desain pesan

57
PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP DESAIN PESAN DALAM PEMBELAJARAN PAKEM Latar Belakang Manusia memperoleh sebagaian besar dari kemampuannya melalui belajar. Belajar adalah suatu peristiwa yang terjadi didalam kondisi-kondisi tertentu yang dapat diamati, diubah dan dikontrol (Robert M. Gagne, 1977). Kemampuan manusia yang dikembangkan melalui belajar yaitu: pertama; ketrampilan intelektual, informasi verbal, strategi kognitif, ketrampilan motorik, dan sikap. Pendidik dituntut untuk menyediakan kondisi belajar untuk peserta didik untuk mencapai kemampuan-kemampuan tertentu yang harus dipelajari oleh subyek didik. Dalam hal ini peranan desain pesan dalam kegiatan belajar mengajar sangat penting, karena desain

Upload: dedi-yulianto

Post on 22-Dec-2014

481 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

 

TRANSCRIPT

Page 1: Desain pesan

PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP DESAIN PESAN

DALAM PEMBELAJARAN PAKEM

 

Latar Belakang

Manusia memperoleh sebagaian besar dari kemampuannya melalui belajar. Belajar adalah suatu peristiwa yang terjadi didalam

kondisi-kondisi tertentu yang dapat diamati, diubah dan dikontrol (Robert M. Gagne, 1977). Kemampuan manusia yang

dikembangkan melalui belajar yaitu: pertama; ketrampilan intelektual, informasi verbal, strategi kognitif, ketrampilan motorik, dan

sikap.

Pendidik dituntut untuk menyediakan kondisi belajar untuk peserta didik untuk mencapai kemampuan-kemampuan tertentu

yang harus dipelajari oleh subyek didik. Dalam hal ini peranan desain pesan dalam kegiatan belajar mengajar sangat penting, karena

desain pesan pembelajaran menunjuk pada proses memanipulasi, atau merencanakan suatu pola atau signal dan lambang yang dapat

digunakan untuk menyediakan kondisi untuk belajar.

            Makalah ini akan diuraikan tentang aplikasi desain pesan dalam pembelajaran PAKEM yang menekankan pada aspek

pemerolehan kemampuan berdasarkan teori Gagne yaitu ketrampilan intelektual, informasi verbal, strategi kognitif, ketrampilan

motorik, dan sikap.

Page 2: Desain pesan

Konsep dan Prinsip Pembelajaran PAKEM dan Desain Pembelajaran

a. Konsep Pembelajaran PAKEM

PAKEM adalah singkatan dari Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. Aktif dimaksudkan bahwa dalam proses

pembelajaran guru harus menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga siswa aktif bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakan

gagasan. Belajar memang merupakan suatu proses aktif dari si pembelajar dalam membangun pengetahuannya, bukan proses pasif

yang hanya menerima kucuran ceramah guru tentang pengetahuan. Jika pembelajaran tidak memberikan kesempatan kepada siswa

untuk berperan aktif, maka pembelajaran tersebut bertentangan dengan hakikat belajar. Peran aktif dari siswa sangat penting dalam

rangka pembentukan generasi yang kreatif, yang mampu menghasilkan sesuatu untuk kepentingan dirinya dan orang lain.

Kreatif juga dimaksudkan agar guru menciptakan kegiatan belajar yang beragam sehingga memenuhi berbagai tingkat

kemampuan siswa.  Menyenangkan adalah suasana belajar-mengajar yang menyenangkan sehingga siswa memusatkan perhatiannya

secara penuh pada belajar sehingga waktu curah perhatiannya (“time on task”) tinggi. Menurut hasil penelitian, tingginya waktu curah

perhatian terbukti meningkatkan hasil belajar. Keadaan aktif dan menyenangkan tidaklah cukup jika proses pembelajaran tidak efektif,

yaitu tidak menghasilkan apa yang harus dikuasai siswa setelah proses pembelajaran berlangsung, sebab pembelajaran memiliki

sejumlah tujuan pembelajaran yang harus dicapai. Jika pembelajaran hanya aktif dan menyenangkan tetapi tidak efektif, maka

pembelajaran tersebut tak ubahnya seperti bermain biasa.

Secara garis besar, PAKEM dapat dideskripsikan sebagai berikut:

Page 3: Desain pesan

         Siswa terlibat dalam berbagai kegiatan yang mengembangkan pemahaman dan kemampuan  mereka dengan penekanan pada

belajar melalui berbuat.

         Guru menggunakan berbagai alat bantu dan berbagai cara dalam membangkitkan semangat, termasuk menggunakan

lingkungan sebagai sumber belajar untuk menjadikan pembelajaran menarik, menyenangkan, dan cocok bagi siswa.

         Guru mengatur kelas dengan memajang buku-buku dan bahan belajar yang lebih menarik dan menyediakan ‘pojok baca’

         Guru menerapkan cara mengajar yang lebih kooperatif dan interaktif, termasuk cara belajar kelompok

         Guru mendorong siswa untuk menemukan caranya sendiri dalam pemecahan suatu masalah, untuk mengungkapkan

gagasannya, dan melibatkam siswa dalam menciptakan lingkungan sekolahnya.

b. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam melaksanakan PAKEM

1.      Memahami sifat yang dimiliki anak

Pada dasarnya anak memiliki sifat: rasa ingin tahu dan berimajinasi. Anak desa, anak kota, anak orang kaya, anak orang

miskin, anak Indonesia, atau anak bukan Indonesia – selama mereka normal – terlahir memiliki kedua sifat itu. Kedua sifat

tersebut merupakan modal dasar bagi berkembangnya sikap/berpikir kritis dan kreatif. Kegiatan pembelajaran merupakan salah

satu lahan yang harus kita olah sehingga subur bagi berkembangnya kedua sifat anugerah Tuhan tersebut. Suasana pembelajaran

Page 4: Desain pesan

yang ditunjukkan dengan guru memuji anak karena hasil karyanya, guru mengajukan pertanyaan yang menantang, dan guru yang

mendorong anak untuk melakukan percobaan, misalnya, merupakan pembelajaran yang subur seperti yang dimaksud.

2.      Mengenal anak secara perorangan

Para siswa berasal dari lingkungan keluarga yang bervariasi dan memiliki kemampuan yang berbeda. Dalam PAKEM

(Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan) perbedaan individual perlu diperhatikan dan harus tercermin dalam

kegiatan pembelajaran. Semua anak dalam kelas tidak selalu mengerjakan kegiatan yang sama, melainkan berbeda sesuai dengan

kecepatan belajarnya. Anak-anak yang memiliki kemampuan lebih dapat dimanfaatkan untuk membantu temannya yang lemah

(tutor sebaya). Dengan mengenal kemampuan anak, kita dapat membantunya bila mendapat kesulitan sehingga anak tersebut

belajar secara optimal.

3.      Memanfaatkan perilaku anak dalam pengorganisasian belajar

Sebagai makhluk sosial, anak sejak kecil secara alami bermain berpasangan atau  berkelompok dalam bermain. Perilaku ini dapat

dimanfaatkan dalam pengorga-nisasian belajar. Dalam melakukan tugas atau membahas sesuatu, anak dapat bekerja berpasangan atau

dalam kelompok. Berdasarkan pengalaman, anak akan menyelesaikan tugas dengan baik bila mereka duduk berkelompok. Duduk

seperti ini memudahkan mereka untuk berinteraksi dan bertukar pikiran. Namun demikian, anak perlu juga menyelesaikan tugas

secara perorangan agar bakat individunya berkembang.

Page 5: Desain pesan

4.      Mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan kemampuan memecahkan masalah

Pada dasarnya hidup ini adalah memecahkan masalah. Hal tersebut memerlukan kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Kritis

untuk menganalisis masalah; dan kreatif untuk melahirkan alternatif pemecahan masalah. Kedua jenis berpikir tersebut, kritis dan

kreatif, berasal dari rasa ingin tahu dan imajinasi yang keduanya ada pada diri anak sejak lahir. Oleh karena itu, tugas guru adalah

mengembangkannya, antara lain dengan sesering-seringnya memberikan tugas atau mengajukan pertanyaan yang terbuka.

Pertanyaan yang dimulai dengan kata-kata “Apa yang terjadi jika …” lebih baik daripada yang dimulai dengan kata-kata “Apa,

berapa, kapan”, yang umumnya tertutup (jawaban betul hanya satu).

5.      Mengembangkan ruang kelas sebagai lingkungan belajar yang menarik

Ruang kelas yang menarik merupakan hal yang sangat disaran-kan dalam PAKEM. Hasil pekerjaan siswa sebaiknya dipajangkan

untuk memenuhi ruang kelas seperti itu. Selain itu, hasil pekerjaan yang dipajangkan diharapkan memotivasi siswa untuk bekerja

lebih baik dan menimbulkan inspirasi bagi siswa lain. Yang dipajangkan dapat berupa hasil kerja perorangan, berpasangan, atau

kelompok. Pajangan dapat berupa gambar, peta, diagram, model, benda asli, puisi, karangan, dan sebagainya. Ruang kelas yang penuh

dengan pajangan hasil pekerjaan siswa, dan ditata dengan baik, dapat membantu guru dalam KBM karena dapat dijadikan rujukan

ketika membahas suatu masalah.

6.      Memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar

Page 6: Desain pesan

Lingkungan (fisik, sosial, atau budaya) me-rupakan sumber yang sangat kaya untuk bahan belajar anak. Lingkungan dapat ber-

peran sebagai media belajar, tetapi juga sebagai objek kajian (sumber belajar). Peng-gunaan lingkungan sebagai sumber belajar

sering membuat anak merasa senang dalam belajar. Belajar dengan menggunakan ling-kungan tidak selalu harus keluar kelas.

Bahan dari lingkungan dapat dibawa ke ruang kelas untuk menghemat biaya dan waktu. Pe-manfaatan lingkungan dapat

mengembang-kan sejumlah keterampilan seperti meng-amati (dengan seluruh indera), mencatat, merumuskan pertanyaan,

berhipotesis, mengklasifikasikan, membuat tulisan, dan membuat gambar/diagram.

7.      Memberikan umpan balik yang baik untuk meningkatkan kegiatan belajar

Mutu hasil belajar akan meningkat bila terjadi interaksi dalam belajar. Pemberian umpan balik dari guru kepada siswa

merupakan salah satu bentuk interaksi antara guru dan siswa. Umpan balik hendaknya lebih mengungkap kekuatan daripada

kelemahan siswa. Selain itu, cara memberikan umpan balik pun harus secara santun. Hal ini dimaksudkan agar siswa lebih percaya

diri dalam menghadapi tugas-tugas belajar selanjutnya. Guru harus konsisten memeriksa hasil pekerjaan siswa dan memberikan

komentar dan catatan. Catatan guru berkaitan dengan pekerjaan siswa lebih bermakna bagi pengembangan diri siswa daripada

hanya sekedar angka.

8.      Membedakan antara aktif fisik dan aktif mental

      Banyak guru yang sudah merasa puas bila menyaksikan para siswa kelihatan sibuk bekerja dan bergerak. Apalagi jika bangku

dan meja diatur berkelompok serta siswa duduk saling ber-hadapan. Keadaan tersebut bukanlah ciri yang sebenarnya dari

Page 7: Desain pesan

PAKEM. Aktif mental lebih diinginkan daripada aktif fisik. Sering bertanya, mempertanyakan gagasan orang lain, dan

mengungkapkan gagasan merupakan tanda-tanda aktif mental. Syarat berkembangnya aktif mental adalah tumbuhnya perasaan

tidak takut: takut ditertawakan, takut disepelekan, atau takut dimarahi jika salah. Oleh karena itu, guru hendaknya menghilangkan

penyebab rasa takut tersebut, baik yang datang dari guru itu sendiri maupun dari temannya. Berkembangnya rasa takut sangat

bertentangan dengan ‘PAKEM.’

c. Pengelolaan Kelas PAKEM

Seting kelas yang konstruktif didasarkan pada nilai-nilai konstruktif dalam proses belajar, termasuk kolaborasi, otonomi

individu, refleksi, relevansi pribadi dan pluralisme. Seting kelas yang konstruktif akan memberikan kesempatan aktif belajar.

Mengacu pada pendekatan holistik dalam pendidikan, seting kelas konstruktif merefleksikan asumsi bahwa proses pengetahuan dan

pemahaman akuisisi adalah benar-benar melekat pada konteks sosial dan emosional saat belajar. Karakteristik seting kelas konstruktif

untuk belajar adalah terkondisikannya belajar secara umum, instruksi, dan belajar bersama.

Lima metode kunci untuk merancang seting kelas yang konstruktif , yaitu; 1) melindungi pemelajar dari kerusakan praktik

instruksional dengan mengembangkan otonomi dan kontrol pemelajar, mendorong pengaturan diri dan membuat instruksi secara

pribadi yang relevan dengan pemelajar, 2) menciptakan konteks belajar yang mendorong pengembangan otonomi pribadi; 3)

mengkondisikan pemelajar dengan alasan-alasan belajar dalam aktivitas belajar; 4) mendorong pengaturan diri dengan pengembangan

Page 8: Desain pesan

keterampilan dan tingkah laku yang memungkinkan pemelajar meningkatkan tanggung jawab dalam belajarnya; dan 5) mendorong

kesadaran belajar dan pengujian kesalahan (Hadi Mustofa, 1998).

Penataan dan atau pengelolaan kelas dalam PAKEM perlu mempertimbangkan enam elemen Constructivist Learning Design

(CDL) yang dikemukakan oleh Gagnon and Collay, yaitu situation, groupings, bridge, questions, exhibit, and reflections.

Situation, terkait dengan hal-hal berikut; apa tujuan episode pembelajaran yang akan dicapai, apa yang diharapkan setelah

siswa keluar ruangan kelas, bagaimana mengetahui bahwa siswa telah mencapai tujuan, tugas apa yang diberikan kepada siswa untuk

mencapai tujuan, bagaimana deskripsi tugas tersebut (as a process of solving problems, answering question, creating metaphors,

making decisions, drawing conclusions, or setting goals).

Grouping, dapat dilakukan berdasarkan karakteristik siswa atau didasarkan pada karakteristik materi.

Bridge, terkait dengan; aktivitas apa yang dipilih untuk menjembatani atara pengetahuan yang telah dimiliki siswa sebelumnya

dengan pengetahuan baru yang akan dibangun siswa.

Question, pertanyaan apa yang dapat membangkitkan tiap elemen desain (panduan pertanyan apa yang dapat mengintrodusir

situasi, menata pengelompokan, dan membangun jembatan), pertanyaan klarifikasi apa yang digunakan untuk menengetahui cara

berpikir dan aktivitas belajar siswa.

Page 9: Desain pesan

Exhibit,  bagaimana siswa merekan dan memamerkan kreasi mereka melalui demonstrasi cara berpikir mereka dalam

menyelesaikan dan atau memenuhi tugas.

Reflections, bagaimana siswa melakukan refleksi dalam menyelesaikan tugas mereka, apakah siswa ingat tentang ( feeling,

images, and language of their thought), apa sikap, proses, dan konsep yang akan dibawa siswa setelah keluar kelas. Keenam elemen

itu divisualisasikan sebagaimana pada gambar 4.5.

Situation

Reflections

Exhibit

Bridge

Groupings

Questions

Students

Gambar 4. 5: The Relationship Among CLD Elemens (Gagnon and

Collay, 2001: p. 9)

Page 10: Desain pesan

d. Pelaksanaan PAKEM

Gambaran PAKEM diperlihatkan dengan berbagai kegiatan yang terjadi selama proses pembelajaran. Pada saat yang sama,

gambaran tersebut menunjukkan kemampuan yang perlu dikuasai guru untuk menciptakan keadaan tersebut. Berikut adalah tabel

beberapa contoh kegiatan pembelajaran dan kemampuan guru yang bersesuaian.

 

Page 11: Desain pesan

Kemampuan Guru Kegiatan Pembelajaran

1.      Guru merancang dan mengelola KBM yang mendorong siswa untuk berperan aktif dalam pembelajaran.           

Guru melaksanakan pembelajaran dalam kegiatan yang beragam, misalnya:       Percobaan       Diskusi kelompok       Memecahkan masalah       Mencari informasi       Menulis laporan/cerita/puisi       Berkunjung keluar kelas

2.      Guru menggunakan alat bantu dan sumber belajar yang beragam.

Sesuai mata pelajaran, guru menggunakan, misal:       Alat yang tersedia atau yang dibuat sendiri       Gambar       Studi kasus       Nara sumber       Lingkungan

3.      Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan keterampilan.

Siswa:         Melakukan percobaan, pengamatan, atau wawancara         Mengumpulkan data/jawaban dan mengolahnya sendiri         Menarik kesimpulan         Memecahkan masalah, mencari rumus sendiri          Menulis laporan/hasil karya lain dengan kata-kata sendiri

4.      Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasannya sendiri secara lisan atau tulisan.

Melalui:         Diskusi         Lebih banyak  pertanyaan terbuka         Hasil karya yang merupakan pemikiran anak sendiri

5.      Guru menyesuaikan bahan dan kegiatan belajar dengan kemampuan siswa.

         Siswa dikelompokkan sesuai dengan kemampuan (untuk kegiatan tertentu)

         Bahan pelajaran disesuaikan dengan kemampuan kelompok tersebut.         Tugas perbaikan atau pengayaan diberikan

Page 12: Desain pesan

6.      Guru mengaitkan KBM dengan pengalaman siswa sehari-hari.          Siswa menceritakan atau memanfaatkan pengalamannya sendiri.         Siswa menerapkan hal yang dipelajari dalam kegiatan sehari-hari

7.      Menilai KBM dan kemajuan belajar siswa secara terus menerus.

         Guru memantau kerja siswa         Guru memberikan umpan balik

 

 

Desain  Pesan Pembelajaran

Kata desain menunjukkan adanya suatu proses dan suatu hasil. Sebagai suatu proses, desain pesan sengaja dilakukan mulai

dari analisis masalahpembelajaran hingga pemecahan masalah yang disumuskan dalam bentuk produk. Produk yang dihasilkan dapat

dalam bentuk prototipe, naskah atau stori board, dan sebagainya.

Mengenai desain pesan, desain pesan meliputi perencanaan untuk merekayasa bentuk fisik dari pesan atau informasi. Hal

tersebut mencakup prinsip-prinsip perhatian, persepsi, dan daya serap yang mengatur penjabaran bentuk fisik dari pesan atau

informasi, agar terjadi komunikasi antara pengirim dan penerima. Fleming dan Levie (dalam Seel&Richie,1994) membatasi pesan

pada pola-pola isyarat atau simbol yang memodifikasi perilaku kognitif, afektif, dan psikomotor. Desain pesan berurusan dengan

tingkat paling mikro melalui unit-unit kecil seperti bahan visual, urutan, halaman dan layar secara terpisah.

Karakteristik lain dari desain pesan adalah bahwa desain pesan harus bersifat spesifik baik terhadap medianya maupun tugas

belajarnya. Hal ini mengandung arti bahwa prinsip-prinsip desain pesan akan berbeda tergantung apakah medianya bersifat statis,

Page 13: Desain pesan

dinamis atau  kombinasi dari keduanya, misalnya suatu potret, film, atau grafik komputer. Juga apakah tugas belajarnya berupa

pembentukan konsep atau sikap, pengembangan ketrampilan atau strategi belajar, ataukah menghafalkan informasi verbal.

 

Prinsip-prinsip Desain Pembelajaran

 

Berdasarkan pada pembahasan tentang teori-teori belajar kognitif dan teori pemrosesan informasi serta teori komunikasi, dapat

dikembangkan beberapa prinsip yang dapat dijadikan pedoman dalam kegiatan desain pesan pembelajaran. Ada lima prinsip utama

desain pesan pembelajaran yaitu:

1. Prinsip kesiapan dan motivasi

            Prinsip ini mengatakan bahwa jikadalam kegiatan pembelajaran siswa/peserta belajar memilki kesiapan seperti kesiapan

mental, serta kesiapan fisik dan motivasi tinggi, maka hasil belajar akan lebih baik..

            Kesiapan mental diartikan sebagai kesipan kemampuan awal, yaitu pengetahuan yang telah dimiliki siswa belajar yang dapat

dijadikan pijakan untuk mempelajari materi baru. Oleh sebab itu, dalam menyusun desain pesan, guru harus lebih dahulu mengetahui

kesiapan siswa melalui tes penjajagan atau tes prasayarat belajar yang diberikan pada siswa. Jika diketahui pengetahuan awal siswa

belum mencukupi, maka dapat diadakan pembekalan/matrikulasi.

Page 14: Desain pesan

            Sedangkan kesiapan fisik, berarti bahwa siswa dalam melakukan kegiatan belajar tidak mengalami kekurangan atau halangan,

sebagai faktor yang sangat berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar. Misalnya untuk belajar musik siswa tidak boleh terganggu

pendengarannya. Sedangkan motivasi adalah merupakan dorongan yang menyebabkan seseorang untuk melakukan atau tidak

melakukan sesuatu. Dorongan itu bisa berasal dari dalam atau luar. Semakin tinggi motivasi siswa untuk belajar, semakin tinggi pula

proses dan hasil belajarnya. Oleh karena itu, dalam kegiatan pembelajaran hendaknya guru berupaya mendorong motivasi siswa

dengan menunjukkan pentingnya mempelajari pesan pembelajaran yang sedang dipelajari.

2. Prinsip penggunaan alat pemusat perhatian

Prinsip ini mengatakan bahwa jika dalam proses belajar perhatian siswa/si belajar terpusat pada pesan yang dipelajari, maka

proses dan hasil belajar akan semakin baik. Perhatian memegang peranan penting dalam kegiatan belajar. Semakin baik perhatian

siswa, proses dan hasil belajar akan semakin baik pula.

Cara-cara yang dapat digunakan untuk mengarahkan perhatian siswa antara lain:

     Mengaitkan pelajaran dengan pengalaman atau kehidupan siswa

     Menggunakan alat pemusat perhatian seperti peta konsep, gambar, bagan, dan media-media pembelajaran visual lainnya.

     Menghubungkan pesan pembelajaran yang sedang dipelajari dengan topik-topik yang sudah dipelajari.

Page 15: Desain pesan

     Menggunakan musik penyeling

     Mencipatakan suasana riang

     Teknik penyajian yang bervariasi

     Mengurangi bahan/matteri yang tidak relevan

3. Prinsip partisipasi aktif siswa

Meliputi aktifitas, kegiatan, atau proses mental, emosional maupun fisik. Contoh aktifitas mental misalnya mengidentifikasi,

membandingkan, menganalisis, dan sebagainya. Sedangkan yang termasuk aktifitas emosional misalnya semangat, sikap, positif

terhadap belajar, motivasi, keriangan, dan lain-lain. Contoh aktifitas fisik misalnya melakukan gerak badan seperti kaki, tangan untuk

melakukan ketrampilan tertentu.

Cara-cara yang dapat digunakan untuk mengaktifkan siswa adalah:

     Memberikan pertanyaan-pertanyaan ketika proses pembelajaran berlangsung

     Mengerjakkan latihan pada setiap akhir suatu bahasan

Page 16: Desain pesan

     Membuat percobaan dan memikirkan atas hipotesis yang diajukan

     Membentuk kelompok belajar

     Menerapkan pembelajaran kontekstual, kooperatif, dan kolaboratif

4. Prinsip Umpan Balik

Umpan balik adalah informasi yang diberikan kepada siswa mengenai keberhasilan atau kekurangan dalam belajarnya. Upaya

yang dapat dilakukan oleh guru dalam memberikan umpan balik diantaranya dengan memberikan soal atau pertanyaan kepada siswa,

kemudian memberitahunya dengan benar. Memberikan tugas, kemudian memberitahukan tugas apakah tugas yang dikerjakan sudah

benar. Kembalikan pekerjaan siswa yang telah dikoreksi, dinilai, atau diberi komentar/catatan oleh guru.

5. Prinsip Perulangan

Mengulang-ulang penyajian informasi atau pesan pembelajaran. Proses penguasaan materi pembelajaran atau ketrampilan

tertentu memerlukan perulangan.. tidak  adanya perulangan akan mengakibatkan informasi atau pesan pembelajaran tidak bertahan

lama dalam ingatan, dan informasi tersebut mudah dilupakan.

Page 17: Desain pesan

Upaya mengulang informasi dapat dilakukan dengan cara yang sama dan dengan media yang sama. Misalnya media kaset

diputar berulang-ulang, membaca buku dua atau tiga kali. Perulangan dapat juga dengan cara dan media yang berbeda pula. Misalnya

setelah mendengar metode ceramah, siswa diminta untuk membaca buku dengan topik yang sama. Penggunaan epitome, advance

organizer, rangkuman, atau kesimpulan.

Aplikasi Desain Pesan dalam Kegiatan Belajar Mengajar PAKEM

Terjadinya belajar dilihat dari adanya perbedaan kecakapan seseorang antara sebelum dan sesudah mengalami dan berada

dalam situasi belajar tertentu. PAKEM memungkinkan pebelajar memperoleh kemampuan berdasarkan teori Gagne yaitu ketrampilan

intelektual, informasi verbal, strategi kognitif, ketrampilan motorik, dan sikap. Berikut akan dijelaskan masing-masing  defini

kemampuan tersebut,dan pengintregasian prinsip desain dengan pendekatan PAKEM akan dijelaskan dalam matrik.

Ketrampilan Intelektual yang dimaksud ketrampilan intelektual adalah kemampuan untuk menggunakan lambang-lambang

seperti bilangan, bahasa, dan lambang-lambang lainnya yang mewakili benda-benda nyata pada lingkungan individu. Ketrampilan

intelektual dibagi menjadi empat kategori yaitu diskriminasi,konsep,aturan dan pemecahan masalah.

Diskriminasi adalah kemampuan untuk memberi respon yang berbeda terhadap stimuli yang berbeda satu dengan yang lain

menurut satu dimensi fisik atau lebih. Konsep adalah kemampuan yang memungkinkan individu untuk mengidentifikasi stimulus yang

Page 18: Desain pesan

mempunyai karakteristik walaupun stimulinya berbeda secara menyolok. Aturan adalah subyek dapat merespon hubungan dan

kesatuan obyek. Pemecahan masalah aturan-aturan yang lebih komplek untuk memecahkan masalah.

Strategi kognitif meliputi kemampuan yang dipergunakan untuk mengelola proses perhatian belajar, mengingat, dan berfikir.

Kemampuan informasi verbal terkait dengan mempelajari fakta-fakta, mempelajari serangkaian informasi yang terorganisasikan.

Ketrampilan sikap adalah keadaan internal yang komplek yang mempengaruhi pemilihan tingkah laku itu sendiri. Ketrampilan

motorik adalah kemampuan yang dipelajari untuk melakukan kecakapan yang hasilnya dicerminkan oleh adanya kecakapan,

ketepatan, dan kelancaran gerakan tubuh.

 

No Jenis Kemampuan Konsep PAKEM Prinsip Desain Pesan Aplikasi

1 Ketrampilan intelektual

Mengembangkan kemampuan

berpikir kritis, kreatif, dan

kemampuan memecahkan masalah

 

Prinsip pengulangan, kesiapan

dan motivasi dan partisipasi

aktif siswa

Secara visual menyajikan

benda, lambang, gambar,

suara, warna,demontrasi,

pemberian contoh-contoh.

Petunjuk-petunjuk dalam

komunikasi verbal

2 Strategi kognitif Guru memberi kesempatan kepada

siswa untuk mengembangkan

keterampilan.

Prinsip pemusat perhatian,

perulangan dan partisipasi aktif

siswa

Penyajian masalah-masalah

baru

Page 19: Desain pesan

Guru memberi kesempatan kepada

siswa untuk mengungkapkan

gagasannya sendiri secara lisan atau

tulisan.

3 Informasi verbal pertanyaan apa yang dapat

membangkitkan tiap elemen desain

(panduan pertanyan apa yang dapat

mengintrodusir situasi, menata

pengelompokan, dan membangun

jembatan), pertanyaan klarifikasi apa

yang digunakan untuk menengetahui

cara berpikir dan aktivitas belajar

siswa.

 

Prinsip perulangan dan umpan

balik

Penyajian komunikasi

verbal, gambar, atau

petunjuk-petunjuk

4 Ketrampilan sikap bagaimana siswa melakukan refleksi

dalam menyelesaikan tugas mereka,

apakah siswa ingat tentang (feeling,

images, and language of their

thought), apa sikap, proses, dan

konsep yang akan dibawa siswa

setelah keluar kelas

Guru mengaitkan KBM dengan

Prinsip perulangan, kesiapan

dan motivasi, partisipasi aktif

siswa

Penyajian yang konsisten

model yang dihargai,

demonstrasi model tingkah

laku yang diharapkan,

demonstrasi tentang

kebahagiaan atau kepuasan

yang dicapainya.

Page 20: Desain pesan

pengalaman siswa sehari-hari.

5 Ketrampilan Motorik bagaimana siswa mereka dan

memamerkan kreasi mereka melalui

demonstrasi cara berpikir mereka

dalam menyelesaikan dan atau

memenuhi tugas

Prinsip perulangan, umpan

balik

Latihan-latihan kontinu,

mengulangi gerakan-

gerakan untuk ketepatan,

kecepatan dan kualitas

ketrampilan tertentu.

 

 

 

Tags: teknologi pbljrnPrev: resepNext: Wanita-wani menatareply share

Makalah, oleh Saiful Amien

PENDAHULUAN

Sebelum mendiskusikan pelbagai prinsip yang tersurat dalam handbook of Instructional Message Design[1], ada baiknya kita mengingatkan kembali beberapa terma yang berkaitan dengan pokok bahasan ini. Dengan begitu, diharapkan prinsip-prinsip persepsi di atas dapat diletakkan sesuai

Page 21: Desain pesan

foldernya dalam khazanah pengetahuan kita. Beberapa istilah ini telah disinggung dalam pengantar buku ini, dan kami hanya berupaya untuk menampilkan kembali dan memberinya “catatan kaki”:

1. Pesan (message) ialah suatu pola tanda/lambang, baik berupa kata maupun gambar, yang dimaksudkan untuk mengubah prilaku kognitif (berpikir), afektif (bersikap) dan psikomotorik (bertindak) seseorang atau kelompok[2].

2. Rancangan (design) ialah proses analisis dan sintesis yang dimulai dengan suatu problem komunikasi dan diakhiri dengan rencana solusi operasional.[3]

3. Pembelajaran (instuction) di sini tidak hanya merujuk kepada konteks pembelajaran formal di ruang kelas, di mana pemerolehan keterampilan dan konsep tertentu merupakan tujuan sentralnya, tetapi juga mencakup seluruh apa yang terkandung dalam istilah “komunikasi”, termasuk konteks pembelajaran informal, di mana sikap dan emosi amat diperhatikan.[4]

4. Rancangan pesan pembelajaran (instructional message design) ialah rencana proses rekayasa (manipulasi) pola tanda dan simbol yang menghasilkan pelbagai kondisi belajar. Dalam hal ini, Asumsi yang dikembangkan oleh Fleming dan Levie adalah bahwa para praktisi pembelajaran bisa menjadi lebih efektif jika mereka memanfaatkan generalisasi (kesimpulan umum) hasil penelitian ilmu-ilmu behavioral. Generalisasi inilah di dalam buku ini disebut sebagai “prinsip”[5].

PERIHAL PERSEPSI

Pengertian persepsi

Kata “persepsi” diambil dari kata berbahasa Inggris “perception”, sebuah kata benda (noun) yang oleh APA Dictionary of Psychology didefinisikan dengan:

“The process or result of becoming aware of object, relationship, and events by means of the senses, which includes such activities as recognizing, observing, and discriminating. These activities enable organisms to organize and interpret the stimuli received into meaningful knowledge.”[6]

Senada dengan pengertian itu Kamus Psikologi terbitan Indonesia mengartikan persepsi sebagai proses dimana seseorang menjadi sadar akan segala sesuatu dalam lingkungannya melalui indera-indera yang dimiliki.[7]

Melengkapi definisi di atas, Atkinson juga menyebut persepsi sebagai proses dimana kita mengorganisasi dan menafsirkan pola stimulus ke dalam lingkungan.[8]

Sedangkan Davidoff seperti yang dikutip oleh Walgito mengartikan persepsi sebagai stimulus yang diindera oleh individu, sehingga individu menyadari dan mengerti tentang apa yang diindera itu.[9] Hal ini seperti pengertian kata “percept” dalam bahasa Inggris, yang oleh APA Dictionary of Psychology didefinisikan dengan: “the product of perception: stimulus object or event as experienced by the individual”.[10]

Lebih lanjut Kartono memberikan pengertian tentang persepsi sebagai pengamatan secara global, belum disertai kesadaran, sedang subyek dan obyeknya belum terbedakan satu dari lainnya (baru ada proses “memiliki” tanggapan).[11]

Page 22: Desain pesan

Imanuell Kant seperti yang dikutip oleh Mahmud MD. mengatakan “kita melihat benda-benda itu tidak sebagaimana adanya benda-benda itu sendiri, tetapi sebagaimana adanya diri kita” atau dengan kata lain persepsi itu merupakan pengertian kita tentang situasi sekarang dalam artian pengalaman-pengalaman kita yang telah lalu. Karena itu apa yang kita persepsi pada waktu tertentu akan tergantung bukan saja pada stimulusnya sendiri, tetapi juga pada latar belakang beradanya stimulus itu, misalnya pengalaman-pengalaman sensoris terdahulu, perasaan kita pada waktu itu, prasangka-prasangka, keinginan-keinginan, sikap dan tujuan kita. Lebih lanjut Mahmud mendefinisikan persepsi sebagai penafsiran terhadap stimulus yang telah ada di dalam otak.[12]

Selanjutnya Bruner mengatakan bahwa persepsi adalah proses kategorisasi. Organisme dirangsang oleh suatu masukan tertentu (obyek luar, peristiwa dan lain-lain) dan organisme itu merespon dengan menghubungkan masukan itu dengan salah satu kategori atau golongan obyek-obyek atau peristiwa-peristiwa, proses menghubungkan ini adalah proses yang aktif dimana individu yang bersangkutan dengan sengaja memberikan kategori yang tepat sehingga ia dapat mengenali (memberi arti) kepada masukan tersebut.[13]

Saleh dan Wahab mendefinisikan persepsi sebagai suatu proses yang menggabungkan dan mengorganisasikan data-data indera kita (penginderaan) untuk dikembangkan sedemikian rupa sehingga kita dapat menyadari di sekeliling kita, termasuk sadar akan diri kita sendiri. Definisi persepsi lainnya menurut Saleh dan Wahab menyebutkan bahwa persepsi adalah kemampuan membeda-bedakan, mengelompokkan, memfokuskan perhatian terhadap satu objek rangsang dan dalam proses pengelompokkan dan membedakan ini persepsi melibatkan proses interpretasi berdasarkan pengalaman terhadap satu peristiwa atau objek.[14]

Persepsi pada hakekatnya adalah proses kognitif yang dialami oleh setiap orang di dalam memahami setiap informasi tentang lingkungannya, baik lewat penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan dan penciuman. Kunci untuk memahami persepsi adalah terletak pada pengenalan bahwa persepsi itu merupakan penafsiran yang unik terhadap situasi dan bukannya suatu pencatatan yang benar terhadap situasi.[15]

Adapun pengertian persepsi menurut Desiderato, seperti yang dikutip Jalaludin Rahmat, adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah memberikan makna pada stimuli inderawi (sensory stimuli).[16]

Dari pelbagai definisi di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa persepsi adalah suatu proses pemberian makna atau interpretasi yang mencakup pemahaman, mengenali dan mengetahui suatu objek melalui panca indera (sensasi) sehingga individu menyadari apa yang ia lihat, apa yang di dengar dan sebagainya.

Untuk lebih memperjelas pengertian persepsi, ada baiknya kita membedakannya dengan sensasi (proses menangkap stimuli) seperti dalam pemisalan Jalaluddin Rahmat berikut ini:

Suatu hari Anda menyaksikan kawan Anda sedang melihat-lihat etalase toko. Anda menyergapnya dari belakang, “Bangsat lu. Udah lupa sama aku, ya!” Orang itu membalik. Anda terkejut. Ia bukan kawan Anda, tetapi orang yang belum pernah Anda kenal seumur hidup Anda. Ini bukan kesalahan sensasi, tetapi kekeliruan persepsi. Bila dosen mengatakan “Bagus”, tetapi Anda mendengar “Agus”, Anda keliru sensasi. Tetapi bila saya mengucapkan “Anda cerdas sekali, lalu Anda menerima pujian saya berang, karena Anda kira saya mempermainkan Anda, Anda salah mempersepsi pesan saya.[17]

Page 23: Desain pesan

Proses terjadinya persepsi

Persepsi dapat terjadi bila tiga komponen utama berikut terpenuhi, yaitu :

1. Seleksi atau sensasi, yaitu proses penyaringan oleh indera terhadap rangsangan dari luar, intensitas dan jenisnya dapat banyak atau sedikit.2. Interpretasi yaitu proses mengorganisasikan informasi sehingga mempunyai arti bagi seseorang. Interpretasi dipengaruhi oleh beberapa

faktor, seperti pengalaman masa lalu, sistem nilai yang dianut, motivasi, kepribadian dan kecerdasan. Interpretasi juga bergantung pada kemampuan seseorang untuk mengadakan pengkategorian informasi yang diterimanya, yaitu proses mereduksi informasi yang kompleks menjadi sederhana.

3. Interpretasi ini kemudian di terjemahkan dalam bentuk tingkah laku sebagai reaksi.[18]

Jenis-jenis persepsi

Menurut Irwanto,[19] setelah individu melakukan interaksi dengan obyek-obyek yang dipersepsikan maka hasil persepsi dapat dibagi menjadi dua yaitu :

1. Persepsi positif. Persepsi yang menggambarkan segala pengetahuan (tahu tidaknya atau kenal tidaknya) dan tanggapan yang diteruskan dengan upaya pemanfaatannya.

2. Persepsi negatif. Persepsi yang menggambarkan segala pengetahuan (tahu tidaknya atau kenal tidaknya) dan tanggapan yang tidak selaras dengan obyek yang dipersepsi.

Dapat dikatakan bahwa persepsi itu baik yang positif ataupun yang negatif akan selalu mempengaruhi diri seseorang dalam melakukan suatu tindakan. Dan munculnya suatu persepsi positif ataupun persepsi negatif semua itu tergantung pada bagaimana cara individu menggambarkan segala pengetahuannya tentang suatu obyek yang dipersepsi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang, antara lain:

1. Psikologi. Persepsi seseorang mengenai segala sesuatu di dunia ini sangat dipengaruhi oleh keadaan psikologi, sebagai contoh, terbenamnya matahari di waktu senja yang indah temaram, akan dirasakan sebagai bayang-bayang yang kelabu bagi seseorang yang buta warna.

2. Famili. Pengaruh yang paling besar terhadap anak-anak adalah familinya. Orang tua yang telah mengembangkan suatu cara yang khusus di dalam memahami dan melihat kenyataan di dunia ini, banyak sikap dan persepsi-persepsi mereka yang diturunkan kepada anak-anaknya.

3. Kebudayaan. Kebudayaan dan lingkungan masyarakat tertentu juga merupakan salah satu faktor yang kuat di dalam mempengaruhi sikap, nilai dan cara seseorang memandang dan memahami keadaan di dunia ini.[20]

Sedangkan menurut Krech dan Crutchfield faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi adalah:

Page 24: Desain pesan

1. Faktor-faktor fungsional. Objek-objek yang mendapat tekanan dalam persepsi kita biasanya objek-objek yang memenuhi tujuan individu yang melakukan persepsi. Contohnya pengaruh kebutuhan, kesiapan mental, suasana emosional dan latar belakang terhadap persepsi.

2. Faktor-faktor struktural. Medan perceptual dan kognitif selalu diorganisasikan dan diberi arti. Kita mengorganisasikan stimuli dengan melihat konteksnya.[21]

Ciri-ciri umum persepsi

Ciri-ciri umum dari persepsi menurut Shaleh dan Wahab diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Modalitas: rangsangan yang diterima harus sesuai dengan modalitas tiap-tiap indera, yaitu sifat sensoris dasar dan masing-masing indera (cahaya untuk penglihatan; bau untuk penciuman; suhu bagi perasa; bunyi bagi pendengaran; sifat permukaan bagi peraba dan sebagainya).

2. Dimensi ruang: dunia persepsi mempunyai sifat ruang (dimensi ruang); kita dapat mengatakan atas-bawah, tinggi-rendah, luas-sempit, latar depan-latar belakang, dan lain-lain.

3. Dimensi waktu: dunia persepsi mempunyai dimensi waktu, seperti cepat lambat, tua-muda, dan lain-lain.4. Struktur konteks, keseluruhan yang menyatu: objek-objek atau gejala-gejala dalam dunia pengamatan mempunyai struktur yang menyatu

dengan konteksnya. Struktur dan konteks ini merupakan keseluruhan yang menyatu.[22]

Syarat terjadinya persepsi

Menurut Moskowitz dan Orgel agar individu dapat menyadari dan dapat mengadakan persepsi, ada beberapa syarat yang perlu dipenuhi yaitu :

1. Adanya objek yang dipersepsi. Objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor. Stimulus dapat datang dari luar langsung mengenai alat indera (reseptor), dapat pula datang dari dalam langsung mengenai syaraf penerima (sensoris), yang bekerja sebagai reseptor.

2. Alat indera atau reseptor, yaitu merupakan alat untuk menerima stimulus. Disamping itu harus ada pula syaraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus yang diterima reseptor ke pusat susunan syaraf yaitu otak sebagai pusat kesadaran. Dan sebagai alat untuk mengadakan respons diperlukan syaraf motoris.

3. Untuk menyadari atau untuk mengadakan persepsi sesuatu diperlukan pula adanya perhatian, yang merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam mengadakan persepsi. Tanpa perhatian tidak akan terjadi persepsi.

Dari hal-hal diatas dapat disimpulkan bahwa untuk mengadakan persepsi ada syarat-syarat yang bersifat fisik atau kealaman, fisiologis, dan psikologis[23]

PRINSIP PERSEPSI DAN DESAIN PESAN

Prinsip dasar (pernyataan umum) persepsi

Fleming dan Levie menyebutkan beberapa prinsip dasar persepsi, yaitu:

Page 25: Desain pesan

1. Persepsi itu bersifat relatif (prinsip relativitas)2. Persepsi itu bersifat selektif (prinsip selektifitas)3. Persepsi itu terorganisir (prinsip pengorganisasian)4. Persepsi itu amat dipengaruhi oleh kecenderungan seseorang (prinsip kecenderungan)

Prinsip dasar di atas telah dibahas pada pertemuan yang lalu (kelompok pertama), dan pada kesempatan ini kita akan melanjutkan pada beberapa prinsip persepsi berikutnya, walaupun kadang masih terkait dengan prinsip-prinsip sebelumnya.

Keterbatasan kapasitas persepsi

Kadang, kita sebagai guru atau desainer pembelajaran, kurang sabar dalam membina pembelajaran. Keinginan kita menggebu-nggebu untuk memberikan sebanyak mungkin materi pelajaran kepada peserta didik dalam satu waktu. Akibatnya, terasa pesan yang kita sampaikan menjadi mubadzir. Terlalu banyak dan rumit pesan (stimuli) yang bisa dipersepsi oleh peserta didik. Kita lupa bahwa kemampuan mempersepsi seseorang, tidak terkecuali para siswa kita, amatlah terbatas.

Dari itu, Flaming dan Levie mengingatkan tentang beberapa dalil pada prinsip keterbatasan ini yang bisa dimanfaatkan dalam mendesain pesan pembelajaran, di antaranya:

Pertama, karena sistem pengelolaan informasi (mempersepsi, menandai, dan menyimpan) pada diri seseorang itu terbatas kapasitasnya, maka besarnya energi yang dibutuhkan untuk menandai suatu stimuli juga terbatas dari pengelolaan informasi lainnya.

Implikasinya bagi desainer pembelajaran ialah semakin banyak pesan yang disampaikan, semakin besar energi yang dibutuhkan, dan semakin sedikit pesan yang diterima.

Kedua, banyaknya informasi yang dikelola bergantung pada dua hal, tingkat keabstrakan objek atau kejadian dan tingkat kedalaman setiap objek itu dikelola.

Ketiga, kita mampu mempersepsi, dengan sekilas, sekitar 7 item atau objek yang familiar seperti angka dan nama. Sama halnya kita juga bisa menyimpan dalam memori sementara sekitar 7 item.

Keempat, seseorang yang mempersepsi, biasanya memisah-misahkan informasi yang diterima ke dalam katagori besar atau rata-rata berdasarkan banyaknya stimuli, pengalaman dan maksud yang menyertainya. Hal ini biasanya disebut dengan istilah “mengelompokkan” (to chunk, cluster, group).

Kelima, semakin tertata atau terpola suatu pesan itu dipersepsi, semakin banyak informasi yang dapat diproses dalam sekali waktu.

Keenam, semakin familiar suatu pesan bagi seseorang, semakin mudah untuk dipersepsi.

Page 26: Desain pesan

Kapasitas saluran (channel) tunggal

Ketujuh, untuk pesan verbal pada situasi saluran tunggal, semakin sulit atau komplek suatu pesan verbal, semakin besar keunggulan (persepsual) saluran-visual (tertulis) daripada saluran-auditori (terucapkan).

Kapasitas saluran majmuk

Kedelapan, di mana suatu presentasi audio-visual berlangsung terlalu cepat, peserta dalam mempersepsi mesti memilih antara kedua saluran tersebut. Bisa jadi ia lebih memilih informasi-auditori daripada visual, atau sebaliknya. Hanya pada tingkat kecepatan yang lebih lambat ia mampu menghubungkan informasi dari kedua saluran.

Kesembilan, ketika informasi diterima secara bersamaan dari beberapa sumber, salah satunya bisa mengurangi, menguatkan atau mempengaruhi (bias) terhadap yang lainnya. Di sini terjadi suatu interaksi.

Kesepuluh, kapasitas persepsual akan tampak lebih membesar ketika dua modalitas, pendengaran dan penglihatan, dimanfaatkan secara bersamaan. Pelibatan dua pekerjaan (auditori dan visual), misalnya akan lebih saling menguatkan daripada memanfaatkan modalitas visual secara terpisah dengan modalitas auditori.

Pembedaan (distinguishing) dan pengelompokan (grouping)

Proses mempersepsi dan membuat katagorisasi tidak bisa dilepaskan dari kebiasaan yang kita terima dari lingkungan kita. Salah satu tugas primer dari desainer pembelajaran adalah menggubah terjadinya persepsi terhadap pelbagai kebiasaan tersebut. Hal ini memungkinkan terjadinya penguatan terhadap kebiasaan-kebiasaan itu agar tampak lebih dominan untuk dipersepsi.

Di sini kebiasaan demikian penting karena tiga alasan. Pertama, kebiasaan yang kita terima memungkinkan kita untuk membuat katagorisasi, dan darinya kita dapat menangani (melakukan sensasi/penginderaan terhadap) banyaknya informasi yang membombardir kita. Kedua, kebiasaan  yang kita terima merupakan dasar bagi sejumlah pengetahuan: fakta, konsep, opini, dan sikap. Dan terakhir, mengorganisir pesan merupakan salah satu tujuan utama desainer dalam mempengaruhi persepsi peserta didik terhadap pelbagai kebiasaan tersebut.

Medan perseptual itu diorganisir, dan kebiasaan menjadi nyata melalui proses analisis dan sintesis. Pada tindakan analisis, kita biasa melakukan pembedaan atau pemisahan. Sedangkan pada tindakan sintesis, kita melakukan pengelompokan dan pengkombinasian.

Dalam mendesain pesan pembelajaran, ada baiknya kita mempertimbangkan prinsip “pembedaan” dan “pengelompokan” ini, yang oleh Fleming dan Levie ditunjukkan dalam kaitannya dengan faktor keberbedaan (difference), kemiripan (similarity), dan kedekatan (proximity) melalui beberapa dalil berikut:

Kesebelas, objek atau peristiwa itu dimaknai berlainan karena memiliki perbedaan satu atau banyak dimensinya. Dari itu, dalam mempersepsi seseorang cenderung untuk membeda-bedakan satu objek/peristiwa dengan lainnya lalu mengelompokkannya secara terpisah.

Page 27: Desain pesan

Keduabelas, objek atau peristiwa itu dimaknai mirip karena memiliki persamaan dalam beberapa hal seperti tampilan, fungsi, jumlah, arah dan strukturnya. Dari itu, dalam mempersepsi seseorang cenderung mengelompokkan objek/peristiwa dan mengorganisirnya dalam kemiripan.

Ketigabelas, sekali suatu bentuk atau pola sangat dibedakan dari kelompoknya, maka unsur-unsur di dalamnya cenderung lebih dipersepsi sebagai sejenis daripada kenyataannya. Lebih dari itu, pembedaan antara satu pola dengan lainnya akan diperkuat.

Keempatbelas, objek atau peristiwa yang saling berdekatan, misalnya dari sisi waktu, ruang atau konteksnya, cenderung akan dipersepsi sebagai sesuatu yang saling terkait, misalnya dari sisi pembentukan, fungsi dan sebagainya.

Kelimabelas, objek yang familiar biasanya mempertahankan karakteristik perseptualnya (pencahayaan, ukuran, ketajaman, pewarnaan) dari perubahan saat menjadi stimuli. Fenomena ini disebut konstansi (ketetapan) perseptual.

Menghubungkan dan mengorganisir

Selain berdasar pada kebiasaan untuk “membeda-bedakan” dan “memirip-miripkan”, kita juga terbiasa “menghubung-hubungkan” objek/peristiwa yang hendak kita persepsikan. Dari itu, dalam mendesain pesan pembelajaran kita juga perlu menambahkan pertimbangan faktor relationship sebagaimana ditunjukkan oleh kedua penulis dalam dalil berikut:

Keenambelas, persepsi tentang hubungan akan terjadi manakala antar objek atau peristiwa -dilihat dari ide dasar, pola, ritme, struktur, atau keorganisasiannya- bertemu dan saling memberi satu sama lain.

Ketujuhbelas, variasi ruang dan waktu pada susunan, pola dan struktur mempengaruhi persepsi tentang hubungan.

Tentang hal ini, ada lima tipe susunan yang biasa dimanfaatkan dalam membuat variasi tingkatan untuk menunjukkan hubungan antar objek yang bervariasi. Yaitu: kedekatan (proximity), inklusi (inclusion), arahan (directionality), superordinasi (superordination), dan penguatan (accentuation).

Ukuran dan kedalaman

Ukuran dan kedalaman merupakan bagian yang esensial dan seringkali mempengaruhi persepsi kita terhadap hubungan. Sebagaimana ditunjukkan dalam beberapa dalil, di antaranya:

Kedelapanbelas, ketika dipersepsi, ukuran secara timbal balik berkaitan dengan jarak. Semakin besar ukuran yang ada, semakin kecil jarak yang terjadi. Sebaliknya, semakin besar jaraknya, semakin kecil ukurannya.

Kesembilanbelas, ukuran satu objek dalam suatu lahan memiliki hubungan dengan objek lainnya. Akan dipersepsi kekecilan manakala lahannya memuat pelbagai objek yang besar-besar, sebaliknya kebesaran manakala lahan itu memuat pelbagai objek yang kecil-kecil.

Page 28: Desain pesan

Keduapuluh, persepsi terhadap kedalaman dalam tampilan dua dimensi dipengaruhi oleh  hubungannya dengan ukuran (khususnya pada objek-objek yang familiar), perspektif linear, tingkat besar kecilnya susunan, dan sebagainya.

Keduapuluh satu, persepsi tentang kesolidan dan kedalaman pada suatu objek dipengaruhi oleh pencahayaan seperti proyeksi bayangan, dan oleh ketajaman gambar.

Tempat, Waktu dan gerakan

Demikian pula dengan faktor lokasi, waktu dan gerakan juga berpengaruh terhadap persepsi kita terhadap sesuatu atau peristiwa. Kedekatan lokasi bagi perorangan misalnya berpengaruh pada persepsi apakah mereka tampak sebagai orang asing atau kerabat.

Dari itu dalam desain pesan yang hendak kita rancang sebaiknya pertimbangan ini juga kita manfaatkan sebagaimana dalil berikut:

Keduapuluh dua, persepsi spasial (tempat) langsung mengarahkan hubungannya kepada vertikal dan horizontal.

Keduapuluh tiga, biasanya, persepsi tentang durasi dan interval waktu amat berhubungan dengan standard dan kerangka rujukan.

Keduapuluh empat, waktu yang padat dengan kegiatan tampak berlalu lebih cepat daripada waktu yang luang dari kegiatan.

Keduapuluh lima, persepsi tentang gerakan amat berhubungan dengan faktor waktu dan tempat.

Persepsi dan kognisi

Keduapuluh enam, sebaik-baik suatu objek atau peristiwa dipersepsikan bergantung kepada sejauh mana prinsip-prinsip perseptual itu berlaku. Semakin mudah dan dapat dipercaya suatu persepsi, akan semakin jauh kognisi mengelolanya: menyimpan, menformat konsep, menyelesaikan masalah, berpikir kreatif, dan melakukan perubahan sikap.

AKHIRUL KALAM

Persepsi sebagaimana yang kita pahami, ternyata memiliki peran amat penting dalam tata kognisi manusia. Bersama tindakan sensasi (penginderaan), memori dan berpikir, persepsi mampu “mengharu-birukan” tidak saja proses komunikasi intrapersonal (proses pengolohan informasi) tetapi juga proses komunikasi interpersonal.

Di sinilah, guru dan desainer pembelajaran mendapatkan tantangannya. Mampukah ia menghadirkan kondisi belajar yang representatif dan memudahkan peserta didik dalam mempersepsi -yakni memberikan makna pada stimuli inderawi berupa- pesan pembelajaran secara positif sebagaimana yang diinginkan sang guru/desainer.

Page 29: Desain pesan

Dari itu, memahami prinsip-prinsip perseptual dan memanfaatkannya dalam mendesain pesan pembelajaran, sebagaimana yang dianjurkan oleh Fleming dan Levie, penting untuk dilakukan. Di antara prinsip perseptual itu adalah: relatifitas, selektifitas, pengorganisasian, kecenderungan, keterbatasan, pembedaan, pengelompokan, dan hubungan.

DAFTAR PUSTAKA

Atkinson, R.L, Atkinson, R.C, Hilgard, E.R. 1997. Pengantar psikologi. Jakarta: Erlangga.

Fleming, Malcolm  & W. Howard Levie. 1981. Instructional Message Design: Principles from the Behavioral Sciences. New Jersey: Educational Technology Publications.

Irwanto. 2002. Psikologi umum (buku panduan mahasiswa). Jakarta : PT. Prehallindo.

Kartono, K dan Gulo, D. 2000. Kamus psikologi. Bandung : CV. Pionir Jaya.

______. 1990. Psikologi umum. Bandung : Mandar Maju.

Mahmud, M.D. 1990. Psikologi suatu pengantar. Yogyakarta : BPFE.

Rakhmat, Jalaluddin. 2001. Psikologi komunikasi. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Saleh, A.R dan Wahab, M.A. 2004. Psikologi suatu pengantar (dalam perspektif Islam). Jakarta : Kencana.

Sarwono, S.W. 1987. Teori-teori psikologi sosial. Jakarta : Rajawali.

Sobur, A. 2003. Psikologi umum. Bandung : Pustaka setia.

Thoha, M. 1988. Perilaku organisasi, konsep dasar dan aplikasinya. Jakarta: Rajawali.

Vandenbos, Gary R. (Editor in Chief). 2002. APA Dictionary of Psychology. Washington DC: American Psychological Association.

Walgito, B. 1990. Pengantar psikologi umum. Yogyakarta : Andi Offset.

Page 30: Desain pesan

[1] Fleming, Malcolm  & W. Howard Levie. 1981. Instructional Message Design: Principles from the Behavioral Sciences. New Jersey: Educational Technology Publications. hal. 53-95

[2] Ibid., halaman ix

[3] Proses mendesain berbeda dengan proses melaksanakan. Di mana desain pesan bersifat konseptual yang membedakannya dengan kejadian suatu tindakan atau peristiwa komunikasi dan pembelajaran. Desain pesan bisa saja terjadi secara tiba-tiba (tanpa perencanaan) bersamaan dengan tindakan pembelajaran. Gagne (1965), seperti yang dikutip dalam buku ini, membedakan antara “predesign” dan “extemporaneous design”. Guru seringkali melakukan keduanya. Ia membuat rencana pembelajaran sebelum mengajar (predesign) dan ia juga memodifikasinya ketika mengajar (extemporaneous design)  Ibid., halaman ix-x. Dari itu, benarlah kiranya apa yang disinggung oleh Prof. Dimyati bahwa perencanaan pembelajaran bisa saja berbeda dengan tindakan pelaksanaan sebagai dampak pengiringnya. Catatan pribadi  pada kuliah Prof. Dimyati, MK. Perencanaan Kurikulum. Tanggal 2 Maret 2009.

[4] Ibid., halaman x

[5] Secara praksis, pertanyaan yang muncul dari asumsi ini ialah bagaimana bisa prinsip (generalisasi) ilmu-ilmu behavioral diaplikasikan ke dalam desain pesan pembelajaran? Secara umum buku ini ingin menjawab pertanyaan tersebut. Ibid., halaman xi.

[6] Vandenbos, Gary R. (Editor in Chief). 2002. APA Dictionary of Psychology. Washington DC: American Psychological Association. Halaman 683

[7] Kartono, K dan Gulo, D. (2000). Kamus psikologi. Bandung : CV. Pionir Jaya. Halaman 343.

[8] Atkinson, R.L, Atkinson, R.C, Hilgard, E.R. (1997). Pengantar psikologi. Jakarta: Erlangga. Halaman 201

[9] Walgito, B. (1990). Pengantar psikologi umum. Yogyakarta : Andi Offset. Halaman 53

[10] Vandenbos, Op.Cit. Halaman 683

[11] Kartono, K. (1990). Psikologi umum. Bandung : Mandar Maju. Halaman 61

[12] Lihat Mahmud, M.D. 1990. Psikologi suatu pengantar. Yogyakarta : BPFE. Halaman 41

[13] Lihat Sarwono, S.W. (1987). Teori-teori psikologi sosial. Jakarta : Rajawali. Halaman 95.

[14] Saleh, A.R dan Wahab, M.A. (2004). Psikologi suatu pengantar (dalam perspektif Islam). Jakarta : Kencana. Halaman 88.

[15] Thoha, M. 1988. Perilaku organisasi, konsep dasar dan aplikasinya. Jakarta: Rajawali. Halaman 138

Page 31: Desain pesan

[16] Rakhmat, Jalaluddin. 2001. Psikologi komunikasi. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Halaman 51.

[17] Ibid.

[18] Sobur, A. (2003). Psikologi umum. Bandung : Pustaka setia. Halaman 447.

[19] Irwanto. (2002). Psikologi umum (buku panduan mahasiswa). Jakarta : PT. Prehallindo. Halaman 71.

[20] Thoha, Op.Cit., halaman 143

[21] Lihat Rahmat, Op.Cit., halaman 55-58

[22] Lihat Shaleh dan Wahab. Op.Cit., halaman 89

[23] Lihat Walgito. Op.Cit., halaman 54

Makalah, oleh Saiful Amien

PENDAHULUAN

Sebelum mendiskusikan pelbagai prinsip yang tersurat dalam handbook of Instructional Message Design[1], ada baiknya kita mengingatkan kembali beberapa terma yang berkaitan dengan pokok bahasan ini. Dengan begitu, diharapkan prinsip-prinsip persepsi di atas dapat diletakkan sesuai foldernya dalam khazanah pengetahuan kita. Beberapa istilah ini telah disinggung dalam pengantar buku ini, dan kami hanya berupaya untuk menampilkan kembali dan memberinya “catatan kaki”:

1. Pesan (message) ialah suatu pola tanda/lambang, baik berupa kata maupun gambar, yang dimaksudkan untuk mengubah prilaku kognitif (berpikir), afektif (bersikap) dan psikomotorik (bertindak) seseorang atau kelompok[2].

2. Rancangan (design) ialah proses analisis dan sintesis yang dimulai dengan suatu problem komunikasi dan diakhiri dengan rencana solusi operasional.[3]

3. Pembelajaran (instuction) di sini tidak hanya merujuk kepada konteks pembelajaran formal di ruang kelas, di mana pemerolehan keterampilan dan konsep tertentu merupakan tujuan sentralnya, tetapi juga mencakup seluruh apa yang terkandung dalam istilah “komunikasi”, termasuk konteks pembelajaran informal, di mana sikap dan emosi amat diperhatikan.[4]

Page 32: Desain pesan

4. Rancangan pesan pembelajaran (instructional message design) ialah rencana proses rekayasa (manipulasi) pola tanda dan simbol yang menghasilkan pelbagai kondisi belajar. Dalam hal ini, Asumsi yang dikembangkan oleh Fleming dan Levie adalah bahwa para praktisi pembelajaran bisa menjadi lebih efektif jika mereka memanfaatkan generalisasi (kesimpulan umum) hasil penelitian ilmu-ilmu behavioral. Generalisasi inilah di dalam buku ini disebut sebagai “prinsip”[5].

PERIHAL PERSEPSI

Pengertian persepsi

Kata “persepsi” diambil dari kata berbahasa Inggris “perception”, sebuah kata benda (noun) yang oleh APA Dictionary of Psychology didefinisikan dengan:

“The process or result of becoming aware of object, relationship, and events by means of the senses, which includes such activities as recognizing, observing, and discriminating. These activities enable organisms to organize and interpret the stimuli received into meaningful knowledge.”[6]

Senada dengan pengertian itu Kamus Psikologi terbitan Indonesia mengartikan persepsi sebagai proses dimana seseorang menjadi sadar akan segala sesuatu dalam lingkungannya melalui indera-indera yang dimiliki.[7]

Melengkapi definisi di atas, Atkinson juga menyebut persepsi sebagai proses dimana kita mengorganisasi dan menafsirkan pola stimulus ke dalam lingkungan.[8]

Sedangkan Davidoff seperti yang dikutip oleh Walgito mengartikan persepsi sebagai stimulus yang diindera oleh individu, sehingga individu menyadari dan mengerti tentang apa yang diindera itu.[9] Hal ini seperti pengertian kata “percept” dalam bahasa Inggris, yang oleh APA Dictionary of Psychology didefinisikan dengan: “the product of perception: stimulus object or event as experienced by the individual”.[10]

Lebih lanjut Kartono memberikan pengertian tentang persepsi sebagai pengamatan secara global, belum disertai kesadaran, sedang subyek dan obyeknya belum terbedakan satu dari lainnya (baru ada proses “memiliki” tanggapan).[11]

Imanuell Kant seperti yang dikutip oleh Mahmud MD. mengatakan “kita melihat benda-benda itu tidak sebagaimana adanya benda-benda itu sendiri, tetapi sebagaimana adanya diri kita” atau dengan kata lain persepsi itu merupakan pengertian kita tentang situasi sekarang dalam artian pengalaman-pengalaman kita yang telah lalu. Karena itu apa yang kita persepsi pada waktu tertentu akan tergantung bukan saja pada stimulusnya sendiri, tetapi juga pada latar belakang beradanya stimulus itu, misalnya pengalaman-pengalaman sensoris terdahulu, perasaan kita pada waktu itu, prasangka-prasangka, keinginan-keinginan, sikap dan tujuan kita. Lebih lanjut Mahmud mendefinisikan persepsi sebagai penafsiran terhadap stimulus yang telah ada di dalam otak.[12]

Selanjutnya Bruner mengatakan bahwa persepsi adalah proses kategorisasi. Organisme dirangsang oleh suatu masukan tertentu (obyek luar, peristiwa dan lain-lain) dan organisme itu merespon dengan menghubungkan masukan itu dengan salah satu kategori atau golongan obyek-obyek atau

Page 33: Desain pesan

peristiwa-peristiwa, proses menghubungkan ini adalah proses yang aktif dimana individu yang bersangkutan dengan sengaja memberikan kategori yang tepat sehingga ia dapat mengenali (memberi arti) kepada masukan tersebut.[13]

Saleh dan Wahab mendefinisikan persepsi sebagai suatu proses yang menggabungkan dan mengorganisasikan data-data indera kita (penginderaan) untuk dikembangkan sedemikian rupa sehingga kita dapat menyadari di sekeliling kita, termasuk sadar akan diri kita sendiri. Definisi persepsi lainnya menurut Saleh dan Wahab menyebutkan bahwa persepsi adalah kemampuan membeda-bedakan, mengelompokkan, memfokuskan perhatian terhadap satu objek rangsang dan dalam proses pengelompokkan dan membedakan ini persepsi melibatkan proses interpretasi berdasarkan pengalaman terhadap satu peristiwa atau objek.[14]

Persepsi pada hakekatnya adalah proses kognitif yang dialami oleh setiap orang di dalam memahami setiap informasi tentang lingkungannya, baik lewat penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan dan penciuman. Kunci untuk memahami persepsi adalah terletak pada pengenalan bahwa persepsi itu merupakan penafsiran yang unik terhadap situasi dan bukannya suatu pencatatan yang benar terhadap situasi.[15]

Adapun pengertian persepsi menurut Desiderato, seperti yang dikutip Jalaludin Rahmat, adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah memberikan makna pada stimuli inderawi (sensory stimuli).[16]

Dari pelbagai definisi di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa persepsi adalah suatu proses pemberian makna atau interpretasi yang mencakup pemahaman, mengenali dan mengetahui suatu objek melalui panca indera (sensasi) sehingga individu menyadari apa yang ia lihat, apa yang di dengar dan sebagainya.

Untuk lebih memperjelas pengertian persepsi, ada baiknya kita membedakannya dengan sensasi (proses menangkap stimuli) seperti dalam pemisalan Jalaluddin Rahmat berikut ini:

Suatu hari Anda menyaksikan kawan Anda sedang melihat-lihat etalase toko. Anda menyergapnya dari belakang, “Bangsat lu. Udah lupa sama aku, ya!” Orang itu membalik. Anda terkejut. Ia bukan kawan Anda, tetapi orang yang belum pernah Anda kenal seumur hidup Anda. Ini bukan kesalahan sensasi, tetapi kekeliruan persepsi. Bila dosen mengatakan “Bagus”, tetapi Anda mendengar “Agus”, Anda keliru sensasi. Tetapi bila saya mengucapkan “Anda cerdas sekali, lalu Anda menerima pujian saya berang, karena Anda kira saya mempermainkan Anda, Anda salah mempersepsi pesan saya.[17]

Proses terjadinya persepsi

Persepsi dapat terjadi bila tiga komponen utama berikut terpenuhi, yaitu :

1. Seleksi atau sensasi, yaitu proses penyaringan oleh indera terhadap rangsangan dari luar, intensitas dan jenisnya dapat banyak atau sedikit.2. Interpretasi yaitu proses mengorganisasikan informasi sehingga mempunyai arti bagi seseorang. Interpretasi dipengaruhi oleh beberapa

faktor, seperti pengalaman masa lalu, sistem nilai yang dianut, motivasi, kepribadian dan kecerdasan. Interpretasi juga bergantung pada

Page 34: Desain pesan

kemampuan seseorang untuk mengadakan pengkategorian informasi yang diterimanya, yaitu proses mereduksi informasi yang kompleks menjadi sederhana.

3. Interpretasi ini kemudian di terjemahkan dalam bentuk tingkah laku sebagai reaksi.[18]

Jenis-jenis persepsi

Menurut Irwanto,[19] setelah individu melakukan interaksi dengan obyek-obyek yang dipersepsikan maka hasil persepsi dapat dibagi menjadi dua yaitu :

1. Persepsi positif. Persepsi yang menggambarkan segala pengetahuan (tahu tidaknya atau kenal tidaknya) dan tanggapan yang diteruskan dengan upaya pemanfaatannya.

2. Persepsi negatif. Persepsi yang menggambarkan segala pengetahuan (tahu tidaknya atau kenal tidaknya) dan tanggapan yang tidak selaras dengan obyek yang dipersepsi.

Dapat dikatakan bahwa persepsi itu baik yang positif ataupun yang negatif akan selalu mempengaruhi diri seseorang dalam melakukan suatu tindakan. Dan munculnya suatu persepsi positif ataupun persepsi negatif semua itu tergantung pada bagaimana cara individu menggambarkan segala pengetahuannya tentang suatu obyek yang dipersepsi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang, antara lain:

1. Psikologi. Persepsi seseorang mengenai segala sesuatu di dunia ini sangat dipengaruhi oleh keadaan psikologi, sebagai contoh, terbenamnya matahari di waktu senja yang indah temaram, akan dirasakan sebagai bayang-bayang yang kelabu bagi seseorang yang buta warna.

2. Famili. Pengaruh yang paling besar terhadap anak-anak adalah familinya. Orang tua yang telah mengembangkan suatu cara yang khusus di dalam memahami dan melihat kenyataan di dunia ini, banyak sikap dan persepsi-persepsi mereka yang diturunkan kepada anak-anaknya.

3. Kebudayaan. Kebudayaan dan lingkungan masyarakat tertentu juga merupakan salah satu faktor yang kuat di dalam mempengaruhi sikap, nilai dan cara seseorang memandang dan memahami keadaan di dunia ini.[20]

Sedangkan menurut Krech dan Crutchfield faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi adalah:

1. Faktor-faktor fungsional. Objek-objek yang mendapat tekanan dalam persepsi kita biasanya objek-objek yang memenuhi tujuan individu yang melakukan persepsi. Contohnya pengaruh kebutuhan, kesiapan mental, suasana emosional dan latar belakang terhadap persepsi.

2. Faktor-faktor struktural. Medan perceptual dan kognitif selalu diorganisasikan dan diberi arti. Kita mengorganisasikan stimuli dengan melihat konteksnya.[21]

Ciri-ciri umum persepsi

Page 35: Desain pesan

Ciri-ciri umum dari persepsi menurut Shaleh dan Wahab diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Modalitas: rangsangan yang diterima harus sesuai dengan modalitas tiap-tiap indera, yaitu sifat sensoris dasar dan masing-masing indera (cahaya untuk penglihatan; bau untuk penciuman; suhu bagi perasa; bunyi bagi pendengaran; sifat permukaan bagi peraba dan sebagainya).

2. Dimensi ruang: dunia persepsi mempunyai sifat ruang (dimensi ruang); kita dapat mengatakan atas-bawah, tinggi-rendah, luas-sempit, latar depan-latar belakang, dan lain-lain.

3. Dimensi waktu: dunia persepsi mempunyai dimensi waktu, seperti cepat lambat, tua-muda, dan lain-lain.4. Struktur konteks, keseluruhan yang menyatu: objek-objek atau gejala-gejala dalam dunia pengamatan mempunyai struktur yang menyatu

dengan konteksnya. Struktur dan konteks ini merupakan keseluruhan yang menyatu.[22]

Syarat terjadinya persepsi

Menurut Moskowitz dan Orgel agar individu dapat menyadari dan dapat mengadakan persepsi, ada beberapa syarat yang perlu dipenuhi yaitu :

1. Adanya objek yang dipersepsi. Objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor. Stimulus dapat datang dari luar langsung mengenai alat indera (reseptor), dapat pula datang dari dalam langsung mengenai syaraf penerima (sensoris), yang bekerja sebagai reseptor.

2. Alat indera atau reseptor, yaitu merupakan alat untuk menerima stimulus. Disamping itu harus ada pula syaraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus yang diterima reseptor ke pusat susunan syaraf yaitu otak sebagai pusat kesadaran. Dan sebagai alat untuk mengadakan respons diperlukan syaraf motoris.

3. Untuk menyadari atau untuk mengadakan persepsi sesuatu diperlukan pula adanya perhatian, yang merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam mengadakan persepsi. Tanpa perhatian tidak akan terjadi persepsi.

Dari hal-hal diatas dapat disimpulkan bahwa untuk mengadakan persepsi ada syarat-syarat yang bersifat fisik atau kealaman, fisiologis, dan psikologis[23]

PRINSIP PERSEPSI DAN DESAIN PESAN

Prinsip dasar (pernyataan umum) persepsi

Fleming dan Levie menyebutkan beberapa prinsip dasar persepsi, yaitu:

1. Persepsi itu bersifat relatif (prinsip relativitas)2. Persepsi itu bersifat selektif (prinsip selektifitas)3. Persepsi itu terorganisir (prinsip pengorganisasian)4. Persepsi itu amat dipengaruhi oleh kecenderungan seseorang (prinsip kecenderungan)

Page 36: Desain pesan

Prinsip dasar di atas telah dibahas pada pertemuan yang lalu (kelompok pertama), dan pada kesempatan ini kita akan melanjutkan pada beberapa prinsip persepsi berikutnya, walaupun kadang masih terkait dengan prinsip-prinsip sebelumnya.

Keterbatasan kapasitas persepsi

Kadang, kita sebagai guru atau desainer pembelajaran, kurang sabar dalam membina pembelajaran. Keinginan kita menggebu-nggebu untuk memberikan sebanyak mungkin materi pelajaran kepada peserta didik dalam satu waktu. Akibatnya, terasa pesan yang kita sampaikan menjadi mubadzir. Terlalu banyak dan rumit pesan (stimuli) yang bisa dipersepsi oleh peserta didik. Kita lupa bahwa kemampuan mempersepsi seseorang, tidak terkecuali para siswa kita, amatlah terbatas.

Dari itu, Flaming dan Levie mengingatkan tentang beberapa dalil pada prinsip keterbatasan ini yang bisa dimanfaatkan dalam mendesain pesan pembelajaran, di antaranya:

Pertama, karena sistem pengelolaan informasi (mempersepsi, menandai, dan menyimpan) pada diri seseorang itu terbatas kapasitasnya, maka besarnya energi yang dibutuhkan untuk menandai suatu stimuli juga terbatas dari pengelolaan informasi lainnya.

Implikasinya bagi desainer pembelajaran ialah semakin banyak pesan yang disampaikan, semakin besar energi yang dibutuhkan, dan semakin sedikit pesan yang diterima.

Kedua, banyaknya informasi yang dikelola bergantung pada dua hal, tingkat keabstrakan objek atau kejadian dan tingkat kedalaman setiap objek itu dikelola.

Ketiga, kita mampu mempersepsi, dengan sekilas, sekitar 7 item atau objek yang familiar seperti angka dan nama. Sama halnya kita juga bisa menyimpan dalam memori sementara sekitar 7 item.

Keempat, seseorang yang mempersepsi, biasanya memisah-misahkan informasi yang diterima ke dalam katagori besar atau rata-rata berdasarkan banyaknya stimuli, pengalaman dan maksud yang menyertainya. Hal ini biasanya disebut dengan istilah “mengelompokkan” (to chunk, cluster, group).

Kelima, semakin tertata atau terpola suatu pesan itu dipersepsi, semakin banyak informasi yang dapat diproses dalam sekali waktu.

Keenam, semakin familiar suatu pesan bagi seseorang, semakin mudah untuk dipersepsi.

Kapasitas saluran (channel) tunggal

Ketujuh, untuk pesan verbal pada situasi saluran tunggal, semakin sulit atau komplek suatu pesan verbal, semakin besar keunggulan (persepsual) saluran-visual (tertulis) daripada saluran-auditori (terucapkan).

Page 37: Desain pesan

Kapasitas saluran majmuk

Kedelapan, di mana suatu presentasi audio-visual berlangsung terlalu cepat, peserta dalam mempersepsi mesti memilih antara kedua saluran tersebut. Bisa jadi ia lebih memilih informasi-auditori daripada visual, atau sebaliknya. Hanya pada tingkat kecepatan yang lebih lambat ia mampu menghubungkan informasi dari kedua saluran.

Kesembilan, ketika informasi diterima secara bersamaan dari beberapa sumber, salah satunya bisa mengurangi, menguatkan atau mempengaruhi (bias) terhadap yang lainnya. Di sini terjadi suatu interaksi.

Kesepuluh, kapasitas persepsual akan tampak lebih membesar ketika dua modalitas, pendengaran dan penglihatan, dimanfaatkan secara bersamaan. Pelibatan dua pekerjaan (auditori dan visual), misalnya akan lebih saling menguatkan daripada memanfaatkan modalitas visual secara terpisah dengan modalitas auditori.

Pembedaan (distinguishing) dan pengelompokan (grouping)

Proses mempersepsi dan membuat katagorisasi tidak bisa dilepaskan dari kebiasaan yang kita terima dari lingkungan kita. Salah satu tugas primer dari desainer pembelajaran adalah menggubah terjadinya persepsi terhadap pelbagai kebiasaan tersebut. Hal ini memungkinkan terjadinya penguatan terhadap kebiasaan-kebiasaan itu agar tampak lebih dominan untuk dipersepsi.

Di sini kebiasaan demikian penting karena tiga alasan. Pertama, kebiasaan yang kita terima memungkinkan kita untuk membuat katagorisasi, dan darinya kita dapat menangani (melakukan sensasi/penginderaan terhadap) banyaknya informasi yang membombardir kita. Kedua, kebiasaan  yang kita terima merupakan dasar bagi sejumlah pengetahuan: fakta, konsep, opini, dan sikap. Dan terakhir, mengorganisir pesan merupakan salah satu tujuan utama desainer dalam mempengaruhi persepsi peserta didik terhadap pelbagai kebiasaan tersebut.

Medan perseptual itu diorganisir, dan kebiasaan menjadi nyata melalui proses analisis dan sintesis. Pada tindakan analisis, kita biasa melakukan pembedaan atau pemisahan. Sedangkan pada tindakan sintesis, kita melakukan pengelompokan dan pengkombinasian.

Dalam mendesain pesan pembelajaran, ada baiknya kita mempertimbangkan prinsip “pembedaan” dan “pengelompokan” ini, yang oleh Fleming dan Levie ditunjukkan dalam kaitannya dengan faktor keberbedaan (difference), kemiripan (similarity), dan kedekatan (proximity) melalui beberapa dalil berikut:

Kesebelas, objek atau peristiwa itu dimaknai berlainan karena memiliki perbedaan satu atau banyak dimensinya. Dari itu, dalam mempersepsi seseorang cenderung untuk membeda-bedakan satu objek/peristiwa dengan lainnya lalu mengelompokkannya secara terpisah.

Keduabelas, objek atau peristiwa itu dimaknai mirip karena memiliki persamaan dalam beberapa hal seperti tampilan, fungsi, jumlah, arah dan strukturnya. Dari itu, dalam mempersepsi seseorang cenderung mengelompokkan objek/peristiwa dan mengorganisirnya dalam kemiripan.

Page 38: Desain pesan

Ketigabelas, sekali suatu bentuk atau pola sangat dibedakan dari kelompoknya, maka unsur-unsur di dalamnya cenderung lebih dipersepsi sebagai sejenis daripada kenyataannya. Lebih dari itu, pembedaan antara satu pola dengan lainnya akan diperkuat.

Keempatbelas, objek atau peristiwa yang saling berdekatan, misalnya dari sisi waktu, ruang atau konteksnya, cenderung akan dipersepsi sebagai sesuatu yang saling terkait, misalnya dari sisi pembentukan, fungsi dan sebagainya.

Kelimabelas, objek yang familiar biasanya mempertahankan karakteristik perseptualnya (pencahayaan, ukuran, ketajaman, pewarnaan) dari perubahan saat menjadi stimuli. Fenomena ini disebut konstansi (ketetapan) perseptual.

Menghubungkan dan mengorganisir

Selain berdasar pada kebiasaan untuk “membeda-bedakan” dan “memirip-miripkan”, kita juga terbiasa “menghubung-hubungkan” objek/peristiwa yang hendak kita persepsikan. Dari itu, dalam mendesain pesan pembelajaran kita juga perlu menambahkan pertimbangan faktor relationship sebagaimana ditunjukkan oleh kedua penulis dalam dalil berikut:

Keenambelas, persepsi tentang hubungan akan terjadi manakala antar objek atau peristiwa -dilihat dari ide dasar, pola, ritme, struktur, atau keorganisasiannya- bertemu dan saling memberi satu sama lain.

Ketujuhbelas, variasi ruang dan waktu pada susunan, pola dan struktur mempengaruhi persepsi tentang hubungan.

Tentang hal ini, ada lima tipe susunan yang biasa dimanfaatkan dalam membuat variasi tingkatan untuk menunjukkan hubungan antar objek yang bervariasi. Yaitu: kedekatan (proximity), inklusi (inclusion), arahan (directionality), superordinasi (superordination), dan penguatan (accentuation).

Ukuran dan kedalaman

Ukuran dan kedalaman merupakan bagian yang esensial dan seringkali mempengaruhi persepsi kita terhadap hubungan. Sebagaimana ditunjukkan dalam beberapa dalil, di antaranya:

Kedelapanbelas, ketika dipersepsi, ukuran secara timbal balik berkaitan dengan jarak. Semakin besar ukuran yang ada, semakin kecil jarak yang terjadi. Sebaliknya, semakin besar jaraknya, semakin kecil ukurannya.

Kesembilanbelas, ukuran satu objek dalam suatu lahan memiliki hubungan dengan objek lainnya. Akan dipersepsi kekecilan manakala lahannya memuat pelbagai objek yang besar-besar, sebaliknya kebesaran manakala lahan itu memuat pelbagai objek yang kecil-kecil.

Keduapuluh, persepsi terhadap kedalaman dalam tampilan dua dimensi dipengaruhi oleh  hubungannya dengan ukuran (khususnya pada objek-objek yang familiar), perspektif linear, tingkat besar kecilnya susunan, dan sebagainya.

Page 39: Desain pesan

Keduapuluh satu, persepsi tentang kesolidan dan kedalaman pada suatu objek dipengaruhi oleh pencahayaan seperti proyeksi bayangan, dan oleh ketajaman gambar.

Tempat, Waktu dan gerakan

Demikian pula dengan faktor lokasi, waktu dan gerakan juga berpengaruh terhadap persepsi kita terhadap sesuatu atau peristiwa. Kedekatan lokasi bagi perorangan misalnya berpengaruh pada persepsi apakah mereka tampak sebagai orang asing atau kerabat.

Dari itu dalam desain pesan yang hendak kita rancang sebaiknya pertimbangan ini juga kita manfaatkan sebagaimana dalil berikut:

Keduapuluh dua, persepsi spasial (tempat) langsung mengarahkan hubungannya kepada vertikal dan horizontal.

Keduapuluh tiga, biasanya, persepsi tentang durasi dan interval waktu amat berhubungan dengan standard dan kerangka rujukan.

Keduapuluh empat, waktu yang padat dengan kegiatan tampak berlalu lebih cepat daripada waktu yang luang dari kegiatan.

Keduapuluh lima, persepsi tentang gerakan amat berhubungan dengan faktor waktu dan tempat.

Persepsi dan kognisi

Keduapuluh enam, sebaik-baik suatu objek atau peristiwa dipersepsikan bergantung kepada sejauh mana prinsip-prinsip perseptual itu berlaku. Semakin mudah dan dapat dipercaya suatu persepsi, akan semakin jauh kognisi mengelolanya: menyimpan, menformat konsep, menyelesaikan masalah, berpikir kreatif, dan melakukan perubahan sikap.

AKHIRUL KALAM

Persepsi sebagaimana yang kita pahami, ternyata memiliki peran amat penting dalam tata kognisi manusia. Bersama tindakan sensasi (penginderaan), memori dan berpikir, persepsi mampu “mengharu-birukan” tidak saja proses komunikasi intrapersonal (proses pengolohan informasi) tetapi juga proses komunikasi interpersonal.

Di sinilah, guru dan desainer pembelajaran mendapatkan tantangannya. Mampukah ia menghadirkan kondisi belajar yang representatif dan memudahkan peserta didik dalam mempersepsi -yakni memberikan makna pada stimuli inderawi berupa- pesan pembelajaran secara positif sebagaimana yang diinginkan sang guru/desainer.

Dari itu, memahami prinsip-prinsip perseptual dan memanfaatkannya dalam mendesain pesan pembelajaran, sebagaimana yang dianjurkan oleh Fleming dan Levie, penting untuk dilakukan. Di antara prinsip perseptual itu adalah: relatifitas, selektifitas, pengorganisasian, kecenderungan, keterbatasan, pembedaan, pengelompokan, dan hubungan.

Page 40: Desain pesan

DAFTAR PUSTAKA

Atkinson, R.L, Atkinson, R.C, Hilgard, E.R. 1997. Pengantar psikologi. Jakarta: Erlangga.

Fleming, Malcolm  & W. Howard Levie. 1981. Instructional Message Design: Principles from the Behavioral Sciences. New Jersey: Educational Technology Publications.

Irwanto. 2002. Psikologi umum (buku panduan mahasiswa). Jakarta : PT. Prehallindo.

Kartono, K dan Gulo, D. 2000. Kamus psikologi. Bandung : CV. Pionir Jaya.

______. 1990. Psikologi umum. Bandung : Mandar Maju.

Mahmud, M.D. 1990. Psikologi suatu pengantar. Yogyakarta : BPFE.

Rakhmat, Jalaluddin. 2001. Psikologi komunikasi. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Saleh, A.R dan Wahab, M.A. 2004. Psikologi suatu pengantar (dalam perspektif Islam). Jakarta : Kencana.

Sarwono, S.W. 1987. Teori-teori psikologi sosial. Jakarta : Rajawali.

Sobur, A. 2003. Psikologi umum. Bandung : Pustaka setia.

Thoha, M. 1988. Perilaku organisasi, konsep dasar dan aplikasinya. Jakarta: Rajawali.

Vandenbos, Gary R. (Editor in Chief). 2002. APA Dictionary of Psychology. Washington DC: American Psychological Association.

Walgito, B. 1990. Pengantar psikologi umum. Yogyakarta : Andi Offset.

[1] Fleming, Malcolm  & W. Howard Levie. 1981. Instructional Message Design: Principles from the Behavioral Sciences. New Jersey: Educational Technology Publications. hal. 53-95

[2] Ibid., halaman ix

Page 41: Desain pesan

[3] Proses mendesain berbeda dengan proses melaksanakan. Di mana desain pesan bersifat konseptual yang membedakannya dengan kejadian suatu tindakan atau peristiwa komunikasi dan pembelajaran. Desain pesan bisa saja terjadi secara tiba-tiba (tanpa perencanaan) bersamaan dengan tindakan pembelajaran. Gagne (1965), seperti yang dikutip dalam buku ini, membedakan antara “predesign” dan “extemporaneous design”. Guru seringkali melakukan keduanya. Ia membuat rencana pembelajaran sebelum mengajar (predesign) dan ia juga memodifikasinya ketika mengajar (extemporaneous design)  Ibid., halaman ix-x. Dari itu, benarlah kiranya apa yang disinggung oleh Prof. Dimyati bahwa perencanaan pembelajaran bisa saja berbeda dengan tindakan pelaksanaan sebagai dampak pengiringnya. Catatan pribadi  pada kuliah Prof. Dimyati, MK. Perencanaan Kurikulum. Tanggal 2 Maret 2009.

[4] Ibid., halaman x

[5] Secara praksis, pertanyaan yang muncul dari asumsi ini ialah bagaimana bisa prinsip (generalisasi) ilmu-ilmu behavioral diaplikasikan ke dalam desain pesan pembelajaran? Secara umum buku ini ingin menjawab pertanyaan tersebut. Ibid., halaman xi.

[6] Vandenbos, Gary R. (Editor in Chief). 2002. APA Dictionary of Psychology. Washington DC: American Psychological Association. Halaman 683

[7] Kartono, K dan Gulo, D. (2000). Kamus psikologi. Bandung : CV. Pionir Jaya. Halaman 343.

[8] Atkinson, R.L, Atkinson, R.C, Hilgard, E.R. (1997). Pengantar psikologi. Jakarta: Erlangga. Halaman 201

[9] Walgito, B. (1990). Pengantar psikologi umum. Yogyakarta : Andi Offset. Halaman 53

[10] Vandenbos, Op.Cit. Halaman 683

[11] Kartono, K. (1990). Psikologi umum. Bandung : Mandar Maju. Halaman 61

[12] Lihat Mahmud, M.D. 1990. Psikologi suatu pengantar. Yogyakarta : BPFE. Halaman 41

[13] Lihat Sarwono, S.W. (1987). Teori-teori psikologi sosial. Jakarta : Rajawali. Halaman 95.

[14] Saleh, A.R dan Wahab, M.A. (2004). Psikologi suatu pengantar (dalam perspektif Islam). Jakarta : Kencana. Halaman 88.

[15] Thoha, M. 1988. Perilaku organisasi, konsep dasar dan aplikasinya. Jakarta: Rajawali. Halaman 138

[16] Rakhmat, Jalaluddin. 2001. Psikologi komunikasi. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Halaman 51.

[17] Ibid.

Page 42: Desain pesan

[18] Sobur, A. (2003). Psikologi umum. Bandung : Pustaka setia. Halaman 447.

[19] Irwanto. (2002). Psikologi umum (buku panduan mahasiswa). Jakarta : PT. Prehallindo. Halaman 71.

[20] Thoha, Op.Cit., halaman 143

[21] Lihat Rahmat, Op.Cit., halaman 55-58

[22] Lihat Shaleh dan Wahab. Op.Cit., halaman 89

[23] Lihat Walgito. Op.Cit., halaman 54