diagnosa dan managemen tetanus

5
Diagnosis Tetanus Diagnosis tetanus dilakukan secara klinis, tidak ada tes laboratorium. Menurut WHO, definisi tetanus pada orang dewasa harus ada paling tidak 1 dari tanda-tanda berikut : trismus (ketidakmampuan untuk membuka mulut) atau risus sardonicus (spasme secara terus menerus pada otot wajah), atau adanya kontraksi otot yang menyakitkan. Namun definisi tetanus ini memerlukan adanya riwayat cedera atau luka, tetanus juga dapat terjadi pada pasien yang tidak ingat pernah mengalami cedera atau luka. 1 Setelah penegakan diagnosis tetanus, baru dapat ditentukan derajat penyakitnya. Dalam hal ini yang digunakan adalah klasifikasi menurut Albleet’s karena sering digunakan. Derajat penyakit tetanus menurut modifikasi dari klasifikasi Albleet’s : 1. Grade 1 (ringan) Trismus ringan sampai sedang, spasmisitas umum, tidak ada penyulit pernapasan, tidak ada spasme, sedikit atau tidak ada disfagia. 2. Grade 2 (sedang) Trismus sedang, rigiditas lebih jelas, spasme ringan atau sedang namun singkat, penyulit pernapasan sedang dengan takipneu. 3. Grade 3 (berat) Trismus berat, spastisitas umum, spasme spontan yang lama dan sering, serangan apneu, disfagia berat, spasme memanjang spontan yang sering dan terjadi refleks,

Upload: evan-luke-aditya

Post on 09-Nov-2015

21 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Diagnosa dan Managemen Tetanus

TRANSCRIPT

Diagnosis TetanusDiagnosis tetanus dilakukan secara klinis, tidak ada tes laboratorium. Menurut WHO, definisi tetanus pada orang dewasa harus ada paling tidak 1 dari tanda-tanda berikut : trismus (ketidakmampuan untuk membuka mulut) atau risus sardonicus (spasme secara terus menerus pada otot wajah), atau adanya kontraksi otot yang menyakitkan. Namun definisi tetanus ini memerlukan adanya riwayat cedera atau luka, tetanus juga dapat terjadi pada pasien yang tidak ingat pernah mengalami cedera atau luka.1Setelah penegakan diagnosis tetanus, baru dapat ditentukan derajat penyakitnya. Dalam hal ini yang digunakan adalah klasifikasi menurut Albleets karena sering digunakan. Derajat penyakit tetanus menurut modifikasi dari klasifikasi Albleets :1. Grade 1 (ringan)Trismus ringan sampai sedang, spasmisitas umum, tidak ada penyulit pernapasan, tidak ada spasme, sedikit atau tidak ada disfagia.2. Grade 2 (sedang)Trismus sedang, rigiditas lebih jelas, spasme ringan atau sedang namun singkat, penyulit pernapasan sedang dengan takipneu.3. Grade 3 (berat)Trismus berat, spastisitas umum, spasme spontan yang lama dan sering, serangan apneu, disfagia berat, spasme memanjang spontan yang sering dan terjadi refleks, penyulit pernapasan disertai dengan takipneu, takikardi, aktivitas sistem saraf otonom sedang yang terus meningkat.4. Grade 4 (sangat berat)Gejala pada grade 3 ditambah gangguan otonom yang berat, sering kali menyebabkan autonomic storm.2

Pengobatan TetanusSecara umum : bila memungkinkan pisahkan ruang perawatan untuk pasien tetanus. Ruangan juga harus di desain agar terlindung dari rangsang taktil dan suara sebisa mungkin. Setiap luka harus dibersihkan dan dilakukan debridement yang adekuat.1

Imunoterapi : bila ada berikan human tetanus imunoglobulin (TIG) 500 unit secara intramuskular atau intravena secepatnya, sebagai tambahan berikan TT berisi vaksin yang sesuai dengan usia, 0.5 cc secara intramuskular di tempat yang berbeda. [Perlu diingat bahwa tetanus tidak menginduksi imunitas, pasien tanpa riwayat vaksinasi TT primer harus mendapatkan dosis ke-2 1-2 bulan setelah dosis pertama dan dosis ke-3 6-12 bulan berikutnya.]

Antibiotik : Metronidazole menjadi obat pilihan utama. Dosisnya 500 mg setiap 6 jam secara IV atau peroral. Lalu penisilin G (100.000-200.000 IU/kg/hari IV, diberikan dalam 2-4 dosis terpisah). Tetrasiklin, makrolid, klindamisin, sepalosporin, kloramfenikol juga efektif terhadap tetanus.

Kontrol spasme : obat pilihan utamanya adalah benzodiazepin. Untuk dewasa, diazepam IV dapat diberikan dengan penambahan dosis sampai 5 mg, atau lorazepam sampai 2 mg. Dosis dititrasi sampai mencapai kontrol spasme tanpa menyebabkan efek sedasi dan hipoventilasi yang berlebih. Dosis besar mungkin diperlukan (dosis sampai dengan 600 mg/hari). Pemberian obat secara oral dapat dilakukan hanya saja memerlukan monitoring secara lebih ketat untuk menghindari depresi pernapasan atau gagal pernapasan.Magnesium sulfat dapat digunakan tunggal atau dikombinasi dengan benzodiazepin untuk mengontrol spasme dan disfungsi otonom. Dosis awalnya 5 gr (atau 75 mg/kg) IV, lalu 2-3 gr setiap jam sampai spasme dapat terkontrol. Untuk mencegah overdosis, monitor refleks patella. Bila terjadi arefleksia dosis harus dikurangi. Arefleksia pada refleks patella ini terjadi bila dosis yang diberikan telah melebihi interval dosis aman (4 mmol/L).Selain itu untuk mengontrol spasme dapat juga menggunakan baclofen, dantrolen (1-2 mg/kg IV atau peroral setiap 4 jam), barbiturat (terutama short-acting dengan dosis 100-150 mg setiap 1-4 jam), dan chlorpromazine (50-150 mg IM setiap 4-8 jam).1Toksin botulinum masih dalam penelitian lebih lanjut sebagai pengontrol spasme terutama trismus dengan cara injeksi ke dalam masseter dan m. temporalis. Pemberian dini toksin botulinum dapat mengurangi resiko aspirasi pulmonal, tergigitnya lidah, anoreksia, dan caries dentis.3

Kontrol Disfungsi Otonom : magnesium sulfat atau morfin. Beta-bloker seperti propanolol sudah tidak digunakan lagi karena menyebabkan hipotensi dan kematian mendadak. Golongan beta-bloker yang masih relatif aman digunakan adalah esmalol.

Kontrol jalur pernapasan / pernapasan : obat yang digunakan untuk mengontrol spasme dan yang mempunyai efek sedasi dapat menyebabkan depresi saluran pernapasan. Bila ventilasi mekanik tersedia, tidak terlalu menjadi masalah. Bila tidak tersedia, pasien harus dimonitor secara ketat dan dosis pengobatan harus diukur untuk dapat mengontrol spasme dan disfungsi otonom selagi menghindari gagal pernapasan. Jika spasme (termasuk spasme laring) sampai menggangu ventilasi, ventilasi mekanik diberikan bila memungkinkan. Trakheostomi dini dapat menginduksi spasme dan gagal pernapasan.

Supportif : Cairan dan nutrisi yang adekuat harus diberikan karena spasme tetanus menyebabkan peningkatan metabolisme dan katabolisme. Pemberian nutrisi yang adekuat meningkatkan survival rate tetanus.1

Tindakan supportif dan inisiasi pengobatan secara cepat setelah diagnosis mempengaruhi outcome dari pasien tetanus menjadi lebih baik.4