determinan perilaku 5r (ringkas, rapi, resik,...
TRANSCRIPT
DETERMINAN PERILAKU 5R (RINGKAS, RAPI, RESIK, RAWAT,
RAJIN) PADA PERAWAT KELAS III DI RSUD PASAR REBO JAKARTA
TAHUN 2017
SKRIPSI
Disusun Oleh:
NOVA ELYANTI
1112101000060
PEMINATAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H/2017 M
i
1 LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang akan diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan (FKIK) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau
merupakan jiplakan dari hasil karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK)
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, Juli 2017
Nova Elyanti
ii
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Judul Skripsi
DETERMINAN PERILAKU 5R (RINGKAS, RAPI, RESIK, RAWAT,
RAJIN) PADA PERAWAT KELAS III DI RSUD PASAR REBO JAKARTA
TAHUN 2017
Telah disetujui, diperiksa, dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi
Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, Agustus 2017
Oleh :
Nova Elyanti
1112101000060
Mengetahui,
Pembimbing I, Pembimbing II,
Yuli Amran, S.KM, M.KM Meilani M. Anwar, M.T
NIP. 19800506 200801 2 015
iii
2 PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Jakarta, Agustus 2017
Penguji I,
Baequni, S.KM, M.Kes
NIP. 19680911 200312 1 001
Penguji II,
Dr. Iting Shofwati, S.T., M.KKK
NIP. 19760808 200604 2 001
Penguji III,
Rullyenzy Rasyid, M.KKK
iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
IDENTITAS PERSONAL
Nama : Nova Elyanti
Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta/15 November 1994
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jalan Belimbing No. 68 RT. 011 RW. 001
Kelurahan Jagakarsa Kecamatan Jagakarsa Jakarta
Selatan, 12620
Nomor HP : +62 856-4323-3228
Email : [email protected]/[email protected]
m
RIWAYAT PENDIDIKAN
2000-2006 : SD Negeri Jagakarsa 02 Pagi
Jagakarsa, Jakarta Selatan
2006-2009 : SMP Negeri 98 Jakarta
Lenteng Agung, Jakarta Selatan
2009-2012 : SMA Sumbangsih
Ampera, Jakarta Selatan
2012-Sekarang : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan,
Program Studi Kesehatan Masyarakat, Peminatan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Tangerang Selatan, Banten
PENGALAMAN ORGANISASI
2014-2015 : Staff Public Relation, Forum Studi Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (FSK3) UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
2015-2016 : Vice General Manager HRD, Forum Studi
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (FSK3) UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
v
PENGALAMAN PELATIHAN DAN PENELITIAN
2013 : Peserta Seminar Profesi Epidemiologi “Ribuan
Anak Terancam HIV-AIDS, Let’s Prevent Mother to
Child Transmission!”
2014 : Peserta Workshop “Safety in The Process
Industries”
2014 : Peserta Training SMK3 Based on OHSAS 18001 &
PP No. 50 Tahun 2012”
2014 : Peserta Seminar Profesi Gizi Kesehatan Masyarakat
“Have Your Perfect Weight with a Proper Diet”
2014 : Peserta Seminar Profesi Kesehatan Lingkungan
“Climate Change and Mosquitos–An Inconvenient
Truth”
2014 : Peserta Seminar Pengembangan Profesi
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
“Optimalisasi Pemenuhan Regulasi Prasarana
Perlintasan Kereta Api Demi Stabilitas Transportasi
Nasional”
2014 : Peserta Seminar Profesi Kesehatan Masyarakat
Peminatan Epidemiologi: Menstrual and Pre-
Menstrual Syndrome “Protect, Care and Attend
Your (Pretty) Miss V”
2014 : Peserta Workshop “Ergonomics in The Work Place”
2105 : Peserta Workshop “Management of Fire Safety”
2015 : Peserta Workshop “Risk Assessment in The Work
Place”
2015 : Peserta Pelatihan Keselamatan Konstruksi (Lifting
Crane)
2015 : Peserta Seminar Profesi Kesehatan Lingkungan
“Combat The Neglected Tropical Disease Towards
a Filariasis-Free Country by 2020”
2015 : Peserta Seminar Profesi Gizi Kesehatan Masyarakat
“Are You Selected Eater? Be Careful To Obesity!”
2015 : Peserta Seminar Profesi Manajemen Pelayanan
Kesehatan “Bagaimana Potret Kesehatan Ibu dan
Anak di Era JKN?”
2015 : Panitia Seminar Profesi Keselamatan dan Kesehatan
Kerja “Peduli Keselamatan Berkendara: Aku dan
Ojek Online Tertib Berlalu Lintas
2015 : Peneliti Seminar Profesi Keselamatan dan
Kesehatan Kerja “Peduli Keselamatan Berkendara:
Aku dan Ojek Online Tertib Berlalu Lintas
vi
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Alhamdulillah, karena
atas berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan
skripsi ini dengan judul “Determinan Perilaku 5R (Ringkas, Rapi, Resik, Rawat,
Rajin) pada Perawat Kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2017”.
Shalawat beserta salam yang teriring doa semoga selalu tercurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW yang senantiasa atas izin Allah SWT mengajarkan umatnya
untuk terus memperoleh ilmu pengetahuan.
Skripsi ini merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi dalam
proses memperoleh gelar sarjana. Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis
memperoleh banyak dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada :
1. Allah SWT atas segala nikmat serta kasih sayang yang telah diberikan-Nya
2. Keluarga saya, yaitu Ibu tercinta, Alm. Bapak tercinta, dan Mba Anti tercinta
(termasuk Rasyid), karena atas doa dan dukungan yang tidak pernah berhenti
sehingga penulis mampu memperoleh dan menjalani pendidikan hingga saat
ini di jenjang universitas.
3. Bapak Prof. DR. H. Arif Sumantri, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4. Ibu Fajar Ariyanti, S.K.M, M.Kes, Ph.D selaku ketua program studi
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
5. Ibu Yuli Amran, S.KM, M.KM dan Ibu Meilani M. Anwar, M.T., selaku
dosen pembimbing yang telah memberikan ilmu, saran, serta arahan kepada
saya dalam menyelesaikan skripsi ini.
vii
6. Ibu DR. Iting Shofwati, S.T, M.KKK selaku dosen peminatan Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (K3) yang senantiasa memberikan arahan dan motivasi
terhadap pelaksanaan dan penyelesaian skripsi ini
7. Ibu Grace, Ibu Wieke, Ibu Eri, Ibu Ros, dan seluruh perawat kelas III yang
telah membantu penulis dalam melaksanakan penelitian di RSUD Pasar Rebo
Jakarta.
8. Terima kasih kepada Devina, Ika, Rahfita, Sekar yang telah membantu
penulis dalam melakukan penelitian
9. Sahabat-sahabat saya, ‘Telepong’ ‘Sistah’ ‘Budegs’ ‘Cewe Terkeceh’ yang
selalu memberikan dukungan dan semangat dalam menyelesaikan laporan ini.
10. Dia yang senantiasa memberikan semangat dan motivasi selama skripsi ini
berlangsung.
11. Katiguys dan Teman-Teman Seperjuangan Kesehatan Masyarakat 2012 UIN
Jakarta yang tidak dapat disebutkan satu persatu oleh penulis.
Demikian yang dapat penulis sampaikan, dengan doa dan harapan bahwa
segala kebaikan yang mereka berikan dapat bermanfaat bagi penulis. Penulis
menyadari bahwa di dalam penulisan skripsi ini masih terdapat berbagai
kekurangan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
kritik dan saran yang membangun agar kelak dapat menjadi lebih baik. Semoga
skripsi ini dapat memberikan manfaat dalam perkembangan ilmu Kesehatan dan
Keselamatan Kerja dan bermanfaat bagi seluruh pembacanya, Aamiin. Terima
kasih.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Jakarta, Agustus 2017
Nova Elyanti
viii
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Skripsi, Agustus 2017
Nova Elyanti, NIM : 1112101000060
Determinan Perilaku 5R (Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, Rajin) pada Perawat
Kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2017
(xviii + 127 halaman, 17 tabel, 3 gambar, 6 lampiran )
3 ABSTRAK
Program 5R pada perawat penting untuk dilaksanakan agar menciptakan
lingkungan kerja yang aman dan nyaman, sehingga dapat meminimalisir
menurunnya tingkat performa kerja, menurunnya produktivitas kerja, kurangnya
akurasi dalam bekerja, pemborosan waktu, meningkatnya kecelakaan kerja, dan
timbulnya kelelahan kerja lebih cepat. Namun, dalam hasil studi pendahuluan
yang dilakukan pada 20 perawat kelas III sebesar 55% perawat memiliki perilaku
5R yang tidak baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui determinan
perilaku 5R pada perawat kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2017.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain studi cross
sectional. Sampel penelitian ini adalah seluruh perawat rawat inap kelas III di
RSUD Pasar Rebo Jakarta yang berjumlah 126 orang. Pengumpulan data
dilakukan dengan cara observasi dan penyebaran kuesioner. Analisis bivariat
dilakukan dengan uji chi-square dan mann-withney, serta analisis multivariat
menggunakan uji regresi logistik berganda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar perawat memiliki
perilaku 5R tidak baik (52,4%). Determinan perilaku yang tidak berhubungan
dengan perilaku 5R adalah tingkat pendidikan, pengetahuan, sikap, motivasi,
ketersediaan fasilitas, reward, punishment, dan pengawasan. Sedangkan
determinan perilaku yang berhubungan dengan perilaku 5R adalah usia (p value =
0,001), masa kerja (p value = 0,002), dan jenis kelamin (p value = 0,007).
Saran yang diberikan kepada pihak rumah sakit adalah dengan
memberikan edukasi atau pelatihan pada seluruh perawat di rumah sakit terutama
bagi perawat dengan usia di bawah rata-rata usia perawat di rumah sakit, perawat
baru atau perawat dengan masa kerja dibawah rata-rata masa kerja perawat di
rumah sakit, dan pada perawat dengan jenis kelamin perempuan.
Kata kunci : 5R, Perilaku 5R, Perawat
Daftar Bacaan : 87 (1966-2015)
ix
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
PROGRAM STUDY OF PUBLIC HEALTH
OCCUPATIONAL SAFETY AND HEALTH DEPARTEMENT
Undergraduate Thesis, August 2017
Nova Elyanti, NIM : 1112101000060
Determinant of 5R (Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, Rajin) Among Nurses at Class
III in RSUD Pasar Rebo Jakarta 2017
(xviii + 178 pages, 17 tables, 3 images, 6 attachements)
4 ABSTRACT
The 5R program on nurses is important to implement in order to create a
safe and comfortable working environment to minimize the decreasing of work
performance, decreasing work productivity, lack of accuracy in work, time
wastage, increasing work accident, and arising fatigue work faster. However, in
the preliminary study conducted on 20 third grade nurses, there were 55% nurses
have bad 5R behavior. This study aims to determine the determinants of 5R
behavior in third class nurses at Pasar Rebo Hospital Jakarta in 2017.
This study was a quantitative research with cross sectional study design.
The sample of this research is all nurses of class III inpatient room at RSUD
PasarRebo Jakarta which is 126 people. Data collection was done by observation
and distribution of questionnaires. Bivariate analysis was performed by chi-
square test and mann-withney, and multivariate analysis with double regression
logistics test.
The results showed that most nurses had not good 5R behavior (52.4%).
Determinants of behaviors that are not related to 5R behavior are educational
level, knowledge, attitude, motivation, availability of facilities, rewards,
punishment and supervision. While the determinants of behavior associated with
5R behavior are age (p value = 0.001), length of work (p value = 0.002), and
gender (p value = 0.007).
Suggestion for the management hospital is to provide education or
training to all nurses in the hospital, especially for nurses below the average age
of nurses in hospitals, new or underemployed nurses below the average length of
employment of nurses in hospitals, and nurses with female sex.
.
Keyword : 5R, 5R behavior, nurses
References : 87 (1966-2015)
x
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ..................................................................................... i
PERNYATAAN PERSETUJUAN ......................................................................... ii
PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI ................................................................... iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................................... iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................... vi
ABSTRAK ........................................................................................................... viii
ABSTRACT ............................................................................................................. ix
DAFTAR ISI ........................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ................................................................................................. xv
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xvii
DAFTAR ISTILAH ........................................................................................... xviii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................ 7
C. Pertanyaan Penelitian .......................................................................... 8
D. Tujuan Penelitian ................................................................................. 9
1. Tujuan Umum ................................................................................ 9
2. Tujuan Khusus ............................................................................... 9
E. Manfaat Penelitian ............................................................................. 10
1. Bagi Rumah Sakit ........................................................................ 10
2. Bagi Pekerja ................................................................................. 10
3. Bagi Peneliti Selanjutnya............................................................. 10
F. Ruang Lingkup .................................................................................. 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 12
A. Konsep 5R Pada Keselamatan Kerja ................................................. 12
B. Pengertian 5R .................................................................................... 12
1. Ringkas (Seiri) ............................................................................. 16
2. Rapi (Seiton) ................................................................................ 17
3. Resik (Seiso) ................................................................................ 19
4. Rawat (Seiketsu) .......................................................................... 20
xi
5. Rajin (Shitsuke)............................................................................ 21
C. Penerapan 5R ..................................................................................... 23
D. Perilaku .............................................................................................. 27
1. Definisi Perilaku .......................................................................... 27
2. Determinan Perilaku .................................................................... 28
E. Teori Perilaku .................................................................................... 30
F. Faktor-Faktor Perilaku 5R ................................................................. 31
1. Faktor-Faktor Predisposisi ........................................................... 32
a. Usia ........................................................................................ 32
b. Masa Kerja ............................................................................. 33
c. Tingkat Pendidikan ................................................................ 33
d. Jenis Kelamin ........................................................................ 34
e. Pengetahuan ........................................................................... 35
f. Sikap ...................................................................................... 35
g. Motivasi ................................................................................. 36
2. Faktor-Faktor Pendukung ............................................................ 36
a. Ketersediaan Fasilitas ............................................................ 36
b. Kemampuan Sumber Daya .................................................... 37
3. Faktor-Faktor Penguat ................................................................. 38
a. Reward and Punishment ........................................................ 38
b. Pengawasan ........................................................................... 38
c. Pelatihan ................................................................................ 39
d. Peraturan dan Prosedur .......................................................... 40
G. Perawat .............................................................................................. 40
H. Uji Beda Proporsi (Uji Chi-Square) .................................................. 42
I. Kerangka Teori .................................................................................. 44
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN
HIPOTESIS PENELITIAN .................................................................................. 45
A. Kerangka Konsep .............................................................................. 45
B. Definisi Operasional .......................................................................... 47
C. Hipotesis Penelitian ........................................................................... 50
BAB IV METODE PENELITIAN ....................................................................... 51
A. Desain Penelitian ............................................................................... 51
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................. 51
xii
C. Populasi dan Sampel .......................................................................... 51
D. Metode Pengumpulan Data ............................................................... 53
E. Instrumen Pengumpulan Data ........................................................... 54
F. Uji Validitas dan Reliabilitas ............................................................. 59
1. Uji Validitas ................................................................................. 59
2. Uji Reliabilitas ............................................................................. 60
G. Manajemen Data ................................................................................ 61
H. Analisis Data...................................................................................... 62
BAB V HASIL ..................................................................................................... 65
A. Gambaran Umum RSUD Pasar Rebo Jakarta ................................... 65
B. Analisis Univariat .............................................................................. 67
1. Gambaran Perilaku 5R pada Perawat Kelas III di RSUD Pasar
Rebo Jakarta Tahun 2017 ............................................................ 67
2. Gambaran Determinan Perilaku 5R pada Perawat Kelas III di
RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2017 ....................................... 68
a. Faktor Predisposisi ................................................................ 68
b. Faktor Pendukung .................................................................. 71
c. Faktor Penguat ....................................................................... 71
C. Hasil Bivariat ..................................................................................... 73
1. Hubungan antara Faktor Predisposisi (Usia, Masa Kerja, Tingkat
Pendidikan, Jenis Kelamin, Pengetahuan, Sikap, dan Motivasi)
dengan Perilaku 5R pada Perawat Kelas III di RSUD Pasar Rebo
Jakarta Tahun 2017 ...................................................................... 73
a. Hubungan antara Usia dengan Perilaku 5R pada Perawat
Kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2017 .............. 74
b. Hubungan antara Masa Kerja dengan Perilaku 5R pada
Perawat Kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2017 74
a. Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Perilaku 5R
pada Perawat Kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun
2017 ....................................................................................... 75
b. Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Perilaku 5R pada
Perawat Kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2017 76
c. Hubungan antara Pengetahuan dengan Perilaku 5R pada
Perawat Kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2017 76
d. Hubungan antara Sikap dengan Perilaku 5R pada Perawat
Kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2017 .............. 77
xiii
e. Hubungan antara Motivasi dengan Perilaku 5R pada Perawat
Kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2017 .............. 78
2. Hubungan antara Faktor Pendukung (Ketersediaan Fasilitas)
dengan Perilaku 5R pada Perawat Kelas III di RSUD Pasar Rebo
Jakarta Tahun 2017 ...................................................................... 78
a. Hubungan antara Ketersediaan Fasilitas dengan Perilaku 5R
pada Perawat Kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun
2017 ....................................................................................... 79
3. Hubungan antara Faktor Penguat (Reward and Punishment dan
Pengawasan) dengan Perilaku 5R pada Perawat Kelas III di
RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2017 ....................................... 79
a. Hubungan antara Reward dengan Perilaku 5R pada Perawat
Kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2017 .............. 80
b. Hubungan antara Punishment dengan Perilaku 5R pada
Perawat Kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2017 81
c. Hubungan antara Pengawasan dengan Perilaku 5R pada
Perawat Kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2017 81
D. Hasil Multivariat ................................................................................ 82
1. Determinan Paling Dominan yang Berhubungan dengan Perilaku
5R pada Perawat Kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun
2017 ............................................................................................. 82
a. Seleksi Kandidat Model Analisis Multivariat ....................... 82
b. Pembuatan Model Determinan Paling Dominan yang
Berhubungan dengan Perilaku 5R ......................................... 83
BAB VI PEMBAHASAN .................................................................................... 88
A. Keterbatasan Penelitian ..................................................................... 88
B. Perilaku 5R ........................................................................................ 89
C. Determinan Perilaku 5R .................................................................... 95
1. Hubungan antara Faktor Predisposisi (Usia, Masa Kerja, Tingkat
Pendidikan, Jenis Kelamin, Pengetahuan, Sikap, dan Motivasi)
dengan Perilaku 5R pada Perawat Kelas III di RSUD Pasar Rebo
Jakarta Tahun 2017 ...................................................................... 95
a. Hubungan antara Usia dengan Perilaku 5R pada Perawat
Kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta .................................. 95
b. Hubungan antara Masa Kerja dengan Perilaku 5R pada
Perawat Kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta .................... 97
c. Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Perilaku 5R
pada Perawat Kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta ........... 99
xiv
d. Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Perilaku 5R pada
Perawat Kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta .................. 100
e. Hubungan antara Pengetahuan dengan Perilaku 5R pada
Perawat Kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta .................. 102
f. Hubungan antara Sikap dengan Perilaku 5R pada Perawat
Kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta ................................ 105
g. Hubungan antara Motivasi dengan Perilaku 5R pada Perawat
Kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta ................................ 109
2. Hubungan antara Faktor Pendukung (Ketersediaan Fasilitas)
dengan Perilaku 5R pada Perawat Kelas III di RSUD Pasar Rebo
Jakarta Tahun 2017 .................................................................... 111
a. Hubungan antara Ketersediaan Fasilitas dengan Perilaku 5R
pada Perawat Kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta ......... 111
3. Hubungan antara Faktor Penguat (Reward and Punishment dan
Pengawasan) dengan Perilaku 5R pada Perawat Kelas III di
RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2017 ..................................... 114
a. Hubungan antara Reward dengan Perilaku 5R pada Perawat
Kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta ................................ 114
b. Hubungan antara Punishment dengan Perilaku 5R pada
Perawat Kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta .................. 115
c. Hubungan antara Pengawasan dengan Perilaku 5R pada
Perawat Kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta .................. 116
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 119
A. Simpulan .......................................................................................... 119
B. Saran ................................................................................................ 120
1. Bagi RSUD Pasar Rebo ............................................................. 120
2. Bagi Perawat Kelas III di RSUD Pasar Rebo ............................ 121
3. Bagi Peneliti Selanjutnya........................................................... 121
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 122
LAMPIRAN ........................................................................................................ 128
xv
5 DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Definisi Operasional …………………..……………………... 47
Tabel 4.1 Hasil Perhitungan Sampel ……………………………………. 52
Tabel 4.2 Contoh Waktu Observasi Perilaku 5R ……………………….. 54
Tabel 4.3 Kode Variabel ………………………………………………... 61
Tabel 5.1 Distribusi Perilaku 5R pada Perawat Kelas III di RSUD Pasar
Rebo Jakarta Tahun 2017 ………………………..................... 67
Tabel 5.2 Rata-Rata pada Setiap R ……………………………………... 68
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Usia dan Masa Kerja
Perawat Kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2017… 69
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Pendidikan, Jenis
Kelamin, Pengetahuan, Sikap, Motivasi Perawat Kelas III di
RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2017 ……………................ 69
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Faktor Pendukung
(Ketersediaan Fasilitas) pada Perawat Kelas III di RSUD
Pasar Rebo Jakarta Tahun 2017 ………………………............ 71
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Faktor Penguat (Reward
and Punishment dan Pengawasan) pada Perawat Kelas III di
RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2017 ……………………… 72
Tabel 5.7 Hubungan Usia dan Masa Kerja dengan Perilaku 5R pada
Perawat Kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2017… 73
Tabel 5.8 Hubungan Tingkat Pendidikan, Jenis Kelamin, Pengetahuan,
Sikap, dan Motivasi dengan Perilaku 5R pada Perawat Kelas
III di RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2017………………… 75
Tabel 5.9 Hubungan Faktor Pendukung (Ketersediaan Fasilitas) dengan
Perilaku 5R pada Perawat Kelas III di RSUD Pasar Rebo
Jakarta Tahun 2017 …………………………………………... 79
Tabel 5.10 Hubungan Faktor Pendukung (Ketersediaan Fasilitas) dengan
Perilaku 5R pada Perawat Kelas III di RSUD Pasar Rebo
Jakarta Tahun 2017 …………………....................................... 80
Tabel 5.11 Hasil Analisis Bivariat antara Variabel Independen dan
Variabel Dependen …………………………………………... 83
Tabel 5.12 Hasil Analisis Variabel Kandidat Model Multivariat ………... 84
Tabel 5.13 Hasil Analisis Multivariat Determinan Paling Dominan antara
Usia, Masa Kerja, dan Jenis Kelamin dengan Perilaku 5R
pada Perawat Kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun
2017 ………………………………………………………….. 85
xvi
6 DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Proses Perubahan Perilaku 5R .......................................................... 16
Gambar 2.2 Kerangka Teori Perilaku 5R oleh Perawat ........................................ 44
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Perilaku 5R oleh Perawat .................................... 46
xvii
7 DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I Legalitas Penelitian
Lampiran II Kuesioner Penelitian
Lampiran III Tabel Observasi Perilaku Pelaksanaan 5R
Lampiran IV Dokumentasi Perilaku 5R pada Perawat Kelas III di RSUD
Pasar Rebo Jakarta
Lampiran V Output Analisis Data
Lampiran VI Uji Validitas dan Uji Reliabilitas
xviii
8 DAFTAR ISTILAH
5R : Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, Rajin
5S : Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu, Shitsuke
CSSD : Central Sterile Supply Departement
ISO : International Organization for Standardization
KKNI : Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia
OR : Odds Ratio
P3K : Pertolongan Pertama pada Kecelakaan
PPNI : Persatuan Perawat Nasional Indonesia
RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah
1
1. BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rumah sakit menjadi salah satu fasilitas kesehatan yang penting untuk
diperhatikan, karena rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat (UU RI,
2009). Pentingnya peran rumah sakit dalam sistem pelayanan kesehatan, maka
berbagai upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit dijadikan
prioritas utama. Hal ini diupayakan agar seluruh masyarakat mendapatkan
pelayanan kesehatan secara baik dan merata (Depkes RI, 2009).
Banyaknya berbagai pelayanan yang ada di rumah sakit, perawat adalah
profesi yang memiliki peran besar dalam memberikan pelayanan kesehatan,
karena perawat merupakan profesi yang paling dominan di rumah sakit, yaitu
sebesar 55%-65% (Agus, 2009). Hal tersebut membuat perawat berisiko lebih
tinggi terhadap bahaya kesehatan dan keselamatan yang bersumber dari
lingkungan kerja (Agus, 2009). Berdasarkan salah satu data surveilans yang
ada di RSUD Pasar Rebo, perawat memiliki persentase tertinggi pada kasus
kecelakaan tertusuk jarum, yaitu sebesar 57,7% pada tahun 2014 dan
meningkat pada tahun 2015 yaitu menjadi 60,6%.
2
Bahaya pada lingkungan kerja perawat dapat diminimalisir atau dapat
dicegah dengan pelaksanaan prosedur keselamatan dan kesehatan kerja yang
ada (Kepmenkes, 2007). Berjalannya prosedur keselamatan dan kesehatan
kerja dengan baik tergantung pada adanya keserasian beban kerja, kapasitas
kerja, dan kondisi lingkungan kerja (Depkes RI, 2006). Jika terdapat hal yang
tidak kondusif dan terjadi gangguan pada lingkungan kerja pekerja akan
berdampak buruk pada konsentrasi bekerja para perawat yang akhirnya
berpengaruh pada kinerja perawat (Nawawi, 2001).
Salah satu upaya pengendalian lingkungan kerja perawat adalah melalui
penerapan 5R (ringkas, rapi, resik, rawat, rajin), yaitu program yang diadakan
untuk menjaga keteraturan lingkungan kerja menjadi lingkungan yang
bermutu (SIEN Consultant, 2012). Program 5R pada perawat penting untuk
dilaksanakan agar menciptakan lingkungan kerja yang aman dan nyaman,
sehingga dapat meminimalisir menurunnya tingkat performa kerja,
menurunnya produktivitas kerja, kurangnya akurasi dalam bekerja,
pemborosan waktu, meningkatnya kecelakaan kerja, dan menimbulkan lebih
cepat kelelahan kerja (Royan, 2009; Wingjosoebroto, 2003).
Budaya kerja 5R adalah serangkaian kegiatan sehari-hari di tempat kerja
seperti kegiatan pemisahan barang-barang, penataan, pembersihan,
pemeliharaan, dan pembiasaan yang diperlukan untuk melaksanakan
pekerjaan menjadi lebih baik (Osada, 2004). Budaya kerja 5R akan berdampak
pada efektivitas, efisiensi, produktivitas, dan keselamatan dalam bekerja.
Selain itu budaya kerja 5R adalah salah satu cara untuk menciptakan suasana
3
kerja yang nyaman di suatu lingkungan kerja (Jahja, 2009). 5R adalah sebagai
ilmu perilaku dan merupakan metodologi penciptaan serta pemeliharaan
organisasi yang baik dan dapat menjadi indikator apakah suatu pekerjaan akan
berjalan lancar atau tidak. Jika 5R dilaksanakan dengan baik, pekerjaan akan
berjalan lancar dan jika tidak, akan mengalami kesulitan (Osada, 2004;
Michalska, 2007).
Berdasarkan data yang didapatkan dari The Reporting of Injuries,
Diseases and Dangerous Occurrences Regulations (RIDDOR) dilaporkan
35% cedera pada pekerja adalah karena terpeleset, tersandung dan jatuh dari
ketinggian kemudian Labour Force Survey memperkirakan 190 pekerja
mengalami terpeleset dan tersandung dari 100.000 pekerja dan 1,2 juta jam
kerja hilang karena tersandung dan terpeleset pada tahun 2010 dan tahun 2011
(Health and Safety Executive, Kinds of Accident, 2011). Sejumlah kasus
dilaporkan di rumah sakit, yaitu terkilir 52%, luka memar, jatuh (crushing),
lebam (bruising) 11%, terpotong, luka terbuka, tertusuk 10,8%, goresan, luka
di kulit karena tergores sesuatu 1,9% (National Safety Council, 1988).
Laporan yang dibuat oleh The National Safety Council (NSC), 41% petugas
medis mengalami absentisme yang salah satu penyebabnya adalah injury dan
angka ini lebih besar jika dibandingkan dengan sektor industri lainnya
(National Safety Council, 2014).
Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya
mendapatkan hasil diantaranya metode 5R diterapkan untuk upaya
pengendalian bahaya yang ada ditempat kerja yaitu, bahaya elektrik, bahaya
4
ergonomik, bahaya mekanik, dan bahaya fisik lain yang dapat menyebabkan
kecelakaan (Zarkhoni dkk, 2015). Penelitian lain menunjukkan setelah
dilakukan prinsip 5R di suatu perusahaan manufacturing, produktivitas
mengalami peningkatan, yaitu yang sebelumnya sebesar 2,93 meningkat
menjadi 6,35, kenaikan produktivitas sebesar 117% (Dewi dkk, 2013).
Penelitian lainnya pada perusahaan pipa menunjukkan bahwa karyawan telah
memahami 5R dengan cukup baik, penghematan area kerja sebesar 30%,
penghematan waktu pencarian barang dan semakin cepatnya identifikasi
permasalahan mesin. Namun, salah satu penerapan 5R yaitu ringkas masih
menjadi masalah di perusahaan tersebut (Pranasution, 2015).
Terdapat faktor-faktor yang mampu menghambat terciptanya budaya 5R di
tempat kerja diantaranya adalah masih buruknya perilaku pekerja dalam
penerapan 5R, kurangnya kesadaran pekerja mengenai 5R, kurangnya
kerjasama antar pekerja, kurangnya pemahaman mengenai 5R, kurangnya
pengetahuan mengenai 5R, keterbatasan fasilitas penunjang seperti peralatan
kerja, alat kebersihan, rak penyimpanan, serta faktor dukungan dari leader
produksi (Kartika, dkk, 2011). Hasil penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya, faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku penerapan 5R pada
pekerja, yaitu ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan praktik 5R
(Septaviani, 2012). Penelitian lain menunjukkan bahwa motivasi, komunikasi,
pelatihan, reward and recognition, dan peran top management memiliki
pengaruh terhadap motivasi karyawan dalam menerapkan 5R (Purwanggono,
dkk, 2014). Berdasarkan faktor-faktor tersebut, faktor perilaku merupakan
5
faktor yang dapat dilihat, selain itu dalam ilmu perilaku banyak faktor lain
yang mempengaruhi perilaku seseorang tersebut. Sehingga penelitian
dilakukan pada perilaku perawat dalam penerapan 5R untuk mengetahui
faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perawat dalam masalah penerapan
5R di tempat kerja.
Perilaku 5R pada perawat di kelas III menjadi perhatian, karena kelas III
merupakan kelas dengan jumlah perawat terbanyak dan berdasarkan hasil
observasi pada salah satu ruang perawat kelas III kurang tertata dengan rapi,
banyak tumpukkan barang-barang yang dapat membahayakan perawat.
Kurang tertatanya lingkungan kerja perawat dapat disebabkan oleh terus
meningkatnya kunjungan pasien kelas III. Pada tahun 2014 kunjungan
sebanyak 8.357 pasien dan pada tahun 2015 sebanyak 9.619 pasien, hal ini
dapat membuat perawat kurang memperhatikan lingkungan kerja, karena
banyaknya pekerjaan yang harus dilakukan.
RSUD Pasar Rebo Jakarta telah memiliki program 5R, memiliki
penananggung jawab 5R, memiliki tim 5R, serta memiliki lembar ceklis untuk
penilaian 5R. Lembar ceklis 5R yang digunakan dibuat oleh penanggung
jawab 5R dan dibuat dalam format ceklis harian yang harus diisi oleh masing-
masing ruangan. Kemudian setiap bulan dilakukan rekapitulasi penilaian.
Namun, item pada lembar ceklis 5R yang digunakan tidak dibedakan pada
setiap unit kerja, sehingga terdapat beberapa item yang kurang sesuai dengan
keadaan yang ada pada unit kerja tertentu, contohnya adalah terdapat item
kertas, buku, ATK bekas, map bekas pada unit taman. Jika berdasarkan hasil
6
rekapitulasi penilaian 5R tahun 2015 yang dilakukan oleh tim 5R RSUD Pasar
Rebo, instalasi rawat inap kelas III memiliki rata-rata nilai terendah
dibandingkan dengan instalasi rawat inap kelas I dan kelas II, yaitu sebesar
1.172, sedangkan kelas I dan kelas II sebesar 1.556 dan 1.520. Penilaian
seperti ini memiliki kekurangan, yaitu kemungkinan lembar ceklis 5R tidak
terisi sangat mungkin terjadi, saat hal tersebut terjadi tim 5R akan melakukan
perkiraan nilai berdasarkan penilaian bulan sebelumnya. Selain itu, penilaian
secara subjektif juga sangat mungkin terjadi, karena penilaian setiap harinya
dilakukan oleh pekerja diruangan masing-masing.
Sehingga dalam melakukan studi pendahuluan yang dilakukan pada ruang
perawat kelas III peneliti menggunakan lembar ceklis yang sudah disesuaikan
dengan item-item 5R yang ada di ruang perawat. Berdasarkan hasil studi
pendahuluan yang dilakukan pada 20 orang perawat kelas III, perilaku
penerapan 5R oleh perawat sebesar 55% masih memiliki perilaku 5R yang
tidak baik. Sedangkan 45% perawat memiliki perilaku 5R yang baik.
Selain berdasarkan studi pendahuluan, pemilihan Rumah Sakit Umum
Daerah (RSUD) Pasar Rebo sebagai instansi penelitian, karena RSUD Pasar
Rebo memiliki visi menjadi rumah sakit unggulan yang bermutu internasional
dan rujukan terbaik di Ibukota Negara RI tahun 2017, hal ini menjadi suatu
perhatian peneliti, dimana jika ingin menjadi rumah sakit unggulan, standar
yang dimiliki harus lebih tinggi. Selain itu, pentingnya pelaksanaan 5R tidak
hanya untuk meningkatkan kualitas pelayanan rumah sakit, namun juga sangat
erat kaitannya dengan keselamatan dan kesehatan bagi masyarakat rumah
7
sakit. Oleh sebab itu, peneliti tertarik untuk meneliti pelaksanaan 5R pada
perawat rawat inap kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta.
B. Rumusan Masalah
Pelaksanaan 5R ini masih sering diabaikan oleh para pekerja karena
dianggap sebagai hal kecil. Masalah ini didukung dengan hasil studi
pendahuluan yang menyatakan bahwa 55% perawat masih memiliki perilaku
5R yang tidak baik dan 45% yang memiliki perilaku 5R baik. Perilaku 5R
yang tidak baik dapat berisiko terjadi penurunan performa kerja, penurunan
produktivitas kerja, kurangnya akurasi dalam bekerja, pemborosan waktu,
meningkatnya kecelakaan kerja, dan menimbulkan lebih cepat kelelahan kerja.
Berdasarkan hasil rekapitulasi penilaian 5R tahun 2015 yang dilakukan
oleh tim 5R RSUD Pasar Rebo, instalasi rawat inap kelas III memiliki rata-
rata nilai terendah dibandingkan dengan instalasi rawat inap kelas I dan kelas
II, yaitu sebesar 1.172, sedangkan kelas I dan kelas II sebesar 1.556 dan 1.520.
Permasalahan pelaksanaan 5R dapat dipengaruhi oleh berbagai determinan
perilaku, sehingga muncul beberapa pertanyaan untuk mengetahui hubungan
antara determinan perilaku dengan perilaku 5R oleh perawat. Maka dari itu
peneliti tertarik untuk meneliti determinan dari perilaku 5R pada perawat kelas
III di RSUD Pasar Rebo Jakarta.
8
C. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran perilaku 5R pada perawat kelas III di RSUD
Pasar Rebo Jakarta tahun 2017?
2. Bagaimana gambaran faktor predisposisi (usia, tingkat pendidikan,
masa kerja, jenis kelamin, pengetahuan, sikap, motivasi) dalam
perilaku 5R pada perawat kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta tahun
2017?
3. Bagaimana gambaran faktor pendukung (ketersediaan fasilitas) dalam
perilaku 5R pada perawat kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta tahun
2017?
4. Bagaimana gambaran faktor penguat (reward and punishment dan
pengawasan) dalam perilaku 5R pada perawat kelas III di RSUD Pasar
Rebo Jakarta tahun 2017?
5. Bagaimana hubungan faktor predisposisi (usia, tingkat pendidikan,
masa kerja, jenis kelamin, pengetahuan, sikap, motivasi) dengan
perilaku 5R pada perawat kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta tahun
2017?
6. Bagaimana hubungan faktor pendukung (ketersediaan fasilitas) dengan
perilaku 5R pada perawat kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta tahun
2017?
7. Bagaimana hubungan faktor penguat (reward and punishment dan
pengawasan) dengan perilaku 5R pada perawat kelas III di RSUD
Pasar Rebo Jakarta tahun 2017?
9
8. Faktor apakah yang paling dominan berhubungan dengan perilaku 5R
pada perawat kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta tahun 2017?
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Diketahuinya determinan perilaku 5R pada perawat kelas III di
RSUD Pasar Rebo Jakarta tahun 2017.
2. Tujuan Khusus
1. Diketahuinya gambaran perilaku 5R pada perawat kelas III di
RSUD Pasar Rebo Jakarta tahun 2017.
2. Diketahuinya gambaran faktor predisposisi (usia, tingkat
pendidikan, masa kerja, jenis kelamin, pengetahuan, sikap,
motivasi) dalam perilaku 5R pada perawat kelas III di RSUD Pasar
Rebo Jakarta tahun 2017.
3. Diketahuinya gambaran faktor pendukung (ketersediaan fasilitas)
dalam perilaku 5R pada perawat kelas III di RSUD Pasar Rebo
Jakarta tahun 2017.
4. Diketahuinya gambaran faktor penguat (reward and punishment
dan pengawasan) dalam perilaku 5R pada perawat kelas III di
RSUD Pasar Rebo Jakarta tahun 2017.
5. Diketahuinya hubungan faktor predisposisi (usia, tingkat
pendidikan, masa kerja, jenis kelamin, pengetahuan, sikap,
motivasi) dengan perilaku 5R pada perawat kelas III di RSUD
Pasar Rebo Jakarta tahun 2017.
10
6. Diketahuinya hubungan faktor pendukung (ketersediaan fasilitas)
dengan perilaku 5R pada perawat kelas III di RSUD Pasar Rebo
Jakarta tahun 2017.
7. Diketahuinya hubungan faktor penguat (reward and punishment
dan pengawasan) dengan perilaku 5R pada perawat kelas III di
RSUD Pasar Rebo Jakarta tahun 2017.
8. Diketahuinya faktor paling dominan yang berhubungan dengan
perilaku 5R pada perawat kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta
tahun 2017.
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Rumah Sakit
Penelitian ini diharapakan dapat dijadikan sebagai informasi untuk
upaya meningkatkan perilaku 5R pada setiap pekerja. Agar dapat
menciptakan lingkungan fisik tempat kerja yang lebih aman, sehat, dan
nyaman, sehingga diperoleh hasil kerja yang optimal.
2. Bagi Pekerja
Penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan kesadaran pekerja
mengenai pentingnya 5R dan meningkatkan kesadaran pekerja dalam
menerapkan 5R di tempat kerja.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi
peneliti selanjutnya terkait dengan determinan perilaku 5R khususnya
di rumah sakit. Selain itu, penelitian ini juga dapat menjadi referensi
11
bagi peneliti selanjutnya yang ingin melakukan penelitian serupa
maupun ingin mengembangkan penelitian ini.
F. Ruang Lingkup
Penelitian akan dilakukan di RSUD Pasar Rebo Jakarta, yaitu pada ruang
perawat instalasi rawat inap kelas III. Penelitian akan dilakukan untuk melihat
determinan perilaku 5R pada perawat instalasi rawat inap kelas III di ruang
perawat. Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2016-Maret 2017.
Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan analisis chi-square
dan mann-whithney, serta analisis multivariat dengan menggunakan uji regresi
logistik berganda. Data yang digunakan adalah data primer, dengan metode
pengumpulan data menggunakan observasi dan kuesioner. Kuesioner
digunakan untuk mengetahui variabel usia, masa kerja, tingkat pendidikan,
jenis kelamin, pengetahuan, sikap, motivasi, ketersediaan fasilitas, reward and
punishment, dan pengawasan. Lembar observasi digunakan untuk mengetahui
variabel perilaku 5R.
12
2.BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep 5R Pada Keselamatan Kerja
Salah satu dari empat bidang sasaran dari pelaksanaan 5R adalah
keselamatan kerja. Keselamatan kerja merupakan rangkaian usaha untuk
menciptakan suasana kerja yang aman dan tentram bagi para karyawan yang
bekerja di perusahaan yang bersangkutan (Suma’mur, 1981). Lingkungan
kerja menjadi tempat pekerja melakukan pekerjaan serta berinteraksi dengan
alat dan bahan yang dapat menimbulkan bahaya. Bahaya pada lingkungan
kerja dapat diminimalisir dengan penataan lingkungan kerja secara teratur dan
tertata serta memudahkan para pekerja. Penerapan 5R menjadi hal yang dapat
dilakukan untuk mengorganisir lingkungan kerja dengan baik, sehingga
mendukung terlaksananya keselamatan pada pekerja.
B. Pengertian 5R
5R merupakan kependekan dari Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, dan Rajin.
5R adalah salah satu metode yang dapat meningkatkan kebiasaan positif para
pekerja dengan cara membangun dan memelihara sebuah lingkungan yang
bermutu di dalam sebuah organisasi agar dapat memajukan organisasi tempat
kerja, menjamin kesesuaiannya dengan standar yang ada, dan berujung pada
peningkatan efisiensi, produktivitas, dan keselamatan kerja (SIEN Consultant,
2012).
13
Program 5R adalah metodologi penciptaan dan pemeliharaan lingkungan
kerja secara baik, bersih, efektif, dan berkualitas tinggi di tempat kerja dan
dapat menjadi indikator apakah suatu pekerjaan akan berjalan lancar atau
tidak. Jika 5R dilaksanakan dengan baik, pekerjaan akan berjalan lancar,
namun jika tidak, akan mengalami kesulitan (Michalska, 2007).
Konsep 5R berasal dari Jepang, dalam bahasa Jepang konsep 5R disebut
dengan konsep 5S, yaitu Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu, Shitsuke. Perusahaan
Jepang telah mengembangkan lima langkah pemeliharaan di tempat kerja
dengan penerapan 5R. Perancangan konsep 5R bertujuan untuk memberikan
kenyamanan dan kemudahan pada pekerja sehingga dapat meningkatkan
performa kerja, seperti meningkatnya produktivitas, akurasi dalam bekerja,
keselamatan kerja, mengurangi pemborosan baik dari waktu maupun tempat,
serta mengurangi datangnya kelelahan kerja terlalu cepat (Royan, 2009;
Wingjosoebroto, 2003). 5R menjadi salah satu budaya di tempat kerja, yaitu
bagaimana seseorang atau pekerja itu sendiri memperlakukan tempat kerjanya
dengan baik. Bila tempat kerja tertata dengan rapi, bersih, dan tertib maka
kemudahan dalam melakukan pekerjaan dapat tercipta. Terdapat empat bidang
sasaran yaitu, efisiensi, produktivitas, kualitas, dan keselamatan kerja, yang
apabila penerapan 5R diterapkan, bidang-bidang tersebut akan lebih mudah
tercapai (Suteja, 2011).
1. Efisiensi
Efisiensi kerja berhubungan dengan penggunaan sumber daya yang
sehemat mungkin dalam menghasilkan barang dan jasa. Efisiensi sering
14
diartikan sebagai penghematan hanya pada benda fisik. Namun, efisiensi
juga dapat diterapkan untuk sumber daya waktu. Sumber daya waktu
merupakan sumber daya yang tidak bisa disimpan atau dipindahkan,
sehingga waktu kerja harus dimanfaatkan sebaik mungkin untuk
menghindari pemborosan waktu. Suatu industri tidak akan baik tanpa
pengelolaan waktu yang baik.
2. Produktivitas
Meningkatnya produktivitas merupakan nilai tambah pada hasil
kerja. Pekerja yang produktif adalah pekerja yang dapat menghasilkan
nilai sebesar mungkin dari input yang memadai. Seorang pakar dari
Jepang menyebutkan bahwa kegiatan bernilai tambah dalam bekerja pada
umumnya hanya merupakan sebagian kecil dari seluruh kegiatan, hanya
angka satu berbanding sepuluh ribu. Seluruh kegiatan yang dilakukan
dapat bermuara pada nilai tambah maupun pemborosan.
3. Mutu atau kualitas
Mutu berkaitan dengan kesesuaian hasil kerja terhadap kebutuhan.
Ketidaksesuaian terhadap kebutuhan atau persyaratan merupakan cacat
produksi yang harus diperbaiki. Perbaikan diperlukan tambahan waktu,
usaha, maupun material dan komponen lain.
4. Keselamatan kerja
Keselamatan kerja erat kaitannya dengan kecelakaan kerja. Jika
kecelakaan kerja terjadi di tempat kerja, perusahaan akan mengalami
kerugian seperti dari segi waktu kerja hilang yang menyebabkan
15
produktivitas menurun. Kecelakaan terjadi dapat mengganggu moral,
semangat kerja, dan ketenangan pekerja. Keselamatan dalam bekerja
berkaitan dengan proses melakukan pekerjaan secara aman dan selamat
serta lingkungan kerja yang mendukung. Dengan penerapan 5R di tempat
kerja merupakan salah satu cara yang berperan untuk meningkatkan
keamanan dalam bekerja.
Buku yang berjudul sikap kerja 5S, Osada menyatakan bahwa 5R adalah
sebagai ilmu perilaku, yang memiliki prinsip perbuatan lebih meyakinkan dari
kata-kata. Cara paling efektif untuk melakukan sesuatu adalah dengan
mengerjakan sesuatu tersebut, bukan dengan cara menjelaskan (Osada, 2004).
5R dapat dilaksanakan ketika seseorang tahu apa yang harus dilakukan dan
mengetahui tujuan dari penerapan 5R tersebut. Ketika seseorang tahu
mengenai 5R, lalu memulai untuk menerapkannya, kemudian seseorang
tersebut akan mendapatkan manfaat dari 5R tersebut sehingga dapat
mengubah perilakunya. Hal ini digambarkan pada gambar 2.1.
16
Sumber: Osada, 2004
Gambar 2.1 Proses Perubahan Perilaku 5R
Berdasarkan penjelasan dari 5R yang terdiri dari ringkas, rapi, resik, rawat,
dan rajin. Masing-masing komponen 5R memiliki pengertian dan item yang
berbeda-beda, berikut adalah penjelasan dari masing-masing komponen 5R.
1. Ringkas (Seiri)
Penekanan pada ringkas atau seiri adalah pada manajemen stratifikasi dan
mampu melihat barang yang tidak dibutuhkan dan tidak diperlukan sebelum
menjadi suatu masalah (Osada, 1993). Seiri atau ringkas yaitu, membedakan
atau memilah antara ‘perlu’ dan ‘item yang tidak diperlukan’ di tempat kerja
dan penghapusan item yang tidak diperlukan. Metode yang dapat dilakukan
adalah sebagai berikut (Jahja, 2009):
a. Pertama adalah memutuskan apa yang diperlukan dan apa yang tidak
perlukan. Untuk mengetahui item yang tidak perlu, tidak hanya
memeriksa lantai tetapi juga rak, loker, gudang, tangga, atap, papan
pengumuman, dan lain-lain.
Penemuan dan ketakjuban 5R, sehingga
mengubah persepsi
Mengubah tempat kerja dan fasilitasnya
Mengubah perilaku
Memulai tindakan 5R
17
b. Letakkan tag merah pada item yang tidak perlu dan menempatkan di
tempat yang terpisah.
c. Singkirkan barang-barang yang belum digunakan dalam satu tahun
terakhir.
d. Barang yang digunakan sekali dalam 6 sampai 12 bulan dapat
disimpan dengan jarak tertentu dari tempat kerja.
e. Barang yang digunakan lebih dari sekali dalam sebulan harus tersedia
di tempat kerja.
f. Barang yang digunakan per jam atau hari atau seminggu sekali harus
dekat dengan tempat kerja atau dapat disimpan di saku pekerja.
Manfaat dari penerapan ringkas atau seiri adalah:
a. Lantai dapat digunakan secara utuh dan aman.
b. Waktu pencarian alat dan bahan dapat berkurang.
c. Memiliki arus kerja yang lebih baik.
d. Biaya persediaan item yang tidak perlu dapat dikurangi.
2. Rapi (Seiton)
Rapi atau seiton pada dasarnya dapat didefinisikan sebagai kerapian,
memiliki barang-barang di tempat yang tepat atau mengatur sehingga barang-
barang tersebut tersedia saat ingin digunakan, menghilangkan kebutuhan
waktu lebih untuk mencari. Setelah semuanya memiliki tempat yang tepat
sehingga fungsional ditempatkan untuk kualitas dan keamanan. Kemudian
dapat dianggap bahwa tempat kerja rapi (Osada, 1993). Sementara seiri
membantu untuk memutuskan apa yang item yang diperlukan, seiton
18
membantu untuk memutuskan cara penempatan barang-barang tersebut.
Mengatur item sedemikian rupa sehingga mudah untuk digunakan. Seiton
dapat dilakukan dengan pelabelan barang-barang sehingga mudah untuk
menemukan dan dimasukkan kembali ke tempat sebelumnya diambil. Seiton
menjadikan tempat untuk segala sesuatu (yang diperlukan) dan segala sesuatu
di tempatnya. Metode yang dapat dilakukan dalam penerapan seiton adalah
sebagai berikut (Jahja, 2009):
a. Menetapkan kembali ruang, rak, lemari, dan lain-lain.
b. Tentukan tempat yang tepat untuk semuanya.
c. Masukkan semua bahan dan peralatan di tempat yang disediakan untuk
barang-barang dengan label yang tepat.
d. Gunakan warna untuk menandai daerah lokasi kerja, jalan, pintu
masuk atau keluar, peralatan keselamatan, keranjang atau troli, dan
lain-lain.
e. Gunakan warna standar pengkodean untuk jaringan pipa untuk uap,
air, gas, drainase, dan lain-lain.
f. Gunakan tampilan memperingatkan, pesan, petunjuk di tempat yang
tepat pada ketinggian yang tepat dan ditulis dengan jelas.
Manfaat dari penerapan rapi atau seiton adalah:
a. Dapat mengambil barang-barang dan menjaga barang-barang tersebut
kembali dengan mudah.
b. Meminimalisir terjadinya kesalahan.
c. Mengurangi waktu pencarian.
19
d. Lingkungan kerja menjadi aman
3. Resik (Seiso)
Resik atau seiso menekankan pada pembersihan sehingga seluruh barang-
barang dan peralatan menjadi bersih, dengan kata lain melakukan pembersihan
sebagai bentuk pemeriksaan yaitu menyingkirkan sampah, dan benda asing.
Penting untuk melakukan pembersihan sebagai bentuk pemeriksaan (Osada,
1993). Seiso dilakukan dengan tujuan menghilangkan kotoran dan debu dari
area kerja, termasuk membersihkan dan merawat peralatan serta fasilitas, juga
untuk memeriksa barang-barang. Dengan cara tersebut, juga mencakup
pemeliharaan seluruh peralatan. Metode yang dapat diterapkan adalah sebagai
berikut (Jahja, 2009):
a. Bagi luas total di zona dan mengalokasikan tanggung jawab untuk
membersihkan setiap zona.
b. Tentukan poin pembersihan, urutan membersihkan, jenis pembersih,
alat bantu yang diperlukan.
c. Display jadwal pembersihan.
d. Selama pembersihan juga dapat dilakukan pencarian kondisi rusak
(baut longgar, getaran, suara yang berlebihan, suhu tinggi, alat jatuh,
dan lain-lain) dan memecahkan masalah.
e. Menyediakan ruang untuk penyimpanan alat bantu pembersih.
Manfaat dari penerapan resik atau seiso adalah:
a. Tempat kerja bebas dari kotoran dan noda yang merupakan titik awal
untuk meningkatkan kualitas.
20
b. Usia peralatan akan panjang dan kerusakan akan berkurang.
c. Menciptakan lingkungan yang menyenangkan.
d. Mencegah kecelakaan.
4. Rawat (Seiketsu)
Aspek 5R berfokus pada standarisasi, membuat 3R pertama, ringkas, rapi,
resik, menjadi rutinitas yang konstan. Penekanan rawat atau seiketsu adalah
pada manajemen visual, aspek penting untuk mencapai dan mempertahankan
kondisi standar untuk memungkinkan setiap individu selalu bertindak cepat
(Osada, 1993). Penerapan rawat atau seiketsu adalah memastikan bahwa
kebersihan dan ketertiban yang telah dicapai harus dipertahankan. Serta
mengharuskan untuk mengembangkan struktur kerja yang akan mendukung
praktik-praktik baru dan mengubahnya menjadi kebiasaan (Osada, 2004).
Tujuan rawat adalah untuk memastikan bahwa setiap orang dalam
perusahaan mengikuti prosedur yang sama, nama-nama item yang sama,
ukuran yang sama dari tanda, bentuk, dan warna yang menunjukkan peralatan
tertentu (Bird dkk, 1990). Standarisasi juga membantu untuk melakukan hal
yang benar dengan cara yang tepat setiap saat. Metode yang dapat dilakukan
dalam penerapan rawat adalah sebagai berikut (Jahja, 2009):
a. Prosedur dan pedoman untuk menyortir dan mengatur.
b. Membuat checklist untuk setiap bagian dan melatih pekerja dalam
menggunakannya.
c. Melaksanakan evaluasi berkala dengan menggunakan checklist di atas.
21
d. Gunakan manajemen visual untuk bertindak cepat, misalnya
meletakkan atau menggunakan peralatan:
(1) Buka dan menutup label directional, dan lain-lain.
(2) Label suhu dan keamanan.
(3) Label zone untuk wilayah-wilayah tertentu (zona normal, zona
bahaya, dll).
(4) Tanda ‘OK’ atau memegang tanda pada produk.
(5) Gunakan peta lokasi dengan pintu keluar darurat, peralatan
pemadam kebakaran, dan lain-lain.
Manfaat dari penerapan rawat atau seiketsu adalah:
a. Kegiatan menjadi lebih sederhana.
b. Memiliki konsistensi dalam praktek kerja.
c. Akan menghindari kesalahan.
d. Akan meningkatkan efisiensi kerja.
5. Rajin (Shitsuke)
Rajin atau shitsuke menekankan pada kemampuan untuk bekerja dengan
kebiasaan baik dan disiplin. Menunjukkan kepada orang lain apa yang perlu
dilakukan dan mendorong praktik di antara orang lain tersebut (Osada, 2004).
Hal ini menjadi tanggung jawab manajemen. Mempertahankan penerapan 4R
pertama berarti disiplin. Menandakan bahwa komitmen untuk menjaga
ketertiban dan berlatih 4R pertama sebagai cara hidup (Osada, 2004). Metode
yang dapat dilakukan dalam penerapan rajin atau shitsuke adalah sebagai
berikut (Jahja, 2009):
22
a. Menciptakan kesadaran dan mempublikasikan sistem yang ada,
misalnya mengembangkan berita 5R, poster 5R, slogan 5R, hari 5R,
dll.
b. Buat struktur bagaimana dan kapan kegiatan 5R akan dilaksanakan.
c. Merumuskan pedoman audit atau evaluasi pelaksanaan 5R.
d. Memberikan dukungan manajemen dengan menyediakan sumber daya
dan kepemimpinan.
e. Reward untuk pekerja terbaik.
Manfaat dari penerapan rajin atau shitsuke adalah:
a. Meningkatkan kebiasaan untuk mematuhi aturan dan prosedur di
tempat kerja.
b. Menciptakan suasana yang sehat dan tempat kerja yang baik.
c. Membantu untuk mengembangkan kerja tim.
d. Dapat memperoleh data mengenai penerapan 5R dan digunakan untuk
meningkatkan penerapan 5R.
Program 5R erat kaitannya dengan ilmu perilaku, karena penerapan 5R
dapat terlihat dari perilaku pekerja tersebut (Osada, 2004). Oleh sebab itu,
untuk menilai apakah 5R tersebut dapat dilihat dari perilaku seluruh pekerja
yang berada di lingkungan kerja tersebut mengerjakan dan melaksanakan 5R
sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan. 5R dapat dilihat dan dinilai
dari bagaimana pekerja menerapkan 5R tersebut di lingkungan kerja.
23
C. Penerapan 5R
Penerapan program 5R bukan dipandang sebagai standar atau peraturan,
namun harus dilakukan dengan arah pembentukan kebiasaan pada seluruh
pekerja di dalam suatu perusahaan yang berada di suatu lingkungan kerja
(Osada, 2004). Penerapan program 5R tidak dapat dilakukan acak. Langkah
pertama yang harus dilakukan adalah ringkas, bagaimana membuat area kerja
menjadi ringkas dengan hanya menempatkan barang-barang yang diperlukan
saja. Setelah ringkas berhasil diterapkan, selanjutnya adalah dirapikan dan
kemudian dibersihkan. Tahap selanjutnya melakukan perawatan dan
pemeliharaan.
Program 5R harus dilakukan secara urut, karena lingkungan kerja tidak
akan bersih jika belum ringkas, tidak akan rapi jika belum ringkas, dan
seterusnya saling berhubungan. Pembentukan budaya 5R bukanlah suatu yang
dapat terjadi secara cepat dan instan, dibutuhkan waktu bertahun-tahun untuk
menjadi budaya. Dalam 5R tentu tidak ada yang sempurna, semua harus
berpikir menjadi lebih baik, menjadi lebih baik, dan terus akan menjadi lebih
baik (Osada, 2004).
Setiap elemen R dalam 5R memiliki aktivitas masing-masing yang harus
dilakukan. Berikut adalah aktivitas yang dilakukan pada masing-masing
elemen R (Osada, 1996):
24
1. Ringkas
Membedakan antara yang diperlukan dan yang tidak diperlukan.
Berikut aktivitas yang harus dilakukan pada ringkas:
a. Buang barang yang tidak diperlukan.
b. Penanganan penyebab kotoran.
c. Pembersihan ruangan.
d. Penanganan barang yang cacat dan rusak.
e. Pembersihan daerah sekitar tempat kerja.
f. Pengaturan ruang penyimpanan atau gudang.
2. Rapi
Menentukan letak yang tertata rapi, sehingga selalu dapat menemukan
barang yang diperlukan. Berikut aktivitas yang harus dilakukan pada rapi:
a. Semua barang memiliki tempat khusus.
b. Menyimpan dan mengambil barang dalam waktu 30 detik.
c. Memiliki standar pengarsipan.
d. Memiliki pembagian daerah dan tanda-tanda untuk penempatan.
e. Memiliki papan pengumuman yang rapi dan mudah dibaca.
f. Menerapkan penempatan secara fungsional.
3. Resik
Menghilangkan sampah, kotoran, dan benda asing untuk mendapatkan
tempat kerja yang lebih bersih. Resik juga dilakukan untuk inspeksi.
Berikut adalah aktivitas yang harus dilakukan pada resik:
a. Tanggung jawab individual.
25
b. Melakukan pembersihan dengan cepat dan mudah.
c. Memahami bahwa setiap orang memiliki kewajiban untuk menjaga
kebersihan.
d. Lakukan pemeriksaan kebersihan dan melakukan perbaikan pada
masalah yang ditemukan.
e. Melakukan pembersihan pada tempat yang tidak diperhatikan orang
lain.
4. Rawat
Setiap orang dapat memelihara keteraturan dan kebersihan yang ada di
tempat kerja. Berikut adalah aktivitas yang perlu dilakukan pada rawat:
a. Tanggung jawab individual.
b. Menjaga agar keteraturan dan kebersihan tetap terjaga dengan adanya
jadwal pembersihan.
c. Komitmen pihak manajemen sangat dibutuhkan, terutama dalam
sistem dan prosedur 5R yang jelas.
5. Rajin
Melakukan semua aktivitas 5R dengan benar dan menjadikannya suatu
kebiasaan atau dapat dikatakan sebagai disiplin pribadi (Imai, 1998).
Berikut adalah aktivitas yang dapat dilakukan dalam rajin:
a. Tanggung jawab individual.
b. Partisipasi penuh dalam semua aktivitas 5R.
c. Komunikasi dalam hal 5R sebagai rutinitas sehari-hari.
d. Pembersihan bersama.
26
e. Manajemen ruangan dilakukan dengan baik.
Penerapan 5R mengarah pada tempat kerja yang semestinya dikelola
dengan baik dan untuk mencapainya dapat digunakan metode penerapan 5R
yang biasa digunakan oleh seluruh bidang industri sebagai landasan
membangun budaya industri berkualitas tinggi. Sasaran dalam penerapan
program 5R adalah mengubah perilaku pekerja terhadap lingkungan kerja,
hingga hasil yang ingin dicapai. Berikut hasil yang dapat dicapai (Bird dkk,
1990):
1. Mutu tempat kerja yang bersih, aman, nyaman, dan menyenangkan.
2. Peralatan dan kelengkapan serta bangunan yang terawat selama proses
kerja berlangsung.
3. Disiplin sangat dibutuhkan untuk standar kerja.
4. Keselamatan dan kestabilan kerja selama pelayanan kesehatan
berlangsung.
5. Perbaikan kerja.
6. Suasana kerja mendukung di setiap bagian.
Pemeriksaan lingkungan kerja sangat dibutuhkan untuk mengetahui
keadaan yang tidak semestinya di tempat kerja, antara lain (Bird dkk, 1990):
1. Keadaan yang kacau dengan suasana yang buruk.
2. Adanya bangunan dan bahan berbahaya dengan susunan yang tidak
rapi.
3. Adanya bahan yang sudah lama atau jarang digunakan.
4. Jalanan yang terhalang atau tertutup barang-barang berserakan.
27
5. Wadah yang tersimpan penuh dengan isi dan mengakibatkan
tumpahan.
6. Mengganti tempat atau wadah penyimpanan bahan dengan wadah
yang tidak semestinya.
7. Wadah penyimpanan yang rusak.
8. Bahan atau benda yang kotor dan berkarat serta jarang digunakan.
9. Menyimpan bahan atau benda hingga melebihi batas penyimpanan.
10. Adanya sampah yang menumpuk.
11. Adanya tumpukan bahan ditempat kerja.
D. Perilaku
Perilaku merupakan suatu respon berupa tindakan yang ditunjukkan oleh
seseorang berdasarkan pemahamannya. Akan tetapi tidak hanya tindakan yang
dapat diamati namun juga dapat berupa sikap, pemikiran, dan pendapat
seseorang, untuk lebih jelasnya perilaku akan diuraikan pada bagian dibawah
ini.
1. Definisi Perilaku
Perilaku dari pandangan biologis merupakan suatu kegiatan atau aktivitas
dari organisme yang bersangkutan. Sehingga dapat dikatakan bahwa perilaku
manusia pada dasarnya adalah suatu aktivitas dari manusia itu sendiri.
Kemudian jika dibuat dalam kerangka analisis, perilaku adalah apa yang
dikerjakan oleh organisme tersebut, baik yang diamati secara langsung
maupun secara tidak langsung. Perilaku manusia dipengaruhi oleh faktor
genetik (keturunan) dan faktor lingkungan (Notoatmodjo, 2003). Pengertian
28
lain menyebutkan, perilaku sendiri merupakan respon atau reaksi seseorang
terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respon
ini dapat bersifat aktif yakni berupa tindakan maupun bersifat pasif, seperti:
berpikir, berpendapat, dan bersikap (Noorkasiani, Heryati, & Ismail, 2009).
Pengertian serupa menyebutkan perilaku manusia adalah aktivitas yang
timbul karena adanya stimulus dan respon serta dapat diamati secara langsung
maupun tidak langsung (Sunaryo, 2004). Suatu sumber menyebutkan bahwa
perilaku merupakan hasil dari cara pandang seseorang, sedangkan cara
pandang terhadap sesuatu secara mental dipahami sebagai sikap. Sehingga
dapat dikatakan, perilaku merupakan hasil dari sikap seseorang (Poniman,
Nugroho, & Azzaini, 2006). Berdasarkan pengertian-pengertian perilaku yang
diungkapkan oleh banyak tokoh, maka dapat disimpulkan bahwa perilaku
merupakan suatu tindakan, sikap, dan pendapat seseorang yang didapatkan
berdasarkan faktor-faktor atau stimulus yang berasal dari dalam maupun dari
luar diri seseorang mengenai sesuatu hal.
2. Determinan Perilaku
Perilaku seseorang dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu, faktor dalam diri
(faktor individu), faktor lingkungan, dan faktor yang menyebabkan interaksi
antara faktor dalam diri dan faktor yang ada di luar diri yang ada di
lingkungan (Barata, 2015). Menurut Geller (2001) terciptanya perilaku aman
dipengaruhi oleh tiga determinan utama yang disebut The Safety Triad, yaitu:
a. Faktor lingkungan, meliputi: peralatan, perlengkapan, penempatan
fisik, prosedur, standar, dan temperatur.
29
b. Faktor manusia, meliputi: sikap, pengetahuan, keyakinan, dan
kepribadian.
c. Faktor perilaku, meliputi: praktik kerja yang aman dan praktik di
tempat kerja yang berisiko.
Menurut Notoatmodjo (2007), determinan perilaku dibedakan menjadi dua
faktor, yaitu:
a. Faktor internal, yaitu karakteristik bawaan yang ada pada diri
individu, seperti: usia, jenis kelamin, dan pengetahuan.
b. Faktor eksternal, yaitu lingkungan yang meliputi lingkungan fisik,
sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya.
Menurut Teori Maslow, perilaku manusia terbentuk karena adanya suatu
kebutuhan. Berikut lima kebutuhan dasar manusia (Sunaryo, 2004):
a. Kebutuhan fisiologis atau biologis, yaitu berupa kebutuhan pokok,
seperti makanan, air, dan oksigen.
b. Kebutuhan rasa aman, misalnya rasa aman terhindar dari pencurian,
kerusuhan, dan perampokan.
c. Kebutuhan mencintai dan dicintai, misalnya ingin diterima oleh
kelompok dimana ia tinggal.
d. Kebutuhan harga diri, seperti ingin dihargai dan menghargai orang
lain.
e. Kebutuhan aktualisasi diri, misalnya ingin sukses dalam mencapai
cita-cita.
30
E. Teori Perilaku
Perilaku dapat diubah dengan memperhatikan faktor-faktor yang dapat
mempengaruhinya. Proses perubahan inilah yang ditujukan untuk mengubah
perilaku seseorang menjadi perilaku yang diinginkan. Pada penelitian ini teori
yang digunakan adalah teori Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo
(2007). Teori Green sudah banyak diaplikasikan pada penelitian-penelitian
perilaku keselamatan dan kesehatan kerja, diantaranya adalah faktor-faktor
yang berhubungan dengan praktik 5S (seiri, seiton, seiso, seiketsu, shitsuke)
pada mekanik bengkel sepeda motor X Kota Semarang (Septaviani, 2012),
kajian pengaruh predisposing, enabling, dan reinforcing factors terhadap
praktik kerja tenaga kerja bongkar muat yang berisiko terjadinya kecelakaan
kerja di Pelabuhan Tanjung Emas Semarang (Rais dkk, 2009), analisis
keselamatan dan kesehatan kerja perawat dalam penanganan pasien di Rumah
Sakit Benyamin Guluh Kabupaten Kolaka (Takutman dkk, 2015). Sehingga
Teori Green mampu untuk menggambarkan dan melihat hubungan antara
perilaku 5R dengan determinannya. Berikut ini adalah penjelasan teori
Lawrence Green, yang menyatakan terdapat 3 faktor yang memberikan
kontribusi terhadap perilaku, yaitu faktor predisposisi, faktor pemungkin
(enabling factors), dan faktor penguat (reinforcing factors).
a. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi merupakan faktor antarsenden (mendahului)
terhadap perilaku yang menjadi dasar atau motivasi perilaku. Faktor
ini mencakup pengetahuan, sikap, dan persepsi yang berhubungan
31
dengan motivasi individu atau grup untuk melakukan tindakan. Faktor
demografi seperti sosio-ekonomi, usia, jenis kelamin, juga termasuk
kedalam faktor predisposisi ini.
b. Faktor pemungkin (Enabling factors)
Faktor pemungkin merupakan faktor yang diperlukan untuk
membentuk suatu perilaku. Faktor pemungkin diantaranya adalah
ketersediaan fasilitas penunjang dan kemampuan sumber daya.
Fasilitas ini pada hakekatnya mendukung dan memungkinkan
terwujudnya perilaku kesehatan, maka faktor-faktor ini disebut dengan
faktor pendukung atau faktor pemungkin.
c. Faktor penguat (Reinforcing factors)
Faktor penguat merupakan faktor penguat perubahan perilaku
seseorang dibidang kesehatan. Termasuk ke dalam faktor ini adalah
manfaat sosial dan manfaat fisik serta ganjaran nyata atau yang tidak
nyata yang pernah diterima pihak lain. Faktor-faktor yang
memperkuat adalah faktor-faktor yang menentukan apakah tindakan
mendapat dukungan atau tidak. Sumber dari faktor-faktor ini dapat
berasal dari tenaga kesehatan, kawan, keluarga, atasan, atau reward
and punishment.
F. Faktor-Faktor Perilaku 5R
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, terdapat
beberapa faktor dalam perilaku 5R, yaitu:
32
1. Faktor-Faktor Predisposisi
Faktor-faktor predisposisi yang berhubungan dengan perilaku menurut
Teori Lawrence Green, yaitu:
a. Usia
Usia adalah suatu variabel pada makhluk hidup yang penting untuk diteliti
karena merupakan salah satu ciri dasar berbagai kelompok demografis,
dimana yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi tingkat produktivitas
kerja seseorang (Munawaroh, Murtolo, & Budi, 1999). Ada sembilan kategori
usia yaitu: masa balita (0-5 tahun), masa kanak-kanak (5-11 tahun), masa
remaja awal (12-16 tahun), masa remaja akhir (17-25 tahun), masa dewasa
awal (26-35 tahun), masa dewasa akhir (36-45 tahun), masa lansia awal (46-
55 tahun), masa lansia akhir (56-65 tahun), dan masa manula (65-sampai atas)
(Depkes RI, 2009). Semakin bertambah usia, maka semakin mampu
menunjukkan kematangan jiwa, yaitu semakin bijaksana, semakin mampu
berpikir rasional, semakin mampu mengendalikan emosi, semakin toleran
terhadap pandangan dan perilaku yang berbeda dari dirinya sendiri, dan sifat-
sifat lain yang menujukkan kematangan intelektual dan psikologis (Siagian,
1995).
Berdasarkan penelitian sebelumnya mengenai faktor-faktor yang
berhubungan dengan praktik 5S (seiri, seiton, seiso, seiketsu, shitsuke) pada
mekanik bengkel sepeda motor X Kota Semarang pada tahun 2012
menunjukkan bahwa faktor usia tidak berhubungan dengan praktik 5S
(Septaviani, 2012).
33
b. Masa Kerja
Masa kerja dapat memberikan pengaruh positif maupun negatif bagi
seorang pekerja. Pengaruh positif yang akan diterima tenaga kerja antara lain
bertambahnya pengalaman dan keterampilan yang lebih baik setelah bekerja
lama di tempat pekerja itu bekerja. Sedangkan dampak negatif yang bisa
diterima pekerja adalah terpapar oleh potensi bahaya setiap hari dari tempat
atau lingkungan dia bekerja (Adinugroho, Kurniawan, & Wahyuni, 2014).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya menunjukkan
tidak ada hubungan antara masa kerja dengan praktik 5S (Sepatiani, 2012).
Penelitian lain menunjukkan bahwa masa kerja pegawai memiliki hubungan
dengan penerapan 5R, yaitu masa kerja pegawai yang semakin tinggi
membuat pegawai tersebut lebih dapat memahami dan menerapkan budaya 5R
(Tampubolon, 2008)..
c. Tingkat Pendidikan
Pendidikan merupakan sarana mendasar upaya manusia untuk
memperoleh kelangsungan hidupnya atau sebagai infrastruktur untuk
pengembangan sumber daya manusia (Mohamad, 2004). Oleh karena itu,
semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin bertambah
pula perkembangan diri manusia, termasuk dalam hal pengetahuan
(Mohamad, 2004). Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap program
peningkatan pengetahuan secara langsung dan tidak langsung terhadap
perilaku (Utari, 2010).
34
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dengan hasil uji
statistik menunjukkan ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan praktik
5R. Mekanik yang memiliki pendidikan lebih tinggi (S1 dan D3), memiliki
nilai 5R lebih tinggi dari mekanik yang berpendidikan SMA atau SMK
(Septaviani, 2012).
d. Jenis Kelamin
Semua pekerja laki-laki atau perempuan yang bekerja di tempat sama
dengan fasilitas sama dan peraturan yang sama, ketika laki-laki dan
perempuan bekerja di tempat yang sama, maka mereka akan memberlakukan
pola tertentu untuk berinteraksi dan perbedaan jenis kelamin turut berperan
dalam interaksi tersebut. Adanya perbedaan jenis kelamin tersebut turut
menentukan pula peran masing-masing dalam bekerja (Metrison, 1996). Laki-
laki memiliki perbedaan secara fisik dan psikis. Perbedaan antara laki-laki dan
perempuan bisa dilihat dari fisik seperti kemampuan otot, daya tahan tubuh,
postur, dan sebagainya. Sehingga dapat berhubungan dengan kejadian
kecelakaan kerja tertentu (Jawawi, 2008).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan yang signifikan untuk dimensi seiketsu, dengan
nilai signifikansi 0,012. Pada dimensi seiketsu kelompok laki-laki memiliki
skor yang lebih tinggi, hal ini berarti kelompok laki-laki telah menerapkan
dimensi seiketsu (Tampubolon, 2008).
35
e. Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil dari “tahu” yang terjadi melalui proses sensoris
khususnya mata dan telinga terhadap objek tertentu (Sunaryo, 2004).
Pengetahuan merupakan sesuatu yang dapat dipelajari, baik itu melalui mata
kuliah formal ataupun melalui upaya sendiri seperti membaca dan mengamati
(McLeod & Schell, 2008). Definisi yang berbeda menyatakan bahwa
pengetahuan adalah informasi yang diinterpretasikan dan diintegrasikan
(Koina dalam Siregar, 2005). Namun, secara sederhana definisi pengetahuan
adalah segala sesuatu yang diketahui manusia tentang benda, sifat, keadaan,
dan harapan-harapan (Maryati & Suryawati, 2006).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dengan hasil uji
statistik yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan
dengan praktik 5S (Septaviani, 2012).
f. Sikap
Sikap sebagai predisposisi yang dipelajari (learned predisposition) untuk
merespon terhadap suatu objek dalam suasana menyenangkan atau tidak
menyenangkan secara konsisten (Allport, 1996). Sikap sebagai pengaruh atau
penolakan, penilaian, suka atau tidak suka, atau kepositifan atau kenegatifan
terhadap suatu objek psikologis (Mueller, 1992). Sehingga dapat disimpulkan
bahwa sikap adalah reaksi dari dalam diri seseorang maupun dari luar
seseorang tersebut, menjadi suatu predisposisi yang dipelajari untuk
merespon, dan akan berpengaruh pada penerimaan atau penolakan atau
penilaian terhadap suatu yang akan dilakukan dalam keadaan senang atau
36
tidak senang, suka atau tidak suka, dan setuju atau tidak setuju. Diungkapkan
bahwa pengaruh sikap yang kuat dalam kehidupan sehari-hari manusia
mendorong banyak peneliti dan praktisi dalam pendidikan dan ilmu sosial
meneliti tentang sikap, baik pembentukan dan perubahannya maupun
pengaruh sikap terhadap perilaku manusia (Mueller, 1992).
g. Motivasi
Motivasi merupakan salah satu faktor yang berpengaruh penting dalam
perilaku seseorang. Motivasi dapat diartikan sebagai faktor-faktor yang
mengarahkan dan mendorong perilaku atau keinginan seseorang untuk
melakukan suatu kegiatan yang dinyatakan dalam bentuk usaha yang keras
atau usaha yang lemah (Hariandja, 2002).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya menunjukkan
bahwa motivasi penerapan budaya kerja 5S dipengaruhi oleh faktor
komunikasi, pelatihan, reward and recognition, dan peran top management
(Purwanggono, 2014).
2. Faktor-Faktor Pendukung
Faktor-faktor pendukung yang berhubungan dengan perilaku menurut
Toeri Lawrence Green, yaitu:
a. Ketersediaan Fasilitas
Ketersediaan fasilitas adalah salah satu faktor yang dapat mendahului
terjadinya perubahan terhadap perilaku yang memungkinkan suatu motivasi
atau aspirasi terlaksana, yang terwujud dalam bentuk lingkungan fisik,
37
tersedianya fasilitas atau sarana dan prasarana untuk berperilaku (Green,
1980). Namun, dalam pelaksanaan suatu tujuan fasilitas tidak menjadi sesuatu
yang pasti akan mempengaruhi perubahan perilaku seseorang. Terdapat
banyak faktor lain yang dapat mempengaruhi perilaku.
b. Kemampuan Sumber Daya
Kemampuan berarti kapasitas seorang individu untuk melakukan beragam
tugas dalam suatu pekerjaan (Robbins & Judge, 2009). Kemampuan
keseluruhan individu pada dasarnya terdiri atas dua kelompok faktor, yaitu
(Robbins & Judge, 2009):
1) Kemampuan intelektual (intelectual ability), merupakan kemampuan yang
dibutuhkan untuk melakukan berbagai aktivitas mental (berpikir, menalar,
dan memecahkan masalah)
2) Kemampuan fisik (physical ability), merupakan kemampuan melakukan
tugas-tugas yang menuntut stamina, keterampilan, kekuatan, dan
karakteristik serupa.
Sumber daya adalah kesatuan tenaga manusia yang ada dalam suatu
organisasi dan bukan sekedar penjumlahan karyawan-karyawan yang ada.
Sebagian kesatuan sumber daya manusia harus dipandang sebagai suatu
sistem dimana tiap-tiap karyawan merupakan bagian yang saling berkaitan
satu dengan lainnya dan bersama-sama berfungsi untuk mencapai tujuan
organisasi (Matindas, 2002). Pada teori Lawrence Green yang dimaksud
dengan kemampuan sumber daya atau keterampilan adalah kemampuan
individu untuk melakukan pekerjaan yang diinginkan.
38
3. Faktor-Faktor Penguat
Faktor-faktor penguat yang berhubungan dengan perilaku menurut Teori
Lawrence Green, yaitu:
a. Reward and Punishment
Reward adalah faktor penguat (reinforcement) terhadap perilaku
seseorang. Reward dapat menjadi suatu sebab untuk memperkuat perilaku
seseorang. Artinya adalah suatu perilaku seseorang yang dianggap sesuai atau
berperilaku baik atau benar kemudian diikuti dengan faktor penguat, akan
dapat meningkatkan perilaku tersebut terulang kembali oleh seseorang
(Woolfolk, 2009). Punishment adalah suatu proses yang akan memperlemah
atau menekan perilaku seseorang (Woolfolk, 2009). Sehingga suatu perilaku
yang dianggap tidak sesuai, kemudian diikuti oleh punishment akan
melemahkan dan tidak akan diulangi oleh seseorang tersebut.
Berdasarkan penelitian sebelumnya dengan hasil tingkat signifikasi 0,190,
yang berarti bahwa reward and recognition berpengaruh terhadap motivasi
karyawan dalam menerapkan 5S (Purwanggono, 2014).
b. Pengawasan
Seseorang akan patuh bila masih dalam tahap pengawasan dan bila
pengawasan berkurang maka perilaku akan ditinggalkan (Kelman, 1966).
Pengawasan dalam menjalankan suatu kegiatan untuk mencapai suatu tujuan
sangat penting untuk dilaksanakan. Jika suatu kegiatan tidak diikuti oleh
pengawasan, kegiatan tersebut tidak dapat terpantau apakah secara baik
dilaksankan atau tidak. Apabila kegiatan tidak berjalan sesuai dengan
39
perencanaan yang telah dibuat maka tujuan tidak dapat dicapai (Notoatmodjo,
1997).
c. Pelatihan
Pelatihan merupakan proses pembelajaran yang lebih menekankan praktik
dari pada teori yang dilakukan seseorang atau kelompok dengan menggunakan
pendekatan berbagai pembelajaran dan bertujuan meningkatkan kemampuan
dalam satu atau beberapa jenis keterampilan tertentu. Agar peserta pelatihan
baik kelompok atau organisasi maupun perseorangan dapat menguasai
pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang dilatihkan dalam program
pelatihan. Sehingga dapat diaplikasikan baik untuk jangka waktu pendek
maupun jangka waktu yang lama (Santoso, 2010).
Pelatihan keselamatan adalah salah satu metode yang paling banyak
digunakan untuk meningkatkan keselamatan di tempat kerja. Sebagian besar
didasarkan pada asumsi implisit bahwa melatih orang secara otomatis akan
bekerja selamat pada pekerjaan selama periode waktu dari keadaan yang
berlaku, begitupun dengan kebanyakan manual keselamatan cenderung
merekomendasikan pelatihan sebagai sarana pencegahan kecelakaan (Cooper,
2001).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dengan hasil uji t
diperoleh t hitung sebesar 2,387, dan tingkat signifikasi 0,020 dengan
menggunakan batas 0,05 didapatkan t tabel sebesar 1,671, sehingga t hitung >
t tabel, yang berarti bahwa training atau pelatihan berpengaruh terhadap
motivasi karyawan dalam menerapkan 5S (Purwanggono, 2014).
40
d. Peraturan dan Prosedur
Peraturan adalah suatu yang mengikat dan telah disepakati, sedangkan
prosedur adalah rangkaian dari suatu tata kerja yang berurutan tahap demi
tahap serta jelas menunjukkan dari mana pekerjaan harus dimulai (Ramli,
2010). Peraturan dapat berjalan dengan efektif jika peraturan dan prosedur
tersebut ditulis dan dibahas bersama seluruh pekerja yang terlibat, peraturan
atau prosedur dapat dihubungkan dengan konsekuensi dari tindakan
pelanggaran peraturan atau prosedur tersebut (Roughton dan Mercurio, 2002).
G. Perawat
Perawat adalah seorang yang telah dipersiapkan melalui pendidikan untuk
turut serta merawat dan menyembuhkan orang yang sakit, usaha rehabilitasi,
pencegahan penyakit, yang melaksanakan sendiri atau dibawah pengawasan
dan supervisi dokter atau suster kepala (Depkes RI, 2007). Peran perawat
terdiri dari peran sebagai pemberi asuhan keperawatan, advokad pasien,
pendidik, koordinator, kolaborator, dan konsultan (Hidayat, 2008). Berikut
adalah penjelasan mengenai tugas perawat:
1. Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan
Peran ini dapat dilakukan perawat dengan memperhatikan keadaan
kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan
keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan.
2. Peran sebagai advokat pasien
Peran ini dilakukan perawat dalam membantu pasien dan keluarganya
dalam menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan
41
atau informasi lain khususnya dalam pengambilan persetujuan atas
tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien. Juga dapat berperan
untuk mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien yang meliputi hak
atas pelayanan sebaik-baiknya, hak atas informasi tentang penyakitnya,
dan hak atas privasi.
3. Peran edukator
Peran ini dilakukan dengan membantu pasien dalam meningkatkan tingkat
pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan,
sehingga terjadi perubahan perilaku dari pasien setelah dilakukan
pendidikan kesehatan.
4. Peran koordinator
Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan, serta
mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberi
pelayanan kesehatan dapat terarah sesuai dengan kebutuhan pasien.
5. Peran kolabolator
Peran perawat dilakukan karena perawat bekerja melalui tim kesehatan
yang terdiri dari dokter, fisioterapis, ahli gizi, dan lain-lain dengan upaya
mengidentifikasi pelayanan kesehatan keperawatan yang diperlukan,
termasuk diskusi atau tukar pendapat dalam penentuan bentuk pelayanan
selanjutnya.
6. Peran konsultan
Perawat berperan sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau
tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas
42
permintaan pasien terhadap informasi mengenai tujuan pelayanan
keperawatan yang diberikan.
H. Uji Beda Proporsi (Uji Chi-Square)
Uji beda proporsi dilakukan untuk menguji hipotesis yang mana variabel
yang dihubungkan keduanya berjenis kategorik. Data katagorik hanya dapat
memuat informasi berupa proporsi atau persentase, sehingga jika dua variabel
berjenis katagorik dihubungkan dan dianalisis, maka yang dibandingkan
adalah proporsinya, kemudian akan terlihat terdapat perbedaan signifikan
proporsi pada masing-masing katagorik atau tidak. Uji beda proporsi ini
sangat tepat digunakan pada data berjenis katagorik. Salah satu uji beda
proporsi yang dapat digunakan adalah uji chi-square (x2). Uji chi-square dapat
digunakan untuk menentukan (Amran, 2012):
a. Ada tidaknya asosiasi antara dua variabel (independency test).
b. Apakah suatu kelompok homogeny (homogenitas antar sub kelompok
= homogeneity test).
c. Seberapa jauh suatu pengamatan sesuai dengan parameter yang
dispesifikasikan (goodness of fit).
Keputusan dapat ditentukan dengan membandingkan nilai P (P value)
dengan nilai α (alpha). P value diketahui dari hasil program-program statistik
seperti Epi Info, SPSS, SAS, dan lain-lain. P value merupakan nilai yang
menunjukkan besarnya peluang salah menolak Ho (Hipotesis nol) dari
penelitian. Adapun Ho sendiri adalah hipotesis yang menyatakan tidak ada
perbedaan suatu kejadian antara kedua kelompok atau menyatakan tidak ada
43
hubungan antara variabel satu dengan variabel yang lain. Sedangkan nilai α
atau kesalahan tipe I merupakan kesalahan menolak Ho padahal sesungguhnya
Ho benar (Hastono, 2010). Ketentuan yang berlaku adalah sebagai berikut
(Hastono, 2010):
1) Bila nilai p value ≤ nilai α, keputusannya adalah Ho ditolak.
2) Bila nilai p value > nilai α, keputusannya adalah Ho gagal ditolak.
44
I. Kerangka Teori
Dalam penelitian ini, teori yang digunakan mengacu pada teori Green
(1980). Teori tersebut terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku
manusia, yaitu faktor predisposisi, faktor pendukung, dan faktor penguat yang
digambarkan pada gambar 2.2 sebagai berikut:
Sumber: Green, 1980
Gambar 2.2 Kerangka Teori Perilaku 5R oleh Perawat
Faktor Predisposisi:
1. Usia
2. Masa kerja
3. Tingkat pendidikan
4. Jenis kelamin
5. Pengetahuan
6. Sikap
7. Motivasi
Faktor Pendukung:
1. Ketersediaan fasilitas
2. Kemampuan sumber daya
Faktor Penguat:
1. Reward and Punishment
2. Pengawasan
3. Pelatihan
4. Peraturan dan Prosedur
Perilaku
45
3. BAB III
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN
HIPOTESIS PENELITIAN
A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep dalam penelitian ini mengacu pada teori Green (1980)
yang menyebutkan bahwa perilaku dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu, faktor
predisposisi, faktor pemungkin, dan faktor penguat. Berdasarkan teori tersebut
peneliti ingin mengetahui faktor yang berperan dalam perilaku 5R, yaitu
faktor predisposisi meliputi: usia, masa kerja, tingkat pendidikan, jenis
kelamin, pengetahuan, sikap, dan motivasi, Faktor pendukung meliputi:
ketersediaan fasilitas. Faktor penguat meliputi: reward and punishment dan
pengawasan.
Variabel yang tidak diteliti adalah peraturan dan prosedur karena seluruh
ruangan atau seluruh bagian di RSUD Pasar Rebo memiliki peraturan dan
prosedur yang sama dalam penerapan 5R. Variabel pelatihan tidak diteliti
karena seluruh pekerja di RSUD Pasar Rebo belum pernah mengikuti
pelatihan 5R, sehingga jika variabel pelatihan diteliti maka data yang akan
didapatkan bersifat homogen. Variabel kemampuan sumber daya mengenai
5R tidak diteliti, karena seluruh perawat belum pernah mengikuti pelatihan
5R, sehingga dianggap seluruh perawat memiliki kemampuan yang sama
dalam perilaku 5R. Kerangka konsep pada penelitian ini terdiri dari variabel
46
bebas (independen) dan variabel terikat (dependen). Dalam skema kerangka
konsep dapat digambarkan pada gambar 3.1 sebagai berikut:
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Perilaku 5R oleh Perawat
Faktor Predisposisi:
1. Usia
2. Masa kerja
3. Tingkat pendidikan
4. Jenis kelamin
5. Pengetahuan
6. Sikap
7. Motivasi
Faktor Pendukung:
1. Ketersediaan fasilitas
Faktor Penguat:
1. Reward
2. Punishment
3. Pengawasan
Perilaku 5R pada
perawat
47
B. Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional
No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Skala
1. Perilaku 5R Pelaksanaan 5R oleh
perawat
Hasil
observasi
Tabel
observasi
1. Tidak baik (total
skor ≤ nilai
median (101,00))
2. Baik (total skor >
nilai median
(101,00))
Ordinal
2. Usia Waktu yang dihitung
sejak seseorang lahir
hingga ulang tahun
terakhir
Penyebaran
kuesioner
Kuesioner ……. tahun
Rasio
3. Masa Kerja Lamanya pekerja
bekerja sebagai
perawat di rumah
sakit tersebut hingga
penelitian berlangsung
Penyebaran
kuesioner
Kuesioner …….. tahun
Rasio
4. Tingkat
Pendidikan
Pendidikan formal
terakhir perawat
Penyebaran
kuesioner
Kuesioner 1. D3 keperawatan
2. S1 keperawatan
Ordinal
5. Jenis
Kelamin
Pembagian kategori
seksual responden
yang ditentukan
secara biologis dan
anatomis
Penyebaran
kuesioner
Kuesioner 1. Laki-laki
2. Perempuan
Nominal
6. Pengetahuan Segala sesuatu yang
diketahui perawat
mengenai 5R
Penyebaran
kuesioner
Kuesioner 1. Rendah (total skor
≤ nilai median
(29,00))
2. Tinggi (total skor
> nilai median
(29,00))
Ordinal
48
Tabel 3.1 Lanjutan
No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Skala
7. Sikap
Ungkapan perasaan,
keyakinan, dan
kecenderungan
responden untuk
melakukan suatu
tindakan dalam
pelaksanaan 5R
- Positif: jika
responden
mendukung
pelaksanaan 5R
dalam lingkungan
kerja
- Negatif: jika
responden tidak
mendukung
pelaksanaan 5R
dalam lingkungan
kerja
Penyebaran
kuesioner
Kuesioner 1. Negatif (jika
skor jawaban ≤
nilai median
(59,00))
2. Positif (jika
skor jawaban >
nilai median
(59,00))
Ordinal
8. Motivasi Faktor-faktor yang
mengarahkan dan
mendorong perilaku
atau keinginan
seseorang untuk
melakukan kegiatan
yang dinyatakan
dalam bentuk usaha
yang keras atau usaha
yang lemah
Penyebaran
kuesioner
Kuesioner 1. Motivasi kuat
(jika skor
jawaban > nilai
median (10,00))
2. Motivasi tidak
kuat (jika skor
jawaban ≤ nilai
median (10,00))
Ordinal
49
Tabel 3.1 Lanjutan
No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Skala
9. Ketersediaan
fasilitas
Sumber daya yang
mendukung
pelaksanaan 5R, yaitu
alat kebersihan, rak
penyimpanan, label
penamaan, ruang
penyimpanan yang
memadai sehingga
semua benda memiliki
tempatnya masing-
masing dan tidak
diletakkan
disembarang tempat.
Penyebaran
kuesioner
Kuesioner 1. Tidak cukup
(jika skor
jawaban ≤ nilai
median (13,00))
2. Cukup (jika
skor jawaban >
nilai median
(13,00))
Ordinal
10. Reward and
punishment
Konsekuensi yang
didapatkan jika
melaksanakan atau
tidak melaksanakan
5R
Penyebaran
kuesioner
Kuesioner 1. Tidak pernah
2. Pernah
Ordinal
11. Pengawasan Kegiatan pemantauan
rutin yang dilakukan
oleh penanggunng
jawab 5R
Penyebaran
kuesioner
Kuesioner 1. Tidak rutin
dilaksanakan
2. Rutin
dilaksanakan
Ordinal
50
C. Hipotesis Penelitian
1. Ada hubungan antara faktor predisposisi (usia, tingkat pendidikan, masa
kerja, jenis kelamin, pengetahuan, sikap, motivasi) dengan perilaku 5R
pada perawat kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta tahun 2017.
2. Ada hubungan antara faktor pendukung (ketersediaan fasilitas) dengan
perilaku 5R pada perawat kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta tahun
2017.
3. Ada hubungan antara faktor penguat (reward and punishment dan
pengawasan) dengan perilaku 5R pada perawat kelas III di RSUD Pasar
Rebo Jakarta tahun 2017.
51
4. BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross
sectional. Pengambilan data yang dilakukan baik variabel dependen dan
independen dilakukan dalam satu waktu yang bersamaan.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada ruang perawat instalasi rawat inap kelas III
di RSUD Pasar Rebo Jakarta yang dilakukan pada bulan Desember 2016-
Maret 2017.
C. Populasi dan Sampel
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh perawat di RSUD Pasar Rebo
Jakarta. Sedangkan sampel dalam penelitian ini adalah perawat pada rawat
inap kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta. Dalam perhituangan sampel
digunakan rumus uji hipotesis beda dua proporsi (Lameshow dkk., 1990)
sebagai berikut.
𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑛) = (𝑍1−𝑎/2√2𝑃(1 − 𝑃) + 𝑍1−𝛽√𝑃1(1 − 𝑃1) + 𝑃2(1 − 𝑃2))2
(𝑃1 − 𝑃2)2
52
Keterangan:
n : Besar sampel yang dibutuhkan oleh peneliti
P : Rata-rata proporsi pada populasi (𝑃1+𝑃2)
2
P1 : Proporsi pekerja dengan pelaksanaan 5R buruk pada
kelompok dengan faktor risiko/penyebab
P2 : Proporsi pekerja dengan pelaksanaan 5R buruk pada
kelompok tanpa faktor risiko/penyebab
𝑍1−𝑎/2 : Derajat kepercayaan 95% (α = 5% = 1,96)
𝑍1−𝛽 : Kekuatan uji (80%)
Perhitungan besar sampel akan dilakukan berdasarkan perhitungan besar
sampel menggunakan nilai P1 dan P2 dari hasil studi pendahuluan yang
dilakukan. Adapun besar sampel pada tiap-tiap variabel yang terdapat pada
table 4.1 adalah sebagai berikut:
Tabel 4.1 Hasil Perhitungan Sampel
Variabel Pelaksanaan 5R
n (n x 2) (n x 2)xdeff P1 P2
Usia 0,70 0,40 42 84 168
Masa kerja 0,70 0,40 42 84 168
Pengetahuan 0,40 0,75 31 62 124
Sikap 0,65 0,45 96 192 384
Motivasi 0,40 0,75 31 62 124
Pengambilan sampel dilakukan dengan metode one stage cluster sampling
yaitu, teknik memilih sebuah sampel dari kelompok-kelompok unit kecil
dengan membagi populasi menjadi kelompok atau klaster. Beberapa klaster
53
kemudian dipilih secara acak sebagai wakil dari populasi, kemudian seluruh
elemen dalam klaster terpilih dijadikan sebagai sampel penelitian (Schafer,
1996). Ruang rawat inap terbagi menjadi 3 kelas, yaitu kelas I, kelas II, dan
kelas III. Setelah dilakukan pemilihan acak secara manual menggunakan
kertas kocokan, maka terpilih kelas III sebagai sampel penelitian. Dengan
demikian, seluruh perawat yang ada di ruang rawat inap kelas III akan menjadi
sampel penelitian. Minimal sampel yang dibutuhkan yaitu, sebanyak 124
sampel. Populasi perawat kelas III di RSUD Pasar Rebo adalah sebanyak 131
perawat sehingga penelitian ini menggunakan sampel jenuh, namun pada
penelitian ini sampel sebanyak 126 sampel, tedapat 4 perawat yang sedang
cuti kerja dan 1 kuesioner hilang.
D. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan data primer,
yaitu data yang dikumpulkan oleh peneliti dari responden dengan
menggunakan kuesioner (Lampiran I). Sebelum pengisian kuesioner, terdapat
inform consent yang berisi mengenai persetujuan perawat menjadi responden
penelitian serta berisi penjelasan mengenai tujuan penelitian dan cara
pengisian kuesioner. Data yang didapatkan adalah usia, masa kerja, tingkat
pendidikan, jenis kelamin, pengetahuan, sikap, motivasi, ketersediaan fasilitas,
reward and punishment, serta pengawasan. Lembar observasi (Lampiran II)
untuk mengetahui perilaku 5R yang dilaksanakan selama perawat bekerja
dalam 3 hari. Observasi setiap harinya dilakukan sebanyak 8 kali, yaitu setiap
jam perawat bekerja dalam 8 jam. Waktu pengamatan dilakukan secara acak
dan dilakukan selama 10 menit. Observer mengobservasi perawat dengan cara
54
duduk di ruang perawat dan mengamati seluruh perilaku perawat saat berada
di ruang perawat. Akan tetapi saat observasi dilakukan terdapat beberapa item
tidak dapat terobservasi, misalnya saat perawat hanya duduk dan mencatat
dokumen-dokumen. Berikut adalah contoh waktu observasi yang dilakukan.
Tabel 4.2 Contoh Waktu Observasi Perilaku 5R
Senin,
6 Maret 2017
Jumat,
10 Maret
2017
Kamis,
16 Maret
2017
1 2 3 4 5 6 7 8 ….. …... Perawat
1 07.00 08.00 09.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00
….. …..
Perawat
2 07.10 08.10 09.10 10.10 11.10 12.10 13.10 14.10
….. …..
E. Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner dan
lembar observasi yang didalamnya terdapat beberapa pertanyaan untuk
mengetahui variabel-variabel yang akan diteliti, yaitu:
1. Kuesioner
Kuesioner digunakan untuk melihat variabel usia, masa kerja,
tingkat pendidikan, jenis kelamin, pengetahuan, sikap, motivasi,
ketersediaan fasilitas, reward and punishment, serta pengawasan.
Kuesioner penelitian ada pada Lampiran I. Berikut adalah penjelasan
dari masing-masing variabel:
a. Usia
Variabel usia dilihat dari selisih tahun lahir pekerja dan tahun
dilakukan penelitian. Variabel usia diukur dalam tahun.
55
b. Masa kerja
Variabel masa kerja dilihat dari masa kerja pekerja dalam
tahun, dilihat dari selisih tahun pertama pekerja bekerja sebagai
perawat dan tahun dilakukan penelitian.
c. Tingkat pendidikan
Variabel tingkat pendidikan menggunakan tingkat
pendidikan formal berdasarkan Persatuan Perawat Nasional
Indonesia (PPNI) yang mengacu pada Peraturan Presiden Nomer
8 tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia
(KKNI) yang membagi lulusan pendidikan tinggi keperawatan
menjadi D3 keperawatan, S1 keperawatan, Magister keperawatan,
Ners spesialis keperawatan, Doktor keperawatan. Apabila
responden memiliki status D3 maka diberi skor 1. Perawat yang
memiliki status pendidikan S1 diberi skor 2. Pekerja yang
memiliki status pendidikan Magister maka diberi skor 3. Perawat
yang memiliki status pendidikan ners spesialis keperawatan diberi
skor 4. Perawat yang memiliki status pendidikan doktor
keperawatan akan diberi skor 5.
d. Jenis kelamin
Variabel jenis kelamin dilakukan pembagian kategori
seksual responden yang ditentukan secara biologis dan anatomis.
Pilihan angka 1 untuk perawat dengan jenis kelamin perempuan
dan angka 2 untuk perawat dengan jenis kelamin laki-laki.
56
e. Pengetahuan
Variabel pengetahuan terdiri dari 20 pertanyaan.
Pertanyaan mengenai pengetahuan 5R digunakan teori-teori serta
pengertian-pengertian yang berupa pernyataan, kemudian diubah
menjadi pertanyaan dari berbagai sumber diantaranya lean
hospitals improving quality, patient safety, and employee
engagement (Graban, 2012) dan gemba kaizen pendekatan akal
sehat, berbiaya rendah pada manajemen (Imai, 1998). Skoring
yang dilakukan adalah jika pilihan jawaban benar akan diberi skor
2, sedangkan jika pilihan jawaban salah diberi skor 1. Hasil ukur
variabel pengetahuan adalah:
i. Rendah (total skor ≤ nilai median)
ii. Tinggi (total skor > nilai median
f. Sikap
Variabel sikap terdiri dari 15 pertanyaan, skoring yang
dilakukan adalah sangat setuju (skor: 5), setuju (skor: 4), kurang
setuju (skor: 3), tidak setuju (skor: 2), sangat tidak setuju (skor: 1)
pada pernyataan positif. Pernyataan positif terdapat pada
pernyataan S5 “Saya mengambil barang dan menaruh barang di
tempat yang sama” dan pada pernyataan S7 “Saya tidak suka
melihat tempat kerja saya kotor.” Kemudian skoring sangat setuju
(skor: 1), setuju (skor: 2), kurang setuju (skor: 3), tidak setuju
(skor: 4), sangat tidak setuju (skor: 5) pada pernyataan negatif.
57
Pernyataan lainnya adalah pernyataan negatif. Hasil ukur variabel
sikap adalah:
i. Negatif (jika skor jawaban ≤ nilai median)
ii. Positif (jika skor jawaban > nilai median)
g. Motivasi
Variabel motivasi terdiri dari 5 pertanyaan positif. Skoring
yang dilakukan adalah sangat setuju (skor: 5), setuju (skor: 4),
kurang setuju (skor: 3), tidak setuju (skor: 2), sangat tidak setuju
(skor: 1). Hasil ukur variabel motivasi adalah:
i. Motivasi tidak kuat (jika skor jawaban ≤ nilai median)
ii. Motivasi kuat (jika skor jawaban > nilai median
h. Ketersediaan Fasilitas
Variabel ketersediaan fasilitas terdiri dari tujuh item,
skoring yang dilakukan adalah (skor : 1) jika ketersediaan fasilitas
tidak cukup, (skor : 2) jika ketersediaan fasilitas cukup.
i. Tidak cukup (jika skor jawaban ≤ nilai median)
ii. Cukup (jika skor jawaban > nilai median)
i. Reward and punishment
Variabel reward and punishment terdiri dari dua pertanyaan
dengan jawaban pernah atau tidak pernah. Pilihan jawaban tidak
pernah akan mendapat skor 1 dan pilihan jawaban pernah akan
mendapat skor 2.
58
j. Pengawasan
Variabel pengawasan terdiri dari satu pertanyaan, skoring
yang dilakukan adalah skor 1 jika tidak rutin dilaksanakan dan skor
2 jika rutin dilaksanakan.
2. Lembar Observasi
Lembar observasi digunakan untuk melihat variabel perilaku 5R
oleh perawat kelas III.
a. Perilaku 5R
Variabel perilaku pelaksanaan 5R terdiri dari 21 item yang
harus diobservasi, item observasi perilaku 5R menggunakan teori-
teori serta pernyataan-pernyataan dari berbagai sumber diantaranya
lean hospitals improving quality, patient safety, and employee
engagement (Graban, 2012), sikap kerja 5S (Osada, 1995), dan
gemba kaizen pendekatan akal sehat, berbiaya rendah pada
manajemen (Imai, 1998). Skoring yang dilakukan pada item yang
terobservasi adalah tidak dilaksanakan (skor: 0) dan dilaksanakan
(skor: 1), sedangkan pada item yang tidak dapat terobservasi tidak
termasuk dalam perhitungan. Hasil ukur variabel perilaku
pelaksanaan 5R adalah:
i. Tidak baik, jika hasil observasi, total skor ≤ nilai median
ii. Baik, jika hasil observasi, total skor > nilai median
59
F. Uji Validitas dan Reliabilitas
1. Uji Validitas
Validitas adalah suatu ukuran untuk melihat seberapa besar tingkat
ketepatan atau kesahihan suatu instrumen (Arikunto, 2011). Uji validitas
dilakukan untuk mengetahui pertanyaan atau pernyataan dalam kuesioner
valid atau tidak valid yang akan mempengaruhi pertanyaan atau pernyataan
tersebut dapat digunakan atau tidak. Uji validitas telah dilakukan sebelum
proses pengumpulan data dimuali. Uji validitas dilakukan dengan
menyebarkan kuesioner ke tempat yang berbeda, tetapi memiliki responden
dengan karakteristik yang sama dengan responden penelitian yang diteliti pada
penelitian ini. Penyebaran kuesioner untuk validitas dilakukan sebayak 30
kuesioner kepada 30 perawat kelas III di salah satu RSUD di Jawa Barat.
Uji validitas pada variabel dengan pilihan jawaban menggunakan skala
likert dilakukan dengan membandingkan nilai r hitung (r pearson) dengan r
tabel. Instrumen dinyatakan valid jika r hitung ≥ r tabel. Nilai r tabel yang
digunakan untuk sampel dengan jumlah 30 responden adalah 0,361. Selain itu
dapat ditanggulangi dengan melakukan modifikasi item untuk memperjelas
makna pada item kuesioner atau menghilangkan item jika tidak penting. Uji
validitas yang dilakukan pada kuesioner yang menggunakan skala guttman
adalah dengan validitas konten atau yang disebut dengan validitas isi.
Validitas isi memiliki tujuan untuk mengetahui bahwa setiap item pada
instrumen yang digunakan sudah cukup mewakili konsep yang diinginkan.
Validitas isi dimulai dengan menentukan konsep yang akan digunakan dalam
penelitian, menilai apakah item sudah tepat untuk mengukur konsep penelitian
60
yang didukung dengan teori, penilaian setiap item dapat dilakukan dengan
melihat estimasi waktu responden dalam mengisi kuesioner dan pemahaman
responden pada isi kuesioner. Berdasarkan hasil uji validitas, diketahui
terdapat 3 pernyataan pada variabel sikap yang memiliki nilai dibawah nilai r
tabel, sehingga pernyataan tersebut dikatakan tidak valid. Akan tetapi,
pernyataan tersebut tetap disertakan ke dalam kuesioner penelitian, karena
pentingnya pernyataan tersebut.
2. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas dilakukan setelah pertanyaan atau pernyataan yang ada
dalam kuesioner sudah valid. Uji reliabilitas dilakukan untuk melihat sejauh
mana hasil suatu pengukuran dapat terlihat konsisten bila dilakukan berulang
kali dalam suatu instrument (Arifin, 2012). Uji reliabilitas dilakukan dengan
membandingkan nilai menggunakan cronbach’s alpha pada tabel reliability
statistics. Instrumen penelitian dikatakan reliabel. Jika nilai cronbach’s alpha
≥ 0,6 (Oktavia, 2015). Berdasarkan hasil uji reliabilitas yang telah dilakukan,
diketahui seluruh variabel dalam penelitian ini memiliki nilai cronbach’s
alpha ≥ 0,6. Sehingga dapat disimpulkan bahwa seluruh variabel dalam
penelitian ini reliabel.
61
G. Manajemen Data
Seluruh data yang terkumpul akan diolah dengan proses sebagai berikut.
1. Data Coding
Coding adalah proses pemberian kode pada setiap jawaban kuesioner yang
bertujuan untuk memudahkan dalam proses entry dan analisa data. Pemberian
kode akan dilakukan pada variabel dependen dan variabel independen seperti
terlihat pada table 4.3. Kode penelitian ini antara lain:
Tabel 4.3 Kode Variabel
Variabel Kode
Identitas pekerja I1-I4
Usia
Jenis kelamin
Masa kerja
Tingkat Pendidikan
Pengetahuan
Sikap
Motivasi
A1
A2
A3
A4
P1-P20
S1-S15
M1-M5
Ketersediaan fasilitas F1-F7
Reward and punishment
Pengawasan
B1-B2
C1
2. Data Editing
Editing dilakukan sebelum pengolahan data. Hal ini bertujuan untuk
mengoreksi data yang telah berhasil dikumpulkan, meliputi kelengkapan
pengisian kuesioner dan atau kesalahan dalam pengisian kuesioner. Pada
editing dapat dilakukan perbaikan jika dirasa ada kesalahan dan atau keraguan
pada data yang diperoleh.
62
3. Data Entry
Entry adalah proses pemasukkan data yang telah diperoleh ke dalam
komputer. Entry dilakukan pada data yang telah dikode sebelumnya.
Kemudian data diolah menggunakan software pengolahan data.
4. Data Cleaning
Cleaning adalah proses pemeriksaan kembali data yang telah dientry untuk
melihat jika ada kesalahan saat entry data. Cleaning dilakukan untuk
mengetahui missing data. Setelah dilakukan cleaning data dengan demikian
data yang diperoleh siap untuk dianalisis.
H. Analisis Data
1. Analisis Univariat
Merupakan suatu analisis untuk mendeskripsikan masing-masing variabel
yang diteliti. Analisa dilakukan untuk memperoleh gambaran distribusi
frekuensi dari masing-masing variabel independen dan dependen. Varibel
independen yaitu usia, masa kerja, tingkat pendidikan, jenis kelamin,
pengetahuan, sikap, motivasi, ketersediaan fasilitas, reward and punishment,
serta pengawasan. Variabel dependen perilaku 5R. Analisis dilakukan dengan
bantuan software analisa data.
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat adalah analisis yang dilakukan untuk melihat variabel
independen yang diduga memiliki hubungan dengan variabel dependen.
Analisis bivariat pada penelitian ini digunakan untuk melihat hubungan antara
determinan perilaku 5R dengan perilaku 5R pada perawat kelas III di RSUD
Pasar Rebo Jakarta.
63
Teknik analisis data yang digunakan adalah uji chi-square dan mann-
withney. Uji chi-square yang digunakan untuk membandingkan proporsi pada
dua kelompok atau lebih. Derajat kepercayaan yang digunakan sebesar 95%,
dengan derajat kemaknaan sebesar 5%, sehingga jika pvalue ≤ 0,05 maka
dapat diartikan ada hubungan antara variabel independen dengan variabel
dependen. Namun, jika pvalue > 0,05 maka dapat diartikan tidak ada
hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Untuk
melihat kekuatan hubungan antara variabel dependen dan independen maka
dilihat nilai Odds Ratio (OR). Apabila nilai OR > 1, berarti variabel yang
diteliti meningkatkan risiko. Namun, jika nilai OR = 1 berarti variabel yang
diteliti tidak ada hubungan dengan variabel dependen. Sedangkan untuk nilai
OR < 1, berarti variabel yang diteliti memperkecil risiko.
Uji chi-square dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel tingkat
pendidikan, jenis kelamin, pengetahuan, sikap, motivasi, ketersediaan fasilitas,
reward and punishment, dan pengawasan dengan perilaku 5R. Sementara, uji
mann-whithney digunakan untuk mengetahui hubungan pada dua variabel
numerik dan kategorik, namun data tidak terdistribusi normal. Uji mann-
whithney pada penelitian ini digunakan untuk melihat hubungan antara
variabel usia dan masa kerja dengan perilaku 5R.
3. Analisis Multivariat
Analisis multivariat adalah analisis yang menghubungkan beberapa
variabel independen dengan satu variabel dependen dalam waktu bersamaan.
Pada penelitian ini, analisis multivariat dilakukan dengan menggunakan uji
64
regresi logistik berganda karena variabel dependen berupa data kategorik
(Amran, 2012).
Langkah pertama untuk melakukan analisis multivariat adalah dengan
melakukan analisis bivariat anatara masing-masing variabel independen
dengan variabel dependen (Riyanto, 2009). Apabila hasil uji bivariat
mempunyai Pvalue < 0,25, maka variabel tersebut dapat masuk dalam analisis
multivariat. Langkah kedua adalah pembuatan model untuk menentukan
variabel independen yang paling berpengaruh dengan variabel dependen.
Pembuatan model faktor penentu dilakukan menggunakan analisis regresi
logistik berganda. Jika hasil uji menunjukkan terdapat variabel yang memiliki
nilai Pvalue > 0,05, maka variabel tersebut harus dikeluarkan dari pemodelan.
Uji logistik berganda dilakukan secara bertahap, hingga tidak terdapat
varibel yang memiliki Pvalue > 0,05 (Riyanto, 2009). Setelah itu, dilakukan
uji interaksi yang bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat interaksi antar
variabel independen. Namun, uji iteraksi hanya dilakukan jika pada variabel
independen yang diduga secara secara substansi terdapat interaksi di dalam
model multivariat tersebut, jika tidak maka uji interaksi tidak perlu dilakukan.
Apabila nilai Pvalue < 0,05 berarti terdapat interaksi antar variabel
independen tersebut, begitupun sebaliknya. Apabila terdapat interaksi, maka
pemodelan akhir yang digunakan adalah pemodelan multivariat dengan
interaksi. Apabila tidak terdapat interaksi, maka pemodelan akhir yang
digunakan adalah pemodelan multivariat tanpa interaksi.
65
BAB V
HASIL
A. Gambaran Umum RSUD Pasar Rebo Jakarta
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pasar Rebo adalah rumah sakit milik
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang termasuk dalam rumah sakit tipe B
non pendidikan. RSUD Pasar Rebo terletak di wilayah Jakarta Timur dan
memiliki luas tanah 13.000 m2 serta luas bangunan 18.000 m2. Pada awalnya,
rumah sakit ini adalah sebuah bangunan POS P3K di Jalan Bidara Cina. Pada
tahun 1957 POS P3K berpindah tempat ke Jalan TB Simatupang No. 30
Jakarta Timur dan berganti nama menjadi Rumah Sakit Karantina. Selang
waktu tujuh tahun, tepatnya pada tahun 1964, rumah sakit ini menjadi Rumah
Sakit Tuberkulosa Paru dan terus berkembang hingga menjadi Rumah Sakit
Umum Kelas C berdasarkan SK Menkes No. 303 tahun 1987.
Status RSUD Pasar Rebo mengalami peningkatan pada tahun 1998, yaitu
menjadi RSUD Kelas B melalui Perda DKI Jakarta nomor 4 tahun 1998.
Seiring dengan meningkatnya mutu pelayanan yang diberikan oleh RSUD
Pasar Rebo, maka RSUD Pasar Rebo mendapatkan sertifikasi ISO 9001:2000
pada tahun 2008 dan sertifikasi ISO 9001:2008 pada tahun 2009. Tahun
2010, RSUD Pasar Rebo mempersiapkan master plan pembangunan gedung
eks. Akademi Perawat Jayakarta demi meningkatkan fasilitas dan pelayanan
bagi masyarakat.
RSUD Pasar Rebo memiliki fasilitas rawat jalan, gawat darurat, rawat
inap, rawat intensif, kamar bersalin, dan kamar operasi. Dengan fasilitas
66
penunjang medik yaitu laboratorium, radiologi, farmasi, gizi, dan instalasi
rehabilitasi medik. Serta instalasi penunjang khusus yaitu laundry, CSSD,
dan kamar jenazah. Jumlah kamar yang terdapat di RSUD Pasar Rebo adalah
sebanyak 79 kamar dengan 364 tempat tidur. Sedangkan jumlah tenaga kerja
yang ada sebanyak 992 pegawai terdiri dari dokter umum, dokter gigi, dokter
spesialis, dokter gigi spesialis, perawat/bidan, paramedis non perawat, dan
tenaga non medis.
RSUD Pasar Rebo memiliki visi dan misi dalam menjalankan seluruh
tugas dan fungsinya. Visi RSUD Pasar Rebo adalah mejadi rumah sakit
unggulan yang bermutu internasional dan rujukan terbaik di Ibukota Negara
Republik Indonesia tahun 2017. Dengan misi diantaranya adalah
menyediakan sumber daya pelayanan kesehatan unggulan, membangun
kolaborasi dengan sarana pelayanan kesehatan dan pendidikan yang bermutu
internasional, dan terciptanya kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan di Ibukota Negara Republik Indonesia. Selain itu, RSUD Pasar
Rebo memiliki kebijakan mutu yaitu memberikan pelayanan kesehatan yang
bermutu oleh SDM profesional dan meningkatkan pelayanan secara bertahap
yang didukung oleh sistem manajemen mutu bagi seluruh lapisan
masyarakat.
RSUD Pasar Rebo telah memiliki program 5R sejak tahun 2015 dan
diaktifkan kembali pada 19 Januari 2016 dengan penetapan tim penilai 5R
yang tertuang dalam Keputusan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Pasar
Rebo Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 013/2016. Tim penilai
5R terdiri dari ketua, sekretaris, dan sembilan anggota. Tim penilai 5R
67
bertugas untuk menilai pelaksanaan 5R pada setiap unit kerja. Penilaian 5R di
RSUD Pasar Rebo Jakarta menggunakan lembar ceklis harian yang harus
diisi oleh seluruh unit kerja dan akan dilakukan rekapitulasi setiap bulannya.
Berdasarkan surat keputusan Direktur RSUD Pasar Rebo tentang penetapan
tim penilai 5R, dalam surat keputusan tersebut tidak terdapat penetapan
mengenai reward maupun punishment yang diberikan pada pekerja jika tidak
menerapkan 5R. Namun, berdasarkan keterangan yang diberikan oleh
penanggung jawab 5R atau sebagai ketua tim penilai 5R menyatakan bahwa
terdapat penghargaan berupa piagam yang diberikan kepada pekerja yang
memiliki perilaku 5R baik atau yang mendapatkan nilai tertinggi. Surat
keputusan tersebut menetapkan bahwa tim penilai 5R di lingkungan RSUD
Pasar Rebo dengan susunan yang telah ditetapkan, tim tersebut bertanggung
jawab langsung kepada Direktur RSUD Pasar Rebo.
B. Analisis Univariat
1. Gambaran Perilaku 5R pada Perawat Kelas III di RSUD Pasar
Rebo Jakarta Tahun 2017
Gambaran distribusi perilaku 5R responden dikelompokan ke
dalam dua kategori, yaitu perilaku 5R baik dan perilaku 5R tidak baik.
Distribusi responden menurut perilaku 5R dapat dilihat pada tabel 5.1
Tabel 5.1 Distribusi Perilaku 5R pada Perawat Kelas III di RSUD Pasar Rebo
Jakarta Tahun 2017
No.
1.
Variabel Kategori Frekuensi (n) Persentase (%)
Perilaku 5R Tidak baik 66 52,4
Baik 60 47,6
Jumlah 126 100
68
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.1 diketahui bahwa
sebagian responden masuk ke dalam kategori perilaku 5R tidak baik,
dengan jumlah responden sebanyak 66 orang (52,4%) responden. Jika
dilakukan analisis masing-masing elemen R didapatkan hasil seperti
pada tabel 5.2.
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Setiap R pada Perawat Kelas III di
RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2017
5R Mean Min-Max 95% CI n
Ringkas 5,36 3,93-6,87 5,2571-5,4720 126
Rapi 5,25 3,44-6,78 5,1451-5,3716 126
Resik 4,37 2,20-7,67 4,1800-4,5660 126
Rawat 5,56 4,00-7,00 5,4500-5,6858 126
Rajin 4,22 2,87-5,27 4,1449-4,3144 126
Pada tabel 5.2 menunjukkan bahwa rajin memiliki rata-rata
terendah, yaitu 4,22 jika dibandingkan dengan elemen R yang lainnya.
2. Gambaran Determinan Perilaku 5R pada Perawat Kelas III di
RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2017
a. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi dalam penelitian ini meliputi usia, masa
kerja, tingkat pendidikan, jenis kelamin, pengetahuan, sikap, dan
motivasi dimana data tersebut didapatkan melalui penyebaran
kuesioner yang diisi oleh perawat kelas III di RSUD Pasar Rebo
Jakarta. Hasil analisis distribusi faktor predisposisi pada perawat
kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta dapat dilihat pada tabel 5.3
dan tabel 5.4.
69
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Usia dan Masa Kerja Perawat Kelas III
di RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2017
No. Variabel Mean Min-Max 95% CI n
1. Usia 31,14 22-57 29,80-32,48 126
2. Masa kerja 7,72 1-32 6,34-9,10 126
1) Usia
Berdasarkan tabel 5.3 terlihat bahwa rata-rata usia perawat kelas
III di RSUD Pasar Rebo Jakarta adalah 31 tahun dengan tingkat
kepercayaan 95% berada pada rentang 29,80-32,48. Usia termuda
adalah 22 tahun sedangkan usia tertua adalah 57 tahun.
2) Masa Kerja
Berdasarkan tabel 5.3 terlihat bahwa rata-rata masa kerja perawat
kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta adalah 8 tahun dengan tingkat
kepercayaan 95% berada pada rentang 6,34-9,10. Masa kerja
terendah adalah 1 tahun sedangkan masa kerja tertinggi adalah 32
tahun.
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Pendidikan, Jenis Kelamin,
Pengetahuan, Sikap, Motivasi Perawat Kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta
Tahun 2017
No. Variabel Kategori Frekuensi (n) Persentase (%)
1 Tingkat Pendidikan D3 115 91,3%
S1 11 8,7%
2 Jenis Kelamin Perempuan 101 80,2%
Laki-Laki 25 19,8%
3 Pengetahuan Rendah 66 52,4%
Tinggi 60 47,6%
4 Sikap Negatif 71 56,3%
Positif 55 43,7%
5 Motivasi Tidak kuat 116 92,1%
Kuat 10 7,9%
70
3) Tingkat Pendidikan
Berdasarkan tabel 5.4 terlihat bahwa sebagian besar perawat
kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta memiliki pendidikan terakhir
D3 yaitu sebanyak 115 perawat (91,3%) dari 126 perawat.
4) Jenis Kelamin
Berdasarkan tabel 5.4 terlihat bahwa sebagian besar perawat
kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta adalah perempuan, yaitu
sebanyak 101 perawat (80,2%) dari 126 perawat.
5) Pengetahuan
Berdasarkan tabel 5.4 terlihat bahwa terdapat beberapa perawat
kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta memiliki pengetahuan 5R
yang rendah, yaitu sebanyak 66 perawat (52,4%) dari 126 perawat.
6) Sikap
Berdasarkan tabel 5.4 terlihat bahwa sebagian besar perawat
kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta memiliki sikap negatif
terhadap perilaku 5R, yaitu sebesar 71 perawat (56,3%) dari 126
perawat.
7) Motivasi
Berdasarkan tabel 5.4 terlihat bahwa sebagian besar perawat
kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta memiliki motivasi yang tidak
kuat untuk perilaku 5R, yaitu sebesar 116 perawat (92,1%) dari 126
perawat.
71
b. Faktor Pendukung
Faktor pendukung dalam penelitian ini adalah ketersediaan
fasilitas dimana data tersebut didapatkan melalui penyebaran
kuesioner yang diisi oleh perawat kelas III di RSUD Pasar Rebo
Jakarta. Hasil analisis distribusi faktor pendukung pada perawat
kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta dapat dilihat pada tabel 5.5.
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Faktor Pendukung (Ketersediaan
Fasilitas) pada Perawat Kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2017
No. Variabel Kategori Frekuensi (n) Persentase
(%)
1. Ketersediaan fasilitas Tidak cukup 72 57,1%
Cukup 54 42,9%
1) Ketersediaan Fasilitas
Berdasarkan tabel 5.5 terlihat bahwa sebagian besar perawat
kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta menyatakan bahwa fasilitas
pendukung 5R yang tersedia di ruang perawat masih tidak cukup,
yaitu sebesar 72 perawat (57,1%) dari 126 perawat.
c. Faktor Penguat
Faktor penguat dalam penelitian ini adalah reward and
punishment dan pengawasan, dimana data tersebut didapat
berdasarkan penyebaran kuesioner yang diisi oleh perawat kelas III
di RSUD Pasar Rebo Jakarta. Hasil analisis distribusi faktor penguat
pada perawat kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta dapat dilihat
pada tabel 5.6.
72
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Faktor Penguat (Reward and
Punishment dan Pengawasan) pada Perawat Kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta
Tahun 2017
No. Variabel Kategori Frekuensi (n) Persentase (%)
1 Reward Tidak pernah 98 77,8%
Pernah 28 22,2%
2 Punishment Tidak pernah 114 90,5%
Pernah 12 9,5%
3 Pengawasan Tidak rutin 35 27,8%
Rutin 91 72,2%
1) Reward
Berdasarkan tabel 5.6 terlihat bahwa sebagian besar perawat
kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta tidak pernah mendapatkan
reward untuk perilaku 5R, yaitu sebanyak 98 perawat (77,8%) dari
126 perawat.
2) Punishment
Berdasarkan tabel 5.6 terlihat bahwa sebagian besar perawat
kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta tidak pernah mendapat
punishment dalam perilaku 5R, yaitu sebanyak 114 perawat (90,5%)
dari 126 perawat.
3) Pengawasan
Berdasarkan tabel 5.6 terlihat bahwa sebagian besar perawat
kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta menyatakan bahwa
pengawasan telah dilakukan secara rutin, namun beberapa perawat
menyatakan bahwa pengawasan tidak dilakukan secara rutin, yaitu
sebanyak 35 perawat (27,8%) dari 126 perawat.
73
C. Hasil Bivariat
1. Hubungan antara Faktor Predisposisi (Usia, Masa Kerja, Tingkat
Pendidikan, Jenis Kelamin, Pengetahuan, Sikap, dan Motivasi)
dengan Perilaku 5R pada Perawat Kelas III di RSUD Pasar Rebo
Jakarta Tahun 2017
Faktor Predisposisi dalam penelitian ini meliputi usia, masa kerja,
tingkat pendidikan, jenis kelamin, pengetahuan, sikap, dan motivasi.
Variabel usia dan masa kerja menggunakan skala rasio, sedangkan
tingkat pendidikan dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu tingkat
pendidikan D3 dan S1. Variabel jenis kelamin dikelompokan menjadi
laki-laki dan perempuan, untuk variabel pengetahuan dikelompokan
menjadi dua, yaitu pengetahuan rendah dan pengetahuan tinggi. Variabel
sikap dikelompokan menjadi sikap negatif dan sikap positif, sedangkan
untuk variabel motivasi dikelompokan menjadi motivasi tidak kuat dan
motivasi kuat.
Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji Mann-Withney
untuk variabel usia dan masa kerja, serta hasil statistik dengan
menggunakan uji Chi-Square antara faktor predisposisi dengan perilaku
5R perawat kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta dapat dilihat pada
tabel 5.7 dan tabel 5.8.
Tabel 2.7 Hubungan Usia dan Masa Kerja dengan Perilaku 5R pada Perawat Kelas
III di RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2017
No. Faktor Predisposisi Perilaku 5R n=126 MeanRank Pvalue
1. Usia Tidak baik 66 70,92
0,017 Baik 60 55,34
2. Masa Kerja Tidak baik 66 68,63
0,096 Baik 60 57,86
74
a. Hubungan antara Usia dengan Perilaku 5R pada Perawat Kelas
III di RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2017
Berdasarkan tabel 5.7 dapat diketahui bahwa usia perawat yang
memiliki perilaku 5R tidak baik hampir merata dengan yang
memiliki perilaku 5R baik dengan rata-rata usia yaitu 31 tahun.
Berdasarkan hasil uji statistik nonparametric, didaptkan Pvalue
sebesar 0,017 yang menyatakan bahwa pada α 5%, ada hubungan
yang bermakna antara usia dengan perilaku 5R pada perawat kelas
III di RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2017.
b. Hubungan antara Masa Kerja dengan Perilaku 5R pada
Perawat Kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2017
Berdasarkan tabel 5.7 dapat diketahui bahwa masa kerja perawat
yang memiliki perilaku 5R tidak baik hampir merata dengan yang
memiliki perilaku 5R baik dengan rata-rata masa kerja 8 tahun.
Berdasarkan hasil uji statistik nonparametric, didapatkan Pvalue
sebesar 0,096 yang menyatakan bahwa pada α 5%, tidak ada
hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan perilaku 5R pada
perawat kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2017.
75
Tabel 5.8 Hubungan Tingkat Pendidikan, Jenis Kelamin, Pengetahuan, Sikap, dan
Motivasi dengan Perilaku 5R pada Perawat Kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta
Tahun 2017
No. Variabel Kategori
Perilaku 5R Total
OR (95% CI) P
value
Tidak baik Baik
n % n % n
(126) %
1 Tingkat
Pendidikan
D3 63 54,8 52 45,2 115 100 3,231
(0,815-12,250) 0,153
S1 3 27,3 8 72,7 11 100
2 Jenis
Kelamin
Perempuan 61 60,4 40 39,6 101 100 6,100
(2,118-17,572) 0,001
Laki-laki 5 20,0 20 80,0 25 100
3 Pengetahuan Rendah 32 48,5 34 51,5 66 100 0,720
(0,35601,453) 0,459
Tinggi 34 56,7 26 43,3 60 100
4 Sikap Negatif 36 50,7 35 49,3 71 100 0,857
(0,423-1,736) 0,804
Positif 30 54,5 25 45,5 55 100
5 Motivasi Tidak kuat 59 50,9 57 49,1 116 100 0,444
(0,109-1,800) 0,405
Kuat 7 70,0 3 30,3 10 100
a. Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Perilaku 5R pada
Perawat Kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2017
Berdasarkan tabel 5.8 dapat diketahui bahwa dari 115 perawat
memiliki pendidikan terakhir D3, sebanyak 63 perawat (54,8%)
berperilaku 5R tidak baik. Kemudian, 11 perawat memiliki tingkat
pendidikan S1, terdapat 3 perawat (27,3%) berperilaku 5R tidak
baik. Berdasarkan hasil uji chi-square, didapatkan Pvalue sebesar
0,153 yang artinya pada α 5% tidak terdapat hubungan yang
bermakna antara tingkat pendidikan dengan perilaku 5R pada
perawat kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta tahun 2017.
Kemudian, diketahui nilai OR sebesar 3,231 (95% CI; 0,815-
12,250), yang artinya perawat dengan tingkat pendidikan D3
berpeluang sebesar 3,231 kali untuk berperilaku 5R yang tidak baik
dibandingkan dengan perawat dengan tingkat pendidikan S1.
76
b. Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Perilaku 5R pada
Perawat Kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2017
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat terlihat
pada tabel 5.8 diketahui bahwa diantara 25 perawat laki-laki,
terdapat 5 perawat laki-laki (20%) yang memiliki perilaku 5R tidak
baik. Kemudian, diantara 101 perawat perempuan terdapat 61
perawat perempuan (60,4%) yang memiliki perilaku 5R tidak baik.
Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai probabilitas
(Pvalue) sebesar 0,001, sehingga dapat disimpulkan bahwa pada α
5%, ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan
perilaku 5R perawat kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta.
Diketahui nilai OR sebesar 6,100 (95% CI; 2,118-17,572), yang
artinya perawat dengan jenis kelamin perempuan berpeluang sebesar
6,100 kali untuk berperilaku 5R yang tidak baik dibandingkan
dengan perawat berjenis kelamin laki-laki.
c. Hubungan antara Pengetahuan dengan Perilaku 5R pada
Perawat Kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2017
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dapat terlihat pada
tabel 5.8 diketahui dari 66 perawat yang memiliki pengetahuan
rendah 32 perawat diantaranya (48,5%) memiliki perilaku 5R yang
tidak baik, sedangkan dari 60 perawat yang memiliki pengetahuan
tinggi mengenai 5R, 34 diantaranya (56,7%) memiliki perilaku 5R
yang tidak baik.
77
Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai probabilitas
(Pvalue) sebesar 0,459, sehingga dapat disimpulkan bahwa pada α
5% tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan
perilaku 5R perawat kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta.
Kemudian, diketahui nilai OR sebesar 0,720 (95% CI; 0,356-1,453),
yang artinya responden dengan pengetahuan rendah memiliki
peluang sebesar 0,720 kali untuk berperilaku 5R tidak baik
dibandingkan dengan responden yang memiliki pengetahuan tinggi.
d. Hubungan antara Sikap dengan Perilaku 5R pada Perawat
Kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2017
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat terlihat
pada tabel 5.8 diketahui bahwa diantara 71 perawat yang memiliki
sikap negatif 36 perawat (50,7%) diantaranya memiliki perilaku 5R
yang tidak baik, sedangkan di antara 55 perawat yang memiliki sikap
positif, 30 perawat (54,5%) memiliki perilaku 5R yang tidak baik.
Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai probabilitas
(Pvalue) sebesar 0,804, sehingga dapat disimpulkan bahwa pada α
5%, tidak ada hubungan yang signifikan antara sikap dengan
perilaku 5R pada perawat kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta.
Kemudian, diketahui nilai OR sebesar 0,857 (95% CI; 0,423-1,736),
yang artinya responden dengan sikap negatif memiliki peluang
sebesar 0,857 kali untuk berperilaku 5R tidak baik daripada
responden dengan sikap positif.
78
e. Hubungan antara Motivasi dengan Perilaku 5R pada Perawat
Kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2017
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat terlihat
pada tabel 5.8 diketahui bahwa di antara 116 perawat dengan
motivasi tidak kuat, terdapat 59 perawat (50,9%) memiliki perilaku
5R yang tidak baik, sedangkan dari 10 perawat dengan motivasi
kuat, terdapat 7 perawat (70,0%) memiliki perilaku 5R yang tidak
baik.
Berdasarkan uji statistik diperoleh nilai probabilitas (Pvalue)
sebesar 0,405, sehingga dapat disimpulkan bahwa pada α 5%, tidak
ada hubungan yang signifikan antara motivasi dengan perilaku 5R
perawat kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta. Kemudian, diketahui
nilai OR sebesar 0,444 (95% CI; 0,109-1,800), yang artinya perawat
dengan motivasi tidak kuat memiliki peluang sebesar 0,444 kali
untuk berperilaku 5R tidak baik dari pada perawat dengan motivasi
kuat.
2. Hubungan antara Faktor Pendukung (Ketersediaan Fasilitas)
dengan Perilaku 5R pada Perawat Kelas III di RSUD Pasar Rebo
Jakarta Tahun 2017
Faktor pendukung dalam penelitian ini meliputi ketersediaan
fasilitas. Ketersediaan fasilitas dikelompokkan ke dalam dua kelompok,
yaitu tidak cukup dan cukup. Hasil analisis statistik dengan
menggunakan Chi-Square antara faktor pendukung (ketersediaan
79
fasilitas) dengan perilaku 5R pada perawat kelas III di RSUD Pasar
Rebo Jakarta dapat dilihat pada tabel 5.9.
Tabel 5.9 Hubungan Faktor Pendukung (Ketersediaan Fasilitas) dengan Perilaku
5R pada Perawat Kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2017
No. Variabel Kategori
Perilaku 5R Total
OR (95% CI) Pvalue Tidak baik Baik
n % n % n
(126) %
1 Ketersediaan
fasilitas
Tidak
cukup 33 45,8 39 54,2 72 100 0,538
(0,263-1,103) 0,129
Cukup 33 61,1 21 38,9 54 100
a. Hubungan antara Ketersediaan Fasilitas dengan Perilaku 5R
pada Perawat Kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun
2017
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat terlihat
pada tabel 5.9 diketahui bahwa dari 72 perawat yang menyatakan
bahwa ketersediaan fasilitas tidak cukup 33 perawat (45,8%)
diantaranya memiliki perilaku 5R yang tidak baik, sedangkan di
antara 54 perawat yang menyatakan ketersediaan fasilitas cukup, 33
perawat (61,1%) diantaranya memiliki perilaku 5R yang tidak baik.
3. Hubungan antara Faktor Penguat (Reward and Punishment dan
Pengawasan) dengan Perilaku 5R pada Perawat Kelas III di RSUD
Pasar Rebo Jakarta Tahun 2017
Faktor penguat dalam penelitian ini meliputi reward and
punishment dan pengawasan. Variabel reward and punishment
dikelompokkan menjadi tidak pernah dan pernah mendapatkan reward
atau punishment, sedangkan untuk variabel pengawasan dikelompokkan
menjadi tidak rutin dan rutin. Hasil analisis statistik dengan
80
menggunakan uji chi-square antara faktor penguat (reward and
punishment dan pengawasan) dapat dilihat pada tabel 5.10.
Tabel 5.10 Hubungan Faktor Penguat (Reward and Punishment dan Pengawasan)
dengan Perilaku 5R pada Perawat Kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun
2017
No. Variabel Kategori
Perilaku 5R Total
OR (95% CI) Pvalue Tidak baik Baik
n % n % n
(126) %
1 Reward
Tidak
pernah 55 56,1 43 43,9 98 100 1,977
(0,839-4,657) 0,174
Pernah 11 39,3 17 60,7 28 100
2 Punishment
Tidak
pernah 60 52,6 54 47,4 114 100 1,111
(0,338-3,652) 1,000
Pernah 6 50,0 6 50,0 12 100
3 Pengawasan
Tidak
rutin 12 34,3 23 65,7 35 100 0,357
(0,158-0,807) 0,020
Rutin 54 59,3 37 40,7 91 100
a. Hubungan antara Reward dengan Perilaku 5R pada Perawat
Kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2017
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terlihat pada
tabel 5.10 diketahui bahwa dari 98 perawat yang tidak pernah
mendapatkan reward, terdapat 55 perawat (56,1%) yang memiliki
perilaku 5R tidak baik, sedangkan di antara 28 perawat yang pernah
mendapatkan reward, terdapat 11 perawat (39,3%) yang memiliki
perilaku 5R tidak baik.
Berdasarkan uji statistik diperoleh nilai probabilitas (Pvalue)
sebesar 0,174, sehingga dapat disimpulkan bahwa pada α 5%, tidak
ada hubungan yang signifikan antara reward dengan perilaku 5R
pada perawat kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta. Kemudian,
diketahui nilai OR sebesar 1,977 (95% CI; 0,839-4,657), artinya
81
perawat yang tidak pernah mendapatkan reward mempunyai peluang
1,977 kali untuk berperilaku 5R tidak baik daripada perawat yang
pernah mendapatkan reward.
b. Hubungan antara Punishment dengan Perilaku 5R pada Perawat
Kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2017
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, terlihat pada
tabel 5.10 diketahui bahwa di antara 114 perawat yang tidak pernah
mendapatkan punishment, terdapat 60 perawat (52,6%) yang
memiliki perilaku 5R tidak baik, sedangkan di antara 12 perawat
yang pernah mendapatkan punishment, terdapat 6 perawat (50,0%)
yang memiliki perilaku 5R tidak baik.
Berdasarkan uji statistik diperoleh nilai probabilitas (Pvalue)
sebesar 1,000, sehingga dapat disimpulkan bahwa pada α 5%, tidak
ada hubungan yang signifikan antara punishment dengan perilaku 5R
pada perawat kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta. Kemudian,
diketahui nilai OR sebesar 1,111 (95% CI; 0,338-3,652), berarti
perawat yang tidak pernah mendapatkan punishment mempunyai
peluang 1,111 kali untuk berperilaku 5R tidak baik daripada perawat
yang pernah mendapatkan punishment.
c. Hubungan antara Pengawasan dengan Perilaku 5R pada
Perawat Kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2017
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat terlihat
pada tabel 5.10 diketahui bahwa di antara 35 perawat yang
menyatakan bahwa pengawasan tidak rutin dilakukan, terdapat 12
82
perawat (34,3%) memiliki perilaku 5R yang tidak baik, sedangkan di
antara 91 perawat yang menyatakan bahwa pengawasan dilakukan
secara rutin, terdapat 54 perawat (59,3%) memiliki perilaku 5R tidak
baik.
Berdasarkan uji statistik diperoleh nilai probabilitas (Pvalue)
sebesar 0,020, sehingga dapat disimpulkan bahwa pada α 5%, ada
hubungan yang signifikan antara pengawasan dengan perilaku 5R
pada perawat kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta. Kemudian,
diketahui nilai OR sebesar 0,357 (95% CI; 0,158-0,807), berarti
perawat yang menyatakan pengawasan tidak rutin dilakukan
mempunyai peluang sebesar 0,357 kali untuk berperilaku 5R tidak
baik dari pada perawat yang menyatakan pengawasan secara rutin
dilakukan.
D. Hasil Multivariat
1. Determinan Paling Dominan yang Berhubungan dengan Perilaku
5R pada Perawat Kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun
2017
Untuk mengetahui determinan paling dominan yang berhubungan
dengan perilaku 5R pada perawat kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta
tahun 2017, dilakukan analisis multivariat dengan uji regresi logistik
berganda. Tahapan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Seleksi Kandidat Model Analisis Multivariat
Seleksi kandidat model analisis multivariat dilakukan dengan
cara melakukan analisis bivariat antara tiap variabel independen
83
dengan variabel dependen. Variabel yang memiliki Pvalue ≤ 0,25
maka menjadi kandidat model multivariat. Hasil analisis bivariat
antara variabel independen dengan variabel dependen pada penelitian
ini adalah sebagai berikut:
Tabel 5.11 Hasil Analisis Bivariat antara Variabel Independen dan Variabel
Dependen
Variabel Pvalue
Usia 0,017*
Masa Kerja 0,096*
Tingkat Pendidikan 0,153*
Jenis Kelamin 0,001*
Pengetahuan 0,459
Sikap 0,804
Motivasi 0,405
Ketersediaan Fasilitas 0,129*
Reward 0,174*
Punishment 1,000
Pengawasan 0,020*
*kandidat model multivariat
Berdasarkan tabel 5.11, diketahui bahwa terdapat tujuh variabel
yang memiliki Pvalue ≤ 0,25 yaitu usia, masa kerja, tingkat
pendidikan, jenis kelamin, ketersediaan fasilitas, reward, dan
pengawasan. Dengan demikian, variabel-variabel tersebut menjadi
kandidat model dalam analisis multivariat.
b. Pembuatan Model Determinan Paling Dominan yang
Berhubungan dengan Perilaku 5R
Pada tahap ini, analisis multivariat dilakukan bertujuan untuk
mendapatkan model yang dianggap tepat untuk memprediksi variasi
yang terjadi pada variabel dependen yaitu perilaku 5R pada perawat
kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta tahun 2017. Analisis
84
multivariat yang dilakukan adalah uji regresi logistik berganda.
Variabel yang valid dalam model multivariat adalah variabel yang
memiliki Pvalue ≤ 0,05. Apabila di dalam model ditemui pvalue >
0,05 maka variabel tersebut harus dikeluarkan dari dalam model.
Pengeluaran variabel dilakukan bertahap dimulai dari Pvalue yang
paling besar. Setelah variabel tersebut dikeluarkan, uji kembali dan
dilakukan hingga tidak terdapat variabel yang memiliki Pvalue >
0,05. Hasil pembuatan model determinan paling dominan adalah
sebagai berikut:
Tabel 5.12 Hasil Analisis Variabel Kandidat Model Multivariat
Variabel Pvalue
Model 1 Model 2 Model 3 Model 4 Model 5
Usia 0,010 0,009 0,007 0,002 0,001
Masa Kerja 0,029 0,029 0,021 0,002 0,002
Tingkat Pendidikan 0,114 0,117 0,147 - -
Jenis Kelamin 0,014 0,014 0,012 0,013 0,007
Ketersediaan Fasilitas 0,834 - - - -
Reward 0,143 0,145 - - -
Pengawasan 0,051 0,043 0,071 0,063 -
Berdasarkan hasil analisis pada tabel 5.12, diketahui bahwa
terdapat tiga variabel yang memiliki nilai Pvalue ≤ 0,05, yaitu usia
(0,001), masa kerja (0,002), dan jenis kelamin (0,007). Hasil ini
menunjukkan bahwa variabel-variabel tersebut memiliki hubungan
yang signifikan terhadap perilaku 5R pada perawat kelas III di
85
RSUD Pasar Rebo Jakarta tahun 2017. Hasil pembuatan model
determinan paling dominan adalah sebagai berikut.
Tabel 5.13 Hasil Analisis Multivariat Determinan Paling Dominan antara Usia,
Masa Kerja, dan Jenis Kelamin dengan Perilaku 5R pada Perawat Kelas III di
RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2017
Variabel B Wald Pwald Exp(B) 95% CI
Usia -0,258 10,370 0,001 0,772 (0,660-0,904)
Masa Kerja 0,237 9,958 0,002 1,268 (1,094-1,469)
Jenis Kelamin 1,632 7,201 0,007 5,116 (1,553-16,855)
Constant 4,158 3,726 0,054 63,975
Pvalue = 0,056 Negelkerke R Square = 0,254
Setelah diperoleh determinan yang paling dominan, langkah
selanjutnya adalah memeriksa apakah terdapat interaksi antar
variabel independen dalam model dengan cara melakukan uji
interaksi. Uji interaksi hanya dilakukan pada variabel independen
yang diduga secara substansi terdapat interaksi di dalam model
multivariat tersebut. Berdasarkan hasil analisis variabel yang paling
dominan dalam penelitian ini tidak terdapat variabel yang secara
substansi atau secara teori memiliki interaksi, maka pemodelan akhir
yang digunakan adalah pemodelan multivariat tanpa interaksi.
Sehingga model yang digunakan adalah model akhir sebelum
dilakukan uji interaksi, yaitu hasil analisis multivariat determinan
paling dominan antara usia, masa kerja, dan jenis kelamin dengan
perilaku 5R pada perawat kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta
tahun 2017 pada tabel 5.13, diketahui bahwa usia, masa kerja, dan
jenis kelamin memiliki hubungan yang signifikan dengan perilaku
5R pada perawat kelas III.
86
Berdasarkan hasil analisis multivariat, diperoleh bahwa usia,
masa kerja, dan jenis kelamin yang masuk dalam analisis multivariat
untuk mencari determinan paling dominan yang berhubungan dengan
perilaku 5R. Faktor paling dominan dapat diketahui dengan melihat
nilai Exp(B) untuk masing-masing variabel yang berhubungan
dengan perilaku 5R. Pada variabel usia hasil analisis didapatkan nilai
Exp(B) sebesar 0,772, artinya perawat dengan usia lebih tua akan
berperilaku 5R baik sebesar 1,295 kali lebih tinggi dibandingkan
dengan perawat dengan usia lebih muda setelah dikontrol variabel
masa kerja dan jenis kelamin.
Hasil analisis pada variabel masa kerja didapatkan nilai Exp(B)
sebesar 1,268, artinya perawat dengan masa kerja belum lama akan
berperilaku 5R tidak baik sebesar 1,268 kali lebih tinggi
dibandingkan dengan perawat yang memiliki masa kerja sudah lama
setelah dikontrol variabel usia dan jenis kelamin.
Pada variabel jenis kelamin hasil analisis didapatkan nilai
Exp(B) sebesar 5,116, artinya perawat dengan jenis kelamin
perempuan akan berperilaku 5R tidak baik sebesar 5,116 kali lebih
tinggi dibandingkan dengan perawat dengan jenis kelamin laki-laki
setelah dikontrol variabel usia dan masa kerja.
Jika dibandingkan antara variabel usia, masa kerja, dan jenis
kelamin, menunjukkan bahwa variabel jenis kelamin memiliki nilai
Exp(B) paling tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa jenis kelamin
merupakan variabel yang paling dominan berhubungan dengan
87
perilaku 5R pada perawat kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta.
Hasil analisis juga menunjukkan bahwa koefisien determinan (R
square) memiliki nilai 0,254, artinya bahwa model regresi yang
diperoleh dapat menjelaskan 25,4% variasi variabel dependen
perilaku 5R. Dengan demikian, usia, masa kerja, dan jenis kelamin
hanya dapat menjelaskan variasi variabel perilaku 5R sebesar 25,4%,
sedangkan 74,6% dijelaskan oleh variabel lainnya yang tidak diteliti.
88
BAB VI
PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian
Kelemahan dalam penelitian ini yang menjadi keterbatasan dalam
penelitian yang dilakukan, diantaranya:
1. Observasi perilaku 5R yang dilakukan pada ruang perawat adalah
observasi non partisipan, sehingga observer hanya mengamati perilaku
perawat tanpa ikut ambil bagian dalam pekerjaan perawat. Hal ini
menyebabkan masih memungkinkannya terjadi bias dalam observasi,
karena tidak semua item dalam elemen 5R dapat teramati dengan baik saat
waktu observasi dilakukan.
2. Lembar observasi yang digunakan adalah hasil pengembangan dari
pelaksanaan 5R pada bidang industri yang belum disesuaikan dengan
perilaku 5R pada perawat, sehingga item yang diobservasi masih kurang
sesuai.
3. Peneliti menitipkan kuesioner kepada kepala ruangan untuk di bagikan
kepada sampel penelitian, sehingga peneliti tidak dapat mengawasi satu
per satu perawat dalam mengisi kuesioner. Hal ini dimungkinkan dapat
terjadi bias saat pengisian kuesioner dilakukan, perawat dapat mencontek
atau saling bekerja sama saat menjawab pertanyaan pada kuesioner.
4. Pernyataan ketersediaan fasilitas tidak rinci fasilitas pendukung di setiap
elemen R, sehingga variabel ketersediaan fasilitas tidak dapat
tergambarkan dengan baik.
89
5. Pertanyaan pada variabel reward, punishment, dan pengawasan hanya
ditanyakan satu pertanyaan, peneliti tidak merinci pada pertanyaan lain.
Sehingga variabel reward, punishment, dan pengawasan tidak tergali
hingga pelaksanaan sebenarnya di rumah sakit. Hal ini menyebabkan
variabel reward, punishment, dan pengawasan tidak dapat tergambarkan
dengan baik.
B. Perilaku 5R
5R merupakan kependekan dari Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, dan Rajin.
5R merupakan salah satu metode yang dapat meningkatkan kebiasaan positif
para pekerja dengan cara membangun dan memelihara sebuah lingkungan
kerja yang bermutu. Program 5R adalah metodologi penciptaan dan
pemeliharaan lingkungan kerja secara baik, bersih, efektif, dan berkualitas
tinggi di tempat kerja dan dapat menjadi indikator apakah suatu pekerjaan
akan berjalan lancar atau tidak (Michalska, 2007).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 126 perawat kelas
III di RSUD Pasar Rebo Jakarta tahun 2017, diketahui bahwa perawat dengan
perilaku 5R tidak baik lebih banyak dibandingkan perawat dengan perilaku 5R
baik, meskipun selisihnya tidak terlalu jauh yaitu sebesar 4,8%. Berdasarkan
hasil perhitungan yang dilakukan pada masing-masing elemen R didapatkan
urutan nilai rata-rata dari yang terendah adalah rajin, resik, rapi, ringkas, dan
rawat.
Jika berdasarkan hasil observasi, peneliti mengamati pada masing-masing
elemen R dan hasilnya menunjukkan bahwa pada elemen ringkas yaitu
memilah barang yang diperlukan dan tidak diperlukan (Graban, 2012),
90
memang telah berjalan, namun belum cukup baik dan belum seluruhnya
menerapkan. Saat observasi yang sering ditemukan adalah dokumen-dokumen
yang telah digunakan tidak langsung diletakkan kembali ke rak yang
semestinya serta lokasi barang yang sering diperlukan oleh perawat tidak
berada dekat dengan perawat tersebut, sehingga perawat perlu berjalan untuk
mendapatkan barang tersebut.
Hasil observasi pada elemen rapi yaitu menempatkan segala sesuatu sesuai
tempatnya, sehingga mudah untuk menemukan saat dibutuhkan (Graban,
2012), menunjukkan bahwa sebagian perawat sudah menerapkan rapi, akan
tetapi sebagian besar lainnya belum cukup baik. Pada saat observasi sering
ditemukan perawat yang tidak mengembalikan barang yang diambil ke
tempatnya semula. Hal ini mengakibatkan saat perawat lain ingin
menggunakan barang tersebut harus mencarinya terlebih dahulu dan
membutuhkan waktu yang cukup lama.
Pada elemen resik yaitu menjaga area kerja tetap bersih setiap harinya
(Graban, 2012), menunjukkan bahwa sebagian besar perawat belum
menerapkan resik dengan cukup baik. Hal ini terlihat dari hasil observasi yang
sering ditemukan bahwa perawat belum secara konsisten menyimpan atau
meletakan barang-barang setelah dipakai dikembalikan ke tempat semua dan
sebagian perawat kurang mempedulikan lantai dan rak yang kotor dengan
kotoran atau sampah.
Jika hasil observasi pada elemen rawat yaitu mengatur dan menjaga
tempat kerja secara terus menerus (Graban, 2012), menunjukkan bahwa
perawat telah menerapkan rawat namun belum secara keseluruhan dan belum
91
dilakukan secara rutin. Masih terdapat beberapa perawat yang belum
menerapkannya secara konsisten, sehingga saat observasi dilakukan masih
ditemukan perawat yang tidak selalu menjaga kebersihan dan keteraturan,
menempatkan rak berjalan di tengah jalan, dan kurang memperhatikan label
penamaan yang terpasang pada dokumen-dokumen yang ada di wadah atau
rak.
Kemudian hasil observasi pada elemen rajin yaitu memiliki sistem yang
mendukung 4R sebelumnya dapat berkelanjutan dan konsisten (Graban,
2012), menunjukkan bahwa 5R belum secara konsisten diterapkan. Hal ini
menunjukkan bahwa perawat kelas III belum memiliki sikap disiplin untuk
melakukan 5R setiap harinya dan membuat 5R belum menjadi suatu kebiasaan
untuk para perawat. Hasil penelitian ini didukung oleh pernyataan penanggung
jawab 5R di RSUD Pasar Rebo Jakarta yang menyatakan bahwa 5R di rumah
sakit khususnya perawat masih dianggap kurang penting dibandingkan tugas-
tugas lain perawat.
Berdasarkan hasil observasi ini terlihat bahwa 5R pada perawat belum
cukup baik dan masih kurang diperhatikan. Padahal 5R sangat penting untuk
dilaksanakan, khususnya pada perawat. Karena perawat berisiko lebih tinggi
daripada petugas kesehatan lain terhadap bahaya kesehatan dan keselamatan
yang bersumber dari lingkungan kerja, seperti bahaya fisik, bahaya kimia, dan
bahaya biologi (Agus, 2009). Berdasarkan salah satu data surveilans
kecelakaan kerja yang ada di RSUD Pasar Rebo, perawat memiliki persentase
tertinggi pada kasus kecelakaan tertusuk jarum, yaitu sebesar 57,7% pada
tahun 2014 dan meningkat pada tahun 2015 yaitu menjadi 60,6%. Bahaya
92
lingkungan kerja pada perawat dapat diminimalisir dengan pelaksanaan 5R,
karena 5R bertujuan untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman dan
nyaman. Sehingga dapat meminimalisir menurunnya tingkat performa kerja,
menurunnya produktivitas kerja, kurangnya akurasi dalam bekerja,
pemborosan waktu, meningkatnya kecelakaan kerja, dan menimbulkan lebih
cepat kelelahan kerja (Royan, 2009; Wingjosoebroto, 2003). Pada penelitian
sebelumnya yang dilakukan pada sebuah laboratorium di sebuah institusi
kesehatan, penerapan 5R terbukti dapat memfasilitasi pekerjaan mereka
dengan mudah dan membuat lingkungan lebih aman meningkat secara
signifikan dan secara statistik berpengaruh pada peningkatan kinerja pekerja
sebesar 69,7% (Dogan, 2014).
Padahal program 5R adalah salah satu program yang ada di RSUD Pasar
Rebo sejak tahun 2015 dan diaktifkan kembali pada 19 Januari 2016 dengan
penetapan tim penilai 5R yang terdiri dari ketua, sekretaris, dan sembilan
anggota. Namun dalam perjalanannya program 5R yang telah ada, belum
tersosialisasi dengan cukup baik. Hal ini terlihat dari belum adanya poster
sebagai upaya promosi 5R dan pelatihan 5R secara menyeluruh. Karena
perilaku 5R tidak dapat muncul dengan sendirinya. Namun, terdapat faktor-
faktor yang mempengaruhi perilaku 5R. Faktor-faktor tersebut terdiri dari
faktor predisposisi, yang terdiri dari usia, masa kerja, tingkat pendidikan, jenis
kelamin, pengetahuan, sikap, dan motivasi. Kemudian, faktor pendukung,
yaitu dilihat dari ketersediaan fasilitas, serta faktor penguat yang terdiri dari
reward and punishment dan pengawasan.
93
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata usia perawat adalah 31
tahun dengan rata-rata masa kerja selama 8 tahun. Tingkat pendidikan perawat
kelas III di RSUD Pasar Rebo sebagian besar adalah D3. Perawat perempuan
lebih banyak dibandingkan dengan perawat laki-laki. Perawat kelas III RSUD
Pasar Rebo lebih banyak memiliki pengetahuan 5R rendah, sikap negatif
terhadap perilaku 5R, dan motivasi tidak kuat terhadap 5R. Selain itu,
sebagian besar perawat juga menyatakan bahwa ketersediaan fasilitas
pendukung 5R tidak cukup, kemudian hampir seluruh perawat menyatakan
bahwa mereka tidak pernah mendapatkan reward atau punishment, dan
sebagian besar perawat menyatakan bahwa pengawasan telah rutin
dilaksanakan.
Berdasarkan analisis multivariat diketahui bahwa usia, masa kerja, dan
jenis kelamin berhubungan dengan perilaku 5R pada perawat. Hal ini sejalan
dengan teori yang menyatakan bahwa pengalaman untuk kewaspadaan
terhadap keselamatan bertambah baik sesuai dengan bertambahnya usia, masa
kerja, dan lamanya bekerja di tempat kerja yang bersangkutan (Suma’mur,
1996), selain itu pada variabel jenis kelamin didukung oleh penelitian
sebelumnya yang menyatakan pada dimensi seiketsu atau rawat kelompok
laki-laki memiliki skor yang lebih tinggi (Tampubolon, 2008).
Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa pada penelitian ini variabel
usia, masa kerja, dan jenis kelamin hanya mampu menjelaskan variasi variabel
perilaku 5R sebesar 25,4%, sedangkan 74,6% dijelaskan oleh variabel lain
yang tidak diteliti. Hal tersebut dapat dikarenakan instrumen pada penelitian
ini yaitu pada variabel ketersediaan fasilitas peneliti tidak merinci fasilitas apa
94
saja yang seharusnya ada pada setiap elemen R. Kemudian pada variabel
reward, punishment, dan pengawasan peneliti hanya menanyakan satu
pertanyaan pada masing-masing variabel, sehingga tidak dapat tergambarkan
dengan baik. Selain itu, variabel yang tidak diteliti diantaranya, variabel
kemampuan sumber daya, pelatihan, dan prosedur diduga menjadi variabel
lain yang mampu menjelaskan variabel perilaku 5R.
Oleh sebab itu diharapkan untuk peneliti selanjutnya mampu menggali
lebih dalam variabel-variabel tersebut sehingga dapat menggambarkan dengan
baik dan dapat terlihat kontribusi variabel tersebut pada perilaku 5R. Selain
itu, untuk meminimalisir bias dan keterbatasan penelitian yang terjadi, peneliti
selanjutnya dapat melakukan observasi dengan item-item yang sudah sesuai
dengan penerapan 5R pada perawat dan item 5R yang diobservasi lebih
terperinci pada masing-masing elemen. Salah satunya adalah dengan
menggunakan referensi 5R pada rumah sakit atau pada perawat.
Terkait dengan masih rendahnya perilaku 5R pada perawat kelas III di
RSUD Pasar Rebo diperlukan upaya peningkatan perilaku 5R dengan cara
melakukan pelatihan kepada seluruh perawat secara bertahap, sesuai dengan
teori yang menyatakan bahwa pengetahuan dapat diperoleh melalui
pendidikan informal yang salah satunya dapat dilakukan melalui pelatihan
(Widayatun, 1999), serta harus didukung dengan adanya evaluasi pada
pelatihan 5R yang telah dilakukan. Selain itu, perlu adanya promosi 5R
sebagai pengingat para pekerja untuk selalu berperilaku 5R.
95
C. Determinan Perilaku 5R
1. Hubungan antara Faktor Predisposisi (Usia, Masa Kerja, Tingkat
Pendidikan, Jenis Kelamin, Pengetahuan, Sikap, dan Motivasi)
dengan Perilaku 5R pada Perawat Kelas III di RSUD Pasar Rebo
Jakarta Tahun 2017
a. Hubungan antara Usia dengan Perilaku 5R pada Perawat Kelas III di
RSUD Pasar Rebo Jakarta
Usia adalah rentang kehidupan yang diukur dengan tahun terhitung
mulai saat dilahirkan. Usia mempengaruhi kondisi fisik, mental, kemauan
kerja, daya tangkap, pola pikir, dan tanggung jawab. Jika seseorang makin
bertambah usia, maka cenderung cepat puas karena tingkat kedewasaan
teknis maupun kedewasaan psikologis. Artinya, semakin bertambah usia,
maka semakin mampu menunjukkan kematangan jiwa yaitu semakin
bijaksana, semakin mampu berpikir rasional, semakin mampu
mengendalikan emosi, semakin toleran terhadap pandangan dan perilaku
yang berbeda dari dirinya sendiri, dan sifat-sifat lain yang menunjukkan
kematangan intelektual dan psikologis (Siagian, 1987).
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, diketahui rata-rata usia
perawat kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta adalah 31 tahun.
Berdasarkan hasil analisis multivariat diketahui bahwa usia berhubungan
dengan perilaku 5R. Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa
semakin bertambahnya usia perawat memiliki peluang 1,295 kali lebih
besar untuk berperilaku 5R baik dibandingkan perawat dengan usia yang
lebih muda. Hasil penelitian ini sejalan dengan teori yang menyatakan
bahwa pengalaman untuk kewaspadaan terhadap keselamatan bertambah
96
baik sesuai dengan bertambahnya usia, masa kerja, dan lamanya bekerja di
tempat kerja yang bersangkutan (Suma’mur, 1996).
Hasil analisis berarti perawat dengan usia lebih muda memiliki risiko
lebih besar untuk berperilaku 5R yang tidak baik dibandingkan dengan
perawat dengan usia yang lebih tua. Hasil ini didukung oleh observasi
yang dilakukan oleh peneliti kepada perawat. Perawat yang lebih tua ingin
selalu memberikan contoh yang baik kepada perawat yang lebih muda,
seperti menegur perawat yang lebih muda dalam perilaku 5R yang tidak
baik. Jika berdasarkan hasil analisis dengan melihat rata-rata usia perawat
yang menerapkan 5R pada masing-masing elemen R menunjukkan bahwa
pada elemen rawat, perawat dengan usia lebih tua memiliki perilaku 5R
lebih baik dibandingkan perawat dengan usia lebih muda. Pada salah satu
item penilaian rawat menyatakan bahwa perawat menjaga kebersihan dan
keteraturan setiap waktu. Hal ini dapat menunjukkan bahwa perawat
dengan usia lebih tua berusaha untuk berperilaku 5R dengan baik agar
dijadikan contoh bagi perawat dengan usia yang lebih muda, karena
perawat dengan usia muda masih memerlukan bimbingan dan arahan
dalam bersikap disiplin serta perlu ditanamkan rasa tanggung jawab
(Wahyudi, dkk., 2010).
Uapaya yang dapat dilakukan pihak RSUD Pasar Rebo untuk
menimalisir dampak yang terjadi adalah dengan memberikan edukasi atau
pelatihan 5R dikhususkan untuk perawat yang memiliki usia di bawah
rata-rata usia perawat yang ada di RSUD Pasar Rebo. Hal ini didukung
oleh teori yang menyatakan bahwa pelatihan merupakan suatu proses yang
97
akan menghasilkan suatu perubahan perilaku pekerja (Notoatmodjo,
2009). Setelah itu, peningkatan pengawasan perlu untuk dilakukan sebagai
upaya evaluasi hasil edukasi yang telah dilaksanakan.
b. Hubungan antara Masa Kerja dengan Perilaku 5R pada Perawat
Kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta
Masa kerja merupakan salah satu faktor yang diduga memiliki
pengaruh dengan perilaku 5R. Masa kerja dalam penelitian ini adalah
lamanya pekerja bekerja sebagai perawat di RSUD Pasar Rebo Jakarta
hingga penelitian ini berlangsung.
Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa rata-rata
total skor masa kerja perawat adalah 7,72 tahun. Hasil analisis multivariat
menunjukkan terdapat hubungan antara masa kerja dengan perilaku 5R
pada perawat kelas III di RSUD Pasar Rebo. Hubungan yang terjadi pada
masa kerja adalah perawat dengan masa kerja baru memiliki risiko 1,268
kali lebih tinggi untuk berperilaku 5R tidak baik dibandingkan perawat
dengan masa kerja lebih lama.
Hal yang diduga menjadi salah satu penyebab perawat dengan masa
kerja baru memiliki risiko lebih tinggi untuk berperilaku 5R tidak baik
adalah pengalaman perawat tersebut dalam bidang pekerjaanya yang
masih lebih sedikit dibandingkan dengan perawat yang memiliki masa
kerja sudah lama. Sehingga perawat tersebut lebih memperhatikan tugas-
tugas utama perawat dan kurang memperhatikan penerapan 5R, dan pada
perawat dengan masa kerja lebih lama memiliki pengalaman kerja yang
lebih lama, sehingga telah memahami prosedur-prosedur yang ada di
98
rumah sakit. Selain itu, terdapat teori yang menyatakan semakin lama
masa kerja perawat bekerja, maka akan semakin mudah untuk beradaptasi
terhadap suatu masalah (Bjorvatn, dkk., 2012). Hal ini yang diduga dapat
menyebabkan perawat dengan masa kerja baru memiliki risiko lebih tinggi
untuk berperilaku 5R tidak baik, karena masih kurang mampu beradaptasi
terhadap pekerjaannya.
Hasil dari penelitian ini sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa
kejiwaan yang tercermin dalam tindakan manusia dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain pengalaman (Handoko, 1987). Masa kerja
seseorang di bidang tertentu saat ini memiliki korelasi positif dengan
peningkatan pengalaman, pemahaman, dan kinerja yang bersangkutan
(Istiarti, 2002). Teori tersebut menunjukkan bahwa, semakin lama masa
kerja seseorang dalam suatu bidang pekerjaan, maka akan semakin banyak
pengalaman yang didapatkan dan akan semakin memahami prosedur yang
berlaku pada setiap pekerjaan tersebut.
Upaya yang dapat dilakukan pihak rumah sakit untuk meminimalisasi
dampak tersebut adalah dengan melakukan edukasi atau pelatihan
mengenai perilaku 5R pada perawat baru yang akan bekerja dan perawat
dengan masa kerja di bawah rata-rata masa kerja perawat yang ada di
RSUD Pasar Rebo, karena pelatihan merupakan suatu proses yang akan
menghasilkan suatu perubahan perilaku pekerja dalam hal ini khususnya
pada perawat (Notoatmodjo, 2009), serta secara rutin melakukan evaluasi
dari hasil edukasi atau pelatihan yang telah dilakukan.
99
c. Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Perilaku 5R pada
Perawat Kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta
Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang diduga
memiliki hubungan dengan perilaku 5R. Tingkat pendidikan yang diteliti
dalam penelitian ini adalah pendidikan formal terakhir yang telah dilalui
oleh perawat kelas III RSUD Pasar Rebo tahun 2017. Variabel tingkat
pendidikan menggunakan tingkat pendidikan formal berdasarkan
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) yang mengacu pada
Peraturan Presiden Nomer 8 tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi
Nasional Indonesia (KKNI) yang membagi lulusan pendidikan tinggi
keperawatan menjadi D3 keperawatan, S1 keperawatan, Magister
keperawatan, Ners spesialis keperawatan, Doktor keperawatan. Jika
berdasarkan Undang-undang nomor 20 tahun 2003, pendidikan formal
terdiri dari pendidikan rendah (SD/MI dan atau SMP/MTs), pendidikan
menengah (SMA/MA/SMK/MAK), dan pendidikan tinggi
(Diploma/Sarjana/Spesialis/Doktor).
Hasil analisis multivariat menunjukkan tidak terdapat hubungan
antara tingkat pendidikan dengan perilaku 5R pada perawat kelas III di
RSUD Pasar Rebo Jakarta. Hasil penelitian variabel tingkat pendidikan
yang dilakukan pada perawat kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta tidak
berhubungan dengan perilaku 5R dapat disebabkan karena tingkat
pendidikan pada perawat kelas III RSUD Pasar Rebo memiliki distribusi
yang homogen dengan tingkat pendidikan D3 lebih banyak dibandingkan
perawat dengan tingkat pendidikan S1. Selain itu, tingkat pendidikan
100
perawat di RSUD Pasar Rebo Jakarta yaitu D3 dan S1 yang dalam
undang-undang nomor 20 tahun 2003 sama-sama termasuk dalam kategori
pendidikan tinggi. Sehingga tidak dapat terlihat perbedaan perilaku antara
pendidikan rendah dengan pendidikan tinggi.
Hasil pada penelitian ini tidak sejalan dengan teori yang menunjukkan
semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin
bertambah pula perkembangan diri manusia, termasuk dalam hal
pengetahuan (Mohamad, 2004) dan tidak sejalan dengan teori lain yang
menyatakan bahwa tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap
program peningkatan pengetahuan secara langsung dan tidak langsung
terhadap perilaku (Utari, 2010).
Upaya yang dapat dilakukan pihak RSUD Pasar Rebo untuk
meminimalisir dampak yang mungkin terjadi adalah dengan melakukan
edukasi atau pelatihan mengenai 5R pada seluruh perawat. Hal ini
didukung oleh teori yang menyatakan bahwa pelatihan merupakan proses
sistematik pengubahan perilaku pada pekerja dalam suatu arah untuk
meningkatkan tujuan-tujuan yang diinginkan (Simamora, 2006).
d. Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Perilaku 5R pada Perawat
Kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar perawat berjenis
kelamin perempuan. Berdasarkan hasil analisis multivariat menunjukkan
bahwa ada hubungan antara jenis kelamin dengan perilaku 5R perawat
kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta dan merupakan variabel yang paling
dominan diantara variabel lainnya dengan nilai Exp(B) sebesar 5,116 yang
101
artinya perawat dengan jenis kelamin perempuan akan berperilaku 5R
tidak baik sebesar 5,116 kali lebih tinggi dibandingkan dengan perawat
dengan jenis kelamin laki-laki. Penelitian ini didukung dengan penelitian
sebelumnya yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan
untuk dimensi seiketsu. Pada dimensi seiketsu kelompok laki-laki
memiliki skor yang lebih tinggi, hal ini berarti kelompok laki-laki telah
menerapkan dimensi seiketsu atau rawat (Tampubolon, 2008).
Hal ini dapat terjadi jika dikaitkan dengan tingkat stres, perempuan
mempunyai kecenderungan mengalami stres lebih besar, dimana dalam
tubuh seorang perempuan terjadi perubahan hormonal (Indah, 2010).
Perempuan menjadi faktor risiko perawat memiliki perilaku 5R yang tidak
baik, dapat dikarenakan oleh lebih tingginya tingkat stres pada perempuan
yang berdampak pada timbulnya emosi yang mengakibatkan perubahan
perilaku. Seperti pada penelitian sebelumnya menyatakan bahwa perawat
dengan jenis kelamin perempuan memiliki risiko stres sebesar 88,2%
(Dewi, 2015).
Tingkat stres seseorang dapat diakibatkan oleh beban kerja yang
terlalu tinggi. Jika dikaitkan dengan pertanyaan sikap pada S4 ‘saya
memisahkan barang terpakai dan tidak terpakai hanya saat ada waktu
luang’ dapat dimungkinkan perawat tidak melakukan 5R karena sibuk
bekerja akibat beban kerja yang tinggi hingga tidak mempunyai waktu
luang untuk menerapkan 5R. Hasil analisis menunjukkan bahwa sebesar
73,91% perawat perempuan menyatakan sikap positif terhadap pernyataan
tersebut, yang berarti perawat perempuan lebih merasa tidak memiliki
102
waktu luang untuk menerapkan 5R dibandingkan perawat laki-laki. Teori
dan penelitian sebelumnya tersebut didukung oleh hasil observasi yang
telah dilakukan, bahwa perawat laki-laki lebih memperhatikan kerapihan
tempat kerja dibandingkan dengan perawat perempuan. Saat observasi
dilakukan beberapa kali terlihat ketika terdapat sampah berserakan di
lantai, yang membuang sampah tersebut ke tempat sampah adalah perawat
laki-laki.
Upaya yang dapat dilakukan oleh pihak RSUD Pasar Rebo untuk
meminimalisir dampak tersebut adalah dengan memperhatikan faktor-
faktor yang dapat memicu stres pada perawat terutama pada perawat
dengan jenis kelamin perempuan. Salah satunya adalah rumah sakit perlu
memperhatikan beban kerja yang diberikan pada perawat terutama perawat
perempuan, diantaranya adalah menyeimbangkan jumlah perawat dengan
jumlah tindakan yang harus diselesaikan oleh perawat tersebut, karena
variasi beban kerja dapat menjadi salah satu penyebab stres pada pekerja
(Gibson, 1997).
e. Hubungan antara Pengetahuan dengan Perilaku 5R pada Perawat
Kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta
Pengetahuan adalah hasil dari “tahu” yang terjadi melalui proses
sensoris khususnya mata dan telinga terhadap objek tertentu (Sunaryo,
2004). Pengetahuan merupakan sesuatu yang dapat dipelajari, baik itu
melalui mata kuliah formal ataupun melalui upaya sendiri seperti
membaca dan mengamati (McLeod & Schell, 2008). Pengetahuan dalam
penelitian ini diperoleh melalui pertanyaan-pertanyaan yang ada pada
103
kuesioner dan harus dijawab oleh seluruh perawat kelas III mengenai
pengertian 5R, pengertian masing-masing elemen R, tujuan 5R. dan
manfaat masing-masing elemen R.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan 5R yang rendah
pada perawat kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta masih lebih banyak
dibandingkan dengan perawat yang memilki pengetahuan 5R tinggi. Hasil
analisis multivariat menunjukkan tidak ada hubungan antara pengetahuan
5R dengan perilaku 5R pada perawat kelas III di RSUD Pasar Rebo
Jakarta. Penelitian ini didukung dengan penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya dengan hasil uji statistik yang menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan antara pengetahuan dengan praktik 5S (Septaviani, 2012).
Namun, hasil penelitian ini tidak sejalan dengan teori yang menyatakan
bahwa pengetahuan merupakan salah satu faktor berpengaruh yang
mendorong atau menghambat individu untuk berperilaku (Lawrence Green
dalam Notoatmodjo, 2005).
Tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku 5R diduga
disebabkan oleh faktor lain. Faktor lainnya yaitu, jika dilihat dari hasil
pengisian kuesioner mengenai pengetahuan 5R, terdapat pertanyaan
“maksud 5R” dan “manfaat 5R” pada pertanyaan P1 dan P7. Dua
pertanyaan tersebut dianggap sebagai pertanyaan penting yang dapat
menggambarkan pengetahuan 5R. Dari analisis data sudah sebagian besar
perawat mampu menjawab pertanyaan “maksud 5R” dengan benar, namun
diantaranya memiliki pengetahuan yang rendah. Perawat yang mampu
menjawab pertanyaan “maksud 5R” dengan benar namun memiliki tingkat
104
pengetahuan yang rendah, tetapi memiliki perilaku 5R yang baik adalah
sebesar 58,53%. Pertanyaan “manfaat 5R” hanya mampu dijawab dengan
benar oleh sebagian kecil perawat dan diantaranya memiliki tingkat
pengetahuan yang rendah. Perawat yang mampu menjawab pertanyaan
“manfaat 5R” dengan benar namun memiliki tingkat pengetahuan yang
rendah, tetapi memiliki perilaku 5R yang baik adalah sebesar 85,71%.
Sedangkan perawat yang mampu menjawab keduanya dengan benar
adalah hanya sebesar 19,04%, namun seluruhnya memiliki perilaku 5R
yang baik.
Hasil analisis ini menunjukkan bahwa pengetahuan mengenai
maksud, tujuan, dan manfaat 5R perlu ditingkatkan dan penting untuk
diperhatikan. Selain itu, faktor lainnya yang dapat menyebabkan
pengetahuan dan perilaku 5R tidak berhubungan adalah karena banyak
perawat yang melakukan pengisian kuesioner secara bersama-sama,
khususnya dalam menjawab pertanyaan pengetahuan. Faktor-faktor ini
yang diduga mempengaruhi hasil penelitian yang telah dilakukan.
Upaya yang dapat dilakukan oleh pihak RSUD Pasar Rebo untuk
meminimalisir dampak yang terjadi adalah dengan edukasi atau pelatihan
mengenai 5R terutama mengenai pengertian 5R, tujuan 5R, dan manfaat
dari penerapan 5R di rumah sakit. Jika berdasarkan hasil analisis jawaban
dari pertanyaan mengenai maksud dan manfaat 5R pada kuesioner terlihat
bahwa perawat yang mengetahui maksud dan manfaat 5R, meskipun
memiliki pengetahuan yang rendah namum ternyata seluruhnya memiliki
perilaku 5R yang baik. Karena pelatihan merupakan suatu proses yang
105
akan menghasilkan suatu perubahan perilaku pada pekerja (Notoatmodjo,
2009).
Selain itu, dimungkinkan terdapat faktor lain yang menyebabkan
pengetahuan tidak berhubungan dengan perilaku 5R yaitu dari pertanyaan
pengetahuan pada kuesioner kurang menekankan pengetahuan 5R khusus
pada perawat. Pertanyaan pengetahuan dalam penelitian ini hanya
pertanyaan 5R secara umum. Pada peneliti selanjutnya dapat membuat
pertanyaan lebih terperinci dan menekankan pada penerapan 5R pada
perawat. Hal lain yang diduga menjadi penyebab pengetahuan tidak
berpengaruh dengan perilaku 5R adalah karena pembagian kuesioner yang
tidak dilakukan secara langsung oleh peneliti, namun peneliti menitipkan
kuesioner kepada kepala perawat untuk dibagikan kepada sampel
penelitian, sehingga dapat terjadi kerja sama antar perawat saat mengisi
pertanyaan pengetahuan. Pada peneliti selanjutnya diharapkan mampu
meminimalisir bias yang mungkin terjadi akibat penitipan kuesioner.
f. Hubungan antara Sikap dengan Perilaku 5R pada Perawat Kelas III
di RSUD Pasar Rebo Jakarta
Sikap sebagai pengaruh atau penolakan, penilaian, suka atau tidak
suka, atau kepositifan atau kenegatifan terhadap suatu objek psikologis
(Mueller, 1992). Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus
atau objek tertentu yang melibatkan faktor pendapat dan emosi
(Notoatmodjo, 2010).
Hasil penelitian menyatakan bahwa perawat yang memiliki sikap
negatif terhadap perilaku 5R lebih besar dibandingkan dengan perawat
106
dengan sikap positif. Meskipun demikian, jumlah perawat yang memiliki
sikap negatif dan sikap positif hampir seimbang. Berdasarkan hasil analisis
multivariat yang dilakukan, tidak terdapat hubungan antara sikap dengan
perilaku 5R.
Jika dilakukan analisis berdasarkan beberapa pernyataan mengenai
sikap dalam kuesioner yang digunakan yaitu pernyataan S1 yaitu “saya
tidak melaksanakan 5R setiap hari” S3 yaitu “saya tidak melaksanakan 5R
karena terlalu lelah bekerja” S4 yaitu “saya memisahkan barang terpakai
dan tidak terpakai hanya saat ada waktu luang” dan S14 yaitu “saya tidak
menerapkan 5R karena fasilitas kurang mendukung.” Hasil analisis
menunjukkan bahwa seluruh pernyataan di jawab dengan sikap positif
oleh sebagian besar perawat. Namun dari pernyataan sikap positif di
pernyataan tersebut, seluruhnya hampir 50% perawat yang memiliki
perilaku 5R tidak baik.
Terlihat dari hasil analisis beberapa pernyataan sikap yang dianggap
memiliki pernyataan yang akan dijawab jujur oleh perawat, seluruh
pernyataan lebih dari 50% perawat menjawab dengan sikap postif dan dari
ke empat pernyataan tersebut kurang dari 50% memilki perilaku 5R yang
tidak baik. Hal ini dimungkinkan menjadi salah satu faktor yang
menyebabkan sikap tidak berpengaruh dengan perilaku 5R, pernyataan
sikap yang positif dari perawat belum tentu diwujudkan menjadi sebuah
perilaku. Masalah tersebut dapat dipahami karena sikap belum tentu secara
otomatis terwujud dalam suatu tindakan yang nyata.
107
Setelah perawat mengetahui dan memahami mengenai 5R, kemudian
perawat melakukan penilaian terhadap apa yang diketahuinya tersebut
dengan membentuk suatu sikap yang siap diwujudkan dalam suatu
tindakan. Namun, ada beberapa alasan yang menyebabkan sikap tidak
selalu terwujud dalam suatu tindakan yang nyata. Menurut Notoadmodjo,
2003 terwujudnya sikap menjadi suatu tindakan dapat dipengaruhi oleh
situasi saat itu, pengalaman orang lain, banyak sedikitnya pengalaman
orang, serta nilai (value) yang ada.
Selain itu, tidak adanya hubungan antara sikap dengan perilaku 5R
juga diduga ada faktor lain yang mampu mempengaruhi perilaku 5R.
Berdasarkan hasil analisis diketahui pula perawat yang memiliki sikap
negatif sebesar 62,5% menyatakkan bahwa fasilitas pendukung tidak
cukup. Hal ini dimungkinkan menjadi faktor yang yang menyebabkan
sikap tidak berpengaruh dengan perilaku 5R. Karena untuk mewujudkan
sikap menjadi suatu perbuatan yang nyata diperlukan faktor pendukung
atau kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas dan juga
dukungan dari pihak lain, karena pembentukan sikap tidak terjadi begitu
saja, membutuhkan proses tertentu untuk membentuknya, diantaranya
melalui kontak sosial secara terus menerus dengan individu lain
disekitarnya tentu saja dengan kontak sosial yang baik (Demak, 2014).
Jika dilakukan analisis antara pernyataan S13 ‘Saya tidak menerapkan
5R karena tidak ada yang menegur’ yang dapat dihubungkan dengan
pengawasan terdapat 52,10% perawat yang memiliki perilaku 5R tidak
baik. Hasil ini menunjukkan bahwa pengawasan penting untuk dilakukan
108
sebagai upaya peningkatan sikap positif terhadap perilaku 5R yang
diharapkan menjadi sebuah perilaku. Pengawasan menjadi salah satu
keterbatasan penelitian dalam penelitian ini karena hanya ada satu
pertanyaan untuk variabel pengawasan, sehingga tidak dapat
menggambarkan pengawasan yang sebenarnya.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat
pertimbangan-pertimbangan tertentu yang membuat perawat tidak
mengikuti sikap positif yang telah terbentuk. Hal ini dapat diminimalisir
dengan meningkatkan fasilitas pendukung 5R dan meningkatkan
komitmen manajemen dalam mendukung terciptanya perilaku 5R. Selain
itu, untuk meningkatkan komunikasi dan kotak sosial yang baik dengan
sesama rekan kerja, dapat dilakukan diskusi bersama, untuk membiasakan
komunikasi dua arah antar rekan kerja dalam mengintervensi ketika
melihat perilaku 5R yang tidak baik dan dapat membentuk hubungan
sosial yang semakin kuat.
Hal lain yang diduga menjadi penyebab sikap tidak berhubungan
dengan perilaku 5R adalah karena pembagian kuesioner yang tidak
dilakukan secara langsung oleh peneliti, namun peneliti menitipkan
kuesioner kepada kepala perawat untuk dibagikan kepada sampel
penelitian, sehingga dapat terjadi kerja sama antar perawat saat mengisi
pertanyaan sikap. Pada peneliti selanjutnya diharapkan mampu
meminimalisir bias yang mungkin terjadi akibat penitipan kuesioner.
109
g. Hubungan antara Motivasi dengan Perilaku 5R pada Perawat Kelas
III di RSUD Pasar Rebo Jakarta
Motivasi merupakan salah satu faktor yang berpengaruh penting
dalam perilaku seseorang. Motivasi dapat diartikan sebagai faktor-faktor
yang mengarahkan dan mendorong perilaku atau keinginan seseorang
untuk melakukan suatu kegiatan yang dinyatakan dalam bentuk usaha
yang keras atau usaha yang lemah (Hariandja, 2002). Hasil penelitian
menyatakan bahwa hampir seluruh perawat memiliki motivasi yang tidak
kuat untuk perilaku 5R. Hasil analisis multivariat yang dilakukan
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara motivasi dengan perilaku
5R.
Hasil penelitian yang telah dilakukan tidak sejalan dengan teori yang
menyatakan motivasi dapat diartikan sebagai faktor-faktor yang
mengarahkan dan mendorong perilaku atau keinginan seseorang untuk
melakukan suatu kegiatan yang dinyatakan dalam bentuk usaha yang keras
atau usaha yang lemah (Hariandja, 2002).
Jika dilakukan analisis antara motivasi dengan variabel reward
diketahui sebesar 93,9% perawat memiliki motivasi tidak kuat dan belum
pernah mendapatkan reward. Faktor reward dimungkinkan dapat menjadi
faktor lain yang menyebabkan faktor motivasi tidak berhubungan dengan
perilaku. Seperti teori yang menyebutkan bahwa pekerja dapat termotivasi
untuk melakukan pekerjaan dengan beberapa hal, yaitu awareness, time,
structure, support, reward and recognition, dan satisfaction and
excitement (Hirano,1996). Selain itu, hasil analisa yang dilakukan
110
menunjukkan bahwa 92,4% perawat memiliki motivasi yang tidak kuat
dan memiliki pengetahuan 5R yang rendah. Faktor pengetahuan
dimungkinkan menjadi faktor lain yang menyebabkan faktor motivasi
dengan perilaku 5R tidak berhubungan.
Sebuah teori menyatakan pengetahuan merupakan faktor yang
menjadi dasar atau motivasi untuk melakukan tindakan (Green, 1980). Hal
yang dapat dilakukan oleh pihak RSUD Pasar Rebo sebagai upaya
meminimalisir dampak yang ditimbulkan adalah dengan memberikan
penghargaan atau reward meskipun hanya berupa pujian atau piagam pada
perawat yang memiliki perilaku 5R baik serta memberikan pelatihan atau
edukasi secara berkala mengenai 5R untuk meningkatkan motivasi
perawat dalam berperilaku 5R. Selain itu, variabel motivasi dapat
tergambar dari pernyataan S15 ‘Saya tidak menerapkan 5R karena kurang
penting bagi saya’ pada variabel sikap. Perawat yang memiliki sikap
positif terhadap pernyataan tersebut tetapi memiliki perilaku 5R tidak baik
adalah sebesar 52,89% dan 90,62% diantaranya memiliki motivasi tidak
kuat.
Hasil analisis ini menunjukkan bahwa meskipun sikap positif telah
terbentuk, namun jika tidak terdapat motivasi yang kuat, maka perilaku
sulit untuk terbentuk. Oleh sebab itu motivasi penting untuk ditingkatkan.
Hal pertama yang dapat dilakukan oleh pihak rumah sakit adalah dengan
meningkatkan komitmen pihak manajemen untuk menerapkan 5R dengan
memberi dukungan penuh dalam perencanaan, pelaksanaan, maupun
evaluasi 5R yang dilakukan oleh seluruh pekerja.
111
Hal lain yang diduga menjadi penyebab motivasi tidak berhubungan
dengan perilaku 5R adalah karena pembagian kuesioner yang tidak
dilakukan secara langsung oleh peneliti, namun peneliti menitipkan
kuesioner kepada kepala perawat untuk dibagikan kepada sampel
penelitian, sehingga dapat terjadi kerja sama antar perawat saat mengisi
pertanyaan motivasi. Pada peneliti selanjutnya diharapkan mampu
meminimalisir bias yang mungkin terjadi akibat penitipan kuesioner.
2. Hubungan antara Faktor Pendukung (Ketersediaan Fasilitas) dengan
Perilaku 5R pada Perawat Kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta
Tahun 2017
a. Hubungan antara Ketersediaan Fasilitas dengan Perilaku 5R pada
Perawat Kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta
Ketersediaan sumber daya adalah salah satu faktor yang dapat
mendahului terjadinya perubahan terhadap perilaku yang memungkinkan
suatu motivasi atau aspirasi terlaksana, yang terwujud dalam bentuk
lingkungan fisik, tersedianya fasilitas atau sarana dan prasarana untuk
berperilaku (Green, 1980).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar perawat merasa
ketersediaan fasilitas belum cukup dibandingkan dengan perawat yang
menyatakan fasilitas sudah cukup. Hasil analisis multivariat yang
dilakukan menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara ketersediaan
fasilitas dengan perilaku 5R. Hasil penelitian yang telah dilakukan tidak
sejalan dengan teori yang ada. Teori menyatakan bahwa untuk
mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata atau perilaku diperlukan
112
adanya faktor pendukung, atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara
lain adalah fasilitas (Supriyadi,1993). Faktor ini terwujud dalam suatu
lingkungan fisik, tersedia atau tidaknya fasilitas-fasilitas atau sarana yang
merupakan sumber daya untuk menunjang perilaku (Supriyadi, 1993).
Jika dilakukan analisis antara ketersediaan fasilitas dengan pernyataan
sikap S14 ‘saya tidak menerapkan 5R karena fasilitas kurang mendukung’
didapatkan hasil bahwa sebesar 92,85% perawat memiliki sikap positif
terhadap pernyataan tersebut dan 58,97% diantaranya menyatakan bahwa
ketersediaan fasilitas tidak cukup. Dari perawat yang memiliki sikap
positif serta menyatakan ketersediaan fasilitas tidak cukup, sebesar
46,37% perawat memiliki perilaku 5R tidak baik. Hal ini menjelaskan
bahwa perawat yang telah memiliki sikap positif terhadap 5R diduga tetap
memiliki perilaku 5R tidak baik disebabkan oleh ketersediaan fasilitas
yang tidak mencukupi.
Selain itu, hasil analisis penelitian menunjukkan dari 72 perawat yang
merasa ketersediaan fasilitas tidak cukup, terdapat 45 perawat (62,5%)
yang memiliki sikap negatif, serta dari 72 perawat yang merasa
ketersediaan tidak cukup, terdapat 71 perawat (98,6%) yang memiliki
motivasi tidak kuat. Berdasarkan hasil analisis ketersediaan fasilitas
dengan sikap dan motivasi, diketahui bahwa, perawat yang menyatakan
fasilitas tidak cukup dan memiliki perilaku 5R tidak baik karena memiliki
sikap negatif dan motivasi yang tidak kuat. Hal lain yang diduga menjadi
penyebab ketersediaan fasilitas tidak berhubungan dengan perilaku 5R
113
adalah keterbatasan pada instrumen penelitian yang kurang merinci
fasilitas yang seharusnya ada pada masing-masing elemen R.
Upaya yang dapat dilakukan oleh pihak RSUD Pasar Rebo untuk
meminimalisir dampak yang terjadi adalah dengan memenuhi fasilitas
pendukung 5R yang dibutuhkan seperti rak, laci, wadah, dan ruang
penyimpanan untuk pemenuhan elemen ringkas, label penamaan atau
warna untuk setiap dokumen atau barang-barang yang ada dan sign untuk
lokasi barang bergerak agar tidak diletakkan disembarang tempat sebagai
upaya pemenuhan elemen rapi. Kemudian penyediaan alat-alat kebersihan
sebagai upaya pemenuhan elemen resik, dan penyediaan papan khusus 5R
yang berisi jadwal 5R, tim 5R, hasil temuan dan evaluasi 5R, serta
pengumuman terkait 5R lainnya sebagai upaya pendukung elemen rawat
dan rajin. Selain untuk mendukung pelaksanaan 5R, pemenuhan fasilitas
dapat menjadi salah satu bukti komitmen manajemen dalam mendukung
perilaku 5R di rumah sakit yang diharapkan dapat meningkatkan motivasi
perawat dalam berperilaku 5R. Selain itu, peneliti selanjutnya diharapkan
mampu membuat instrumen penelitian khususnya pada ketersediaan
fasilitas lebih rinci, sehingga ketersediaan fasilitas dapat tergambarkan
dengan baik.
114
3. Hubungan antara Faktor Penguat (Reward and Punishment dan
Pengawasan) dengan Perilaku 5R pada Perawat Kelas III di RSUD
Pasar Rebo Jakarta Tahun 2017
a. Hubungan antara Reward dengan Perilaku 5R pada Perawat Kelas III
di RSUD Pasar Rebo Jakarta
Reward adalah faktor penguat (reinforcemet) terhadap perilaku
seseorang. Reward dapat menjadi suatu sebab untuk memperkuat perilaku
seseorang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar perawat
tidak pernah mendapatkan reward. Hasil analisis multivariat menunjukkan
bahwa tidak ada hubungan antara reward dengan perilaku 5R.
Hasil penelitian yang telah dilakukan tidak sejalan dengan teori yang
menyatakan bahwa reward adalah salah satu sumber dari faktor penguat
pada suatu perubahan perilaku. Faktor-faktor yang memperkuat adalah
faktor-faktor yang menentukan apakah tindakan mendapat dukungan atau
tidak (Lawrence Green dalam Notoatmodjo, 2007). Reward dapat menjadi
suatu sebab untuk memperkuat perilaku seseorang. Artinya adalah suatu
perilaku seseorang yang dianggap sesuai atau berperilaku baik atau benar
kemudian diikuti dengan faktor penguat, akan dapat meningkatkan
perilaku tersebut terulang kembali oleh seseorang tersebut (Woolfolk,
2009).
Berdasarkan analisis yang dilakukan pada hasil penelitian
menunjukkan bahwa dari 98 perawat yang belum pernah mendapatkan
reward terdapat 92 perawat (79,3%) yang memiliki motivasi tidak kuat.
Hasil analisis ini didukung dengan teori yang menyatakan bahwa pekerja
dapat termotivasi untuk melakukan pekerjaan dengan disebabkan oleh dua
115
faktor yaitu, faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik terdiri
dari pekerjaan itu sendiri, kemajuan, tanggung jawab, pengakuan atau
penghargaan, dan pencapaian. Faktor ekstrinsik terdiri dari administrasi
dan kebijakan perusahaan, penyeliaan, gaji, hubungan antar pribadi, dan
kondisi kerja (Herzberg dalam Siagian, 2002).
Upaya yang dapat dilakukan RSUD Pasar Rebo adalah meningkatkan
motivasi perawat untuk berperilaku 5R, dengan menunjukkan dukungan
pihak manajemen dalam penerapan 5R oleh perawat, seperti memberikan
reward secara bergilir kepada perawat yang memiliki perilaku 5R terbaik
dan dilakukan sosialisasi agar perawat yang memiliki reward tersebut
memiliki rasa bangga. Selain itu, saran yang diberikan untuk peneliti
selanjutnya adalah melakukan pengembangan pertanyaan pada variabel
reward yang diterapkan di rumah sakit tersebut, sehingga dapat
tergambarkan dengan baik.
b. Hubungan antara Punishment dengan Perilaku 5R pada Perawat
Kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta
Punishment adalah suatu proses yang akan memperlemah atau
menekan perilaku seseorang (Woolfolk, 2009). Sehingga suatu perilaku
yang dianggap tidak sesuai, kemudian diikuti oleh punishment akan
melemahkan dan tidak akan diulangi oleh seseorang tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar perawat tidak
pernah mendapatkan punishment. Hasil analisis multivariat menunjukkan
bahwa tidak ada hubungan antara punishment dengan perilaku 5R. Hasil
penelitian yang telah dilakukan tidak sejalan dengan teori yang
116
menyatakan bahwa punishment sebagai salah satu sumber dari faktor
penguat pada suatu perubahan perilaku. Faktor-faktor yang memperkuat
adalah faktor-faktor yang menentukan apakah tindakan mendapat
dukungan atau tidak (Lawrence Green dalam Notoatmodjo, 2007). Jika
berdasarkan hasil analisis yang dilakukan dari 114 perawat yang belum
pernah mendapatkan punishment terdapat 106 perawat (91,4%) yang
memiliki motivasi tidak kuat.
Hal yang dapat dilakukan oleh pihak RSUD Psar Rebo untuk
meminimalisir dapat yang diakibatkan dari perawat yang belum pernah
mendapatkan punishment adalah dengan pemberian punishment yang
dapat meningkatkan kesadaran atau pengetahuan perawat mengenai 5R,
contoh punishment yang dapat diberikan adalah memberikan hukuman
pada perawat yang terlihat tidak menerapkan 5R dengan menegur dan
memerintahkan perawat tersebut untuk menata atau merapikan seluruh
ruangan tersebut sesuai dengan 5R yang seharusnya. Selain itu, saran yang
diberikan untuk peneliti selanjutnya adalah melakukan pengembangan
pertanyaan pada variabel punishment yang diterapkan di rumah sakit
tersebut, sehingga dapat tergambarkan dengan baik.
c. Hubungan antara Pengawasan dengan Perilaku 5R pada Perawat
Kelas III di RSUD Pasar Rebo Jakarta
Seseorang akan patuh bila masih dalam tahap pengawasan dan bila
pengawasan berkurang maka perilaku akan ditinggalkan (Kelman, 1966).
Pengawasan dalam menjalankan suatu kegiatan untuk mencapai suatu
tujuan sangat penting untuk dilaksanakan. Jika suatu kegiatan tidak diikuti
117
oleh pengawasan, kegiatan tersebut tidak dapat terpantau apakah secara
baik dilaksankan atau tidak.
Hasil penelitian menyatakan bahwa sebagian perawat menyatakan
pengawasan telah dilakukan secara rutin, namun beberapa perawat
menyatakan bahwa pengawasan tidak dilakukan secara rutin. Kemudian
hasil penelitian juga menunjukkan bahwa dari perawat yang menyatakan
pengawasan belum rutin dilaksanakan. 34,3% diantaranya memiliki
perilaku 5R yang tidak baik. Hasil analisis multivariat menunjukkan
bahwa tidak ada hubungan antara pengawasan dengan perilaku 5R.
Hasil penelitian yang telah dilakukan tidak sejalan dengan teori yang
menyatakan supervisor memiliki posisi kunci dalam mempengaruhi
pengetahuan, sikap, keterampilan, dan kebiasaan akan keselamatan setiap
pekerja dalam suatu area tanggung jawabnya (Bird dan Germain, 1996).
Tidak adanya hubungan antara pengawasan dengan perilaku 5R
dimungkinkan terdapat faktor lain yang menjadi penyebab. Faktor yang
dimungkinkan adalah faktor pengetahuan dan sikap. Perawat yang
menyatakan pengawasan tidak rutin dan memiliki perilaku 5R tidak baik,
sebesar 75,0% memiliki pengetahuan 5R yang rendah. Selain itu, perawat
yang menyatakan pengawasan tidak rutin dan memiliki perilaku 5R tidak
baik, sebesar 83,3% memiliki sikap negatif terhadap 5R.
Selain itu, pada variabel sikap terdapat pernyataan yang
mengambarkan pentingnya pengawasan dalam mempengaruhi sikap
seorang perawat, yaitu pada S13 ‘saya tidak menerapkan 5R karena tidak
ada yang menegur’ yang dapat dihubungkan dengan pengawasan terdapat
118
52,10% perawat yang memiliki perilaku 5R tidak baik. Hasil ini
menunjukkan bahwa pengawasan penting untuk dilakukan sebagai upaya
peningkatan sikap positif terhadap perilaku 5R yang selanjutnya
berkembang menjadi sebuah perilaku.
Upaya yang dapat dilakukan oleh pihak RSUD Pasar Rebo,
khususnya pada tim penanggung jawab 5R dapat melakukan perpanjangan
tangan kesetiap unit kerja atau dengan membentuk tim 5R yang terdiri dari
perwakilan setiap unit. Hal ini dimaksudkan untuk meminimalisir bias
yang terjadi saat penanggung jawab 5R yang telah ditunjuk oleh pihak
rumah sakit melakukan penilaian. Seluruh perawat telah mengetahui
bahwa orang tersebut datang untuk menilai perilaku 5R, sehingga perawat
dapat mengubah perilakunya menjadi lebih baik saat dilakukan penilaian.
Perpanjangan tangan penanggung jawab 5R bertugas untuk melakukan
penilaian kepada seluruh perawat dalam kegiatan sehari-hari tanpa perawat
tersebut mengetahui sedang dilakukan penilaian. Selain itu, penilaian 5R
perawat juga dapat melibatkan pasien, dengan menanyakan bagaimana
perilaku perawat tersebut khususnya dalam perilaku 5R.
Variabel pengawasan menjadi salah satu keterbatasan penelitian
dalam penelitian ini, karena hanya berisi satu pertanyaan, sehingga hasil
penelitian tidak dapat tergambarkan dengan baik. Hal ini dapat
menyebabkan analisis dengan variabel lain menjadi tidak terlihat
bagaimana hubungan variabel perilaku 5R dengan pengawasan.
119
5. BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan kepada 126 perawat
kelas III di RSUD Pasar Rebo tahun 2017 dapat disimpulkasn bahwa:
1. Perawat yang memiliki perilaku 5R tidak baik berjumlah 66 perawat
(52,4%).
2. Pada faktor predisposisi diketahui rata-rata usia perawat adalah 31
tahun, untuk tingkat pendidikan sebagian besar perawat memiliki
tingkat pendidikan D3, untuk masa kerja memiliki rata-rata 8 tahun,
perawat perempuan lebih banyak dibandingkan dengan perawat laki-
laki. Selain itu, perawat dengan pengetahuan rendah, sikap negatif, dan
motivasi tidak kuat lebih banyak dibandingkan dengan perawat dengan
pengetahuan, sikap positif, dan motivasi tidak kuat.
3. Pada faktor pendukung diketahui perawat yang menyatakan
ketersediaan fasilitas tidak cukup lebih besar dibandingkan dengan
perawat yang menyatakan ketersediaan fasilitas pendukung 5R sudah
cukup.
4. Pada faktor penguat diketahui sebagian besar perawat menyatakan
belum pernah mendapatkan reward maupun punishment, namun,
perawat yang menyatakan bahwa pengawasan tidak rutin dilakukan
lebih kecil dibandingkan perawat yang menyatakan pengawasan telah
rutin dilaksanakan.
120
5. Dari tujuh variabel faktor predisposisi, diketahui terdapat tiga variabel,
yaitu usia, masa kerja, dan jenis kelamin yang memiliki hubungan
dengan perilaku 5R.
6. Faktor pendukung (ketersediaan fasilitas) tidak memiliki hubungan
dengan perilaku 5R.
7. Dari tiga faktor penguat, tidak ada yang memiliki hubungan dengan
perilaku 5R.
8. Jenis kelamin adalah faktor yang paling dominan berhubungan dengan
perilaku 5R.
B. Saran
Berdasarkan hasil, pembahasan, dan simpulan yang ada diatas, penulis
mencoba memberikan saran sebagai bahan pertimbangan penelitian mengenai
perilaku 5R selanjutnya, yaitu:
1. Bagi RSUD Pasar Rebo
a. Meningkatkan dukungan pihak manajemen dalam perilaku 5R, dukungan
dapat ditunjukan dengan pemenuhan fasilitas, pemberian reward dan
punishment pada perawat yang memiliki perilaku 5R baik dan tidak baik.
b. Membentuk penanggung jawab 5R dari setiap unit kerja, sebagai
perpanjangan tangan dari tim 5R di RSUD Pasar Rebo, serta melakukan
sosialisasi secara rutin mengenai pentingnya 5R.
c. Memberikan edukasi atau pelatihan pada seluruh perawat di rumah sakit
terutama bagi perawat dengan usia diatas rata-rata usia perawat di rumah
sakit, perawat baru atau perawat dengan masa kerja dibawah rata-rata
121
masa kerja perawat di rumah sakit, dan pada perawat dengan jenis
kelamin perempuan.
d. Meningkatkan pengawasan secara rutin dengan membuat pelaporan yang
jelas, sehingga dapat diketahui hal-hal yang harus diperbaiki.
2. Bagi Perawat Kelas III di RSUD Pasar Rebo
a. Selalu menerapkan 5R dalam setiap pekerjaan atau bahkan dalam setiap
aktivitas setiap hari, sehingga akan menjadi suatu kebiasaan yang
memang selalu harus dikerjakan hingga terbentuk suatu pola pikir bahwa
5R bukan suatu kewajibkan melainkan adalah suatu hak.
b. Saling mengingatkan antar perawat apabila melihat perawat lain
berperilaku 5R tidak baik.
c. Berperan secara aktif dalam seluruh kegiatan khususnya mengenai 5R.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
a. Peneliti selanjutnya diharapkan meneliti variabel-variabel lain yang
diduga berhubungan dengan perilaku 5R.
b. Peneliti selanjutnya diharapkan mampu meminimalisir bias yang terjadi
saat observasi maupun pengisian kuesioner, yang dapat dilakukan dengan
melakukan observasi partisipan, yang akan membuat subjek penelitian
tidak merasa diobservasi, sehingga subjek penelitian diharapkan tidak
memperbaiki perilakunya karena mengetahui sedang dilakukan observasi.
Pada pengisian kuesioner dapat dilakukan pengawasan agar tidak terjadi
kerjasama dan mencari tahu jawaban baik itu dari teman maupun internet.
122
DAFTAR PUSTAKA
Adinugroho, N., Kurniawan, B., & Wahyuni, I. (2014). Faktor Yang Berhubungan
Dengan Praktik Safety Driving Pada Pengemudi Angkutan Kota Jurusan
Banyumanik-Johar Kota Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-
Journal).
Agus, Suyanto. (2009). Mengenal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan
di Rumah Sakit. Yogyakarta: Mitra Cendekia.
Allport, G. W. (1996). Psikologi Sosial Edisi 5. Jakarta: Erlangga.
Amran, Yuli. (2012). Pengolahan dan Analisis Data Statistik di Bidang
Kesehatan. Jakarta: Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Arifin, Zainal. (2012). Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Arikunto, S. (2011). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta.
Assauri, Sofjan. (2004). Manajemen Produksi dan Operasi, Edisi Revisi. Jakarta:
Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Azhari, A. (2004). Psikologi Umum dan Perkembangan. Jakarta: Mizan Publika
Azwar, S. (2011). Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Barata, A. A. (2015). Dasar-Dasar Pelayanan Prima. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo.
Bird, F. & Germain, G. (1990). Practical loss control leadership.Loganville. GA:
Institute Publishing/International Loss Control Institute.
Bird, F. & Germain, G. (1996). Practical Loss Control Leadership. Edisi Revisi.
USA: Division Of International Loss Control Institute.
Bjorvatn, B., Dale, S., Hogstad-Erikstein, R., Fiske, E., Pallesen, S., & Waage, S.
(2012). Self-reported Sleep and Health Among Norwegian Hospital Nurses
in Intensive Care Units. Nursing in Critical Care.
Cooper, Dominic. (2001). Improving Safety Culture: A Practical Guide. London:
John Wiley & Sons Ltd.
Dahlawy, Ahmad Dharief. (2008). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Area Pengolahan PT. Antam
Tbk, Unit Bisnis Pertambangan Emas Pongkor Kabupaten Bogor Tahun
2008. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah. Jakarta.
Demak, Denisa Listy Kiay. (2014). Analisis Penyebab Perilaku Aman Bekerja
pada Perawat di RS. Islam Asshobirin Tangerang Selatan Tahun 2013.
Program Studi Kesehatan Masyarakat. Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta.
123
Depkes RI. (2007). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
367/MENKES/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Fisioterapi. Jakarta:
Depkes RI.
Depkes RI. (2009). Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Dewi, Gilang Permata., Maywati, Sri., & Setiyono, Andik. (2015). Kajian Faktor
Risiko Stress Kerja pada Perawat IGD dan ICU RSUD Cilacap Tahun
2015. journal.unsil.ac.id/download.php?id=7651.
Dewi, M. P., Rosiawan, M., & Sari, Y. (2013). Penerapan Good Manufacturing
Practices Dan 5S Untuk Peningkatan Produktivitas Di PT. Catur Pilar
Sejahtera, Surabaya. Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas
Surabaya.
Gaspersz, Vincent. (2004). Total Quality Management Edisi 1. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Geller, E. Scott. (2001). The Psychology of Safety Handbook. US: CRC Press.
Gibson, James. (1997). Organisasi: Perilaku, Struktur, Proses, jilid 1. Jakarta:
Binarupa Aksara.
Graban, Mark. (2012). Lean Hospital Improving Quality, Patient Safety, and
Employee Engagement, Second Edition. United States: CRC Press.
Green, L. W. (1980). Health Education Planning: a diagnostic approach 1st
edition. California: Mayfield Publishing Company.
Handoko, Hani. (1987). Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Edisi
Kedua. Yogyakarta: BPFE.
Hariandja, Marihot, T. J. (2002). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta:
Grasindo.
Health and Safety Executive. (2011). Kinds of Accident. United Kingdom.
http://www.hse.gov.uk/statistics/causinj/kinds-of-accident.pdf, diakses
pada tanggal 27 Desember 2015.
Hidayat, A. Aziz Alimul. (2008). Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika.
Imai, Masaaki. (1998). Gemba Kaizen: Pendekatan Akal Sehat, Berbiaya Rendah
pada Manajemen. Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo.
Indah, Faiqoh., Alfian., & Suratmi. (2010). Hubungan Shift Kerja dengan Stres
Kerja pada Perawat di Ruang Inap Rumah Sakit Umum Daerah Dr.
Soegiri Lamongan. Lamongan: SURYA.
Istiarti, Tinuk. (2002). Penerapan Hak Cuti Melahirkan Bagi Pekerja Perempuan
di Sektor Informal Kaitan antara Kenyataan dan Kebutuhan. Semarang:
Universitas Diponegoro.
Ivancevich, John, M., Konopaske, Robert., Matteson, Michael T., (2006).
Perilaku dan Manajemen Organisasi. Jakarta: Penerbit Erlangga.
124
Jahja, Kristanto. (2009). Seri Budaya Unggulan 5R (Ringkas, Rapi,Resik, Rawat,
Rajin), 3th ed.Jakarta: Productivity and Quality Management Consultans.
Jawawi, Iskandar. (2008). Beberapa Faktor Risiko yang Berhubungan dengan
Tingkat Kecelakaan Kerja di PT Hok Tong Pontianak. Pontianak.
Johnson, P, R., & Indvik, P, R., (2001). Rudeness at Work: Impulse Over
Restraint. Publik Personnel Management. California State University.
Kartika, H., Hastuti, T. (2011). Analisis Pengaruh Sikap Kerja 5S dan Faktor
Penghambat Penerpan 5S Terhadap Efektifitas Kerja Departemen
Produksi di Bagian Produksi di Perusahaan Sepatu. Jurnal PASTI
Kelman, Herbert. (1966). Compliance, Identification, and Internalization: Three
Process of Attitude Change. New York: McGrawhill.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Kepmenkes RI). 2008.
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. Jakarta: Menteri Kesehatan
Republik Indonesia.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Kepmenkes RI). 2007.
Pedoman Manajemen K3 di Rumah Sakit. Jakarta: Menteri Kesehatan
Republik Indonesia.
Kurniawan, Bina., Lestantyo, Daru., & Murtiningsih, Dewi. (2006). Hubungan
Karakteristik Pekerja Dengan Praktik Penerapan Prosedur Keselamatan
Kerja Di PT. Bina Buna Kimia Ungaran. Jurnal Promosi Kesehatan
Indonesia Vol. 1/No. 2.
Lameshow, S., Hosmer, D. W., Klar, J., Lwanga, S. K. dan Organization, W. H.
(1990). Adequacy of Sample Size in Health Studies. New York: John
Wiley & Sons.
Maryati, K., & Suryawati, J. (2006). sosiologi untuk SMA dan MA Kelas XI.
Jakarta: Esis.
Matindas, Rudolf Wennemar. (2002). Manajemen Sumber Daya Manusia, Lewat
Konsep Ambisi. Kenyataan, dan Usaha Edisi II. Jakarta: Grafiti
McLeod, R., & Schell, G. P. (2008). Sistem Informasi Manajemen (A. A. Yulianto
& A. R. Fitriati, Trans). Jakarta: Salemba Empat.
Menkes RI. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
340/MENKES/PER/III/2010 Tentang Klasifikasi Rumah Sakit. Jakarta:
Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
Metrison. (1996). Sistem Manajemen Kerja di Lapangan dan Laboratorium
Departemen Perin-dustrian dan Perdagangan. Jakarta: Badan Penelitian
dan Pengembangan Industri dan Pengawasan Ketenagakerjaan.
Michalska, D. Scewieczek (2007). The 5S methodology as a tool for improving
the organisation. Journal of Achievements in Materials and
Manufacturing Engineering.
125
Mohamad, S. (2004). Bunga Rampai Guru dan Pendidikan. Jakarta: Balai
Pustaka.
Mueller, D.J. (1992). Mengukur Sikap Sosial. Jakarta: Bumi Aksara.
Munawaroh, S., Murtolo, S. A., & Budi, N. S. (1999). Peranan Kebudayaan
Daerah dalam Perwujudan Masyarakat Industri Pariwisata di Daerah
Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
National Safety Council. (1988). National Safety Council Injury Facts 1988
Edition. U.S.A.: NSC Press.
National Safety Council. (2014). National Safety Council Injury Facts 2014
Edition. U.S.A.: NSC Press.
Nawawi, Hadari. (2001). Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Bisnis yang
Kompetitif cetakan keempat. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Noorkasiani, Heryati & Ismail, R. (2009). Sosiologi Keperawatan. Jakarta: EGC.
Notoatmodjo, Soekidjo. (2003). Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu
Perilaku Kesehatan. Yogyakarta: Andi Offset.
Notoatmodjo, Soekidjo. (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta:
Rineka Cipta.
Notoatmodjo, Soekidjo. (2009). Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta:
Rineka Cipta.
Oktavia, N. (2015). Sistematika Penulisan Karya Imliah. Yogyakarta: Deepublish.
Osada, Takashi. (1995). Sikap Kerja 5S Cetakan Kelima. Terjemahan oleh
Mariani. Jakarta: Gandamihardja.
Poniman, F., Nugroho, I., & Azzaini, J. (2006). Kubik Leadership. Jakarta:
Hikmah.
Pranasution, D. (2015). Analisis Penerapan Metode 5R (Ringkas, Rapi, Resik,
Rawat, Rajin) Di PT Bakrie Pipe Industries Melalui Pendekatan Change
Management. Jurnal Ilmiah Universitas Bakrie.
Purwanggono, Bambang. (2014). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Motivasi Karyawan dalam Menerapkan Budaya Kerja 5S (Studi Kasus
pada Karyawan PT. PLN (PERSERO) P3JB APP Semarang). Fakultas
Teknik. Universitas Diponegoro. Semarang.
Ramli, Soehatman. (2010). Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
OHSAS 18001. Jakarta: Dian Rakyat.
Riyanto, A. (2009). Penerapan Analisis Multivariat dalam Penelitian Kesehatan.
Bandung: Nifta Media Press.
Robbins, Stephen P., & Judge, Timothy A. (2009). Organizational Behavior
Three Edition. USA: Pearson International Edition, Prentice-Hall
Roughton, James E., Mercurio, James J. (2002). Developing an Effevtive Safety
Culture: A Leadership Approach. U.S.A: Buttrworth-Heinemann.
126
Royan, Frans M. (2009). Distributor ship Management. Cara Cerdas Mengelola
dan Memberdayankan Distributor. Jakarta: PT Gramedia Pusaka Utama.
Santoso, Budi. (2010). Skema dan Mekanisme Pelatihan: Panduan
Penyelenggaraan Pelatihan. Jakarta: Yayasan Terumbu Karang Indonesia.
Schafer, J.L. (1996). Analysis of Incomplete Multivariate Data. London: In Press.
Septaviani, Rima. (2012). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Praktik 5S
(Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu, Shitsuke) pada Mekanik Bengkel Sepeda
Motor X Kota Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat.
Siagian, Sondang.(1995). Teori Motivasi dan Aplikasinya. Jakarta: Bina Cipta.
SIEN Consultant. (2012). 5S. Jakarta. http://sienconsultant.com/5s.html, diakses
tanggal 28 Desember 2015.
Simamora, Henri. (2006). Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Siregar, A. R. (2005). Manajemen Pengetahuan. Jurnal Studi Perpustakaan dan
Informasi.
Sunaryo. (2004). Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.
Supriyadi. (1993). Pendekatan Psikologi dalam Pengukuran Kesehatan. Jakarta:
Forum Komunikasi Sosial dan Kesehatan.
Susanta. (2006). Sikap: Konsep dan Pengukuran. Jurnal Administrasi Bisnis.
Suteja, Indra Gunawan. (2011). Analisis Penerapan Program 5R (Ringkas, Rapi,
Resik, Rawat, dan Rajin) Dalam Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3)
Karyawan: Studi Kasus Pada PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV
Cilacap. Jurnal Penelitian.
Tampubolon, Viviyanti Br. (2008). Evaluasi Penerapan Budaya Kerja 5S di PT.
AKM. Fakultas Ekonomi. Universitas Indonesia. Jakarta.
Undang-Undang Republik Indonesia. (2003). Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Undang-Undang Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit. Jakarta:
Sekretariat Negara RI.
Utari, G. C. (2010). Hubungan Pengetahuan, Sikap, Persepsi, dan Keterampilan
Mengendara Mahasiswa Terhadap Perilaku Keselamatan Berkendara
(Safety Riding). Universitas Islam Negeri. Ciputat.
Wahyudi, Iwan., Irawaty, Dewi., & Mulyono, Sigit. (2010). Hubungan Persepsi
Perawat tentang Profesi Keperawatan, Kemampuan, dan Motivasi Kerja
terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di RSUD dr. Slamet Garut. Jurnal
Keperawatan FIKUI.
Widayatun, R. T. (1999). Ilmu Perilaku M.A. 104 “Buku Pegangan Mahasiswa
AKPER”. Jakarta: CV. Sagung Seto.
127
Wingjosoebroto, Sritomo. (2003). Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu. Teknik
Analisis untuk Peningkatan Produktifitas Kerja. Cetakan Ke 2, Surabaya:
Guna Widya.
Woolfolk, Anita. (2009). Educational Psychology Active Learning Edition.
Terjemahan: Helly Prajitno S dan Sri Mulyantini S. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
6. LAMPIRAN