin dan distemper 1300°F 0,19 179,000
Tembaga Dilunakkan 0,54 46,400
Kuningan 70/30 Dilunakkan 0,49 130,000
Data elongation, e dan reduction in area, q menandakan bahwa deformasi spesimen
yang diuji tarik tidak hanya terjadi pada arah memanjang, melainkan juga pada arah lebar
dan tebal. Hal ini berarti dari pengujian tarik, dengan sedikit modifikasi dapat dilakukan
pengukuran harga r. Plastic strain ratio, r diukur dan dihitung pada daerah antara σys dan
σuts. Harga r yang dinyatakan dalam persamaan (6), jika dilakukan pengukuran regangan
dalam arah tebal sevara langsung akan memberikan kesalahan yang besar, dan akan lebih
teliti jika regangan dalam arah tebal dihitung dari perubahan bentuk pada arah panjang dan
lebar dengan prinsip volume konstan, dengan demikian dapat dituliskan:
εt = ln (lo wo / li wi)
sehingga:
13
ABRIANTO AKUAN
r = εw / εt = ln (wi / wo) / ln (lo wo / li wi)....................................................... (11)
untuk menghitung harga anisotropu rata-rata, r maka pengukurannya dilakukan pada
spesimen dengan arah 0o, 45o, dan 90o terhadap arah pengerolan (gambar. 12):
rm = (r0 + 2r45 + r90) / 4
dan harga anisotropi planar dinyatakan dengan:
Δ r = (r0 - 2r45 + r90) / 2
Prosedur untuk mengukur dan menghitung harga r lembaran baja dapat dilakukan dengan
menggunakan standar ASTM E.517-74.
Gambar. 12 Orientasi spesimen untuk menentukan harga r.
3.2 Pengujian Secara Simulasi
Pengujian mampu bentuk lembaran logam, selain dilakukan melalui pengujian
secara non simulasi, dapat pula melalui pengujian secara simulasi yang dilakukan dengan
pendekatan terhadap kondisi proses dimana hasilnya akan lebih memberikan gambaran
mengenai mampu bentuk material.
Berbagai macam pengujian secara simulasi, dimaksudkan untuk mendapatkan
koreksi atau gambaran antara kenyataan proses press forming dengan pengujian simulasi
tersebut. Oleh karena itu banyak dikembangkan metoda uji yang diharapkan dapat
mengungkapkan secara cepat sifat mampu bentuk dalam proses-proses press forming
tersebut.
ABRIANTO AKUAN
Kemampuan pelat atau lenbaran untuk menerima deformasi dalam proses
(bendability) dapat diuji dengan
menjadi ukuran adalah radius bengkokan minimal yang mampu diterima oleh pelat tanpa
retak.
Gambar
Proses stretching disimulasikan dengan pengujian yang dikembangkan oleh Olsen
dan Erichsen seperti yang ditunjukkan pada gambar
bagian tepinya sehingga bagian tersebut tidak bergerak. Yang menjadi ukuran
adalah tingginya atau dalamnya proses
Pengujian stretching menurut Erichsen ini disebut
distandarkan ASTM E.643-78 atau JIS Z.2247
Kemampuan pelat atau lenbaran untuk menerima deformasi dalam proses
) dapat diuji dengan bend test, yang ditunjukkan pada gambar
menjadi ukuran adalah radius bengkokan minimal yang mampu diterima oleh pelat tanpa
Gambar. 13 Skema pengujian bending (fold test).
disimulasikan dengan pengujian yang dikembangkan oleh Olsen
i yang ditunjukkan pada gambar. 14. Pelat atau lembaran dijepit pada
bagian tepinya sehingga bagian tersebut tidak bergerak. Yang menjadi ukuran
atau dalamnya proses stretching tersebut tanpa adanya cacat sobek.
menurut Erichsen ini disebut Erichsen cupping test
78 atau JIS Z.2247-77
Gambar. 14 Erichsen cupping test.
14
Kemampuan pelat atau lenbaran untuk menerima deformasi dalam proses bending
ditunjukkan pada gambar. 13, yang
menjadi ukuran adalah radius bengkokan minimal yang mampu diterima oleh pelat tanpa
disimulasikan dengan pengujian yang dikembangkan oleh Olsen
14. Pelat atau lembaran dijepit pada
bagian tepinya sehingga bagian tersebut tidak bergerak. Yang menjadi ukuran strechability
tersebut tanpa adanya cacat sobek.
Erichsen cupping test, dan telah
ABRIANTO AKUAN
Uji simulasi untuk proses
pengujian wedge drawing test
yang skemanya terlihat pada gambar
cup drawing test (gambar. 16).
Pada simulasi Swift test
proses deep drawing murni, dan pada
bagian dari permukaan bola, yang berarti gabungan antara
Yang menjadi ukuran deep drawability
Swift test menggunakan blank
ukuran diameter blank, do. Ukuran yang dipakai utnuk menyatakan
diameter benda uji maksimal sebelum terjadinya retakan.
Uji simulasi untuk proses deep drawing telah dikembangkan oleh Sachs dalam
wedge drawing test dan yang lebih sering dipakai adalah Swift cup drawing test
skemanya terlihat pada gambar. 15. Metoda lainnya yang juga populer adalah
16).
Gambar. 15 Swift cup drawing test.
Gambar. 16 Fukui cup drawing test.
Swift test, menggunakan punch yang ujungnya datar yang berarti
murni, dan pada Fukui test dipakai punch yang ujungnya merupakan
bagian dari permukaan bola, yang berarti gabungan antara deep drawing
deep drawability dalam Swift test adalah LDR. Hal ini berarti bahwa
blank dengan berbagai diameter. Dalam Fukui test
. Ukuran yang dipakai utnuk menyatakan deep drawability
diameter benda uji maksimal sebelum terjadinya retakan.
15
telah dikembangkan oleh Sachs dalam
Swift cup drawing test
15. Metoda lainnya yang juga populer adalah Fukui
yang ujungnya datar yang berarti
yang ujungnya merupakan
deep drawing dan stretching.
adalah LDR. Hal ini berarti bahwa
Fukui test dipakai satu
deep drawability adalah
16
ABRIANTO AKUAN
Dengan uji simulasi tersebut diatas dapat dengan cepat dihasilkan data sifat mampu
bentuk, tetapi seringkali tidak memiliki korelasi yang baik dengan kenyataan press forming
di industri. Hal ini disebabkan oleh perbedaan dalam kondisi gesekannya atau perbedaan
dalam perbandingan tebal pelat atau lembaran dengan ukuran benda kerja. Tabel. 2
ditunjukkan perbandingan dari masing-masing pengujian tersebut diatas.
Tabel. 2 Konfigurasi dan karakteristik dari tipe pengujian simulasi mampu bentuk
lembaran logam.
4 Kriteria Luluh
Kriteria luluh adalah suatu kriteria yang menjadi batasan kaoan suatu material akan
mengalami luluh atau deformasi plastis. Kriteria ini pada dasarnya merupakan hubungan
empiris dan harus konsisten dengan sejumlah observasi eksperimen.
4.1 Kriteria Luluh Tresca
Kriteria ini disebut juga kriteria luluh tegangan geser maksimum, yaitu bahwa
material akan berdeformasi plastis jika tegangan geser maksimum yang bekerja melampaui
kekuatan geser materialnya. Atas dasar analisa tegangan dari Mohr, benda yang dikenal
tegangan normal: σ1, σ2, σ3, maka τmaks yang terjadi dinyatakan sebagai berikut:
τmaks = (σ1 – σ3) / 2 ........................................... (12)
17
ABRIANTO AKUAN
4.2 Kriteria Luluh Von Misses
Kriteria ini disebut juga kriteria luluh energi distorsi maksimun, yaitu bahwa material
akan berdeformasi plastis jika energi distorsi maksimum akibat pembebanan mencapai
harga kritisnya. Von Misses menganggap bahwa suatu material mempunyai batas tertentu
didalam menyerap energi distorsi.
Dalam sistem tarik murni, kriteria luluh Von Misses dapat ditulis sebagai berikut:
2σo2 = (σx – σy)
2 + (σy – σz)2 + (σz – σx)
2 + 6(τxy2 + τyz
2 + τzx2)
Atau dalam bentuk tegangan utama:
2σo2 = (σ1 – σ2)2 + (σ2 – σ3)2 + (σ3 – σ1)2 ........................................... (13)
4.3 Kriteria Luluh Hill
Kriteria luluh ini dinyatakan dengan persamaan:
2 f(σij) = F(σx – σy)2 + G(σy – σz)
2 + H(σz – σx)2 + 2L τyz
2 + 2M τzx2 + 2N τxy
2 = 1
........................................... (14)
Dimana: F, G, H, L, M dan N adalah konstanta yang mengkarakteristik sifat anisotropy atau
disebut juga konstanta Hill. Dari persamaan tersebut diatas, jika F=G=H=1 dan L=M=N=3F,
maka persamaan tersebut diatas menjadi persamaan krieria luluh Von Misses.
Jika dari pegujian tarik, luluh pada arah-X: σx = x (x adalah tegangan luluh dalam
arah-X), σy = σz = τij = 0, maka persamaan (14) diatas menjadi:
(G + H) x2 = 1 atau x2 = 1 / G+H begitu pula pada arah Y dan Z
y2 = 1 / H+F
x2 = 1 / F+G ........................................... (15)
secara simultan penyelasaiannya adalah:
2F = 1 / y2 + 1 / z2 – 1 / x2
2G = 1 / x2 + 1 / z2 – 1 / y2
2F = 1 / x2 + 1 / y2 – 1 / z2 ........................................... (16)
Dari aturan aliran secara umum:
dεij = ∂f / ∂σij . dλ ........................................... (17)
dεij = dλ ∂f(σij) / ∂σij . ........................................... (18)
18
ABRIANTO AKUAN
dimana: ∂f(σij) adalah fungsi luluh.
Differensiasi persamaan (14) menghasilkan aturan aliran (flow rule) sebagai berikut:
dεx = dλ [ H (σx – σy) + G (σx – σz) ]
dεy = dλ [ F (σy – σz) + H (σy – σx) ]
dεz = dλ [ F (σz – σy) + G (σz – σx) ]
dεyz = dεzy = dλ L τyz
dεzx = dεxz = dλ M τyz
dεxy = dεyx = dλ N τyz ........................................... (19)
(persamaan ini berlaku hubungan volume konstan):
dεx + dεy + dεz = 0
Dalam menurunkan aturan aliran untuk regangan geser: dεyz, dεzx, dεxy, kriteria luluh dalam
persamaan (14) harus ditulis ulang sehingga tegangan geser:
L (τyz2 + τzy
2) + M (τzx2 + τxz
2) + N (τxy2 + τyx
2)
Differensial parsial menghasilkan:
dεyz = 2 dλ L τyz dan dεzy = 0, dan seterusnya.
Dengan menganggap pengujian tarik arah-X: σx = x, σy = σz = 0 dan mensubstitusikan dalam
persamaan (19), memberikan hasil regangan:
dεx = dλ (H+G) x
dεy = dλ (H) x
dεz = dλ (G) x
Maka perbandingan regangan plastis dari pengujian tarik arah-X, didefinisikan: r =
r0 = dεy / dεz
maka:
r = H / G ........................................... (20)
dengan cara yang sama, dengan mendefinisikan p = r90 sebagai perbandingan regangan
plastis dari pengujian tarik arah-Y adalah: p = dεx / dεz dan tegangan luluh arah-Y adalah : σy
= y serta σx = σz = 0, persamaan (19) menghasilkan:
p = H / F ........................................... (21)
19
ABRIANTO AKUAN
dari persamaan (20) dan (21) tersebut, maka dapat memprediksikan tegangan luluh arah-Z
dengan menyesuaikan persamaan (15):
Z2 = 1 / F + G dan x2 = 1 / G + H sehingga:
Z2 / x2 = G + H / F + G = (1/r) + 1 / (1/r) + (1/p) atau
Z = x [ p(1+r) / (p+r) ]½
Z = y [ r(1+p) / (p+r) ]½ ........................................... (22)
Dari persamaan tersebut pula dapat diketahui:
α = σy / σx = [ ½ (1+r) ] ½ (dalam kondisi isotrop planar)
Untuk kondisi pembebanan dalam sumbu-sumbu 1, 2, 3 sebagai sumbu tegangan
utama, maka kriteria luluh anisotropi Hill dapat ditulis sebagai persamaan dengan : τyz = τzx
= τxy = 0 dalam persamaan (14) dan substitusi 1 = (G+H) x2 dari persamaan (15) serta
membagi dengan G sehingga:
(F/G) (σ2 – σ3)2 + (G/G) (σ3 – σ1)2 + (H/G) (σ1 – σ2)2 = [(G/G) + (H/G) ] x2
Kemudian substitusi: r = H/G dan p/r = F/G serta mengalihkan dengan p, maka:
r (σ2 – σ3)2 + p (σ3 – σ1)2 + rp (σ1 – σ2)2 = p (1/r) x2 ........................................... (23)
Demikian pula, aturan aliran persamaan (2-19) dapat disederhanakan:
dε1 : dε2 : dε3 = r (σ1 – σ2) + (σ1 – σ3) : (r/p) (σ2 – σ3) + (σ2 – σ1) : (r/p) (σ3 – σ2) + (σ3 – σ1)
........................................... (24)
Pada kondisi pembebanan dimana sumbu 3 adalah sumbu utama (τyz = τzx = 0), sumbu 1
dan 2 sebagai sumbu tegangan utama lainnya sehingga τxy = 0 atau kondisi isotrop planar:
F=G, L=M, r=p sehingga persamaan (23) dan (24) menghasilkan:
(σ2 – σ3)2 +(σ3 – σ1)2 + r (σ1 – σ2)2 = (1/r) x2 ........................................... (25)
dan ;
dε1 : dε2 : dε3 = (1+r) σ1 – rσ2 – σ3 : (1+r) σ2 – σ1 – σ3) : 2σ3 – σ1 – σ2 …......... (26)
Persamaan kriteria luluh dapat disederhanakan lagi untuk kondisi pembebanan tegangan
bidang (σ3 = 0), yaitu:
σ12 + σ2
2 – 2r / (1+r) σ1 σ2 = x2 ........................................... (27)
atau:
σ12 + x2 = / (1+α2 - 2αr / 1+r)-1 ........................................... (28)
20
ABRIANTO AKUAN
dimana, α adalah rasio tegangan, α = σ2 / σ1.
Persamaan (27) diatas dapat diplot sebagai bentuk ellips dengan sumbu mayor dan sumbu
minor yang tergantung pada nilai r (jika bahan isotrop, r = 1 maka ellips yang dihasilkan
merupakan ellips Von Misses (gambar. 8).
Kriteria luluh Hill memperhitungkan derajat anisotrop tertentu, sedangkan dua jenis
kriteria lainnya yaitu Tresca dan Von Misses memperkirakan bahwa bahan bersifat isotrop,
sehingga kriteria luluh Hill akan memberikan hasil perhitungan yang lebih memuaskan.