pupillary reaction

22
PUPILLARY REACTION ANATOMI DAN FISIOLOGI LINTASAN PUPIL Pupil merupakan lubang pada iris dan fisiologinya merupakan indikator (petunjuk) mengenai status fungsional jaringan sekitarnya dan keadaan retina serta keadaan struktur intracranial. Pupil bisa melebar dan mengecil, dan mempunyai fungsi : a) Mengatur jumlah cahaya yang mencapai retina b) Mengurangi aberasi sferis dan aberasi kromatis c) Meningkatkan keadalaman focus Diameter pupil normal pada adaptasi gelap adalah 4,5 - 7 mm, sedangkan pada adaptasi terang adalah 2,5 – 6 mm. Pupil yang kecil disebut miosis dengan diameter kurang dari 3 mm, dan pupil yang lebar disebut midriasis dengan diameter 6 mm. Ukuran pupil ditentukan oleh beberapa faktor yang meliputi umur, status emosi, tingkat kewaspadaan, tingkat iluminasi retina, jarak melihat jauh atau dekat, dan besarnya usaha akomodasi. Lintasan pupil terdiri dari bagian aferen dan bagian eferen. Bermula dari sel-sel di retina dan berakhir di daerah pretektum, sedangkan bagian eferen dibagi menjadi lintasan parasimpatis dan lintasan simpatis. Pusat pengaturan supranuklear adalah dari lobus frontalis (kewaspadaan) dan lobus oksipitalis (akomodasi). Fungsi pupil tergantung dari integritas lintasan pupillomotor yang terdiri dari : 1

Upload: kartika-prasasti-taqi

Post on 05-Jul-2015

2.308 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pupillary Reaction

PUPILLARY REACTION

ANATOMI DAN FISIOLOGI LINTASAN PUPIL

Pupil merupakan lubang pada iris dan fisiologinya merupakan indikator (petunjuk)

mengenai status fungsional jaringan sekitarnya dan keadaan retina serta keadaan struktur

intracranial. Pupil bisa melebar dan mengecil, dan mempunyai fungsi :

a) Mengatur jumlah cahaya yang mencapai retina

b) Mengurangi aberasi sferis dan aberasi kromatis

c) Meningkatkan keadalaman focus

Diameter pupil normal pada adaptasi gelap adalah 4,5 - 7 mm, sedangkan pada adaptasi

terang adalah 2,5 – 6 mm. Pupil yang kecil disebut miosis dengan diameter kurang dari 3 mm,

dan pupil yang lebar disebut midriasis dengan diameter 6 mm. Ukuran pupil ditentukan oleh

beberapa faktor yang meliputi umur, status emosi, tingkat kewaspadaan, tingkat iluminasi retina,

jarak melihat jauh atau dekat, dan besarnya usaha akomodasi.

Lintasan pupil terdiri dari bagian aferen dan bagian eferen. Bermula dari sel-sel di retina

dan berakhir di daerah pretektum, sedangkan bagian eferen dibagi menjadi lintasan parasimpatis

dan lintasan simpatis. Pusat pengaturan supranuklear adalah dari lobus frontalis (kewaspadaan)

dan lobus oksipitalis (akomodasi).

Fungsi pupil tergantung dari integritas lintasan pupillomotor yang terdiri dari :

1) Reseptor retina

2) Akson sel-sel ganglion di nervus opticus

3) Khiasma opticum

4) Traktus opticus

5) Brachium colliculus superior

6) Daerah pretektal mesensefalon

7) Neuron-neuron penghubung dari pretektal ke nucleus Edinger-Wetphal

8) Serabut saraf eferen parasimpatis yang berjalan bersama dengan N III

9) Lintasan simpatis sejak dari hipotalamus posterior sampai muskulus dilator pupil.

1

Page 2: Pupillary Reaction

Lintasan Aferen

Sel-sel reseptor aferen adalah berasal dari sel-sel ganglion kecil di retina, yang mengirim

serabut pupil-omotoris aferen bersama serabut visual (20% pupilomotor dan 80% visual).

Serabut pupilomotoris juga mengalami hemidikusasio di khiasma opicum, kemudian berjalan

di dalam traktus optikus tetapi tidak berakhir di korpus genikulatum laterale. Serabut

pupilomotoris aferen ini memisahkan diri dari serabut visual dan memasuki mid brain (otak

tengah, mesensefalon), lewat brachium kolikulus superior dan bersinaps di nucleus pretektalis

sepihak (ipsilateral). Masing-masing nucleus pretektalis mengirim neuron ke nucleus Edinger-

westphal (yang merupakan subnukleus N III), baik ipsilateral maupun kontralateral. Ini

penting untuk memahami mekanisme refleks cahaya pupil direk dan indirek.

Lintasan Eferen

Terdiri atas lintasan eferen parasimpatis dan simpatis

Lintasan Eferen Parasimpatis

Serabut eferen parasimpatis pupil nerasal dari nucleus Edinger Westphal, dan

keluar dari batang otak bersama N III sampai fisura orbitalis superior, kemudian

ikut cabang inferior untuk menuju ganglion siliaris dan terjadi pergantian neuron

disini, lalu menuju muskulus siliaris (untuk akomodasi), dan muskulus sfingter

pupil untuk miosis.

2

Page 3: Pupillary Reaction

Lintasan Eferen Simpatis

Lintasan eferen simpatis bermula dari hipotalamus posterolateralis, lalu berakhir

di pusat siliospinalis budge di medulla spinalis, berakhir di ganglion servikalis

pada bifurcation karotis. Serabut postganglioner darisini berjalan mengikuti

arteria karotis interna dan di sinus kavernosus memisahkan diri dari a.carotis

interna dan bergabung dengan N V-1 (oftalmicus) masuk ke orbita lewat fissura

orbitalis superior, lalu menuju muskulus dilator pupil.

Dengan demikian patologi pupil sangat luas dan meliputi keadaan patologi mata, di

intracranial, dan daerah dada dan leher. Pada adanya kelainan pupil demikian perlu dicari adanya

kelainan lain pada mata serta ada tidaknya tanda dan gejala neurologis yang menyertai. Beberapa

patologi pupil yang penting akan di bahas pada referat ini.

Patologi pupil yang akan dibahas adalah :

1. Afferent Pupillary Defect (APD)

2. Adie’s Syndrome

3. Argyll Robertson Pupil

4. Sindrom Horner

5. Anisokoria

1. AFFERENT PUPILLARY DEFECT (APD)

Salah satu penilaian terpenting yang harus dilakukan pada pasien yang mengeluhkan

penurunan pengelihatan adalah menentukan apakah keluhan tersebut disebabkan oleh masalah

pada mata (misalnya katarak) atau oleh masalah nervus opticus yang cenderung lebih serius.

Bila terdapat suatu lesi di nervus opticus, refleks pupil terhadap cahaya (baik refleks

langsung di mata yang dirangsang dan refleks konsensual di mata sebelahnya) kurang kuat

saat mata yang sakit dirangsang dibandingkan saat mata yang normal dirangsang. Fenomena

ini disebut defek pupil afferent relative (Relative Afferent Pupillary Defect, RAPD) atau

sering dikenal dengan Marcus-Gunn Pupil. Fenomena ini juga akan positif bila terdapat suatu

lesi besar di retina atau lesi berat di makula. Katarak yang padat sekalipun tidak mengganggu

3

Page 4: Pupillary Reaction

respon pupil. Penyebab penurunan pengelihatan unilateral tanpa defek pupil aferen termasuk

gangguan refraksi, kekeruhan media selain katarak, seperti kekeruhan kornea atau perdarahan

vitreus, ambliopia, penurunan pengelihatan fungsional. Pada lesi di brachium colliculus

superioris, dapat terjadi defek pupil aferen relative dengan fungsi pengelihatan yang normal.

Penyebab

Relative Afferent Pupillary Defect (RAPD) dapat terjadi karena berbagai penyebab,

namun tidak ada yang menyebabkan hilangnya persepsi pengelihatan secara total :

1) Central Retinal Artery occlusion (CRAO)

2) Central Retinal Vein occlusion (CRVO)

3) Optic Atrophy

4) Marked retinal detachment

5) Anterior Ischemic Optic Neuropathy (AION)

6) Branch Retinal Vein Occlusion (BRVO)

7) Asymmetric Primary Open Angle Glaucoma (POAG)

8) Optic Neuritis

Diagnosis

Diagnosis RAPD adalah dengan “Tes Ayun Cahaya” atau “Swinging Flashlight Test”.

Dilakukan dengan cara memnerikan cahaya pada mata pada ruangan yang agak gelap,

menggunakan penlight terang dengan cahaya yang terfokus. Pada saat tes, pasien diharuskan

memfiksasi pengelihatan pada satu target untuk menghindari akomodasi. Cahaya yang

diberikan harus langsung sesuai pada axis mata untuk mengiluminasi pupil yang satu dengan

yang lainnya. Tes ayun cahaya didiamkan selama 3 – 5 detik tiap mata dan harus dilakukan

bergantian.

4

Page 5: Pupillary Reaction

Hasil Tes Ayun Cahaya Pada Mata Normal :

Hasil Tes Ayun Cahaya pada RAPD :

Misalnya pada adanya neuritis optic mata kanan yang ringan, maka serabut aferen

pupilomotor akan mengalami gangguan ringan. Refleks pupil direk mata kanan lebih lemah

dibanding refleks indirek (mata kiri disinari dan mata kanan pupilnya menyempit). Jadi mata

kanan mengalami defek aferen relative, sedangkan eferen ke mata kanan maupun kiri adalah

normal. Pada mata kiri aferennya adalah normal dan eferen kedua mata juga normal.

Defek pupil aferen relatif terjadi karena lesi ringan nervus opticus unilateral atau defek

kedua nervus opticus tetapi asimetris, artinya yang satu lebih berat dari yang lain. Defek

aferen relative dapat ditunjukkan sebagai berikut : Misalnya mata kanan mengalami defek

relative (lebih berat) daripada mata kiri. Mula-mula mata kanan disinari sehingga pupil kanan

5

Page 6: Pupillary Reaction

mengecil. Kemudian lampu senter dengan segera dipindahkan ke kiri dan ternyata pupil kiri

masih dapat dikecilkan lebih lanjut. Kalau lampu senter dari mata kiri ini segera dipindahkan

ke kanan, maka pupil mata kanan mengalami dilatasi.

Defek pupil aferen absolut adalah istilah yang digunakan bila tidak ada refleks pupil

terhadap cahaya pada mata yang buta total (amaurotik). Penyinaran mata yang normal akan

tetap menimbulkan respon langsung di mata tersebut dan respons konsensual di mata yang

buta tadi.

Suatu defek pupil aferen tetap dapat diketahui bila satu pupil tidak terlihat, akibat

penyakit kornea, atau tidak dapat merespons akibat kerusakan struktural atau kerusakan pada

persarafannya, mis., kelumpuhan nervus ketiga, dengan melakukan pemeriksaan pada pupil

yang normal.

6

Page 7: Pupillary Reaction

2. ADIE’S SYNDROME

Definisi

Sindrom Adie, kadang-kadang dikenal sebagai sindrom Holmes-Adie atau Adie's

Tonik Pupil, adalah gangguan neurologis yang mempengaruhi pupil dan sistem saraf

otonom. Hal ini ditandai oleh satu mata dengan pupil yang lebih besar dari normal dan

mengalami konstriksi perlahan dalam cahaya terang (pupil tonik), bersama dengan tidak

adanya refleks tendon dalam, biasanya pada tendon Achilles.

Penyakit ini dinamai sesuai dengan ahli neurologi Inggris William John Adie. Hal

ini disebabkan oleh kerusakan serat-serat postganglionik dari persarafan parasimpatis

mata, biasanya oleh infeksi virus atau bakteri yang menyebabkan peradangan, dan

mempengaruhi pupil dari mata dan sistem saraf otonom.

Epidemiologi

Kondisi ini terjadi paling sering pada wanita pada dekade kedua atau ketiga (2.6:1

dominan perempuan) dan mungkin berhubungan dengan hilangnya reflex tendo lutut,

tetapi tidak ada komplikasi neurologis lainnya. Rata-rata usia onset adalah 32 tahun.

Gejala dan Tanda

Sindrom Adie hadir dengan tiga gejala ciri khas, yaitu setidaknya satu pupil

abnormal melebar (mydriasis), hilangnya refleks tendon dalam dan diaforesis (keringat

berlebihan). Tanda-tanda lain mungkin termasuk hyperopia karena paresis akomodatif,

fotofobia dan kesulitan membaca.

Sindrom ini dimulai secara bertahap pada satu mata, dan sering berkembang untuk

melibatkan mata yang lain. Pada awalnya, hanya dapat menyebabkan hilangnya refleks

tendon dalam pada satu sisi tubuh, tapi kemudian ke sisi lainnya. Gejala pada mata dan

refleks mungkin tidak akan muncul pada waktu yang sama. Orang dengan HAS juga

dapat berkeringat berlebihan, kadang-kadang hanya pada satu sisi tubuh. Beberapa

individu juga akan memiliki kelainan kardiovaskular. Gejala HAS dapat muncul sendiri,

atau dalam hubungan dengan penyakit lain dari sistem saraf, seperti sindrom Sjogren atau

migrain.

7

Page 8: Pupillary Reaction

Karakteristik dari Sindrom pupil tonik

1. Midriasis relative dalam pencahayaan terang

2. Reaksi cahaya lemah hingga tidak ada reaksi

3. Konstriksi perlahan terhadap pemberian sinar yang lama

4. Dilatasi yang perlahan setelah pemberian sinar

5. Palsi pada sfingter iris

6. Cacat akomodasi

7. Pupil mengerut dengan Mecholyl 2,5%, pilocarpine 0,125%

8. Berhubungan dengan berkurangnya refleks tendon dalam

Pada sindrom Holmes-Adie pupil, pasien secara tiba-tiba mengalami

dilatasi pada satu pupil yang dapat berhubungan dengan penglihatan kabur, sebagian

karena dilatasi pupil, tetapi juga karena paresis akomodasi di sisi itu.

Lokasi lesi mungkin berada pada ganglion siliary. Serat parasimpatis baik untuk

akomodasi dan sfingter pupil terganggu. Ini adalah lesi perifer pada sebagian saraf ketiga

yang jinak dan tidak perlu dikhawatirkan.

Pada pemeriksaan, pupil ditemukan melebar. Pemeriksaan reaksi pupil biasanya

menunjukkan reaksi yang lemah terhadap cahaya. Dilatasi pupil juga jauh lebih lambat

dibandingkan dengan mata yang satunya.

Hal ini jelas penting untuk membedakan antara sindrom Holmes-Adie yang jinak dan

keadaan penekanan saraf ketiga yang lebih serius, misalnya aneurisma pada sirkulus

Willisi. Akomodasi dan reaksi pupil terpengaruh dalam kedua kasus tersebut tetapi lesi

saraf ketiga biasanya dikaitkan dengan parese dari otot luar mata. Perbedaan penting

antara dampak dari kedua keadaan diatas adalah bahwa lesi saraf ketiga mempengaruhi

suplai saraf parasimpatis praganglionik sedangkan lesi pada ganglion siliary di

postganglionik menyebabkan meningkatnya kepekaan reseptor otot sfingter terhadap

asetilkolin. Sensitivitas denervasi dari pupil dapat ditunjukkan dengan memberikan satu

tetes dari analog asetilkolin, metacholine klorida 2,5% (Mecholyl), ke dalam konjungtiva,

pupil yang myotonik akan mengecil.

8

Page 9: Pupillary Reaction

Etiologi

HAS dianggap hasil dari infeksi virus atau bakteri yang menyebabkan peradangan

dan kerusakan neuron di ganglion ciliary, yang merupakan area otak yang mengontrol

gerakan mata, dan ganglion tulang belakang, area otak yang terlibat dalam respon sistem

saraf otonom.

Diagnosis

Uji klinis dapat menunjukkan parese sfingter iris atau pergerakan vermiformis iris.

Tonik pupil dapat menjadi lebih kecil (miotik) dari waktu ke waktu yang disebut sebagai

"little old Adie's".

Pengujian dengan dosis rendah (1/8%) pilocarpine dapat menyempitkan pupil

tonik karena supersensitivity denervasi kolinergik. Pupil yang normal tidak akan

mengalami konstriksi dengan dosis encer dari pilocarpine. CT scan dan MRI mungkin

berguna dalam pengujian diagnostik fokus refleks hypoactive.

Tatalaksana

Dokter mungkin meresepkan kacamata baca untuk mengkompensasi gangguan

penglihatan di mata yang terkena, dan tetes pilocarpine dipakai 3 kali sehari untuk

mengobati pupil yang melebar. simpatektomi Thoracic, adalah pengobatan definitif yang

melibatkan gangguan pada saraf simpatik yang berat.9

Page 10: Pupillary Reaction

Prognosis

Sindrom Adie tidak mengancam kehidupan. Dengan demikian, tidak ada angka

kematian yang berkaitan dengan kondisi ini, namun hilangnya refleks tendo dalam adalah

permanen dan mungkin semakin progresif.

Beberapa gejala gangguan tersebut dapat berlanjut. Bagi kebanyakan orang,

pilocarpine tetes dan kacamata akan memperbaiki penglihatan.

3. ARGYLL ROBERTSON PUPIL

Argyll Robertson pupil, merupakan pupil yang berespon menjadi miosis saat

berakomodasi namun gagal bereaksi terhadap cahaya langsung, telah dijelaskan dalam

literature medis selama lebih dari satu abad. Reaksi pupil ini merupakan cara sederhana untuk

memastikan keutuhan dari jalur saraf optik dan ini adalah tanda dari gangguan neurologis

seperti neurosifilis, neurosarcoidosis dan multiple sclerosis.

Sejarah Perspektif

Douglas Argyll Robertson lahir di Edinburgh, Skotlandia pada tahun 1837. Robertson

mendapatkan gelar medisnya dari St. Andrews University pada tahun 1857. Dia belajar

ophthalmology di praha, Cekoslovakia, dan bekerja di Berlin, Jerman dengan ophtalmologis

Von Graefe.

Kontribusi pertama kali Robertson dalam ophtalmologi ditandai pada tahun 1863, saat

dia melaporkan efek kacang Calabar pada mata. Zat aktif pada kacang Calabar adalah

physostigmine, suati kolinesterase inhibitor. Robertson menunjukkan efek antagonis kacang

Calabar terhadap atropine, dan zat aktif ini menjadi obat pertama terhadap glaucoma.

Robertson pertama kali menjelaskan tentang Argyll Robertson pupil pada laporan kasus

dari pasien dengan penyakit spinal pada tahun 1863. Sepuluh bulan setelah ia

mempublikasikan laporan kasus pertamanya, Robertson kembali mempublikasikan empat

kasus yang mirip. Meskipun tidak adanya respon pupil terhadap cahaya pada pasien penyakit

spinal telah dilaporkan sebelumnya, Robertson adalah orang yang pertama kali menyadari

bahwa pupil masih bereaksi dengan stimulus melihat dekat.

10

Page 11: Pupillary Reaction

Robertson yakin hal yang lesi yang menyebabkan hal ini dapat ditemukan di cervival

sumsum tulang belakang, dan dia menamakan kelainan ini sebagai spinal miosis. Selama

hamper tiga decade setelah Robertson menjelaskan spinal miosis, gangguan seperti tabes

dorsalis, paresis umum dan lues susunan saraf pusat akhirnya ditemukan dan terkait dengan

spectrum yang menjadi satu yaitu neurosifilis. Pupil Argyll Robertson menjadi penanda

umum yang patognomonik terhadap neurosifilis, dan tanda ini telah ditemukan pada penyakit

susunan saraf pusat yang lain.

Patofisiologi

Pada Pupil Argyll Robertson, pupil lebih baik berespon pada akomodasi disbanding

dengan stimulus terhadap cahaya, ini dikarenakan lesi yang terjadi terdapat pada lokasi jaras

refleks cahaya yang relatif dorsal atau pada lokasi jaras refleks dekat yang relatif lebih

ventral. Penyebab paling sering adalah infeksi sifilis tapi dapat juga disebabkan oleh berbagai

lesi pada midbrain seperti: neoplasma, vaskuler, inflamasi dan demielinisasi.

Gejala Klinis

Pupil tidak bereaksi baik terhadap stimulus cahaya tapi reaksi akomodasi baik. Sebagian

besar kasus Argyll Robertson bersifat bilateral dan pupil biasanya irregular. Gambaran

karakteristik sindrom Argyll Robertson adalah:

- Fungsi visual utuh

- Harus ada penyakit sifilis yang menyertai

- Refleks cahaya menurun

- Miosis

- Bentuk pupil irregular

- Bilateral, asimetrik

- Atrofi iris

11

Page 12: Pupillary Reaction

4. SINDROM HORNER

Sindrom horner disebabkan oleh suatu lesi di jaras simpatis, bias di bagian sentralnya,

yang berjalan dari hipotalamus posterior melalui batang otak ke korda spinalis bagian atas

(C8-T2); atau di bagian praganglionnya, yang keluar dari korda spinalis dan bersinaps di

ganglion servikalis (stelata) superior; atau di bagian pascaganglionnya, dari ganglion

servikalis superior melalui pleksus karotikus dan divisi oftalmikus nervus trigeminus, yang

masuk ke dalam orbita. Serat-serat simpatis kemudian mengikuti cabang nasiciliaris divisi

oftalmikus nervus trigeminus dan nervus ciliaris longus ke iris dan mempersarafi otot muller

dan dilator iris. Kelumpuhan otot dilator iris menyebabkan miosis, yang tampak lebih jelas

pada cahaya suram. Pematangan melanosit di iris seorang bayi tergantung pada persarafan

simpatis; dengan demikian, bila terdapat lesi simpatis kongenital, iris jadi kurang berpigmen

(tampak lebih biru). Kelumpuhan otot Muller menimbulkan proptosis.

Pada sindrom yang lengkap dijumpai :

1) Miosis unilateral,

2) Ptosis parsial

3) Enofthalmus karena celah mata yang agak menyempit

4) Tidak adanya keringat di wajah dan leher ipsilateral. Wajah berkeringat normal pada

lesi pascaganglion karena serat-serat pascaganglion ke wajah untuk pengeluaran

keringat mengikuti arteri karotis eksterna dan bukannya arteri karotis interna.

12

Page 13: Pupillary Reaction

Sindrom Horner sentral dapat disebabkan infark batang otak, khususnya infark medulla

lateral (sindrom Wallenberg), siringomielia, atau tumor korda servikalis. Sindrom Horner

praganglionik dapat disebabkan oleh servikal rib, fraktur vertebra servikalis, lesi di apeks

paru-terutama karsinoma bronkogenik (sindrom pancoast) atau cedar pleksus brachialis.

Sindrom Horner pascaganglionik dapat disebabkan oleh diseksi arteri karotis, tumor dasar

tengkorak atau sakit kepala cluster. Lokalisasi sindrom horner sentral dan praganglionik

umumnya jelas, sesuai ciri-ciri klinis yang menyertainya. Serangan akut sindrom horner yang

nyeri dan terisolasi, terutama dengan riwayat trauma leher dalam waktu dekat atau disertai

dengan nyeri di leher atau rahang, perlu segera diperiksakan untuk mencari adanya diseksi

karotis, yang dapat menyebabkan stroke akibat thrombosis dan emboli. Sindrom Horner yang

berkaitan dengan nyeri kronik pada wajah, terutama bila disertai dengan kelumpuhan nervus

kranialis kelima, keenam, ketiga, keempat, atau kedua, perlu diperiksakan adanya tumor di

dasar tengkorak.

Uji farmakologik dengan kokain topical di saccus conjunctivalis dapat membedakan

sindrom horner, yang pupilnya tidak berdilatasi, dari anisokor fisiologik. Dapat juga

digunakan apraclonidine topical, yang menyebabkan dilatasi pupil mata yang sakit tetapi tidak

mendilatasi pupil normal. Uji dengan menggunakan tetes hidroksiamfetamin dapat

membedakan lesi sentral dan praganglionik dari pascaganglionik, tetapi zat ini sulit didapat.

5. ANISOKORIA

Anisokoria adalah ketidaksamaan lebar pupil antara kedua mata. Anisokosia esensial atau

anisokoria simpleks atau anisokoria sentral, yaitu lebar pupil mata kanan dan kiri tidak sama,

tetapi perbedaannya hanya kecil (kurang dari 1 mm) dan refleks cahaya maupun refleks

melihat dekat adalah normal. Keadaan demikian disebabkan oleh pengendalian yang asimetris

pada nucleus Edinger-Westphal.

Anisokoria patologis terjadi karena adanya defek eferen parasimpatis atau simpatis pada

satu mata. Pada adanya kebutaan satu mata tidak terjadi anisokoria sebab mata yang sehat

akan memberikan impuls aferen yang sama kuat ke kedua mata, jadi defek aferen tidak

menimbulkan anisokoria dan anisokoria disebabkan oleh defek eferen.

13

Page 14: Pupillary Reaction

KESIMPULAN

Pupil merupakan lubang pada iris dan fisiologinya merupakan indikator (petunjuk)

mengenai status fungsional jaringan sekitarnya dan keadaan retina serta keadaan struktur

intracranial.

Lintasan pupil terdiri dari bagian aferen dan bagian eferen. Bermula dari sel-sel di retina

dan berakhir di daerah pretektum, sedangkan bagian eferen dibagi menjadi lintasan parasimpatis

dan lintasan simpatis. Pusat pengaturan supranuklear adalah dari lobus frontalis (kewaspadaan)

dan lobus oksipitalis (akomodasi).

Patologi pupil sangat luas dan meliputi keadaan patologi mata, di intracranial, dan daerah

dada dan leher. Pada adanya kelainan pupil demikian perlu dicari adanya kelainan lain pada mata

serta ada tidaknya tanda dan gejala neurologis yang menyertai. Beberapa patologi pupil yang

penting adalah : Afferent Pupillary Defect (APD), Adie’s Syndrome, Argyll Robertson Pupil,

Sindrom Horner, Anisokoria.

14

Page 15: Pupillary Reaction

DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan, Daniel G, dkk. Oftalmologi Umum. Edisi 17. Jakarta: Penerbit Widya Medika.

2010.

2. Hartono. Sari Neurooftalmologi. Yogyakarta: Bagian Ilmu Penyakit Mata Fakultas

Kedokteran Universitas Gadjah Mada. 2006.

3. Slamovitz, T. L,MD. Glaser, J.S,MD. Neuro-Oprhtalmology. The Pupils and Accomodation. 2nd Edition. Lippincott Company. Pennsylvania. 1990.

4. Bethesda, MD. 20892. National Institute of Neurological Disorders and Stroke. Office of

Communications and Public Liaison. September 27, 2010.

http://www.ninds.nih.gov/disorders/holmes_adie/holmes_adie.htm

5. Crick, R.P., Khaw, P.T. A Textbook of Clinical Ophtalmology. Neurology. 3 rd Edition.

World Scientific Publishing Co. London. 2003.

6. Gerhard K. Lang, M. D. A Short Textbook of Ophtalmology. Thieme Stuttgart. New

York. 2000.

15