deteksi resistensi aedes aegypti terhadap sipermetrin...

63
i DETEKSI RESISTENSI Aedes aegypti TERHADAP SIPERMETRIN MENGGUNAKAN TEKNIK POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) DI AMBARAWA KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2019 SKRIPSI Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat Disusun oleh: Laila Fitriani NIM 6411415099 JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2019

Upload: others

Post on 01-Sep-2020

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: DETEKSI RESISTENSI Aedes aegypti TERHADAP SIPERMETRIN ...lib.unnes.ac.id/35758/1/6411415099_Optimized.pdf · Reaction (PCR) techniques. The study was conducted to see mutations in

i

DETEKSI RESISTENSI Aedes aegypti TERHADAP

SIPERMETRIN MENGGUNAKAN TEKNIK

POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

DI AMBARAWA KABUPATEN SEMARANG

TAHUN 2019

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk

Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Disusun oleh:

Laila Fitriani

NIM 6411415099

JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2019

Page 2: DETEKSI RESISTENSI Aedes aegypti TERHADAP SIPERMETRIN ...lib.unnes.ac.id/35758/1/6411415099_Optimized.pdf · Reaction (PCR) techniques. The study was conducted to see mutations in

ii

Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat

Fakultas Ilmu Keolahrgaan

Universitas Negeri Semarang

Oktober 2019

ABSTRAK

Laila Fitriani

Deteksi Resistensi Aedes aegypti terhadap Sipermetrin Menggunakan Teknik

Polymerase Chain Reaction (PCR) di Ambarawa Kabupaten Semarang

Tahun 2019

XIX + 102 halaman + 11 tabel + 17 gambar + 8 lampiran

Kecamatan Ambarawa adalah salah satu kecamatan endemis sejak tahun

2017 selalu menyumbang kasus DBD tertinggi di Kabupaten Semarang. Deteksi

resistensi Aedes aegypti terhadap sipermetrin secara molekuler menggunakan

teknik Polymerase Chain Reaction (PCR). Penelitian dilakukan untuk melihat

adanya mutasi pada gen VGSC Ae. aegypti.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen murni. Sampel Ae. aegypti

yang diperiksa berjumlah 10 tiap kelurahan diambil dari 3 kelurahan endemis

DBD dengan intensitas fogging tinggi di Ambarawa. Pengambilan sampel

menggunakan teknik random sampling diambil dengan ovitrap yang terlebih

dahulu telah dipasang selama Bulan Agustus. Uji deteksi resistensi dengan

metode PCR dilakukan di Balai Litbangkes Banjarnegara pada Bulan September.

Data dianalisis secara deskriptif untuk menggambarkan hasil penelitian.

Hasil penelitian menunjukkan di Kelurahan Tambakboyo 2 sampel

susceptible (V/V), 7 sampel terdeteksi resisten homozigot (G/G), 1 sampel

terdeteksi resisten heterozigot (V/G); di Kelurahan Kupang 5 sampel terdeteksi

resisten homozigot (G/G) dan 5 sampel terdeteksi resisten heterozigot (V/G); dan

di Kelurahan Panjang 1 sampel susceptible (V/V), 8 sampel terdeteksi resisten

homozigot (G/G), 1 sampel terdeteksi resisten heterozigot (V/G).

Berdasarkan hasil penelitian mutasi telah ditemukan pada gen VGSC pada

kodon V1016G. Pelaksanaan manajemen penggunaan, pemilihan, dan rotasi jenis

insektisida secara tepat diharapkan dapat mengurangi resiko terjadinya resistensi

pada populasi nyamuk Ae. aegypti.

Kata kunci: Resistensi, Aedes aegypti, Sipermetrin, PCR

Kepustakaan: 62 (1992-2019)

Page 3: DETEKSI RESISTENSI Aedes aegypti TERHADAP SIPERMETRIN ...lib.unnes.ac.id/35758/1/6411415099_Optimized.pdf · Reaction (PCR) techniques. The study was conducted to see mutations in

iii

Public Health Science Department

Faculty of Sports Science

Universitas Negeri Semarang

October 2019

ABSTRACT

Laila Fitriani

Detection of Aedes aegypti Resistance towards Sipermetrin with Polymerase

Chain Reaction (PCR) Techniques in Ambarawa Semarang Regency 2019

XIX + 102 pages + 11 tables + 17 images + 8 appendices

Ambarawa Regency is one of the endemic sub-districts since 2017 which

always accounts for the highest DHF cases in Semarang Regency. Molecular

detection of Aedes aegypti resistance towards sipermetrin using Polymerase Chain

Reaction (PCR) techniques. The study was conducted to see mutations in the Ae.

aegypti VGSC gene.

This research was a true experimental study. The Ae. aegypti samples

examined were 10 in every village taken from 3 endemic DHF villages with high

fogging intensity in Ambarawa. The research used random sampling techniques

taken with ovitrap which was first installed during the month of August.

Resistance detection test using the PCR method were conducted at the

Banjarnegara Research and Development Center in September. Data were

analyzed descriptively to illustrate the results of the study.

The results showed that in Tambakboyo Village, 2 samples were

susceptible (V/V), 7 samples were detected as homozygous (G/G) resistant, 1

sample was detected as heterozygous (V/G) resistant; in Kupang District 5

samples were detected as being homozygous resistant (G/G) and 5 samples were

detected as heterozygous resistant (V/G); and in Panjang Village 1 susceptible

sample (V/V), 8 samples were detected as homozygous resistant (G/G), 1 sample

was detected as heterozygous resistant (V/G).

Based on the results of mutation studies have been found in the VGSC

gene in codon V1016G. The proper implementation of management, selection and

rotation of insecticides is expected to reduce the risk of resistance in the Ae.

aegypti mosquito population.

Keywords: Resistance, Aedes aegypti, Cypermethrin, PCR

Literatures: 62 (1992-2019)

Page 4: DETEKSI RESISTENSI Aedes aegypti TERHADAP SIPERMETRIN ...lib.unnes.ac.id/35758/1/6411415099_Optimized.pdf · Reaction (PCR) techniques. The study was conducted to see mutations in

iv

PERNYATAAN

Page 5: DETEKSI RESISTENSI Aedes aegypti TERHADAP SIPERMETRIN ...lib.unnes.ac.id/35758/1/6411415099_Optimized.pdf · Reaction (PCR) techniques. The study was conducted to see mutations in

v

Page 6: DETEKSI RESISTENSI Aedes aegypti TERHADAP SIPERMETRIN ...lib.unnes.ac.id/35758/1/6411415099_Optimized.pdf · Reaction (PCR) techniques. The study was conducted to see mutations in

vi

PRAKATA

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan

karunia-Nya, shalawat dan salam penulis limpahkan kepada Nabi Muhammad

SAW atas hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyusun skripsi yang berjudul

“Deteksi Resistensi Aedes aegypti terhadap Sipermetrin Menggunakan Teknik

Polymerase Chain Reaction (PCR) di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten

Semarang Tahun 2019”. Penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan berkat

motivasi, dukungan, bimbingan, arahan, dan bantuan dari berbagai pihak. Pada

kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Tandiyo Rahayu, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Ilmu

Keolahragaan Universitas Negeri Semarang atas izin penelitian.

2. Dr. Irwan Budiono, S.K.M., M.Kes(Epid)., selaku Ketua Jurusan Ilmu

Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri

Semarang atas izin penelitian.

3. Dr. Widya Hary Cahyati, S.K.M., M.Kes(Epid)., selaku Dosen

Pembimbing atas bimbingan, arahan, masukan, dan dukungannya selama

penyusunan skripsi ini.

4. drh. Dyah Mahendrasari Sukendra, M.Sc., selaku Dosen Penguji I atas

bimbingan, saran, dan masukan dalam perbaikan skripsi ini.

5. Lukman Fauzi, S.K.M., M.P.H., selaku Dosen Penguji II atas bimbingan,

saran, dan masukan dalam perbaikan skripsi ini.

6. Mardiana, S.K.M. M.Si., selaku Pendamping Akademik yang telah

mendampingi sejak awal perkuliahan hingga akhir.

7. Staf pengajar dan Staf administrasi Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat,

atas dukungan dan bantuan, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

8. Petugas Sanitarian Puskesmas Ambarawa, Bapak Sunaryono atas

dukungan dan bantuan serta keterlibatan dalam lancarnya pelaksanaan

penelitian ini.

9. Kepala Balai Litbang Kesehatan Kelas 1 Banjarnegara, atas izin penelitian

yang diberikan dan Petugas Laboratorium Biomolekuler Ibu Dyah, Ibu

Page 7: DETEKSI RESISTENSI Aedes aegypti TERHADAP SIPERMETRIN ...lib.unnes.ac.id/35758/1/6411415099_Optimized.pdf · Reaction (PCR) techniques. The study was conducted to see mutations in

vii

Isya, Ibu Ani, dan Bapak Wella atas bantuan pelaksanaan penelitian ini

serta kesabaran dalam memberikan ilmu baru bagi peneliti.

10. Kader Busungan, Kelurahan Tambakboyo (Ibu Kurtiningsih), Kader

Kupang Dukuh, Kelurahan Kupang (Ibu Djalal), dan Kader Kelurahan

Panjang (Ibu Chatrin) atas bantuan yang diberikan.

11. Orangtua yang tersayang dan tercinta, Bapak Cahyono dan Ibu

Mundriyah, keluarga tersayang, adikku Rosi, kakakku Mila dan Mela,

keponakanku Abiel, yang selalu mendoakan dengan tulus ikhlas dan

memberikan semangat tiada henti serta memberikan dukungan secara

moral dan material.

12. Sahabat dan teman-teman terbaik yang selalu memberikan motivasi dan

dukungan.

Semoga amal baik yang telah diberikan bagi seluruh pihak yang terlibat

mendapatkan balasan yang setimpal dari Yang Maha Kuasa. Penulis menyadari

bahwa skripsi ini masih belum sempurna, sehingga membutuhkan kritik dan saran

yang bersifat membangun.

Semarang, 19 September 2019

Penulis

Laila Fitriani

Page 8: DETEKSI RESISTENSI Aedes aegypti TERHADAP SIPERMETRIN ...lib.unnes.ac.id/35758/1/6411415099_Optimized.pdf · Reaction (PCR) techniques. The study was conducted to see mutations in

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i

ABSTRAK .............................................................................................................. ii ABSTRACT ............................................................................................................. iii PERNYATAAN ..................................................................................................... iv PENGESAHAN ...................................................................................................... v PRAKATA ............................................................................................................. vi

DAFTAR ISI ........................................................................................................ viii

DAFTAR TABEL ................................................................................................... x DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xi

DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xii BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

1.1. LATAR BELAKANG .............................................................................. 1 1.2. RUMUSAN MASALAH ......................................................................... 5

1.3. TUJUAN PENELITIAN .......................................................................... 5 1.4. MANFAAT PENELITIAN ...................................................................... 5

1.4.1. Manfaat Bagi Masyarakat ................................................................. 5 1.4.2. Manfaat Bagi Instansi Pemerintah .................................................... 6 1.4.3. Manfaat Bagi Peneliti ........................................................................ 6

1.5. KEASLIAN PENELITIAN ...................................................................... 6 1.6. RUANG LINGKUP PENELITIAN ......................................................... 8

1.6.1. Ruang Lingkup Tempat..................................................................... 8 1.6.2. Ruang Lingkup Waktu ...................................................................... 8

1.6.3. Ruang Lingkup Keilmuan ................................................................. 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 9

2.1. LANDASAN TEORI ................................................................................... 9 2.1.1. Resistensi .............................................................................................. 9

2.1.2. Tinjauan Tentang Vektor DBD di Kabupaten Semarang ................... 13 2.1.3. Insektisida ........................................................................................... 20 2.1.4. Sipermetrin .......................................................................................... 24

2.1.5. Kode Genetik ...................................................................................... 26 2.1.6. Mutasi DNA ........................................................................................ 29

2.1.7. Polymerase Chain Reaction (PCR) ..................................................... 33

2.2. KERANGKA TEORI................................................................................. 37

BAB III METODE PENELITIAN........................................................................ 38 3.1. ALUR PIKIR ............................................................................................. 38 3.2. FOKUS PENELITIAN ........................................................................... 38 3.3. HIPOTESIS PENELITIAN .................................................................... 38 3.4. JENIS DAN RANCANGAN PENELITIAN ......................................... 39

3.5. DEFINISI OPERASIONAL DAN SKALA PENGUKURAN .............. 39 3.6. SAMPEL PENELITIAN ........................................................................ 39 3.7. BAHAN DAN ALAT ............................................................................ 43

3.7.1. Bahan dan Alat Pembuatan Ovitrap ................................................ 43 3.7.2. Bahan dan Alat Penelitian di Laboratorium .................................... 43

Page 9: DETEKSI RESISTENSI Aedes aegypti TERHADAP SIPERMETRIN ...lib.unnes.ac.id/35758/1/6411415099_Optimized.pdf · Reaction (PCR) techniques. The study was conducted to see mutations in

ix

3.8. PROSEDUR PENELITIAN ................................................................... 51 3.8.1. Persiapan Larva Nyamuk Aedes aegypti Instar IV ......................... 51

3.8.2. Pelaksanaan Penelitian .................................................................... 52 3.9. TEKNIK ANALISIS DATA .................................................................. 56

BAB IV HASIL PENELITIAN ............................................................................ 58 4.1. GAMBARAN UMUM .............................................................................. 58 4.2. HASIL PENELITIAN ................................................................................ 61

BAB V PEMBAHASAN ...................................................................................... 67 5.1. PEMBAHASAN ........................................................................................ 67 5.2. HAMBATAN DAN KELEMAHAN PENELITIAN ................................ 74

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 76 6.1. SIMPULAN ............................................................................................... 76 6.2. SARAN ...................................................................................................... 76

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 77

LAMPIRAN .......................................................................................................... 81

Page 10: DETEKSI RESISTENSI Aedes aegypti TERHADAP SIPERMETRIN ...lib.unnes.ac.id/35758/1/6411415099_Optimized.pdf · Reaction (PCR) techniques. The study was conducted to see mutations in

x

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Keaslian Penelitian ............................................................................... 6

Tabel 2.1. Daftar Kodon ...................................................................................... 27 Tabel 2.2. Kode Genetik Aedes aegypti .............................................................. 28

Tabel 3.1. Definisi Operasional, Cara Pengukuran, dan Skala ........................... 39 Tabel 3.2. Jumlah Rumah diperiksa untuk Mendeteksi Larva ............................ 40

Tabel 3.3. Urutan Basa Forward Primer dan Reverse Primer ............................. 54

Tabel 4.1. Rincian Jumlah RT dan RW di Wilayah Kerja Puskesmas

Ambarawa .......................................................................................... 59

Tabel 4.2. Hasil Pemeriksaan Sampel Larva Aedes aegypti dari Kelurahan

Tambakboyo ....................................................................................... 64 Tabel 4.3. Hasil Pemeriksaan Sampel Larva Aedes aegypti dari Kelurahan

Kupang ............................................................................................... 65

Tabel 4.4. Hasil Pemeriksaan Sampel Larva Aedes aegypti dari Kelurahan

Panjang ............................................................................................... 65

Tabel 4.5. Hasil Pemeriksaan Sampel Larva Aedes aegypti menurut

Kelurahan ........................................................................................... 66

Page 11: DETEKSI RESISTENSI Aedes aegypti TERHADAP SIPERMETRIN ...lib.unnes.ac.id/35758/1/6411415099_Optimized.pdf · Reaction (PCR) techniques. The study was conducted to see mutations in

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Telur Nyamuk Ae. aegypti ............................................................... 13 Gambar 2.2. Larva Ae. aegypti Instar I ................................................................. 15 Gambar 2.3. Larva Ae. aegypti Instar II ............................................................... 15 Gambar 2.4. Larva Ae. aegypti Instar III .............................................................. 16 Gambar 2.5. Larva Ae. aegypti Instar IV .............................................................. 16

Gambar 2.6. Pupa Ae. aegypti .............................................................................. 17 Gambar 2.7. Nyamuk Ae. aegypti Dewasa ........................................................... 17 Gambar 2.8. Siklus PCR ....................................................................................... 36

Gambar 2.9. Kerangka Teori ................................................................................ 37

Gambar 3.1. Alur Pikir ......................................................................................... 38 Gambar 3.2. Proses Penelitian .............................................................................. 56

Gambar 4.1. Hasil PCR pada Gel Doc Sampel Kode 448, 449, 450, 458, 459,

460, dan 461 ..................................................................................... 61 Gambar 4.2. Hasil PCR pada Gel Doc Sampel Kode 462, 463, 464, 465, 466,

468, 469, dan 470. ............................................................................ 62 Gambar 4.3. Hasil PCR pada Gel Doc Sampel Kode 451, 452, 453, 454, dan

455. .................................................................................................. 62 Gambar 4.4. Hasil PCR pada Gel Doc Sampel Kode 473, 471, 472, dan 456. .... 63 Gambar 4.5. Hasil PCR pada Gel Doc Sampel Kode 477 dan 453. ..................... 63

Gambar 4.6. Hasil PCR pada Gel Doc Sampel Kode 467, 457, 474, 475, dan

476. .................................................................................................. 64

Page 12: DETEKSI RESISTENSI Aedes aegypti TERHADAP SIPERMETRIN ...lib.unnes.ac.id/35758/1/6411415099_Optimized.pdf · Reaction (PCR) techniques. The study was conducted to see mutations in

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Tugas Pembimbing.................................................................. 81 Lampiran 2. Surat Izin Penelitian dari Fakultas Ilmu Keolahragaan, UNNES ..... 82 Lampiran 3. Surat izin penelitian dari Kesbangpol dan Dinas Kesehatan ............ 84 Lampiran 4. Salinan Ethical Clearance ................................................................ 86 Lampiran 5. Surat Keterangan Selesai Penelitian ................................................. 87

Lampiran 6. Instrumen Penelitian ......................................................................... 89 Lampiran 7. Data Mentah Hasil Penelitian ........................................................... 90 Lampiran 8. Dokumentasi ..................................................................................... 93

Page 13: DETEKSI RESISTENSI Aedes aegypti TERHADAP SIPERMETRIN ...lib.unnes.ac.id/35758/1/6411415099_Optimized.pdf · Reaction (PCR) techniques. The study was conducted to see mutations in

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang

disebabkan oleh virus Dengue yang tergolong Arthropod-Borne Virus, genus

Flavivirus, dan famili Flaviviridae. DBD ditularkan melalui gigitan nyamuk dari

genus Aedes, terutama Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Penyakit DBD dapat

muncul sepanjang tahun dan dapat menyerang seluruh kelompok umur. Penyakit

ini berkaitan denga kondisi lingkungan dan perilaku masyarakat (Kemenkes RI,

2017).

Penyakit DBD merupakan masalah kesehatan utama bagi setengah dari

populasi dunia. Data WHO tahun 2014 mencatat 198 juta kasus DBD terjadi

secara global dan penyebab 584.000 kematian pada tahun 2013. Tahun 2015

WHO memperkirakan ada 214 juta kasus baru DBD dengan kematian sekitar

438.000 orang di seluruh dunia (WHO, 2014). DBD menyebar di seluruh wilayah

Indonesia, di beberapa daerah mempunyai tingkat endemisitas yang cukup tinggi.

Tahun 2017 kasus DBD berjumlah 68.407 kasus, dengan jumlah kematian

sebanyak 493 orang. Angka Bebas Jentik (ABJ) secara nasional belum mencapai

target program yang sebesar ≥ 95% (Kemenkes RI, 2017). Penyakit DBD masih

merupakan permasalahan serius di Provinsi Jawa Tengah, dari 35 kabupaten/kota

seluruhnya sudah terjangkit penyakit DBD (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa

Tengah, 2017). Incidence Rate (IR) DBD Kabupaten Semarang tahun 2018

Page 14: DETEKSI RESISTENSI Aedes aegypti TERHADAP SIPERMETRIN ...lib.unnes.ac.id/35758/1/6411415099_Optimized.pdf · Reaction (PCR) techniques. The study was conducted to see mutations in

2

sebesar 16,63 per 100.000 penduduk, sedangkan Case Fatality Rate (CFR)

sebesar 1,16%. Meskipun IR mengalami penurunan, Kabupaten Semarang

merupakan salah satu kabupaten/kota di Jawa Tengah dengan kasus DBD tinggi

(Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2018).

Kasus DBD menurut puskesmas di Kabupaten Semarang tahun 2015-2017

menunjukkan 3 puskesmas dengan jumlah kasus tertinggi berturut-turut yaitu

Puskesmas Ambarawa, Puskesmas Bergas, dan Puskesmas Pringapus. Puskesmas

Ambarawa jumlah kasus 247 kasus dan 2 kasus kematian, dengan jumlah

penduduk 62.310. Puskesmas Pringapus jumlah kasus 235 kasus dan 1 kasus

kematian, dengan jumlah penduduk 57.344. Puskesmas Bergas jumlah kasus 216

kasus dan 3 kasus kematian, dengan jumlah penduduk 85.022 (Dinas Kesehatan

Kabupaten Semarang, 2017). IR DBD per 100.000 penduduk di Kecamatan

Ambarawa pada tahun 2018 yaitu 30,5 per 100.000 penduduk dan CFR tahun

2018 sebesar 5,3%. Data suspek DBD Puskesmas Ambarawa tahun 2015-2019

menurut desa/kelurahan menunjukkan 3 desa/kelurahan dengan jumlah kasus

tertinggi adalah Kelurahan Kupang sebanyak 66 kasus dengan jumlah penduduk

14.850; Kelurahan Panjang 45 kasus dengan jumlah penduduk 8.557; dan

Kelurahan Tambakboyo 28 kasus dan 1 kasus kematian dengan jumlah penduduk

5.699 (Puskesmas Ambarawa, 2019).

Data Puskesmas Ambarawa tahun 2019 menunjukkan bahwa di wilayah

kerja Puskesmas Ambarawa sepanjang tahun 2016-2019 telah dilakukan fogging

sebanyak 47 kali yang dilakukan di 8 kelurahan dari 10 kelurahan. Fogging

dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang diantaranya 9 kali di

Page 15: DETEKSI RESISTENSI Aedes aegypti TERHADAP SIPERMETRIN ...lib.unnes.ac.id/35758/1/6411415099_Optimized.pdf · Reaction (PCR) techniques. The study was conducted to see mutations in

3

Kelurahan Kupang, 8 kali di Kelurahan Panjang, dan 5 kali di Kelurahan

Tambakboyo menggunakan insektisida merk dagang zeta 15 UL yang

mengandung bahan aktif utama zeta-sipermetrin 15 g/l (Puskesmas Ambarawa,

2019). Kecamatan Ambarawa adalah salah satu kecamatan endemis sejak tahun

2017 selalu menyumbang kasus DBD tertinggi (Dinas Kesehatan Kabupaten

Semarang, 2017).

Sipermetrin adalah insektisida golongan piretroid yang sering digunakan

sebagai salah satu bahan aktif dalam aplikasi fogging di Indonesia (Arasy &

Nurwidayati, 2017). Fogging yang dilakukan di Jawa Tengah menggunakan

insektisida malathion dan cynof (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2011).

Insektisida piretroid yang paling lama (lebih dari 10 tahun) dan sering digunakan

di Jawa Tengah adalah jenis sipermetrin (Sayono et al., 2012). Berdasarkan data

Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang, wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten

Semarang telah menggunakan insektisida sipermetrin sejak tahun 2013 sampai

sekarang (Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang, 2017). Sipermetrin telah

digunakan sebagai bahan aktif pengendalian vektor di Indonesia sehingga

menyebabkan adanya resistensi terhadap sipermetrin (Susanti & Boesri, 2012).

Penelitian di Yogyakarta melaporkan bahwa Ae. aegypti telah resisten terhadap

sipermetrin 0,05% dengan angka kematian rata-rata 4,03% (Mulyani et al., 2017).

Sipermetrin dapat berikatan dengan protein pada saraf yang dikenal

sebagai voltage-gate sodium channel. Ikatan tersebut akan mencegah penutupan

voltage-gate sodium channel secara normal sehingga menyebabkan ion natrium

tetap mengalir pada membran saraf dan akan timbul impuls ganda. Timbulnya

Page 16: DETEKSI RESISTENSI Aedes aegypti TERHADAP SIPERMETRIN ...lib.unnes.ac.id/35758/1/6411415099_Optimized.pdf · Reaction (PCR) techniques. The study was conducted to see mutations in

4

impuls ganda akan menginduksi pengeluaran neurotransmiter asetilkolin dan

menstimulasi saraf lainnya sehingga menimbulkan kelumpuhan hingga kematian

serangga dalam waktu singkat (Cox, 2009).

Deteksi resistensi vektor terhadap insektisida dapat dilakukan dengan

berbagai cara yaitu deteksi secara konvensional dengan metode standar WHO

susceptibility test menggunakan impregnated paper, deteksi secara biokimia atau

enzimatis menggunakan mikroplate, dan deteksi secara molekuler. Prinsip dasar

deteksi resistensi pada vektor secara molekuler adalah mengidentifikasi gen yang

menjadi target kelompok insektisida secara konvensional, salah satunya adalah

gen voltage gated sodium channel (VGSC). Pada serangga yang telah resisten

terhadap insektisida kelompok pyrethroid dan DDT mekanisme resistensi penting

adalah terjadinya perubahan atau mutasi pada gen VGSC (Widiarti et al., 2012).

Secara molekuler pada gen VGSC terjadi perubahan satu basa nukleotida pada

asam amino valin menjadi glisin, dimana terjadi transisi basa timin dengan guanin

pada susunan GTA menjadi GGA yang berkaitan dengan resistensi. Uji molekuler

digunakan untuk mendeteksi resistensi piretroid pada Ae. aegypti dengan cara

menemukan mutasi titik gen VGSC sebagai resistensi target (Ghiffari et al.,

2013). Mutasi gen VGSC di beberapa posisi dapat terjadi secara bersamaan dalam

satu nyamuk individu dan efek yang mungkin akan lebih besar pada sifat

resistensi nyamuk (Widiastuti et al., 2015).

Metode Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah salah satu metode yang

digunakan dalam melipatgandakan DNA. PCR penting digunakan sebagai alat

diagnostik untuk mendeteksi dan menentukan serotipe virus. Penelitian ini

Page 17: DETEKSI RESISTENSI Aedes aegypti TERHADAP SIPERMETRIN ...lib.unnes.ac.id/35758/1/6411415099_Optimized.pdf · Reaction (PCR) techniques. The study was conducted to see mutations in

5

menggunakan metode PCR dengan mendeteksi mutasi DNA gen VGSC. Mutasi

gen VGSC menandai adanya resistensi. Dengan demikian, peneliti ingin meneliti

tentang “Deteksi Resistensi Aedes aegypti terhadap Sipermetrin Menggunakan

Teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) di Ambarawa Kabupaten Semarang

Tahun 2019”.

1.2. RUMUSAN MASALAH

Bagaimana status resistensi Aedes aegypti terhadap sipermetrin

menggunakan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) di Ambarawa Kabupaten

Semarang tahun 2019?

1.3. TUJUAN PENELITIAN

Untuk mengetahui status resistensi Aedes aegypti terhadap sipermetrin

menggunakan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) di Ambarawa Kabupaten

Semarang tahun 2019.

1.4. MANFAAT PENELITIAN

1.4.1. Manfaat Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan wawasan dan

pencerahan kepada masyarakat secara khusus terkait status resistensi vektor utama

DBD yaitu Ae. aegypti terhadap insektisida.

Page 18: DETEKSI RESISTENSI Aedes aegypti TERHADAP SIPERMETRIN ...lib.unnes.ac.id/35758/1/6411415099_Optimized.pdf · Reaction (PCR) techniques. The study was conducted to see mutations in

6

1.4.2. Manfaat Bagi Instansi Pemerintah

Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang, hasil penelitian ini

diharapkan dapat menjadi rekomendasi penggunaan insektisida tertentu dalam

pengendalian penyakit tular vektor, terutama DBD.

1.4.3. Manfaat Bagi Peneliti

Bagi peneliti sendiri hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah

pengetahuan dan wawasan, meningkatan kebermanfaatan, serta dapat menerapkan

pembelajaran secara langsung sebagai wujud pengabdian kepada masyarakat.

1.5. KEASLIAN PENELITIAN

Tabel 1.1. Keaslian Penelitian

No Peneliti Judul Rancangan

Penelitian Variabel Hasil Penelitian

1 Widiarti,

Damar Tri

Boewono,

Triwibowo

Ambar

Garjito,

Rima

Tunjungsari,

Puji BS

Asih, Din

Syafruddin

(Widiarti,

Boewono,

Syafruddin,

Garjito,

Tunjungsari,

& Asih,

2012)

Identifikasi

mutasi noktah

pada gen

voltage gated

sodium

channel Aedes

aegypti

resisten

terhadap

insektisida

pyrethroid di

Semarang

Jawa Tengah.

Eksperimen

murni.

Insektisida

piretroid,

mutasi

noktah pada

gen voltage

gated

sodium

channel Ae.

aegypti.

Mutasi pada

kodon 1014 dari

leusin(TTA)

menjadi

fenilalanin

(TTT) tipe kdr-

w, gen VGSC

pada nyamuk Ae.

aegypti yang

berkaitan dengan

resistensi

terhadap

insektisida

kelompok

pyrethroid.

2 Ahmad

Ghiffari,

Humairo

Fatimi,

Chairil

Anwar

Deteksi

resistensi

insektisida

sintetik

piretroid pada

Aedes aegypti

Eksperimen

murni.

Deteksi

resistensi

insektisida

sintetik

piretroid,

teknik

Mutasi gen

VGSC pada titik

Val1016Ile;

sebagai

pembuktian

mekanisme

Page 19: DETEKSI RESISTENSI Aedes aegypti TERHADAP SIPERMETRIN ...lib.unnes.ac.id/35758/1/6411415099_Optimized.pdf · Reaction (PCR) techniques. The study was conducted to see mutations in

7

(Ghiffari,

Fatimi, &

Anwar,

2013).

(l.) strain

Palembang

menggunakan

teknik

polymerase

chain

reaction.

polymerase

chain

reaction.

resistensi yang

bersifat target

site insektisida

sintetik piretroid

pada vektor

dengue, Ae.

Aegypti di

Palembang.

3 Dyah

Widiastuti,

Sunaryo,

Nova

Pramestuti,

Tika Fiona

Sari, Nastiti

Wijayanti

(Widiastuti,

Sunaryo,

Pramestuti,

Sari, &

Wijayanti,

2015).

Deteksi mutasi

V1016G pada

Gen Voltage-

Gated Sodium

Channel

pada populasi

Aedes aegypti

(Diptera:

Culicidae) di

Kabupaten

Klaten, Jawa

Tengah

dengan

metode Allele-

Specific PCR.

Eksperimen

murni.

Mutasi gen

VGSC,

metode

Allele-

specific

PCR.

22,7% nyamuk

belum

mengalami

mutasi (V/V),

59,1% nyamuk

mengalami

mutasi

heterozigot

(V/G), dan

18,2% nyamuk

mengalami

mutasi

homozigot

(G/G).

4 Aditya

Yudhana,

Ratih Novita

Praja, Maya

Nurwartanti

Yunita

(Yudhana,

Praja, &

Yunita,

2017).

Deteksi gen

resisten

insektisida

organofosfat

pada Aedes

aegypti di

Banyuwangi,

Jawa Timur

menggunakan

polymerase

chain

reaction.

Eksperimen

murni.

Deteksi gen

resisten

insektisida

organofosfat,

polymerase

chain

reaction.

Hasil deteksi gen

melalui PCR

didapatkan band

yang muncul

dengan panjang

250 bp. Hal

tersebut

menunjukkan

bahwa gen

VGSC telah

terdeteksi pada

sampel yang

diuji.

Beberapa hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian-

penelitian sebelumnya adalah tempat penelitian. Penelitian dengan judul sejenis

belum pernah di lakukan di Kabupaten Semarang.

Page 20: DETEKSI RESISTENSI Aedes aegypti TERHADAP SIPERMETRIN ...lib.unnes.ac.id/35758/1/6411415099_Optimized.pdf · Reaction (PCR) techniques. The study was conducted to see mutations in

8

1.6. RUANG LINGKUP PENELITIAN

1.6.1. Ruang Lingkup Tempat

Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Ambarawa. Pengujian

dilakukan di Laboratorium Balai Litbang Kesehatan Kelas I Banjarnegara.

1.6.2. Ruang Lingkup Waktu

Penelitian ini dilakukan dari bulan Agustus sampai bulan September 2019.

1.6.3. Ruang Lingkup Keilmuan

Penelitian ini merupakan penelitian berbasis ilmu kesehatan masyarakat

bidang entomologi yaitu mengenai pengendalian vektor DBD Ae. aegypti.

Page 21: DETEKSI RESISTENSI Aedes aegypti TERHADAP SIPERMETRIN ...lib.unnes.ac.id/35758/1/6411415099_Optimized.pdf · Reaction (PCR) techniques. The study was conducted to see mutations in

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. LANDASAN TEORI

2.1.1. Resistensi

2.1.1.1. Pengertian Resistensi

Resistensi vektor merupakan suatu kemampuan populasi serangga untuk

bertahan terhadap suatu dosis insektisida yang dalam keadaan normal dapat

membunuh serangga tersebut. Resistensi dapat berlangsung secara cepat ataupun

lambat. Faktor pendukung terjadinya resistensi yaitu penggunaan insektisida yang

sama secara terus menerus, penggunaan bahan aktif atau formulasi yang

mempunyai aktifasi sama, efek residual lama, dan faktor biologis vektor

(Kemenkes RI, 2012).

2.1.1.2. Mekanisme Resistensi

Mekanisme resistensi suatu serangga terhadap insektisida dapat dibagi

menjadi 3 yaitu:

1. Peningkatan detoksifikasi dalam tubuh insektisida oleh karena bekerjanya

enzim-enzim tertentu, seperti enzim mixed function oxidase, hidrolase,

esterase, dan glutathion-S-transferase.

2. Penurunan kepekaan tempat sasaran insektisida pada tubuh serangga yang

berupa insensitivitas saraf dan insensitivitas enzim asetilkolinesterase (AchE).

3. Penurunan laju penetrasi insektisida melalui kulit atau integumen (Untung,

2004).

Page 22: DETEKSI RESISTENSI Aedes aegypti TERHADAP SIPERMETRIN ...lib.unnes.ac.id/35758/1/6411415099_Optimized.pdf · Reaction (PCR) techniques. The study was conducted to see mutations in

10

Proses terjadinya penurunan resistensi pada beberapa serangga termasuk

nyamuk dapat dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu:

1. Faktor genetik, diketahui adanya sejumlah gen yang berperan dalam

pengendali resisten (R-gen), baik dominan atau resesif, homozigot maupun

heterozigot yang terdapat pada nyamuk maupun serangga lainnya. Faktor

genetik seperti gen-gen yang menjadi pembentukan enzim esterase, yang

dapat menyebabkan resistensi serangga terhadap insektisida organofosfat dan

piretroid. Faktor genetik lain seperti adanya gen knockdown resistence (kdr)

sehingga serangga resisten terhadap DDT dan dieldrin.

2. Faktor biologis, meliputi biotik (adanya pergantian generasi, perkawinan

monogami atau poligami, dan waktu berakhirnya perkembangan setiap

generasi pada serangga di alam), perilaku serangga misalnya migrasi, isolasi,

monofagi atau polifagi, serta kemampuan serangga di luar kebiasaannya

dalam melakukan perlindungan terhadap bahaya atau perubahan tingkah laku.

3. Faktor operasional, meliputi bahan kimia yang digunakan dalam

pengendalian vektor (golongan insektisida, kesamaan target dan sifat

insektisida yang pernah digunakan, persistensi residu dan formulasi

insektisida yang digunakan), serta aplikasi insektisida tersebut di lapangan

(cara aplikasi, frekuensi, dan lama penggunaan).

Faktor operasional merupakan tekanan seleksi terhadap populasi serangga.

Faktor operasional pertama adalah jenis insektisida yang digunakan. Jenis

insektisida yang satu ternyata menyebabkan proses terjadinya resistensi lebih

cepat dibandingkan dengan insektisida lainnya. Ada insektisida yang telah

Page 23: DETEKSI RESISTENSI Aedes aegypti TERHADAP SIPERMETRIN ...lib.unnes.ac.id/35758/1/6411415099_Optimized.pdf · Reaction (PCR) techniques. The study was conducted to see mutations in

11

digunakan selama berpuluh tahun tidak menimbulkan resistensi, tetapi ada

insektisida yang baru dipakai beberapa tahun sudah menimbulkan resistensi.

Penggunaan insektisida lain sebelumnya juga memiliki pengaruh (cross

resistance). Misalnya telah diketahui adanya cross resistance antara DDT dan

insektisida piretroid, serta cross resistance antara insektisida organofosfat dan

karbamat. Populasi serangga yang sudah resisten terhadap insektisida DDT

cenderung resisten terhadap piretroid. Demikian halnya populasi serangga yang

sudah kebal terhadap insektisida golongan organofosfat cenderung resisten

terhadap insektisida karbamat. Penggunaan insektisida secara terus menerus

cenderung mempercepat proses terjadinya resistensi serangga. Sementara

penggunaan insektisida secara bergantian dengan insektisida dari kelompok kimia

yang berbeda dan cara kerja yang berbeda akan menghambat terjadinya resistensi

serangga (Sucipto, 2011).

Mekanisme resistensi terhadap insektisida piretroid dapat dideteksi secara

molekuler. Target site mutasi pada gen VGSC mengenai ketahanan terhadap

piretroid menunjukkan bahwa ada mekanisme resistensi yang sedang

berlangsung. Deteksi mutasi gen VGSC bisa langsung menilai transformasi sel

target yang menjadi sasaran insektisida. Mutasi gen menyebabkan perubahan

konformasi dalam saluran natrium karena tidak dapat dibuka oleh molekul

insektisida. Mutasi seperti ini hanya dapat dideteksi dengan metode molekuler.

Prinsip dasar dari deteksi molekuler resistensi vektor adalah mengidentifikasi

gen. Mutasi adalah penanda untuk memantau resistensi (Purwaningsih et al.,

2019).

Page 24: DETEKSI RESISTENSI Aedes aegypti TERHADAP SIPERMETRIN ...lib.unnes.ac.id/35758/1/6411415099_Optimized.pdf · Reaction (PCR) techniques. The study was conducted to see mutations in

12

Target site resistance, yaitu tempat ikatan target site berubah pada

serangga, sehingga insektisida tidak dapat mengikat target/sasaran secara

efektif. Target site organofosfat dan karbamat adalah acetylcholinesterase

(AchE) pada sel syaraf synapsis yang akan memecah neurotransmitter. Target

site untuk insektisida DDT (dichloro-diphenyl-trichloroethane) dan piretroid

adalah sel saraf membran Voltage Gated Sodium Channel (VGSC). Terjadi

mutase gen yang menyebabkan penghalangan antara ikatan insektisida dengan

VGSC. Dalam hal ini terjadi penurunan afinitas VGSC dalam mengikat

metabolik insektisida sintetik piretorid. Struktur VGSC adalah protein

transmembran yang terdapat pada sel syaraf dan sel otot dan berperan pada

potensial aksi sel. Sub unit penyusun VGSC adalah rantai polipeptida yang

terdiri dari lebih 1.800 asam amino. Prinsip kerja VGSC, bila digunakan

insektisida piretroid maka yang seharusnya channel tertutup maka akan tetap

terbuka, sehingga sodium tetap banyak berada di dalam sel dan menyebabkan

discharge aksi potensial yang terjadi terus menerus di dalam syaraf serangga

menyebabkan hiperexitability dan kejang pada serangga (Safar, 2010).

Uji kerentanan adalah suatu tes untuk mengetahui tingkat kerentanan atau

kekebalan serangga terhadap suatu racun/insektisida. Kekebalan serangga

terhadap insektisida adalah kemampuan populasi serangga untuk bertahan

terhadap pengaruh insektisida yang biasanya mematikan. Beberapa cara untuk

menguji kerentanan sesuai panduan WHO yaitu dengan uji impregnated paper, uji

MPA (microplate assays), dan menggunakan marker DNA (Kemenkes RI, 2012).

Page 25: DETEKSI RESISTENSI Aedes aegypti TERHADAP SIPERMETRIN ...lib.unnes.ac.id/35758/1/6411415099_Optimized.pdf · Reaction (PCR) techniques. The study was conducted to see mutations in

13

2.1.2. Tinjauan Tentang Vektor DBD di Kabupaten Semarang

Menurut Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang vektor utama DBD di

Kabupaten Semarang adalah Ae. aegypti.

2.1.2.1. Klasifikasi Nyamuk Aedes aegypti

Klasifikasi Aedes aegypti adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda

Kelas : Insecta

Ordo : Diptera

Famili : Culicidae

Genus : Aedes

Spesies : Aedes aegypti (Borror, 1992)

2.1.2.2. Siklus Hidup Aedes aegypti

1. Telur

Gambar 2.1. Telur Nyamuk Ae. aegypti

(Zottel & Kaufman, 2016).

Page 26: DETEKSI RESISTENSI Aedes aegypti TERHADAP SIPERMETRIN ...lib.unnes.ac.id/35758/1/6411415099_Optimized.pdf · Reaction (PCR) techniques. The study was conducted to see mutations in

14

Telur nyamuk Aedes aegypti berwarna hitam dengan ukuran sangat kecil

kira-kira 0,80 mm (Kemenkes RI, 2011). Nyamuk Ae. aegypti betina meletakkan

sekitar 50 hingga 120 telur pada wadah yang berukuran kecil seperti vas bunga,

stoples penyimpanan air, dan penampungan air lain yang berada dalam ruangan,

serta di air hujan yang berada di dalam wadah berukuran kecil seperti cangkir,

ban, dll. di luar ruangan. Telur diendapkan di permukaan lembab tepat di atas

permukaan air. Kebanyakan nyamuk Ae. aegypti betina bertelur dalam beberapa

masa oviposisi selama satu siklus gonotropik. Perkembangan embrio biasanya

selesai dalam 48 jam di lingkungan yang hangat dan lembab. Setelah

perkembangan embrio selesai, telur dapat bertahan lama dengan kekeringan

(selama lebih dari satu tahun). Telur menetas begitu kontainer dibanjiri oleh air,

tetapi tidak semua telur menetas pada saat yang bersamaan (WHO, 2011).

2. Larva

Larva Ae. aegypti terdiri dari kepala, toraks, dan abdomen yang pada ujung

abdomen terdapat siphon sehingga ekor tampak bercabang. Larva kecil yang

menetas dari telur akan tumbuh menjadi besar yang panjangnya 0,5-1 cm, larva

selalu bergerak aktif di dalam air. Gerakannya berulang-ulang dari bawah ke atas

permukaan air untuk bernafas (mengambil udara) kemudian turun kembali ke

bawah dan seterusnya. Pada waktu istirahat, posisi larva hampir tegak lurus dengan

permukaan air, biasanya berada di sekitar dinding tempat penampungan air.

Setelah 6-8 hari larva tersebut akan berubah menjadi kepompong atau pupa

(Kemenkes RI, 2011). Larva melewati empat tahap perkembangan. Durasi

perkembangan larva tergantung pada suhu, ketersediaan makanan, dan kepadatan

larva di wadah (WHO, 2011).

Page 27: DETEKSI RESISTENSI Aedes aegypti TERHADAP SIPERMETRIN ...lib.unnes.ac.id/35758/1/6411415099_Optimized.pdf · Reaction (PCR) techniques. The study was conducted to see mutations in

15

1) Larva instar I berukuran paling kecil yaitu 1-2 mm atau satu sampai dua

hari setelah telur menetas, duri-duri (spinae) pada dada belum jelas dan

corong pernapasan pada siphon belum menghitam.

Gambar 2.2. Larva Ae. aegypti Instar I

(Zottel & Kaufman, 2016).

2) Larva instar II berukuran 2,5-3,5 mm berumur dua sampai tiga hari setelah

telur menetas, duri-duri dada belum jelas, corong pernapasan sudah

mulai menghitam.

Gambar 2.3. Larva Ae. aegypti Instar II

(Zottel & Kaufman, 2016).

3) Larva instar III berukuran 4-5 mm berumur tiga sampai empat hari

setelah telur menetas, duri-duri dada mulai jelas dan corong

pernapasan berwarna coklat kehitaman.

Page 28: DETEKSI RESISTENSI Aedes aegypti TERHADAP SIPERMETRIN ...lib.unnes.ac.id/35758/1/6411415099_Optimized.pdf · Reaction (PCR) techniques. The study was conducted to see mutations in

16

Gambar 2.4. Larva Ae. aegypti Instar III

(Zottel & Kaufman, 2016).

4) Larva instar IV berukuran paling besar yaitu 5-6 mm berumur empat

sampai enam hari setelah telur menetas dengan warna kepala gelap.

Gambar 2.5. Larva Ae. aegypti Instar IV

(Zottel & Kaufman, 2016).

Page 29: DETEKSI RESISTENSI Aedes aegypti TERHADAP SIPERMETRIN ...lib.unnes.ac.id/35758/1/6411415099_Optimized.pdf · Reaction (PCR) techniques. The study was conducted to see mutations in

17

3. Pupa

Gambar 2.6. Pupa Ae. aegypti

(Zottel & Kaufman, 2016).

Dalam kondisi optimal, waktu yang diambil dari menetas sampai

munculnya nyamuk dewasa dapat menjadi perkiraan 10 hari dan singkat-

singkatnya 7 hari, dua hari di tahap kepompong atau pupa (WHO, 2011). Pupa

atau kepompong berbentuk seperti koma, gerakannya lamban, sering berada di

permukaan air, setelah 1-2 hari berkembang menjadi nyamuk (Kemenkes RI,

2011).

4. Dewasa

Gambar 2.7. Nyamuk Ae. aegypti Dewasa

(Zottel & Kaufman, 2016).

Page 30: DETEKSI RESISTENSI Aedes aegypti TERHADAP SIPERMETRIN ...lib.unnes.ac.id/35758/1/6411415099_Optimized.pdf · Reaction (PCR) techniques. The study was conducted to see mutations in

18

Nyamuk Ae. aegypti berwarna hitam dengan belang-belang atau loreng

putih pada seluruh tubuhnya. Mampu terbang sampai kurang lebih 100 meter.

Hanya nyamuk betina yang aktif menghisap darah manusia. Waktu menghisap

darah pada pagi hari dan sore hari setiap 2 hari. Protein darah yang dihisap

tersebut diperlukan untuk pematangan telur yang dikandungnya, setelah

menghisap darah nyamuk akan mencari tempat untuk hinggap (istirahat). Nyamuk

jantan hanya menghisap sari bunga/tumbuhan yang mengandung gula. Umur

nyamuk Ae. aegypti rata-rata 2 minggu, tetapi ada yang dapat bertahan hingga 2-3

bulan (Kemenkes RI, 2011).

2.1.2.3. Bionomik Nyamuk Aedes aegypti

1. Tempat Perindukan

Ae. aegypti menyukai tempat gelap yang tersembunyi di dalam rumah

untuk berkembang biak. Nyamuk Ae. aegypti berkembang biak di tempat

penampungan air untuk keperluan sehari-hari atau barang-barang lain yang

memungkinkan air tergenang dan tidak beralaskan tanah, misalnya bak

mandi/WC, tempayan, drum, tempat minum burung, vas bunga, kaleng bekas, ban

bekas, botol, tempurung kelapa, sampah plastik, dan lain-lain yang dibuang

sembarang tempat (Kemenkes RI, 2011).

2. Perilaku Beristirahat

Lebih dari 90% dari populasi Ae. aegypti terletak pada permukaan yang

gelap, lembab, tempat-tempat terpencil di dalam rumah atau bangunan, termasuk

kamar tidur, lemari, kamar mandi, dan dapur. Istirahat dalam ruangan yang

disukai adalah permukaan bagian bawah furnitur, menggantung benda-benda

Page 31: DETEKSI RESISTENSI Aedes aegypti TERHADAP SIPERMETRIN ...lib.unnes.ac.id/35758/1/6411415099_Optimized.pdf · Reaction (PCR) techniques. The study was conducted to see mutations in

19

seperti pakaian dan gorden, dan dinding. Oleh karena itu, alat semprot dalam

ruangan bukan pilihan untuk pengendaliannya seperti vektor DHF (WHO, 2011).

3. Aktivitas Menghisap Darah

Ae. aegypti sangat antropofilik, meskipun mungkin menggigit hewan

berdarah panas lainnya yang tersedia. Nyamuk Ae. aegypti betina memiliki dua

periode aktivitas menggigit yaitu padaa pagi hari untuk beberapa kali waktu

setelah fajar dan di sore hari selama beberapa jam sebelum gelap. Ae. aegypti

dapat menggigit lebih dari satu orang. Perilaku ini sangat luar biasa

meningkatkan efisiensi transmisi epidemi. Dengan demikian, tidak jarang melihat

beberapa anggota rumah tangga yang sama dengan timbulnya penyakit yang

terjadi dalam 24 jam, menunjukkan bahwa mereka terinfeksi oleh nyamuk infektif

yang sama (WHO, 2011).

4. Aktivitas Terbang

Ketinggian merupakan faktor penting dalam membatasi distribusi Ae.

aegypti. Ae. aegypti di India berkisar sekitar 1.200 meter di atas permukaan laut.

Di negara-negara Asia Tenggara, ketinggian terbang Ae. aegypti mencapai 1.000

hingga 1.500 meter. Di Kolumbia Ae. aegypti ditemukan di ketinggian hingga

2.200 meter. Penyebaran nyamuk dewasa Ae. aegypti betina dipengaruhi oleh

sejumlah faktor termasuk ketersediaan tempat perindukan dan ketersediaan darah

sebagai pematangan telurnya, tetapi tampaknya sering terbatas dalam jarak 30-50

meter dari kemunculannya. Namun, penelitian terbaru di Puerto Rico (AS)

menunjukkan bahwa mereka mungkin menyebar lebih dari 400 meter terutama

Page 32: DETEKSI RESISTENSI Aedes aegypti TERHADAP SIPERMETRIN ...lib.unnes.ac.id/35758/1/6411415099_Optimized.pdf · Reaction (PCR) techniques. The study was conducted to see mutations in

20

mencari tempat perindukan. Transportasi pasif dapat terjadi melalui telur kering

dan larva dalam wadah (WHO, 2011).

5. Masa Hidup

Ae. aegypti dewasa memiliki masa hidup sekitar 3-4 minggu. Selama

musim hujan bertahan hidup lebih lama, risiko penularan virus lebih besar.

Penelitian lebih lanjut diperlukan pada kelangsungan hidup alami Ae. aegypti di

berbagai kondisi lingkungan (WHO, 2011).

2.1.3. Insektisida

Insektisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia yang

digunakan untuk membunuh serangga. Aplikasi insektisida dibagi menjadi dua

yaitu bersifat kontak/non-residual dan insektisida residual. Insektisida non-

residual yaitu insektisida yang langsung berkontak dengan tubuh serangga saat

diaplikasikan berupa penyemprotan udara (sprace spray), sedangkan insektisida

residual yaitu insektisida yang diaplikasikan pada permukaan suatu tempat dengan

tujuan apabila serangga melewati/hinggap pada permukaan tersebut akan terpapar

dan mati (Kemenkes RI, 2012).

Cara kerja insektisida dalam tubuh serangga dikenal dengan istilah mode

of action dan mode of entry. Mode of action adalah cara insektisida memberikan

pengaruh melalui titik tangkap (target site) di dalam tubuh serangga. Titik

tangkap tersebut biasanya berupa enzim atau protein. Cara kerja insektisida yang

digunakan dalam pengendalian vektor terbagi menjadi 5 kelompok yaitu

mempengaruhi sistem saraf, menghambat produksi energi, mempengaruhi sistem

Page 33: DETEKSI RESISTENSI Aedes aegypti TERHADAP SIPERMETRIN ...lib.unnes.ac.id/35758/1/6411415099_Optimized.pdf · Reaction (PCR) techniques. The study was conducted to see mutations in

21

endokrin, menghambat produksi kutikula, dan menghambat keseimbangan air.

Mode of entry adalah cara insektisida masuk ke dalam tubuh serangga dapat

melalui kutikula (racun kontak), alat pencernaan (racun perut), dan pernapasan

(racun pernapasan). Suatu insektisida dapat mempunyai satu atau lebih cara

masuk ke dalam tubuh serangga (Kemenkes RI, 2012).

Sifat yang terkandung dalam insektisida yang baik dan ideal adalah

sebagai berikut:

1. Mempunyai daya bunuh yang besar dan cepat serta tidak berbahaya bagi

manusia, mikroorganisme bukan sasaran, serta hewan vertebrata;

2. Harganya murah dan mudah didapat;

3. Mempunyai susunan kimia stabil dan tidak mudah terbakar;

4. Mudah digunakan dan dapat dicampur dengan bahan pelarut;

5. Tidak berwarna dan tidak berbau yang tidak menyenangkan (Safar, 2010).

Ada beberapa golongan insektisida yang berasal dari bahan sintetik, yaitu:

1) Organofosfat

Insektisida paling toksik terhadap nyamuk, namun tidak membahayakan

manusia. Mengandung fosfat dalam susunan kimianya. Contoh insektisida

golongan ini adalah malathion (Sembiring, 2009).

2) Organoklorin

Organoklorin (chlorinated hydrocarbon) terdiri dari beberapa kelompok

yang diklasifikasi menurut bentuk kimianya. Yang paling popular dan pertama

kali digunakan disintesis adalah “Dichloro-diphenyl-trichloroethan” atau disebut

Page 34: DETEKSI RESISTENSI Aedes aegypti TERHADAP SIPERMETRIN ...lib.unnes.ac.id/35758/1/6411415099_Optimized.pdf · Reaction (PCR) techniques. The study was conducted to see mutations in

22

DDT. Mekanisme toksisitas terfokus pada neurotoksin dan otak. DDT tidak

mudah larut dalam air dan larut dalam pelarut organik (Safar, 2010).

3) Karbamat

Insektisida dari golongan karbamat adalah racun saraf yang bekerja dengan

menghambat kolinesterase. Pada karbamat hambatan bersifat reversible.

Insektisida dari golongan ini relatif mudah terurai di lingkungan dan tidak

terakumulasi oleh jaringan lemak (Djojosumarto, 2008).

4) Piretroid (Sintetik Piretroid)

Insektisida kelompok piretroid merupakan insektisida sintetik yang

merupakan tiruan atau analog dari piretrum. Kebanyakan piretroid merupakan

racun yang mempengaruhi saraf serangga dengan cara kerja yang cepat dan

menimbulkan paralisis bersifat sementara. Contoh golongan sintetik piretroid

adalah sipermetrin. Insektisida piretroid digunakan karena terajadnya resistensi

pada insektisida organochlorin, organophosphat, dan karbamat. Saat ini piretroid

digunakan sebagai senjata ampuh dalam pengendalian serangga dalam

kepentingan umum maupun kesehatan (Sembiring, 2009).

Insektisida piretroid dapat pula disebut sebagai sintetik piretroid,

merupakan insektisida yang secara kimia memiliki kemiripan dengan pirethrin

yang ditemukan dalam pyretrum alami pada ekstrak bunga chrisanthemum, dan

diketahui memiliki aktivitas toksik. Generasi piretroid pertama muncul pada tahun

1949 dan satu satunya insektisida golongan ini adalah allethrin. Generasi kedua

adalah tetametrin, resmetrin, bioresmetrin, bioalletrin, dan ponotrin. Generasi

ketiga piretroid adalah fenvalerat dan permetrin yang menjadi piretroid pertama

Page 35: DETEKSI RESISTENSI Aedes aegypti TERHADAP SIPERMETRIN ...lib.unnes.ac.id/35758/1/6411415099_Optimized.pdf · Reaction (PCR) techniques. The study was conducted to see mutations in

23

dalam bidang pertanian karena aktivitasnya pada serangga dan stabilitas pada

cahaya matahari. Piretroid golongan keempat adalah bifentrin, sipermerin,

cyhalotrin, deltametrin, dan esfenfalerat (Firmanta, 2008).

Secara garis besar piretroid dibagi menjadi 2 jenis, yaitu piretroid tipe 1

dan tipe 2. Piretroid tipe 1 umumnya tidak stabil pada lingkungan ketika

digunakan sebagai insektisida dalam bidang pertanian, sedangkan tipe 2 lebih

stabil dalam lingkungan. Efek mematikan sebagai hasil toksisitas piretroid terjadi

pada impuls saraf pada sistem saraf pusat dan sistem safar tepi. Mekanisme kerja

piretroid yaitu memodifikasi saluran garam pada saraf dengan cara memperlambat

gerakan aktivasi maupun inaktivasi dari saluran garam tersebut, sehingga saluran

tersebut akan membuka dalam waktu lama dan pada proses selanjutnya akan

terjadi paralisis bahkan kematian. Efek piretroid pada serangga dapat terjadi

dalam waktu 1-2 menit setelah digunakan dan menghasilkan knockdown effect,

yaitu kehilangan keseimbangan tubuh dan gerakan. Tanda khusus toksisitas

piretroid pada serangga terjadi dengan cepat, termasuk hiperereksia, konvulsi,

ataksia, sampai kehilangan koordinasi gerak (Sembiring, 2009).

Berdasarkan struktur dasarnya (keberadaan gugus cyano pada posisi alfa),

piretroid tipe 1 tidak mempunyai gugus cyano, efek khususnya adalah onset yang

cepat sehinga terjadi tingkah agresif, peningkatan sensifitas pada rangsangan luar,

dilanjutkan dengan terjadi tremor, peningkatan suhu tubuh, koma, dan kematian.

Piretroid tipe 2 terdapat gugus cyano pada struktur kimianya, karakteristik

efeknya antara lain tingkah laku mencakar dan menggali, dilanjutkan dengan

profusi saliva, peningkatan respon kejut, serta gerakan mundur yang abnormal

(Firmanta, 2008).

Page 36: DETEKSI RESISTENSI Aedes aegypti TERHADAP SIPERMETRIN ...lib.unnes.ac.id/35758/1/6411415099_Optimized.pdf · Reaction (PCR) techniques. The study was conducted to see mutations in

24

2.1.4. Sipermetrin

Insektisida sipermetrin merupakan insektisida yang termasuk golongan

peritroid. Rumus molekul sipermetrin adalah C22H19Cl12NO3. Sipermetrin

berbentuk bubuk putih, memiliki bau kimia yang ringan, berwarna kuning hingga

coklat untuk cairan atau semisolid, dan memiliki bau yang khas (Perdana, 2016).

Sipermetrin lebih dikenal sebagai Synthetic Pyretroid (SP) yang bekerja

mengganggu sistem saraf, sehingga dapat mengganggu implus ke organ

(Kemenkes RI, 2012).

Sipermetrin dilaporkan efektif digunakan pada hasil penelitian yang

menunjukkan insektisida berbahan aktif cypermethrin 100 g/l pada dosis 100, 150,

dan 200 ml/ha dengan pelarut solar yang diaplikasikan secara pengasapan

(thermal fogging) efektif digunakan untuk membunuh nyamuk vektor DBD Ae.

aegypti, vektor filariasis Cx. quinqefasciatus, dan vektor malaria An. aconitus di

dalam dan di luar rumah dengan tingkat kematian 100% (Susanti & Boesri, 2012).

Insektisida sipermetrin merupakan insektisida piretroid sintetik yang

memiliki efek kuat dalam melawan sejumlah serangga. Insektisida ini selain

merupakan racun perut juga merupakan racun kontak yang berefek pada sistem

saraf hewan vertebrata maupun invertebrata sipermetrin relatif aman untuk

mamalia dan burung, namun sangat toksik untuk ikan dan organisme air. Tempat

aksi sipermetrin adalah pada sel saraf, yaitu dengan menginduksi peningkatan

permeabilitas garam pada membran saraf selama terjadi rangsangan. Aksi tersebut

dapat menyebabkan terjadinya impuls berulang-ulang pada serabut saraf sensori

(efferent). Hal tersebut dapat mengakibatkan terjadinya rangsangan yang lama

Page 37: DETEKSI RESISTENSI Aedes aegypti TERHADAP SIPERMETRIN ...lib.unnes.ac.id/35758/1/6411415099_Optimized.pdf · Reaction (PCR) techniques. The study was conducted to see mutations in

25

pada permeabilitas garam membran saraf dan saluran garam akan membuka

selama proses rangsangan (Sembiring, 2009).

Sipermetrin memiliki nama kimia cyano-(3-phenoxyphenyl) methyl-3-

(2,2-dichloroethenyl)-2, 2-dimethylcyclopropane-1-carboxylate, dengan rumus

kimia C22H19Cl2NO3. Sipermetrin memiliki berat molekul sebesar 416,298

g/mol (Perdana, 2016). Senyawa ini larut dalam pelarut organik seperti metanol

dan aseton (Susanti & Boesri, 2012). Sipermetrin banyak digunakan pada sektor

pertanian, peternakan, dan pengendalian hama pemukiman terutama vektor

penyakit. Insektisida ini memiliki efektivitas dan daya bunuh yang baik serta

memiliki harga yang murah, sehingga banyak digunakan di Indonesia maupun di

dunia. Di Indonesia, produk sipermetrin banyak digunakan untuk pengendalian

rayap, nyamuk, lalat, lipas (Arasy & Nurwidayati, 2017). Sipermetrin adalah

senyawa racun kontak dan perut yang biasa digunakan untuk insektisida rumah

tangga. Sipermetrin dapat berikatan dengan protein pada saraf yang dikenal

sebagai voltage gate sodium channel. Ikatan tersebut akan mencegah penutupan

VGSC secara normal, sehingga menyebabkan ion natrium tetap mengalir pada

membran saraf dan akan timbul impuls ganda. Timbulnya impuls ganda akan

menginduksi pengeluaran neurotransmiter asetilkolin dan menstimulasi saraf

lainnya, sehingga menimbulkan kelumpuhan hingga kematian serangga dalam

waktu singkat (Cox, 2009).

Insektisida sipermetrin termasuk dalam golongan insektisida Synthetic

Pyretroid (SP) yang bekerja mengganggu sistem saraf. Golongan SP banyak

digunakan di Indonesia dalam pengendalian vektor untuk serangga dewasa (space

spraying dan IRS), kelambu celup atau Insecticide Treated Net (ITN), Long

Page 38: DETEKSI RESISTENSI Aedes aegypti TERHADAP SIPERMETRIN ...lib.unnes.ac.id/35758/1/6411415099_Optimized.pdf · Reaction (PCR) techniques. The study was conducted to see mutations in

26

Lasting Insecticidal Net (LLIN), dan berbagai formulasi insektisida rumah tangga

(Sukmawati et al., 2018). Sipermetrin mempunyai aktivitas insektisida yang dapat

menyebabkan knockdown pada serangga dan bekerja dengan cara membloking

chanel ion natrium yang terdapat pada membran syaraf serangga. Insektisida

sipermetrin sangat efektif sebagai racun kontak dan racun lambung dalam

mengendalikan serangga pada laju aplikasi yang relatif rendah. Insektisida

sipermetrin lebih dikenal dengan sintetik piretroid yang bekerja menganggu

sistem syaraf yang menyebabkan neurotoksik dengan cara menganggu transduksi

sinyal dalam sistem syaraf dengan mempengaruhi transportasi ion yang melintasi

membran sel (Arasy & Nurwidayati, 2017).

2.1.5. Kode Genetik

DNA merupakan material genetik yang tersusun dari gula, fosfat, dan basa

nitrogen yang membawa informasi genetik dari satu sel ke sel yang lain. Urutan

untuk setiap molekul DNA gula dan fosfat mempunyai urutan yang sama, tetapi

berbeda untuk urusan basa-basa nitrogennya. Urutan basa nitrogen yang

menyusun DNA membedakan DNA satu dengan lainnya. Informasi genetik yang

terdapat pada DNA berbentuk kode yang disusun oleh tiga diantara empat basa

nitrogen yang ada yaitu Adenin (A), Sitosin (C), Guanin (G), dan Urasil (U).

Kode genetik melambangkan macam asam amino sebagai bahan utama penyusun

protein. Kode genetik (kodon) tersusun dari tiga basa nitrogen, sehingga empat

macam basa nitrogen akan menghasilkan 64 kode. Asam amino berjumlah 20

yaitu phenylalanin, leusin, isoleusin, metionin, valin, serin, prolin, threonin,

alanin, tyrosin, histidin, glutamine, asparagin, lysine, asam aspartat, asam

Page 39: DETEKSI RESISTENSI Aedes aegypti TERHADAP SIPERMETRIN ...lib.unnes.ac.id/35758/1/6411415099_Optimized.pdf · Reaction (PCR) techniques. The study was conducted to see mutations in

27

glutamat, cystein, tryptophan, arginin, dan glysin. Ada beberapa asam amino yang

mempunyai kode lebih dari satu. Meskipun ada 64 kode genetik, hanya 61 kodon

yang mengkode asam amino, dan 3 kodon lainnya berfungsi sebagai kodon

terminasi (stop codon) yaitu UAA, UAG, dan UGA. Ketiga kodon tersebut

disebut kodon nonsense yang berfungsi menghentikan proses sintetis protein.

Selain kodon terminasi, terdapat pula kodon awal (starting codon) yaitu AUG

yang mengawali proses sintetis protein (Widianti & Anggraito, 2017).

Tabel 2.1. Daftar Kodon

Basa I Basa II

Basa III U C A G

U UUU phe

UUC phe

UUA leu

UUG leu

UCU ser

UCC ser

UCA ser

UCG ser

UAU tyr

UAC tyr

UAA stop

UAG stop

UGU cys

UGC cys

UGA stop

UGG trp

U

C

A

G

C CUU leu

CUC leu

CUA leu

CUG leu

CCU pro

CCC pro

CCA pro

CCG pro

CAU his

CAC his

CAA gln

CAG his

CGU arg

CGC arg

CGA arg

CGG arg

U

C

A

G

A AUU ileu

AUC ileu

AUA ileu

AUG met

ACU thr

ACC thr

ACA thr

ACG thr

AAU asn

AAC asn

AAA lys

AAG lys

AGU ser

AGC ser

AGA arg

AGG arg

U

C

A

G

G GUU val

GUC val

GUA val

GUG val

GCU ala

GCC ala

GCA ala

GCG ala

GAU asp

GAC asp

GAA glu

GAG glu

GGU gly

GGC gly

GGA gly

GGG gly

U

C

A

G

(Griffiths et al., 2007; Widianti & Anggraito, 2017).

Keterangan:

phe : phenylalanin his : histidin

leu : leusin gln : glutamine

ileu : isoleusin asn : asparagin

met : metionin lys : lysine

ser : serin glu : asam glutamat

Page 40: DETEKSI RESISTENSI Aedes aegypti TERHADAP SIPERMETRIN ...lib.unnes.ac.id/35758/1/6411415099_Optimized.pdf · Reaction (PCR) techniques. The study was conducted to see mutations in

28

pro : prolin cys : cystein

thr : threonin trp : tryptophan

ala : alanin arg : arginin

val : valin asp : asam aspartat

tyr : tyrosin gly : glysin

Panjang pasangan basa (base pairs) standar nyamuk Ae. aegypti normal

adalah 764 bp linear DNA. Jumlah asam amino nyamuk Ae. aegypti sebanyak 658

asam amino yang menunjukkan kode genetik, dengan urutan sebagai berikut:

Tabel 2.2. Kode Genetik Aedes aegypti

Urutan

Asam Amino ke Kode Genetik

1 ACC AAT TAT AAT TGG AGG ATT TGG AAA TTG ATT

AGT TCC TTT AAT ATT AGG AGC CCC TGA

61 TAT AGC TTT TCC TCG AAT AAA TAA TAT AAG TTT

TTG AAT ACT ACC TCC TTC ATT GAC TCT

121 TCT ATT ATC AAG CTC AAT AGT AGA AAA TGG GGC

AGG AAC TGG GTG AAC AGT TTA TCC TCC

181 TCT CTC TTC AGG AAC AGC TCA TGC TGG AGC TTC

TGT TGA TTT AGC TAT TTT TTC TCT TCA

241 TTT AGC TGG AAT TTC CTC AAT TTT AGG GGC AGT

AAA TTT TAT TAC AAC TGT AAT TAA TAT

301 ACG ATC GTC AGG AAT TAC TTT AGA TCG ACT ACC

CTT ATT TGT TTG ATC TGT AGT TAT TAC

361 AGC TAT CTT ATT ACT TCT TTC TCT TCC TGT TTT

AGC TGG AGC TAT TAC TAT GTT ATT AAC

421 AGA CCG AAA CTT AAA TAC ATC TTT CTT TGA TCC

AAT CGG AGG AGG AGA TCC TAT TTT ATA

481 CCA ACA CTT ATT CTG ATT CTT TGG ACA CCC AGA

AGT TTA TAT TTT AAT TTT ACC CGG ATT

541 TGG AAT AAT TTC TCA TAT TAT TAC TCA AGA AAG

TGG AAA AAA GGA AAC ATT TGG AAC TTT

601 AGG AAT AAT TTA TGC TAT ATT AAC AAT TGG ATT

ATT GGG ATT TAT TGT TTG AGC TCA TCA

661 TAT ATT TAC AGT AGG TAT AGA CGT AGA TAC TCG

AGC TTA TTT TAC TTC AGC AAC TAT AAT

721 TAT TGC TGT TCC TAC AGG AAT TAA AAT TTT TAG

TTG ATT AGC AA

(Salgueiro et al., 2019).

Page 41: DETEKSI RESISTENSI Aedes aegypti TERHADAP SIPERMETRIN ...lib.unnes.ac.id/35758/1/6411415099_Optimized.pdf · Reaction (PCR) techniques. The study was conducted to see mutations in

29

2.1.6. Mutasi DNA

Molekul DNA yang rusak atau berubah dapat mengakibatkan

meningkatnya mutasi, kromosom menjadi tidak stabil, karsinogenesis, atau

kematian sel. Apabila DNA atau gen mengalami mutasi dan akibat yang

ditimbulkan bersifat tidak menguntungkan, maka perlu ada mutasi balik sehingga

sifat yang dikendalikan oleh gen menjadi normal kembali. Sel mempunyai

kemampuan untuk merespon perubahan pada DNA dengan cara memperbaiki dan

memulihkan sehingga DNA kembali normal fisik dan fungsinya. Mutasi yang

terjadi pada hewan terutama serangga vektor penyakit akan menyebabkan

terhambatnya pengendalian penyakit menular.

Mutasi DNA dapat digolongkan menurut perubahan-perubahan yang

terjadi pada struktur gen, yaitu:

1. Mutasi titik (point mutations), yaitu mutasi yang terjadi pada unit gen

paling kecil yakni pada 1 pasang nukleotida.

2. Mutasi banyak basa (multi base mutations), yaitu mutasi yang terjadi pada

beberapa pasang nukleotida.

3. Mutasi pada segmen DNA, sehingga dapat mengubah struktu kromosom

(aberasi kromosom).

Mutasi gen terjadi melalui beberapa cara antara lain penggantian basa

(substitusi basa), penambahan atau penyisipan basa, dan pengurangan basa.

Struktur basa-basa dalam DNA tidak statik, sebab atom hidrogen dapat berpindah

dari satu posisi ke posisi lain dalam satu purin atau purimidin. Kasus ini disebut

dengan pergeseran tautomerik. Mutasi yang diakibatkan oleh pergeseran

Page 42: DETEKSI RESISTENSI Aedes aegypti TERHADAP SIPERMETRIN ...lib.unnes.ac.id/35758/1/6411415099_Optimized.pdf · Reaction (PCR) techniques. The study was conducted to see mutations in

30

tautomerik menyebabkan penggantian atau substitusi basa yang satu oleh basa

yang lain.

Mutasi substitusi basa dapat terjadi karena satu nukleotida menggantikan

nukleotida yang lain. Kejadian ini membuat perubahan atau penggantian satu

asam amino. Mutasi karena substitusi basa dikenal ada dua macam yaitu transisi

dan transversi. Transisi adalah mutasi yang disebabkan oleh penggantian basa

sejenis, misal basa purin diganti basa purin, basa pirimidin diganti basa pirimidin.

Transversi adalah penggantian basa yang tidak sejenis, misal basa purin diganti

basa pirimidin. Beberapa contoh mutasi digambarkan sebagai berikut:

1. Mutasi Silent

Mutasi ini tidak menimbulkan perubahan asam amino yang menyusun

polipeptida, karena perubahan terjadi pada basa ketiga dari triplet sehingga saat

translasi kodon-kodon ini diterjemahkan kedalam asam amino yang sama.

GTT -> GTC -> GTG -> GTA = Valin

Perubahan GTT menjadi GTC, GTG, atau GTA tetap mengkode asam amino yang

sama yaitu valin.

2. Mutasi Missens

Mutasi missens adalah mutasi salah arti yang membuat perubahan

nukleotida diikuti dengan perubahan asam amino.

DNA normal : ATG GCA ATT GCT TTT TTA CGT AAC CCG

Asam amino : met – ala – ile – ala – phe – leu – arg – asn – pro

DNA mutan : ATG GCA ATT GCT TTT TCA CGT AAC CCG

Asam amino : met – ala – ile – ala – phe – ser – arg – asn – pro

Page 43: DETEKSI RESISTENSI Aedes aegypti TERHADAP SIPERMETRIN ...lib.unnes.ac.id/35758/1/6411415099_Optimized.pdf · Reaction (PCR) techniques. The study was conducted to see mutations in

31

3. Mutasi Nonsens

Mutasi nonsens adalah mutasi tidak berarti. Mutasi nonsens terjadi apabila

penggantian basa menyebabkan munculnya kodon nonsens atau kodon stop yang

menghentikan proses sintetis protein, sehingga tidak mengkode asam amino

apapun.

DNA normal : ATG GCA ATT GCT TTT TTA CGT AAC CCG

Asam amino : met – ala – ile – ala – phe – leu – arg – asn – pro

DNA mutan : ATG GCA ATT GCT TTT TGA CGT AAC CCG

Asam amino : met – ala – ile – ala – phe – stop

4. Mutasi Penambahan/Penyisipan Basa (Adisi)

Pada mutasi ini satu atau lebih nukleotida menyisip ke dalam rantai

polinukleotida, menyebabkan semua asam amino pada dan sesudah titik mutasi

mengalami perubahan, sehingga mutasi ini disebut juga sebagai mutasi perubahan

kerangka baca (frame shift mutations).

DNA normal DNA mutan nukleotida dengan basa G menyisip

AGA GTC TTC AGA GGT CTT C

ser gln lis ser pro glu

5. Mutasi Pengurangan Basa (Delesi)

Pada mutasi ini satu nukleotida hilang saat replikasi DNA. Seperti halnya

mutasi adisi, mutasi delesi juga dapat menyebabkan terjadinya perubahan

kerangka baca, menyebabkan semua asam amino pada dan sesudah titik mutasi

berubah. Contoh dari mutasi ini adalah penyakit talasemia.

Page 44: DETEKSI RESISTENSI Aedes aegypti TERHADAP SIPERMETRIN ...lib.unnes.ac.id/35758/1/6411415099_Optimized.pdf · Reaction (PCR) techniques. The study was conducted to see mutations in

32

DNA normal DNA mutan nukleotida dengan basa T hilang

AGA GTC TTC AGA GCT TC

ser gln lis ser arg

(Widianti & Anggraito, 2017).

2.1.6.1. Mutasi Kodon V1016G Gen Voltage-Gated Sodium Channel (VGSC)

Voltage-Gated Sodium Channel memiliki peran penting dalam mengelola

fisiologi untuk mengirimkan impuls depolarisasi secara cepat ke seluruh sel dan

jaringan sel, sehingga memungkinkan proses koordinasi daya penggerak kepada

kognisi. VGSC dapat ditemukan pada banyak organisme sebab berperan penting

untuk inisiasi dan propagasi dalam sel saraf dan sel yang mengalami rangsangan

(Cox, 2009).

Sejumlah polimorfisme pada VGSC strain Ae. aegypti yang telah

dilaporkan tahan terhadap sipermetrin antara lain S989P dan V1016G

(Purwaningsih et al., 2019). Polimorfisme yang diyakini berkaitan terhadap

interaksi piretroid di sodium channel yaitu V1016G karena koeksistensi substitusi

kodon berada pada domain II dan III yang sangat sensitif menimbulkan

knockdown resistance pada Ae. aegypti dari paparan insektisida sipermetrin.

Adanya polimorfisme V1016G menjadi penanda perubahan substitusi asam amino

valin menjadi glisin pada kodon 1016 dengan transisi basa Timin-Guanin pada

susunan GTA menjadi GGA (Tyasningrum, 2017).

Mutasi target pada gen VGSC mengenai resistensi terhadap piretroid

menunjukkan bahwa ada mekanisme resistensi yang sedang berlangsung. Deteksi

mutasi gen VGSC secara langsung dapat menilai transformasi sel target yang

menjadi target insektisida. Mutasi gen menyebabkan perubahan konformasi dalam

Page 45: DETEKSI RESISTENSI Aedes aegypti TERHADAP SIPERMETRIN ...lib.unnes.ac.id/35758/1/6411415099_Optimized.pdf · Reaction (PCR) techniques. The study was conducted to see mutations in

33

saluran natrium karena tidak dapat dibuka oleh molekul insektisida. Mutasi seperti

ini hanya dapat dideteksi dengan metode molekuler. Prinsip dasar deteksi

molekuler resistensi dalam vektor adalah mengidentifikasi gen (Purwaningsih et

al., 2019). Insektisida piretroid bekerja dengan cara melekat pada bagian VGSC

yang terletak di bagian neuron serangga vektor (Ghiffari et al., 2013).

2.1.7. Polymerase Chain Reaction (PCR)

Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah suatu metode melipatgandakan

(amplifikasi) secara eksponensial suatu sekuen nukleotida tertentu dengan cara

invitro. PCR merupakan suatu teknik enzimatis dalam biomolekuler untuk

menghasilkan salinan urutan DNA. PCR merupakan metode amplifikasi DNA

target dengan dua kali running PCR. Running PCR pertama menggunakan satu

pasang primer (forward dan reverse), sedangkan pada running PCR kedua salah

satu primernya (forward atau reverse) adalah primer yang digunakan pada PCR

pertama. Primer adalah suatu sekuen oligonukleotida pendek yang berfungsi

mengawali sintesis rantai DNA dalam reaksi berantai polymerase (Triwibowo,

2006). Pada proses PCR diperlukan beberapa komponen utama adalah:

1. DNA cetakan, yaitu fragmen DNA yang akan dilipatgandakan. DNA

cetakan yang digunakan sebaiknya berkisar antara 105-106 molekul.

2. Oligonukleotida primer, yaitu suatu sekuen oligonukleotida pendek (18-28

basa nukleotida) yang digunakan untuk mengawali sintesis rantai DNA. Dan

mempunyai kandungan G+C sebesar 50-60%.

Page 46: DETEKSI RESISTENSI Aedes aegypti TERHADAP SIPERMETRIN ...lib.unnes.ac.id/35758/1/6411415099_Optimized.pdf · Reaction (PCR) techniques. The study was conducted to see mutations in

34

3. Deoksiribonukelotida trifosfat (dNTP), terdiri dari dATP, dCTP, dGTP,

dTTP. dNTP mengikat ion Mg2+ sehingga dapat mengubah konsentrasi efektif

ion.

4. Enzim DNA polimerase, yaitu enzim yang melakukan katalisis reaksi

sintesis rantai DNA.

5. Komponen pendukung lain adalah senyawa buffer. Larutan buffer PCR

umumnya mengandung 10–50 mM Tris-HCl pH 8,3-8,8 (suhu 20˚C); 50 mM

KCl; 0,1% gelatin atau BSA (Bovine Serum Albumin); Tween 20 sebanyak

0,01% atau dapat diganti dengan Triton X-100 sebanyak 0,1%; disamping itu

perlu ditambahkan 1,5 mM MgCl2.

Pada proses PCR menggunakan menggunakan alat termosiklus. Sebuah

mesin yang memiliki kemampuan untuk memanaskan sekaligus mendinginkan

tabung reaksi dan mengatur temperatur untuk tiap tahapan reaksi. Ada tiga

tahapan penting dalam proses PCR yang selalu terulang dalam 30-40 siklus dan

berlangsung dengan cepat:

1. Denaturasi

Denaturasi awal dilakukan sebelum enzim taq polimerase ditambahkan ke

dalam tabung reaksi. Denaturasi DNA merupakan proses pembukaan DNA untai

ganda menjadi DNA untai tunggal. Ini biasanya berlangsung sekitar 3 menit,

untuk meyakinkan bahwa molekul DNA terdenaturasi menjadi DNA untai

tunggal. Denaturasi yang tidak lengkap mengakibatkan DNA mengalami

renaturasi (membentuk DNA untai ganda lagi) secara cepat, dan ini

mengakibatkan gagalnya proses PCR. Adapun waktu denaturasi yang terlalu lama

dapat mengurangi aktifitas enzim Taq polymerase. Aktifitas enzim tersebut

Page 47: DETEKSI RESISTENSI Aedes aegypti TERHADAP SIPERMETRIN ...lib.unnes.ac.id/35758/1/6411415099_Optimized.pdf · Reaction (PCR) techniques. The study was conducted to see mutations in

35

mempunyai waktu paruh lebih dari 2 jam, 40 menit, 5 menit masing-masing pada

suhu 92,5; 95 dan 97,5˚C.

2. Annealing (Penempelan Primer)

Kriteria yang umum digunakan untuk merancang primer yang baik adalah

bahwa primer sebaiknya berukuran 18–25 basa, mengandung 50–60 % G+C dan

untuk kedua primer tersebut sebaiknya sama. Sekuens DNA dalam masing-

masing primer itu sendiri juga sebaiknya tidak saling berkomplemen, karena hal

ini akan mengakibatkan terbentuknya struktur sekunder pada primer tersebut dan

mengurangi efisiensi PCR. Waktu annealing yang biasa digunakan dalam PCR

adalah 30-45 detik. Semakin panjang ukuran primer, semakin tinggi

temperaturnya. Kisaran temperatur penempelan yang digunakan adalah antara

36˚C sampai dengan 72˚C, namun suhu yang biasa dilakukan itu adalah antara

50–60˚C.

3. Pemanjangan Primer (Extention)

Selama tahap ini Taq polymerase memulai aktivitasnya memperpanjang

DNA primer dari ujung 3’. Kecepatan penyusunan nukleotida oleh enzim tersebut

pada suhu 72˚C diperkirakan 35-100 nukleotida/detik, bergantung pada buffer,

pH, konsentrasi garam, dan molekul DNA target. Dengan demikian untuk produk

PCR dengan panjang 2000 pasang basa, waktu 1 menit sudah lebih dari cukup

untuk tahap perpanjangan primer ini. Biasanya di akhir siklus PCR waktu yang

digunakan untuk tahap ini diperpanjang sampai 5 menit, sehingga seluruh produk

PCR diharapkan terbentuk DNA untai ganda.

Page 48: DETEKSI RESISTENSI Aedes aegypti TERHADAP SIPERMETRIN ...lib.unnes.ac.id/35758/1/6411415099_Optimized.pdf · Reaction (PCR) techniques. The study was conducted to see mutations in

36

Gambar 2.8. Siklus PCR

Reaksi-reaksi tersebut di atas diulangi lagi dari 25–30 kali siklus, sehingga

pada akhir siklus akan diperoleh molekul-molekul DNA rantai ganda yang baru

yang merupakan hasil polimerasi dalam jumlah yang jauh lebih banyak

dibandingkan dengan jumlah DNA cetakan yang digunakan. Banyaknya siklus

amplifikasi tergantung pada konsentrasi DNA target dalam campuran reaksi.

Produk PCR dapat diidentifikasi melalui ukurannya dengan menggunakan

elektroforesis gel agarosa. Metode ini terdiri atas menginjeksi DNA ke dalam gel

agarosa dan menyatukan gel tersebut dengan listrik. Hasilnya untai DNA kecil

pindah dengan cepat dan untai yang besar diantara gel menunjukkan hasil positif.

Keunggulan PCR dikatakan sangat tinggi. Hal ini didasarkan atas spesifitas,

efisiensi, dan keakuratannya. Spesifitas PCR terletak pada kemampuannya

mengamplifikasi, sehingga menghasilkan produk melalui sejumlah siklus.

Keakuratan yang tinggi karena DNA polymerase mampu menghindari kesalahan

Page 49: DETEKSI RESISTENSI Aedes aegypti TERHADAP SIPERMETRIN ...lib.unnes.ac.id/35758/1/6411415099_Optimized.pdf · Reaction (PCR) techniques. The study was conducted to see mutations in

37

pada amplifikasi produk. Masalah yang berkenaan dengan PCR yaitu biaya PCR

yang masih tergolong tinggi. Selain itu kelebihan lain metode PCR dapat

diperoleh pelipatgandaan suatu fragmen DNA (110 bp, 5×10-9 mol) sebesar

200.00 kali setelah dilakukan 20 siklus reaksi selama 220 menit. Reaksi ini

dilakukan dengan menggunakan komponen dalam jumlah sangat sedikit, DNA

cetakan yang diperlukan hanya sekitar 5 µg oligonukleotida yang diperlukan

hanya sekitar 1 mM dari reaski ini biasa dilakukan dalam volume 50-100 µl. DNA

cetakan yang digunakan juga tidak perlu dimurnikan terlebih dahulu, sehingga

metode PCR dapat digunakan untuk melipatgandakan suatu sekuen DNA dalam

genom bakteri hanya dengan mencampukan kultur bakteri di dalam tabung PCR

(Yusuf, 2010).

2.2. KERANGKA TEORI

Pengendalian Vektor Kimiawi

Mutasi Gen

VGSC

Deteksi

Resistens

Biomolekuler

Kodon PCR

1. Faktor Gen

2. Faktor Biologis

3. Faktor

Operasional

Penggunaan

Insektisida

Rumah Tangga

Aplikasi

Insektisida

Fogging

Piretroid:

Sipermetrin

Vektor

Rentan

Page 50: DETEKSI RESISTENSI Aedes aegypti TERHADAP SIPERMETRIN ...lib.unnes.ac.id/35758/1/6411415099_Optimized.pdf · Reaction (PCR) techniques. The study was conducted to see mutations in

67

BAB V

PEMBAHASAN

5.1. PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan di Kelurahan Tambakboyo 8 dari 10 sampel

yang diperiksa telah terdeteksi resisten (80%), Kelurahan Kupang 10 dari 10

sampel yang berarti seluruh sampel yang diperiksa telah terdeteksi resisten

(100%), dan Kelurahan Panjang 9 dari 10 sampel yang diperiksa telah terdeteksi

resisten (90%). Hal ini berarti sampel larva Ae. aegypti pada ketiga kelurahan

tersebut telah mengalami mutasi pada gen VGSC tepatnya pada kodon V1016G.

Hanya 2 sampel dari Kelurahan Tambakboyo dan 1 sampel dari Kelurahan

Panjang yang masih normal.

Mutasi pada gen VGSC yang disebabkan insektisida piretroid juga terjadi

di dunia dan di Indonesia. Deteksi resistensi dengan melihat mutasi pada gen

VGSC di dunia terjadi pada populasi Ae. aegypti di Panama dengan ditemukannya

mutasi pertama kali di Amerika pada kodon V1016G dan I1011M (Murcia et al.,

2019), serta di Taiwan yang mendeteksi mutasi pada kodon V1016G (28,03%),

S989P (17,83%), F1534C (21,97%), dan D1763Y (66,69%) (Chung et al., 2019).

Mutasi serupa juga ditemukan di Indonesia pada sampel Ae. aegypti yang berasal

dari Palembang pada penelitian yang menunjukkan hasil gen V1016G dengan

target DNA 82 bp (Ghiffari et al., 2013). Selain itu, mutasi pada VGSC kodon

V1016G dan S989P Ae. aegypti juga terjadi di Padang dengan target DNA 579 bp

(Hasmiwati et al., 2016), di Sumatera Barat identifikasi titik mutasi pada gen

Page 51: DETEKSI RESISTENSI Aedes aegypti TERHADAP SIPERMETRIN ...lib.unnes.ac.id/35758/1/6411415099_Optimized.pdf · Reaction (PCR) techniques. The study was conducted to see mutations in

68

VGSC menunjukan hasil positif pada kodon S989P dan V1016G (Hasmiwati &

Supargiyono, 2018), dan di Palu mutasi pada VGSC terdeteksi pada sampel yang

diperiksa dari Balaroa kodon V1016G dan S989P dengan target DNA 619 bp

(Purwaningsih et al., 2019).

Hal demikian dapat mengindikasikan bahwa larva Ae. aegypti yang

diperiksa tersebut telah mengalami penekanan secara selektif insektisida

kelompok piretroid dalam hal ini sipermetrin. Seperti diketahui bahwa insektisida

kelompok piretroid banyak digunakan masyarakat/rumah tangga, sehingga Ae.

aegypti sering terpapar dengan insektisida tersebut, dan ditambah dengan

insektisida dari bidang kesehatan. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah

menginformasikan bahwa insektisida cynof telah digunakan di beberapa kota di

Jawa Tengah disamping malathion untuk pengendalian Ae. aegypti secara fogging

(Widiarti et al., 2012). Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang menggunakan

insektisida merk dagang zeta 15 UL yang mengandung bahan aktif utama zeta-

sipermetrin 15 g/l pada fogging yang dilakukan di Ambarawa (Puskesmas

Ambarawa, 2019). Mutasi V1016G adalah perubahan pada kodon pengkode valin

menjadi glisin, dimana terjadi transisi basa timin dengan guanin pada susunan

GTA menjadi GGA (Ghiffari et al., 2013). Hasil penelitian ini memperlihatkan

bahwa sebagian besar nyamuk Ae. aegypti telah mengalami mutasi V1016G pada

gen VGSC yang merupakan sasaran target insektisida sintetik piretroid

(Widiastuti et al., 2015).

Mekanisme resistensi terhadap insektisida piretroid dapat dideteksi secara

molekuler. Mutasi target pada gen VGSC mengenai resistensi terhadap piretroid

Page 52: DETEKSI RESISTENSI Aedes aegypti TERHADAP SIPERMETRIN ...lib.unnes.ac.id/35758/1/6411415099_Optimized.pdf · Reaction (PCR) techniques. The study was conducted to see mutations in

69

menunjukkan bahwa ada mekanisme resistensi yang sedang berlangsung. Deteksi

mutasi gen VGSC secara langsung dapat menilai transformasi sel target yang

menjadi target insektisida. Mutasi gen menyebabkan perubahan konformasi dalam

saluran natrium karena tidak dapat dibuka oleh molekul insektisida. Mutasi seperti

ini hanya dapat dideteksi dengan metode molekuler. Prinsip dasar deteksi

molekuler resistensi dalam vektor adalah mengidentifikasi gen (Purwaningsih et

al., 2019). Insektisida piretroid bekerja dengan cara melekat pada bagian VGSC

yang terletak di bagian neuron serangga vektor (Ghiffari et al., 2013).

Insektisida piretroid mengikat protein VGSC yang mengatur denyut

impuls saraf. Pada awalnya, molekul insektisida piretroid akan melekat untuk

membuka channel sodium dan mengikatnya hingga tetap dalam kondisi terbuka.

Hal ini akan memicu terjadinya repetitive­nerve­firing yang akan menimbulkan

gerakan atau aktivitas di luar kontrol. Serangga target akan mengalami convulsion

dan tidak dapat mengontrol perilaku terbangnya. Apabila ada mutasi pada gen

VSGC, maka asam amino yang dihasilkan akan berubah, sehingga dapat

menurunkan sensitivitas molekul insektisida piretroid untuk membentuk ikatan

pada bagian tersebut (Widiastuti et al., 2015).

Deteksi resistensi insektisida piretroid secara uji molekuler diketahui

melalui dua cara yaitu perubahan enzim detoksifikasi dan perubahan target site

VGSC. Deteksi enzim detoksifikasi yaitu deteksi mutasi titik gen yang

menyebabkan peningkatan kadar enzim yang mendetoksifikasi insektisida

(resistensi metabolik) (Ghiffari et al., 2013). Pada penelitian ini hanya dilakukan

uji molekuler dengan melihat perubahan atau mutasi pada gen VGSC. Perubahan

Page 53: DETEKSI RESISTENSI Aedes aegypti TERHADAP SIPERMETRIN ...lib.unnes.ac.id/35758/1/6411415099_Optimized.pdf · Reaction (PCR) techniques. The study was conducted to see mutations in

70

gen nyamuk Ae. aegypti sebagai mayor vektor virus dengue yang diperkirakan

menjadi penyebab sulitnya pengendalian penyakit DBD. Resistensi terhadap

insektisida juga berpotensi masih tingginya siklus nyamuk vektor DBD tidak bisa

ditanggulangi secara tuntas. Ekspresi gen spesifik dan autosom diindikasikan

memengaruhi lokus pada gen terlebih lagi apabila timbul efek resistensi dari

paparan insektisida (Yudhana et al., 2017).

VGSC dapat dijadikan indikasi penting sejauh mana perkembangan

nyamuk Ae. aegypti resisten terhadap insektisida golongan tertentu, sehingga

penggunaannya bisa dievaluasi dan diperbaiki untuk meningkatkan tindakan

preventif. Hasil penelitian tersebut berkaitan dengan spesies Ae. aegypti yang

telah mengalami penekanan secara selektif terhadap insektisida dari golongan

piretroid (Sinkins, 2010). Diketahui bahwa insektisida golongan piretroid telah

banyak digunakan masyarakat atau rumah tangga sehingga nyamuk Ae. aegypti

sering terpapar dengan insektisida tersebut dan ditambah dengan insektisida dari

golongan lain. Berdasarkan hasil penelitian susceptibility test nyamuk Ae. aegypti

dari Kabupaten Semarang sudah resisten terhadap insektisida sipermetrin. Dengan

demikian kemungkinan mekanisme resistensi lain dalam hal ini mekanisme secara

molekuler dapat berlangsung pada spesies nyamuk tersebut (Ilham et al., 2017).

Penggunaan insektisida piretroid yang dilakukan secara terus menerus

dalam waktu lama, tidak membunuh 100% nyamuk Ae. aegypti yang terpapar dan

selalu ada serangga yang tetap hidup. Pada awalnya jumlahnya hanya sedikit,

tetapi dalam periode tertentu akan mengalami peningkatan populasi nyamuk yang

hidup karena terjadi proses berkembangbiak sekaligus mewariskan kemampuan

Page 54: DETEKSI RESISTENSI Aedes aegypti TERHADAP SIPERMETRIN ...lib.unnes.ac.id/35758/1/6411415099_Optimized.pdf · Reaction (PCR) techniques. The study was conducted to see mutations in

71

untuk resisten terhadap insektisida yang sama kepada keturunan selanjutnya

(Yudhana et al., 2017).

Pada penelitian ini ditemukan adanya mutasi 2 jenis mutasi yaitu mutasi

homozigot (G/G) dan mutasi heterozigot (V/G). Hasil penelitian menunjukkan

bahwa di Kelurahan Tambakboyo 2 nyamuk belum mengalami mutasi (V/V), 7

nyamuk mengalami mutasi homozigot (G/G), dan 1 nyamuk mengalami mutasi

heterozigot (V/G). Seluruh nyamuk yang diperiksa di Kelurahan Kupang telah

mengalami mutasi, 5 nyamuk mengalami mutasi homozigot (G/G) dan 5 nyamuk

mengalami mutasi heterozigot (V/G). Hasil dari Kelurahan Panjang menunjukkan

1 nyamuk belum mengalami mutasi (V/V), 8 nyamuk mengalami mutasi

homozigot (G/G), dan 1 nyamuk mengalami mutasi heterozigot (V/G). Hal ini

dapat diartikan bahwa dari keseluruhan sampel yang diperiksa terdapat 3 nyamuk

yang belum mengalami mutasi (V/V), 20 nyamuk mengalami mutasi homozigot

(G/G) pada alel 1016G, dan 7 nyamuk mengalami mutasi heterozigot pada

domain kedua gen V1016G.

Terdapat 3 dari 30 sampel yang belum mengalami mutasi, selaras dengan

hasil penelitian di Thailand yang menunjukkan bahwa 74 dari 170 sampel nyamuk

Ae. aegypti masih susceptible atau belum mengalami mutasi (V/V) (Stenhouse et

al., 2013). Ae. aegypti susceptible juga ditemukan pada penelitian yang dilakukan

di Bengal Barat, India, memeriksa 5 sampel menunjukkan bahwa hasil penelitian

tidak ditemukan mutasi pada alel 1016G terkait dengan resistensi yang diamati,

baik mutasi homozigot maupun heterozigot, seluruhnya masih susceptible. Pada

wilayah dengan individu nyamuk Ae. aegypti susceptible, frekuensi penggunaan

Page 55: DETEKSI RESISTENSI Aedes aegypti TERHADAP SIPERMETRIN ...lib.unnes.ac.id/35758/1/6411415099_Optimized.pdf · Reaction (PCR) techniques. The study was conducted to see mutations in

72

piretroid yang digunakan dan polimorfisme pada gen target harus dipantau secara

berkala untuk mendeteksi munculnya resistensi piretroid pada populasi Ae.

aegypti (Saha et al., 2018).

Hasil penelitian ini menunjukkan 20 dari 30 sampel Ae. aegypti yang

diperiksa terdeteksi telah mengalami mutasi homozigot (V/V). Hal tersebut

sejalan dengan penelitian di Yogyakarta, nyamuk Ae. aegypti didapatkan telah

mengalami perkembangan resistensi terhadap piretroid. Individu nyamuk yang

homozigot hampir sama mutasi genetiknya dengan tingkat resistensi individu

yang heterozigot. Belum ditemukan adanya generasi strain rentan homozigot

murni. Resistensi secara genetik diturunkan dan tingkat perkembangan resistensi

bergantung pada frekuensi gen resisten, frekuensi penggunaan insektisida, dan

lamanya aplikasi. Studi resistensi juga akan memberikan informasi penting untuk

mengenali mekanisme resistensi. Hasil screening molukuler ditemukan adanya

mutasi target-site dan mutasi kdr V10161 yang tinggi (87%). Pembentukan strain

homozigot rentan memerlukan waktu di atas lima generasi (Isfanda et al., 2017).

Sebuah hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak semua individu nyamuk

yang mengalami mutasi V1016G homozigot mampu bertahan hidup atau bersifat

resisten pada paparan insektisida permetrin (0,75%) dan 23,4% dari kelompok

yang mengalami mutasi heterozigot mampu bertahan hidup (Harris et al., 2010).

Hal ini mengindikasikan bahwa kemungkinan mekanisme resistensi terhadap

insektisida piretroid pada nyamuk Ae. aegypti dipengaruhi oleh beberapa faktor

yang tidak berdiri sendiri-sendiri. Selain melalui mutasi V1016G, resistensi Ae.

aegypti terhadap insektisida sintetik piretroid juga dapat disebabkan karena

Page 56: DETEKSI RESISTENSI Aedes aegypti TERHADAP SIPERMETRIN ...lib.unnes.ac.id/35758/1/6411415099_Optimized.pdf · Reaction (PCR) techniques. The study was conducted to see mutations in

73

beberapa mutasi gen VGSC pada posisi yang lain diantaranya mutasi V1016G,

F1534C, dan S989P (Kawada et al., 2014).

Mutasi heterozigot ditemukan pada 7 dari 30 sampel Ae. aegypti yang

diperiksa pada penelitian ini. Alel 1016G bersifat resesif. Hal ini mengindikasikan

bahwa nyamuk yang mengalami mutasi heterozigot masih berpeluang besar untuk

tetap sensitif terhadap insektisida piretroid (Stenhouse et al., 2014). Hasil

penelitian menunjukkan sebagian besar mutasi terjadi secara heterozigot, namun

hal ini perlu menjadi perhatian dalam menentukan jenis insektisida yang akan

digunakan dalam program pengendalian nyamuk Ae. aegypti. Adanya mutasi ini

akan menyebabkan resistensi juga pada jenis insektisida lain yang berasal dari

golongan sintetik piretroid (Widiastuti et al., 2015). Adanya perbedaan tingkat

resistensi pada setiap strain disebabkan oleh perbedaan tingkat penggunaan dan

jenis insektisida di tiap wilayah tersebut, selain latar belakang genetik dan variasi

ekologis. Aplikasi insektisida yang dihentikan akan memberikan kesempatan bagi

genotip rentan untuk bertahan hidup. Genotip rentan berasal dari pewarisan sifat

gen resesif resisten heterozigot yang dihasilkan oleh perkawinan silang antara

individu yang rentan dan resisten (Mantolu et al., 2016).

Frekuensi yang lebih tinggi pada mutasi heterozigot dibandingkan mutasi

homozigot mempercepat terjadinya resistensi di masa depan karena tidak ada

mekanisme pelindung pada nyamuk. Mekanisme perlindungan tergantung pada

faktor genetik; tunggal atau resesif, semi dominan, atau dominan dalam proses

keturunan. Resistensi heterozigot jarang terjadi pada suatu populasi, tetapi jika

mutasi heterozigot muncul dan bertahan hidup hingga terjadi perkawinan dengan

Page 57: DETEKSI RESISTENSI Aedes aegypti TERHADAP SIPERMETRIN ...lib.unnes.ac.id/35758/1/6411415099_Optimized.pdf · Reaction (PCR) techniques. The study was conducted to see mutations in

74

heterozigot lainnya menghasilkan mutan-mutan homozigot dengan resistensi lebih

kuat terhadap insektisida. Jika mutan homozigot menjadi dominan, resistensi

menyebar dengan cepat dalam suatu populasi dikarenakan kemudahan Ae. aegypti

untuk beradaptasi dengan lingkungannya (Hasmiwati & Supargiyono, 2018).

5.2. HAMBATAN DAN KELEMAHAN PENELITIAN

Hambatan dalam penelitian ini antara lain ovitrap untuk mengambil

sampel beberapa ada yang tumpah atau bahkan dijadikan mainan anak-anak.

Tetapi sejak kasus DBD di Kecamatan Ambarawa meningkat pada tahun 2017

dan ditetapkan sebagai wilayah endemis, penduduk di wilayah kerja Puskesmas

Ambarawa telah membuat ovitrap secara mandiri sehingga sampel larva Ae.

aegypti dapat diambil dari ovitrap yang sudah ada tersebut.

Selain itu pada pelaksanaan uji deteksi resistensi Ae. aegypti menggunakan

teknik PCR di laboratorium beberapa kali terjadi human errors salah satunya

adalah saat sedang melaksanakan serangkaian teknik isolasi DNA sampai pada

tahap wash buffer II, seluruh sampel dari Kelurahan Tambakboyo tumpah dan

hasil PCR pada gel documentation system tidak dapat terbaca, sehingga harus

dilakukan pengambilan sampel ulang dari Kelurahan Tambakboyo.

Kelemahan pada penelitian ini diantaranya yaitu uji PCR seharusnya

adalah uji lanjutan dari uji kovensional. Namun pada penelitian ini tidak

dilakukan uji konvensional dan langsung mengambil sampel dari lapangan untuk

dilakukan uji molekuler karena keterbatasan waktu. Secara metodologi uji

lanjutan tanpa uji konvensional tidak menjadi masalah selama dapat dipastikan

Page 58: DETEKSI RESISTENSI Aedes aegypti TERHADAP SIPERMETRIN ...lib.unnes.ac.id/35758/1/6411415099_Optimized.pdf · Reaction (PCR) techniques. The study was conducted to see mutations in

75

tidak adanya penggunaan insektisida jenis lain dan cross-resisten yang terjadi.

Dalam penelitian ini penggunaan insektisida hanya dapat dipastikan dengan

paparan insektisida dari fogging yang telah dilaksanakan. Kelemahan lain pada

penelitian ini adalah hanya melihat satu mutasi saja yaitu mutasi V1016G. Mutasi

gen VGSC pada beberapa posisi dapat terjadi secara bersamaan dalam satu

individu nyamuk, seperti yang dilakukan peneliti-peneliti terdahulu salah satunya

dilakukan di Palu dengan temuan mutasi pada titik V1016G dan S989P

(Purwaningsih et al., 2019).

Page 59: DETEKSI RESISTENSI Aedes aegypti TERHADAP SIPERMETRIN ...lib.unnes.ac.id/35758/1/6411415099_Optimized.pdf · Reaction (PCR) techniques. The study was conducted to see mutations in

76

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

6.1. SIMPULAN

Hasil penelitian menggunakan uji molekuler menunjukkan bahwa 80%

sampel dari Kelurahan Tambakboyo telah terdeteksi resisten, 100% dari

Kelurahan Kupang telah terdeteksi resisten, dan 90% sampel dari Kelurahan

Panjang telah terdeteksi resisten. Hal tersebut mengindikasikan adanya mutasi

pada gen VGSC pada kodon 1016 Ae. aegypti yang diperiksa.

6.2. SARAN

Beberapa saran yang dapat diberikan antara lain:

1. Manajemen penggunaan, pemilihan, dan rotasi jenis insektisida yang

dilakukan oleh Dinas Kesehatan secara tepat diharapkan dapat mengurangi

risiko terjadinya resistensi pada populasi nyamuk Ae. aegypti khususnya di

wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang.

2. Peneliti selanjutnya diharapkan melaksanakan lebih banyak deteksi pada

beberapa kodon, tidak hanya mendeteksi pada kodon V1016G. Perlu diteliti

lebih lanjut kejadian double-mutant atau bahkan multiple-mutant Ae. aegypti.

Page 60: DETEKSI RESISTENSI Aedes aegypti TERHADAP SIPERMETRIN ...lib.unnes.ac.id/35758/1/6411415099_Optimized.pdf · Reaction (PCR) techniques. The study was conducted to see mutations in

77

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, I., Astari, S., Rahayu, R., & Hariani, N. (2009). Status Kerentanan Aedes

aegypti (Diptera: Culicidae) pada Tahun 2006-2007 terhadap Malathion di

Bandung, Jakarta, Surabaya, Palembang, dan Palu. Biosfera, 26 (2): 82-89.

Arasy, A. A., & Nurwidayati, A. (2017). Status Resistensi Anopheles barbirostis

terhadap Permethrin 0,75% Desa Wawosangula, Kecamatan Puriala,

Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara. Jurnal Vektor Penyakit,

11 (1): 27-32.

Borror, D. J. (1992). Pengenalan Pelajaran Serangga (Edisi Keenam ed.). (S.

Partosoedjono, Trans.) Yogyakarta: Yrama Widya.

Chung, H.-H., Cheng, I.-C., Chen, Y.-C., Lin, C., Tomita, T., & Teng, H.-J.

(2019). Voltage-Gated Sodium Channel Intron Polymorphismand

Fourmutations Comprise Six Haplotypes in an Aedes Aegypti Population

in Taiwan. PLOS Neglected Tropical Disease, 13 (3): 1-16.

Cox, R. H. (2009). New Expression Profiles of Voltage-gated Sodium Channels.

Microcirculation, 48 (3): 243-257.

Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang. (2017). Laporan Tahunan. Kabupaten

Semarang: Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang.

Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang. (2017). Profil Kesehatan Kabupaten

Semarang. Kabupaten Semarang: Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang.

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. (2017). Profil Kesehatan Jawa Tengah.

Semarang: Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah.

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. (2018). Buku Saku Kesehatan Jawa

Tengah. Semarang: Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah.

Djojosumarto, P. (2008). Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Yogyakarta:

Kanisius.

Firmanta, Y. (2008). Deteksi Resistensi Nyamuk Aedes aegypti yang Berasal dari

Daerah Endemis dan Non Endemis Dengue di Kota Jambi. Skripsi.

Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.

Ghiffari, A., Fatimi, H., & Anwar, C. (2013). Deteksi Resistensi Insektisida

Sintetik Piret Aedes Aegypti (L.) Strain Palembang Menggunakan

Polymerase Chain Reaction. Aspirator, 5 (2): 37-44.

Harris, A. F., Rajatileka, S., & Ranson, H. (2010). Pyrethroid Resistance in Aedes

aegypti from Grand Cayman. The American Journal of Tropical Medicine

and Hygiene, 83 (2): 277-284.

Hasmiwati, & Supargiyono. (2018). Short Communication: Genotyping of Kdr

Allele in Insecticide Resistant Aedes aegypti Populations from West

Sumatra, Indonesia. Biodiversitas, 19 (2): 552-558.

Hasmiwati, Tjong, D. H., & Novita, E. (2016). Detection and Identification of

Synthetic Insecticide Resistance in Aedes aegypti Dengue Hemorrhagic

Fever (DHF) Vector in Padang. Seminar Nasional Biologi (pp. 277-284).

Medan: USU Press.

Ilham, M. M., Rahmi, D. T., & Lusiyana, N. (2017). Survei Entomologi,

Kerentanan Aedes aegypti terhadap Insektisida Sintetik Piretroid, dan

Page 61: DETEKSI RESISTENSI Aedes aegypti TERHADAP SIPERMETRIN ...lib.unnes.ac.id/35758/1/6411415099_Optimized.pdf · Reaction (PCR) techniques. The study was conducted to see mutations in

78

Identifikasi Gen VGSC di Desa Gondoriyo, Kabupaten Semarang.

Aspirator, 1 (3): 40-48.

Isfanda, Hadi, U. K., & Soviana, S. (2017). Determination of Homozygous Strain

in Aedes aegypti (Linn.) Using Single Sib-selection Method. Aspirator, 9

(1): 21-28.

Jahan, N., & Shahid, A. (2013). Evaluation Of Resistance Against Deltamethrin

And Cypermethrin In Dengue Vector From Lahore, Pakistan. The Journal

of Animal & Plant Sciences, 23 (5): 1321-1326.

Kawada, H., Oo, T. S., Kawashima, E., Maung Maung, Y. N., & Thant, M.

(2014). Co-occurrence of Point Mutations in the Voltage-gated Sodium

Channel of Pyrethroid Resistant Aedes aegypti Populations in Myanmar.

PLOS Neglected Tropical Diseases, 7 (17): 8-13.

Kemenkes RI. (2011). Modul Pengendalian Demam Berdarah Dengue. Jakarta:

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kemenkes RI. (2012). Pedoman Penggunaan Insektisida (Pestisida) dalam

Pengendalian Vektor. Jakarta: Kemenkes RI.

Kemenkes RI. (2013). Survei Entomologi DBD. Jakarta: Ditjen P3M dan PLP

Depkes RI.

Kemenkes RI. (2017). Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Kementerian

Kesehatan RI.

Lima, E., Araujo, S., & Oliveira, S. S. (2011). Insecticide Resistance in Aedes

aegypti Populations from Ceara, Brazil. Parasites & Vectors, 4 (1): 5.

Mantolu, Y., Kustiati, Ambarningrum, T. B., Yusmalinar, S., & Ahmad, I. (2016).

Status dan Perkembangan Resistensi Aedes aegypti (Linnaeus) (Diptera:

Culicidae) strain Bandung, Bogor, Makassar, Palu, dan VCRU terhadap

Insektisida Permetrin dengan Seleksi Lima Generasi. Jurnal Entomologi

Indonesia, 13 (1): 1-8.

Martins, A., Lins, R., Linss, J., Peixoto, A., & Valle, D. (2009). Voltage-gated

Sodium Channel Polymorphism and Metabolic Resistance in Pyrethroid-

resistant Aedes aegypti from Brazil. Am J Trop Med Hyg, 81 (2): 108-15.

Mulyani, A., Boewono, D. T., & Baskoro, T. (2017). A Study of Aedes aegypty

Susceptibility Against Cypermetrin at Elementary Schools Yogyakarta.

TMJ, 4 (1): 25-33.

Murcia, O., Henríquez, B., Castro, A., Koo, S., Josue, Y., Márquez, R., Pérez, D.,

Cáceres, L., & Valderrama, A. (2019). Presence of the Point Mutations

Val1016Gly in the Voltage-Gated Sodium Channel Detected in a Single

Mosquito from Panama. Parasites and Vectors, 12 (62): 1-7.

Perdana, F. (2016). Penetapan Kadar Pestisida Sipermetrin dalam Daun Teh Hijau

(Camellia sinensis) dengan Metode KCKT. Skripsi. Surabaya: Universitas

Airlangga.

Purwaningsih. (2017). Status Kerentanan dan Mekanisme Resistensi Nyamuk

Aedes Aegypti (Diptera: Culicidae) Sebagai Vektor Dengue terhadap

Insektisida Malation dan Sipermetrin di Kecamatan Palu Barat . Tesis.

Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Purwaningsih, Umniyati, S. R., & Mulyaningsih, B. (2019). Combined Target Site

VGSC Mutations Play a Primary Role in Pyrethrod Resistant Phenotypes

Page 62: DETEKSI RESISTENSI Aedes aegypti TERHADAP SIPERMETRIN ...lib.unnes.ac.id/35758/1/6411415099_Optimized.pdf · Reaction (PCR) techniques. The study was conducted to see mutations in

79

of Aedes aegypti as Dengue Vector from Palu City, Central Sulawesi.

Indonesian Jurnal Of Tropical and Infectious Disease, 7 (5): 93-98.

Puskesmas Ambarawa. (2019). Laporan Tahunan. Semarang: Puskesmas

Ambarawa.

Safar, R. (2010). Insektisida dan Resistensi, Buku Parasitologi Kedokteran.

Bandung: Yrama Widya.

Saha, P., Moytrey, C., Ballav, S., Chowdhury, A., Basu, N., & Maji, A. K. (2018).

Prevalence of Kdr Mutations and Insecticide Susceptibility Among

Natural Population of Aedes aegypti in West Bengal. Plos One, 14 (4): 10-

15.

Salgueiro, P., Serrano, C., Gomes, B., Alves, J., & Sous. (2019). Aedes aegypti

Isolate CV_01 Cytochrome c Oxidase Subunit I (COI) Gene, Partial CDS;

Mitochondrial. GenBank.

Sarkar, Bhattacharyya, K., Borkotoki, A., Goswami, D., Rabha, B., Baruah, I., &

Srivastava, R. B. (2009). Insecticide Resistance and Detoxifying Enzyme

Acticity in The Principal Bancroftian Filariasis Vector, Culex

quinquefasciatus in Northeastern India. Medical and Veterinary

Entomology, 23 (2): 122-131.

Sayono, Syafruddin, D., & Sumanto, D. (2012). Distribusi Resistensi Nyamuk

Aedes aegypti terhadap Insektisida Sipermetrin di Semarang. Jurnal

UNIMUS, 6 (1): 263-269.

Sembiring, O. (2009). Efektifitas Beberapa Jenis Insektisida terhadap Nyamuk

Aedes Aegypti. Tesis. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Sinkins, S. (2010). Genome Sequence of Aedes aegypti, a Major Arbovirus

Vectors. J Sci, 16 (5832): 1718-1723.

Stenhouse, S. A., Plernsub, S., Yanola, J., Lumjuan, N., Dantrakool, A.,

Choochote, W., & Soombon, P. (2013). Detection of the V1016G

Mutation in the Voltage-gated Sodium Channel Gene of Aedes aegypti

(Diptera: Culicidae) by Allele-specific PCR assay, and Its Distribution and

Effect on Deltamethrin Resistance in Thailand. Parasit Vectors, 6 (1):

1756-1763.

Sucipto, C. D. (2011). Vektor Penyakit Tropis. Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Sukmawati, Ishak, H., & Arsin, A. A. (2018). Uji Kerentanan untuk Insektisida

Malathion dan Cypermethrine (Cyf 50 EC) terhadap Populasi Nyamuk

Aedes aegypti di Kota Makassar dan Kabupaten Barru. Higiene, 4 (1): 41-

47.

Susanti, L., & Boesri, H. (2012). Insektisida Sipermetrin 100 g/l terhadap

Nyamuk dengan Metode Pengasapan. Kemas, 7 (2): 156-163.

Triwibowo, Y. (2006). Teori dan Aplikasi Polymerase Chain Reaction.

Yogyakarta: CV Andi Offset.

Tyasningrum, W. S. (2017). Distribusi Alel 1016G Gen Voltage-Gated Sodium

Channel pada Populasi Aedes aegypti Strain Dataran Tinggi. Skripsi.

Semarang: Universitas Muhammadiyah Semarang.

Untung, K. (2004). Manajemen Resistensi Pestisida Sebagai Penerapan

Pengelolaan Hama Terpadu. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.

Page 63: DETEKSI RESISTENSI Aedes aegypti TERHADAP SIPERMETRIN ...lib.unnes.ac.id/35758/1/6411415099_Optimized.pdf · Reaction (PCR) techniques. The study was conducted to see mutations in

80

WHO. (2011). Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue

and Dengue Haemorrhagic Fever. Geneva: World Health Organization.

WHO. (2013). Test Procedures for Insecticide Resistance Monitoring in Vector

Mosquitoes. Geneva: World Health Organization.

WHO. (2014). Dengue and Severe Dengue. Geneva: World Health Organization.

WHO. (2016). Monitoring and Managing Insecticide Resistance in Aedes

mosquito populations (Interim Guidance for Entomologists). Geneva:

World Health Organization.

Widianti, T., & Anggraito, Y. U. (2017). Buku Ajar Biologi Molekuler. Semarang:

UNNES.

Widiarti, Boewono, D. T., Syafruddin, D., Garjito, T. A., Tunjungsari, R., & Asih,

P. B. (2012). Identifikasi Mutasi Noktah pada ”Gen Voltage Gated

Sodium Channel” Aedes aegypti Resisten terhadap Insektisida Pyrethroid

di Semarang Jawa Tengah. Buletin Penelitian Kesehatan, 40 (1): 31-38.

Widiastuti, D., Sunaryo, Pramestuti, N., Sari, T. V., & Wijayanti, N. (2015).

Deteksi Mutasi V1016G pada Gen Voltage-Gated Sodium Channel pada

Populasi Aedes aegypti (Diptera: Culicidae) di Kabupaten Klaten, Jawa

Tengah dengan Metode Allele-Specific PCR. Vektora, 7 (2): 65-70.

Yudhana, A., Praja, R. N., & Yunita, M. N. (2017). Deteksi Gen Resisten

Insektisida Organofosfat. Jurnal Veteriner, 18 (3): 446-452.

Yusuf, Z. K. (2010). Polymerase Chain Reaction (PCR). Saintek, 5 (6): 1-6.

Zottel, C., & Kaufman, P. (2016). Aedes aegypti (Linaeus) (Insecta: Diptera:

Culicidae). University of California.